fikosianin_beatrix r restiani_13.70.0182_c5_unika seogijapranata

16
Acara IV FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Beatrix Riski Restiani NIM : 13.70.0182 Kelompok C5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Upload: praktikumhasillaut

Post on 10-Feb-2016

23 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Fikosianin dalam praktikum ini diekstraksi dari Spirulina.

TRANSCRIPT

Page 1: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Acara IV

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Beatrix Riski Restiani

NIM : 13.70.0182

Kelompok C5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer, neraca analitik, gelas

ukur, hot plate, stirrer, sentrifuge, tabung reaksi, mikropipet, spektrofotometer, sendok,

wadah, oven, plastik, alu, dan beaker glass.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa spirulina, akuades,

dan dekstrin.

1.2. Metode

Biomassa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditimbang sebanyak 8 gram

Dilarutkan dalam aqua destilata sebanyak 80 ml (perbandingan 1:10)

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

Page 3: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2

dan diukur kadar fikosianinnya

pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :

dekstrin = 1 : 1

Page 4: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Didapat adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

Page 5: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan yield dan warna dari fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Yield dan Warna Fikosianin

Keterangan :

Warna

+ Biru Muda

++ Biru

+++ Biru Tua

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan jumlah bahan yang sama, konsentrasi fikosianin paling tinggi dimiliki oleh kelompok C1 yaitu

sebesar 2,280 mg/ml dengan yieldnya sebesar 15,960 mg/ml dan konsentrasi fikosianin terkecil dimiliki oleh kelompok C4 yaitu sebesar

2,114 mg/ml dengan yield nya sebesar 14,798 mg/ml. Namun secara keseluruhan nilai konsentrasi fikosianin dan yield antar kelompok

tidak terlalu berbeda jauh. Sebelum di oven warna dari fikosianin pada kelompok C1, C2 dan C3 adalah biru tua, sedangkan pada

kelompok C4 dan C5 berwarna biru . Setelah di oven semua bubuk fikosianin mempunyai warna biru muda.

Kel Berat Jumlah Aquades Total Filtrat OD

615

OD

652

KF Yield Warna

Bio Massa

Kering(g)

yang

ditambahkan(ml)

yang

diperoleh (mg/ml) (mg/ml) Sebelum di Oven Sesudah di Oven

C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +

C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +

C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +

C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +

C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ +

Page 6: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Spirulina adalah organisme jenis alga hijau biru atau blue-green algae. Ciri-ciri

spirulina adalah bersifat multiseluler, tubuh berbentuk filamen yang berwarna hijau

biru, berbentuk silinder dan tidak bercabang (Richmond, 1988). Ukuran spirulina 100

kali lebih besar dari sel darah merah manusia. Spirulina yang membentuk koloni akan

menunjukan warna hijau. Warna hijau ini disebabkan karena spirulina mengandung

klorofil dalam jumlah yang banyak. Spirulina tumbuh secara alami di danau yang

bersifat alkali dengan suhu hangat dan juga di kolam dangkal yang terdapat di wilayah

tropis (Tietze, 2004). Spirulina juga dapat hidup di air payau alkalis (Angka &

Suhartono, 2000). Spirulina merupakan sumber makanan yang berpotensi. Kandungan

protein dalam spirulina mencapai 50-70% berat keringnya (Richmond, 1988).

Kandungan lemak dalam spirulina adalah kandungan asam lemak esensial (Henrikson,

2009). Sel spirulina yang tipis dan lembut membuat spirulina cepat dicerna (Tietze,

2004). Menurut Kumar et al. (2009) Spirulina juga mengandung banyak vitamin seperti

biotin, tokoferol, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat dll.

Spirulina mempunyai membran tilakoid dalam strukturnya yang didalamnya terdapat

struktur granula fikobilisom. Fikobilisom tersusun atas fikobiliprotein yang bertugas

untuk menyerap cahaya dan melindungi pigmen fotosintesis dari kerusakan akibat

oksidasi oleh cahaya intensitas tinggi. Cahaya yang telah diserap akan dibawa ke

allofikosianin dan kemudian dilanjutkan ke klorofil a. Klorofil a inilah yang merupakan

pigmen fotosintesis yang dimiliki oleh spirulina (Diharmi, 2001). Alga laut seperti

Spirulina sangat menggantungkan hidupnya dengan kemampuan menangkap

cahayanya. Dalam menangkap cahaya yang bekerja bukan hanya klorofil dan beta

karoten namun ada protein bilirubin yang memampukan alga untuk menyerap dalam

spectrum yang lebih tinggi (De Wit et al., 2008). Spirulina banyak dimanfaatkan dalam

bidang pangan dikarenakan spirulina dapat tumbuh secara cepat dan lebih mudah untuk

dipanen dan juga biomassanya sangat mudah untuk larut dalam pelarut polar (air dan

buffer fosfat) dibandingkan dengan pelarut non polar (Angka & Suhartono, 2000).

Page 7: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Dalam tubuhnya, spirulina mengandung pigmen-pigmen fikosianin, karotenoid, dan

klorofil. Fikosianin adalah pigmen dalam Spirulina yang berwarna biru tua dan bisa

memancarkan warna merah tua (Ó Carra & Ó hEocha, 1976). Pigmen klorofil a yang

berperan sebagai pigmen fotosintesis memiliki accessory pigmen yaitu pigmen

fikosianin (Boussiba & Richmond, 1979). Fikosianin terdapat dalam alga sebanyak

lebih dari 20% berat keringnya (Richmond, 1988). Fikosianin memiliki kegunaan

sebagai pewarna makanan, kosmetik dan dalam penelitian biomedis (Minkova et al.,

2002). Struktur dari fikosianin adalah tetrapirol terbuka yang menyebabkan fikosianin

memiliki kemampuan untuk menangkap radikal oksigen. Fikosianin paling mampu

untuk menangkap radiasi sinar matahari secara efisien. Fikosianin adalah pigmen dan

protein yang saling berhubungan yang bertugas dalam pemanenan cahaya dan energi

transduksi (Hall & Rao, 1999). Karena sifatnya yang larut air, maka fikosianin mudah

dibebaskan melalui penghancuran mekanis (Angka & Suhartono, 2000). Selain

memiliki pewarna Spirulina juga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti

suplemen, pengawet makanan, makanan fungsional dan obat. Spirulina mudah

dikembangbiakkan di air tawar ataupun air laut sehingga ketersediaannya mudah (Tang

& Suter, 2011). Bukan hanya sebagai pewarna fikosianin juga memiliki kemampuan

sebagai antioksidan, antikoagulan dan membantu pencegahan kerusakan DNA (Kamble

et al., 2013).

Dalam pembuatan pewarna bubuk dari fikosianin langkah pertama yang dilakukan

adalah menimbang biomassa Spirulina sebanyak 8 gram. Untuk mengisolasi fikosianin

dalam praktikum ini digunakan bahan dasar Spirulina karena sesuai dengan pendapat

Richmond (1988) bahwa fikosianin banyak terdapat dalam alga hijau biru sebanyak

20% berat keringnya dan Spirulina adalah salah satu kelompok alga hijau biru. Selain

itu menurut pendapat Henrikson (2009) di dalam 10 gram Spirulina terkandung 1400

mg pigmen fikosianin. Biomassa Spirulina ini kemudian ditambahkan dengan aquades

sebanyak 80 ml. Tujuan penambahan aquades ini adalah untuk mengekstrak pigmen

fikosianin yang ada di dalam Spirulina karena pigmen fikosianin adalah pigmen yang

larut dalam pelarut polar seperti air (Syah et al., 2005). Walter et al., (2011) juga

berpendapat bahwa fikosianin dapat diekstrak dengan pelarut polar yang memiliki pH

netral, Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi fikosianin sehingga

Page 8: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

menghasilkan nilai yang maksimal adalah rasio antara volume larutan yang digunakan

untuk mengekstrak dengan bahan yang akan diekstraksi. Jika bahan yang akan diekstrak

terlalu banyak maka dalam larutan pengekstrak dapat terjadi kejenuhan. Jika jenuh

maka, fikosianin yang akan diekstrak akan menjadi tidak efisien (Candra, 2011).

Larutan kemudian diaduk dengan stirrer selama 2 jam. Tujuan pengadukan selama 2

jam ini adalah untuk membuat larutan semakin homogen dan agar mempercepat dan

mengoptimalkan proses ekstraksi. Selain itu dengan pengadukan oleh stirrer maka akan

terjadi penghancuran secara mekanis yang menyebabkab pigmen fikosianin dapat keluar

dari Spirulina (Angka & Suhartono, 2000). Larutan kemudian dipindahkan ke dalam

tabung reaksi dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Tujuan

dilakukannya sentrifugasi ini adalah untuk memisahkan pigmen fikosianin yang telah

larut dalam cairan dengan biomasa sel Spirulina. Hal ini seseuai dengan pendapat

Suyitno (1989) bahwa tujuan dari sentrifugasi adalah memisahkan komponen yang

saling tidak larut atau memisahkan padatan dengan cairan. Karena fikosianin telah

terekstrak ke dalam air, maka kita tidak membutuhkan biomasa Spirulina yang tidak

terpakai. Biomasa sisa yang lebih berat akan mengendap sedangkan air yang telah

mengandung fikosianin akan berada diatas.

Setelah itu kemudian bagian supernatannya diambil dan diencerkan dengan akuades

hingga pengenceran 10-2

. Cara pengenceran adalah dengan mengambil 1 ml supernatant

dan ditambahkan dengan 9 ml aquades, larutan ini disebut pengenceran 100. Hal yang

sama juga dilakukan pada pengenceran 100

hingga diperoleh larutan dengan

pengenceran 10-2

Tujuan pengenceran adalah agar supernatan yang akan dianalisa tidak

terlalu pekat. Kemudian larutan diukur kadar pigmen fikosianinnya dengan

spetrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang berfungsi untuk mengukur

penyerapan cahaya / sinar oleh suatu larutan dan sering digunakan dalam analisa

fotometri. Yang diukur oleh spektrofotometer adalah absorbansi yang merupakan fungsi

terhadap konsentrasi dan panjang gelombang cahaya yang melalui tabung reaksi / cuvet

(Ewing, 1976). Prinsip dari analisa ini adalah membandingkan hasil penyerapan atau

absorbansi energi radiasi yang dihasilkan dari panjang gelombang tertentu oleh larutan

bahan dengan larutan standar (Ewing, 1976). Kadar fikosianin diukur pada panjang

Page 9: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

gelombang 615 nm dan 652 nm. Penggunaan panjang gelombang ini sesuai dengan

pendapat Antelo et al. (2010) bahwa untuk mengetahui kandungan fikosianin,

supernatan diukur panjang gelombangnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652

nm. Setelah diukur supernatan kemudian dicampurkan dengan dekstrin dengan

perbandingan 1:1. Tujuan penambahan dekstrin adalah untuk membuat pengeringan

fikosianin berjalan dengan lebih cepat dan juga menghambat kerusakan yang akan

terjadi pada fikosianin saat mengalami proses pemanasan. Dekstrin juga akan

meningkatkan total padatan, meningkatkan volume dan melapisi komponen flavor

(Murtala, 1999). Dekstrin akan bertindak sebagai bahan pengisi dan bersifat mudah

larut dalam air. Dengan penambahan dekstrin maka rendemen produk akan meningkat

(Ribut & Kumalaningsih, 2004).

Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk saat pati terhidrolisis menjadi gula akibat

panas, asam ataupun enzim. Rumus molekul pati dan dekstrin sama yaitu [Cx(H2O)y]n

dengan y = x-1 dimana glukosa akan bergabung dengan glukosa lain dan menghasilkan

rantai polisakarida. Tetapi ukuran dekstrin lebih kecil jika dibandingkan dengan pati.

Dekstrin bersifat larut dalam air dan mengendap dalam alkohol. Dekstrin yang

direaksikan dengan iodin akan menghasilkan warna biru dan mempunyai kelarutan yang

baik dalam alcohol 25%. Dekstrin jenis ini disebut amilodekstrin. Sedangkan jika

menghasilkan warna coklat kemerahan dan kelarutannya baik dalam alkohol 55% maka

disebut eritrodekstrin. Jika tidak menghasilkan warna saat direaksikan dengan iodin dan

kelarutan baik dalam alkoho 70% maka disebut akhrodekstrin (Daulay, 2010).

Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis parsial pati dan produk antara saat pati dipecah.

Dekstrin memiliki rasa yang lebih manis dari pati, kelarutan serta ketercernaan lebih

tinggi dari pati (Daulay, 2010). Strukturnya berbentuk spiral sehingga dapat

memerangkap flavor di dalamnya. Penambahan dekstrin dapat membantu mengurangi

kehilangan flavor dalam proses (Arief, 1987). Dengan viskositasnya yang rendah

dekstrin memiliki kemampuan sebagai agen pengisi yang akan memerangkap senyawa

penting sehingga stabilitasnya terjaga dan juga dapat meningkatkan berat produk

(Wiyono, 2007).

Page 10: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Setelah dicampurkan dengan dekstrin, adonan kemudian dimasukan ke dalam wadah

tahan panas dan di oven dengan suhu 50°C hingga kadar air ± 7% dan akan didapatkan

adonan kering yang gempal. Tujuan pengeringan adalah agar didapatkan pewarna

bubuk yang kering (Angka & Suhartono, 2000). Suhu pengeringan yang digunakan

sudah sesuai dengan pendapat Desmorieux & Decaen (2006) bahwa pengeringan

sebaiknya dilakukan pada suhu 40-600C. Pengeringan dilakukan dengan suhu yang

tidak terlalu tinggi untuk menjaga warna fikosianin. Suhu yang tinggi akan

mendegradasi warna pada fikosianin (Arylza, 2003). Selain itu juga dapat menyebabkan

terjadinya reaksi maillard. Adonan gempal kering tersebut kemudian dihancurkan

dengan alu untuk mngecilkan ukuran dan merubahnya menjadi bentuk bubuk.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa dengan jumlah bahan yang sama, konsentrasi

fikosianin paling tinggi dimiliki oleh kelompok C1 yaitu sebesar 2,280 mg/ml dengan

yieldnya sebesar 15,960 mg/ml dan konsentrasi fikosianin terkecil dimiliki oleh

kelompok C4 yaitu sebesar 2,114 mg/ml dengan yield nya sebesar 14,798 mg/ml.

Namun secara keseluruhan nilai konsentrasi fikosianin dan yield antar kelompok tidak

terlalu berbeda jauh. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa jika nilai

absorbansinya pada panjang gelombang 615 semakin besar maka nilai kadar fikosianin

akan semakin tinggi. Selain itu nilai absorbansi panjang gelombang 652 semakin kecil

maka konsentrasi fikosianin akan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat

Ewing (1976) bahwa jika nilai absorbansi semakin tinggi maka nilai konsentrasinya

juga akan semakin tinggi. Menurut Wilford (1987) nilai absorbansi berasal dari nilai

penyerapan intensitas oleh larutan tersebut. Analisa secara kuantitatif spektrofotometri

didasarkan pada perbandingan adsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tertentu

antara sampel dan standar (Smith, 1995). Absorbansi lebih tinggi pada panjang

gelombang 615 dibandingkan panjang gelombang 652 karena panjang gelombang ini

mendekati panjang gelombang penyerapan fikosianin optimum yaitu 620 nm (Atrika,

2011). Nilai konsentrasi fikosianin pada umumnya berkisar antara 2 mg/ml. Walaupun

ada perbedaan namun angkanya tidak terlalu berbeda jauh. Perbedaan kecil dapat terjadi

karena pemberihan kuvet yang belum sempurna sehingga angkanya tidak persis sama.

Yield dari bubuk pewarna jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi fikosianin

terjadi karena telah dilakukan penambahan dekstrin, Angka yield antar kelompok pun

Page 11: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

tidak terlalu berbeda jauh. Sebelum di oven warna dari fikosianin pada kelompok C1,

C2 dan C3 adalah biru tua, sedangkan pada kelompok C4 dan C5 berwarna biru. Setelah

di oven semua bubuk fikosianin mempunyai warna biru muda. Hal ini sesuai dengan

pendapat Arylza (2003) bahwa Suhu yang tinggi akan mendegradasi warna pada

fikosianin. Sehingga warna bubuk fikosianin berubah menjadi lebih muda. Warna

bubuk fikosianin yang memudar menunjukan bahwa pigmen fikosianin memiliki

stabilitas yang rendah terhadap panas karena suhu tinggi akan mendegradasi warna

pigmen. Stabilitas fikosianin terhadap cahaya juga rendah ditunjukan dengan teori

Mishra et al. (2008) bahwa dalam penyimpanan fikosianin dapat kehilangan warna

sebesar 30% setelah 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 350C. Selama

penyimpanan terjadi penurunan warna juga menunjukan bahwa fikosianin tidak stabil

terhadap intensitas cahaya dan suhu yang tinggi.

Ekstraksi fikosianin selain dilakukan dengan cara seperti yang dilakukan saat praktikum

juga dapat dilakukan dengan menggunakan sitem ionik berdasarkan sistem 2 fase.

Dalam metode ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah konsentrasi ion yang

digunakan dan juga konsentrasi crude fikosianin yang dihasilkan. Dengan metode ini

dapat dihasilkan fikosianin dengan kemurnian 3,98 dan hassil 90,23% (Zhang et al.,

2014).

Page 12: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Spirulina adalah organisme jenis alga hijau biru atau blue-green algae yang

mengandung banyak pigmen fikosianin.

Fikosianin terdapat dalam alga sebanyak lebih dari 20% berat keringnya.

Fikosianin memiliki kegunaan sebagai pewarna makanan, kosmetik dan dalam

penelitian biomedis.

Aquades digunakan untuk mengektrak fikosianin dari Spirulina karena fikosianin

larut dalam pelarut polar.

Pengadukan dengan stirrer akan menghomogenkan larutan dan mempercepat laju

ekstraksi.

Sentrifugasi akan memisahkan ekstrak fikosianin dari biomassa Spirulina.

Pengukuran konsentrasi fikosianin dilakukan dengan metode Spektrofotometri.

Nilai absorbansi pada panjang gelombang yang optimal akan sebanding dengan

konsentrasi fikosianin dalam larutan

Dekstrin berfungsi untuk membuat pengeringan fikosianin berjalan dengan lebih

cepat dan juga menghambat kerusakan yang akan terjadi pada fikosianin saat

mengalami proses pemanasan, meningkatkan total padatan, meningkatkan volume

dan melapisi komponen flavor serta sebagai bahan pengisi

Dekstrin adalah hasil hidrolisis parsial dari pati .

Rata-rata konsentrasi fikosianin yang dihasilkan adalah 2 mg/ml sedangkan yieldnya

adalah sekitar 15 mg/ml.

Fikosianin tidak tahan terhadap panas dan akan panas akan menyebabkan warnanya

memudar.

Semarang, 20 Oktober 2015

Praktikan Asisten Dosen:

-Deanna Suntoro

- Ferdyanto Juwono

Beatrix R Restiani

13.70.0182

Page 13: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka SI dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. 2010. Extraction and

Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and

Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.

Arief, M. 1987. Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas

Gajahmada Press. Yogyakarta.

Arylza, IS. 2003. Isolasi dan Karakteristik Fikosianin dari Mikroalga Spirulina

plantensis yang ditumbuhkan dalam Media Limbah Lateks Pekat. Tesis

Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Atrika B. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang

dikeringkan dan diamobilisasi. Institut Pertanian Bogor

Boussiba S and Richmond A. 1980. c-Phycocianin as a storage protein in the blue-

green alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.

Candra, Budi Atrika. 2011. Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis

yang dikeringkan dan diamobilisasi. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan IPB. Bogor.

Daulay, Azara Yumni. 2010. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kecombrang dan

Konsentrasi Dekstrin terhadap Mutu Minuman Bubuk Instan Sari Buah Nenas.

Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sumatera.

Desmorieux H. and Decaen N. 2006. Convective drying of Spirulina in thin layer.

Journal Of Food Engineering, 77:64-70

De Wit, C.D. van der Weij, A.B. Duost, Ivo H.M. van Stokkum, J.P. Dekker, K.E.

Wilk, P.M.G. Curmi & R. van Grondelle. (2008). Phycocyanin Sensitizes both

Photosystem I and Photosystem II in Cryptophyte Chroomonas CCMP270Cells.

Biophysical Journal Vol. 94 March 2008 2423–2433.

Diharmi A. 2001. Pengaruh pencahayaan terhadap kandungan pigmen bioaktif

mikrolaga Spirulina platensis strain Lokal (INK). Tesis Program Pasca

Sarjana IPB. Bogor.

Ewing, G.W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book

Company. USA

Hall DO, Rao KK. 1999. Photosynthesis Six edition. Cambridge: ,Cambridge university

press.

Henrikson R. 2009. Earth Food Spirulina. Ed Ke-6. Hawai: Ronore Interprise, Inc.

Page 14: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Kamble, S.P., R.B. Gaikar, R.B. Padalia & K.D. Shinde. (2013). Extraction and

Purification of C-Phycocyanin from Dry Spirulina Powder and Evaluating its

Antioxidant, Anticoagulation and Prevention of DNA Damage Activity. Journal

of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp. 149-153, August, 2013.

Kumar R, V., D. Kumar, A. Kumar, & S.S. Dhami. (2009). Effect of Blue Green Micro

Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm (Bombyx

Mori L.). ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. Vol. 4, No. 3,

May 2009.

Minkova, K.M.; A.A. Tchernov; M.I. Tchorbadjieva; S.T. Fournadjieva; R.E. Antova;

dan M.Ch. Busheva. (2002). Purification of C-phycocyanin from Spirulina

(Arthrospira) fusiformis.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S016816560300004X.

Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. 2008. Effect of preservatives for food grade C-PC

from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.

Murtala, S. S. 1999. Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi

Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis).

Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang. 70 hal.

Ó Carra P, Ó hEocha C. 1976. Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor.

1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press

inc. Hal 328-371.

Ribut, S. dan S. Kumalaningsih,. 2004. Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan

baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan,

Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta.

http://www.pustaka-deptan.go.id

Richmond A. 1988. Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.

Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Smith J.E. (1995). Bioteknologi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta

Suyitno. 1989. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas

Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan

Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Tang, G. & P. M. Suter. (2011). Vitamin A, Nutrition, and Health Values of Algae:

Spirulina, Chlorella, and Dunaliella. Journal of Pharmacy and Nutrition

Sciences, 2011, 1, 111-118.

Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W

Tietze Publishing.

Page 15: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R.

S. 2011. Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under

Different Light Spectra. Vol. 54, pp 675-682.

Wilford, D. (1987). Microbiology System in Chemistry.Co Allys and Benton. USA

Wiyono, R. 2007. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi

Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

Zhang, X., F. Zhang, G. Luo, S. Yang & D. Wang. (2015). Extraction and Separation of

Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid

and Salt. Journal of Food and Nutrition Research, 2015, Vol. 3, No. 1, 15-19.

Page 16: fikosianin_Beatrix R Restiani_13.70.0182_C5_UNIKA SEOGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = –

x

Yield (mg/g) =

Kelompok C1

KF = –

x

= 2,280 mg/ml

Yield =

= 15,960 mg/g

Kelompok C2

KF = –

x

= 2,207 mg/ml

Yield =

= 15,449 mg/g

Kelompok C3

KF = –

x

= 2,181 mg/ml

Yield =

= 15,267 mg/g

Kelompok C4

KF = –

x

= 2,114 mg/ml

Yield =

= 14,798 mg/g

Kelompok C5

KF = –

x

= 2,175 mg/ml

Yield =

= 15,225 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal