filsafat paper

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan, hubungan antara jiwa dengan alam - masalah yang terpenting dari seluruh filsafat - mempunyai, tidak kurang daripada semua agama, akar-akarnya di dalam paham-paham kebiadaban yang berpikiran-sempit dan tiada berpengetahuan. Tetapi masalah itu untuk pertama kalinya dapat diajukan dengan seluruh ketajamannya, dapat mencapai arti pentingnya yang sepenuhnya, hanya setelah umat manusia di Eropa bangun dari kenyenyakan tidur yang lama dalam Zaman Tengah Nasrani. Masalah kedudukan pikiran dalam hubungan dengan keadaan, suatu masalah yang, sepintas lalu, telah memainkan peranan besar juga dalam skolastisisme Zaman Tengah, masalah: yang mana yang primer, jiwa atau alam - masalah itu, dalam hubungan dengan gereja, dipertajam menjadi : Apakah Tuhan menciptakan dunia ataukah dunia sudah ada sejak dulu dan akan tetap ada di kemudian hari? Jawaban-jawaban yang diberikan oleh para ahli filsafat ke masalah ini membagi mereka ke dalam dua kubu besar. Mereka yang menegaskan bahwa jiwa ada yang primer jika dibandingkan dengan alam, dan karenanya, akhirnya, menganggap adanya penciptaan dunia dalam satu atau lain bentuk - dan di kalangan para ahli filsafat, Hegel, misalnya, penciptaan ini sering menjadi lebih rumit dan mustahil daripada dalam agama Nasrani - merupakan kubu idealisme. Yang lain, yang menganggap alam sebagai yang primer, tergolong ke dalam berbagai mazhab materialisme.

Upload: nila-drisanti

Post on 05-Aug-2015

25 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Paper

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan, hubungan antara jiwa dengan alam - masalah

yang terpenting dari seluruh filsafat - mempunyai, tidak kurang daripada semua agama, akar-akarnya di

dalam paham-paham kebiadaban yang berpikiran-sempit dan tiada berpengetahuan. Tetapi masalah itu

untuk pertama kalinya dapat diajukan dengan seluruh ketajamannya, dapat mencapai arti pentingnya

yang sepenuhnya, hanya setelah umat manusia di Eropa bangun dari kenyenyakan tidur yang lama

dalam Zaman Tengah Nasrani. Masalah kedudukan pikiran dalam hubungan dengan keadaan, suatu

masalah yang, sepintas lalu, telah memainkan peranan besar juga dalam skolastisisme Zaman Tengah,

masalah: yang mana yang primer, jiwa atau alam - masalah itu, dalam hubungan dengan gereja,

dipertajam menjadi : Apakah Tuhan menciptakan dunia ataukah dunia sudah ada sejak dulu dan akan

tetap ada di kemudian hari?

Jawaban-jawaban yang diberikan oleh para ahli filsafat ke masalah ini membagi mereka ke

dalam dua kubu besar. Mereka yang menegaskan bahwa jiwa ada yang primer jika dibandingkan dengan

alam, dan karenanya, akhirnya, menganggap adanya penciptaan dunia dalam satu atau lain bentuk - dan

di kalangan para ahli filsafat, Hegel, misalnya, penciptaan ini sering menjadi lebih rumit dan mustahil

daripada dalam agama Nasrani - merupakan kubu idealisme. Yang lain, yang menganggap alam sebagai

yang primer, tergolong ke dalam berbagai mazhab materialisme.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian materialisme ?

2. Bagaimana perkembangan materialisme ?

3. Siapa sajakah tokoh-tokoh materialism dan bagaimana pengaruh mereka ?

4. Bagaiman ciri-ciri materialisme dan jenis-jenis materialism ?

5. Mengapa materialisme dikatakan berbahaya ?

1.3 Tujuan

1. Memahami pengertian tentang materialisme

2. Mengerti perkembangan materialisme

3. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang memengaruhi perkembangan materialisme

4. Memahami berbagai ciri dari materialism dan jenis-jenis materialisme

5. Mengerti tentang bahaya materialism

Page 2: Filsafat Paper

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Materialisme

Pemikiran Karl Marx dikenal melalui dua tahapan, yaitu periode awal (1841-

1846) yang lazim disebut dengan periode Marx muda, yakni pencerminan diri Marx sebagai

betul-betul seorang filosof dan belum menjadi ―Marxist”. Di periode ini Marx masih seorang

pemikir liberal dan merumuskan konsepsi tentang manusia, pembebasan (humanisme) dan

alienasi. Sidney Hook menyebut tahap ini sebagai pandangan Marx yang mendasarkan pada

model Yunani, terutama konsepsinya tentang manusia. Tahap berikutnya, kedua dikenal

dengan periode Marx tua (1847-1883) yakni ketika Marx benar-benar menjadi seorang kritikus

masyarakat, sebab pada periode ini ia memaparkan konsepsi perjuangan kelas, revolusi dan

teori-teori ekonomi dan mencapai puncaknya dalam karya Das Kapital. (Bachtiar, 1980 :

100).

Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para filosof, seperti

Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini menganggap bahwa materi berada di atas

segala-galanya dan biasanya paham ini dihubung-hubungkan dengan teori atomistik yang berpendapat

bahwa benda-benda tersusun dari sejumlah unsur. Ketika paham ini pertama muncul, paham tersebut

tidak mendapat banyak perhatian karena banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini aneh

dan mustahil. Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat karena sudah

banyak para filosof yang menganut paham tersebut. Walaupun teori sudah banyak dianut para filosof,

teori ini masih banyak ditentang oleh para tokoh agama karena paham ini dianggap tidak mengakui

adanya Tuhan dan dianggap tidak dapat melukiskan kenyataan.

Menurut Yustiana dalam bukunya yang berjudul Pokok-pokok materialis dan

historis,materialisme, asal katanya dari bahasa Inggris : Materialism, dan ajaran ini menekankan pada

keunggulan faktor-faktor”material” atas yang “spiritual” dalam metafisika, teori nilai, fisiologi,

epistemologi atau penjelasan historis.materialis, Materialisme adalah paham dalam filsafat yang

menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal

terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya

substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan

teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal

tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme adalah ajaran yang

Page 3: Filsafat Paper

3

menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi,

epistimologi atau penjelasan historis. Ada beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis,

materialisme parsial, materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis.

Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang

mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan

mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham

Materialisme dialektika Karl Marx.

Dikutip dari buku Praja Juhanya yang berjudul Aliran-aliran Filsafat dan Etika bahwa objek

pembahasan materialisme sendiri berbeda dengan pembahasan positivisme. Dasar – dasar filsafat ini di

bangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa

pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik dan positif.

Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan

ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika

ditolak,karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.Auguste Comte mencoba

mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama.

Sedangkan dalam buku Biografi Karl Marx karangan Berlin menyebutkan bahwa hal ini terbukti

dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti

memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi

dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme. Di dalam ajaran materialisme

metafisika tidak ditolak karena materialisme sendiri berdasarkan metafisika. Metafisika sendiri di dalam

kamus ilmiah popular memiliki arti salah satu cabang filsafat yang membicarakan problem watak yang

sangat mendasar dari pada benda di belakang pengalaman yang langsung secara komprehensif.

2.1.1 Pengertian Menurut para Tokoh

Materialisme sudah kita temukan dalam filsafat purba. Menurut Demokritos (460-370 SM),

kenyataan itu terdiri atas atom, yakni benda kecil yang tidak dapat dibagi, tidak dapat diamati, serta

bersifat menetap. Atom-atom itu saling berbeda dalam besar, bentuk, berat, susunan, dan senantiasa

bergerak tanpa tujuan. Namun, kenyataan itu berdasarkan hukum yang bersifat mutlak. Terdapat

perbedaan antara Demokritos dan Aristoteles. Menurut Demokritos, benda-benda itu tunduk pada

hukum alam. Sedangkan menurut Aristoteles, benda-benda itu bergerak menurut causa finalis, digerakan

Page 4: Filsafat Paper

4

oleh intellechie. Meskipun demikian, Aristoteles kerap disebut sebagai tokoh materialisme pada zaman

Yunani kuno, sedangkan plato dikenal sebagai peletak dasar idealisme.

Pandangan-pandangan Demokritos sebagai ahli filsafat tergolong pandangan pertama dalam

materialisme yang menggambarkan sifat mekanistis serta deterministis. Deterministis adalah aliran

berpikir yang berpendapat, bahwa segala sesuatu itu telah dan dapat ditentukan sebelumnya. Oleh

karena itu, pada determinisme tidak ada kemungkinan, tetapi keharusan.

Menurut Demokritos, jiwa itu terdiri atas yang halus dan bulat, serta merupakan jenis atom yang paling

banyak dan mudah bergerak, juga meliputi seluruh tubuh. Ia memasukkan suatu unsur dualistis ke

dalam pandangannya.

Pada abad XVII, XVIII, terutama XIX, materialisme mengalami perkembangan yang besar, sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam.

De La Mettrie (1709-1751) yang bernama lengkap Julian Offroy De La Mettrie adalah seorang

dokter yang membuat tulisan dalam sebuah buku yang berjudul “L’homme-machine”. Dalam

tulisannya, ia menolak pandangan Descartes tentang res extensial res cogitans (res, jamak; re, tunggal:

hal). Extensial berarti memenuhi ruangan, sedangkan res cogitans adalah hal yang dipikirkan.

Menurutnya, hanya ada materi yang bergerak dengan sendirinya sehingga tidak diperlukan tuhan

sebagai penggerak. Jiwa atau roh sebagai institusi berpikir ditolaknya. Berpikir merupakan fungsi wajar

dari badan. Pada hakikatnya, manusia merupakan mesin , serupa dengan hewan (Descartes), tidak ada

perbedaan hakiki antara hewan dan manusia.

Holbach (1715-1771) dalam tulisannya “Systeme de la Nature” (susunan alam), menolak

dualisme Descartes dan menuntut materimonisme. Kenyataan sejati adalah materi yang bergerak.

Segenap gejala bergerak menurut keharusan mekanis. Manusia sebagai begian dari alam merupakan

bagian mekanisme.

Feurbach (1804-1872) terkenal karena kecamannya terhadap agama dan ungkapannya “Der

Mensch is War es Isst” (manusia adalah yang dimakannya), yaitu materi. Jika yang dimakan adalah

materi, manusia itu tidak lebih dari materi itu sendiri. Menurut Feurbach, manusia dan binatang tidak

jauh berbeda atau satu jenis. Binatang yang terakhir itu hanya digerakkan oleh naluri, sementara

manusia juga memiliki kekuatan untuk berefleksi yang memungkinkan mereka menguasai alat

kelengkapan dirinya yang esensial.

Buechner (1824-1899), seorang dokter yang mengemukakan dalam bukunya “Kraft und Stoft”

(gaya dan materi), yaitu tidak ada gaya tanpa materi, dan sebaliknya. Jiwa, kesadaran dan pikiran

merupakan suatu gaya, yaitu suatu curahan zat, terutama otak. Berpikir itu sama dengan gerak otak.

Page 5: Filsafat Paper

5

Pemikiran manusia dipandangnya sebagai suatu hasil alamiah yang wajar. Alam pikiran ini sangat

sesuai dengan teori evolusi

Darwin (1804-1882). Dalam tulisannya, “The Origin of Species on The Descent of Man”, ia

mengemukakan bahwa dunia organis menunjukan suatu evolusi atau perkembangan dari jenis yang

rendah ke jenis yang tinggi. Menusia merupakan hasil akhir dari evolusi itu. Adapun evolusi itu

berlangsung menurut hukum mekanis yang wajar.

Herbert Spencee (1820-1903), dalam tulisan utamanya “System of Synthetic Philosophy”, asas

evolusi itu dimasukkannya ke dalam jenis ilmu pengetahuan. Dalam “First Priciples”, ia menyatakan

bahwa yang dapat kita ketahui hanyalah fenomena luar, meskipun melalui argumentasi kita dapat

menduga yang tidak dapat diamati. Melalui argumennya, ia meyakini bahwa di balik fenomena luar

terdapat potensi yang menjadi sumber seluruh fenomena luar. Dan itu adalah evolusi, ialah hukum yang

mengatur proses saling menyempurnakan antara materi dan gerakan.

Haeckel (1834-1919), dalam tulisannya “Die Weltraetzel” (Teka-teki Dunia), darwinisme

menjadi populer. Haeckel menolak pandangan dunia kristen yang menimbulkan dualisme antara materi

dan roh.

2.2 Perkembangan Materialisme

Pada abad pertama masehi faham Materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius, bahkan

pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap faham Materialisme ini. Baru pada jaman

Aufklarung (pencerahan), Materialisme mendapat tanggapan dan penganut yang penting di Eropah

Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktir yang

menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham Materialisme mempunyai harapan-harapan

yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak

memerlukan dalildalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada

kenyataankenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.

Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-mana.

Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan

(atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini, kritikpun muncul di kalangan

ulama-ulama barat yang menentang Materialisme. Adapun kritik yang dilontarkan adalah sebagai

berikut :

Page 6: Filsafat Paper

6

Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau balau).

Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau namanya.

Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam. padahal pada hakekatnya

hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan

kehidupan pada asal benda itu sendiri. padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu

sendiri yaitu Tuhan.

Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar sekalipun.

Salah satu kritik terhadap paham materialisme dikemukakan oleh aliran filsafat eksistensialisme.

Materialisme mengajarkan bahwa manusia pada akhirnya adalah thing, benda, sama seperti benda-benda

lainnya. Bukan berarti bahwa manusia sama dengan pohon, kerbau, atau meja, sebab manusia dipandang

lebih unggul. Akan tetapi, secara mendasar manusia dipandang hanya sebagai materi, yakni hasil dari

proses-proses unsur kimia.

Filsafat eksistensialisme memberikan kritik terhadap pandangan seperti ini. Cara pandang paham

materialisme seperti ini mereduksi totalitas manusia. Manusia dilihat hanya menurut hukum-hukum

alam, kimia, dan biologi, sehingga seolah sama seperti hewan, tumbuhan, dan benda lain. Padahal

manusia memiliki kompleksitas dirinya yang tak dapat diukur, misalnya saja ketika berhadapan dengan

momen-momen eksistensial seperti pengambilan keputusan, kecemasan, takut, dan sebagainya.

2.3 Tokoh—tokoh dalam Perkembangan Materialisme

1. Ludwig Andreas von Feuerbach (28 Juli 1804 – 13 September 1872)

Adalah seorang filsuf dan antropolog Jerman. Ia adalah anak laki-laki keempat dari hakim

terkemuka Paul Johann Anselm Ritter von Feuerbach.

Feuerbach lulus dari Universitas Heidelberg dan bermaksud untuk melanjutkan kariernya di Gereja.

Karena pengaruh Prof. Karl Daub ia kemudian mengembangkan minat dalam filsafat Hegel yang

dominan waktu itu dan, meskipun ditentang oleh ayahnya, ia melanjutkan ke Berlin untuk belajar di

bawah bimbingan sang empu sendiri. Setelah belajar selama dua tahun, pengaruh Hegelian mulai

melemah. Feuerbach kemudian berhubungan dengan kelompok yang dikenal sebagai Hegelian Muda,

yang mensintesiskan cabang yang radikal dari filsafat Hegel. Tulisnya kepada seorang teman, "Aku

tidak dapat lagi memaksakan diriku untuk mempelajari teologi. Aku rindu menyelami alam dalam

jiwaku, alam yang di hadapan kedalamannya sang teolog yang kecil hati menjadi kecut hati; dan dengan

manusia alamiah, manusia di dalam kualitas keseluruhannya." Kata-kata ini menjadi kunci bagi

Page 7: Filsafat Paper

7

perkembangan Feuerbach. Ia menyelesaikan pendidikannya di Erlangen di Universitas Friedrich-

Alexander, Erlangen-Nuremberg dalam studi ilmu alam.

Dalam dua bukunya dari periode ini, Pierre Bayle (1838) dan Philosophie und Christentum

(1839), yang pada umumnya membahas teologi, ia berpendpat bahwa ia telah membuktikan "bahwa

Kekristenan pada kenyataannya telah lama lenyap bukan hanya dari nalar tetapi dari kehidupan umat

manusia, bahwa ia tidak lebih daripada sebuah gagasan yang telah mapan." Pernyataan ini sangat

kontradiktif dengan ciri-ciri khas peradaban yang sezaman.

Serangan ini diikuti dalam karyanya yang terpenting, Das Wesen des Christentums (1841), yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (The Essence of Christianity, oleh George Eliot, 1853, ed. ke-2

1881), bahasa Perancis dan Rusia. Tujuannya dapat digambarkan secara singkat sebagai upaya untuk

memanusiawikan teologi. Ia menyatakan bahwa manusia, bagi dirinya sendiri, sejauh bahwa ia rasional,

adalah obyek pikirannya sendiri

Agama adalah kesadaran tentang yang tidak terhingga. Karena itu agama "tak lain daripada kesadaran

akan ketidakterbatasan kesadaran, dalam kesadaran akan yang tidak terhingga, atau, dalam kesadaran

tentang yang tidak terhingga, subyek yang sadar obyeknya adalah ketidakterbatasan dari hakikatnya

sendiri." Jadi Allah tidak lebih daripada manusia: dengan kata lain, ia adalah proyeksi luar dari hakikat

batin manusia sendiri.

Tema Feuerbach adalah turunan dari teologi spekulatif Hegel yang menyatakan bahwa Ciptaan

tetap merupakan bagian dari sang Pencipta, sementara sang Pencipta tetap lebih besar daripada Ciptaan.

Ketika masih mahasiswa Feuerbach pernah menyajikan teorinya ini kepada Profesor Hegel, namun

Hegel menolak untuk menanggapinya secara positif..

Pada bagian I dari bukunya Feuerbach mengembangkan apa yang disebutnya what "pengertian sejati

atau antropologis agama." Ia memperlakukan Allah dalam berbagai aspeknya "sebagai keberadaan dari

pemahaman,” "sebagai keberadaan atau hukum moral," "sebagai cinta kasih" dan seterusnya. Dengan

demikian Feuerbach memperlihatkan bahwa dalam segala aspek Allah sesuai dengan suatu ciri atau

kebutuhan dari sifat manusia. "Bila manusia ingin menemukan kepuasan di dalam Allah," katanya, "ia

harus menemukan dirinya di dalam Allah." Dalam bagian 2 ia membahas "hakikat yang palsu atau

teologis dari agama," artinya, pandangan yang menganggap Allah mempunyai memiliki keberadaan

yang terpisah di luar manusia. Karena itu muncullah berbagai keyakinan yang keliru, seperti keyakinan

akan wahyu yang diyakininya tidak hanya merusak pemahaman moral, tetapi juga "meracuni, bahkan

menghancurkan, perasaan yang paling ilahi dalam manusia, pengertian tentang kebenaran," dan

Page 8: Filsafat Paper

8

keyakinan akan sakramen seperti misalnya Perjamuan Kudus, yang baginya merupakan sepotong

materialisme keagamaan yang "konsekuensinya mau tak mau adalah takhyul dan imoralitas."

Meskipun banyak orang menganggap bukunya Intisari Kekristenan ditulis dengan gaya yang

sangat baik dan isinya penting, buku ini tidak pernah menimbulkan kesan yang mendalam terhadap

pemikiran di luar Jerman. Perlakuan Feuerbach terhadap bentuk-bentuk agama yang sesungguhnya

sebagai ungkapan berbagai kebutuhan manusia, kita secara fatal diperlemah oleh subyektivismenya.

Feuerbach menyangkal bahwa ia layak disebut seorang ateis, namun penyangkalan ini tinggal

penyangkalan. Apa yang disebutnya “teisme” adalah ateisme dalam pengertian sehari-hari. Feuerbach

bekerja keras dalam kesulitan yang sama seperti Fichte; kedua pemikir ini berjuang dengan sia-sia untuk

mempertemukan kesadaran keagamaan dengan subyektivisme.

Masalah-masalah Selama 1848-1849 serangan Feuerbach terhadap ortodoksi menjadikannya

seorang pahlawan di kalangan partai revolusioner, tetapi ia sendiri tidak pernah terjun ke dalam gerakan

politik, dan memang ia tidak mempunyai kualitas sebagai seorang pemimpin rakyat. Pada periode

Kongres Frankfurt ia menyampaikan kuliah-kuliah terbuka tentang agama di Heidelberg. Ketika dewan

para pangeran ditutup, ia pindah ke Bruckberg dan menyibukkan dirinya sebagian dengan studi ilmiah,

sebagian dengan menyusun bukunya Theogonie (1857).

Pada 1860 karena kegagalan pabrik porselin istrinya, ia terpaksa meninggalkan Bruckberg, dan he

menjadi sangat melirit, namun teman-temannya membantunya dengan dukungan keuangan. Bukunya

yang terakhir, Gottheit, Freiheit und Unsterblichkeit, muncul pada 1866 (ed. ke-2, 1890). Setelah lama

mengalami kemunduran, ia meninggal dunia pada 13 September 1872. Ia dimakamkan di Nuremberg

(Johannis-Friedhof) di pemakaman yang sama dengan seniman Albrecht Dürer.[1]

2. Karl Marx

Karl Heinrich Marx (lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – meninggal di London, 14 Maret 1883

pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.

Karl Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi. Ayahnya bernama Herschel,

keturunan para rabi. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan

dan artis masa-masa awal Karl Marx.G:\Ahnaf_Mterialisme\Karl_Marx.htm - cite_note-Jonathan-0

Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya

terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari

berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas",

sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.

Page 9: Filsafat Paper

9

Pemikiran Marx tidak terlepas dari situasi yang terjadi pada abab 18 dan 19 yaitu perkembangan industri

sebagai dampak dari Revolusi Industri yang diawali di Inggris. Marx melihat ada ketidakberesan dalam

masyarakat yang dijumpainya karena muncul muncul ketidakadilan dan manusia terasing dari dirinya

sendiri. Keterasingan ini sebagai dampak dari hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Hak milik atas

alat-alat produksi ini menjadikan perbedaan kelas antara kelas atas kelas bawah. Bentuk struktur dan

hubungan yang terjadi dalam bidang ekonomi ini dicerminkan dalam struktur kekuasaan di bidang

sosial-politik dan ideologi.

2.4 Ciri—ciri Materialisme dan Jenis Materialisme

Secara global,ciri-ciri paham ini bisa kita klasifikasikan Setidaknya ada beberapa dasar ideologi

yang dijadikan dasar keyakinan paham ini :

1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).

2. Tidak meyakini adanya alam ghaib.

3. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.

4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.

5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.

6. Bersifat Empirisme dan Rasionalisme, yakni memahami segala sesuatu atas dasar akal dan

indera saja.

7. Bersifat Naturalisme, yakni semua adalah alamiah.

8. Alam merupakan semesta yang bersifat abadi dan sebagai keseluruhan tidak terarah secara lurus

kepada satu tujuan tertentu.

9. Jiwa merupakan gejala dari materi.

10. Semua perubahan yang terjadi bersifat kepastian semata.

11. Substansi-substansi materi merupakan penyusun utama sebuah materi dalam hal ini adalah atom.

Materialisme juga dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Materialisme metodis. Metode ini khusus digunakan dalam ilmu alam. Presumsinya, adalah

bahwa alam merupakan suatu kebulatan yang semata-mata hanya ditentukan oleh kualitas

mekanistik, segalanya dapat diterangkan secara kuantitatif-matematik.

Page 10: Filsafat Paper

10

b. Materialisme metafisik. Metode ini menjelaskan bahwa seluruh kenyataan diterangkan secara

materialistik. Pada zaman dahulu oleh Demokritos, tepatnya pada zaman Fajar Budi oleh Hobbes

(1588-1679). (Nasution, 2001: 205), dan lihat juga pada Solomon dan Higgins (1966: xiii-xvii).

Menurutnya manusia sama dengan sebuah mesin. Kemudian pada abad ke-19 oleh Feurbach.

Menurutnya manusia adalah hasil kondisi materialnya.Fikirannya sama dengan getah otak.

c. Materialisme dialektik. Menurut Karl Marx (1818-1883) lihat Nasution (2001: 2006) bahwa

materi itu menggerakkan dirinya sendiri dan dalam kepala manusia menjadi ide-ide. Gerak

materi terjadi secara dialektik, perubahan kuantitatif mendadak berubah

menjadi gerakan kualitatif.

d. Materialisme historik. Oleh Marx dialektik material diterapkan pada sejarah. Sejarah fikiran

dan cita-cita manusia sebagai idiologi ―lantai atas‖ pada dasarnya material ditentukan oleh

perubahan dalam kondisi ekonomi, hubungan milik, syarat produksi. Bila pertentangan antara

kaum pemilik dan kaum proletar mencapai puncaknya, maka meledaklah bangunan politik dan

hukum, akibat revolusi masa, dan terbukalah jalan bagi masyarakat tanpa kelas lewat diktator

proletariat. (Hartoko, 1986: 60).

2.5 Bahaya Materialisme

Cara pikir yang menganggap uang dan materi adalah segala-galanya bisa sangat fatal akibatnya.

Orang yang mempunyai cara berpikir demikian cenderung mempunyai kesimpulan bahwa jika kita tidak

memiliki uang dan materi berarti tidak punya apa-apa. Sebagai konsekuensinya, orang seperti ini kurang

menghargai hal-hal lainnya yang tak kalah pentingnya dengan uang dan materi yaitu: kesabaran,

kebahagiaan, pengorbanan, dan masih banyak lagi.

Cara berpikir materialisme ini akan lebih berdampak buruk apabila orang yang menyakininya

justru tidak memiliki uang dan materi yang cukup mendukung paham yang dianutnya itu. Apa yang

terjadi adalah ketidak bahagiaan, kekecewaan, dan keluh-kesah.

Di lain pihak, bagi penganut paham materialisme ini yang memiliki uang dan materi yang

berlebih maka apa yang mereka punyai itu seakan-akan menjadi pembenaran dari paham yang mereka

anut.

Uang dan materi memang penting tapi bukan yang terpenting. Mengabaikan hal-hal lain dan semata-

mata melihat uang dan materi sebagai standar keberhasilan dan kegagalan juga merusak keyakinan

Page 11: Filsafat Paper

11

orang terhadap agama yang dianutnya. Nilai-nilai agama sedikit demi sedikit mulai terkikis dan pada

akhirnya agama hanya akan menjadi sekedar formalitas, sementara dalam bersikap dan bertindak yang

menjadi patokannya adalah paham materialisme sehingga orang tersebut seolah-olah mempunyai 2

agama.

Atheisme dan materialis memiliki ikatan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan antara

keduanya. Yaitu tidak mengakui adanya tuhan. Karena mereka mengingkari alam ghaib. Para penganut

paham ini menolak agama sebagai hukum kehidupan manusia. Mereka lebih mengedepankan akal

sebagai sumber segala hukum. Pada akhirnya prinsip ini melahirkan suatu ideologi bahwa hukum

hanyalah apa yang bisa diterima oleh akal. Padahal kita ketahui bahwa hasil pemikiran manusia bersifat

relatif. Dalam artian bisa salah dan benar.

Bahaya materialism berawal dari menafikan adanya Tuhan dan berujung pada penghalalan

segala cara guna mencapai suatu tujuan. Kendatipun harus ditempuh dengan cara saling membunuh

antar sesama. Karena para penganut paham ini tidak mengakui adanya tuhan dan hari kebangkitan. Yang

ada dibenak mereka hanyalah dunia dan kenikmatan.

Page 12: Filsafat Paper

12

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

1. Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para filosof, seperti

Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini menganggap bahwa materi berada

di atas segala-galanya. Ketika paham ini pertama muncul, paham tersebut tidak mendapat

banyak perhatian karena banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini aneh dan

mustahil. Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat karena

sudah banyak para filosof yang menganut paham tersebut.

2. Sedangkan materialisme dialektika secara singkat dapat diterangkan sebagai paham yang

berkeyakinan bahwa segala perubahan yang terjadi di alam semesta adalah akibat dari konflik

persaingan dan kepentingan pribadi antar kekuatan yang saling bertentangan. Ahli-ahli pikir

yang meletakkan dasar bagi sistem ini adalah Karl Marx (1818-1883) dan Friederich Engels

(1820-1895). Marx dan Engels menggunakan dialektika untuk menjelaskan keseluruhan sejarah

dunia. Marx menyatakan bahwa sejarah kemanusiaan senantiasa didasarkan pada konflik, yang

terutama antara kaum buruh (proletar) dan masyarakat kelas atas (borjuis). Ia meramalkan bahwa

kaum buruh pada akhirnya akan menyadari bahwa harapan satu-satunya untuk mereka adalah

bersatu dan melakukan revolusi. Di negara-negara komunis, materialisme dialektika merupakan

filsafat resmi negara.

3. Tokoh yang memengaruhi perkembangan materialism antara lain Karl Marx dan Ludwig.

4. Jenis—jenis materialism terbagi menjadi 3,yaitu metodis,metafisik,dialektika sedangkan cirinya

terbagi menjadi beberapa pemahaman yang dijadikan dasar keyakinan.

5. Bahayanya materialism karena cara berpikir orang dirubah hanya untuk mementingkan materi

semata.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Filsafat Paper

13

Adian, Donny Gahral, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan (Dari David Hume sampai

Thomas Kuhn), Jakarta: Teraju, 2002.

Bachtiar, Harsia W., Percakapan dengan Sidney Hook, Jakarta: Djembatan, 1980.

Berlin, Isaiah, Biografi Karl Marx, Surabaya: Pustaka Prometheus.2000

Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Hamerswa, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia, 1984.

Hartoko, Dick, Kamus Populer Filsafat, Jakarta: Rajawali Pers, 1986.

http://hidayatullah-budaya.blogspot.com/2009/03/mengenal-paham-materialisme.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme

http://irvandy.tripod.com/new_page_8.htm

http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/idealisme-materialisme.html

http://planetulis.blogspot.com/2008/05/bahaya-materialisme.html

Jalaludin dan Abdullah, , Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2000. Jakarta: Balai Pustaka.

P. A. van der Weij. 1988. Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Praja. Juhanya. S , aliran-aliran filsafat dan etika, Jakarta: prenada media. 2005

Wiramihardja, Sutardjo, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama.2006

Yustiana, Yosep, Pokok-Pokok Materialism Dan Historis,Bandung: Gerah Press.2002