fikih jinayah adalah ilmu tentang hukum syara

14
PENDAHULUAN Fikih Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara pengertian "Fikih" dan "Jinayah". Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa objek pembahasan Fikih Jinayah itu secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tindak pidana dan uqubah atau hukumannya. Setiap kejahatan yang ditentukan sanksinya oleh al-Quran maupun oleh hadis disebut sebagai jarimah hudud. Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al-Qurran maopun oleh al-Hadis disebut sebagai tindakan pidana ta'zir. Misalnya tidak melaksanakan amanah, mengghasab harta, menghina orang, menghina agama, menjadi saksi palsu, dan suap. PEMBAHASAN A. Pengertian Ta’zir Menurut arti bahasa, lafaz ta’zir berasal daru kata: yang sinonimnya: 1. yang artinya mencegah dan menolah; 2. yang artinya mendidik;

Upload: rudhy-eko-prastowo

Post on 26-Jun-2015

643 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

PENDAHULUAN

Fikih Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan masalah

perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-

dalil yang terperinci. Definisi tersebut merupakan gabungan antara pengertian "Fikih"

dan "Jinayah".

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa objek pembahasan Fikih Jinayah itu

secara garis besar ada dua, yaitu jarimah atau tindak pidana dan uqubah atau

hukumannya.

Setiap kejahatan yang ditentukan sanksinya oleh al-Quran maupun oleh hadis disebut

sebagai jarimah hudud. Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al-

Qurran maopun oleh al-Hadis disebut sebagai tindakan pidana ta'zir. Misalnya tidak

melaksanakan amanah, mengghasab harta, menghina orang, menghina agama, menjadi saksi

palsu, dan suap.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ta’zir

Menurut arti bahasa, lafaz ta’zir berasal daru kata: yang sinonimnya:

1. yang artinya mencegah dan menolah;

2. yang artinya mendidik;

3. yang artinya mengagungkan dan menghormati;

4. yang artinya membantunya, menguatkan, dan menolong.1

Dari keempat pengertian tersebut, yang paling relevan adalah pengertian

pertama: (mencegah dan menolak), dan pengertian kedua: a

(mendidik). Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir

Audah2 dan Wahbah Zuhaili3. Ta’zir diartikan mencegah dan menolak a

karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zir 1 Ibrahim Unais,et. al., Al-Mu’jam Al-Wasith, Jus II, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, tanpa tahun,

hlm. 598.2 Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz I, Dar Al-Kitab Al-A’rabi, Beirut,

tanpa tahun, hlm. 81.3 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa adillatuhu, Juz VI, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1989, hlm.

197.

Page 2: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

diartikan mendidik , karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan

memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian

meninggalkan dan menghentikannya.

Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut.

Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat)

yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.4

Wahbah Zuhaili memberikan definisi ta’zir yang mirip dengan definisi Al-Mawardi:

Ta’zir menurut syara’ adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat

atau jinayah yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat.5

Ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang

hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Di kalangan fuqaha, jarimah-jarimah

yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jarimah ta’zir.

Jadi, ta’zir bias digunakan untuk hukuman dan bias juga untuk jarimah (tindak

pidana).

Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas

perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula

kifarat. Dengan demikian, inti dari jarimah ta’zir adalah perbuatan maksiat. Adapun

yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan

dan melakukan perbuatan yang diharamkan (dilarang).6 Sebagai contoh melakukan

perbuatan yang dilarang, seperti mencium perempuan lain bukan istri, sumpah palsu,

penipuan dalam jual beli, melakukan riba.

Apabila meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan yang diharamkan

4 Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr, Beirut, 1966, hlm. 236.

5 Wahbah Zuhaili, loc. cit.6 Abd Al-Aziz Amir, At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-‘Arabi, 1969, hal.

83.

Page 3: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

merupakan maksiat, apakah meninggalkan yang mandub dan mengerjakan yang

makruh juga termasuk maksiat yang dikenakan hukuman ta’zir? Menurut sebagian

ahli ushul, mandub adalah sesuatu yang diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan,

sedangkan makruh adalah sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan.

Adapun yang membedakan antara mandub dan wajib adalah bahwa orang yang

meninggalkan mandub tidak mendapat celaan, sedangkan orang yang meninggalkan

kewajiban mendapat celaan.

Penjatuhan hukuman ta’zir atas meninggalkan mandub atau mengerjakan

makruh merupakan pendapat yang dapat diterima, apalagi kalau hal itu membawa

kemaslahatan bagi masyarakat yang merupakan tujuan dilaksanakannya hukuman.

Di samping itu juga hukuman ta’zir dapat dijatuhkan apabila hal itu dikehendaki

oleh kemaslahatan umum, meskipun perbuatannya bukan maksiat, melainkan pada

awalnya mubah.

Penjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan umum ini didasarkan kepada

tindakan Rasululloh saw. yang menahan seorang laki-laki yang diduga mencuri unta.

Jarimah ta’zir dibagi kepada tiga bagian, yaitu

a. ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat;

b. ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum;

c. ta’zir karena melakukan pelanggaran (mukhalafah).

Di samping itu, dilihat dari segi hak yang dilanggarnya, jarimah ta’zir dapat

dibagi kepada dua bagian, yaitu

1) jarimah ta’zir yang menyinggung hak Alloh;

2) jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan (individu).7

Adapun yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang menyinggung hak Alloh

adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan

umum. Sedangkan yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang menyinggung hak

perorangan adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang

7 Wahbah Zuhaili, loc. cit.; Lihat juga H.A. Djazuli, Fiqh Jinayat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 162.

Page 4: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

tertentu, bukan orang banyak. Contohnya seperti penghinaan, penipuan, pemukulan,

dan lain-lain.

B. Dasar Hukum Disyariatkannya Ta’zir

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan

seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis diriwayatkan oleh Abu

dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)8

Hadis tersebut menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang

yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan

penyelidikan.

C. Perbedaan Antara Hudud dan Ta’zir

Jarimah hudud adalah jarimah yang hukumannya telah ditentukan oleh syara’.

Sedangkan jarimah ta’zir adalah jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh

syara’ dan diserahkan kepada pemerintah (ulil amri) untuk menetapkannya. Dari

pengertian ini jelaslah bahwa antara hudud dan ta’zir terdapat beberapa perbedaan.

Sayid Sabiq mengemukakan perbedaan tersebut sebagai berikut.

1. Hukuman hudud diberlakukan secara sama untuk semua orang (pelaku),

sedangkan hukuman ta'zir pelaksanaannya dapat berbeda antara satu pelaku

dengan pelaku lainnya, tergantung kepada perbedaan kondisi masing-masing

pelaku.

8 Sayid Savuq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, Dar Al-Fikr, Beirut, 1980, hlm. 497.

Page 5: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

2. Dalam jarimah hudud tidak berlaku pembelaan (syafa’at) dan pengampunan

apabila perkaranya sudah dibawa ke pengadilan. Sedangkan untuk jarimah

ta’zir, kemungkinan untuk memberikan pengampunan terbuka lebar, baik oleh

individu maupun ulil amri.9

3. Orang yang mati karena dikenakan hukuman ta’zir, berhak memperoleh ganti

rugi. Sedangkan untuk jarimah hudud hal ini tidak berlaku.

D. Macam-Macam Jarimah Ta’zir

Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak yang dilanggar,

jarimah ta’zir dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu

1. jarimah ta’zir yang menyinggung hak Alloh;

2. jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.

Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu

a. ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat;

b. ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum;

c. ta’zir karena melakukan pelanggaran.

Di samping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga dapat

dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1) Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash, tetapi

syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak

mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

2) Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi hukumannya

belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran dan timbangan.

3) Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’.

Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran

disiplin pegawai pemerintah.

9 Sayyid Sabiq, II, loc. cit.

Page 6: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

E. Macam-Macam Hukuman Ta’zir

Dalam uraian yang lalu telah dikemukakan bahwa hukuman ta’zir adalah

hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan kepada ulil amri untuk

menetapkannya. Hukuman ta’zir ini jenisnya beragam, namun secara garis besar

dapat dikelompokkan kepada empat kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Hukuman ta’zir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid (dera).

2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman

penjara dan pengasingan.

3. Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,

penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

4. Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi kemaslahatan

umum.

Hukuman Ta’zir yang Berkaitan dengan Badan

a. Hukuman Mati

Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa hukuman mati ditetapkan

sebagai hukuman qishash untuk pembunuhan sengaja dan sebagai hukuman

had untuk jarimah hirabah, zina muhshon, riddah, dan jarimah pemberontakan.

b. Hukuman Jilid (Dera)

Hukuman jilid sebagai ta’zir sudah banyak dibicarakan oleh penulis dalam buku

Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam, baik keistimewaannya, maupun

batas minimal dan maksimalnya.10

10 H.A. Wardi Muslich, Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 158-159.

Page 7: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

KESIMPULAN

Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) bagi ‘azzara yang berarti

menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir

karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali

kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.

Maksud utama sanksi ta’zir adalah sebagai preventip dan represip serta kuratif dan

edukatif. Atas dasar ini ta’zir tidak boleh membawa kehancuran.11

Yang dimaksud dengan fungsi preventif adalah bahwa sanksi ta’zir harus

memberikan dampak positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai hukuman ta’zir),

sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan yang sama dengan perbuatan terhukum.

Oleh karena itu, sanksi ta’zir itu, baik dalam fungsinya sebagai usaha preventif

maupun represif, harus sesuai dengan keperluan, tidak lebih dan tidak kurang dengan

menerapkan prinsip keadilan.

11 Al-Buhuti, Kasyaf al-Qina, VI, hlm. 122.

Page 8: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika.

H.A. Djazuli. 1997. Fiqih Jinayah. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Muslich, Wardi. Pengantar dan Azas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah). Jakarta :

Sinar Grafika.

Savuq, Sayid. 1980. Fiqh As-Sunnah, Juz II, Dar Al-Fikr. Beirut.

Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi. 1966. Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Dar Al-Fikr.

Beirut.

Abd Al-Aziz Amir. 1969. At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr

Al-‘Arabi.

Page 9: Fikih Jinayah Adalah Ilmu Tentang Hukum Syara

JARIMAH TA’ZIR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester

Mata Kuliah: Fiqh II

Dosen Pengampu: Drs. Ansori, M.Ag.

Oleh:

Latif Azis (072339018)

Tarbiyah/VI/PAI-Transfer

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

PURWOKERTO

2010