film sebagai media propaganda politik di jawa pada masa .../film... · film di jawa pada masa...

242
i Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: Widiatmoko C.0502055 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: dinhcong

Post on 12-Mar-2019

367 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

i

Film sebagai media

propaganda politik di Jawa

pada masa pendudukan Jepang 1942-1945

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

Widiatmoko C.0502055

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Page 2: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ii

FILM SEBAGAI MEDIA

PROPAGANDA POLITIK DI JAWA

PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG 1942-1945

Disusun oleh:

WIDIATMOKO C0502055

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Andreas Susanto, M.Hum. NIP 19591129 198803 1001

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. NIP 19540223 198601 2001

Page 3: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

iii

FILM SEBAGAI MEDIA

PROPAGANDA POLITIK DI JAWA

PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG 1942-1945

Disusun oleh:

WIDIATMOKO

C0502055

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal……………..

Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua : Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum …………………….. NIP 19540223 198601 2001

Seketaris : Insiwi Febriary Setiasih, SS, MA …………………….. 19800227 200501 2001 Penguji I : Drs. Andreas Susanto, M.Hum …………………….. NIP 19591129 198803 1001 Penguji II : Drs. Suharyana, M.Pd .................................. NIP 1958011 198603 1002

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 19530317 198506 1001

Page 4: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

iv

PERNYATAAN

Nama : Widiatmoko NIM : C0502055

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Film Sebagai Media Propaganda Politik Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari sanksi tersebut.

Surakarta, April 2010 Yang membuat pernyataan,

Widiatmoko

Page 5: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

v

MOTTO

Dua Hal Yang Di sia-sia kan Manusia

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda, "ada dua

anugerah yang disia-siakan manusia: kesehatan dan waktu luang".

(Sahih Bukhari)

Ketahuilah, bahwa hati itu bagaikan cermin, memantulkan bayangan dari semua

yang ada di hadapannya. Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana

ia menjaga kedua bola matanya

(Al Habib Muhammad bin Abdullah Al-Idrus)

Apakah anda takut dengan masa depan? “Saya ragu Pak” jawab Ku

Sedangkan dengan Bapak sendiri, Apakah Bapak takut dengan masa depan?

“Tidak” jawabnya. “Karena didalam diri Saya ada banyak Sejarah” ia meneruskan

jawabannya

(Dialog si penakut)

Page 6: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan pada :

Ø Ayah dan Ibu tercinta kesabaran dan ke ikhlasan mu Membuat Ku selalu menangis

Ø Kakak dan Adik-adik tercinta Tawa keceriaan yang tak akan habis

Ø Keluarga Besar ku di situlah

surga kecil ku

Page 7: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Selama proses penyususnan skripsi ini penulis banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak baik dalam bentuk materi maupun dorongan moral

yang besar artinya. Oleh karena itu, merupakan kewajiban penulis untuk

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, serta selaku

pembimbing akademik yang telah memberikan saran, pengarahan,

motivasi dari awal perkuliahan sampai akhir studi dan yang telah

memberikan izin dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Sawitri P.P, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa.

4. Drs. Andreas Susanto, M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi, yang

memberikan banyak dorongan, masukan, dan kritik yang membangun

dalam proses penulisan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang

telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa

perkuliahan.

6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS,

Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Monumen Pres, Perpustakaan

Rekso Pustoko Mangkunegaran yang telah memberikan kemudahan bagi

penulis untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia.

7. Staf bagian Arsip Nasional Republik Indonesia Jakarta, Staf Perpustakaan

Nasional, Staf Japan Foundation, Staf Pusat Perfilman Nasional, dan Pusat

Perfilman, Dokumentasi Usmar Ismail, dan Perum Pusat Film Nasional

yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam melakukan penelitian.

8. Palm Camp. Cramat.

Page 8: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

viii

9. Forum Lenteng Budi Wahyono, Nurul Hidayat, Winanto, Hendra.

10. Teman-teman Angkatan 2002. Empat Serangkai Oriza Vilosa, Ponco

Suseno, Stevanus Yugo H (Crew Toko Buku dan Rumah Baca Bumi

Manusia).

11. Asrama ceria.

12. LPM Kalpadruma.

13. Garba Wira Bhuana.

14. Jong Grha Dede, Widita, Panji.

15. Delapan Penjuru Muni Roh, Pras, Dharma, Iwan T.

16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu

persatu. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulisan

mendapat imbalan setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Segala saran dan kritik yang bersifat membangun penulis terima dengan tangan

terbuka. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pembaca.

Surakarta, April 2010

Penulis

Page 9: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i

HALAMANPERSETUJUAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR DAFTAR KOSAKATA DAN NAMA ORANG JEPANG......... xii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi

ABSTRAK ................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………............... 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………. . 12

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 12

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………… 13

E. Tinjauan Pustaka ………………………………………………….. 13

F. Metode Penelitian …………………………………………………. 18

G. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 23

BAB II KEDATANGAN TENTARA PENDUDUKAN

JEPANG………………………………………………………………. 24

A. Emigran Jepang ke Hindia Belanda ……………………………… 24

B. Masa Akhir Pemerintahan Hindia Belanda ……………………….. 29

C. Bergantinya Penguasa …………………………………………….. 35

D. Motif Pendudukan Jepang dan Mengambil Simpati………………. 45

E. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang Terhadap

Indonesia…………………………………………………………… 49

Page 10: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

x

BAB III MEDIA-MEDIA PROPAGANDA JEPANG …………………… 56

A. Sendenhan di Jawa ………………………………………………... 57

1. Ke Selatan……………………………………………………… 57

2. Lahirnya Sendenhan..........…………………………………….. 67

3. Pembentukan Departemen Propaganda (Sendenbu)…………… 74

4. Sendenhan Mulai Beroperasi…………………………………… 82

B. Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945…………………………….. 85

1. Propaganda Jepang Sebelum Invansi ke Indonesia……………. 85

2. Alat Perang Propaganda Jepang……………………………….. 89

a. Dari Pasukan Pena ke Barisan Propaganda…………………. 89

b. Almanak Asia-Raya 2603…………………………………… 92

c. Kebijakan Jepang Dalam Puisi Indonesia…………………… 95

d. Foto di Surat kabar…………………………………………… 99

e. Lagu Jaesjio………………………………………………….. 106

f. Siaran yang Berperang………………………………………. 108

g. Film Bercerita Merupakan Raja Propaganda.......................... 112

BAB IV MEDIA PROPAGANDA JEPANG MELALUI FILM…………. 116

A. Film Sebagai Alat Perang Tanpa Senjata……………………………. 116

1. Kebijakan Jepang Mengenai Perfilman………………………….. 116

2. Munculnya Lembaga Film Buatan Jepang………………………. 119

B. Para Propagandis di Balik Layar…………………………………….. 122

1. Rancangan Propaganda Media Film…………………………….. 122

2. Propagandis di Balik Layar……………………………………… 123

C. Tema-Tema Film Propaganda……………………………………….. 126

Page 11: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xi

D. Metode Penyebar Luasan Pemutaran Film………………………….. 143

1. Pemutaran di Bioskop…………………………………………… 145

2. Layar Putih itu Bernama Layar Tancap…………………………. 150

3. Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit)……………………… 153

a. Kebijakan Pembentukan Boui Engo Kai (Badan Pembantu

Prajurit)………………………………………………………. 153

b. Pemutaran Film di Boui Engo Kai…………………………… 155

E. Promosi Film Bagian dari Seni Iklan………………………………… 158

1. Iklan Surat Kabar………………………………………………… 158

2. Peran “Pasukan Kuas” di Sendenhan…………………………….. 163

F. Seni Sebagai Media Perlawanan Terhadap Propaganda Jepang……... 165

1. Keimin Bunka Shidosho…………………………………………… 166

2. Seni Sebagai Wahana Penyampaian Aspirasi Bangsa Indonesia… 170

G. Perselisihan Sendenhan dengan Gunseikanbu………………………… 185

H. Respon Masyarakat Terhadap Aksi Propaganda Jepang Melalui Media

Film……………………………………………………………………. 200

BAB V KESIMPULAN……………………………………………………… 207

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 211

LAMPIRAN …………………………………………………………………. 221

Page 12: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xii

DAFTAR KOSAKATA DAN NAMA ORANG JEPANG

Nama Arti

Doméi Nama kantor berita Jepang

Éiga Haikyû Sha Perusahaan Distribusi Film; disingkat menjadi Eiha

Éiga Hô Undang-Undang Film

Éihai lihat Eiga Haikyu Sha

Gunséibu Badan Pemerintahan Militer

Gunséikan Kepala Markas Besar Pemerintahan Militer di Jawa

Gunséikanbu Markas Besar Pemerintahan di Jawa

Gunshiréibu Komandan Militer

Hôkokukai lihat Nihon Bungaku Hokokukai

Hôsô Kanrikyoku Biro Pengawas Penyiaran di Jawa

Jawa Éiga Kôsha Korporasi Umum Film di Jawa

Jawa Hôkôkai Himpoenan Kebaktian Rakjat di Djawa

Jawa Shinbunkai Gaboengan Persoeratkabaran di Djawa

Jawa Shinbunsha Perusahaan Surat Kabar di Jawa

kamishibai Pergelaran cerita bergambar yang teksnya

dibacakan oleh seorang tukang

Kéimin Bunka Shidôsho Poesat Keboedajaan; disingkat menjadi Keimin

Kén’étsuhan Barisan Sensor Militer

Naikaku Jôhôbu Bagian Penerangan Kabinet

Naikaku Jôhôkyoku Dinas Penerangan Kabinet; disingkat menjadi

Johokyoku

Nichiéi lihat Nihon Eiga Sha

Nihon Bun’gaku Hôkokukai Perhimpunan Sastrawan untuk Pengabdian pada

Negara; disingkat menjadi Hokokukai

Nihon Bun’géika Kyôkai Lembaga Sastrawan Jepang

Nihon Éiga Sha Perusahaan Film Jepang; disingkat menjadi Nichiei

Pén Butai “Pasukan Pena”

Séndénbu Bagian Propaganda di Jawa

Page 13: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xiii

Séndénhan Barisan Propaganda di Jawa

Taiséi Yokusan Kai Persatuan Pembantu Pemerintahan Kekais

Daftar Nama Orang Jepang

Nama Peran

Abé, Tomoji Novelis Anggota Sendehan

Adachi, Hisayoshi Pimpinan Sendenbu

Asano, Akira Kritikus; Anggota Sendenhan

Békki, Atsuhiko Geolog; Kepala Kantor Riset Budaya Daerah Selatan

Nanpo Bunka Kenkyushitsu di Jawa

Gunji, Jirômasa Novelis; Anggota Sendenhan

Hirano, Kén Kritikus Tenaga Honorer di Johokyoku

Ichiki, Tatsuo Penerjemah; Anggota Sendehan; Anggota Komisi

Penyempurnaan Bahasa Indonesia

Iida, Nobuo Penggubah lagu; Anggota Sendehan

Imamura, Hitoshi Komando Pasukan ke-16

Inoué, Shirô Kepala Seksi Ketiga Bagian Kelima Johokyoku

Ishimoto, Tôkichi Kepala Cabang Eihai di Jawa

Kikuchi, Kan Novelis/Penulis Naskah Drama; Ketua Nihon

Bungeika Kyokai; Pengurus Hokokukai

Kitahara, Takéo Novelis; Anggota Sendenhan

Koiso, Kuniaki Perdana Menteri

Kôno, Takashi Pelukis; Pembimbing Bagian Seni Rupa Keimin

Konoé, Fumimaro Perdana Menteri

Kumé, Masao Novelis; Pengurus utama rangkap Direktur

Administrasi Hokokukai

Machida, Kéiji Pemimpin Sendenhan

Mitsuhashi, Tésséi Kepala Cabang Nichie di Jawa

Miyamoto, Shizuo Staf Strategi Pasukan Ke-16

Nakatani, Yoshio Penerjemah; Anggota Sendenhan

Page 14: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xiv

Ôé, Kénji Novelis; Anggota Sendehan

Okazaki, Séizaburô Kepala Staf Pasukan ke-16 Rangkap

Gunseikan Jawa

Ôki, Atsuo Penyair; Anggota Sendenhan

Ono, Saséo Komikus; Anggota Sendenhan

Ôya, Sôichi Jurnalis; Anggota Sendehan; Pemimpin Pengurus Jawa Eiga

Kosha; Kepala Kantor Besar Keimin rangkap

Pembimbing Bagian Film Keimin

Ozaki, Shirô Novelis; Pengurus tetap Hokokukai

Shimizu, Hitoshi Propagandis Professional; Kepala Seksi

Propaganda di Sendehan/Sendenbu

Shimizu, Norio Filsuf; Anggota Sendenhan

Takéda, Rintarô Novelis; Anggota Sendehan; Pembimbing Bagian

Kesusastraan Keimin

Taniguchi, Gorô Kepala Kantor Besar Jawa Shinbunkai

Térauchi, Toshikazu Komando Tertinggi Pasukan Selatan

Tôjô, Hidéki Perdana Menteri

Tomisawa, Uio Novelis; Anggota Sendenhan

Yasuda, Kiyoo Dramawan; pembimbing Bagian Seni Sandiwara

dan Seni Tari Keimin

Yokoyama, Ryûichi Komikus; Anggota Sendenhan

Page 15: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan Jumlah Bioskop Th 1937 dan Th 1943 di Jawa……….147

Tabel 2 Pembagian Bioskop Dalam 4 Tingkat di Masa Pendudukan Jepang....148

Page 16: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Oendang-Oendang No. 28........................................................ 221

Lampiran 2 Pendjelasan Oendang-Oendang No.27 dan 28.......................... 223

Lampiran 3 Kan Po (Berita Pemerintah) Pemerintah Agoeng…...................225

Lampiran 4 Sedikit Tentang Film “Pak Kromo”……………………………233

Lampiran 5 Studio Film Djawa……………………………………………..235

Lampiran 6 Para Pekerja Film……………………………………………….236

Lampiran 7 Para Penduduk Menonton Petunjukan Film……………………237

Lampiran 8 Barisan gambar Hidup………………………………………….238

Lampiran 9 Eiga Ho (Undang-undang Film)………………………………..239

Lampiran 10 Surat Perjanjian penyerahan Nippon Eiga sha………………...240

Lampiran 11 Gedung PPFN………………………………………………….241

Lampiran 12 Lirik lagu mari Menabung……………………………………...242

Lampiran 13 Lirik lagu Asia berpadoe………………………………………..243

Lampiran 14 Oendang-Oendang No. 8………………………………………244

Lampiran 15 Asia Raya………………………………………………………245

Lampiran 16 Oendang-oendang No. 2……………………………………….246

Lampiran 17 Oendang-oendang No. 1………………………………………247

Lampiran 18 Oendang-oendang No. 21…………………………………… ..248

Lampiran 19 Oendang-Oendang No. 16……………………………………..249

Lampiran 20 Oendang-oendang No. 6………………………………………...250

Lampiran 21 Oendang-oendang No. 29……………………………………….251

Page 17: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xvii

ABSTRAK

Widiatmoko. C0502055. 2010. Media Film Sebagai Alat Propaganda Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perumusan masalah dalam penelitian ini meliputi (1) Mengapa Jepang

menggunakan media film sebagai alat propaganda politik, (2) Bagaimana pelaksanaan propaganda Jepang melalui media film di Jawa, (3) Bagaimana respon masyarakat terhadap aksi propaganda Jepang melalui media film.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui penyebab Jepang menggunakan media film sebagai alat propaganda politik, (2) Untuk mengetahui pelaksanaan propaganda Jepang melalui media film diJawa, (3) Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap aksi propaganda Jepang melalui media film. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interprestasi, dan historiografi. Adapun data primer yang diperoleh melalui studi dokumen yang berupa arsip dari Arsip Nasional Republik Indonesia dan Japan Foundation. Data primer itu ditunjang dengan wawancara dengan beberapa orang yang berhubungan dengan tema ini. Adapun data sekunder didapat dari buku, artikel dan makalah.

Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa Propaganda merupakan salah satu strategi jitu yang dipilih dan dijalankan oleh pemerintah Jepang di Jawa untuk menumbuhkan perasaan dan sikap antisipasi terhadap bangsa Barat. Propaganda juga dimaksudkan untuk membangun simpati masyarakat Indonesia terhadap Jepang. Salah satu ciri utama propaganda Jepang di masa perang ialah penggunaan berbagai media tersebut secara positif, terutama ditekankan kepada media yang mengusik “pendengaran dan penglihatan” (audio visual) seseorang. Media audio visual ini dianggap paling efektif untuk mempengaruhi penduduk yang tidak berpendidikan dan buta huruf serta haus hiburan. Film mempunyai keunggulan dalam mengekpresikan gambar bergerak yang dapat dengan mudah dimengerti oleh penonton. Sedangkan untuk kalangan terpelajar hal ini tidak berpengaruh karena sudah terbiasa akrab dengan berbagai jenis hiburan dan kaum terpelajar umumnya lebih mengenal peristiwa dunia dan memiliki rentang pengetahuan yang luas karena akses informasi dan bisa memberikan landasan penilaian lebih rasional dan akurat mengenai isi pesan film.

Page 18: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xviii

ABSTRAK

Widiatmoko. C0502055. 2010. Film Sebagai Media Propaganda Politik

Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Thesis Of History Department Of Fine Arts And Literature Faculty. Sebelas Maret University. Problem statements of this research consist of (1) Why does Japan employ movies as a means of political propaganda. (2) How is its implementation of Japan’s propaganda by making use movies in Java, (3) How are Javanese’s responses toward Japan’s propaganda through movies. Objectives of this research are (1) To reveal Japan’s reasons why movies are employed as a means of political propaganda, (2) To reveal its implementation of Japan’s propaganda by making use movies as their medium in Java, (3) To reveal Javanese’s responses toward Japan’s propaganda by making use movies as their medium. Research method employed is an historical approach, so that procedures applied in this research include heuristically approach, resource’s critic both internal and external, interpretation, and historiography. In addition, primary data obtained are through documentary study which is in form of archives from Arsip Nasional Republik Indonesia and Japan Foundation. Some persons which are relevant to this topic support the primary data as well. Besides, secondary data are obtained from books, articles, papers, etc. Based on analysis, it is concluded that propaganda is one of proper strategies chosen and applied by Japan’s government in Java to raise anticipation’s actions and feelings toward Western. Propaganda is aimed at building sympathy among Indonesians to Japan. Mainly, Japan’s propaganda during war era is characterized by the use of such medium in positive ways, to be the most effective way to influence uneducated and illiteracy society, which are passionate to entertainment. Movies are believed to express motion pictures which are easy and understandable to the viewers so well. In other side, for educated persons, it is not influential way since they are accustomed to sorts of entertainment, while, they own broader knowledge than the uneducated one. It is because they have an easy information access and are able to interpret more rationally and accurately concerning to messages of the movies.

Page 19: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah berakhirnya pemerintahan Belanda di Indonesia, maka dimulailah

kekuasaan baru yang dipegang oleh Jepang.1 Dengan

kekuasaan kependudukan Jepang ini, mereka segera

menyusun pemerintahan di daerah yang harus membantu

keinginan dan misi Jepang, yakni tercapainya kemenangan

perang bagi Jepang. Sifat pemerintahan ini lebih tepat

dikatakan sebagai pemerintahan pendudukan dari pada

pemerintahan jajahan, sebab perang masih berlangsung

dengan sengitnya. Adapun bentuk pemerintahannya adalah

pemerintahan militer.2

Pada masa pemerintahan militer ini, kebijakan demi kebijakan yang diambil

senantiasa didasarkan atas perkembangan perang yang

sedang terjadi. Secara garis besar, kebijakan yang dibuat

pemerintahan militer Jepang meliputi tiga tahap, yaitu:

tahap pertama (1942-1943) adalah tahap persuasif, pada

tahap ini jepang membuat dan memberikan janji-janji yang

samar-samar mengenai konsesi-konsesi politik agar bangsa

1 Onghokham, 1989, Runtuhnya kekuasaan Di Hindia Belanda, Jakarta: PT.Gramedia,

hlm 220. 2 Bayu Suryaningrat, 1981, Sejarah Pemerintahan Di Indonesia, Jakarta: Dewaruci Press,

hlm 68.

Page 20: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xx

Indonesia bersedia bekerja sama dengan pemerintah

pendudukan Jepang. Tahap kedua (1943-1944) adalah

tahap partisipasi dan mobilisasi, pada tahap ini orang-

orang Indonesia dilibatkan dalam jabatan-jabatan pada

kantor-kantor pemerintahan sebagai pendamping atau

penasehat pejabat bagi kepentingan pemerintahan

pendudukan Jepang. Tahap ketiga (1944-1945) adalah

tahap peningkatan mobilisasi dengan memberikan suatu

janji-janji politik tentang kemerdekaan bagi bangsa

Indonesia.3

Secara operasional pemerintahan pendudukan Jepang dilaksanakan oleh kepala

staf yang disebut Guenseikan. Guenseikan ini membawahi

departemen-departemen (bu) yang terdiri atas somubu

(Departemen Urusan Umum), Naimubu (Departemen

Dalam Negeri), Sangyobu (Departemen Perekonomian),

Zaimubu (Departemen Keuangan), Shidobu (Departemen

Kehakiman), Keimubu (Departemen Kepolisian), Kotsubu

(Departemen Lalu Lintas), Sendenbu (Departemen

Propaganda).4

Dalam rangka memperlancar pelaksanaan kebijakan mereka di wilayah

pendudukan Jawa, Pemerintahan militer memerlukan alat

untuk mengambil hati rakyat, dan alat inilah yang

3 Pemda Kotamadya TK. II, 1981, Sejarah Kota Bandung Periode Revolusi Kemerdekaan

1945-1950, Bandung, hlm 57. 4 Nugroho Notosusanto, dkk., 1984, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI, Jakarta:Balai

Pustaka, hlm 7.

Page 21: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxi

digunakan sebagai alat propaganda. Alat ini disalurkan ke

lapangan- lapangan yang jauh lebih luas dari pada

lapangan kemiliteran, oleh karena itu organisasi

propaganda-propaganda yang dibentuk jepang mempunyai

tugas menyalurkan pesan ke lapangan masyarakat umum,

sampai ke lapangan penghiburan dan kebudayaan.

Propaganda adalah penyiaran penerangan yang disiarkan dengan maksud mencari

pengikut atau bantuan. Propaganda merupakan kata yang

tidak asing lagi di kalangan orang Indonesia, terutama

yang terlibat langsung dalam masa pendudukan Jepang.

Perkataan ini memang sangat populer pada waktu Jepang

menduduki Indonesia, dan merasuki hampir di segala

aspek kehidupan.

Propaganda Jepang dilakukan seiring dengan penaklukan terhadap negeri-

negeri yang didudukinya. Keinginan yang besar dalam penaklukan ini bukanlah

suatu hal yang baru timbul di dalam sejarah Jepang. Anggapan sebagai “bangsa

terpilih” menguatkan kepercayaan bangsa ini akan tugas suci Jepang untuk

menaklukan dan menguasai negeri orang. Dua ribu enam ratus tahun yang lalu

Djinanmu Tennc, kaisar Jepang yang pertama, disebut-sebut sebagai raja pemberi

“sabda suci” Hakko Ichiu, yang bertujuan menaruh ke delapan penjuru arah mata

angin di bawah panji-panji dari Nippon.5 Bahkan rencana tertentu di dalam politik

penaklukan Jepang, seperti rencana “Lingkungan Kesemakmuran Asia Timur

Raya”, dapat dicari kembali pada akhir abad-16. Jika Toyomi Hideyoshi, si

5 M.A. Aziz, 1995, Japan’s Colonialism and Indonesia, The Hague: M. Nijhoff, hlm 3.

Page 22: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxii

Napoleon negeri Jepang itu, menyerang Korea dalam tahun 1592 sebagai batu

loncatan untuk menguasai Tiongkok, tidak hanya bertujuan di situ saja. Politik

Toyotomi Hideyoshi ialah suatu rencana kerajaan Asia yang besar dengan

Tiongkok, Jepang dan Korea sebagai kelompok kesatuan yang pertama dan

kemudian diperluas dengan wilayah-wilayah Asia lainnya, sampai-sampai

kedaerah Nanyo atau daerah lautan selatan.6

Dalam melakukan ekspansi dan imperialisnya, Jepang tidak hanya

menjalankannya secara membabi buta tanpa diiringi sikap moral dan maksud baik

dari Jepang. Mereka selalu mengatakan hal-hal seperti: “ingin membebaskan

bangsa asia dari penjajahan barat” atau yang lainnya seperti “menciptakan

Lingkungan Kesemakmuran Asia Timur Raya terhadap negara-negara yang

ditaklukannya”. Hal ini dilakukan untuk menciptakan citra dikalangan rakyat

jajahan, bahwa sebenarnya Jepang mempunyai maksud yang baik dan cita-cita

yang besar untuk kebesaran bangsa Asia.

Dengan bantuan para propagandis yang bersama-sama datang dengan

tentara Jepang, mereka terus giat dengan berbagai semboyan yang muluk-muluk.

Semboyan-semboyan ini umumnya berdasarkan pada politik rasial. Kita masih

ingat propaganda mereka di Indonesia yang berbunyi “Nippon-Indonesia sama-

sama” dan “Asia untuk Orang Asia”. Semboyan ini sangat mempengaruhi orang-

orang Indonesia, baik tua maupun muda di kala itu, karena tidak banyak orang

Indonesia yang mengenal dan mengetahui seluk beluk pemerintah pendudukan

Jepang mendarat di pulau Jawa, mereka juga sering menyebut persamaan Nippon

6 Ibid., hlm 6.

Page 23: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxiii

dan Indonesia. Tentu saja hal tersebut sangatlah berkesan di hati orang-orang

Indonesia pada mulanya.

Hal yang paling utama dan paling giat yang dilakukan Jepang selama

mereka menduduki apa yang mereka namakan daerah selatan, ialah

men”Jepang”kan penduduk, terutama angkatan mudanya. Men”Jepang”kan

penduduk berarti melakukan penjajahan politik, ekonomi, dan budaya, sistem ini

sudah terbukti bagi Jepang di negeri-negeri yang sudah jauh lebih dahulu

dikuasainya seperti: Taiwan, Korea, dan Mancuria. Sistem penjajahan yang

demikian membuktikan bahwa penduduk yang sudah diJepangkan lebih dahulu,

mudah dikerahkan untuk berbagai macam usaha peperangan guna kebesaran

negeri Matahari Terbit.

Sebelum Jepang datang ke Indonesia usaha-usaha untuk menarik simpati

orang Indonesia sudah pernah dilakukan. Seperti, diundangnya para tokoh

pergerakan, baik pergerakan nasional maupun pergerakan Islam ke Jepang, untuk

melihat-lihat keberhasilan yang telah dicapai Jepang. Kepada kaum pelajar,

Jepang memberikan beasiswa bagi mereka yang ingin menuntut ilmu di sana.

Pada masa pergerakan nasional banyak orang Jepang yang mencari nafkah

di Hindia Belanda sebagai pedagang, Mereka dikenal sebagai tuan-tuan toko.

Sikap mereka terhadap orang-orang Indonesia yang sangat ramah, menjadikan

mereka mendapat simpati dari masyarakat. Maka tak heran ketika Jepang datang,

sambutan yang hangat pun diberikan penduduk begitu antusias.

Propaganda terus dilakukan. Untuk lebih memudahkan infiltrasi terhadap mereka

dan untuk melaksanakan skema propaganda itu ke dalam

operasi dilakukan dengan berbagai bantuan alat-alat

Page 24: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxiv

media. Penggunaan media melalui surat kabar, poster,

foto, siaran radio, pameran, pamflet, seni pertunjukan

tradisional, pertunjukan gambar kertas, musik, sandiwara,

drama, dan film. Di antara media tersebut penggunaan film

merupakan alat propaganda yang paling efektif.

Salah satu ciri utama propaganda Jepang di masa perang ialah penggunaan

berbagai media tersebut secara positif, terutama

ditekankan kepada media yang mengusik “pendengaran

dan penglihatan” (audio visual) seseorang.7 Media audio

visual ini dianggap paling efektif untuk mempengaruhi

penduduk yang tidak berpendidikan dan buta huruf serta

haus hiburan.

Pada masa Jepang sendiri, film digunakan sebagai alat propaganda politik.

Film mempunyai keunggulan dalam mengekpresikan gambar bergerak yang dapat

dengan mudah dimengerti oleh penonton. Hal ini menyebabkan film dengan

mudah mendapatkan banyak penggemar. Film merupakan salah satu media

propaganda penting pada masa perang. Sebelum Perang Dunia Kedua, media ini

tidak pernah digunakan sebagai alat indoktrinasi pilitik di Indonesia. Jepang

merupakan satu-satunya negara yang memanfaatkan media film sebagai alat

propaganda di dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan pemutaran film di

7 Aiko Kurasawa, 1993, Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di

Pedesaan di Jawa 1942-1945, Jakarta: PT. Gramedia, hlm 237.

Page 25: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxv

Jawa masa pendudukan merupakan tiruan yang digunakan di Jepang masa perang

melawan Cina tahun 1930-an.8

Segera setelah Angkatan Darat Ke-16 mengambil alih Jawa, staf Sendenbu

bersama-sama pihak militer menyita semua perusahaan film, kemudian pada

bulan Oktober 1942, mereka membentuk suatu organisasi sementara untuk

menjalankan kebijakan film. Organisasi ini disebut Djawa Eiga Kosha (Korporasi

Film Djawa) dan dikepalai oleh Oya Saichi, seorang penulis terkenal Jepang yang

dipekerjakan sebagai anggota staf Sendenbu.

Di Jawa, secara khusus dikembangkan produksi film yang bermula pada

bulan September 1942, setelah korporasi film Jawa membuka studio mereka di

Jatinegara, dan setelah bulan April 1943 dilanjutkan oleh Nicchi-ei (perusahaan

film Jepang). Pada tahun 1943 perusahaan film Jepang memutar film-film

produksinya sendiri. Film-film yang diputar biasanya berjangka waktu pendek,

dan menggunakan kata-kata Indonesia serta bertema propaganda seperti film

“Torpedo Tempaan Djiwa” yang bercerita tentang kejadiaan sebelum pecahnya

perang asia timur raya.9 Film-film yang dibuat di Jawa, disesuaikan dengan situasi

dan kebutuhan lokal. Film-film ini merupakan propaganda dan bersifat instruktif.

Salah satu contohnya adalah film “Neppu” yang berisi tentang anjuran agar giat

bekerja di pabrik untuk dapat menghancurkan Amerika dan Inggris guna

kemenangan tanah air.10 Hal ini sesuai dengan tujuan pemerintah pendudukan di

mana penduduk Jawa akan dikerahkan untuk turut serta dalam peperangan. Untuk

8 Grant K. Goodman (edit), 1992, Japanese Cultural Policies in Southeast Asia during

world War 2, New York: St. Martins Press, hlm 44. 9 Djawa Baroe, no. 24, 15 Desember 1944, hlm 31. 10 Djawa Baroe, no. 22, 1 agustus 1944, hlm 32.

Page 26: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxvi

itu, maka langkah awalnya adalah mengindoktrinasi mereka akan pentingnya

perang bagi penduduk Jawa.

Instruksi-instruksi yang terkandung dalam film tidak terbatas pada suasana

politik dan spiritual tetapi juga termasuk ajaran-ajaran praktis dan teknis. Sebagai

contoh film-film “Pemakaran Tombak Bamboe” dan “Indonesia Raja”

mengajarkan ilmu militer dan lagu kebangsaan. Adapula film-film yang memberi

pelajaran teknik pertanian dan kerajinan tangan seperti menenun, membajak

tanah,menanam padi, dan membuat tambang. Film tentang Tanarigumi (rukun

tetangga) menggambarkan kegiatan sehari-hari dari rukun tetangga dan untuk

mengembangkan pemahaman peran dan sifatnya. Film Taiteki Kanshi

(mewaspadai musuh) menginstruksikan bangsa Indonesia agar bersikap waspada

terhadap musuh. Penggunaan film-film semacam ini sebagai sarana instruksi

teknis secara keseluruhan merupakan suatu yang baru bagi orang Jepang maupun

orang Jawa. Kenyataannya film-film masa perang ini dapat dianggap sebagai

perintis pendidikan audio visual kontemporer.11 Topik film berita pada umumnya

berhubungan dengan perkembangan politik dan gerakan massa. Kemudian disusul

dengan topik film berita yang menyangkut masalah pertahanan dan ekonomi.

Produksi film-film cerita dimulai beberapa waktu kemudian. Pertama,

adalah “Kemakmoeran” yang diputar pada bulan Januari 1944. Kedua

“Berdjoeang” yang diputar pada bulan Maret 1944. Tema-tema film ini didikte

oleh Sendenbu. Staf Jepang dari perusahaan film Jepang membuat garis besar

kisahnya, yang kemudian ditulis dalam bahasa Indonesia dan para pemerannya

dipilih di antara penduduk Indonesia.

11 Aiku Kurasawa, “Film as Propaganda Media on Java Under the Japanese”, dalam

Grant K Goodman (editor), hlm 52.

Page 27: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxvii

Beberapa

kategori film yang telah diproduksi dapat digolongkan

pada empat bagian, yakini 1) film-film yang

menggambarkan kekuatan militer Jepang mengalahkan

pasukan Inggris dan Amerika 2) film yang dibuat setelah

awal 1943 yang memakai konsep religius dari Hakko Ichi-

u (delapan penjuru dunia di bawah satu atap) untuk

memperkuat politik ekspansionis Jepang 3) film yang

dibuat setelah akhir 1943 yang memberi tekanan pada

peran yang dimainkan oleh masyarakat Indonesia di

lingkungan kemakmuran Asia Raya dan 4) film yang

dibuat setelah bulan November 1944 berisikan sekedar

menyokong nasionalisme dan kesadaran bangsa Indonesia

dalam mempertahankan dirinya.12

Untuk keperluan hiburan dan sekalipun alat

propaganda dalam pemutaran film, Jepang menggunakan

bioskop-bioskop yang awalnya milik orang Cina. Namun

karena kekuasaan jepang, diambil alih kepemilikannya.

Setiap pemutaran film dikenakan Harga Tiket Masuk

(HTM ). Harga itu sudah ditetapkan Jepang. Tiket untuk

pribumi HTM-nya 10 sen, orang cina 25 sen, sedangkan

kelas terhormat 50 sen dan satu gulden.13

12 Ibid, hlm 60. 13 Dr. Taufik Abdullah,1993, Film Indonesia, Jakarta: Dewan Film Nasional, hlm 294.

Page 28: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxviii

Jepang dengan bantuan orang-orangnya, membuat

jaringan propaganda disetiap sudut dan pelosok desa (desa

mempunyai arti penting sebagai sumber bahan baku dan

sumber tenaga manusia). Untuk Jawa dibentuk Chiho

Kosakutai (Unit Operasi Distrik) yang meliputi kota-kota

besar yakni: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang,

Surabaya, dan Malang.14

Untuk menyebarluaskan film-film propaganda tersebut kepada

masyarakat, di samping diputar di bioskop-bioskop, Jepang juga

menyelenggarakan pemutaran film secara keliling yang kemudian dikenal dengan

sebutan “layer tancep” (bioskop keliling)15 yang dimulai pada bulan Agustus

1942, khususnya untuk di Jawa. Kantor pusat Eihai (perusahaan distribusi film

Jepang) mengirim 48 ahli proyeksi film disertai dengan fasilitas yang diperlukan

untuk mempromosikan bioskop keliling di daerah-daerah pendudukan di Asia

Tenggara. Enam antara para ahli ini dikirim ke Jawa.

Pada bulan Desember 1945 lima basis operasional untuk bioskop keliling

telah didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Malang dengan

15 tim proyeksi. Beberapa diantaranya dikepalai oleh orang Jepang dan yang

lainnya oleh orang Indonesia. Kelompok ini berkeliling dari desa yang satu kedesa

yang lainnya dengan membawa proyektor film, generator dan film yang diangkut

oleh sebuah truk.16 Biasanya hanya satu atau dua desa yang dipilih dari masing-

14 Asia Raya, 16 Mei 1944. 15 Ibid., hlm 295. 16 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan

di Jawa 1942-1945, Op. Cit., hlm 243.

Page 29: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxix

masing Son (sub-distrik) dan Gun (distrik) sebagai tempat pemutaran dan rakyat

dari desa-desa tetangga diundang untuk menontonnya. Film-film dipertontonkan

di alam terbuka bagi siapa saja tanpa dipungut bayaran. Sedangkan penduduk dari

semua desa tetangga, sebelumnya diberitahu lewat para pejabat desa dan kepala

tonarigumi.

Karena terbatasnya produksi film-film lokal, maka pemerintah

mengimpor film-film Jepang yang dipilih secara hati-hati dan hanya yang

dianggap berguna bagi propaganda. Di Jawa beberapa dari film-film Jepang itu

diputar dengan subjudul Indonesia. Terjemahannya dibuat oleh staf Eihai lokal

yang mengerti bahasa Jepang dan Indonesia. Karena di Jawa tingkat buta huruf

sangat tinggi, maka biasanya ada seorang penerjemah berdiri di samping layar,

dan ia menjelaskan apa yang tengah diproyeksikan dengan bahasa apapun yang

digunakan di daerah itu. Seorang penerjemah terkadang dipakai karena di Jawa

sebagian besar penduduknya berbicara dalam bahasa-bahasa lokal seperti Jawa

dan Sunda dan tidak fasih berbahasa Indonesia. Sebaliknya sedikit di antara

penerjemah itu mengerti bahasa Jepang, dan tidak memungkinkan bagi mereka

untuk membuat terjemahan kata demi kata. Maka langkah selanjutnya adalah para

penerjemah itu sebelumnya mendapat penjelasan tentang isi film dan kemudian

mereka menjelaskannya kembali secara umum kepada para penonton.

Dampak dari pemutaran film tersebut adalah sangat sedikit untuk mendidik dan

membentuk rakyat sesuai keinginan pemerintah, meskipun

beberapa film militer mungkin berguna di dalam

memberikan kesan kepada rakyat akan kekuatan militer

Jepang. Film-film yang dibuat di Jawa jauh lebih efektif

Page 30: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxx

bagi tujuan-tujuan propaganda, terutama film yang

ditujukan pada pengajaran praktis dan teknis.17

Mengenai film-film yang di putar sebagai propaganda hanyalah film yang

dinggap berguna bagi kepentingan Jepang. Jenis-jenis film yang dipertontonkan

adalah film-film yang mengandung ajaran-ajaran moral dan indoktrinasi politik,

seperti “Ke Seberang” yang diputar pada tahun 1944, atau film “12 Djam Sebelum

Berangkat ke Medan Perang” yang dikehendaki pemerintah untuk ditransmisikan

kepada penduduk Jawa.18 Film-film itu dikategorikan sebagai film “kokusaku

eiga” (film-film kebijakan nasional), film-film kebijakan nasional itu bila ditinjau

dari segi isinya dapat dibagi ke dalam enam kategori sebagai berikut:

1. Film yang isinya menekankan persahabatan antara bangsa Jepang dengan bangsa-bangsa asia serta pengajaran Jepang.

2. Film yang isinya mendorong pemujaan patriotisme dan pengabdian terhadap bangsa.

3. Film yang isinya melukiskan operasi militer dan menekankan kekuatan militer Jepang.

4. Film yang isinya menggambarkan kejahatan bangsa Barat. 5. Film yang isinya menekankan moral berdasarkan nilai-nilai Jepang. 6. Film yang isinya menekankan peningkatan produksi dan kampanye

perang lainnya.19

Dengan pemutaran film yang dilakukan Jepang

berpengaruh terhadap rakyat. Namun dalam menerima

pesan Jepang tersebut terdapat keanekaragaman. Kaum

terpelajar umumnya lebih mengenal peristiwa dunia dan

memiliki rentang pengetahuan yang luas, yang memberi

landasan rasional dan akurat mengenai isi pesan

17 Aiko Kurasawa, dalam grant K. Goodman, Op. cit, hlm 60. 18 Djawa Baroe, 1 Oktober 1944, hlm 32. 19 Aiko Kurasawa, dalam grant K. Goodman, Op. cit, hlm 239.

Page 31: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxi

propaganda. Tetapi kalangan tidak terpelajar, yang kurang

akrab dengan informasi, cenderung menerima propaganda

sebagaimana adanya.20

Sejak diperkenalkan “gambar hidup”, dunia telah mengakui keunggulan film

sebagai media komunikasi dan sekaligus sebagai media

propaganda. Film tidak hanya merupakan media

komunikasi massa, tetapi sudah lebih dari itu, bahkan telah

menjadi instrumen yang dapat disesuaikan dengan

maksud-maksud tertentu. misalnya saja sebagai instrumen

politik.

Penulis sendiri tertarik untuk meneliti masalah penggunaan film oleh Jepang

sebagai sebuah instrumen politik, sehingga penulis

berusaha untuk memperoleh gambaran seberapa besar

efektif peranan film sebagai alat propaganda politik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Mengapa Jepang menggunakan media film sebagai alat propaganda politik?

2. Bagaimana pelaksanaan propaganda Jepang melalui media film di Jawa?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap aksi propaganda Jepang melalui

media film?

20 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan

di Jawa 1942-1945, Op.Cit, hlm 265.

Page 32: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxii

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, sesuai dengan masalah tersebut di atas adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui penyebab Jepang menggunakan media film sebagai alat

propaganda politik.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan propaganda Jepang melalui media film

diJawa.

3. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap aksi propaganda Jepang

melalui media film.

D. Manfaat Penelitian

Dengan rumusan masalah seperti tersebut diatas, maka manfaat yang hendak

dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Secara Subjektif manfaat penulisan ini adalah Tugas akhir untuk mendapatkan

gelar Sarjana, di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

sebelas Maret, surakarta.

2. Secara Objektif penulisan ini bermanfaat untuk pemgembangan ilmu sejarah

dalam bidang kebudayaan khususnya sejarah perfilman yang selama ini

kurang mendapat perhatian.

3. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk digunakan sebagai acuan dalam

mebuat kebijakan tentang film nasional dan juga menjadi masukan yang

berharga bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 33: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxiii

E. Tinjauan Pustaka

Peristiwa yang terjadi pada kurun waktu 1942-1945 sangat menarik untuk dikaji

dan ditulis. Dalam penulisan sejarah ini menggunakan

beberapa literatur yang digunakan sebagai acuan.

Diantaranya berupa buku yang tentunya ada relevansinya

dengan topik pembahasan.

Aiko Kurasawa dalam sebuah buku yang berjudul Mobilisasi dan Kontrol: Studi

Tentang Perubahan di Pedesaan di Jawa 1942-1945

membahas mengenai kebijakan-kebijakan Jepang dan

perubahan dibidang sosialo-ekonomi serta dampak

psikologi yang terjadi dalam masyarakat di wilayah

pedesaan Jawa. Untuk bisa memahami kebijakan-

kebijakan Jepang terhadap massa, diperlukan

akses/pendekatan dari berbagai aspek. Pendekatan tersebut

memerlukan perangkat yang akan digunakan Jepang untuk

menarik kerja sama umum, seperti Propaganda,

pendidikan, serta mobilisasi politik.

Dalam rangka

untuk tercapainya kebijakan-kebijakan yang dipakai

Jepang sebagai jurus dan usaha-usaha dengan membuat

skema propaganda yang semenarik mungkin, sehingga

masyarakat akan bersimpati dan ingin bekerja sama

dengan pemerintahan Jepang.

Page 34: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxiv

Dalam kaitannya dengan propaganda, Aiko Kurasawa membahasnya dalam bab

tersendiri. Salah satu media yang dipakai Jepang adalah

film. Film sebagai media yang sangat efektif untuk alat

propaganda. Dengan media tersebut Jepang memakainya

sebagai penarik dan mempengaruhi jiwa kolektif

masyarakat.

Koichi Otani dalam bukunya yang berjudul Takeda Rintaro Biografi

Kritis: Rintaro Takeda bagaimana bukunya menjelaskan perjuangan-perjuangan

Sendenhan (barisan propaganda) yang dipimpin oleh Rintaro Takeda menyiapkan

bahan propaganda sampai survey keliling jawa untuk mengumpulkan bahan-

bahan yang akan menjadi tema propaganda. Sampai akhirnya Takeda dan para

barisan propaganda mengadakan pertunjukan film untuk penduduk setempat

maupun prajurit Jepang di samping mementaskan pertunjukan sandiwara, tarian,

dan musik. Dalam pementasan sandiwara, Takeda menjadi sutradara. Dalam buku

biografi Hyoden: Takeda Rintaro yang berbahasa Jepang ini juga menggambarkan

bagaimana Rintaro Takeda mempunyai rasa bertolak belakang terhadap sikap

pendudukan Jepang di Jawa.

Buku dengan penyunting utama A. B. Alpian dan J. R. Chaniago yang berjudul Di

bawah Pendudukan Jepang: Kenangan 42 Orang yang

Mengalaminya menjelaskan tentang bagaimana awal mula

kedatangan Jepang ke Indonesia. Dimana pada tanggal 4

Maret tentara Belanda meninggalkan kota Batavia dan

keesokan harinya 5 Maret 1942 ibukota Hindia –Belanda

jatuh ketangan tentara pendudukan Jepang

Page 35: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxv

Wilayah Hindia-Belanda yang pertama-tama jatuh kekuasaan Jepang adalah

kepulauan Tambelan di Laut Cina Selatan yang diduduki

pada tanggal 27 Desember 1941 dan tidak lama kemudian,

tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendarat di Tarakan

(Kalimantan-Timur) dan Manado(Sulawesi Utara).

Kemudian menyusul Balikpapan 24 Januari, Ambon 2

Februari, dan Makasar (Ujung Pandang) 9 Februari.

Pendaratan di Sumatera Utara sendiri (termasuk pulau

Sabang) dan timur dimulai tanggal 12 Maret dan 17 Maret

1942 Padang jatuh ketangan Jepang. Di Nusantara sebelah

Timur Jepang melanjutkan pendaratan di Fakfak 1 April

dan sorong 4 April, serta Ternate 19 April. Banda Neira,

Buru, kepulauan Sula, Lombok, dan Flores diduduki dalam

bulan Mei.

Kronologi perluasan wilayah Jepang di Nusantara yang diuraikan di atas ini

menujukan bahwa masa pendudukan Jepang tidak serentak

dialami oleh bangsa Indonesia bersama-sama. Demikian

pula berakhirnya masa pendudukan tidak sama.

Buku ini juga menjelaskan usaha-usaha Jepang dengan badan-badan

propagandanya untuk mendapatkan dukungan dan simpati

rakyat Indonesia dengan melancarkan kampanye

propaganda. Salah satu usaha tersebut adalah dengan

media film sebagai alat propaganda.

Page 36: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxvi

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI yang ditulis oleh Marwati

Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.

Dijelaskan mengenai perubahan sosial dan mobilisasi

sosial masyarakat pada masa Pendudukan Jepang. Selama

tiga setengah tahun Pendudukan Jepang telah

mengguncang bukan hanya sendi-sendi Pemerintahan

Hindia Belanda tetapi struktur masyarakat Indonesia

sendiri. Kependudukan Jepang dengan militernya ke

Indonesia dimulai tanggal 11 Januari 1942 di Tarakan

Kalimantan Timur. Untuk bisa membuka Jawa, Jepang

harus menguasai Palembang terlebih dahulu. Pada tanggal

16 Februari 1942 Palembang berhasil ditaklukan sehingga

Jawa pun sudah berada dalam genggaman. Tentara Militer

Jepang kemudian menguasai Jawa dan akhirnya pada

tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat pada

Jepang.

Dr. Taufik Abdullah dalam bukunya Film Indonesia, menguraikan mengenai

sejarah film yang ada di Indonesia bagaimana pengaruh

dan perkembangannya serta dampak yang terjadi dalam

masyarakat dan sosial-politik Indonesia. Dalam menyebar

luaskan propaganda politiknya, Jepang memanfaatkan film

yang dianggap ampuh mencapai penduduk, yang

umumnya masih buta huruf, dan film adalah alat yang

sangat efektif untuk mempengaruhi jiwa masyarakat agar

Page 37: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxvii

terpengaruhi sehingga menimbulkan sikap dan opini

publik terhadap Jepang.

Jepang mempunyai badan dan pembantu-pembantu tersendiri dalam penanganan

film yang akan dijadikan sebagai media propaganda.

Dengan badan tersebut akan mempermudah,

memperlancar Jepang melakukan pengedaran, penyebaran,

dan pendistribusian film yang berisikan tema propaganda.

Berdasarkan keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus dibawa kepada pola

tingkah laku dan berfikir Jepang, propaganda ditujukan untuk mengindoktinasi

bangsa ini agar dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam Lingkunagn

Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Betapa propaganda memiliki arti

penting bagi Jepang untuk menguasai wilayah dan rakyat Indonesia, sehingga

bangsa itu pun telah mempersiapkan sistem propagandanya secara sistematis dan

intensif sejak sebelum pelaksanaan invansi ke negeri ini. Melalu media film

Jepang menerapkan propaganda-propagandanya seperti dijelaskan Kurasawa Aiko

dalam bukunya Propaganda Media on Java Under Japanese 1942-1945”.

Perkembangan Perfilman di Indonesia sendiri telah di sejak tahun 1926 ketika

seorang porduser film bernama David membuat film bisu

berjudul Lely Van Java di Bandung. Kemudian disusul

film berjudul Eulis Atjih oleh produser Kruger Co

1927/1928 dan selanjutnya diproduksi film berjudul

Lutung kasarung oleh Produser film Carli. Tahun 1936

dalam perkembangannya (ANIF) Algemen Nederlands

Indische Film berdiri studio film yang didirikan oleh

Page 38: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxviii

Albert Balink bergerak dalam film-film berita dan film

cerita. Film pertama yang dibuat studio itu adalah dengan

judul Terang Bulan.

Pada tahun 1941 pecah perang Asia Timur Raya dan awal tahun 1942 pemerintah

Hindia Belanda menyerah kepada Jepang maka seluruh

kekayaan diambil alih termasuk studio-studio film

dibawah pengawasan Sendenbu (Barisan Propaganda)

seperti ditulis dalam sebuah karya Buku 50 Tahun Perum

Produksi Film Negara yang diterbitkan oleh Direktorat

Pemasaran PFN.

F. Metode Penelitian

Untuk meneliti peranan film sebagai Media propaganda politik Jepang Yang

terjadi pada tahun 1942-1945 penulis menggunakan

metode historis. Menurut Louis Gottschalk, yang

dimaksudkan dengan metode historis adalah proses

menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dari

pengalaman masa lampau.21

Berbeda dengan ilmu sosial lain yang menekankan pada pengulangan dan objek

yang bersifat general, sejarah justru meneliti sesuatu yang

unik. Hal ini karena peristiwa sejarah adalah einmalegh.

Artinya, peristiwa yang menjadi kajian sejarah tidak akan

21 Louis Gottschalk, 1986, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, hlm 18.

Page 39: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xxxix

pernah mengalami pengulangan yang sama persis dalam

konstruksi peristiwanya.22 Metode sejarah digunakan

karena penggunaan metode harus disesuaikan dengan

objek yang dikaji. Hal tersebut menurut Koentjoroningrat,

metode yang merupakan cara kerja untuk dapat memahami

objek harus sesuai dengan ilmu yang bersangkutan.23

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan

menggunakan ilmu komunikasi. Khususnya komunikasi

politik. Dalam memahami komunikasi politik ini

kemudian digunakan teori tentang propaganda. Hal ini

karena propaganda merupakan salah satu cara dalam

komunikasi politik yang sangat efektif dan sesuai dengan

background yang akan diteliti. Pendekatan ini kemudian

dijalankan dengan metode historis yang terdiri dari empat

tahap. Tahapan dalam metode sejarah saling berkaitan

antara tahap satu dengan tahap yang lainnya karena tahap

yang dilakukan akan berurutan dalam cara kerjanya.

Tahapan itu adalah Heuristik, Kritik Sumber, Inteprestasi,

dan Historiografi.24

22 Peter Burke, 2003, Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm

32. 23Koentjaraningrat, 1983, Metode-Metode Penelitian Masyarakat , Jakarta: P.T.

Gramedia, hlm 7. 24 Nugroho Notosusanto, 1988, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, Jakarta:

Yayasan Idayu, hlm 36.

Page 40: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xl

Tahap pertama adalah Heuristik, yaitu cara mengumpulkan

bahan atau sumber-sumber sejarah dengan mengumpulkan jejak-jejak

sejarah. Sumber-sumber sejarah tersebut tentunya yang sejaman dan

dalam bentuk tercetak, tertulis maupun lisan. Dalam penulisan ini

tehnik yang digunakan untuk mendapatkan sumber adalah dengan

Studi Dokumen dan Studi Pustaka.

Studi Dokumen dalam hal ini adalah suatu cara untuk

mendapatkan data primer atau data sejaman atau sumber utama dari

tangan pertama yang bisa digunakan untuk menceritakan peristiwa

tersebut. Hal ini karena dalam ilmu sejarah tidak akan ada fakta “no

fact no history”. Fakta dalam sejarah diartikan sebagai pernyataan atas

kenyataan.

Dokumen sendiri dibedakan menjadi dua yaitu dokumen dalam

arti sempit dan dokumen dalam arti luas.25 Dokumen dalam arti sempit

adalah kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan seperti surat kabar,

catatan harian, laporan dan lain-lain. Dokumen dalam arti luas adalah

termasuk didalamnya foto-foto, artefact, film dan lain sebagainya.

Dokumen mempunyai arti yang sangat besar dalam metode

penelitian Historis. Dalam dokumen, terkandung banyak data primer

25 Sartono Kartodirjo, 1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta:

P.T. Gramedia, hlm. 98.

Page 41: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xli

yang akan bisa menjelaskan peristiwa yang telah terjadi, semakin

banyak data primer akan mendapatkan hasil sejumlah besar fakta. Hal

ini karena dokumen dapat digunakan untuk menjawab 5W+1H (apa,

siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana).26

Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini

diantaranya adalah arsip-arsip berupa surat resmi maupun tidak resmi,

selebaran, foto, film, dan lain-lain. Arsip Adachi, Osahi, Yoshikawa,

dan tsuda “Replies Of Questionaire Concerning Sendenbu” dalam

arsip Kementerian pertahanan Belanda dengan No. GG-21-1947.

Surat resmi yang dikelurkan oleh pemerintahan Jepang berkaitan

dengan kondisi dan situasi sekitar keadaan politik pada masa itu yang

diperoleh di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di antaranya:

Undang-undang No. 1 Dari Pembesar Balatentara Dai Nippon (7

Maret 1942), Undang-undang No. 2 Tentang Keamanan Masyarakat

(Maret 1942), Undang-undang No. 6 tentang memakai waktu Nippon

dan mengubah batasan berjalan diwaktu malam (27 Maret 1942),

Undang-undang No. 8 tentang mengibarkan bendera “Kokki” (11

April 1942),Undang-undang No. 27 tentang perubahan tata

pemerintahan daerah (5 Agustus 1942), Undang-undang No. 21

tentang pembatasan gelombang pesawat radio (16 juni 1942), Undang-

26 Sartono Kartodirjo, 1998, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia,

Suatu Alternatif, Jakarta: P.T. Gramedia, hlm. 97.

Page 42: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlii

undang No. 16 tentang pengawasan baan-badan pengumuman

penerangan dan pemilikan pengumuman dan penerangan (25 Mei

1942), Eiga Ho (Undang-undang Film Juli 1938, Eiga Ho petunjuk

tambahan oktober 1939.

Sumber lain tak kalah pentingnya adalah surat Pembentukan

Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan) pada bulan April 1943,

pembentukan Nihon Eigasha\Nichi’e (Perusahaan film Jepang) pada

bulan April 1943 sebagai produksi film, Eiga haikyusha\Eihai

(Perusahaan Pendistribusian Film) pada bulan April 1943 sebagai

distribusi film, surat Perjanjian antara Nippon Eiga Sha Production,

cabang Jakarta dan Berita Film Indonesia Jakarta (6 Oktober 1945). Di

Pusat Perfilman Sinematek Usmar Ismail ada juga koleksi film-film

bertemakan propaganda-propaganda Jepang seperti film berjudul

Hawai-Marei Oki Kaisen (perang Laut dari Hawaii sampai Malaya),

kris Pusaka, Gelombang dll. Juga dipakai sumber berupa surat kabar

dan majalah yang memuat berita atau artikel mengenai propaganda

Jepang serta hal-hal yang berkaitan dengan film yang bertemakan

propaganda jepang. Mayoritas surat kabar yang diambil sebagai

sumber adalah surat kabar nasional, dan hanya sedikit yang bersekala

daerah, diantaranya Almanak Asia-Raya 2603: Tahoen I, Asia Raya,

Djawa Baroe, Jawa Nenkan, Jawa Shinbun, Kan Po, Nihon Gakugei

Page 43: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xliii

Shinbun , Pandji Poestaka, Sande Mainichi , Serebes Shinbun ,Shin

Jawa, Star News, Tjahaya, Tokyo Asahi Shinbun, Unabara, dan

Wawasan Kepulauan yang kesemuanya itu berada dan diperoleh di

perpustakaan nasional, monumen pers nasional, perpustakaan

mangkunegaran, Arsip Nasional dan Japan Foudation.

Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dengan

mempelajari literatur serta buku yang relevan dengan pokok

permasalahan. Data yang didapatkan dari studi ini adalah berupa data

sekunder. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperkuat dan

menambah data untuk mendukung kelengkapan penulisan.

Studi pustaka dilakukan diberbagai perpustakaan yang ada di

Surakarta, Jakarta. Selain itu juga di perpustakaan lain yang

menyimpan koleksi-koleksi buku berkaitan dengan pokok

permasalahan dalam penelitian ini seperti perpustakaan Sinematek.

Selain studi dokumen dan pustaka juga dipakai wawancara.

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan informasi

dan pendukung data yang ada. Agar lebih kredibel dan valid maka

wawancara dilakukan terhadap para pelaku sebagai cara untuk

menginformasikan fakta yang telah ditemukan sebelumnya dan

tentunya mengklarifikasi serta mencari informasi baru yang

sebelumnya tampak bias pada penulisan sejarah.

Page 44: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xliv

Tahap kedua adalah Kritik terhadap bahan atau sumber yang

telah ditemukan. Hal ini untuk mendapatkan keabsahan

(trustworthies) sumber. Dalam kritik ini terdapat dua jenis kritik yaitu

pertama kritik ekstern untuk memastikan otensitas dan orisinalitas

sumber, dan kedua kritik intern untuk memastikan kapabilitas dan

validitas isi sumber.

Tahap ketiga adalah intepretasi yaitu penafsiran terhadap

sumber yang telah terseleksi, dimana tahap ini adalah pernyataan atas

kenyataan berdasarkan sumber yang ditemukan. Intepretasi dalam hal

ini adalah analisis terhadap sumber untuk menggambarkan fenomena

yang diteliti.

Pada tahap ini data-data dikerjakan dan diolah sedemikian rupa

sampai berhasil menemukan kebenaran yang dipakai untuk menjawab

permasalahan yang diajukan.

Tahap Keempat adalah historiografi, yaitu penyusunan

sumber-sumber data yang telah di seleksi ke otentikannya

tersebut menjadi suatu kisah atau penyajian yang saling

berhubungan dengan tetap mengutamakan aspek kronologis.

G. Sistematika Penulisan

Page 45: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlv

Dalam penulisannya, seperti layaknya suatu karya ilimiah,

maka penelitian ini mengandung maksud, agar memudahkan pembaca

dalam memahami permasalahan yang disjikan. Untuk memenuhi hal

tersebut maka skripsi ini dibagi menjadi lima bab.

Bab I: Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode. Bab ini

merupakan suatu gambaran penelitian secara umum.

Bab II: Kedatangan Tentara Pendudukan Jepang. Bab ini

memberikan gambaran mengenai bergantinya penguasa pemerintahan

di Indonesia yaitu kedatangan tentara Jepang.

Bab III: Media-Media Propaganda Jepang. Bab ini

menggambarkan tentang media-media yang dipakai oleh Jepang pada

awal pendudukan Jepang dan menjadikannya sebagai media

propaganda politik.

Bab IV: Media Propaganda Jepang Melalui Film. Bab ini

memberikan gambaran pengaruh dan respon masyarakat terhadap

media film yang dipakai Jepang sebagai alat propaganda.

Bab V: Kesimpulan. Bab ini merupakan rangkuman atau hasil

akhir. Bab ini berisi jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam

penelitian.

Page 46: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlvi

BAB II

KEDATANGAN TENTARA PENDUDUKAN JEPANG

A. Emigran Jepang ke Hindia Belanda

Kedatangan orang-orang Jepang ke Hindia Belanda sebenarnya sudah

berlangsung sebelum depresi ekonomi tahun 1929. Pada abad ke-17 di Batavia

sudah terdapat 30 orang Jepang yang terlibat dalam perniagaan bahari.27

Kelompok ini semakin menjadi khusus dengan adanya kebijakan politik pintu

tertutup28 Jepang dari hubungan luar negerinya yang dilakukan oleh Shogun

Tokugawa pada tahun 1632 yang berakibat bahwa komunitas Jepang tersebut

tidak lagi mempunyai kaitan dengan tanah airnya. Selain itu, tidak banyak yang

diketahui tentang komunitas Jepang di Batavia dan Jawa pada abad ke-18 sampai

paruh kedua abad ke-19.

Emigran29 Jepang ke Hindia Belanda sendiri mulai kembali marak pada

awal Restorasi Meiji sampai akhir tahun 1930-an. Perubahan yang dialami Jepang

setelah Restorasi Meiji yang didasarkan oleh kebijakan nasional yang kuat dengan

27Mona Lohanda, “Penetrasi Jepang di Perairan Hindia Belanda” prasarana yang

disampaikan dalam seminar sehari Membangun Kembali Peradaban Bahari di Jurusan Sejarah FSUI, Depok, 24 April 1997.

28Politik Pintu Tertutup (Sakoku) Jepang ini sudah berlangsung pada masa pemerintahan

Shogun Tokugawa mulai tahun 1603 sampai tahun 1862. Politik Pintu Tertutup ini pada awalnya dilaksanakan hanyalah berisi peraturan yang melarang orang asing dating ke Jepang, akan tetapi, pada tahun 1632, aturannya menjadi lebih ketat, melarang juga orang-orang Jepang berada di luar negeri untuk kembali ke Jepang.

29Emigran adalah orang yang meninggalkan tanah tumpah darahnya dan pergi ke negeri

lain untuk tinggal menetap disana. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud (Jakarta, Balai Pustaka, 1990), hlm 227.

Page 47: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlvii

bertumpu pada slogan Fukoku Kyohei (Negara Kaya,militer kuat)30 yang untuk

mewujudkan cita-cita itu diperlukan adanya tatanan politik, sosial, ekonomi, dan

industri yang mendukung kebijakan tersebut. Jepang menginginkan agar mereka

sejajar dan dapat diterima sebagai Negara modern, berdiri sama tinggi dan duduk

sama rendah dengan bangsa Barat yang sudah maju.

Salah satu dampak dari Restorasi Meiji ini adalah terjadinya kemiskinan

keluarga petani Jepang. Hal ini disebabkan industrialisasi merupakan kebijakan

utama Jepang pada masa itu. Untuk mempertahankan hidup mereka, banyak di

antara anak laki-laki Jepang dari keluarga petani tersebut mencari daerah baru

guna memperbaiki kehidupan perekonomian keluarganya. Dalam tradisi budaya

Jepang, anak laki-laki mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya.

Tanggung jawab ini sudah dipikul anak laki-laki Jepang sejak usia sangat muda

yang bukan merupakan pewaris keluarga.31 Maka tidaklah mengherankan bila

pada masa awal pemerintahan Meiji banyak emigran Jepang berasal dari keluarga

miskin di daerah Selatan Jepang. Hal ini diungkapkan oleh pemilik toko Jepang di

Jawa:

Saya lahir sebagai anak kelima dari keluarga petani miskin di desa pegunungan Kyushu yang terpencil, dan tidak hentinya mendengar orang tua saya mengatakan “Alangkah sulitnya mencari nafkah”, mengalami kemiskinan dan ketidakberda-yaan hidup di pedesaan yang tidak pernah maju dari priode Meiji hingga Taisho. Akibatnya, saya memutuskan untuk berangkat ke negeri seberang dan mulai suatu hidup baru……32

30Ken Ichi Goto, Sejarah Hubungan Antara Jepang dan Indonesia pada zaman Pra-

perang, Japan Review, Maret 1987, hlm 20. 31Ruth Benedict,1967, Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-pola Kebudayaan

Jepang, Jakarta: Sinar Harapan, hlm 59. 32Ken Ichi Goto, “Kehidupan dan Kematian Abdul Rachman”: (1906-1949) Satu Aspek

dari Hubungan Jepang-Indonesia” dalam Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang, Penyunting Akira Nagazumi, ( Jakarta: Obor Indonesia, 1988), hlm118.

Page 48: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlviii

Selain sulitnya perekonomian Jepang, motivasi emigran Jepang ke Hindia

Belanda juga didasari oleh berita keberhasilan orang-orang Jepang yang berniaga

di Jawa yang dimuat dalam majalah Shin Sheinen (Pemuda Baru) dan lagu-lagu

seperti “Bandit Berkuda” dan “Perantau” yang sangat menarik perhatian dan

simpati terutama pemuda Jepang yang belum dapat menikmati hasil modernisasi

di Jepang.33

Emigran Jepang di Hindia Belanda pada awalnya adalah Kimin, yaitu

orang-orang yang ditelantarkan oleh Negara yang diselundupkan ke luart Jepang

tanpa paspor untuk mencari pekerjaan di luar negerinya dan sering ditipu atau

diculik, yang akhirnya membawa mereka ke Asia Tenggara.34

Emigran Jepang ke Hindia Belanda meningkat pada awal abad ke-20.

gelombang kedatangan orang-orang Jepang terbagi dalam dua fase yaitu:

1. Awalnya tahun pemerintahan Meiji (tahun 1880-an) sampai akhir tahun

1910-an porstitusi merupakan mayoritas kegiatan orang Jepang terutama

di Jawa.35

2. Awal tahun 1910-an sampai akhir tahun 1930-an. Pemilik toko bebas dan

pegawai merupakan mayoritas kegiatan orang Jepang pertama di Jawa.36

Jumlah emigran yang meningkat terutama sesudah tahun 1920 lalu

menimbulkan perdebatan di kalangan pejabat Hindia Belanda jika melihat pada

33Goto, “Sejarah Hubungan Jepang dengan Indonesia”, op.cit., hlm 21.

34Saya Shiraishi dan Takashi Shiraishi, Orang Jepang di Kota Koloni Asia Tenggara,

(Jakarta: Obor Indonesia, 1998), hlm 4.

35Hal ini dapat dilihat dari catatan pekerjaan para emigrant Jepang tersebut pada tahun 1910-an yang berjumlah 463 orang, 48% diantaranya atau 219 adalah karayukisan (wanita yang pergi ke Cina tetapi kemudian berkonotasi dengan pekerjaan sebagai prostitusi). Lihat Mona Lohanda, op.cit., hlm 2.

36Saya Shiraishi, op.cit., hlm 12.

Page 49: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xlix

catatan kependudukan bulan November 1920, jumlah emigran Jepang di Hindia

Belanda seluruhnya berjumlah 4.148 orang, termasuk di Jawa 1.734 orang belum

dianggap sebagai unsur yang berbahaya.37 Akhir Juni 1922 jumlah ini meningkat

menjadi 4.496 orang tetapi pada bulan yang sama tahun 1923 jumlahnya menurun

menjadi 4.233. Pada bulan Juni 1926 pemukiman Jepang di seluruh Hindia

Belanda baru berjumlah 4.351.38

Jumlah emigran Jepang ke Hindia Belanda setelah Perang Dunia I juga

menarik perhatian Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Dapat diperoleh

gambaran menarik mengenai kepentingan Jepang di Jawa Timur dan Jawa Tengah

pada tahun 1924 dari laporan konsul Amerika di Surabaya, Rollin R. Winslow,

yang dikirim ke Washington D. C. Menurut laporan ini, populasi Jepang sebanyak

627 orang di Surabaya, 135 orang di Keresidenan Pasuruan, dan 23 orang di

Malang. Ini merupakan perkembangan terakhir karena sudah terdapat arus masuk

orang Jepang ke Hindia selama tahun perang. Mereka membuka toko-toko kecil

dan tinggal di sana, dan pada tahun 1920-an tampak peningkatan perhatian pada

karet dan perkebunan tebu.39

Menurut perkiraan sampai tahun 1939 jumlah emigran Jepang di Hindia

Belanda berjumlah kira-kira 6.600 orang, sementara 4.000 orang Jepang

bermukim di Jawa.40 Dari yang bermukim di Jawa ini, konsentrasi terbesar ada di

37Mona Lohanda,op.cit., hlm 3.

38 Ibid.

39Saya Shiraishi,op.cit., hlm 12. 40‘Verslag van den Adjunct-Refrendaris ter beschikking vanm den Adviseur, Hoofd van

den Dienst der Oost-Aziatische Zaken, H. Hagenaar, Omtrent een diienstreis naar de Provinciale Oost-Java, van 29 Oktober-11 november 1939”, dalam Binnenlands Bestuur no. 141 Arsip Nasional.

Page 50: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

l

Surabaya yaitu berjumlah 1.371 orang. Namun jika melihat pada ketimpangan

dibidang perdagangan ekspor impor kekuatan ekonomi Jepang di Hindia Belanda

mulai memiliki dominasi di dalam perekonomian Hindia Belanda.

Dibukanya konsulat Jepang di Batavia dan di Surabaya tahun 191941

merupakan institusi perwakilan resmi pemerintah Jepang di Hindia Belanda

terutama di Jawa. Tugas pertamanya adalah pendataan terhadap orang-orang

Jepang yang berada di daerah konsulatnya.

Perhimpunan orang Jepang (Nihonjinkai) didirikan di Batavia tahun 1913

dan Surabaya tahun 1921. Tujuan perhimpunan ini adalah untuk menggalang

“saling persahabatan dan informasi” diantara penduduk Jepang. Pimpinannya

biasanya adalah orang-orang terkemuka Jepang diwilayahnya dan biasanya

pendatang perintis.

Dengan didirikannya perhimpunan orang Jepang paling tidak orang-orang

Jepang yang dating ke Hindia Belanda terutama di Jawa mulai ada ikatan dengan

Negara induk mereka. Hal ini dapat dipahami bahwa kehadiran mereka di sini

seperti dijelaskan sebelumnya adalah orang-orang yang tidak terkordinasi oleh

Negara dan pada umumnya mencari nafkah untuk memperbaiki perekonomian

mereka. Perhatian yang diberikan oleh pemerintah Jepang terhadap

masyarakatnya di luar negeri dirasakan sangat membantu kegiatan orang Jepang

di Jawa. Sebagai contoh ketika konsulat dan Nihonjinkai belum terbentuk banyak

di antara pedagang Jepang melindungi kegiatan dagang mereka sendiri padahal

41Saya Shiraishi, op.cit., hlm 23.

Page 51: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

li

ketika itu (pada awal abad ke-20 trutama sebelum tahun 1912) status social

Jepang sudah disamakan dengan orang Jepang.42

B. Masa Akhir Pemerintahan Hindia Belanda

Sejak 12 September 1931 Jhr. B. C. de Jonge, pengganti Jhr. Mr. A. C. D.

de Graeff, telah menduduki jabatannya sebagai Gubernur Jenderal yang baru di

Hindia Belanda. Ia dihadapkan pada situasi ekonomi dunia yang buruk. Untuk itu

ia berusaha untuk tidak akan mempermudah segala tindakan para agitator politik

Indonesia43 dimana dalam keadaan seperti itu yang lebih dipentingkannya adalah

memelihara ketenangan dan ketertiban.44

Pada bulan September 1932, de Jonge menerapkan peraturan dalam bidang

pendidikan yang dikenal dengan nama Organisasi Sekolah Liar (Wild Schoolen

Ordonantie). Ordonansi ini pada pokoknya berisi tentang peraturan yng

menetapkan bahwa semua guru sekolah swasta harus mempunyai izin khusus dari

pemerintah setempat sebelum mereka diperbolehkan mengajar.

Peraturan ini secara sekilas nampaknya memang sederhana. Tetapi yang

memberatkan para guru sekolah swasta adalah untuk mendapatkan surat izin itu

mereka terlebih dahulu harus mempunyai sertifikat dari sekolah negeri atau dari

sekolah yang bersubsidi. Kecuali itu surat izin akan diberikan apabila dalam

pandangan pemerintah setempat guru yang bersangkutan tidak membayangkan

ketenangan dan ketertiban. Keadaan ini merupakan pukulan berat bagi sekolah-

42Peter Post,1994, “characteristics Of Japanese Enterpreneurship in the Pre-war Indonesia

Economy” dalam Historical Foundation of a National Economy in Indonesia, 1890’s-1990, J. Th. Lindblad (ed.), Amsterdam, hlm 299.

43John Ingleson, 1983, Jalan Ke Pengasingan, Jakarta: LPES, hlm 176. 44Ibid, hlm 197.

Page 52: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lii

sekolah pribumi yang kebanyakan guru-gurunya lulusan sekolah tak bersubsidi,

yang berarti tidak berhak mendapatkan sertifikat. Lebih menyulitkan lagi ijazah

sekolah-sekolah swasta itu tidak diakui oleh pemerintah, sehingga para lulusan

kemungkinan kehilangan untuk bekerja pada pemerintah.

Ki Hajar Dewantara, seorang pendiri sekolah swasta Taman Siswa,

menentang dengan keras atas diberlakukannya ordonasi itu. Melalui sepucuk

suratnya yang ditujukan kepada de Jonge, ia menyatakan kekecewaannya atas

keputusan pemerintah itu dan ia akan menentang dengan cara mengorganisir

“perlawanan Pasif” terhadap ordonasi itu. Sikapnya ini memperoleh dukungan

luas baik dari partai-partai politik maupun yang bukan, termasuk Indonesia Muda.

Di dalam Volksraad, pemerintah mendapatkan protes keras dari Fraksi

Nasional. M. H. Thamrin, yang menjadi ketuanya, menuntut agar pemerintah

mencabut peraturan tersebut. Ia bersama dengan anggotanya yang lain

mengancam akan mengundurkan diri dari dewan apabila tuntutannya tidak

dikabulkan.45 Luasnya dukungan yang diberikan kepada Ki Hajar Dewantara,

menimbulkan kekawatiran di kalangan pemerintah, sehingga pada bulan Februari

1933 ordonansi itu secara resmi dicabut.46

Pencabutan ordonansi ini merupakan kemenangan bagi kaum nasional

yang harus dibayar cukup mahal. Bagi Indonesia Muda, dukungannya terhadap

penentangan Ordonansi berakibat serius. Pada bulan Agustus 1933, pemerintah

melarang para pelajar yang bersekolah disekolah negeri untuk menjadi anggota

Indonesia Muda . Berbagai tekanan dilakukan pemerintah terhadap orang tua

45Nugroho Notosusanto, dkk., 1984, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, Jakarta:Balai

Pustaka, hlm 222-225. 46John Ingleson, op.cit, hlm 226-230.

Page 53: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

liii

murid agar mengeluarkan anak-anaknya dari anggota Indonesia Muda, karena

organisasi ini dianggap telah menyimpang dari tujuan semula.47 Tindakan

pemerintah tidak hanya itu. Pada bulan Mei 1936, majalah Indonesia Muda

dilarang terbit. Begitu pula dengan Kongres Indonesia Muda yang akan

berlangsung pada bulan Juli tahun itu dilarang.48 Tindakan pemerintah yang

menekan ini memaksa IM dalam konghresnya yang ke-6 pada akhir tahun itu di

Surabaya, memutuskan untuk memperlunak sikapnya dimasa mendatang.

Tindakan pemerintah terhadap partai yang berhaluan non-kooperatif lebih

keras lagi. Pada tanggal 1 Agustus 1933, sehari sebelum diadakannya rencana

rapat-rapat Partindo (Partai Indonesia)49 di Jakarta dan Bandung, Soekarno

sebagai pemimpin partai ini ditangkap. H. Colijn, yang menjabat Perdana Menteri

Belanda merangkap Menteri Urusan Jajahan, menjelaskan kepada Parlemen

Belanda bahwa penangkapan itu disebabkan Soekarno telah menyebarkan

gagasan-gagasan revolusioner sehingga membuat sebagian besar orang terdidik

memusatkan perhatiannya pada kegiatan politik. Oleh sebab itu tindakan ini perlu

diambil untuk melindungi ketertiban umum.50

Nasib yang serupa juga dialami oleh Mohammad Hatta dan St. Syahrir

pemimpin PNI-Baru. Keyakinannya bahwa dengan kegiatannya yang lebih tertuju

pada pembentukan kader daripada agitasi politik dapat menghindarkan

4745 Tahun sumpah Pemuda,1974, Jakarta, Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta,

hlm 96. 48 A. K. Pringgodigdo, 1984, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia,Jakarta: Dian Rakyat. 49Partindo berdiri tanggal 1 Mei 1931. Partai ini dan juga PNI-Baru (Pendidikan Nasional

Baru) merupakan pecahan dari PNI (Partai Nasional Indonesia) yang dibentuk tahun 1927 dan dibubarkan bulan April 1931. Ibid, hlm 111-116.

50John Ingleson, op.cit,hlm 240.

Page 54: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

liv

campurtangan pemerintah ternyata keliru. Pada tanggal 26 Februari 1934 mereka

ditangkap. De Jonge menganggap kegiatan PNI-Baru lebih berbahaya dari pada

Partindo. Alasan inilah yang menyebabkan mereka mendapat hukuman yang lebih

berat dari Soekarno. Hatta dan Syahrir dibuang ke Boven Digul, Irian Jaya,

sedangkan Soekarno dibuang ke Flores.51

Tindakan menekan yang diambil pemerintah, serta penangkapannya

terhadap para pemimpin nasionalis melumpuhkan gerakan non-kooperatif di

Indonesia. Pada tanggal 18 November 1936, Partindo terpaksa membubarkan diri.

Tidak lama lagi kemudian, pada bulan Mei 1937 sebagian besar anggota ini

mendirikan Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) tetapi telah meninggalkan azas

non-kooperatif. Sedangkan PNI-Baru meskipun tidak pernah dibubarkan, secara

praktis tidak ada lagi setelah kedua pemimpinnya ditangkap.52

Pada tahun 1935, PBI (Persatuan Bangsa Indonesia)53 bersama Budi

Utomo membentuk Parindra (Partai Indonesia Raya) di bawah pimpinan Sutomo.

Parindra merupakan gabungan dari beberapa partai seperti : Budi Utomo, PBI,

dan Sarekat Sumatera. Sama dengan partai-partai lain, Parindra menganut azas

kooperatif.

Tidak ada pilihan lagi bagi kaum nasionalis dalam mengemukakan

keinginannya selain dengan cara mengadakan kerja-sama dengan pemerintah.

Sarana yang paling tepat untuk maksud ini adalah Volksraad (Dewan Rakyat)

yang telah dibentuk tahun 1918. Mereka bersama-sama dengan kaum nasionalis

51Bernhard Dahm, 1987, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta: LP3S, hlm 211-212.

52John Ingleson, op.cit, hlm 252. 53PBI merupakan kelanjutan dari Kelompok Studi Indonesia yang berganti nama bulan

November 1930, bid, hlm 139-140.

Page 55: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lv

lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia memasuki Dewan ini, sehingga secara

tidak langsung Volksraad menjadi tempat pertemuan dan sekaligus menyatukan

mereka. Meskipun Dewan ini hanya berfungsi sebagai penasehat Gubernur

Jenderal Hindia Belanda, terutama mengenai anggaran belanja, tetapi ia

mempunyai hak petisi yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal atau Ratu

Belanda. Hak ini telah mereka gunakan dengan sebaik-baiknya untuk

menyampaikan kritik-kritik yang tajam terhadap kebijaksanaan pemerintah tanpa

takut mendapat hukuman.54

Pada tahun 1936 Sutardjo, wakil pegawai pemerintah di Volksraad,

mengajukan sebuah petisi yang berisi mengenai perlunya dibentuk suatu dewan

kerajaan yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil bangsa Indonesia dan Belanda.

Di dewan ini nantinya mereka akan membicarakan hubungan antara kedua Negara

berdasarkan konstitusi yang berlaku, serta akan mempertimbangkan kemungkinan

peningkatan kedudukan Indonesia menjadi rekan yang sejajar dengan Belanda.

Meskipun petisi ini tidak melanggar undang-undang dan telah setujui oleh

mayoritas anggota dewan, pada bulan November 1938 pemerintah menolaknya55

dengan alasan bangsa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab

dalam memerintah diri sendiri.56

Penolakan terhadap petisi itu menunjukan kepada kaum nasionalis bahwa

pemerintah kurang memperhatikan kepentingan pihak Indonesia. Sebagai reaksi

terhadap sikap ini maka pada bulan Mei 1939, atas usaha Mohammad Husni

54Bernhard Dahm, Op.cit, hlm 105-108. 55Deliar Noer, 1982, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3S. 56Nugroho Notosusanto,Op.cit, hlm 234-235.

Page 56: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lvi

Thamrin membentuk Gapi (Gabungan Politik Indonesia). Dari penolakan petisi

tersebut Gapi mempunyai keinginan dari pemerintah yaitu:

1. Hak Indonesia untuk menentukan nasib sendiri. 2. persatuan nasional yang berdasarkan atas demokrasi politik, social dan

ekonomi. 3. Sebuah parlemen Indonesia yang dipilih secara demokrasi yang

bertanggung jawab kepada penduduk Indonesia. 4. persatuan diantara partai-partai politik Indonesia dengan negeri

Belanda untuk membentuk barisan anti fasisme yang kuat.57

Sementara itu kaum nasionalis di dalam dewan terus mendesak pemerintah

agar pemerintah mau melakukan perubahan-perubahan dalam bidang

ketatanegaraan. Akibat desakan ini maka, pada tanggal 14 November 1940,

pemerintah membentuk sebuah komisi yang akan bertugas menyelidiki dn

mempelajari perubahan-perubahan itu. Komisi ini diketuai oleh Dr. F. H.

Visman.58 Oleh Abikusno Tjokrosujoso, rancangan Gapi tadi dibahas bersama

didalam komisi ini pada tanggal 14 februari 1941. Namun, usaha ini tidak

membawa hasil karena tuntutan Gapi oleh pemerintah dianggap hanya sebagai

keinginan sebagian kecil orang Indonesia dan tidak didukung oleh mayoritas

pemimpin intelektual dan rakyat.59

Sikap pemerintah Belanda yang tidak memperdulikan keinginan bangsa

Indonesia membuat kaum nasionalis kecewa. Gerakan tentara Jepang yang

semakin mendekati kepulauan Indonesia disambut dengan harapan dapat

membawa perubahan-perubahan baru. Meskipun fasisme oleh sebagian kecil

golongan intelektual dianggap lebih berbahaya daripada Belanda, namun sikap ini

57George Mc. Turnan, 1980, Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia, Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Indonesia, hlm 221. 58Nugroho Notosusanto,Op.cit, hlm 239. 59Deliar Noer, Op.cit, hlm 234.

Page 57: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lvii

tidak dapat mempengaruhi sebagian terbesar penduduk Indonesia. Mereka percaya

bahwa keadaan akan menjadi lebih baik dibawah pemerintahan Jepang atau

setidak-tidaknya keadaan akan lebih buruk.60

C. Bergantinya Penguasa

Jepang berhasil mengakhiri pertempuran-pertempuran di

laut Jawa dengan kemenangan setelah berhasil mendaratkan

Tentara Ekspedisi ke-16 di tiga tempat sekaligus, yaitu di Teluk

Banten, Eretan Wetan, keduanya di Jawa Barat, dan di Kragan,

Jawa Tengah, pada tanggal 1 Maret 1942.61 Setelah pendaratan

tersebut, ibu kota Batavia (Jakarta) dinyatakan sebagai “kota

terbuka” yang berarti bahwa kota ini tidak akan dipertahankan

oleh puhak Hindia Belanda. Semua orang penting yang ada di

kota ini mengungsi ke Bandung dengan meninggalkan anak istri

mereka, sesuai permintaan gubernur Jenderal Hindia Belanda

untuk menghindari penuh sesaknya kota Bandung dan untuk

mempertahankannya dengan lebih gigih lagi.62

60George Mc. Turnan Kahin, Op.cit, hlm 124. 61Lapian, dkk, Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang

Mengalaminya, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988, hlm. 1-2.

62Onghokham, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta: Gramedia, 1987, hlm 256.

Page 58: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lviii

Setelah Batavia jatuh ke tangan mereka, tentara ekspedisi

Jepang langsung bergerak ke Selatan dan berhasil menduduki

Buitenzorg (Bogor). Dalam rangka penyerbuan kota Bandung,

tentara ekspedisi yang mendarat di Eretan Wetan, sebelah barat

Cirebon, terus menerobos ke lapangan terbang Kalijati yang

hanya berjarak 40 kilometer dari Bandung. Setelah melalui

pertempuran yang singkat tetapi hebat, tentara ekspedisi Jepang

berhasil merebut lapangan terbang tersebut.63

Pada tanggal 5 Maret 1942, tentara ekspedisi Jepang

bergerak dari Kalijati menyerbu Bandung dari arah Utara. Mula-

mula digempurnya pertahanan Ciater sehingga tentara Hindia

Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan kota tersebut

sebagai pertahanan terakhir. Tempat inipun tidak berhasil

diselamatkan dan dipertahankan sehingga tanggal 7 Maret 1942,

petang hari, dapat dikuasai oleh tentara ekspedisi Jepang. Namun

sehari sebelumnya, tanggal 6 Maret 1942, dikeluarkan perintah

dari Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL), Letnan Jenderal

Ter Poorten, kepada Panglima di Jawa Barat, Mayor Jenderal J.

J. Pesman, untuk tidak mengadakan pertempuran di Bandung.

63Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoenoed Poesponegoro (ed),1984, Sejarah

Nasional Indonesia Jilid VI, Jakarta: Balai Pustaka, hlm 3.

Page 59: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lix

Gubernur jenderal Tjarda Van Starkenborgh pun sependapat

dengan Letnan Jenderal Ter Poorten bahwa saat itu Bandung

telah penuh sesak dengan penduduk sipil, wanita, dan anak-anak,

sehingga perlu dicegah terjadinya pertempuran di kota ini.64

Dengan demikian, kekuasaan “350 tahun” yang telah

membelenggu bangsa Indonesia tinggal menunggu saat ajalnya

saja.

Sementara itu, pada tanggal 7 Maret 1942, tentara Jepang

yang menduduki Batavia telah mengeluarkan Undang-undang

No.1, yang menjadi pokok peraturan-peraturan tata negara pada

masa Pendudukan Jepang. Undang-undang ini berisi peraturan

antara lain:

Pasal 1. Balatentara Nippon melangsungkan

pemerintahan militer sementara waktu di daerah-daerah

yang telah ditempati agar supaya mendatangkan keamanan

yang sentosa dengan segera.

Pasal 2. Pembesar Balatentara memegang kekuasaan

pemerintahan militer tertinggi dan juga segala kekuasaan

yang dahulu berada di tangan gubernur Jenderal Hindia

Belanda.

Pasal 3. Semua badan-badan pemerintah dan

kekuasaan hukum dan undang-undang pemerintahan

64Ibid, hlm 4.

Page 60: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lx

dahulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal saja

tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.

Pasal 4. Bahwa Balatentara Jepang akan

menghormati kedudukan dan kekuasaan pegawai-pegawai

yang setia pada Jepang.65

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.1 tersebut.

Maka secara formal dimulailah Pemerintahan Militer Jepang

diPulau Jawa, sementara itu penyerahan dari pihak Pemerintah

Hindia Belanda belum dilakukan.

Kembali pada situasi kota Bandung, pada petang hari

tanggal 7 Maret 1942, tak lama sesudah posisi tentara KNIL di

Lembang berhasil diduduki, pasukan Belanda di sekitar Bandung

mengajukan penyerahan lokal. Akan tetapi, Letnan Jenderal

Immamura Hitoshi menuntut penyerahan total semua pasukan

Serikat di seluruh Jawa (dan bagian Indonesia lainnya). Jika

tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota Bandung

akan di bom dari udara, Letnan Jenderal Immamura Hitoshi pun

menuntut agar Gubernur Jenderal Hindia Belanda ikut dalam

65 Dai Nippon Gunseibu, Oendang-oendang Dari Pembesar Balatentara Dai Nippon No.

1-20, Betawi, Juni 1942, Hal.1.

Page 61: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxi

perundingan di Kalijati, yang diadakan selambat-lambatnya pada

hari berikutnya.66

Akhirnya, “lambang” penguasa yang telah menguasai bumi

Indonesia selama 350 tahun tanpa rasa puas, datang untuk

menyaksikan kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia

Belanda yang diwakili oleh Letnan Jenderal Imamura Hitoshi.

Dengan demikian kekuasaan kemaharajaan Jepang di Indonesia

resmi ditegakkan.

Setelah dikeluarkan Undang-undang No.1 tanggal 7 Maret

1942, walaupun belum ada kapitulasi dari pihak Hindia Belanda,

Jepang tampaknya sudah yakin dapat menguasai sepenuhnya

keadaan, maka pada tanggal 8 Maret 1942, di Batavia,

dikeluarkan lagi Undang-undang No.2 tentang keamanan

masyarakat.67 Sementara itu sambutan masyarakat terhadap

kedatangan tentara Jepang, yang penuh harapan tentang

pembebasan, tidak hanya terjadi di Jawa, tetapi di seluruh

pelosok kepulauan Indonesia, bahkan di Sumatera Barat,

Sumatera Timur, Sulawesi Utara dan Maluku, dibentuk panitia

penyambutan lokal yang disponsori oleh orang-orang pro-

66Nugroho Notosusanto dan Mawarti Djoenoed Poesponegoro (ed), Nasional Indonesia Jilid VI, Op.Cit, hlm 5.

67Dai Nippon Gunseibu, Op.Cit, hlm 3.

Page 62: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxii

Jepang. Dapat dipastikan bahwa sambutan yang sedemikian

hangatnya itu disebabkan sikap tentara Jepang pada waktu itu

yang simpatik dan ramah.68

Beberapa hari kemudian, pemerintah militer Jepang segera

membentuk Chian Lji Kai atau Badan Pemelihara Perdamaian,

yang langsung berada di bawah supervisi Jepang, yang ditangani

Angkatan Darat yang telah berpengalaman dalam pendudukan

Cina. Tugasnya adalah untuk memulihkan tatanan sipil dalam

mewujudkan orang-orang nasionalis, dengan motivasi politik

untuk membuat harapan bahwa badan ini akan menarik

dukungan yang lebih besar dari masyarakat.69 Namun badan ini

tidak berumur lama sebab segera dihapuskan, tetapi kemudian

dibentuk Komite Rakyat yang lebih terencana dan terorganisasi

oleh orang-orang nasionalis sebagai badan semi-politik yang

independen. Tugas utama komite ini adalah membantu pasukan

Jepang dalam mengambil alih kantor Belanda dan untuk

memperoleh dekungan bagi pemerintah militer yang baru.70

68George Sanford Kanahele, The Japanese Occupation Of Indonesia: Prelude to

Independence, Ph.D. Thesis, Cornell University, 1967, hlm 26. 69Ibid. 70Ibid,hlm 28.

Page 63: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxiii

Komite Rakyat akhirnya dibubarkan dengan alasan bahwa

karena tugas komite yang terbatas sebagai semacam polisi

bantuan, sering disalah gunakan untuk mencoba memaksa para

Sultan untuk turun tahta, di samping Jepang memberikan

tuntutan bagi kemampuan komite untuk menjalankan

pemerintahan lokal.71 Dengan dibubarkannya komite ini, maka

dalam beberapa bulan saja pihak Jepang telah dua kali

melakukan kebijaksanaan membuat Chian Lji Kai dan Komite

Rakyat dimana orang-orang nasionalis ikut berperan di

dalamnya, akan tetapi di kemudian hari dibubarkan dan hal ini

juga telah dua kali menghancurkan harapan-harapan kaum

nasionalis.

Namun yang benar-benar dirasakan sebagai pukulan berat

yang menusuk perasaan kaum nasionalis terjadi hanya beberapa

hari setelah tentara Jepang berhasil mendarat di jawa, ketika

dikeluarkannya Undang-undang No. 3 dan No. 4, pada tanggal 20

Maret 1942.72 Dengan undang-undang tersebut, penguasa militer

Jepang di Jawa memutuskan untuk membubarkan partai-partai

politik dan melarang semua kegiatan politik, melarang

71Ibid, hlm 29. 72Dai Nippon Gunseibu,Op.Cit, hlm 7-8.

Page 64: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxiv

penggunaan bendera Nasional (Merah Putih). Tampaknya

kegiatan-kegiatan yang pertama dilakukan pihak Jepang

hanyalah untuk membesarkan harapan dan dukungan kaum

nasionalis jika pasukan Belanda akan meneruskan pertempuran.

Dengan adanya undang-undang tersebut, maka mulailah terlihat

apa maksud kedatangan tentara pendudukan Jepang di Indonesia

yang sebetulnya tak lebih dari penguasa sebelumnya, karena

Indonesia dikenal sebagai '‘gudang kekayaan yang luas"”

Setelah merasa dapat menguasai keadaan sepenuhnya,

maka pada tanggal 27 Maret 1942 dikeluarkan lagi Undang-

undang No. 6.73 yang pada pasal satunya mengatur penyesuaian

penggunaan waktu Tokyo yang berselisih sekitar 90 Menit dengan

waktu Indonesia bagian Barat. Pasal kedua mengenai

diberlakukannya jam malam, dan pasal ketiga mengenai

dibatasinya penggunaan bahan bakar bensin. Dengan peraturan-

peraturan ini, semakin tampak bahwa penguasa yang baru ini

menancapkan “kuku-kukunya” dan bukan sebagai “saudara tua”

yang akan membebaskan “saudara mudanya”.

Memasuki bulan April, roda pemerintahan militer Jepang

sudah berjalan dengan normal, maka dengan situasi seperti ini

73Ibid, hlm 7-9.

Page 65: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxv

pemerintah militer Jepang mulai memantapkan konsolidasi ke

dalam dengan jalan mengadakan pendaftaran bagi orang-orang

asing, kecuali bangsa Indonesia dan penduduk Jepang, yang

diatur dalam Undang-undang No. 7, tanggal 11 April 1942.74

Kemudian pada tanggal 19 Aparil 1942, dikeluarkan lagi Undang-

undang No. 8.75 yang menetapkan bahwa pada tanggal 29 April

1942 dijadikan sebagai hari besar “Tenchosetsu” atau hari

lahirnya Kaisar Jepang, yang patut dirayakan oleh seluruh

penduduk yang tinggal di Indonesia dengan mengibarkan

bendera “Kokki” atau bendera Matahari Terbit, selama tiga hari,

pada tanggal 28,29,30 April. Dengan keluarnya Undang-undang

No. 8 ini, maka pada hakekatnya pemerintah militer Jepang

sudah secara terang-terangan ingin menjelaskan bahwa pusat

kekuasaan dan orang yang paling berkuasa adalah Kaisar

Jepang, sehingga patut dihormati dan harus tunduk pada

perintahnya.

Selain itu, bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar,

tanggal 29 April 1942, sekolah-sekolah milik pemerintah dan

partikelir (swasta) yang memakai bahasa Melayu, Sunda, dan

74Ibid, hlm 9-10. 75Ibid, hlm 13-14.

Page 66: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxvi

Jawa, serta Madura dibuka kembali setelah sebelumnya ditutup

mengingat situasi perang, sesuai dengan Undang-undang No. 12

tentang Pembukaan Sekolah yang dikeluarkan pada tanggal 22

April 1942 (lihat lampiran).76

Bersamaan dengan tanggal tersebut dikeluarkan pula

Undang-undang No. 13.77 yang pada pokoknya menginstruksikan

agar kantor-kantor pemerintah, seperti: kantor Kas Negara,

kantor Pajak Tanah, Rumah Gadai, kantor Perusahaan Monopoli

Pemerintah, agar segera dibuka kembali. Seminggu setelah itu

dikeluarkan Undang-undang No. 15 tentang penggunaan tarikh

“koki” (perhitungan tahun bangsa Jepang) dan sejak itu angka

tahun 1942 diganti menjadi tahun 2602. Pada pasal 2 Undang-

undang tersebut juga diterangkan mengenai sebutan bagi negara

matahari terbit, yang harus disebut Dai Nippon atau Nippon,

dilarang digunakan nama-nama yang berasal dari bahasa musuh,

seperti Depjepoeng dan Japan.78

Pemerintah militer Jepang kelihatannya semakin hari

menjadi semakin kuat setelah mengadakan beberapa konsolidasi

76Ibid, hlm 14-15. 77Ibid, hlm 15-17. 78Ibid, hlm 20.

Page 67: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxvii

ke dalam berbagai sektor. Dan setelah itu keadaan mulai aman,

mereka menganggap sudah saatnya untuk mencabut segala

macam larangan yang telah dikeluarkan sebelumnya untuk

meyakinkan penduduk pribumi bahwa Jepang datang ke

Indonesia benar-benar hanya untuk membebaskan penduduk

pribumi dari belenggu penjajahan. Sebagai realisasinya adalah

keluarnya Undang-undang No. 18 pada tanggal 5 Juni 1942

tentang pencabutan jam malam,79 serta pada tanggal 15 Juli 1942,

dikeluarkan Undang-undang No. 23 tentang pencabutan semua

larangan berkumpul dan bersidang.80 Selain itu, pada tanggal 16

Juni 1942, dikeluarkan Undang-undang No. 21 tentang

pembatasan gelombang.81, agar orang-orang tidak mendapat

informasi mengenai situasi peperangan yang sebenarnya;

informasi tersebut hanya boleh didapat atau didengar dari

sumber-sumber pemerintah pendudukan Jepang.

Kemudian pemerintah militer Jepang mempermudah

koordinasi pemerintahan menetapkan pulau Jawa dibagi menjadi

tiga Guneibu (pemerintahan militer) dan dua Kochi (daerah

79Ibid, hlm 23. 80Panji Poestaka, No. 16, 25 Juli 1942, hlm 564. 81Panji Poestaka, No. 12, 27 Juni 1942, hal 429.

Page 68: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxviii

Kesultanan), yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Ketiga

pemerintahan militer tersebut adalah: Jawa Barat dengan

pusatnya Semarang dan Jawa Timur dengan pusatnya Surabaya.

Kemudian Panglima Tentara ke Enambelas Letnan Jenderal

Imamura Hitoshi, mengangkat kepala staf, Mayor Jenderal

Okazaki Seizaburo, untuk membentuk pemerintahan militer di

Jawa dan diangkat sebagai Guenseikan (kepala Pemerintahan

Militer di pulau Jawa yang berkuasa penuh atas tiga wilayah

pemerintahan tersebut.82

Gunseikan, pada awalnya dibantu oleh staf pemerintahan

militer pusat dinamakan Gunseikanbu, yang terdiri dari 4 bu

(semacam departemen) yaitu: shomubu (Departemen urusan

Umum), Zaimubu (Departemen Keuangan), Sangyobu

(Departemen Perekonomian), dan Kotubu (Departemen Lalu-

lintas), yang kemudian ditambah bu yang kelima, yaitu Shihobu

(Departemen Kehakiman).83 Staf pemerintahan militer ini

kemudian dikembangkan lagi, sehingga pada tanggal 1 Desember

1942, susunannya menjadi, Shomubu, Zaimubu, Sangyobu,

82Panji Poestaka, No. 26, 3 Oktober 1942, hal 933. 83Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoenoed Poesponegoro (ed), Nasional Indonesia

Jilid VI, Op.Cit, hlm7.

Page 69: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxix

Kotubu, Shihobu, Naimubu (Departemen Kepolisian), dan

Sendenbu (Departemen Propaganda).84

Selain departemen-depertemen tersebut diatas, dibentuk

pula beberapa jawatan seperti: Takishan Kanribu (Jawatan

Harta Benda Musuh), Rikuyu Shokyohu (Jawatan Urusan

Pengangkutan Darat), Stushin Shokyoku (Jawatan Urusan Pos),

Honsho Kanrekyoku (Jawatan Pengawas Urusan Radio), Kaikei

Kantokubu (jawatan pengawas urusan keuangan), Shaiko Hoin

(Mahkamah Agung), Shaiko Kenshastukyoku (jawatan kejaksaan

umum), Shaibai Kigyo Kanrikodan (Kantor pengawas perusaan

kebun), Hundoshan Kanrikodan (Kantor urusan perumahan),

dan Shiryoti Kanrikosha (jawatan urusan tanah partikelir).85

Untuk mengatur pemerintah di daerah, maka pada tanggal

5 Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang No.27 tentang

perubahan tata pemerintahan daerah86 dan pada tanggal 7

Agustus 1942, dikeluarkan Undang-undang No. 28 tentang aturan

pemerintahan Shu dan aturan pemerintahan Tokebetsu-Shi87

menunjukan berakhirnya pemerintahan sementara. Menurut

84Panji Poestaka, No. 11, 8 Maret 1943, hal. 337. 85Kan-po, No. 14, 10 Maret 1943. 86Panji Poestaka, No. 23,12 September 1942 hlm.828. 87Panji Poestaka, No. 19, 15 Agustus 1942, hlm.672.

Page 70: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxx

Undang-undang No. 27 seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali

kedua kochi, Jogyakarta dan Surakarta, (residen) yang pada

prinsipnya sama dengan kekuasaan seperti Shi (walikota) sama

dengan Stadsgemente, Ken (kabupaten) sama dengan

Regentschap, Gun (kecamatan) sama dengan Onder District,

serta Ku (desa) sama dengan desa, pada masa pemerintahan

kolonial Hindia Belanda.

Sesuai dengan Undang-undang No. 28, pemerintahan

karesidenan (shu), untuk seluruh Jawa dan Madura, kecuali

kedua kochi, mempunyai 17 shu yang terdiri dari 17 shu yang

terdiri dari Banten Shu; Jakarta Shu; Kediri Shu; Kedu Shu;

Madura; Shu Malang Shu; Madiun Shu; Pati Shu; Pekalongan

Shu; Priangan Shu; Semarang Shu; dan Surabaya Shu;. Ke tujuh

belas Shu ini ditambah dengan Jogyakarta Kochi dan Surakarta

Kochi, serta Jakarta Tokubetsu-Shi.

Dengan demikian lengkaplah susunan pemerintahan

Pendudukan Militer Jepang di Jawa, yang datang mengaku

sebagai saudara tua yang akan membebaskan saudara muda nya,

namun pada kenyataannya adalah sama dengan penguasa

Belanda sebelumnya yang telah menguasai bumi Indonesia

selama 350 tahun. Dengan susunan pemerintahan tersebut

Page 71: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxi

penguasa seumur jagung menguasai Indonesia sampai jagung itu

berbuah sendiri dimana bangsa Indonesia akhirnya sampai pada

jembatan emas kemerdekaan.

E. Motif Pendudukan Jepang dan Mengambil Simpati

Pada masa awal pendudukan Jepang, tidak begitu sukar untuk mendapat

simpati rakyat Indonesia, karena propaganda Jepang sudah dimulai sebelum tahun

1942, yaitu dengan kedatangan propagandisnya seperti Ishika Shingo pada tahun

1938. Jepang datang ke Indonesia dengan usaha untuk menarik simpati orang

Indonesia. Seperti diundangnya para tokoh pergerakan, baik pergerakan nasional

maupun pergerakan Islam ke Jepang, untuk melihat-lihat keberhasilan yang telah

dicapai oleh Jepang.

Runtuhnya kekuasaan penjajahan Belanda dalam waktu singkat

menimbulkan kekaguman bangsa Indonesia terhadap keperkasaan Jepang.

Kejadian ini juga menimbulkan harapan mereka bahwa tidak lama lagi “Indonesia

Merdeka” akan menjadi suatu kenyataan. Pemerintah Jepang melalui siaran-siaran

radio dari Tokyo, menyatakan bahwa tujuan dari Perang Asia Timur Raya dan

pembentukan Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya ialah membina

suatu keluarga besar yang terdiri dari Negara-negara merdeka, yaitu Jepang dan

Negara-negara seluruh Asia termasuk jajahan Barat, dan Indonesia jelas telah

Page 72: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxii

dijanjikan diberi kemerdekaan setelah dibebaskan dari belenggu penjajahan

Belanda.88

Namun kenyataannya, maksud kedatangan Jepang ke Indonesia

dikarenakan Indonesia merupakan kawasan yang potensial untuk mensuplai

kebutuhan minyak Jepang, untuk keperluan perang.89 Tujuan Jepang menduduki

Jawa adalah memperoleh sumber-sumber ekonomi dan manusia.90 Untuk

mencapai tujuannya, Jepang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung.

Kebijakan politik tersebut berdampak pada kebijakan secara ekonomi, karena

sasaran utama eksploitasi di Jawa adalah hasil pertanian serta tenaga kerja.

Dimana kebijakan tersebut adalah kebijakan yang memeras rakyat.91 Sehingga

rakyat Indonesia mengalami kesulitan hidup, seperti timbulnya kelangkaan beras

yang hamper merata di seluruh Jawa.

Dalam menjalankan kebijakan pemerintah, penguasa militer memegang

pada tiga prinsif utama, yaitu (1) mengusahakan agar mendapatkan dukungan

rakyat untuk memenangkan perang dan mempertahankan ketertiban umum, (2)

memanfaatkan sebanyak mungkin struktur pemerintahan telah ada, dan (3)

meletakan dasar agar wilayah yang bersangkutan dapat memenuhi kebutuhannya

sendiri untuk menjadikannya pusat persediaan makanan.92 Kebijakan poltik

88Dr. L. Jong (ed),1991, Pendudukan Jepang di Indonesia”Suatu Ungkapan Berdasarkan

Dokumentasi Pemerintahan Belanda, Jakarta: Kesaint Blanc, hlm vii. 89Ken’ichi Goto, 1998, Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, hlm 106. 90Aiko Kurosawa, 1993, Mobilisasi dan Kontrol, Studi Tentang Perubahan Sosial di

Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: Grasindo, hlm xvi-xvii. 91Ibid. 92Akira Nagazumi, 1988, Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm 2.

Page 73: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxiii

Jepang ditujukan untuk memperoleh dukungan yang besar untuk membantu

kemenangan Jepang pada perang Pasifik. Untuk mewujudkan kebijakan tersebut

Jepang memerlukan sarana untuk melancarkan propaganda-propagandanya agar

tujuan Jepang tercapai di Indonesia .

Propaganda Jepang dilakukan seiring dengan penaklukan terhadap negeri-

negeri yang didudukinya. Keinginan yang besar dalam penaklukan ini bukannlah

suatu hal yang baru didalam sejarah Jepang. Anggapan sebagai “bangsa terpilih”

menguatkan kepercayaan bangsa ini akan tugas suci Jepang untuk menaklukan

dan menguasai negeri lain. Dengan bantuan para propagandisnya yang bersama-

sama datang dengan tentara Jepang, mereka terus giat dengan berbagai semboyan

yang muluk-muluk. Propaganda mereka di Indonesia antara lain berbunyi

“Nippon-Indonesia sama-sama” dan Asia untuk orang Asia”.

Dalam persiapan pelaksanaan Perang Asia Timur Raya,

Jepang sebagai negara totaliter menyadari sekali kegunaan

propaganda, sehingga sewaktu akan mendarat di bumi Indonesia,

mereka telah dilengkapi oleh satu barisan khusus, Barisan

Propaganda. Tugas Barisan Propaganda ini adalah mengajak

rakyat setempat untuk bersama-sama dengan pasukan Jepang

mengadakan perlawanan terhadap pasukan Sekutu.93

Bahkan sebelum mereka datang menduduki Indonesia,

Jepang telah mulai mengadakan propaganda, antara lain dengan

93R. De Bruin, Het Japanse Militaire Besyuur in Indie, Wajang Nippon, dalam Bericht

Van de Tweede Wereld Oorlog, Amsterdam, Uitgeverij Amsterdam Boek B. V., 1970, hlm 1324.

Page 74: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxiv

mengundang orang-orang Indonesia untuk datang ke Tokyo, baik

tokoh pergerakan, islam, wartawan maupun mengundang minat

kaum muda untuk menuntut ilmu di Jepang.94

Pada awal kedatangan Jepang ke Indonesia, propaganda terus dilakukan,

dan untuk melaksanakan skema propaganda ini ke dalam operasi, digunakan

berbagai media seperti surat kabar, pamphlet, buku, poster, siaran radio, pameran,

pidato, drama, seni pertunjukan tradisional, pertunjukan gambar kertas

(kamishibai), musik, dan film.95

Sebelum kedatangannya ke Indonesia, Radio Angkatan

Laut Jepang, selalu memperdengarkan lagu kebangsaan

Indonesia Raya yang dimainkan oleh Tokyo Philharmonic

Orchestra dalam setiap pembuka acara pada siaran bahasa

Indonesia yang mereka lakukan.96

Hal-hal tersebut di atas menimbulkan citra lain terhadap

bangsa Jepang, disamping sikap-sikap ramah dan bersahabat

orang Jepang yang mencari nafkah di Hindia Belanda pada masa

sebelum perang, sehingga sewaktu mereka akhirnya mendarat

rakyat menyambutnya dengan sangat meriah. Hal itu semua

adalah hasil karya propaganda yang pernah dilakukan.

94Kanahele, Op.cit. hlm 5-7. 95Akira Nagazumi, Op.cit, hlm 237. 96 Mr. Sudjono, Pulang Ke Tanah Air Tanpa Paspor, dalam Intisari, No. 82, Mei 1970,

hlm 60.

Page 75: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxv

Propaganda yang dalam arti seluas-luasnya adalah tehnik untuk

mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia itu.97

Sementara itu titik perhatian dari pelaksanaan propaganda

itu selalu berubah setiap tahunnya, tergantung pada situasi yang

dibutuhkan. Jika pada tahun 1943 yang menjadi titik perhatian

adalah pertahanan nasional, maka pada tahun 1944 yang menjadi

titik perhatian pelaksanaan propaganda adalah menanamkan

kepercayaan penduduk Jawa dan Madura terhadap apa yang

hendak dicapai dalam memenangkan perang dan terutama

kemudian mengenai janji Perdana menteri Koiso, serta

mengadakan promosi untuk meningkatkan produksi barang-

barang dan mengadakan penghematan di segala bidang.98

Tahun 1944 adalah masa krisis yang di alami penguasaha

Jepang di Jawa, karena selain tuntutan dari kalangan nasionalis

terhadap kemerdekaan semakin gencar, di medan pertempuran

posisi tentara Jepang semakin tersendat, sehingga kerja

propaganda pada tahun ini pun perlu dipergiat. Memasuki tahun

1945, karena situasi peperangan sudah semakin ‘menjepit’

Jepang dan kekalahan sudah dapat diduga, maka yang menjadi

97 Encyclopedia Of The Social Science, Vol XII, hlm 340. 98 Nishijima Collection, AD-2, Report on The Activities of Sendenbu.

Page 76: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxvi

titik perhatian adalah menanamkan semangat Jepang (Bushido)

untuk mempertahankan tanah Jawa dan Madura, sebagai

pelaksanaan propaganda, juga mengenai pencegahan terhadap

mata-mata musuh dengan semboyan: “awas mata-mata musuh”

sangat diperhatikan, pun mengenai usaha pencegahan terhadap

bahaya serangan udara.99

E. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang terhadap

Indonesia

Setelah Jepang menduduki Indonesia, langkah-langkah selanjutnya

membuat beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memperkukuh keberadaannya

di Indonesia untuk menjaga stabilitas di samping memobilitas rakyat dalam

rangka perang Asia Timur Raya.

Sesuai dengan rencananya semula, pada bulan Maret 1942, setelah Jepang

berhasil merebut Hindia Belanda, kebijaksanaan pertama yang ditempuhnya

adalah menata kembali perekonomian Indonesia yang telah hancur akibat aksi

bumi hangus yang dilancarkan oleh pihak Belanda. Kebijaksanaan yang dibuat

adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transport,

telekomunikasi dan lain-lain. Harta bekas milik musuh yang disita dan menjadi

hak milik pemerintah Jepang antara lain bank-bank, pabrik-pabrik, pertambangan

listrik, dan lain-lain.100 Kehidupan ekonomi kemudian berubah menjadi ekonomi

perang untuk membiayai tentara Jepang. Khususnya mengenai perkebunan

99Ibid. 100 Nugroho Notosusanto (ed), Nasional Indonesia Jilid VI, Op.cit, hlm 41.

Page 77: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxvii

dikeluarkan Undang-Undang No. 22/1942 yang menyatakan bahwa Gunseikan

(kepala Pemerintah Militer) langsung mengawasi perkebunan-perkebunan kopi,

kina, karet, gula, dan teh.

Pada akhir bulan Maret 1942 dibentuk sebuah perhimpunan dengan

Gerakan Tiga A, sebuah nama dari penjabaran semboyan propaganda Jepang pada

waktu itu, (Jepang Cahaya, Pelindung, dan Pemimpin Asia) dibentuk.101

Perhimpunan ini merupakan kerja sama antara nasionalis Indonesia dengan pihak

Jepang dengan ketuanya Mr. Samsuddin. Gerakan ini dianggap gagal oleh

pemerintah pendudukan dalam usaha mengerahkan orang Indonesia,

Pada tanggal 9 Maret 1943, dibentuk organisasi baru yang disebut Poetra

(Poesat Tenaga Rakjat) yang di ketuai oleh empat serangkai yakni Soekarno, M.

Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansjur. Tujuannya adalah untuk

mencapai kemenangan dalam perang asia, kenaikan produksi, pertahanan Asia

dan penyebaran bahasa Jepang. Sedangkan Usaha Poetra sesuai dengan pasal 3

menyebutkan: (a). Mengambil bagian dalam usaha mempertahankan Asia Timur

Raya; (b). Melatih tahan menderita dalam segala kesukaran baik jasmani maupun

rohani, untuk menyempurnakan peperangan ; (c). Menganjurkan bahasa Nippon

dan meluaskan pemakaian bahasa Indonesia; dan (d). Menghapus pengaruh

Amerika, Inggris dan Belanda).102 Di samping orang-orang Indonesia, dalam

Poetra terdapat penasihat-penasihat Jepang, yakni S. Miyoshi, seorang bekas

konsul jepang di Jakarta. G. Toniguci pemimpin surat kabar Toindo Nippon; Iciro

101 Panji Poestaka, 1942, hlm. 117-118. 102 Noerhadi Soedarno, Poetra (Poesat Tenaga Rakyat), Jakarta, Tinta Mas, 1982, hlm.

18.

Page 78: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxviii

Yamasaki, seorang pemimpin badan perdagangan, dan S. Hiranuma, H. Shimizu

dan M. Akiyama dari Bank Yokohama.103

Selanjutnya pada tanggal 29 April 1943, berdiri dua organisasi pemuda

Seinendan dan Keibodan. Keduanya langsung di bawah pimpinan Gunseikan.

Kepada anggota-anggota Seinendan diberikan latihan-latihan militer baik untuk

mempertahankan diri maupun untuk penyerangan. Tugasnya adalah untuk

mempersiapkan pemuda secara mental maupun teknis untuk memberikan

sumbangan kepada usaha perang Jepang, baik dengan meningkatkan produksi

maupun dengan pengamanan garis belakang. Sedangkan Keibodan adalah

pembantu polisi dengan tugas-tugas kepolisian seperti penjagaan lalulintas,

pengamanan desa dan lain-lain.

Untuk mengisi kekurangan tenaga militernya dalam peperangan, pihak

Jepang pada bulan April 1943 membuat sebuah badan pembantu prajurit Jepang

atau Heiho yang personelnya direkrut dari para pemuda Indonesia yang telah

dilatih dalam teknik kemiliteran. Para prajurit pembantu ini ditempatkan baik

dalam Angkatan Darat maupun Angkatan Laut Jepang. Syarat-syarat

penerimaannya adalah harus berbadan sehat, berkelakuan baik, berumur 18-25

tahun dan pendidikan terendah sekolah dasar. Karena fungsinya sebagai prajurit

pembantu tentara Jepang, maka mereka dapat memegang senjata anti-pesawat,

tank, artileri medan, mengemudi dan lain-lain.

Pemerintah pendudukan Jepang pun membentuk bagian Pengajaran dan

agama dibawah pimpinan Kolonel Harie. Pada bulan Mei 1942, ia mengadakan

pertemuan khusus dengan sejumlah pemeluk agama Islam di seluruh Jawa timur

103 Nugroho Notosusanto ( ed), Nasional Indonesia Jilid VI, Op.Cit, hlm. 20.

Page 79: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxix

di Surabaya. Di antara hasil pertemuan itu adalah pemerintah pendudukan

mengijinkan tetap berdirinya satu organisasi Islam dari zaman Hindia Belanda

yakni Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), dan akan mengikutsertakan golongan

Islam di dalam pemerintahan. Cara yang ditempuh adalah dengan jalan

menyelenggarakan latihan Kyai. Mereka mendengarkan beberapa ceramah

tentang masalah –masalah agama namun yang utama mendapatkan indoktrinasi

propaganda Jepang.104 Latihan berlangsung selama satu bulan dibalai urusan

agama di Jakarta.

Pada bulan Agustus 1942 Pemerintah Militer jepang membentuk sebuah

departemen Propaganda (Sendenbu) dengan tujuan untuk mencari dukungan

rakyat Indonesia agar mereka ikut bekerja sama berperang melawan Sekutu.

Departemen ini terdiri dari Seksi Administrasi, Seksi Berita, Pers, dan seksi

Propaganda.

Kebijaksanaan berikutnya adalah membentuk sebuah organisasi resmi

pemerintah pada tanggal 8 Januari 1944 yang bernama Djawa Hokokai (kebaktian

Rakyat Djawa) yang bertujuan (1). Mempelopori pengerahan kekuatan perang,

baik yang berupa benda maupun yang berupa tenaga manusia; (2). Memimpin

rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat

persaudaraan; dan (3). Memelihara semangat berdiri sendiri dan membela tanah

air.105 Berbeda dengan Poetra kepemimpinan dalam Djawa Hokokai di pegang

oleh orang-orang Jepang. Sedangkan Soekarno dan K.H. Hasjim Ashari dijadikan

104 M.C. Rickleff, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta, UGM Press, 1991, hlm. 309. 105 Djawa Baroe, No. 3, 1 Februari 1945, hlm. 8-9.

Page 80: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxx

penasehat utamanya dan pengelolahannya diserahkan kepada M. Hatta dan K.H.

Mas Mansjur.

Dalam bidang media massa, pemerintah menerbitkan surat kabar Djawa

Shinbu yang berbahasa Jepang di bawah pimpinan Bunshiro Suzuki. Beberapa

surat kabar yang pernah terbit sebelumnya dilarang beredar. Langkah ini

dilakukan dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan menghapus pengaruh Barat

yang terdapat pada surat kabar sebelumnya.

Kemudian kebijaksanaan pemerintah pendudukan yang dianggap penting

dan berpengaruh terhadap masyrakat untuk memasuki masa perang kemerdekaan

dan revolusi adalah dibentuknya organisasi Pembela Tanah Air (Peta). Organisasi

ini dibentuk berdasarkan atas sebuah peraturan Osamu Seirei No. 44, 3 Oktober

1943. Permohonan pembentukan Peta dilakukan oleh Gatot mangkoepradja.

Permohonan itu ditujukan kepada Gunseikan yakni supaya dibentuk sebuah

tentara yang segenap anggotanya terdiri atas orang Indonesia. Ketentuan yang

tertulis dalam Osamu Seirei No. 44 adalah: (1). Tentara Peta beranggotakan orang

Indonesia (penduduk asli) dari atas sampai bawah; (2). Di dalam Tentara Peta

akan ditempatkan militer Jepang untuk tujuan latihan; (3). Tentara Peta

ditempatkan langsung di bawah panglima tentara, lepas dari badan apapun; (4).

Tentara Peta merupakan tentara teritorial dengan kewajiban mempertahankan

masing-masing daerahnya; dan (5). Tentara Peta di masing-masing daerahnya

harus siap untuk melawan sampai mati setiap musuh yang menyerang.106 Di

dalam Peta para pemuda Indonesia telah mendapat pendidikan dan teknik-teknik

milter dalam rangka turut serta mempertahankan tanah airnya dari serangan

106 Kan-Po, No. 28, 1943, hlm. 20-21.

Page 81: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxi

musuh. Para calon perwira tentara Peta mendapat latihan untuk pertama kalinya di

Bogor dalam lembaga yang bernama Djawa Bui Giyugun Kanboe Ranseitai

(Korps Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Djawa).107

Beberapa kebijakannya yang telah dibuat di Jawa seperti diatas tidak diikuti oleh

didaerah-daerah lain di luar Jawa. Di Sumatera misalnya tidak terdapat suatu

organisasi sebagai suatu wadah bagi aspirasi rakyat. Penguasa di Sumatera tidak

mengizinkan adanya organisasi seperti di Jawa dengan alasan bahwa di Sumatera

tidak menggambarkan suatu homogenitas yang terdiri atas beberapa suku, bahasa

dan adat istiadat. Baru pada bulan Maret 1945 diijinkan dibentuknya Cuo Sangi In

(Dewan Penasehat Pusat). Sedangkan di daerah-daerah yang terjadi di Jawa tidak

banyak diketahui karena para penguasanya sengaja menutup-nutupi berita yang

dianggap berlawanan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan.

Pada bulan Agustus 1944, pihak Jepang semakin terdesak dalam

peperangan, yang terbukti dari beberapa wilayah yang didudukinya satu demi satu

disebut oleh Sekutu ditambah gencarnya serangan Sekutu terhadap negeri Jepang.

Di Indonesia khususnya di Jawa ditandai dengan mundurnya moril masyarakat,

produksi perang semakin merosot, yang mengakibatkan kurangnya persediaan

senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik karena

hilangnya sejumlah besar kapal angkut dan kapal perang. Akibatnya situasi yang

tidak menguntungkan itu maka pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri

Koiso sebagai pengganti Perdana Menteri Tojo, mengumumkan tentang pendirian

pemerintahan kemaharajaan Jepang dengan memberi janji kemerdekaan kepada

Indonesia. Langkah selanjutnya pada tanggal 1 Maret 1945 pihak Jepang

107 Nugroho Notosusanto, Desertasi, PETA Army During the Japanese Occuption of Indonesia (Tentara Peta pada Jaman Pendudukan Jepang), Jakarta, Universitas Indonesia, 1977, hlm. 65-67.

Page 82: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxii

mengumumkan pembentukan badan Penyelidik Usaha-usaha persiapan

kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Joenbi Cosakai) sebagai realisasi dari janji

Koiso. Kemudian tanggal 7 Agustus 1945 badan ini diganti PPKI (Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Jumbi Inkai. Ketuanya adalah

Soekarno, sedangkan M. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketua, dan sebagai

penasehat ditunjuk Ahmad Soebardjo. Pembentukannya sesuai dengan keputusan

Jenderal Terauci, Panglima Tentara Umum Selatan yang membawahkan semua

tentara Jepang di Asia tenggara.108 Tanggal 9 Agustus 1945, Soekarno, Hatta dan

Radjiman Wediodiningrat dipanggil oleh Jenderal Terauci di Dallat. Kemudian

pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Terauci memutuskan untuk “memberi

kemerdekaan” kepada Indonesia melalui ketiga pemimpin tersebut.

Ketiga pemimpin Indonesia tersebut kembali ke Indonesia dari Vietnam

pada tanggal 14 Agustus 1945, bersamaan Jepang mengalami pemboman oleh

Sekutu atas Hirosima dan Nagasaki ditambah dengan Uni Sovyet yang

menyatakan perang terhadap Manchuria. Hal ini berarti Jepang mendekati

kekalahan. Akibat situasi tersebut, pihak Jepang berada dalam situasi lemah.

kontrol atas wilayah pendudukannya di Indonesia semakin tidak terkendali.109

Sebaliknya dari pihak Sekutu yang telah memenangkan perang belum dapat

mengembalikan Indonesia kepada Belanda, sebagai anggota Sekutu. Akibatnya

Indonesia berada dalam situasi yang kosong . Dalam keadaan yang demikian

maka tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan

kemerdekaannya.

108 Kan-Po, No. 7, 1945, hlm. 19. 109 A. Dasuki, Indonesia Dalam Perang Pasifik, Jakarta: Mutiara, 1982, hlm. 45-46.

Page 83: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxiii

BAB III

MEDIA-MEDIA PROPAGANDA JEPANG

Asal usul kata propaganda sulit ditentukan secara pasti, tetapi ada suatu

sumber yang menyatakan bahwa kata itu mulai digunakan pada tahun 1622, ketika

Paus Gregory XV mendirikan sebuah organisasi yang diberikan nama

Congregatio de Propaganda Fide. Organisasi itu bertugas untuk menyebarkan

agama Kristen Khatolik di kalangan masyarakat non-Kristen. Dalam konteks

pengertian ini, propaganda diartikan sebagai organisasi yang mengirimkan pesan-

pesan. Setelah tahun 1622 propaganda tidak hanya diartikan sebagai organisasi,

tetapi juga sebagai pesan yang disebarkan oleh organisasi. Dalam perkembangan,

pengertian propaganda juga berkaitan dengan teknik yang digunakan untuk

menyampaikan pesan,sebagai contoh: iklan, film dan televisi .110 Berdasarkan

tujuannya, propaganda juga diartikan sebagai komunikasi yang ditujukan untuk

menyebarluaskan tujuan yang diinginkan (sering bersifat tak terlihat secara

langsung dan jahat) terhadap pemirsa, dan dilakukan dengan cara-cara yang

berpengaruh.111 Pada umumnya propaganda yang memberikan isu-isu

controversial lebih mudah diterima oleh masyarakat.112 Berdasarkan pada

pengertian-pengertian ini, sistem propaganda dalam konteks kekuasaan Jepang di

Indonesia mencakup organisasi, pesan, dan teknik penyampaian pesan yang

110 Combs, James E. dan Dan Nimmo, 1994, Propaganda Baru: Kediktatoran

Perundingan dalam Politik Masa Kin, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 9. 111 Ibid, hlm. 23. 112 Merton, Robert K, 1957, Sosial Theory and Social Structure, Glencoe, Illinois: The

Free Press, hlm. 509.

Page 84: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxiv

ditujukan untuk mempengaruhi bangsa Indonesia guna mendukung pencapaian

tujuannya.

Dalam sistem pemerintahan Jepang di Indonesia, propaganda merupakan

bagian penting dan integral. Suatu indikasi bahwa propaganda tidak terpisahkan

dari system pemerintahan Jepang di Indonesia adalah dibentuknya departemen

propaganda (Sendenbu) dibawah pemerintahan militer Jepang. Untuk menguasai

Jawa, Jepang berpegang pada dua prinsip utama yaitu: bagaimana menarik hati

rakyat (minshin ha’aku) dan bagaimana mengindroktinasi dan menjinakkan

mereka (senbu kosaku). Prinsip ini perlu dilaksanakan untuk memobilisasi seluruh

rakyat guna mendukung kepentingan perang dan untuk merubah mentalitas

mereka secara keseluruhan. Berdasarkan keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus

dibawa kepada pola tingkah laku dan berfikir Jepang, propaganda ditujukan untuk

mengindoktrinasi bangsa ini agar dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam

Lingkunagn Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.113 Betapa propaganda

memiliki arti penting bagi Jepang untuk menguasai wilayah dan rakyat Indonesia,

sehingga bangsa itu pun telah mempersiapkan sistem propagandanya secara

sistematis dan intensif sejak sebelum pelaksanaan invansi ke negeri ini.

A. Sendenhan di Jawa

1. Ke Selatan

Pada tanggal 3 Juli 1941, dalam konferensi di muka kaisar di tetapkan

“Prinsip Kebijakan Negara Kekaisaran Berdasarkan Peralihan Sikon Internasional

(Josei no Sui I ni tomonau Teikoku Kokusaku Yoko)”. Dengan demikian,

113 Kurasawa,Aiko, 1987,”Propaganda Media on Java Under Japanese 1942-1945”, dalam Indonesia No. 44, October 1987, hlm. 58.

Page 85: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxv

pemerintah Jepang tiba-tiba mengubah “kebijakan menuju ke Utara” selama itu

dan menyatakan sikap untuk “kebijakan menuju ke Selatan.” 114 Pada bulan

September 1941 (tiga bulan sebelum pecahnya Perang Pasifik), Seksi Kedelapan

Markas Besar Staf AD mulai menyusun sendenhan di setiap pasukan yang dikirim

ke Selatan sebagai persiapan strategi baru. Sendenhan ini ditempatkan masing-

masing satu di keempat pasukan yang dikirim ke Selatan, yakni pasukan ke-14

(Filipina), pasukan ke-15 (Birma / Myammar), Pasukan ke-16 (Jawa Borneo

[Indonesia], dan pasukan ke-25 (Malaya [Malaysia dan Singapura]).115 Keempat

pasukan tersebut dipimpin oleh komando tertinggi Pasukan Selatan, yaitu Jenderal

Toshikazu Terauchi. Sementara itu, komando Pasukan ke-16 dalah Letnan

Jenderal Hitoshi Imamura, dan kepala stafnya adalah Mayor Jendral Seizaburo

Okazaki yang kemudian menjadi Gunseikan Jawa pertama.116

Menurut Machida,117 pertama-tama jumlah anggota di setiap sendehan

direncanakan 150 orang budayawan. Mereka harus mampu melaksanakan tugas-

tugas : propaganda terhadap rakyat negara jajahan ; pemberitahuan ke Jepang ;

dan juga penyuluhan perwira dan prajurit pasukan masing-masing. Kenyataanya,

pihak militer mengalami kesulitan untuk mencari enam ratus orang budayawan

yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas-tugas seperti itu, sehingga

pemilihan anggota menjadi sembarangan agar dapat mencukupi jumlah anggota

114 Hayasi, Shigeru, 1993, Nihon no rekishi 25: Taiheiyo Senso (Sejarah Jepang 25:

Perang Pasifik), Tokyo: Chuo Koron Sha,hlm. 222.

115 Machida,Keiji, 1967, Tatakau Bunka Butai(Pasukan Budaya yang Berperang), Tokyo: Hara-shobo, hlm.21-22.

116 Machida,Keiji, 1978, Aru Gunjin no Shihi: Ken to Pen (“Monumen Kertas” Seorang Militer : Pedang dan Pena), Tokyo: Fuyoshobo, hlm. 66-68. Di dalamnya ia menulis bahwa Jawa adalah seperti surga dan di sana ia hidup seperti Raja (Memoar Okazaki yang berjudul Tengoku kara Jigoku e “dari surga ke neraka”).

117 Machida,Keiji, op. cit, hlm. 22-23.

Page 86: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxvi

yang direncanakan. Sebenarnya, pembentukan Sendehan ini tidak selancar dugaan

awal. Hal ini karena di kalangan militer masih ada yang meragukan manfaaat dari

strategi perang ideologi dan menyayangkan pengeluaran dana khusus untuk itu.

Staf Strategi Pasukan ke-16 Kolonel Shizuo Miyamoto juga berpendapat

demikian. Ketika Penulis mendengar rekaman wawancara dengan Masaomi

Tanaka masalah propaganda dan sensor, Kolonel Shizuo Miyamoto berkata tidak

tahu sama sekali dan memang tidak pernah menaruh perhatian kapada hal-hal

semacam itu. Selanjutnya ia berkata dengan nada sarkastis :

Propaganda itu pekerjaan orang-orang yang kurang baik dan pintar. Pada dasarnya, sebagai seorang militer, saya kira yang namanya propaganda itu sesuatu yang kotor.118

Mungkin rasa harga diri sebagai perwira tinggi-lah yang membuat Miyamoto

mengatakan seperti itu. Namun, kenyataanya, untuk mengambil hati rakyat

Indonesia agar rakyat Indonesia tidak melawan Jepang bahkan mau ikut berperang

melawan Sekutu, keberadaan Sendehan sangat berbobot. Ia sendiri mengatakan,

“Tidak bias berbuat apa-apa kalau dimusuhi penduduk setempat.”119

Pada 21 November 1941, diwamilkan 29 (30?) orang budayawan sebagai

gelombang pertama berdasarkan dekret Wajib Militer Nasional (Kokumin Choyo

Rei) yang berlaku sejak 15 Juli 1939.120 Dekret ini dikeluarkan berdaarkan UU

mobilisasi Keseluruhan Nasional (Kokka Sodoin Ho). Pada masa itu masih banyak

118 Arsip Rekaman wawancara Shizuo Miyamoto (Mantan staf strategi Pasukan Ke-16

Angkatan Darat) di Jakarta pada tanggal 15 November 1996, Jakarta: Koleksi Perpustakaan Nasional.

119 Ibid.

120 Menurut Sakuramoto, 29 orang sedangkan menurut Kamiya,30 orang (ditambah Takeshi Araki). Sakuramoto, 1993, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), Tokyo: Aokishoten hlm. 44. dan Kamiya,”Joron (Pengantar)”. Tadataka Kamiya dan Kazuaki Kimura (ed.), 1996, Nanpo Choyo Sakka: Senso to Bungaku (Sastrawan Wamil Selatan: Perang dan Sastra), Kyoto: Sekaishiso-sha, (Seterusnya dirujuk sebagai Kamiya, “Joron”), hlm. 7.

Page 87: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxvii

yang menderita penyakit paru-paru. Misalnya, pada waktu itu novelis Kensaku

Shimagi dan Osamu Dazai juga menerima surat perintah wamil, tetapi dibebaskan

setelah pemeriksaan kesehatan oleh dokter. Shimagi jengkel setelah dibebaskan

karena penyakiknya yang parah, sedangkan Dazai bergembira setelah melaporkan

penyakit dengan sendirinya karena tidak ikut militer. Kondisi yang berlawanan

dengan Dazai adalah Uio TOmisawa. Ia nyaris ditolak juga karena terlalu kurus

akibat penyakit paru-paru, tetapi akhirnya ia diterima setelah berusaha

menyakinkan dokter secara mati-matian.121 Dalam buku Jawa Bunkasen (1943),122

Tomisawa bercerita bahwa waktu itu ia memaksakan diri yang sakit karena

merasa terpanggil untuk membantu “ perang Asia Timur Raya”

Sampai sekarang kriteria pemilihan anggota Sendenhan tidak jelas, tetapi

salah satu pendapat mengatakan itu untuk memberi pelajaran kepada mereka yang

non- kooperatif terhadap militer.123 Kritikus Sastra Ken Hirano yang pernah

bekerja sebagai tenaga honorer di Seksi Ketiga Bagian Kelima Johokyoku

mengakui adanya daftar hitam yang membagi sastrawan ke dalam tiga golongan :

kaum kiri, liberal, dan inovatif.124 Dianggap sastrawan non-kooperatif adalah dua

121 Machida, Tatakau-,hlm. 367.

122 Uio Tomisawa, 1943, Jawa Bunkasen (Perang Budaya di Jawa), Tokyo: Nihon Buntai-sha, (Seterusnya dirujuk sebagai Tomisawa, Jawa-), hlm. 224.

123 Pada 1941 tersebar desas-desus bahwa Yoichi Nakagawa, peulis Ten no Yugao (1939), yang membuat daftar hitam dan mengajukannya kepada Johokyoku. Baca Hidetoshi Kuroda, 1976, Chishikijin Genron Dan’atshu no Kiroku (Catatan mengenai Penindasan kebebasan Berbicara terhadap Cendikiawan), Tokyo: Shiraishi-shoten.

124 Hirano, Ken, “Nihon Bungaku Hokokukai no Seiritsu (Bedirinya Nihon Bungaku

Hokokukai)” dalam majalah Bungaku (Sastra) (Vol. 29. Mei 1961), Tokyo: Iwanami Shoten, hlm. 6-7.

Page 88: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxviii

golongan pertama. Machida juga mengatakan bahwa katanya ada daftar hitam

semacam itu.125

Wamil terhadap budayawan dilakukan sampai gelombang ketiga pada

tahun 1944 dan akhirnya jumlah penulis yang diwamilkan menjadi tujuh belas

orang lebih.126 Mereka dibagi kedalam lima kelompok tergantung tempat kerja,

yaitu daerah Malaya, daerah Birma, daerah Jawa Borneo, daerah Filipina, dan

angkatan laut. Tugas utama Hodohan di AL adalah pemberitaan ke Jepang,

sedangkan Sendenhan di AD ditugaskan terutama untuk beraktifitas di daerah

setempat. Masa tugas mereka bervariasi dari lima bulan sampai tiga tahun. Selain

tujuh puluh orang penulis laki-laki diatas, ada juga sastrawati yang diutuskan ke

Selatan sebagai sastrawati wamil sementara. Misalnya, novelis Fomiko

Hayashi.127 dan Kiyo Mikawa mengunjungi Rintaro Takeda di Jawa.

Hingga kini tidak jelas juga nama semua anggota Sendenhan di Pasukan

Ke-16. Di sini Penulis hanya menyebut ke sembilan orang penulis yang dikirim ke

daerah Jawa Borneo. Mereka adalah jurnalis Soichi Oya (1900-1970), Novelis

Tomoji Abe (1903-1973), kritikus Akira Asano (1901-1990), novelis Rintaro

Kitahara Takeda (1904-1946), novelis Takeo Kitahara (1907-1973), novelis Uio

Tomisawa (1902-1970), penyair Atsuo Oki (1895-1977), novelis Kenji Oe (1905-

1987), dan novelis Jiromasa Gunji (1905-1973). Seperti telah disebut di atas,

Asano Akira dan Uio Tomisawa pernah juga ikut Pen Butai yang dikirim ke Cina.

125 Machida, Tatakau-,hlm. 363. 126 Kamiya, Tadataka,1996, “Joron (Pengantar)” dalam Kamiya, Tadataka dan

Kamirun,Kazuaki (ed), Nanpo Choyo Sakka: senso to Bungaku (Sastrawan wamil Selatan: Perang dan Sastra), Kyoto: Otori Shobo, hlm. 8-9.

127 Ia (1903-1951) adalah salah satu sastrawati yang paling aktif membantu perang. Sebelumnya ia juga menjadi anggota “pasikan pena”. Dan, di Jepang iamenjadi anggota Perkumpulan Sastrawati (Joryu Bungakushakai) di Hokokukai bersama Chiyo Uno, Fumiko Enchi, dan lain-lain.

Page 89: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

lxxxix

Di Sendenhan sedikit sekali propagandis professional. Memang orang

seperti itu susah dicari maka tanpa berfikir panjang pucuk pimpinan militer

mencari budayawan-budayawan yang kira-kira bisa membantu. Sepulang dari

Jawa, Kitahara menyesalkan kebijakan seperti itu. Ia menulis, “Operasi budaya itu

mestinya dilaksanakan oleh orang yang ahli di bidangnya itu bukan orang awam

seperti kami.” Menurutnya, operasi budaya itu ternyata merupakan pekerjaan yang

bersifat politis murni bukan pekerjaan cultural. Semakin murni sebagai seniman,

ia makin sulit melaksanakan tugas semacam operasi budaya.128 Dalam Unabara

Kitahara juga menulis sebagai berikut.

Ada sastra yang kebetulan berguna untuk propaganda akibat sastra itu bermutu sebagai seni, tetapi sejak zaman dahulu tidak pernah ada barang seni bermutu diantara karya yang sengaja di buat sebagai sastra propaganda.129

Salah seorang propaganda propesional adalah Hitishi himisu yang akan

menjadi kepala Seksi propaganda di Sendenhan. Ia memulai karirnya di Cina pada

tahun 1930-an dan pernah bekerja di Taisei Yokusankai dan Johokyoku. Adapun,

Jabatan pemimpin, Sendenbu tidak pernah diserahkan ke tangan sipil dan selalu di

kepalai perwira militer, yaitu kolonel Keiji Machida (agustus 1942-Oktober

1943), kemudian Maayor Hiyayoshi Adachi (Februari 1943- April 1945), dan

terakhir Kolonel Koryo Takahasi (Mei-Agustus 1945).130 Sendenbu terdiri dari

128 Kitara, “Jawa no Bunka Kosaku (Operasi Budaya di Jawa)” dalam majalah Shincho

(Maret 1943), hlm. 30-32., Kitahara “Gendai sishin no yukue (Haluan Jiwa Kini)’” dalam majalah Bungakukai (Mei 1943), Kitahara dan Kenzo Nakajima “Bunka no Honshitsu (Hakikat budaya)” dalam majalah Bungakukai (Juni 1943).

129 Unabara no. 46. 3 Mei 1942. 130 Kurasawa,Aiko,1992, Nihon senroy-ka no Jawa Noson no Hen’yo (Perubahan di

Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang),Tokyo: soshisha, hlm. 269.

Page 90: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xc

tiga Seksi : seksi administrasi, Seksi berita dan pers, dan Seksi propaganda. Hanya

Seksi propagandalah yang dipimpin oleh seorang sipil, H. Shimizu .131

Kedudukan para budayawan di Sendenhan adalah tenaga honorer.

Pemilihan anggota Sendenhan dimulai Seksi ke delapan Markas Besar Staf AD

Bagian Berita Departemen AD kemudian diserahkan kepada pemimpin barisan

yang ditentukan. Pada bulan Oktober 1941, Letnan Kolonel Machida dipanggil ke

Departemen AD dan diberi tahu oleh Mayor Jendral Seizaburo Okazaki bahwa ia

ditunjuk sebagai pemimpin sendenhan Pasukan ke-16 yang kan diberangkatkan ke

medan perang di Hindia Belanda jika terputus perundingan diplomasi yang

dilakukan diantara Jepang dan Amerika. Kemudian Machida diberi penjelasan

tersendiri mengenai apa yang dimaksud dengan barisan propaganda di Markas

Besar Staf AD.132

Mengenai pemilihan anggota, terlebih dahulu Machida berunding dengan

Masao Nakayama, presiden direktur Rikugun Gaho Sha (perusahaan Majalah

Bergambar Angkatan Darat). Dan mereka berdua memutuskan untuk

memasukkan Soichi Oya sebagai anggota pertama, yang waktu itu sedang

berpropaganda lewat film di Manchuria.133 Banyak anggota yang

direkomendasikan oleh Oya. Orang penuh ide ini memilih penyair Oki,

Penggubah Lagu Iida, stenogreafis Ariyama, pembuat balon untuk Reklame

Fukuriya, dan lain-lain. Hitoshi Shimizu dipilih Nakayama sedangkan Tatsuo

Ichiki dipilih Staf AD Murakami. Machida menyebut Ichiki sebagai “pengetahuan

131 Kurasawa, Aiko, 1993, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Peubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: Grasindo, hlm. 230.

132 Machida, Tatakau-,hlm. 362-364.

133 Sebagai penanggung jawab di Manshu eiga Kyosa Keimin eigabu (Bagian Film Penyuluhan Rakyat, Lembaga Film Manchuria).

Page 91: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xci

dan harapan di Sendenhan”.134 Ia adalah salah seorang dari sedikit orang Jepang

yang prihatin pada bahasa Indonesia dan berkukuh menggunakan sebutan

“Indonesia-go (bahasa Indonesia)” Pada masa itu, sebagian besar orang Jepang

menggunakan sebutan “Marai-go (bahasa melayu)” dan pada 29 April 1945

Jepang baru “mengganti” sebutan Marai-Go menjadi Indonesia-go).135

Sebelum perang, Ichiki sudah menjadi wartawan surat kabar di Jawa dan

hilir mudik untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Namun, ia dipenjara

kemudian diusir ke Jepang oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah itu, ia

mendaftarkan diri untuk masuk Sendenhan sebagai penerjemah. Keberadaanya

sedikit banyak akan mendorong para anggota Sendenhan untuk terlibat dalam

pergerakan kebangsaan di Indonesia.136 Setelah Jepang kalah, ia juga tinggal

untuk ikut perang kemerdekaan, kemudian gugur di Jawa.137

Sastrawan Sutan Takdir Alisjabana adalah salah seorang yang akrab

dengan Ichiki.138 Pada Oktober 1942 didirikan komisi penyempurnaan Bahasa

134 Machida, Tatakau-,hlm. 364-366. 135 Tatsuo Ichiki, “Dokuritsu to Gengo: Indonesia-go no Susumubeki Michi

(Kemerdekaan dan Bahasa: Arah Perkembangan Bahasa Indonesia yang semestinya)” dalam Shin Jawa (no.2. Vol.1. 1November 1944), hlm. 50-53., Kaoru Yasuda,”Indonesia-go no Hasshochi (Tempat Asal Bahasa Indonesia)” dalam Shin Jawa (no.7. Vol.2. 1 Juli 1945), hlm. 44.

136 Machida, Tatakau-,hlm. 366. Ada tiga orang penerjemah yang sangat membantu

komunkasi antara anggota Sendenhan dan penduduk setempat,yaitu IChiki, Yoshio Nakatani, dan tatashi Tanaka. Akira Asano dan Uio Tomisawa, “Jawa sendenhan wo Chushin ni (Terutama tentang Sendenhan di Jawa)” dalam majalah Genchi Hokoku (Laporan Setempat) (November 1942), hlm. 102-103.

137 Machida, Keiji, 1967, Aru Gunjin no Shihi: Ken to Pen (“Monumen Kertas” Seorang Militer: Pedang dan Pena), Tokyo: Fuyoshobo, hlm. 172.

138 Taniguchi, Goro, 1991, “Janarisuto tosehite Mita Jawa Gunsei (Pemerintahan Militer di Jawa yang Saya Lihat sebagai Jurnalis)” dalam Forum for Research Materialis on the Japanese Occupation of Indonesia, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia, Tokyo:Ryukei Shosha, hlm.272-273, pada awal pendudukan Jepang Alisjahbana sebagai penerjemah di Seksi Perencanaan Gunseibu.

Page 92: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcii

Indonesia (Indonesia-go Seibi Iinkai).139 Disana ia menjadi anggotanya bersama

Ichiki dan Pane bersaudara.140 Dalam novel Kalah dan Menang yang berlatar

belakang masa pendudukan Jepang, Alisjahbana mendatangkan seorang polisi

Jepang yang bernama Ichiki. Ia mengakku sengaja memakai nama itu karena ia

merasa dekat dengan Ichiki sebagai orang Jepang yang manusiawi selama masa

pendudukan Jepang yang penuh dengan kekejaman. 141

Sesuai pemilihan anggota, para anggota Sendenhan mulai mempersiapkan

diri. Dalam bukunya, Tatakau Bunka Butai [Pasukan Budaya yang Berperang],142

Machida bercerita mengenai persiapan keberangkatan Sendenhan. Mereka sama-

sama melakukan usaha percobaan untuk menyusun pekerjaan barisan

propoaganda baru di AD. Pertama-tama, mereka memulai dari pembuatan poster

serta naskah penyiaran dan pengumpulan alat-alat perhubungan serta piringan

hitam untuk propaganda. Bahkan propaganda yang dianggapnya paling penting

adalah bendera Merah Putih dan piringan hitam rekaman Lagu Indonesia Raya

yang dinyanyikan Tatsuo Ichiki dan kawan-kawan. Namun, kedua bahan ini akan

dilarang digunakan oleh Markas Besar Kekaisaran tidak lama setelah lama

berhasil mendarat.

Menurut seorang anggota Sendenhan, Kyochiro Shida, yang dikirim ke

Sumatra, ketika mendarat di Sumatra, mereka diperintahkan untuk

139 Komisi ini bertugas untuk menentukan terminology. Pada akhir pendudukan Jepang, telah ditetapkan sekitar tujuh ribu istilah baru (Sutan Takdir Alisjahbana, 1988, Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, hlm. 76.

140 Keinchi Goto, 1993, Hi no Umi no Bohyo: Aru (Ajiashughisha) no Ruten to kiketsu

(Batu Nisan di Lautan Api: Perjalanan dan Akhir seorang (Asiais), Tokyo: Jijitsushin, hlm. 137. 141 Ibid, hlm. 221.

142 Machida, Tatakau, hlm. 15-18.

Page 93: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xciii

membangkitkan semangat rakyat setempat dengan menggunakan Bendera merah

putih dan lagu Indonesa Raya. Akan tetapi, belum lampau seminggu lamanya,

tiba-tiba hal itu dilarang. Kenyataannya, maklumat Markas Besar Kekaisaran

sering berubah-ubah dan maklumat baru datang silih berganti sehingga sulit

terjadi hubungan saling percaya antara Markas Besar dan Pasukan-pasukan.143

Tambahan pula, kenpeitai yang didatangkan dari Cina mengasari rakyat setempat,

sehingga hal-hal itu menyia-nyiakan usaha Sendenhan.144 H Shimizu mengaku

kenpeitai sering mengganggu kegiatan Sendenhan.145 Menurut George

S.Kanahele, yang paling merusak hubungan antara Indonesia dan Jepang sejak

awal kependudukan adalah kenpitai. Kenpeitai juga dianggap pejabat Besar bagi

banyak orang Jepang.146

Adapun Machida menganggap pawai sebagai salah satu cara

berpropaganda yang efektif. Kepala Seksi propaganda H.Shimizu sering

mengadakan pawai dalam berbagai upacara. Biasanya, pawai itu disertai musik

dan bendera. Machida berpendapat seperti berikut:

Pawai yang diadakan tanpa bendera merah putih lagu Indonesia Raya hanya mematahkan selera. Parade yang memaksa melambai-lambaikan bendera Negara Jepang adalah hanyalah omong kosong bahkan berefek negatif.147

143 Machida, Aru Gunjin, hlm. 186. 144 Ibid.

145 Shimizu, Hitoshi, 1991, “Minshu Senbu Hitosuji ni (Memusatkan Seluruh Perhatian

pada Propaganda Massa Rakyat)” dalam Forum for Research Materialis on the Japanese Occupation of Indonesia. Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia (Kumpulan Kesaksian: Indonesia di bawah Pendudukan Jepang), Tokyo: Ryukei Shosha, hlm. 157.

146 Kanahele, George s, 1977, The Japanese Occuption of Indonesia: Prelude to Independence., hlm.97.

147 Machida, Tatakau, hlm. 252.

Page 94: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xciv

Sering kali Machida berkata merasa terenyuh jika ingat rasa cinta rakyat

Indonesia terhadap bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya.

2. Lahirnya Sendenhan

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab dari kekalahan Jerman

pada PD I adalah kekalahan di bidang perang ideologi. Maka, dengan kesadaran

seperti itu, pada masa PD II, Jerman mengorganisasikan sebuah kompi

propaganda, yaitu Propaganda Kompanien der Wehrmacht (P.K). anggotanya

adalah sastrawan, kritikus, jurnalis, pelukis, dan sebagainya. Mereka diberi juga

latihan kemiliteran sebagai seorang prajurit.

Melihat aktivitas P.K itu, maka Jepang juga membentuk Senden Butai

(Pasukan Propaganda) militer (tidak ada konsistensi sebutan; kadangkala disebut

juga Hodohan dan juga Sendenhan)148 pada tanggal 21 November 1941 dan

adanya pasukan ini dicanangkan oleh pihak berwenang pada bulan Februari

1942.149

Machida menulis secara panjang lebar mengenai barisan propaganda yang

pernah dipimpinnya. “Kalau saya mati, mungkin tidak ada seorang pun di dunia

ini yang mencatat tentang kegiatan kami,”150 katanya. Dua puluh tahun setelah

perang, Machida mengakui waktu itu ia terburu-buru hanya untuk menekankan

keAsiaan dan memaksakan keJepangan secara fanatik kepada rakyat jajahan. Ia

juga mengatakan adalah kesalahan besar bahwa mereka mendewa-dewakan Asia

148 Sakuramoto, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia Timur

Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), hlm. 11., misalnya, T. Abe menyebut dirinya sebagai anggota Hodohan (hlm. 134) maupun Sendenhan (hlm. 19) dalam satu buku, yaitu Tomoji Abe, 1944, Hi no Shima: Jawa bari no Ki (Pulau Api: Catatan tentang Jawa Bali), Tokyo: Sogensha.

149 Sakuramoto, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), hlm. 8-11, 56.

150 Machida, Tatakau, hlm. 191.

Page 95: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcv

secara membabi-buta tanpa menilai perbedaan antara Timur dan Barat dengan

tepat.151 (Gerakan V maupun AAA merupakan semboyan yang tidak ada sangkut-

pautnya sama sekali dengan pembangunan Jawa. Bagaimana Jawa sendiri hanya

diperas belaka.”152 “Rakyat Jawa adalah obyek propaganda yang sangat cocok

disebabkan keter belakangan mereka yang menyedihkan.”153 Demikian pendapat

Machida. Demi kepentingan “pembangunan Asia kembali”, ia memanfaatkan

segala-galanya. Ia bertutur, “Misalnya surat kabar diterbitkan hanya untuk

memobilisasikan rakyat ke satu arah, dan radio serta sandiwara juga demikian.”154

Machida menyatakan, “Sendenhan ini diberi tugas untuk ‘berperang

kultural’—jikalau bisa disebut seperti ini—yang lebih menyeluruh” daripada

bagian-bagian propaganda yang ada sebelumnya. Pemembentukan Sendenhan itu

didorong situasi yang sudah mendesak Jepang untuk membentangkan aktivitas

propaganda terhadap luar negeri.155 Berbeda dengan anggota Pen Butai yang

diminta ikut perang, anggota Senden Butai ini dipaksa bekerja untuk militer.156

Dalam memoarnya, Michida menulis bahwa Sendenhan di Pasukan ke-16 terdiri

dari 150 orang bunkajin (budayawan) dan 250 orang militer.157 Rupanya, Machida

tidak ingat atau tidak memegang jumlah anggota pasti di Sendenhan yang

dikepalainya. Soalnya, di tempat lain dalam buku yang sama, ia juga

151 Ibid, hlm. 188. 152 Ibid, hlm. 189.

153 Ibid. 154 Ibid, hlm. 190. 155 Ibid, hlm. 19, 21.

156 Sakuramoto, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia Timur

Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), hlm. 43. 157 Machida, Tatakau, hlm. 22, 25.

Page 96: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcvi

membenarkan penjelasan Masaaki Tanaka yang menulis, “Keluarga besar

Sendenhan di Jawa terdiri dari perwira tinggi sebelas orang, perwira rendah dan

prajurit sekitar seratus orang, budayawan yang diwamilkan 87 orang, dan tenaga

bayaran 48 orang.”158 Beberapa orangkah budayawan di Sendenhan. Apakah 150

orang? Ataukah 87 orang? Atau juga dua-duanya salah? Tidak ada data resmi

pemerintah mengenai hal ini. Agaknya, arti kata “bunkajin” lebih luas daripada

kata “budayawan” dalam bahasa Indonesia. Machida sendiri berkata, “Saya tidak

tahu orang bagaimana gerakan yang disebut bunkajin – alangkah sembarangnya

kata itu.”159 Biar bagaimanapun, tidak dapat disangkal bahwa mereka yang

disebut bunkajin adalah orang-orang yang menarik. Sendenhan di Jawa

diramaikan oleh kritikus, sastrawan, sarjana/ilmuwan, pelukis, komikus/kartunis,

musisi, ahli perfilman. Kamerawan, juru foto, ahli penyiaran, ahli radio, jurnalis,

dramawan, komedian, artis, tokoh seni tari, penerjemah, stenografer, ahli cetak,

dokter, pendeta Shinto, biksu, pakar agama Katolik dan Protestan, tukang balon

untuk reklame, dan banyak lagi.160

Para budayawan itu dibagi ke dalam berbagai seksi: tata usaha;

perencanaan; propaganda; pendidikan; surat kabar; komunikasi/korespondensi;

penyiaran; film; seni rupa; foto; sandiwara; dan lain-lain. Machida

mengkoordinasikan semua seksi dengan menyesuaikan diri dengan sikon (situasi

dan kondisi) yang silih berganti. Dalam hal ini, ia menghindari untuk menetapkan

batas-batas setiap seksi secara mutlak sehingga dapat menutupi kekurangan tenaga

158 Ibid, hlm. 360. 159 Ibid, hlm. 369.

160 Sakuramoto, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia Timur

Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), hlm. 12., Machida, Tatakau, hlm. 360-370.

Page 97: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcvii

dan melaksanakan tugas propaganda yang meliputi berbagai bidang secara

merata.161

Dalam Jawa Nenkan: Kigen 2604-nen (Almanak Jawa 2604) terdapat bab

“Propaganda dan Pemberitaan”. Di dalamnya, Sendenhan di Pasukan ke-16

disebut sebagai “pasukan perang ideologi-budaya skala besar yang tidak pernah

ada sepanjang sejarah peperangan dunia.” Selanjutnya, sebagai alat utama

pasukan tersebut dicontohkan gelombang udara (radio dan kawat), film (foto,

proyektor, dan bioskop), kertas (poster dan selebaran), suara (pengeras suara dan

piringan hitam), dan balon untuk reklame.162 Kesemuanya dianggap peluru atau

senjata oleh Jepang pada masa itu. Dalam bab itu, poster disebut “peluru kertas.”

Adapun, pada masa penghabisan pendudukan Jepang, diterbitkan Shin Jawa, yaitu

majalah berbahasa Jepang yang tinggal di Jawa pada masa itu. Dalam kata ucapan

selamat untuk penerbitan perdana, Gunseikan Mayjen Shinshichiro Kokubu

menganggap majalah itu sebagai “peluru kertas untuk menghancurkan Amerika

dan Inggris.”163 Dalam nomor 1 volume 2 majalah yang sama, Seiji Shimaura

yang bertugas di Hoso Kanrikyoku (Biro Pengawas Penyiaran di Jawa)

menyerukan, “Gelombang udara adalah senjata, siaran radio adalah peluru.”164

Selain itu, dalam Dai Toa Chiiki Shinbun Zasshi Soran (Daftar Surat dan Majalah

di Daerah Asia Timur Raya) disebut surat kabar dan majalah adalah : “senjata

161 Ibid, hlm. 362. 162 Jawa Nenkan, hlm. 165., Machida, Tatakau, hlm. 190.

163 Shin Jawa (no.1. Vol.1. 1 Oktober 1944), hlm. 1.

164 “Senso to Hoso wo Kataru (Membicarakan Perang dan Penyiaran)” dalam Shin Jawa

(no.1 Vol.2. 1Januari 945),hlm. 74.

Page 98: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcviii

ampuh dalam perang ideologi.”165 Sementara itu, komikus Saseo Ono (anggota

Sendenhan) juga pernah berpendapat bahwa lukisan harus diterapkan sebagai

“peluru” dalam kondisi peperangan.166 Tentu semua orang (baik orang militer

maupun tidak) dianggap “serdadu” untuk memenangkan “Perang Asia Timur

Raya”,167 seperti pernah diutarakan oleh PM Hideki Tojo.168

Dalam bab “Propaganda dan Pemberitaan” dalam Jawa Nenkan: Kigen

2604-nen tadi, diuraikan juga proses perubahan Sendenhan (Barisan Propaganda)

ke Sendenbu (Bagian Propaganda). Sejak awal, Sendenhan bertugas untuk

membangun dasar dari urusan-urasan seperti penyiaran, pemberitaan, perfilman,

penyuluhan rakyat, sandiwara, dan penyensoran di Jakarta, pada bulan Oktober

1942 Sendenhan dimasukan ke Gunseikanbu dan menjadi Sendenbu. Setelah

menjadi Sendenbu, urusan-urusan di atas mulai ditransfer ke badan-badan yang

lain: tugas penyiaran kepada Hoso Kanrikyoku yang didirikan pada Oktober 1942;

tugas pemberitaan (agen berita Yaesu) kepada kantor berita Domei yang didirikan

di Jawa pada Oktober 1942; surat kabar Unabara kepada Jawa Shinbunsha

(menjadi Jawa Shinbun); Jawa Eiga Kosha kepada Eihai dan Nichiei yang

didirikan di Jawa pada April 1943; urusan pendidikan kepada Bunkyo Kyoku yang

165 Koa sohonbu Chosabu (Bagian Investigasi,Markas Umum Asia Raya) (ed.), 1945,Dai

Toa Chiiki Shinbun Zasshi Soran (Daftar Surat Kabar dan Majalah di Daerah Asia Timur Raya), Koa Sohonbu Chosabu, (The Nishijima Collection,.

166 “Kantei Toji to Genzai no genjumin wo Kataru Zandakai (Simposium mengenai Penduduk Setempat yang Sewaktu Pasifikasi dan Kini)” dalam Shin Jawa (no.3. Vol.2. 1 Maret 1945), hlm. 43.

167 Waktu itu Jepang menyebut Perang Pasifik sebagai Perang Asia Timur Raya. Sebutan ini akan dilarang untuk digunakan oleh GHQ (General Headquarters) setelah perang.

168 Pada 8 Desember 1942 (Koa Sai (Ulang Tahun Pecahnya Perang Asia Timur Raya )

pertama) PM Tojo berpidato seperti itu. Lihat Almanak Asia-Raya 2603:Tahoen 1, Djakarta: Asia-Raya Bagian Penerbitan, 1943, (Seterusnya dirujuk sebagai Almanak Asia-Raya-), hlm. 87. Selain itu,pemompin Sendenbu juga berpidato demikian. Lihat Keboedajaan Tomur I (2603),hlm.3.

Page 99: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

xcix

didirikan pada Desember 1942; dan urusan sensor kepada Kenetsuhan (Barisan

Sensor) di Gunshireibu (Komandan Militer).169

Mengenai masalah sensor, hingga kini tidak banyak diketahui. Misalnya,

tema film cerita ditentukan Sendenbu.170 Menurut mantan Staf Nichiei, Masao

Hirai,171 sekali suatu tema film ditentukan,staf Nichiei membuat ringkasan cerita

kemudian diserahkan kepada Sendenbu untuk disensor. Setelah lulus sensor, baru

disusun skenario lengkap dalam bahasa Indonesia. Sebelum bulan Oktober 1942,

semua urusan sensor ditangani Sendenhan.172 Misalnya, sejak 21 Mei 1942, semua

orang diharuskan untuk menyerahkan film foto kepada Kantor Besar Foto

(Shashin Honbu) di Sendenhan untuk dicuci cetak kemudian disensor disana.173

Masalah sensor disinggung dalam maklumat nomor 16 yang dikeluarkan pada 25

Mei 1942. Pasal keempat dari maklumat tersebut menyatakan bahwa semua

penerbitan harus disensor oleh militer Jepang sebelum terbit. Badan penyensoran

169 Jawa Nenkan, hlm. 166., Ada data yang berkata lain, yaitu Sendenhan diubah menjadi

Johobu (Bagian Penerangan) Gunseikanbu pada 1Oktober 942. Di dalamnya terdapat Sendenkan (Seksi Propaganda) dan tiga seksi lain. Baca Osamu Shudan Shireibu dan Osamu Shudan Gunseikanbu (Komando Pasukan Ke-16 dan Markas Besar Pemerintahan Militer di Jawa), “Osamu Shudan Gunseikanbu Honbu Kinmu Kitei oyobi onajiku Bunka Kitei no Ken (Revisi Peraturan Dinas Markas Besar Pemerintahan Militer di Jawa serta seksi-seksinya)”, 24 September 1942, (The Nishijima Collection, (JV 1-4) ).

170 Jawa Nenkan, hlm. 170.

171 Kurasawa,Aiko,1992, Nihon senroy-ka no Jawa Noson no Hen’yo (Perubahan di

Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang), hlm. 279.

172 Pada awal pendudukan,Jepang masih bingung harus melarang buku apa saja, maka dimuatlah pengumuman yang tidak berguna, yaitu “Bekendmaking omtrent met Slechte Strekking (Pengumuman mengenai buku-bku yang isinya Buruk)” dalamkoran Soerabaiasch Handelesblad (Koran Perdagangan Surabaya) (no. 90. 17 April 1942). Hanya ditulis bahwa rakyat harus menyerahkan buku-buku anti-Asia atau anti-Jepang yng “isinya bertentangan dengan Masa baru di Asia” kepada Sendenhan.Menurut artikel itu, jika kemudian ketahuan masih memiliki buku-buku “yang demikian,” maka “pemilik akan mengalami kesukaran-kesukaran besar. “dapat diduga pembaca sangat bingung harus menyerahkan buku bagaomana. Lihat I.J. Brugmans, dkk, 1960, Nederladsch-Ondie onder Japanse Bezetting: Gegevens en Documenten over de Jaren 1942-1945 (Hindia Belanda di Bawah Pendudukan Jepang: Data-data dan Dokumen-dokumen Selama 1942-1945), Franeker: Uitgave T. Wever, hlm. 209.

173 “Shashin Honbu (Kantor Besar Fto)” dalam Unabara (no.63, 23 Mei 1942),hlm.2.

Page 100: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

c

militer, menurut pasal kesepuluh, ada di Jakarta, Bandung, Semarang, dan

Surabaya.174

Menurut mantan kepala kantor besar Jawa Shinbunkai (Gaboengan

Persoeratkabaran di Djawa), Goro Taniguchi, urusan sensor bukan diserahkan

tetapi waktu Sendenhan pindah dari Gunshireibu ke Gunseikanbu, hak sensor

tidak mau dilepas oleh Gunshireibu.175 Sebagaimana biasa di sebuah organisasi, di

militer Jepang juga terdapat sektarianisme. Taniguci mengatakan setelah

pernyataan Koiso, urusan sensor surat kabar diserahkan sepenuhnya kepada Seksi

Surat Kabar Sendenbu.176 Namun, rupanya ini tidak benar. “Osamu Seirei

(Oendang-Oendang Osamu) No.6” yang dikeluarkan pada 1 Februari 1944 masih

mewajibkan segala penerbitan, naskah film, naskah sandiwara, isi acara kesenian

lain, naskah pidato diserahkan kepada Kemetsuhan militer sebelum

diumumkan.177 Mantan Pemimpin Sendenbu Adachi dan kawan-kawan juga

mengatakan bahwa sensor tidak diadakan di Gunseikanbu.178

174 Jawa Nenkan, hlm. 403. 175 Goro Taniguchi, 1953, “Pena ni Yorite (Bergantung pada Pena)” dalam Hitsuroku

Daitoa Senshi: (Catatan Rahasia Sejarah Perang Asia Timur Raya: Hindia Belanda), Tokyo: Fuji Shoen, hlm. 126.

176 Goro Taniguchi, 1991, “Janarisuto tosehite Mita Jawa Gunsei (Pemerintahan Militer di Jawa yang Saya Lihat sebagai Jurnalis)” dalam Forum for Rescarch Materials on the Japanese Occpation of Indonesia, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia, Tokyo: Ryukei Shosha, (Seterusnya dirujuk sebagai Taniguchi, “Janarisuto), hlm. 277. 279-280, 292-293.

177 Osamu Kanpo (no.15), hlm. 2-5.,atau Kanpo (no.36), hlm.6-8. Mungkinkah tidak ada pemisahan yang jelas di antara Kenetsuhan dan Sendenbu dalam urusan penyensoran? Rupanya Sendenbu juga mengadakan sensor. Misalnya, di Unit operasi Daerah Sendenbu ada beberapa petugas tetap yang bertanggung jawab atas sensoran. (Aiko Kurasawa, 1993, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosila di Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: Grasindo, (Seterusnya dirujuk sebagai Kurasawa, Mobilisasi-), hlm. 234.) Selain itu, menurut Oya, naskah sandiwara disensor di Barisan sensor (Kenetsuhan) di Sendenbu. (“Nanpo to Bunka Senden (Daerah Selatan dan Propaganda)” dalam Nihon Hyoron (Japang dalam Ulasan) (Januari 1944), (Seterusnya dirujuk sebagai Oya, “Nanpo-“)). Namun, yang jelas, paling tidak sampai Oktober 1943 sensor hanya diadakan oleh Kenetsuhan.Baca Domei Tshushinsa (Kantor Berita Domei),

Page 101: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ci

Proses transfer terselesaikan pada bulan April 1943. Setelah selesainya

trasnsfer tersebut kegiatan propaganda di daerah lebih diperkuat.179 Sendenbu

menarik personilnya dari cabang-cabang di daerahan pada bulan Februari 1944

mereka menyusun dan mengirim Unit Operasi Daerah (Chiho Kosakutai) ke

Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang dan Surabaya yang masing-

masing terdiri dari orang Jepang dan orang Indonesia.180 Setelah anggota tetap,

Sendenbu dengan cerdik sering memobilisasikan pemimpin politik setempat,

penyanyi, dalang, badut, penari, musisi, aktor terkenal untuk menarik perhatian

rakyat setempat.181 Dengan demikian, markas besar Sendenbu mengonsentrasikan

diri untuk perencanaan dan bimbingan dalam urusan porpaganda dan

pemberitaan.182

3. Pembentukan Departemen Propaganda (Sendenbu)

Salah satu usaha pemerintah pendudukan Jepang untuk dapat

memenangkan perang adalah berupaya mencari dukungan massa sebanyak-

banyaknya. Pemerintah militer mendirikan Departemen Propaganda (Sendenbu)*

pada bulan Agustus 1942. Tujuannya agar masyarakat mau bekerja sama dengan

1943, Nanpo Binran (Dai-1-Shu) (Survei Mengenai Daerah Selatan Vol.1.), hlm. 31. (The Nishijima Collection, (AG12)).

178 Hisayoshi Adachi, dkk., “Report on the Activities of Sendenbu”, hlm. 6., (The Nishijima Collection, (AD 2) ).

179 Jawa Nenkan, hlm. 166. 180 Hisayoshi Adachi, “Report to Mr. A.P.M. Audretsch: Replies of Guestionaire

Concerning Sendenbu”, 14 April 1947,hlm. 3, (The Nishijima Collection, (AD 3) ). 181 Kurasawa,Aiko,1992, Nihon senroy-ka no Jawa Noson no Hen’yo (Perubahan di

Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang), hlm. 271-272. 182 Jawa Nenkan, hlm. 166. * arti Propaganda adalah informasi terpilih, benar atau salah, yang dikembangkan dengan

tujuan meyakinkan orang agar menganut sesuatu keyakinan, sikap atau arah tindakan tertentu. Ensiklopedi Indonesia 5, Jakarta, Ichtiar Baru Van aaaaaaahoeve, 1984, hlm.. 2778.

Page 102: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cii

pemerintah pendudukan Jepang atau untuk memobilisasi seluruh rakyat dalam

berperang melawan Sekutu dan untuk dapat mengubah mentalitas.73 Hal ini

disertai keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus dibentuk berdasarkan pola

perilaku dan pemikiran Jepang. Mereka mengarahkan propaganda pada

indoktrinasi terhadap rakyat Indonesia sehingg mereka dapat menjadi kawan-

kawan yang setia dalam lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya.

Departemen Propaganda bertugas menyelenggarakan propaganda dan

penerangan yang berkaitan dengan administrasi sipil, dan merupakan organ

terpisah dari Seksi Penerangan Angkatan darat ke-16 yang bertugas

menyelenggarakan propaganda dan penerangan yang berkenaan dengan operasi-

operasi militer. Aktifitas Sendenbu diarahkan kepada penduduk sipil Jawa,

termasuk orang Indonesia, Eurasia, minoritas Asia dan Jepang.74 Meskipun

demikian, pihak pemerintah pendudukan Jepang tidak pernah mempercayakan

kontrol dari departemen penting ini kepada orang-orang sipil. Lembaga itu selalu

dikepalai oleh seorang perwira Angkatan Darat. Pejabat pertama adalah Kolonel

Machida Keiji (Agustus 1942-Oktober 1943). Kedua Mayor Adachi Hisayoshi

(Oktober 1943-Maret 1945). Dan ketiga Kolonel Takanashi koryo (April-Agustus

1945).75

Lembaga ini mempunyai tiga seksi yaitu: 1. Seksi administrasi; (2).Seksi

Berita dan Pers; dan (3).Seksi Propaganda. Seksi yang pertama dan yang kedua

masing-masing dikepalai oleh para perwira militer, lain halnya dengan seksi

73 Grant K. Goodman, Janaese Cultural Policies in South East Asia During World War 2, St Martin’s Press, New York, 1991, hlm. 36-65.

74 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan

Jawa 1942-1945, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indoneisa, 1993, hal. 230. 75 Ibid., hlm. 230.

Page 103: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ciii

ketiga yang dipimpin oleh pejabat sipil. Sendenbu tidak hanya bertindak sebagai

sebuah kantor administrasi, tetapi juga secara langsung melaksanakan operasi-

operasi propaganda. Di dalam menjalankan roda propaganda, semua rencana

mengenai propaganda secara garis besar ditangani langsung oleh kepala

pemerintah militer (Gunseikan), dan Sendenbu bertugas menjabarkan

pelaksanaannya. Kepala Sendenbu memutuskan rencana operasi dari propaganda,

melalui rapat-rapat yang dihadiri oleh setiap kepala seksi yang ada dalam

departemen ini.76 Di samping itu, sebuah organisasi bernama Keimin Bunka

Shidosho (Pusat Kebudayaan) dibentuk pada bulan April 1943 sebagai organisasi

bantuan dari Sendenbu.

Pada saat struktur administrasi militer menjadi semakin rumit, pemerintah

membentuk beberapa biro khusus dengan tugas menyelenggarakan berbagai

bidang propaganda sebagai badan-badan luar departemen di bawah Sendenbu, dan

pelaksanaan operasi propaganda dipercayakan kepada mereka (lihat lampiran II ).

Setelah pembentukan organisasi spesialisasi dan biro-biro, Sendenbu sendiri tidak

lagi melaksanakan aktifitas secara langsung. Ia hanya menghasilkan rencana-

rencana dan bahan-bahan propaganda dan mendistribusikannya kepada unit-unit

kerja terkait.

Pemerintah pendudukan Jepang sangat berhati-hati dalam mengerahkan

staf propaganda baik pusat maupun lokal. Mereka yang terlibat propaganda dalam

pemerintahan militer mempunyai latar belakang yang sangat berbeda beda.

Mereka dapat dibagi atas dua kategori. Pertama, para ahli propaganda dan

kebanyakan terlibat dalam perencanaan program. Kedua adalah para spesialis

76 Nishijima Collection, hlm.14.

Page 104: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

civ

dalam bidang khusus, yakni reporter dan editor surat kabar yang sebagian besar

dari Asahi Shinbun, penulis, novelis, penyair, penulis esai, pemusik, pelukis,

penyiar radio, produser film serta perancang yang biasanya disebut Bunkajin

(manusia budaya) dalam masyarakat Jepang.77 Mereka dikenakan wajib militer

untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Wajib militer bagi kaum intelektual sipil

banyak dilakukan untuk memaksa mereka bekerja sama dengan militer, dan dalam

hal ini golongan liberal dan para bekas golongan kiri lebih banyak dikenakan

wajib militer dibanding dengan orang orang yang menunjukkan simpati mereka

secara terbuka.78

Di samping memanfaatkan intelektual mereka untuk tujuan militer,

praktek ini agaknya juga dimaksudkan untuk menguji kesetiaan, serta semacam

indoktrinasi bagi orang-orang yang bersifat ragu-ragu (skeptis) terhadap

pemerintah Jepang. Walaupun sebagian dari mereka bekerja untuk mempengaruhi

masyarakat Jepang di Indonesia, namun sebagian besar dari mereka melakukan

hubungan langsung dengan rakyat Indonesia. Sebagian dari mereka menguasai

sedikit pengetahuan mengenai bahasa Indonesia, tetapi banyak yang mempelajari

bahasa ini setibanya mereka di Indonesia.79 Mereka kebanyakan terlibat dalam

pengaturan bahan-bahan propaganda yang sesungguhnya, bersama rekan-rekan

mereka dari Indonesia.

Banyak dari Bunkajin ini bergabung dengan kelompok propaganda atas

permintaan pribadi kolonel Machida Keiji. Meskipun seorang militer profesional,

77 Aiko Kurasawa, “Film as Propaganda Media on Java under the Japanese, 1942-1945”, dalam Grant K. Goodman, editor, hlm. 36.

78 Akira Nagazumi, editor, Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1988, hlm. 8-9.

79 Ibid . , hal. 9.

Page 105: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cv

Machida memiliki keterikatan yang mendalam terhadap kesusastraan dan

tampaknya memiliki hubungan yang sangat luas dengan Bunkajin. Berbagai

lainnya, meskipun tidak mengenal Machida secara pribadi, telah didorong oleh

rekan rekannya yang telah memenuhi permintaan Machida untuk turut bergabung.

Mereka berpikir bahwa mereka dapat bekerja lebih bebas di luar negri (Indonesia)

dari pada di Jepang dimana pengawasan yang ketat diperlakukan kepada aktifis-

aktifis kreatif.80

Banyaknya anggota kelompok tersebut menunjukkan besarnya harapan

militer terhadap mereka.Sendenhan (Kesatuan propaganda) yang menyertai

pendaratan Tentara ke-16 pada bulan Maret 1942, terdiri atas 11 orang perwira,

100 orang prajurit, dan 87 kaum intelektual wajib militer. Sebagian dari mereka

kembali ke Jepang, dibebas tugaskan setelah bertugaskan setahun. Tetapi banyak

di antara mereka yang secara suka rela tinggal lebih lama, dan pendatang-

pendatang baru bermunculan. Kegiatan mereka dalam banyak hal termasuk unik

dalam melakukan perang urat syaraf sehingga meninggalkan kesan yang dalam

pada masyarakat Indonesia. Kaum intelektual yang lebih banyak terpengaruh oleh

hubungan dengan rakyat Indonesia. Walaupun sebagian di antara mereka berasal

dari pemerintahan militer Jepang, namun mereka tidak seluruhnya terikat di

dalamnya, karena aspirasi dan cita-cita mereka sendiri. Mereka sering

menjalankan peranan yang berbeda dari garis resmi pemerintahan militer. Banyak

orang Jepang yang berasal dari kelompok ini kemudian ikut berjuang dalam

mempertahankan republik Indonesia terhadap serangan Belanda.81

80 Aiko Kurasawa, “Film as Propaganda Media on Java under the Japanese, Loc. cit . ,

hlm.40. 81 Akira Nagazumi, editor. Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang,

Op. Cit., hal.10. Kasus yang sangat menarik adalah tulisan Kenichi Goto. Yakni seorang pemuda

Page 106: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cvi

Untuk mengerahkan staf Sendenbu yang berkebangsaan Indonesia,

pemerintah penduduk mengadakan pembagian kedalam dua kategori. Pertama,

orang-orang Indonesia direkrut atas dasar atribut seperti karir mereka sebelum

perang, orientasi politik, kedudukan masyarakat tradisional, pribadi-pribadi yang

kharismatis dan aktif, mempunyai kemampuan berpidato dan guru-guru sekolah

lebih diutamakan. Kedua, mereka yang memiliki beberapa pengalaman dalam

gerakan anti-Belanda. Moh. Yamin, penasihat bagi Sendenbu merupakan salah

satu contoh.Ia telah aktif dalam gerakan nasionalis anti-Belanda sebagai anggota

Indonesia Muda dan Partindo dan pernah bekerja sebagai guru sekolah. Staf

lainnya adalah Siti Nurjanah yang pernah mengajar pada sebuah sekolah Islam

dan pernah aktif dalam gerakan Islam.82

Sejak masa awal pendudukan, staf propaganda Jepang dikirim ke ibukota-

ibukota provinsi di Jawa (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya)

untuk melaksanakan aktifitas propaganda. Kemudian dibentuk sebuah badan lokal

yang lebih luas dan terorganisasi rapih yang disebut Unit Operasi Distrik

(Chihokosakutai) di kota-kota tersebut di atas dan di kota Malang. Unit-unit

Operasi Distrik ini, berada di bawah kendali langsung Sendenbu. Setiap kantor

karesidenan memiliki seksi propaganda dan penerangannya sendiri.83 Sekurang-

kurangnya satu anggota staf dalam seksi ini adalah orang Jepang yang dikirim dari

Jepang yang bernama Ichiki Tatsuo, karena merasa tidak puas atas harapan yang digantungkan kepada pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia, ia akhirnya ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan gugur sebagai “pahlawan”. Ichiki Tatsuo menanggalkan kewarganegaraan Jepang dan menjadi warga negara Indonesia sebagai “Abdul Rachman” Selanjutnya lihat Kenichi Goto, “Kehidupan dan Kematian” Abdul Rachman (1906-1949): Satu Aspek dari hubungan Jepang-Indonesia dalam Akira Agazumi, editor, Op. Cit . , hlm. 114-131.

82 Djawa Gunseikanboe, Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa, Yogyakarta, UGM Pers, 1984, hlm. 476.

83 Asia Raja, 16 Mei 1944.

Page 107: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cvii

Jakarta secara khusus. Pada tingkat-tingkat administratif bawah, seperti kabupaten

dan kecamatan, terdapat pejabat-pejabat Indonesia yang bertugas untuk

propaganda. Pejabat-pejabat ini tidak bekerja secara khusus untuk propaganda

saja, tetapi secara bersamaan melakukan fungsi lain sebagai pegawai pemerintah

lokal. Salah satu contoh propaganda pada tingkat lokal, adalah Yogyakarta.

Komposisi personal dari unit operasi distrik kurang lebih sama dengan kantor pusat di Jakarta. Ia dikepalai oleh orang Jepang dan dibawahnya terdapat banyak propagandis, baik Jepag maupun Indonesia. Staf Jepang biasanya bertanggung jawab untuk perencanaan dan pengawasan, sementara orang-orang Indonesia sebagian besar bekerja penuh pada unit Yogyakarta, yaitu dua operator Kamishibai (Pertunjukan gambar kertas) empat pelakon Manzai (dialog panggung komik) dan tiga orang yang bertugas untuk penyonsoran. Penerbitan-penerbitan atau pidato-pidato umum harus disensor oleh sendenbu dan ada staf yang bekerja penuh untuk itu.84 Sejumlah besar tenaga honorer dan paruh waktu juga diperkirakan pada

unit propaganda lokal yang akan membantu sewaktu-waktu dengan permintaan

khusus. Secara umum pemimpin-pemimpin politik lokal, pemuka-pemuka, agama,

penyanyi, musisi, aktor, dalang, penari, pelawak dan sebagainya sering

dimobilisasi untuk operasi-operasi propaganda. Kemashuran dan bakat para

penghibur itu dimanfaatkan untuk menarik perhatian rakyat. Di Keresidenan

Cirebon misalnya, terdapat 33 sukarelawan propagandis yang dipilih oleh residen

(Shucokan). Masing-masing ditugaskan pada satu subdistrik (son), dan mereka

ditugaskan untuk memberi penerangan dan tuntunan kepada penduduk lokal

secara harian.

Latar belakang budaya dan bahasa dari masyarakat adalah sangat penting

dalam menentukan sarana-sarana propaganda. Di Jawa karena tingkat melek

hurufnya masih sangat rendah, maka tekanan diberikan kepada media audio-visual

84 Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945, Op. Cit , . hlm. 234.

Page 108: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cviii

(pendengaran dan penglihatan) seperti film, seni pertunjukan, kamishibai, musik,

radio dan poster. Bahasa Indonesia merupakan bahasa standar untuk semua bahan

propaganda yang diciptakan di Jawa. Hal ini dikarenakan pihak pendudukan

Jepang telah menghapus bahasa Belanda dan “bahasa musuh” lainnya di

Indonesia, di samping keinginan untuk menjadikan bahasa Jepangsebagai bahasa

komunikasi masih sangat jauh dari harapan. Karena penguasaan bahasa Indonesia

sebagian masyarakat pedesaan Indonesia sangat terbatas, maka alternatif

berikutnya adalah menggunakan bahasa yakni bahasa Jawa dan Sunda. Orang-

orang Jepang harus menerjemahkan kembali dari bahasa Indonesia ke bahasa-

bahasa lokal agar kegiatan propaganda menjadi efektif. Barangkali di sinilah

peran penting dari para seniman dan sastrawan daerah yang direkrut dalam

sendenbu. Sedangkan isi dari tema-tema propaganda yang dikeluarkan bagi

masing-masing anggaran berbeda-beda dari tahun ketahun.85

Hasil-hasil dari kegiatan propaganda sukar sekali diukur. Keberhasilan

mencapai suatu tujuan agaknya bisa diukur dari banyaknya orang yang dapat

dipengaruhi di bawah suatu slogan tersebut, tetapi tidak ada cara untuk mengukur

intensitas dukungan rakyat. Tugas ini membutuhkan lebih banyak emosi dari pada

rasio, dan lebih banyak imajinasi dari pada perencanaan. Para pegawainya pun

harus meyakinkan diri mereka sendiri lebih dahulu bahwa suatu tema propaganda

tertentu adalah benar dan perlu sebelum mereka dapat membujuk orang lain.86

Namun demikian dalam mempertimbangkan dampak propaganda Jepang

harus dibedakan antara reaksi kaum intelektual perkotaan dan dari masyarakat

85 Nishijima collection, hlm. 11. 86 Akira Nagazumi, editot, Op. Cit . , hlm. 9.

Page 109: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cix

yang tidak berpendidikan. Orang-orang yang terdidik umumnya memperoleh

informasi dengan baik tentang masalah dunia dan menambah pengetahuan yang

akan memberi dasar kepada mereka untuk penilaian yang lebih rasional dari

pesan-pesan propaganda. Sedangkan dari masyarakat yang tidak terdidik dan

kurang memperoleh informasi, cenderung menerima propaganda sebagai nilai

utama. Jadi sasaran propaganda yang ditujukan kepada generasi muda nampaknya

lebih efektif dan mengena kepada masyarakat yang tidak berpendidikan, terutama

yang hidup di daerah pedesaan dan terisolasi dari sumber-sumber informasi

lainnya.

Dana yang terkumpul dari hasil beberapa pertunjukan tersebut diberikan

kepada pihak-pihak yang membutuhkan, antara lain untuk pemberantasan buta

huruf, membantu desa-desa miskin yang dilanda kelaparan, membantu usaha

pemberantasan penyakit dan lain-lain. Sumbangan ini dilakukan oleh barisan

Pemuda Asia Raya cabang Jakarta yang mengadakan pertunjukan amal “Dewi

Moerni”.87

4. Sendenhan Mulai Beroperasi

Setelah berangkat dari Jepang pada 3 Januari 1942, para anggota

Sendenhan Pasukan ke-16 menempati Takao di Taiwan untuk sementara, dan

pada awal bulan Febuari 1942 mereka berangkat ke Indonesia. Pada 1 Maret 1942

armada pasukan ke-16 mengadakan operasi pasifikasi di tiga tempat, yaitu Merak

(teluk Banten) di Jawa Barat, Eretan di Jawa Tengah,dan rembang di Jawa Timur.

Di merak tempat induk pasukan mendarat, terjadi peperangan dengan tiga kapal

perang sekutu, yang bagian dari ABDACOM ( American Britist Dutch Australian

87 Djawa Baroe, No. 8-9, Januari 1943, hlm. 10.

Page 110: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cx

Command) : Huston (Amerika), Perth (Australia), dan sebuah kapal perang kecil.

Satu setengah jam kemudian, ketiga kapal ini diluluhl lantahkan termasuk tujuh

buah kapal sekutu. Pihak Jepang juga kehilangan beberapa kapal, termasuk

sakuramaru. Selain komandan Tertinggi Imamura, sebagian dari anggota

Sendenhan juga harus menyelamatkan diri ke laut.

Pada 2 Maret 1942 mereka tiba di serang. Disana semua anggota

Sendenhan yang terjadi di kapal-kapal Mizohomar, Akitsumaru, dan sakuramaru

bertemu. Kemudian, mereka diutus terpisah lagi ke Batavia, bogor, dan

Bandung.89 Pada 5 maret 1942 mereka berhasil menduduki Batavia, yang sudah

dinyatakan “kota terbuka “ oleh Belanda. Namun, militer Jepang tidak masuk ke

dalam kota Batavia kecuali anggota Sendenhan. Pada 8 Maret1942, K.Machida,

U.Tomisawa, Y.Nakatani, anggota Seksi film Sendenhan, koresponden, dan

wartawan menuju Kalijati mengejar koferensi penyerahan. Pada 9 Maret 1942

komandan militer Belanda menyerah kepada Komandan Hitoshi Imamura di

Kalijati. Tomisawa dan Nakatani langsung berangkat ke Bandung. Nakatani

adalah penerjemah Sendenhan dan sebelumnya bekerja di Toko Bromo di Malang

sejak sebelum perang. Pada malam harinya, mereka mengambil alih stasion Radio

NIROM dan menyiarkan “oendang-oendang Nomor 1 dari Pembesar Balatentara

Dai Nippon” dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Jepang, bahasa Indonesia, dan

bahasa Belanda.90

89 Ibid.,hlm. 182-183. 90 Tomisawa, Jawa, hlm. 74, 87-88., Tomisawa, “Jawa ni Okeru Sendenhan no Katsudo:

Joriku yori Ajia Raya-sha Soritsu made (Kegiatan Sendenhan di Jawa: Dari Pendartan sampai Pendirian Perusahaan Asia Raya)” dalam majalah Toa Bunka Ken (Lingkungan Budaya Asia Timur) (Januari 1943), (Seterusnya dirujuk sebagai Tomisawa, “Jawa”), hlm. 88-95.Mengenao perjalanan mereka ke Kalijati dan usaha propaganda mereka di Bandung,baca juga Yoshio Nakatani, Nakatani Yoshio Danwa: Gunsei no Omoide (Wawancara dengan Yoshio Nakatani:

Page 111: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxi

Sementara itu, anggota Sendenhan yang tinggal di Batavia juga mulai beroperasi

disana. Oya memimpin pengambil alihan Konsulat Jendral Inggris, agen berita,

perusahaan surat kabar, stasiun radio, perusahaan percetakan, studio film, toko

alat-alat foto, took alat-alat radio, dan lain-lain. Mereka berkeliaran untuk

menempelkan tanda Marusen (symbol Sendenhan) pada tempat-tempat tersebut.91

Sepertiga dari bahan propaganda yang disiapkan mereka sudah tenggelam ke laut,

sedangkan dua pertiganya terlambat datang. Oleh karena itu nasib Sendenhan

sangat tergantung pada hasil pengambil alihan tersebut.92

Sebelum Belanda menyerah, tugas utama Sendenhan adalah mengadakan

Propaganda terhadap musuh dan pemberitaan ke Jepang.93 Setelah Belanda

dilucuti, mereka mengutamakan propaganda terhadap penduduk Indonesia.

Mengenai kegiatan awal Sendenhan itu, nomor perdana Sekido Ho [Berita

Khatulistiwa] yang terbit pada 9 Maret 1942 memuatkan sebuah artikel yang

berjudul “Aozora Ni Egaku Ajia Banzai: Sendenhan No Katsuyuka [melukiskan

‘hidup Asia’di langit Biru : Aktivitas Sendenhan]” :

[..] Setelah mengambil alih konsulat jendral inggris sebagai pusat , Sendenhan langsung memulai berbagai kegiatan propaganda. Hari ini kami dapat memasang balon iklan di lapangan yang ada di muka Markas Besar Sendenhan berkat aktivitas seksi balon. Orang Indonesia yang melihat [tulisan di balon] itu, tua maupun muda [...] berteriak-triak “hidup Asia”.

Kenangan tentang Pemerintahan Militer), Diambil dari rekaman kaset, 20 November 1956,hlm. 37-83, (The Nishijima Collection, (JV 34-2) ).

91 Kecuali Kitahara, Yokoyama,Iida, dan Takeda yang terlambat datang ke Batavia. 92Machida, Tatakau, hlm. 191-192. 93 Tomisawa, Jawa, hlm. 72-73.

Page 112: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxii

Mayarakat setempat menyebut Sendenhan sebagai BP, singkatan dari “Barisan

Propaganda.” Kehadiran mereka cukup mengesankan maka anak kecil saja

mengenal sebutan BP tersebut.94

B. Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945

1. Propaganda Jepang sebelum Invasi ke Indonesia

Jauh sebelum menguasai Indonesia, Jepang sudah mempersiapkan diri

untuk mengambil hati rakyat Indonesia yang ketika itu masih berada di bawah

kekuasaan kolonialis Belanda. Propaganda menjadi alat utama bagi Jepang untuk

menarik simpati rakyat Indonesia, sehingga bangsa itu telah mempersiapkannya

secara sistematis selama beberapa tahun sebelum melaksanakan invasi ke wilayah

Selatan.

Awal persiapan materi propaganda ditandai dengan penerbitan artikel yang

ditulis oleh Jenderal Arki,Menteri Urusan Perang, dalam bulan April 1932. artikel

itu berjudul The Call of Japan in the Sowa Period (Seruan Jepang pada Masa

Sowa), yang memuat ajaran bahwa jepang harus mengikuti Imperial Way (Jalan

Kekaisaran) untuk mengangkat bangsa Yamamoto, dan untuk menyelamatkan

Asia Timur serta dunia. Jenderal Araki mengakhiri artikel ini dengan suatu

penegasan bahwa misi bangsa Jepang adalah menyebarluaskan doktrin Imperal

Way diseluruh lautan dan dunia. Jederal Araki juga menulis The Present Position

of East Asia, yang menampakkan cirri utama fasisme,yakni rasialis dan imperialis.

Dalam artikel itu Ararki menyatakan:

“The Japanese Empire, in its own and other eyes,the leader of East Asia and with the power to be so,whose call is Kodo or the Imperial

94 Takeo Kitahara, 1943, Uki Kitaru: Jawa Jugun-ki (Musim Hujan Tiba: Catatan Wamil

di Jawa), Tokyo: Buntai-sha, (Seterusnya dirujuk sebagai Kitahara, Uki), hlm. 57.

Page 113: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxiii

Way, to spread out and save oppressed countries, cannot stand aside any longer and look on inactive”95

“Kekaisaran Jepang,dalam sudut pandangnya sendiri dan sudut pandang orang lain, pemimpin Asia Timur dan dengan kekuatan semacam itu, yang disebut Kodo atau Jalan Kekaisaran, dalam rangka perluas dan penyelamatan negeri-negeri yang tertindas, tidak dapat lagi tinggal diam dan hanya melihat tanpa melakukan apapun” (terjemahan oleh Penulis). Dalam tulisan tersebut tampak jelas bahwa Jepang telah

mempropagandakan dirinya sebagai bangsa pemimpin dan penyelamat bagi

bangsa-bangsa Asia yang terjajah, tetapi tanpa menyatakan tindakan agresifnya

untuk menguasai wilayah-wilayah lain. Tindakan itu merupakan salah satu

karakter pasif Jepang. Seperti kaum fasis yang lain, ketika itu Jepang telah

melegitimasi perannya sebagai pemegang kekuatan atas bangsa-bangsa Asia

Timur. Slogan kemanusiaan untuk membebaskan bangsa-bangsa yang tertindas

oleh bangsa Barat, sesungguhnya merupakan kedok Jepang untuk melakukan

ekspansi ke wilayah-wilayah lain dan menampilkan diri di panggung kekuasaan

dunia.96

Segera setelah pecah perang di eropa dalam bulan September 1939, Jepang

mulai mempersiapkan diri untuk mengadakan invasi ke wilayah-wilayah di

sebelah Selatan Jepang. Indonesia merupakan sasaran invasi jepang yang penting

karena wilayah itu memiliki persediaan bahan mentah seperti minyak, karet,

95 Robentson, Eric, 1979, The Japanese File: Pre-War Japanese Penetrasion in Southeast

Asia, London: Heinemann Educational Books Limited, hlm. 87. 96 Riff, a. Michael, Kamus Ideologi Politik Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar , hlm.

56.

Page 114: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxiv

timah, bosit, manggan yang sangat diperlukan untuk mendukung kepentingan

perang.97

Untuk persiapan penyerbuan ke wilayah Selatan, propaganda pun semakin

diperkuat. Dalam musim panas tahun 1940 Pangeran Konoye meresmikan empat

biro propaganda di Tokyo. Biro propaganda yang utama adalah Cabinet

Informasion Biro, sedangkan tiga biro yang lain ditempatkan dikementrian luar

negeri,markas militer, dan di Taisei Yomusankai (Pergerakan Nasional Baru).

Propaganda disiarkan melalui radio, pers, dan pamphlet dan dilaksanakan oleh

organisasi-organisasi propagandis, sebagai contoh Great Asia Society South dan

Seas Association. Selain melalui media komunikasi, propaganda juga dilakukan

secara lisan oleh para propagandis, dan mengundang bangsa-bangsa Asia lainnya

untuk mengikuti pendidikan serta bekerja di Jepang.98 Khususnya untuk

Indonesia, sasaran pertama Jepang para wartawan atau orang-orang yang bergiat

dalam persuratkabaran. Pada tahun 1933 Jepang telah mengundang pemimpin

redaksi surat kabar Bintang Timoer, bersama dengan wartawan lainnya, untuk

mengunjungi Jepang. Undangan ini dimaksudkan untuk menanamkan rasa hutang

budi, sehingga para wartawan Indonesia itu bersedia menyiarkan tulisan-tulisan

yang mendukung Jepang.998

Setelah tahun 1940 propaganda Jepang menjadi semakin gencar. Pada

tanggal 16 Maret 1941 melalui radio Taihoku di Tokyo disiarkan propaganda

sebagai berikut.

97 Aziz. M. A, 1955, Japan’s Colonialism and Indonesia, The Hague: Martinus Nijhoff, hlm. 100.

98 Robentson, Eric, The Japanese File: Pre-War Japanese Penetrasion in Southeast Asia,

hlm. 86-87. 99 Seobagijo, I.N, 1980, Sumanang Sebuah Biografi, Jakarta: Gunung Agung, hlm. 68.

Page 115: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxv

“Co-operation among the natives of Burma, the Philippines, and East Indies should be established. This move should be carried out by themselves. Japan must take a leading role in order to lead them and guide them to proper path of c0-operation and common prosperity, as these countries have been unjustly treated by the foreigners.100

“Kerja sama antara bangsa Birma, Pilipina, dan Hindia Timur harus digalang. Kerja sama ini harus dilaksanakan oleh mereka sendiri. Jepang harus memegang peranan pimpinan untuk memimpin dan mengarahkan mereka ke jalan kerja sama yang benar dank kea rah kemakmurn bersama, karena negeri-negeri ini telah diperlakukan oleh bangsa-bangsa asing secara tidak adil” (terjemahan oleh Penulis).

Dalam propaganda di atas tampak jelas bahwa jepang telah mengeluarkan

Controversial issu untuk menimbulkan rasa antipathy terhadap bangsa-bangsa

Barat yang telah melakukan kolonialisme dan imperialisme di wilayah Asia.

Dalam pernyataan itu Jepang telah mengekspresikan juga sikap meremehkan

terhadap bangsa-bangsa lainnya, yang dianggapnya bahwa tanpa

kepemimpinannya bangsa-bangsa lain tak berdaya untuk meraih kemakmuran

sendiri. Dalam hal ini Jepang telah menunjukan sifat fasisme lagi. Dengan

demikian, propaganda memang sangat diperlukan oleh kaum fasis untuk mencapai

tujuannya, karena dengan itu mereka dapat mempengaruhi orang lain dengan

slogan-slogan indah yang sesungguhnya adalah indoktrinasi demi pencapaian

tujuan yang telah mereka tetapkan.

Khususnya di Indonesia, seruan anti-Belanda menjadi isu propaganda yang

dikumandangkan secara tegas, terutama melalui barisan propagandanya.

Propaganda anti-Belanda itu telah mendapat perhatian khusus penduduk

Indonesia.

2. Alat Perang Propaganda Jepang

a. Dari Pasukan Pena ke Barisan Propaganda

100 Seobagijo, I.N, 1983, Mr. Sudjono Mendarat dengan Pasukan Jepang di Banten 1942. Jakarta: Gunung Agung, hlm. 164.

Page 116: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxvi

Bibit Sendenhan dimulai sejak Insiden Manchuria pada tahun 1931.

Setelah mendirikan negara Manchuria, Jepang semakin terpojokkan di dunia

internasional. Maka pemerintahan dan militer Jepang memutuskan untuk

membentuk sebuah komite ini diresmikan oleh kabinet Koki Hirota101 pada bulan

Juli 1936 dengan nama Komite Penerangan Kabinet (Naikaku Joho Iinkai).

Kemudian, komite tersebut diubah menjadi Bagian Penerangan Kabinet (Naikaku

Johobu) pada 25 September 1937. Komite-komite yang disebut di atas masih

bersifat menghubungkan seksi-seksi penerangan yang ada di Departemen Luar

Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen AD, dan Departemen AL.

Pada masa kabinet Fumimaro Konoe kedua (Juli 1940-Juni 1941),

Naikaku Johobu diubah lagi menjadi Dinas Penerangan Kabinet (Naikaku

Johokyoku; selanjutnya disingkat Johokyoku) yang menyatukan tugas-tugas yang

menyangkut penerangan serta porpaganda yang selama ini diurus keemapat

departemen tadi. Hal ini diputuskan dalam konfrensi kabinet pada 13 Agustus

1940 dan diresmikan pada 5 (6?) Desember 1940. Johokyoku ini melaksanakan

tugas penerangan, pemberitaan, penyensoran, operasi propaganda, dan

sebagainya.102 Johokyoku diawasi langsung oleh perdana menteri dan terdiri dari

lima bagian. Seksi Ketiga Bagian Kelima Johokyoku-lah yang bertugas

membimbing oraganisasi sastra, seni rupa, musik, dan budaya lainnya. Kepala

seksinya Kajin (pencipta tanka) Zushi Hachiro (nama sebenarnya adalah Shiro

101 Sesudah perang, ia akan dihukum mati sebagai penjahat kelas A. 102 Tomio Sakuramoto, 1993, Bunkajin Tachi no ditoasenso: PK Buati ga Iku (Perang

Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju), Tokyo: Aoki-shoten, (Seterusnya dirujuk sebagai Sakuramoto, Bunkajin), hlm. 56-51., dan Shireru Hayashi, 1993, Nihon No Rekishi 25: Taiheiyo Senso (Sejarah Jepang 25: Perang Pasifik), Tokyo:n Chuo Koron Sha,hlm. 325.

Page 117: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxvii

Inoue). Inoue ini sangat dibenci di kalangan sastrawan, karena ia menekan mereka

seenaknya atas dukungan penuh oleh Bagian Berita Militer.103

Kabinet Konoe kedua tersebut mengumandangkan Gerakan Orde Baru

(Shintaisei Undo). Untuk mengawalinya, kabinet itu membubarkan semua partai,

dan sebagi gantinya pada 12 Oktober 1940 mendirikan Taisei Yokusankai

(Persatuan Pembantu Pemerintah Kekaisaran) yang diketahui Konoe sendiri.

Badan ini merupakan organisasi massa yang dikontrol langsung oleh pemerintah,

yang kemudian dijadikan model buat Jawa Hokokai (Himpoenan Kebaktian

Rakjat di Djawa). Di Taisei Yokusankai terdapat juga Sendenbu (Bagian

Propaganda) Ypkusankai. Misalnya dengan dibantu Johokyoku, Sendenbu ini

mendirikan Nihon Senden Bunka Kyokai (Lembaga Budaya Periklanan Jepang)

yang mengontrol dunia periklanan swasta untuk kepentingan negara pada bulan

Mei 1941.104 Gerakan Orde Baru yang diluncurkan kabinet Konoe tersebut

menyebar ke segala bidang, termasuk bidang sastra, dan menjadi populer

semboyan “Jangan Ketinggalan Bus (yang bernama Orde Baru)”.105

Pada 23 Agustus 1938, satu tahun setelah Perang Jepang-Cina meletus,

Naikaku Johobu mengadakan pertemuan dengan dua belas orang sastrawan.

Semua sastrawan menyatakan keinginan untuk ikut tentara, kecuali novelis Riichi

Yokomitsu yang mengundurkan diri. Akhirnya, Naikaku Johobu memutuskan

untuk mengikut sertakan 22 orang sastrawan (yang tentu pro-pemerintah) ke

103 Tomio Sakuramoto,1995, Nihon Bungaku Hokokukai: Dai Toa Senso-ka no

Bungakusha-tachi (Nihon Bungaku Hokokukai: para Sastrawan di Bawah Perang Asia timur Raya), Tokyo: Aoki-shoten, (Seterusnya dirujuk sebagai Sakuramoto, Nihon), hlm. 44-45., Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 109.

104Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 157-158. 105 Sakuramoto, Nihon, hlm. 10., untuk mengetahui Jawa Hokokai secara ringkas, baca

“Pedoman Djawa Hookookai, Himpoenan Kebaktian Rakjat”, 1 Halaman. (The Nishijima Collection, (JV 20) ).

Page 118: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxviii

medan perang di Cina.106 Rombongan ini dinamai Pen Butai oleh media massa

dan sebutan ini menjadi popular di masyarakat luas.107 Butai berarti ‘pasukan’

sedangkan pen berarti ‘pena’. Jadinya “pasukan pena” (selain ini, ada juga yang

seperti Rekodo Butai (pasukan piringan hitam) yang beranggotakan penggubah

lagu seperti Nobuo Iida yang akan dikirim juga ke Jawa). Pengurus “Pasukan

Pena” ini adalah sastrawan Kan Kikuchi, ketua Bungeika Kyokai (Lembaga

Sastrawan Jepang).

Novelis Shiro Ozaki adalah salah seorang anggota “Pasukan Pena”

tersebut. Dalam novelnya Bungaku Butai (Pasukan Pena) (1939), ia menuliskan

mereka diberi keterangan oleh seorang Kolonel seperti berikut.

Sebenarnya tidak ada pesan apa-apa dari pihak militer. Kalian hanya diharap melihat apa adanya di sana. Kalau nanti kalian tidak menulis apa-apa juga tidak masalah. Jadi, tidak ada tanggung jawab khusus bagi kalian.

Kenyataannya, penjelasan ini merupakan tipuan agar para sastrawan

bersedia ikut. Sebelumnya sudah ditentukan tugas “sastrawan wamil (sastrawan

yang diwajib militerkan)” ini, yaitu memberitakan perjuangan militer Jepang di

Cina kepada rakyat Jepang supaya meningkat keinginan rakyat Jepang untuk

bersatu untuk maju. Hal ini tercantum dalam “Jugun Bungeika Kodo Keikaku Hyo

(Jadwal Rencana Kegiatan Sastra Wamil)” buatan Hodobu (Barisan Berita)

militer.108 Belakangan reportage mereka semuanya dikirim ke Jepang dan dimuat

106 Masao Kume, Teppei Kataoka, Matsutaro Kawaguchi, Shiro Ozaki, Fumio Tanba,

Akira Asano, kunio Kishida, Sonosuke Sato, Kosaku Takii, Takao Nakaya, Kyuya Fukada, Uio Tomasiwa, Fumiko Hayashi, Kyoji Shirai (AD), Kan Kikuchi, Eiji Yoshikawa, Harou Sato,Seijiro Kojima, Heisuke Sugiyama, Komatsu Kitamura, Hiroshi Hamamoto, Nobuko Yoshiya (AL). Lohat Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 15.

107 Ryuji Takasi, 1976, Pen to Senso (Pena dan Perang), Tokyo: Seiko Shobo. 108 Sakuramoto, Bunkajin, hlm. 12-21.

Page 119: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxix

di berbagai media massa. Berarti, mereka hanya diharapkan untuk berpropaganda

kepada rakyat Jepang sendiri bukan kepada rakyat Cina.

b. Almanak Asia-Raya 2603

Pada awal tahun 1943 perusahaam surat kabar Asia Raya menerbitkan

sebuah almanak. Almanak yang berjudul Almanak Asia-Raya 2603 ini kecil tetapi

cukup tebal dengan ukuran 11 x 16 cm dan terdiri dari 258 halaman. Almanak

Asia-Raya adalah satu-satunya almanak berbahasa Indonesia yang terbit di Jakarta

selama masa pendudukan Jepang.109 Almanak tersebut terdiri hanya dua kali dan

pada tahun keduanya (1944) diterbitkan oleh Djawa Shinbunsha bukan oleh

perusahaan Asia Raya 2603-lah yang merupakan almanak murni buatan

Sendenbu. Dalam kata pengantarnya, dijelaskan bahwa almanak ini diharapkan

untuk dijadikan “pedoman dan toentoetan jang oetama” bagi “oemoem, baik

kaoem toea maoepoen moeda, poetera atau poeteri.” Sebelumnya diterangkan

mengenai dua kewajiban, yaitu kewajiban surat kabar dan kewajiban rakyat,

pertama berbunyi sebagai berikut.

KEWADJIBAN SOERAT KABAR pada oemoemnja ialah memberikan penerangan jang sebaik-baiknja kepada oemoem. Teroetama dalam zaman pantjaroba, dalam waktoe peroebahan sekarang ini, perloe sekali penerangan jang sebenar-benarnja dan seloeas-loeasnja kepada oemoem.110

Jika membaca surat kabar masa itu, maka jelaslah rakyat Indonesia tidak diberi

penerangan yang “sebenar-benarnja dan seloeas-loeasnja. Rakyat Jepang juga

109 Di Surabaya diterbitkan Almanak Nasional 1942 dan Almanak Soeara Asia 1944 oleh

Komisi Penerbitan Almanak Nasional. 110 Almanak Asia Raya, hlm. 13.

Page 120: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxx

hanya diberi tahui yang bagus-bagusnya saja dan sering diberi keterangan palsu

oleh pemerintahan dan militer negaranya sendiri.

Hal ini tidak terkecuali untuk karya-karya sastra yang dimuat dalam surat

kabar serta media massa lain. Hampir tidak ada yang diciptakan “sebagai-

bagainja”. Artinya hanya dimuat karya sastra yang dapat membantu Jepang. Dan

untuk penjelasan lebih lanjut, dibawah ini kutipan lanjutan dari kutipan di atas

mengenai apa gerangan yang dimaksud kewajiban rakyat itu.

Poen perloe sekali rakjat diinsjafkan akan kewadjiban dan kedoedoekannja oentoek menjoesoen masjarakat baroe. Kewadjiban jang teroetama ialah mambantoe Pemerintah oentoek mengoeatkan barisan dibelakang garis perang. Menegoehkan semangat, tenaga dan kekoeatan agar soepaja dapat memberi sokongan jang sebaik-baiknja kepada Pemerintah oentoek mentjapai kemenangan achir dalam perang sekarang ini.111

Sebagaimana bagian yang dicetak miring menujukkan, rakyat Indonesia

diwajibkan untuk mendukung pemerintah Jepang secara total. Maka, dipeladjari

dan achirnya dikerdjakan, dengan hati jang tegoeh dan niat jang soetji oentoek

mengabdikan diri kepada soesoenan masjarakat baroe.112

Apabila mamperhatikan isi almanak tersebut maka dapat membayangkan

citra ideal bagaimana yang diharapkan dari rakyat Indonesia oleh Sendenbu pada

masa itu. Di sini, akan dikutip semua semboyan yang dimuat di dalam almanak

tersebut guna mengetahui arah propaganda Sendenbu. “Hidoeplah Asia Raya”

(hlm.30), “Samoerai dan Ksatrija Pahlawan Asia Timoer Raya” (hlm.105), “Siap

Sedia dan Giat Tjepat / Bekerja Mentjapai Asia Raja (sic)” (hlm.153),

111 Ibid. 112 Ibid.

Page 121: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxi

“Bangoenan-Bangoenan Oemoem Milik Kita Bersama Haroes Kita Djaga dan

Bela” (hlm.154), “Hemat dan Tjermat Pangkal Bahagia Roemah Tangga”

(hlm.157), “Dai Nippon dan Indonesia Toelang Penggoeng Asia Raya” (hlm.216),

“Dosa Kepada Indonesia Haroes diteboes dengan Djiwa” (hlm.224), “Dalam

Keloearga Asia Raya Berdirilah Indonesia Moelia” (hlm.226), “Doea Sedjoli

Nippon Indonesia Membawa Kemakmoeran Bersama” (hlm.233). semboyan-

semboyan tersebut rata-rata tidak menyimpang dari kerangka haluan propaganda

Sendenbu tahun 1943 yang sudah diuraikan dalam subbab “ A. 2 lahirnya

Sendenhan”. Sepintas lalu dapat diketahui bahwa yang paling ditekankan adalah

gagasan “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.” Dalam hal ini

dititikberatkan juga unsur kekeluargaan dan kebersamaan.

Adapun, glosarium “Arti Nama-nama Nippon dari Kantor-kantor

Pemerintah dll.” Yang terdapat dalam Almanak Asia Raya 2603 berguna untuk

mengetahui sebutan badan-badan Jepang pada masa itu. Misalnya, menurut

almanak itu, Gunseikanbu diterjemahkan sebagai ‘Kantor Besar Balatentara.’

Sedangkan Sendenbu berarti ‘Barisan Propaganda.’ Pada masa itu, istilah-istilah

bahasa Jepang itu digunakan langsung tanpa diterjemahkan.

c. Kebijakan Jepang dalam Puisi Indonesia

Sebagaimana dapat diketahui dari semboyan-semboyan dalam Almanak

Asia-Raya 2603 yang sudah dibahas dalam subbab sebelumnya, ada beberapa

Page 122: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxii

subbab sebelumnya, ada beberapa subtema propaganda lain selain tema utama

yang ditetapkan Sendenbu. Bahkan, rupanya penerapan tema setiap tahun

anggaran itu tidak bersifat mutlak. Misalnya, upaya pencegahan mata-mata

dilaksanakan sangat ketat sepanjang pendudukan. Dalam rangka itu, sejak 1

Desember 1942 dilarang juga untuk mengunakan bahasa Belanda dan Inggris di

telepon.113 Sebagai puisi yang bertemakan hal tersebut ada “Awas Mata-mata

Moesoeh!” karya St.P. Boestami yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe (no.8.

15.4.2603). tema ini terdapat juga dalam cerpen “Koerban Gadis” karya Winarno

yang dimuat dalam majalah yang sama. Sebagaimana sudah dijelaskan, tema

pencegahan mata-mata ini adalah salah satu dari yang ditetapkan sebagai tema

utama propaganda tahun 1945. Di bawah ini sajak Boestami seutuhnya.

AWAS MATA-MATA MUSOEH!

Awaskan wahai, mata-mata moesoeh, Mereka bertadji, lagi bersoesoeh, Tadji dan soesoeh mengandoeng ipoeh,Maksudnja selalu hendak menempoeh.

Mata-mata moesoeh terlaloe tadjam, Sifat dan tabi’at terlaloe kedjam, Senantiasa ia hendak menikam, Kita telengah laloe diterkam.

Mata-mata moesoeh haroes didjaga, Padanja haroes selaloe tjoeriga, Djika dimasoekkan keroemah tangga, Roesaklah kelak kaoem keloearga.114

Sajak ini mengingatkan kepada rakyat Indonesia bahwa tidak boleh mendengarkan perkataan mata-mata musuh, yaitu mata-mata Sekutu. Sajak yang bertemakan pencegahan mata-mata musuh ini agaknya dipesan dan dibuat untuk memperkuat kebijakan pencegahan mata-mata yang dijadikan kewajiban sehari-hari sejak 2 April 1943.115

113 Jawa Nenkan, hlm. 105. 114 Djawa Baroe (no.8. 15.4.2603), hlm. 29. 115 Mengenai pencegahan mata-mata, lihat antara lain “Kedjadian-Kedjadian jang

Terpenting Sampai hari ini” dalam Djawa Baroe (no.8. 15.4.2603), hlm. 28-29.

Page 123: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxiii

Adapun, Boestami adalah penyair yang paling sering menulis dalam

Djawa Baroe.116 ia adalah salah satu seorang dari sekian banyak sastrawan yang

terjerat oleh kekaguman terhadap kehebatan militer Jepang yang mengusir

kekuatan orang berkulit putih dari kawasan Asia Tenggara. Nama penyair tua ini

muncul dalam buku kritikus Akira Asano (anggota Sendenhan), yaitu Jawa Kantei

Yowa (Anekdot tentang Pasifikasi Jawa) (1944). Menurut tulisan itu, Boestami

adalah guru bahasa Indonesia Tatsuo Ivhiki (Mengenai Ichiki, lihat subbab “A. 1

Ke Selatan”). Ia pernah bekerja di Balai Poestaka kemudian menjadi editor bahasa

di Asia Raya.117 Sama halnya dengan sajak “Awas Mata-mata Moesoeh!”, sajak

“Sembojan” karya Boestami yang dimuat dalam Djawa Baroe juga merupakan

pikiran rakyat Indonesia.

Sembojan

Koerang pertjaja pada Pemerintah, Alamat oesaha akan segera patah. Tindakan jang tidak dipikir dahoeloe, Pasti ‘akibatnya akan membawa piloe. Kalau “so’al” dibawa moesjawarat, Pasti lenjap segala daroerat. Sikap angkoeh,meninggikan diri, Soekarlah kawan akan ditjari. Kalau tegoeh kita bersatoe, Dapat meloeloehkan goenoeng batoe. Kalau bersifat tama’ dan loba, Sekeliling pinggang tjelaan tiba. Djika sifat boros dan aboer, Dalam sengsara masoek kekoeboer. Kalau ta’ada oeang dipegang, Sanak saudara mendjadi renggang. Ta’ tahoe membatja dan menoelis, Soekarlah masoek kedalam madjelis. Tahoe menoelis, dengan membatja, Segala kitab djadi neratja.118

Sajak yang berbentuk gurindam ini mengingatkan karya Raja Ahli Hadji.

Terutama bait kedelapannya sangat mirip dengan salah satu bait dari

116 Sepanjang masa penerbitan, Djawa Baroe memuatkan sebanyak dua belas buah sajak.

Empat diantaranya merupakan karya Boestami. 117 Akira Asano, 1944, Jawa Kantei Yowa (Anekdot Tentang Pasifikaso Jawa), Tokyo:

Hakusuisha,(Seterusnya dirujuk sebagai Asano, Jawa), hlm. 11, 19. 118 Djawa Baroe (no.11. 1.6.2603), hlm. 9.

Page 124: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxiv

“Guyrindam” karya Raja Ahli Hadji, yaitu “Kalau tiada emas dipinggang, / Sanak

saudara mendjadi renggang.”119 Patut diperhatikan bahwa Boestami sengaja

mengunakan bentuk puisi Melayu klasik yang mudah diingat, yakni gurindam.

Sebagaimana biasa pada gurindam, sajak “Sembojan” terdiri dari serentetan

nasehat yang supaya mudah diingat dibuat rapi dengan rima a-a.

Dalam sajak tersebut, terdapat tema-tema: (a) kepercayaan pada

pemerintah Jepang; (b) ketidakgegabahan; (c) permusyawaratan; (d) kerendahan

hati; (e) solidaritas; (f) keramahan; (g) penabungan; (h) pembangkit semangat

untuk belajar secara rajin. Hal-hal itulah yang memang diinginkan oleh Jepang

pada waktu itu. Bagi pemerintah Jepang, “kerja sama” dengan rakyat Indonesia

merupakan hal utama.120 Oleh karena itu, rakyat Indonesia diharapkan

mempercayai pemerintah Jepang dan juga tidak gegabah beraksi atas keinginan

sendiri (a-f). subtema (g) juga merupakan hal yang paling diinginkan oleh Jepang

pada masa itu, yaitu penabungan serta penghematan.121 Pada masa tahun 1943,

“Paus Sastra” H.B. Jassin pernah membuat lagu yang berjudul “Mari Menaboeng”

yang terdiri dari empat nomor. Nomor kedua berbunyi sebagai berikut.

Hemat hemat itoe lagoe kita. Njaring k’ras soeara kita.Gagah berani kita majoe. Pikiran aman sangat gembira122

119 Radja Ahli Hadji, “Gurindam” dalam Sutan Takdir Alisjahbana, 1950, Puisi Lama,

Djakarta: Pustaka Rakjat, hlm. 90. 120 Jawa Nenkan, hlm. 20. 121 Mengenai hal ini, Lihat misalnya, artikel ”Mari Kita Menaboeng oeang!” dalam Djawa

Baroe (no.12. 15.62063), hlm. 16-17. 122 Jawa Shinbun (no.63. 9 Februari 1943), hlm. 2.

Page 125: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxv

Sama halnya dengan di Indonesia, rakyat Jepang juga dianjurkan menghemat dan

menabung, rakyat Jepang juga dianjurkan menghemat dan menabung.

Departemen Keuangan menetapkan jumlah target tabungan setiap tahun. Menurut

surat kabar Unabara (no.62. 22 Mei 1942), tabungan rakyat sebagai “daya

penggerak untuk pelaksanaan perang suci” sudah melebihi 1 miliar yen pada saat

14 Mei 1942 dan ditargetkan 2,70 miliar yen tahun 1943. Pada masa itu,

dramawan Jepang tidak dapat mengadakan pementasan tanpa adanya “kartu bukti

kecakapan” yang diterbitkan Markas Besar Kepolisian Metropolitan. Namun,

pada 13 Oktober 1943, berdasarkan pertimbangan khusus, tanpa kartu bukti

kecakapan tersebut Nihon Bungaku Hokokukai diizinkan untuk mementaskan

sebuah “drama sastrawan” yang mempropagandakan pentingnya menabung.

Judulnya adalah “Malam 2,7 Miliar”! Masao Kume dan Hidemi Koi main dalam

pementasan itu. Penyair Atsuo Oki ikut serta dengan membacakan puisi sebagai

atraksi.123 Di samping itu, mengenai subtema (h) dalam sajak “Sembojan”, belajar

secara rajin di sini dapat dianggap belajar bahasa Indonesia maupun bahasa

Jepang, karena pada waktu itu bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional

dan masyarakat Indonesia juga didorong untuk mempelajari bahasa Jepang. Dari

subtema-subtema yang dominan, dapat disimpulkan bahwa sajak tersebut

bertemakan peningkat rasa solidaritas dan kohesi masyarakat.

Semboyan-semboyan yang terkandung dalam sajak “Sembojan” di atas

mengingatkan Penulis pada semboyan-semboyan di TVRI, yaitu “Jalin persatuan

dan kesatuan”, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, dan sebagainya yang

sering dimunculkan di sela-sela program. Memang pesan pemerintah itu argumen

123 Sakuramoto, Nihon, hlm. 395.

Page 126: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxvi

yang masuk akal. Lebih baik akur, dari pada bertengkar. Untuk memecahkan

masalah, lebih baik kita bersatu. Mungkin keinginan para pucuk pimpinan negara

itu tidak bedanya sepanjang masa: menginginkan ketentraman di negaranya.

Hanya saja, yang menjadi masalah adalah Jepang menyerukan semboyan

semacam itu di negeri orang. Akan tetapi oleh karena pada waktu itu para

sastrawan Indonesia masih mempercayai atau belum tahu niat sebenarnya

pemerintah Jepang, maka banyak sastrawan menghasilkan karya-karya yang

sesuai dengan tema-tema yang dipesan oleh pihak pemerintah Jepang. Sebaliknya,

yang sudah sadar pada hal tersebut memilih bungkam. Mereka kelesuan semangat

mencipta atau menyimpan karya karena takut ditangkap Kenpeitai (polisi militer).

Namun, ada juga yang berani memprotes lewat cara simbolik.124

d. Foto di Surat kabar

Dalam majalah Shashin Shuho (Berita Mingguan Foto) yang diterbitkan

oleh Johokyoku di Jepang pada tahun 1938 dinyatakan seperti berikut.

Jika film dapat disebut sebagai senapan mesinnya perang propaganda, maka foto adalah sangkar yang langsung menusuk hati orang dan juga merupakan lembaran beracun yang kelak disebarluaskan dalam cetakan berjuta-juta.125

“Orang” yang dimaksud di sini adalah hanya orang Jepang. Namun, pemikiran

seperti ini akan dipraktekan pula kepada penduduk jajahan Jepang, termasuk

124 Rupanya, pengawasan dan penyensoran di Jepang jauh lebih keras dari pada

Indonesia. Yoshinori Watanabe menulis, “Menujukkan sikap protes secara terbuka hanyalah berarti kematian atau kehancuran social. Di bawah situasi yang keras seperti itu, hanya ada perlawanan dalam bentuk tidak membantu perang secara aktif atau mengabaikan perang.” Lohat Yukio Miyoshi, dkk. (ed.), 1979, Nihon Bungaku Zenshi 6: Gendai (Sejarah sastra Jepang 6: Kontemporer), Tokyo: Gaku To-sha, hlm. 266.

125 Sakuramoto, Bunkajin,hlm. 62.

Page 127: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxvii

orang Indonesia dengan misalnya majalah bergambar satu-satunya di Indonesia

pada masa itu, yaitu Djawa Baroe. Djawa Baroe adalah media massa Indonesia

yang paling mewah pada masa itu. Surat kabar Jawa Shinbun126 mengiklankan

penerbitan majalah dwimingguan dan dwibahasa tersebut.

Jawa Shinbun Sha mulai menerbitkan majalah Djawa Baroe sejak 1 Januari 1943. Majalah tersebut memberitakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Lingkungan Kemakmuran Bersama Selatan (sic) serta Dunia, khususnya yang terjadi di Jawa lewat foto. Majalah ini bertujuan untuk menyusun pribumi dan memperdalam pengertian mereka kepada Jepang sehingga dapat membuat mereka mau membantu menyelesaikan Perang Asia Timur Raya.

Iklan ini ditutup dengan permintaan redaksi kepada pembaca Jepang: “mulai

sekarang, kami berharap agar para pembaca merekomendasikan majalah ini

kepada pribumi sebanyak mungkin.”127

Pembuat foto atau gambar dalam media massa dianggap penting pada

masa itu. Contohnya, sejak pertengahan bulan Februari 1943, Sendenbu mulai

menyebarluaskan “surat kabar dinding (kabe shinbun) (no.67),128 lembaran yang

berjudul Seroean Kita ini lebih dari setengahnya diisi dengan foto atau gambar

karena mengingat tingginya tingkat buta huruf di Jawa (Lihat lampiran 5).

Adapun, di Sendenhan ada juga yang namanya seksi foto. Kepala seksi itu

adalah pengurus tetap Lembaga Foto yang bernama Noboru Matsumoto. “Bidang

126 Jawa Shinbun (no.13. 20 Desember 1942) hlm. 1. 127Sementara itu, sebuah iklan dalam Jawa Shinbun (no.130. 18 April 1943, hlm. 2)

menulis Djawa Baroe adalah “satu-satunya majalah bergambar yang menghubungkan Jepang dan Indonesia dengan foto”.

128 “Genjumin e Chishiki no Kate (Memberi pengetahuan kepada Penduduk Setempat)”

dalam Jawa Shinbun (no.67. 13 Februari 1943), hlm. 2.

Page 128: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxviii

propaganda foto di Jawa sangat luas,” kata Machida.129 Maksudnya, foto memiliki

banyak cara pengunaan sebagai alat propaganda. Selain digunakan tersendiri

seperti postrer, foto itu dapat digunakan juga untuk brbagai hal, contohnya di

dalam buku, majalah, di bungkus rokok, sebagai gambar perangko, ataupun

dijadikan slide. Mengenai ciri foto sebagai alat propaganda, Machida mengatakan

seperti yang di bawah ini.

Saya selalu memusatkan segala media propaganda untuk satu sasaran setelah menentukan tujuan, objek, dan waktu. (…) Propaganda adalah “penyutradaraan.” (…) Tidak begitu efektif kalau setiap media berdiri sendiri atau kucar-kacir. (…) Sebagai senjata budaya untuk perang, foto itu baru dapat menujukkan kekuatan kalau digabungkan dengan media lain. Saudara Oya pernah berkata, “Apa yang diucapkan di Jakarta pada pagi hari sudah sampai ke Bandung sebelum siang hari itu. Penyesuaian secara lisan adalah cara propaganda yang paling baik di Jawa.” Nmun, sebagai media visual, foto memiliki daya tarik tersendiri: kongret, impresif, dan intuitif, dan jelas lebih efektif dari pada “strategi bisikan.”130

“Sangkar” foto dan “senapan mesin” film. Karena sifat visual itulah, kedua benda

budaya ini dapat memperlihatkan kekuatan dahsyat sebagai alat propaganda.

Soichi Oya berpendapat, “Sebagai alat propaganda, foto, kamishibai,131 slide, dan

sebagainya lebih efektif ketimbang lukisan.”132 Alasannya karena lebih nyata,

realistis, dan mengesankan daripada lukisan yang cenderung abstrak. Sementara

itu, dalam sebuah simposium yang diadakan pada bulan Januari 1943,133 T.

Mitsuhashi (pengurus peredaran Jawa Eiga Kosha) berpendapat bahwa lebih baik

129 Machida, Tatakau, hlm. 244. 130 Ibid., hlm. 246-247., H. Shimizu juga menyetujui Oya (Shimizu, “Minshu”, hlm. 347-

348). Tetapi rupanya dalam hal dampak, foto lebih unggul dari pada “bisikan”. 131 Pergelaran cerita bergambar yang teksnya dibacakan oleh seorang tukang

132 Oya, “Nanpo”. 133 “Nanpo Kensetsu no Ichinen (Setahun Daerah Selatan)” dalam Serebes Shinbun (9-10

Januari 1943).

Page 129: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxix

menuntut penglihatan penduduk Indonesia dengan film daripada dengan tulisan

karena sebagian besar dari mereka adalah buta huruf. Namun, T. Ishimoto

(pengurus produksi Jawa Eigha Kosha) mengaku selalu dipusingkan

keanekaragaman bahasa yang digunakan di Jawa dan sedikitnya orang yang dapat

berbahasa Indonesia. Ia menuturkan, “Yang sering menjadi masalah dalam

pekerjaan kami adalah masalah bahasa.” Di samping itu, Noboru Matsumoto

berpendapat, “Rasanya, propaganda lewat foto paling efektif karena banyaknya

orang yang buta huruf.”

Pada tahun 1945, diadakan sebuah simposium lain yang dihadiri oleh

penggubah lagu N. Iida (Keimin), komikus S. Ono (Sendenbu), penerjemah Yoshi

Nakatani dan Senzo Yamamoto (Jawa Shinbunsha). Dalam kesempatan itu,

Ishimoto yang sudah menjadi kepala cabang Jawa Nichiei memberi pendapat yang

berarti.

Sembilan puluh persen dari penduduk Jawa adalah petani. (…) Mereka tidak memahami siaran radio apalagi koran. Akhirnya, tinggal film yang tersisa. Mereka tertarik pada sesuatu yang membimbing mereka lewat penglihatan.134

Ia menyadari bahwa di Jawa Propaganda lewat bahasa baik lisan maupun tulisan

tidak begitu efektif.

Benda budaya visual yang dijadikan alat propaganda yang tidak kalah

penting dengan foto dan film adalah sandiwara. Pada 2 April 1943 diadakan

pertemuan pertama Keimin yang dihadiri oleh novelis Rinto Takeda (pembimbing

Bagian Kesusastraan), pelukis Takashi Kono (pembimbing Bagian Seni Rupa), S.

134 “Kantai Toji to Genzai no Genjumin wo Kataru Zadankai”, Loc.cit.

Page 130: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxx

Oya (pembimbing Bagian Film), N. Iida (pembimbing Bagian Seni Suara),

Sanoesi Pane, Armijn Pane, Maria Amin, dan sebagainya.135 Di sana Kiyoo

Yasuda (pembimbing Bagian Seni Sandiwara dan Seni Tari) menyatakan:

(…) sandiwara dan tari-menari itoe dalam zaman peperangan modern ini adalah satoe sendjata jang tadjam dalam melakoekan “peperangan-pikiran”. Boekankah ra’jat terbanjak, jang tidak tahoe membatja dan meloekis itoe, moedah mendapat penerangan dan pendidikan, apabila semoea ini dilakoekan dengan perantaraan sandiwara.136

Selain sandiwara modern, seni panggung tradisional seperti wayang juga

dimanfaatkan oleh Jepang. Dipilih kisah-kisah mengenai peperangan atau

pahlawan yang kemudian disesuaikan dengan semasa Jepang melawan Sekutu.

Bahkan diciptakan naskah cerita baru yang sesuai dengan kebijakan

pemerintah.137

Rupanya, sandiwara tradisional lebih menarik perhatian daripada

sandiwara modern. Dapat dikatakan bahwa pernyataan K. Yasuda dalam kutipan

di atas masih bersifat cita-cita. Ketika Jepang datang, teater Indonesia modern

baru mempunyai sejarah selama lima belas tahun.138 “Sejak jaman pendudukan

135 “Ichiriyu Geinoka wo Mora (Meliputi Seniman-seniman Kelas Atas)” dalam Jawa

Shinbun (no.115. 2 April 1943),hlm. 2. 136 “Poesat Keboedajaan Melangkah” dalam Djawa Baroe (no.8. 15.4.2603), hlm. 9.,

yang paling diutamakan di bidang sandiwara adalah “sandiwara berkeliling”. Selain Keimin, Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (berdiri 1 September 1944) dan Sendenbu juga melakukannya. Keboedajaan Timoer III (2604), hlm. 197. sementara itu, mengenai tarian propaganda,lihat antara lain “Tari Meroentoehkan Amerika/Inggeris” dalam Djawa Baroe (no.23. 1.12.2603), hlm. 31 dan juga fotonya di kulit muka.

137 Noson, hlm. 288-289. 138 Jakob Sumardjo, 1992, Perkembangan Teatre Modern dan Sastra Darama Indonesia,

Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 101. Mengenai sandiwara pada masa pendudukan Jepang, Boen Sri Oemarjati, 1971, Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia, Djakarta: Gunung Agung.Mengenai pergulatan para perintis teatre modern yang mendirikan rombongan Maya pada masa Jepang, H. Rosihan Anwar, “Sekelumit Kenang-kanangan Kegiatan sastrawan di Zaman Jepang (1943-1945)”

Page 131: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxi

Jepang perhatian orang Indonesia terhadap drama modern makin bertambah,” tulis

Rendra.139 Namun, tidak dapat disangkal bahwa sebagaimana kecendrungan

universal, di Indonesia juga drama cenderung dianggap lebih rendah nilainya

daripada prosa dan puisi. Pandangan seperti itu menyebabkan kekurangan aktor

dan fasilitas yang memadai. R. Takeda menyesalkan sedikitnya jumlah naskah

sandiwara dan penulis naskah yang baik.140 Dalam Djawa Baroe terbitan tahun

1944 terdapat sebuah artikel yang berjudul “Sandiwara”.141 Si penulis

menyesalkan pandangan yang merendahkan sandiwara dan sebaliknya

menyambut baik pendirian Sekolah Tonil oleh Sendenbu.142 Sekolah ini bertujuan

mendidik penulis naskah, aktor, dan staf lainya. Salah seorang pengajar dalah

Takeda.

Sebenarnya Jepang juga insaf bahwa jika mutu sandiwaranya terlalu

rendah maka tidak mungkin dapat mengumpulkan penonton dalam jumlah yang

banyak. Sebuah artikel dalam Djawa Baroe terbitan tahun 1945 mengatakan

bahwa penonton itu mempunyai permintaannya sendiri. Menurut artikel yang

dalam Budaja Djaja (no.65. th.VI. Oktober 1973), (Seterusnya dirujuk Rosihan, “Sekelumit”), hlm. 589-591.

139 Rendra, 1983, Mempertimbangkan Tradisi, Jakarta: Gramedia, (seterusnya dirujuk

sebagai Rendra, Mempertimbangkan), hlm. 31. 140 “Nanpo Kenstsu no Ichinen” dalam Serebes Shinbun (9 Januari 1943). Rendra

menyatakan harus disadari bahwa teatre modern di Indonesia miskin akan penonton,kritikus, penulis naskah, fasilitas, modal, dramawan yang baik, dan sebagainya (Rendra, Mempertimbangkan, hlm.36.

141 Djawa Baroe (no.3. 1.2.2064), hlm. 32. 142 Mengenai Sekloah Tonil, “Boeah Sekolah Tonil” dalam Pandji Poestaka (no.16.

25.7.1942), hlm. 551.

Page 132: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxii

berjudul “Kemajoean dalam Doenia Seni Sandiwara” itu,143 tidaklah penonton

menolak propaganda yang terkandung di dalam sandiwara karena mereka tahu

bahwa sandiwara juga harus ikut membantu pelaksanaan perang. Namun, yang

harus diingat adalah bahwa biasanya orang menonton sandiwara terutama karena

ingin menikmati seni dengan tidak mengindahkan ada tidaknya propaganda di

dalam sandiwara yang dinikmati itu. Maka mutu seni juga harus ditingkatkan.

“Penduduk di Jawa sangat menyukai sandiwara dan musik,”144 tulis R.

Takeda. Selain benda budaya visual, ada juga benda budaya audio seperti

lagu/nyanyian (Lihat lampiran 6). Lagu/nyanyian juga tidak kalah banyak

penggunaannya jika dibandingkan dengan foto. Pada masa pendudukan Jepang,

selain dimanfaatkan sebagai lagu/nyanyian semata-mata, media tersebut sering

digunakan dalam film, sandiwara, tarian, pawai, siaran radio, dan sebagainya.

Contohnya, lagu “Kanak-Kanak Baik dari Asia Timoer”. Lagu ini dinyanyikan

diseluruh sekolah rakyat di Jawa dan diciptakan juga tariannya yang

menggunakan bendera hinomaru (bendera kebangsaan Jepang). Secara terperinci

menjelaskan cara menari disertai foto.145

e. Lagu Jaesjio

143 “Kemadjoean dalam Doenia Seni Sandiwara” dalam Djawa Baroe (no.14. 15.7.2605),

hlm.24. 144 “Jaba no Fukuchan” dakam Tokyo Asahi Shinbun (26 Juni 1942). 145 Djawa Baroe (no.6. 15.3.2604) hlm. 18-19, 32.

Page 133: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxiii

“Orang Indonesia adalah bangsa yang mencintai musik,”146 kata Keiji

Machida. A. Oki juga sependapat dengannya. “Oleh karena rakyat setempat

sangat menyukai musik maka yang paling diinginkan adalah operasi budaya lewat

musik,” tuturnya.147 Pada bulan Juli 1943 sebuah korps musik militer AD yang

terdiri dari 27 orang dikirim ke Sendenbu. Pagelaran musik mereka yang sengaja

mengunakan gamelan disambut baik oleh rakyat Indonesia. Kemudian, Sendenbu

memutuskan untuk membuat sebuah lagu yang dapat dipadu suara oleh orang

Indonesia dan orang Jepang. Lirik lagunya dicari dari kalangan perwira dan

prajurit.148 Hasil pencarian umum itu diberitakan dalam Unbara.149 Menurut surat

kabar tersebut, anggota panitia penilaian adalah antara lain, K. Machida, A. Oki,

A. Asano, T. Kitahara, N. Iida, dan novelsi Uio Tomisawa. Dengan suara bulat,

mereka memilih “Jaesjio” karya Prajurit Satu Takashi Sasaki. Dengan nada

dingin, Oki menilai lagu itu sebagai “karya bermutu yang dapat diterima.”

Sementara itu, artikel dalam Unibara tersebut memberi pujian setinggi langit.

Katanya, si pencipta menguasai keindahan bahasa Jepang dengan sempurna dan

karyanya dapat menyanyikan tujuan “perang suci” dan pembangunan Asia Timur

Raya dengan tepat, sehingga karya ini menujukkan tingginya tingkat budaya

militer Jepang. Selanjutnya, ditulis bahwa rakyat Indonesia akan disuruh

menyanyi dalam bahasa Jepang dan hanya diberi arti ringkas dalam “bahasa

Melayu”. Kemudian, lagu itu musiknya digubah oleh pemimpin korps musik

146 Machida, Tatakau, hlm. 231. 147 Atsuo Oki, “Yoi Nihongo de Utae (Nanyilah dengan Bahasa Jepang yang Baik)”

dalam Tokyo Asahi Shinbun (6 Oktober 1942). 148 Machida, Tatakau, hlm. 232. 149 Unabara (no.125. 4 Agustus 1942), hlm. 1-2.

Page 134: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxiv

militer AD, yaitu Yushiro Isota, dan diresmikan sebagai Jaesjio: Nyanyian

Paduan Suara Selatan.

Dalam Almanak Asia-Raya 2603 dimuat lirik lagu vesri bahasa Jepang

beserta not dan arti ringkasanya dalam bahasa Indonesia.

“Jaesjio”

ARTI RINGKASNJA

1. Nyjanjian seroean dari pihak bangsa Nippon: Menjebrangi laoetan jang loeas, Dari negara rahmat jang Mahasoetji, Mendjoendjoeng tjita-tjita amat moerni, Datang kami kemari, hati ichlas, Adar bersoea dengan saudara kami.

2. Njanyi seroean dari dipihak (sic) bangsa Indonesia: Nippon negara tjahaja Asia, Mari, marilah kita ra’jat semoea, Di tanah waringin pohon kelapa, bersoempah saktilah kita setia, menjamboet koernia jang soedah terlimpah.

3. Berjanji bersama-sama: Semoedera loeas mengikat kita, Bangoen, bangoenlah, hai, ra’jat Oenabara150, Satoekan tenaga djadi gelora, Berjoeanglah haibat koeatkan tjita, dirikanlah kembali Asia Raya.151

Tujuan kedatangan Jepang itu murni untuk menolong Indonesia (nomor 1). Oleh

karena itu, rakyat Indonesia harus membantu Jepang (nomor 2). Dan, mereka

harus bersatu melawan Sekutu untuk membantu Asia Raya (nomor 3). Lirik lagu

yang dibuat pada permulaan masa pendudukan Jepang yang akan banyak

dihasilkan pada masa itu.

150 “Oenabara” berarti ‘Samudra’. 151 Almanak Ais-Raya, hlm. 10., Terjemahan lagu ini ada beberapa versi, “Memperkoeat

barisan Belakang: Sajembara Karangan dan Menjalin Lagoe JAESJIO” dalam Asia Raya (no.9. 11.1.2603).

Page 135: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxv

Lagu/nyanyian merupakan salah satu bentuk propaganda yang diutamakan

oleh Jepang. Sebenarnya, lagu kebangsaan Indonesia. Nyanyian seperti ini disebut

magnetic propaganda songs, yaitu sejenis nyanyian yang diciptakan sedemikian

rupa sehingga menimbulkan suatu dorongan dan desakan yang menyebabkan

komunikan tertarik dan mengikuti jejak dari komunikator.152 Mungkin, bagi orang

Indonesia pada masa itu lagu Jaesjio memiliki daya tarik magnetis karena mereka

masih mempercayai Jepang yang katanya datang untuk membebaskan Indonesia

dari Barat.

f. Siaran yang Berperang

Selain lagu/nyanyian, dapat dikemukakan radio sebagai “media suara”.

Sejak kedatangan di Jawa, kekurangan peralatan menyusahkan Sendenhan.

Sebenarnya ada sebuah mobil khusus serbaguna yang dinamai Sego Sha yang

dilengkapi peralatan percetakan, proyeksi, penyiaran, dan radio. Mobil ini

terpaksa ditinggalkan di pelabuhan Takao di Taiwan saat keberangkatan karena

tidak termuat dalam kapal Sakuramaru. Yang paling dirugikan oleh tidak adanya

mobil ini adalah Bagian Komunikasi Sendenhan. Maka, setelah memasuki

Batavia, Kepala Bagian Komunikasi Sendenhan Masato Suemitsu berniat

mengambil alih kantor berita Belanda, Aneta. Pertama-tama, Suemitsu berserta

seorang interpreter mencari para anggota Aneta (orang Belanda) yang melarikan

diri ke suatu tempat dengan membawa perlatannya setelah Jepang memasuki

Bandung.

152 R.A. Santoso Sastropotro, 1991, Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi

Massa,Bandung: Penerbit Alumni, hlm. 48-49.

Page 136: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxvi

Akhirnya, Sendenhan berhasil mengambil alih kantor berita tersebut dan

mulai menerima berita dari kantor berita Domei dari Jepang. Kemudian, mereka

juga menjadikan kantor berita Antara sebagai bagian bahasa Indonesia kantor

berita Domei. Kantor cabang Domei dibuka di Jakarta, Bandung, Semarang,

Surabaya, dan Malang. Setiap cabang menerbitkan berita berbahas Jepang

maupun Indonesia dan menyuplai berita-berita dari setiap propinsi lewat radio.153

Jaringan transmisi serta penyiaran di Jawa cukup dibenahi terutama oleh

NIROM (Nederlans Indische Radio Omoep Maatschapij: Persatuan Penyiaran

Hindia Belanda). Meskipun demikian, persentasi penyebaran alat penerimanya

cukup rendah. Jumlah radio di Hindia Belanda berjumlah sekitar 90.000 buah. Itu

pun sebagian besar pemiliknya adalah orang Belanda dan keturunan Tionghoa; 90

persen dari pribumi tidak mempunyai radio.154

Begitu Jepang menduduki Indonesia, Sendenhan mulai menyita radio

milik orang Belanda kemudian mendaftarkan dan menyegel radio milik pribumi

guna mencegah mereka mendengarkan siaran dari negeri musuh.155 Sitaannya

disimpan di Hoso Kanrikyoku (Biro Pengawasan Penyiaran) dan dipinjamkan

secara Cuma-Cuma kepada militer dan orang Jepang setempat. Di samping itu,

dengan memanfaatkan sitaan tersebut dibangun rajio-to (menara radio) di setiap

lapangan perkampungan, pasar, stasiun kereta, dan sebagainya. Menara ini disebut

153 Domei Tsushinsha, op.cit., hlm. 32., Machida, Tatakau, hlm. 208-213. 154 Ibid., hlm. 215. 155 “Oendang-oendang No.21” (16 Juni 2602) dalam Kanpo (N0.1), hlm. 3., “Osamu

Seirei No.18” (11 Juni 2603) Kanpo (No.21), hlm. 3.

Page 137: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxvii

“pohon yang bersuara” atau “pohon yang bernyanyi” oleh penduduk setempat.156

Keberadaan menara ini penting agar dapat memproleh pendengar sebanyak

mungkin, karena seperti sudah dijelaskan, di Jawa hanya segelintir yang memiliki

radio.157 Menara radio itu sudah berjumlah 1.500 buah pada saat 1 Februari

1944.158 Bentuk rajio-to dapat dilihat dalam artikel “Radio dan Masjarakat” yang

dimuat dalam Djawa Baroe (no.14 15.7.2605) (Lihat lampiran 7).

Adapun artikel “Radio dan Masjarakat” tersebut ditulis oleh orang yang

bernama Soetomo dari Hoso Kanrikytoku dimana sastrawan Bahrum Rangkuti

bekerja.159 Di bawah ini saya akan mengutip pendapat Soetomo yang nadanya

sama dengan artikel-artikel lain semasa itu, yaitu setelah mengejek Barat

(Belanda), menekankan jasa Jepang dalam upaya “menyelamatkan” Indonesia.

(…) Balatentara Nippon mendarat dipoelaoe-poelaoe Indonesia oentoek melenjapkan kekoeasaan Belanda, dan dengan demikian meniadakan poela segala dajaoepaja Belanda oentoek meroesak-binasakan djiwa Timoer kita. Berlainan sekali dengan pemerintah Belanda, Nippon memberi kesempatan seloeas-loeasnja kepada kita oentoek menjempoernakan dan mengembangkan keboedajaan kita. Oentoek maksoed ini Pemerintah Balatentara Nippon diantaranja menggoenakan siaran-radio (…).

Selain dari dimedan perang depan, poen djoega dibelakang garis perang, kita memboetoehkan radio, jaitoe oentoek menggerakan rakjat dilapangan oesaha perang. Oesaha ini lazim diseboet Propaganda atau Penerangan (sic).160

156 Machida,Tatkau, hlm. 218-219., Jawa Nenkan, hlm. 171-174., Noson, hlm. 297-298. 157 Djawa Baroe (no.14 15.7.2605), hlm. 9. 158Jawa Nenkan, hlm. 174. 159 Anita K. Rustapa, 1997, Bahrum Rangkuti dan Pandangan Dunianya, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 13., 160 Djawa Baroe (no.14 15.7.2605), hlm. 9.

Page 138: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxviii

Artikel ini terang-terang menyatakan bahwa radio difungsikan sebagai alat

propaganda untuk mengerakkan rakyat. Dari hal ini dapat diketahui bahwa pada

masa itu Jepang yang terdesak cenderung memilih cara hard sell yang

memaksakan informasi ideologis secara terang-terangan, bukan cara soft sell

ataupun “deep sell” yang berusaha mempengaruhi bawah sadar seseorang.

Selain siaran dalam negeri, Jepang juga mengadakan siaran luar negeri

dalam pelbagai bahasa yang ditujukan kepada negara-negara musuh. Mengenai

siaran seperti itu, Soetomo melanjutkan dlam artikel tersebut.

Seperti djoega perdjoerit (sic) menggoenakan peloeroe oentoek memoesnahkan moesoeh, demikian poela propaganda radio boleh kita oempamakan dengan peloeroe, jang diarahkan kepada hati rakjat moesoeh, oenoek mematahkan semangat perlawanannya.161

Sebelum Jepang mendarat, Belanda merusak hampir semua fasilitas

penyiaran, termasuk stasiun pemancar di Tanjung Priok. Maka, Sendenhan harus

memulihkan fasilitas-fasilitas itu terlebih dahulu. Yang mengatur urusan

penyiaran adalah terutama anggota Sendenhan yang diwamilkan dari NHK (Nihon

Hoso Kyokai). Ketuanya adalah Mamoru Miyashita. Mereka mengerahkan juga

orang Indonesia dan Belanda.162

Salah satu fungsi utama radio pada masa itu adalah untuk menyampaikan

pengumuman pemerintah dengan cepat untuk khalayak banyak. Pada 7 Maret

1942 disiarkan “Oendang-oendang Nomor 1 Dari Pembesar Balatentara

(Gunshireikan) Dai Nippon”. Undang-undang ini terdiri dari enam pasal. Pasal

pertama yang penuh dengan janji yang muluk-muluk berbunyi sebagai berikut.

161 Ibid. 162 Machida, Tatakau, hlm. 216.

Page 139: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxxxix

Karena Balatentara Dai Nippon berkehendak memperbaiki nasib rakjat Indonesia jang sebangsa dan setoeroenan dengan bangsa Nippon, dan djoega hendak mendirikan ketentraman jang tegoeh oentoek hidoep dan makmoer bersama-sama dengan rakjat Indonesia atas dasar mempertahankan Asia Raja bersama-sama, maka dari itoe Balatentara Dai Nippon melangsoengkan Pemerintah Militer bagi sementara waktoe didaerah jang telah ditempatinja, agar soepaja mendatangkan keamanan jang sentausa (sic) dengan segera.163

Sesuai pemulihan fasilitas penyiaran, Sendenhan menyerahkan semua

urusan penyiaran kepada NHK yang datang ke Jakarta pada 18 Desember 1942.

Bekas stasiun radio NIROM di Jakarta dijadikan sebagai stasiun pusat. Sementara

itu, pada 1 Oktober 1942 dibentuk Hoso Kanrikyoku yang mengawasi urusan

penyiaran di Jawa maupun terhadap luar negeri termasuk Jepang. Program radio

dalam negeri yang dibuat di bawah pengawasan Hoso Kanrikyoku pada umumnya

dibagi dalam dua bagian: siaran pertama untuk orang Indonesia (menggunakan

bahasa Indonesia, Jawa, Sunda); siaran kedua untuk orang Jepang.164

g. Film Bercerita Merupakan Raja Alat Propaganda

Film merupakan salah satu media propaganda penting pada masa perang.

Sebelum Perang Dunia Kedua, media ini tidak pernah digunakan sebagai alat

indoktrinasi pilitik di Indonesia. Jepang merupakan satu-satunya negara yang

memanfaatkan media film sebagai alat propaganda di dalam masyarakat

Indonesia, khususnya Jawa. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan

produksi, distribusi dan pemutaran film di Jawa masa pendudukan merupakan

163 Almanak Asia-Raya, hlm. 35.

164 Machida, Tatakau, hlm. 217-218., Program radio standar dari Stasiun Pemancar Jakarta pada April 1944 dapat dilihat dalam Jawa Nenkan,hlm. 175., Osamu Shudan Gunseikanbu (Kelompok Osamu, Markas Besar Pemerintahan Militer di Jawa), “Hoso Kanrikyoku Kitei (Persatuan Biro Pengawas Penyiaran)”, September 1942, (The Nishijima Collection, (JV 1-7)). Perincian kegiatan penyiaran Jepang dapat dilihat dalam Jawa Nenkan: Kigen 2604-nen pada halaman 171-174.

Page 140: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxl

tiruan yang digunakan di Jepang masa perang melawan Cina tahun 1930-an.(

Djawa Baroe, No. 8-9, Januari 1943, hal 10)

Nokolai Lenin pernah mengumumkan bahwa film adalah senjata politik

utama,165 sedangkan Kepala Kantor Besar Keimin Sochi Oya dalam tulisannya

pada tahun 1944, pernah berpendapat, “Pada umumnya dapat dikatakan bahwa

kesusastraan merupakan raja alat propaganda, dalam arti paling berinfiltrasi.

Khususnya, kesusastraan paling kuat dari segi idologis.”166 Film memiliki

mobilisasi yang jauh lebih tinggi dari pada sandiwara. Mobilisai sastra melibihi

mobilisasi film tersebut. Sastra lebih portable dan dapat diperbanyak dengan

biaya yang jauh lebih murah daripada film atau sandiwara. Berarti, pada saat yang

sama, sastra dapat memproleh pembaca yang lebih banyak secara serentak

daripada jumlah penonton yang didapatkan jika film atau sandiwara dimainkan.

Mungkin tingginya mobilisai sastra ini juga membuat Oya berpendapat seperti dia

atas.

Namun, Oya menghadapi kesulitan dalam usaha menjadikan sastra

Indonesia sebagai alat propaganda. Menurutnya, dua kesulitan utama ialah: (1)

Sedikitnya jumlah orang yang memahami bahasa Indonesia; dan (2) Kemiskinan

daya ekspresi bahasa Indonesia yang disebabkan kosakata yang sedikit.167

165 Ws Rendra,”Dunia Film Indonesia di Mata Seorang Dramawan” dalam Haris Jauhari

(ed.), 1992, Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 148.

166 Oya, “Nanpo”, hlm. 12. 167 Ibid., hlm. 12-15., Nomor 1 ditunjukan juga oleh Kurasawa, kurasawan Noson, hlm.

274.

Page 141: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxli

Alasan pertama dapat diterima. Masalah ini sangat erat hubungannya

dengan tingginya angka buta huruf rakyat Indonesia pada masa itu. Dalam Jawa

Nenkan: Kigen 2604-nen terdapat penjelasan sebagai berikut.

Khalayak umum buta huruf dan polos sehingga sedikit pengetahuan akan gagasan Perang Asia Timur Raya. Maka tanpa memperdulikan siapa penguasa, mereka hanya menginginkan kehidupan yang damai dan selamat (…).168

Menjelang kedatangan Jepang, kaum pribumi masih banyak yang buta huruf dan

minim pengetahuan. Menurut data sensus nasional 1930,169 hanya lima persen

kurang sedikit dari seluruh rakyat Jawa dan Madura yang dapat membaca abjad.

Seorang relawan propagandis Jepang yang bertugas di wilayah pedesaan

Kabupaten Cirebon melaporkan bahwa bahan propaganda tertulis hampir tidak

berguna terhadap rakyat di bawah tingkat kepala desa.170 Menurut Haris Jauhari,

pada tahun 1934 film King Kong diputar di Deli. Dari sekian banyak penonton,

hanya sejumlah orang yang percaya bahwa semua adegan di layar itu hanyalah

khayalan belaka. Bahwa kebanyakan orang mendukung isu bahwa monyet raksasa

itu memang ada dan berkeliaran pada malam hari. Masyarakat resah dan jimat-

jimat untuk menolak bala itu laku keras.171 Cerita seperti itu malah seolah-olah

fiksi bagi kita, orang kota yang hidup di zaman modern.

Dalam subbab-subbab sebelumnya, telah di kemukakan pentingnya unsur

penglihatan (visual) dan pendengaran (audio) dalam media propaganda.

168 Jawa Nenkan, hlm. 131. 169 Indisch Verslag 1940, hlm. 126, Dikutip kembali dari Kurasawa, Noson, hlm. 579. 170Jawa Shinbun (5 November 1944) ), Dalam artikel “Fujin no Keimo ni Chikara wo

(Dukunglah Penyuluhan Wanita)”. 171 Jauhari, op.cit., hlm. 23.

Page 142: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlii

Kenyataannya, pada masa pendudukan Jepang, karya sastra Indonesia hampir

tidak berhasil sebagai alat propaganda. Bahkan dapat dikatakan bahwa puisi

adalah salah satu alat propaganda yang paling gagal. Misalnya, pada nomor-

nomor tahun 1945 majalah Djawa Baroe, puisi dihentikan untuk dimuat, padahal

cerpen tetap dimuat.

Ciri utama propaganda Jepang adalah penggunaan media audiovisual

secara positif. Hal ini tidak lain karena mengingat tingginya tingkat buta huruf di

Indonesia dan sedikitnya pemukim kota yang terdidik yang mungkin dapat

diperdaya dengan media tulis. Dengan demikina, cara yang paling sering

digunakan adalah mengirim kelompok-kelompok propagandis yang terdiri dari

proyeksi film, aktor, operator kamishibai, dan musisi yang berpindah dari satu

desa ke desa lain sambil mengadakan pertunjukan.172 Dapat diperkirakan bahwa

pertunjukan-pertunjukan seperti itu sangat didaktis dan politis tetapi disambut

baik oleh penduduk desa karena sebagaimana penduduk desa sekarang, mereka

selalu haus akan hiburan apalagi tidak dipungut biaya. Namun, ada satu

memahami isi pertunjukan-pertunjukan yang digelar? Konon, untuk membantu

pemahaman mereka yang tidak berpendidikan, sering sekali disediakan seorang

penerjemah yang berdiri di samping layar dan menjelaskan isi film ke bahasa

setempat.173

172 Noson, hlm. 274.

173 “Monthly Propaganda Report” No.22., Dikutip kembali dari Kurasawa,Mobilisasi,

hlm. 245.

Page 143: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxliii

BAB IV MEDIA PROPAGANDA JEPANG MELALUI FILM

A. Film Sebagai Alat Perang Tanpa Senjata

1. Kebijakan Jepang Mengenai Perfilman

Tidak ada tempat-tempat lain seperti poelau Djawa ini jang moeda sekali mengoempoelkan penonton-penonton,karena dalam tempat seketjil itoe berdiam 50 djoeta ra’jat jang gemar soenggoeh menonton.207

dari “Tentang Bagian Film” (1943) Soichi Oya

Presiden Republik Indonesia Soekarno pernah menyatakan bahwa film

sudah banyak membantunya untuk mengadakan perubahan di tanah airnya. Pada

masa kemerdekaan (10 September 1946) pemerintah RI dan Pusat Peredaran Pilm

Indonesia (PPPI) di Yogyakarta membentuk Komisi Pemeriksaan Film dan

menegaskan bahwa film merupakan satu alat politik maka film harus bersifat

mendidik.208 Paham seperti ini dipegang pemerintah RI hingga kini. “Film bukan

semata-mata barang dagangan, melainkan alat pendidikan dan penerangan.”209

Kalimat ini terdapat di Lampiran A Angka I Sub 16 TAP No.II/MPRS/1960 yang

berlaku selama ini.

Sebenarnya sejak pertama kali diperkenalkan di Indonesia, film dianggap

dapat mengubah pandangan dan perilaku orang. Film yang lahir di perancis pada

tahun 1895 masuk ke negeri Sakura pada tahun 1897. Tiga tahun kemudian,

barang ajaib yang bernama “gambar idoep” itu masuk ke Indonesia. Lama

kelamaan film yang didatangkan dari Barat dianggap mempertontonkan hal-hal

207 Djawa Baroe no.9 1.5.2603, hlm. 8. 208 Rita Sri Hastuti, “Berjuang di Garis Belakang” dalam Haris Jauhari (ed.), 1992, Layar

Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 46-47. 209 Ibu R. Sawarno, “Sekarat di Pasar Bebas” dalam Haris Jauhari (ed.), 1992, Layar

Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 180.

Page 144: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxliv

yang berpengaruh negatif bagi kaum pribumi dan dapat mengubah pandangan dan

perilaku mereka terhadap bangsa Barat. Guna mengantisipasi hal ini, pemerintah

kolonial untuk pertama kalinya mengeluarkan undang-undang pengaturan film

dan bioskop melalui “Bioscoop Ordonantie (Ordonansi Bioskop)” pada tahun

1916. Dan terbentuklah Komisi Film yang “memiliki gunting besar dan

menggunting (film) dengan seenaknya saja”210 agar tidak merusak citra bangsa

kulit putih. Rupanya, Jepang juga menyadari kekuatan film yang dapat

mempengaruhi pandangan orang dengan cepat. Jelasnya, film dianggap oleh

pemerintah Jepang jauh lebih penting dan berpengaruh sebagai alat propaganda

daripada karya sastra. Pada tahun 1934 pemerintah Jepang membentuk Panitia

Pengontrol Film (Eiga Tosei Iinkai).211

Pada bulan Juli 1938 Kementerian Dalam Negeri Pemerintahan Jepang

dalam rapat dengan wakil-wakil penulis scenario mengeluarkan perintah

mengenai indoktrinasi termuat dalam isi film yang dikehendaki. Laporannya

sebagai berikut.212

1. Gagasan individualistis pengaruh Barat harus dihapuskan. 2. Semangat Jepang, terutama kebajikan system keluarga, harus ditonjolkan,

dan semangat pengorbanan diri demi keuntungan Negara dan masyarakat harus didorong.

3. Film harus mengambil peran positif dalam mendidik massa kearah pengesampingan westernisasi di kalangan kaum muda, khususnya para gadis.

4. Tingkah laku dan ucapan yang sembarangan dan sembrono harus disingkirkan dari layar, dan harus dilakukan upaya untuk memperkuat penghargaan kepada kaum tua.

210 Haris Jauhari (ed.), 1992, Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, hlm. 21. 211 Junichiro Tanaka, 1976, Nihin Eiga Hattatsushi (Sejarah Perkembangan Film Jepang)

(jilid 3), Tokyo: Chuo Koron, hlm. 151, dikutip kembali dari Kurasawa, Noson, hlm. 579. 212 Jawa Nenkan, hlm 174.

Page 145: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlv

Kemudian, pada 1 Oktober 1939 pemerintah itu mengeluarkan “Undang-

Undang Film (Eiga Ho)” guna menghambakan film kepada Negara.213 Pada tahun

1940, diberikan petunjuk tambahan oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai

berikut.214

1. Apa yang diinginkan ialah film hiburan yang logis (sehat), dengan tema positif.

2. Pemunculan pelawak dan badut dalam film belum begitu dibatasi pada tahap ini, tetapi mungkin akan dibatasi jika timbul ekses.

3. Yang berikut ini harus dilarang: cerita-cerita dengan sifat borjuis kecil; semata-mata penggambaran kebahagiaan pribadi; adegan wanita merokok; adegan “café” (tempat hiburan yang menyediakan minuman keras); tingkah laku sembarangan dan sembrono.

4. Disarankan supaya film yang diproduksi menyajikan sector-sektor produktif di masyarakat, seperti kehidupan desa.

5. Penyensoran naskah praproduksi dilakukan dengan ketat dan jika ditemukan hal-hal yang tidak diinginkan, maka diperintahkan untuk melakukan penulisan ulang scenario cerita.

Sejak awal pendudukan memang kontrol sepenuhnya atas dunia perfilman

merupakan salah satu tugas yang mendesak bagi pemerintah militer. Segera

setelah Angkatan Darat ke-16 menduduki Jawa, staf Barisan Propaganda, yang

menyertai operasi militer, menyita seluruh perusahaan film. Pada awal bulan

Oktober 1942, sebuah organisasi sementara untuk menjalankan ini disebut Jawa

Eiga Kosha (Perusahaan Film Jawa) yang dikepalai oleh Oya Soichi, seorang

kritikus Jepang terkemuka yang berkerja sebagai staf Sendenbu.

Berdasarkan Kementerian Dalam Negeri Pemerintahan Jepang dan

undang-undang “Undang-Undang Film (Eiga Ho)” ini, semua film disponsori dan

diarahkan supaya tidak merugikan pemerintah. Film didistribusikan oleh Shadan-

213 Junichiro Tanaka, op.cit., hlm 580 214 Ibid.

Page 146: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlvi

hojin Eiga Haikyu Sha (Perusahaan Distribusi Film (badan hukum)), dan majalah-

majalah film juga diawasi setelah digabungkan atau dibredel oleh Nihon Eiga

Zasshi Kyokai (Lembaga Majalah Film Jepang).215

2. Munculnya Lembaga Film Buatan Jepang

Dalam surat kabar berbahasa Jepang Unabara216 yang diterbitkan

Sendenhan di Jawa diberitakan bahwa “Nanpo Eiga Kosaku Yoryo (Prinsip

Operasi Propaganda lewat Film di Daerah Selatan)” ditetapkan oleh Departemen

Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen AD, dan Johokyoku pada 10

September 1942 yang dimaksudkan untuk merumuskan suatu kebijakan

perfilman yang terpadu bagi seluruh wilayah pendudukan di Asia Tenggara.

Prinsip itu memutuskan pengaturan urusan perfilman diserahkan kepada Nihon

Eiga Sha (Perusahaan Film Jepang) yang disingkat Nichiei (didirikan pada April

1940) dan Eiga Haikyu Sha (Perusahaan Distribusi Film Jepang) yang disingkat

Eihai (didirikan pada Januari 1942).217

Pada bulan Oktober 1942 Johokyoku mengirimkan sebanyak 189 orang

yang sebagian besarnya merupakan staf Nichiei dan Eihai untuk berpropaganda

lewat film ke daerah Selatan. Mereka disebut sebagai “prajurit yang bertugas

untuk mengekspansikan film Jepang ke Selatan.” Di sana mereka melaksanakan

tugas: pembuatan film, pengedaran film, dan pengelolaan bioskop.218

215 Sakuramoto Tomio, Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku (Perang Asia

Timur Raya Bagi Budayawan: Pasukan PK Maju, Tokyo: Aokisoten, hlm. 114-115. 216 Unabara no.159. 12 September 1942. 217 “Chushin wa Nichiei, Eigahaikyu Ryosha (Intinya Nichiei dan Eihai)” dalam Unabara

(no.159. 12 September 1942), hlm. 1. 218 Sakuramoto, op.cit, hlm. 125., Kurasawa menyebutkan pada pertengahan 1943 Eihai

mengirim 48 orang operator ke Selatan dan enam di antaranya ke Jawa. Aiko Kurasawa, Nihon

Page 147: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlvii

Dalam artikel “Jawa no Ikkagetsu: Nanpo Eiga Kosaku Miyagebanashi

(Satu Bulan di Jawa: Kisah Operasi Kultural di Daerah Selatan)” yang dimuat

dalam majalah Eiga Shunpo219, Keiji Machida menulis sebagai berikut.

Tugas Sendenhan militer meliputi penerangan, pemberitaan, penyensoran, persuratkabaran, penyiaran, perfilman, penerbitan, penyuluhan rakyat, pendidikan, bimbingan kesenian, penggerakan massa serta pemuda, dan lain-lain. Setiap seksi diurus budayawan fungsional yang diwamilkan. Untuk memulai operasi film, saya membuat kerangka pusat film dengan lima orang tenaga honorer di militer. (…) Sebelum pemutaran film, diputar slide yang memunculkan semboyan-semboyan seperti “Asia milik orang Asia”, “Jawa milik orang Asia”, “kita kognat220”, “senasib-sepenanggungan”, atau “Nippon Cahaya Asia”, “Nippon pelindung Asia”, “Nippon pemimpin Asia” dari Gerakan Tiga A. Semboyan-semboyan itu diperoyeksikan langsung ke dalam hati orang Indonesia pada malam hari di negara yang bermusim panas abadi.221

Machida mengaku, “Merasakan benar kehebatan propaganda yang

meresap lewat hiburan.222 Dapat dikatakan bahwa anggota Bagian Film

Sendenhan cukup berisi. Pada awal bulan Juli 1942, Mantan Duta Besar untuk

Indonesia Shizuo Saito dari Gunseikanbu (Markas besar Pemerintahan Militer di

Jawa) membawa beberapa orang tambahan untuk Sendenhan. Di antaranya

terdapat Tessei Mitsuhashi dari Takarazuka Kagekidan (Rombongan Teater

Takarazuka). Dengan kedatangan itu, Guenseikanbu bersama Sendenhan mulai

membicarakan pendirian Jawa Eiga Kosha (Korporasi Umum Film di Jawa).

Korporasi umum inilah yang dimaksud sebagai kerangka pusat film oleh Machida

Senryo-ka no Jawa Noson no Hen’yo (Perubahan di Pedesaan Jawa dibawah Pendudukan Jepang), hlm. 283-582.

219 Eiga Shunpo no.77. 1 April 1943. 220 ‘sama; berhubungan karena hubungan darah (keturunan)’ Tim Penyusun Kamus Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pusat, hlm. 511.

221 Sakuramoto, op.cit, hlm. 117. 222 Keiji Machida, 1967, Tatakau Bunka Butai (Pasukan Budaya yang Berperang),

Tokyo: Hara-shobo, hlm. 224-225.

Page 148: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlviii

dalam kutipan di atas. Jawa Eiga Kosha didirikan di Batavia (sekarang Jakarta)223

pada 1 Oktober 1942. Apabila membaca “Jawa Eiga Kosha Kiyaku (Peraturan

Jawa Eiga Kosha)”, maka diketahui bahwa korporasi umum ini juga mengurus

seni sandiwara dan seni tarian. Cabangnya didirikan di Bandung, Semarang,

Yogyakarta, dan Surabaya. Pemimpin pengurusnya Soichi Oya; pengurus

produksinya Tokichi Ishimoto serta Fumito Kurata; pengurus pengedarannya

Kanji Kawana; pengurus pertunjukannya T. Mitsuhashi. Jawa Eiga Kosha ini

dibubarkan bersama dengan pendirian cabang Nichiei, perusahaan yang

memonopoli produksi film, dan cabang Eihai yang bertugas untuk

mendistribusikan film Jepang ke Indonesia pada 1 April 1943. Yang pertama

dikepalai T. Ishimoto sedangkan yang kedua dikepalai T. Mitsuhashi.224

Setelah Belanda dilucuti, Sendenhan mengambil alih rumah produksi film

nasional milik Belanda, Multifilm, yang ada di Jatinegara, Jakarta.225 Fasilitas

Multifilm jauh lebih canggih daripada yang biasa digunakan di Jepang pada waktu

itu. Menurut Takashi Takaba yang bekerja sebagai kameramen di cabang Jawa

Nichiei,226 yang betul-betul memproduksi film di daerah Selatan hanya Jakarta

dan Manila. Apalagi fasilitas pencucian film lengkap hanya terdapat di Jakarta

223 Sejak 9 Desember 1942, nama Batavia diganti dengan Jakarta. (“Osamu Seirei

No.16”), lihat Jawa Nenkan, hlm.420 (Osamu atau Osamushudan adalah nama kode dari Pasukan ke-16) ). Sementara itu, data dari pihak pemerintah Indonesia mengatakan Batavia menjadi Jakarta pada 8 desember 1942, Dinas Museum dan Sejarah, Pemerintah DKI Jakarta, 1994, Sekitar 200 Tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), hlm. 110-111.

224 Machida, op.cit, hlm. 22., Sakuramoto,op.cit, hlm. 116-118., Jawa Nenkan, hlm. 169-

170., “Jawa Eiga Kosha Kiyaku (Peraturan Jawa Eiga Kosha)” dan struktur korporasi ini dapat di lihat dalam Osamu Shudan Guseikan: Seizaburo Okazaki, “Jawa Eiga Kosha no Ken Tsucho (Pengumuman mengenai Jawa Eiga Kosha)”, 11 September 1942, (The Nishijima Collection), (JV 1-6) ).

225 Jawa Nenkan, hlm. 169. 226 Kurasawa,op.cit, hlm. 278,. Jawa Nenkan, hlm 170.

Page 149: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxlix

sehingga film-film yang direkam di seluruh daerah Selatan dikumpulkan ke

Jakarta untuk dicuci dan diedit di sana.

B. Para Propagandis Dibalik Layar

1. Rancangan Propaganda Media Film

Setelah munculnya lembaga-lembaga film buatan Jepang, kini perhatian

harus dialihkan pada skema propaganda melalui media film. Rancangan

propaganda dasar untuk setiap tahun anggaran dibuat oleh Gunseikan, kepala

pemerintahan militer, mengikuti rencana umum yang ditetapkan oleh Markas

Besar Tentara Umum Wilayah Selatan (Nanpo Sogun). Rencana ini kemudian

disebar diberitahukan kepada seluruh Lembaga yang berkaitan dan kepada Unit

Operasi Distrik. Rancangan kerangka pokok pada setiap tahap pendudukan

berubah-ubah sesuai dengan pergeseran dalam kebijakan dasar pemerintah militer.

Ketetapan rancangan ini merupakan keputusan Direktur Sendenbu, setelah

melakukan konsultasi dengan Lembaga-lembaga film yang bersangkutan.

Untuk melaksanakan skema propaganda ini kedalam operasi, digunakan

media film . Salah satu ciri utama propaganda Jepang di masa perang ialah

penggunaan media seperti itu secara positif, terutama yang akan mempengaruhi

alat indra manusia “pendengaran dan penglihatan” (audiovisual). Jepang

menganggap media ini sangat efektif bagi penduduk desa yang kebanyakan tak

berpendidikan dan buta akan huruf, yang merupakan bagian terbesar di

masyarakat Jawa. Jepang sendiri juga mengetahui bahwa media tulis seperti buku,

majalah, pamflet, dan surat kabar berdampak pada pemukiman kota yang terdidik,

Page 150: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cl

tetapi tidak ada gunanya bagi masyarakat desa.227 Dengan demikian, metode yang

paling sering mereka gunakan ialah mengirim kelompok-kelompok propagandis

dengan proyektor film, aktor, dan musisi yang berpindah-pindah dari satudesa ke

desa yang lainnya di masyarakat jawa, sambil melakukan pertunjukan terlebih

dahulu. Sebelum pemutaran di mulai biasanya ada pidato oleh pejabat daerah

setempat yang mempunyai karisma atau sebagai tokoh panutan yang terkemuka.

Isi pidato tersebut mempunyai pesan-pesan dari pemerintah biasanya

diselipkan secara halus. Sekalipun warna politiknya sangat jelas, namun

pertunjukannya dapat diterima dengan baik. Kemudian diputarlah film yang

sangat dinanti-nantikan oleh penonton penuh semangat, karena penduduk desa

selalu haus akan hiburan.

2. Propagandis Dibalik Layar

Pemerintah militer jepang sangat berhati-hati dalam memilih calon-calon

propagandis handal dan berbakat tentunya baik perekrutan dipusat maupun

dilokal. Kedudukan tertinggi di kantor pusat terutama dipegang oleh perwira

militer. Kedudukan tertinggi yang dijabat oleh seorang sipil ialah Kepala Seksi

Propaganda (Sendenka-cho), yang sesungguhnya merupakan orang yang

bertanggung jawab atas pengendalian kegiatan propaganda sehari-hari. Jabatan ini

dipercayakan kepada seorang pejabat Jepang yang berpengalaman dan berbakat,

bernama Shimizu Hitoshi, ia diakui sebagai seorang propagandis professional

(senden-kan) yang memulai karirnya sebagai propagandis di Cina pada tahun

227 Jawa Shinbun, hlm 194.

Page 151: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cli

1930-an dan akhirnya ditarik oleh Angkatan Darat ke-16 sebagai Atase Sipil yang

bertugas militer dan bertanggung jawab atas propaganda.228

Dibawah kepemimpinannya, banyak orang Jepang berbakat lainnya yang

juga direkrutnya sebagai bawahannya. Mereka dapat dibagi kedalam dua kategori.

Pertama, propagandis-propagandis yang ahli propaganda secara umum, dan

terutama memegang perencanaan. Kedua, kelompok lain yang terdiri para

spesialis dalam perfilman dan tentunya mempunyai kemampuan lebih dalam

bidang yang lainnya disebut orang-orang budaya (bunka-jin). Bunka-jin sebagian

besar sibuk dengan pembuatan bahan propaganda dan menjalankan operasi

propaganda yang sesungguhnya, bersama-sama dengan mitra Indonesia mereka.

Bunka-jin handal sudah disiapkan oleh Jepang yang dikirim ke Jawa, menujukan

betapa sungguh-sungguhnya Jepang sangat menyadari bagaimana pentingnya

propaganda film di wilayah pendudukannya.

Selain propagandis –propagandis Jepang, propagandis Indonesia pun

direkrutnya. Orang Indonesia direkrutnya atas dasar karier sebelum perang,

orientasi politik, kedudukan dalam masyarakat tradisional, sifat karismatik dan

agitatif, serta kemampuan berpidato, misalnya guru sekolah sangat disukai, dan

propagandis lainnya yang mempunyai latar belakang yang anti akan Belanda

diterima dengan senang hati.229

Propagandis-propagandis menyebar di setiap Unit Operasi Distik yang

berkantor pusat di Jakarta. Setiap distik dikepalai oleh seorang sipil Jepang dan

dibawahnya terdapat banyak propagandis, baik Jepang maupun Indonesia. Staf

228 Kumpulan rekaman wawancara dengan H. Shimizu Data Pribadi Toshio Matsumura

Februari 1980, Tokyo) 229 Jawa Gunseikanbu, Orang Indonesia yang Terkemuka di Djawa, Djakarta, 1944, hlm

472.

Page 152: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clii

jepang biasanya bertanggung jawab atas perencanaan dan pengawasan, sementara

orang Indonesia kebanyakan bekerja menjalankan operasi propaganda. Dalam

kasus Unit Operasi Yogyakarta, terdapat Sembilan staf Indonesia purnawaktu,

yaitu dua operator pertunjukan, empat narrator, dan tiga orang yang bertanggung

jawab atas penyensoran.230

Disamping ada para staf purnawaktu, unit local barisan propaganda

biasanya mempunyai sejumlah besar pembantu informal dan paruh waktu

(freeline). Misalnya para pemimpin politik setempat, pemuka agama, penyanyi,

musisi, aktor, dalang, penari, dan badut, kerap kali direkrut dimobilisasi untuk

operasi-operasi propaganda.231 Jepang sangat lihai dalam merekrut para

propagandis yang mengambil keuntungan dari nama besar mereka yang terkenal

serta berbakat untuk menarik minat rakyat.

Umumnya, penguasa propaganda mencurahkan upaya mereka untuk

membangun jaringan yang baik serta menunjuk orang yang tepat di tempat yang

sesuai. Jaringan beberapa kegiatan yang telah ada juga dimanfaatkan para

penguasa propaganda. Akhirnya, harus disebutkan kegiatan sukarelawan jepang

yang mengabdikan diri bagi propaganda pada tingkat masyarakat bawah. Salah

satu contoh yang baik ialah kasus 33 propagandis sukarelawan di karesidenan

Cirebon. Mereka dipilih oleh residen (shucohokan) dari kalangan orang sipil

jepang, dan masing-masing ditugaskan di sebuah kecamatan (son). Tinggal di

daerah dan memiliki hubungan pribadi sehari-hari dengan penduduk, para

230 Djawa Baroe, no.2 7.15. 1943, hlm 15. 231 Djawa Baroe, no.1 1.3.1943, hlm 29.

Page 153: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cliii

sukarelawan ini menyediakan waktu mereka untuk memberi informasi dan

tuntutan kepada penduduk.232

C. Tema-Tema Film Propaganda

Usmar Ismail berpendapat bahwa pada masa pendudukan Jepang rakyat

Indonesia baru pertama kali menaruh perhatian pada fungsi film sebagai sarana

komunikasi sosial.233 Dengan memanfaatkan fasilitas Multifilm tersebut,

Sendenhan serta Jawa Eiga Kosha mulai membuat film berita yang berjudul

“Djawa Baharoe” setiap bulan. Kemudian, Nichiei melanjutkannya dengan

“Berita Film di Djawa” setiap dua mingguan.234 Pada awal tahun 1944, judul film

itu diubah menjadi “Nanpo Hodo Nyusu (Warta Berita Selatan)”. Film berita ini

dibuat setiap dua mingguan dalam dua versi, yaitu versi bahasa Indonesia dan

bahasa Jepang, dan menjadi salah satu alat propaganda andalan Sendenhan. Film-

film berita yang rata-rata berdurasi sepuluh menit itu dikirim juga ke pulau-pulau

lain seperti Sumatra, Celebes (Sulawesi), Bali, Borneo (Kalimantan), dan Nugini.

Selain film berita, Nichiei juga membuat film budaya (bunka eiga), film

dokumenter, film cerita, dan mengindonesiakan fim Jepang yang diimpor oleh

Eihai.235 Adapun, bunka eiga adalah ‘film untuk meningkatkan derajat

232 Jawa Shinbun, 5 November 1944. 233 Usmar Ismail, “Sari soal dalam Film-film Indonesia” dalam Star News (III, no.5. 25

September 1954), hlm. 30. Dikutip kembali dari Salim Said, 1990, Shadowson the Silver Screen: A Social Hostory of Indonesoan Film. (Terjemahan dari Profil Dunia Film Indonesia, Jakarta: Grafiti Pers, 1982). Jkarta: The Lontar Fundation, hlm. 34.

234 Jawa Nenkan, hlm.170. 235 Machida, op.cit, hlm. 224-226.

Page 154: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cliv

kecerdasan’236 dan diwajibkan untuk diputar dalam “Eiga Ho” sejak bulan Januari

1941.237

Pada masa itu di pulau Jawa tersebar 117 buah bioskop.238 Semuanya

dikelolah oleh peranakan Tionghoa kecuali satu bioskop. Bioskop sudah

didominasi film-film buatan Amerika pada masa itu.239 Sejak bulan Mei 1943

dimulai pemutaran film buatan Jepang di bioskop-bioskop tersebut. Di samping

itu, Jepang juga mulai menghentikan impor film Barat dan mengganti nama-nama

bioskop dengan nama Jepang.240 Persafi (Persatoean Ahli Film Indonesia) mulai

memproduksi film cerita sejak 1 September 1943 di bawah pengawasan Nichiei

dan Keimin.241 Film yang diproduksi harus berdasarkan “semangat ketimuran

sesuai dengan jaman baru.” Ketika itu baru selesai perlengkapan fasilitasnya.

Seperti juga yang dialami oleh cabang propaganda yang lain, begitu

Jepang masuk film sebagai alat media propaganda juga masuk ke Indonesia. Film-

film propaganda yang dimaksud berupa slide tentang tentara Nippon, diputar

sebelum pemutaran film cerita. Tujuannya, membuat masyarakat mengetahui

betapa besar dan kuat bala tentara Jepang yang menghasilkan kemenangan-

kemenangan di dalam peperangan. Dengan begitu, secara psikologis masyarakat

Indonesia yang melihat film documenter itu diharapkan terpengaruh. Jepang juga

236 Yukicha Takeda dan Senichi Hisamatsu (ed.), 1957, Kadokawa Kokugo Jiten (Kamus

Bahasa Jepang Kadokawa), Tokyo: Kadokawa Shoten, hlm. 665. 237 Sakuramoto, op.cit, hlm. 118. 238 Jawa Nenkan, hlm.118.

239 Machida, op.cit, hlm. 227-229. 240 Ibid., hlm. 230., Hastuti, op.cit., hlm. 40. 241 Jawa Shinbun (no.250. 20 Agustus 1943), hlm. 2., Menurut Jawa Nenkan (hlm. 170),

Persafi dibuka pada bulan Oktober 1943.

Page 155: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clv

ingin memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia bahwa jepang bersungguh-

sungguh dalam melaksanakan ide Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur

Raya dengan jalan apa pun, termasuk menyingkirkan penghalang yang dapat

menggagalkan tujuannya.

Situasi ini diperumit pula dengan produksi film cerita yang sangat sedikit,

kalau tidak bisa dikatakan terhenti sama sekali. Di mana-mana terjadi kekurangan

film, sehingga pemutaran film seringkali dilakukan berulang-ulang di satu tempat.

Seperti dialami film berjudul Asmara Moerni. Terpaksa diputar secara bergantian

di berbagai bioskop di pulau Jawa.

Untuk mengantikan kekurangan film yang sangat sedikit akan didatangkan

sejumlah besar film Jepang. Secara resmi ditetapkan sejumlah 52 film Jepang

didatangkan dalam setiap tahunnya. Selain itu film Cina dan 6 film dari Negara-

negara sekutu Jepang direncanakan akan diimpor.242

Mengenai film-film yang akan didatangkan ke Indonesia, pemerintah

berkedudukan Jepang sangat hati-hati, hanya film-film yang dianggap berguna

bagi kepentingan propagandalah yang akan diimpor. Film-film tersebut biasanya

isinya jelas-jelas harus berisi ajaran moral dan indoktrinasi politik yang sejalan

dengan keinginan pemerintah, dan film-film itu dikategorikan sebagai film

kokusaku eiga (film-film kebijakan nasional). Film-film kebijakan nasional itu

bila ditinjau dari segi isinya dapat dibagi ke dalam enam kategori sebagai

berikut.243

1. Film yang isinya menekankan persahabatan antara bangsa jepang dengan bangsa-bangsa Asia serta pengajaran Jepang.

242 Jun’Ichiro Tanaka. 1976. Nihon Eiga Hattatsushi, Vol.3. Tokyo: Chokoron 243Aiko Kurasawa, 1993, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di

Pedesaan Jawa 1942-1945, Jakarta: Grasindo, hlm.239.

Page 156: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clvi

2. Film yang isinya mendorong pemujaan patriotisme dan pengabdian terhadap bangsa.

3. Film yang isinya melukiskan operasi militer dan menekankan kekuatan militer Jepang.

4. Film yang isinya menggambarkan kejahatan bangsa Barat. 5. Film yang isinya menekankan moral berdasarkan nilai-nilai Jepang

seperti: pengorbanan diri, kasih saying ibu, penghormatan terhadap orang tua, persahabatan yang tulus, sikap kewanitaan, kerajinan, dan kesetiaan.

6. Film yang isinya menekankan peningkatan produksi dan kampanye perang lainnya. Sedangkan jenis film yang mendapat keutamaan tinggi ialah film-film

yang termasuk ke dalam film dokumenter, film berita, dan film-film kebudayaan.

Untuk film jenis documenter telah mulai digarap sejak Jawa Eiga Kosha

membuka studionya di Jatinegara pada bulan September 1942 dan usaha itu

dilanjutkan oleh Nichiei. Nichiei melaksanakan pemasokan film documenter dan

kebudayaan setiap dua minggu sekali atau sejumlah 24 film dalam setahunnya.244

Film-film itu biasanya mempunyai masa putar 10-20 menit dan mengandung

tema-tema propaganda.

Sedangkan untuk film berita, Jawa Eiga Kosha melakukan penyuntingan

sebulan sekali di bawah judul “Djawa baroe” dan tetap diedarkan sampai

mencapai nomor kedelapan pada bulan Maret 1943. usaha tersebut kemudian

dilanjutkan oleh Nichiei yang memulai suatu seri dua mingguan yang dinamakan

Djawa Nyusu (Berita Film Jawa). Produksi film yang dihasilkan Nichiei mencapai

produksi yang ke-19 pada bulan Desember 1943, dan mulai awal 1944 film berita

dibuat di bawah judul baru “Nanpo Hodo”.245

Bila film-film berita itu dianalisis akan tanpak sifatnya yang instruktif

seperti yang tanpak pada unsur-unsur berikut:

244 Jawa Nenkam, hlm.170. 245 Ibid.

Page 157: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clvii

1. Film-film berita yang isinya menggambarkan kegiatan-kegiatan organisasi social politik, latihan pemuda, peningkatan produksi, pidato para pemimpin pemerintahan dan militer, kemenangan di medan pertempuran, dan lain-lain. Dalam film-film itu fokusnya ditentukan pada upaya-upaya pengajaran moral dan teknis serta bagaimana menyebarkan pesan-pesan pemerintah.

2. Film-film yang berisi pengajaran moral dan teknis. Topic-topik yang dikemukakan ialah teknik perikanan, penanaman kapas, pembuatan keramik, pemeliharaan kesehatan, dan pengenalan tradisi Jepang.

3. Penggunaan narasi bahasa Indonesia dalam film-film berita itu, lebih menekankan kepada ajakan-ajakan perang.

Jepang mulai memproduksi film cerita di Indonesia akhir tahun 1943. itu

pun dalam jumlah minim, hanya sekitar 1-2 film setahun. Ada yang dibuat dengan

masa putar panjang Full Length, seperti Berdjoang dan Habis Hoedjan.246 Ada

juga yang dibuat dengan masa putar 30 menit, seperti Mimpikoe, Ke Seberang, Di

Menara, Djatoeh, Berkait, Amat Heiho, dan Tonari Kumi.247 Dikenalkan pula film

boneka berjudul pak Kropmo, dengan semboyan Awas Mata-mata Moesoeh,

dibuat oleh Seseo Ono.248Film-film cerita itu tidak lepas dari selipan propaganda

untuk kepentingan perang Jepang.

Film yang isinya menekankan persahabatan antara bangsa jepang dengan

bangsa-bangsa Asia serta pengajaran Jepang:

246 Djawa Baroe 4 (no.4 15.1.2064), hlm. 32. 247 Djawa Baroe 4 (no.13 1.7.2604), hlm.32. 248 Djawa Baroe 2 (no. 23 12.1.2063), hlm. 6-7.

Page 158: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clviii

Gambar: Film Kota Berdjoang (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Kota Berdjoang249 menceritakan bagaimana Jepang akan melindungi dan

mengusir penjajah Barat dari kota di Asia. Setiap kota yang dijajah bangsa Barat

akan dilawan oleh prajurit-prajurit Jepang untuk membebaskan Asia dari para

penjajah.

Gambar: Film Kati Doki Ondo (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Dari seorang kepala pabrik menjadi penjaga malam. Karena ingin terus

bekerja tanpa lelah dengan ikhlas dan ingin terus menyumbangkan tenaga terus-

meneru demi kejayaan Asia Timur Raya. Bekerja…bekarja…bekerja…Sorak

kemenangan pasti terdengar! Itulah gambaran cerita film Kati Doki Ondo250

(Sorak Kemenangan) yang juga menggambarkan kekerasan hati dan ketebalan

249 Asia Raya (3 1.2.1944). 250 Djawa Baroe (29.5.1945), hlm.32.

Page 159: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clix

semangat pekerja Nippon dalam jaman peperangan untuk kemenangan Asia dari

penjajahan Barat.

Gambar: Film Barisan Mati Dimenara Penjara (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Mempertahankan Negara itulah cita-citanya. Dengan sekuat daya upaya

barisan prajurit korea mempertahankan negaranya sekalipun mati adalah

taruhannya. Film Barisan-Mati Dimenara Pendjaga juga menggambarkan

perasaan cinta seorang prajurit Jepang yang mempunyai kekasih wanita korea.

Tetapi kekasihnya pergi gugur dimedan pertempuran. Karena kekasih yang yang

ditinggalkannya mempunyai perasaan yang ikhlas, dia merelakan kepergiannya.

Film yang isinya mendorong pemujaan patriotisme dan pengabdian

terhadap bangsa.

Gambar: Film Kesoema Noesa (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Page 160: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clx

Lin Tse Chi adalah pendekar pujaan bangsa, mempertahankan derajat

bangsa dalam melawan menentang Inggris penindas Asia. Film Kesoema Noesa251

ini juga melukiskan halus dan tingginya budi bahasa bangsa timur, penuh filsafat

hidup dan perjuangan rohani cinta tanah air dengan pengorbanan yang tulus

ikhlas.

Gambar: Film Indonesia Raya (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Film documenter dengan judul “Indonesia Raya”,252 pahamilah sepaham-

pahamnya lagu Indonesia Raya, lagu kebangsaan, lagu kemegahan “Indonesia

Raya” penuh gaya dan jaya selalu Indonesia. Nyanyian “Indonesia Raya” tua

muda bergelora di angkasa merdu dan suara gemuruh melayang keseluruhan ke

penjuru “Indonesia Raya”. Itulah pesan yang ada di film documenter “Indonesia

Raya”

Film yang isinya melukiskan operasi militer dan menekankan kekuatan

militer Jepang.

251 Asia Raya ( 27.12.1945). 252 Asia Raya (29.1.1945).

Page 161: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxi

Gambar: Film Kanto Penjapoe Oedara (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Film dengan judul Kato Sentokitai253 (Kato Penjapoe Oedara)

menggambarkan pesan Prajurit Pilot-pilot dengan hati yang tabah melawan

musuh-musuhnya di angkasa dengan pesawat. Para pilot berangkat berjuang

bersama-sama dengan susah senang dipikul bersama untuk menentang musuh

dengan hati yang tenang.

Gambar: Film Pasoekan Pembom Angkatan Laoet (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Serangan musuh sangat hebat tapi semua itu bisa dilawan dengan

patriotisme yang kuat juga. Pergulatan antara musuh dengan Pasukan pembom

angkatan laut Jepang, Putra Yamato dengan semangatnya membuktikan betapa

tinggi semangat perjuangannya untuk menjatuhkan pesawat musuh. Serang

253 Asia Raya (6.3.1945).

Page 162: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxii

serang! Gempur! Sampai musuh bertekuk lutut pekiknya dengan lantang. Isi cerita

film Kaigun Bakugekitai254 (Pasoekan Pembom Angkatan Laoet).

Film yang isinya menggambarkan kejahatan bangsa Barat.

Gambar: Film Shanghai Rikusentai (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Shanghai Rikusentai255 (Angkatan Loet Barat bagian barat di Shanghai)

mengesankan tentang perjuangan prajurit Jepang di jembatan Marco Polo. Tjiang

Kai Sek menentang Nippon, ini semua karena gara-gara Inggris dan Amerika

yang hendak mengacaukan Kemakmuran Lingkungan Asia Timur Raya. Shanghai

kota jajahan Barat yang Indah permai, menjadi pangkalan penindasan Asia oleh

Barat. Angkatan laut berjuang mati-matian, melawan tentara musuh jauh lebih

besar. Pertempuran berjalan dengan sengitnya dengan tekat yang kuat angkatan

laut rela merebut Shanghai demi mempertahankan keadilan dan kehormatan Asia

Timur Raya.

254 Asia Raya (15.2.1944). 255 Asia Raya (8.5.1945).

Page 163: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxiii

Gambar: Film Kolone ke 5 (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Dai Goreto no Kyohu256 (Kolone ke 5) menceritakan Seorang perempuan

menjadi tangan kanan Klone Ke Lima berhianat kepada negeri sendiri, tetapi

akhirnya insaf akan angkara dan kejahatan Inggris-Amerika. Kepada tanah air

wajib berbakti, film ini juga bercerita bagaimana licinnya dan liciknya mata-mata

musuh bekerja.

Film yang isinya menekankan moral berdasarkan nilai-nilai Jepang seperti:

pengorbanan diri, kasih saying ibu, penghormatan terhadap orang tua,

persahabatan yang tulus, sikap kewanitaan, kerajinan, dan kesetiaan.

Gambar: Film Negeri Sakura (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

256 Asia Raya (10.8.1944).

Page 164: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxiv

Sakura No Kuni257 (Negeri Sakura) perjuangan batin dua sejoli yang

diakhiri dengan pengorbanan. Perkawinan itu bukanlah soal kasih sayang belaka.

Melainkan harus meinta pengorbanannya untuk kekasih dan masyarakat juga.

Gambar: Film Senjoeman negara (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Senjoeman Negara258 menceritakan Para prajurit jepang berperang untuk

mempertahankan dan mengusir para penjajah barat dari Asia Raya. Sekalipun

untuk mempertahankannya tidak mudah, mereka yakin bangsa Asia selalu

menunggu kemenangan Asia Raya dengan senyuman.

257 Asia Raya (19.3.1945). 258 Asia Raya (5.7.1944).

Page 165: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxv

Gambar: Film Berdjoeang (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Dalam film Berdjoeang259, misalnya, digambarkan seorang pemuda

bernama Anang yang dianggap bermoral tinggi karena lebih mengutamakan

meninggalkan kampung halaman dan berperang daripada mengurus keluarga. Di

situ diceritakan, Anang lebih suka menunda perkawinannya agar bisa ikut Heiho.

Gambar: Film Ke Seberang (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Kalau Berdjoang melukiskan prajurit tempur, maka Ke Seberang260

menggambarkan prajurit ekonomi, barisan pemuda yang setia dikirim ke luar

pulau jawa untuk membangun tanah seberang: Kalimantan, Sulawesi, dan lain-

lain.

Gambar: Film Gelombang

259 DJawa Baroe (no.3 1.2.1944), hlm.31. 260 Djawa Baroe (no.13 1.7.1944), hlm.32.

Page 166: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxvi

(Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Film dengan Judul “Gelombang”261 melukiskan Indonesia yang dijajah

oleh orang-orang Barat, sampai pada perang suci yang digemborkan oleh Jepang

“Fajar bagi Asia”. Film ini juga bercerita bagaimana orang Indonesia hanya

menerima apa adanya hanya nyata dan dengan kedatangan Jepang rakyat

Indonesia diajarkan nyanyian dan tarian sebagai barang penghibur.

Film yang isinya menekankan peningkatan produksi dan kampanye perang

lainnya.

Gambar: Film Malaria (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Semua harus dibasmi itulah semboyan iklan yang ditulis dengan lantang.

Film dengan judul Malaria262 menggambarkan penyakit malaria harus dibasmi dan

dihilangkan dari lingkungan kehidupan masyarakat Asia. Dimana Malaria itu juga

diibaratkan Inggris dan Amerika.

261 Djawa Baroe (no.24 15.12.1943), hlm.31. 262 Asia Raya (28.6.1944).

Page 167: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxvii

Gambar: Film Bom Penghiboer (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Film yang memperlihatkan dan dibuat untuk menghibur para prajurit

Nippon yang tengah bertempur dn selalu menjaga nyawanya dimedan

pertempuran. Prajurit harus gembira, harus dapat tertawa sekalipun suara bom

selalu ada dimedan pertempuran. Syori no Himade263 (Bom Penghibur) itulah

judulnya. Mari…………..Mari Tertawa. Mari…………..Mari Berjuang itulah

semboyannya.

Gambar: Film Djantan (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Film dengan judul Djantan264 menceritakan bagaimana rela berkorban

demi Asia Timur Raya dengan gotong royong membuat terowongan kereta.

263 Asia Raya (21.5.1945). 264 Djawa Baroe (no.2 15.1.1944), hlm.32.

Page 168: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxviii

Pekerjaan itu dilakukan bersama-sama bahu-membahu dengan perasaan gembira.

Semakin gembira kaum pekerja semakin giatlah bekerja dan semakin cepatlah

terowongan itu jadi.

Gambar: Film Neppu (Sumber Koleksi: Mikro Film Perpustakaan Nasional Jakarta)

Dalam menghancurkan Inggris dan Amerika guna kemenangan tanah air

dengan gilang-gemilang dibutuhkan persenjataan yang banyak. Pabrik baja

sebagai satu sayap didalam industry yang terpenting mempunyai suatu kewajiban

yang berat untuk kepentingan negeri. Film “Neppu”265 menceritakannya

bagaimana para pekerja terbaik Nippon memperkerjakan dengan giat bekerja demi

kekuatan Jepang untuk menghancurkan Barat.

Lebih tanpa jelas lagi kesan propagandanya adalah produksi tahun 1945,

berjudul Koeli dan Romusha266 Karya penulis Indonesia, J. Hoetagaloeng, yang

mula-mula berbentuk naskah sandiwara, jelas-jelas mengambarkan perbedaan

nasib di Zaman Belanda yang sangat merana dan romusha di jaman Jepang yang

nasibnya lebih baik. Katanya, romusha bernasib baik karena berjasa mengabdi

kepada baik karena berjasa mengabdi kepada Negara.

265 Djawa Baroe (no.15 1.8.1944), hlm.32.

266 Asia Raya (19.3.2605).

Page 169: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxix

Propaganda Jepang juga diperlihatkan melalui film-film yang didatangkan

langsung dari Jepang, yang penuh dengan gambaran tentang keunggulan Jepang ,

seperti Nankai no Hanataba (Bunga dari Selatan), Shogun to Sanbo to Hei

(Jenderal dan Prajurit), Singapure Soko Geki (Serangan atas Singapura), Eikoku

Koezoeroeroe no Hi (Saat Inggris Runtuh).267

Sangat menarik, meski film Jepang terus masuk dan juga diproduksi di

Indonesia, film-film barat tetap boleh beredar. Keadaan itu tampak jelas pada

deretan iklan di media massa ketika itu. Bahkan, perbandingan film barat dengan

non-barat seimbang. Sebagai gambaran iklan film disurat kabar Asia Raya,

terbitan Jakarta. Diketahui, pada tanggal 30 April 1942 saja terdapat 12 bioskop

yang memutar film Eropa dan Amerika, 3 bioskop memutar film

Indonesia/Melayu, dan 1 bioskop memutar film Cina/Tionghoa.268

D. Metode Penyebar Luasan Pemutaran Film

Dalam usaha mengambil hati lewat propaganda terhadap masyarakat Jawa

melalui media film, pemutaran dan distribusi film berada di bawah tanggung

jawab Eihai, dan cabang Jakarta (Jawa Eihai) dibentuk pada bulan April 1943,

setahun setelah Jepang menduduki Jawa, dengan Mitshuhashi Tessei sebagai

kepalanya yang berhubungan erat dengan Sendenbu, Eihai merumuskan dan

menjalankan program umum dengan memanfaakan film demi tujuan propaganda.

Tugasnya meliputi pemilihan film yang akan diedarkan, penyebaran film

267 Djawa Baroe (no. 15 1.8.2603), hlm. 30-31. 268 Asia Raya, 4 Joeni 2063.

Page 170: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxx

kebioskop setempat, pengelolahan seluruh gedung bioskop yang disita, dan

memutar film dengan konsep dilapangan terbuka.269

Untuk memperlancar jalannya pengedaran dan penyebaran film ke setiap

daerah di Jawa, hal lain yang dirasa perlu ialah membuat jaringan-jaringan

propaganda ke setiap sudut dan pelosok desa (desa mempunyai arti penting

sebagai sumber bahan baku dan sumber tenaga manusia) untuk pulau Jawa

dibentuk Chiho Kosakutai (Unit Operasi Distrik) yang meliputi kota-kota besar

yakni: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.270 Unit

setiap Unit Operasi Distrik mempunyai wilayah kerja yang meliputi tiga sampai

empat Karesidenan sebagai berikut:

1. Unit Operasi Distrik Jakarta meliputi Banten, Jakarta, Bogor, Kotamadya Khusus Jakarta.

2. Unit Operasi Distrik Bandung Meliputi Priangan, Cirebon, dan Banyumas.

3. Unit Operasi Distrik Yogyakarta meliputi Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Madiun, dan Kedu.

4. Unit Operasi Distrik Semarang meliputi Semarang, Pekalongan, dan Pati.

5. Unit Operasi Distrik Surabaya meliputi Surabaya, Bojonegoro, dan Madura.

6. Unit Operasi Distrik Malang meliputi Malang, Kediri, dan Besuki.271

Dengan demikian di samping Unit Operasi Distrik, juga terdapat seksi

propaganda dan informasi di setiap karesidenan. Demikian juga di setiap

kabupaten dan kecamatan ditempatkan pejabat-pejabat yang bertanggung jawab

atas menjalankan propaganda. Hanya perlu diperhatikan Unit Operasi Distrik di

269 Jawa Gunseikanbu, Nyanyian Pemuda, Djakarta: Balai Pustaka. 270 Asia Raya, 16 Mei 1943. 271 Ibid.

Page 171: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxi

bawah kendali Sendenbu, sedangkan aktifitas propaganda pemerintah daerah

berada di bawah badan-badan propaganda yg ditanggung jawabkan.

1. Pemutaran Dibioskop

Film-film barat yang beredar di masa itu, Wizzard of Oz, sebuah film

dongeng yang dibintangi oleh Judi Garland, Ice Faillies dibintangi John

Crawford, dan Tarzan Finda & Son dibintangi oleh aktor terkenal ketika itu,

Johnny Weismuller.(4 Mei 1942) Beredar juga film-film Cina yang dulu disebut

film Tionghoa, seperti Hua Chan Lui, yang dibintangi bintang-bintang Tionghoa,

dan film-film Indonesia (film Melajoe), seperti Boedjoekan Iblis yang dibintangi

Rodiah dan RD. Mochtar.272

Sampai disitu, tampaknya, per-bioskop-an masih mengalami masa

menyenangkan. Sebab, pada mulanya, masa pendudukan Jepang di Indonesia

masih menjalankan fungsi film dan bioskop sebagai alat hiburan, dengan

membolehkan masyarakat memilih film di luar film Jepang. Meski fungsi sebagai

propaganda juga semakin menderas karena pada setiap pemutaran film apa pun,

lebih dulu masyarakat harus menonton film-film dokumenter dan slide-slide

tentang bala tentara serta kehidupan di Negeri Matahari Terbit.273

Karena film-film asing dari negeri “musuh”, terutama Amerika, tidak bisa

diimpor, maka bioskop akhirnya dibanjiri film-film Jepang, disamping sisa film-

film Jerman (sahabat Jepang), yang diimpor sebelum PD-II, dan film-film dalam

negeri buatan tahun 1942 dan sebelumnya. Di antara film-film dalam negeri yang

sangat diminanti masa itu adalah film-film yang dibintangi aktris popular

272 Asia Raya 8 Juni 1942. 273 Djawa Baroe 3, 1.1.2064, hlm 32-33.

Page 172: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxii

Roekiah, seperti gagak Item (1939), Roekihati (1940) dan Koeda Sembrani

(1941).274

Dalam surat kabar Tjahaya (Bandung) terbitan 23 Juli 1944, misalnya

dimuat iklan bioskop Taiyo yang memutar film Indonesia. Moestika dari Djemar

(1941) dengan bintang-bintang utamanya Rd. Mochtar dan Dhalia. Sedangkan

bioskop Fuji memutar film Jerman, Es Leuchten die Sterne. Di bioskop Futaba

maupun Nippon (Cimahi) diputar film Cina (sisa sebelum perang), masing-masing

Tien Lund an Pai Sheek Kung Tjoe.275

Beberapa film Jepang juga sempat beredar di Indonesia masa itu. Film

rikugun Koku Senki misalnya, diputar di bioskop Toyo, sedangkan Wagayo no

Kaze di bioskop Ginza. Untuk bioskop disebut terakhir ini diberi keterangan

“Istimewa Bangsa Nippon” (khusus buat orang jepang).276

Suplai film tersendat, bioskop terpaksa sering memutar ulang. Ini

menyebabkan bioskop berangsur tutup satu demi satu. Catatan pada bulan April

1943 menujukan terdapat 117 buah bioskop di Jawa. Penduduk ketika itu 50 juta

orang, berarti satu bioskop untuk 400 ribu orang. Terlalu sedikit. Apalagi

dibanding dengan Jepang, yang dengan penduduk sebanyak 76 juta, memiliki

2.350 bioskop, berarti satu bioskop buat 32 ribu orang.277

274 SM. Ardan, tanpa tahun, Sejarah Film Indonesia 1942-1950, Jakarta: Sinematek, hlm

21. 275 Tjahaya, 23 Juli 1944. 276 Ibid. 277 Taufik Abdullah, Film Indonesia Bagian I (1900-1950), Jakarta: Dewan Film

Nasional, hlm.160-161.

Page 173: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxiii

Jumlah 117 bioskop di bulan April 1943 itu merupakan suatu penurunan

dibanding sebelum PD-II, 1937 (lihat table berikut).278

Tabel I

Daerah 1937 1943

Surabaya 22 12

Jakarta 19 13

Malang 12 6

Semarang 9 7

Bandung/Priangan 8 7

Yogyakarta 4 3

Menyusutnya bioskop itu tentulah disebabkan oleh keputusan pengusaha

memiliki lebih baik menutup usahanya dari pada menanggung rugi terus menerus.

Lebih-lebih karena mereka diwajibkan menyediakan 50% tempat duduk untuk

kelas “ekonomi lemah”. Harga tanda masuk (HTM) paling tinggi Cuma 80 Sen.

Sedangkan sebelum PD-II f2,- (dua Gulden/rupiah).

Di masa Jepang itu bioskop terbagi dalam 4 tingkat. (lihat table berikut).279

Tabel II

Tingkat Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4

Satu 80 Sen 50 Sen 30 Sen ---

Dua 60 Sen 40 Sen 20 Sen ---

278 Ibid, hlm.170. 279 Ibid,

Page 174: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxiv

Tiga 50 Sen 30 Sen 20 Sen 10 Sen

Empat 40 Sen 25 Sen 15 Sen 15 Sen

Sebelum PD-II “kelas rakyat” hanya sekitar 5 sampai 10% dari kapasitas

tempat duduk. Kelas paling depan biasa disebut “Kelas Kambing”. Dalam iklan

disebutan dengan jelas, khusus diperuntukan bagi “orang Slam” (= Islam,

pribumi), yang konon suka bersuit dan berteriak. “ramai seperti kambing

mengembik”. HTM-nya 10 sen. Untuk “orang Cina 25 sen”, sedangkan kelas

terhormatnya “50 sen dan satu gulden”. Tapi ada pula bioskop yang tertutup bagi

pribumi. HTM-nya lebih tinggi, f0,50,- dan f2,-. Bioskop-bioskop khusus untuk

orang-orang Belanda (dan orang kulit putih lainnya) di Jakarta waktu itu adalah

Capitol di Pintu Air (kini pertokoan) dan Deca Park (Monas sekarang).280

Jadi, dimata penjajah Belanda, pribumi adalah warga kelas tiga, di bawah

Belanda dan Cina. Dan 905 bioskop masa itu memang dimiliki orang Cina.

Sebagai contoh: Fred Young (1900-1977) adalah pemilik 5 bioskop di Malang.

Tan Bersaudara (Khoen Hian & Khoen Yauw) memiliki dua bioskop di Senen dan

Tanah Abang dengan nama yang sama, Rialto.

Jepang sepintas lalu berhasrat mengangkat pribumi menjadi warga utama,

sejajar dengan “saudara tua” Jepang, dan boleh nonton di bioskop manapun,

termasuk di Capitol dan Deca Park. Slogan propaganda Jepang: “Nippon-Indonsia

sama-sama”. Tapi dalam praktek kenyataannya lain sama sekali. Sehingga Yang

terjadi adalah: “Nippon pertama, Indonesia kedua”. Ini antara lain terbukti dari

adanya bioskop “Istimewa Oentoek Bangsa Nippon” di Bandung, Ginza. Disitu

280 Ibid, hlm.173

Page 175: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxv

pribumi tidak boleh masuk, sama halnya Capitol dan Deca Park di Zaman Belanda

berkuasa. dibioskop Ginza sendiri tak ada pemutaran film pendahuluan, yang

memang ditujukan untuk golongan terjajah. Akhirnya ini merupakan keharusan

bagi bioskop-bioskop lain. Bioskop khusus semacam Ginza di Bandung itu juga

terdapat di kota-kota lain: Tokyo (Jakarta), Nippon (Semarang), Toa (Yogya),

Nyoei (Malang) dan Nippon di Surabaya.281

Untuk keperluan hiburan dan sekaligus alat propaganda, bagi penduduk

Indonesia, Jepang mengelola langsung 35 bioskop, disamping 117 bioskop yang

umumnya milik orang Cina itu, 35 bioskop ini dimiliki langsung oleh Jawa Eihai

(pengedar film).282 Bioskop jenis ini terdapat di Jawa Barat (23 buah), Jawa Timur

Sembilan dan tiga buah di Jawa Tengah. Satu diantaranya, Hodo Gekijo

(gekijo=bioskop) di Semarang, dipergunakan khusus untuk menayangkan film

berita dan film pendek, tanpa dipungut bayaran. Sebuah lainnya, Ya’eshio Gekijo

di Jakarta, khusus memutar film pendidikan untuk pelajar, secara gratis pula.283

2. Layar Putih itu Bernama Layar Tancap

Untuk keperluan propagandanya, bukan hanya HTM bioskop umum

diturunkan, tapi Jepang juga menyelenggarakan pemutaran film yang kemudian

dikenal dengan sebutan “Layar Tancep” (bioskop keliling).284 Untuk keperluan ini

sengaja didatangkan ahlinya dari Jepang sebanyak enam orang. Pada Desember

1943 terdapat lima markas operasi “Layar Tancep” di berbagai kota: Jakarta,

281 Asia Raya 23.6.2604. 282 Unabara (no.159. 12 September 1942), hlm.2. 283 Asia Raya 19.7.2603. 284 SM. Ardan, op.cit, hlm.38.

Page 176: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxvi

Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Malang. Ada yang dipimpin orang Jepang,

tapi ada pula yang dikepalai orang Indonesia. Dengan berkendaraan truk, unit-unit

bioskop keliling itu beroperasi dari desa ke desa.285

Sebelum PD-II pemutaran film “layar tancep” sebenarnya sudah dilakukan

oleh Belanda di Lapangan Gambir, gerbang timur eks Pekan Raya Jakarta di

Merdeka Selatan. Karena yang pertama diputar film penerangan tentang penyakit

pes, maka pertunjukan itu lebih dikenal sebagai “film pes”, walaupun kemudian

ditayangkan pula penerangan tentang penyakit-penyakit lain.286 Baik film fes

Belanda maupun bioskop kililing Jepang itu, gratis dan terbuka untuk umum.

Karena pemutaran film pes hanya di tempat-tempat tertentu saja, maka bisa

dikatakan bahwa Jepang yang memelopori pertunjukan “layar tancep”, karena

daerah operasinya amat luas.287

Meskipun demikian, upaya selama masa pendudukan jepang untuk

memanfaatkan bioskop keliling bagi indoktrinasi politik dengan sekala besar

sepenuhnya merupakan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebenarnya

Jepang sendiri sudah sangat berpengalaman luas dengan penyelenggaraan bioskop

keliling dinegeri asalnya. Dari pengalaman tersebut Jepang kembali menerapkan

konsep tersebut di Jawa.

Kantor pusat Eihai mengirimkan 48 operator film dan perlengkapan yang

dibutuhkan untuk Asia Tenggara, enam diantaranya dikirim ke Jawa dalam rangka

peningkatan penyelenggaraan bioskop keliling. Para operator dan staf

285 Taufik Abdullah, op.cit, hlm.180. 286Abdul Aziz,1992, Layar Perak:90 Tahun Bioskop Di Indonesia, Jakart: Gramedia,

hlm.42. 287 Taufik Abdullah, op.cit, hlm.183.

Page 177: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxvii

perlengkapan pendukungnya berkeliling dari desa ke desa lain, dengan membawa

proyektor film, generator, dan film (35 mm), di atas sebuah truck. Masing-masing

tim terdiri dari seorang anggota staf Jawa Eihai (seorang operator), seorang

pegawai Sendenbu setempat, seorang penerjemah, dan seorang sopir truck.288

Biasanya perlu waktu beberapa hari untuk menyelesaikan sebuah

perjalanan keliling, dan dalam kasus sebuah kampanye besar dengan tujuan

tertentu, sebuah tim harus melakukan perjalanan selama beberapa minggu.

Misalnya, sebuah perjalanan keliling untuk kampanye peningkatan produksi yang

dilakukan oleh Unit Operasi Yogyakarta bersama dengan Jawa Eiha berlangsung

selama dua minggu, dari tanggal 14 sampai 30 Desember 1943, dan meliputi

empat kresidenan.289

Di Kotamadya Khusus Jakarta sendiri pada bulan Desember 1943

pertunjukan film bebas di udara terbuka diselenggarakan di delapan tempat untuk

53.000 penoton, di delapan tempat di Karesidenan Jakarta, dengan keseluruhan

penonton sebanyak 104.000, dan delapan tempat di Karesidenan Bogor dengan

jumlah penonton sebanyak 96.000 orang. Karena tidak mungkin mengunjungi

seluruh desa dengan jumlah dan sarana yang terbatas, satu atau dua desa dipilih

dari sebuah Son (kecamatan) sebagai lokasi pemutaran, dan rakyat dari desa-desa

tetangga diundang untuk menonton. Film diputar si sebuah lapangan terbuka di

dekat balai desa, dan siapa pun boleh menonton secara gratis. Pengumuman

288 Ibid, hlm.190. 289 SM. Ardan, op.cit, hlm.52.

Page 178: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxviii

disampaikan pada penduduk seluruh desa tetangga melalui pejabat desa dan ketua

Tonarigumi.290

Munculnya bioskop keliling merupakan suatu hiburan yang langkah bagi

penduduk desa, karena pada saat itu kehidupan sulit dan penuh penderitaan. Kalau

muncul berita kedatangan sebuah bioskop keliling, rakyat biasanya tak sabar

menanti, karena biasanya ini merupakan pengalaman pertama mereka menonton

film. Pada hari yang dijadwalkan mereka tak segan-segan berjalan beberapa

kilometer ke tempat yang telah ditetapkan, sekalipun dalam keadaan lelah dan

lapar. Menjelang gelap, banyak penonton telah menanti pertunjukan. Dengan

demikian, tidak seperti halnya dengan rapat umum, dimana penguasa mengalami

kesulitan mengumpulan massa, pertunjukan film di daerah pedesaan jarang

mengalami kesulitan menarik pengunjung.291

3. Boui Engo Kai (Badan Pembantu Prajurit)

a. Kebijakan Pembentukan Boui Engo Kai (Badan Pembantu

Prajurit)

Pada akhir tahun 1943 Saiko Shikikan, dalam Sidang Chuo Sangiin,

menanyakan bagaimana cara dan usaha untuk memperkuat peperangan di Asia

Timur Raya. Chuo Sangiin mengusulkan agar “memperkukuh dan melindungi

prajurit Heiho dan Peta”. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pemerintah

Jepang melalui sidang Chuo Sangiin mengesahkan berdirinya suatu badan yang

mengurus dan melindungi prajurit Heiho dan Peta maupun keluarganya, serta

meyakinkan kepada masyarakat pentingnya semangat prajurit Heiho dan Peta

290 Asia Raya 5.7.2604. 291 Abdul Aziz, op.cit, hlm.43-44.

Page 179: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxix

dalam barisan perang depan maupun barisan perang belakang.292 Badan tersebut

diberi nama Boui Engo Kai atau Badan Pembantu Prajurit yang resmi berdiri pada

tanggal 8 Desember 1943. Peresmian Boui Engo Kai bertepatan dengan hari

pembangunan Asia Timur Raya dan pelantikan prajurit Peta se-Jawa dan Madura.

Adapun pokok maksud dan tujuan Boui Engo Kai (Badan Pembantu

Prajurit), sebagaimana tertera dalam pasal 2 dari Peraturan Dasarnya,293 yaitu:

“Tata Oesaha ini adalah daja oepaja dan perbaktian seloeroeh ra’jat Indonesia yang bermaksoed lahir dan batin menjelenggarakan segala oesaha jang berarti memperkoeat tenaga perang dengan djalan memperkoekoeh dan memperlindoengi pradjoerit Pembela Tanah Air dan Heiho dan djoega anggota Keibodan dan anggota rombongan lain-lain jang disahkan, jang tewas ataoe roesak badan dalam berboeat djasa oentoek Pembelaan Tanah Air, jang semoeanja itoe dengan ringkas dinamakan Boei Sensi (pahlawan pembelaan) serta keloearganja, agar kemenangan achir dan peperangan soetji ini lekas terjapai goena pembangoenan kema’moeran bersama di Asia Timoer Raja”.

Maksud “memperkoekoeh” adalah memberikan bekal yang lebih bagi

prajurit Heiho dan Peta baik latihan fisik maupun mental agar siap dalam

menghadapi perang. Sedangkan maksud ”memperlindoengi” adalah menjaga dan

mengayomi dengan memberikan hak-hak istimewa bagi prajurit Heiho dan Peta

maupun keluarganya. Adalah Peraturan Dasar tersebut dengan jelas terlihat tujuan

pemerintah jepang dengan pembentukan Boui Engo Kai yaitu untuk mencapai

kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.

Dalam pembentukan Boui Engo Kai pada hakekatnya terdapat dua tujuan

atau kepentingan yang berbeda antara pemerintah Jepang dengan tentara Heiho

dan Peta. Pemerintah jepang dan rakyat Indonesia memiliki impian yang berbeda

walaupun dalam setia kegiatan bekerja sama dengan baik. Menurut pemerintah

292 Prajurit, No. 5/8 Desember 1944, hlm.7. 293 Prajurit, No.13, 30 Maret 1945, hlm.12.

Page 180: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxx

Jepang pembentukan Boui Engo Kai adalah merupakan salah satu alat propaganda

yang sangat efektif untuk mendapatkan simpati dan bantuan dari rakyat Indonesia

terutama masyarakat yang tergabung dalam Heiho dan Peta. Kegiatan-kegiatan

yang diadakan seperti rapat-rapat propaganda, pertunjukan film dan sandiwara,

dan penerbitan majalah Pradjoerit bertujuan untuk menyampaikan doktrin-doktrin

tentang Perang Asia Timur Raya Jepang. Doktrin-doktrin yang disampaikan berisi

tentang gambaran-gambaran perjuangan tentang perang Jepang di medan

pertempuran yang gagah berani dan rela berkorban baik jiwa mapupun raga serta

teladan-taladan tentara Jepang yang mengisyaratkan bahwa tentara perang Jepang

adalah tentara yang paling hebat dan paling kuat di medan pertempuran.

Sisi lain dari tujuan pembentukan Boui Engo Kai menurut masyarakat

Indonesia adalah sebagai sarana dan prasarana untuk mendapatkan bekal ilmu

pengetahuan tentang peperangan, ilmu kemiliteran serta untuk mendapatkan

informasi tentang perkembangan politik di dunia internasional. Ilmu-ilmu yang

diperoleh tersebut dijadikan modal utama bagi masyarakat Indonesia untuk

menyusun kekuatan dan memunculkan semangat nsionalisme yang nantinya

diterapkan untuk balik melawan Jepang. Tujuan yang kontras tersebut tidak

disadari oleh pemerintah Jepang. Sehingga dalam setiap kegiatan baik rapat-rapat

propaganda maupun pertunjukan film dan sandiwara, pemerintah Jepang tidak

menyadarinya bahwa kegiatan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

menggalang semangat nasionaslime dan semangat persatuan dan kesatuan untuk

mencapai Indonesia merdeka.

Pemerintah jepang mebentuk Djawa Boui Engo Kai di Jakarta yang

berlaku sebagai Boui Engo Kai Pusat. Djawa Boui Engo Kai membawahi Boui

Page 181: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxi

Engo Kai di tingkat Syu/Kochi. Kedudukan Boui Engo Kai di cabang syu

(kresidenan) serta dengan kedudukan Boui Engo Kai di cabang Kochi yang

keduanya berkedudukan sebagai Boui Engo Kai Pusat Daerah. Di bawah Boui

Engo Kai tingkat syu/kochi terdapat Boui Engo Kai tingkat ken/shi (kabupaten),

Boui Engo Kai tingkat son (kecamatan), dan Boui Engo Kai tingkat ku (desa).

b. Pemutaran film di Boui Engo Kai

Pemerintah Jepang mewajibkan menayangkan film-film yang terutama

dianggap berguna sebagai bahan propaganda dan menghindari pikiran

individualistis ala Barat. Selain itu, film yang diputar harus jelas mengandung

ajaran moral dan indoktrinasi politik yang diinginkan pemerintah Jepang untuk

dipertunjukkan bagi masyarakat Indonesia, khususnya anggota Boui Engo Kai.

Film-film yang jelas mengandung prinsip-prinsip pemerintah disebut dengan

Kokusaku Eiga (film-film kebijakan nasional) yang menerima rekomendasi

khusus dari pemerintah Jepang. Kebanyakan film Jepang yang dipertunjukan di

Indonesia harus bersifat “film kebijakan nasional” tersebut.294

Kegiatan Pemutaran film yang diselenggarakan Boui Engo Kai harus

melalui tahap penyensoran yang ketat dari badan sensor milik Jepang yaitu Gun

Ken Etu Han. Film-film Jepang dipilih secara hati-hati dan hanya film-film yang

terutama dianggap berguna sebagai bahan propaganda saja yang diimpor.295

Dengan kata lain, film impor adalah film yang jelas mengandung ajaran moral dan

indoktrinasi politik yang diinginkan oleh pemerintah Jepang untuk dipertunjukan

bagi masyarakat Indonesia, khususnya anggota Boui Engo Kai.

294 Taufik Abdullah, op.cit, hlm.279. 295 Kan Po, No. 17, 25 April 1943.

Page 182: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxii

Film-film yang jelas mengandung prinsip-prinsip pemerintah disebut

dengan Kokusaka Eiga (film-film kebijakan nasional) yang menerima

rekomendasi khusus dari pemerintah Jepang. Kebanyakan film Jepang yang

dipertunjukkan di Indonesia harus bersifat “film kebijakan nasional” tersebut.

Ketika posisi Jepang mulai berdesakan dari berbagai frot peperangan

(sejak Sepember 1944), bahan baku film lantas dihemat. Pembuatan film-film

berita, penerangan dan propaganda diutamakan kembali sedangkan film-film

cerita ditangguhkan. Akibat kebijakan Jepang di Indonesia tersebut, menyebabkan

film-film cerita tidak diproduksi dan hanya film-film yang penuh dengan

propaganda saja yang diproduksi. Film yang diproduksi antara tahun 1943-1945

adalah Berjoeang dan Ke Seberang yang disutradarai oleh Rd. Arifin, Di Desa

dan Di Menara yang disutradarai oleh HB. Angin, Amat Heiho; Kemakmuran;

Koeli dan Romusha yang disutradarai oleh J. Hoetagaloeng dan Indonesia Raya

karya Bunka Eiga (Film Kebudayaan) dan lain-lain.296

Film Jepang memang kurang memperhatikan segi komersial dari

pembuatan film-film tersebut. Bagi pemerintah Jepang yang terpenting adalah

tujuan utama Jepang tercapai yaitu penerangan dan propaganda. Terutama dalam

memproduksi film non cerita yang menekankan bahwa militer Jepang bukanlah

agregasor melainkan pembebasan bangsa Asia dari perbudakan bangsa-bangsa

Barat.

Film yang diproduksi oleh Jepang Berjoeang dan Ke Seberang. Berjoeang

adalah film yang disadur dari film Jepang dengan judul Minami no Ganbo,

menceritakan tentang seorang pemuda yang rela meninggalkan keluarga. Sahabat

296 Pradjoerit, No. 13/30 Maret 1945, hal. 39.

Page 183: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxiii

mapun orang yang dicintainya untuk menjadi prajurit Heiho dan ikut bertempur

dalam medan perang. Sedangkan Ke Seberang menggambarkan tentang prajuri

ekonomi (romusha) yang bersedia dikirim ke luar Jawa untuk membangun tanah

seberang; Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain.

Film Berjoeang dan Ke Seberang diputar di seluruh Boui Engo Kai di

Jawa Pada bulan Juni sampai akhir Desember 1944. Pemutaran film yang

diadakan oleh Boui Engo Kai tersebut dihadiri oleh anggota Boui Engo Kai

masing-masing daerah yang merupakan gabungan antara Heiho dan Peta.

Berjoeang diputar ditepatnya yang sudah ditentukan di bioskop yang dihadiri

oleh anggota. Setiap keluarga mewakilkan dua orang dan akan mendapat tiket

masuk dari Boui Engo Kai.

E. Promosi Film Bagian dari Seni Iklan

1. Iklan Surat Kabar

Surat kabar setempat diterbitkan sampai 3 Maret 1942 dan mulai dimbil

alih oleh jepang pada 7 Maret 1942. Sendenhan mengambil alih juga To-indo

Nippo [Harian Hindia Belanda], yakni satu-satunya surat kabar berbahasa Jepang

yang ada di Indonesia sejak sebelum Perang. Dengan memanfaatkan kantor dan

percetakan (kemudian hari pindah ke bekas kantor perusahaan surat kabar

berbahasa Belanda Jaw Bode), mereka menerbitkan nomor perdana surat kabar

Sekido Ho [Berita Katulistiwa] pada 9 Maret 1942. Surat kabar ini memuat warta

berita dari siaran Tokyo sebagai berita utama.297 Kemudian, pada tanggal 3 April

1942 Sekido ho diubah namanya menjadi Unabara [Samudra], dan surat kabar ini

297 Michida, Tatakau, hlm. 195-197.

Page 184: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxiv

terbit sebanyak 230 nomor sampai 6 Desember 1942. Dalam surat kabar ini,

Pemimpin Sendenhan Machida yang cukup perhatian kepada menulis esai berseri

tanpa nama (no.60 – no.188) selain menulis puisi (no.31). Sejak terbitnya Unabara

ini, kegiatan berpropaganda menjadi lebih terorganisasi dan pengkontrolan

terhadap segala media masa mulai diperkeras. Sebagai kebijakan pemerintah

militer, segala organ opini masyarakat di jawa diberhentikan untuk sementara dan

kemudian diberanguslah sebagian besar surat kabar yang terbit di Jawa tanpa

kejelasan atas delik apa.

Menurut I. J. Brugmans dan kawan-kawan,298 terdapat delapan surat kabar

berbahasa “Melayu” yang diterbitkan (kembali) pada masa itu. Pertama-tama,

diterbitkan Asia Raya 29 April 1942. Selain itu, di Batavia terbit juga

pembangoen sebagai pengganti Pemandangan dan Kung Yung Pao yang

melanjutkan Hong Po yang dahulu. Tidak lama kemudian, pada 1 juni1942

Tjahaja diterbitkan di Bandung. Sesudah itu, Sinar Matahari terbit di Yogyakarta

sedangkan Sinar Baroe diterbitkan di Semarang. Di Surabaya pada 17 Juni 1942

Soerabiasch Handelsblad [Surat Kabar Perniagaan Surabaya] dipaksa untuk

selanjunya diterbitkan dalam bahasa “melayu” dengan nama Pewarta Perniagaan.

Kemudian, di Surabaya Juga terbit Soeara Asia yang akan menyerapa Pewarta

Perniagaan.299

Menurut Omisawa, kepala Seksi surat kabar Sendenhan, pernyataan atau

pembredelan surat kabar tersebut dimaksud untuk mempermudah pengawasan

298 Brugmans, dkk., op.cit., hlm. 200. 299 Selain Koran-koran tersebut, ada juga Koran illegal. Salah satunya adalah Merah Putih

di Surakarta, Tanoguchi, “Janarisuto”, hlm. 291., Wartini Santoso (ed.), 1984, Katalog Surat Kabar, Jakarta: Perpustakaan Nasional. (Seterusnya dirujuk sebagai Santoso, Katalog Surat Kabar) hlm. X.

Page 185: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxv

terhadap dunia opini. Katanya, hal itu juga masih merupakan hasil kompromi,

karena semula ia berharap hanya satu surat kabar yang ada di Jawa. Namun

pengawasan yang ketat mengakibatkan monotonnya semua artikel di surat kabar-

surat kabar.300 Tentu saja, kepada wartawan juga diadakan pengawasan. Setelah

Jepang menyerah, ditemukan dokumen “Sepuluh perintah untuk Wartawan” di

kediaman H Shimizu di Jakarta. Misalnya, perintah ke delapan dari dokumen

tersebut berbunyi, “Ia (wartawan) harus sama sekali berusaha untuk melaksanakan

slogan ‘Asia untuk orang Asia’ dan harus sadar mengenai tugas hati untuk

kemerdekaan Asia Timur Raya.”301

Dari Bandung U. Tomisawa pindah ke Batavia. Namun, ia bingung harus

memulai dari apa. Abdullah Alatas,302 seorang indo Arab yang menjadi asisten

setia Tomisawa di Bandung menyarankan untuk membuat surat kabar berbahasa

Indonesia. “dan, kalau bikin, namanya lebik baik Asia Raya saja,” lanjutnya.303

Tomisawa yang sudah mengkhawatirkan monotonnya artikel di surat kabar tadi

langsung menyetujui idenya. Tomisawa sadar bahwa lebik baik mengkontrol dari

dalam dari pada menekan dari luar. Lalu ia merundingkan ide tersebut dengan ahli

percetakan Toshio Kurosawa yang mengelola bekas pabrik percetakan Jawa Bode.

Ide itu langsung disetujui A.Asano, Y.Nakatani, T.Ichiki, H.Shimizu, dan filsuf

Norio Shimizu juga mendukung. Kemudian, Tomisawa memilih pemimpin

300 Tomisawa, “Genchi-ji Shibun (Koran Bahasa Stempat)” dalam Majalah Bungei Nihon

(Juni 1944), (Seterusnya dirujuk sebagai Tomisawa, “Genchi-ji”)., Kartini Santoso (ed.), 1983, Katalog Terbitan Indonesia Pendudukan Jepang 1942-1945, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm. iii.

301 Brugmans, dkk., op.cit., hlm. 201. 302 Tomisawa menulis esai berseri mengenai Alatas yang berjudul “Indonesia no Asa

(Pagi Harinya Indonesia)” dalam surat kabar Tokyo Asahi Shinbun (19-23 Januari 1943). 303 Tomisawa, “Jawa”,hlm. 101., Asano, hlm. 147.

Page 186: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxvi

Parindra (partai Indonesia Raya) Soekadjo Wiliano Poeranoto sebagai editor

kepala.

Akhirnya Asia Raya diterbitkan oleh Sendenhan pada 29 April 1942,

bertepatan dengan tenchu setsu (hari kelahiran kaisar Jepang). Tomisawa menjadi

presiden direktur Asia Raya. Alatas menjadi direktur operasi. Sementara, itu

pemimpin redaksi adalah Ichiki; penulis editorial adalah Oya, Asano, Tomisawa,

da N.Shimizu; penerjemah adalah Y.nakatani, Sanoesi Pan, Boetami, A.Oki juga

ikut membantu Tomisawa. Tomisawa menulis artikel di nomor perdana yang

berjudul “dari Hati ke Hati’ (terjemahan Y.Nakatani).304 Katanya, di Singapura

sampai-sampai diterbitkan “tanda bukti rakyat baik (ryminsho)” yang

membuktikan si pemilik adalah rakyat yang kooperatif pada Jepang. Asia raya ini

“terjual laris sebagai semacam jimat, karena kalau membawa itu orang tersebut

pasti dianggap pro Jepang.”305 Selain surat kabar, perusahahaan Asia Raya juaga

menerbitkan buku-buku. Menurut catatan Kitahara, pada saat 10 Juli 1942, sudah

diterbitkan sebuah kamus Jepang-Indonesia susunan abe serta sebuah bacaan

bahasa Jepang karya Asano dan sedang dicetak kumpulan sajak oki.306

Pada 3 September 1942 Sendenhan menunjukkan haluan dasar tentang

pengkontrolan terhadap surat kabar dalam “konsep Pengawasan Sura Kabar Pusat

[Chuo shinbun Tosei An]”. Dengan ini mereka memperkuat pengontrolan

terhadap surat kabar bahasa Jepang, bahasa Indonesia, maupun Bahasa cina.307

304 Tomisawa, Jawa, hlm. 98-107, 109-111, 119-120, 143., Tomisawa, “Genchi-ji”,

Asano, Ensei, hlm. 151., Asano, Jawa, hlm. 60-69., Machida, Tatakau, hlm. 199, 201-207. 305 Ibid., hlm. 206-207. 306 Kitara, Uki, hlm. 64., Mengenai buku Asano yang berjudul Nippon-go no Hon, Asano,

Jawa, hlm. 108-125, 174-181.

Page 187: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxvii

Sementara itu, pada 10 September 1942 Markas Besar Kekaiaran memerintahkan

perusahaan surat kabar Jepang, Asahi Shinbunsha, mengenai halauan untuk

mengemudiakan surat kabat berbahasa Jepang di Jawa dan membimbing surat

kabat setempat :

Dengan memanfaatkan pengalaman serta kemampuan anda hingga kini dan memberikan tenaga kerja, bahan material, serta dana, diharapkan untuk mendirikan dan mengelola sebuah perusahaan surat kabar dibawah pengawasan Militer; berbakti pada pelaksanaan pemerintahan militer setempat; berusaha supaya kebudayaan Jepang berekspansi dan bersemarak; menyuluh orang Jepang setempat dan mendidik orang jepang setempat; membimbing atau langsung mengeelola surat kabat berbahasa setempat maupun asing.308

Dengan keluarnya perintah ini, Asahi Shinbunsha akan menerbitkan surat kabar

yang bernama Jawa Shionbun [Surat kabar Jawa] pada 8 Desember mengingat

kao Sai (ulang tahun pecahnya Perang Asia timur raya) pertama.309

Tidak lama kemudian, pada 16 Desember 1942 didirikan Jawa Shinbukai

yang mengontrol masalah persurat kabaran di Jawa atas inisiatif Asahi

Shinbusha.310 Setelah urusan persurat kabaran diserahkan kepada Asahi

Shinbunsha, sejak 1 januari 1943 Jawa Shinbunsha memulai usaha

penyebarluasan bahasa Jepang dengan menerbitkan majalah dwi-bahasa (bahasa

Indonesia dan Jepang) Djawa Baroe.311 Sejak 1 Januari 1944 mereka juga

307 Sendenbu, “Chuo Shibun Tosei An (Konsep Pengawasan Surat Kabar Pusat)” (tulisan

tangan), 3 September 1942, (The Nishijima Collection, (JV24), Machida, Tatakau, hlm. 199. 308 Ibid., hlm. 197. 309 Jawa Nenkan, hlm. 176. Mengeni alas an mengapa Asahi Shinbunsha yang ditunjuk

sebagai pengelola surat kabar di Jawa, baca Taniguchi, “Janarisuto”, hlm. 273-274. 310 “Osamu Seirei (Oendng-oendang Osamu) No.51” dalam Osamu Kanpo (No.13), hlm.

2-3. atau “Osamu Serei No.51” dalam Kan Po (No.32), hlm. 4-6. 311 Machida, Tatakau, hlm. 199., Dalam penyebarluasan bahasa Indonesia, Jawa

Shibunkai juga berperan penting. Taniguci, op.cit., hlm. 286-291. Selain itu, lembaga itu membawa perubahan dalam pengejaan bahasa Indonesia, yaitu dari “oe” ke “u”, Ibid., hlm. 281-282.

Page 188: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxviii

menerbitkan surat kabat mingguan Kana Djawa Sjinboen [Surat kabar Jawa

berhuruf Kana], “dengan maksud menjebarkan bahasa Nippon jang benar.”312

Salah satu hal penting yang menyangkut persurat kabaran selain isi berita

yang selalu dikontrol oleh Pemerintah Jepang adalah mengenai kebijakan tentang

iklan didalam surat kabar yang harus dipersetujui oleh dewan redaksi.313 dari

kebijakan tersebut termuatlah berbagai macam iklan yang tampil dalam surat

kabar. Diantaranya adalah iklan perekrutan kepegawaian pemerintah, berbagai

macam iklan komersil untuk umum, dan iklan tentang Penyelenggaraan Film

waktu pemutaran dan tempat diputarnya film. Maka dijadikanlah surat kabar

sebagai alat promosi yang paling tepat untuk mengenalkan Film.

Dapat dikatakan bahwa untuk mengenalkan tentang film harus adanya

daya pendukung yang sesuai sebagai alat promosi yang tepat walaupun kadang

kalanya dilakukan dengan alat pengeras suara sebagai pemberitahuan

pengumuman tentang film. Tentu saja ini adalah cara tepat Jepang mengiklankan

film sebagai alat promosi yang tepat . Misalnya, dalam surat kabar Asia Raya dan

surat kabar lainnya yang ada di Jawa, hampir disetiap nomor dimuat iklan dan

artikel synopsis singkat tentu saja di tambahi gambar tentang film-film yang akan

diputar.

2. Peran “Pasukan Kuas” Di Sendenhan

Seksi seni rupa di Sendenhan disebut “pasukan kuas (efude butai)” oleh

Machida. Perkataan ini menunjukkan bahwa seksi ini terutama bertugas di bidang

312 Iklan “Kana Djawa Sjinboen” dalam Daja Baroe (no.24. 15.12.2603), hlm. 8., Dengan

adanya iklan ini, diketahui adalah salah satu ingatan bahwa machida berkata Kana Djawa Sjinboen diterbitkan sejak 8 Desember 1943. lihat Machida, Tatakau, hlm. 199.

313 Kan Po no. 14 tahoen ke II Boelan 3-2603

Page 189: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

clxxxix

lukisan bukan ukiran. Di Batavia, meraka melukis dalam berbagai bentuk,

misalnya poster, kartu pos gambar, ilustrasi di buku, latar sandiwara, perangko,

rambu, reklame, papan nama, desain bungkusan barang kebutuhan sehari-hari, dan

lain-lain. Bahkan mereka juga membuat buku pelajaran bagi orang Indonesia.314

Oleh karena lukisan-lukisan yang telah disiapkan di Jepang dan Taiwan

ditenggelamkan oleh kapal perang Amerika, Huston, maka anggota Seksi seni

rupa sendenhan mendarat di Banten dengan tangan kosong. Meskipun demikian,

dalam perjalanan ke Batavia, mereka sempat menggambarkan lukisan dinding di

berbagai tempat. Paling aktif pada waktu itu adalah komikus Ryuichi Yokoyama

dan Saseo Ono.315

Di dinding-dinding bangunan, ditulis besar-besaran”BELSATOELAH [sic] BANGSA ASIA!” Orang Indonesia yang melihat tulisan itu berteriak-teriak “Hidoep Nippon!” dengan mengangkat jempol.

[..] Semboyan tersebut tentu maih bersifat agak murni pada awal perang Asia Timur Raya. Memang pembangunan “lingkungan Kemakmuran Bersama Asia timur Raya” itu cita-cita yang eenaknya(?), tetapi pemikiran untuk membebaskan penjajahan Eropa dan membimbing mereka untuk menentukan jalan meraka sendiri itu masih berkuasa sampai menjelang perang.

Misi Sendenhan juga menitik beratkan pemikiran seperti itu, maka wajar saja pertam-tama kami memasang semboyan tersebut. Akan tetapi “bantulah jepang sepenuhnya untuk pelaksanaan perang.” Walhail, Sendenhan menghadapi dilemma seperti buah simalakama.316

Para “Pasukan Kuas” membuat Poster-poster itu dibuat semenarik

mungkin dengan gambar secara besar-besar dan permainan warna mencolok

sehingga memikat yang melihat. Poster-poster film itu juga dibuat dengan tujuan

314 Machida, Pasukan Budaya yang Berperang.op.cit, hlm238-240. 315 Ibid, hlm.236. 316 Machida, “Monumen Kertas” Seorang Militer: Pedang dan Pena, op.cit. hlm.182-

183.

Page 190: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxc

mempropagandakan para pemuda untuk bergabung mendaftar Peta. Sebuah poster

yang sangat popular dan sering dimuat disurat kabar dan majalah adalah poster

yang menggambarkan seorang prajurit bersenjata dan biasanya di dalamnya

terdapat tulisan yang bertemakan mengajak, misalnya “Berjoeang Tentara

Pembela Tanag Air, Ikoetlah”.317

F. Seni Sebagai Media Perlawanan Terhadap Propaganda Jepang

Sejak kedatangan di Indonesia, pemerintah militer Jepang menyadari

bahwa selain pers bumiputera, seni merupakan media yang efektif untuk

propaganda. Oleh karena itu yang dicetuskannya yang bertujuan untuk menarik

simpati rakyat Indonesia dan kepentingan menghadapi peperangan, seni juga

dijadikan sebagai salah satu media untuk menyampaikan program-progaram itu.

Dalam konteks ini, seni berperan sebagai pendukung program pemerintah militer

Jepang. Banyak kemasan seni propaganda diciptakan oleh seniman-seniman yang

tergabung dalam Sendenhan dan Keimin Bunka Shidosho. Selain itu, oleh karena

adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah militer Jepang terhadap karya-

karya yang diciptakan oleh seniman-seniman Indonesia, juga muncul seni yang

bernuansa mendukung propaganda jepang, tetapi sebenarnya juga memuat

kepentingan bangsa Indonesia. Hal ini terjadi karena Keimin Bunka Shidosho

selain menjadi alat propaganda pemerintah militer Jepang, juga dimanfaatkan oleh

seniman-seniman Indonesia untuk membahas cita-cita kemerdekaan. Artinya,

Keimin Bunka Shidosho memiliki fungsi ganda yang sebenarnya bertolak

belakang, yaitu menjadi alat Jepang untuk kepentingan perang, dan sebaliknya

317 Djawa Baroe, 1 Oktober 1943.

Page 191: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxci

juga menjadi alat bagi seniman nasionalis untuk secara illegal dan sembunyi-

sembunyi memanfaatkannya untuk kepentingan kebangsaan Indonesia.318

1. Keimin Bunka Shidosho

Tibalah waktoenja mengembangkan kesenian dan keboedayaan bangsa Toean dengan seloeas-loeasnja sebagai keboedajaan bangsa Timoer.

Dari “selintas Kesan Waktoe Pemboekaan kantor “POESAT KEBOEDAJAAN” (1943)

Rintaro Takeda

Sudah tiba musim gugur (1943) dimana selain semua yang berbakti pada pemerintah militer, satu pohon atau satu rumput di Jawa pun harus menyerbu dengan menjadi bola api.319

dari Jawa Nenken : kigen 2604-nen

Jakob Sumardjo320 dan Pamusuk Eneste321 menulis bahwa Keimin

mengadakan sensor. Tamabahan pula, Sumardjo menuliskan Keimin mengelola

majalah Djawa Baroe. Jelanya, kritikus sastra ini merancukan Keimin, Kenetsuhan

(Barisan Sensor), dan Jawa Shinbunsha. Pertama, Keimin tidak mengadakan

sensor melainkan hanya seleksi. Seperti sudah diuraikan di subbab “Lahirnya

Sendanhan”, sensor diadakan oleh Kenetsuhan. Kedua, yang mengelola majalah

Djawa Baroe Jawa Shinbunsha, bukan Keimin juga.

Sekarang bagaimana kritikus sastra yang lain? Ajip Rosidi menulis sebagai berikut :

Para pengarang beserta dengan para seniman lainnya di kumpulkan oleh Jepang di kantor pusat kebudayaan yang dinamakan Keimin Bunka shidosho. Pemusatan para seniman itu tentu saja tidak bisa lepas dari

318 A.B. Lapian, 1988, Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua

Orang yang Mengalaminya, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, hlm.72. 319 Jawa Nenkan, hlm.25. 320 Jakob Sumardjo, 1992, Lintasan Sastra Indonesia Modern I, Bandung: Citra Aditya

Bakti, hlm.97. 321 Pamusuk Eneste, 1990, Leksokon Kesusastraan Modern, Jakarta: Djabatan, hlm.93.

Page 192: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcii

situasi perangdan maksud Jepang sendiri hendak menguasai seluruh Asia dengan semboyan tiga – A. 322

Geraka Tiga A hanya dijalankan di Indonesia dan gerakan itu juga sudah terbubar

pada bulan September 1942, berarti tujuh bulan sebelum berdirinya Keimin.323

Jadi, Gerakan tiga A itu tidak ada sangkut pautnya dengan Keimin.

Keimin mengumpulkan para seniman dan mereka dipesan untuk membuat

karya seni yang seuai dengan cita-cita Jepang. Ada artikel menarik dalam

Asia Raya. Surat kabar ini memuat artikel berseri yang berjudul “Ichtisar tentang

Goensei” sejak tanggal 19 Oktober 1943 selama lima hari. Artikel itu

memaparkan haluan-haluan Gunseikanbu di berbagai bidang. Dalam artikel kali

ketiga terdapat penjelasaan tentang propaganda. Kutipan artikelnya sebagai

berikut dibawah ini:

Propaganda dan oesah-oesaha penerangan jang sesoeai dengan politik Goensi berada dibawah penjelidikan sendenboe. Di kota jang besar-besar diadakan tjabang-tjabangnya jang mengoeroes hal2 juga. Tentang soerat kabar, dilima boeah kota jang besar-besar diterbitkan soerat kabar jang menjiarkan kabar harian Indonesia. Di Djakarta diterbitkan seboeah soerat kabar Nippon.

Tentang Penjelenggaraan kabar sedaerah-daerah diperkenankan Domei mengawasinja.

Disamping itoe ada lagi beberapa soerat kabar Tionghoa jang memenoehi keinginan keinginan pembatja-pembatja bangsa Tionghoa.

Adapoen penjiaran radio, dioeroes oleh Hoso kanrikjokoe dibawah penilikan Sedenboe. Pada azanja gelombang pendek dilarang berhoeboeng dengan oesaha memberantas mata-mata moesoeh (Botjo). Sementara itoe di djalan-djalan oemoem banjak dipasang radio oemoem yang memperdengarkan moesik penghiboer jang sehat, pidato dan kabar-kabar jang penting. Sekaliannja itoe amat penting oentoek propaganda radio didaerah Selatan.

Tentang gambar hidoep, maka semoea oeroesan jang bersangkoetan dengan itoe ada dalam satoe tangan. Film moesoeh dilarang dipertoendjoekkan- dipertoendjoekkan di gedoeng-gedoeng bioskoep.

322 Ajip Rosidi, 1986, Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: Binacipta, hlm.72. 323 Sunu Waaasono juga menulis Gerakan Tiga A adalah sebuah organisasi yang

dibentuk pemerintah Jepang pada April 1942 dan dibubarkan pada maret 1943, Sunu Wasono, 1999, “Teknik Propaganda Dalam Sejumlah Cerpen Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang” (skripsi), Depok: Universitas Indonesia, hlm.18-19.

Page 193: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxciii

Sementara itoe film perkabaran dan gambar hidoep jang baik boeatan Nippon dimasukkan kemari dan dihidangkan kepada Oemoem. Tidak lama lagi gambar hidoep jang di boeat di Djawa di bawah penilikan kita akan dipertoendjoekkan.

Tentang sandiwara, kesoesastraan, moesik dan kesenian lain-lain. Keimin Boenka Sidosjo (Poesat Keboedayaan) jang baroe didirikan memegangpimpinan jang terpenting. Toejoean Poesat Keboedayaanitoe memadjoekan keboedayaan asli dari pendjoeroe oentoek menjokong Keboedayaan Asia Raja jang bebas dari semangat perhambaan kebendaaan Barat.324

Dari kutipan diatas diketahui bahwa Keimin memegang peran penting di bidang

kesenian. Namun, keterangan mengenai tujuan pendiriannya terlalu singkat.

Maka, untuk lebih jelasnya, simak uraian dalam Jawa Nenken : Kigen 2604-nen.

Menurut alamanak ini, tujuan pendirian keimin berbunyi sebagai berikut.

Adalah hal pokok dalam pembangunan Asia Timur Raya bahwa memberi bimbingan dan pengarahan spiritual yang tepat dan menciptakan dan meresapkan suasana yang cultural dan spiritual dari negara kekaisaran kepada 50 juta jiwa penduduk Jawa yang di tindas oleh kebijakan colonial Belanda selama tiga ratus tahun. Mengingat hal itu, maka untuk memperlancar penyuluhan dan penyadaran terhadap rakyat terutama dari segi seni budaya [Keimin Bunka Shidosho] didirikan oleh Gunseikanbu sebagai organisasi bimbingan pusat pada April 1943.325

Rosihan Anwar menulis, bahwa Keimin dapat dipandang sebagai “pra-

TIM [Taman Ismail Marzuki]” dengan “skala yang berbeda dan suasana iklim

yang lain.”326 Tentu saja, Keimin lain sekali dengan TIM. Pada masa itu Keimin

disebut Poesat Keboedayaan. Oleh karena itu, hingga kini nama badan tersebut

lazim diterjemahkan sebagai Pusat Kebudayaan. Jika mendengar sebutan itu,

maka kita teringat pada Pusat-pusat kebudayaan milik berbagai Negara seperti

yang ada di Jakarta, yang didirikan untuk memperkenalkan kebudayaan Negara

324 Asia Raya 21 Oktober 2603, hlm.2. 325 Jawa Nenkan, hlm.167. 326 Rosihan Anwar, Sekelumit Kenang-kenangan Kegiatan Sastrawan di Zaman Jepang

(1943-1945)” dalam Budaja Dajaja (no.65. th.VI. Oktober 1973), Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Page 194: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxciv

masing-masing dengan menyediakan pustaka atau menyelenggarakan acara

budaya. Pusat-pusat kebudayaan itu bertujuan untuk memperlancar saling

pengertian antar negara. Namun, Keimin bukan pusat Kebudayaan semacam itu.

Jika kita menilik sebutan dalam bahasa Jepang itu kata demi kata, maka terbuka

kedoknya. “Keimin” berarti ‘penyuluhan rakyat’; “bunka” berarti ‘kebudayaan’

dan; “shidosho” berate ‘kantor bimbingan.’ Jadinya “Kantor Bimbingan

Kebudayaan untuk Penyuluhan Rakyat.” Nama (yang sebenarnya) ini dengan jelas

menunjukkan bahwa badan tersebut didirikan atas kesadaran merendahkan dan

kepemimpinan orang Jepang terhadap orang Indonesia.

Pada masa itu diberitakan bahwa Keimin didirikan atas kemauan orang

Indonesia.327 Ketika ditanya tentang Keimin, Mantan kepala Seksi propaganda

Sendenbu H.Shiminzu menjawab sebagai berikut.

Bukan Jepang [yang mendirikan Keimin] sama sekali. Hal ini permintaan dari pihak Indonesia dan Indonesia yang mendirikannya. Tapi, jika oranng Jepang tidak ikut maka pemerintah mmiliter Jepang tidak mengijinkan. Oleh karena itu, akhirnya semua orang [Jepang di Sendenbu] juga ikut mendirikannya.328

Akan tetapi, mantan Kepala kantor Besar Keimin S. Oya menjelaskan bahwa

supaya suatu obyek propaganda tidak ketahuan sebagai propaganda, maka

propaganda terhadap orang Indonesia lebih efektif jika dilakukan oleh orang

Indonesia sendiri dari pada orang Jepang. Oleh karenanya, “tidak usah dijelaskan

lagi bahwa tujuan utama [pendirian Keimin] adalah untuk melakukan

penyelidikan, pendaftaran, penyusunan, dan pembinaan propagandis

327 Artikel “Keimin Bunka Shidosho” dalam Jawa Shinbun (no.86. 4 Maret 1943), hlm.1. 328 Hitoshi Shimizu, 1991, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia (Kumpulan

Kesaksian: Indonesia di Bawah Pendudukan Jepang), Tokyo: Ryukei Shosha, hlm.318.

Page 195: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcv

Indonesia.”329 Jadi pernyataan Oya-lah yang benar sedangkan rupanya H Shimizu

berusaha mutupi kenyataan.

2. Seni Sebagai Wahana Penyampaian Aspirasi Bangsa Indonesia

Walaupun seni dijadikan sebagai media propaganda oelh pemerintah

militer Jepang, merupakan suatu yang tidak dapat dielakan apabila seni juga

dijadikan sebagai media penyampaian aspirasi bangsa Indonesia. Namun

demikian, jelas ada perbedaan corak diantara keduanya dalam hal penyampaian

pesan. Sebagaimana telah terbukti, propaganda pemerintah militer Jepang bersifat

eksplisit, sedangkan penyampaian aspirasi bangsa Indonesia pada umumnya

dilakukan tidak secara eksplisit, karena adanya pengawasan dari pemerintah

militer Jepang dan pemerintah militer Jepang belum memberikan peluang untuk

tumbuh kembangnya kesadaran nasional dan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia.

Akan tetapi, seiring dengan adanya perubahan situasi politik dan militer

pemerintah militer Jepang, corak penyampaian aspirasi bangsa Indonesia juga

mengalami perubahan. Bahkan, meskipun sangat jarang terjadi, kritik terhadap

pemerintah militer Jepang ada juga yang disampaikan secara tajam dan relative

terus terang, dan hal ini dilakukan justru pada awal berkuasanya pemerintah

militer jepang, seperti ditunjukan oleh puisi yang berjudul Bunglon yang ditulis

oleh Ashar dibawah ini

Bunglon Untuk “Pahlawan”ku Melayang gagah, meluncur ramis Menentang tenang, alam samadi Tiada sedar marabahaya Alam semesta member senjata Selayang terbang ke rumpun bamboo Pindah meluncur di padi masak

329 Soichi Oya, dalam Hihon Hyoron Januari 1944, “Daerah Selatan dan Propaganda”.

Page 196: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcvi

Bermain mesra di balik dahan Tiada satu dapat mengganggu Ach, sungguh puas berwarna aneka Gampang menyamar mudah menjelma Asalkan diri menurut suasana O, Tuhanku, biarkan daku hidup sengsara Biar lahirku diancam derita Tidak daku sudi serupa330

Dua baris terakhir sajak diatas, memperlihatkan penilaian dan sikap

penyair terhadap sebagai orang Indonesia yang bersedia bekerja sama dengan

jepang, sehingga diibaratkan seperti bunglon. Bagi pemerintah militer Jepang,

ungkapan ini dapat ditafsirkan sebagai menebar kebencian kepada pemerintah,

karena telah menciptakan situasi yang memaksa setiap orang menuruti kemauan

pemerintah. Jika mengingat tidak tersedianya ruang dan tempat yang cukup untuk

mengemukakan kritik maupun pandangan-pandangan yang dianggap menebarkan

kebencian kepada pemerintah militer Jepang, maka pemuatan puisi di atas dalam

Asia Raya menjadi aneh dan sulit dipahami. Hal itu bertentangan dengan keadaan

umum yang segala sesuatu berlangsung menurut aturan atau ketentuan pemerintah

militer Jepang.

Sistem pemerintahan militer Jepang yang sangat represif dapat dikatakan

menjadi sebab utama ketidakterusterangan para seniman dalam menyampaikan

gagasan mengenai penentuan nasib hidup bangsa sendiri. Ketidakterusterangan itu

biasanya dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang bermakna ganda dan hal

ini dilakukan dengan tujuan berlindung. Misalnya puisi berjudul Lukisan yang

ditulis oleh Rosihan Anwar di bawah ini.

… … … … … … Walaupun engkau tidaklah tahu

330 Asia Raya, 28 November 1942.

Page 197: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcvii

Tapi di hati kutanam janji Bersaudara kita semenjak janji Sambut tanganku Satu tujuan: Mari bersama menyusun Kemenangan! Lamalah sudah bangsa menanti331 Lirik “mari bersama menyusun kemenangan” dapat diartikan kemenangan

Asia Timur Raya. Akan tetapi dapat pula kemenangan untuk Indonesia sebagai

“bangsa yang telah menanti”. Melihat pengarangnya, yang dikenal sebagai

seorang nasionalis, dapat diduga bahwa yang dimaksud adalah kemenangan untuk

Indonesia.

Usaha membangkitkan kesadaran di kalangan masyarakat melalui puisi

juga dilakukan melalui tema kepahlawanan. Ada suatu kecendrungan bahwa

kepahlawanan merupakan tema yang sering diangkat oleh para penulis puisi,

sehingga puisi yang bertemakan kepahlawanan cukup mendominasi puisi-puisi

yang dimuat dalam surat kabar dan majalah. Salah satu contohnya adalah puisi

yang ditulis Mahatmanto berjudul Arwah Pahlawan Perang sebagai berikut:

Arwah Pahlawan Perang Menggerbak marak kembang kemoening Goegoer berhamboer di atas boemi Alam keliling tentang dan hening Menarik hati oentoek samadi Sekar bertebar di sekitar pagar Pagar poesara Kemegahan Poerba Poesara koejoe kembali segar Oleh taboeran beriboe kesoema Wahai Arwah Pahlawan Perang Mati berkoerban dalam berdjoeang --Toean taboeri loekisan sedjarah --Toean bawakan kenangan megah Oentoek mengembalikan semangat mojang Nan menggetarkan hati moesoeh penjerang

331 Budi Susanto, 1994, Politik Penguasa dan Siasat Pemoeda: Nasionalisme dan

Pendudukan Jepang di Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, hlm.137.

Page 198: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcviii

Dadakoe penoeh, hatikoe megah Mendapat semangat poesaka mojang Semangat ksatria: Berani, Tabah Ta takoet mati dalam berdjoeang Boekan kami meloepakan tambo Kami kenangkan Djohan Pahlawan Imam Bondjol, Pangeran Diponegoro Padahal soedah oentoek teladan… Dirgahajoe oesahamoe toean… Tanaman semangatmoe soeboer merindang Kami poepoek bersama sesaudara Agar kemakmoeran lekaslah dating!332 Ada kesadaran di kalangan penyair bahwa keadaan pada masa Jepang

mebuat orang sulit menentukan sikap berkaitan dengan masa depan bangsa.

Dalam hal ini, Mahatmanto tampaknya ingin mengatakan bahwa sikap yang telah

dipilih oleh para pahlawan dapat dijadikan inspirasi untuk mengambil sikap yang

serupa.

Memanfaatkan puisi sebagai media untuk menyampaikan aspirasi penyair

atau membangkitkan kesadaran nasional tidak hanya dilakukan dalam bahasa

Indonesia melainkan dalam bahasa Jawa. Puisi Kekasihku… karangan Subagijo

I.N menyampaikan kerinduan pengarangnya, yang diharapkan juga kerinduan

semua orang Indonesia terhadap kemerdekaan Indonesia. Pengarang puisi ini

menyatakan bahwa sudah saatnya Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.

Selengkapnya adalah sebagai berikut:

Kekasihku…. Layoe lesoe atmaku pindha taru, Ngantu-antu nunggu tekamu, Aclum alum tumiyung malengkung, Kucem surem tanpa sunar menguwung,

332 Pandji Poestaka, No. 7 Th XXII.

Page 199: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cxcix

Prandene…. Dinane wus manjalma minggu, Minggune wus dumadi candra… Aku isi ajeg kanthi ninggu saliramu, Nanging pangarep-arepke nora bakal sirna Pangarep-arepkoe isih tetep lana Manehe… Wus dakgambar ing gagasan, Wus daktulis ing pangenthan-enthan… Saliramu teka sarwa nggawa sasmita, Kawibawaning Nusa lan Bangsa. Lan… Sajrone aku cenglungen nganti-nganti, Nora lali daksisihi santi pepuji, Nedel mandhuwur marak Hyang manon Nyuwun supaya kita bisaa sapatemon. Nadyan ta… Wektuna wus tansah lunga teka, Dinane wus ginanti candra… Lan candra musna, kongsi mangsane warsa jana, Saliramu meksa during ana! Nanging pangarep-arepku nora bakal sina Jer… Ing telenging pengangen-angen, Banget anggonku kapang kangen, Kepingin weruh wujudmu kang sanyata, Dhuh kekasihku… Kamardikaning bumui Nusantara!!!333 Meskipun pesan dalam puisi di atas disampaikan secara tersamar, tetapi

pada lirik terakhir diungkapkan secara tegas, yaitu kemerdekaan Nusantara.

Seperti puisi Bunglon, puisi ini juga lolos sensor sehingga dapat dipublikasikan

melalui media massa. Ada kemungkinan hal itu disebabkan karena redaksi Panji

Poestaka “kebobolan”.334 Sejauh didasarkan pada sumber-sumber yang berhasil

ditemukan, puisi ini merupakan satu-satunya karya sastra yang dipublikasikan

333 Panji Poestaka, No. 22 Th XXII, 15 September 1944. 334 Suripan Sadi Sutomo, 1997, Sosiologi Sastra Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, hlm.86-88.

Page 200: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cc

pada tahun 1945 yang mengangkat tema nasionalisme untuk menggugah semangat

bangsa Indonesia.335 Puisi diatas menampilkan kerinduan seseorang terhadap

kebebasan atau kemerdekaan Indonesia.

Melalui puisi Kekasihku penyair menyatakan bahwa sudah saatnya bangsa

Indonesia merdeka menjadi bangsa yang mandiri. Oleh sebab itu, bagi rakyat,

kemerdekaan bangsa Indonesia ibarat seorng kekasih, sehingga kehadirannya

sangat dinantikan.

Puisi diatas memperlihatkan adanya suatu perubahan yang terjadi secara

bertahap dalam cara mengemukakan gagasan nasionaslime. Meskipun masih

sangat memperhatikan diksi untuk menghindari sensor pemerintah militer Jepang,

keberanian untuk menyampaikan pesan utama menggunakan kata-kata yang

bermakna lugas mulai tampak. Hal ini bahkan menjadi semakin jelas dalam puisi

Chairil Anwar. Salah satunya adalah puisi yang berjudul Siap Sedia yang berisi

ajakan kepada kawan-kawan untuk bangkit dengan kesadaran dan mengayunkan

pedang untuk menuju dunia baru.

Kawan, kawan Dan kita bangkit dengan kesadaran Mencucuk dan menyerang berulang Kawan-kawan Kita mengayun pedang ke Dunia terang

Gunseikanbu mendakwa pengarang, bahwa kata-kata “Dunia Terang” dalam puisi

diatas dimaknai negeri Jepang, karena kata itu mengacu pada Negara yang

menggunakan matahari (terang) sebagai symbol. Dengan demikian melalui puisi

itu Chairil Anwar dituduh menganjurkan pemberontakan terhadap Jepang, dan

335 Sri Widati,dkk, 2001, Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern: Priode

Prakemerdekaan, Yogyakarta: Gadjah mada University Press, hlm.271.

Page 201: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cci

sebagai akibatnya ia ditangkap oleh Kempetai dan ditahan selama beberapa

waktu.336

Karya sastra yang digunakan sebagai media propaganda untuk

kepentingan Indonesia tidak hanya berupa puisi, baik dalam bahasa Indonesia

maupun bahasa Jawa, tetapi Novel. Pada masa pendudukan Jepang, hanya ada dua

novel yang diterbitkan oleh Balai Pustaka sebagai lembaga penerbitan resmi

pemerintah militer Jepang. Kedua novel itu adalah Tjinta Tanah Air karya

Nursutan Iskandar dan Palawidja karya Karim Halim yang keduanya diterbitkan

pada tahun 1944.

Tjinta Tanah Air mengisahkan percintaan antara Astia dan Amiruddin di

tengah-tengah suasana perang, sehingga mendorong Amiruddin dan kawan-

kawannya ingin menjadi pasukan relawan. Demikian hal dengan Astia yang

kemudian mendaftarkan diri sebagai juru rawat sukarela. Mereka akhirnya

menikah secara sederhana sebelum berpisah untuk menunaikan tugas. Keputusan

untuk menjadi pasukan dan juru rawat sukarela telah membuat orang tua mereka

bangga, karena mereka dinilai lebih mencintai tanah air disbanding cinta mereka

sendiri. Sementara itu dalam Palawidja dikisahkan tentang perkawinan

amalgamasi antara Sumardi dengan Sui Nio, seorang gadis Tionghoa. Kisah Cinta

mereka berawal dari aktivitas di Komite Rakyat yang didirikan dengan tujuan

meredam konflik pribumi-Cina yang sempat terjadi setelah kekalahan Belanda

atas Jepang. Menjelang perkawinan mereka, muncul masalah karena Sumardi

ditangkap oleh Jepang dengan tuduhan penghianatan. Namun akhirnya ia

dibebaskan setelah tuduhan itu tidak terbukti, dan akhirnya perkawinan antara

336 Poesponegoro dan Notosusanto, 1984, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai

Pustaka, hlm.64.

Page 202: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccii

Sumardi dan Sui Nio dapat dilangsungkan. Setelah menikah Sumardi menjadi

anggota Dewan Daerah dan kemudian menjadi anggota Peta, sedangkan Sui Nio

menjadi pengawas Gerakan Putri Indonesia dan Cina.

Pada kedua novel diatas, pesan yang hendak disampaikan pada dasarnya

adalah agar kaum muda mencintai tanah air. Akan tetapi berbeda dengan

kecenderungan yang berlaku pada puisi, anjuran mencintai tanah air pada dalam

kedua novel itu tidak disertai dengan penyebaran perasaan benci kepada Jepang.

Bahkan kedua novel itu menyebutkan bahwa sarana yang digunakan untuk

memperlihatkan cinta tanah air adalah melalui keanggotaan sukarela organisasi

yang dibentuk Jepang. Tidak berlakunya kecenderungan pada kedua novel ini

seperti yang terjadi pada puisi berupa penyebarluasan kebencian kepada Jepang,

dinilai sebagai kekecualian dari pola umum yang berlaku pada karya sastra.337

Bentuk kesenian lain yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan

aspirasi bangsa Indonesia pada masa pendudukan Jepang adalah seni pertunjukan.

Salah satu jenis seni pertunjukan yang telah muncul jauh sebelum Jepang dating

di Indonesia adalah ludruk. Pada masa pendudukan Jepang perkumpulan ludruk

lebih banyak yang dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah militer Jepang dan

secara efektif difungsikan sebagai media propaganda. Akan tetapi, sebagaimana

halnya yang terjadi dikalangan penyair, masih ada kelompok ludruk yang tidak

selalu mengikuti kecenderungan itu, yaitu Ludruk Organisatie yang didirikan oleh

Cak Durasim pada tahun 1933. Ludruk inilah yang rajin merintis pementasan

ludruk berlakon dan amat terkenal pada zaman pendudukan Jepang karena

337Budi Susanto, op.cit, hlm.134.

Page 203: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cciii

keberanian Cak Durasim mengeritik pemerintahan militer Jepang dengan

kidungan Jula-juli-nya sebagai berikut:

Pagupon omahe dara Melok Nippon tambah sengsara (Pagupon rumah burung dara, Ikut Nippon tambah sengsara)

Akibat kidungan diatas, ketika sedang pentas di desa Mojokerto, Cak

Durasim dan kawan-kawan ditangkap yang kemudian dipenjarakan. Sesudah

dibebaskan Cak Duarasim meninggal dunia pada bulan Agustus 1944.338 Pada

tahun 1944 terbentuk kelompok Sandiwara Penggemar Maya di Jakarta yang

dipelopori oleh Umar Ismail, D. Jayakusuma, Suryo Sumanto, Rosihan Anwar

dan Abu Hanifah. Anggotanya adalah para intelektual muda, kaum nasionalis, dan

professional (ahli fisika, farmasi, dan lain-lain). Prinsip-prinsip yang dipegang

oleh kelompok ini adalah nasionalisme, humanism, dan agama. Kelompok ini

didirikan sebagai reaksi terhadap ketidaksenangannya terhadap kerja Pusat

Kesenian yang menurut mereka terlalu dikontrol Jepang. Mengenai hal ini, salah

seorang pendiri Maya mengatakan bahwa pembentukan Maya memang terkait erat

dengan suasana persiapan kemerdekaan dan Maya hendak menjadikan dirinya

sebagai pelopor di bidang kesenian. Berdasarkan hal ini maka Usmar Ismail

menyatakan bahwa Maya merupakan gerakan angkatan baru.339 Dalam

perkembangannya sebagai kelompok Sandiwara Penggemar Maya menuju sebuah

teater nasional, kelompok ini telah mencapai sebuah titik penting, karena tidak

hanya menampilkan hiburan, tetapi merupakan ekspresi budaya yang berdasarkan

338 Poesponegoro dan Notosusanto,op.cit,hlm.64,. dan Henricus Supriyanto, 1994,

“Sandiwara Ludruk di Jawa Timur (yang Tersingkir dan Tersungkur) dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Th. V, Jakarta: Rasindo, hlm.79-80.

339 Usmar Ismail, 1945, Maya sebagai Gerakan Angkatan Baroe, Koleksi Pusat Dokumentasi Sastra H.B.Jassin, hlm.2.

Page 204: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

cciv

kesadaran nasional. Aspirasi-aspirasinya menuju Humanism dan Relgius.340 Hal

itu pula yang menjadikan maya sebagai kelompok sandiwara yang paling terkenal.

Sebenarnya ada kelompok sandiwara yang lain, yaitu kelompok Sandiwara

Angkutan Muda Matahari yang dibentuk oleh Anjar Asmara tahun 1943 dan

sebuah kelompok lain yang didirikan oleh Sanusi Pane. Sayangnya informasi

mengenai kedua kelompok sandiwara itu sangat terbatas. Menurut Kosim

(1998/1999) kedua kelompok ini juga mementaskan lakon-lakon yang

mengespresikan kesadaran dan spirasi yang berembang luas pada masa itudengan

baik.

Upaya mengekspresikan aspirasi kecintaan terhadap bangsa memang tidak

dapat diungkapkan secara leluasa melalui lakon-lakon sandiwara atau drama.

Drama seperti karya Usmar Ismail yang berjudul Api dan Tjitra yang mengambil

tema kecintaan dan pengabdian kepada tanah air, dan karya El Hakim (dr. Abu

Hanifah) yang berjudul Taufan di atas Asia, Intelek Istimewa, dan Dewi Rini

merupakan pedang bermata dua yang penuh arti bagi bangsa Indonesia. Dalam

lakon-lakon drama itu terkandung pesan-pesan untuk mengorbankan semangat

nasionalisme.341

Pihak pemerintah militer Jepang menyadari bahwa kelompok-kelompok

sandiwara telah disalahgunakan oleh seniman nasional. Sebagai reaksi atas

tindakan para seniman nasionalis, pemerintah militer Jepang kemudian

mendirikan Java Eiga Kosya yang antara lain bertujuan untuk mengadatapsi

kebudayaan yang menjadi tujuan Asia Timur Raya. Salah satu divisi dalam

340 Saini Kosim, 1998/1999, Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan Multikulturalisme,

dalam Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia, Th. IX, hlm.185. 341 Op.cit, Poesponegoro dan Notosusanto, hlm.6.

Page 205: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccv

organisasi berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan ini adalah badan sensor.

Sesuai dengan namanya, badan ini bertugas mencegah masuknya dialog-dialog

yang mengekspresikan ide-ide nasionalis dan anti-Jepang dalam lakon-laon

sandiwara atau drama.342 Konsekuensi dari adanya badan sensor adalah bahwa

naskah-naskah yang akan dipentaskan harus diperiksa oleh badan itu, sehingga

kelompok sandiwara atau drama sebagai wahana penyampai aspirasi nasionalis

menjadi tidak terlalu efektif lagi.

Seiring dengan semakin terdesaknya tentara Jepang dalam peperangan

dorongan untuk mewujudkan Indonesia merdeka mancapai bentuk yang semakin

nyata. Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman yang melodinya

diperdengarkan pertama kali pada Kongres Pemuda I 1928, liriknya kembali

menghiasi halaman majalah dan surat kabar.343 Pemuatan ini tentunya bertujuan

untuk mengobarkan semangat kebangsaan untuk mewujudkan kemerdekaan

Indonesia.

Dalam bidang seni music komponis Cornel Simanjuntak menciptakan lagu

Tanah Tumpah Darahku yang menggambarkan rasa cinta kepada tanah air.344

Begitu juga dengan lagunya Maju Putra-Putri Indonesia yang membangunkan

semangat kesadaran bangsa Indonesia untuk membangun Jawa baru dalam rangka

Asia Timur Raya.345

342 Ibid, hlm.186. 343 Panji Poestaka, No. 18/19 Th. XXII, 15 September 1944: 569. 344 Djawa Baroe, No. 7 1 April 1945, hlm.24. 345 Djawa Baroe, No. 6, 5 Maret 1944, hlm.34.

Page 206: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccvi

Seni rupa turut mengambil bagian pula dalam usaha menyebarluaskan

gagasan nasionalisme. Para seniman seni rupa yang tergabung dalam Keimin

Bunka Shidosho terdiri atas para pelukis seperti Basuki Abdullah, Agus

Djajsoeminta, Otto Djajasoentara, Martono Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa.

Selama bergabung dengan Keimin Bunka Shidosho, mereka pernah mengadakan

pameran lukisan sebanyak tiga kali. Pameran pertama diadakan pada bulan April

sampai Mei 1943. Pameran kedua dan ketiga diadakan pada bulan Juni 1944.

Pameran pertama dan kedua diadakan di gedung Keimin Bunka Shidosho,

sedangkan pameran yang ketiga dilaksanakan di Taman Raden Saleh Jakarta.

Dalam ketiga pameran itu, yang ditampilkan adalah lukisan-lukisan yang

dimaksudkan untuk membangkitkan dukungan masyarakat terhadap pemerintah

militer Jepang. Namun demikian, sebagaimana yang umum dijumpai di kalangan

seniman yang tergabung dalam Keimin Bunka Shidosho, seniman perupa juga

menggunakan lembaga ini sebagai tempat yang mempertemukan mereka dengan

seniman lain untuk berkomunikasi dan berdiskusi mengenai masa depan

Indonesia. Kecenderungan yang muncul di kalangan seniman perupa kemudian

adalah keinginan untuk menjadikan lukisan sebagai sarana membangkitkan

kesadaran nasional. Hal ini antara lain ditunjukan oleh kebiasaan penggunaan

warna merah yang menggambarkan semangat oleh pelukis S. Sudjojono dalam

melukis. Para pelukis nasionalis itu juga berusaha untuk membatasi hubungan

dengan seniman Jepang dengan maksud agar mereka tidak menjadi alat

propaganda Jepang. Di antara para seniman yang tergabung dalam Keimin Bunka

Shidosho adakalanya menjalin kerja sama, misalnya Chairil Anwar dan pemimpin

Nasional Bung Karno untuk membuat poster heroic berjudul “Bung, Ayo

Page 207: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccvii

Bung”.346 Tujuan penciptaan poster ini adalah untuk mempropagandakan

proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Sebenarnya penyampaian aspirasi bangsa Indonesia melalui lukisan telah

dimulai sejak awal bergabungnya para pelukis Indonesia dalam Keimin Bunka

Shidosho. Hal ini tampak pada lukisan Afandi yang sebenarnya diciptakan untuk

kepentingan pameran yang antara lain bertujuan untuk rekrutmen romusha. Akan

tetapi karena dalam lukisan Afandi romusha digambarkan sebagai orang-orang

yang kurus dalam suasana suram, maka lukisan ini ditolak keikutsertaannya dalam

pameran.347

Uraian di atas memperlihatkan bahwa dalam suasana yang sangat refresif

di bawah pemerintahan militer Jepang, dalam batas-batas tertentu para seniman

telah berusaha untuk mengabdikan keahliannya untuk kepentingan Indonesia.

Memang tidak dapat disebutkan suatu patokan atau indicator yang agak pasti

untuk mengukur keberhasilan seni, baik sastra, seni pertunjukan maupun seni rupa

sebagai wahana untuk membangkitkan nasionalisme dalam rangka mencapai

kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, dengan meminjam salah satu pendekatan

yang cukup popular di kalangan ahli sastra yang disebut pendekatan mimetic

(Teeuw, 1984: 50-51), dapat dikatakan bahwa antara seniman, karya seni, dan

masyarakat membentuk satu jaringan yang saling mengikat. Dari sini dapat

diketahui bahwa gagasan nasionalisme dan keinginan membentuk Indonesia

sebagai bangsa merdeka seperti terkandung dalam karya sastra, seni pertunjukan

maupun seni rupa bukan satu-satunya factor yang berperan memunculkan

nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Runtuhnya keyakinan

346 Lapian, dkk, op.cit, hlm.80-81. 347 Claire Holt, 2000, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, Bandung:

Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, hlm.286.

Page 208: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccviii

masyarakat Indonesia terhadap Jepang mengenai Kemakmuran Bersama Asia

Timur Raya serta posisi politik Jepang yang semakin lemah akibat tekanan Sekutu

dan posisi tawar tokoh nasionalis Indonesia yang semakin kuat harus dilihat pula

sebagai factor yang berpengaruh, atau bahkan dominan, dalam mengkristalnya

nasionalisme Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakanbahwa propaganda

nasionalisme melalui karya sastra, seni pertunjukan, dan seni rupa serta

perkembangan keadaan politik merupakan factor-faktor yang terjalin secara

sinergis.

Berbagai ungkapan yang menyindir dan menentang kebijakan pemerintah

militer Jepang melalui seni kemudian menjadi hal yang biasa terjadi. Fenomena

ini sesuai dengan pendapat348 yang menyatakan bahwa kesenian memang

mempunyai dua fungsi utama dalam kehidupan social politik, yaitu sebagai

corong pemerintah kepada masyarakat dan sebagai alat untuk menyampaikan

kehendak rakyat kepada pemerintah.

G. Perselisihan Sendenhan Dengan Gunseikanbu

Dalam usaha mendekati rakyat Indonesia, para anggota Sendenhan

kewalahan karena ulah prajurit Jepang yang malah menjauhkan mereka dari

rakyat setempat. Misalnya ulah prajurit Jepang terhadap seorang penari Indonesia.

Kekuasaan dan penaklukan sering kali mengandung kekerasan. Contohnya adalah

kejadian seperti ini. Untuk mencegah ulah prajurit yang tidak manusiawi seperti

itu, mereka sering memberi peringatan dalam berbagai bentuk. Di Taiwan,

Sendenhan sudah membuat selebaran (Leaflet) yang isinya antara lain hal-hal

348 Kathy Foley, 1979, SundaneseWayang Golek, Honolulu: University of Hawaii,

Page 209: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccix

yang tidak boleh dilakukan di Indonesia. Setelah tahu selebaran itu sia-sia, maka

di Indonesia juga mereka tetap berusaha mengingatkan para prjurit Jepang.

Misalnya, dalam surat kabar Unabara, mereka memuatkan sederetan kata

peringatan sejak 8 September 1942: “Patut ditertawakan yang memukul pribumi

karena merasa mereka lebih tinggi. Dialah badut yang menyedihkan” (2/10/1942);

“Tinju yang diacungkan diberi saja pada kepala sendiri. Diberilah yang keras”

(17/9/1942; “Bolehkah ‘prajurit kedewaan’ yang datang untuk menolong bangsa

yang tertindas memukul pribumi?” (9/9/1942); “Berantaslah pemukulan untuk

membangun Jawa yang sehat” (8/9/1942).349

Dalam otobiografi, Rosihan Anwar yang pernah bekerja sebagai wartawan

Asia Raya mengenang pengalamannya pada masa pendudukan Jepang sebagai

berikut:

Agaknya di zaman pendudukan Jepang saya mulai sadar akan identitas saya sebagai orang Indonesia. (…) Orang-orang Jepang kerjanya suka main tempeleng terhadap orang Indonesia (…). Saya kebagian pula kemplangan orang Jepang, di kantor Kenpeitai (…). Saya insaf ada perbedaan antara “pihak sana” (Jepang) dengan “pihak sini” (Indonesia).350

Ada sebuah sajak Rosihan Anwar yang rupanya ditulis atas kesadaran

seperti itu. Pada tahun 1944, tema sastra mulai beralih. Umpamanya muncul

sajak-sajak yang tidak sepenuhnya propaganda, yang sebelumnya cenderung

hanya meningkatkan semangat pertempuran, semangat kerja, dan kecintaan

kepada tanah air sebagai anggota Asia Timur Raya. Misalnya, sajak “Djarak

Beloem Bertitian” (Djawa Baroe 15 januari 1944). Sajak ini mengungkapkan rasa

kecewa terhadap pihak Jepang karena ada perselisihan antara si aku lirik yang

349 Unabara Shinbunsha, 1942, Batavia. 350 Rosihan Anwar, 1983, Menulis dalam Air: Sebuah Otobiografi, Jakarta: Sinar

Harapan, hlm.99.

Page 210: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccx

melambangkan pihak Indonesia dan si kau yang melambangkan pihak Jepang,

yaitu perselisihan antara rakyat Indonesia yang ingin merdeka dan pemerintah

Jepang yang tidak mau memerdekakan Indonesia.

DJARAK BELOEM BERTITIAN Pabila koekenang kepoetoesan kata: “Djangan akoe didamping djoega Lekaslah djaoeh berangkat pergi Tiada kita dapat serasi Dialamkoe engkau “asing” Koerasa…” Akoe tersenjoem …piloe mengerti… Tidaklah kautahoe diroendoeng rindu, Seorang penjair diroendoeng rindu, Pabila dihati damba memakoe Kasih tersimpan, sajang terjantoem? Setiap koekenang, semakin koejakin Biarpoen akoe dipinta pergi, Akan tibalah masanja pasti, Kau koeadjar melihat dialam Seni Soepaja kita saling mengerti!351

Secara tersirat, isi sajak ini menyatakan bahwa orang jepang yang seolah-olah

membebaskan rakyat Indonesia ternyata adalah pemeras yang bersikap dingin dan

angkih terhadap orang Indonesia dan (memang) bukan “saudara tua” melainkan

orang “asing”.

Menjelang pertengahan tahun 1943, situasi perang bagi Jepang mulai

memburuk.352 Memasuki tahun 1944, situasi perang semakin tegang dan tidak

menguntungkan pihak Jepang lagi. Bersamaan dengan peralihan situasi tersebut,

pemerasan atas segala sumber daya yang ada di Indonesia pun semakin intensif

dilakukan untuk menunjang peperangan.353 Lewat penindasan pihak Jepang yang

351 Djawa Baroe (no.2. 15.1.2604), hlm.31. 352 Kenichi Goto, 1989, Kindai Nihon To Indonesia (Jepang Modern dan Indonesia),

Tokyo: Hokuju Shuppan, hlm.82-84. 353 Pemimpin Sendenhan Machida membagi masa pendudukan Jepang (di Jawa) ke dalam

tiga kurun waktu isertai kebijakan pokok Jepang saat itu: (1) sesaat setelah pendudukan: Jepang menitik beratkan kebijakan tentang sumber daya untuk keperluan perang; (2) setelah situasi perang

Page 211: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxi

semakin sengit pada waktu itu, si aku lirik “piloe mengerti” niat Jepang yang

sesungguhnya - - Jepang sebenarnya tak mau memerdekakan Indonesia - - karena

kalbunya “kalboe seorang penjair” yang peka. Memang betul, dalam konferensi di

muka kaisar pada tanggal 31 Mei 1943, seluruh wilayah Indonesia sudah

ditetapkan sebagai wilayah Jepang. Namun, penentuan ini tidak diumumkan

kepada public.

Pada bulan Agustus 1944, pihak Jepang semakin terdesak dalam

perang. Hal ini ditandai dengan beberapa wilayah yang didudukinya satu demi

satu direbut oleh Sekutu ditambah gencarnya serangan Sekutu terhadap negeri

Jepang sendiri. Akibatnya situasi perang yang tidak menguntungkan seperti itu,

maka pada tanggal 7 September 1944 di parlemen, PM Jepang Koiso berpidato

akan memberikan kedaulatan kemerdekaan Indonesia. Pernyataan ini merupakan

pernyataan jepang yang pertama kali menyinggung kemerdekaan Indonesia secara

resmi.354

Dapat disimpulkan bahwa sajak “Djarak Beloem Bertitian” yang

bertemakan kekecewaan atas pihak Jepang tersebut menggambarkan hati penyair

yang tertekan untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia dan rasa benci terhadap

Jepang secara terang-terangan. Tertekan karena menyatakan hal-hal seperti itu

bisa mengancam nyawanya. Maka, mungkin karena alasan itulah sajak tersebut

dipasang pengaman, yaitu kalimat penutup “soepaja kita saling mengerti!”.

memburuk: Jawa menjadi “surga” Jepang memeras habis Jawa (pemerasan itu dilakukan untuk dioper ke seluruh daerah medan perang, tetapi jalurnya sudah ditutup Sekutu, maka mereka yang di Jawa menyelamatkan semua itu untuk diri sendiri); (3) situasi perang sangat memburuk (hamper kalah): Jepang member umpan yang bernama kemerdekaan untuk menjaga kestabilan politik dan melakukan pemerasan terakhir (Machida,op.cit, hlm.200). Dapat diketahui bahwa sepanjang masa pendudukan, Jepang hanya berusaha memperoleh sumber daya.

354 Kenichi Goto, op.cit, hlm.78.

Page 212: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxii

Dengan demikian, sajak ini seolah-olah menjadi sajak cinta seseorang yang

merindukan kekasih yang menyuruhnya pergi.

Menarik perhatian di sini adalah bahwa masa munculnya sajak itu

bersamaan dengan atau sedikit mendahuui masa semakin meburuknya keamanan

dan terjadinya gerakan anti-perang. Pada bulan Februari 1944, akan terjadi

pemberontakan Singaparna.355 Kemudian, sejak bulan April 1944 akan terjadi

sederetan pemberontakan petani di kabupaten Indramayu.356 Tidak seperti petani,

penyair Rosihan Anwar tidak gegabah langsung mengamuk, tetapi dalam karya

yang merupakan penyalur perasaannya, ia berbisik, “Kita lihat saja nanti.” Jadi,

penulisan sajak “Djarak beloem Bertitian” ini dapat dianggap juga sebagai

“pemberontakan pujangga” atau “pemberontakan ‘dialam Seni’ “ atas penindasan

oleh Jepang.

Dalam disertasinya, kritikus Umar Junus menyatakan bahwa pada masa

pendudukan Jepang tidak diterbitkan karya berisikan reaksi negatif kepada

Jepang.357 Namun, pernyataan ini tidak benar. Selain sajak tadi, sajak “Meminta

dan Memberi”358 karya Usmar Ismail juga berisikan reaksi negatif, yaitu

keresahan hati atas pemeresan oleh pihak Jepang. Di bawah ini kutipan sajak

seutuhnya.

Meminta dan Memberi Ah, djika kautahoe resahnya…

355 Aiko Kurasawa, Perubahan di Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang, op.cit,

hlm.471-486. 356 Ibid, hlm.486-504. 357 Umar Junus, 1986, Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode, Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, hlm.58. 358 Djawa Baroe (no.4. 15.2.2604).

Page 213: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxiii

Petjahan aloen dikarang kalboe Ta’ kan kau berkata Ta’ kau bertanja, Tapi kau dalam berdiam ‘kan member segala ada, Karena kau tahoe soedah Akoe ta’ kan meminta Melainkan akan member hanja.359 Dalam sajak diatas Usmar Ismail mengungkapkan rasa resah kepada Jepang yang

selama itu berkelit untuk menyinggung soal kemerdekaan Indonesia padahal

rakyat Indonesia telah memberikan segala-galanya tanpa menolak dan tanpa

menuntut apa-apa.

Rupanya, ambiguitas inilah yang memungkinkan adanya sajak-sajak yang

lolos dari tangan sensor. Sebagai satu kecenderungan, karya sastra itu makin

kurang bernilai sastra, makin langsung menceritakan sikon sewaktu ia ditulis.

Pada umumnya, sastra Indonesia-Tionghoa, “roman picisan,” dan sastra masa

Jepang lebih langsung menceritakan sikon sezaman daripada karya Putu Wijaya,

misalnya. Berkenaan dengan masalah ini, yang mencolok pada puisi masa Jepang

adalah kedenotatifan bahasa, meski masih ambigu jika dibandingkan dengan

prosa. Hal ini bukan akibat kurangnya kemampuan abstraksi penyair, melainkan

karena pengharaman makna ganda oleh pihak Jepang guna menyampaikan atau

mengajarkan pesan pemerintah tanpa salah pengertian kepada sebagian besar

rakyat yang kurang mengenal kode sastra.360 Sebaliknya, misalnya, dalam Djawa

Baroe dimuat sebanyak Sembilan belas buah cerpen, tetapi tidak ada yang

mengandung reaksi negative kepada Jepang. Karena sifat prosa yang cenderung

359 Djawa baroe (no.4. 15.2.2604), hlm.31. 360 Menurut A. Teeuw, untuk memahami sebuah karya sastra, pembaca harus menguasai

tiga kode, yaitu kode bahasa, kode budaya, dank ode sastra, A. Teeuw, 1991, Membaca dan Menilai Sastra, Jakarta: Gramedia, hlm.12-15.

Page 214: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxiv

“menguraikan kadang sampai merenik”361 itulah maka relatif mudah diketahui

oleh penyensor Jepang apabila ada pemikiran berbahaya.362

Menyangkut hal itu, perlu diperhatikan adanya teks terjemahan bahasa

Jepang pada hampir setiap cerpen dalam Djawa Baroe, dan tidak adanya teks

terjemahan pada puisi. Hal ini mingkin dikarenakan kemampuan bahasa Indonesia

penerjemah Jepang yang belum sampai dapat memahami “bahasa puisi” yang

bersifat ambigu itu. Oleh karena itu, mungkin adakalanya penyensor Jepang juga

tidak mampu memahami makna sajak yang berisikan reaksi negatif secara tersirat,

sehingga sajak itu lolos sensor, seperti sajak “Djarak Beloem Bertitian” atau

“Meminta dan Memberi”.

Sebenarnya, selain kemampuan bahasa penerjemah Jepang, ada factor lain,

yaitu sikap atau keseriusan mereka. Dalam pembahasan masalah ini, kita akan

membicarakan kasus pada cerpen “Koerban Gadis”363 karya Winarno yang patut

diperhatikan adalah pengantar dalam bahasa Jepang yang menyertai cerpen

tersebut. Pengantar itu salah menerjemahkan judul cerpen tersebut sebagai

“Musume ni-taisuru Gisei” yang artinya “Pengorbanan Terhadap Gadis”.

Selanjutnya, pengantar itu menjelaskan bahwa cerpen tersebut adalah “cerpen

menarik yang menghadirkan dua gadis dan dua pemuda yang berlainan sifatnya.”

361 Rachmad Djoko Pradopo, 1993, Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotika,Yogyakarta: Gadjah Mada UP, hlm.12.

362 Yang menarik adalah cerpen-cerpen yang dimuat pada “masa pemerontakan rakyat

Indonesia”. Djawa baroe tiga bulan pertama tahun 1944, diisi dengan empat cerpen terjemahan Jepang, yaitu “Kitjizo Kemedan Perang” Ashihei Hino (1 Januari), “Ditempat Asoeha” Hoemio Niwa (15 Januari), “Batoe” Tetsoekitji Kawai (1 Februari), “Nogikoe” Kan Kikoetji (15 Februari). Sebelum dan sesudahnya tidak muncul karya terjemahan Jepang. Hal ini mungkin karena (1) walupun dipesan karya propaganda, tidak ada pengarang yang mau menulis, atau (2) yang ditulis adalah semuanya mengandung reaksi negative, maka untuk mengisi lubang, dimuat karya terjemahan. Mungkin saja hal ini terjadi secara kebetulan, tetapi memang hal ini menggoda kita unuk mengetahui alasan pemuatan karya terjemahan yang tiba-tiba.

363 Djawa Baroe (no.8. 15.4.2603).

Page 215: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxv

Padahal cerpen itu mengisahkan satu gadis dan tiga pemuda yang tentu saja

berlainan sifatnya. Hal ini bukan salah baca lagi, melainkan mungkin redaktur

majalah tersebut tidak membaca cerpen tersebut dengan serius. Masalah sensor

tidak diketahui banyak karena terlalu sedikit datanya. Namun, bagaimanapun

kesembarangan dan kesembronoan penerjemah tersebut membuat saya meragukan

keseriusan dalam penyensoran serta kemampuan berbahasa Indonesia dari

petugas-petugas Jepang. Kita tidak dapat memastikan bahwa hal itu tidak pernah

terjadi di Kenetsuhan militer. Sehingga diragukan kebenaran lontaran “diadakan

sensor yang ketat” dari berbagai pengamat sastra karena lontaran semacam itu

tidak pernah disertai penelitian yang mendalam. Jadi, dapat dikatakan bahwa

sensor pada masa itu tidak sekeras/seteliti yang seperti diduga selama ini tetapi

(sikap) penyensorannya memang keras. Rosihan Anwar menceritakan pengalaman

yang mengerikan dan menggelikan semasa ia menjadi wartawan di Asia Raya.

Pada suatu ahri ketika saya tinggal sendirian di ruang redaksi, bordering telepon dari Gun Kenetsu Han, sensur militer Jepang. Saya angkat telepon, dan suara kasar menghardik, “Kowe siapa?” Saya marah dipanggil dengan sebutan “kowe”, dan dengan nada sama saya membalas bertanya: “kowe siapa?” “(Sic) Suara dari Gun Kenetsu Han membentak, “Bakeroo,” (Bodoh) Kantan saya menyahut; “Bakeroo” Untung saya cepat insaf sikap saya demikian dapat membawa maut. Dengan buru-buru saya letakkan kembali gagang telepon, saya keluar meninggalkan kantor (…). Keesokan harinya saya dengar ada seorang Jepang datang ke redaksi Asia Raya tidak lama setelah saya pulang (…)364

Bagaimanapun sering terjadinya kekerasan prajurit Jepang terhadap rakyat

Indonesia membuktikan bahwa Sendenhan gagal berpropaganda terhadap prajurit

Jepang sendiri. Sebaliknya, dapat juga dikatakan bahwa Sendenhan menjadi

korban tipuan pucuk pimpinan Jepang yang sebenarnya tidak ada niat sama sekali

364 Rosihan Anwar, op.cit, hlm.123-124.

Page 216: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxvi

untuk memerdekakan Indonesia. Menurut Atsuhiko Bekkti, mantan kepala Kantor

Riset Budaya Daerah Selatan (Nanpo Bunka Kenkyushitsu) di Jawa, ketika tahu

niat pemerintah yang sesungguhnya itu, Machida “marah besar dengan perkataan

kena tipu”.365

Selanjutnya, Machida juga menceritakan proses peralihan Sendenhan

menjadi Sendenbu. Namun, datanya tidak akurat. Katanya, 7 atau 8 bulan setelah

pendudukan dimulai (bulan Oktober atau November 1942), didirikan

Gunseikanbu dan Sendenhan dimasukkan ke badan tersebut. Namanya diubah

menjadi Sendenjohobu.366 Dalam bukunya yang sama, ia juga menulis bahwa

pada bulan Juli 1942 Sendenhan mnjadi Johobu di Gunseikanbu, kemudian pada

bulan Desember 1942 nama Johobu diubah menjadi Sendenbu.367 Dalam hal

sebutan dan tanggal tidak ada konsistensi sama sekali.

Pada awal bulan Maret 1942 begitu berhasil menduduki Jawa, militer

Jepang mendirikan Gunseibu sebagai organisasi pemerintahan pusat dari

Gunshireikan (Komandan Militer).368 Kemudian, pada bulan Agustus 1942 baru

mereka mendirikan Gunseikanbu (markas besar pemerintahan militer) dan

kepalanya yang dirangkap oleh kepala staf Pasukan Ke-16 disebut Gunsekan.

Katerlambatan ini terutama disebabkan oleh kejadian bahwa kapal Taiyomaru

yang bermuatan seribu orang pegawai yang berangkat dari Jepang diserang kapal

selam Amerika pada 5 Mei 1942 dan kira-kira setengahnya menjadi korban. Pada

365 Atsuhiko Bekki, 1991, “Nanpo Bunka no Kenkyu Tazasawatte (Berkecimbung di

Bidang Penelitian Budaya daerah Selatan), Tokyo: Ryukei Shosha, hlm.370-371. 366 Ibid, hlm.215. 367 Ibid, hlm.227. 368 Jawa Nenkan, hlm.53,59.

Page 217: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxvii

awalnya, di Gunseikanbu ada lima bagian, yaitu Tata Usaha, Keuangan, Industri,

Perhubungan, dan Hukum. Kemudian, pada bulan Oktober 1942 ditambah

Sendenbu dan bagian kepolisian (Keimubu) dan akhirnya pada bulan Desember

1942 menjadi delapan bagian dengan didirikannya Bagian Dalam Negeri

(Naimubu).369 Jumlah pegawai di Gunseikanbu berjumlah 2.158 orang pada saat

bulan Oktober 1942 lalu bertambah menjadi 3.692 orang pada saat bulan

November 1944.370 Namun, jumlah ini hanya kira-kira seperempat dari jumlah

pegawai pemerintah colonial Belanda. Hal ini menujukkan ketergantungan

pemerintah militer Jepang kepada pegawai Indonesia.

Gunseibu menjadi Gunseikanbu. Sendenhan sudah menjadi bagian dari

Gunseikanbu tersebut. Wal hasil perselisihan antara Sendenhan dan pucuk

pimpinan militer menghilang? Ternyata tidak. Keluarga besar Mchida tetap

“nakal”. Machida sendiri mengaku memang sengaja menyimpang dari garis resmi

pemerintahan militer.

Perlahan-perlahan saya mengubah arah Sendenhan dari apa yang diniatkan oleh pihak militer kea rah “kemerdekaan Indonesia” (…). Sebenarnya itu bukan suatu haluan propaganda yang baik buat Jepang pada hari kemudian, tetapi setahu saya sewaktu pembentukan Sendenhan, militer masih berhaluan untuk kemerdekaan Jawa (sic).371

Dalam Jawa Nenkan: Kigen 2604-nen, disebutkan bahwa untuk mencapai

ketiga tujuan besar pemerintahann militer, diperlukan dua prinsip utama. Pertama,

prinsip dalam pelaksanaan kebijakan militer. Diingatkan bahwa yang

bersangkutan harus menyesuaikan diri dengan kebijakan militer. Pemerintahan

369 Aiko Kurasawa, Perubahan di Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang, op.cit, hlm 82., dalam buku yang sama (hlm.267) ia berkata lain: Sendenbu ditambah pada bulan Agustus 1942.

370 Ibid, hlm.83. 371 Keiji Machida, 1978, Aru Gunjin no Shihi: Ken to Pen (“Monumen Kertas” Seorang

Militer: Pedang dan Pena, Tokyo: Fuyoshobo, hlm.180.

Page 218: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxviii

militer berbeda dengan pemerintahan sipil, maka ia harus mengutamakan

pelaksanaan kebijakan militer daripada perbaikan tingkat kehidupan rakyat, dan

demi operasi militer ia juga harus dapat memungkinkan hal-hal yang tidak

mungkin pada pemerintahan waktu normal. Kedua, prinsip dalam “bimbingan”

terhadap penduduk Jawa. Mengingat penduduk Jawa adalah “sebangsa dan

seturunan,” maka yang bersangkutan harus menghadapi mereka dengan

kepercayaan dan kasih sayang sehingga dapat mengambil hati mereka dalam arti

sesungguhnya.372 Jadi, sikap Machida yang seperti diutarakan dalam kutipan

diatas itu jelas berselisihan dengan prinsip pelaksanaan pemerintahan militer.

Mengenai peranannya di Sendenhan, Machida sering menyebut dirinya

sebagai sutradara drama. Maksudnya, ia yang menyutradarai sebuah sandiwara

yang berjudul “Propaganda di Jawa”, sedangkan anggota Sendenhan dapat

diibaratkan sebagai para staf di belakang panggung. Dan panggungnya adalah

tentu medan perang. Klihatannya, Machida cukup bangga dengan anggotanya

yang merupakan orang-orang pintar yang mewakili Jepang pada masa itu. Namun,

seperti biasanya orang pintar, mereka sering bertindak sendiri. H. Shimizu

menyebut mereka sebagai lone wolf.373 Tomoji Abe menggunakan kata let loose

‘bertindak semaunya’ untuk menyebutkan sikap para “sastrawan semaunya” di

Jawa.374 Sementara itu, dengan nada sedikit bergurau, Machida mengecam mereka

sebagai “orang-orang menyebalkan yang tidak pernah lalai.” Kepada mereka,

Machida sedapat mungkin member kebebasan.

372 Jawa Nenkan, hlm.19-20. 373 Hitoshi Shimizu, 1991, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia (Kumpulan

Kesaksian: Indonesia di bawah Pendudukan Jepang, Tokyo: Ryukei Shosha, hlm.341. 374 Isao Mizukami, 1995, Abe Tomoji Kenkyu (Penelitian Tentang Tomoji Abe), Tokyo:

Sobunsha, hlm.37.

Page 219: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxix

Adapun, salah seorang anggota Sendenhan yang dipilih Machida secara

langsung adalah Norio Shimizu. Dalam esai yang berjudul “Senso (Perang)”, ia

berpendapat sebagai berikut:

Menurut humanis Eropa, perang itu senantiasa merupakan “kejahatan”. (…) mereka hanya mengakui perang secara pasif sebagai “kejahatan yang perlu”. Mereka melakukan perang untuk kepentingan sendiri, dan tidak tahu adanya perang untuk menyelamatkan umat manusia. Mereka tidak tahu adanya perang untuk pembaharuan atas pengorbanan diri. Mereka tidak tahu adanya perang kekaisaran di dunia ini. (…) Inilah namanya perang yang paling humanistis yang jauh melebihi humanisme mereka.375

Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa N. Shimizu membenarkan “Perang

Asia Timur Raya” dengan sepenuhnya. Ia adalah seorang anggota Sumera Juku,

yaitu perkumpulan para Asiais di Tokyo. Ia membawa juga sebelas orang pemuda

dari perkumpulan tersebut sebagai Seinen Kodotai (Pasukan Aktivitas Pemuda)376

tetapi mereka akhirnya dipulangkan dalam tahun 1943 karena pemikiran dan

tindakan mereka terlalu radikal.377 Hal ini tidak lain karena pucuk pimpinan

Pasukan Ke-16 mencemaskan keberadaan mereka yang secara aktif memicu

terjadinya kemerdekaan Indonesia.

Mantan Kepala Staf Pasukan Ke-16 Okazaki berkata, “Di Sendenhan

terlalu banyak orang sipil.”378 Sebenarnya, AD sama sekali tidak mengandalkan

mereka. Okazaki juga mengatakan, “mereka juga diwamilkan agar mereka tahu

375 Keiji Machida, Tatakau Bunka Butai (Pasukan Budaya yang Berperang), op.cit,

hlm.361.

376 Machida menyebutnya sebagai Tokubetsu Seinentai (pasukan Pemuda Khusus), Ibid, hlm.366.

377 Aiko Kurasawa, Perubahan di Pedesaan Jawa di bawah Pendudukan Jepang, op.cit, hlm.269-270.

378 George S Kanahele, 1977, The Japanese Occupation of Indonesia: Prelude to

Independence, Ph.D. Thesis, Cornell University, hlm.92.

Page 220: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxx

apa perang itu.”379 Kanahele berpendapat bahwa dapat dikatakan juga korban

terbubarnya Gerakan Tiga A bukan orang Indonesia melainkan orang Jepang.

Penyebab “kematian” gerakan tersebut adalah keretakan hubungan di kalangan

orang Jepang. Lama kelamaan para pucuk pimpinan mulai terganggu oleh

keberadaan para pucuk cendikiawan di Sendenhan, yang sikapnya bandel dan

angkuh. Agaknya, yang paling bandel adalah kepala Seksi Propaganda Sendenhan

sendiri, yaitu Hitoshi Shimizu. Ia sering tidak member laporan dan berkali-kali

mendapat perintah pengusiran dari pucuk pimpinan militer.380 Sebuah Lembaga

Penelitian Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Waseda berpendapat bahwa

tidaklah berlebihan bila dikatakan H. Shimizu adalah inti dalam kegiatan

Sendenbu maka Sendenbu mengadakan kegiatan yang mencerminkan sifat

Shimizu; tidak jarang menyeleweng dari kebijakan yang ditetapkan oleh

Gunseikanbu.381 Ada beberapa pendapat orang mengenai Shimizu yang tertulis

yang menceritakan sedikit kepribadiannya.

Dalam buku Nederlandsch-Indie onder Japanese Bezetting, dimuat sebuah

kesaksian seorang opsir menengah Jepang tentang H. Shimizu seperti berikut.

Als ambtenaar was hij zeer onbeschaafd, hij gehoorzaamde de orders niet, had een zeer hoge dunk wan zichzelf en men kon hem geen geheimen toevertrouwen.382

‘Sebagai pejabat, ia sangat kurang ajar, ia tidak taat pemerintah, sangat sombong, dan orang tidak dapat mempercayakan rahasia-rahasia kepadanya.

379 Ibid. 380 Ibid, hlm.75. 381 Waseda, 1959, Indonesia ni okeru nihon Gunsei no Kenkyu (Studi mengenai

Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia), Tokyo: Kinokuniya Shoten, hlm.247-248. 382 Brugmans, dkk, 1960, Nederlandsch-Indie onder Japanse Bezetting: Gegevens en

Documenten over de Jaren 1942-1945 (Hindia Belanda di bawah pendudukan Jepang: Data-data dan Dokumen-dokumen selama 1942-1945, hlm.195.

Page 221: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxi

H Shimizu sendiri mengaku, “Mungkin saja Gerakan Tiga A bertahan lebih lama

kalau saya bekerja sama dengan AD dengan lebih intim.”383 Sementara itu,

Mantan Pemimpin Sendenbu Hisayoshi Adachi dan kawan-kawan berkata,

“Sikapnya (Shimizu) kadang-kadang eksentrik.”384 Di samping itu, pakar geologi

Atsuhiko Bekki yang pernah bekerja untuk militer Jepang di Jawa dengan sarkstis

mengatakan mereka tidak cocok dengan H. Simizu, yang dikritik “orang kasar”

oleh orang Indonesia.385 Seperti kata Bekki ini, selain di kalangan orang Jepang,

Shimizu juga dibenci di kalangan orang Indonesia. Kesaksian dari pihak Indonesia

diberikan oleh pelukis S. Sudjojono sewaktu ia bekerja di Keimin.

Shimizu bilang, “Sudjojono-san, sebaiknya Sudjojono-san, menggambar Ramayana”. “Boleh, Shimizu-san”, kata saya. “Tapi, Sudjojono-san, orang-orang Indonesia yang jadi monyet-monyetnya, orang Jepang jadi Ramayana”, Kata saya dalam hati, “Bukan main! Kurang ajar Jepang”.386

Jawa Nenkan: Kigen 2604-nen dengan bangga menulis bahwa pucuk

pimpinan betul-betul memegang dan menguasai pemerintahan militer. Katanya,

hal ini disebabkan oleh rapinya penyusunan organisasi, persiapan, dan

prapenelitian yang matang.387 Penjelasan ini tidak benar terutama mengenai

Sendenhan. Machida mengaku, “Tidak ada yang lebih konyol daripada kenyataan

bahwa kami menyusun haluan propaganda terhadap orang Indonesia tanpa tahu

383 Kanahele,op.cit, hlm.96., Mengenai episode tentang Gerakan Tiga A, baca antara lain

Hitoshi Shimizu, “San-a Undo kara Dokuritsu Yonin made (Dari Gerakan Tiga A sampai Pengizinan Kemerdekaan Indonesia)” dalam Shin Jawa (no.2. Vol.1. 1 November 1944), hlm.26-28.

384 Hisayoshi Adachi, dkk, “Report on the Activities of Sendenbu”, (AD 2), hlm.5. 385 Atsuhiko Bekki, op.cit, hlm.375. 386 A.B.Alpian, op.cit, hlm.82. 387 Jawa Nenkan, hlm.21.

Page 222: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxii

perasaan hati mereka.”388 Pada awalnya Jepang berhaluan dasar untuk

mengerahkan rakyat Indonesia secara total sambil meningkatkan (mengasut?)

kesadaran nasional dan memperkokoh persatuan rakyat Indonesia. Akan tetapi,

kesadaran nasional rakyat Indonesia jauh lebih kuat daripada dugaan mereka

sewaktu di Jepang. Di bawah pendudukan Belanda, kesadaran nasional bangsa

Indonesia sudah timbul meski perlahan-lahan. Ketika Jepang mendarat, keinginan

untuk merdeka sudah memuncak. Dapat dikatakan bahwa memuncaknya

kesadaran ini sedikit-banyak dipengaruhi oleh Jepang. Soekarno pernah

mengatakan bahwa peristiwa penting yang paling mempengaruhi Asia pada awal

Abad ke-20 adalah perang Jepang-Rusia. Nasionalisme yang masih samar-samar

tergerakkan atas dasar rasialime oleh kenyataan bahwa orang berkulit putih

dikalahkan oleh orang Asia.389 Singkat kata, peristiwa itu menjadi asal mula

bahwa orang berkulit putih mulai/sudah kehilangan tuah di Asia yang sudah lama

ditindas. Peristiwa ini pun berhasil menghidupkan asa bangsa Asia.

Sejak semula Jepang tidak mau memerdekakan Indonesia, paling tidak

sampai dapat mengalahkan Sekutu. Akan tetapi, tingginya kesadaran nasional di

Indonesia itu membuat mereka terkejut sehingga mereka terpaksa mengubah

haluan dasar. Kesalahan tersebut terutama disebabkan oleh persiapan Jepang yang

serba tidak matang di segala bidang untuk menghadapi “Perang Asia Timur

Raya”. Sudah lama Jepang tidak mengenal adat-istiadat atau sejarah tentang Asia

Tenggara sehingga mereka hampir tidak mempunyai bahan propaganda untuk

Negara-negara itu. “Peta akurat saja tidak dimiliki oleh Pasukan ke-16 dan Ke-

388 Machida, “Monumen Kertas” Seorang Militer: Pedang dan Pena, op.cit, hlm.189. 389 Wawasan Kepulauan (no.15. 25 Oktober 1996), hlm.5.

Page 223: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxiii

25,” kata Machida.390 Situasi yang berubah-rubag dengan cepat tidak memberi

waktu cukup kepada Jepang untuk mempersiapkan diri.

H. Respon Masyarakat Terhadap Aksi Propaganda Jepang Melalui Media

Film

Sebagai tuntutan pelaksanaan propaganda di Jawa, pemerintah militer

Jepang menggunakan ideology Asia Timur Raya. Pemerintah Jepang harus

menumbuhkan image rakyat, bahwa bangsa asing datang ke Asia hanya untuk

menindas dan mengeksploitasi rakyat di wilayah itu guna memperoleh

keuntungan bagi mereka sendiri.391 Sebagai akibatnya, sebagian besar Asia Timur,

termasuk Indonesia, menjadi daerah perluasan kekuasaan Eropa dan selama

berabad-abad Bangsa Asia mengalami pemerasan ekonomi. Jepang adalah satu-

satunya bangsa yang berhasil mengusir imperialisme Barat dan menjanjikan

kemerdekaan. Misi suci Nippon adalah untuk membebaskan bangsa-bangsa lain di

Asia Timur dari penjajahan Barat. Tujuannya adalah untuk menghapuskan

pengaruh pengaruh Barat di Asia Timur, dan membangun suasana kesejahteraan

yang baru untuk seluruh rakyat Asia Timur, dan membangun suasana keluarga

besar. Cita-cita ini hanya dapat dicapai, jika rakyat Asia Timur mengakui

kepemimpinan Jepang dan memusatkan seluruh sumber daya untuk bekerja sama

dengan Jepang guna memperoleh kemenangan dalam peperangan melawan

390 Machida, Pasukan Budaya yang Berperang, op.cit, hlm.24. 391 Eric Robertson, 1979, The Japanese File: Pre-War Japanese Penetration in Southeast

Asia, London: Heinemann Educational Books Limited, hlm.83.

Page 224: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxiv

kekuasaan Sekutu.392 Tanpa kemenangan dalam perang Asia Timur Raya itu,

keberhasilan usaha-usaha rakyat tidak akan tercapai. Kerja sama untuk

pembangunan Asia Timur Raya tidak hanya dilakukan bidang politik, militer, dan

ekonomi, tetapi juga dalam bidang kebudayaan.393

Untuk kepentingan propagandanya, Jepang telah menciptakan berbagai

macam cara diantaranya propaganda berbentuk slogan-slogan yang berpengaruh

kuat bagi bangsa-bangsa di Asia yang ketika itu masih dalam belenggu penjajahan

kuat bagi bangsa-bangsa di Asia yang ketika itu masih dalam belenggu penjajahan

bangsa Barat. Slogan yang sangat terkental “Asia untuk bangsa Asia” merupakan

spirit propaganda Jepang yang sangat kuat, karena bangsa mana pun akan sangat

sulit untuk menciptakan slogan dengan kekuatan yang sebanding. Demikian juga

“Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” menjadi jiwa propaganda Jepang yang

menjanjikan masa depan yang lebih baik. Slogan yang lebih menarik lagi yaitu

Hakko Itjiu yang iartikan sebagai “satu untuk semua dan semua untuk satu”,394

meskipun di balik itu sesungguhnya Jepang ingin menyatukan seluruh dunia

dibawah satu atap kepemimpinannya. Selain itu Jepang juga memakai media

propaganda yang berbentuk “audiovisual”. Selama pendudukan Jepang, media

seperti film ditetapkan sebagai alat komunikasi. Fungsinya sebagai hiburan dan

seni, karena jika Jepang melakukan propaganda secara kasar akan menyebabkan

reaksi negative, dan bahwa semakin tinggi kualitas artistiknya, mungkin efek

propaganda akan semakin besar. Oleh karena itu, perhatian Jepang ialah

392 Shigeru Sato, 1994, War, Nasionalisme and Peasants-Java Under the Japanese

Occupation 1942-1945, New York: M.E. Sharpe,Inc, hlm.6-17. 393 Kan po, no.14, bulan Maret 2603. 394 Brugmans, dkk, op.cit, hlm.44.

Page 225: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxv

bagaimana meningkatkan efek propaganda tanpa merusak aspek-aspek hiburan

atau artistiknya.395

Melalui usaha-usaha propaganda melalui media film itu, apa yang ingin

dikesankan Jepang kepada masyarakat Indonesia? Dengan kata lain, apa tema-

tema utama propaganda, tampaknya ada rencana indoktrinasi politik jangka

panjang serta sasaran jangka pendek, dan kegiatan propaganda selama tiga

setengah tahun ini diantara keduanya. Sasaran propaganda Jepang sendiri adalah

memobilisasikan masyarakat Jawa khususnya demi upaya perang Jepang, dan

demi tujuan tersebut masyarakat di propaganda dengan doktrin-doktrin Jepang

salah satunya melalui pesan dari Media film.396

Gagasan Jepang mengenai indoktinasi tanpa jelas dalam pertunjukan film

yang dikehendaki pemerintah Jepang. Namun, dalam kegiatan propaganda yang

sebenarnya, tekanan lebih diletakkan pada tema-tema praktis dengan sasaran

konkret. Penguasan Jepang sangat sadar hal ini, secara bertahap mengalihkan

kebijakan demi kebijakan , dan sasaran propaganda terus disesuaikan dengan

kebutuhan social-ekonomi yang lebih mendesak. Pergeseran penekanan ini dapat

dilihat dari perubahan-perubahan dalam tema-tema propaganda yang dikeluarkan

Jepang. Selama tahun pertama pendudukan, tema-tema lebih berorientasi

ideology.397 Perhatian pemerintah dipusatkan pada usaha untuk member tahu

rakyat mengenai keinginan Jepang dalam keterlibatan prang dan dalam

395 Djawa Baroe (no.14. 15.7.1945). 396 Aiko Kurasawa, op.cit, hlm. 241. 397 Ibid, hlm.260.

Page 226: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxvi

menduduki Indonesia. Sasaran kegiatan propaganda pada tahap ini ialah untuk

mempengaruhi penduduk setempat supaya menyingkirkan perasaan anti-Jepang.

Tahun kedua, tema-tema lebih praktis dan materialistis ditambahkan pada

tema-tema ideologis ini. Kebutuhan akan eksploitasi ekonomi menjadi perhatian

terpenting pemerintahan militer. Dengan kata lain, propaganda Jepang terutama

diarahkan untuk meningkatkan semangat peperangan dan semangat kerja rakyat

Indonesia. Peubahan mencolok terjadi sejak paruh akhir tahun 1944. Hal ini

menyiratkan adanya ketegangan yang meluas di kalangan orang Indonesia dan

jepang pada masa itu, serta kebutuhan untuk mengendorkan saraf. Penguasa

Jepang mengakui bahwa kehidupan semakin sulit untuk bisa memberikan

perangsang kerja, dan kseulitan itu bisa membawa rakyat kepada anti Jepang dan

anti peperangan.398

Untuk menangani masalah itu Sendenbu menganggap penting lebih

banyak pelayanan hiburan bagi rakyat. Juga ada gagasan di kalangan pemimpin

propaganda Jepang bahwa hiburan barangkali merupakan perangsang yang baik

bagi peningkatan produksi dan pertahanan nasional. Misalnya disajikan kegiatan

bioskop keliling di Jawa,399 sebagaimana sudah dibahas di sub bab sebelumnya.

Dalam menjalankan kegiatan propagandanya, penguasa Jepang juga menaruh

perhatian atas bahasa yang digunakan. Meskipun ada dorongan terus-menerus

oleh pemerintah militer, penyebaran bahasa Jepang di kalangan rakyat sangat

lambat, dan hampir sama sekali tidak mungkin memakai bahasa ini untuk

398 Hisayoshi Adachi, dkk, op.cit, hlm.12. 399 Nippon Nyusu Eigashi, 1977, Kaisen Zenya Shusen Chokugo made (Sejarah Film

Berita Jepang: Dari Malam Menjelang Pecah Perang sampai Masa Segera Sesudah Peang), Tokyo: Mainichi Shinbunsha, hlm.43.

Page 227: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxvii

berkomunikasi dengan mereka. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia

menjadi penting sebagai standar kegiatan propaganda. Film-film dibuat dengan

teks bawah pada film dalam bahasa Indonesia. Bahkan rakyat Indonesia sendiri

tidak selalui memahami bahasanya dengan baik, karena mereka selalu memakai

bahasa daerah mereka sendiri dalam pembicaraan sehari-hari.400 Oleh karena itu,

dalam pelaksanaan sesungguhnya kegiatan propaganda, pesan-pesan Jepang harus

diterjemahkan lagi dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah setempat. Kalau suatu

tim propaganda melakukan perjalanan ke wilayah pedesaan, staf local yang

menyertainya harus menerjemahkan pidato dari bahasa Indonesia ke bahasa

daerah stempat, serta meringkas isi cerita film, dengan narasi atau teks bawah

pada film dalam bahasa Indonesia, ke dalam bahasa setempat.401

Media film yang dijadikan Jepang sebagai alat propaganda, secara

keseluruhan, propaganda bergaya Jepang tampaknya lebih efektif di kalangan

kaum tak pelajar, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan, jauh dari

sumber informasi-informasi. Di desa-desa, pertunjukan yang berbau hiburan

sangat diminati dan sangat menarik hati pengunjung yang dipertunjukan oleh tim

propaganda film keliling.402 Tentu saja kesempatan ini di manfaatkan sekali oleh

Jepang untuk menarik simpatinya. Masyarakat umumnya datang, tertarik oleh

adanya hiburan, tanpan kesadaran bahwa mereka akan “diindoktrinasi”.

Dalam kegiatan propaganda Jepang melalui media film mempunyai

dampak bagi masyarakat dan akan menimbulkan reaksi. Harus dibedakan antara

400 Djawa Baroe (no.12 15.6.1943). 401 Djawa Baroe (no.4 1.9.1943). 402 Ibid.

Page 228: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxviii

reaksi kalangan terpelajar kota dengan massa yang kurang terpelajar. Bagi

kalangan kota umumnya lebih akrab dengan berbagai jenis hiburan, pertunjukan

film tidak begitu menari bagi kalangan terpelajar dan yang tinggal dilingkukan

desa-desa sangat menarik karena bagi masyarakat desa pertunjukan hiburan film

adalah hal yang sangat terhibur dan masyarakat desa sendiri selalu haus akan

rangsangan hiburan.403 Apa lagi bagi kaum terpelajar dalam hal kualitas artistik

serta nilai hiburan, pertunjukan propaganda tidak berdampak, tetapi cukup

canggih bagi kaum tak terpelajar. Mengenai dampak dalam meyakinkan khalayak

atas pesan propaganda, juga terdapat keanekaragaman. Kaum terpelajar umumnya

lebih mengenal peristiwa dunia dan memiliki rentang pengetahuan yang luas

karena akses informasi dan bisa memberikan landasan penilaian lebih rasional dan

akurat mengenai isi pesan film. Bagi kalangan tak terpelajar, yang kurang akrab

dengan info, cenderung menerima propaganda sebagaimana adanya dengan

menerimah isi pesan film dengan mentah-mentah.404

403 Djawa Baroe (no.5 1.3.1943).

404 Ibid.

Page 229: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxix

BAB V KESIMPULAN

Propaganda merupakan salah satu strategi jitu yang dipilih dan dijalankan

oleh pemerintah Jepang di Jawa untuk menumbuhkan perasaan dan sikap

antisipasi terhadap bangsa Barat. Propaganda juga dimaksudkan untuk

membangun simpati masyarakat Indonesia terhadap Jepang. Antusiasme

masyarakat Indonesia dalam menyambut kedatangan Jepang merupakan salah satu

bukti yang sulit dibantah mengenai keberhasilan propaganda pemerintah militer

Jepang di Jawa.

Ketika Jepang telah berkuasa di Indonesia, propaganda menjadi bagian yang tak

terpisahkan dan integral dengan pemerintah militer Jepang. Untuk menguasai

Jawa, Jepang berpegang pada dua prinsip utama yaitu: bagaimana menarik hati

rakyat (minshin ha’aku) dan bagaimana mengindroktinasi dan menjinakkan

mereka (senbu kosaku). Prinsip ini perlu dilaksanakan untuk memobilisasi seluruh

rakyat guna mendukung kepentingan perang dan untuk merubah mentalitas

mereka secara keseluruhan. Berdasarkan keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus

dibawa kepada pola tingkah laku dan berfikir Jepang, propaganda ditujukan untuk

mengindoktinasi bangsa ini agar dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam

Lingkunagn Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Betapa propaganda

memiliki arti penting bagi Jepang untuk menguasai wilayah dan rakyat Indonesia,

sehingga bangsa itu pun telah mempersiapkan sistem propagandanya secara

sistematis dan intensif sejak sebelum pelaksanaan invansi ke negeri ini.

Page 230: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxx

Pada awalnya untuk mengurusi propaganda ini, Jepang membentuk Sendenhan

(Pasukan Propaganda) yang bertugas untuk membangun

dasar dari urusan-urasan seperti penyiaran, pemberitaan,

perfilman, penyuluhan rakyat, sandiwara, dan penyensoran

dan juga berfungsi sebagai pasukan mengelilingi pulau

Jawa untuk menyusun dan mengumpulkan data-data

lapangan dan bahan propaganda guna menerapkan konsep

propaganda sebagai dasar memobilisasi rakyat. Di antara

media tersebut penggunaan film merupakan alat

propaganda yang paling efektif.

Perkembangan selanjutnya Sendenhan dimasukan ke Gunseikanbu dan

dibentuklah departemen khusus yang disebut Sendenbu di bawah Pemerintahan

Militer Gunseikanbu. Selain itu Jepang juga membentuk perangkat aturan

mengenai propaganda sekaligus sistem dan lembaga-lembaga propaganda.

Termasuk dalam hal ini adalah organisasi Nihon Eigasha atau Nichi’ei

(Perusahaan Film Jepang) dan Eiga Haikyusha atau Eihai (Perusahaan

Pendistribusian Film) yang berfungsi sebagai memproduksi film dan

mendistribusikan film sebagai bagian dari mesin propaganda pemerintah militer

Jepang di Jawa.

Salah satu ciri utama propaganda Jepang di masa perang ialah penggunaan

berbagai media tersebut secara positif, terutama

ditekankan kepada media yang mengusik “pendengaran

dan penglihatan” (audio visual) seseorang. Media audio

visual ini dianggap paling efektif untuk mempengaruhi

Page 231: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxi

penduduk yang tidak berpendidikan dan buta huruf serta

haus hiburan. Film mempunyai keunggulan dalam

mengekpresikan gambar bergerak yang dapat dengan

mudah dimengerti oleh penonton. Hal ini menyebabkan

film dengan mudah mendapatkan banyak penggemar. Film

merupakan salah satu media propaganda penting pada

masa perang. Organisasi Nihon Eigasha atau Nichi’ei dan

Eiga Haikyusha atau Eihai inilah yang mendapat

kepercayaan untuk menjalankan kebijakan film.

Mengenai film-film yang akan diputar, pemerintah pendudukan Jepang sangat

hati-hati. Film-film tersebut biasanya isinya disesuaikan

pada tema-tema yang mengandung ajaran moral dan

indoktrinasi politik yang sejalan dengan keinginan

pemerintah, dan film-film itu dikategorikan sebagai film

kokusaku eiga (film-film kebijakan nasional). Sedangkan

jenis film yang mendapat priotas tinggi ialah film-film

yang termasuk ke dalam film documenter, film berita, dan

film-film kebudayaan. Untuk menyebarluaskan film-film

propaganda tersebut kepada masyarakat, di samping

diputar di bioskop-bioskop, Jepang juga

menyelenggarakan pemutaran film secara keliling yang

kemudian dikenal dengan sebutan “layar tancep” (bioskop

keliling).

Page 232: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxii

Selain film dijadikan alat propaganda yang efektif bagi rakyat Jawa, pemerintah

Jepang menyadari bahwa seni juga merupakan media yang

efektif untuk propaganda yang juga mempunyai tujuan

untuk menarik simpati rakyat Indonesia dan kepentingan

menghadapi peperangan. Untuk itu Jepang membentuk

Keimin Bunka Shidosho atau Pusat Kebudayaan. Pada

awalnya Keimin Bunka Shidosho adalah wadah para

seniman yang di mobilisasi Jepang untuk kepentingan

Jepang sendiri, secara sembunyi-sembunyi dimanfaatkan

oleh seniman-seniman Nasional secara illegal untuk

kepentingan kebangsaan Indonesia sebagai media

perlawanan terhadap propaganda Jepang menuju

kemerdekaan.

Dalam kegiatan propaganda Jepang melalui media film mempunyai dampak atau

pengaruh bagi masyarakat dan akan menimbulkan reaksi.

Namun demikian dampak atau pengaruh dari media film

dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan

terpelajar dan golongan tidak terpelajar. Bagi kalangan

terpelajar hal ini tidak berpengaruh karena sudah terbiasa

akrab dengan berbagai jenis hiburan dan kaum terpelajar

umumnya lebih mengenal peristiwa dunia dan memiliki

rentang pengetahuan yang luas karena akses informasi dan

bisa memberikan landasan penilaian lebih rasional dan

akurat mengenai isi pesan film. Hal ini berbeda dengan

Page 233: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxiii

kaum tak terpelajar yang tinggal dilingkukan desa-desa

sangat menarik karena bagi masyarakat desa pertunjukan

hiburan film adalah hal yang sangat terhibur dan

masyarakat desa sendiri selalu haus akan rangsangan

hiburan. Apa lagi bagi penduduk yang tinggal di desa-desa

film secara alat dan kualitas artistik cukup canggih.

Page 234: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxiv

DAFTAR PUSTAKA

1. Arsip 45 Tahun sumpah Pemuda.1974. Jakarta. Yayasan Gedung-gedung Bersejarah

Jakarta. The Nishijima Collection. (Kumpulan dokumen yang menyangkut pemerintahan

militer Jepang yang dikumpulkan Shigetada Nishijima kemudian disusun oleh Waseda Daigaku Okuma-kinen Shakai Kagaku Kenkyujo (Lembaga Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Waseda, Tokyo) pada tahun 1973, Kode yang menyertai dokumen-dokumen berikut adalah kode yang digunakan dalam catalog The Nishijima Collection.)

Adachi, Hisayoshi. “Report to Mr. A.P.M Audretsch: Replies of Questionaire Concerning Sendenbu”. 14 April 1947. (AD 3) dan (AD 2).

Gunseikanbu. 2604. Orang-Indonesia jang Terkemoeka di Jawa. Jakarta: Gunseikanbu.

Okazaki, Seizaburo: Osamu Shudan Gunsekan (Gunseikan Pasukan Ke-16). “Jawa Eiga Kosha no Ken Tsucho (Pengumuman Mengenai Jawa Eiga Kosha)”. 11 September 1942.

Sendenbu. “Chuo Shinbun Tosei An (Konsep Pengawasan Surat Kabar Pusat)” (Tulisan Tangan. 3 September 1942.

2. Buku, Karya Ilmiah, dan Artikel

Abdul Aziz. 1992. Layar Perak:90 Tahun Bioskop Di Indonesia.Jakarta: Gramedia. Abe, Tomoji. 1944. Hi no Shima: Jawa bari no Ki (Pulau Api: Catatan tentang

Jawa Bali). Tokyo: Sogensha. Ajip Rosidi. 1986. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta. Anita Kusuma Rustapa. 1997. Bahrum Rangkuti dan Pandangan Dunianya.

Jakarta: Balai Pustaka. Ardan, S. M. tanpa tahun. Sejarah Film Indonesia 1942-1950. Jakarta: Sinematek. Asano, Akira. 1944. Jawa Kantei Yowa (Anekdot Tentang Pasifikaso Jawa). Tokyo: Asano, Akira. 1979. Nihon Bungaku Zenshi 6: Gendai (Sejarah sastra Jepang 6:

Kontemporer). Tokyo: Gaku To-sha. Aziz. M. A. 1955. Japan’s Colonialism and Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff. Bayu Suryaningrat. 1981. Sejarah Pemerintahan Di Indonesia. Jakarta: Dewaruci

Press. Bekki, Atsuhiko. 1991. “Nanpo Bunka no Kenkyu Tazasawatte (Berkecimbung di

Bidang Penelitian Budaya daerah Selatan). Tokyo: Ryukei Shosha.

Page 235: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxv

Benedict, Ruth. 1967. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.

Boen Sri Oemarjati. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Djakarta:

Gunung Agung. Bruin ,R De. 1970. Het Japanse Militaire Besyuur in Indie, Wajang Nippon,

dalam Bericht Van de Tweede Wereld Oorlog, Amsterdam. Uitgeverij Amsterdam Boek B. V.

Budi Susanto. 1994. Politik Penguasa dan Siasat Pemoeda: Nasionalisme dan

Pendudukan Jepang di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Combs, James E. dan Dan Nimmo. 1994. Propaganda Baru: Kediktatoran

Perundingan dalam Politik Masa Kin. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dahm, Bernhard. 1987. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta: LP3S. Dai Nippon Gunseibu. Juni 1942 Oendang-oendang Dari Pembesar Balatentara

Dai Nippon No. 1-20. Betawi. Dasuki. A. 1982. Indonesia Dalam Perang Pasifik. Jakarta: Mutiara. Deliar Noer. 1982. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3S. Dinas Museum dan Sejarah. Pemerintah DKI Jakarta. 1994. Sekitar 200 Tahun

Sejarah Jakarta (1750-1945). Djawa Gunseikanboe. 1984. Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa, Orang

Indonesia Terkemoeka di Djawa. Yogyakarta: UGM Pers. Djoko Pradopo. 1993. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis

Struktural dan Semiotika. Yogyakarta: Gadjah Mada UP. Foley, Kathy. 1979. SundaneseWayang Golek. Honolulu: University of Hawaii. Goodman , Grant K.(edit). 1992. Japanese Cultural Policies in Southeast Asia

during world War 2. New York: St. Martins Press. Goodman , Grant K.. 1991. Janaese Cultural Policies in South East Asia During

World War 2. New York: St Martin’s Press. Goto ,Ken’ichi. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia. Goto, Goto. 1989. Kindai Nihon To Indonesia (Jepang Modern dan Indonesia).

Tokyo: Hokuju Shuppan. Goto, Keinchi. 1993. Hi no Umi no Bohyo: Aru (Ajiashughisha) no Ruten to

kiketsu (Batu Nisan di Lautan Api: Perjalanan dan Akhir seorang (Asiais). Tokyo: Jijitsushin.

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Page 236: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxvi

Haris Jauhari (ed.). 1992. Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Hayashi, Shireru. 1993. Nihon No Rekishi 25: Taiheiyo Senso (Sejarah Jepang

25: Perang Pasifik). Tokyo:n Chuo Koron Sha. Hayasi, Shigeru. 1993. Nihon no rekishi 25: Taiheiyo Senso (Sejarah Jepang 25:

Perang Pasifik). Tokyo: Chuo Koron Sha. Henricus Supriyanto. 1994. “Sandiwara Ludruk di Jawa Timur (yang Tersingkir

dan Tersungkur) dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Th. V. Jakarta: Rasindo.

Hirano, Ken. “Nihon Bungaku Hokokukai no Seiritsu (Bedirinya Nihon Bungaku Hokokukai)” dalam majalah Bungaku (Sastra) (Vol. 29. Mei 1961). Tokyo: Iwanami Shoten.

Hitoshi, Shimizu. 1991. Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia (Kumpulan

Kesaksian: Indonesia di bawah Pendudukan Jepang. Tokyo: Ryukei Shosha.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Bandung:

Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Ichi Goto, Ken. 1987. Sejarah Hubungan Antara Jepang dan Indonesia pada

zaman Pra-perang. Japan Review. Ichi Goto, Ken. 1988. “Kehidupan dan Kematian Abdul Rachman”: (1906-1949)

Satu Aspek dari Hubungan Jepang-Indonesia” dalam Pemberontakan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Obor Indonesia.

Ingleson, John. 1983. Jalan Ke Pengasingan. Jakarta: LPES. Isao, Mizukami. 1995. Abe Tomoji Kenkyu (Penelitian Tentang Tomoji Abe).

Tokyo: Sobunsha. Jakob Sumardjo. 1992. Lintasan Sastra Indonesia Modern I. Bandung: Citra

Aditya Bakti. Jakob Sumardjo. 1992. Perkembangan Teatre Modern dan Sastra Darama

Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Jawa Gunseikanbu. Nyanyian Pemuda. Djakarta: Balai Pustaka. Jong, L (ed). 1991. Pendudukan Jepang di Indonesia”Suatu Ungkapan

Berdasarkan Dokumentasi Pemerintahan Beland. Jakarta: Kesaint Blanc. Kamiya, Tadakata. 1996. Senso to Bungaku (Sastrawan wamil selatan: perang

dan sastra). Kyoto: Sekaishiso-sha. Kamiya, Tadataka. 1996. Nanpo Choyo Sakka: senso to Bungaku (Sastrawan

wamil Selatan: Perang dan Sastra). Kyoto: Otori Shobo.

Page 237: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxvii

Kanahele, George Sanford. 1967. The Japanese Occupation Of Indonesia:

Prelude to Independence, Ph.D. Thesis. Cornell University. Kartini Santoso (ed.). 1983. Katalog Terbitan Indonesia Pendudukan Jepang

1942-1945. Jakarta: Perpustakaan Nasional. Kitahara, Takeo. 1943. Uki Kitaru: Jawa Jugun-ki (Musim Hujan Tiba: Catatan

Wamil di Jawa). Tokyo: Buntai-sha. Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyaraka. Jakarta: P.T.

Gramedia. Kurasawa, Aikiro. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial

di Pedesaan di Jawa 1942-1945. Jakarta: PT. Gramedia.

Kuroda, Hidetoshi. 1976. Chishikijin Genron Dan’atshu no Kiroku (Catatan mengenai Penindasan kebebasan Berbicara terhadap Cendikiawan). Tokyo: Shiraishi-shoten.

Lapian, dkk,. 1988. Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua

Orang yang Mengalaminya. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia. Lexy Moeloeng. 1994. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya. M.A. Aziz, 1995. Japan’s Colonialism and Indonesia. The Hague: M. Nijhoff. M.C. Rickleff. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press. Machida, Keiji. 1967. Tatakau Bunka Butai (Pasukan Budaya yang Berperang).

Tokyo: Hara-shobo. Machida, Keiji. 1978. Aru Gunjin no Shihi: Ken to Pen (“Monumen Kertas”

Seorang Militer : Pedang dan Pena). Tokyo: Fuyoshobo. Merton, Robert K. 1957. Sosial Theory and Social Structure. Glencoe. Illinois:

The Free Press. Michael,Riff A. Kamus Ideologi Politik Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nagazumi, Akira, editor. 1988. Pemberontakan Indonesia pada Masa

Pendudukan Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Nippon Nyusu Eigashi. 1977. Kaisen Zenya Shusen Chokugo made (Sejarah Film

Berita Jepang: Dari Malam Menjelang Pecah Perang sampai Masa Segera Sesudah Peang). Tokyo: Mainichi Shinbunsha.

Noerhadi Soedarno. 1982. Poetra (Poesat Tenaga Rakyat). Jakarta: Tinta Mas. Nugroho Notosusanto, Desertasi. 1977. PETA Army During the Japanese

Occuption of Indonesia (Tentara Peta pada Jaman Pendudukan Jepang) Jakarta: Universitas Indonesia.

Page 238: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxviii

Nugroho Notosusanto, dkk. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta:Balai Pustaka.

Nugroho Notosusanto. 1988. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta:

Yayasan Idayu. Onghokham. 1989. Runtuhnya kekuasaan Di Hindia Belanda. Jakarta: PT.Gramedia. Otani, Koichi. 1982. Hyoden: Takeda Rintaro (Biografi Kritis: Rintaro Takeda).

Tokyo: Nihon Hyoronsha. Pamusuk Eneste. 1990. Leksokon Kesusastraan Modern. Jakarta: Djabatan. Pemda Kotamadya TK. II. 1981. Sejarah Kota Bandung Periode Revolusi

Kemerdekaan 1945-1950. Post, Peter. 1994. “characteristics Of Japanese Enterpreneurship in the Pre-war

Indonesia Economy” dalam Historical Foundation of a National Economy in Indonesia, 1890’s-1990, J. Th. Lindblad (ed.). Amsterdam.

Pringgodigdo. A. K. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian

Rakyat. Radja Ahli Hadji. “Gurindam” dalam Sutan Takdir Alisjahbana. 1950. Puisi

Lama. Djakarta: Pustaka Rakjat. Rendra, W. S. ”Dunia Film Indonesia di Mata Seorang Dramawan” dalam Haris

Jauhari (ed.). 1992. Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rendra, W.S 1983. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia. Rintaro Takeda. 1944. Jawa Sarasa (Batik Jawa). Tokyo: Shikuma Shobo. Rita Sri Hastuti, “Berjuang di Garis Belakang” dalam Haris Jauhari (ed.). 1992.

Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Robentson, Eric. 1979. The Japanese File: Pre-War Japanese Penetrasion in

Southeast Asia. London: Heinemann Educational Books Limited. Robertson, Eric. 1979. The Japanese File: Pre-War Japanese Penetration in

Southeast Asia. London: Heinemann Educational Books Limited. Rosihan Anwar. 1983. Menulis dalam Air: Sebuah Otobiografi. Jakarta: Sinar

Harapan. Rosihan Anwar. Sekelumit Kenang-kenangan Kegiatan Sastrawan di Zaman

Jepang (1943-1945)” dalam Budaja Dajaja (no.65. th.VI. Oktober 1973). Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Page 239: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxxxix

Saini Kosim. 1998/1999. Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan Multikulturalisme, dalam Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia, Th. IX.

Sakuramoto, Sakuramoto. 1995. Nihon Bungaku Hokokukai: Dai Toa Senso-ka no Bungakusha-tachi (Nihon Bungaku Hokokukai: para Sastrawan di Bawah Perang Asia timur Raya). Tokyo: Aoki-shoten.

Sakuramoto, Tomio. 1993. Bunkajin Tachi no ditoasenso: PK Buati ga Iku

(Perang Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju). Tokyo: Aoki-shoten.

Salim Said. 1990. Shadowson the Silver Screen: A Social Hostory of Indonesoan

Film. (Terjemahan dari Profil Dunia Film Indonesia. Jakarta: Grafiti Pers. 1982). Jakarta: The Lontar Fundation

Santoso Sastropotro, R. A. 1991. Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa. Bandung: Penerbit Alumni.

Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: P.T. Gramedia. Sartono Kartodirjo. 1998. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia.

Suatu Alternatif. Jakarta: P.T. Gramedia. Sato, Shigeru. 1994. War, Nasionalisme and Peasants-Java Under the Japanese

Occupation 1942-1945. New York: M.E. Sharpe,Inc. Sawarno, Ibu R. “Sekarat di Pasar Bebas” dalam Haris Jauhari (ed.). 1992. Layar

Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Seobagijo, I.N. 1980. Sumanang Sebuah Biografi. Jakarta: Gunung Agung. Seobagijo, I.N. 1983. Mr. Sudjono Mendarat dengan Pasukan Jepang di Banten

1942. Jakarta: Gunung Agung. Shimizu. 1991. Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia (Kumpulan Kesaksian:

Indonesia di Bawah Pendudukan Jepang). Tokyo: Ryukei Shosha. Shiraishi, Sayadan, Shiraishi, Takashi. 1998. Orang Jepang di Kota Koloni Asia

Tenggara. Jakarta: Obor Indonesia. Soebagyo. 1992. Parikan Jawa: Puisi Abadi. Jakarta: Aksara Garda Pustakatama. Sri Widati,dkk. 2001. Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern: Priode

Prakemerdekaan. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Suripan Sadi Sutomo. 1997. Sosiologi Sastra Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Sutan Takdir Alisjahbana. 1988. Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di

Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Takasi, Ryuji. 1976. Pen to Senso (Pena dan Perang). Tokyo: Seiko Shobo.

Page 240: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxl

Tanaka, Junichiro. 1976. Nihin Eiga Hattatsushi (Sejarah Perkembangan Film Jepang) (jilid 3). Tokyo: Chuo Koron.

Tanaka, Masaki. 1956. Ajia Fuunroku (Catatan mengenai Pergolakan di Asia).

Tokyo: Tokyo Life Sha. Taniguchi, Goro. 1953. “Pena ni Yorite (Bergantung pada Pena)” dalam

Hitsuroku Daitoa Senshi: (Catatan Rahasia Sejarah Perang Asia Timur Raya: Hindia Belanda). Tokyo: Fuji Shoen.

Taniguchi, Goro. 1991. “Janarisuto tosehite Mita Jawa Gunsei (Pemerintahan

Militer di Jawa yang Saya Lihat sebagai Jurnalis)” dalam Forum for Rescarch Materials on the Japanese Occpation of Indonesia, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia. Tokyo: Ryukei Shosha.

Taniguchi, Goro. 1991. “Janarisuto tosehite Mita Jawa Gunsei (Pemerintahan

Militer di Jawa yang Saya Lihat sebagai Jurnalis)” dalam Forum for Research Materialis on the Japanese Occupation of Indonesia, Shogenshu: Nihon Senryo-ka no Indonesia. Tokyo:Ryukei Shosha.

Taufik Abdullah. 1993. Film Indonesia Bagian I (1900-1950). Jakarta: Dewan

Film Nasional. Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia. Tomio, Sakuramoto. 1993. Bunkajin Tachi no Daitoasenso: PK Butai ga Iku

(Perang Asia Timur Raya bagi Budayawan: Pasukan PK Maju). Tokyo: Aokishoten.

Tomisawa, Uio. 1944. Hikari no Jawa (Jawa Dalam Cahaya). Tokyo: Doko-sha. Tomisawa. 1943. Jawa Bunkasen (Perang Budaya di Jawa). Tokyo: Nihon

Buntai-sha. Turnan, George Mc. 1980. Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka kementerian Pelajaran Indonesia. Umar Junus. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori dan Metode. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia. Usmar Ismail. 1945. Maya sebagai Gerakan Angkatan Baroe. Koleksi Pusat

Dokumentasi Sastra H.B.Jassin. Wartini Santoso (ed.). 1984. Katalog Surat Kabar. Jakarta: Perpustakaan Nasional. 3. Surat Kabar, Majalah, dan Almanak Almanak Asia-Raya 2603: Tahoen I. 1943. Djakarta: Asia Raya Bagian Penerbitan. Asia Raya (23.6.2604), (5.7.2604), (21.10.2603), (28.11.1942), (8.6.1942),

(19.3.2605), (28.6.1944), (4.6. 2063), (21.5.1945), (16.5.1943), (16.5.1944), (1.2.1944), (11.1.2603), (27.12.1945), (29.1.1945), (8.5.1945), (10.8.1944), (19.3.1945), (5.7.1944), (19.7.2603).

Page 241: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxli

Budaja Djaja (no.65. th.VI. Oktober 1973). Djawa Baroe (no.2. 15.1.2604), (no.9 1.5.2603), (no.2 7.15. 1943), (1.10.1943),

(no.1 1.3.1943), (no.4 15.1.2064), (no.4. 15.2.2604), (no.8. 15.4.2603), (no.14. 15.7.1945), (no.12 15.6.1943), (no.4 1.9.1943), (no.5 1.3.1943), (no.4. 15.2.2604), (no.13 1.7.2604), (no. 23 12.1.2063), (no.14 15.7.2605), (1.101944), (no.3. 1.2.2064), (no.11. 1.6.2603), (no.14 15.7.2605), (no. 24 15.12.1944), (no. 3, 1.2.1945), (no. 22, 1 agustus 1944), (no. 8 9.1.1943), (no.8. 15.4.2603), (no.12. 15.62063), (29.5.1945), (no.8. 15.4.2603), (no.23. 1.12.2603), (no.14. 15.7.2605), (no.3 1.2.1944), (no.13 1.7.1944), (no.2 15.1.1944), (no.24 15.12.1943), (no.15 1.8.1944), (no. 15 1.8.2603), (3, 1.1.2064), (no. 7 1 April 1945).

Jawa Nenkan: Kigen 2604-nen (Almanak Jawa tahun 2604). Jakarta: Jawa

Shinbunsha. (Dicetak kembali Oleh Biblio. Tokyo.1973). Kan Po (no.15),(no.36), (No. 17, 25 April 1943), (No.13) atau “Osamu Serei

No.51), (No.32), (No 14 Maret 2603),(No.14, Maret 2603), (No.14, 10 Maret 1943), (No. 7, 1945), (No. 28, 1943), (No.1)No.18” (11 Juni 2603) Kanpo (No.21)

Nihon Gakugei Shinbun (no.1. November 1942). Tokyo: Nihon Bungaku Hokokukai. Nihon Hyoron ( Nomor September 1950). Pandji Poestaka (No. 16, 25 Juli 1942), (No. 22 Th XXII, 15 September 1944),

(No. 18/19 Th. XXII, 15 September 1944), (No. 12, 27 Juni 1942), (No. 26, 3 Oktober 1942), (No. 11, 8 Maret 1943), (No. 23, 12 September 1942), (No.16, 25.7.1942), (No. 19, 15 Agustus 1942).

Prajurit, (No. 5/8 Desember 1944), (No.13, 30 Maret 1945), No. 13/30 Maret 1945). Sande Mainichi (no 13 Januari 1943). Serebes Shinbun (9-10 Januari 1943). Shin Jawa (no.2. Vol.1. 1 November 1944). Star News (no.5. 25 September 1954). Tjahaya (23 Juli 1944). Toa Bunka Ken (Lingkungan Budaya Asia Timur) Januari 1943. Tokyo Asahi Shinbun (19-23 Januari 1943), (6 Oktober 1942), (26 Juni 1942). Unabara (no.159. 12 September 1942), (no.125. 4 Agustus 1942), ( no.58. 17 Mei

1942), dari nomor 61 (21 Mei 1942) sampai nomor 68 (29 Mei 1942), (no.55. 14 Mei 1942)(no.56. 15 Mei 1942), (no.159. 12 September 1942).

Wawasan Kepulauan (no.15. 25 Oktober 1996)

Page 242: Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa .../Film... · Film Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945. Skripsi Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni

ccxlii

4. Arsip The Nishijima Collection. (Kumpulan dokumen yang menyangkut pemerintahan

militer Jepang yang dikumpulkan Shigetada Nishijima kemudian disusun oleh Waseda Daigaku Okuma-kinen Shakai Kagaku Kenkyujo (Lembaga Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Waseda, Tokyo) pada tahun 1973, Kode yang menyertai dokumen-dokumen berikut adalah kode yang digunakan dalam catalog The Nishijima Collection.)

Adachi, Hisayoshi. “Report to Mr. A.P.M Audretsch: Replies of Questionaire Concerning Sendenbu”. 14 April 1947. (AD 3) dan (AD 2).

Gunseikanbu. 2604. Orang-Indonesia jang Terkemoeka di Jawa. Jakarta: Gunseikanbu.

Okazaki, Seizaburo: Osamu Shudan Gunsekan (Gunseikan Pasukan Ke-16). “Jawa Eiga Kosha no Ken Tsucho (Pengumuman Mengenai Jawa Eiga Kosha)”. 11 September 1942.

Sendenbu. “Chuo Shinbun Tosei An (Konsep Pengawasan Surat Kabar Pusat)” (Tulisan Tangan. 3 September 1942.

5. Lain-lain

Rekaman Wawancara Shizuo Miyamoto (mantan Staf Strategi Pasukan Ke-16 Angkatan Darat). Jakarta Pada Tanggal 15 November 1996 (Terjemahan dan Koleksi Masa Omi Tanaka.