final destiny itu terus berlari dengan lincahnya, chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah...

183
Final Destiny “Return” Saat rahasia mulai terungkap satu per satu Mona Yonatha Anatasha

Upload: voque

Post on 24-May-2018

249 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

Final Destiny

“Return”

Saat rahasia mulai terungkap

satu per satu

Mona Yonatha Anatasha

Page 2: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

2

Sinopsis

Sekolah Hemsworth mengadakan pertandingan persahabatan antar sekolah khusus dari

seluruh dunia. Travis, Alvin, dan Zac menjadi perwakilannya. Semua orang menanti-nantikan

acara ini.

Hari yang dinantikan pun tiba! Tapi, ada penyusup yang masuk ke sekolah Hemsworth

untuk mengacaukan pertandingan. Babak pertama pertandingan pun gagal total, dan Chloe

terancam bahaya?!! Penyusup itu tak lain adalah Jonathan, memaksa pada Andolf untuk

membukakan dimensi yang diciptakan ayah Andolf, yang menjadi sandera adalah Chloe dkk..

Misinya adalah untuk menyelamatkan seseorang yang terkurung di dimensi lain.

Andolf pun membukakan gerbang menuju ke dimensi lain. Di sana, dia bertarung hebat

dengan Jonathan. Travis, Justin, Carol, dan Alvin masuk kedalam pertarungan yang sengit

dengan anak buah Jonathan. Pertarungan sengit terjadi antara Andolf dengan Jonathan dan

Travis dkk. dengan anak buah Jonathan. Berhasilkah Andolf mengalahkan Jonathan?

Berhasilkah Travis dkk. melawan anak buah Jonathan? Dan, berhasilkah Jonathan membebaskan

ayahnya dari penjara, yang menjadi kunci gerbang penjara itu tak lain adalah Chloe??!

Page 3: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

3

For that one person who’s been such a great help. Thank you very much...

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Page 4: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

4

Cerita Sebelumnya...

Chloe Annatasha, 15 tahun. Dia adalah gadis biasa yang kehidupannya serba normal. Dia

berasal dari negara Ziven dan pindah ke negara Elvio. Dia masuk ke sekolah khusus yang ada di

kota Exora bernama Hemsworth. Disana dia bertemu dengan Carol, gadis energik yang baik.

Travis, cowok yang baik dan suka mengajarinya ilmu bela diri. Justin, cowok yang gila animasi

dan sedikit aneh. Lalu Zac teman sebangkunya, pria aneh yang juga datang di kehidupannya. Dia

memulai hidup baru di negara Elvio dengan mereka semua. Setelah pindah ke sekolah itu, dia

menemukan keanehan, dia melihat sebuah ruangan yang ada di sekolah itu, ruangan yang

dikunci rapat oleh mantra yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun. Yang bikin dia penasaran

adalah, dia bisa mengintip dari lubang kecil yang ada di pintu ruangan itu dan melihat isi yang

ada di dalamnya, tapi orang lain tidak bisa, termasuk Carol. Anehnya lagi, Zac juga bisa melihat

isi ruangan itu seperti dirinya, itu membuat Chloe sangat bingung dan penasaran, sebenarnya apa

maksud dari semua ini?

Page 5: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

5

Suatu hari, seekor Akciks datang menyerang sekolah Hemsworth. Akciks itu telah

menghancurkan seperempat gedung sekolah dan melukai banyak orang. Akciks itu

menginginkan Andolf, dia ingin balas dendam pada Andolf karena masa lalunya. Akciks itu

disuruh untuk membunuh Andolf oleh seorang pria misterius yang bernama Red Ays. Akhirnya,

Andolf dan Akciks bertarung di perbatasan kota Exora dan kota Itsuwa. Pertarungan Andolf dan

Akciks sangat sengit. Tapi Andolf kuat, dia akhirnya mampu membunuh Akciks, pertarungan

dimenangkan oleh Andolf. Beberapa minggu kemudian, sekolah Hemsworth kembali stabil,

karena setelah penyerangan Akciks, sekolah Hemsworth sempat tidak stabil.

Andolf memerintahkan Arini, seorang petugas kesehatan untuk mengajari Chloe ilmu

medis. Arini mengajak Chloe untuk bergabung dengannya, Chloe bersedia diajarkan medis oleh

Arini. Kehidupan Chloe yang biasa-biasa saja, setelah dia pindah ke sekolah Hemsworth,

hidupnya akan berubah drastis, dia akan menemukan takdir yang sebelumnya tidak pernah

dibayangkan dan dialaminya...

* * *

Page 6: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

6

# 1 Rose Flower

Taman riang. Taman yang berada di negri antah-berantah. Taman dimana kesenangan akan

selalu ada dan tidak akan pernah hilang. Di mana semua makhluk yang menghuni taman ini akan

selalu bersenang hati. Hati mereka tidak akan dilanda kesedihan setelah mereka masuk ke taman

itu.

Mereka bermain dan berlari-lari di taman itu dengan riang gembira. Tertawa dengan lepas,

tidak ada beban di benak mereka. Hari ini, di taman itu, hanya ada dua orang anak perempuan

yang sedang bermain pasir. Dua orang anak perempuan yang sedang bermain ayunan, di

belakang mereka ada dua anak laki-laki yang menganyunkan ayunan sambil bercanda gurau.

Disana juga ada seorang gadis cantik sedang berlari-lari mengejar kelinci lucu berwarna

putih yang cerdik dalam hal melarikan diri. Gadis itu selalu gagal dalam menangkap kelinci itu.

Selain cerdik, kelinci itu juga lincah dan bergerak sangat cepat. Setiap gadis itu akan

menangkapnya, maka kelinci itu akan berhasil untuk meloloskan diri. Gadis itu berjalan pelan,

dia lelah karna sedari tadi mengejar kelinci itu terus, tapi selalu gagal. Gadis itu memakai mini

dress berwarna merah muda bercorak bunga-bunga di bawahnya. Kulitnya bersinar bagaikan

berlian diterpa sinar matahari, karena keringat yang ada di sekitar wajah dan lengannya. Gadis

itu bernama Chloe Annatasha.

Chloe bersembunyi dibalik semak-semak sambil mengintip kelinci yang sedang makan

wortel, dia mengincar kelinci itu, karena kelinci itu sangat lucu. Dia berjalan pelan agar tidak

ketahuan dan mengagetkan kelinci itu. Ya, perlahan-lahan dia berjalan hampir sampai ke tempat

kelinci itu. Dia menangkapnya, tapi, ah, tidak, kelinci itu berhasil lolos dan kabur, kelinci itu

berlari kencang. Chloe kecewa, dia pikir dia bisa dengan mudah menangkap kelinci yang sedang

makan wortel, tapi ternyata cukup sulit juga.

“Hei! Tunggu! Ah, sial!” Chloe berlari mengejar kelinci itu.

Kelinci itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti

arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!”

Page 7: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

7

Kelinci itu tetap berlari. Chloe terus mengejarnya karena dia sangat ingin memelihara

kelinci lucu itu. Kelinci itu berlari terus dan akhirnya masuk ke sebuah rumah kecil yang berada

tidak jauh dari taman riang. Dia berhenti berlari begitu melihat kelinci itu masuk ke sebuah

rumah, mungkin itu rumah majikannya. Dia berjalan pelan menuju rumah yang kelinci tadi

masuki, dia tidak jadi untuk mengambil kelinci itu, karena ternyata kelinci itu ada yang punya,

dia berbalik badan hendak kembali ke taman. Tapi hatinya terus mendorongnya untuk masuk ke

rumah itu, kelihatannya juga rumah itu kosong tak berpenghuni.

‘Apa aku lebih baik masuk aja, ya? Hmmm... masuk aja ah!’

Chloe berjalan menuju rumah itu, lalu dia membuka pintu rumahnya.

“Halo? Kelinciku... kemarilah, aku bukan orang jahat kok!” katanya pelan, sambil melirik

kesana-sini mencari kelinci itu.

Sekarang dia ada di dalam rumah yang tadi dimasuki oleh kelinci. Tidak ada apa-apa di

dalam ruangan ini selain lemari tua yang ada di sebelah barat di ruangan ini. Lantainya terbuat

dari kayu dan dindingnya berwarna putih yang sudah kusam. Tidak ada foto yang terpangpang di

tembok. Bagian sudut-sudut ruangan dipenuhi oleh sarang laba-laba. Benar-benar rumah yang

takterurus, dan takberpenghuni.

TREEK!!

Sebuah suara yang berasal dari dalam sana. Chloe berjalan kearah suara tadi, dia melihat

bayangan kelinci itu, dia mempercepat jalannya mengejar kelinci itu. Kelinci itu masuk ke

sebuah ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Chloe berjalan menuju ruangan itu dan

mendorong pintu agar terbuka lebih lebar.

Ruangan itu hanya sebuah ruangan kecil sekotak dan tak ada apa-apa selain bupet yang

menghiasi, ada di ujung ruangan. Tembok ruangan itu berwarna hijau yang sudah sedikit kusam.

Ternyata di sana ada seorang wanita yang sedang duduk, di tengah-tengah ruangan sambil

memainkan kecapi dengan mata tertutup. Wanita itu berambut hitam lurus panjang. Kulit

wajahnya begitu putih, bersih, dan mulus. Dia seorang wanita yang cantik. Kelinci itu berlari

menuju wanita itu dan diam disampingnya dengan manja.

Page 8: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

8

“Ada orang ya...” kata wanita itu. Dia berhenti memainkan kecapi, dan membawa kelinci

itu kepangkuannya lalu mengelus-elus bulunya.

Chloe tetap berdiri di ambang pintu, dia bingung harus berbuat apa, dia memperhatikan

wanita cantik itu. Wanita itu begitu sempurna, dia memiliki kecantikan yang alami yang sangat

melekat padanya. Wajahnya hanya dipolesi lip stick merah muda di bibirnya yang tipis dan

lembut, tapi wajahnya yang bersih tanpa make-up tetap terlihat cantik bahkan seperti pakai

make-up. Bulu matanya yang lentik, halis hitam yang bentuknya sempurna, lengkungan

dipipinya yang indah, bak model. Pipinya yang putih bersih. Jemarinya yang lentik dan indah.

Semuanya sempurna! Chloe iri dengan kecantikan yang dimiliki wanita itu. Tapi, apakah benar

wanita ini tinggal di rumah butut ini? Sungguh tidak sebanding dengan wajahnya yang cantik.

Dia tidak cocok tinggal di rumah butut ini.

‘Kenapa? Perasaan, seperti tidak ada orang di rumah ini, kenapa ada seorang wanita di

sini? Tadi aku tidak mendengar suara kecapi. Apa ruangan ini kedap suara, ya?’

Wanita itu perlahan membuka matanya. Sekarang matanya sudah terbuka, lalu dia

menegakkan kepalanya dan memandang pada Chloe. Mata wanita itu begitu indah,

kecantikannya amat sempurna dengan hiasan mata yang indah berwarna biru yang bersinar

bagaikan berlian. Chloe kagum melihat kecantikan wanita itu. Wanita itu tersenyum pada Chloe,

Chloe membalasnya dengan ragu.

“Dasar kelinci nakal. Kau membawanya...” kata wanita itu sambil mengelus-elus kelinci

itu. “Masuklah! Duduklah disitu!” suruh wanita itu pada Chloe sambil menunjukkan tempat yang

ada didepannya.

“Oh! I-iya.” kata Chloe sambil menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Chloe berjalan

ke tempat yang ditawarkan wanita tadi, lalu duduk disana.

“Kau Chloe Annatasha, ya?” tanya wanita itu.

Chloe kaget, kenapa wanita itu tahu namanya? “Kenapa kau tahu namaku?!” tanyanya.

Wanita itu tertawa kecil. “Tentu saja tahu,”

Page 9: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

9

Sungguh, wanita itu terlihat sangat manis saat tersenyum. Memperlihatkan giginya yang

rapih dan putih. Siapa sebenarnya wanita ini?

Wanita itu mengambil sebuah kartu As merah yang ada di sampingnya, lalu meniup kartu

itu. Chloe mengerutkan kening karena bingung melihatnya, dia tidak tahu wanita itu akan

melakukan apa padanya. Kartu yang tadi ditiupnya kini berubah menjadi setangkai bunga

mawar. Chloe bingung sekaligus takjub melihatnya, wanita ini bisa bermain sulap. Bunga mawar

itu bergerak sendiri menuju Chloe dan jatuh kepangkuannya, Chloe mengambilnya dengan ragu,

dia benar-benar bingung dengan perlakuan wanita itu yang sangat aneh.

“Bunga mawar yang kau pegang itu diibaratkan kamu...” kata wanita itu.

Chloe memperhatikan bunga mawar itu dengan tatapan yang aneh, lalu dia berhenti melirik

bunga mawar dan beralih melirik wanita itu. Wanita itu tersenyum padanya, Chloe membalas

senyumannya dengan ragu.

“Kau adalah orang yang disukai oleh setiap orang, karena kecantikanmu yang alami dan

kebaikanmu yang tulus. Orang-orang menyukai dan menyayangimu. Kau seperti bunga mawar

yang disukai oleh setiap orang...”

Wanita itu mulai memainkan kecapi lagi. Chloe mendengarkan perkataan wanita itu

dengan seksama, dia menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya.

“...Bahkan, ada dua orang yang sebenarnya menyukaimu tapi mereka tidak berani

mengungkapkannya padamu...”

KRIIIIIIIING... KRIIIIIIIING...

Alarm berbunyi. Chloe bangun dari mimpinya. Matanya masih berat untuk dibuka, dia

berusaha melihat jam, waktu menunjukkan pukul 7.00 AM. Dia harus bangun untuk mandi dan

pergi ke sekolah, dia mengucek-ngucek matanya, dia masih ingin tidur lebih lama lagi. Dia

bangkit dan duduk di kasur, dia teringat mimpi yang tadi juga wanita cantik yang aneh. Dia

benar-benar bingung dengan mimpi itu, mungkin mimpi itu tidak ada artinya sama sekali, tapi

mungkin juga mimpi itu benar, ada dua orang yang menyukainya. Tapi siapa? Cewek atau

Page 10: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

10

cowok? Chloe menggelengkan kepalanya. Jangan sampai dia terkecoh dengan mimpi itu, itu

hanya mimpi biasa. Dia melepas selimutnya, dan berdiri hendak pergi ke kamar mandi.

* * *

Page 11: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

11

# 2 Chloe yang Baru

Beberapa bulan ini, sejak Chloe mulai diajarkan medis oleh Arini, kini dia begitu sibuk.

Setiap hari dia latihan dan latihan, waktu untuk kumpul dengan Carol, Justin, dan Travis kini

sudah jarang dia lakukan karena sibuk, tapi sesekali dia main ke rumah Carol jika ada waktu

senggang. Sekarang Chloe sudah ahli di bidang medis, dia sudah bisa mengobati orang ataupun

hewan. Hampir setiap istirahat dia pergi ke ruang kesehatan untuk menemui Arini, dan sekarang

dia bergabung menjadi petugas kesehatan lainnya. Seorang Chloe yang baru, bukan Chloe yang

biasa lagi, melainkan Chloe yang menjadi seorang Shilly di sekolah. Tak hanya itu, dia juga

diajarkan oleh Arini dasar ilmu bela diri. Itu untuk berjaga-jaga. Chloe juga bisa menguasai ilmu

itu dengan baik. Chloe sendiri senang karena sebelumnya dia tidak bisa, tapi sekarang dia bisa

menguasai dasar ilmu bela diri. Sekarang tak hanya medis, ilmu bela diri pun dia kuasai, meski

hanya gerakan dasar. Kemampuan medisnya sudah sama dengan petugas kesehatan senior

bahkan mungkin melebihinya. Bakatnya memang luar biasa, Arini sendiri takjub melihat

kemampuan murid barunya itu.

“Bu, aku ingin menunjukkan sesuatu!” kata Chloe pada Arini, dia sedang ada di ruangan

Arini.

“Apa?” tanya Arini penasaran.

“Perhatikan baik-baik!” Chloe mengambil pisau yang ada dilaci, dia menggoreskan pisau

ke tangan kirinya dari sikut sampai telapak tangan, darah keluar perlahan-lahan, rasa perih

ditahannya.

Arini kaget melihatnya, dia bingung kenapa muridnya melakukan hal bodoh seperti itu.

“Apa yang kau lakukan?! Kau gila!!”

Chloe tersenyum, “Tidak apa-apa. Ibu perhatikan baik-baik bagian yang ini,” telapak

tangan kanan Chloe yang tidak terluka menyentuh air yang ada dibaskom dekat dengannya. Lalu

air itu menempel di telapak tangan Chloe, Chloe teteskan air yang ada di telapak tangan ke

bagian tangan yang terluka. Air yang ada di telapak tangan Chloe langsung merambat kebagian

Page 12: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

12

yang terluka. Air itu menyembuhkan tangan Chloe yang tergores secara perlahan dan otomatis.

Tangan yang tadinya tergores dan berdarah, kini sembuh jadi seperti semula. Arini kaget

sekaligus takjub melihatnya.

“B-bagaimana bisa, y-yang seperti itu...” kata Arini ragu “...bagaimana bisa kau

melakukannya?”

Chloe tersenyum. “Kemampuan ini baru aku ketahui waktu hari Sabtu kemarin sewaktu

kedua tanganku terluka karena terliliti oleh benang layang-layang yang tajam saat aku dan Carol

iseng main layang-layang dibukit yang dekat dengan sungai Palm. Kedua tanganku berdarah dan

aku tidak bisa mengobati, aku dan Carol lari menuju sungai Palm, kedua tanganku aku masukkan

kedalam sungai itu untuk membersihkan darah. Rasanya begitu dingin dan segar, rasa perih

hilang begitu aku masukkan ke air. Begitu aku lihat telapak tanganku, goresan itu sudah hilang

darahnya pun hilang, bekas luka yang tadi ada di telapak tangan pun hilang begitu aku masukkan

ke air. Aku dan Carol bingung melihatnya. Besoknya aku coba lagi melukai tubuh di bagian

lainnya karena penasaran dengan kejadian kemarin, aku lukai bagian kakiku lalu aku ulang

peristiwa yang kemarin. Sama seperti sebelumnya, aku merasakan hal yang sama, luka itu hilang

dengan sendirinya begitu aku beri air”

Arini mengkerutkan keningnya, tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya, dia

begitu bingung. Arini menghampiri Chloe, lalu dia lihat kedua telapak tangan Chloe. “Kau,

punya bakat untuk menyembuhkan dengan air, itu cara yang unik dan sangat efisien. Aku saja

tidak bisa mengobati dengan air, ha... ha...” kata Arini dibarengi dengan ketawa yang sumbang.

Arini melihat dengan seksama wajah Chloe, Chloe sedikit risih diperhatikan oleh Arini

seperti itu. Chloe tersenyum malu padanya, Arini terus memperhatikan Chloe dengan seksama.

‘Bisa sampai sini hanya dalam waktu 4 bulan sejak mulai latihan, dia punya bakat yang

menonjol. Mungkin dia sudah melampauiku dan ibunya...’ batin Arini.

* * *

Chloe diam sendiri di atas gedung sekolah, dia sedang menatap ke langit, melihat awan.

Segerombolan burung terbang mengelilingi langit, terdengar suara kicauan suara dari mereka,

mungkin mereka sedang berkomunikasi, entahlah, Chloe tidak mengerti bahasa burung.

Page 13: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

13

Di belakang, Travis datang, dia melihat Chloe sedang berdiri sendiri sambil menatap

langit. Dia baru tahu kalau Chloe suka diam di sini, setiap punya waktu senggang saat istirahat

Travis pergi ke tempat ini, tapi sebelumnya tidak pernah bertemu dengan Chloe di sini. Travis

menghampiri Chloe, dia kangen pada Chloe. Sejak Chloe sibuk latihan dengan Arini dan dia

sibuk latihan untuk mengikuti perlombaan, dia dan Chloe jadi jarang ngobrol, rasanya kangen

ingin ngobrol berdua dengan Chloe.

“Hei!” panggil Travis.

Chloe membalikkan badannya, dia tersenyum begitu tahu Travis yang memanggilnya.

“Hai! Aku kira siapa.”

Travis berjalan menuju Chloe, beberapa saat kemudian dia sudah ada di sampingnya.

“Sekarang kau sibuk, ya?” tanyanya.

“Ya, sedikit, kau juga sibuk. Ngomong-ngomong kita sudah jarang ngobrol lagi, ya?”

“Iya. Aku kangen... Oh ya, sedang apa kau di sini?”

“Hmmm... mencari sesuatu,” Chloe memandang ke langit, Travis mengkerutkan kening

tidak mengerti, dia jadi ikut-ikutan lihat ke langit.

Tiba-tiba burung gereja jatuh tepat di tempat Chloe, Chloe langsung menangkapnya.

“Hah! Dapat!” katanya.

“Apa itu?” tanya Travis.

“Burung. Burung ini terluka.”

Travis memperhatikan burung itu. Burung itu memang terluka di bagian sayapnya.

Chloe membuka tutup botol yang berisi air, air itu dia tumpahkan ke telapak tangannya lalu

dia berikan air ke daerah yang terluka. Luka yang ada di tubuh burung itu langsung sembuh oleh

air yang diberikan Chloe. Burung itu menggerakkan sayapnya. Travis memperhatikan dengan

baik, dia begitu takjub melihatnya. Seseorang yang ada di hadapannya itu adalah seorang Chloe

yang baru.

Page 14: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

14

“Wah... Sudah lama tidak bertemu kau jadi hebat, ya? Kau bisa menyembuhkan burung itu

dengan setetes air, hebat! Kau sudah berkembang. Kau bukan Chloe yang aku kenal dulu,

melainkan Chloe yang baru!”

Chloe tersenyum, “Hmmm... biasa saja. Aku begini karena aku sering latihan...” Chloe

menerbangkan burung itu, burung itu mulai terbang jauh ke langit, kemudian bertemu dengan

teman-temannya dan bergabung dengan mereka. “Kau juga, pasti tambah hebat karena sering

latihan untuk perlombaan nanti, ya kan?”

“Entahlah, lihat saja nanti. Kau nanti doakan aku, ya! Supaya aku bisa menang dan

membawa nama baik sekolah ini.”

“Ya, tentu.”

Setelah itu mereka berada dalam diam. Sebenarnya Travis ingin bilang sesuatu pada Chloe,

tapi dia tidak berani. Dia ingin mengajak kencan pada Chloe nanti hari Sabtu, tapi dia sangat

grogi dan malu. Rencana ini sudah ada di benaknya dari dulu, tapi dia tidak berani untuk

mengatakannya pada Chloe, dia takut di tolak. Mungkin beginilah orang yang baru merasakan

rasanya jatuh cinta pada seseorang. Travis harus mengatakannya sekarang, selagi hari Sabtu

nanti Travis tidak ada acara apa-apa. Hari ini, dia harus mengatakannya! Apalagi sekarang dia

hanya berdua dengan Chloe, suasana yang pas.

‘Apa yang kau pikirkan? Ini waktu yang tepat untuk membicarakannya. Ayolah Travis, kau

harus jantan, kau laki-laki bukan banci! Bicarakan sekarang, bicarakan sekarang!’

“Hmmm... Chloe?” kata Travis grogi. Oh, jantung Travis terdetak sangat cepat, bahkan dia

bisa mendengar bunyi detak jantungnya sendiri. Apa Chloe juga mendengar bunyi detak

jantungnya?

“Ya?” Chloe menoleh kepada Travis.

“Hari Sabtu nanti kau ada acara?”

‘Apa yang dikatakannya tadi?’ Dia tidak mendengar perkataannya saking grogi, yang dia

dengar hanya bunyi detak jantungnya. ‘Oh tidaaaaak!’

Page 15: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

15

“Sepertinya tidak, emangnya kenapa?”

‘Apa? Chloe bilang apa? Oh, dia tidak punya rencana juga? Yes!!’

“A-aku, i-ingin mengajakmu jalan-jalan nanti hari Sabtu. K-kalau kau tidak mau juga tidak

apa-apa, aku tidak memaksa.” kata Travis grogi. Rasanya dia ingin menutup telinganya.

Bagaimana kalau Chloe menolak mentah-mentah? Oh tidak! Dia tidak bisa membayangkannya,

dia bakalan kecewa dan malu. Dia memejamkan matanya.

“Jalan-jalan? Hari Sabtu? Boleh juga. Jam berapa?”

Travis tetap memejamkan matanya, ‘tuh kan, apa aku bilang! Eh, apa?!’

“Hah?! Apa? Kau bilang apa?!” tanya Travis kaget. Travis membukakan kedua bola

matanya yang tadi dia pejamkan.

“Boleh. Jam berapa?”

‘Oh? Yes! Yes! Dia mau! Dia mau!’

“Jam sebelas aku tunggu di taman Irigasi, mau?”

“Boleh, deh.”

Travis tersenyum senang. “Aha... ha... ha...” dia langsung memeluk Chloe. Chloe bengong,

dia bingung dengan kelakuan aneh Travis. “Makasih! Makasih, Chloe!!”

“Oh iya iya. Ngo... ngomong-ngomong aku ti... tidak bis... sa ber... naf... as, nih!”

Travis melepaskan pelukannya, dia jadi malu, karena refleks memeluk Chloe. “Oh!

Maafkan aku.”

Chloe tersenyum, “Iya, gak apa-apa.”

Mereka saling diam karena malu. Travis tersenyum sumringah, dia masih tidak percaya

kalau Chloe mau menerima ajakan kencannya itu. Dia akan kencan dengan Chloe nanti hari

Sabtu, dia sangat senang! Travis berencana kalau saat kencan nanti dia akan mengungkapkan

perasaannya pada Chloe. Dari sekarang dia akan mempersiapkan semua itu.

Page 16: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

16

‘Yes, aku nanti kencan dengannya...’

Travis menundukkan kepalanya karena dia tak tahan untuk terus tersenyum. Dia malu

memperlihatkan mukanya yang memerah karena malu tadi refleks memeluk Chloe, dan karena

dia sangat senang Chloe menerima ajakannya. Chloe pun tersenyum melihat tingkah laku Travis

tadi. Dia memperhatikan Travis dari atas sampai bawah, begitu lucu. Sebenarnya, Chloe sedikit

aneh mendengar Travis mengajaknya jalan-jalan nanti Sabtu. Kalau dia menolak, dia tak enak

hati pada Travis, Travis orang yang baik dan Chloe sering merepotkan Travis yang suka

membantunya. Maka Chloe menerima ajakan Travis, lagipula nanti Sabtu dia tidak ada acara.

Tadinya dia akan menghabiskan dengan hanya diam di rumah, tapi karna Travis mengajaknya,

maka Sabtu nanti dia akan pergi dengan Travis.

‘Kenapa dia mengajakku jalan-jalan, ya? Berdua saja? Atau bersama Justin dan Carol?

Tapi kalau hanya berdua. Apa benar kata Carol kalau Travis ini sebenarnya menyukaiku?

Tidak, sebaiknya aku tidak berpikiran seperti itu, soalya Travis itu anak yang baik. Dia

temanku.’

“Kau mau ke kelas?” tanya Travis, memecahkan keheningan diantara mereka yang tadi

terjadi.

“Iya. Kau juga?”

“Ya. Kita pergi bareng.”

Chloe mengangguk. Travis tersenyum pada Chloe, Chloe membalas senyumannya. Lalu

mereka jalan bersama meninggalkan tempat itu dan menuju kelas mereka. Hati Travis masih

senang dengan apa yang tadi terjadi, rasanya dia ingin memegang tangan Chloe agar lebih

romantis. Tapi dia tidak berani, nanti bisa-bisa kena marah Chloe, atau bisa-bisa kencannya

dibatalkan dan Chloe jadi membenci Travis. Jangan sampai terjadi seperti itu. Dia harus bisa

bertahan dengan nafsunya, kalau dia sudah menjadi pacar Chloe, baru dia bisa memegang tangan

Chloe dengan erat dan memperlihatkan pada semua orang, pada dunia, bahwa Chloe adalah

pacarnya.

* * *

Page 17: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

17

# 3 Date!

Pagi hari yang cerah, matahari sudah memancarkan sinarnya dengan terik. Burung

berkicau dengan merdu di sanak-sini memeriahkan Sabtu pagi ini. Orang-orang di jalanan sudah

banyak yang beraktivitas dan berlalu-lalang. Suasana di jalanan sudah padat oleh orang-orang

dan kendaraan. Bagi mereka yang membuka toko di pinggir jalan, mereka sedang sibuk

membereskan toko mereka agar penampilannya bagus dan menarik perhatian orang. Beberapa

orang sedang joging di daerah taman dan berolahraga seperti senam. Membawa anjing

peliharaan jalan-jalan di sekitar taman, atau membawa anak mereka yang masih bayi jalan-jalan

dengan memakai kursi roda. Di sekitar jalan besar, beberapa corigi memantau jalanan, dan

menertibkan orang-orang agar jalanan tidak macet. Beginilah aktivitas di kota Exora pada Sabtu

pagi ini.

Di rumah seorang murid HS Hemsworth, murid dari seorang yang terkenal hebat di negara

Elvio ini, Dorbus Sutejaningrat, yang bernama Travis Bennington. Dia sedang memperhatikan

dirinya di cermin yang ada di kamarnya. Dia begitu tegang, juga grogi karna hari ini dia ada

kencan dengan seorang wanita yang sangat dia sukai. Wanita itu juga adalah wanita yang

pertama kalinya dia suka, ini adalah first date-nya. Dalam hal apapun, Travis selalu bisa

menyikapinya dengan tenang, tapi tidak untuk hal ini. Dia mengakui kalau perasaan resahnya itu

berlebihan, tapi ini adalah pengalaman pertamanya. Sebelumnya dia tidak pernah melakukan ini,

dia tidak punya pengalaman sama sekali. Sudah beberapa kali dia mengganti pakaian yang akan

dia pakai di kencannya, saking ingin terlihat berbeda dari biasanya, dia jadi bingung harus

memakai baju yang mana. Dia ingin terlihat wah didepan wanita yang dia sukai, dia merapikan

bajunya. Hari ini dia akan kencan dengan Chloe Annatasha, murid dari seorang teman sekaligus

rival Dorbus Sutejaningrat, Albyn Theodore, dia tidak bisa mengontrol dirinya karena sangat

grogi. Dia mengacak-ngacak rambutnya, dia takut dia akan mengacaukan kencannya, apalagi ini

adalah pengalaman pertamanya.

“Haaaah...” keluhnya sambil mengacak-acakan rambutnya.

“Apa lagi?” tanya Justin kesal.

Page 18: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

18

Justin bosan dan kesal melihat tingkah laku Travis, dia sudah mendengar keluhan Travis

pagi ini sebanyak 25 kali. Travis menyuruh kepada Justin agar mengunjungi rumahnya pagi ini,

Travis meminta pada Justin untuk mengomentari dan memberikan saran tentang penampilan

Travis. Karena Travis adalah sahabatnya, Justin membelakan diri bangun pagi untuk pergi ke

rumah Travis. Seperti yang diminta Travis, Justin sudah memberikan saran tentang penampilan

Travis, seperti baju apa yang sebaiknya dipakai oleh Travis hari ini, agar telihat lebih keren dari

biasanya. Tapi beberapa kali Travis menolak. Justin jadi kesal sendiri melihat Travis yang plin-

plan memilih baju dan grogi secara berlebihan. Justin mengerti ini adalah pertama kalinya Travis

kencan dengan seorang gadis yang dia sukai, tapi setidaknya Travis jangan bertingkah laku

seperti itu, Travis harus tetap tenang dan berpikiran kalau semuanya akan berjalan dengan baik

dan lancar, bertingkah laku seperti pria sejati. Justin baru tahu, kalau Travis bisa bertingkah laku

repot seperti wanita, biasananya Justin suka melihat Travis yang selalu bersikap tenang. Ini lucu,

Travis seperti wanita, dia minta di komentari tentang penampilannya, cerewet, grogi, atau

apapun itu. Justin senyam-senyum memikirkan itu semua.

“Bagaimana kalau dia tidak datang? Bagaimana kalau nanti di sana aku mempermalukan

diri sendiri? Aku bahkan tidak bisa membayangkannya!”

“Trev, yang perlu kau lakukan adalah hilangkan rasa grogimu, kalau kau grogi kau akan

mempermalukan diri sendiri, tahu! Tarik nafas...”

Travis menarik nafas mengkuti kata-kata Justin.

“Lalu keluarkan!”

Travis mengeluarkan nafasnya.

“Ingat! Ini hanya sebuah kencan! Camkan baik-baik! Ini-hanya-sebuah-kencan, kau tahu.

Hilangkan rasa grogimu!”

Travis mengangguk seperti anak kecil.

“Apa penampilanku sudah bagus?” tanya Travis sembari memperbaiki bajunya.

Justin memutarkan bola matanya, “Ya! Penampilanmu sudah sempurna. Kau seperti tokoh

yang bernama Shamy pacarnya Hikaru. Ok?”

Page 19: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

19

“Shamy itu pasti yang ada di kartun, kan? Aku tidak mau disamakan dengan kartun,

mengerti?!”

“Ih, tapi cakep tau! Ah, kau tidak tau sih! Makanya dia bisa dapetin Hikaru,

menyebalkan!”

“Aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Jam berapa sekarang?”

“Jam 10:30. Mau pergi sekarang?”

“Ya. Aku tidak boleh terlambat.”

“Padahal masih lama.”

“Aku tidak mau membuat permaisuriku menunggu. Lebih baik aku yang menunggu.”

“Apa yang barusan aku dengar? Cinta mati nih yeeee!”

“Apaan sih!”

“He... he... hati-hati di jalan, ya?!”

“Ya. Makasih!”

Travis dan Justin keluar dari kamar Travis, lalu mereka turun ke bawah. Ibu Travis yang

sedang menyetrika pakaian melihat anaknya berdandanan sangat rapih dan wangi, tidak biasanya

Sabtu pagi Travis berdandanan seperti ini. Dia menghampiri Travis dan sahabatnya, Justin.

“Kalian mau kemana?” tanya ibu Travis, Lula.

Justin dan Travis kaget karena Lula tiba-tiba muncul dari belakang mereka.

“Mama? Aku mau... pergi bersama temanku.” jawab Travis gugup.

Lula menyipitkan matanya menyelidiki sesuatu yang aneh pada pada diri anaknya.

“Ini loh, tante. Dia mau pergi bersama seorang...” sebelum Justin meneruskan kata-

katanya, Travis cepat-cepat menyikut tangan Justin dengan sikunya, mengisyaratkan pada Justin

agar dia tutup mulut.

Page 20: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

20

Lula semakin curiga dengan tingkah laku anaknya.

“Aku mau pergi sama temen sekolahku ma. Aku permisi dulu!”

“Oh. Kalau begitu hati-hati. Jangan pulang terlalu malam, sekarang bahaya, banyak berita

pembunuhan oleh sekelompok anggota misterius yang beroperasi malam hari. Mama khawatir.”

Travis mengangguk “Baik ma! Kalau begitu aku pergi.”

Justin mengantarkan Travis sampai ke depan rumah. Mereka sudah ada di gerbang, Travis

membuka pintu gerbang rumahnya dan berlalu pergi.

“Semoga kencan pertamamu berjalan dengan lancar. Jangan malu-maluin, ok?”

“Ok! Aku pergi dulu, ya!”

“Ya!!”

Justin kembali ke rumah Travis, menutup gerbang dan pintu rumah.

“Tante, apa aku boleh diam di sini lebih lama lagi dan memainkan game kepunyaan

Travis??” tanya Justin pada Lula.

“Iya boleh. Kau temani tante saja di sini.”

“Makasih tante!!”

“Sama-sama. Just, Travis itu sebenarnya mau pergi kemana? Kok kamu gak ikut

dengannya?”

“Hoo... ohh... dia mau kencan dengan seorang gadis yang dia suka di sekolah tante.” tanpa

Justin sadari dia sudah berbicara seperti itu, dia tersentak. Ups, Justin keceplosan.

Lula kaget mendengar perkataan Justin, baru kali ini dia mendengar anaknya jatuh cinta

pada seorang gadis. Dia berhenti menyetrika baju dan pergi ke tempat Justin berada. Justin

sedang duduk di sofa dan memainkan game kepunyaan Travis. Lula duduk di samping Justin.

“Travis menyukai seseorang?” tanya Lula aneh.

Page 21: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

21

“Iya tante. Tante baru tahu, ya? Sebenarnya perasaan Travis pada gadis itu sudah lama.

Tapi dia baru mengajak gadis itu kencan hari ini, dan untungnya gadis itu mau menerima ajakan

Travis.” ah, sudah ketahuan, lebih baik dia tidak menyembunyikan ini di depan mamanya Travis.

“Oh... siapa nama gadis itu? Sekelas dengan kalian?”

“Tidak. Dia murid baru, pindahan dari negara Ziven, dia murid pak Albyn. Namanya Chloe

Annatasha, dia gadis yang baik dan cantik, loh, tante.”

“Oh ya?? Kapan-kapan bawalah gadis itu kesini, kenalkan pada tante. Tante ingin melihat

dan menilainya.”

“Ok tan! Nanti aku katakan pada Travis agar membawanya kesini.”

Lula diam memikirkan perkataan Justin tadi, Justin terus asik memainkan game. Akhirnya

Lula bangkit dari tempat duduk dan menuju tempat dia menyetrika pakaian, melanjutkan

kembali menyetrikanya. Justin melirik Lula sebentar, setelah itu dia kembali fokus pada

permainan yang sedang dia mainkan.

* * *

Travis sudah sampai di taman Irigasi, ternyata Chloe belum datang, dia harus menunggu.

Dia melihat ke jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 10:55 AM, masih butuh 5 menit lagi

untuk tepat jadi jam 11:00.

‘Tenang... dia pasti datang.’ batinnya berusaha menenangkan diri, mencoba menjauhkan

pikiran ‘bahwa Chloe tidak akan datang’ dari benaknya. Dia tidak boleh mempunyai pikiran

seperti itu.

‘Chloe pasti datang!’

* * *

Chloe duduk sendirian di bus. Dia melihat jam di layar ponselnya, sudah hampir jam

sebelas. Mungkin dia akan telat. Waktu dia masih di kamarnya, dia bingung mau memakai baju

yang mana, akhirnya dia memilih baju yang sudah lama tidak dipakainya. Chloe kesal karna bus

ini sudah diam terlalu lama, menunggu seorang penumpang, tapi sampai sekarang tidak ada

Page 22: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

22

orang yang naik ke bus ini. Memang di bus ini hanya ada sekitar 7 orang penumpang termasuk

dirinya. Dia sudah memasang tampang yang kesal, sekali lagi dia melihat layar ponselnya, sudah

pukul 11:07. Akhirnya ada seorang penumpang yang naik bus ini, dan akhirnya supir bus itu

menancapkan gas.

* * *

Travis duduk di bangku yang ada di taman sambil memainkan handphone-nya, hatinya

resah karena takut Chloe tidak datang. Dia menengok ke kanan dan ke kiri, tidak ada tanda Chloe

datang, bahkan batang hidungnya pun tidak terlihat. Dia memencet tombol ponselnya, dia ingin

menelpon Chloe, tapi dia tidak berani. Layar bertuliskan nama ‘CHLOE’, dia ingin memencet

tombol warna hijau, tapi dia malah memencet tombol warna merah. Tidak jadi. Lebih baik dia

menunggu, mungkin dia juga yang terlalu cepat. Dia melihat ke jam tangannya, pukul 11:18 AM.

Namun Chloe belum datang juga.

* * *

Chloe sudah sampai di taman Irigasi, dia menengok kesana dan kesini mencari Travis. Dia

berjalan menuju air mancur, di dekat air mancur ada bangku yang di duduki oleh seorang pria

yang sedang menunduk sambil memainkan hp-nya, pria itu seperti Travis, Chloe mendekatinya.

“Travis?” tanyanya.

Pria itu menegakkan kepalanya, dia melihat seorang wanita berdiri di hadapannya,

menatapnya dengan tatapan bertanya, pria itu menaikkan satu alisnya. Chloe bengong, ternyata

yang dipanggilnya bukan Travis, melainkan orang lain, Chloe tersenyum malu.

“M-maaf, aku kira teman saya, sekali lagi maaf, ya?” kata Chloe sambil membungkukan

badannya.

“Iya.” jawab pria itu singkat, setelah itu pria itu memainkan handphone-nya kembali.

Chloe meninggalkan pria yang tidak dikenal itu dan mulai mencari Travis. Dia ingin

menelpon Travis tapi dia tidak punya pulsa, untuk sms saja tidak bisa. Dia melihat pria yang

sedang duduk sendiri di bangku, tidak salah lagi, itu Travis. Dia memakai baju bebas, ini kali

pertamanya Chloe melihat Travis memakai baju bebas.

Page 23: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

23

Chloe mendekati Travis. “Travis!!” panggilnya.

Travis menengok ke depan, dia melihat Chloe jalan mendekatinya, hatinya begitu senang

melihat Chloe datang. Dia tersenyum, “Hai!”

‘Akhirnya, dia datang juga...’ hati Travis jadi lebih tenang melihat Chloe sudah datang.

Travis terpesona melihat penampilan Chloe, dia berpenampilan sangat menarik. Ini

pertama kalinya dia melihat Chloe memakai baju bebas. Chloe memakai rok overall jeans warna

biru langit di atas lutut, di dalamnya pakai kemeja putih panjang dengan kancing yang dibuka

tiga dan tangannya digulung seperempat. Sepatu balet warna hitam polos dengan heel 3 cm, dan

tas selendang berwarna hitam polos. Chloe terlihat cantik, manis, dan sangat menarik. Travis

berdiri mematung melihat Chloe yang ada di depan matanya, dia sangat terpesona melihatnya.

Chloe melihat tingkah laku aneh Travis, sejak tadi, Travis hanya memandanginya dengan tatapan

yang aneh. Dia menggerakkan tangannya didepan muka Travis yang sedang bengong.

“Hei, Trev? Kau tidak apa-apa?” tanya Chloe.

Travis bangun dari lamunannya, “Oh, iya. Aku baik-baik saja.” Travis jadi salah tingkah

karna sudah bengong melihat Chloe.

“Aku mencarimu tahu! Tadi aku sampai salah orang, aku kira kamu ternyata bukan, aku

jadi malu dibuatnya. Aku mau telpon kamu tapi tidak punya pulsa, seharusnya kau beri tahu aku

di mana kau diam!”

“Oh iya? Maaf-maaf, aku lupa. Ha... ha... ha... jadi kau sempat salah orang?”

“Malah ketawa lagi. Ya udah aku pulang saja kalau begitu!” Chloe memasang wajah

cemberut. Travis ingin ketawa melihat ekspresi wajah Chloe yang seperti itu, dia cekikikan

sendiri. Chloe jadi kesal melihat Travis cekikikan mengejeknya. “Ya udah, aku pulang beneran,

ya!”

“Oh, jangan dong. Maaf ya, maaf. Aku harus berbuat apa supaya kau tidak marah?”

Chloe tersenyum. Senyumnya menggambarkan kalau dia sedang merencanakan sesuatu

dan akan melakukan sesuatu pada Travis, ini kesempatan emas! “Aku haus, beliin aku minum!”

Page 24: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

24

“Baiklah kalau begitu.”

“Asik!Kau yang beli, ya. Aku tunggu di sini.”

“Baik tuan putri!”

Chloe tersenyum senang, dia merasa jadi sang juara, dia berhasil menjahili Travis. Travis

pergi membeli minum. Chloe duduk di bangku yang tadi di duduki Travis, Chloe memperhatikan

punggung Travis yang semakin jauh. Dia baru pertama kali melihat Travis memakai baju bebas,

biasanya dia melihat Travis pakai seragam. Travis terlihat keren dan ganteng memakai t-shirt

biru polos, jaket berwarna hitam, pakai celana jeans berwarna gelap panjang dengan rambut yang

sedikit acak-acakan, dan sepatu sneaker tinggi hitam dengan tali yang berwarna hitam juga.

Sempat terpesona melihat penampilan Travis.

‘Cakep juga...’ batinnya seraya memperhatikan Travis.

Travis datang membawa dua buah minuman soft drink. Chloe menerimanya, dia langsung

meminum soft drink itu, dia menyedotnya sangat lama. Dia sangat haus, apalagi tadi dia

menunggu di bus agak lama, juga berjalan cepat saat mencari Travis, itu membuat

tenggorokannya haus apalagi saat udara panas dan matahari menyinari bumi sangat terik.

Minuman itu langsung habis sekali sedot. Travis bengong melihat Chloe seperti kesetanan

meminum soft drink yang dibelinya tadi. Chloe risih diperhatikan oleh Travis seperti itu.

“Kenapa?” tanyanya.

“Tidak, tidak apa-apa.” Travis langsung menyedot soft drink-nya.

“Segaaaar banget. Kau punya rencana apa setelah ini?”

Travis berhenti menyedot minumannya, “Rencana? Rencanaku hanya jalan-jalan, makan

dan, hmmmm... setelah itu terserah kau saja.” Travis mengangkat bahunya, setelah itu dia

kembali menyedot minumannya.

“Bagimana... kalau kita pergi ke taman bermain? Aku ingin ke sana, aku belum pernah

kesana selama aku tinggal disini, boleh?”

Page 25: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

25

“Ok, terserah kau saja. Oh ya, katanya, nanti tepat jam 8 malam ada pesta kembang api,

lho!”

“Oh ya?! Kalau gitu kita harus diam di sini sampai jam 8 malam! Aku ingin melihat pesta

kembang api, sudah lama aku tidak melihatnya!!”

“Ok-ok, terserah tuan putri saja.”

Setelah beberapa menit mereka duduk di bangku, mereka pergi ke taman bermain Paloma,

tempat itu dekat dengan taman Irigasi. Tempat bermain itu juga merupakan pusat taman bermain

yang ada di kota Exora, setiap hari tempat bermain Paloma selalu ramai dikunjungi oleh

pengunjung. Travis membayar dua tiket, satu untuknya dan satu untuk Chloe. Setelah itu mereka

masuk ke arena bermain Paloma. Chloe terlihat senang saat dia memasuki tempat itu, melihat

Chloe senang, Travis juga jadi ikut senang, akhirnya dia bisa kencan dengan gadis yang ia sukai.

“Trev, aku ingin naik Roller Coaster!” ajak Chloe. Lalu Travis mengangguk setuju dan

mereka jalan menuju Roller Coaster yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Travis

sih, mau-mau aja diajak naik Roller Coaster, meski sebenarnya dia malas naik itu, karena

antriannya sangat panjang. Tapi demi cewek yang dia sukai, dia rela ngantri lama untuk naik

Roller Coaster.

Akhirnya setelah menunggu hampir setengah jam, Chloe dan Travis naik Roller Coaster.

Chloe sangat semangat begitu gilirannya naik. Roller Coaster itu berjalan sangat cepat. Chloe

berteriak seperti orang-orang yang lainnya, dia melirik Travis, Travis tersenyum, Chloe tertawa

riang dan terlihat bahagia. Travis senang ternyata kesan pertama kencannya dengan Chloe

berjalan dengan baik dan lancar, bahkan Chloe terlihat senang dan bahagia. Roller Coaster

bergerak sangat cepat dan menguji adrenalin pengunjung yang naik Roller Coaster itu.

* * *

Waktu menunjukkan pukul 5:16 PM. Padahal baru menaiki lima permainan, tapi karena

antriannya begitu panjang jadi memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengantri, ditambah

dengan kenyataan ini hari Sabtu di mana mayoritas penduduk kota Exora memiliki waktu

senggang yang banyak. Chloe dan Travis sedang duduk di bangku, untuk beristirahat, mereka

begitu capek. Chloe melihat disana ada penjual es krim, dia jadi ingin beli es kim. Dia langsung

Page 26: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

26

menarik tangan Travis, Travis yang sedang merenggangkan badannya karena capek, kaget

karena Chloe tiba-tiba menariknya. Chloe membawa Travis ke tempat penjualan es krim.

“Untuk yang ini, aku yang traktir, ya! Kau mau rasa apa?”

Travis tersenyum, ternyata Chloe ingin membeli es krim. “Aku ingin rasa vanilla.”

“Es krim rasa cokelat dan es krim rasa vanilla” kata Chloe pada penjual es krim itu.

Penjual es krim itu langsung memberikan dua es krim, rasa vanilla dan cokelat, Chloe

langsung membayar uang es krim. Travis dan Chloe kembali ke tempat tadi.

“Kau suka cokelat?” tanya Travis begitu sudah sampai dan duduk di bangku.

“Ya. Aku suka cokelat.” jawab Chloe singkat, dengan lahap dia menjilati es krim itu.

* * *

Travis dan Chloe duduk berdua, mereka sedang makan di restoran fast food. Wajah Travis

masih pucat karena habis muntah, setelah menaiki Cangkir Putar dia tidak kuat ingin muntah.

Sebenarnya dia alergi dengan permainan itu, dari kecil sampai sekarang dia selalu muntah setiap

habis menaiki permainan itu. Tapi demi menyenangkan gadis yang dia suka, dia rela menaiki

permainan yang sangat dibencinya.

“Kenapa kau tidak bilang kalau kau alergi dengan permainan itu?” tanya Chloe setelah

mereka sudah beres makan, tinggal makan hidangan penutup.

“Aku hanya ingin mencoba, siapa tahu aku sudah kuat untuk menaiki permainan itu, eh,

ternyata masih sama kaya waktu itu.”

“Kau itu sangat lucu! Kenapa kamu gak bilang? Jadi aja kamu muntah seperti itu. Begitu

melihat ekspresimu yang pucat pasi, aku jadi ingin terbahak-bahak.”

“Ya, terus aja tertawa, puas kau!”

“Ya-ya, maaf, tapi itu sangat lucu.”

Page 27: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

27

Choe mencoba menahan tawanya, meski dia masih ingin tertawa karena mengingat saat

muka Travis mulai pucat selama permainan Cangkir Putar berjalan. Setelah itu, Travis tak kuat

ingin muntah, Chloe sempat kaget dengan reaksi Travis setelah turun dari Cangkir Putar. Lalu

Travis berlari menuju toilet, Chloe mengikuti Travis dan diam di depan toilet cowok. Beberapa

menit kemudian Travis keluar dari toilet itu dengan wajah yang sangat pucat, Chloe jadi

khawatir dengan keadaan Travis, untungnya dia membawa kayu putih dan memoleskan kayu

putih itu pada Travis. Sesudah itu, mereka diam di kursi, istirahat. Sambil menunggu keadaan

Travis membaik. Setelah keadaan Travis membaik, mereka pergi ke rumah makan.

Tiba-tiba handphone Travis bergetar, tanda ada sms. Travis langsung membuka ponselnya,

ternyata sms dari Justin:

‘Heh, bagaimana, udah bilang belum?’

Travis malas membalas sms itu, dia langsung menutup flap handphone-nya. Dia jadi

terpikirkan untuk mengungkapkan rasa sukanya pada Chloe sekarang.

“Chloe, aku ingin membicarakan sesuatu...” kata Travis ragu, jantungnya berdetak sangat

kencang, tegang.

“Apa?”

“Ini tentang perasaanku. Sebenarnya aku menyimpannya sudah lama. A-aku, se-

sebenarnya a-aku...”

DHHUUUUAAAARRRR!!!!

Kembang api menyala di langit, Travis dan Chloe kaget, Chloe langsung melihat ke

jendela besar yang ada di sebelahnya, ternyata pesta kembang api sudah dimulai. Chloe begitu

senang, dia langsung menarik tangan Travis dan pergi keluar untuk melihat pesta kembang api

yang ditunggunya dari tadi. Travis langsung melihat ke jam tangannya, sudah jam 8:01 PM,

pesta kembang api sudah dimulai. Travis dan Chloe bergabung dengan orang-orang yang juga

sedang melihat pesta kembang api. Sebenarnya Travis kecewa karena saat keberaniannya

terkumpul untuk mengungkapkan rasa sukanya, eh, malah diganggu oleh kembang api.

“Cantik, ya?!” kata Chloe.

Page 28: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

28

Travis tersenyum pada Chloe. Dia bingung apa lebih baik dia mengatakannya sekarang?

Tapi sepertinya Chloe sedang sibuk melihat kembang api yang menyala di langit. Kembang api

itu sangat banyak dan cantik.

‘Lebih baik aku bilang sekarang aja, siapa tahu dia dengar.’

“Chloe, hmmm... sebenarnya aku sangat menyukaimu.” katanya lancar tanpa ada jeda

sedikitpun.

“Hah? Apa?” Chloe langsung melirik Travis. “Hei, lihat! Itu kembang api yang paling

cantik!” tangan Chloe langsung menunjuk ke arah kembang api yang ada di langit.

Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya, soalnya Chloe sedang

asik dengan pesta kembang apinya. Sepertinya Travis harus menunggu waktu yang lebih tepat

lagi, tapi kapan?

‘Sabar Trev, nanti pasti ada waktu yang lebih tepat untuk mengungkapkannya.’

Pesta kembang api yang sangat meriah bersama gadis yang disukai, dibalik itu ada rasa

kecewa yang menyelubungi hati Travis. Saat keberaniannya mulai terkumpul, dan dia

menyatakan perasaan sukanya pada Chloe, Chloe malah tidak mendengarnya, dia malah asik

menonton kembang api. Travis jadi bingung, kapan lagi dia bisa menyatakan perasaannya pada

Chloe, dia ingin menyatakannya di saat yang tepat dan romantis.

* * *

Page 29: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

29

# 4 Ketahuan

Chloe curiga dengan bayangan yang dia lihat tadi di dekat gedung kosong yang

dilewatinya, bayangan beberapa orang di kegelapan sana. Dia sangat penasaran, karena bayangan

itu mencurigakan. Chloe berhenti berjalan, Travis membalikkan badannya.

“Kenapa?” tanya Travis.

Chloe tersenyum kaku, “Tidak, aku hanya merasa kalau aku ada satu urusan yang penting,

aku lupa akan sesuatu. Kau pulang duluan saja!”

“Aku ikut denganmu.”

“Jangan! Ma-maksudku, aku ingin menemui ibuku yang masih kerja, lebih baik kau pulang

saja, aku tidak apa-apa pergi sendiri. Ya?”

Ada sedikit rasa curiga dalam hati Travis, seperti ada sesuatu yang disembunyikan Chloe,

“mmm... baiklah. Tidak apa-apa?”

“Ya, aku akan baik-baik saja, kalau ada orang yang kurang ajar, akan aku hajar dia dengan

jurusku. Ya sudah aku pergi dulu! Dah!” Chloe balik badan dan langsung berlari meninggalkan

Travis.

Travis masih berdiri di tempat, dia memperhatikan punggung Chloe yang semakin jauh.

Dia menghela nafas dan berbalik badan lalu berjalan sendirian di trotoar. Misinya untuk

mengungkapkan perasaannya pada Chloe, gagal.

* * *

Ternyata bayangan hitam beberapa orang itu masih ada, dia berjalan pelan menuju pohon

untuk melihat aktifitas apa yang sedang dilakukan oleh bayangan hitam itu. Dia sudah sampai,

dia langsung mengintip bayangan itu, lalu memakai jurus menghilangkan diri agar tidak

ketahuan. Ternyata itu sekumpulan orang yang memakai jubah, mereka sedang... Chloe masih

belum bisa melihat dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan. Ada seorang pria yang

Page 30: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

30

dikerumuni oleh kelompok berjubah itu, pria itu seperti sedang ketakutan. Pria itu badannya

dipegang oleh satu orang yang berjubah.

“A-aku sungguh tidak punya bola kristal itu, to-tolong jangan bunuh aku, aku punya

keluarga!” kata pria yang sedang dikerumuni itu minta ampun pada kelompok berjubah.

“Apa yang dia katakan, Max?” tanya salah satu dari kelompok berjubah itu.

Chloe mencoba menyaring suara yang tadi keluar,

‘Suaranya seperti seorang pria, tadi juga dia mengatakan sebuah nama yang bernama M-

max?’

“Dia berbohong, bola kristal itu ada padanya, Gyn!”

“Huh, kau mencoba membohongi kami!” kata Max sambil mengencangkan tangannya

yang mencekik leher pria itu. “Shin, beritahu aku dimana bola itu bersembunyi!” lanjutnya

memerintah pada teman kelompoknya.

Seseorang yang dipanggil Shin langsung maju dan memperhatikan seluruh tubuh pria itu,

“Bola itu ada di daerah hati.” katanya.

‘Mereka semua laki-laki!’

“Bagus.” pria itu langsung memasang sarung tangan yang ada di pinggangnya, lalu

tangannya yang memakai sarung tangan menembus tubuh pria itu, pria itu berteriak kesakitan

karena bagian dalam organ tubuhnya di pegang-pegang oleh pria sadis dan keji itu, pria itu

mencoba mencari sesuatu yang di dalam tubuhnya.

“Sedikit kebawah, bola itu ada dibawah tanganmu.” intruksi Shin.

Pria itu masih berteriak, dia tidak kuat karena tubuhnya, tepatnya di daerah hatinya

dimasukkan tangan pria berjubah itu dengan sadis.

Chloe tak kuat melihat pemandangan ini. Shin mulai curiga kalau aktifitasnya itu dilihat

oleh penyusup, dia melirik ke sekitarnya, lalu matanya tertuju pada pohon yang berada 5 meter

dari tempatnya berdiri.

Page 31: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

31

Tangan Gyn keluar dari tubuh pria itu, tanganya sudah memegang satu bola kristal

berwarna biru, kini sarung tangannya bercucuran darah. Pria itu tersenyum kecil, sebuah

senyuman yang dingin dan sadis, dia langsung mengeluarkan pedang kecil lalu menusuk pedang

itu kebagian vital pria itu. “Aku menusuk bagian vitalmu, di pedang itu ada racun yang sangat

berbahaya, nanti racun itu akan menyebar ke seluruh tubuhmu dengan sangat cepat.”

Pria yang ditusuk itu terjatuh, racun sudah hampir menyebar didalam tubuhnya, lalu dia

menghembuskan nafas terakhirnya, karena tubuhnya sudah dilumpuhkan oleh racun itu.

“Dia sudah tidak bernyawa?” tanya salah satu dari mereka.

“Ya, sepertinya begitu, karena racun menyebar sangat cepat.” jawab Max.

“Kekuatan pedang itu hebat.” kata pria yang tadi bertanya.

Gyn langsung mencabut pedang yang ada di tubuh pria itu. “Ayo kita pergi! Max, tolong

kamu bawa mayat ini!”

“Ya.”

Mereka semua pergi, tapi salah satu dari mereka tetap berdiri di tempat, teman-temannya

membalikkan badannya, “Ada apa Shin?” tanya salah satu dari mereka.

“Kalian pergi duluan saja! Ada sesuatu yang harus aku bereskan, penting.”

“Emangnya ada apa?”

“Ini sangat penting!”

“Baiklah kalau begitu, tapi kau harus cepat-cepat kembali ke markas, karena ada sesuatu

yang akan dibicarakan oleh King”

“Ya. Aku mengerti.”

Mereka semua berpisah. Shin berdiri sendiri sambil menunggu teman-temannya pergi dari

tempat ini. Setelah mereka semua pergi, Shin membalikkan badannya lalu berjalan menuju

pohon yang jadi tempat persembunyian Chloe.

Page 32: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

32

“Keluarlah penyusup!” bentaknya, dia sudah curiga ada penyusup saat masih sedang

melakukan tugasnya.

‘Sial! Aku ketahuan!’

Jantung Chloe berdetak kencang, dia sudah ketahuan. Dia berlari dari pohon, tubuhnya

masih tak terlihat. Shin lansung loncat menuju penyusup itu, lalu dia menendang tubuh penyusup

itu, dia bisa melihat penyusup padahal penyusup itu tidak terlihat badannya.

Chloe terlempar, tubuhnya sekarang sudah bisa terlihat lagi, badannya membentur keras

pada pohon, lalu terjatuh ke tanah.

“Aaaaooouuuuggghhh!!!” teriaknya kesakitan. Mulut Chloe mengeluarkan darah.

Shin berjalan mendekati penyusup itu, dia berjongkok, lalu dia memegang dagu penyusup

dan mendorong wajahnya keatas dengan kasar. Shin membukakan penutup kepala jubahnya,

Shin memakai topeng, dia menatap penyusup itu dengan kejam. Chloe bisa melihat mata

penyusup itu, mata pria itu berwarna biru yang dingin dan kejam.

“Aku tidak akan membunuhmu. Tapi, jangan harap kau bisa lapor pada Corigi, karena aku

akan mengawasimu selalu. Setiap gerak-gerikmu akan aku awasi. Waspadalah!” ancam pria itu

dengan suara yang menyeramkan.

Shin melepaskan dagu Chloe dengan kasar, lalu dia pergi dan mengibaskan jubahnya

didepan wajah Chloe. Chloe menyusut darah yang menempel di pinggir bibirnya dengan

tangannya. Dia sangat kesal, harga dirinya telah diinjak oleh pria sadis itu, dia ingin melawan

tapi badannya sangat lemas, sepertinya pria itu juga sangat kuat, kalau dia melawan dia akan

kalah di tangan pria itu dengan mudah. Dia diam dibawah pohon, dengan hati yang sangat kesal,

tidak ada yang disa dia lakukan selain diam.

* * *

Travis membuka pintu rumahnya yang belum dikunci. Dia melihat jam yang ada di

tangannya, sudah pukul 10:25 PM. Di ruang tengah, dia melihat ibunya sedang diam di sofa

sambil menonton TV. Travis menghampiri ibunya, tapi ternyata ibunya sedang tidur di sofa itu,

sepertinya ketiduran. Travis mematikan TV yang sedari tadi menyala. Lula menyadari TV-nya

Page 33: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

33

mati, dia kaget, takut ada pencuri yang masuk rumahnya karena pintu rumah belum dikunci,

ternyata yang dia lihat Travis sedang menyimpan remot TV ke meja. Lula jadi tenang karena

Travis sudah pulang ke rumah.

“Sudah pulang? Bagaimana kencanmu?” tanya Lula.

Mendengar perkataan ibunya, Travis kaget, ternyata ibunya tahu kalau dia kencan dengan

Chloe. Sepertinya Justin yang memberitahu ibunya. Tidak salah, sih, kalau Justin memberitahu

ibunya, tapi Travis masih malu untuk mengakui kalau dia sedang jatuh cinta pada seorang gadis,

ini tidak biasa bagi Travis.

“Ya... Berjalan lancar dan baik-baik saja.” jawab Travis, ragu.

Sebenarnya dia ingin mengetahui apa yang sudah ibunya ketahui tentang parasaannya pada

Chloe, tapi dia bingung harus bertanya dari mana. Belum lagi, dia masih memikirkan tingkah

laku aneh Chloe saat mereka dalam perjalanan pulang. Tiba-tiba saja Chloe memintanya untuk

pulang duluan, tidak biasa, seperti ada yang disembunyikannya. Tapi dia melihat keyakinan yang

ada di diri Chloe, sehingga dia harus percaya kalau Chloe akan baik-baik saja, bahwa dia

memang betul-betul akan menemui ibunya.

Lula melihat keraguan yang ada pada diri anaknya, dia tersenyum melihat tingkah laku

polos anaknya. Dia senang bisa mengetahui kalau anaknya sedang jatuh cinta pada seorang

gadis, gadis yang belum dia ketahui dan ia temui. Selama 16 tahun ini dia tidak pernah

mendengar kalau Travis menyukai seseorang, yang dia ketahui kalau Travis selalu sibuk bermain

dengan sahabatnya, Justin, dan sibuk latihan bela diri.

Travis pergi ke dapur, Lula mengikutinya dari belakang. Travis membuka pintu lemari es

dan menuangkan air kedalam gelas lalu meminumnya. Sedangkan Lula duduk di kursi meja

makan, mengambil sebuah roti lalu memakannya.

“Kau sudah makan Trev?” tanya Lula.

Travis mengangguk. Dia duduk di kursi yang berhadapan dengan ibunya dan mengambil

biskuit yang ada di meja.

Page 34: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

34

“Sudah berapa lama kau menyukai gadis itu?” tanya Lula, memulai pembicaraan setelah

beberapa detik mereka diam. Topik yang sedari tadi ditunggu-tunggu Travis.

“Cukup lama, Ma. Saat pertama kali bertemu dan berkenalan dengannya. Aku merasakan

dia berbeda, dia cantik, baik, polos, dan menarik. Mungkin setiap cowok yang pernah bertemu

dengan Chloe akan merasakan apa yang aku rasakan, tertarik padanya. Tapi beruntungnya aku,

setelah berkenalan dengannya, aku bisa lebih dekat dan lebih mengenalnya, terlebih dia adalah

teman baik Carol, jadi aku bisa dengan mudah mendekatinya. Semakin hari semakin dekat dan

lebih mengenal dia, dia memang berbeda dengan gadis lainnya, aku semakin menyukainya, aku

semakin tergila-gila padanya. Satu hari saja tidak bertemu dengannya, rasanya kangen minta

ampun. Aku menyukainya, sepertinya dia adalah cinta pertamaku. Tapi aku belum cukup berani

menyatakan cinta padanya, lagipula, aku takut pertemananku dengannya akan rusak gara-gara

aku menyatakan perasaanku, aku tidak mau seperti itu...” jawab Travis sambil memakan biskuit.

Lula mendengarkan perkataan Travis dengan baik. Ternyata Travis tidak hanya menyukai

gadis itu, gadis yang bernama Chloe, tapi juga dia sudah tergila-gila padanya. Sudah sewajarnya

anak seumuran Travis sudah menyukai seorang gadis. Dia semakin penasaran dengan gadis yang

bernama Chloe itu. Dia ingin bertemu dengan gadis itu. Mendengar cerita Travis, dia jadi

teringat suaminya, pengalaman jatuh cinta Travis sama seperti mendengar cerita almarhum

suaminya dulu saat suaminya jatuh cinta padanya, saat suaminya masih hidup. Lula jadi sedih

mengingatnya, seandainya suaminya masih ada dan dia bisa menceritakan pengalaman anaknya

yang sedang jatuh cinta kepada suaminya. Tapi, pikir Lula, suaminya pasti sekarang ada di

sekitarnya mendengarkan cerita anaknya, sama seperti dirinya. Jangan sampai dia mengeluarkan

air mata di depan Travis.

“Begitu. Semoga kau bisa menggapai cinta gadis itu. Teruslah berjuang untuk

menggapainya. Oh ya, kapan-kapan bawalah gadis itu pada mama, mama ingin bertemu

dengannya.”

“Iya, terimakasih. Lain waktu kalau dia ada waktu dan bersedia, aku akan membawanya.

Mama tahu dari Justin?”

“Yah. Selepas kau pergi, mama tanya padanya, lalu dia memberitahu kalau kau akan

kencan. Mama senang kau menyukai seorang gadis, itu artinya kau normal, sama seperti pria

Page 35: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

35

lainnya. Karena, yang mama lihat, kau selalu sibuk bermain dengan Justin dan sibuk latihan.”

kata Lula dengan nada bercanda.

“Tentu saja aku normal, Mah! Aku hanya cuek.” protes Travis.

Lula mengambil sepotong roti lagi di meja makan dan tersenyum pada Travis. “Oh ya.

Justin menginap di sini, sepertinya dia sudah tidur. Mama pinta agar dia menemani mama,

minggu-minggu ini mama merasa kesepian diam di rumah terus.”

“Oh, dia menginap disini, tumben dia tidak gerah seharian diam di rumah?”

“Ya, sepertinya dia sungguh-sungguh ingin menemani mama, di sini dia hanya baca

komik, main game, nonton, main gitar, dan... mama tidak tahu lagi.” Lula menganggkat bahunya.

Travis tersenyum kecil. Kali ini dia berhutang budi pada sahabatnya yang rela menyita

waktunya demi menemani ibunya, sedangkan dia bersenang-senang dengan Chloe. Dia jadi

sedikit merasa bersalah, pada Justin dan pada ibunya. Dari dulu, saat ayahnya masih ada sampai

sekarang, apalagi sekarang, ayahnya sudah tidak ada, ibunya selalu diam di rumah sendirian

tanpa ada orang yang menemani. Ibunya pasti terpuruk dan kesepian menjalani hari-harinya

sendiri di rumah. Tadi dia mendengar kalau minggu-minggu ini ibunya sering merasa kesepian,

tapi ibunya selalu sabar menjalani itu semua. Sedangkan Travis selalu sibuk menjalani hari-

harinya di luar rumah, apalagi dia sekarang sibuk latihan untuk persiapan pertandingan nanti. Dia

merasa menjadi anak yang tidak berguna, dia membuat ibunya kesepian, dia merasa berdosa.

Lula bangkit dari duduknya, dia keluar dari dapur. Menuju pintu, dia akan mengunci pintu

pagar dan pintu rumahnya. Travis pun bangkit dari duduknya dan menuju kamarnya yang ada di

lantai atas. Travis menaiki tangga, kamarnya ada di ujung ruangan ini, Travis jalan di koridor

rumahnya, setelah sampai dia membuka pintu kamarnya. Di dalam dia melihat Justin sedang

tertidur pulas, dia tersenyum melihat pemandangan ini. Sudah lama Justin tidak menginap di

rumahnya dan sudah lama juga dia tidak melihat Justin saat tidur. Seharusnya pemandangan ini

harus dibudidayakan, dia ingin memfoto Justin saat tidur, mulutnya sedikit menganga, lucu

sekali melihatnya. Tapi dia mengingat kebaikan Justin hari ini, Justin datang pagi-pagi ke

rumahnya karena dia menyuruhnya untuk memberi saran, dan Justin menemani ibunya sampai-

sampai dia harus menginap di rumahnya. Niatnya untuk memfoto Justin dia urungkan.

Page 36: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

36

Travis ingin menghirup udara segar pada malam hari. Dia buka pintu balkon kamarnya,

angin langsung menyusup ke kamarnya setelah pintunya dibuka, dingin dan menusuk sampai ke

tulang-tulangnya. Tapi dia sudah biasa dengan angin malam, ini sudah menjadi kebiasaannya

melihat pemandangan kota Exora pada malam hari. Baginya, kalau sudah melihat kota Exora

pada malam hari di balkon kamarnya, dia akan merasa tenang, pikirannya akan terbang

melayang jauh di kota Exora, hanya dirinya, sendiri di balkon kamarnya. Apapun mood-nya,

marah, kesal, kecewa, bahagia, bimbang, dia pasti akan menyendiri di balkon kamarnya dan

melihat pemandangan kota Exora sambil mengingat puing-puing kenangan yang sudah dia lalui.

Justin merasa ada angin yang masuk ke ruangan ini yang menusuk-nusuk sampai ke bagian

dalam tulangnya. Dia membuka kedua kelopak matanya, akan mengambil selimut dan

menyelimuti tubuhnya. Tapi dia melihat sesosok orang yang ada di ruangan ini, tepatnya di

balkon kamar Travis. Dia langsung memfokuskan pandangannya ke arah orang itu, ternyata itu

tak lain adalah Travis.

“Hhhhhh!” Justin menghembuskan nafas.

Travis menyadari bahwa Justin sudah bangun, dia membalikkan badannya. “Ternyata

bangun juga...” kata Travis, lalu berjalan mendekati Justin.

“Ya. Kau buka pintunya terlalu lebar jadi dingin, makanya aku bangun. Oh ya, gimana,

kau sudah mengatakannya? Aku nunggu balesan SMS dari kamu tahu! Akhirnya aku malah

ketiduran.”

“Maaf, gak sempat buat ngebales.” jawab Travis sedikit berbohong.

“Jadi bagaimana?” tanya Justin tidak sabar mendengar cerita Travis.

“Gagal.” kata Travis datar, tapi ada nada kecewa karena usahanya gagal.

“Apa?! Gagal?!” tanya Justin kaget.

“Waktunya gak tepat...” Travis menceritakan apa yang tadi terjadi pada dirinya dan Chloe,

dia juga menceritakan secara detail proses kencan pertamanya dengan Chloe. Justin

mendengarkan cerita Travis dengan baik, sesekali dia mengangguk mendengar cerita Travis.

Setelah Travis selesai menceritakan kencannya, Travis juga bercerita tentang keraguannya untuk

Page 37: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

37

mengatakan perasaannya pada Chloe, dia tidak ingin hubungannya dengan Chloe jadi renggang

gara-gara dia. Dia menunggu Justin berkomentar, beberapa saat Justin diam, memikirkan

sesuatu.

“Jadi begitu, sepertinya kau harus bersabar. Dan sepertinya kau harus mencari waktu yang

lebih tepat lagi. Soal menyatakan perasaanmu pada Chloe, sebaiknya kau katakan saja, hasil

akhir diterima atau tidaknya, itu tergantung Chloe. Yang penting kau sudah mengatakannya, dan

jangan lupa untuk mengatakan ‘jangan sampai hubungan pertemanan kita jadi renggang, gara-

gara kau merasa tidak enak hati padaku. Aku tidak mau pertemanan kita jadi rusak. Aku ingin

kita terus bersama, bagaimana?’ pada Chloe seperti itu. Agar pertemananmu dengannya tidak

rusak, kalau memang Chloe menolak cintamu.”

Travis diam memikirkan perkataan Justin tadi, sepertinya saran yang tidak buruk dan tidak

salah kalau dia coba. Travis menepuk punggung Justin pelan.

“Hari ini kau sangat membantuku Just! Terimakasih atas saranmu dan pertolonganmu,

Sobat!”

“Tentu bos! Tapi sebenarnya pertolonganku itu tidak gratis, lho!”

“Ah, kau emang gak tulus nolong aku! Aku aja gak pernah minta imbalan kalau udah

nolong kamu.” kata Travis sambil menatap Justin kekih.

Justin nyengir melihatnya, dia berhasil menggoda sahabatnya. Travis menatap Justin

dengan wajah angkuh. “Apa?” tanya Travis jutek.

“Cuma bercanda Sob! Masa aku yang baik hati ini meminta imbalan pada sahabat sendiri.”

“Pede!”

“Biarin! Tapi sebenarnya aku punya satu permintaan, aku ingin pinjam game-mu itu ke

rumah dan selama beberapa hari aku pinjam, boleh?”

“Itu sih sama aja dengan imbalan!”

“Beda tau!”

Page 38: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

38

“Sama!”

“Beda! Jadi bagaimana? Boleh tidak?”

“Iya-iya, kau boleh meminjamnya.”

“Yeaaah! Kau memang sahabatku, sehidup semati!”

“Hah? Udah ah! Jangan berlebihan!”

“Terimakasih Travis-ku! Mumummumumuah! Aku cinta padamu, sini aku peluk!” tangan

Justin kedepan tanda sudah siap untuk dipeluk, bibirnya pun monyong tanda minta dicium.

Travis jijik melihat kelakuan Justin, “Udah ah! Geli tahu!! Kau itu emang homo beneran,

yah?! Seharusnya cewek-cewek pada tahu sifat aslimu ini, jadi mereka bakalan jijik ama kamu.”

“He... he... peduli, cinta dan hidupku kan sudah kuserahkan sepenuhnya pada Hikaru-ku

tercinta. Oh, andai aku bisa menikahinya.”

“Ih, punya temen aneh banget! Amit-amit!!”

“Tapi kalau Chloe yang minta dipeluk ama dicium, kamu mau bagaimana??” tanya Justin

dengan mimik muka yang meledek, dia pura-pura sedang berpikir “...Oh aku tahu! Kamu pasti

bakal nerima dan langsung nyosor! Iya, kan? Ngaku aja deh jangan pura-pura jaim dan bego.

Hahaha...”

Kali ini Travis diam. Mukanya sudah mulai memerah. Dia bingung harus berkata apa.

Kalau Chloe yang melakukannya, apa dia akan... ah, dia jadi berpikiran kemana-mana. Dasar

Justin sialan, kenapa juga harus bertanya seperti itu. “Cukup! Gak penting!” Travis memalingkan

wajahnya.

Justin cekikikan, “Tuh kan, pasti bingung kalau ditanyain kaya gitu. Aku tahu kamu pasti

bakalan nyosor juga!” Justin mulai membayangkan apa yang tadi dia katakan, membayangkan

Chloe yang minta dicium seperti di komik-komik yang dia baca, dan Travis yang langsung

mencium Chloe, lalu mereka ciuman. Sungguh asik. Justin cekikikan membayangkannya.

Page 39: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

39

Travis tambah malu, Justin pasti sedang memainkan khayalannya, “Jangan dibayangin

bego!” bentaknya.

Justin tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku Travis. Dia paling senang kalau sudah

menggoda Travis, apalagi kalau sudah melihat mukanya yang lugu. Justin meraih game yang

disimpan di meja sebelah kasur Travis, dia langsung memainkan game. Travis menggeleng-

gelengkan kepala melihat Justin, sahabatnya itu memang terlanjur cuek dan aneh, otaknya sudah

dicuci oleh Hikaru, tokoh komik yang pastinya tidak akan ada di dunia nyata. Travis pergi ke

balkon kamarnya lagi, dia melihat pemandangan kota Exora. Lampu-lampu yang disinari oleh

gedung-gedung pencakar langit membuat indah pemandangan kota Exora pada malam hari.

Travis menyukai pemandangan ini.

* * *

Page 40: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

40

# 5 Pertandingan Persahabatan Antarsekolah

Sebentar lagi pertandingan persahabatan antar sekolah akan segera dimulai, tahun ini

bagian sekolah Hemsworth yang menjadi tuan rumah. Sekolah-sekolah khusus lainnya sedang

giat-giatnya latihan untuk memperebutkan piala Oscar, mereka menyiapkan 3 murid pilihan

untuk menjadi wakil dari setiap sekolah. Tahun ini murid yang akan berpartisipasi dalam

memperebuti piala Oscar adalah angkatan HS, kalau tahun kemarin yang bertanding adalah

angkatan ES. Untuk tahun ini juga, sekolah yang mengikuti pertandingan persahabatan antar

sekolah ada 6 sekolah yang ikut berpartisipasi, termasuk sekolah Hemsworth. Sekolah lainnya

yang ikut diantaranya: sekolah Luvena yang ada di negara Viody, sekolah Mazaya yang ada di

negara Kenyami, sekolah Ofelia yang ada di negara Druella, sekolah Lincon yang ada di negara

Ziven, sekolah Pallborn yang ada di negara Quera, dan sekolah Chalosa yang ada di negara

Cicero. Keenam sekolah itu nantinya akan datang ke sekolah Hemsworth untuk bertanding.

Sekolah Hemsworth sudah menyiapkan 3 murid pilihan yang nantinya akan bertanding dengan

sekolah lain, murid-murid itu diantaranya; Alvin Gionino murid bimbingan Olive Viraningsih,

Travis Bennington murid bimbingan Dorbus Sutejaningrat, dan Zachary Andreaz murid

bimbingan Albyn Theodore. Mereka adalah murid yang mendapatkan nilai plus oleh masing-

masing walikelas saat melakukan praktek penyerangan dulu. Mereka semua nantinya akan

disatukan menjadi satu kelompok dan akan bertanding dengan kelompok dari sekolah lain, setiap

hari mereka giat berlatih untuk membawa piala Oscar dan mengalahkan musuhnya, karena

nantinya mereka akan bertemu dengan murid dari sekolah lain yang hebat.

* * *

Bazoka, Ziven.

Lincon Skul.

“Ok, kalian semua sudah berkumpul semua? Sebentar lagi kita akan berangkat.” kata guru

pengawas pada muridnya semua.

Page 41: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

41

“Ya!!” kata semua murid sekolah Lincon yang akan berangkat menuju negara Elvio.

Sekitar 100 orang yang akan berangkat menuju negara Elvio termasuk 3 orang yang menjadi

perwakilan sekolah, sisanya, mereka akan menjadi supporter pada 3 orang murid yang akan

bertanding nanti.

“Tunggu Pak!” kata salah satu dari siswa yang berkumpul disana, dia adalah murid

perwakilan yang bernama Aditya.

“Ada apa, Dit?” tanya guru pembimbing itu.

“Aku ingin ijin ke WC, ingin buang air kecil.”

“Oh, ya silakan, tapi jangan lama-lama, karena kita sebentar lagi akan berangkat.”

“Baik. Hei Titov, antar aku ke WC!” pinta Adit pada siswa yang tidak jauh darinya.

“Ok!” jawab Titov, siswa yang tadi dipanggil Adit.

Adit dan Titov pergi menuju WC.

“Yang lainnya ada yang mau ke wc dulu? Buang air kecil atau buang air besar, karena kita

akan menyusuri perjalanan yang panjang.”

“Tidak ada, Pak!!” jawab semua murid Lincon.

Adit dan Titov jalan berdua menuju WC, mereka tertawa-tawa sambil berjalan, mereka

sedang bercanda gurau. Adit dan Titov adalah murid perwakilan dari sekolah Lincon, mereka

adalah murid pilihan untuk ikut serta menjadi peserta pertandingan persahabatan antar sekolah.

Mereka sampai di depan WC lalu masuk ke WC, di WC tidak ada orang sama sekali.

“Hei, kau juga mau kencing?” tanya Adit. Adit membuka sleting celananya.

“Ya.” jawab Titov.

Mereka semua kencing bersama.

Dua orang pria berjubah muncul dari dalam WC, kepala dan muka mereka tertutup oleh

penutup kepala, Adit dan Titov tidak sadar kalau didalam WC sana ada orang lain yang akan

Page 42: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

42

mencelakai mereka. Dua orang pria berjubah itu mendekati mereka berdua. Adit dan Titov baru

sadar kalau di belakang mereka ada seseorang, sesudah selesai buang air kecil dan menutup

sleting celana mereka, mereka membalikkan badan mereka bersamaan. Mereka kaget karena ada

dua orang yang sangat mencurigakan didalam WC, dua orang itu terus mendekati mereka

berdua.

“Ma-mau apa kalian?!” tanya Titov gugup dan ketakutan.

Dua pria berjubah itu tidak menjawab pertanyaan dari Titov. Salah satu dari mereka

langsung memegang leher Titov dengan sangat kencang, temannya langsung menyusul

memegang leher Adit. Mereka semua terperangkap dan tidak bisa menyelamatkan diri dari

cengkraman dua orang berjubah itu. Pria berjubah yang memegang leher Titov membuka

penutup kepalanya, mata pria itu yang berwarna biru berubah menjadi warna merah seperti

monster yang ganas, pria itu menatap Titov dengan tatapan yang sadis dan kejam, matanya

berubah menjadi merah menyala. Titov menatap mata pria itu, mata pria itu seperti bisa menyihir

Titov, Titov perlahan-lahan menutup matanya dan tidak sadarkan diri, lalu pria itu melepas

cengkramannya, Titov terjatuh. Pria itu berjalan menuju Adit, Adit berusaha melepas

cengkramannya dari teman pria itu, lalu pria itu menatap Adit dengan tatapan yang sadis dan

kejam, matanya berubah menjadi merah menyala, nasib Adit sama seperti temannya, Titov,

diapun tidak sadarkan diri dan terjatuh.

Adit dan Titov dibawa oleh mereka ke dalam gudang sekolah Lincon dalam keadaan tidak

sadarkan diri dan hanya memakai baju dalam, lalu mereka mengunci Adit dan Titov dalam

gudang itu.

“Ayo kita pergi!” kata pria yang menyamar menjadi Titov, mata merah pria itu berubah

menjadi merah menyala. Mereka semua pergi.

* * *

Sekolah Hemsworth dipenuhi oleh murid lokal dan murid dari sekolah lain, hari ini adalah

hari pembukaan pertandingan persahabatan antar sekolah. Kegiatan belajar mengajar di sekolah

Hemsworth pun berhenti selama perlombaan berlanjut, murid-murid yang tidak mengikuti

Page 43: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

43

perlombaan sangat senang karena mereka tidak belajar di sekolah. Upacara pembukaan akan

dimulai pada pukul 8:00 tepat oleh kepala sekolah Hemsworth, Andolf Albequie.

Murid-murid dan para guru sudah mulai berbaris dengan rapih, sebentar lagi upacara

pembukaan akan segera dimulai, mereka sedang mununggu Andolf. Tak lama kemudian Andolf

datang, begitu Andolf datang para murid dan para guru berhenti bicara, merapikan barisannya,

dan memandang lurus pada Andolf. Dia memegang mic yang ada di depannya dan menatap pada

semua murid yang berkumpul di lapangan hari ini, dia menarik nafas, lalu,

“Selamat pagi semua, salam sejahtera untuk kita semua. Pertama-tama saya ucapkan

terimakasih pada kalian semua yang sudah berkumpul di sini, juga saya ucapkan terimakasih

banyak kepada para panitia perlombaan ini dan murid-murid dari sekolah lain yang sudah jauh-

jauh datang ke negara ini dan sekolah ini untuk berpartisipasi mengikuti perlombaan...”

“Hei, Pak Andolf bicara apa?” tanya Justin pada Chloe dan Carol.

“Eh?! Kau tidak baris di barisan kelasmu?!” tanya Carol.

Justin melepaskan satu headset-nya yang ada disebelah kanan.

“Tidak, males. Aku ingin baris di dekat kalian.”

“Kau sedang pakai headset, ya?” tanya Chloe.

“Ya. Aku sedang mendengarkan musik, aku sedang males mendengarkan omongan Pak

Kepsek.”

“Dasar... kau tidak menghargai Pak Andolf.” kata Chloe sambil menggelengkan kepala.

“Biarin. Banyak murid-murid lain juga tidak terlalu mendengarkan omongan Pak Andolf,

tuh lihat!”

Justin, Chloe, dan Carol langsung melihat ke sekeliling mereka, memang benar apa yang

dikatakan Justin tadi, kebanyakan murid dari sekolah Hemsworth angkatan HS tidak

mendengarkan perkataan Andolf dengan sungguh-sungguh. Angkatan HS tahun sekarang,

muridnya mayoritas nakal semua. Dari mereka semua ada yang sedang ngobrol dengan

temannya, ada yang sedang main game di hp-nya, dan ada yang mendengarkan musik seperti

Page 44: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

44

Justin. Chloe menggelengkan kepalanya melihat pemandangan di sekitarnya. Benar apa yang

dikatakan Arini dulu, bahwa murid angkatan HS tahun ini berbeda dengan murid angkatan

sebelumnya, murid yang sekarang nakal-nakal.

Andolf memperkenalkan 3 murid dari seluruh sekolah yang akan bertanding nanti yang

baris di sebelahnya, pada semua murid yang baris di depan sana. “Tiga perwakilan dari sekolah

Luvena bernama Ricky Novela, Ardi Arrizky, dan Ilham Alqodar...”

Para wartawan sibuk memfoto ketiga siswa itu. Tiga siswa tersebut maju satu langkah dari

barisanya, mereka tersenyum pada semua orang. Andolf bertepuk tangan lalu semua orang ikut

bertepuk tangan, murid-murid dari sekolah Luvena bersorak-sorai pada temannya yang menjadi

perwakilan sekolahnya.

“Lalu, tiga perwakilan dari sekolah Kenyami bernama Kevin Tofan, Rian Mustofa, dan

Diaz Maurice...”

Para wartawan memfoto ketiga siswa itu. Tiga siswa itu maju satu langkah, mereka

melambaikan tangannya pada semua orang, semua orang bertepuk tangan termasuk Andolf.

Murid-murid dari sekolah Kenyami heboh begitu temannya disebutkan oleh Kepala Sekolah

Hemsworth.

“Tiga perwakilan dari sekolah Druella bernama Peter Fasano, Tora Stefanio, dan Yoga

Luigi...”

Para wartawan memfoto ketiga siswa tersebut. Tiga pria itu maju satu langkah. Semua

orang bertepuk tangan, murid-murid dari sekolah Druella memberi tepuk tangan yang paling

meriah dari yang lainnya, ada juga yang bersiul kencang.

“Tiga perwakilan dari sekolah Lincon bernama Nicky De Ami, Aditya Netanyahu, dan

Titov Izkisky. . .”

Para wartawan memfoto ketiga siswa tersebut. Tiga siswa itu membungkukkan badannya

dan tersenyum pada semua orang. Titov melirik sinis pada Andolf. Semua orang bertepuk

tangan, murid-murid dari sekolah Lincon bersorak heboh pada temannya itu.

Page 45: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

45

“Tiga perwakilan dari sekolah Pallborn bernama James McQueen, Yajid Dominique, dan

Yuuri Marin...”

Para wartawan memfoto ketiga siswa tersebut. Tiga siswa itu maju satu langkah dan

melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Semua orang bertepuk tangan, murid-murid

dari sekolah Pallborn bertepuk tangan paling meriah diantara yang lainnya.

“Dan yang terakhir, tiga perwakilan dari sekolah Hemsworth bernama Alvin Gionino,

Travis Bennington, dan Zachary Andreaz...”

Para wartawan memfoto ketiga siswa tersebut. Tiga siswa itu maju satu langkah dan

tersenyum pada semua orang, semua orang bertepuk tangan pada mereka semua, tepuk tangan

yang kali ini sangat meriah dibandingkan dari yang sebelumnya, karena tiga pria itu adalah

perwakilan dari tuan rumah. Murid-murid sekolah Hemsworth lebih banyak dibandingkan

murid-murid dari sekolah lain.

* * *

Page 46: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

46

# 6 Sebelum Bertanding

Inti dari semua permainan dalam pertandingan persahabatan adalah menyelamatkan

binatang peliharaan ketua panitia yang bernama Josh Pierce. Binatang perliharaannya adalah

seekor anak beruang berwarna cokelat yang bernama Zuzu. Binatang itu terkurung di sebuah

hutan yang telah diberi mantra, sehingga jika menyelamatkannya harus membuka mantra

tersebut. Mantra pembuka itu ada di sebuah gulungan kertas yang tersembunyi di sebuah tempat,

gulungan kertas itu hanya ada satu. Maka setiap kelompok harus memperebutkan gulungan

kertas itu, lalu menyelamatkan Zuzu. Setiap kelompok diperbolehkan untuk menyerang

musuhnya. Dalam kelompok tidak boleh ada yang tewas, jika ada, maka kelompok itu

dinyatakan gugur dan di diskualifikasi. Jika satu kelompok itu berhasil membawa Zuzu dengan

selamat, dan kelompoknya tidak ada yang tewas, maka kelompok itu dinyatakan berhasil dalam

pertandingan ini, dan pantas membawa piala Oscar.

Tujuan dalam pertandingan ini adalah, melatih kelihaian dalam melakukan serangan dan

tehnik, serta menguji kekompakan dan tanggung jawab, dan membiasakan pada siswa dalam

bertanding dan melawan dengan musuh juga melatih membuat strategi dalam keadaan genting.

Pertandingan ini sangat di tunggu-tunggu oleh setiap sekolah khusus, karena pertandingan ini

merupakan pertandingan bergengsi, dan para orang tua yang sudah senior dan terkenal akan

kehebatannya akan berkumpul dan melihat siapa saja generasi muda yang mempunyai

kemampuan khusus yang menakjubkan. Disini juga kita bisa melihat siapa saja generasi muda

yang berbakat dan paling menonjol di antara teman-teman sebayanya.

Acara ini diadakan selama 3 hari. Hari pertama adalah pertandingan yang sangat

menentukan yang dilakukan oleh murid-murid terpilih. Hari kedua adalah hari turnamen,

dimana, siapa saja murid yang ingin mengikuti turnamen ini boleh, asalkan harus mendaftar

terlebih dahulu dengan tertib dan teratur. Permainannya seperti pekan olahraga sekolah biasa

lainnya, bedanya, bagi sekolah khusus, turnamen ini lebih ekstrem dan ‘gila’, karena turnamen

ini boleh menggunakan kemampuan khusus yang siswa-siswi miliki. Ada berbagai macam

turnamen atau permainan yang bisa dipilih oleh siswa-siswi dengan senang hati dan bebas, kalau

mereka berhasil, mereka akan mendapatkan piala turnamen. Hari ketiga adalah sebagai

Page 47: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

47

puncaknya, para pemenang akan diumumkan, piala oscar dan piala turnamen akan diberikan

pada individu atau kelompok yang berhak mendapatkannya, disana juga akan diberi bingkisan

dan sertifikat. Dan sebagai hiburan, panitia mengadakan berbagai macam hiburan, seperti band,

penyanyi solo, dan atraksi sirkus. Ini untuk menyenangkan hati dan menghibur para guru dan

murid karena 2 hari sebelumnya ditegangkan oleh permainan-permainan yang ‘gila dan

mendebarkan’. Semua orang bisa menikmati acara puncak dan bersenang-senang.

* * *

Setelah Andolf dan para panitia memberitahu pada semua peserta tentang technical

meeting dalam pertandingan yang akan dimulai besok, sekarang para murid boleh kembali ke

rumahnya atau diam dulu di sekolah. Sedangkan para panitia dan yang lainnya menyiapkan

untuk pertandingan besok. Besok peserta pilihan akan bertanding, mereka memakai kostum

masing-masing dan tidak memakai seragam sekolah. Sedangkan siswa yang tidak ikut bertanding

boleh datang ke sekolah Hemsworth, untuk melihat pertandingan.

* * *

“Jadi ini tempatnya. Aku mengerti sekarang. Tidak salah kalau ayah memilih dia untuk

memata-matai tempat ini. Fu... fu...” kata Titov memperhatikan sebuah pintu yang digembok

dengan rapat, seraya tersenyum.

“Jadi ini tempatnya?” tanya Adit, sambil memperhatikan pintunya dengan teliti.

“Ya. Kata Perc, ini tempatnya. Tapi aku juga yakin, ini memang tempatnya. Tidak salah

lagi...”

“Mmm...”

“Minggir, aku ingin tahu mantra apa yang ada didalam pintu ini!”

Titov maju, lalu Adit bergeser sedikit. Titov lansung memegang gembok yang tergantung

dipintu itu, dia langsung memejamkan matanya. Dia sudah merasakan mantra apa yang ada

digembok itu, dan dia sudah bisa merasakan bagaimana cara membuka gembok itu, dia

tersenyum.

Page 48: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

48

“Sekarang aku sudah tahu bagaimana caranya.”

“Wah?! Bagaimana?”

“Nanti saja. Ternyata mantra ini sangat sederhana dan mudah sekali ditebak oleh orang

seperti aku. Tapi, kalau kita terus diam disini, petugas sekolah ini akan curiga, lihat disana

terdapat kamera CCTV!”

Adit lansung melihat sekelilingnya, lalu melihat kamera yang terpasang dipojok langit-

langit. “Baiklah.”

“Ayo kita pergi dan menyelesaikan misi kita yang lain.”

Adit mengangguk. Setelah itu Titov dan Adit pergi dari tempat itu. Titov tersenyum

senang, karena misi yang dari dulu dia rencanakan akan segera dia lakukan. Sekarang dia akan

melakukan misi yang sangat penting bagi hidupnya. Dia sudah melakukan persiapan selama

bertahun-tahun, maka sekarang, dia sudah siap dengan segala persiapan yang sudah dia lakukan

itu.

* * *

Page 49: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

49

# 7 Babak Pertama

Hari ini adalah hari pertama pertandingan. Peserta sudah berkumpul di arena pertandingan,

para penonton duduk memenuhi kursi penonton yang sudah disiapkan mengengelilingi lapangan

berbentuk seperti mangkuk. Mereka sedang ada di studion Hemsworth, yang ada di sebelah

bangunan sekolah Hemsworth. Mereka semua sudah tidak sabar untuk melihat pertandingan

yang diadakan 3 tahun sekali ini.

Para peserta berkumpul dengan rapih, ketua panitia yang bernama Josh berjalan bulak-

balik di depan para peserta, dia memperhatikan semua peserta sambil menghafal muka-mukanya.

“Ok. Ini adalah babak pertama. Yang akan kalian lakukan adalah memilih bola oleh perwakilan

dari kelompok kalian, setelah kalian pilih bola yang kalian pilih didalam kotak itu, kalian akan

mengetahui warna bola, warna itu akan menunjukkan jalan yang kalian pilih. Tidak boleh tukar

bola, bola yang kalian pilih adalah bola yang akan menjadi jalan yang akan kalian lalui di babak

pertama. Kalian mengerti?” Josh memberi intruksi pada para peserta.

“Ya, Pak!” jawab para peserta semangat.

“Disana ada jalan berwarna merah, kuning, hijau, ungu, biru, dan oranye. Itu adalah jalan

menuju hutan, tapi hati-hati, didalam sana ada seorang penjaga, dia tidak akan segan-segan untuk

membunuh kalian, jadi, kalian harus sangat hati-hati. Jika kalian berhasil lolos dari penjaga itu,

kalian akan masuk ke arena hutan, disinilah puncaknya, kalian akan memperebutkan sebuah

gulungan kertas yang berisi mantra. Tapi hati-hati, di dalam hutan itu ada beberapa kertas

gulungan yang palsu, kertas gulungan yang asli adalah yang talinya berwarna merah dan

diujungnya mempuya pola berwarna kunig emas. Kalian akan bertempur dengan kelompok lain

dan akan saling mencelakai. Jika salah satu teman kalian yang mati, maka kelompok kalian

dinyatakan gugur!”

Para peserta kaget mendengar perkataan Josh yang terakhir. Mereka tidak setuju dengan

peraturan seperti itu, apalagi jika temannya mati dalam pertandingan dan mereka akan

dinyatakan gugur, itu sangat tidak adil.

Page 50: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

50

“Tapi pak, itu tidak adil! Seharusnya peraturan seperti itu harus dilenyapkan!” protes salah

satu dari mereka.

Josh langsung mendekati siswa yang tadi protes, dia langsung mendekati muka siswa itu

dengan tatapan yang tajam dan murka. “Peraturan tetap peraturan, peraturan ini sudah mutlak,

tidak bisa dibantah! Jika kalian protes terus, maka kelompok kalian dianggap mengundurkan diri.

Ini juga termasuk dalam peraturan!!” suara Josh tak kalah keras dan kasar dari murid yang

membantah tadi.

Terlihat dari ekspresi semua siswa tidak menyukai Josh dan peraturannya. Tapi mereka

tidak bisa membantah orang ini, orang ini berkuasa di sini.

“Ok. Kalian semua mengerti?”

“Ya, Pak!!”

“Baiklah, sekarang mulai pilih bola oleh salah satu teman kalian!”

Perwakilan dari semua kelompok maju untuk memilih bola yang ada didalam kotak yang

tidak jauh dari tempat berkumpul mereka. Salah satu dari mereka sudah memilih bola yang ada

didalam kotak itu, tangannya langsung keluar dan melihat bola warna apa yang dia ambil,

ternyata bola berwarna hijau. Lalu setelah itu, dia pergi menuju kelompoknya, sekarang giliran

kelompok lain untuk memilih bola.

Semua kelompok sudah memilih bola, dan mereka sudah memegang satu bola

ditangannya, sekarang tinggal menunggu untuk memulai pertandingan babak pertama. Tak lama

kemudian, peluit sudah dinyalakan dan gerbang sudah dibuka, kini saatnya untuk memulai babak

pertama. Para penonton antusias untuk memberi support pada temannya, suasana di lapangan

sekolah Hemsworth menjadi berisik oleh suara dari para supporter.

“Ok. Mulai!!”

Gerbang sudah dibuka, para peserta berjalan menuju jalan yang mereka pilih, para

supporter semakin berisik menyemangati temannya yang akan bertanding. Suasana lapangan

menjadi riuh dan berisik oleh para supporter yang berlomba-lomba menjadi supporter yang

heboh dan paling berisik untuk menyemangati teman-temannya.

Page 51: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

51

* * *

“Bagaimana Jo?” tanya seorang siswa yang sedang berdiri didepan ruangan yang terkunci

itu. Mereka adalah Jonathan dan George yang sedang menyamar menjadi seorang siswa yang

seharusnya menjadi supporter di lapangan sana. Sebelumnya mereka menyamar menjadi Adit

dan Titov untuk menyusup ke sekolah ini, sekarang anak buah Jonathan yang menyamar menjadi

Adit dan Titov.

“Diamlah! Aku sedang berkonsentrasi untuk membuka mantra ini.”

“Bukan itu maksudku! Bagaimana kalau petugas yang mengawasi kamera itu melihat

kegiatan kita?”

Jonathan melirik pada George, “Kalau begitu, kau habisi saja semua petugas itu! Bunuh-

bunuh sekalian.”

“Yeah ha... ha... ini yang aku maksud, aku sedang ingin menghabisi seseorang!” George

langsung meninggalkan Jonathan di tempat itu.

Tiba-tiba Jonathan jadi teringat sesuatu, dia langsung membuka ponselnya dan menelepon

seseorang.

Dilain tempat, Aswold sedang berdiri di sebelah Andolf, dia sedang berada di jejeran

tempat Kepala Sekolah, Kepala Sekolah dari sekolah lain diam dan duduk disini untuk

mengawasi pertandingan. Tiba-tiba ponselnya bunyi, dia langsung membuka flap ponselnya,

ternyata telepon dari orang itu. Dia langsung angkat telepon itu.

“Ya?” katanya pelan.

“Kemarilah! Katanya kau ingin membicarakan sesuatu yang penting.” kata suara di

seberang sana, itu adalah suara Jonathan.

“Baik. Aku akan kesana.” Aswold menutup teleponnya, dia langsung minta ijin pada

Andolf untuk pergi, Andolf mengangguk dan mengijinkannya. Dia langsung pergi dari tempat

itu.

* * *

Page 52: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

52

“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Jonathan pada Aswold setelah Aswold sampai di

tempat Jonathan.

“Aku hanya ingin memberitahu, bahwa ada seorang yang sebenarnya dia adalah keturunan

Albequie.” jawab Aswold was-was, dia lirik ke kanan dan ke kiri mencoba pastikan tidak ada

siapa-siapa lagi selain mereka yang ada di koridor ini.

Jonathan kaget mendengarnya. “Hah?! Benarkah itu?!”

“Ya. Dia adalah murid disini, dia murid baru pindahan dari negara Ziven.”

“Tapi kenapa aku baru tahu? Kau tahu dari mana? Bukankah tidak ada lagi keturunan

Albequie terakhir setelah Gareth Albequie?”

“Sebenarnya aku juga baru tahu kemarin-kemarin. Andolf bertanya tentang asal-usul

keluarganya, karena dia merasa ada sesuatu yang menyentuh hatinya terhadap anak itu. Aku juga

diberitahu olehnya. Dia adalah anak dari Gareth, tapi sepertinya Gareth menyembunyikan

identitas anaknya, karena anak itu tidak memakai nama Albequie melainkan nama dari ibunya.

Menurutku, daripada kau mengicar darah Andolf yang susah untuk didapat, lebih baik kau

mengincar darah anak itu, karena dia masih amatiran, kau pasti gampang untuk mendapatkan

darahnya. Darah yang masih muda dan segar mungkin bisa lebih mudah untuk membuka

gerbang itu.”

“Fu... fu... tak salah ayahku memilih kau menjadi mata-mata disini, kau memang sangat

berguna. Gareth? Aku kira dia sudah mati, ternyata masih hidup. Beri tahu aku siapa namanya!?”

“Chloe. Chloe Annatasha.”

* * *

Page 53: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

53

# 8 Pertandingan yang Gagal Total. Chloe Terancam Bahaya!

Chloe sedang duduk di kursi penonton, dia bersama Justin dan Carol. Di tengah asik-

asiknya menonton, dia merasakan ingin buang air kecil. Dia kesal kalau sudah seperti ini, ini

sangat mengganggu. Dia berdiri dari tempat duduknya, Carol menyadarinya, dia langsung

melirik Chloe.

“Chloe, kau mau kemana?” tanyanya.

“Aku ingin pipis.” jawab Chloe.

“Aku ikut! Just, aku dan Chloe mau ke WC dulu, jagain tempat kita! Jangan sampai ada

orang yang menduduki tempat kita, ok?”

Justin melirik pada Chloe dan Carol, “Ok, Bos!!” lalu dia sibuk dengan game-nya lagi.

Chloe dan Carol pergi menuju WC, cukup jauh dari tempat mereka duduk ke WC, karena

WC berada di dalam bangunan sekolah. Selang beberapa menit Chloe dan Carol sudah masuk ke

bangunan sekolah, di sana begitu sepi, karena semua orang pergi ke lapangan untuk menonton

pertandingan. Mereka jalan berdua di koridor yang sepi, tidak ada satu orang pun.

“Takut juga ya sekolah ini kalau sepi, apalagi kalau malam-malam. Hiiii...” gumam Carol.

Chloe diam, dia tidak menjawab perkataan Carol. Hatinya tidak tenang, merasa kalau dia

dan Carol sedang dibuntuti oleh seseorang, dia membalikkan badannya, tapi di belakang sana

tidak ada siapa-siapa. Tapi kenapa dia merasa kalau dia dan Carol sedang dibuntuti? Dia

membalikkan badannya sekali lagi, sepertinya ini cuma perasaannya saja. Tiba-tiba Chloe

dipukuli punggungnya dengan pelan oleh seseorang, lalu dia tidak sadarkan diri. Chloe dibawa

pergi oleh Aswold dalam keadaan tidak sadar, tanpa diketahui oleh Carol. Carol yang berjalan

lebih depan dari Chloe, tidak menyadari kalau Chloe sudah dibawa oleh Aswold, assistant

Kepala Sekolah yang misterius.

Page 54: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

54

“Aku masih penasaran dengan kencanmu ama Travis, sampai sekarang kau belum cerita

padaku, kenapa sih, kau tidak mau cerita? Ceritakan padaku sekarang dong!” pinta Carol pada

Chloe.

Tidak ada yang menjawab, Carol kesal, dari tadi Chloe tidak menyahut perkataannya. Dia

membalikkan badan, ternyata di belakang tidak ada siapa-siapa, Carol bingung, kemana perginya

Chloe?

“Chloe?” tanya Carol bingung.

Tidak ada siapa-siapa di koridor ini, kosong. Perasaan tadi dia berjalan dengan Chloe,

Chloe membututi Carol dari belakang. Jadi selama ini dia bergumam dan jalan sendiri selama di

koridor?

‘Kemana dia? Kenapa dia menghilang? Udah deh, jangan bercanda!’

“Hei, Chloe? Kemana kau? Hei! Ini gak lucu ah!” Carol berlari mencari Chloe. Dia tidak

tahu kalau Chloe dibawa oleh Aswold, dia menganggap Chloe mempermainkannya.

“Chloeee!!!! Ini gak lucu tahu!!” teriak Carol, suaranya menggema di koridor ini, karena

tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Sendirian di koridor sekolah yang sepi.

* * *

“Jadi ini orangnya? Chloe, Chloe Annatasha. Benar, dia tidak memakai nama belakang dari

ayahnya.” gumam Jonathan, kini Jonathan sudah tidak menyamar lagi menjadi seorang siswa,

dia sudah dalam wujud aslinya.

“Ya, dia orangnya. Dia tidak tahu kalau dia sebenarnya keturunan Albequie.” jawab

Aswold.

“Kenapa tidak tahu?”

“Sudah aku bilang, kan? Sepertinya Gareth menyembunyikan identitas anaknya, Gareth

juga tidak memberitahunya. Anak ini mengatakan pada Andolf kalau dia tidak tahu apa-apa

tentang ayahnya, katanya, Gareth sudah cerai dengan istrinya.”

Page 55: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

55

Jonathan memegang dagu dengan tangan kanannya, ekspresi mukanya serius, dan

bergumam, “Orang itu, aku sangat membencinya. Lebih baik sekarang kau selesaikan tugasmu,

sekarang aku akan mencoba membuka mantranya.”

“Kau sudah tahu mantra pembukanya?” tanya Aswold.

“Ya.” jawab Jonathan singkat.

“Baiklah. Aku akan lakukan tugasku.”

Lalu Aswold menghilang seperti asap yang diterpa angin.

* * *

Aswold diam di suatu tempat, dia memperhatikan semua orang yang ada di lapangan

dengan tatapan yang dingin tanpa ekspresi.

‘Maafkan aku semuanya. Sepertinya, pertarungan tahun ini harus digagalkan. Selamat

tidur, semoga bermimpi indah...’

“Irugi, wijulrab...” dia mengucapkan sebuah mantra ilusi, mantra yang hanya bisa

dilakukan olehnya saja, tidak seorang pun selain dia yang bisa melakukan mantra ini. Hanya

beberapa orang yang bisa mematahkan mantranya. Yaitu keluarga Andreaz yang hebat, dan

keluarga Albequie yang cerdas. Mantra ini diciptakan oleh almarhum ayahnya yang dulu

berteman baik dengan Jaques dan Dereck Andreaz.

Tiba-tiba, sekeliling lapangan jadi dipenuhi oleh kabut yang tebal, semua orang bingung

kenapa ada kabut di siang bolong ini.

“Kabut apa ini?” tanya Josh pada yang lainnya.

“Aku tidak tahu,” jawab seseorang yang ada di sebelahnya yang juga sama-sama

bingungnya.

Sedangkan para penonton jadi ricuh karena ada kabut di siang bolong yang cerah ini, kabut

membuat mereka tidak bisa melihat sekeliling. Andolf melihat kabut sudah hampir di tempatnya.

Dia tahu ini adalah jurus ilusi milik Aswold, assistantnya yang dari tadi pergi, jika kabut itu

Page 56: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

56

diciumnya, maka dia akan tertidur, dia tahu cara mematahkan jurus itu, agar dia tidak tertidur.

Para kepala sekolah yang lain ricuh dengan kedatangan kabut ini. Mereka tidak tahu kalau ini

kabut yang bisa menidurkan seseorang. Sebenarnya, Andolf ingin memberitahu mereka, tapi

tidak ada waktu. Dia harus mencari Aswold.

‘Ada apa dengan Aswold, kenapa dia lakukan ini?’ tanya Andolf dalam hatinya.

Kabut menuju tempat para peserta.

“Kabut apa itu?” tanya Alvin pada Zac dan Travis.

Zac dan Travis membalikkan badan, benar, di belakang sana kabut sedang menghampiri

mereka. Zac tahu ini bukan kabut biasa. Karena dengan melihat dengan matanya dia bisa

membedakan kabut biasa dengan kabut dari mantra. Dia teringat sewaktu dia diajarkan oleh

Odie, kalau ada jurus ilusi yang bisa menghipnotis kita untuk tidur, dan cara mematahkannya

adalah dengan mengucapkan mantra.

“Gawat! Ini bukan kabut biasa, kabut ini bisa menidurkan kita, kalian jangan menghisap

kabut ini! Lalu kalian harus mengucapkan ‘recag’ untuk mematahkan jurus ilusi seperti ini!”

perintah Zac pada Travis dan Alvin.

Travis dan Alvin mengangguk, lalu mereka melakukan apa yang tadi diucapkan oleh Zac.

Kabut sudah ada di sekeliling mereka, tapi mereka sudah mengucapkan mantra pelepas, jadi

mereka tidak terhipnotis.

“Ada apa sebenarnya ini?” tanya Travis.

“Sepertinya ini jebakan. Ayo kita kembali ke lapangan!” ajak Zac.

“Apa?! Kembali? Bagaimana dengan tugas kita?!” protes Alvin.

“Kau tidak melihat kabut ini?! Jelas ini jebakan! Sepertinya ada sesuatu yang bahaya di

luar sana! Untung aku beri tahu, kalau tidak, kau akan tertidur di sini!” bentak Zac.

“Ya. Benar apa kata Zachary, lebih baik kita keluar dari sini.”

Page 57: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

57

Alvin mengangguk, meski sebenarnya dia kesal, tapi benar juga apa yang dikatakan Zac

dan Travis, siapa tahu ada sesuatu yang berbahaya di lapangan sana. Alvin, Zac, dan Travis pergi

dari tempat ini, mereka menuju lapangan.

Semua orang yang ada di lapangan terhipnotis, mereka semua tertidur, begitu juga dengan

para panitia. Alvin, Zac, dan Travis sudah sampai di lapangan, mereka kaget begitu melihat

keadaan yang ada di lapangan itu.

“Mereka semua tertidur...” kata Alvin.

“Sepertinya mereka tidak tahu. Ayo kita ke bangunan sekolah!” ajak Zac.

Alvin mengangguk.

“Kalian ke bangunan sekolah duluan saja! Aku harus ke tempat Justin.” kata Travis.

“Ya!” jawab mereka berdua.

Zac dan Alvin berpisah dengan Travis. Zac dan Alvin pergi ke bangunan sekolah,

sedangkan Travis pergi ke tempat penonton, dia khawatir dengan keadaan teman-temannya.

Travis sudah sampai di tempat penonton, dia mencari Justin, Chloe, dan Carol. Selama

pencarian beberapa menit, akhirnya dia menemukan Justin, tapi dia tidak melihat Chloe dan

Carol. Justin juga tertidur, bagaimana cara membangunkan Justin? Apa dia harus mengucapkan

mantra kepada Justin? Dia akan mencoba. Travis mengucapkan mantra recag untuk mematahkan

jurus yang terkena pada Justin. Setelah beberapa detik, Justin akhirnya membukakan matanya,

dia melihat kalau Travis ada di sampingnya, dia memperhatikan Travis beberapa saat, akhirnya

dia sadar.

“Travis?! Kenapa kau disini?” tanya Justin bingung melihat Travis ada di sebelahnya.

Sekali lagi dia mengucek-ucekkan matanya.

“Ini darurat, nanti aku jelaskan! Mana Chloe dan Carol?”

“Mereka... mereka...” Justin mencoba mengingat apa yang tadi terjadi. “Oh, mereka ke

WC, tapi belum kembali.” Justin sudah mengingatnya dan memperhatikan sekelilingnya, dia

bingung kenapa semua orang tertidur, “Ada apa sebenarnya ini?”

Page 58: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

58

“Aku tidak tahu. Ayo kita cari Chloe dan Carol!”

“Ya!!”

Justin dan Travis pergi dari tempat itu.

* * *

Carol mencari Chloe hampir di setiap bangunan sekolah, tapi dia tidak menemukannya

juga, dia bingung kenapa Chloe melakukan ini kepadanya. Dia capek, lalu dia duduk di lantai

koridor, pasrah. Dia tidak mengerti dengan semua ini, dengan apa yang dia dapati hari ini, ini

sungguh aneh.

‘Kemana Chloe sebenarnya? Ini sangat aneh, sebelumya dia tidak pernah lakukan ini

padaku...’

Dia mendengar ada suara langkah yang sedang berlari, ada dua orang yang sedang berlari

mendekat, lalu dia berdiri dan menuju arah suara yang sedang berlari itu, siapa tahu itu Chloe. Di

belokan dia tabrakan dengan seseorang.

“Aouw!!” teriaknya kesakitan.

“Aouw!!” teriak orang itu sama dengan Carol.

Ternyata yang menabrak Carol adalah Alvin, lalu di sebelah Alvin ada Zac, Carol bingung

kenapa Alvin dan Zac ada di sini, seharusnya mereka ada di hutan sana, mencari gulungan kertas

bersama kelompok dari sekolah lain.

“Alvin?! Zac?! Kenapa kalian ada di sini?”

“Kau juga kenapa ada di sini? Kami sedang mengontrol sekolah ini. Kenapa kau tidak

tertidur?” tanya Alvin.

“Tidur? Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Kau tidak tahu? Semua orang yang ada di lapangan tertidur karena terhipnotis oleh jurus

ilusi, untungnya Zac memberitahu aku dan Travis bagaimana cara mematahkan jurus itu.

Page 59: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

59

Sekarang kami sedang mencari tahu siapa yang melakukan ini, sedangkan Travis sedang ke

tempat Justin. Kau kenapa ada di sini?”

“Aku sedang mencari Chloe. Dia tidak ada di mana-mana, aku sangat bingung, dari tadi

aku mencari Chloe tapi tidak ketemu juga.” kata Carol sedih, ekspresi mukanya menggambarkan

kalau dia menyesal juga khawatir dengan keadaan Chloe, takut ada apa-apa. “Semua orang yang

ada di lapangan tertidur? Apa yang terjadi?” tanyanya teringat dengan perkataan Alvin.

“Aku tidak tahu.” jawab Alvin, dia menoleh pada Zac.

“Chloe? Memangnya Chloe kemana?” tanya Zac.

“Aku tidak tahu, makanya aku di sini. Dia menghilang begitu aku dan dia mau ke WC, tapi

dia malah pergi entah kemana.”

“Gawat! Sepertinya ada sesuatu di sekolah ini!!” ungkap Zac.

* * *

Page 60: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

60

# 9 Other Dimension

Chloe membuka matanya, dia melihat ke sekeliling. Dia berada di suatu tempat yang

sepertinya dia pernah melihatnya. Dia bangkit dari tidurnya, dia tertidur di kursi, dia masih

belum bisa mengingat kejadian sebelumnya. Lalu dia melihat ada enam orang pria yang berdiri

sambil mengamatinya.

“Kau sudah sadar?” tanya seorang pria yang tidak dikenal. Dia melihat Aswold berdiri di

samping pria yang tidak dikenal itu.

“Pak Aswold?!”

* * *

“Hah?! Aku sudah tahu dimana Chloe. Dia ada di ruangan yang biasanya dikunci itu.” kata

Alvin membuka matanya.

“Di situ? Kenapa bisa?” tanya Carol.

“Aku tidak tahu, sepertinya dia dalam keadaan bahaya, karena ada beberapa orang selain

dia. Lebih baik kita cepat-cepat kesana!”

Justin dan Travis mengangguk, mereka sudah bergabung dengan Carol, Zac, dan Alvin,

dan mereka sudah diberi tahu kejadian yang menimpa Chloe dan kejadian tentang kabut

misterius yang bisa menidurkan semua orang di lapangan, mungkin juga kelompok lain sudah

tertidur oleh kabut itu.

“Kalian pergi aja duluan! Ada yang harus aku bereskan terlebih dahulu.” kata Zac.

Alvin, Travis, Carol, dan Justin mengangguk. Mereka berpisah dengan Zac.

* * *

“Kau beneran tidak tahu, bagaimana caranya untuk bisa membuka dimensi lain yang ada di

ruangan ini? Selama beberapa tahun aku mencaritahu bagaimana cara membuka dimensi ini, tapi

tidak kutemukan caranya.” tanya Jonathan pada Aswold.

Page 61: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

61

“Saya benar-benar tidak tahu. Kalaupun saya tahu, pasti saya sudah mengatakannya

padamu. Mungkin Andolf mengetahuinya.”

“Ya, sepertinya begitu, karena dia anaknya. Tapi, apakah dia tidak terhipnotis oleh

jurusmu?”

“Aku rasa tidak, dia tahu bagaimana cara mematahkannya. Dia pasti akan datang ke tempat

ini.”

“Sepertinya kita harus menunggunya. Hmmm... tunggu, sepertinya ada beberapa orang

menuju kesini. Dua... tidak, empat orang.”

Alvin, Justin, Travis, dan Carol berlari menuju ruangan yang biasanya terkunci, mereka

hampir sampai.

“Pintunya terbuka!” kata Carol.

Mereka berhenti berlari, mereka sudah sampai di depan ruangan itu. Tiba-tiba Aswold ada

di ambang pintu, lalu dua orang yang menjadi salah satu peserta dari sekolah Lincon yang

mencurigakan berada di sampingnya.

“Pak Aswold?!” tanya Carol kaget melihat Aswold muncul di ambang pintu.

“Kalian jangan masuk kesini!” perintahnya.

Chloe mendengar suara yang sudah tidak asing lagi. Dia melihat di luar sana ada teman-

temannya, termasuk Travis dan Alvin, dia bingung, kenapa Travis dan Alvin ada di sini.

“Tapi teman kami Chloe, ada di sana kan?” tanya Travis.

“Dia aman di sini.”

“Aku ingin menemuinya!”

“Tidak bisa!”

“Perc, bawa mereka ke sini! Mungkin ini akan membantu.” perintah Jonathan pada

Aswold.

Page 62: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

62

“Tapi...”

“Cepat bawa bocah-bocah itu ke sini!” bentak Jonathan.

Aswold tidak bisa membantah, dia dan teman-temannya langsung mengucapkan mantra

pengikat pada Carol, Justin, Alvin, dan Travis. Mereka semua kaget, mereka sudah berada dalam

mantra pengikat, mereka sudah tidak bisa bergerak, lalu mereka dibawa ke dalam ruangan. Chloe

melihat teman-temannya dibawa ke dalam ruangan ini dalam keadaan terikat oleh mantra.

“Teman-teman...” kata Chloe lirih. Mencoba mencerna apa yang sudah terjadi. Ini sungguh

tidak masuk akal, dia tidak tahu harus berbuat apa, ini membingungkan.

Alvin, Justin, Travis, dan Carol bergabung dengan Chloe, lalu mereka dijaga oleh anak

buah Jonathan.

“Kenapa Bapak lakukan ini kepada teman-teman saya?” tanya Chloe pada Aswold.

Aswold tidak menjawab, dia ucapkan mantra pengikat pada Chloe juga, Chloe berteriak,

dia sudah terikat sama seperti teman-temannya.

“Perc, Chloe bagianmu!” kata Jonathan.

Kini Chloe dan teman-temannya sudah terperangkap oleh mantra pengikat, mereka juga

dijaga oleh teman-teman Jonathan di belakang. Chloe dijaga oleh Aswold, Travis dijaga oleh

George, Alvin dijaga oleh pria yang menyamar jadi Adit, Carol dijaga oleh pria yang menyamar

jadi Titov, dan Justin dijaga oleh pria bertopeng.

Tiba-tiba Andolf datang ke ruangan itu, dia sudah terlambat, dia melihat murid-muridnya

terikat oleh mantra, lalu dia melihat ada Jonathan di dalam, juga assistantnya yang membantu

Jonathan.

“Aku sudah mengira ini perbuatanmu Jonathan!!” kata Andolf sambil masuk ke dalam

ruangan.

Jonathan tersenyum. “Akhirnya kau datang juga.”

Page 63: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

63

“Kau pasti ingin melakukan balas dendam itu, kan? Lantas kenapa murid-muridku ada di

sini?! Aswold, kenapa kau membantunya? Aku tahu kau yang lakukan jurus ilusi itu pada semua

orang yang ada di luar. Siapa kau sebenarnya, Aswold?”

“Anda tidak perlu tahu siapa aku sebenarnya, Tuan.” jawab Aswold singkat dengan mimik

muka tanpa ekspresi.

“Daripada itu, bawa aku ke dimensi itu!” kata Jonathan.

“Aku tidak tahu bagaimana caranya ke dimensi itu.”

“Jangan bohong!! Aku tahu kau bisa melakukannya, kau anaknya!”

“Aku benar-benar tidak tahu!”

“Huh! Kalau begitu, jika kau tidak mau membawaku ke dimensi itu, maka bocah-bocah ini

yang akan menjadi korban.”

“Kenapa kau membawa murid-muridku yang tidak bersalah!?”

“Hanya ini caranya untuk memaksamu. Bawa aku, kalau tidak, aku akan hitung sampai

tiga, maka nyamuk-nyamuk ini akan mati sia-sia.”

“Kau!!”

“Satu...”

Andolf bingung, dia tidak tahu harus melakukan apa. Tapi jika dia tidak mau membuka

dimensi yang ada di ruangan ini, maka murid-muridnya yang akan menjadi korban.

“Dua...” Jonathan terus berhitung, mencoba untuk mendesak Andolf agar mau membuka

dimensi lain.

Andolf tetap diam, dia sungguh bingung, keadaan ini sangat menyiksa batinnya.

“Tiga... Masih tidak mau melakukannya juga? Dasar keras kepala! Kalau begitu, aku akan

bunuh nyamuk-nyamuk ini!”

Page 64: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

64

Jonathan memperketat mantra yang ada pada mereka semua. Alvin, Chloe, Travis, Carol,

dan Justin berteriak kesakitan karena mantra itu mengikat tubuh mereka dengan sangat kencang.

Andolf tidak tahan melihat semua ini, akhirnya dia akan membuka dimensi lain yang ada di

ruangan ini, lalu dia duduk bersila di lantai, dan memejamkan matanya.

“Hatarab anu jak olaks iki ne jiyekgiyu. Woroksrab, huna jiyekgi maks aja jigiki...”

Jonathan berhenti memperketat mantranya begitu mendengar Andolf mengucapkan mantra,

sepertinya mantra untuk pergi ke dimensi, dia tersenyum senang, misi hampir berhasil!

Tiba-tiba semua yang ada di ruangan itu memudar bagaikan tinta, lalu berubah menjadi

tempat yang tandus. Orang-orang yang ada di dalam ruangan itu sudah berada di dimensi lain

yang berada di dalam ruangan mesterius itu. Sebuah lapangan yang tandus dan banyak batu-batu

besar yang kasar, bagai berada di gurun. Chloe melihat semua ini, dia kaget, tempat ini sama

seperti yang ada di dalam mimpinya waktu itu. Sebenarnya, apa hubungannya dengan semua ini,

dia bingung kenapa tempat ini sama percis dengan apa yang dilihatnya di mimpi.

‘Astaga... tempat ini!?!’

“Aku tahu kau ingin membebaskan ayahmu yang berada di penjara yang dibuat oleh

ayahku, kan? Perbuatan yang sangat bodoh! Otakmu kau simpan di mana, hah? Hidupmu kau

butakan dengan rasa ingin balas dendam!”

“Persetan dengan kau!”

“Kau pikir aku akan membiarkanmu untuk melakukannya. Emangnya kau tahu bagaimana

cara membukanya?”

“Tentu saja tahu. Aku bukan orang bodoh, Andolf!!”

Andolf mengepalkan tangannya. Dia sudah tidak kuat lagi, terpaksa dia harus bertarung

dengan Jonathan, untuk menghentikan langkah Jonathan yang akan membebaskan ayahnya yang

dipenjara di dimensi ini.

* * *

Page 65: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

65

# 10 Andolf VS Jonathan

“Aku tahu, kau memang bukan orang bodoh, tapi perbuatanmu itu seperti orang bodoh.

Kau ingin ayahmu keluar dari penjara, lalu apa yang akan kau lakukan setelah dia keluar dari

penjara? Apakah dia bisa mengubah dunia ini menjadi lebih baik setelah dia keluar? Aku rasa

dunia akan tambah buruk kalau dia ada.” kata Andolf.

Jonathan melirik Andolf dengan tatapan penuh kebencian, dia berjalan di dalam dimensi

itu, mencari gerbang penjara. Andolf terus menatap pada Jonathan dengan hati-hati, dia bersiap-

siap untuk membuka jubahnya. Jonathan mencari sebuah simbol yang berbentuk ‘Ʌ’ besar,

karena itulah gerbang menuju penjara ayahnya.

Akhirnya dia menemukan simbol itu, sekarang tinggal membawa Chloe ke tempat ini.

Andolf melihat kalau Jonathan sudah menemukan tempat di mana simbol itu ada, dia tidak tahu

apa yang akan dilakukan Jonathan sekarang.

Jonathan berjalan ke arah Chloe, Chloe takut karena Jonathan berjalan ke arahnya, Andolf

menyadari kalau Jonathan mengincar darah Chloe. Dia harus segera menghentikannya, dia

segera membuka jubahnya dan melompat jauh ke arah Jonathan.

“Aku tahu kau mengincar darah Chloe!!” kata Andolf sambil menendang Jonathan.

Jonathan terlempar jauh.

Mulut Jonathan mengeluarkan darah, dia langsung menyusut darah itu dengan tangannya.

“Perc! Kau saja yang lakukan!!” teriaknya pada Aswold.

Aswold mengangguk. Aswold langsung berjalan membawa Chloe ke tempat simbol itu.

Chloe berada dalam mantra pengikat Aswold dan dia dikendalikan olehnya. Andolf langsung

mencoba untuk menghentikan Aswold, tapi usaha itu dihalang oleh Jonathan.

“Kau adalah bagianku. Dan lagi, sudah lama aku ingin menghabisimu!”

Jonathan memukul pipi Andolf. Terjadi pertempuran antara Andolf dan Jonathan. Chloe

melihat ke arah Andolf dan Jonathan, kejadian ini mirip seperti mimpi waktu itu. Sepertinya,

Page 66: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

66

mimpi itu ada hubungannya dengan kejadian yang sekarang sedang terjadi. Dia dibawa secara

paksa oleh Aswold ke tempat bersimbol ‘Ʌ’. Teman-teman Chloe berusaha untuk membuka

mantra yang ada pada tubuh mereka, meski sebenarnya mereka tidak mengerti dengan keadaan

yang ada di sini, tapi mereka tahu kalau keadaan ini tidak baik. Orang yang sedang bertarung

dengan Kepala Sekolah, orang-orang yang menjaga mereka semua, serta assistant Kepala

Sekolah yang membawa Chloe ke tempat bersimbol, adalah orang jahat. Mereka semua harus

membantu Andolf. Usaha mereka untuk melepaskan mantra yang ada pada tubuh mereka

ketahuan oleh anak buah Jonathan, dia langsung memperketat mantranya. Mereka semua teriak

kesakitan, usaha mereka gagal.

Andolf melihat Aswold semakin dekat dengan tempat itu, dia harus menghalangi langkah

Aswold, tapi di sini ada Jonathan yang selalu menghalangi setiap dia akan pergi ke tempat

Aswold. Dia memikirkan bagaimana caranya. Dua lawan satu dengan musuh yang hebat, itu

sulit. Dia harus mendekati Aswold, dan dia harus hati-hati agar tidak menyakiti Chloe. Jonathan

terus menyerangnya, dia berusaha untuk menangkis serangannya, dia juga berusaha agar dia bisa

membawa Jonathan ke tempat Aswold.

Melihat peristiwa ini, Travis, Justin, Alvin, dan Carol sudah tidak tahan ingin membantu

Andolf, serta bertarung dengan pria-pria yang menjaga mereka, mereka tidak tega melihat

Andolf bertarung sendiri sedangkan mereka hanya bisa melihat. Mereka berusaha untuk

membuka mantra itu, tapi tetap saja tidak bisa.

Jonathan mengeluarkan pedang dari dalam mulutnya, pedang yang tipis dan panjang, tapi

sangat tajam. “Kau pasti senang, karena aku mengeluarkan pedang ini, ya kan Andolf? Sang

abced. ”

Andolf tersenyum kecil, dia langsung mengeluarkan jurus cepaks raksiw, pedang

kesayangannya langsung muncul di sampingnya, dia langsung memegang pedang itu.

Jonathan tersenyum melihatnya, dia langsung bersiaga, dan dia langsung menyerang

Andolf duluan.

‘Yang terpenting mengalahkan Andolf dulu, lalu menjalankan misi untuk membuka

gerbang penjara itu.’

Page 67: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

67

Selama bertahun-tahun Jonathan berlatih keras untuk membebaskan ayahnya yang

terpenjara di dimensi lain yang dibuat oleh Jaques, ayah Andolf, dan mempelajari bagaimana

cara untuk membuka gerbang penjara ayahnya. Selama bertahun-tahun juga dia mencari

informasi dan mencari teman untuk bisa membantunya, akhirnya kerja kerasnya selama

bertahun-tahun ini membuahkan hasil. Ini adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh

Jonathan, karena hari ini, misinya hampir sempurna. Dia juga akan bertarung dengan Andolf,

orang yang sangat dia benci, dia harus menghabisinya, dia harus bisa membunuh Andolf dan

orang-orang yang ada di sini termasuk Chloe. Pokoknya semua orang yang menghalangi misinya

harus dibunuh. Kalau melihat situasi sekarang, dia yakin misinya akan berjalan dengan

sempurna, dia akan bertemu dengan ayahnya yang sangat dia segani, selama bertahun-tahun dia

tidak bertemu dengan ayahnya.

Semua orang yang ada di dimensi itu melihat pertarungan sengit antara Andolf dan

Jonathan. Mereka hebat, mereka saling membalas serangan. Jonathan mengayunkan pedang ke

wajah Andolf saat Andolf lengah. Hampir saja wajah Andold terkena oleh pedang Jonathan yang

sangat tajam, Andolf diam, jangan sampai dia kena oleh pedang itu. Jonathan langsung

mengeluarkan horajeta dan melemparkan ke Andolf, Andolf tidak sempat untuk menghindar,

horajeta itu langsung meledak begitu sampai di tempat Andolf. Travis, Alvin, Justin, Carol, dan

Chloe tak kuasa melihatnya, mereka memejamkan mata.

Asap yang dikeluarkan horajeta sudah hampir menghilang, di sana Jonathan melebarkan

bola matanya karena kaget, Andolf sudah tidak ada.

‘Sial! Jurus berpindah tempatnya sangat cepat...’

Andolf langsung muncul dari belakang Jonathan dan membilah pedang ke arah Jonathan,

Jonathan segera menghindar dengan cepat.

“Fu... fu... fu... kau pikir aku tidak bisa menghindar seperti kilat,” kata Jonathan setelah

meloloskan diri, lalu dia menjauh dari Andolf, “...main-main sudah selesai. Sekarang waktunya

pertarungan yang sesungguhnya.” lanjut Jonathan sambil memasukkan pedang ke dalam

mulutnya. “Haksniwrab tabai yamaw! ” dia mengucapkan mantra.

Page 68: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

68

Lalu, di sampingnya muncul dua orang pria yang wajahnya pucat, tatapannya begitu

dingin. Andolf sangat terkejut melihat dua orang itu, jurus yang dipakai Jonathan adalah jurus

yang sangat terlarang.

“Kau... Kau memakai jurus terlarang itu, ya?! Seharusnnya kau tidak boleh memakai jurus

itu!!”

Jonathan tertawa mendengarnya, “Tidak ada yang melarangku untuk melakukan jurus ini.

Lagipula, berbulan-bulan aku mempelajari jurus ini, sayang jika tidak aku pakai.”

Dua orang ini adalah Tuan Gerald dan Tuan Arnold yang sangat disegani dan ditakuti di

negara Yanagal, mereka duo yang tak terkalahkan, mereka juga pemimpin negara Yanagal, dan

orang yang sangat terkenal di seluruh dunia setelah Jaques. Meski hebat, mereka tidak pernah

sombong atau meremehkan orang lain. Mereka tetap segan dan sopan pada siapapun, tidak

memandang bulu. Itulah kenapa mereka sangat disegani dan disukai oleh semua orang. Tapi,

Jonathan, sebagai anak dari Dereck Andreaz yang juga sama hebatnya seperti Arnold dan

Gerald, mampu membunuh mereka yang hebat dan tak terkalahkan itu. Dan setelah Arnold dan

Gerald mati, Jonathan memakai mayat mereka sebagai bahan percobaan untuk jurus yang baru

Jonathan pelajari. Jurus itu adalah jurus terlarang, karena jurus itu memakai jasat manusia yang

sudah mati sebagai objeknya. Jasat itu akan hidup kembali, tapi yang menempati jasat itu bukan

pemiliknya, melainkan iblis tak berjiwa. Jonathan yang baru mempelajari jurus itu memakai

Gerald dan Arnold, dan hasilnya, percobaan Jonathan berhasil. Jonathan tahu jurus itu adalah

jurus terlarang yang tidak boleh digunakan, tapi dia tetap nekat, karna dia sangat haus akan ilmu

terlarang. Baginya ilmu terlarang adalah ilmu yang hebat, tapi manusia yang bodoh malah

melarangnya.

“Kenapa kau membunuh mereka?” tanya Andolf.

“Itu bukan urusanmu kan? Lagipula...” Jonathan menggantungkan kata-katanya,

“...Anwivnak. Julugereyek huyi, bakpul. ”

Pria pucat yang bernama Gerald menyimpan tangannya ditanah, dia menyentuh tanah itu,

lalu tanah merambat hancur, Andolf langsung menghindar, hanya satu sentuhan dari tangan

Gerald saja, dia mampu menghancurkan tanah.

Page 69: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

69

‘Dia memakai mayat Gerald dan Arnold dan menghidupkannya, untuk menyerangku...’

Kini Gerald dan Arnold maju berdua untuk menyerang Andolf, Arnold mengeluarkan api

dari mulutnya dan Gerald menghembuskan angin dari mulutnya untuk membesarkan api yang

dikeluarkan Arnold, api membesar menuju arah Andolf.

“Ah, hekwejs celigai. ” kata Andolf panik.

Kumpulan tanah langsung membentuk benteng untuk menjaga Andolf dari serangan api

Gerald dan Arnold. Setelah api habis dari mulut Arnold, benteng itu langsung hancur. Gerald

mengangkat kedua tangannya, lalu, tanah-tanah naik ke atas, Gerald memang menguasai elemen

tanah dengan baik, dia mengepalkan tangannya. Tanah-tanah yang ada diatas mulai berbentuk

sebuah gulinek-gulinek kecil dengan jumlah yang cukup banyak serta sangat tajam. Gerald

memajukan tangannya ke depan, lalu gulinek itu bergerak maju ke arah Andolf. Andolf langsung

menghindar dari gulinek itu, tapi gulinek itu dikendalikan oleh Gerald, jadi kemanapun Andolf

pergi, gulinek itu akan terus mengejarnya. Kalau begini caranya, dia harus menghancurkan

gulinek-gulinek itu. Andolf menyiapkan pedangnya, dia sudah siap untuk menghancurkan

gulinek-gulinek itu. Gulinek-gulinek itu sudah hampir dekat dengannya, kini Andolf bertarung

sendirian dengan gulinek-gulinek itu, Jonathan melihat kejadian itu sambil tersenyum. Andolf

berusaha untuk tidak kena oleh gulinek, tapi, karena jumlahnya yang banyak, gulinek itu

menyentuh kulitnya dan sekarang kulitnya mengeluarkan darah, terluka.

‘Takan berakhir pertarungan ini jika aku terus menghancurkan gulinek-gulinek ini, di

sana Arnold membantu Gerald. Aku harus membunuh Gerald dulu, tidak, yang menjadi prioritas

utama adalah membunuh Jonathan, dia biang keladinya. Tapi, cukup sulit untuk mendekati

Jonathan, karena pasti dihalang oleh dua pria ini. Aku harus menghancurkan Gerald dan

Arnold, tapi bagaimana caranya?’

Andolf berfikir keras bagaimana caranya untuk menghancurkan Gerald dan Arnold.

Akhirnya dia menemukan ide, tapi cukup berat, karena cara ini nantinya akan ada efek samping.

Tapi apa boleh buat, saat keadaan genting seperti ini dia harus melakukannya, dengan cara ini,

selain bisa membunuh Gerald dan Arnold, mungkin dia bisa membunuh Jonathan sekaligus, tapi

itu kecil kemungkinan. Andolf memejamkan matanya, sambil mengucapkan mantra dalam

hatinya, Arnold dan Gerald memperhatikan Andolf yang sedang memejamkan mata. Tak lama

Page 70: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

70

kemudian Andolf membuka kedua matanya, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantongnya,

sebuah pil hitam. Pil itu dimasukkan ke mulut dan dimakannya. Energi di dalam tubuh Andolf

bertambah, rasa perih yang tadi dia rasakan kini hilang setelah memakan pil itu, kekuatannya pun

bertambah.

Pil itu memang memberikan kekuatan yang hebat pada orang yang memakannya. Pil itu

sangat efisien, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkan dan menggunakan pil itu. Juga

mantra yang harus diucapkan, tidak sembarangan orang bisa menggunakannya. Tapi pil itu

memberikan efek samping pada orang yang memakannya, pil hitam itu bisa melemahkan cara

kerja jantung dan mematikan sel-sel yang ada di tubuh orang yang sudah memakan pil itu.

Andolf berjalan pelan, lalu dia berlari sangat cepat ke arah Gerald dan Arnold, Gerald dan

Arnold bersiaga, Andolf memukul Gerald, lalu Arnold menyerang Andolf, tapi Andolf langsung

menangkis serangan Arnold, Gerald melemparkan batu besar kepada Andolf, Andolf langsung

membelah batu itu dengan satu tangan. Melihat Andolf bisa membalas serangan dari Gerald dan

Arnold, Travis dan kawan-kawan senang melihatnya. Mereka berdoa agar Andolf bisa

menyelesaikan pertarungan ini dengan kemenangan, seperti saat melawan binatang Akciks dulu.

Sedangkan Jonathan jadi resah melihat Arnold dan Gerald terus diserang oleh Andolf.

Andolf membenturkan dua kepala antara kepala Arnold dan Gerald, lalu Andolf

mengucapkan mantra pada mereka berdua. Kini mereka sudah ada di tangan Andolf, lalu Andolf

mengeluarkan hoy cepaks ke Gerald dan Arnold, hoy cepaks itu sudah menempel ditubuh Gerald

dan Arnold. Andolf pergi menjauh, beberapa detik lagi hoy cepaks itu akan meledak.

DHUUUAAAARRRR!!!!

Hoy cepaks meledak menghancurkan Gerald dan Arnold, kini pertarungan antara Andolf

Gerald dan Arnold, selesai. Semua orang terkejut melihat peristiwa ini. Chloe dan kawan-kawan

terkejut sekaligus senang melihatnya. Andolf bisa membunuh mereka berdua sekaligus!

Jonathan kaget melihatnya, rupanya Andolf bisa menyelesaikan pertarungan dengan

Gerald dan Arnold sendirian dengan cepat. Sepertinya Jonathan harus berhati-hati dan tidak

meremehkan kekuatan Andolf. Ya, sepertinya sekarang Jonathan harus bertarung dengan Andolf

sendirian.

Page 71: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

71

Andolf diam memperhatikan hancurnya Arnold dan Gerald, misi untuk menghancurkan

Gerald dan Arnold berhasil. Tentunya ini jasa dari pil hitam itu. Kini, dia harus menghabisi

Jonathan. Andolf membalikkan badannya ke arah Jonathan, lalu mereka saling tatap-menatap.

Andolf menatap Jonathan dengan penuh ambisi, dan Jonathan menatap Andolf dengan penuh

dendam dan kebencian. Mereka saling tatap-menatap agak lama, memikirkan apa yang akan

mereka lakukan. Andolf memperhatikan sekitarnya, karna sibuk mencari cara menyelesaikan

pertarungannya, dia jadi lupa dengan nasib Chloe yang terancam bahaya dan murid-muridnya

yang sedari tadi dikurung oleh mantra pengikat oleh anak buah Jonathan.

Andolf mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah berdempetan di depan bibirnya,

“Qabai lada Yoknem, hakwurab gama. Jawaksrab, jawaksrab, hakwurab gama. Yakwla vol

yeyakssir Yokmew.”

Jonathan memperhatikan gerak-gerik Andolf, dia curiga, lalu dia mulai bersiaga dan

melakukan ancang-ancang untuk menyerang.

Dari atas datang cahaya seperti cahaya pelangi. Karna cahaya itu penuh dengan warna

yang cerah layaknya pelangi. Turun ke bawah menuju tanah, mendarat tepat di sebelah Andolf.

Semua orang yang ada di dimensi itu langsung melihat kearah cahaya itu. Cahaya itu berputar-

putar di samping Andolf, lalu muncul bayangan sebuah makhluk. Jonathan memperhatikan

cahaya itu lalu tangannya bersiap-siap melakukan sesuatu. Bayangan makhluk itu sudah hampir

jelas menampakkan wujudnya. Kini cahaya memudar dan hilang dengan sendirinya. Makhluk di

balik cahaya itu ternyata seekor kera, bukan kera biasa melainkan kera Kikda yang Agung,

berdiri dengan gagah.

Jonathan langsung menyemburkan api dari tangannya ke arah kera Kikda, tapi sebelum api

sampai di tempat kera itu, kera Kikda langsung masuk ke dalam tanah. Andolf menghindari api

Jonathan. Jonathan langsung berlari ke arah Andolf untuk menyerang.

* * *

Page 72: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

72

# 11 Battle!

‘Sebenarnya, mereka itu siapa? Kenapa Pak Aswold terus membawaku? Memaksaku untuk

berjalan menemaninya, aku akan diapakan oleh Pak Aswold? Siapa orang yang bertarung

dengan Pak Andolf? Lantas, kenapa tempat ini sama percis dengan tempat yang di mimpi waktu

itu? Aku sangat bingung, sejak pindah ke sekolah Hemsworth, kejadian aneh terus

menimpaku...’ batin Chloe risau.

Chloe menatap ke arah Andolf dan Jonathan dengan tatapan sedih. Dia tidak tahu apa-apa

dengan semua ini, tapi kenapa dia seperti dibawa kedalam masalah ini. “Pak Aswold, sebenarnya

kenapa Anda melakukan ini kepada saya, teman-teman saya dan Pak Andolf, atasan Anda

sendiri??” tanya Chloe dalam hati, karna dia sedang terikat oleh mantra, jadi dia tidak bisa

berbicara.

Aswold menatap Chloe dengan tatapan dinginnya, dia bisa membaca yang ada dipikiran

Chloe. “Kamu tidak perlu tahu tujuan saya. Sebaiknya kamu ikuti saja perintahku, kalau tidak,

nyawamu akan melayang.” jawab Aswold pada Chloe. Aswold terus berjalan ke tempat yang

menjadi gerbang penjara dengan membawa paksa Chloe, ‘sudah hampir sampai. Andolf pun

sepertinya tidak bisa menghalangiku, dia sedang fokus bertarung dengan tuan Jonathan.’

Aswold dan Chloe masih berjalan menuju tempat bersimbol ‘Ʌ’, dengan perasaan berat

hati, Chloe berjalan menemani Aswold.

Di tengah-tengah pertarungannya, Andolf melirik ke arah Aswold, mereka hampir sampai.

‘Sial, tidak bisa menghentikan Aswold!’

Tiba-tiba, tangan Jonathan memukul pipi Andolf, Andolf tersentak kaget, dia terlempar

tajuh ke tanah.

“Kalau sedang bertarung, hendaknya kau fokus pada lawanmu saja, jangan kau lengah

melihat ke arah lain, sebaiknya kau hanya fokus pada diriku.” kata Jonathan.

Page 73: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

73

Tidak ada waktu untuk jatuh terlalu lama, meski tubuhnya sudah lemas dan capek, tapi

Andolf tidak boleh lemah. Dia harus menyelamatkan murid-muridnya dan menyelamatkan

dunia! Dia bangkit, lalu dia berlari ke arah Jonathan. Bertarung satu lawan satu dengan Jonathan,

adu kemampuan jurus.

Di tempat Travis, Carol, Justin, dan Alvin, tiba-tiba tanahnya bergetar. Mereka serempak

melihat ke tanah, begitu juga dengan anak buah Jonathan. Lalu tanah itu hancur, dari dalam

muncullah kera. Kera Kikda yang tadi muncul dari cahaya. Ternyata kera itu menyusup kedalam

tanah untuk menyerang anak buah Jonathan.

Anak buah Jonathan langsung bersiaga. Kera itu lalu mengeluarkan sebuah tali, tali yang

bisa mengaliri aliran listrik. Sebelum anak buah Jonathan menyerang, kera Kikda langsung

mengikat mereka semua dengan tali. Tali itu langsung mengeluarkan sengatan listrik.

AAAAAAGGGGGGGHHHHHHH!!!!

Semua anak buah Jonathan berteriak kesakitan. Kera itu mengencangkan ikatan tali pada

anak buah Jonathan, lalu dia melepaskan tali dari tangannya. Tali itu langsung mengikat semua

bagiannya pada anak buah Jonathan. Selagi tali itu mengikat anak buah Jonathan, kera itu

menghampiri Justin, Travis, Alvin, dan Carol. Dia mengucapkan mantra pelepas pada mereka

semua agar mereka tidak terikat oleh mantra pengikat. Akhirnya mantra pengikat sudah lepas

dari tubuh mereka semua. Mereka bernafas lega.

‘Ternyata kedatangan kera ini untuk membantu kami semua...’ batin Travis.

Mereka semua sekarang sudah bisa bergerak bebas, mereka sangat senang.

“Terimakasih tuan Kikda! Kami berhutang jasa padamu...” kata Travis dan Carol.

Kera Kikda mengangguk. “Sekarang tugas kalian menyelamatkan Chloe!” kata Kikda.

Mereka semua mengangguk lalu pergi berlari ke tempat Aswold.

‘Bagus, sekarang mereka akan menyelamati Chloe. Aku harap kera itu bisa memberesi

anak buah Jonathan secepat mungkin, karena sebagian nyawaku ada di dia, kalau dia bisa

sampai terbunuh, bisa gawat...’ batin Andolf.

Page 74: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

74

Anak buah Jonathan berusaha untuk bisa melepaskan ikatan tali, sengatan listrik sudah

hampir lemah kalau dibandingkan dengan sengatan yang awal. Ikatan talinya pun hampir lemah,

mereka terus berusaha keluar. Kera mengeluarkan sebuah pedang, pedang itu akan disayatkan ke

mereka semua. Melihat kera mengeluarkan pedang, mereka semakin berusaha untuk melepaskan

diri. George, anak buah Jonathan yang paling dekat dengan kera Kikda, dia berusaha sekuat

tenaga agar bisa keluar dari tali sengatan listrik itu. Kera Kikda membuka tutup pedang dan

mengusap pedang itu dengan kedua jarinya. Mereka semakin menjadi-jadi untuk melepaskan

diri. Akhirnya George berhasil melepaskan diri dari tali itu bertepatan saat kera Kikda menyayat

semua anak buah Jonathan sampai terluka dengan pedang itu.

SYAAAAT!! SYAAAA!! SYAAAAT!!

Pedang kera menyayat semua anak buah Jonathan, pedang itu juga bisa mengeluarkan

aliran listrik.

SSTTT. . SSTT. . SSTT. .

Pedang dan aliran listrik melukai tubuh mereka. Dengan hitungan detik, mereka semua

tewas, kecuali George yang lolos melarikan diri.

“Maaf Anda tidak bisa mencelakai saya.” kata George dengan bangganya. Saat dia melihat

teman-temannya mati, dia menatap kera Kikda dengan tatapan penuh kebencian, “Aku akan

menghabisimu, seperti halnya kau menghabisi teman-temanku.” katanya dingin dan serius.

‘Sial, yang satu ini ternyata bisa meloloskan diri,’ batin kera Kikda. ‘Sepertinya aku harus

bertarung dengannya...’

“Aku sebal padamu yang tiba-tiba datang lalu mencelakai kami, bahkan kamu sudah

membunuh teman-temanku. Aku harus balas dendam padamu!” kata George yang marah karena

kera itu berhasil membunuh teman-temannya.

Kera Kikda diam melihat George.

“Kita harus bertarung!!” lanjut George.

* * *

Page 75: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

75

Aswold mengeluarkan pisau kecil dari sakunya, dia membuka bagian yang tajamnya.

Chloe bingung kenapa Aswold mengeluarkan pisau. Hatinya jadi semakin resah, sebernarnya

Aswold akan melakukan apa padanya? Satu hal yang ada dibenak Chloe saat ini, bahwa Aswold

akan mencelakainya.

“Untuk yang satu ini kamu harus nurut pada saya! Ini akan sedikit sakit...”

‘Hah, maksudnya apa? Apa yang akan Bapak lakukan??’

Aswold mendekati pisau itu ke tangan Chloe, Chloe jadi semakin bingung dan takut. Dia

enggan memberi tangannya pada Aswold.

“Yang perlu kau lakukan adalah memberikan tanganmu. Berikan tanganmu padaku!!”

suruh Aswold sedikit membentak, karna Chloe susah untuk memberikan tangannya pada

Aswold.

Chloe menggelengkan kepala dengan pelan tanda dia tidak mau memberikan tangannya

pada Aswold.

“Sepertinya kau harus dipaksa!”

Aswold menarik paksa tangan Chloe, lalu dia goreskan pisaunya ke tangan Chloe.

SSSSRRRRTTTTT...

Perlahan-lahan darah keluar dari dalam kulit Chloe yang putih. Seperti yang bisa

dibayangkan, rasa yang Chloe rasakan sekarang adalah pedih dan sakit, pedih sekali.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaggggghhhhhhhh...!!!” teriak Chloe kesakitan, saking sakitnya, Chloe

yang masih dalam keadaan terikat oleh mantra bisa mengeluarkan jeritannya.

Semua orang yang ada di dimensi itu melirik ke arah Chloe dan Aswold. Jonathan

tersenyum senang melihat Aswold sudah melukai tangan Chloe dan darah sudah menetes ke

tempat simbol ‘Ʌ’.

‘Fu... fu... fu... ternyata ritual itu sudah dimulai, bagus Perc...’

Page 76: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

76

Andolf kaget melihat tangan Chloe yang berdarah dan darahnya menetes ke tempat

bersimbol ‘Ʌ’. Dia sangat kecewa karna dia tidak bisa menghentikan tindakan Aswold. Sampai

akhirnya, keponakannya yang harus jadi korban untuk diambil darahnya agar gerbang penjara

bisa dibuka. Dia sangat kecewa pada dirinya sendiri, hatinya sangat terpukul karena tidak bisa

menyelamatkan Chloe, keponakannya. Dia geram, murka, marah pada Jonathan dan misinya

yang ingin membebaskan ayahnya yang jahat.

“Travis, Alvin, Justin, dan Carol, tolong hentikan Aswold!! Selamatkan Chloeee!!!” pinta

Andolf pada murid-muridnya.

Travis, Alvin, Justin, dan Carol menoleh ke arah Andolf, mereka semua mengangguk.

“Baik Pak!! Akan kami selamatkan Chloe sampai titik darah penghabisan!” jawab mereka

semua.

Chloe menangis kesakitan karena tangan yang tadi dilukai Aswold pedih sekali. Dia liat

darahnya terus menetes ke tempat bersimbol aneh, simbol berbentuk ‘Ʌ’ yang berukuran cukup

besar. Aswold tersenyum, misinya untuk membantu Jonathan, anak Dereck, akan segera selesai.

Begitu juga dengan Jonathan, dia sangat senang, dia tidak sabar akan bertemu dengan ayahnya.

Kalau ayahnya sudah keluar, dia, ayahnya, juga anak buahnya yang masih tersisa akan

menghabisi Andolf, Chloe, dan bocah-bocah tengik sialan itu. Sesudah itu, dia akan berjaya

menjalani hidup bersama ayahnya dan akan menguasai dunia.

Carol, Justin, Travis, dan Alvin hampir sampai ke tempat Aswold. Mereka akan bertarung

dengan Aswold, assistant Kepala Sekolah yang mengkhianati Kepala Sekolah juga sekolah

Hemsworth. Tak disangka dia adalah orang jahat dan dia adalah anak buah orang yang sedang

bertarung dengan Andolf. Jadi dia adalah musuh dalam selimut Andolf. Dia berpura-pura

menjadi assistant Andolf yang baik dan penurut, sedangkan dari belakang membantu Jonathan

untuk menghancurkan Andolf dan sekolah Hemsworth.

Aswold melihat Carol dan yang lainnya sudah mendekat. Dia harus bersiap-siap untuk

menghadapi mereka.

‘Sepertinya akan merepotkanku...’

Page 77: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

77

Aswold memejamkan matanya, “Tuaknu maks asuks, Ramones, gama huwub hakwuakyu.

Woroks dasa akan iki. Gehasai pelheyhabakkma, anu anak giving u wuyhar!” Aswold

mengucapkan mantra.

Lalu, datang asap disampingnya. Asap itu membawakan sebuah makhluk aneh yang kerdil

tapi kuat dan lincah untuk Aswold, makhluk milik Aswold seorang. Makhluk itu bernama

Fierpapi. Makhluk kerdil bermata merah, kulitnya cokelat, rambutnya ikal, mukanya begitu

menyeramkan seperti setan kecil. Makhluk itu selalu membawa tongkat. Tongkat itu bisa

panjang kalau makhluk itu yang menyuruhnya. Tongkat itu akan melakukan apa saja yang

diperintahkan makhluk itu. Aswold memerintah pada makhluk itu untuk menjaga Chloe. Dia

tahu, di antara bocah-bocah itu pasti ada yang akan menghampiri Chloe. Fierpapi mengangguk

patuh, dia menghampiri Chloe dan menjaganya bagai pengawal pribadi.

Carol, Travis, Alvin, dan Justin berhenti berlari begitu sudah sampai di depan Aswold.

Aswold memandangi mereka semua dengan tatapan yang dingin, begitu juga dengan mereka.

“Sepertinya aku harus bertarung dengan kalian, bocah-bocah tengik! Bocah-bocah yang

menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti pertandingan persahabatan antar sekolah. Aku

ingin lihat seberapa hebat kemampuan kalian...” kata Aswold.

Travis dan yang lainnya tidak menggubris perkataan Aswold, “Aku punya pertanyaan

padamu, Pak Aswold. Siapa Bapak sebenarnya?” tanya Travis.

Aswold mendengus, dan tersenyum, “Kalian tak perlu tahu siapa aku sebenarnya... kalian

tak punya hubungan apapun dengan semua ini!”

“Lantas kenapa Chloe menjadi korban?!! Bapak mencelakai Chloe!!” bentak Travis.

“Itu, tidak ada urusannya denganmu, Bocah!!” Aswold tak mau kalah membentak Travis.

“Aku, akan menghabisi kalian semua!!” kata Aswold penuh percaya diri.

“Coba saja kalau kau bisa!” jawab Justin.

* * *

Page 78: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

78

# 12 Kepala Tertinggi Corigi

Kantor Pusat Corigi Negara Elvio. Kantor itu terletak di tengah-tengah kota Exora. Selama

24 jam, kantor itu selalu ramai dipenuhi orang-orang yang sedang bertugas. Kantor itu besar dan

terdiri dari 10 tingkat. Karena kantor itu adalah kantor pusat yang bertugas menjalankan

keamanan dan ketertiban kota Exora dan kota lain yang ada di negara Elvio, kantor itu berisi

para Corigi yang handal dan berpengalaman atau Corigi yang baru diangkat dan pengalamannya

sebagai Corigi masih minim.

Seorang kepala tertinggi Corigi sedang berjalan sendiri di koridor utara kantor itu,

beberapa orang yang berlalu lalang di koridor itu memberi salam kepada Kepala Tertinggi Corigi

itu dengan membungkuk hormat atau menyapanya dengan sopan. Kepala Corigi itu hanya

menjawabnya dengan satu anggukan saja, dengan ciri khas gayanya yang berjalan tegap dan

angkuh. Kepala Corigi itu memang sedikit angkuh, tegas, dan galak. Semua orang takut dan

segan padanya, tak ada yang berani membantahnya, setiap keputusan akhir yang dia pilih, semua

orang harus menurutinya. Entah kenapa dia mempunyai gaya bicara yang membuat hati semua

orang taklut dan ciut. Tapi, sebenarnya dia mempunyai hati yang peduli dan empati, hanya saja

sifatnya itu kebanting oleh gayanya yang angkuh, keras dan tegas, dari kecil Tanu memang

dididik keras oleh orang tuanya. Hanya satu, hanya satu orang yang berani berdebat dengannya

dan sedikit membantah apa yang dia ucapkan, dia adalah seorang ketua Corigi dari kota Exora

bagian barat, hanya dia seorang yang berani berhadapan dengan kepala Corigi.

Tanu Akbar Bernetto, nama kepala Corigi itu, masuk ke ruangan pribadinya. Dia duduk di

sana sambil melihat ke luar jendela, melihat pemandangan yang ada di luar sana. Hari ini dia

sangat disibukan oleh berita-berita yang menyesakan dadanya. Sudah 20 tahun lebih hari-harinya

selalu diliputi oleh kasus, dari yang sederhana sampai yang rumit, dari penjahat yang masih kelas

kakap sampai penjahat kelas dunia. Tidak banyak orang yang menginginkan kehidupan seperti

Tanu, dikelilingi oleh kasus dan penjahat. Yah, memang inilah yang harus dia terima, dia sudah

memillih takdir yang harus dia jalani, dan sekarang dia harus menjalaninya dengan penuh suka

hati, hanya perlu enjoy menjalaninya. Selama 20 tahun itulah dia sudah mengalami masa-masa

yang sulit dan pahit, menjadi bawahan yang suka dibentak-bentak oleh atasan, setelah itu dia

Page 79: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

79

naik golongan menjadi ketua, dan sampai sekarang dia sudah menduduki posisi puncak. Dia

sudah mengalami itu semua dengan penuh rintangan, suka cita, dan rasa tanggung jawab.

TOK-TOK-TOK!!

Seseorang mengetuk pintu ruangan Tanu.

“Masuk!” kata Tanu mempersilahkan seseorang yang mengetuk pintunya untuk masuk ke

ruangannya.

Orang itu membuka pintu. Ternyata yang masuk ke ruangannya adalah bawahannya,

Alberto. Dia memberi hormat pada Tanu, Tanu membalasnya.

“Ada apa? Duduk!” tanya Tanu sambil menyuruh bawahannya duduk di kursi yang

berhadapan dengan kursi pribadinya.

Orang itu mendekati meja Tanu dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Tanu, begitu

juga dengan Tanu yang duduk di kursi pribadinya, “Saya ingin membicarakan kasus orang

hilang, dan ada sangkut pautnya dengan organisasi misterius.”

“Ada apa memangnya? Apa ada berita lagi tentang mereka?”

“Tidak Pak! Tapi ada seseorang yang lapor pada kami, dia seorang wanita. Dia bilang

kalau suaminya belum pulang sampai sekarang. Wanita itu meminta mohon pada kami agar

mencarinya. Dia sangat khawatir dan dia merasa kalau suaminya memiliki masalah yang tidak

beres, suaminya sudah beberapa hari tidak pulang, dan tidak mengabarinya. Setelah itu kami

mencarinya, bersama anjing pelacak kami.

“Anjing itu mencari bebauan suami wanita itu. Setelah berjam-jam mencari ke beberapa

tempat, anjing kami mencium sesuatu yang mungkin bebauan suami wanita itu. Anjing itu pergi

ke suatu tempat di belakang gedung kosong yang sudah tak dipakai, gedung itu berada di jalan

Qurio. Anjing itu terus mencium dan mencium hingga akhirnya dia menemukan bercak-bercak

darah yang sudah kering. Anjing kami diam di tempat itu, dan seolah-olah memberitahu kepada

kami bahwa itu adalah darah suami wanita itu. Kami memang belum memastikan apa itu benar-

benar darah suami wanita itu. Karna bercak darahnya hanya kecil, dan tidak bisa memberi alibi

yang kuat. Kalau memang suami wanita itu terbunuh di belakang gedung itu... kalau memang itu

Page 80: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

80

benar, entah mengapa perasaanku mengantakan kalau yang membunuh suami itu adalah

kelompok misterius itu...”

Tanu diam setelah dia mendengar penjelasan dari Alberto.‘Lagi-lagi kasus... ingin sehari

saja aku keluar dari dunia kasus dan pembunuhan.’ batin Tanu.

“Jadi, kalau memang suami wanita itu terbunuh, kau rasa itu ulah kelompok misterius itu?”

tanya Tanu.

Alberto mengangguk tegas. “Benar Pak! Tapi saya belum bisa memastikan itu benar, ini

hanya perkiraan saya saja.”

“Lantas apa yang membuat kamu berpikir itu adalah ulah kelompok yang tak dikenal itu?”

“Entahlah Pak. Perkiraan ini hanya menurut hati saya saja.”

“Alberto...”

“Ya, Pak?”

“Sebagai Corigi, kamu harus bertanggung jawab dan tegas dalam menghadapi kasus

apapun. Entah itu kasus kecil, atau kasus yang rumit, kau harus tetap tegas dalam

menghadapinya... Dan juga, dalam menghadapi kasus, kau harus memperkirakan menurut data

dan logika yang pasti, bukan dari hati yang belum tentu benar. Sebaiknya kau cari informasi

suami wanita itu lebih lanjut! Kalau kau menemukan informasi tentang itu, langsung lapor pada

saya! Oh ya, beritahu aku tentang informasi kelompok misterius itu lebih lengkap!”

“Baik Pak! Saya akan mencari informasi itu lebih lanjut dengan data yang pasti. Belum ada

data lengkap mengenai organisasi itu, sepertinya organisasi itu baru-baru ini beroperasi di kota

ini. Ada beberapa berita tentang kematian seseorang yang misterius. Juga kematian seorang

Yekwli, mereka semua mati dengan cara ditusuk di bagian vital. Menurut para medis, mereka

mati pada malam hari sekitar pukul 10:25, 10:15, dan 10:05 malam, semua terjadi pada pukul 10

lebih pada malam hari.

“Dan ada yang melaporkan pada kami, kalau dia melihat beberapa orang sedang

mengintrogasi seseorang dan akhirnya mereka bunuh orang itu. Selang satu hari setelah orang itu

Page 81: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

81

melaporkan pada kami, dia meninggal dengan tragis. Sejak itulah, kami menyimpulkan kalau

yang melakukan pembunuhan itu adalah kelompok misterius. Kami sedang mencari informasi

lebih lanjut tentang kelompok misterius itu. Kami sudah bertanya tentang kelompok itu pada

masyarakat setempat, tapi mereka semua menjawab tidak tahu. Itu saja yang baru saya ketahui

tentang kelompok itu. Mereka sadis, dalam selang waktu yang singkat mereka sudah membunuh

tiga orang; dua masyarakat biasa, dan satu seorang Yekwli.”

Tanu diam, matanya menerawang ke langit-langit ruangannya. “Jadi begitu, sebaiknya kita

harus memberantas anggota misterius itu sebelum mereka meresahkan para warga dan

membunuh banyak korban lagi.”

“Benar Pak!”

TOK-TOK-TOK!!

Seseorang mengetuk pintu Tanu.

“Masuk!” suruh Tanu.

Seseorang itu membuka pintu ruangan, gerak-geriknya tergesa-gesa dan nafasnya tak

beraturan, dia seperti baru melihat hantu di siang hari.

“Ada apa Rahman?” tanya Tanu pada orang itu, bawahannya juga yang bernama Rahman.

“Kami menemukan seorang mayat!!” jawabnya.

Tanu dan Alberto kaget “Mayat?!!” tanya mereka serempak.

“Ya Pak. Mayat itu berjenis kelamin laki-laki, kami temukan di daerah jalan Rakatani, di

semak-semak belukar. Mayat itu sudah jadi bangkai dan dipenuhi oleh lalat dan belatung.

Menurut data yang kami kumpulkan, mayat laki-laki itu tewas sekitar lima hari yang lalu, pada

hari Sabtu sekitar pukul 10:01 malam. Dia dibunuh dengan cara ditusuk di bagian hati oleh

benda semacam pedang, dan sepertinya benda itu mengandung racun. Peristiwa ini sama seperti

menemukan seorang Yekwli yang terbunuh.”

Page 82: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

82

Tanu terdiam saat Rahman selesai menjelaskan berita. ‘Semakin hari semakin banyak

orang-orang yang membunuh antar sesama manusia... Manusia semakin egois dan tidak

berperikemanusiaan...’

“Baik, nanti saya akan pergi untuk melihat kondisi mayat itu.” jawab Tanu sambil

memegang dagunya, memikirkan sesuatu.

“Saya diperintahkan oleh Ketua agar menceritakan kejadian ini kepada Anda, dan meminta

Anda agar pergi ke tempat kejadian.”

Tanu mengangguk. “Ya. Saya akan segera menyusul. Daripada itu, saya ingin bicara

dengan Alberto berdua.” pinta Tanu.

Rahman mengangguk, “Baik Pak. Saya permisi.” Rahman keluar dari ruangan Tanu.

Kini, tinggal Tanu dan Alberto yang ada di ruangan itu. Sejenak, mereka terdiam,

memikirkan apa yang akan mereka katakan. Suasana ruangan saat itu begitu sunyi, hanya ada

suara orang yang sedang melakukan aktivitas dari luar ruangan itu. Tanu menarik nafas lalu

mengeluarkannya dengan hembusan yang keras. Terdengar seperti hempusan nafas seseorang

yang sedang frustasi. Kalau saja saat ini dia boleh berlibur selama beberapa hari dari

pekerjaannya yang tidak pernah kenal lelah, dia ingin lakukan itu sekarang. Dia ingin libur,

berlibur selama beberapa hari, keluar dari kota ini bersama keluarganya dan bersenang-senang

sejenak. Tapi itu tidak bisa, sebagai kepala tertingggi Corigi, dia tidak bisa seenaknya begitu

saja. Dia harus bertanggung jawab. Saat ini yang dia pikirkan adalah perkataan Alberto. Kalau

memang benar adanya keberadaan organisasi misterius yang dikatakan Alberto tadi, berarti dia

harus segera mencari informasi dan segera menyelesaikannya. Sebelum organisasi itu memakan

banyak korban di negara ini maupun negara lain. Sebagai Corigi yang berpengalaman, dia sudah

sering bertemu dengan kasus yang berhubungan dengan organisasi hitam yang ingin menguasai

negara atau organisasi yang memberontak apa yang dilakukan Corigi atau Neraca, dan organisasi

yang beranggotakan pembunuh bayaran untuk membunuh orang-orang penting atau orang-orang

yang menurutnya mengganggu.

Page 83: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

83

Sedangkan Alberto, dia bingung harus berbuat atau berkata apa kepada atasannya itu yang

sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Jadi dia lebih memilih diam dan menunggu atasannya

bicara sesuatu padanya.

Tanu bangkit dari kursinya dan menuju kaca besar yang ada di belakang Tanu, melihat

pemandangan yang ada di luar kaca itu. Lalu dia berbalik menghadap Alberto dan menatapnya,

“Kau akan ikut bersamaku untuk menyelidiki kasus ini, bukan?” tanyanya.

Alberto berpikir, sebenarnya dia belum makan siang, dia berencana akan makan siang di

sebuah kedai kecil langganannya setelah melaporkan beritanya kepada Tanu. Lagipula perutnya

sudah lapar. Tapi bagaimana lagi, Tanu sudah secara tidak langsung mengajaknya untuk ikut

melihat dan menyelidiki kasus itu, dia sudah tidak bisa menolak. Apalagi statusnya sebagai

bawahan Tanu, dan Tanu tipe orang yang tidak suka dibantah perkataannya. Dia membuka

mulutnya hendak mengatakan sesuatu, lalu “Tentu saja, Pak.” jawabnya ragu.

Tanu mengangguk, “Baik kalau begitu, kita siap-siap untuk pergi ke tempat kejadian.”

katanya, lalu berjalan melewati Alberto dan mengambil jasnya yang tergantung di tembok dan

memakainya. Alberto mengangguk. Diapun merapikan jasnya. Lalu mereka berdua keluar dari

ruangan. Mereka akan pergi ke tempat kejadian ditemukannya mayat yang dikatakan Rahman

tadi.

* * *

Page 84: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

84

# 13 Chloe Semakin Melemas

Tubuhnya mulai terasa lemas, dia sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Bagaimana

tidak? Darahnya terus mengalir dari dalam tubuhnya. Simbol aneh itu sudah hampir penuh

dengan darahnya. Selain lemas, Chloe juga merasakan kesakitan, sakit sekali. Chloe ingin

melepaskan mantra yang mengikat tubuhnya. Chloe ingin membantu teman-temannya. Lagi-lagi

dia tidak bisa membantu dan hanya diam saja, bahkan dia merepotkan teman-temannya dan

Andolf. Chloe kecewa, kecewa pada dirinya sendiri, kecewa karena tidak bisa membantu dan

hanya bisa diam. Tapi bagaimana dia bisa membantu kalau dia sendiri terikat dengan mantra dan

tidak bisa bergerak? Ditambah lagi tadi Aswold menjaganya, dan sekarang makhuk aneh yang

menjaganya bagai pengawal pribadi. Dia melihat teman-temannya sedang bicara dengan Aswold,

dia tidak begitu mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi sepertinya mereka akan berhadapan

dengan Aswold. Atau lebih tepatnya... mereka akan bertarung dengan Aswold. Chloe semakin

kesal dan kecewa. Dia ingin membantu, dia ingin bertarung, dia ingin memperlihatkan hasil

latihannya dengan Arini selama beberapa bulan. Kalau begitu, sia-sia saja dia berlatih dengan

susah payah kalau hasilnya begini? Dia merepotkan teman-temannya.

Takterasa air matanya mengalir begitu saja tanpa dia sadari. Dia ingin menghapus air mata

itu, tapi tangannya tidak bisa bergerak. Dia biarkan air matanya mengalir dan terjatuh sampai ke

tanah.

Travis melihat ke arah Chloe. Bisa dilihat dari ekspresi Chloe, dia sedih dan kesakitan.

Kasihan Chloe, tidak tahu apa-apa tapi harus menjadi korban. Travis ingin membantu Chloe

membebaskannya dari mantra pengikat itu. Entah kenapa, hatinya merasa teriris, sakit, dan

perasaan marah timbul dalam hatinya. Kedua perasaan itu bercampur aduk. Dia ingin menghabisi

Aswold dan orang yang sedang bertarung dengan Kepala Sekolah. Tapi dia tahu mereka berdua

adalah orang yang hebat. Kepala Sekolah saja kewalahan menghadapi orang itu. Dia tidak bisa

menghabisi kedua orang itu sendirian. Hatinya jadi tambah tak karu-karuan, mungkin begini

rasanya melihat gadis yang sangat disukai dalam keadaan sedang kesulitan dan dia tidak bisa

membatunya keluar dari kesulitan itu. Perasaan marah pada diri sendiri, dan perasaan marah

pada kedua orang itu yang sudah menyakiti Chloe. Dia ingin menuangkan kemarahannya kepada

Page 85: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

85

Aswold, dia harus bisa melawan Aswold sampai Aswold kalah, lalu dia menyelamatkan Chloe.

Dan... dan dia ingin bisa menyatakan perasaannya kepada Chloe. Kalau boleh jujur, dia ingin

menjadi kekasih Chloe, dia ingin Chloe melihatnya bukan hanya seorang teman biasa, tapi lebih

dari teman. Tapi, sudah cukup mengkhayalnya, dia harus berhadapan dengan kenyataan, dia

harus segera menyelesaikan urusannya dengan Aswold, bejuang melawan Aswold bersama

teman-temannya.

“Carol...” panggil Travis, setengah berbisik agar Aswold tidak mendengarkannya.

Carol balik menghadap Travis yang sosok tubuhnya terhalang oleh Alvin. “Ya?” katanya.

“Sebaiknya kau pergi menyelamatkan Chloe, ditemani oleh Justin. Aku dan Alvin saja

yang berurusan dengan Pak Aswold.”

Carol berpikir sejenak, “Baiklah,” katanya, “Aku mengerti.” lanjutnya lagi, sambil

mempertimbangkan keputusannya.

Carol berbicara pada Justin yang ada disebelahnya, lalu Justin mengangguk setuju.

* * *

Di tempat lain, Kikda dan George sudah mulai bertarung. Mereka bertarung dengan

pedang andalan mereka. George tahu kera Kikda adalah kera yang handal menggunakan pedang,

menurut mitos yang pernah dia dengar. Baru kali ini dia berhadapan langsung dengan kera

Kikda, kera yang sangat melegenda. Tapi, apa yang dikatakan oleh mitos itu ternyata benar,

bahwa kera Kikda adalah kera yang sangat handal memainkan pedang listriknya.

George dan Kikda sedang adu kehebatan memainkan pedangnya. Bagaimanapun juga

George termasuk orang yang handal memainkan pedang. Karena ia sangat menyukai seni

keterampilan menggunakan pedang. Dulu dia berguru kepada orang yang sangat ahli dalam

pedang. Bunyi gemerisik dari pedang mereka melantun tinggi. Satu sama lain saling ingin

menyakiti dan mengakhiri pertarungan ini.

“Kau tahu, aku kira kau hanya ada dalam mitos belaka. Tapi aku tak menyangka kalau aku

sekarang sedang berhadapan denganmu dan sedang bertarung denganmu.” kata George ditengah-

tengah pertarungan mereka.

Page 86: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

86

Kera Kikda diam saja, tidak menjawab perkataan George. Sebaliknya, dia malah

menyerang George. Pedang itu hampir mengenai wajah George, tapi dengan secepat kilat George

menghindarinya dengan gerakan salto.

“Ups, maaf tidak kena!” ledek George karna pedang kera itu tidak berhasil mengenainya.

* * *

Kini tubuhnya benar-benar lemas. Ia sedang bersembunyi di dalam batu besar. Pertarungan

ini sangat menguras tenaganya. Jonathan memang benar-benar kuat. Tak disangka dia akan

mengeluarkan semua tenaganya dalam pertarungan ini. Efek samping pil itu pun sudah mulai

terasa, rasa nyeri yang ada di tubuhnya terkadang muncul secara tiba-tiba. Tapi, dia tidak boleh

kalah, jangan sampai dia gugur di tengah pertarungannya dengan Jonathan. Dia melihat Jonathan

yang sedang mencarinya dengan mata merahnya. Dengan sisa tenaganya, dia mengeluarkan

sebuah jurus. Dia mengucapkan mantra dalam hatinya, berharap jurusnya bisa menjatuhkan

Jonathan.

Ular muncul dari dalam tanah, langsung meliliti tubuh Jonathan. Jonathan tersentak kaget.

Ular itu terus meliliti Jonathan dengan sangat erat, dan akan segera melahap kepala Jonathan.

Dengan sekuat tenaga, Jonathan menggerakkan tangannya yang terliliti juga. Dia mengeluarkan

kelana aci yang muncul langsung dari tangannya. Kelana aci itu menjalar dengan cepat

keseluruh tubuh ular dan membakarnya, dalam hitungan detik, ular itu sudah berubah menjadi

debu yang berwarna hijau, lalu debu itu diterpa oleh angin dan menghilang.

Andolf melihat itu semua, dia sudah tahu hasilnya akan jadi begini. Jonathan itu hebat, dia

anak dari Dereck Andreaz. Lantas apa yang harus dia lakukan? Tenaganya sudah terkuras habis.

Dia harus memikirkan cara mengalahkan Jonathan. Selama dia masih bisa bersembunyi didalam

batu, dia harus memikirkan cara mengalahkan Jonathan dengan matang. Dengan jurusnya ini,

Jonathan sekali pun yang mempunyai penglihatan istimewa, tidak bisa melihat dimana dia

bersembunyi.

Jonathan masih mencari di mana Andolf bersembunyi. Tapi dia tidak mencium adanya

keberadaan Andolf, aura tubuh Andolf pun takbisa terlihat olehnya. Dengan mata merahnya juga

dia tidak bisa melihat aura energi tubuh Andolf.

Page 87: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

87

‘Dimana dia bersembunyi?? Dasar pengecut!’ batin Jonathan.

“Aku tahu kau sedang bersembunyi di suatu tempat Andolf! Sebaiknya kau keluar dan

segera menyelesaikan pertarungan ini,” kata Jonathan mencari-cari tempat persembunyian

Andolf.

“...kau bilang jangan sakiti murid-muridmu yang tidak bersalah. Tapi sekarang kau

menyuruh mereka untuk menyelamatkan Chloe. Dan dua dari mereka akan mulai bertarung

dengan Aswold. Kau tahu Aswold, kan? Dia hebat. Muridmu yang kacangan itu tak akan bisa

mengalahkan Aswold, sekalipun mereka bertarung berdua. Kau sendiri yang mencelakai mereka.

Dua orang yang sedang berlari ke arah Chloe, mereka pun akan bertarung dengan Fierpapi,

makhluk yang lincah. Kalau mereka semua mati, kau sendiri yang akan menanggungnya, karena

kau menyerahkan mereka semua untuk bertarung melawan musuhnya yang hebat-hebat. Tapi tak

apa... kau sendiri juga akan mati. Semua orang yang ada disini, yang sudah menghalangi jalan

kami, akan mati!” lanjut Jonathan. Dia yakin mereka semua, mereka yang sedang bertarung

dengan anak buahnya tidak akan bisa mengalahkan anak buahnya, begitu juga dengan Andolf.

Andolf bisa mendengar semua perkataan Jonathan. Memang benar apa yang dikatakan

Jonathan. Dia menyerahkan murid-muridnya agar menyelamatkan Chloe, dan sekarang murid-

muridnya akan masuk ke sebuah pertarungan sengit. Seharusnya dia tidak lakukan itu, tapi

keadaannya sangat darurat. Bagaimanapun juga, Chloe harus tetap diselamatkan, jangan sampai

darahnya mampu membuka gerbang penjara terkutuk itu.

‘Aku tahu... tapi keadaannya sangat genting, apa boleh buat...’ batin Andolf sedih.

“Tapi, aku punya pilihan mudah untukmu... kau hanya tinggal menyerah dan membiarkan

kami membuka gerbang itu. Maka, nyawamu dan murid-muridmu akan terselamatkan. Aku akan

mengampuni nyawa semua orang yang ada di sini, dan kau akan keluar dari sini dengan selamat

beserta murid-muridmu yang bodoh itu. Oh, tentu saja Chloe, diapun akan selamat. Bagaimana?”

tawar Jonathan pada Andolf.

Hening. Tidak ada jawaban.

Jonathan kesal. “Bagaimana?! Apa kau mau, bodoh?!!” Jonathan mengeluarkan peledak

dan melemparkannya ke salah satu batu besar yang ada di sekitarnya.

Page 88: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

88

DHHUUUAAAAAGGHHH!!!

Batu itu langsung meledak dengan keras.

Jantung Andolf hampir saja copot, melihat apa yang dilakukan Jonathan. Dia hampir

ketahuan. Nafasnya tak beratuan karena kejadian tadi. Bagaimana kalau Jonathan benar-banar

melempar batu itu ke arahnya? Dia akan mati! Batu yang diledakkan oleh Jonathan tadi,

bersebelahan dengan batu yang sedang dipakainya untuk bersembunyi.

“Huh!! Kau masih bersembunyi Andolf!! Dasar pengecut!!!” bentak Jonathan.

Tidak ada pilihan lain lagi. Andolf harus keluar dari persembunyiannya. Andolf

membacakan mantra agar bisa keluar dari batu yang menjadi tempat persembunyiannya. Tubuh

Andolf muncul secara perlahan dari batu. Jonathan tersenyum kecil melihat Andolf muncul dari

batu.

“Akhirnya, kau keluar juga!” katanya.

Andolf tidak menjawab perkataan Jonathan, dia berusaha tidak terlihat lemas di depan

Jonathan. Apaladi terlihat kaget karena kejadian tadi.

Keduanya saling tatap-menatap. Memikirkan cara untuk membunuh di antara mereka. Bagi

Jonathan, diapun sudah hampir kehabisan tenaga. Bertarung dengan Andolf membutuhkan

tenaga ekstra. Tak disangka Andolf yang sudah tua masih kuat seperti dulu. Harus diakui

Jonathan, Andolf memang hebat. Apalagi, beberapa bulan kemarin dia sudah melihat

pertarungan Andolf dan Akciks, Andolf berhasil mengalahkan Akciks sampai mati. Sekarang,

dia juga kewalahan melawan Andolf. Tapi dia percaya, melihat keadaan Andolf sekarang, dia

akan berhasil mengalahkan Andolf. Dia yakin.

* * *

Chloe sudah banyak mengeluarkan darah. Tinggal beberapa mili liter lagi tempat itu akan

penuh oleh darah Chloe. Dia sudah sangat lemah. Kalau karena tidak terikat dengan mantra, dia

mungkin sudah jatuh pingsan karena tubuhnya sudah sangat lemah. Apa dia akan mati karena

kehabisan darah? Tidak. Chloe tidak mau mati dulu. Seumur hidupnya dia belum pernah melihat

ayahnya. Dia belum pernah tinggal bersama ayahnya, dia belum pernah melihat ayah dan ibunya

Page 89: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

89

bersama, dia belum pernah makan bersama dengan ayah dan ibunya. Untuk sekali saja, dia ingin

melihat ayahnya. Untuk sekali saja, dia melihat ayah dan ibunya ngobrol bersama, jalan-jalan

bersama, canda tawa bersama, seperti keluarga lain. Dia tidak ingin mati karena kehabisan darah.

Chloe memejamkan matanya, ‘Mama... mama... tolong... to-toloooong aku. . . aku sudah

tidak kuat lagi...’ batinnya lirih.

Dia membuka mata, dia lihat, Carol dan Justin sudah hampir sampai ketempatnya. Tapi

usaha itu langsung dihalang oleh makhluk aneh yang menjaganya. Sekarang Carol dan Justin

akan bertarung melawan makhluk aneh itu. Hatinya semakin sedih, semua orang bertarung,

sedangkan dia tidak, dia malah merepotkan teman-temannya.

‘Maaaamaaaaa...’ batinnya lagi. ‘Mama tolooong akuuu!!’

* * *

Page 90: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

90

# 14 Kontak Batin

“Hah?! Chloe?!!” kata Maria kaget. Dia seperti mendengar Chloe memanggilnya,

memanggilnya dan meminta tolong padanya.

Dia merasakan hatinya resah, perasaannya tidak enak. Ada apa ini? Apa Chloe sedang

dalam bahaya? Setahunya, Chloe sedang berada di sekolah dan menonton pertandingan

antarsekolah. Karena sekolah Hemsworth mengadakan acara pertandingan tahunan, dan sekolah-

sekolah khusus yang ada di seluruh dunia datang ke sekolah Hemsworth untuk ikut

berpartisipasi. Mana mungkin Chloe sedang dalam bahaya, dia pasti sedang bersenang-senang

dengan teman-teman barunya melihat pertandingan itu. Tapi kenapa hatinya dari tadi resah terus.

Perasaannya pun tidak enak. Ada apa sebenarnya? Apa justru dia yang sedang dalam bahaya?

Tadi dia seperti mendengar Chloe memanggilnya. Apa hanya lamunannya saja? Sebaiknya dia

pastikan dengan menelepon Chloe.

Maria memencet tombol nomor handphone Chloe. Nada sudah tersambung satu kali, dua

kali... enam kali... tidak ada jawaban. Apa di sana suasananya berisik oleh penonton, sehingga

Chloe tidak bisa mendengar suara HP-nya? Maria memencet nomor Chloe lagi, dia menunggu

Chloe mengangkat teleponnya, sudah beberapa kali tersambung dan tidak ada jawaban. Maria

semakin resah. Dia tutup flap ponselnya. Dia mondar-mandir di ruangannya. Apa Chloe sedang

sibuk menonton acara pertandingan itu? Sebaiknya dia berpikir positif. Dia mulai menenangkan

hatinya. Yah, sepertinya Chloe sedang sibuk menonton acara pertandingan itu bersama teman-

temannya. Sebaiknya dia tidak mengganggu acara anaknya. Dia berusaha berpikir positif meski

hatinya masih resah.

Maria membuka flap ponselnya lagi. Dia memencet nomor seseorang yang sekarang ingin

diteleponnya. Nada mulai tersambung. Dia tempelkan HP-nya ke telinga kanannya. Beberapa

detik kemudian orang di sebrang sana menjawab panggilan Maria.

“Halo?!” kata orang itu, seorang pria.

“Ha-halo?” kata Maria.

Page 91: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

91

“Ada apa?” tanya pria itu datar.

“Apa kau bisa lebih lembut menjawab telepon dariku, G?” tanya Maria dengan nada yang

agak ketus.

Pria di sebrang sana terdiam sesaat lalu tertawa lepas, Maria semakin kesal dibuatnya. Pria

itu memang selalu begitu kalau menjawab telepon darinya, tidak pernah memberikan suara

paling manis untuknya.

“Oh, Maria. Aku minta maaf, tapi suasana hatiku sekarang sedang buruk. Aku langsung

menjawab telepon ini tanpa melihat dulu siapa peneleponnya. Ternyata kamu.”

Maria cemberut, “Kau memang selalu begitu kalau menjawab teleponku. Se-la-lu!”

“Iya, aku minta maaf, dan mulai sekarang aku tidak akan begitu lagi kalau kau

meneleponku. Aku janji.”

“Aku sudah beberapa kali mendengar janji palsumu, dan beberapa kali kau melanggar janji

palsumu yang buruk itu!”

Pria di sebrang sana menarik nafas lalu mengeluarkannya dengan perlahan. “Baik Maria,

untuk yang kali ini aku akan menepatinya. Aku benar-benar janji. Kau percaya padaku, kan?

Sekarang suasana hatiku benar-benar buruk. Jangan memperburuk lagi, aku mohon. Katakan,

ada apa meneleponku? Tumben jam segini kau telepon aku.”

Maria diam. Pria itu menunggu Maria bicara, lalu, “Baik. Aku percaya padamu...”

Pria di sebrang sana tersenyum senang, inilah salah satu yang disukai pria itu dari diri

Maria. “Terimakasih... Lalu?” tanya pria itu, karena Maria belum menjawab pertanyaan yang

ada di akhir kalimatnya.

Maria membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, “...Hmm...” Maria berpikir sejenak,

“Aku ingin bertemu denganmu... sekarang shift-ku sudah selesai. Jam istirahat, tapi nanti aku

harus meneruskan pekerjaanku lagi. Maukah kau menemaniku makan? Kita bertemu di tempat

biasa. Bagaimana?” tanya Maria ragu, dia malu mengatakan perkataannya yang terakhir.

Pria itu belum menjawab ajakan Maria selama beberapa saat.

Page 92: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

92

“Baiklah. Aku akan pergi sekarang.” jawabnya.

Maria tersenyum senang, “Ok. Kita akan bertemu di tempat biasa.”

Maria menutup teleponnya.

* * *

“Jadi kau merasakan perasaan yang aneh dari tadi?” tanya pria yang sekarang sedang

duduk berhadapan dengan Maria di sebuah restoran kecil. Mereka berdua baru selesai makan.

Maria mengangguk. “Apa kau tadi baik-baik saja?” tanya Maria cemas.

Pria itu tersenyum hangat, lalu mengangguk pelan. “Iyaa... aku baik-baik saja, Maria.

Terimakasih sudah mencemaskanku.”

“Itu sudah sewajarnya, kan?”

“Iya. Kau benar.”

“Kalau kau baik-baik saja... Aku takut Chloe ada apa-apa.” gumam Maria lebih ke dirinya

sendiri.

“Ssttt... ssttt... dia akan baik-baik saja. Percayalah. Dia pasti sedang menonton

pertandingan di sekolahnya bersama teman-temannya. Kau jangan khawatir. Lebih baik kau

pikirkan pekerjaanmu saja.”

“Tapi kenapa hatiku selalu resah dari tadi, dan perasaanku tidak enak. Aku hanya takut.

Biasanya batin seorang ibu selalu benar. Apa kau merasakannya?? Kau juga ayahnya.”

“Hari ini memang suasana hatiku sedang buruk. Tapi aku berusaha untuk tidak

memikirkannya, dan berpikir positif. Siapa tahu ini hanya perasaanku saja yang sedang aneh.”

Maria diam tidak menjawab perkataan pria itu. Dia sedang memikirkan sesuatu.

“Aku punya permintaan kepadamu.” pinta Maria.

“Apa?” tanya pria itu.

Page 93: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

93

“Aku ingin kau pergi memastikan ke sekolah Chloe, memastikan kalau dia baik-baik saja.

Ya?”

Pria itu diam sejenak, memikirkan apa yang tadi dikatakan Maria. “Hhmm... baiklah. Aku

akan kesana. Tapi mungkin nanti, karena aku masih punya pekerjaan yang harus aku selesaikan

sekarang. Tapi, aku pasti akan kesana dan melihat keadaannya.” pria itu tersenyum yakin,

memastikan kalau dia nanti akan melihat keadaan Chloe di sekolah.

Maria tersenyum senang, “Terimakasih! Aku harap kau menampakan wajahmu di depan

Chloe dan jujur padanya.”

Pria itu menggelengkan kepalanya, “Tidak bisa... aku belum siap.”

Maria kecewa, senyumnya yang tersirat dibibirnya sirna, “Kasihan dia... seumur hidupnya

belum pernah bertemu dengan ayahnya.”

“Aku tahu... Aku tahu... aku ayah yang buruk yang pernah ada. Tapi ketahuilah, inipun

untuk kebaikannya juga. Aku tidak mau dia celaka. Aku tidak mau dia jatuh ke tangan Jonathan

yang jahat. Aku tahu dia merencanakan sesuatu yang jahat kepada keluargaku, terlebihnya

kepada kakakku...” kata pria itu, terlihat frustasi dan sedih.

Maria terdiam, memang benar apa yang dikatakan suaminya. Ini untuk kebaikan anaknya,

makanya suaminya menyembunyikan identitas asli Chloe.

“Seharusnya kau tidak pindah ke negara ini...” gumam suaminya pelan.

“Apa?” tanya Maria. Dia jadi teringat perdebatan yang pernah mereka alami ketika Kepala

Rumah Sakit memaksanya untuk pindah ke negara ini, Gareth pernah membantah dan tidak

setuju dengan keputusan Maria yang menerima tawaran Kepala Rumah Sakit itu. Gareth pula

pernah melarangnya untuk memasukkan Chloe ke sekolah Hemsworth sampai akhirnya Maria

memohon pada Gareth agar memberikan ijin untuk anaknya sekolah di sana. “Tidak ada pilihan

lain. Ini tuntutan pekerjaan. Seperti yang kau tahu, Gareth, aku seorang Shilly.”

“Ya sudah. Sudah terlanjur. Mungkin sudah takdir. Cepat atau lambat, takdir akan

memberitahu kita semua, memberitahu Chloe... Dan pastinya, nanti aku akan bertemu dengannya

dan mengatakan yang sejujurnya pada Chloe, bahwa aku adalah ayahnya.”

Page 94: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

94

Maria mengangguk pelan.

“Oh ya. Aku juga punya permintaan kepadamu.”

“Apa?” tanya Maria.

“Aku ingin...” pria itu melirik ke kanan dan ke kiri. Dia ragu untuk mengatakannya. Lalu

dia meminta kepada Maria agar mendekatinya, Maria langsung melakukan apa yang dipinta pria

itu. Pria itu membisikan sesuatu kepada Maria, Maria mengangguk-angguk dan tersenyum,

berusaha menahan tawa.

“Baiklah... aku setuju.” jawab Maria.

Pria itu tersenyum malu. “Terimakasih, Sayang.”

Maria tersenyum pada pria itu, dan pria itu juga tersenyum kepada Maria. Mereka saling

tersenyum, dan akhirnya tertawa bersama.

* * *

Page 95: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

95

# 15 TKP

Rakatani.

Beberapa Corigi berkumpul di tempat TKP. Mencari petunjuk di sekitar TKP. Mencari

informasi di tempat kejadian. Bertanya kepada orang-orang yang tinggal di daerah tersebut. Tanu

dan Alberto baru datang ke tempat kejadian. Mereka keluar dari mobil, dan pergi menghampiri

para Corigi yang sedang menyelidiki kasus. Para Corigi yang melihat Tanu langsung memberi

salam hormat, Tanu mengangguk. Alberto yang berjalan berdampingan dengan Tanu, merasa

risih, karena dia tahu orang-orang itu memberi salam kepada Tanu, tapi seolah-olah mereka juga

memberi salam kepadanya. Itu membuatnya menjadi canggung.

Tanu dan Alberto melihat mayat yang sedang terbaring tak bernyawa, yang sudah

dikerubuni oleh lalat dan belatung. Bau busuk sangat menyengat, membuat suasana semakin

buruk. Alberto mencium bau busuk yang bersumber dari mayat itu menjalari hidungnya,

tubuhnya menolak untuk mencium bau busuk itu.

Seseorang dari Corigi menghampiri Tanu dan Alberto, “Lebih baik kalian semua pakai

masker ini!” katanya sambil memberikan 2 masker kepada Tanu dan Alberto.

Mereka semua menerima masker itu dan langsung memakainya. Kerja bagus. Karena Tanu

tidak kuat kalau terus mencium bau busuk itu secara terus menerus dan langsung.

“Terimakasih” kata Alberto.

“Jadi...” Tanu mulai bicara. “Kapan kalian menemukan mayat ini?” tanya Tanu kepada

Corigi yang tadi memberikan masker.

Corigi itu membuka sebuah buku catatan kecil yang ada di saku jasnya, dan mencari

keterangan saat dia dan rekan kerjanya menemukan mayat ini.

“Sekitar pukul 11:10, Pak!” jawab Corigi itu. “Kami mendapat laporan kalau salah satu

warga sini menemukan mayat. Selama beberapa hari kemarin, warga memang sudah curiga

dengan bau busuk yang sangat menyengat itu. Lalu mereka serempak untuk mencari sumber bau

Page 96: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

96

busuk itu, akhirnya mereka menemukan seorang mayat berjenis kelamin laki-laki. Mereka

langsung lapor kepada kami. Kami langsung pergi kesini, para warga menuntun kami ke tempat

ini.” lapor Corigi itu.

Tanu diam, dan memperhatikan setiap inci mayat itu. Dia jongkok agar bisa lebih jelas

melihat mayatnya. Memang ada bekas tusukan di bagian hatinya, seperti yang dikatakan Rahman

tadi di ruangannya.

“Apa kalian mempunyai informasi yang lebih lanjut lagi?” tanya Tanu.

“Saat ini kami hanya punya informasi kemungkinan pria ini tewas. Pria ini tewas sekitar 5

hari yang lalu, pada hari Sabtu pukul 10:01 malam. Dia dibunuh dengan cara ditusuk di bagian

hati oleh benda semacam pedang, dan sepertinya benda itu mengandung racun, terlihat dari

tanda-tanda yang muncul tersebar di kulitnya. Kami tidak menemukan kartu identitasnya,

sehingga kami tidak tahu harus menghubungi keluarganya atau istrinya kemana. Kami juga tidak

tahu motif pembunuhan ini, apakah ini perampokan atau pembalasan dendam. Kami masih

mencari tahu info lebih lanjut tentang pria ini. Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan

kepada Bapak.”

Tanu dan Alberto mendengarkan laporan yang diberikan Corigi itu dengan saksama.

Setelah selesai mendengarkan laporan itu, Alberto berkeliling melewati mayat itu, melihatnya

dengan hati-hati, mencari petunjuk yang mungkin akan menggugah hatinya. Tidak ada. Tidak

ada petunjuk yang menggugah hatinya selain tusukan itu. Kalau memang benar mayat ini adalah

suami wanita yang waktu itu lapor padanya. Kalau memang benar... dia harus menghubungi

ponsel wanita itu. Dia harus mencobanya, dia tidak akan tahu kalau tidak mencoba.

Dia menarik nafas, ‘Semoga berhasil...’

Dia membuka flap handphone-nya. Memencet nomor wanita itu, setelah tersambung, dia

menempelkan ponsel ke telinga kirinya.

“Halo?” tanya wanita itu di seberang sana.

“Apakah ini dengan Nyonya Lita?” tanya Alberto.

“Iya? Ini siapa?”

Page 97: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

97

“Saya Alberto. Dari Corigi bagian timur kota Exora”

“Oh! Saya ingat! Apa sudah ada kemajuan dengan pencarian suami saya?” tanya wanita

itu, secercah harapan muncul didalam hatinya, terdengar dari nada suaranya.

Alberto jadi tak kuasa untuk mengatakan yang sejujurnya pada wanita itu kalau memang

benar mayat pria ini adalah suami wanita itu. Dia berpikir sejenak, “Saya tidak yakin. Tapi,

apakah anda bisa datang ke Jalan Rakatani??”

Wanita itu terdiam, sepertinya dia ragu dengan harapan yang tadi muncul di hatinya, “Ng...

baiklah. Saya akan pergi kesana.” jawabnya.

“Terimakasih.”

Wanita itu menutup teleponnya.

Alberto menutup flap handphone-nya. Dia menarik nafas dalam-dalam, lalu

mengeluarkannya dengan perlahan. Kasihan wanita itu. Meski mayat ini belum pasti suami

wanita itu, tapi batinnya mengatakan kalau mayat ini memang suami wanita itu.

Alberto memandang ke sekitar, dia berjalan di daerah TKP, mencari sesuatu yang

menggugah hatinya. Alberto menghampiri Corigi yang tadi memberikan laporan pada Tanu.

“Apakah ada petunjuk lain yang menjelaskan bagaimana pembunuh membunuh mayat ini

atau membawa mayat ini sampai kemari?” tanya Alberto.

Corigi agak tersentak kaget karena Alberto tiba-tiba ada disampingnya dan bertanya

padanya. “Kami belum menemukan petunjuk lain tentang itu. Tapi, menurut perkiraan, mayat ini

tidak dibunuh di sini, tapi dibuang di daerah sini. Hanya itu.”

Alberto mengangguk, dan menepuk punggung Corigi itu, “Terimakasih.” katanya.

“Ya.” jawab Corigi itu.

Beberapa menit kemudian. Handphone Alberto berbunyi, dia lihat layar handphone-nya,

ternyata dari Lita, wanita yang tadi dia telepon. Dia angkat telepon itu, “Ya?” tanyanya.

Page 98: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

98

“Pak, saya sudah sampai di Rakatani, tapi saya tidak tahu tempatnya yang mana,”

katanya, secara tidak langsung meminta tolong pada Alberto agar menjemputnya.

“Saya mengerti. Sekarang, katakan di mana Anda berada?”

“Saya... di dekat kedai minuman Botz.”

“Oh, ya. Saya akan segera kesana.”

Alberto menutup teleponnya.

* * *

“Terimakasih sudah mau menjemput saya,” Lita tersenyum pada Corigi yang bernama

Alberto, karena dia bersedia mengantarkannya ke tempat yang diminta Alberto.

Hatinya risau, sepertinya akan ada peristiwa yang menyedihkan. Semoga suaminya baik-

baik saja. Semoga perasaan tidak enaknya itu hanya perasaannya saja. Semoga suaminya t idak

terjadi apa-apa. Ah, semakin Lita berpikir seperti itu, semakin bayangan suaminya yang

terbaring tak bernyawa semakin jelas. Dia berusaha membuang jauh-jauh pikiran itu.

Corigi itu tersenyum pada Lita. Tapi ada yang aneh dalam senyumnya itu. Seperti senyum

keraguan. Corigi itu pasti menyembunyikan sesuatu, atau sedang memikirkan sesuatu. Entahlah,

Lita tidak tahu.

“Jadi, apa maksud Bapak membawa saya ke sini?” tanya Lita.

Corigi itu diam sejenak, memikirkan apa yang harus dia katakan kepada Lita. Lita bisa

merasakannya, gerakan Corigi itupun kaku. Pasti ada sesuatu yang sangat serius sehingga

membuat Corigi itu bertingkah laku seperti itu.

“S-saya tidak bisa mengatakannya itu sekarang. Lebih baik Anda lihat dulu. Saya ragu...”

Lita berusaha tersenyum senormal mungkin. Dia akan mengetahui kenyataan, dia harus

bersiap-siap untuk mengetahui kenyataan itu. “Ya. Saya mengerti.” hanya itu yang bisa keluar

dari mulutnya.

Page 99: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

99

Akhirnya dia sampai ke tempat kejadian. Di sana banyak Corigi yang sedang berkumpul.

Lita mulai tegang, melihat para Corigi yang sedang sibuk melakukan tugasnya. Beberapa Corigi

memperhatikannya, melihatnya dengan tatapan bingung. Dia jadi tambah tegang.

Alberto membawanya ke tempat yang ada sesuatu di tanah. Alberto terdiam, mulai

memandang Lita, Lita pun memandang pada Alberto dengan mimik wajah bertanya. “Lebih baik

Anda lihat mayat itu...” pinta Alberto ragu, seolah-olah dia tidak mau memberitahu berita

menyedihkan itu kepada Lita.

Lita ragu. Perlahan-lahan dia berjalan mendekati mayat itu. Apakah itu mayat suaminya?

Oh, Lita tidak bisa membayangkan itu semua.

Akhirnya Lita sudah bisa melihat wajah mayat itu yang pucat pasi terbaring di tanah tanpa

nyawa. Mayat itu sudah jelas menampakkan wajahnya di mata Lita, dan Lita tak kuasa melihat

ini semua. Mayat itu—mayat yang terbaring tak bernyawa di tanah, adalah mayat suaminya!!

Suami yang beberapa hari menghilang tanpa kabar, dan kini dia menemukannya terbaring di

tanah tanpa nyawa. Oh, sungguh tragis nasib suaminya.

Perlahan air matanya keluar. Dia sudah tidak bisa menahan air matanya agar tidak keluar.

Corigi yang ada di sekelilingnya memperhatikan Lita dengan bingung. Mereka semua menatap

kepada Alberto, termasuk Tanu. Alberto memandang semua Corigi yang juga sedang

memandang kepadanya, dia hanya terdiam, tapi diamnya Alberto sudah memberi jawaban

kepada semua Corigi yang memandanginya. Para Corigi sudah tahu kalau wanita yang sedang

menangis itu adalah salah satu keluarga mayat pria itu—atau istrinya.

Lita mendekati mayat suaminya, dia ingin lebih memastikan kalau itu memang mayat

suaminya atau bukan. Dia berharap kenyataan mengatakan kalau itu bukan mayat suaminya,

meski itu tidak akan pernah terjadi. Pada kenyataannya, itu memang mayat suaminya. Mayat

suaminya. Dia menangis tersedu-sedu. Sebenarnya, apa yang sudah terjadi dengan suaminya?

Apa suaminya sakit? Setahunya, suaminya sehat-sehat saja. Setidaknya waktu terakhir dia

berhadapan dengan suaminya, keadaan suaminya sehat, bahkan sempat bercanda dengannya. Dia

tidak menyangka kalau waktu itu adalah waktu terakhir dia bisa melihat suaminya. Suami

tercintanya.

Page 100: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

100

“Sayaaang...” katanya pilu. Dia jadi semakin menjadi-jadi menangis. Ini seperti mimpi, dia

ingin bangun dari mimpi buruk ini. Tapi ini bukan mimpi. Ini kenyataan, bukan mimpi.

Kenyataan BAHWA SUAMINYA TELAH MENINGGAL.

Alberto memandang Lita dengan sedih, dia menghampiri Lita dan berjongkok agar bisa

sama dengan Lita. “Jadi...” katanya ragu, “I-ini benar-benar suami anda?” tanyanya.

Lita mengangguk pelan. Dia tidak bisa berhenti menangis, tiba-tiba kepalanya terdorong

sendiri ke arah Alberto. Dan sekarang Lita menangis di tubuh Alberto, jas yang dipakai Alberto

langsung basah oleh air mata Lita.

Albero tersentak kaget begitu Lita yang langsung menangis di dadanya. Kesedihan

membuat Lita tak sadar akan apa yang dia lakukan. Bagaimanapun, dia tidak bisa mengelak.

Wanita ini sedang mendapat cobaan, dan sekarang dia sedih karena ditinggal suaminya. Tangan

Alberto terdorong agar membelai rambut Lita yang lurus dan panjang, dan sekarang dia sudah

melakukannya. Corigi yang ada di belakang melihat adegan ini, mereka tersenyum kecil

melihatnya. Bahkan salah satu dari mereka berharap kalau dia yang ada di posisi Alberto.

“Wow. Seperti adegan di film saja. Seandainya aku yang ada di posisi Alberto...” gumam

salah satu dari Corigi yang sedang melihat kejadian itu.

Corigi yang berdiri di sampingnya menyikut siku Corigi yang tadi bergumam itu, “Sstt!!

Jangan mengatakan yang tidak-tidak! Sekarang ini suasananya sedang haru-biru...” bisiknya

pada Corigi tadi.

Corigi tadi cengengesan.

Alberto berhenti mengelus rambut Lita. Lita pun sudah lebih tenang dari sebelumnya. Dia

baru sadar kalau dia tadi menangis di tubuh Alberto. Dia jadi malu. Dia melihat jas Alberto

basah karena air matanya. Lita bangkit dari tubuh Alberto.

“Ma-maaf...” katanya gugup.

“Tidak apa-apa.” jawab Alberto tenang.

Lita merapikan pakaiannya.

Page 101: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

101

“Suamimu dibunuh...” kata Alberto.

Lita kaget mendengar perkataan Alberto. Benarkah apa yang dikatakan Alberto tadi?

Suaminya dibunuh? Kenapa? Tapi Lita berusaha agar terlihat tenang dan lebih tegar dari

sebelumnya.

Seperti bisa membaca pikiran Lita, Alberto melanjutkan perkataannya, “Kami belum bisa

memastikan motif pembunuhan ini. Kami belum menemukan petunjuk tentang Si Pembunuh...”

“Ta-tapi, suamiku orang yang baik. Sepertinya dia tidak punya musuh.” kata Lita tidak

percaya. “Apakah suamiku benar-benar dibunuh??”

“Benar Nyonya.” jawab Tanu muncul di antara mereka, “Suami anda benar-benar dibunuh.

Ini, di daerah hati suami anda terdapat luka tusukan. Kemungkinan, suami anda meninggal lima

hari yang lalu.” Tanu menunjukkan luka tusukan yang ada di tubuh mayat itu.

Lita memperhatikan apa yang ditunjuk Tanu tadi. Benar. Ada seperti luka tusukan.

Suaminya benar-benar dibunuh oleh seseorang. Tapi Lita masih tidak percaya, suaminya adalah

orang yang baik dan tidak suka membuat masalah. Apakah ada yang tidak menyukai suaminya?

Sehingga ingin membunuh suaminya. Kemungkinan itu bisa. Hatinya jadi semakin sedih. Sedih

dengan kenyataan yang dia terima. Air matanya mulai mengalir lagi. Suaminya meninggal lima

hari yang lalu... berarti itu adalah hari di mana dia terakhir kali bertemu dengan suaminya. Hati

Lita terlalu sakit dan sedih untuk memikirkan siapa yang membunuh suaminya.

Alberto memandang mayat itu untuk yang kesekian kalinya. Dia jadi memikirkan

organisasi hitam itu.

‘Apa benar ini ulah organisasi hitam?? Kalau melihat cara membunuhnya, ini sama

seperti saat menemukan mayat Yekwli. Yekwli itu pun ditusuk di daerah vital tubuh, lalu terdapat

racun didalam tubuhnya, sama seperti pria ini. Dan waktu kematiannya... berdempetan, sekitar

pukul 10 malam. Ini pembunuhan berantai. Dan orang yang melakukan ini... aku masih harus

mencari informasi lagi.’

* * *

Page 102: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

102

# 16 Report from Troy

Zac diam berdiri mematung di dalam ruangan yang biasanya dikunci dengan rapat. Dari

tadi dia diam di sana seperti orang bodoh.

Dia tahu kalau ruangan ini mempunyai suatu rahasia besar yang tidak boleh diketahui

semua orang, makanya kepala sekolah mengunci ruangan ini. Dulu dia sangat ingin tahu rahasia

apa yang ada dibalik ruangan ini.

Dan sekarang dia tahu, kalau ruangan ini adalah pintu menuju dimensi lain. Dia sendiri

tidak tahu dimensi apa yang dimaksud, dan siapa yang menciptakan dimensi ini, dan untuk apa

ada dimensi di ruangan ini, dia sangat ini tahu. Apakah Jaques? Ayah Kepala Sekolah. Dia

pernah mendengar dan membaca tentang dia, dia orang yang sangat melegenda. Sepertinya

memang Jaques-lah yang membuat dimensi lain disini, tapi untuk apa? Ah, siapa orang yang bisa

menjawab semua keingintahuannya.

Dia juga kesal karena tidak bisa bergabung dengan teman-temannya. Hanya saja. Dia tahu

kalau tadi ada seseorang yang sangat dia benci di dunia ini yang menyusup ke sekolahnya. Kalau

saja orang itu tidak ada, dia pasti akan bergabung dengan teman-temannya, dan melihat seperti

apa dimensi yang dimaksud dan melihat apa yang sebenarnya terjadi antara kepala sekolah, dan

assistant kepala sekolah.

Untungnya, Zac pintar. Dia tidak mau ketinggalan, meski dia bisa bertanya pada Chloe,

Alvin, atau Carol, tapi itu saja tidak akan cukup karena dia tidak melihat langsung. Dia panggil

hewan peliharaannya agar menemuinya disini. Hewan peliharaannya—seekor burung hantu—

yang dia beri nama Troy, akan menyusup ke dimensi itu, dan memperlihatkan apa yang sedang

terjadi disana. Peliharaannya itu memang mempunyai kemampuan pergi ke dimensi lain, tapi

harus berada di tempat yang menjadi batas antara dimensi lain dan dunia nyata. Seperti ini,

sekarang Zac sudah ada di ruangan yang selalu terkunci, ruangan yang menjadi gerbang antara

dimensi lain dan dunia nyata, maka Troy bisa pergi ke dimensi itu tanpa harus menggunakan

mantra pembuka dimensi. Sayangnya hanya Troy yang mempunyai kemampuan itu yang bisa

Page 103: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

103

masuk kesana. Hewannya itu memang hewan yang sangat istimewa yang hanya ada satu di dunia

ini. Hewan itu hewan pemberian almarhumah ibunya.

Dia sudah diam disini sedari tadi. Dia bosan. Dia sudah memanggil Troy melalui

telepatinya, tapi hewan itu selalu bilang padanya kalau kejadian di dimensi itu sangat menarik

dan dia tidak mau terlewatkan. Zac sudah menghabiskan waktu untuk menunggu Troy selama

berjam-jam. Untuk mengulur waktu agar dia tidak bosan, dia habiskan dengan jalan-jalan di

koridor sekolah, melihat orang-orang yang sedang tertidur di lapangan akibat pengaruh mantra

itu, atau dia baca buku yang ada di ruangan itu. Dia sudah lakukan itu semua dan sekarang dia

bosan.

Zac memperhatikan isi yang ada di ruangan, ternyata isinya seperti ini. Ruangan yang

bernuansa kuno dan tak terawat. Terdapat banyak sekali buku-buku yang tersimpan rapih di rak

buku yang sudah usang, rak bukunya juga kuno. Ruangan ini ruangan yang sangat tertutup, tidak

terdapat jendela, hanya ada dua fentilasi di atas pintu. Terdapat dua sofa, satu sofa pendek dan

satu sofa panjang yang sedang didudukinya, dan meja, tentunya semua itu barang-barang kuno

dan berdebu. Tiba-tiba dia teringat perkataan Chloe beberapa bulan lalu. Saat dia baru bolos dari

kelas, dia melihat Chloe sedang memperhatikan ruangan yang digembok ini. Dia bingung

melihat Chloe yang berdiri sendirian di depan pintu ini, memperhatikan pintu yang sudah jelas-

jelas tertutup rapat dan digembok. Setelah itu, dia menyapanya, Chloe terlihat kaget, lalu dia

bilang kalau dia sedang memperhatikan pintu itu, di situ Zac baru tahu kalau Chloe juga bisa

melihat apa yang ada di dalam ruangan ini. Soalnya, selama dia sekolah disini, dia belum pernah

mendengar kalau murid-murid lain bisa melihat isi ruangan ini dari celah pintu itu selain dirinya.

Mengingat kejadian itu, dia jadi teringat Chloe. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada Chloe.

Kata Carol, kalau Chloe menghilang. Dan kata Alvin, Chloe ada di ruangan ini bersama assistant

kepala sekolah tadi. Apa yang sudah terjadi pada Chloe? Dia mendengus kesal, dia diam di

ruangan ini dari tadi seperti orang tolol, hanya melihat-lihat apa yang ada di dalam ruangan ini,

yang isinya hampir dipenuhi oleh buku-buku kuno yang sudah usang dan berdebu.

Dia perhatikan buku-buku yang tersusun rapih di rak, tiba-tiba matanya tertuju pada buku

yang berjudul ‘HEMSWORTH’. Dia bangkit dari sofa dan berjalan menuju rak buku, dia ambil

buku yang berjudul ‘HEMSWORTH’. Buku tua yang berdebu, dia tiup debu-debu yang

Page 104: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

104

menempel di buku, lalu dia buka buku itu. Halaman pertama terdapat judul yang seperti di cover

depan buku itu, lalu halaman kedua terdapat gambar sekolah Hemsworth zaman dulu dari depan.

Zac perhatikan gambar itu dengan seksama, gambar yang bagus, pikir Zac. Dia buka beberapa

halaman, sampai akhirnya dia sampai di halaman bab pertama. Dia hendak membaca apa yang

tertulis disitu, tapi sebuah suara menghentikannya. Zac kaget, dia langsung balik badan, dan

melihat kalau Troy sudah kembali, dia menghela nafas tenang.

“Kau mengangetkanku Troy.” kata Zac.

Burung hantu itu tertawa kecil, “Maafkan aku Bos! Tadi perjalanannya sedikit merepotkan

dan menguras tenagaku, makanya aku sedikit oleng.”

“Oh, begitu, jadi bagaimana?” tanya Zac.

Zac menyimpan kembali buku itu di tempatnya semula dan berjalan menuju sofa lalu

duduk di sana, menunggu Troy menjelaskan apa yang baru dilihatnya tadi di dimensi lain.

Burung hantu itu terbang bulak-balik ke kanan dan ke kiri. Zac melihat gerak-gerik

peliharaannya dengan tidak sabar, dari tadi dia sudah menunggunya dengan sabar, sekarang

setelah Troy datang, dia malah terbang tidak jelas, bikin Zac penasaran setengah mati.

“Jadi, apa kau bisa lebih cepat menjelaskannya kepadaku?” perintah Zac kepada Troy

sudah tidak sabar dengan nada yang kesal.

Troy menatap Zac. Beberapa detik dia terdiam. Lalu dia terbang mendekati Zac dan diam

dimeja.

“Ceritanya sangat bagus Bos! Sebenarnya aku enggan untuk meninggalkan dimensi itu.

Aku ingin melihat kejadiannya sampai selesai, mungkin sampai salah satu dari mereka mati.

Sayangnya, aku teringat kau yang sedang menungguku disini lama-lama,”

Zac kaget, mati?! “Mati?! Siapa yang mati?” tanya Zac sambil melipatkan kedua

tangannya di dada dan bersender ke sofa.

“Tenang... tenang... sabar. Kau harus mendengar cerita dari awal sampai aku pergi dari

dimensi itu...”

Page 105: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

105

“Lalu?” kata Zac tidak sabar, “cepat ceritakan padaku!! Jangan bertele-tele!!”

Troy berhenti terbang, dan diam di meja. “Laki-laki yang bernama Andolf sedang

bertarung sengit dengan si Jonathan. Jonathan ingin membebaskan ayahnya yang dipenjara di

dimensi itu, sedangkan Andolf tidak mengijinkan Jonathan membebaskan ayahnya. Lalu

terjadilah pertarungan di antara mereka. . .”

Troy berhenti cerita untuk menarik nafas. Zac mendengarkan dengan seksama. Dia

menunggu Troy melanjutkan ceritanya.

“... Murid-murid yang ikut ke dimensi itu... sekitar lima orang, di beri mantra pengikat oleh

anak buah Jonathan, empat orang dari mereka diam dan dijaga oleh keempat anah buah Jonathan,

dan satu lagi dibawa oleh seorang pria ke suatu tempat, tempat itu... tempat itu adalah tempat

yang menjadi gerbang penjara ayah Jonathan. Yah, gadis yang satu itu dibawa ke tempat yang

menjadi gerbang penjara ayah Jonathan...”

“Tunggu! Siapa gadis yang dibawa oleh pria itu?” tanya Zac menyela perkataan Troy.

Troy berpikir, berusaha mengingat siapa nama gadis yang dibawa oleh pria yang dia lupa

dengan nama gadis itu. “Hmmm... sepertinya... gadis itu bernama... hmmm... Chl-Chloe. Yah,

Chloe. Chloe murid baru yang pernah kau ceritakan itu.”

Zac kaget, “Chloe?! Chloe Annatasha?”

Troy mengangguk. “Sepertinya itu.”

Zac merasakan sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada Chloe. ‘Chloe dalam bahaya...

apa yang diinginkan dia kepada Chloe...??’ batinnya resah.

“Kau tahu siapa nama orang yang membawa Chloe? Sebenarnya Chloe mau diapakan?”

tanya Zac.

Troy menggelengkan kepalanya, “Aku lupa nama pria yang membawa Chloe. Ah! Aswold!

Sialan hari ini ingatanku bagus sekali. Maksud Aswold membawa Chloe... mereka ingin

mengambil darah Chloe, sebagai kunci untuk membuka gerbang penjara...”

Zac tambah kaget mendengar penjelasan dari Troy. “Darah?! Kenapa Chloe?!”

Page 106: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

106

Troy diam sejenak, “kalau tidak salah... ada beberapa gerbang khusus yang cara

membukanya harus memakai darah orang yang sudah membuat perjanjian. Kalau orang yang

membuat perjanjian itu meninggal, gerbang itu masih tetap bisa dibuka dengan orang yang

mempunyai pertalian darah dengan orang yang membuat perjanjian... jadi kemungkinan, Chloe

adalah... salah satu dari keluarga... Andolf”

Seperti ada yang menyengat tubuhnya setelah Troy selesai bicara. Dia begitu kaget

mendengar kalimat terakhir Troy. Apa Troy barus saja mengatakan kalau Chloe adalah anak

Andolf? Tidak, dia tidak mengatakan seperti itu, tapi, secara tidak langsung mengatakan seperti

itu.

“Apa maksudmu... Chloe adalah anak Andolf?” tanya Zac.

Troy berpikir, mencari jawaban untuk pertanyaan Zac, “Aku tidak tahu... dia anaknya atau

bukan, tapi, yang aku tangkap dari apa yang aku lihat adalah dia salah satu dari keluarga

Andolf.”

Zac diam, memikirkan apa yang dikatakan Troy tadi. Chloe... adalah keluarga dari Andolf?

Kepala sekolah Hemsworth. Kenapa tidak ada yang tahu?? Kenyataan yang aneh. Apa benar

yang dikatakan Troy?? Apakah ini jawaban kenapa dia selalu melikirkan Chloe setelah dia

bertemu pertama kali dengannya di kelas? Zac tidak tahu.

“Coba teruskan lagi ceritamu!” pinta Zac.

Troy mengangguk. “Pertarungan sengit terjadi antara Andolf dan Jonathan. Kalau kau

melihatnya langsung, kau akan betah melihat pertarungan mereka. Mereka saling menyerang dan

menyerang. Kalau melihat Andolf, sepertinya dia ingin menghentikan Aswold yang membawa

Chloe, tapi Jonathan selalu menghalangi langkahnya. Sehingga posisinya sulit. Di lain sisi ia

ingin menyelamatkan Chloe, di lain sisi ia harus bertarung dengan Jonathan, di lain sisi juga ia

harus menghentikan langkah Aswold agar gerbang penjaranya tidak terbuka. Maka, dia

memanggil kera Kikda. Kau tahu kera Kikda, kan? Dia kera yang sangat melegenda. Dia

memanggilnya untuk menyelamatkan murid-muridnya yang dijaga oleh anak buah Jonathan.

Kera Kikda itu membuka segel mantra murid-murid, setelah bebas, dia menyuruh kepada murid-

murid itu agar cepat menyelamatkan Chloe. Oh ya, Chloe juga kena mantra, sehingga dia tidak

Page 107: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

107

bisa bergerak bebas. Setelah mereka bebas dari mantra penyegel, mereka berlari ke arah Chloe,

mereka akan menyelamatkan Chloe. Tapi usaha itu digagalkan oleh Aswold yang membawa

Chloe. Dia memanggil Fierpapi untuk menjaga Chloe, dan dia akan berurusan langsung dengan

mereka. Tapi, dua dari mereka pergi ke arah Chloe, dan dua dari mereka diam menghadapi

Aswold...” Troy berhenti untuk beristirahat. Dia sudah bercerita banyak, lalu dia menghirup

udara.

Zac sedari tadi mendengarkan cerita Troy dengan saksama, dan berusaha membayangkan

apa yang dikatakan Troy. Kejadian di dimensi itu benar-benar menarik, sayang sekali ia tidak

bisa ikut melihatnya. Karena orang itu, dia tidak bisa pergi ke dimensi itu. Tapi kalau tidak ada

orang itu, mungkin tidak akan ada kejadian seperti ini.

“...sedangkan Andolf, dia bersembunyi entah di mana. Setelah Jonathan meledakkan satu

batu besar, beberapa detik kemudian Andolf muncul... mereka saling tatap menatap, dan mereka

melanjutkan pertarungan mereka lagi. Entah kapan mereka berhenti bertarung. Sepertinya ini

pertarungan maut. Mereka akan berhenti sampai salah satu dari mereka mati. Oh ya, setelah

menyelamatkan murid-murid Andolf, kera Kikda membunuh anak buah Jonathan, tapi salah satu

dari mereka berhasil lolos dan tidak mati. Yang selamat itu menantang kera Kikda untuk

bertarung, dan akhirnya mereka bertarung. Di sana, pertarungan masih berlanjut, makanya aku

tidak mau meninggalkan tempat itu. Tadinya aku ingin melihat sampai akhir, sampai salah satu

dari mereka mati. Mereka bertarung bersama-sama. Andolf melawan Jonathan, Aswold melawan

murid-murid Andolf, dan kera Kikda melawan anak buah Jonathan yang selamat...”

Troy terdiam, lalu dia akan melanjutkan ceritanya, “...aku tidak menjamin Andolf bisa

selamat dari Jonathan. Dia sudah tua, terlihat sekali kalau Andolf sudah sangat lelah... mungkin

dia akan mati kecapekan. Aku juga ragu kalau murid-murid Andolf bisa mengalahkan Aswold,

meski mereka berdua, tapi aku yakin kalau Aswold adalah pria yang hebat, daan... kera Kikda,

meski dia hebat, tapi dia tergantung kepada Andolf, kalau Andolf mati, maka diapun akan gugur.

Seperti itulah ceritanya. Ingin lebih jelasnya, kau harus melihatnya langsung dengan sinar

pemancarku, dan kau akan melihat bagaimana situasi di sana.”

Zac mengangguk, “Ya.” katanya singkat.

Page 108: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

108

Zac masih memikirkan apa yang dikatakan Troy tadi. Kalau mereka semua mati...

bagaimana jadinya? Mereka mati bukan di dunia nyata, tapi mereka mati di dimensi lain yang

tidak diketahui oleh orang-orang, bahkan pihak sekolah, karena Andolf merahasiakan

keberadaan dimensi ini. Kalaupun mereka mati, dia tidak terlalu peduli... tapi kalau Chloe juga

mati... Tidak, dia tidak ingin Chloe mati sekarang, karena dia masih penasaran siapa Chloe

sebenarnya, dia juga... ah, entahlah! Apa yang harus dia lakukan? Kapan semua orang yang

tertidur di lapangan bangun? Apa ada selain Andolf yang bisa membuka gerbang ke dimensi

lain?? Dia ingin pergi kesana. Tapi kenapa dia peduli dengan Andolf dan teman-temannya yang

terancam bahaya? Entahlah, dia sendiri bingung.

Troy memancarkan sebuah sinar dari mulutnya, sinar itu kemudian membentuk menjadi

persegi empat, dan sinar itu memancarkan sebuah warna yang kemudian membentuk seseorang

yang bergerak. Sinar itu mulai memperlihatkan gambaran kejadian yang ada di dimensi. Orang

yang ada disana adalah Andolf dan Jonathan, mereka sedang bertarung, di belakang mereka

terdapat pemandangan gersang yang berbatu cadas dan besar. Setelah itu berganti kepada

beberapa orang yang sedang berdiri melihat pertarungan Andolf dan Jonathan, mereka terdiri

dari tujuh pria dan satu wanita, yang tak lain adalah Carol, Justin, Alvin, dan Travis, dan

keempat anak buah Jonathan. Setelah itu berpindah ke seorang wanita yang dibawa oleh seorang

pria ke suatu tempat, mereka Chloe dan Aswold. Gambar itu diambil oleh Troy saat dia memata-

matai mereka di dimensi itu, dan dia merekamnya dengan matanya sendiri dan menyimpan di

otaknya, yang kemudian akan diperlihatkan kepada Zac.

Sekarang Zac tahu bagaimana situasi di dimensi sana. Pria yang membawa Chloe adalah

Aswold, assistantnya kepala sekolah. Berarti, Aswold berpihak ke dia, dan itu berarti Aswold

anak buah Jonathan. Hari ini adalah hari kejutan bagi Zac, hari yang membuat dia tidak percaya

dengan kenyataan. Seperti saat hari dimana ibunya meninggal karena ditinggalkan oleh ayahnya,

dan dia mengetahui kalau ayahnya adalah ayah yang jahat yang pernah ada, ayahnya bukan

orang baik, melainkan orang jahat. Zac harus melakukan sesuatu kepada teman-temannya yang

ada dimensi lain untuk membantu, sebelum semuanya terlambat. Tiba-tiba hatinya sangat marah,

kebencian yang dia pendam selama bertahun-tahun, kini muncul lagi. Dia harus membunuhnya!

* * *

Page 109: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

109

# 17 Pertarungan yang Semakin Memanas

Hari ini adalah hari yang menakjubkan bagi Travis. Seumur hidupnya ia belum pernah

merasakan aura hidup yang menggairahkan seperti ini. Hidupnya selalu datar. Sekolah-main

dengan Justin-pulang-tidur-bangun-sekolah lagi, seperti itulah kehidupannya dulu. Setidaknya,

setelah Chloe datang ke kehidupan dan hatinya, harinya mulai berbeda dari biasanya.

Ini sejarah hidupnya, ini petualangan yang sangat menantang! Dia merasa setiap darah

yang mengalir dalam hidupnya semakin bergejolak oleh semangat yang berkobar dalam dirinya.

Dia dianugerahi keterampilan dalam bidang ilmu bela diri dengan lihai, dan dia hanya

melakukan itu kalau ada praktik dari sekolah, dia belum pernah melakukan praktik bela diri pada

kehidupan nyatanya. Tapi tidak untuk hari ini, dia benar-benar bertarung dengan orang jahat dan

dia akan mengeluarkan semua jurusnya.

Travis dan Alvin bertarung dengan Aswold. Dia tahu Aswold adalah orang yang hebat.

Apakah ia dan Alvin bisa mengalahkan Aswold? Entahlah. Dia harus optimis. Dia harus

berjuang melawan Aswold yang jahat, apalagi Aswold sudah melukai gadis yang ia sukai. Dia

harus membalas perbuatan Aswold pada Chloe.

Travis meloncat jauh dari serangan Aswold. Sedangkan Alvin, dia mencoba menyerang

dari belakang. Tapi Aswold dengan cepatnya langsung menangkis serangan Alvin.

“Hanya ini kemampuan kalian?? Murid-murid yang menjadi perwakilan sekolah. Kalau

begini, sekolah Hemsworth akan kalah karena kemampuan kalian yang payah!” ledek Aswold,

dia memamerkan senyum jahatnya pada Travis dan Alvin.

Travis membuang ludahnya ke tanah. ‘Huh! Aku pasti bisa mengalahkanmu!’ batinnya

meyakinkan diri.

Alvin terlempar jauh karena dorongan tangan Aswold. Darah keluar dari sudut bibirnya.

Dia langsung mengelap darah yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya goyah, tak seimbang akibat

serangan tadi, dia berusaha menyeimbangkan tubuhnya. Travis berlari ke arah Alvin, “Kita harus

Page 110: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

110

merencanakan sesuatu!” ungkap Travis begitu sampai. Alvin mengangguk menyetujui perkataan

Travis.

Travis mendekati Alvin dan membisikkan sesuatu, “Keluarkan elemen yang kamu kuasai,

begitu juga denganku. Meski kita belum pernah berkolaborasi bersama dalam penyatuan

kekuatan, tapi kita orang yang profesional, benar? Ayo berjuang!”

Alvin mengangguk, penuh ambisi. Dia mulai mengumpulkan semua energinya. Travis pun

mempersiapkan jurusnya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya untuk pemanasan. Alvin

menengok ke arahnya, Travis mengisyaratkan agar Alvin yang memulai duluan untuk

menyerang Aswold. Untuk yang ketiga kalinya, Alvin pun mengangguk.

Alvin mengeluarkan bola peledak yang ada didalam sakunya, dia lemparkan ke tanah. Bola

itu meledak dan meretakan tanah. Alvin yang jago mengendalikan tanah, retakan-retakan tanah

itu dia kendalikan ke arah Aswold dengan cepat. Aswold bergerak cepat menyingkir dari

retakan-retakan tanah yang menghampirinya. Alvin terus menyerangnya, memberikan retakan-

retakan tanah pada Aswold. Travis mengeluarkan mantra untuk menciptakan sebuah angin

tornado. Munculah sebuah angin tornado yang besar, dia arahkan ke Aswold. Batu-batu yang

diberikan Alvin ikut berputar karena kedatangan angin tornado itu.

“Menjauuuuh!! Kita akan tersedot!!” teriak Travis pada Alvin. Mereka langsung menjauh

dari angin tornado yang besar itu.

Aswold terlihat begitu kewalahan menghadapi serangan Alvin dan Travis. Angin tordato

mulai datang padanya, dia sudah tidak sempat untuk kabur dari angin itu. Dia masuk kedalam

putaran angin tornado, dia ikut berputar dan semakin naik ke atas, batu-batuan yang ikut kedalam

angin tornado membuat tubuhnya sakit, angin ini sangat menarik tubuhnya seperti medan magnet

yang kuat. Dia harus melakukan sesuatu. Tangannya mulai membentuk sebuah pola, dan pola itu

membentuk sebuah perisai untuk melindungi butuhnya. Dia mulai mengumpulkan energi di

perutnya, dia harus keluar dari situasi ini.

Angin tornado itu sangat berisik, dia jadi tidak bisa berkonsentrasi penuh. Satu hentakan

saja, dia akan bisa keluar dari angin tornado ini. Satu... Dua... Tiga... dia kumpulkan semua

energinya. Dia harus bisa konsentrasi. Dia berusaha berada di atas batu yang cukup besar, dan

Page 111: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

111

dari situlah dia keluarkan energi dari dalam tubuhnya, dia hentakan tubuhnya dengan keras

mencoba keluar, dan... yap, hampir sampai, dan dia, yah, dia berhasil keluar. Tapi satu masalah

lagi, sekarang dia berada 67 kaki di atas tanah. Dia akan terjatuh, tubuhnya akan remuk kalau

tidak ada pelindung. Tubuhnya terjatuh akibat gravitasi yang kuat dibandingkan massa tubuhnya

yang kecil. Meski ini ada di dimensi lain, tapi dimensi ini memiliki gravitasi yang kuat sama

seperti di bumi. Ini sangat merepotkan baginya.

Apa yang harus dia lakukan? Di saat seperti ini, di saat tubuhnya melayang jatuh dari 67

kaki di atas tanah, rasanya sulit untuk mencari jalan keluar. Aswold berpikir keras untuk

menyelamatkan tubuhnya. Sayang sekali dia tidak membawa parasut, seharusnya dia bertapa

dulu agar dia tahu apa yang akan terjadi, tapi karena Jonathan sangat merepotkan, tidak ada

waktu untuk bertapa. Ah! Dia tahu apa yang harus dia lakukan, tiba-tiba saja idenya muncul dari

benaknya.

“Yerukannak wuhub...” ucap Aswold. Akhirnya dia harus melakukan sesuatu yang akan

menguras energinya, tapi tak apa, yang penting dia selamat.

BRRUUUKK!!

Tubuhnya terbanting di tanah dengan keras, tapi tubuhnya sudah melembek akibat mantra

yang dia ucapkan, dan dia selamat. Jantungnya masih berdetak kencang, dia juga lemas akibat

tubuhnya jatuh dari ketinggian. Angin tornado itu tiba-tiba hilang, lenyap bagai ditelan bumi.

Travis dan Alvin memperhatikan Aswold, Alvin mendekati Travis dan betanya, “Apa dia

mati?”

Travis belum menjawab pertanyaan Alvin, dia memperhatikan Aswold dengan seksama,

ada sesuatu yang aneh dari tubuhnya. Sepertinya dia tidak mati dengan serangan tadi. Dia tidak

akan mati dengan semudah itu.

Travis menggelengkan kepalanya, “Tidak. Sepertinya dia tidak akan mati dengan semudah

itu.”

Page 112: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

112

Setelah beberapa detik diam, Aswold mulai menggerakkan tubuhnya perlahan, tubuhnya

masih lembek, dia harus mengembalikan tubuhnya seperti semula, dia harus mengeraskan

tubuhnya kembali.

“NeyHari Gecelwi Geyura.” katanya.

Tubuhnya mulai mengeras seperti tadi. Dia mulai bangkit dari tanah. Akibat sentakan yang

keras, tubuhnya agak sakit untuk digerakkan. Dia sudah berdiri, tapi belum bisa berdiri dengan

kokoh.

Travis dan Alvin melihatnya. Benar apa yang dikatakan Travis, Aswold pasti tidak akan

semudah itu mati akibat serangan dari mereka berdua.

Aswold membalikkan badan ke arah Travis dan Alvin, dia menatap dua orang itu. Tatapan

matanya dingin, lalu, seulas senyum terhias di bibirnya. Ini menarik, batinnya. Kalau begitu dia

akan serius menanggapi kedua anak muda ini.

* * *

Jonathan mencari-cari sosok Andolf yang tiba-tiba menghilang. Apa dia bersembunyi lagi

di balik batu? Jonathan melemparkan bola ledakan ke semua batu besar yang ada di sekitarnya.

Batu itu meledak, dan hancur berkeping-keping, tapi tak ada sosok Andolf disana. Jonathan

memperhatikan sekelilingnya yang ada di bawah sana. Dia sedang menaiki batu terbangnya. Dia

melajukan batu terbangnya mencari sosok Andolf.

KKKRRRR... KRAK KRAK KRAAK... GRRRR... BBRRRR...

Tiba-tiba, terdengar suara aneh yang berasal dari tanah. Jonathan langsung melihat ke

tanah yang menghasilkan bunyi yang aneh, seperti sesuatu yang sedang di bentuk atau sesuatu

yang akan keluar. Dia mulai berancang-ancang kembali, ini pasti kerjaan Andolf.

Tanah mulai bergetar. Perlahan-lahan getaran itu semakin kecang, dan terbentuklah sesuatu

dari tanah tersebut. Sesuatu yang besar itu... itu adalah seekor binatang raksasa yang melata.

Binatang itu sejenis naga yang memiliki tanduk yang besar dan bola mata berwarna ungu. Kulit

bersisik yang membentuk sebuah corak, corak itu berbentuk belang berwarna merah dan kuning,

Page 113: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

113

warna yang kontras. Konon, binatang itu bernama Pears, Pears vron sert, yang berasal dari barat.

Binatang yang bisa tinggal di darat dan di laut, binatang amfibi.

Binatang besar itu, kepalanya menjuntai ke atas, menatap Jonathan yang berada tak jauh

darinya. Pears menatap Jonathan dengan tatapan penuh nafsu, dia ingin memakan Jonathan. Di

kepala Pears terdapat Andolf yang mengendalikannya.

Jonathan membuang ludahnya, “Cih, kenapa harus memanggil binatang yang merepotkan

lagi...” gumamnya.

Pears merayap ke arah Jonathan. Jonathan menjauh. Untung saja Jonathan sedang

mengendarai batu terbangnya. Pears terus mengejar Jonathan, tubuhnya yang besar meleak-leok

di tanah, kepalanya ada di atas berusaha memangsa Jonathan, dia ingin memakan daging

Jonathan yang empuk, karena itu, dia mengeluarkan air liur dari mulutnya.

Pears hampir menyentuh tubuh Jonathan, tapi untungnya Jonathan sudah mengeluarkan

pedang besarnya yang cukup berat. Pedang itu dia ayun ke arah Pears yang hampir akan

menggigit bokongnya. Pears langsung menghindar. Jonathan terus melajukan batu terbangnya ke

depan, lalu berbelok dan terdapat di bagian ekor Pears. Baru saja akan membesit ekor Pears

dengan pedangnya, tapi ekor itu terus bergerak lincah, sehingga sulit. Pears berputar menuju

Jonathan. Jonathan langsung melajukan batu terbang itu menjauh. Andolf melemparkan Krakkus

dari senjata yang ada didalam saku celananya ke Jonathan, dan secara otomatis Krakkus itu terus

mengikuti kemanapun Jonathan pergi. Jonathan semakin terjepit di situasi ini. Dia terus

mengendarai batu terbang tanpa berhenti dan terus menjauh dari Pears dan Krakkus. Dia terus

berlari, hingga akhirnya dia menemukan sebuah batu besar. Ini bagus. Dia bisa menjadikan batu

ini sebagai korban. Perlahan-lahan batu terbang menurun lebih rendah, Jonathan menambahkan

kecepatan pada batu terbang itu. Saat hampir sampai pada batu besar, Jonathan dengan cepat

membelok, dan...

DHUUUAAAGG!!

Krakkus menabrak batu besar itu dan meledak. Jonathan berhasil mengecoh Krakkus,

sekarang tinggal masalah Andolf dan binatang sialan itu.

Page 114: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

114

Begitu meledak, Pears berhenti merayap. Dia kaget, begitu juga dengan Andolf. Saat

melihat Jonathan pergi, Pears langsung merayap dengan cepat menuju Jonathan. Dia berhasil

mendului Jonathan, dan dia halangi langkah Jonathan. Jonathan tersentak kaget begitu melihat

Pears sudah ada di depannya. Pears menyeringai sehingga terlihat menakutkan.

Jonathan dan Pears saling menatap. Jonathan berada di lingkaran tubuh Pears. Andolf

memandang Jonathan. Ketiga-tiganya saling menatap dan berada dalam diam. Pears akan

mendekati Jonathan dan bersiap-siap melahap Jonathan hidup-hidup.

“Hamangan sutera...” kata Jonathan.

KKRRRR...

Muncul sebuah Pears yang lain yang berwarna sama menyerang Pears milik Andolf. Pears

yang baru muncul itu adalah bayangan Pears milik Andolf sendiri, dia akan melakukan apa yang

dilakukan Pears milik Andolf dan menyerangnya. Terjadi saling menyerang di antara keduanya.

Dan saat itulah Andolf meloncat dari kepala Pears, dia meloncat ke arah Jonathan. Batu terbang

raksasa itu goyah dan akhirnya Jonathan dan Andolf terjatuh. Andolf mencengkram baju

Jonathan, lalu Andolf memukul pipi Jonathan. Jonathan berusaha mengerang dan membalas

perbuatan Andolf. Mereka saling menyerang dalam keadaan terjatuh dari 27 kaki.

Dan...

BRUUK!

Tubuh mereka terbanting di tanah yang tandus. Tubuh mereka sakit. Mereka diam. Mata

mereka tertutup.

‘Apa aku mati?’ batin Andolf. Jari-jari tangannya bergerak sedikit. ‘Tidak, aku tidak mati’.

Tubuhnya masih tidak bisa bergerak.

Ada sesuatu yang mencengkram bajunya, lalu memukuli pipinya. Andolf membuka mata,

pipinya di pukuli lagi. Jonathan ada diatas tubuhnya dan terus menyerangnya. Andolf berusaha

menahan serangan Jonathan yang bertubi-tubi itu.

“Kau harus mati!!” bentak Jonathan sambil terus memukul Andolf.

Page 115: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

115

“Kau yang seharusnya mati!! Kau sampah masyarakat!” kata Andolf tak kalah keras

suaranya.

“Aaarrgghh!!” Jonathan terus menyerang Andolf.

Andolf mengumpulkan sisa tenaganya. Dia menghentakkan tubuhnya sehingga sekarang

dia berada di atas tubuh Jonathan. Keduanya saling menyerang tidak mau kalah. Begitu juga

dengan Pears milik Jonathan dan Andolf yang sedang bertarung di sebrang sana.

* * *

Page 116: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

116

# 18 Alberto’s Analysis

Karena salah satu dari keluarga pria itu sudah ditemukan. Mayat itu dipulangkan bersama

Lita, istri dari mayat itu. Lita sangat memohon pada Corigi agar terus mencari siapa pembunuh

suaminya, Corigi pun akan berusaha mencari tahu siapa pembunuhnya.

Alberto meminta ijin kepada Tanu agar dia bisa pergi ke kantornya. Dia terus meyakinkan

Tanu sampai akhirnya dia diperbolehkan pergi ke kantornya dengan mobil yang ada di sana.

Dia termenung sambil menjalankan mobil, hatinya terus memintanya agar terus

menyelidiki kasus ini. Akhirnya dia sampai ke kantor. Dia memarkirkan mobilnya di halaman

depan kantor Corigi. Dia membuka pintu dan keluar. Lalu berjalan masuk kedalam kantor itu.

Dia ingin menemui seseorang.

Alberto terus berjalan sampai akhirnya dia ada di depan sebuah pintu. Dia mengetok pintu.

Terdengar dari dalam ada suara yang mempersilahkan masuk. Alberto membuka pintu dan

berjalan kedalam ruangan. Pria yang ada di dalam itu tersenyum begitu tahu Alberto yang

datang.

“Apa apa?” tanya pria itu.

Alberto duduk di kursi yang sudah disediakan. “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu.”

katanya.

Pria itu menaikkan satu halisnya, “Apa?”

“Kau ikut menyelidiki kasus pria yang hilang itu kan?”

“Suami dari wanita yang bernama Lita itu? Yap. Kau juga ikut kan?”

Alberto mengangguk, “Tadi suaminya ditemukan tewas dibunuh, dan Lita sudah

melihatnya”

Pria itu kaget, “Hah, mati?!”

Page 117: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

117

“Ya. Tadi aku ke kantor Pak Tanu, dan mendapatkan laporan kalau di Jalan Rakatani

ditemukan seorang mayat laki-laki. Pak Tanu mengajakku untuk pergi bersamanya. Karena

mempunyai firasat kalau pria itu adalah suami Lita, maka aku menelponnya. Dan benar saja, pria

itu adalah suami Lita.” jawab Alberto.

“Lalu?” tanya orang itu lagi.

“Aku ingin bertanya, apa saja yang kau temukan waktu mencari suami wanita itu di

belakang gedung kosong?”

Pria itu diam sambil memainkan pulpen yang dia pegang, lalu menggelengkan kepalanya,

“Entahlah,” katanya, “Aku tidak menemukan apa-apa selain dari anjing pelacak itu, beberapa

tetes darah yang sudah kering. Memangnya kenapa?”

“Tidak apa-apa. Apa yang kau pikirkan tentang kasus ini? Menurutmu siapa yang

membunuh pria itu?”

Pria itu terdiam lagi, mencari jawaban pertanyaan dari Alberto. “Hmm...” dia masih

berpikir. “Mungkin seseorang yang dendam dengannya, sampai ingin membunuh pria itu.”

jawabnya.

“Apa yang kau ketahui tentang organisasi hitam yang baru-baru ini terdengar oleh telinga

kita?”

“Aku tidak tahu banyak. Lagipula, keberadaannya juga masih diragukan, kan? Memangnya

kenapa?” ada sedikit nada kesal dari suara orang itu, karena Alberto terus bertanya yang aneh

dan memberi jawaban yang tidak memuaskan.

“Tidak apa-apa. Kau akan ikut denganku menyelidiki sesuatu?”

Pria itu menggeleng, “Tidak, aku punya pekerjaan yang harus aku selesaikan secepatnya.

Dari pihak museum Cawla menanyakan kabar tentang penyelidikan kasus hilangnya buku

Kesala lebagya Elvio. Hah, aku pusing, tidak ada petunjuk siapa yang mencuri bukunya. Maaf.”

Page 118: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

118

Hampir saja Alberto melupakan kasus hilangnya buku Kesala lebagya Elvio, sampai

sekarang pihaknya belum menemukan petunjuk siapa yang mencuri buku itu. “Tidak apa-apa.

Kalau begitu terimakasih sudah meluangkan waktu untukku. Aku pergi dulu.”

“Ya.”

Alberto bangkit dan berjalan keluar ruangan lalu menutup pintunya.

* * *

Sudah 10 menit di sini, mencari sesuatu yang bisa menjadi petunjuk, tapi tetap tak

ditemukan. Dia berjalan-jalan di sekitar belakang gedung kosong itu. Matanya melirik kesana

dan kesini mencari sesuatu. Lalu dia memperhatikan bercak-bercak darah yang kecil. Untungnya

kemarin tidak hujan, jadi bercak darah ini masih belum hilang meski sudah agak memudar. Dia

terus memperhartikannya. Hingga akhirnya dia melihat sesuatu, sesuatu di tembok sana. Dia

melihat sebuah noda dan goresan kecil di tembok itu. Apa para Corigi yang dulu datang kesini

tidak melihatnya? Dia juga tidak melihat noda ini waktu itu. Mungkinkah ini noda goresan

kejadian pembunuhan itu? Dia harus memfotonya. Dia mencoba memfoto petunjuk ini. Tapi

goresan kecil ini tidak begitu terlihat. Dia memperbesar lensa kameranya, goresan cukup terlihat

kalau diperbesar.

Dia berjalan ke belakang. Di belakang gedung ini ada sebatang pohon besar. Dia berjalan

kesana, dan menemukan sebuah tanda di tanah dekat pohon itu. Seperti sesuatu yang terbanting

keras. Dia memperhatikan itu dengan jelas, tanda itu seperti... entahlah, tanda itu sungguh

aneh… tanda itu dia foto. Dia perhatikan tanda itu dan berpikir keras, maksud dari bentuknya.

‘Benda besar ini seperti terbanting keras di tanah. Benda besar seperti apa? Kotak?

Tidak. Karung? Mungkin, tapi sepertinya tidak. Seseorang? Hmm... seseorang yang terjatuh

dari pohon itu? Pasti tidak akan seperti ini tandanya. Seseorang yang seperti apa yang bisa

menghasilkan bentuk seperti ini? Di... di dorong sampai, sampai jatuh. Jatuhnya bagaimana?

Kalau di tendang dari sana, dan membertur pohon ini, lalu tubuhnya jatuh dan membertur keras

ke tanah yang agak lembek ini... hmm...’

Alberto mulai berjalan menjauhi pohon, dia menghitung jarak. Kalau dia berada kurang

lebih empat meter dari pohon itu, lalu dia terdorong. Dia mulai memperagakan seseorang yang

Page 119: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

119

sedang terdorong. Lalu membentur pohon dengan keras, dan tubuhnya jatuh ke tanah dan

membentur keras. Bugh! Alberto duduk di sebelah pohon. Dia mentadai tanah yang dia duduki.

Setelah selesai, dia bangkit dan melihat hasil tandanya, lalu dia lihat tanda yang menjadi objek.

Memang tidak sama, tapi kalau di perhatikan lagi, hampir menyerupai. Jadi, kemungkinan ini

adalah tanda seseorang yang terbanting. Kalau dugaannya benar seperti yang dia peragakan tadi,

berarti apa maksudnya? Apa pria itu sebelumnya diserang di sini?

‘Kalau ini tanda si korban, awalnya dia mengelak dari si pembunuh, dan berusaha kabur.

Tapi dia dibuat lemas dengan melakukan sesuatu sampai si korban terjatuh di tanah ini. Dan

membawanya ke sana, lalu dibunuh. Bisa juga... kalau begitu, kemungkinan ini bukan perbuatan

seorang, si korban dibunuh bukan hanya oleh seorang saja, melainkan beberapa orang... bisa

jadi seperti itu.’

Alberto berjalan, dia keluar dari halaman belakang gedung ini dan berdiri di atas trotoar,

melirik ke kiri dan ke kanan, mencari sesuatu yang mungkin bisa membantunya, namun dia tidak

menemukan apapun di jalanan yang sepi ini.

* * *

Alberto kembali ke tempat TKP. Sudah tidak dipenuhi oleh Corigi, beberapa Corigi sudah

pergi dari tempat itu. Alberto menghampiri salah satu Corigi yang sedang mengobrol dengan

warga. Corigi dan warga itu menyapa Alberto begitu sampai. Alberto memberikan kunci mobil

yang tadi dia pinjam dari Corigi itu dan mengucapkan terimakasih. Corigi itu mengangguk.

Alberto ikut bergabung dengan Corigi dan warga itu. Mereka sedang membicarakan tentang

kasus tadi. Bahwa ada salah satu warga yang melihat bayangan orang yang aneh di hari sebelum

menemukan mayat pria itu, seperti sedang membuang sesuatu. Awalnya dia tidak begitu peduli

dengan penglihatannya itu, namun, setelah tercium bau yang menyengat dia mulai memberitahu

temannya untuk mencari sumber bau itu.

Alberto langsung tertarik dengan pembicaraan ini. Dia langsung bertanya pada warga itu

siapa nama orang yang melihat bayangan orang itu.

“Namanya Abdul Malik Karim. Dia salah satu pemuda di daerah sini.” jawab warga itu.

“Bisa antarkan kepadanya?” tanya Alberto lagi. “Aku ingin bertanya kepadanya.”

Page 120: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

120

“Baik.” jawab warga itu.

Warga itu menuntun Alberto dan Raka—Corigi yang tadi, kepada pemuda yang bernama

Abdul.

Pemuda yang bernama Abdul itu ternyata sedang ada di rumah dan melakukan sesuatu

dengan laptopnya. Dia kaget begitu melihat dua Corigi datang ke rumahnya. Alberto dan Raka

menjelaskan maksud kedatangan mereka, rasa tegang yang tadi Abdul rasakan kini hilang setelah

tahu maksud dua orang Corigi itu.

“Jadi, kapan kau melihatnya?” tanya Raka.

“Sekitar empat hari yang lalu pukul 8 atau 9 malam.” jawab Abdul.

“Kira-kira berapa orang?” tanya Alberto.

Abdul diam, mengkerutkan keningnya, sedang mengingat-ingat, “Entahlah, mungkin

sekitar dua atau tiga orang. Tidak begitu jelas, saat itu keadaannya gelap sekali, tapi yang bisa

kusimpulkan mungkin mereka berjenis kelamin laki-laki. Saat itu aku tidak menghiraukan

mereka, aku pikir mereka hanya membuang sesuatu yang tidak berguna. Tapi tenyata...”

“Kira-kira, mereka seperti apa?”

“Yang aku tahu mereka memiliki postur tubuh yang tinggi.”

Raka dan Alberto mengangguk, warga yang mengantarkan Alberto dan Raka ikut

mendengarkan percakapan mereka, ikut mengangguk juga.

* * *

‘Yang membunuh pria itu bukan hanya seorang, mereka berkelompok. Tidak salah lagi, ini

pasti organisasi misterius itu. Cara mereka membunuh dan tidak meninggalkan jejak yang pasti

itu sangat profesional. Tapi cara mereka membuang mayat di sembarangan tempat itu sangat

tidak profesional. Apa mereka ingin mencari sensasi?’

Page 121: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

121

Alberto kini ada di ruangannya. Dia sedang duduk di kursi kerjanya, dan sedang melihat

hasil foto jepretannya yang tadi dia foto di belakang gedung kosong, dan hasil jepretan dari

teman-teman Corigi, foto mayat suami Lita.

‘Organisasi itu...’ Alberto mencengkram tangannya kuat-kuat, ‘Lihat saja... aku pasti bisa

mengejar kalian!!’

Alberto mengangkat tubuhnya dari kursi, dia akan mengambil segelas air dan

meminumnya. Berpikir keras membuat dia lelah dan haus, apalagi tadi dia sudah keliling kota

mencari informasi. Dia berjalan ke kaca dan melihat pemandangan kota, di luar sana semua

orang sedang beralu-lalang, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Tiba-tiba dia teringat

masa lalunya, semua orang tidak pernah menganggapnya hebat, tidak pernah menganggapnya,

bahkan wanita yang sangat dia cintai... dia menggelengkan kepala, ini waktu yang tidak tepat

untuk memikirkan masa lalunya, sekarang dia harus memikirkan pekerjaannya.

* * *

Page 122: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

122

# 19 Mereka Masuk ke Dimensi Itu

“Apa semuanya sudah siap?” tanya Gareth pada Lenny.

“I-iya Pak, sudah.” jawab Lenny sambil membereskan berkas-berkas di mejanya, dia

seorang pria berumur 23 tahun yang agak kikuk.

“Kalau begitu, kirim berkas-berkas itu. Saya ada urusan, saya akan pergi untuk beberapa

saat.” kata Gareth, dia berjalan ke ruangannya dan menutup pintu, beberapa detik kemudian, dia

sudah memakai jasnya. Assistantnya masih diam mematung memandang ruangan Gareth. Gareth

melihat assistantnya dengan tatapan bertanya. “Apa?” tanyanya.

Assistantnya terlihat gugup. Gareth memutar bola matanya. Assistantnya yang satu ini

memang sangat pemalu dan selalu harus diberi intruksi. “Antarkan kepada alamat yang saya

berikan tadi.” lanjut Gareth. Tapi, walau bagaimanapun, dari setiap assistantnya yang pernah

bekerja padanya, dialah yang paling Gareth percayai.

Dia mengangguk, “Ba-baik, Pak!”. Dia merapikan berkas-berkasnya dan bersiap-siap,

memakai tasnya dan pergi dari ruangan itu.

Gareth melihat tingkah laku bawahannya yang lucu, dia tersenyum melihatnya. Lalu

Gareth juga pergi dari ruangan itu.

* * *

Gareth melihat bangunan tua yang masih tetap terlihat megah dan kokoh di depan matanya.

Dia masih berada di dalam mobil. Sudah lama dia tidak masuk ke bangunan itu. Bangunan itu

terlihat sepi, seperti tidak ada siapa-siapa di dalam. Cukup aneh untuk sebuah bangunan yang

sedang mengadakan acara. Apa dia harus masuk ke dalam? Gareth bimbang. Oh ya, tentu saja

dia harus masuk ke dalam bangunan itu, tujuannya pergi ke sini kan untuk melihat anaknya. Dia

membuka pintu mobil, dia berjalan ke arah gerbang bangunan megah itu. Dia melihat

gerbangnya tidak dikunci, berarti acara ini juga berlaku untuk umum. Dia membuka pintu

gerbang dan berjalan ke dalam.

Page 123: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

123

Di dalam bangunan sangat sepi, orang-orang pasti sedang asik berada di lapangan

menonton pertandingan. Bangunan ini mengingatkan dia akan masa lalunya yang rumit. Kalau

saja dia tidak disuruh untuk melihat anaknya, dia tidak akan mau masuk ke bangunan ini. Tapi

ini adalah bentuk salah satu perhatian sang ayah yang tidak diketahui anaknya. Dia merasa

menjadi ayah yang jahat, setidaknya, hanya ini yang bisa dia lakukan untuk melindungi anaknya.

Semoga saja, firasat Maria itu tidak benar. Dari sini tidak terdengar suara orang, sangat sepi. Apa

terjadi sesuatu?

Gareth hampir sampai ke lapangan, hatinya jadi takenak. Saat dia memasuki pintu

lapangan, sesuatu yang aneh dia lihat. Semua orang yang ada di lapangan tertidur! Pantas saja

tidak terdengar suara orang-orang. Para staf dan pegawai sekolah ini pasti ada di lapangan, jadi

tidak ada orang yang tersisa di bangunan sekolah. Bagaimana dengan kepala sekolah? Dia

mencari-cari tempat duduk para kepala sekolah. Akhirnya matanya tertuju pada deretan kursi

besar. Dia langsung pergi ke tempat itu. Dia melihat para kepala sekolah juga tidur. Bagaimana

bisa mereka bisa tertipu dengan jurus tidur ini? Ada satu kursi kepala sekolah yang kosong.

‘Itu pasti Andolf! Ada sesuatu yang terjadi di sekolah ini... atau jangan-jangan?! Oh,

jangan sampai terjadi! Siapa yang menidurkan semua orang ini? Orang yang bisa

melakukannya...’ Gareth berpikir keras. ‘Ah! Apa dia?’

Gareth berjalan di antara orang-orang yang sedang tidur. Dia langsung teringat Chloe. Dia

harus mencari Chloe, jangan sampai Chloe terjadi apa-apa. Gareth mengeluarkan auranya untuk

mencari Chloe, dia mencari-cari aura tubuh Chloe, tapi dia tidak merasakan apapun. Dia mulai

panik, dia mulai merasakan hal yang buruk. Jangan sampai Chloe ada di tangan dia. Kalau dia

tahu... Chloe bisa terancam bahaya. Andai saja Maria tidak memasukan Chloe ke sekolah ini.

Wanita memang keras kepala dan susah ditebak jalan pikirnya.

Gareth berlari-lari kecil di sekitar lapangan, mencari seseorang yang dia kenal, akhirnya

dia menemukan teman lamanya, yang sekarang sudah menjadi guru di sekolah ini, namanya

Rega. Dia patahkan jurus yang terkena pada Rega. Akhirnya Rega sadar dan bangun dari

tidurnya. Beberapa detik dia tidak mengenali wajah yang ada di depannya. Akhirnya dia sadar

dan kaget setelah melihat Gareth, teman lamanya ada di sini.

“Sedang apa kau di sini?!” tanya Rega kaget.

Page 124: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

124

“Keadaannya genting, ayo kita bangunkan yang lainnya. Ikut aku!” jawab Gareth.

Rega melihat sekelilingnya dan bingung melihat keadaan di lapangan ini. Semua orang

yang ada di sini sedang tidur. “Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Rega.

“Aku juga tidak tahu. Apa kau tadi tidak menyadari sesuatu yang bisa menidurkanmu?”

tanya Gareth sambil mencari teman-temannya yang lain.

Rega mulai mengingat-ngingat kejadian tadi siang. “Tidak. Kami semua hanya bingung

karena ada kabut datang di siang yang panas ini. Kita semua sama sekali tidak menyadarinya.

Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa.”

“Kabut itulah yang menidurkan semua orang yang ada di sini.”

“Oh ya? Aku dan yang lainnya tidak tahu.”

Gareth melirik ke sana dan ke sini. Sepertinya ini akan memakan waktu, dia harus

menelpon assistantnya. Dia meraih handphone-nya yang ada di saku celananya. Dia memencet

nomor telepon assistantnya, lalu dia tempelkan hp-nya ke telingan kanannya. Terdengar nada

sambungan, dan assistantnya menjawab teleponnya.

“Halo?... Saya ada urusan yang mungkin akan memakan waktu lama. Ini sangat penting.

Ini berhubungan dengan anak saya... Yah, anak saya, aku tidak bisa membayangkan kalau dia

dalam bahaya. Tolong selama aku pergi kau yang memimpin, ya?... Kau pasti bisa, percayalah,

kau mau kan?... Bagus, terimakasih. Mohon kerjasamanya... Ya, sampai jumpa.” Gareth

menutup teleponnya. Urusan kantornya dia sudah percayakan pada bawahan yang dia percayai.

Selesai. Tinggal urusan sekolah ini.

Akhirnya setelah beberapa menit mencari teman-temannya. Dia berhasil mengumpulkan

teman-temannya dan membangunkan mereka dari jurus yang mengenai mereka. Reaksi mereka

yang pertama sama seperti reaksi Rega saat pertama melihat Gareth dan melihat suasana

lapangan. Gareth berhasil membangunkan Dani, Agni, Peter, dan Chester, mereka adalah teman-

teman dekat Gareth saat masih duduk di sekolah, dan sekarang mereka menjadi guru di sekolah

ini.

“Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Dan kenapa kau ada di sini?” tanya Chester.

Page 125: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

125

“Aku hanya ingin mampir sebentar. Saat aku lihat lapangan ini, ternyata keadaan lapangan

ini aneh. Itu sebabnya aku mengumpulkan kalian. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada

sekolah ini. Aku merasakan firasat buruk.”

Chester, Peter, Rega, Dani, dan Agni melihat ke sekelilingnya.

“Lebih baik kita melihat kedalam gedung sekolah.” ajak Gareth.

Semua mengangguk menyetujui. Mereka pergi ke bangunan sekolah dan mencari

seseorang yang mungkin masih ada di sana. Mereka dibagi menjadi dua kelompok untuk mencari

seseorang di gedung sana. Kelompok satu terdiri dari Peter, Dani, dan Agni, kelompok dua

terdiri dari Gareth, Rega, dan Chester. Kelompok satu pergi ke tempat penjaga kamera

pengawas, dan mendapati para penjaga yang ada disana terluka parah dan tak sadarkan diri.

Mereka langsung pergi ke kelompok dua dan melaporkan apa yang mereka lihat tadi.

“Gawat! Sepertinya ada yang menyusup ke sekolah ini! Tadi kita lihat penjaga kamera

pengawas sekolah, mereka babak belur dan tak sadarkan diri!” ungkap Dani pada Gareth,

Chester, dan Rega, teman-teman kelompoknya mengangguk.

Mendengar itu, Gareth berpikir bahwa yang melakukan ini semua, tidak salah lagi orang

itu yang melakukannya. Dia mengeluarkan aura tubuhnya untuk mencari aura orang yang ada di

sekitar gedung ini. Setelah mencari-cari, dia berhasil menemukan aura tubuh seseorang yang

berada tidak jauh darinya. Dia langsung meminta teman-temannya agar mengikutinya. Gareth

mengikuti aura tubuh orang itu. Gareth kaget setelah tahu bahwa aura tubuh itu berada di

ruangan yang seharusnya tidak terbuka.

Teman-teman Gareth juga kaget begitu melihat ruangan yang biasanya terkunci rapat, kini

malah terbuka. Mereka semua masuk ke ruangan, dan mendapati seseorang sedang duduk disana

dengan seekor burung hantu besar menemaninya. Chester, Dani, Rega, Peter, dan Agni kaget

begitu melihat siapa yang ada di ruangan itu. Ternyata itu adalah Zachary Andreaz, murid Albyn

Theodore dari angkatan HS.

Zac melihat beberapa orang datang ke ruangan ini, mereka adalah guru-guru yang megajar

di sekolah ini, dan ada satu orang yang tidak dia kenal, seorang pria tampan yang memakai jas

kantoran. Mereka terlihat kaget begitu tahu Zac ada di ruangan ini.

Page 126: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

126

“Sedang apa kau disini?” tanya Rega, guru olahraga angkatan MS.

“Bapak juga sedang apa disini?” Zac membalikkan pertanyaannya pada Rega.

Rega terlihat kesal dengan tingkah Zac yang tidak sopan. “Aku kesini karena mendapati

sesuatu yang aneh di sekolah ini. Apa kau mengetahui sesuatu yang bisa diceritakan kepada

kami?” tanyanya sedikit ketus.

Zac diam, lalu, “Ya, ada.” jawabnya.

Gareth memperhatikan anak muda yang ada di hadapannya. Tingkah lakunya sembrono

dan tidak sopan. Gayanya pun tidak begitu rapih, sepertinya dia anak yang suka membuat

masalah di sekolah ini, sama seperti dia dulu. Tapi, melihat mukanya, mukanya mengingatkan

Gareth akan sesuatu. Muka anak muda itu mirip...

Zac menceritakan apa yang terjadi saat dia dan teman-temannya sedang memulai

permainan. Dan mereka melihat sebuah kabut yang bisa menidurkan seseorang. Untung saja

waktu kecil dia sudah diajarkan oleh salah satu orang yang sangat dipercayai di keluarganya, jadi

dia bisa mematahkan jurus itu. Dia juga memberitahu tahu teman-temannya agar mengucapkan

sebuah mantra pematah jurus itu. Karena merasa ada sesuatu yang yang tidak beres, mereka tidak

melanjutkan permainannya, dan mereka pergi ke lapangan. Ternyata semua orang yang ada di

lapangan tertidur. Zac menceritakan semuanya kepada guru-guru itu dan pria yang dia tidak

kenal. Zac juga ceritakan bahwa teman-temannya pergi ke ruangan ini saat dia tidak ada bersama

mereka, dan ternyata teman-temannya pergi ke dimensi lain bersama kepala sekolah, beberapa

pria dewasa, dan Aswold. Zac juga mengatakan kalau dia tidak bisa bersama teman-temannya

saat akan menemui Aswold dan pria-pria jahat ke ruangan ini karena ada sesuatu yang

menghalanginya. Zac selesai menceritakan semuanya pada guru-guru itu.

“Dan peliharaanku ini, Troy, sudah melihat keadaan yang ada di dimensi itu. Mereka, yang

ada di dimensi itu semuanya sedang bertarung, dan mungkin sampai sekarang pun masih

bertarung.” tambah Zac. “Tapi, ada salah satu murid yang tidak bertarung, melainkan pergi ke

suatu tempat yang bisa dibilang gerbang penjara. Benar kan Troy?” lanjut Zac.

Troy mengangguk mantap, “Kemungkinan besar, dia adalah keturunan keluarga

Albequie.”

Page 127: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

127

Gareth kaget, ini sudah pasti kerjaan orang itu, tidak mungkin, Chloe... “Siapa nama murid

itu?” tanya Gareth, semoga saja pikiranya salah, semoga saja mereka tidak mencelakai Chloe.

“Chloe. Chloe Annatasha” jawab Troy.

Oh tidak! Dia sudah terlambat. Mereka sudah mengetahui identitas asli anaknya. Gareth

terlihat kecewa dan frustasi. Batin seorang ibu memang selalu benar. Maria benar, Chloe

memang ada dalam bahaya. Dia sangat kecewa pada diri sendiri, dia ayah yang sangat buruk

yang pernah ada di dunia ini. Andai saja dia tidak mengerjakan pekerjaan bodohnya itu, andai

saja dia mendahalui masalah anaknya, dia mungkin tidak akan terlambat. Ah, sial! Penyesalan

memang selalu datang di akhir.

“Tidak... aku terlambat,” gumamnya pada diri sendiri.

Semua orang yang ada didalam ruangan itu memperhatikannya dengan tatapan bingung.

“Kenapa G?” tanya Peter.

“Aku terlambat!” katanya terlihat frustasi. “Ayo kita masuk ke dalam dimensi itu!!” ajak

Gareth.

Tanpa menunggu jawaban teman-temannya, Gareth langsung melakukan ritual untuk

membuka gerbang dimensi itu. Untung saja dia tahu bagaimana masuk ke dalam dimensi yang

diciptakan ayahnya. Dia berhasil mempelajari cara membuka gerbang dimensi lain, caranya

berbeda dengan cara Andolf. Setidaknya dia harus melakukan ini, lebih baik terlambat daripada

tidak sama sekali. Dia harus menyelamatkan anaknya, juga orang-orang yang ada disana.

Kakaknya sekarang pasti sedang bertarung melawan dia.

Zac melihat pria yang tidak dikenal dengan penuh curiga, ‘Sebenarnya siapa pria ini?

Kenapa dia tahu kunci untuk bisa masuk ke dimensi itu. Apa dia juga orang keturunan Albequie?

Kemungkinan iya.’

Setelah ritual dilakukan, Gareth berhasil membuka pintu dimensi lain. Pintu itu berbentuk

bulat besar dan di dalamnya hitam legam, seperti ruang hampa.

“Ayo masuk!! Kita harus menyelamatkan mereka semua!!” ajak Gareth pada semuanya.

Page 128: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

128

Chester, Rega, Dani, Agni, dan Peter saling menatap, tanpa berpikir panjang, mereka

menghampiri pintu itu, mereka akan masuk kedalam.

Zac bangkit, “Apa aku boleh masuk juga?” tanyanya.

Gareth berpaling menatap Zac, “Tentu.” katanya.

“Kalau begitu, aku bergi Bos. Nanti kau ceritakan padaku, ya!” kata Troy pada Zac.

Zac mengangguk. Troy terbang dan pergi dari ruangan itu.

Mereka semua masuk ke dalam pintu dimensi, Gareth masuk terakhir, dan setelah Gareth

masuk, pintu dimensi itu lenyap.

* * *

Page 129: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

129

# 20 Keadaan Mulai Genting!

Alvin mengeluarkan jurusnya. Tanah-tanah mulai membentuk batu-batu yang besar. Batu-

batu itu bergerak terus keatas yang akhirnya membentuk sebuah robot raksasa yang terbuat dari

batu. Alvin masuk kedalam kepala robot dan mengendalikan robot itu. Robot batu mulai

bergerak, melaju ke arah Aswold.

Travis melompat, lalu dia memutarkan kedua tangannya untuk menciptakan angin puyuh

kecil di tangannya. Dia memberi aba-aba pada Alvin kedua yang sedang menunggunya untuk

segera melemparkan batu-batu pada anginnya. Alvin mengikuti perintah Travis. Mereka berdua

bekerja sama dalam menyerang Aswold. Travis dan Alvin menyerang Aswold dengan

melemparkan batu-batu pada Aswold dengan pistol angin kepunyaan Travis.

Robot Alvin adu kemampuan bertarung dengan Aswold. Aswold yang lincah dan robot

yang besar dan bersenjata batu-batu yang yang tajam. Robot Alvin terus menyerang, dan Aswold

berusaha mempertahan diri. Tiba-tiba serangan batu dari arah lain datang membabi buta pada

Aswold. Aswold melirik dari mana datang batu itu, ternyata dari Travis dan jelmaan Alvin yang

membantunya. Dia sadar kalau dia sedang bertarung dengan dua murid yang cukup hebat ini,

ditambah satu dengan jelmaan Alvin jadi tiga. Ini sungguh merepotkan.

“Yillol.” Aswold mengucapkan sebuah mantra.

Sebuah perisai yang terbuat dari baja mucul melindungi seluruh tubuh Aswold dari

serangan batu yang diberikan Travis dan Alvin. Beberapa batu yang tidak terkena baja

melewatinya dan beberapa batu yang terkena baja memantul balik ke arah Travis dan Alvin.

Batu-batu itu mendekati Travis dan Alvin, Travis melompat untuk menghindar, sedangkan

Alvin, karena shock, jadi tidak sempat melarikan diri. Batu-batu mengenai tubuh Alvin,

bayangan Alvin pun menghilang seperti asap setelah batu-batu itu mengenai tubuhnya.

Batu-batu sudah habis dan berjatuhan, dan perisai baja Aswold pun runtuh. Travis berlari

ke arah Aswold dengan kecepatan yang tinggi, dia memakai jurus berlari sangat cepat. Dia terus

berlari sambil mengeluarkan angin topan pada Aswold. Aswold sungguh kewalahan melawan

Page 130: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

130

murid-muridnya itu, dia harus menyerang keduanya dalam waktu yang sama. Untuk menyerang

mereka, dia keluarkan petir dari tangannya kepada robot Alvin secepat yang dia bisa. Petir itu

menghancurkan robot batu Alvin berkeping-keping, Alvin lepas kendali karena robot yang

dikendalikannya hancur, dia pun terjatuh. Lalu dia keluarkan perisai baja lagi untuk melindungi

tubuhnya dari angin topan Travis. Angin topan tidak bisa menembus perisai Aswold, dan

menabrak perisai dengan hentakan keras, sehingga angin topan berkeliaran kemana-mana,

bahkan sampai ke tempat Andolf dan Jonathan, Chloe, Justin, Carol dan Fierpapi, dan ke tempat

Kikda dan George. Sesaat mereka berhenti bertarung karena adanya angin kencang menghampiri

mereka. Begitu juga dengan Travis yang langsung mundur kebelakang akibat anginnya.

Meski tubuhnya sudah lelah, Aswold langsung mengeluarkan sebuah karet besar dari

kedua tangannya. Karet itu menjulur ke arah Travis dan Alvin, lalu mencekik mereka berdua.

Karet itu mencekik leher Travis dan Alvin dengan kencang, semakin lama semakin kencang.

Mereka hampir kehabisan nafas. Mereka terus meronta-ronta mencoba keluar dari karet itu.

Aswold tersenyum senang melihat pemandangan ini. Akhirnya, mereka bisa diam juga.

Dia terus mempererat cekikan karet pada leher mereka berdua.

* * *

Duri-duri dari kawat yang meliliti tubuhnya mulai menyentuh kulitnya dan melukainya.

Perlahan jaket yang dipakainya mulai robek dan menggoreti kulitnya didalam. Dia tahu

seharusnya dia diam karena dia dililiti oleh kawat yang berduri. Tapi dia tidak bisa tinggal diam

karena Carol sedang dalam bahaya! Fierpapi sedang menyiapkan tongkatnya yang tajam untuk

menusukkan pada tubuh Carol. Setan kecil itu ternyata hebat. Justin harus melakukan sesuatu

untuk menyelamatkan Carol.

Baru kali ini dia merasa takut yang teramat sangat dalam seumur hidupnya. Tubuhnya

bergetar hebat akibat sosok Fierpapi yang meyeramkan dan menyebalkan. Tubuhnya tak bisa

bergerak untuk menyelamatkan diri. Si setan kecil itu sedang memainkan mentalnya agar lebih

takut. Tongkat yang tajam kepunyaan setan kecil itu sedang berjalan di sekitar kulit tangannya

dan sampai ke lehernya.

Page 131: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

131

“Hahahaha...” si setan kecil itu bertawa senang melihat ekspresi Carol yang ketakutan.

“Mari kita bermain-main dulu,” katanya lagi, suaranya sangat jelek juga menyeramkan. Lalu dia

tersenyum pada Carol dengan beringas.

Carol berusaha menghindar dari tongkat itu, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Dalam hati

dia terus mengucapkan nama Justin agar menolongnya. Dia melihat Justin sedang berusaha

keluar dari kawat duri yang melilitinya. Justin juga sedang dalam keadaan sulit. Mana mungkin

dia bisa menolongnya. Dia terus berdoa agar ada suatu keajaiban yang menghampirinya dan

semua temannya yang sedang bertarung dengan orang jahat yang hebat.

* * *

Tubuhnya mulai melemah, karena keadaan fisik Andolf pun sudah melemah. Nasib dirinya

tergantung pada Andolf. Gerakan tubuhnya pun mulai lambat. George menyadari perubahan

pada dirinya.

“Kenapa? Kau sudah mulai lemah, ya?” tanya George dengan nada meledek. “Perlihatkan

kekuatan legendamu, kera Kikda!” lanjutnya. “Oh, aku tahu. Sehebat apapun dirimu, kau

hanyalah sebuah kera!! Hahahaha...” katanya diakhiri tawa yang meledak.

Kera Kikda hanya diam. Dia mengayunkan pedangnya dengan lemah, yang gerakannya

sudah bisa dibaca oleh George. George menghantam serangan Kikda. Kikda melompat mundur

untuk menghindar dari serangan George. Kikda terbatuk setelah gerakan yang butuh energi

tambahan saat dirinya mulai melemah. George tertawa lagi melihat pemandangan itu.

“Ternyata kau tak sehebat yang aku kira.” kata George.

* * *

Andolf dan Jonathan sedang adu kekuatan dengan cara mempertahankan cahaya bintang

yang mereka pegang. Cahaya bintang kepunyaan Jonathan berwarna merah, dan cahaya bintang

kepunyaan Andolf berwarna biru. Karena tubuh Andolf sudah sangat lemah, cahaya bintang

Jonathan perlahan-lahan maju ke arahnya. Andolf berusaha sekuat mungkin untuk

mempertahankan cahaya bintangnya, dan mengalahkan cahaya bintang milik Jonathan.

Page 132: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

132

Ketika sebuah suara menghentakkan mereka berdua. Otomatis mereka berhenti adu

kekuatan. Mereka langsung mencari sumber suara itu, yang ternyata sumber itu berasal dari

tempat Chloe. Gerbang penjara akan terbuka!

Melihat ini, Jonathan tersenyum senang. Misinya akan berhasil! Sedangkan Andolf, dia

sangat kecewa. Dia terlambat untuk menghambat Jonathan dan anak buahnya, mereka sangat

cerdik, mereka membuat semua orang yang ada disini ikut bertarung.

Gerbang perlahan terbuka, membuat suara yang berisik dan khas. Semua orang yang ada di

dimensi itu berhenti bertarung dan melihat gerbang penjara yang terbuka. Gerbang itu sudah bisa

menampakkan bentuknya. Sebuah persegi yang simetris, dan terdapat ukiran yang menyerupai

tulisan kuno, hanya Jaques yang tahu maksud dari tulisan kuno itu. Penjara itu ada di bawah

tanah dimensi ini, gerbang itu menghubungkan antara dunia atas dimensi dan dunia bawah

dimensi.

“Oh, tidak... tidak... jangan buka gerbang itu!” kata Travis panik.

Aswold tersenyum.

“Tidak jangan sampai gerbang itu terbuka!” kata Justin resah. Begitu juga dengan Carol.

“Sayang sekali Andolf gagal menghambat gerakan Jonathan. Gerbang itu sudah terbuka.”

gumam Kikda.

Semua orang yang ada di sana melihat ke arah gerbang. Berbeda dengan reaksi Andolf dan

Travis dkk., Jonathan dan anak buahnya terlihat senang dengan terbukanya gerbang penjara itu.

Seseorang berjalan dari dalam gerbang itu. Jonathan semakin melebarkan senyumannya.

Mimpi dan misinya menjadi kenyataan dan sukses!

Andolf semakin tak percaya, dia harus melakukan sesuatu untuk menghentikkan gerbang

itu terbuka.

“Jangan... jangan sampai gerbang itu terbukaaa!” kata Andolf. Dia langsung berlari ke arah

gerbang.

Page 133: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

133

Semua orang menatap Andolf, begitu juga dengan Jonathan. Jonathan tersenyum kecut

melihatnya dan ikut berlari mengejar Andolf.

“Sudah terlambat bagimu Andolf! Gerbangnya sudah terbuka, dan aku akan selalu

menghalangimu dalam usaha menghambat jalanku untuk misiku!!!” kata Jonathan.

Jonathan menendang perut Andolf. Andolf terlempar, dan terjatuh dengan sentakkan hebat

ke tanah. Perutnya sakit dan mulutnya mengeluarkan darah. Jonathan menghampiri Andolf, dan

mencengkram baju Andolf dengan kencang, menatap Andolf dengan beringas dan tajam.

“Kau dan murid-muridmu yang tolol itu akan mati di sini!”

Orang itu hampir sampai keluar dari gerbang. Badan Chloe bergetar hebat mendengar

suara orang berjalan di dalam. Tubuhnya juga sudah sangat lemas. Dia tidak bisa berlari menjauh

dari gerbang itu, tubuhnya masih dalam keadaan disegel oleh mantra.

DRAP!

Seseorang berdiam diri di ambang gerbang penjara. Seseorang yang berbaju kumal dan

sangat kurus. Tidak ada daging yang menempel di tulangnya. Orang itu berkulit keriput. Chloe

tercengang melihat seorang pria yang berdiri di gerbang itu. Dia ketakutan. Jonathan berhenti

menyerang Andolf dan melirik ke arah gerbang, dia tersenyum setelah melihat pria itu

menampakkan dirinya di gerbang penjara, meski keadaannya sangat memprihatinkan dan

menyeramkan, tapi dia tetap bisa melihat kharisma yang ada pada diri ayahnya. Travis, Carol,

Alvin dan Justin tercengang melihat pemandangan jauh disana. Semua orang melihat pria itu,

yang baru bebas dari penjara.

* * *

Page 134: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

134

# 21 Reunion

Pria itu tersenyum. Dia akhirnya bebas. Selama bertahun-tahun dia terkurung dalam

penjara yang berada di dimensi lain. Penjara yang dibuat oleh musuh beratnya di dunia ini,

sekaligus sahabat karibnya. Dia bebas! Ini adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu selama dia

ada di dalam penjara yang menyesakan itu. Berkat bantuan anaknya, dia bisa bebas.

Pria itu berdiri di ambang gerbang penjara. Tampilannya sangat menyedihkan. Muka yang

sangat tirus akibat tidak makan bartahun-tahun. Tubuhnya sangat kurus. Bajunya robek-robek,

kotor, dan kumal. Kepalanya botak, karena rambutnya rontok akibat kurang nutrisi. Di mukanya

terdapat bekas luka goretan pedang yang menonjol ke dalam. Matanya cekung kedalam, dan

terdapat garis hitam di bawah kelopak matanya. Bibirnya kering. Dia tersenyum lagi

memperlihatkan giginya yang masih rapih dan kuat. Dia pria yang tinggi, meski tidak makan

selama terkurung dalam penjara, dia masih bisa berdiri tegak, itu menggambarkan kalau dia pria

yang kuat dan hebat. Dia adalah Dereck Andreaz!

“Ya wijan ank yawi tarau wijan yanakn geraya gelihu wabuks. Ya yakugia maks maks

nenr!” gumamnya dalam bahasa latin, “Aku tidak akan mati walau tidak makan selama seribu

tahun. Aku manusia yang kekal!” ulangnya seraya tersenyum. Suaranya hanya bisa didengar

sampai Jonathan dan Andolf.

Semua orang yang ada disana memandang ke arah Dereck Andreaz. Mereka ada dalam

diam.

Dalam hati Chloe bertanya-tanya siapa pria tua yang menyeramkan dan kurus ini. Pria

yang sepertinya orang jahat.

Jonathan berjalan menghampiri Dereck. Dereck melihat Jonathan datang menghampirinya,

dan tersenyum padanya.

“Ayah...” kata Jonathan, membungkukan badannya untuk menghormati Sang Ayah.

Page 135: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

135

Dereck menggerakkan tangannya yang kaku, dan memegang kepala Jonathan, “Jangan

begitu, seharusnya akulah yang melakukan itu karena berkat kau sekarang aku bebas.” katanya.

“Aku hidup untuk mengabdi padamu.”

Dereck dan Jonathan saling tersenyum.

* * *

DSING!

Sebuah suara yang keras muncul dan mengangetkan mereka semua. Mereka berbalik

mencari sumber suara aneh itu. Dan mereka mendapati sesuatu yang tak diduga jauh disana.

Gareth, Peter, Chester, Agni, Dani, Rega, dan Zac muncul. Zac berada di belakang mereka.

Mereka semua melihat keadaan yang ada di dimensi ini. Begitu hancur. Semua orang terpisah,

dan bertarung dengan musuh mereka masing-masing. Dan mereka, orang yang berada di pihak

Andolf sedang dalam keadaan terjepit, keadaan mereka sunggguh sangat menyedihkan.

Gareth melihat Jonathan sedang berdiri bersama seorang pria tua yang kumal, melihat

Andolf sedang terduduk lemah di atas tanah dengan baju yang robek-robek dan terlihat sangat

lelah, kembali lagi melihat Jonathan dengan pria tua itu, yang adalah Dereck.

“Oh sial, aku terlambat!” katanya kaget.

Peter, Chester, Agni, Dani, Rega, dan Zac melirik Gareth.

Zac melihat Jonathan dengan pria tua, tapi sepertinya Jonathan tidak tahu kalau Zac ada

disini.

Hati Jonathan berubah setelah melihat Gareth dan kawan-kawannya datang. ‘Kenapa

orang itu datang di saat seperti ini. Mengganggu saja!’

Gareth dan yang lain berjalan ke tempat Andolf.

* * *

‘Siapa itu?’ batin Travis dan Alvin.

Page 136: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

136

Mereka juga kaget melihat guru-guru Hemsworth berjalan bersama dengan pria yang

mereka tidak tahu siapa, dan melihat Zac yang berjalan di belakang mereka. Ikatan karet yang

ada di leher mereka pun mulai meronggar, mereka jadi bisa bernafas lebih leluasa.

Konsentrasi Aswold sekarang tidak hanya pada Travis dan Alvin, tapi lebih kepada Dereck

dan Gareth. Dia tidak tahu kalau Gareth bisa pergi ke dimensi ini. Dan yang lebih merepotkan,

dia membawa guru-guru yang termasuk hebat dan kuat ke dimensi ini. Apa yang akan dilakukan

Jonathan dalam menghadapi Gareth yang baru datang bersama teman-temannya?

* * *

“Aku tidak menyangka kalau kau akan mampir kesini, mantan sahabatku...” kata Jonahan

sambil berjalan mendekati Gareth. “...lengkap sudah kebahagiaanku hari ini. Aku bisa bertemu

dengan kakakmu dan bertarung dengannya. Dan yang paling penting ayahku akhirnya bebas dari

penjara yang diciptakan Jaques. Sahabat lamaku datang dan melihat bebasnya ayahku dari

penjara... hari ini ternyata hari reuni kita selama bertahun-tahun kita tidak bertemu.” lanjutnya.

Dia berhenti berjalan dan menatap Gareth dengan tatapan dingin, “Apa yang kau inginkan?”

tanyanya dengan nada yang tajam.

Gareth tidak menjawab pertanyaan Jonathan. Tatapannya sedang mencari-cari sosok

Chloe. Akhirnya matanya menemukan sosok Chloe. Wajah Chloe pucat dan terlihat lemas. Dia

menyipitkan matanya untuk melihat Chloe dengan jelas. Sepertinya Chloe... Ah! Chloe akan

pingsan!

* * *

Ikatan mantra hilang dari tubuh Chloe. Chloe bisa bernafas dengan lega. Tapi, tatapannya

berkunang-kunang, dia sangat lemas. Dia sudah tak kuat lagi. Tatapannya berhenti ke sosok

seorang pria yang sedang berdiri memandanginya. Siapa itu? Tanya Chloe dalam hati. Apakah

itu orang jahat lagi? Tanyanya lagi. Ah, dia terlalu lemas untuk berpikir keras, otaknya sudah

lumpuh untuk berpikir. Sekarang matanya berkunang-kunang lagi, dan akhirnya semuanya gelap.

Tubuhnya terjatuh. Chloe tak sadarkan diri.

* * *

Page 137: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

137

‘Chloe akan pingsan! Dia akan jatuh. Tidak... kalau dia terjatuh seperti itu, dia akan

mati!’ batin Gareth resah.

“Chloe akan pingsan! Kita harus menyelamatkannya!!” katanya panik.

Mendengar Gareth bicara seperti itu, Zac langsung berlari secepat mungkin dengan

jurusnya. Gareth pun mengurungkan niatnya karena Zac sudah berlari sangat kencang

meninggalkannya. Dia akan menangkap tubuh Chloe.

Jonathan tidak menyadari kalau yang berlari itu adalah Zac. Tatapannya hanya tertuju

kepada Gareth.

Suara Gareth begitu kencang, bisa terdengar sampai Travis, Alvin, Justin, dan Carol.

Mereka semua kaget begitu pria misterius itu menyebutkan nama Chloe yang akan pingsan.

Travis begitu kaget mendengarnya. Dia ingin menyelamatkan Chloe, tapi keadaannya tidak

memungkinkan. Dia sendiri juga dalam keadaan terikat. Tapi dia melihat seseorang dengan

kencangnya berlari ke arah Chloe. Beberapa saat dia tidak tahu siapa yang berlari

menyelamatkan Chloe, dan akhirnya dia tahu bahwa itu adalah Zac.

Sebelum Chloe terjatuh ke tanah. Zac sudah memegang tubuh Chloe. Untunglah dia tidak

terlambat. Dia menyentuh tubuh Chloe yang lemas, wajahnya begitu pucat, gara-gara darah yang

terus keluar dari tangannya. Ah, dia jadi teringat, tangannya, Zac membawa Chloe ke tanah dan

membaringkan tubuhnya, kepalanya ada di pangkuannya. Dia menyentuh tangan Chloe yang

terluka. Darah masih bercucuran. Sayang sekali dia tidak membawa plester atau perban. Tapi dia

punya ide, dia robekkan bajunya, lalu melilitinya ke tangan Chloe agar pendarahannya berhenti.

Dia menyentuh tubuh Chloe dengan hati-hati seperti barang berharga.

Travis melihat adegan itu. Ada sedikit rasa cemburu yang menjalari tubuhnya. Dia

cemburu pada Zac yang menyelamatkan Chloe. Dia ingin dialah yang menyelamatkan Chloe.

Dia mencoba menghilangkan rasa cemburunya, seharusnya dia tidak begitu, seharusnya dia

berterimakasih pada Zac karena dengan tepat waktu dia menyelamatkan Chloe, kalau tidak,

Chloe bisa mati. Ya, dia tidak harus cemburu pada Zac, dia jangan seperti anak kecil.

Dereck melihat pada Zac. Zac yang sedang membenahi Chloe, merasa sedang diamati, dia

menghadap ke arah Dereck, dan mereka sekarang saling tatap-menatap. Ada kegundahan hati di

Page 138: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

138

antara mereka. Zac kembali fokus pada Chloe. Tetapi Dereck masih tetap mengamati Zac, karena

Dereck merasa aneh melihat Zac.

Hati Gareth setidaknya lebih tenang karena Chloe sudah diselamatkan oleh anak muda itu.

Anak muda itu bergerak cepat, dia harus berterimakasih banyak pada anak muda itu. Dia juga

tadi melihat gerakan anak muda itu saat menyentuh tubuh Chloe dengan sangat hati-hati, dan

dengan sigapnya dia menghentikan pendarahan pada tangan Chloe. Apa anak muda itu...

menyukai Chloe?

“Sayang sekali...” perkataan Jonathan membuat Gareth bangun dari lamunannya.

“Jumlahmu lebih banyak dari pada jumlahku, lagipula, aku sudah lelah untuk bertarung. Jadi...”

Jonathan membalikkan badannya untuk melihat ayahnya. Dereck mengangguk kecil. Lalu

dia membalikkan badannya ke arah Gareth, dan tersenyum, Gareth tidak tidak membalas

senyuman yang dilontarkan Jonathan

“Perc! George! Ayo!” teriaknya.

Aswold mengerti maksudnya. Jonathan akan meninggalkan dimensi ini. Karena Gareth

datang, tidak mungkin dia akan bertarung lagi, sedangkan tenaganya sudah terkuras karena

pertarungannya dengan Andolf. Dia sendiri sudah lemas akibat bertarung dengan kedua murid

ini. Aswold melepas cengkeraman karet yang meliliti leher kedua murid itu. Dia mengeluarkan

jurus berpindah tempat. Aswold menghilang di hadapan Travis dan Alvin dan sekarang sudah

ada di sisi tubuh Jonathan.

Sama seperti Aswold, George dan Dereck pindah ke tempat Jonathan. Mereka berempat

sudah bersama. “Lain kali kita akan bertemu lagi, dan mungkin aku bisa membunuhmu nanti.

Selamat tinggal!” kata Jonathan seraya tersenyum dengan picik. Dalam sekejap mata mereka

menghilang dari dimensi ini.

Melihat majikannya menghilang. Fierpapi mengeluh, majikannya selalu mengabaikannya.

Ini waktunya untuk meninggalkan tempat ini. Padahal dia ingin membunuh kedua anak ini dulu,

tapi si Aswold yang tidak bertanggung jawab itu malah meninggalkannya, berarti dia juga harus

pergi dari tempat ini. Dia menatap Carol, “Selamat tinggal.” katanya. Fierpapi pun menghilang.

Page 139: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

139

Mantra yang ada di tubuh Carol ikut menghilang. Sekarang Carol bisa bernafas lega. Dia

langsung berlari ke Justin. Dia menangis saat tiba di tempat Justin. Lalu dia mencoba membuka

kawat yang meliliti tubuh Justin, perlahan-lahan, dan akhirnya Justin terbebas dari kawat duri itu.

Carol tersenyum senang dan menangis haru. Dia melihat baju Justin yang robek-robek dan tubuh

Justin yang terluka akibat kawat duri itu. Dia langsung memeluk tubuh Justin dan menangis.

Justin pun memeluk tubuh Carol dan membelai rambut Carol.

* * *

Dani dan Agni pergi ke tempat Travis dan Alvin. Mereka terlihat lelah, mereka sedang

duduk di atas tanah, mereka sedang memejamkan mata karena lelah. Dani dan Agni pun sampai

di tempat mereka.

“Bangun pahlawan, pertarungan sudah usai.” kata Agni.

Mereka tersentak kaget dan membuka mata mereka. Mereka melihat Dani, guru olahraga

mereka saat mereka masih di tingkatan ES, dan Agni, guru Sejarah dan Geografi mereka ada di

dekat mereka.

“Pak Agni, Pak Dani.” kata Travis lemah.

“Sudah... jangan dulu bicara, kalian pasti lemas sekali.” kata Dani.

“Kalian hebat karena sudah berani melawan Aswold. Kami bangga pada kalian.” kata

Agni.

Travis dan Alvin tersenyum mendengarnya.

Peter dan Rega menghampiri Justin dan Carol yang sedang berpelukan. Peter dan Rega

saling memandang dan tersenyum melihatnya.

“Waktu berpelukan sudah habis.” kata Rega mengagetkan Carol dan Justin.

Carol dan Justin tersentak dan langsung melepaskan pelukan, mereka tersenyum malu pada

kedua guru mereka, muka mereka memerah akibat malu.

Page 140: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

140

“Syukurlah kalian tidak apa-apa dan tidak ada yang mati. Hanya saja...” kata Peter sambil

melihat ke arah Andolf dan Chloe, “Di sini ada yang terluka parah.” lanjutnya.

Carol dan Justin ikut melihat ke arah Andolf dan Chloe yang sedang terbaring lemah tak

sadarkan diri di pangkuan Zac. Mereka juga aneh karena Zac ada di sini, tapi mereka bersyukur

Zac datang pada saat yang tepat.

Chester menghampiri Zac yang sedang menjaga Chloe dengan protektif, Zac melihat

Chester yang menghampirinya. Setelah sampai, dia langsung memegang tangan Chloe yang

dingin.

“Dia harus segera diobati. Tubuhnya mendingin, mukanya pun pucat sekali.” kata Chester.

Zac hanya diam mendengar perkataan Chester.

“Kali ini perbuatanmu benar karena sudah menolong anak ini. Apa yang kau rasakan

setelah melihat kejadian tadi?” tanya Chester.

Zac masih diam, belum menjawab. Chester melirik Zac selama beberapa menit menunggu

jawaban dan kembali menatap Chloe.

“Entahlah.” jawab Zac singkat.

“Keluargamu bermasalah. Sama seperti dirimu yang suka membuat masalah di sekolah.”

kata Chester dengan nada dingin.

Di antara guru yang lain. Chester-lah yang sering mengurusi masalah Zac dengan

kelompoknya. Chester terkadang muak dengan Zac dan kelompoknya yang suka membuat

masalah. Bahkan, dulu dia guru satu-satunya yang tidak setuju Zac menjadi perwakilan sekolah

untuk mengikuti perlombaan antar sekolah. Tapi karena dia hanya satu-satunya yang tidak

setuju, jadi, dia tidak bisa menolak. Tapi harus diakuinya, hari ini Zac berubah dan menjadi anak

yang baik dan sudah menolong nyawa orang, nyawa Chloe.

“Aku harap kau tidak seperti ayahmu. Kalau tidak... kau akan ada dalam bahaya. Ingat!

Pada akhirnya kebaikan pasti akan menang melawan kejahatan.” lanjut Chester tidak

memandang wajah Zac.

Page 141: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

141

Sesaat Zac merasa badannya bergetar akibat perkataan Chester. Perkataan Chester tadi

membuat Zac berpikir, berpikir akan jalan hidupnya yang dia tempuh. Dia hanya terdiam dan

memandang ke tanah.

Gareth menghampiri Andolf. Andolf memandang tubuh Gareth yang semakin dekat. Nafas

Andolf tidak stabil akibat kecapekan. Sebelumnya dia sudah dipukuli oleh Jonathan, dan

sekarang tubuhnya sangat lemas dan kesakitan. Pil hitam itu juga, sudah memberikan efek

samping yang jelas. Hatinya sakit bukan main akibat pil itu.

“Akhirnya kau datang juga, aku sangat berterimakasih kepadamu karena datang pada saat

yang tepat. Kau ke sini mungkin karena mendapat telepati dari anakmu. Aku tahu kalau Chloe

adalah anakmu...” kata Andolf lemah.

Gareth memandang Andolf dengan tatapan yang kasihan. Kakaknya ini sudah bertarung

hebat dengan Jonathan. Keadaannya sungguh memprihatinkan.

“Chloe... cepat bawa Chloe ke rumah sakit, kalau tidak, dia akan mati karena kekurangan

darah. Ini semua salahku karena sudah mengatakan pada Aswold kalau Chloe adalah anakmu.

Aku tidak tahu kalau Aswold ada di pihak Jonathan, sehingga dia memberitahu Jonathan.

Seharusnya aku tidak memberitahu Aswold soal ini, jadi saja, Chloe dalam bahaya dan seperti

ini. Maksudmu menyembunyikan identitas asli Chloe karna kau tahu Jonathan akan

merencanakan sesuatu pada keluarga kita. Ma... aff ka-an aku” lanjut Andolf, suaranya semakin

kecil dan lemah.

“Sudah... sudah... jangan terus bicara. Ini semua bukan salahmu atau salahku, cepat atau

lambat, ini pasti terjadi, dan sekarang sudah terjadi. Yang penting semuanya selamat. Aku akan

membawa Chloe ke rumah sakit. Begitu juga denganmu yang terluka parah.” kata Gareth.

Andolf tersenyum lemah. “Terimakasih.” katanya. Lalu tubuhnya terjatuh ke tanah.

Gareth kaget melihatnya. Dia langsung jongkok dan memegang tangan kiri Andolf. Dia

menghembuskan nafas dengan lega karena ternyata Andolf hanya pingsan.

Page 142: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

142

Kikda sampai di tempat Andolf saat Andolf pingsan. Beruntung sekali Gareth datang saat

keadaan mulai terjepit, nyawanya jadi bisa terselamatkan, kalau tidak, dia mungkin akan mati

bersamaan dengan Andolf.

Gareth melirik kepadanya, dan berbalik badan menatapnya.

“Sepertinya ini waktunya untuk aku pergi dari tempat ini. Tugasku sudah selesai.” katanya.

“Terimakasih sudah datang disaat yang tepat, Gareth.”

Gareth mengangguk penuh hormat. Setelah itu, Kikda menghilang.

Gareth kembali menatap ke sekelilingnya, “Semuanya! Kita harus pergi dari sini! Kita

harus cepat-cepat membawa Chloe dan Andolf ke rumah sakit!!” teriak Gareth pada semua

orang.

* * *

Page 143: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

143

# 22 Awake

“Ada apa Perc?” tanya Jonathan ketika melihat Aswold diam. “Ayo cepat! Siapa tahu

Gareth mengejar kita dari belakang.” katanya lagi.

Aswold masih tetap diam.

Jonathan, Dereck, dan George menunggu Aswold.

“Ada yang harus aku lakukan. Kalian duluan saja.” jawab Aswold, dan pergi meninggalkan

mereka.

“Baiklah, kau tahu aku ada dimana kan?” tanya Jonathan setengah berteriak karena Aswold

sudah agak jauh.

Aswold mengangguk.

* * *

“Bisa saja aku tidurkan kalian selamanya. Tapi aku ingin kalian melihat sendiri apa yang

sudah terjadi pada kepala sekolah Hemsworth.”

Aswold tersenyum membayangkannya. Semua orang pasti bertanya-tanya dengan keadaan

Andolf yang menyedihkan, dan ini pasti akan menjadi kontroversi. Pertarungan persahabatan

antar sekolah yang gagal, dan melihat kepala sekolah yang babak belur. Hemsworth pasti akan

dibanjiri wartawan dan masuk berita lagi. Mereka pasti akan terus bertanya apa yang sebenarnya

terjadi, kenapa Andolf babak belur, kenapa pertandingan jadi seperti ini, dan kenapa mereka

tertidur. Aswold yakin pasti Andolf dan orang-orang yang menjadi saksi pertarungan di dimensi

itu tidak akan mengatakan pada wartawan dan publik kalau ini ulah Jonathan Andreaz, anak dari

Dereck Andreaz. Permainan ini semakin menarik. Dia ingin tahu akhir dari permainan ini

bagaimana.

Aswold akan mengucapkan mantra untuk membangunkan orang-orang yang ada di

lapangan ini. “Waktunya bangun sayang...”

Page 144: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

144

Mata Aswold menerawang lapangan yang dipenuhi orang-orang yang sedang tertidur.

Sebelum Gareth yang membangunkan semua orang, lebih baik dia yang membangunkannya.

Agar lebih menarik.

“Taneuc.”

Kabut menyelimuti seantero lapangan. Perlahan-lahan kabut melewati orang yang sedang

tertidur, dan setelah itu mereka mulai terbangun.

Aswold tersenyum lalu dia menghilang bagaikan diterpa angin.

* * *

Mereka masih belum sadar sepenuhnya dengan apa yang terjadi dengan mereka. Mereka

belum ingat kejadian sebelumnya. Mereka melihat ke sekeliling mereka, mereka melihat orang-

orang yang sama seperti mereka, bingung dengan apa yang terjadi. Mereka melihat matahari

sudah turun ke bawah, berarti ini sudah sore. Mereka sadar kalau mereka baru terbangun dari

mimpi mereka, begitu juga dengan semua orang yang ada di sini yang terlihat baru bangun.

Berarti mereka tidur masal? Sebenarnya apa yang terjadi? Mereka melihat kalau mereka sedang

duduk di pinggir lapangan. Bahkan beberapa dari mereka ada yang duduknya berantakkan akibat

tertidur. Akhirnya mereka mulai ingat kejadian yang mereka alami sebelum tertidur. Mereka

sedang menonton pertandingan antar sekolah di sekolah Hemsworth. Tapi kenapa mereka bisa

tidur? Apa yang terjadi dengan peserta pertandingan?

Beberapa dari mereka mulai bangkit dari duduk mereka, dan pergi menuju bangunan

sekolah. Beberapa lagi masih duduk dan berbincang-bincang dengan teman mereka, dan

bertanya apa yang terjadi, tapi jawabannya pasti ‘aku tidak tahu, aku sendiri ingin bertanya

padamu’.

Panitia dan para guru pun sama bingungnya dengan penonton. Mereka baru saja terbangun

dari mimpi mereka yang panjang. Melihat keadaan lapangan, ketua panitia meminta pada

bawahannya untuk melihat keadaan di hutan sana, melihat keadaan peserta pertandingan.

* * *

Page 145: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

145

“Pak, sama seperti keadaan di lapangan ini. Mereka, peserta pertandingan juga tidak tahu

apa yang terjadi pada mereka. Mereka sama seperti kita, mereka tertidur!!” lapor salah satu

bawahan yang dimintai ketua panitia untuk melihat keadaan peserta pertandingan.

Dan yang lainnya menuntun peserta pertandingan kembali ke lapangan. Peserta terlihat

linglung karena baru saja terbangun.

Ketua panitia, Josh, sedang memikirkan sesuatu.

“Pak, kami melihat kursi kepala sekolah Hemsworth kosong. Kami sudah mencari dia di

mana-mana tapi kami tidak menemukannya!!” lapor salah satu panitia pada Josh.

Semua orang yang ada di tempat panitia matanya tertuju pada Josh. Mereka menunggu

ketua angkat bicara.

“Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sini. Ayo kita pergi ke bangunan sekolah ini.” kata

Josh, akhirnya.

“Tapi bagaimana dengan orang-orang yang ada di lapangan ini? Mereka menunggu kita

menjelaskan sesuatu.” tanya salah satu dari panitia.

“Kita butuh mic untuk memberitahu mereka.” jawab Josh.

“Dan bagaimana dengan pertandingan ini? Kenapa kita bisa tertidur?” tanya salah satu

panitia yang lain.

“Kepala sekolah Hemsworth benar-benar tidak ada?” Josh balik bertanya.

“Ya. Dia tidak ada di kursi.”

“Berarti kita butuh penjelasan darinya. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di pertandingan

persahabatan antar sekolah kali ini. Sepertinya dia tahu sesuatu.” ketua itu menarik nafas, dan,

“Kita pergi ke bangunan sekolah sekarang. Dan Miky, kau yang beritahu semua orang di sini

untuk pulang saja ke rumahnya. Ada kesalahan teknis. Diharapkan jangan ribut. Kau urus saja

semua orang ini. Aku percayakan padamu, aku yakin kau bisa.” pinta Josh.

“Baik!” kata pria yang bernama Miky.

Page 146: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

146

Josh dan beberapa panitia pergi ke bangunan sekolah. Sedangkan Miky mencari Mic

untuk memberitahu penonton agar tetap tenang, karena suasana di lapangan ini sangat ribut oleh

suara penonton yang terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah suara Miky ada di speaker, penonton diam. Suasana lapangan pun hening.

“Ada kesalahan teknis disini. Aku harap kalian memakluminya. Kami sebagai panitia pun

tidak tahu apa yang sudah terjadi di sini. Para peserta pertandingan pun ikut tertidur seperti

kita...” kata Miky pada para penonton.

Suasana kembali ribut seletah Miky mengatakan kalau para peserta ikut tertidur.

Panitia mencoba untuk menenangkan para penonton.

“Tenang... tenang... di sini peserta sedang duduk beristirahat. Tidak ada yang terjadi pada

mereka. Pertandingan hari ini dibatalkan. Kami sebagai panitia meminta maaf, tolong dimaklumi

Kalian boleh pulang sekarang. Terimakasih.” Miky membungkukan badannya dan menyimpan

mic ke meja.

Suasana lapangan menjadi sangat ribut. Mereka kecewa dan marah karena pertandingan

hari ini dibatalkan, mereka butuh penjelasan yang lebih lengkap. Mereka terus ribut. Panitia,

guru-guru, dan para staf lainnya kewalahan menenangkan penonton yang kecewa dan meminta

penjelasan. Begitu juga dengan para wartawan yang terus bertanya pada panitia tentang kejadian

ini dan kenapa pertandingan hari ini bisa jadi seperti ini dan dibatalkan.

“Untuk sekarang, kami belum bisa menjelaskan. Kerena kami juga tidak tahu sebenarnya

dengan kejadian ini. Tba-tiba saja jadi seperti ini.” jawab salah satu dari panitia. “Mohon sabar.

Kami benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Tolong jangan dulu di ganggu.” lanjutnya.

Panitia membawa keamanan untuk mengamankan wartawan yang terus memfoto dan

bertanya meminta penjelasan. Akhirnya para wartawan bisa di amankan. Tapi, para penonton

masih belum bisa tenang. Mereka masih menunggu panitia bicara dan menjelaskan sesuatu. Tapi

karena panitia terus diam tidak mengatakan sesuatu pada mereka. Mereka akhirnya menyerah,

dan beberapa dari mereka meninggalkan lapangan ini.

* * *

Page 147: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

147

# 23 Berita Buruk

“Aku harap Andolf bisa menjelaskan ini semua. Di sini ada wartawan, pasti merepotkan.

Mereka pasti akan menulis artikel tentang ini. Lagi-lagi Hemsworth akan masuk berita.” kata

Josh.

Josh dan kawan-kawan sedang berjalan di koridor. Panitia yang lain mengangguk setuju.

“Ya. Kami tidak tahu harus mengatakan apa kalau wartawan bertanya yang tidak-tidak.

Waktu itu kami sangat lelah ditanyai terus oleh wartawan karena serangan Akciks yang

mendadak itu.” timpal Tyra, guru dari Hemsworth.

“Aku rasa serangan Akciks itu ada yang mengendalikan di balik tirai. Mana mungkin

Akciks yang di segel di hutan bisa keluar dan menyerang ke sekolah ini. Pasti ada tangan yang

mengendalikan Akciks.” timpal salah satu panitia yang lain.

Yang lain mengangguk setuju.

“Aku rasa begitu.” kata Tyra.

“Ayo cepat! Kita harus bawa Andolf dan Chloe ke rumah sakit. Keadaan mereka kritis!”

kata seorang pria yang ada di sana dengan suara keras.

Mendengar nama Andolf di sebutkan, panitia itu langsung berlari menuju sumber suara.

Mereka berlari, dan mendapati beberapa orang yang ada di ruangan dengan keadaan yang

berantakan.

“Apa yang terjadi?!” tanya Josh panik. Josh melihat Gareth sedang menggendong Andolf

yang tak sadar. Dia juga melihat beberapa guru Hemsworth dan beberapa murid yang sepertinya

juga murid Hemsworth dalam keadaan yang berantakkan, dan salah satu dari mereka tak

sadarkan diri seperti Andolf, sedang di gendong oleh Chester.

“Kau... Gareth Albequie? Adik Andolf?” tanya Josh lagi.

Page 148: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

148

Gareth dan yang lain tampak terlihat kaget begitu bertemu dengan Josh dan panitia yang

lain.

“Apa yang terjadi dengan kalian?” tanya Tyra.

“Ceritanya panjang. Tak ada waktu untuk menceritakannya. Andolf dan Chloe dalam

keadaan kritis, mereka harus segera di bawa ke rumah sakit!! Mereka yang ada di belakangku

juga harus segera diobati.” jawab Gareth.

Josh dan yang lain menatap Travis, Carol, Justin, dan Alvin yang luka-luka.

“Benar. Mereka harus segera dibawa ke rumah sakit.” kata Josh.

“Tapi di luar sana banyak wartawan. Mereka akan melihat ini, dan pasti mereka akan

bertanya-tanya.” kata Tyra.

“Tidak apa-apa, situasinya genting.” kata Gareth. “Oh ya, tolong bawa Andolf. Aku harus

menelpon istriku dulu.” pinta Gerath pada Rega.

Gareth memberikan Andolf pada Rega, dan Rega menerimanya, Peter mencoba membantu

Rega.

Gareth mengambil ponselnya dan akan menelpon Maria.

* * *

“Chloe terluka parah, aku dan teman-teman akan segera membawa Chloe ke rumah sakit.

Nanti aku akan ceritakan yang sebenarnya.” kata Gareth di telepon.

Seperti ada sengatan listrik di tubuh Maria. Dia tidak percaya dengan perkataan Gareth

barusan. “Ch-chloe? Terluka parah?” tanyanya tak percaya.

Gareth menghembuskan nafas dengan kasar, “Ya. Aku benar-benar ayah yang payah. Aku

tak bisa bicara banyak. Di sini banyak orang-orang yang ribut dan wartawan yang terus

bertanya. Sial, mereka sudah melihat kita. Tunggu aku di rumah sakit. Agni sudah menelpon

ambulan dan sekarang mungkin ambulan akan segera sampai. Dah.” Gareth menutup telepon.

Page 149: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

149

Maria masih memegang ponsel di telinganya, dia masih kaget dengan berita yang baru di

dengarnya. Chloe terluka parah. Berarti benar apa yang dia rasakan, berarti perasaan gelisahnya

itu ingin memberitahu kalau Chloe dalam bahaya. Berarti saat dia mendengar suara Chloe yang

memanggilnya, itu semua karena Chloe memang dalam bahaya. Semua kegelisahan yang dia

rasakan itu benar. Chloe terluka parah. Astaga, dia bisa gila. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa

Chloe bisa terluka parah?

Dia duduk di kursinya dengan resah. Daritadi pun dia memang sudah resah. Tadi dia terus

menelpon Gareth, tapi tidak ada sambungan. Sepertinya tadi Gareth sedang melakukan sesuatu

dan menyelamatkan Chloe. Sekarang, setelah mendengar berita itu, dia semakin resah. Semoga

tidak terlalu parah lukanya. Oh, Chloe anaknya satu-satunya yang sangat dia cintai. Semoga

Chloe tidak apa-apa. Terdengar ketukan pintu dari luar yang membuyarkan lamunannya.

“Masuk!” pinta Maria.

Seseorang membuka pintu, “Nyonya, waktunya pemeriksaan pasien.” kata wanita muda

itu.

Maria melihat jam tangan yang ada di tangan kanannya. “Oh ya.” katanya.

Lalu dia menyiapkan peralatannya dan pergi dari ruangannya.

* * *

Ambulan datang. Semua orang sedang berkumpul di halaman depan sekolah Hemsworth.

Mereka ingin melihat kepala sekolah Hemworth yang terluka parah. Serta beberapa siswa-siswa

keren yang juga terluka. Para wartawan terus bertanya dan memfoto Gareth dan orang-orang

yang akan naik ambulan. Tapi mereka hanya diam tidak menjawab perkataan mereka.

Gareth, Justin, Travis, Carol, Alvin, Zac, Chester, Peter, dan Rega masuk ke ambulan

bersama Chloe dan Andolf yang terluka parah.

Ada beberapa wartawan yang mengikuti ambulan tersebut, dan ada beberapa wartawan

yang masih berada di halaman depan sekolah Hemsworth untuk bertanya pada guru yang tadi

muncul bersama Gareth. Suasana di sekolah Hemsworth masih ricuh meski hari sudah mulai

gelap.

Page 150: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

150

* * *

Mereka sudah sampai di rumah sakit Elvio. Para Shilly dan pembantunya sudah siap untuk

membawa mereka ke ruang gawat darurat. Begitu juga dengan Maria. Travis, Justin, Alvin, dan

Carol, yang juga terluka, tapi tidak begitu parah, dibawa ke ruang pasien. Mereka akan di obati

oleh Shilly. Gareth, Chester, Peter, dan Rega menunggu di kursi yang disediakan di koridor.

Beberapa wartawan yang mengikuti mereka sampai dan menemui Gareth, Rega, Peter, dan

Chester, mereka meminta penjelasan yang jelas. Gareth terlihat kesal dengan wartawan yang

terus bertanya, tapi dia dengan sopan menyuruh pada wartawan agar sabar menunggu, karena dia

sekarang sedang tidak ingin ditanyai sesuatu tentang Andolf, dia lelah. Gareth, Rega, Peter, dan

Chester butuh istirahat. Akhirnya keamanan rumah sakit meminta wartawan untuk pergi

meninggalkan mereka. Dan wartawan dengan hati kecewa pergi.

* * *

Page 151: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

151

# 24 Masalah baru

“Apakah ini dengan stasiun TV Westwik?” tanya Aswold, dia menutup bibirnya dengan

sarung tangan agar suaranya berbeda dengan suara aslinya.

“Ya, benar. Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang wanita yang ada di telepon.

“Ada. Saya hanya ingin memberitahu kalau ada sesuatu yang terjadi di gedung sekolah

Lincon, tepatnya di dalam gudang sekolahnya.”

“Sesuatu seperti apa?” tanya wanita itu.

“Anda bisa lihat sendiri nanti. Saya jamin, stasiun Anda akan mendapat royalti besar kalau

Anda pergi ke sekolah itu. Anda bisa muat beritanya langsung. Sebuah berita yang sangat

menarik.”

“Apakah itu benar? Apa yang membuat saya percaya dengan perkataan Anda, siapa tahu

Anda hanya mempermainkan saya.”

“Kalau Anda tidak percaya. Tidak apa-apa. Saya akan telepon stasiun TV yang lain yang

percaya akan mendapat royalti besar dari berita yang saya sampaikan.”

Wanita itu tampak ragu, “Baiklah,” katanya. “Di sekolah Lincon tepatnya di gudang

sekolahnya?”

“Benar.”

“Dengan siapa saya bicara?”

“Tuan... Andy.”

“Ok, terimakasih.”

Aswold menutup teleponnya. Dia melepaskan sarung tangan yang menempel di bibirnya

dan tersenyum.

“Bagaimana?” tanya Jonathan.

Page 152: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

152

“Dia menerima kalau dia akan pergi ke sekolah Lincon.” jawab Aswold.

Aswold membuka tutup handphone-nya dan melepas kartu perdananya lalu mematahkan

kartu itu. Agar nomor yang tadi dia pakai telepon pada stasiun TV tidak bisa dilacak, lalu

merusak handphone-nya sampai bentuknya tak karuan.

Jonathan tersenyum senang, “Bagus. Permainan akan dimulai. Selamat repot Hemsworth.”

dan Jonathan tertawa terbahak-bahak.

Aswold dan Dereck pun ikut tertawa.

“Oh ya,” kata Dereck.

Jonathan dan Aswold berhenti tertawa dan menatap Dereck.

“Apa?” tanya Jonathan.

“Waktu di dimensi itu, aku melihat seorang anak muda yang menyelamatkan gadis yang

pingsan itu. Mukanya mirip kamu, Jo.” kata Dereck.

“Seperti aku?”

“Ya, benar. Rambutnya pirang dan matanya biru, sama seperti dirimu.”

Jonatan menekan bibir bawahnya.

“Aku dan dia sempat saling menatap, tak lama kemudian, dia kembali fokus pada gadis itu.

Aku merasa... merasa tidak asing padanya.”

Jonathan mencoba membayangkan apa yang tadi dikatakan Dereck, dan dia mulai bisa

membayangkannya. Dia memutarkan kedua bola matanya, “Tentu saja kau akan merasa tidak

asing melihatnya, karena itu cucumu.”

“Cucuku?”

“Mukanya miri sepertiku, kan? Matnya biru? Rambutnya pirang? Tinggi?”

“Benar.”

Page 153: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

153

“Ya, dia anakku.”

Dereck kaget dengan perkataan Jonathan. Kali ini dia tidak menjawab perkataan Jonathan.

Jonathan baru tahu kalau anaknya ikut ke dimensi itu bersama Gareth. Dia tidak melihatnya,

karena matanya hanya tertuju pada Gareth. Dia sendiri lupa pada sosok anaknya, sudah lama

sekali tidak bertemu dengannya.

‘Jadi, tadi dia ikut ke dimensi itu?’

* * *

Bazoka, Ziven.

“Kita disuruh ke sekolah Lincon malam-malam begini?” tanya Tian, seorang kameramen

dari stasiun TV Westwik.

Mereka masuk ke dalam lift.

“Yap.” jawab Laila, seorang reporter.

“Hanya berdua?” tanya Tian lagi.

Laila memperlihatkan wajah kesalnya pada Tian karena dia terus bertanya, seperti anak

kecil saja.

“Benar! Tadi aku menerima laporan dari atasan kalau kita harus pergi ke sekolah Lincon

untuk mencari berita yang katanya ada sesuatu yang menarik di dalam gudangnya. Berita ini

belum dipastikan benar, jadi atasan hanya meminta kita berdua yang meliput berita angin itu.”

“Siapa yang memberitahu tentang ini?”

Pintu lift terbuka, mereka keluar dari lift dan berjalan di tempat parkir yang sepi.

“Hmm... katanya seorang pria yang mengaku bernama Andi pakai I atau Andy pakai Y, ah,

apalah itu.”

“Bagaimana atasan bisa percaya dengan ucapan pria misterius itu?! Siapa tahu pria itu

hanya mengada-ngada.” protes Tian.

Page 154: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

154

“Aku juga berpikiran seperti itu. Makanya kita ditugaskan atasan hanya berdua, siapa tahu

pria itu hanya berbohong. Ini pekerjaan kita, apapun harus kita jalani, siapa tahu benar. Lagipula,

katanya, pria itu mengatakan dengan nada yang serius, dan kalau pihak ini tidak percaya dengan

ucapannya, dia akan menelpon stasiun TV lain yang mempercayainya. Berarti, dia berkata benar

dong, sayang kan kalau kita melewatkannya.”

“Hah! Terserah! Siapa yang nyupir?”

Mereka sampai di depan mobil yang akan mereka pakai.

“Kau saja.”

“Kau aja. Nanti kan aku capek kalau harus bawa kamera yang berat.”

“Tapi ini kan sudah malam. Gak baik kalau wanita yang menyetir mobil.”

“Itu tidak ada hubungannya. Kau sajalah!”

“Ayolah. Kau kan laki-laki. Kau saja yang menyetir!”

Karena Laila terus memaksa Tian, akhirnya Tian yang menyetir mobil. Mereka pun pergi

menuju sekolah Lincon.

* * *

Setelah membujuk penjaga sekolah Lincon yang keras kepala, akhirnya dengan ijin kepala

sekolah Lincon di telepon, kerena kepala sekolah Lincon sedang ada di negara Elvio. Tian dan

Laila masuk ke dalam sekolah Lincon. Mereka dituntun menuju gudang sekolah oleh penjaga

sekolah yang tadi.

Suasana sekolah nampak gelap dan menakutkan di malam hari, juga sepi. Di perjalanan

mereka bertiga bercakap-cakap tentang sekolah ini. Penjaga sekolah itu mengakui kalau dia

sedang bertugas malam memang suka mengalami hal-hal yang ganjil di sekolah ini. Tentu saja,

di setiap sekolah pasti mempunyai makhluk-makhluk gaib yang menjaganya. Tapi karna sudah

biasa, penjaga sekolah itu menganggap biasa saja. Bahkan dia sudah beberapa kali bertemu

dengan hantu yang sama. Karena asik bercerita tentang hantu, tak terasa mereka sampai di

Page 155: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

155

gudang sekolah yang berada di ujung bangunan sekolah ini. Tampilan luar gudang sekolah

Lincon lebih menyeramkan di bandingkan ruangan yang lain yang ada di bangunan sekolah ini.

Jamal, nama penjaga sekolah Lincon, mencari-cari kunci gudang sekolah. Laila dan Tian

menunggu di belakang Jamal. Laila terlihat risih berada di tempat ini, dia melihat ke

sekelilingnya, dia merasa seperti ada yang mengawasi mereka bertiga di atas sana. Bulu

kuduknya berdiri, dia semakin takut. Tubuh Laila mendekat ke tubuh Tian, Tian merasa risih.

“Ada apa sih?” tanyanya.

“Aku takut...” jawab Laila.

“Dasar cewek!” ledek Tian.

Laila memasang wajah masam mendengar perkataan Tian tadi. Tian cekikikan, dia

mengambil kesempatan ini untuk merangkul tubuh Laila.

“Gak usah rangkul-rangkulan!” protes Laila, dia melepas tangan Tian dari pundaknya.

“Ye... katanya takut”

“Tapi kan gak usah rangkul-rangkulan!”

Jamal membuka pintu gudang dan menyalakan lampu senter. Laila dan Tian mulai

konsentrasi dengan pekerjaannya. Mereka mendekati Jamal. Mereka bertiga masuk ke gudang

sekolah yang cukup besar. Jamal mencari-cari saklar ruangan itu. Laila terlihat takut karena

gudang ini gelap dan menakutkan. Dia mendengar sesuatu. Tian mulai merekam gudang ini

dengan kamera yang tadi dia bawa.

Akhirnya Jamal menemukan saklar dan menyalakan lampu. Kini isi didalam gudang sudah

bisa terlihat. Isinya berantakan, tentu saja karena ini gudang, pasti berantakan.

Laila mencari sesuatu, dan Tian merekam gudang ini. Tiba-tiba ada suara yang

mengagetkan mereka berdua. Laila mencoba menghilangkan rasa takutnya. Laila terus berjalan,

Tian dan Jamal mengikuti dari belakang. Laila menemukan sesuatu yang mencurigakan. Laila

mengikuti nalurinya meski hatinya takut. Dia berjalan ke sesuatu yang mencurigakan itu. Sesuatu

Page 156: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

156

itu bergerak dan ternyata itu kain hitam. Laila takut. Dia mencoba untuk membuka kain hitam

itu. Begitu dibuka, dia melihat sebuah mata yang merah.

Laila menjerit. Tian langsung berjalan mendekati Laila dan merekam kain hitam itu.

Jamal membuka semua kain hitam itu. Yang ternyata isinya adalah dua anak laki-laki.

“Astaga!” kata Tian dan Laila bareng.

Tian langsung memfokuskan kamera pada objek itu.

Dua anak laki-laki itu tubuhnya ditali, dan mulutnya di bungkam oleh lakban hitam. Jamal

membuka tali dan lakban hitam itu dari mereka. Akhirnya mereka bisa bertanafas lega.

“Haah!” kata anak laki-laki itu.

“Astaga! Kalian murid perwakilan sekolah?! Kenapa bisa ada di sini?” tanya Jamal.

“Pria bermata merah! Pria bermata merah itu yang menyerang kita!!” jawab salah satu dari

mereka, dia ketakutan, tubuhnya menggigil hebat.

Dua anak laki-laki itu tidak memakai baju. Mereka hanya memakai baju dalam, dan celana

dalam.

Jamal mencoba menenangkan kedua anak itu yang terlihat sangat ketakutan. “Tenang...

kalain coba tenangkan diri. Nanti kalian ceritakan pada kami apa yang terjadi pada kalian

sehingga kalian ada di gudang ini.”

Setelah beberapa menit. Kedua anak itu yang mengaku bernama Titov dan Adit sudah

memakai baju yang diberikan Jamal, mereka pun sudah diberi teh hangat. Sekarang mereka

sudah lebih baik dari sebelumnya, mereka sudah tenang.

Mereka mulai menceritakan apa yang terjadi pada mereka, Laila langsung merekam suara

mereka dengan perekam suara yang ada di ponselnya dan Tian merekam dengan kameranya.

Mereka diserang oleh dua orang pria yang misterius di WC saat mereka sedang buang air kecil

sebelum pergi ke negara Elvio. Mereka pun selesai menceritakan kejadian itu.

Page 157: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

157

“Saat tersadar. Kami sudah tidak memakai baju, dan tubuh kami dililiti tali dan mulut kami

dibungkam. Kami sangat ketakutan!!” kata anak laki-laki yang bernama Titov.

Jamal mengelus-ngelus punggung Titov, “Sudah... yang penting kalian selamat. Kita harus

lapor pada Kepala Sekolah.” kata Jamal.

* * *

Mendengar kalau yang terluka bersama Gareth adalah murid perwakilan Hemsworth,

Travis Bennington dan Alvin Gionino. Panitia menghitung jumlah perwakilan yang berkumpul

di tempatnya. Menurut penghitungannya, murid berjumlah totalnya adalah 18 orang, di kurang

tiga, Travis dan Alvin yang ada di rumah sakit dan Zac yang ikut dengan Gareth, jadi 15, tapi,

yang ada disini berjumlah 13 orang. Sudah tiga kali Raga menghitung jumlah peserta, dan

hasilnya, tetap sama, 13 orang. Akhirnya dia mengabsen peserta, dan murid yang tidak ada di

tempat adalah Titov dan Adit, siswa dari sekolah Lincon. Raga memberitahu pada guru

pembimbing dari sekolah Lincon. Mereka semua langsung mencari Titov dan Adit.

Tapi, dari Kepala Sekolah Lincon mengatakan kalau dia baru mendapat telepon dari

penjaga sekolah di sana, kalau penjaga sekolah menemukan Titov dan Adit yang terkurung di

gudang sekolah. Orang yang dari stasiun TV datang ke sekolah Lincon, ternyata mereka datang

ke sana untuk mencari berita Adit dan Titov. Mereka diberitahu oleh seorang pria yang mengaku

bernama Andy. Sepertinya berita itu akan tayang di TV sebentar lagi, mereka berdua sudah

merekamnya dengan kamera, dan mungkin mereka sudah mengirimkan beritanya kepada stasiun

TV mereka. Sekarang, salah satu guru Lincon datang ke sekolah untuk mengurusi masalah ini.

“Jadi, orang yang menjadi Titov dan Adit waktu itu siapa?” tanya Raj, guru

penanggungjawab murid perwakilan sekolah Lincon.

Matsumoto, kepala sekolah Lincon menggelengkan kepala, “Aku tidak tahu. Dia penyusup

yang masuk ke sekolah Hemsworth ini, dia penyusup yang handal. Dan sepertinya, masalah ini

ada sangkut pautnya dengan masalah yang dialami Andolf dan kawan-kawan.”

“Yah. Kita harus menunggu Andolf sadar. Atau mungkin kita bertanya langsung pada

adiknya, Gareth.” kali ini Josh yang bicara.

Page 158: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

158

Mereka, panitia, para kepala sekolah, dan para guru dari semua perwakilan sekolah sedang

berkumpul di ruang rapat guru Hemsworth. Peserta pertandingan berkumpul di ruang guru yang

ada di sebelah ruang rapat bersama Milky dan Raga, panitia pertandingan.

Para penonton, dan orang-orang yang tidak berkepentingan, termasuk wartawan, sudah

diamankan dan pergi dari sekolah ini. Kini tinggal mereka yang tersisa di sekolah ini untuk

mengurusi masalah ini.

“Aku akan menelpon Jamal.” kata Raj, dia bangkit dari kursi lalu menjauh dari mereka dan

menelpon Jamal.

Beberapa menit kemudian, Raj selesai menelpon. Dia kembali berkumpul dengan panitia

dan yang lainnya. Semua orang yang ada di sana kini menatap pada dirinya.

Raj duduk di kursinya, “Titov dan Adit mengatakan kalau orang yang membuat mereka

begitu itu ada dua orang. Salah satu dari mereka bermata merah menyala yang membuat mereka

tak sadarkan diri. Tadi Jamal lupa mengatakan ini pada Pak Kepala Sekolah. Karena hari sudah

malam, Titov dan Adit disuruh pulang dan istirahat, lagipula mereka baru disekap di gudang

sekolah dalam keadaan tidak memakai baju. Mereka harus menjaga kondisi tubuh mereka.

Jamal, dan guru-guru yang ada di sana meminta pada kedua reporter dan staf-staf yang baru

datang yang meliput berita agar meninggalkan sekolah Lincon, karena yang menjadi korban

butuh istirahat. Sekarang Titov dan Adit sudah pulang, tapi staf-staf itu masih barada di luar

sekolah Lincon. Seperti itulah kata Jamal.”

Orang-orang yang ada di ruangan itu diam.

“Lalu, bagaimana dengan pertandingan dan peserta lombanya?” tanya Ilham, guru dari

sekolah Pallborn.

“Ya, aku sudah berpikir tentang ini. Kalau babak pertama pertandingan ini sebaiknya

dibatalkan.” jawab Josh.

“Dibatalkan?!” tanya beberapa dari mereka dengan kaget.

Josh menyandarkan tubuhnya ke kursi, “Ya, tentu saja. Sekarang keadaannya seperti ini.

Tidak akan baik kalau kita meneruskan babak pertama ini. Menurut pemikiranku, lebih baik kita

Page 159: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

159

adakan pertandingan biasa saja yang berlaku untuk semua murid. Soal acara puncaknya, kita

masih bisa merayakannya. Tapi untuk besok, kita liburkan dulu. Mungkin kita akan mulai lagi

besok lusanya atau besoknya lagi. Sampai keadaan mulai stabil. Kalau besok kita tetap mulai,

wartawan pasti mengejar kita, dan bertanya-tanya soal ini, itu akan repot. Besok juga kita bisa

menjenguk Andolf yang ada di rumah sakit, dan melihat kondisinya, juga bertanya pada Gareth.”

Semua orang yang ada di ruangan itu sedang berpikir apa yang tadi disampaikan Josh.

“Baiklah kalau begitu. Masuk akal juga.” kata Maximillian, kepala sekolah Ofelia.

“Tentu saja. Baiklah kalau begitu. Lebih baik kita pulang, dan istirahat, bersiap-siap untuk

besok, besok akan menjadi hari yang melelahkan. Raj, sampaikan pada peserta lomba kalau

besok mereka libur. Mereka boleh beristirahat besok, atau jalan-jalan di kota ini untuk

refreshing. Pastikan kalian, penanggung jawab mereka menjaga mereka saat perjalanan pulang.

Aku tidak mau kejadian seperti murid dari Lincon terulang.” perintah Josh.

“Baik!” kata guru-guru penanggung jawab.

Semua orang bersiap-siap untuk pulang.

* * *

Page 160: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

160

# 25 Janji Gareth pada Chloe

“Jadi... Jonathan sudah tahu Chloe adalah anakmu?” tanya Maria.

“Benar. Sebelum Andolf pingsan, dia mengatakan kalau dia dulu memberitahu Aswold

bahwa Chloe adalah anakku. Sepertinya Aswold yang memberitahu Jonathan.” jawab Gareth.

Maria berjalan ke tempat tidur Chloe dan membelai rambut Chloe, dia menatap anaknya

dengan tatapan sedih. “Kasihan. Anak ini tidak tahu apa-apa tentang masalah keluargamu, tapi

dia harus kena imbasnya. Jonathan sialan!”

“Yah. Lambat-laun, ini pasti akan terjadi.”

Gareth sudah menceritakan semuanya pada Maria, dan sekarang, mereka ada di kamar

Chloe. Chloe sudah diobati oleh medis. Dia harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari,

Chloe sudah kehilangan banyak darah dalam tubuhnya. Chloe masih belum sadar dan terbaring

lemah di kasur.

Travis, Justin, Carol, dan Alvin juga sedang beristirahat di kamar mereka. Mereka juga

sudah diobati oleh pihak medis di rumah sakit ini. Kondisi mereka tidak terlalu parah. Meski

begitu, mereka harus beristirahat selama 3 hari. Orang tua mereka pun sudah datang melihat

keadaan mereka. Mereka sangat khawatir begitu mendengar anak mereka ada di rumah sakit.

Dengan susah payah Gareth dan Chester menjelaskan apa yang terjadi pada mereka. Akhirnya

mereka mengerti dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya. Gareth dan Chester meminta pada

mereka agar tidak ribut pada siapapun tentang masalah ini. Mereka setuju dan berjanji tidak akan

ribut tentang masalah ini, sekalipun masalah ini mungkin akan masuk berita nanti. Bahkan,

mereka sedikit bangga pada anaknya yang sudah membantu Andolf melawan orang-orang jahat.

Meskipun berbahaya, yang penting anak mereka selamat.

Sedangkan Andolf, dia orang yang paling parah kondisinya. Dia masih di obati oleh

beberapa Shilly. Untung Gareth tidak terlambat membawa Andolf ke rumah sakit, kalau tidak,

mungkin dia akan mati.

Page 161: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

161

“Aku harus pergi ke ruangan Andolf.” kata Maria.

“Oh ya. Selamat berjuang, sembuhkanlah kakakku, selamatkan dia.”

Maria tersenyum, “Ya, aku akan berusaha.” Sebelum menutup pintu, Maria berhenti dan

memandang Gareth, “Aku masih ada janji padamu. Sepertinya aku tidak bisa menepati janjimu

hari ini. Watunya tidak tepat. Lain kali kalau sudah membaik aku akan tepati janjiku.” katanya.

Gareth mengangguk kecil, “Ya, aku mengerti. Kau orang yang dapat dipercaya.”

Maria tertawa kecil, diikuti oleh Gareth.

“Selamat tinggal.” Maria menutup pintu kamar Chloe.

“Ya.”

Gareth tertawa kecil mengingat perkataan Maria tadi. Dia sendiri tidak mengingat tentang

janji Maria. Benar juga, seharusnya sekarang Maria sedang menepati janjinya padanya. Karena

keadaan sedang seperti ini, sangat tidak tepat. Dia harus menunggu sampai keadaan membaik.

Gareth melihat Chloe, kini pikirannya kembali terfokuskan pada Chloe dan masalah yang

menimpanya.

“Kalau kau terbangun dan melihatku. Apa yang harus aku katakan padamu? Apakah aku

harus langsung mengatakan kalau aku adalah ayahmu? Kalau aku dan ibumu sebenarnya tidak

bercerai. Oh Chloe... maafkan aku, aku ayah yang buruk. Aku tak bisa menjagamu dengan baik.

Niatku untuk melindungimu dari orang jahat tidak berhasil. Yah, ini sudah menjadi takdir kalau

kau harus menderita seperti ini.”

Gareth duduk di sebelah kasur Chloe dan tertunduk karena merasa menjadi ayah yang

buruk bagi Chloe. Dia merasa kalau Chloe seperti ini adalah karenanya.

Gareth memegang tangan Chloe yang lemah, “Mulai hari ini. Aku akan mengawasi dan

melindungimu dengan lebih ketat. Jangan sampai kau tajuh ke tangan yang jahat lagi. Aku akan

melindungimu meski nyawaku yang menjadi taruhannya. Keselamatanmu adalah nomor satu.”

ucap Gareth mantap.

* * *

Page 162: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

162

# 26 Berita yang Sudah Menyebar

Besoknya. Seperti yang dikatakan Josh. Pertandingan babak pertama dibatalkan. Murid-

murid diliburkan. Meski sedikit kecewa karena pertandingan dibatalkan, tapi, murid-murid

perwakilan bersenang hati karena mereka bisa berlibur di negara Elvio. Yah, itung-itung ini

adalah liburan mereka bersama teman-teman mereka. Jarang sekali ini terjadi, ini kesempatan

emas bagi mereka. Hari ini mereka akan jalan-jalan bersama teman-teman mereka. Seperti yang

dikatakan Josh, para guru yang bertanggung jawab atas mereka harus ikut bersama mereka,

untuk mengawasi dan melindungi mereka.

Berita tentang kejadian kemarin sudah menyebar kemana-mana, sudah dimuat di koran,

bahkan sudah sampai ke beberapa negara lainnya. Di TV pun sudah disiarkan beritanya. Seperti

yang dikatakan Josh, pagi-pagi sudah banyak wartawan yang berkumpul di depan sekolah

Hemsworth, saat beberapa guru, panitia, dan yang lainnya datang ke sekolah ini. Sekolah

Hemsworth pun kembali dibanjiri wartawan dan masuk berita lagi yang membuat beberapa guru

kewalahan menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan wartawan.

* * *

Gareth memberikan koran pada Maria yang sedang akan melahap sarapannya. “Apa ini?”

tanya Maria, suaranya agak tidak jelas karena dia berbicara sambil mengunyah makanan yang

ada di mulutnya.

“Baca!” jawab Gareth, dia mengambil satu sandwich yang ada di meja Maria, dan duduk di

sofa.

Maria membaca halaman awal koran itu. Berita utamanya adalah tentang kejadian kemarin.

KEPALA SEKOLAH HEMSWORTH MENDADAK BABAK BELUR, DAN

PERTANDINGAN BABAK PERTAMA PUN GAGAL. Judul itu dibuat dengan ukuran tulisan

yang besar, dan di sana terpampang foto Andolf yang sedang digendong tak sadarkan diri.

“Baca juga koran yang lainnya!” perintah Gareth,

Page 163: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

163

Maria menuruti perkataan Gareth, dia mengambil koran yang kedua di mejanya. DUA

SISWA PERWAKILAN HS LINCON DITEMUKAN DI GUDANG SEKOLAH LINCON

DALAM KEADAAN DISEKAP. Maria membaca judul yang juga dibuat dengan ukuran tulisan

yang besar, dan terpampang foto dua siswa yang terbaring dan tubuhnya di liliti tali tambang dan

mulutnya di bungkam oleh lakban hitam.

“Menurut berita. Dua siswa itu adalah perwakilan sekolah Lincon yang seharusnya ikut ke

sekolah Hemsworth untuk mengikuti perlombaan. Tapi, waktu upacara pembukaan, siswa yang

bernama Titov dan Adit ada di Hemsworth saat Andolf menyebutkan nama mereka,” Gareth

bangkit, dan mengambil koran yang ada di tangan Maria, dan membuka halamannya, “Nih...” dia

menunjukkan foto yang ada di artikel tentang berita siswa HS Lincon itu. “Wartawan memfoto

mereka, Titov dan Adit ada, mengikuti upacara pembukaan. Wajah mereka sama seperti yang

ditemukan di gudang, dan yang asli adalah yang disekap di gudang, berarti yang mengikuti

upacara itu adalah si penyamar atau penyusup. Berani taruhan kalau ini adalah ulah Jonathan.”

Maria melahap sisa sandwich yang terakhir di tangannya. “Sepertinya begitu,” katanya.

“Dasar orang gila! Untuk apa dia melakukan ini semua? Jiwanya sudah takwaras!!” gerutu

Gareth, lebih kepada dirinya sendiri.

Maria hanya mengangguk, dia bingung harus menjawab apa.

Tiba-tiba, handphone Gareth berbunyi. Gareth mengangkat teleponnya.

“Ya?... Apa?!... Oh, ada disini?... Oke, aku akan segera kesana.” Gareth menutup

teleponnya.

“Dari siapa?” tanya Maria.

“Josh. Ketua panitia pertandingan persahabatan ada di rumah sakit ini untuk menjenguk

Andolf dan bertemu denganku. Kepala sekolah Lincon dan Ofelia juga ikut bersamanya. Aku

harus menemui mereka sekarang.”

Gareth merapikan kemejanya, bejalan menghampiri Maria dan mencium pipi Maria.

“Dah!”

Page 164: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

164

“Dah.”

* * *

“Jonathan Andreaz...” gumam Josh.

Josh, Matsumoto, Maximillian, dan Gareth sedang berkumpul di kamar Andolf. Gareth

sudah menceritakan semuanya pada mereka. Kini mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi pada

Andolf, pada siswa-siswi Hemsworth yang terluka, termasuk Chloe, anak Gareth. Sekarang,

Andolf sudah ada di kamar inapnya. Shilly sudah selesai mengobati Andolf, kemarin malam,

mereka memindahkan Andolf ke kamarnya.

“Ya, aku tahu kalau dia menyimpan dendam pada keluargaku. Entah apa yang akan terjadi

setelah ini. Pasti dia mempunyai rencana terhadap dunia ini, bersama Dereck Andreaz.” Gareth

menarik nafas dengan berat, mereka yang ada di sini mengerti perasaan Gareth, mereka

menunggu Gareth melanjutkan perkataannya.

“Ini masalah antara keluargaku dengan keluarga Andreaz. Aku harap kalian tidak

mengatakan yang sebenarnya pada wartawan. Aku tidak ingin membuat skandal lagi.”

Josh menepuk punggung Gareth, “Tenang... kami tidak akan membocorkan soal ini pada

wartawan. Kami mengerti perasaanmu. Kita akan urus bersama masalah Jonathan. Dia sepertinya

memang merencanakan sesuatu sehingga membebaskan ayahnya di dimensi lain yang diciptakan

ayahmu. Itu masalah kita semua yang harus kita atasi.”

“Seandainya ayahmu masih hidup...” timpal Matsumoto.

“Jaques Albequie... pria jenius itu hanya ada satu dalam sejarah dunia ini.” sahut

Maximillian.

“Sudahlah... masalah Jonathan, kita urus nanti. Daripada itu, aku ingin menjenguk

pahlawan kecil kita, murid-murid Hemsworth yang terluka sekaligus anakmu.”

Gareth mengangguk. “Oke. Aku akan antarkan kalian ke sana.”

Josh menghampiri kasur Andolf, “Cepatlah kau sadar. Ada beberapa yang ingin aku

tanyakan.”

Page 165: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

165

Setelah berbicara seperti itu, Josh, Gareth, Matsumoto, dan Maximillian pergi

meninggalkan ruangan itu.

* * *

Travis mengetuk pintu kamar Justin dan membuka pintu. Dia tersenyum pada ibu Justin

dan pada Justin.

“Hai!” sapanya.

“Hai Trev. Bagaimana keadaanmu?” tanya Eriyanti, ibu Justin.

“Sudah membaik. Sudah bisa jalan tapi masih lemas. Sebenarnya aku tidak boleh jalan-

jalan dulu, tapi aku bosan, jadi aku datang ke sini.”

Justin sedang makan disuapi oleh ibunya, karena tangannya masih sakit untuk digerakkan

akibat kawat duri itu.

“Orang sakit menjenguk orang sakit.” timpal Justin.

Travis tidak menghiraukan perkataan Justin, dia berdiri di sebelah kasur Justin.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Travis.

Justin bergidik mendengar pertanyaan Travis. “Geli deh ditanya kayak gitu ama cowok,

kayak ke pacar aja...”

“Niatku baik menanyakan kabarmu, kau malah berkata seperti itu.”

“He... he... seperti yang kau lihat. Aku masih belum bisa berjalan. Dan lihat, aku harus

disuapin karna tanganku masih sakit.”

Travis mengangguk kecil. Eriyanti meletakkan piring di kasur. “Mama mau ke WC dulu

sebentar.” katanya.

“Bagaimana kalau aku yang suapin kamu?” goda Travis.

Muka Justin berubah menjadi merah, begitu mendengar perkataan Travis. “Kau gila? Tidak

mau!!” bantahnya.

Page 166: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

166

Travis tersenyum jahil, “Ayolah, kita ini kan sahabat. Aku ini peduli padamu. Kau tak usah

malu. Nih, aa...” Travis menyondorkan sendok ke mulut Justin.

Justin menggelengkan kepala tidak mau menerima makanan dari Travis. “Tidak! Tidak!

Tidak! Geli tau! Masa cowok disuapin ama cowok. Ih jijik!”protes Justin.

Travis terus menyondorkan sendok ke mulut Justin. “Ayolah... hanya untuk kali ini. Aa...”

Kali ini giliran Travis yang menggodai Justin. Dia sangat puas telah menggoda Justin,

biasanya dia yang digodai Justin, tapi sekarang, waktunya pembalasan. Akhirnya, karna Travis

terus memaksa, Justin mau membukakan mulut untuk melahap makanan yang diberikan Travis.

Justin pun disuapi oleh Travis. Rasanya geli, tapi menyenangkan. Travis bisa melihat kalau

Justin malu, dia juga memang merasakan geli karena manyuapi Justin. Tapi, ini menyenangkan,

karena bisa melihat wajah cemberut Justin saat disuapi olehnya. Travis ingin tertawa terbahak-

bahak, tapi kalau mengingat sekarang dia sedang ada di rumah sakit, dia urungkan niatnya itu.

Eri kaget begitu melihat anaknya sedang disuapi oleh Travis. Justin tersentak begitu

melihat ibunya muncul di belakang tubuh Travis. Eri tersenyum melihat tingkah laku kedua

pemuda itu yang lucu.

Tiba-tiba, pintu kamar Justin diketuk. Begitu pintu itu terbuka, tiga pria tinggi sedang

berdiri dan berjalan menghampiri mereka. Eri sedikit kaget begitu melihat 3 pria berpostur tinggi

itu. Rasa kagetnya menghilang setelah salah satu dari mereka memperkenalkan diri dan

memberitahu maksud mereka datang ke ruangan ini adalah untuk menjenguk Justin, sang

pahlawan kecil. Salah satu pria itu adalah pria yang kemarin menjelaskan situasi padanya dan

suaminya.

* * *

2 hari berlalu...

Ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh Justin, Travis, Carol, dan Alvin. Karena hari ini

mereka boleh pulang ke rumah. Setelah tiga hari menginap di rumah sakit yang sangat

membosankan, dengan peraturan kalau mereka harus terus diam di kasur mereka dan memakan

makanan yang diberi oleh rumah sakit. Akhirnya, mereka akan meninggalkan rumah sakit ini.

Page 167: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

167

Travis dan ibunya sedang membereskan barang-barang mereka. Setelah selesai, Travis

meminta ijin pada ibunya kalau dia ingin menemui seseorang di rumah sakit ini. Tanpa bertanya,

ibunya sudah tahu kalau Travis akan pergi ke tempat Chloe. Mendengar itu, Travis jadi malu.

Dia sudah sampai di kamar Chloe. Di sana tidak ada siapa-siapa. Chloe masih koma. Dia

terbaring lemah di kasur. Travis menghampiri Chloe dan melihat Chloe dengan wajah yang

senang bercampur sedih. Travis memegang tangan Chloe yang pucat.

“Kapan kau bangun?” tanya Travis pada Chloe yang sedang koma.

“Aku sangat merindukan suaramu yang lembut itu.” lanjutnya. Dia mengelus-ngelus

tangan Chloe dengan lembut. Biasanya, dia tidak berani memegang tangan Chloe, ada untung

juga Chloe koma.

Dia menjitak kepalanya dengan pelan. Astaga, dia jangan berpikir seperti itu. Kenapa dia

jadi berpikir ada bagusnya Chloe koma jadi dia bisa memegang tangan Chloe? Seharusnya dia

mendoakan Chloe agar cepat bangun dan sembuh. Huh, dasar Travis.

“Aku, dan teman-teman yang lain akan pulang hari ini. Hmm... aku pasti akan

menjengukmu kalau kau sudah sadar.”

Ini adalah kalimat yang tidak ingin dia ucapkan, dia masih ingin lebih lama diam di

ruangan ini dan menjaga Chloe, tapi dia harus meninggalkan ruangan ini, karena ibunya sedang

menunggunya di ruangannya.

“Selamat tinggal.” Travis mengatakannya dengan berat hati. “Semoga cepat sembuh.”

Rasanya berat untuk meninggalkan ruangan ini. Tapi ini harus dilakukannya. Travis jalan

menjauhi kasur Chloe, tapi matanya masih memandang muka Chloe. Dia membuka pintu, dan

berjalan keluar, lalu menutup pintu.

* * *

Page 168: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

168

# 27 Chloe Bangun Dari Komanya

2 hari kemudian.

Gareth dan teman-temannya sudah mengatasi masalah ini dengan baik. Mereka sudah

mengatakan pada wartawan kalau ini adalah serangan yang dilakukan oleh orang jahat yang

ingin menggagalkan pertandingan persahabatan. Soal Andolf, dia bertarung dengan seorang yang

juga ingin menghancurkan pertandingan ini. Gareth juga mengatakan kalau sebelum Andolf

pingsan, untuk tidak mengatakan kepada siapapun siapa yang telah bertarung dengannya. Gareth

memohon pada wartawan dan publik untuk memahami ini semua. Sekarang, wartawan tidak

begitu mengejar mereka semua tentang masalah ini. Karena Gareth sudah menjelaskannya. Tapi

tetap saja, publik dan wartawan masih penasaran dengan kejadian ini. Mereka masih mencari

tahu, tapi tidak terang-terangan seperti sebelumnya. Gareth mengetahuinya, sepertinya, dia harus

bersikap hati-hati di depan publik.

Soal pertandingan. Seperti yang dikatakan Josh, Hemsworth mengadakan pertandingan

biasa yang berlaku untuk semua siswa, dua hari setelah kejadian itu. Meski baru mandapati

masalah, murid-murid tetap bersenang-senang dengan pertandingan itu, dan panitia juga

mengadakan acara puncak yang meriah untuk merayakan hari akhir pertandingn persahabatan

antar sekolah. Sesuai rencana, panitia mengundang band, penyanyi solo, dan atraksi sirkus.

Semua orang tampak bersenang-senang di acara puncak itu. Sejenak, mereka melupakan masalah

yang menimpa sekolah ini. Mereka berdansa, ikut bernyanyi, dan hal-hal yang menyenangkan

dan konyol. Mereka sangat menikmati acara itu, bahkan para orang tua juga iku terbawa suasana

saat acara itu berlangsung.

Travis, Justin, Alvin, dan Carol, sedikit kecewa karena mereka tidak bisa menikmati acara

puncaknya. Mereka masih harus istirahat di rumah. Tapi mereka berusaha menerima dengan

lapang dada.

* * *

Page 169: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

169

Chloe membuka matanya. Dia masih belum bisa mencerna apa yang dia lihat. Dia

menyipitkan matanya, melihat ke langit-langit atap yang berwarna putih. Rasanya asing baginya.

Di mana ini? Chloe memalingkah wajahnya dan melihat seorang wanita yang sedang

memandanganya, oh, wanita itu juga sedang menangis, menagis haru. Ternyata wanita itu adalah

ibunya.

“Kau sudah sadar nak...” kata Maria.

“Di mana ini?” tanya Chloe.

“Di rumah sakit, sayang.” jawab Maria.

Chloe mencoba mengingat apa yang sebelumnya ternjadi padanya. Puing-puing kenangan

mulai membanjiri ingatannya. Serangan dari pria yang tidak dia ketahui. Melihat pertarungan

sengit yang ada di dimensi lain. Dan merasakan pedihnya karena tangannya digoresi oleh pisau

Aswold. Dia sudah sadar sepenuhnya.

“Pak Andolf!” katanya. Dia bangkit, dan ternyata tubuhnya belum siap, dia masih lemah.

Tubuhnya masih sakit. “Aouw!” teriaknya kesakitan.

Maria membantu Chloe berbaring kembali. “Jangan dulu duduk. Tubuh mu masih lemah.”

“Tapi Pak Andolf...”

“Sstt... dia baik-baik saja. Tapi dia masih koma.”

Chloe bernafas dengan lega. “Syukurlah...”

* * *

Berita Chloe sudah sadar langsung terdengar oleh Travis, Justin, Carol dan Alvin. Mereka

langsung menjenguk Chloe ke rumah sakit. Chloe sangat senang karena teman-temannya baik-

baik saja, dan mereka datang menjenguknya. Setelah sadar, Chloe masih terlihat ketakutan

karena kejadian yang telah menimpanya. Dia terus bertanya pada ibunya dan pada orang-orang

yang datang menemuinya siapa pria jahat yang melawan Andolf. Sebisa mungkin Maria

menenangkan Chloe.

Page 170: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

170

Canda tawa menghiasi mereka. Gareth melihat teman-teman Chloe dan Chloe sedang

tertawa bersama. Dia melihat kedalam ruangan Chloe dibalik kaca yang ada di pintu kamar

Chloe. Dia senang karena akhirnya Chloe bangun dari komanya.

“Keadaannya sudah membaik, dia pun sudah mulai melupakan kejadian yang

menimpanya. Teman-temannya sedang menjenguknya.” kata Maria di belakang.

Gareth tersentak kaget. “Hmm... ya.” katanya.

“Apa kau tidak ingin bertemu dengannya?” tanya Maria.

Gareth berpikir. “Hmm...” katanya ragu.

“Kau malu? Kau takut? Kau bingung?”

“Ya. Ya. Dan ya. Sebaiknya kita tidak bicara di sini.”

Gareth mengajak Maria jalan-jalan di sekitar rumah sakit.

“Aku tidak mengerti denganmu. Seharusnya kau tidak usah ragu untuk mengatakan yang

sebenarnya, bahwa kau adalah ayahnya.”

“Aku butuh waktu.”

“Sampai kapan kau butuh waktu untuk berpikir? Setelah apa yang sudah terjadi pada

Chloe. Kau tidak perlu bersembunyi lagi sekarang. Karena Jonathan sudah mengetahui bahwa

Chloe adalah anakmu.”

“Yah... tapi aku... Ah! Aku harap kau mengerti perasaanku.”

“Aku mengerti. Tapi, sebaiknya kau mulai jujur padanya. Kasihan dia, seumur hidup

belum bertemu dengan ayahnya sendiri. Aku tidak mau terus berbohong padanya.”

Gareth diam beberapa saat, lalu dia mengangguk. “Baik. Dekat-dekat ini aku akan bilang

padanya.”

Maria tersenyum, “Bagus. Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau sekarang kita pergi

makan siang?”

Page 171: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

171

“Baiklah. Ayo!”

Mereka pergi makan siang bersama.

* * *

Page 172: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

172

# 28 Zac dan Travis Memberikan Hadiah

Sudah hampir satu minggu Chloe diam di rumah sakit. Meski Chloe memaksa pada Maria

agar mempulangkannya ke rumah. Tapi Maria tidak mengijinkan Chloe pulang, karena kondisi

Chloe yang belum stabil. Seharian Chloe selalu habiskan di rumah sakit. Dia bosan. Untuk

menguragi bosannya, dia suka berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Atau, dia mampir ke ruangan

Andolf untuk melihat Andolf yang masih koma. Sekarang dia sudah bisa berjalan. Beberapa hari

setelah Chloe koma, Chloe sempat tidak bisa berjalan karena terlalu lemas.

Sekarang, dia sedang duduk di kursi taman rumah sakit. Dia sedang diam melamun. Entah

melamunkan apa.

Dia menghirup udara khas rumah sakit ini, lalu menghembuskannya. “Aku ingin pulang

dan kembali sekolah seperti biasa.” gumamnya pada dirinya sendiri.

Seseorang menepuk pundaknya. Chloe tersentak kaget dan membalikkan badanya. Seorang

pria tampan tersenyum padanya, dia duduk di sebelah Chloe. Pria itu adalah Travis.

“Hai! Tadi aku datang ke kamarmu, tapi kau tidak ada. Aku mencarimu dan akhirnya

menemukanmu disini. Aku tahu, kau pasti diam di taman kalau tidak ada di kamar.” kata Travis.

“Ya.” sahut Chloe.

“Sedang apa kau disini?” tanya Travis.

“Seperti yang kau lihat. Hanya duduk dan diam disini. Aku bosan, aku ingin sekolah.”

“Kau masih harus bersabar, nanti juga kau akan pulang ke rumah. Ini juga untuk

kebaikanmu, kan?”

“Ya. Tapi aku sagat bosan di sini. Tidak ada yang bisa aku kerjakan di sini. Bahkan, aku

harus terus memakan makanan yang lembek dan tak berasa terus. Kau bisa membayangkannya

kan. Ugh!” keluh Chloe, dia mengangkat kepalanya ke atas dan melihat langit yang cerah. Hari

ini cuacanya cerah, dan sejuk.

Page 173: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

173

Travis berpikir sejenak, “Kau bosan?”

“Tentu saja!”

“Kau ingin makan makanan seperti apa?”

Chloe memiringkan kepalanya dan berpikir, “Mm... aku ingin makan burger, kentang

goreng, keripik pedas, dan, oh, hampir lupa, aku ingin makan cokelat!”

“Bagaimana kalau...” tangan Travis menggeladah saku jaketnya.

Chloe mengkerutkan keningnya melihat tingkah laku Travis.

Travis mengeluarkan sesuatu di dalam saku jaketnya, “Bagaimana kalau kuberi sebungkus

cokelat yang enak ini?”

Ekspresi muka Chloe berubah senang, senyumnya mengembang setelah melihat sebungkus

cokelat yang digenggam tangan Travis. “Cokelat!” teriaknya senang.

Travis tersenyum bangga. “Aku tahu selama di rumah sakit ini kau hanya makan bubur

yang tidak enak. Aku kasihan padamu.” Travis menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Aku

tahu sebenarnya kau belum dibolehkan makan cokelat, tapi... tidak apa-apa kan kalau aku kasih

cokelat kepadamu untuk menyenangkan hatimu?”

Chloe menggelengkan kepalnya dengan berlebihan, “Tidak. Tentu saja tidak apa-apa. Kau

tahu aku sangat suka dengan cokelat. Aku sangat ingin makan cokelat!” katanya riang.

Travis memberikan cokelat itu pada Chloe, dan Chloe menerimanya dengan senang hati.

Chloe tersenyum manis pada Travis, Chloe mengelus-elus bungkus cokelat itu dengan lembut

bagaikan barang berharga.

“Kau memang teman yang paling baik. Terimakasih Travis!”

“Sama-sama. Aku senang melihat kau bahagia dan tersenyum seperti itu.” kata Travis.

Meski ada perubahan ekspresinya setelah mendengar Chloe berkata ‘kau memang teman yang

paling baik’, yah, teman. Dia dan Chloe memang hanya berteman.

Travis melihat Chloe sedang tersenyum melihat cokelat yang ada digenggamannya.

Page 174: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

174

“Kau tahu,” kata Travis.

Chloe menoleh pada Travis, sekarang dia dan Chloe saling menatap dalam jarak yang

cukup dekat.

“Saat kau tersenyum, kau sangat terlihat cantik. Senyummu itu sangat indah, aku sedang

tidak bergurau, aku serius. Aku suka kalau sudah melihat kau tersenyum.” lanjut Travis.

Apa yang sudah dikatakannya? Kata-kata itu mengalir lancar dimulutnya. Travis tidak tahu

apa yang sedang terjadi pada dirinya.

“Bolehkah aku memegang tanganmu?” Apa? Dia mengatakan apa? Travis bodoh!

Chloe tampak ragu, tapi akhirnya dia mengangguk pelan.

Tangan Travis perlahan menyentuh tangan Chloe, dan sekarang dia sudah memegang

tangan Chloe, dan dia menggenggamnya.

Muka Chloe terasa panas. Jantungnya berdetak dengan kencang. Sentuhan tangan Travis

begitu hangat dan nyaman. Tangannya yang kecil dan mungil digenggam oleh tangan Travis

yang besar dan hangat. Kini mata hijau Chloe bertemu dengan mata hitam Travis. Travis

tersenyum padanya, Chloe membalas senyumannya dengan ragu, ah, Chloe tidak tahu apa yang

terjadi padanya dan pada Travis. Kenapa jadi seperti ini? Jantungnya berdetak dua kali lipat lebih

cepat.

Astaga. Dia dan Chloe sedang saling menatap dalam jarak yang dekat. Apa yang sudah

dilakukannya? Dia sedang menggenggam tangan Chloe yang mungil dan dingin. Sekarang dia

harus berbuat apa pada Chloe? Dia ingin... dia ingin menciumnya!

‘Kau memang teman yang paling baik’ tiba-tiba, perkataan Chloe terngiang dibenaknya.

‘Kita hanya berteman’ ulang Travis dalam hati. ‘Tapi aku menyayangimu lebih dari sekedar

teman, Chloe’

Travis melepas genggaman tangannya dari tangan Chloe. “Tanganmu dingin.” katanya

kaku.

Page 175: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

175

Chloe membetulkan posisi duduknya. “Ya,” katanya. Sekarang detak jantungnya mulai

berdetak normal.

Beberapa saat mereka saling diam, tidak tahu harus berkata apa, gara-gara tadi, mereka jadi

kaku.

“Bagaimana kalau kita makan cokelat ini berdua. Aku harus makan sekarang. Kalau tidak,

bisa ketahuan ibuku, dan dia akan marah. Kau juga akan kena marahnya karena sudah memberi

aku cokelat.” kata Chloe mencairkan suasana yang tadi sempat kaku.

“Oke. Kita makan bersama.”

Chloe membuka bungkus cokelat dan membagi dua cokelat itu, sepotong untuknya dan

sepotong lagi untuk Travis. Mereka makan cokelat berdua di kursi taman rumah sakit Elvio di

bawah pohon besar. Chloe melirik Travis yang juga sedang meliriknya, Chloe tersenyum pada

Travis, dan Travis membalas senyumannya. Merekapun tertawa kecil bersama. Chloe senang

karena akhirnya dia bisa makan cokelat yang sangat enak, raja di antara camilan. Dan Travis

senang karena bisa berdua dengan Chloe, dan makan cokelat bersamanya.

* * *

Dia hampir saja terlambat karena toko bunga itu akan tutup, dia melihat jam di layar

handphone-nya, sudah pukul 20:13. Bibi yang punya toko itu sedang membereskan bunganya

yang dipajang di luar toko.

“Permisi. Aku ingin membeli seikat bunga?” kata Zac pada bibi pemilik toko.

Bibi pemilik toko, yang berusia sekitar 40 tahun, dan bertubuh sedikit gemuk kaget dengan

kedatangan Zac yang tiba-tiba. Dia berbalik badan dan melihat Zac lalu tersenyum ramah

padanya, “Kau mau beli bunga seperti apa?”

Zac terlihat bingung melihat kumpulan bunga yang berjejer rapih. Semua bunganya terlihat

indah. Dia bingung harus pilih yang mana.

“Aku tidak begitu mengerti tentang bunga. Aku akan memberikan bunga itu pada orang

yang sedang sakit.”

Page 176: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

176

Bibi itu sedang berpikir. “Hmm... bagaimana kalau yang ini?” bibi itu menunjukkan

sekumpulan bunga mawar berwarna putih, berwarna peach, dan kuning. Zac tidak tahu bunga itu

jenisnya apa, tapi yang dia tahu, bunga itu memang indah dan memberikan kesan nyaman dan

damai. Bagus juga.

“Oke. Aku beli yang itu.”

“Berapa tangkai?”

“Hmm... 30 mungkin? Pokoknya aku ingin disusun dengan rapih.”

Bibi itu mulai mengumpulkan bunga, dia memilih bunga yang paling bagus.

“Aku tambahkan 5 tangkai bunga melati, agar lebih indah.”

“Terimakasih.”

Bibi itu memberikan kertas dan plastik untuk menghias tampilan bunga agar lebih cantik.

“Apa di sini sedia memo?” tanya Zac.

“Hmm... ya, ada, sebentar yah.”

Tak lama kemudian bibi itu memberikan beberapa memo pada Zac, “Pilihlah yang kau

mau.” kata bibi itu.

Zac sudah memilih memonya, dan dia meminjam bolpoin pada bibi itu. Dia mulai menulis

sebuah kalimat, kalimat yang sederhana. Bibi itu memperhatikan Zac dan tersenyum kecil

“Untuk siapa kau memberikan bunga itu, barangkali?” tanya bibi itu hati-hati.

Zac sudah selesai menulis, “Terimakasih” dan memberikan bolpoin itu pada bibi pemilik

toko. “Untuk teman.” jawab Zac singkat.

Setelah membayar uang bunga dan memo, Zac pergi dari toko bunga dan berjalan di

trotoar. Dia tampak sedang berpikir. Bunga ini, akan dia berikan pada seseorang. Tapi dia

bingung, dia malu untuk memberikannya, dia tidak biasa dan tidak pernah memberikan bunga

Page 177: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

177

pada seseorang, pada seorang gadis. Dia sendiri bingung kenapa dia ingin memberi bunga pada

orang itu, yang dia tahu, sekarang dia ingin memberikan bunga pada orang itu. Hanya itu.

Dia melihat ke sekelilingnya. Kota Exora masih belum menunjukkan tanda-tanda

mengantuk. Bangunan-bangunan di sepanjang jalan seakan sedang berlomba-lomba menerangi

seluruh kota, membujuk orang-orang untuk menikmati indahnya suasana malam di musim panas

di ibukota Elvio yang menakjubkan itu. Meski hari sudah malam, namum jalanan masih dipenuhi

pelajan kaki dan mobil-mobil yang berlalu-lalang. Lagu disko terdengar samar-samar dari toko

musik di sampingnya, suara orang yang bicara, berteiak, dan tertawa, aroma makanan tercium

dari restoran cepat saji di depan sana. Dia jadi teringat dari siang dia belum makan, dia

memantapkan hati untuk makan di restoran cepat saji di depan sana.

* * *

Waktu menunjukkan pukul 01:13 dini hari. Meski sudah larut malam, aktivitas di rumah

sakit masih berjalan dengan lancar. Para pasien, mayoritas sudah tertidur, begitu juga dengan

Chloe. Dia sedang tertidur dengan lelap.

Zac muncul dalam kamar Chloe yang gelap, dia membawa seikat bunga yang besar. Dia

berjalan mendekati Chloe, dan menyimpan bunga itu di meja yang ada sebelah kasur. Dia

menatap Chloe yang sedang terlelap.

“Cepatlah sembuh dan sekolah lagi.” katanya pelan.

Dia berjalan menjauhi kasur, dan menghilang dari ruangan itu.

Besok paginya. Chloe terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Dia kaget begitu melihat ada

seikat bunga besar yang indah menghiasi meja kecilnya. Dia langsung mengambil bunga itu dari

meja, dan mencium wangi harum khas bunga itu.

“Siapa yang mengirim bunga padaku? Kapan bunga ini ada disini?” tanyanya pada diri

sendiri.

Dia melihat ada sebuah surat kecil yang tergantung di tali. Dia membaca surat kecil itu;

Cepatlah sembuh, agar bisa masuk sekolah lagi...

Page 178: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

178

Z

Si pengirim surat itu berinisial Z. Chloe berpikir-pikir. Siapa temannya yang dari Z? Siapa

ya? Astaga. Dia baru ingat. Zavanita? Oh, itu teman lamanya yang ada di negara Ziven. Mana

mungkin dia mengirim bunga ini padanya. Tidak mungkin. Za... Oh astaga! Zachary Andreaz!!?

Dia hanya punya dua teman yang inisialnya dari Z! Zavanita dan Zachary, tapi Zavanita tidak

mungkin memberinya bunga besar yang indah ini. Sisanya, Zachary. Apa benar Zac yang

memberinya bunga? Romantis sekali. Pria dingin yang menyebalkan itu ternyata mempunyai sisi

romantis juga. Chloe tersenyum. Hatinya berubah menjadi senang, bahagia. Ada apa ini? Chloe

membaca lagi surat kecil itu.

Cepatlah sembuh, agar bisa masuk sekolah lagi...

Z

Benar. Ini dari Zac. Kapan dia menyimpan bunga ini di kamarnya? Pagi hari? Tidak. Tidak

ada bunga di sini kemarin pagi. Siang hari? Tidak juga. Sore? Tidak. Malam? Semalaman dia

diam di sini, dan tidak ada Zac yang datang ke ruangan ini. Chloe tersentak kaget. Apakah saat

dia sedang tidur?! Hmm... mungkin saja. Oh tidaaak! Zac sialan! Jadi dia mengirim bunga ini

saat dia tidur? Jadi, Zac-melihat-Chloe-saat-dia-sedang-tidur? Itu artinya, Zac sudah melihat

wajahnya yang sedang tidur? Bagaimana wajahnya saat tertidur? Apakah jelek? Ah, tidak. Sekali

menyebalkan tetap menyebalkan! Zac sialan!

Chloe memeluk bunga itu, dan mencium wangi yang khas. Dan menatap bunga itu. Chloe

tersenyum kecil. Tapi, baik juga dia mengirim bunga yang indah dan cantik padanya, bunga ini

sangat indah. Zac sudah berniat baik padanya, datang menjenguknya. Dia jadi teringat perkataan

Travis kemarin:

“Sebenarnya, aku kecewa pada diriku sendiri. Karna waktu kau pingsan, aku tidak

menyelamatkanmu.” kata Travis, dia menundukkan kepalanya merasa menyesal dengan apa

yang sudah terjadi.

Chloe memalingkan wajahnya dan melihat Travis, Chloe melihat penyesalan di pada

wajah Travis, “Memangnya siapa yang menyelamatkanku?” tanyanya.

Page 179: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

179

“Zac. Dia datang bersama pria yang tak dikenal itu, dan guru-guru. Dia langsung berlari

menangkapmu saat kau pingsan. Dan, sepenglihatanku, dia merobekkan bajunya untuk

menghentikan pendarahan yang ada di tanganmu. Tapi tak apa, yang penting kau selamat kan?

Ha... ha...” tawa Travis terdengar hambar ditelinga Chloe.

Dari situ Chloe tahu kalau Zac datang untuk menyelamatkannya. Ternyata, Zac punya sisi

baik. Hati Chloe terasa aneh. Kedua tangannya memegang pipinya. Chloe, apa yang sedang kau

pikirkan? Kau harus berterimakasih pada Zac kalau sudah bertemu dengannya. Ya, harus!

* * *

Page 180: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

180

# 29 Mission

Mereka, Dark Jack, sedang berkumpul di bangunan tua yang rusak, bangunan yang jauh

dari pemukiman penduduk, sudah menjadi tempat mereka berkumpul. Ketua mereka memerintah

pada anggotanya untuk berkumpul di malam ini. Ada sesuatu yang penting yang ingin

dibicarakannya. Seperti biasa, mereka memakai jubah hitam dan penutup kepala. Posisi mereka

melingkar, mereka sedang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

“Aku ingin membicarakan tentang kecerobohan kita.” akhirnya King, ketua mereka,

bicara.

Semua mata tertuju pada King. “Gara-gara kecerobohan kita. Corigi menemukan mayat

yang kita bunuh itu. Siapa yang membuang sembarangan mayat itu?!” tanya King marah.

Max dan Bett tampak bergetar hebat. Mereka berdua mengangkat tangan kanan mereka,

dengan ragu dan bergetar. “Kita.” jawab mereka berdua.

King tampak marah. “Kalian... apa kalian tahu resiko perbuatan kalian? Kalian tahu Corigi

sedang mencari kita? Bagaimana kalau salah satu dari mereka tahu kita yang membunuh pria

itu!!” bentak King.

Max dan Bett tersentak oleh perkataan King. “Ma-maaf. Saat itu kami sedang mabuk. Jadi

tidak begitu melihat sekeliling.”

King menghembuskan nafas dengan kasar. Dia kesal karena mempunyai dan mempercayai

tugas itu pada anggotanya yang bodoh. Seharusnya, dia percayai tugas itu pada Shin, Shin orang

yang cekatan, tapi pada saat itu, Shin tidak ada.

“Daripada bertengkar. Lebih baik kita mencari tempat untuk membuang mayat.” usul Shin.

“Benar! Tadinya aku akan mengatakan ini, tapi selalu lupa.” sahut Bett.

“Ah, yang benar?” tanya Gyn tidak percaya.

“Cih, kau jangan membuatku nafsu, Gyn keparat!” bentak Bett.

Page 181: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

181

Gyn terkekeh. Bett mencengkeram tangannya dengan kuat.

“Tadinya juga aku berpikir begitu, tapi karena tidak ada waktu, aku jadi lupa untuk

mengatakan ini pada kalian. Untungnya Shin mengingatkanku. Secepatnya, kita akan membuat

tempat untuk membuang mayat atau apapun.” kata King.

Semua orang yang ada disana mengangguk.

* * *

Jonathan menuangkan sampanye kedalam gelas untuk dirinya. Dia tidak pernah merasa

sehidup ini setelah ayahnya bebas dari penjara. Dia melihat pemandangan kota Exora pada

malam hari.

Aswold mengambil botol sampanye yang ada di meja sebelah kursi yang diduduki

Jonathan, dan menuangkan sampanye pada gelasnya.

“Bagaimana dengan ayahku?” tanya Jonathan.

“Dereck masih dalam tabung.” jawab Aswold.

“Bagus. Setelah semuanya siap, kita akan pindah ke sana untuk penyembuhan ayahku.”

Jonathan meneguk sampanyenya, lalu menggerak-gerakkan gelas yang berisi sampanye dan

tersenyum sambil melihat langit malam yang dihiasi lampu-lampu kota yang berwarna-warni,

pemandangan indah, cocok sekali untuk hatinya yang sedang bahagia.

* * *

“Kita akan adu kehebatan dengan Corigi.” kata King pada anggotanya. “Kita lihat siapa

yang lebih hebat.”

“Dari sini kita akan mulai dengan misi kita yang sesungguhnya. Kita akan menghadapi

tantangan, kita akan berhadapan dengan orang-orang merepotkan yang tidak suka dengan

kegiatan kita.” kata Jonathan pada Aswold. Aswold hanya diam tidak menanggapi perkataan

Jonathan.

Page 182: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

182

“Misi kita untuk menguasai dunia...” kata Jonathan dan King bersamaan dengan mimik

muka yang serius, mereka sangat ambisius dengan misi mereka, mereka berada di tempat yang

berbeda. “Harus berhasil!” lanjut mereka bersamaan.

Aswold mengangguk serius. Begitu juga dengan anggota Dark Jack yang lain.

* * *

Page 183: Final Destiny itu terus berlari dengan lincahnya, Chloe mengejarnya dari belakang mengikuti arah kelinci itu. “Tunggu kelinciku! Tunggu aku! Aku hanya ingin memelukmu! Hei!” 7

183

Glosarium

Abced = panggilan untuk orang yang ahli menggunakan pedang.

Corigi = orang yang menjaga keamanan di setiap negara.

Fierpapi = setan kecil yang lincah.

Gulinek = senjata kecil, seperti pisau.

Horajeta = bola kecil dari dewa yang datang dari langit yang bisa menghancurkan tubuh

manusia sampai berkeping-keping.

Hoy Cepaks = bom yang berbentuk panjang

Ikewada = jurus yang hanya dimiliki oleh keluarga Andreaz.

Kelana aci = api neraka.

Krakkus = senapan peledak yang akan terus mengikuti mangsanya.

Necara = orang yang memimpin di setiap negara.

Shilly = sebutan bagi orang yang ahli medis.

Yekwli = orang-orang yang membantu tugas Necara.