festival kesenian yogyakarta 2008

140

Upload: gamaliel-budiharga

Post on 24-Mar-2016

259 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Buku Laporan Festival Kesenian Yogyakarta 2008 Desain oleh Kotasis Kamar Desain 3x3x3, Yogyakarta, Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 2: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 3: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 4: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 5: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 6: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

Publisher © 2009. Panitia Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

www.festivalkesenianyogyakarta.com

Translator Mubarika DFN, Camelia Tri Lestari, Imelda Fajar Puspaningrum

Cover Photo Dwi Prasetyo “Oblo: Budi Susanto

Prepress Kotasis Kamar Desain 3x3x3

Printing Cahaya Timur Offset, Yogyakarta

Edition 600 copies

PRINTED IN INDONESIA

© 2009. Designed by Kotasis Kamar Desain 3x3x3, Yogyakarta, IndonesiaGraphic Designer Hendra Harsono | Art Director Gamaliel W. Budihargawww.kotasis.com | [email protected]

Page 7: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 i

Daftar IsIContents

Daftar Panitia/Board of Committee iiSebuah Pengantar/Preface ivPembukaan & Pawai/Opening 5Babad Kampung 10

Ledhok Tukangan 15

Samirono 16

Kotagede 18

Suryowijayan 21

Mergangsan Kidul 23

Pandean 24

Kricak Kidul 28

Minggiran 30

Pajeksan 30

Teater “Deleilah”/ “Deleilah” Theatre Performance 34Program International/International Programme 42

Pantomim Mime Bizot/ Pantomime Show 45

Balet Rotterdam-New York/Rotterdam-New York Ballet 48

Pertunjukan Tari dan Akrobat/ Dance and Acrobat Performance 54

Pesta Musik/ The Music Party “PercuSOUNDS!!!” 57

Tari Kontemporer JCDN/Contemporary Dance Performance 60

Perfomance Art Living Fossils 62

Pasar Raya/The Festival Fair 66Jogja Art Fair#1 76The Onto’s: Mascot of FKY XX 2008 82Lampiran/Enclosure 92

Rekapitulasi Pemberitaan Media/Media Expose 106

Jadwal Talkshow Radio/Radio Talkshow Schedule 118

Page 8: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

ii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

BoarD of CommItteefestIval KesenIan YogYaKarta XX 2008

Excecutive Director Aji Wartono

Artistic Director Agung Kurniawan

Senior Secretary Aisyah Hilal

Junior Secretary Melisa Angela

Treasurer Yustina W. Neni

Internal Researcher Sri Kuncoro

Office Boy Jadul Santosa

PuBLICATION

Coordinator Ratna Mufida

Branding Hendy Setiawan

Distribution Ahmad Syauki

Administrative Staff Ayu Fetriana Rosati

Media Center Anggit Tut Pinilih, Imam, Sovya Marda,

Ragil

OPENING & CARNIvAL

Coordinator Very Adrian

Assisten Coordinator Budi Santosa

Administrative Staff Citra Sudarmanto

BABAD KAMPuNG

Coordinator Yoshi Fajar Kresno Murti

Page 9: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 iii

Field Coordinator Anton Subiyanto

Ass. Field Coordinator Bagas Arga Santosa,

Antonius Fajar

Reporter Syafiatudina, Olivia Lewi

Artistic Assistant Eko Nuryono, Andi Sri Wahyudi,

Puthut Buchori

TEATER “DELEILAh”

Director Joned Suryatmoko

Line Producer Aniek Rusmawati

Music Arranger Ari Wulu

vocal Teacher Pancasona Aji

Artistic Director Pak Clink

ThE FESTIvAL FAIR

Director Bambang ‘Toko’ Witjaksono

Coordinator of Stands and Commerce Satya

Brahmantya

Ass. Coordinator of Stands and Commerce Iqbal

Reka Rupa, Baskoro Latu

Secretary Nobi Susilo

Treasurer Sintya Ratna

Ass. Treasurer Virissa Septavy Syamsadhiya

Programs Coordinator Very Adrian

Ass. Programs Coordinator Budi Santosa, Christy

Mahanani, Novi Christiastuti Adiputri

JOGJA ART FAIR#1

Director Heri Pemad

Secretary Sari Handayani

Treasurer Devi Triasari

Administrative Staff Emonk, Idealita

Guiding Tyas, Dian, Mia, Anggi

INTERNATIONAL PROGRAM

Coordinator Aisyah Hilal

Liason Officer Dina

DOCuMENTATION

Photographer Dwi Oblo, Arief Sukardono, Budi N.D.

Dharmawan, Ulet Ifansasti, Wisnu Ajisatria, Agung

Prasetyo, Saiful Anwar (JAF #1)

video 03 (Kosong Tiga) Multimedia Services

Technical Expert Novindra Diratara, Anto Hercules

In-house Designer Johanes Budi, Daniel Timbul Cahya

Krisna, Anang Saptoto (JAF #1)

vOLuNTEERING

Pasar Raya

Field Coordinator Koko, Herdi, Astowo

SPG/ Front Desk Yulia Angelina, Christa Helda Elim,

Laura Indah, Desma, Eskarina Andwika

Public Relation Sendi, Tiko, Jun, Ria

Liason Officer Tedjo, Wahyu, Daris, Feri, Iman, Dono,

Pethek, Ambar, Doyok, Pulung, Martin, Eric

Security Taqiyudin, Itus, Bowo, Wicaksono, Hernowo

Andriantono, Andre, Ali C Barata, Rizal Abu K, Munif

Stage Crew Caesar (Stage Manager), Erson Padapiran,

Gurit, Ibnu Widodo “Gundul” (Sri Rejeki), Wahyu Nur

Cahyo, Heru Fajar F, Dayat, Arif, Setyo

Master of Ceremony Cuwi, Gundi, Alit, Gundul Sri

Rejeki

FKY XX 2008’S POST EvEN CATALOGuE PRODuCTION

Translator Mubarika DFN, Camelia Tri Lestari, Imelda

Fajar Puspaningrum

Graphic Designer Hendra Harsono

Printing Cahaya Timur Offset Yogyakarta

Edition 600 copies

Publisher Panitia Festival Kesenian Yogyakarta XX

2008, www.festivalkesenianyogyakarta.com

Page 10: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

iv Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Yogyakarta dikenal sebagai sebuah daerah dengan segudang kreativitas. Nyaris tak pernah putus sepanjang tahun, Yogyakarta dipenuhi penampilan produk-produk kreatif masyarakatnya, baik penampilan melalui wahana yang diprakarsai dan didanai oleh pemerintah maupun wahana swadaya dan swadana masyarakat. Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) adalah salah

satu wahana yang diprakarsai oleh masyarakat,

Yogyakarta is acknowledged as a region with loads of creativities. Coming close to endless activities throughout the year, Yogyakarta is filled up with the appearance of community creative products through the government-initiated and government-funded as well as community-contributed and community-funded media. Festival

Kesenian Yogyakarta (FKY) is a name for a

medium initiated by the society, to be exact

seBuah Pengantar PrefaCe

Page 11: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 v

tepatnya seniman, untuk menampung geliat

kreativitas masyarakat Yogyakarta. Seperti

yang telah dicanangkan pada tahun 2007

bahwa FKY merupakan sebuah festival yang

bersifat dinamis dengan mempertimbangkan

situasi dan kondisi terkini, yang berhubungan

dengan seni, budaya, sosial dan ekonomi,

sehingga FKY bisa menyentuh segenap lapisan

masyarakat.

Tema FKY XX 2008 adalah “Masa Lalu

Selalu Baru” yang diterjemahkan sebagai

artists, to accommodate the creativity writhes of

Yogyakarta society. As declared in 2007, FKY is a

dynamic festival considering the recent situation

and condition in relation to art, culture, social

and economy so that it may have an affect on all

social levels.

The theme of FKY XX 2008 is “Masa Lalu Selalu

Baru: The Past is New” translated as an effort

to recall historical memories and traditions

responded creatively and dynamically that

traditions always develop, today is the mirror of

Page 12: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

vi Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

upaya menggali kembali ingatan-ingatan

akan sejarah dan tradisi yang disikapi secara

kreatif dan dinamis, bahwa tradisi selalu ber-

kembang, masa sekarang merupakan cerminan

dari masa lalu, dan masa lalu merupakan

pijakan untuk melangkah ke depan. Tema ini

kemudian menjadi pijakan para pelaku ke-

giatan. Dengan demikian maka tiga pilar FKY

yang berhubungan dengan Pengembangan,

Pendidikan, dan Pelestarian seni dan budaya

dapat terwujud melalui peristiwa kesenian di

dalam pelaksanaan FKY. Fokus aktivitas FKY XX

2008 adalah seni pertunjukan. FKY XX 2008

dimaknai sebagai pesta rakyat yang nyeni, dalam

artian FKY XX 2008 tidak hanya pesta seni

milik para seniman saja tetapi juga pesta seni

milik seluruh masyarakat Yogyakarta. Dalam

konteks pemaknaan ini—sekaligus melanjutkan

salah satu tugas Panitia Penyelenggara yaitu

mempopulerkan kembali FKY sebagai pesta seni

milik rakyat Yogyakarta—maka program utama

FKY XX 2008 dirancang menyebar secara lokasi

pelaksanaannya, dan secara partisipatif dari sisi

sifat program, yang melibatkan seluas mungkin

warga masyarakat Yogyakarta dan gaung yang

diharapkan meluas keluar Yogyakarta secara

nasional bahkan internasional.

Tiga program utama FKY XX 2008 yang kental

mengeksplorasi seni pertunjukan adalah Babad

Kampung, Teater Musikal “Deleilah Tak Ingin

Pulang dari Pesta”, dan Program Internasional.

Program Babad Kampung melibatkan 9

kampung, yang dipilih karena proses tumbuhnya

kampung-kampung tersebut berkaitan dengan

the past and the past is the stepping point

to act in the future. This theme becomes

the principle for the art communities.

Therefore, the three pillars of FKY relating to

Development, Education and Conservation of

art and culture can be achieved by art events

in the implementation of FKY. The focus of

FKY XX 2008 is performing arts. The FKY XX

2008 is an artistic people festival, meaning

that FKY XX 2008 does not only belong

to artists but Yogyakarta society entirely.

In this context ─as to carry on the task of

the Committee to repopularize FKY as an

art celebration for Yogyakarta people─the

main program of FKY XX 2008 is designed

separately in terms of location, participatoryly

from the side of program character involved

as many Yogyakarta people as possible and

the reverberation was hoped to be widespread

nationally and internationally.

The three main programs of FKY XX 2008

strongly explored the performing arts are

Babad Kampung (Kampong’s History), Musical

Theater “Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta”

(”Deleilah Don’t Wanna Go Home from the

Party”), and International Program.

Babad Kampung brought in 9 kampongs

selected due to their growing process relating

to the evolution of Yogyakarta. FKY invites

the people living in kampongs to recall the

existed traditions in the past and or existing

ones and perform art and culture potentials

settling in their kampongs now. As a matter

fact, through the program of Babad Kampung,

Page 13: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 vii

sejarah perkembangan Yogyakarta. FKY

mengajak masyarakat kampung untuk

menggali kembali tradisi-tradisi yang pernah

ada dan/atau selama ini hidup di kampung

mereka, serta menampilkan potensi-potensi

seni dan budaya yang ada di kampung

mereka saat ini. Dengan demikian, melalui

penyelenggaraan Babad Kampung masyarakat

tidak hanya menjadi penonton pasif,

melainkan pelaku dan kreator, yang pada

akhirnya mampu mengembalikan kekuatan

ruh kesenian di kampung mereka sendiri.

Program ini mendapat sambutan antusias dari

kampung-kampung peserta. Melalui proses

kerja selama lebih dari tiga bulan—mulai

dari persiapan hingga pelaksanaan puncak

the communities do not become such passive

audiences but active doers and creators who

finally enable to restore the spirit of art in their

own kampongs. Those participating kampongs

welcome the program in great enthusiasm.

Through the collaborative process for more

than 3 months─from the preparation to the

implementation of peak program─the kampong

dwellers show dynamic articulation process upon

their kampong uniqueness and their attitude

upon long time “vanished” traditions in their

kampongs so that new creations come out.

The Musical Theater of “Deleilah” is a new

breakthrough in the vocabulary of performing

arts creation in Yogyakarta. This theater is a

Page 14: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

viii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

acara—masyarakat kampung menunjukkan

proses artikulasi yang dinamis atas kekhasan

tradisi kampung mereka, penyikapan mereka

atas tradisi-tradisi yang sudah lama “hilang” di

kampung mereka, sehingga pada akhirnya me-

munculkan kreasi-kreasi baru.

Pertunjukan Teater Musikal “Deleilah” adalah

terobosan baru dalam khasanah penciptaan seni

pertunjukan di Yogyakarta. Teater ini merupakan

proyek seni pertunjukan yang secara khusus

digarap untuk FKY XX 2008 (commissioned

project) yang mengajak keikutsertaan kaum

waria untuk mengambil peran dalam pemen-

tasan tersebut. Dimulai dengan penyebaran publi-

kasi untuk pencarian bakat, dilanjutkan dengan

rangkaian kursus bernyanyi, menari, dan akting,

kemudian latihan-latihan setiap hari yang penuh

aturan dan kedisiplinan.

Program Internasional merupakan ajang dialog antar pelaku dan pemangku kesenian di Yogyakarta dengan medan seni internasional. Dalam penyelenggaraannya FKY bekerja sama dengan lembaga-lembaga kebudayaan (di dalam dan luar negeri), kedutaan-kedutaan asing, maupun seniman secara pribadi yang dinilai memiliki kesesuaian profil dengan tema FKY XX 2008. Seniman-seniman asing tidak

hanya mementaskan karyanya, tetapi juga me-

lakukan workshop dan berkolaborasi dengan

seniman-seniman lokal sehingga terbangun

dialog budaya, proses alih dan pertukaran ide

commissioned project for FKY XX 2008 having

the participation of a group of transvestites

to take role in the performance. It begins with

the publication distribution for talent hunting,

continued with a series of singing, dancing

and acting courses and followed by strict and

disciplined daily rehearsals.

The International Program is a dialogue space between the activists and artists in Yogyakarta and the international art ground. In the implementation, FKY collaborates with cultural organizations (domestic and international), foreign embassies and artists individually considered holding related profiles with the theme of FKY XX 2008. The foreign artists not only

show their performances but also conduct

workshops and work together with the local

artists so that cultural dialogue is raised as

a process of switching and sharing ideas as

well as technology. This time, the participating

countries are the Netherlands, France, India

and Japan. By way of the International Program

implementation, FKY is more recognized in the

international level.

The FKY XX 2008 also responds to art

development from the side of economy,

therefore Pasar Raya (Festival Fair) is carried

out. It is not only the creative industry parties

occupying in it but the supporting communities

and institutions. Pasar Raya can be a display

Page 15: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 ix

serta teknologi. Kali ini negara-negara yang

berpartisipasi adalah Belanda, Prancis, India,

dan Jepang. Melalui penyelenggaraan Program

Internasional, FKY menjadi lebih dikenal di

tataran internasional.

FKY XX 2008 juga merespon perkembangan

seni dilihat dari segi ekonomi, oleh karena

itu maka Pasar Seni yang pada FKY XX

2008 disebut dengan Pasar Raya tetap

diselenggarakan. Tidak hanya para pelaku

industri kreatif yang terlibat di dalamnya,

tetapi juga komunitas dan lembaga-lembaga

pendukungnya. Pasar Raya bisa menjadi

etalase bagi promosi produk-produk dan

kegiatan mereka. Program rintisan dari Pasar

Raya FKY XX 2008 adalah program Orang Tua

Asuh, berupa dukungan pinjaman modal bagi

pelaku industri kreatif dan kerajinan yang

area to promote their products and activities.

The pioneer project of Pasar Raya FKY XX 2008

is Foster Parents program in the form of capital

loan support for the creative industry parties

and craftsmen, who have good quality products

but do not have enough resource to lease the

stand and to expose their activities and products.

Craftsmen and donors welcomed the program

intensely. More than 25% of the stand users of

Pasar Raya are elements of Foster Parents of

Pasar Raya FKY XX 2008.

Besides Pasar Raya, the Committee of FKY XX

2008 respond to the booming of visual arts

market in Indonesia by holding a visual arts

bazaar “Jogja Art Fair”. Jogja Art Fair (JAF)#1 is

a relatively new program although it is similar

to Visual Arts Bazaar held several times in the

previous FKY. However, JAF#1 has a distinctive

Page 16: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

x Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

memiliki produk bagus dan layak tampil tetapi

tidak mampu membeli stand dan berpameran.

Panitia FKY XX 2008 mencarikan donatur atau

Orang Tua Asuh untuk pengrajin yang memenuhi

kriteria sebagaimana tersebut di atas. Program

ini mendapat sambutan yang bagus, baik dari

pengrajin maupun dari donatur. Lebih dari 25%

pengisi stand Pasar Raya merupakan bagian

dari Program Orang Tua Asuh Pasar Raya FKY XX

2008.

Selain Pasar Raya, Panitia FKY XX 2008 juga

merespon booming pasar seni rupa di Indonesia

dengan menyelenggarakan bursa seni rupa

“Jogja Art Fair”. Jogja Art Fair (JAF)#1 merupakan

program yang bisa dikatakan baru, meskipun

serupa dengan Bursa Seni Rupa yang telah

beberapa kali dilaksanakan di FKY. Namun

JAF#1 mempunyai format yang khas dengan

mengacu pada penyelenggaraan art fair skala

internasional seperti Beijing Art Fair, Melbourne

Art Fair, Shanghai Art Fair, dan lain sebagainya.

Beberapa keberhasilan penyelenggaraan JAF#1

yang bisa dicatat adalah: tingginya antusiasme

seniman peserta dan para kolektor seni rupa,

ketercapaian target yang dicanangkan oleh

Panitia Penyelenggara, bahkan JAF#1 banyak

mendapat pujian sebagai ajang seni rupa yang

menyegarkan dan baru. Selain itu, bursa seni

rupa juga merupakan ajang fundraising bagi

penyelenggaraan FKY XX 2008.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, FKY XX 2008

kali ini juga mencoba mencari terobosan

dan ragam alternatif praktik kerja publikasi

dan pemanfaatan media komunikasi untuk

format referring to the implementation of in-

ternational-scaled art fair like Beijing Art Fair,

Melbourne Art Fair, Shanghai Art Fair and the

like. Some achievements in JAF#1 noted are

the great enthusiasm of the participating arti-

sts and visual arts collectors; target fulfillment

achieved by the Committee; and JAF#1 even

receives immense compliments as a refreshing

and new visual arts space. Moreover, visual

arts bazaar also functions a fundraising space

for the implementation of FKY XX 2008.

To add up, FKY XX 2008 makes an attempt to

find a breakthrough and alternative ways to pu-

blication practices and communication media

utilization to socialize FKY XX 2008 widely. The

Division of Media and Publication work on it

by extending information distribution pouches

and promotion of FKY. The sectors excluding

from the work so far—the primary sectors are

the supporting infrastructure of Yogyakarta

tourism—become the target priority for part-

nership such as starred hotels to backpackers

hostels, bus corporations, taxis, government

institutions, public spaces like department

stores, malls, cultural venues, airports, railway

stations, distros, cafés, informal institutions,

galleries, and kampongs. Mass media (printed,

audiovisual, and online media) participated

even more with higher intensity of coverage

portion. Moreover, FKY provides personal infor-

mation service via short message services and

emails. From a series of media and publication

attempts, it is hoped that the reverberation of

FKY implementation can reach broader social

levels.

Page 17: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 xi

mensosialisasikan FKY XX 2008 seluas-

luasnya. Divisi Media & Publikasi melakukan-

nya dengan memperluas kantong-kantong

distribusi informasi dan promosi FKY. Sek-

tor-sektor yang selama ini belum banyak dili-

batkan—utamanya infrastruktur pendukung

wisata Yogyakarta—menjadi prioritas target

kemitraan, misalnya hotel-hotel dari yang

berbintang hingga tipe melati, perusahaan

armada bus, taksi, instansi pemerintah,

hingga ruang-ruang publik seperti pasar

swalayan, mall, kantong-kantong budaya,

bandara, stasiun kereta api, jaringan distro,

café, lembaga-lembaga informal, galeri, dan

kampung-kampung. Media cetak dan audio

visual juga semakin banyak yang terlibat,

dengan intensitas dan porsi peliputan yang

semakin tinggi. FKY juga melakukan pela-

yanan informasi personal melalui SMS dan

surat elektronik. Melalui rangkaian upaya

media dan publikasi ini diharapkan gaung

penyelenggaraan FKY menjangkau seluas

mungkin lapisan masyarakat.

Dari penyelenggaraan FKY XX 2008 kali ini,

Yogyakarta menampilkan unsur-unsur sebuah

masyarakat kreatif secara mengemuka,

misalnya melalui unsur diversity (keragaman);

ekspresi seni yang ditunjukkan dalam

pertunjukan seni maupun gaya hidup;

keterlibatan sektor-sektor informal sebagai

pendukung industri kreatif; tradisi yang

berkembang, baik secara konten maupun

regenerasi pelakunya; makin luas dan

tersebarnya lokasi penyelenggaraan acara

dan juga masyarakat yang mengapresiasi dan

From the implementation of FKY XX 2008,

Yogyakarta presents the elements of a leading

creative society for instance through the

elements of diversity; art expression shown in

the art performances and life styles; involvement

of informal sectors as the creative industry

supporters; developing traditions in terms

of content and regeneration; expanding and

spreading implementation locations as well as

audiences who appreciate and participate; the

building of local-global/international cultural

networks and rise of local product capacity in the

festival.

Page 18: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

xii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

berpartisipasi; terbangunnya jejaring budaya

lokal-global/internasional; serta tampilnya

kekuatan produk-produk lokal dalam festival.

Meskipun belum seluruhnya target tercapai

dalam penyelenggaraan FKY kali ini, atau

bisa dikatakan sudah tercapai namun dalam

beberapa hal masih belum memuaskan dan

perlu dikembangkan atau diperbaiki lagi,

kami bisa nyatakan bahwa FKY XX 2008 telah

berhasil dalam mengimplementasikan misi

dan visinya. Semoga FKY masih akan terus

berlangsung dan penyelenggaraannya akan

terus membaik dengan segenap dukungan ma-

syarakat, pemerintah, dan seluruh pemangku

kepentingannya. Bagaimanapun juga FKY

masih diperlukan sebagai salah satu media

yang mewadahi semangat kreativitas untuk

memunculkan hal-hal baru dalam upaya

pengembangan seni dan budaya di Yogyakarta.

Aji Wartono

[DIREKTUR EKSEKUTIF FKY XX 2008]

Although the targets have not been completely

achieved in this implementation or to be

said achieved although in some ways it has

not been satisfying and necessitates to be

developed or improved more, we can say that

FKY XX 2008 manages to implement the

mission and vision. May FKY prolong and its

implementation will be better and better with

the full support of the society, government and

stakeholders. In short, FKY is still required as

a medium to accommodate creativity spirits to

transpire new things in the development of art

and culture in Yogyakarta.

Aji Wartono

[EXECUTIVE DIRECTOR FOR FKY XX 2008]

Page 19: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 1

festIval KesenIan YogYaKarta (fKY) XX 2008/the 20th festIval KesenIan YogYaKarta 2008

7 Juni – 7 Agustus 2008/June 7th – August 7th 2008

Page 20: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

2 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 21: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 3

Page 22: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

4 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 23: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 5

”Jogja Tumplek Bleg” menjadi awal dari keseluruhan rangkaian kegiatan FKY XX 2008, berupa pawai di sepanjang Jalan Malioboro, dengan rute mulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali dan berakhir di panggung kehormatan yang didirikan di seberang Museum Benteng vredeburg. Pawai ”Jogja Tumplek Bleg” secara berurut menampilkan defilé Pasukan Dalmas Poltabes Kota Yogyakarta, Marching Band

Universitas Pembangunan Nasional (UPN)

Yogyakarta, Gugus Pramuka SMP Kanisius

Wates, Marching Band Universitas Islam

Indonesia (UII) Yogyakarta, Komunitas

PawaI PemBuKaan/oPenIng ParaDe

”Jogja Tumplek Bleg”7 Juni 2008, pukul 14.00-17.30 WIB, di sepanjang Jalan Malioboro/

7 June 2008 at 2 – 5.30 pm, along Malioboro Street

”Jogja Tumplek Bleg” initiates the whole activities of FKY XX 2008, performed in a parade from Abu Bakar Ali Parking Area and ended at the stage across the Museum of Fort vredeburg. The parade shows sequentially a series of performances of Dalmas (Anti Riot Police Squad) defilé of Poltabes (City Police Department) Yogyakarta, Marching Band of Universitas

Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta,

Pramuka (Girl and Boy Scouts) Cluster of SMP

Kanisius Wates, Marching Band of Universitas

Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Transsexual

Community under the coordination of Keluarga

Besar Waria Yogyakarta (KEBAYA) and is

closed with the performances of nine kampong

Page 24: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

6 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Waria di bawah koordinasi Keluarga Besar

Waria Yogyakarta (KEBAYA), dan ditutup oleh

perwakilan sembilan kampung peserta Babad

Kampung FKY XX 2008, yakni: Kampung

Minggiran, Kotagede, Pajeksan, Ledhok

Tukangan, Suryawijayan, Samirono, Kricak,

Pandean, serta Mergangsan Kidul. Legenda

pantomim Yogyakarta Jemek Supardi berperan

sebagai Panglima Seni memimpin rangkaian

defilé. Tema Pawai Pembukaan dirancang untuk

menampilkan keragaman elemen masyarakat

Yogyakarta dengan berbagai ekspresi seni—

melalui tampilan baris berbaris, warna-warni

seragam, koreografi gerak barisan—hingga

respon masyarakat kampung terhadap tema

besar FKY XX 2008 ”Masa Lalu Selalu Baru”

melalui tampilan dolanan anak jaman dulu

seperti wayang ongkrek, egrang, jaranan; lagu

representatives as the participants of history

of Kampong FKY XX 2008 that are Minggiran,

Kotagede, Pajeksan, Ledhok Tukangan,

Suryawijayan, Samirono, Kricak, Pandean and

Mergangsan Kidul. The pantomime legend

of Yogyakarta, Jemek Supardi, leads the

process of defilé. The theme of the Opening

Parade is designed to demonstrate the

diversity of Yogyakarta society elements with

a large number of art expressions—through

the marching lines, colorful uniforms and

choreography—and kampong-dwellers

responses to the major theme of FKY XX 2008

“The Past is Always New” with the presentation

of old children plays like wayang ongkrek,

egrang, jaranan; old children songs; jathilan

and ledhek gogek signifying the street arts of

Yogyakarta.

Page 25: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 7

anak-anak jaman lama; jathilan, serta ledhek

gogek yang pernah menjadi penanda seni

jalanan di Yogyakarta.

Gubernur Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana

X, secara resmi membuka rangkaian FKY

XX 2008 ditandai dengan memasukkan

uang ke dalam tabungan berujud boneka

keramik dari tokoh wayang Ontoseno yang

menjadi maskot FKY XX 2008 sebagai

lambang bahwa festival seni di kota budaya

merupakan sebuah investasi. Bersama Sri

Sultan Hamengkubuwana X, beberapa pelaku

aktif penyelenggaraan festival di Yogyakarta—

semisal: Festival Kethoprak, Festival

Sendratari, Festival Seni Anak, Ngayogjazz

Festival, Asia Tri Jogja, Jogja-NETPAC Asian Film

Festival, dan Yogyakarta Contemporary Music

Festival—turut memasukkan uang ke dalam

tabungan tersebut.

The Governor of the Province of Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwana

X, opened FKY XX 2008 officially signed in with

inserting some coins into a ceramic Ontoseno-

designed piggy-bank—Ontoseno is the mascot

of FKY XX 2008—as a sign that the art festival in

the cultural city is an investment. Along with him,

many members of the participating groups in the

festival such as Kethoprak Festival, Sendratari

Festival, Children Art Festival, Ngayogjazz

Festival, Asia Tri Jogja, Jogja-NETPAC Asian Film

Festival and Yogyakarta Contemporary Music

Festival took part in this activity.

After the opening ceremony by Sri Sultan

Hamengkubuwana X at the stage in front of

thousands of Yogyakarta people, he then opens

the door of the Fort Vredeburg as one of arenas

to symbolize the beginning of Jogja Art Fair

FKY XX 2008 (7 June – 7 July 2008). From the

afternoon till evening of the day, it is estimated

Page 26: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

8 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 27: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 9

Setelah seremoni Pembukaan dilakukan oleh

Sri Sultan Hamengkubuwana X di panggung

kehormatan di hadapan ribuan masyarakat

Yogyakarta, beliau kemudian membuka pintu

Benteng Vredeburg sebagai salah satu arena

Pasar Raya sebagai tanda dimulainya Pasar

Raya FKY XX 2008 (7 Juni-7 Juli 2008). Di sore

hingga malam hari itu diperkirakan puluhan

ribu masyarakat Yogyakarta menyaksikan

Pawai Pembukaan FKY XX 2008 dan

selanjutnya menikmati suguhan acara dan

tampilan lebih dari 100 stand di area Pasar

Raya FKY.

that there are thousands of people watching the

Opening Parade of FKY XX 2008 and enjoy the

programs as well as displays of more than 100

stands in the area of Jogja Art Fair FKY.

Page 28: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

10 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 29: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 11

BaBaD KamPung fKY XX 20084 Juli - 3 Agustus 2008, di Sembilan Kampung Kota Yogyakarta

Page 30: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

12 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

The program “Babad Kampung” (can be freely translated as “Kampong’s history”) was an initial yet principal program in 20th FKY 2008. It was a series of performing arts program carried out in several kampongs in Yogyakarta as a collective medium (collective-communal) to “stimulate”, celebrate, and position the enchanting unique historical real stories of kampongs. In this program, performing

arts functioned as a medium in the forms of

contemporary arts or traditional arts, as well

Program Babad Kampung menjadi program baru bagi perhelatan Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008. Babad Kampung merupakan program seni pertunjukan di kampung-kampung Kota Yogyakarta sebagai media kerja bersama-sama (secara kolektif-komunal) untuk “menggugah”, merayakan dan mengambil posisi pada sejarah kampung yang nyata, yang punya akar, yang unik dan menarik. Dalam program Babad Kampung

ini seni pertunjukan berfungsi sebagai media,

yang bisa berwujud seni kontemporer atau

Page 31: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 13

as the combination of both categories. Babad

Kampung invited and involved nine Yogyakarta

kampongs; Pajeksan, Pandean, Suryowijayan,

Minggiran, Mergangsan Kidul, Kricak Kidul,

Samirono, Dolahan-Kotagede, and Ledhok

Tukangan.

Those nine kampongs had entirely offered things

in their limitation and flexibility in welcoming

and participating in a-full-month event from

July 4th to August 3rd 2008 under the theme:

“Kampong’s Past is City’s Future”. The program

series manifested in such assorted activities as

sudden markets, traditional food markets, child

traditional plays, kampong competitions, and

seni tradisi atau gabungan kedua-duanya.

Babad Kampung FKY XX 2008 mengajak

dan melibatkan masyarakat dari sembilan

kampung Yogyakarta, yakni: Pajeksan,

Pandean, Suryowijayan, Minggiran,

Mergangsan Kidul, Kricak Kidul, Samirono,

Dolahan-Kotagede, dan Ledhok Tukangan.

Sembilan kampung telah ngecakke apa

wae dalam keterbatasan dan kelenturannya

menyambut dan mengerjakan perhelatan

sebulan penuh rangkaian pementasan Babad

Kampung FKY XX 2008, yang berlangsung

dari tanggal 4 Juli-3 Agustus 2008. dengan

mengambil tema: “Masa Lalu Kampung Masa

Page 32: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

14 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

the performances of teen-bands, keroncong

(kind of popular and traditional music), wayang

cangkem (shadow puppet performance which

gamelan music replaced by music produced

orally), singiran macapatan (singing without

music, usually brings message of goodness),

kethoprak (traditional theater), comedy, opera,

and theater as the manifestation of collective

arts as a communal collaborative works. It was

of art as language, combined with narrative

investigations of the dynamic concrete local

kampongs’ history. The implementation was in

accordance with the FKY’s main theme: “Masa

Lalu Selalu Baru /The Past is New”.

Depan Kota”, rangkaian acara Babad Kampung

ini diisi oleh berbagai bentuk olahan kampung,

seperti: pasar tiban, pasar makanan tradisional,

dolanan bocah, lomba-lomba kampung, band-

band remaja, keroncongan, wayang cangkem,

singiran macapatan,... serta pentas-pentas

kethoprak, dagelan, operet, teater,... sebagai

wujud kolektivitas seni sebagai kerja bersama.

Seni sebagai bahasa yang diramu melalui

investigasi lisan kisah dan sejarah kampung-

kampung setempat yang konkret dan dinamis.

Sesuai tema FKY XX 2008 kali ini, The Past is

New: Masa Lalu Selalu Baru.

Page 33: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 15

Ledhok Tukangan KampongAs the initial performer in Babad Kampung

Program, Ledhok Tukangan demonstrated rare

kampong potential possibly hardly-found in

other ones. From Friday, July 4th to Sunday, July

6th 2008, Ledhok Tukangan shared cultural

activities to Yogyakarta communities. People

could see them in the performance night from

7.00 to 11.00 pm. The Mayor of Yogyakarta—

Herry Zudianto—launched the ceremony.

The activities were in full-three-day agenda; a

very old kampong market displaying 15 stands

on kitchen kits, accessories, food, handicrafts,

and batiks. Children playground stood among the

stands with old playing versions of cublak-cublak

Ledhok TukanganSebagai kampung yang menjadi titik awal

permulaan acara Babad Kampung FKY

XX 2008, Tukangan menampilkan potensi

kampung yang mungkin tidak ditemui di

kampung-kampung lainnya. Sejak hari Jumat

4 Juli 2008 sampai Minggu 5 Juli 2008

Tukangan telah berbagi budaya dengan

masyarakat Yogyakarta lainnya. Mulai dari

jam tujuh malam hingga jam sebelas malam

pertunjukan Babad Kampung bisa dilihat di

sana. Pembukaan Babad Kampung Ledhok

Tukangan dibuka oleh Walikota Yogyakarta

Herry Zudianto.

Agenda acara selalu ada setiap hari selama

3 hari, yaitu pasar kampung tempoe doeloe

Page 34: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

16 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

suweng, dolanan, jamuran, and pasaran.

There was also kampong’s documentation

exhibition of “Tok-tok Galeri” showing aged

kampong photos. In addition, on Friday,

Babad Kampung in Ledhok Tukangan came

to an end with the prime performance of

kethoprak entitled “Geger Ledhok Tukangan”.

The story was about Ledhok Tukangan in

the past, which had been labeled with “bad”

image. People said that it was the kampong

of bad people with several ghost myths. As

such, the kampong members intended to

show to Yogyakarta community that Ledhok

Tukangan had significantly changed from

the past’s image. Those who took part in

the performance were from 7 to 56-year-old

ones. On Saturday around 8.00 pm, the young

people flocked together in Koes Plus Kampung

acoustic performance.

Samirono KampongExperiencing Babad Kampung in Samirono

was similar to getting in to the time machine.

In a two-day agenda from July 11th to 12th

2008, audience could enjoy two categories of

art and culture programs in the present and

past period.

yang menampilkan 15 stand di antaranya ada

stand alat dapur, aksesoris, makanan, kerajinan,

dan batik. Di sela-sela stand tersebut ada

area dolanan bocah yang akan menampilkan

dolanan anak seperti cublak cublak suweng,

dolanan, jamuran, dan pasaran. Selain stand

tersebut, setiap harinya ada pameran “Tok-tok

Galeri”, foto-foto kenangan di kampung tersebut.

Sementara itu, pada hari Sabtunya sekitar

jam delapan malam pentas dimeriahkan oleh

akustikan Koes Plus Kampung oleh anak-anak

muda Ledhok Tukangan. Pada hari Jumatnya,

Babad Kampung di Ledhok Tukangan ditutup

dengan pentas utama kethoprak “Geger Ledhok

Tukangan”. Ketoprak Geger Ledhok Tukangan

ini bercerita tentang area Tukangan tempo dulu

yang memiliki citra “buruk” di mata masyarakat.

Terkenal sebagai kampungnya orang jahat dan

berbagai mitos hantu adalah citra yang melekat

di kampung ini. Oleh karena itu, dalam Babad

Kampung ini, warga Ledhok Tukangan ingin

menunjukkan kepada mastarakat Yogyakarta

bahwa Ledhok Tukangan yang sekarang sangat

berbeda jauh dengan yang dulu. Sementara itu,

untuk para pemainnya, mulai dari umur 7 tahun

hingga 56 tahun ikut berpartisipasi.

SamironoPengalaman menyaksikan acara Babad

Kampung FKY XX 2008 di kampung Samirono,

menyerupai sebuah perjalanan menggunakan

mesin waktu. Selama dua hari penyelenggaraan

acara, yaitu tanggal 11-12 Juli 2008, pengunjung

disajikan bentuk kesenian dan kebudayaan dari

dua masa, yaitu masa lalu dan masa sekarang.

Page 35: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 17

On the first day, Saturday, July 11th 2008,

Samirono presented traditional reading on

panembromo, macapat, and singiran. The

activity started on 8.00 pm, preceded by the

speeches of the Babad Kampung Coordinator in

Samirono—Bagong—and the Executive Director of

20th FKY 2008, Aji Wartono.

After the speech, the audience could enjoy

panembromo. Panembromo is a traditional

Javanese singing performance with traditional

music. SLENK (Suka Lelangen Edhi Ning

Macapat) community was the subsequently

performer, followed by performance of macapat.

It presented 2 traditional songs; Pangkur and

Dandang Gula.

Pada hari pertama, Sabtu, 11 Juli 2007,

kampung Samirono menyajikan kesenian-

kesenian tradisional seperti panembromo,

macapat, dan singiran. Acara yang dimulai

sekitar pukul 8 malam, dibuka terlebih dahulu

oleh sambutan dari koordinator program

Babad Kampung di Samirono, yaitu Bagong

dan sambutan dari Direktur FKY XX 2008, Aji

Wartono.

Setelah sambutan, acara dimulai dengan

suguhan kesenian panembromo. Panembromo

merupakan sebuah pementasan yang menam-

pilkan nyanyian tembang Jawa diiringi alat

musik tradisional. Pada pementasan kali ini,

musik dibawakan oleh komunitas yang berasal

dari Samirono, yaitu komunitas SLENK (Suka

Lelangen Edhi Ning Macapat). Penampilan

Page 36: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

18 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

The climax activity was the performance

of Singiran. Singiran is singing in a group

followed by the reading of dzikir and tahlil

(Moslem prayers), the audience then followed

the praying, at the end both performers and

audience involved in the performance. The

themes were about life cycle from birth to

death. According to Slathem—the Panembromo

and Macapat Coordinator—Samirono held

Singiran on Kliwon Tuesdays.

On the second day, Sunday, July 12th 2008,

the audience enjoyed theater performed by the

community members including young people

living in the boarding houses around the area.

The theater was about a journalist doing

research on art elements in Samirono and the

interaction with the surrounding.

Kotagede KampongIn Babad Kampung, the community of

Kotagede gave a rise to traditional arts &

culture. The program was held on Sunday,

July 13th 2008 covering culinary park and

performances of macapat, wayang, and

kethoprak.

The program started on with the opening of

Culinary Park at 10.00 am until noon. The

Culinary Park served various traditional snacks

kedua, yaitu macapat, juga berasal dari warga

Samirono. Pada macapat ini, dibawakan dua

tembang, yaitu Pangkur dan Dandang Gula.

Puncak acara adalah penampilan kesenian

Singiran. Singiran menampilkan beberapa

orang yang menyanyikan tembang diiringi

nyanyian dzikir tahlil oleh penonton. Sehingga,

penonton dan penyanyi sama-sama terlibat

dalam pementasan tersebut. Tema yang

diangkat dalam tembang singiran, adalah proses

hidup manusia, mulai dari kelahiran hingga

kematian. Menurut Slathem, koordinator pentas

panembromo dan macapat, kesenian singiran ini

diadakan di Samirono setiap Selasa Kliwon.

Pada hari kedua, Minggu, 12 Juli 2008,

pengunjung disajikan pertunjukan teater yang

dimainkan oleh warga, termasuk anak kost yang

tinggal di sekitar kampung Samirono. Teater ini

mengangkat cerita mengenai wartawan yang

meneliti bentuk-bentuk kesenian di Samirono

dan interaksinya dengan masyarakat sekitar.

KotagedePada pelaksanaan program Babad Kampung FKY

XX 2008 warga Kotagede berusaha mengangkat

budaya dan kesenian tradisional. Acara yang

berlangsung pada hari Minggu, 13 Juli 2008,

mencakup taman kuliner, pementasan kesenian

macapat, wayang, dan kethoprak.

Kegiatan dimulai dengan pelaksanaan taman

kuliner pada pukul 10 pagi hingga siang hari.

Taman Kuliner Kotagede menyajikan berbagai

Page 37: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 19

like kipo originated in Kotagede.

Keroncong performance

complemented the Culinary

Park.

The program was continued in

the evening with the first speech

from the Culture Department

Head of Yogyakarta Province,

Ir. Condroyono and Kotagede’s

Babad Kampung Coordinator,

Erwito Wibowo. After having

the speech and ceremonial

procession, the programs

followed with the performance

of macapat and karawitan

group.

After having macapat

performance as the welcoming

macam aneka jajanan pasar, termasuk

kipo, panganan tradisional khas Kotagede.

Taman kuliner ini juga dimeriahkan dengan

penampilan grup keroncong.

Acara berlanjut pada malam hari, diawali

dengan sambutan Kepala Dinas Kebudayaan

Yogyakarta, Ir. Condroyono dan koordinator

panitia Babad Kampung Kotagede, Erwito

Wibowo. Setelah sambutan dan beberapa

prosesi seremonial, pementasan dibuka

dengan penampilan macapat dari kelompok

karawitan Kotagede.

Setelah macapat—yang dilakukan sebagai

bentuk penyambutan tamu—pementasan

dilanjutkan dengan pertunjukan wayang.

Pertunjukan wayang dengan dalang Ki

Wardjudi Wignyo Sworo, merupakan sebuah

bentuk kesenian wayang model baru, yang

Page 38: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

20 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

tradition, the audience enjoyed wayang

(puppet shadow performance). Ki Wardjudi

Wignyo Sworo, the dalang (the puppetmaster)

performed a new wayang model called as

wayang wisata. The narrative was about a

foreigner who was taken in a tour in Kotagede

guided by the local village’s head.

The program continued with the performance

of kethoprak ongkek from Kotagede kethoprak

group, Pusaka Mataram. The group performed

“Ki Ageng Paker Lan Mbok Rondo Bodon”.

The narrative was taken from a legend living

in the community telling about the journey of

Ki Ageng Paker who brought a pumpkin to be

presented to King Brawijaya IV. At the end,

they found out that the pumpkin containing

jewelries.

Those traditional performances pulled the

attention of community members. Eventually,

a number of audiences came from other areas

outside Kotagede like Gunung Kidul (approx.

50 km) and Bantul (approx. 20 km). Although

they finished at 1.30 am, but the audience

kept on following the program until they were

over.

disebut wayang wisata. Wayang wisata kali ini

menampilkan cerita mengenai tamu warga asing

yang berwisata ke Kotagede dengan dipandu

oleh lurah setempat.

Pementasan berlanjut dengan penampilan

kethoprak ongkek dari kelompok ketoprak

Pusaka Mataram, Kotagede. Kethoprak ini

menampilkan lakon Ki Ageng Paker Lan Mbok

Rondo Bodon. Lakon yang berasal dari cerita

rakyat yang berkembang di masyarakat Kotage,

menampilkan kisah mengenai perjalanan Ki

Ageng Paker membawa labu pemberian Raja

Brawijaya IV. Di akhir cerita, dikisahkan bahwa

ternyata labu tersebut berisi perhiasan.

Pementasan kesenian tradisional ini cukup

mendapat perhatian dari beberapa masyarakat

Kotagede. Bahkan terdapat pula penonton yang

berasal dari luar Kotagede, seperti Gunung Kidul

dan Bantul. Walaupun acara baru selesai pada

pukul 01.30 dini hari, namun beberapa penonton

tetap setia menyaksikan pementasan kethoprak

tersebut hingga usai.

Page 39: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 21

Suryowijayan KampongBabad Kampung in Suryowijayan was on

Saturday, July 19th 2008 and turned to be a

People Festival for the Suryowijayan community.

Various activities were held and managed to be

eye-grabbing for the audience of Suryowijayan

and the surrounding.

The program commenced at 10.00 am with a

ceremonial procession to launch Suryowijayan

Fair. The fair opened until 10.00 pm and

provided a variety of products such as clothes,

decoration plants, books, and meals such as

pempek, tempura, and tempting es penasaran

SuryowijayanProgram Babad Kampung FKY XX 2008 di

Suryowijayan, yang berlangsung pada Sabtu,

19 Juli 2008, telah menjadi sebuah pesta

rakyat bagi masyarakat Suryowijayan. Berbagai

bentuk acara yang diselenggarakan, berhasil

menarik minat pengunjung yang berasal dari

masyarakat Suryowijayan dan sekitarnya.

Acara dimulai pada pukul 10.00 WIB,

dengan sebuah prosesi seremonial untuk

membuka pasar rakyat Suryowijayan. Pasar

yang berlangsung hingga pukul 22.00 ini,

menyediakan berbagai macam produk. Mulai

Page 40: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

22 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

dari produk pakaian, tanaman hias, buku, hingga

makanan, seperti pempek, tempura, dan es

penasaran yang namanya ampuh menimbulkan

rasa penasaran pengunjung untuk mencoba.

Pasar ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan

musik dari Host Band yang memainkan tembang-

tembang Koes Plus.

Menjelang pukul 20.00 WIB, para pengunjung

pasar dan masyarakat Suryowijayan

mulai memadati sekitar pendopo ndalem

Suryowijayan. Hal ini disebabkan karena

pementasan utama akan segera dimulai.

Pementasan utama ini mengangkat kesenian

kethoprak dengan lakon “Suryowijayan Mantu:

Rebut Tresno Tapi Wurung”.

(curious ice) making the buyers having enough

curiosity to buy it. The Host Band enlivened

the festival nuance with Koes Plus (Indonesian

legendary group) song collection.

Approaching at 8.00 pm, the festival visitors

and community members gathered round in

the area of Pendopo Ndalem Suryowijayan

to see the prime performance. It performed

kethoprak entitled “Suryowijayan Mantu:

Rebut Tresno tapi Wurung” / ”Suryowijayan

Holding a Wedding: Competing over Love in

Triumph”.

The performance grabbed the attention of the

audience and community as it showed several

well-known Yogyakarta comedians; Jonet,

Page 41: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 23

Pementasan kethoprak ini cukup mendapat

perhatian dari masyarakat, karena

menampilkan pelawak-pelawak kenamaan

Yogyakarta. Beberapa pelawak kenamaan

yang tampil adalah Jonet, Kuncung (Mbah

Darmo), Titik Renggani, Rulli, Harri Darmo,

Waluh, Dalijo, Wahono, dan Parmi.

Mergangsan KidulPentas Kampung Mergangsan Kidul dalam

rangka acara Babad Kampung FKY XX

2008 diisi berbagai atraksi sejak pagi

hari, sepanjang hari Minggu 20 Juli 2008.

Sedangkan pentas utama berupa pementasan

teater berjudul “Belokan Sekitar Kampus”

mampu membangkitkan kembali semangat

para anak muda Mergangsan Kidul.

Keresahan akan matinya kebersamaan dan

saling menghargai antara anak muda akhirnya

dapat terjawab lewat pertujukan teater ini.

Pentas tersebut dimainkan oleh para anak

muda kampung pada pukul 20.00 WIB di Balai

Tri RT Mergangsan Kidul.

Kuncung (Mbah Darmo), Titik Renggani, Rulli,

Harri Darmo, Waluh, Dalijo, Wahono, and Parmi.

Mergangsan Kidul KampongMergangsan Kidul kampong performances in

Babad Kampung were arranged in a variety

of attractions beginning in the morning along

Sunday, July 20th 2008. The prime performance

was a theater entitled “Belokan sekitar Kampus”

/ ”A Turning around the Campus”− brightened

up the spirit of young people in Mergangsan

Kidul. The anxiety on the lack of togetherness

and respective attitude among the youth was

responded over the performance. A group of

young people played the theater on stage at Balai

Tri RT (a kind of community house) Mergangsan

Kidul from 8.00 pm.

Page 42: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

24 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pentas ini telah membawa kita untuk melihat

kembali Kampung Mergangsan Kidul di tahun

‘90-an. Masa lalu yang dapat memberikan

kontribusi positif bagi masyarakat di sana, justru

tidak pernah lagi dijamah oleh anak-anak muda

di sana. Kemajuan teknologi dan persaingan

global akhirnya mampu mengubah nilai-nilai

masyarakat di sana. Kemunculan-kemunculan

kampus di sekitarnya ternyata memberikan

pengaruh positif maupun negatif yang dapat

memberikan citra tersendiri bagi Kampung

Mergangsan Kidul.

Pandean Program Babad Kampung FKY XX 2008 di

Kampung Pandean diselenggarakan tanggal

Kamis 24 Juli 2008 hingga Sabtu 26 Juli

2008. Pada hari pertama, Kamis 24 Juli 2008,

Kampung Pandean menyajikan Pasar Rakyat

dengan jajanan tradisional, penampilan gejog

lesung, dan sendratari. Sedangkan sebagai

pementasan utama, ditampilkan kethoprak

dengan lakon “Banjaran Babad Pandean”.

Kethoprak ini merupakan sebuah proses

bagaimana masyarakat Pandean melihat

sejarah asal muasal kampung mereka. Selain

mengangkat asal muasal kampung Pandean,

kethoprak ini juga mengetengahkan sejarah

daerah di sekitar Pandean, seperti Sorosutan.

Walaupun hari Jumat merupakan hari pantangan

bagi masyarakat Pandean untuk membuat

acara, namun di hari kedua ini, Jumat, 25 Juli

2008, Kampung Pandean tetap menyajikan

Pasar Rakyat dengan jajanan tradisional dan

The performance invited us to look back

at Mergangsan Kidul in the 90’s. The past

life potentially contributes to the positive

enhancement for the community has never

been looked at by the youth. Technological

development and global competition change

the communal values there. The emergence

of campuses gives both positive and negative

influences forming a distinct image for

Mergangsan Kidul Kampong.

Pandean KampongBabad Kampung in Pandean started on

Thursday, July 24th to Saturday, July 26th 2008.

On the first day, the kampong held People

Fair serving traditional snacks as well as the

performances of gejog lesung (traditional

percussion music played with the wooden rice

cracker) and sendratari (traditional dances).

For the prime performance, the community

performed kethoprak entitled “Banjaran

Babad Pandean”. The narrative was of a

process on how the community looked at the

history of their kampong. It also narrated the

history of neighboring area, Sorosutan.

Even though the community members always

avoided for doing certain activities on Friday

but in the second day, Friday, July 25th 2008,

Pandean Kampong continued holding People

Fair serving traditional snacks and Pengajian

Jenang Manggul—Koran verse reading on

jenang manggul provision—in the evening.

Afterward, they shared jenang manggul with

Page 43: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 25

Pengajian Jenang Manggul pada malam

harinya. Acara pada malam hari itu dibuka

dengan penampilan qosidah dan pembacaan

surat-surat Al-Quran. Setelah itu, acara

dilanjutkan dengan pembagian jenang

manggul kepada hadirin. Pembagian jenang

manggul yang terdiri atas bubur nasi, kacang

tanah, kacang kedelai hitam, telur, krecek,

sambal goreng dan kerupuk ini, juga disertai

penjelasan mengenai setiap makna dari

unsur-unsur makanan dalam jenang manggul

oleh Drs. Muh. Daim, salah seorang warga

Pandean. Acara ditutup dengan ceramah

the audience. The provision of jenang manggul

consisting of rice porridge, peanuts, black soya

beans, eggs, krecek, sambal goreng, and rice

crackers are fulfilled with the explanation on the

philosophical meaning of each element of jenang

manggul by Drs. Muh.Daim, one of Pandean

community members. Ustadz Djatmiko closed

the occurrence with a brief preach and music

performance.

On the third day, Saturday, July 26th 2008,

Pandean Kampong served traditional snacks

in the People Fair and held a wayang kulit

Page 44: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

26 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

agama dan penampilan musik dari Ustadz

Djatmiko.

Sedangkan pada hari ketiga, Sabtu, 26

Juli 2008, Kampung Pandean menyajikan

Pasar Rakyat dengan jajanan tradisional dan

pertunjukan wayang kulit di malam harinya.

Sebelum pertunjukan wayang kulit dimulai,

acara dibuka dengan musik akustik dari siswa-

siswa Sang Timur dan Orkes Keroncong RW 11.

Acara pun dilanjutkan dengan sambutan dari

Kepala Dinas Kebudayaan Prop.D.I.Yogyakarta,

Ir. Condroyono, dan proses seremonial

penyerahan pelakat kepada perwakilan warga

performance in the evening. Before

making a start, the students of Sang Timur

opened the agenda with acoustic music

performance followed by the performance of

Orkes Keroncong RW 11. Then, the Culture

Department Head of Yogyakarta Province, Ir.

Condroyono gave a speech and ceremonial

plakat (formal notification in planted small

stick banner) provision to the representatives

of three community members. At the end, the

prime performance was carried out closing

the program performing wayang kulit entitled

“Babad Alas Mertani”. The narrative was

about the establishment of kingdom of the

Page 45: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 27

Kampung Pandean. Acara pun dilanjutkan

dengan pementasan utama yang sekaligus

merupakan penutup program Babad Kampung

Pandean, yaitu pertunjukan wayang kulit

dengan lakon “Babad Alas Mertani”. Lakon

yang mengangkat kisah pendirian kerajaan

para pandawa ini, dimainkan oleh dalang yang

berasal dari Kampung Pandean sendiri, yaitu

Ki Supoyo.

Pandawa(s) under the skillful hand of Pandean’s

dalang, Ki Supoyo.

Page 46: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

28 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Kricak KidulSekitar 500 orang datang ke lapangan Kricak

Kidul untuk mengikuti prosesi Babad Kampung,

26-27 Juli 2008. Hari pertama, diawali dengan

jathilan anak oleh siswa-siswa SD, SMP, serta

SMA, dan pada sore harinya diakhiri dengan

acara band remaja dari pemuda kampung.

Hampir tak pernah sepi dari pengunjung.

Penonton pun hampir tak terkontrol waktu itu,

ketika sebuah teater rakyat Sidomulyo (Teater

Orak-arik) yang menampilkan cerita Kringet

Pinggir Kali mementaskan diri. Tampak terlihat

sekali, para penonton memadati lapangan dan

tertawa lepas melihat penampilan pemain.

Teater yang berhasil memukau perhatian

warga dari segi visualnya itu, memancing

emosi penonton untuk saling berkomentar. Tak

hanya itu saja, anak-anak kecil hampir maju ke

panggung dan sempat mengganggu pementasan

mereka.

Keakraban tak hanya nampak di Jumat malam

itu. Hari keduanya, Sabtu malam sebagai acara

puncak Babad Kampung di sana mengundang

Kricak Kidul KampongAround 500 people gathered in Kricak Kidul

Field to follow the procession of Kricak Kidul’s

Babad Kampung from July 26th to 27th 2008.

Student groups of some elementary schools,

junior high, as well as senior high schools

initiated the first day of the program with

jathilan (traditional performance conducted in

a group causing trance to certain condition)

and ended by the teen-band show. The show

was always full of enthusiastic audience. In

further, they turned almost uncontrollable

when Sidomulyo people theater—Teater

Orak-arik—was performing “Kringet Pinggir

Kali” (”Sweating by the River”) on stage. The

audiences were flocking around the field and

laughed loudly at the performance. The theater

attracting audience in visualization provoked

them to give comments. Several children

eventually stepped forward to the stage and

slightly distracted the performance.

Not only on Friday, was the audience intimacy

clearly visible on the second day, Saturday. As

Page 47: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 29

warga kembali untuk melihat operet keroncong

Kricak, yang tergolong bentuk kesenian baru

di sana. Operet keroncong yang menceritakan

kilas balik Kampung Kricak mampu memukau

tamu-tamu penting yang hadir. Sebelum

operet keroncong ini dimulai, di sore

harinya dipentaskan marching band dari SD

Bangunrejo, masih juga dihiasi dengan pasar

rakyat tradisional yang penuh dengan jajanan

pasar.

Rangkaian acara puncak Babad Kampung

ditutup dengan ceremony yang dihadiri

tamu-tamu penting di antaranya Kepala

Dinas Kebudayaan Prop. DIY, Ir. Condroyono

serta beberapa tokoh masyarakat. Tepuk

tangan riuh terdengar ketika pihak kampung

menerima penyerahan simbolis berupa

pelakat dari Pemprop, sertifikat penghargaan

Pemprop, pohon pelem tali jiwo, serta uang

penghargaan. Kesan bangga dan puas dari

Kampung Kricak terlihat lewat penghargaan

tersebut. Tak hanya warga saja yang patut

berbangga, seluruh panitia dan tamu

undangan juga menyiratkan rasa kepuasaan

dan kebanggaan tersendiri.

the climax agenda of the program, community

members were invited again to see Kricak’s

keroncong opera, which is relatively new form

of art in the community. The keroncong opera

narrated about Kricak Kampong’s flashback

amazed the audience. In the afternoon,

before the opera, the students of Bangunrejo

Elementary School displayed marching band

around the People Fair filled in assorted

traditional snacks.

A ceremony signified the closing program.

Reputable guests attended the ceremony and

among them was the Culture Department Head

of Yogyakarta Province, Ir. Condroyono and

several public figures. Handclapping were here

and there when the kampong representative

received a plakat and certificate from the

Provincial Government, mango tree tali jiwo (soul

bind), and some fund. We could feel the sense of

pride and satisfaction of the Kricak community

members as well as the invited guests.

Page 48: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

30 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

MinggiranBerbagai rangkaian acara dalam program

Babad Kampung FKY XX 2008 Minggiran telah

dimanfaatkan sebagai ajang untuk penyatuan

kembali kampung, yaitu sebagai ruang luas

yang dimiliki oleh seluruh warga Minggiran,

tidak terbatas oleh unit-unit RT. Rangkaian

acara diselenggarakan selama satu hari saja,

yakni pada 2 Agustus 2008. Salah satu bagian

acara adalah ikrar yang dilakukan oleh warga

Minggiran. Ikrar yang dilakukan oleh seluruh

warga Kampung Minggiran ini bertujuan untuk

menjaga persatuan dan tali silahturahmi antar

warga Minggiran. Mereka juga menggelar acara

tumpengan bersama dan melakukan kirab

kampung.

Salah satu acara yang diselenggarakan adalah

pementasan teater dengan judul “Rembulan

Madhangi Kampungku”. Teater ini merupakan

respon dari masyarakat Minggiran atas

berkurangnya persawahan dan ruang publik di

Kampung Minggiran yang diakibatkan semakin

berkembangnya permukiman.

PajeksanMalam itu, 3 Agustus 2008, kemeriahan Babad

Kampung di Kampung Pajeksan sangatlah

terasa. Kedatangan Sri Sultan Hamengkubuwana

X semakin mengundang perhatian warga untuk

melihat berbagai pertunjukan yang disuguhkan

Kampung Pajeksan. Bazar makanan dan

minuman di situ juga turut menyita perhatian

warga untuk melihatnya. Tak hanya itu, warga

juga cukup antusias sekaligus bangga ketika Sri

Page 49: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 31

Minggiran KampongThe community of Minggiran had taken the

benefit from a series of activities held in

Babad Kampung Minggiran as the arena for

reunification, by having large space owned

by the them, unrestricted with existing small

neighboring units called Rukun Tetangga (RT).

The program was taken in a day, Saturday,

August 2nd 2008. One of the activities was

declaring a statement to keep up the unity and

togetherness among the community members.

They also conducted tumpengan (making a rice

mountain usually in yellow color for a ceremonial

completion) and kirab kampung (walking around

the kampong for a certain purpose).

Another activity was a theater performance

entitled “Rembulan Madhangi Kampungku”

(”The Moon Brightening My Kampong”). The

narrative was about the community responding

on the lesser amount of rice field areas and

public spaces as a result of extensive housings.

Pajeksan KampongOn Sunday evening, August 3rd 2008, the

implementation of Babad Kampung in Pajeksan

turned to be exceptional. The arriving of Sri

Sultan Hamengkubuwono X (the Governor

as well as the King of Yogyakarta) absorbed

the attention of the community members to

see a variety of activities arranged. Food and

Beverage Bazaar was also enticing to visit. The

community was enthusiastic and proud to have

Page 50: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

32 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Sultan Hamengkubuwana X memberikan kenang-

kenangan kepada wakil kampung (tetua) berupa

plakat dan uang pembinaan.

Sebagai puncak acara, pementasan kethoprak

Esoteris Pajeksan yang berjudul “Liang Cu Te

Ai“ semakin menambah kemeriahan acara

Babad Kampung Pajeksan. Kethoprak yang

berdurasi sekitar dua jam ini menceritakan

tentang bagaimana warga Tionghoa dan Jawa

di Pajeksan bisa berbaur dan maju bersama.

Kethoprak tersebut akhirnya mampu menahan

penonton untuk tetap setia berada di halaman

pertunjukan hingga selesai acara. Tak terlihat

rasa bosan dan rasa lelah di raut-raut wajah

orang yang memenuhi tempat pertunjukan.

Page 51: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 33

the King among them and handed in a plakat

and development fund for arts activities to a

kampong representative.

The climax activity was the kethoprak

performance of Esoteris Pajeksan entitled

“Liang Cu Te Ai”. The narrative of this two-hour

performance was about how the Chinese and

Javanese people in Pajeksan assimilated and

worked together in harmony. The audience

stayed until the performance over. Neither

uninterested nor tired faces of the flocking

audience were seen during the performance.

Page 52: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

34 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pentas Teater Orang Biasa/Common People Theater Performance

“Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta”Societet Militer, Taman Budaya Yogyakarta,6-7 Agustus 2008, 20.00 WIB/August 6th–7th 2008 at 8.00 pm

Page 53: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 35

Page 54: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

36 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

“DELEILAh TAK INGIN PuLANG DARI PESTA” dilaksanakan pada 6 dan 7 Juli 2008, pertunjukan selama 100 menit ini selalu dipadati penonton. Pada malam kedua, bahkan ada beberapa penonton yang rela duduk di lantai untuk menonton pertunjukan ini.

Bercerita tentang sebuah grup penghibur yang

selalu bisa menunjukkan kepiawaian menyanyi

dan menari, grup yang bernama Deleilah ini,

diawaki oleh tiga waria: Rosi, Luna, dan Happy.

Keberhasilan grup ini tidak luput dari hasil

besutan Dedi, si manajer grup. Dan kelompok

ini mendulang sukses di sebuah panggung di

“Deleilah TaK ingin Pulang Dari PesTa” / ”DELEILAh DON’T WANNA GO hOME FROM ThE PARTY” performed on August 6th–7th 2008 was occu-pied with audience. On the sec-ond day, several people readily sat on the floor to see the per-formance.

The narrative was about an entertainer group

mastering in singing and dancing named De-

leilah. The members were three transvestites:

Rosy, Luna, and Happy. The group success was

under a great effort of the talented manager,

Dedi. The group was successful in the stage of

Metro Club owned by Brian. For Metro, Deleilah

Page 55: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 37

dalam sebuah kelab bernama Metro Club,

yang dimiliki oleh Brian. Bagi Metro, Deleilah

adalah aset, dan bagi Deleilah, Metro adalah

panggung yang sempurna: Metro dan Deleilah,

hadir untuk saling melengkapi.

Dimainkan oleh delapan waria, Kusuma

Ayu, Maria Alda Novika, Arum Marischa,

Chaty Claudia, Yorra Anastasya Astuti, Githa

Veronica, Hanna Calista, Tika Aurora, dan

aktor-aktris teater Yogyakarta yang lain,

seperti Jamaluddin Latief dari Teater Garasi,

Muhamad Anis dari Teater Gadjah Mada, juga

Surie ”cuwi” Inalia mahasisiwi jurusan teater

ISI Yogyakarta, ”ape” Apriyanti, Wisnu Aji,

Muhammad A.B., Rendra, Ani Himawati, Sisilia

Asih Mulyani, Alex Suhendra, dan Guntur

Yudho. Pertunjukan ini dipersiapkan selama

hampir 5 bulan. Untuk keterlibatan para waria

dalam produksi ini, Panitia FKY XX 2008

sebelumnya melakukan proses audisi untuk

mendapatkan trio Deleilah dan beberapa

waria sebagai aktris pendukung.

Delapan waria yang tak mengenal seni peran

tersebut dilatih olah vokal untuk menyanyi oleh

Panca Sona Aji—vokalis seriosa yang kerap

kali menjuarai BRTV tingkat lokal Yogyakarta

dan Nasional. Adapun seni berakting ditangani

langsung oleh sutradara Joned Suryatmoko

dalam pelatihannya.

Naskah pertunjukan teater Deleilah ini ditulis

oleh Puthut EA; penata musik Ari Wulu; penata

artistik Clink Sugiarto; dan stage manager

Vindra Diratara.

was an asset and Metro was a perfect stage for

Deleilah. They complemented each other.

Eight transvestites Kusuma Ayu, Maria Alda

Novika, Arum Marischa, Chaty Claudia, Yorra

Anastasya Astuti, Githa Veronica, Hanna Calista,

and Tika Aurora, performed on the stage along

with Yogyakarta theater actors and actresses like

Jamaluddin Latief from Teater Garasi, Muhamad

Anis from Teater Gadjah Mada, and Surie ”cuwi”

Inalia, a Theater student of ISI Yogyakarta. ”ape”

Apriyanti, Wisnu Aji, Muhammad A.B., Rendra,

Ani Himawati, Sisilia Asih Mulyani, Alex Suhen-

dra, dan Guntur Yudho. They were trained for

5 months. For the transvestite characters, the

Committee of 20th FKY 2008 accomplished an

audition to select trio Deleilah and some other

ones as the supporting characters. Panca Sona

Aji, a seriosa vocalist who won Yogyakarta and

national BRTV (Bintang Radio & Televisi—Radio &

Televisions Stars) singing competitions taught vo-

cal techniques for those eight-brand-new-theater

actresses. Joned Suryatmoko, the director, was

also the acting trainer.

The theater crews were Puthut EA as the script

writer, Ari Wulu as the music director, Clink Sug-

iarto as the art director, and Vindra Diratara as

the stage manager.

The initial idea of this theater was Waria on

Stage performance in the Yogyakarta Art Festival

XIX (FKY XIX). The performance, at that time, was

very shindig, thousand of audiences were just

like flock of ants in front of the stage, and then by

tens transvestites sat down, waiting to perform,

in a row at the stage side, looked like cereal

Page 56: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

38 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Ide awal dari teater ini adalah dari pertunjukan

Waria on Stage pada Festival Kesenian

Yogyakarta XIX. Pertunjukkan, waktu itu,

berlangsung dengan sangat meriah. Ribuan

penonton menyemut di depan panggung dan

puluhan waria duduk menunggu untuk tampil

dengan berjejer di samping panggung bagai

kotak sereal di supermarket. Kami terpukau oleh

kemampuan para waria itu untuk “berakting”

secara sangat alamiah. Mereka adalah lempung

siap diolah, yang dibutuhkan adalah seorang

sutradara ber-usus panjang dan tahu risiko

bekerja dengan para “amatir” itu.

Kami sadar bekerja dengan kaum amatir itu mengandung resiko besar. Salah satunya adalah kegagalan secara artistik sebagai dampak dari keberhasilan dari sisi konseptual. Untuk itu, pemilihan sutradara

menjadi isu yang penting. Dan kami memilih

Joned Suryatmoko adalah --lepas dari kerewelan-

kerewelannya yang khas seniman—dia, dengan

pengalaman bergaul bersama bahan mentah

teater yang beragam, merupakan figur yang

sesuai dengan konsep teater dalam rangka

FKY XX kali ini. Harapan kami dialah yang akan

membuat sisi artistik dari teater ini tetap terjaga.

Setidaknya, supaya teater ini tidak terjatuh

dalam “kubangan” teater penyadaran yang

“benar-konsep”-nya tapi lemah artistiknya.

Teater ini tidak berpretensi untuk menjadi

sebuah teater penyadaran. Bagi kami, para waria

itu adalah aktor-aktris yang profesional, mereka

berakting setiap malam dan bisa jadi aktingnya

boxes in supermarket.

We were amazed by the

ability of those trans-

vestites to “act” natu-

rally. They just like clay

which were ready to be

processed, all that they

need was a director

with broad minded and

know the risks to work

with those “amateur”.

We realize work with “amateur” is having big risk. One of the risks is artistic failure as an impact of the conceptual suc-cess. For that reason,

the choosing of director

becomes an important

issue. Then we choose

Joned Suryatmoko

– out of his fussiness

which is commonly as

a typical of artist – he,

with his experiences

in work with variety of

raw theater materials,

is a figure who is appro-

priate for the theater

concept in order of FKY

XX. Our hope is that

he is the one who will

Page 57: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 39

berhasil “menipu” banyak orang atau setidak-

tidaknya para lelaki hidung belang yang

kedinginan. Jika bekerja dengan seniman

amatir yang profesional maka bisa diharapkan

akan lahir sebuah pertunjukkan yang

membuat Nyoto bangkit dari kuburnya dan

menangis haru karena ide besar artistik dan

benar konsepnya; akhirnya terwujud meskipun

tertunda 40 tahun kemudian.

make the artistic side of this theater keeps on its

track. At least, so that this theater is not fall into

a “puddle” of awakening theater which has “cor-

rect concept” but weak on its artistic.

This theater is not pretense to become an awak-

ening theater. To us, those transvestites are pro-

fessional actors; they act every night and proba-

bly their acting succeeds to “cheat “many people

Page 58: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

40 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Teater orang biasa adalah konsep yang dipakai untuk pertunjukan

ini. Karena itu pertunjukan ini menggunakan para waria yang

sehari-hari bekerja sebagai pekerja seks komersial, aktivis LSM,

atau pengusaha salon sebagai aktornya. Sebagian besar waria

dalam audisi yang kami adakan mengatakan belum pernah

berakting secara profesional. Untuk keperluan itulah maka sang

sutradara menyiapkan serangkaian tata cara khusus, mulai dari

latihan vokal sampai penerapan disiplin “fasis nan humanis”. Mirip

biara, hanya saja orang masih bisa tertawa dan merokok. Selain itu,

teater ini mengangkat memori atau ingatan --ingatan akan tubuh

laki-laki yang telah jadi bagian dari sejarah para waria-- kaum waria

sebagai benang merah yang mengait pada tema utama Festival

Kesenian Yogyakarta XX yaitu The Past is New; Masa Lalu Selalu

Baru.

FKY XX kali ini berbeda dengan FKY sebelumnya. Perbedaan itu salah satunya terletak pada model pendekatan dalam penciptaan karya seninya. Selama ini FKY selalu diisi oleh seniman: dari seniman, oleh seniman, dan untuk seniman, pada FKY XX dipakai pendekatan festival seni bagi orang biasa. Sehingga, hampir sebagian besar program

melibatkan kalangan nonseniman sebagai pelaku utamanya.

Mengubah paradigma ini adalah salah satu cara untuk membuat

sebuah festival seperti FKY mampu kembali memperoleh gaungnya.

Setelah terjebak dalam rutinitas proyek maka sudah saatnyalah FKY

disegarkan dengan cara berbeda. Mengajak masyarakat terlibat

sebagai pelaku utama dalam sebuah festival seni, dan waria adalah

bagian dari masyarakat itu.

Sebagai sebuah pertunjukan teater yang diharapkan menghibur,

pertunjukan ini berhasil membuat seluruh penontonnya tetap

tinggal di dalam gedung hingga pertunjukan usai. Premiere/

pementasan perdana Deleilah yang undangannya adalah pihak

media dan kolega FKY XX 2008 dihadiri oleh 60 orang. Pementasan

hari pertama, 6 Agustus 2008, dihadiri 256 orang; sedangkan

pementasan hari kedua, 7 Agustus 2008 dihadiri 324 orang.

Page 59: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 41

or at least those chilled lady-killers. When you work with amateur artists

who are professional, it can be expected that there will born a performance

that able to make Nyoto rise from his grave and cry because of touched by

great artistic idea and correct concept, then finally the dream comes true

although it is postponed for 40 years later.

Common People Theater is the concept which is used for this performance.

Because of that reason, this performance takes those transvestites whose

professions in their daily life are commercial sex workers, NGO activists, or

beauty salon owners who become the actors. Mostly those transvestites,

in the audition session, said that they never act professionally before. To

fulfill those needs, then the director prepared for a series of special re-

quirements, started with the vocal exercise until the “fascist and humanist”

discipline application. It just likes in monastery, only that the people still

able to laugh and smoke. Beside of that, this theater raise up memory – a

memory of men’s anatomy that becomes a history for those transvestites

– transvestites became the red thread which connected to the main theme

of Yogyakarta Art Festival XX, The Past is New: Masa Lalu Selalu Baru.

FKY XX this time is different from the previous FKY. One of the differences is located on its approaching method in the creating of its artworks. So far FKY al-ways filled with artists: from the artists, by artists, and for the artists. In FKY XX used the approaching of art festival for common people. So, almost all programs involved

the non-artists society as the main doers. By changing this paradigm is one

of the ways how to make a festival, which similar with FKY, able to get its

reverberation back. After being trapped in project routines, it is the time for

FKY to be refreshed by using different ways. One of the ways is asking the

society to be involved as the main doers in an art festival, and transvestites

are also part of those societies.

The performance was very captivating so that audience kept on watching

until it was over. Sixty people covering mass media and festival associates

attended the premiere. The numbers of audience on the first day perfor-

mance (August 6th 2008) were 256 and the second (August 7th 2008) were

324.

Page 60: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

42 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Program InternasIonal

the InternatIonal Programme

Page 61: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 43

Page 62: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

44 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

MELANJuTKAN PRINSIP penyelenggaraan International Program tahun 2007, bahwa dengan pelaksanaannya di FKY akan memberi posisi FKY sebagai festival yang diperhitungkan sebagai ajang bergengsi untuk penampilan seniman asing. Proses alih dan asup dari dan bagi seniman asing yang terlibat tetap dipertahankan: seniman asing harus mau memberi alih teknologi, wacana dan konteks sosial untuk seniman dan publik lokal; dan harus juga terjadi situasi sebaliknya: seniman asing harus mau diasupi teknologi tepat guna, wacana, dan konteks lokal. Dengan demikian program internasional akan berfungsi sebagai sebuah laboratorium untuk menggagas persoalan-persoalan seni atau sosial dari dua sudut pandang kebudayaan yang berbeda.

ThE PROGRAM CONTINuED TO maintain the basic principle of the International Program in 2007, in that it aims to maintain the position of the Festival Kesenian Yogyakarta as a prestigious festival for international artists. It was vital to ensure the process of transmission between artists involved in that foreign artists should be willing to transmit technology, social discourse and context for the local artists and public in general. The reverse should also apply, in that international artists should be willing to accept efficient local technology, discourse and context. Therefore, the international program will function as a laboratory to create ideas in problems of art or social problems from two different cultural perspectives.

Page 63: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 45

Pementasan Pantomim

”Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan: Le Mime Bizot”

13 Juni 2008, pukul 19.30 WIB, di Auditorium

Lembaga Indonesia Prancis (LIP), Jalan Sagan

No. 3. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Lembaga

Indonesia Prancis/LIP Yogyakarta dalam

rangkaian ”Musim Semi Prancis (Le Printemps

Français 2008 Yogyakarta)”

Pantomime Show

“Small Steps of happiness: Le Mime Bizot”

June 13th 2008 at 19.30 pm at the Auditorium of

LIP (The French Cultural Centre), Jalan Sagan No.

3, Yogyakarta. This show was held in cooperation

with LIP as one of their programs of Le Printemps

Francais 2008 Yogyakarta (The French Spring

Festival in Yogyakarta).

Page 64: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

46 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Dengan judul “Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan”

Philippe Bizot menampilkan nomer pantomim.

Bizot lahir di kota Bordeaux. Pada umur

delapan tahun, dengan penuh kekaguman, ia

menemukan seniman pantomim, Marceau. Hal

yang kemudian mengarahkan seluruh hidupnya.

Sebagai otodidak, ia mengasah kesukaannya

itu untuk karya gerak di kafe-kafe teater di

Bordeaux, lalu di Paris, dengan dorongan Jean-

Louis Barrault.

Peraih hadiah Internasional Pantomim tahun

1974, dari Kota Paris pada usia 20 tahun ini,

kemudian tidak pernah berhenti menjelajahi

bumi, bermain dan mengajar satu pantomim

yang mengalir dan menyihir. Gerakannya

diperkaya seni halus kabuki, selaras tuntutan

penggayaannya. Karya pedagogisnya ditujukan

bagi para orang dewasa dan anak-anak, tuna

rungu dan tuna wicara, bagi para autis, tuna

daksa di seantero jagad. Ia mendirikan Sekolah

Through this work called “Little steps of

Happiness” Philippe Bizot presented a

pantomime show. Bizot was born in Bordeaux.

His introduction to Marceau, a pantomime

artist at the age of 8 years, guided his life. As

a self-taught performer, he trained himself to

produce works using movements in the theatre

cafés in Bordeaux, and later in Paris, through

the support of Jean-Louis Barrault.

The winner of the 1974 International

Pantomime Prize at the age of 20, Bizot

continued to explore the world, to act and

teach one form of amazing pantomime. His

movements have been enriched by the refined

art of Kabuki, in line with his demand of style.

His pedagogical work is aimed at adults and

children, the hearing and speech impaired,

autistic individuals, and disabled throughout

the world. He founded a Pantomime school

in Bordeaux, Marseille, and outside France

Page 65: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 47

Pantomim di Bordeaux, di Marseille; di luar

negeri: di Amerika Serikat, Afrika, Lebanon,

Bolivia, dan Pakistan.

Pementasan “Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan”

berlangsung selama kurang lebih 90 menit,

di Auditorium LIP yang penuh oleh penonton.

Sebagai tuan rumah, LIP Yogyakarta

memproyeksikan juga pementasan ini dalam

format live video screening di cafe LIP, agar

penonton yang tidak dapat masuk ke dalam

auditorium masih bisa mengikuti pementasan

Philippe Bizot. Kurang lebih 250 orang

menyaksikan pementasan ini.

Sehari sebelumnya, 12 Juni 2008,

diselenggarakan workshop pantomim di

Pendopo Loring Pasar Kotagede, di mana LIP

Yogyakarta bermitra dengan Bengkel Mime

Yogyakarta. Workshop diikuti oleh 10 pelaku

mime dan teater.

namely in USA, Africa, Lebanon, Bolivia and

Pakistan.

The “Small Steps of Happinnes” was a show of

90 minutes held at the LIP Auditorium, which

was packed with the audience. The host, LIP

Yogyakarta, projected the show live on video

screening at the LIP café, so that people outside

the auditorium were also able to see the show.

250 people in total saw the show.

A day before the show, June 12th 2008, LIP

held a pantomime workshop, in cooperation

with Bengkel Mime Yogyakarta, at the Loring

Pasar Kotagede Pendopo (traditional Javanese

styled hall, located in Kotagede—on the south of

Yogyakarta City).

Page 66: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

48 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pementasan Balet

“Rotterdam /New York” oleh Dance Works Rotterdam

16 Juni 2008, pukul 19.30 WIB di Gedung Concert

hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani

No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Kedutaan

Besar Kerajaan Belanda Jakarta dan Erasmus huis.

Selama berada di Yogyakarta, kegiatan yang

diselenggarakan oleh FKY XX 2008 bersama

Dance Works Rotterdam adalah:

1. Penyelenggaraan workshop balet pada 15

Juni 2008, di Studio 2 Jurusan Tari, Fakultas

Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI)

Yogyakarta, Sewon.

2. Pementasan balet “Rotterdam/New York”

pada 16 Juni 2008 di Concert Hall, Taman

Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.1.

Workshop BaletPanitia FKY XX 2008 menyambut baik gagasan

penyelenggaraan workshop karena dalam tiap

penyelenggaraan Program Internasional dalam

FKY diharapkan terjadi proses pertukaran antara

seniman asing dan seniman lokal. Salah satu

media yang paling efektif adalah dalam bentuk

workshop. Kegiatan ini dimulai tepat waktu pada

pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00

WIB, termasuk break makan siang.

Jumlah peserta workshop dibatasi hanya

20 orang saja, dengan mempertimbangkan

efektivitas dan kenyamanan jalannya workshop,

Ballet Show

The “Rotterdam/New York” Ballet by Dance Works Rotterdam

June 16th 2008, at 19.30 pm at the Concert hall,

Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.

1. This event was presented by the 20th FKY 2008

in collaboration with the Netherlands Embassy in

Jakarta and Erasmus huis Jakarta.

Dance Works Rotterdam presented 2 activities

at the 20th FKY in Yogyakarta, namely:

1. A workshop on Ballet at Studio 2 of the

Dance Department of the Performing Arts

Faculty of the Indonesian Arts Institute,

Sewon, Yogyakarta on June 15th 2008.

2. “Rotterdam/ New York” ballet performance

at the Concert Hall, Taman Budaya

Yogyakarta, Jalan Sriwedani No. 1.

Workshop on BalletThe Committee of the 20th FKY 2008

welcomed the idea of the workshop because

it was the aim of the International Program

that is to bring the exchange of ideas between

the international and local artists. And one of

the most effective ways to do this was through

workshops. The event began on time at 10.00

am and ended at 16.00 pm.

To ensure this workshop was effective and due

to limitations in finding a wooden floor dance

studio with bars, we limited the participants

Page 67: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 49

karena cukup sulit mencari studio tari

berlantai kayu, lengkap dengan bar yang

cukup layak di Yogyakarta. Jika pun ada,

studio tari tersebut dikelola secara privat.

Bagaimanapun juga, keberadaan institut seni

(ISI) di Yogyakarta tetap menjadi pertimbangan

Panitia FKY XX 2008, agar institut seni tetap

mendapat keutamaan untuk meluaskan

jejaring kerjanya dengan grup sekaliber DWR.

Ke-20 peserta workshop berasal dari Yogya-

karta dan Surakarta, dengan komposisi 7

peserta laki-laki dan 13 peserta perempuan.

Kualifikasi yang sejak awal diterapkan Panitia

FKY XX 2008 dalam menyeleksi/mengundang

peserta workshop adalah (1) penari aktif bu-

to only 20 people. The Indonesian Arts Institute

in Yogyakarta was chosen to host the event

to enhance the network of the institute with

an outstanding company such Dance Works

Rotterdam.

The 20 participants of the workshop came from

Yogyakarta and Surakarta and consisted of 7

males and 13 female dancers. The qualifications

for the workshop participants were (1) active

dancers, not hobbyists, (2) professional dancers.

Thus, this workshop was expected to bring

benefit to both parties.

From the 20 participants, only 5 had strong

basic ballet training, namely 4 from the

Page 68: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

50 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

kan hobbyist, dan (2) penari profesional. Dengan

demikian diharapkan workshop ini akan membawa

manfaat bagi kedua belah pihak.

Dari 20 orang peserta workshop, hanya lima

orang yang memiliki basic balet yang kuat: empat

orang dari Sanggar Maniratari (Surakarta) yang

memang dikenal aktif sebagai sanggar yang

mengembangkan tari balet, dan satu orang

Belanda—Sdri. Anouk Wilke, pernah mengenyam

pendidikan formal balet di Dansacademie Lucia

Marthas, Amsterdam, Belanda—yang saat ini

sedang menjalani studi tari di Sanggar Pamulangan

Beksa Sasminta Mardawa, Yogyakarta. Peserta

workshop lainnya adalah:

1. 2 orang dari grup Anterdans, Yogyakarta;

2. 5 orang mahasiswa tari ISI Yogyakarta;

3. 2 orang dari LPK Tari Natya Laksita, Yogyakarta;

4. 3 orang dari Studio Taksu, Taman Budaya Jawa

Tengah, Surakarta;

5. Retno Sulistyorini (pendiri Enno Dance

Surakarta);

6. Ni Kadek Yulia Moore (pendiri Kadek Dance

Surakarta);

7. Isa Al-Awwam dari Sanggar Sonyine Salaka,

Maluku Utara (yang pada saat itu sedang

magang di LPK Tari Natya Laksita, Yogyakarta).

Workshop-satu-hari yang terdiri dari tiga sesi

itu berjalan lancar dan menyenangkan. Seluruh

peserta dan tiga pemateri tampak menikmati

proses workshop tersebut dan puas dengan

keseluruhan workshop. Esok harinya (16 Juni

2008), seluruh peserta workshop hadir dalam

pementasan DWR di Gedung Concert Hall Taman

Budaya Yogyakarta.

Page 69: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 51

Maniratari sanggar in surakarta, a sanggar which focuses on ballet training, and one person from

the Netherlands, Anouk Wilke, who had formal ballet training at Dansacademie Lucia Marthas,

Amsterdam and who is now training in Javanese style court dancing at the Pamulangan Beksa

Sasminta Mardawa Yogyakarta. The other participants of the workshop were:

1. 2 people from the Anterdans, Yogyakarta;

2. 5 people from the Dance department of ISI (The Indonesian Arts Institute Yogyakarta);

3. 2 people from the Natya Laksita Dance Company, Yogyakarta;

4. 3 people from Studio Taksu, The Central Java Arts Centre, Surakarta;

5. Retno sulistyorini (founder of Enno Dance Surakarta);

6. Ni Kadek Yulia Moore (founder of Kadek Dance Surakarta);

7. Isa Al-Awwam from Sanggar Sonyine Salaka, North Maluku, who was doing internship at the

Natya Laksita Dance Company Yogyakarta at the time of the workshop.

The one-day workshop proceeded smoothly and the participants and trainers seemed to have

enjoyed the process of the workshop. They were also satisfied with the workshop in general. The

next day, June 16th 2008, all of the workshop participants attended the Dance Works Rotterdam

show at the Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta.

Page 70: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

52 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pementasan “Rotterdam/New York” Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta

adalah tempat pertunjukan paling ideal untuk

pementasan DWR, dengan faktor letaknya di pusat

kota, kapasitas penonton maksimal hingga 1.100

orang, serta ukuran dan kualifikasi panggung yang

sesuai dengan kebutuhan DWR.

Pementasan “Rotterdam/New York” adalah satu-

satunya mata acara dalam Program Internasional

yang menerapkan tiket tanda masuk. Dalam

pelaksanaannya, Panitia FKY XX 2008 tetap

mempertimbangkan kisaran harga tiket yang

secara psikologis tetap terjangkau oleh publik

Yogyakarta. Ditetapkanlah harga tiket Rp 15.000,-

. Mengingat pementasan balet internasional

terakhir yang pernah mampir di Yogyakarta kurang

lebih lima tahun yang lalu, maka seperti yang

diperkirakan, peminat DWR sangat banyak. Pada

akhirnya, Panitia FKY XX 2008 mengeluarkan

900 lembar tiket (termasuk di dalamnya 200 tiket

gratis yang diberikan kepada pihak media, relasi

FKY XX 2008, relasi Kedutaan Besar Belanda/

Erasmus Huis Jakarta, serta tempat kursus balet

baik anak-anak dan dewasa).

Penuhnya gedung pertunjukan oleh penonton di

malam pementasan DWR sangat memuaskan

seluruh pihak. Secara umum pengunjung menya-

takan sangat menikmati pertunjukan “Rotterdam/

New York”. Yang cukup menarik, jumlah penonton

keluarga (orangtua datang beserta anak-anaknya)

cukup tampak menonjol. Liputan pemberitaan

media tentang pementasan ini juga cukup banyak.

The “Rotterdam/New York” Ballet PerformanceThe Concert Hall at the Taman Budaya

Yogyakarta was the ideal venue for the

performance because of its city centre

location. Also, the building’s maximum

capacity of 1.100 people, and the size of

the stage made it ideal for Dance Works

Rotterdam’s performance.

The “Rotterdam/New York” was the only

event in the FKY’s International Program

with ticket sales. Tickets were reasonably

priced at IDR 15.000, by the Committee.

As expected, and also because of a

similar international ballet performance

well appreciated by the people around

5 years ago, many people came to see

the show. The Committee issued 900

tickets, including 200 tickets given free

to the media, connections of the 20th

FKY 2008, guests from the Netherlands

Embassy and Erasmus Huis Jakarta,

and ballet training centers (both who

specialized in adults and children).

It was satisfying for everyone involved to

see the full seats at the performance.

In general, everyone enjoyed the

performance very much. Interestingly,

there were quite an outstanding number

of parents with children in the audience.

The performance was also well covered

by the media.

Page 71: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 53

Page 72: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

54 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pertunjukan Tari dan Akrobat

“Contigo”: Pertunjukan tari dan akrobat menggunakan tiang dengan João Paulo P. Dos Santos dari Compagnie O ultimo Momento

20 Juni 2008, pukul 19.30 WIB, di Amphiteater,

Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani

No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Lembaga

Indonesia Prancis/LIP Yogyakarta dalam rangkaian

”Musim Semi Prancis (le Printemps Français 2008

Yogyakarta)”.

Ini adalah kali kedua FKY dan LIP Yogyakarta

bekerja sama untuk penyelenggaraan akrobat

kontemporer asal Prancis di Yogyakarta. Di FKY

XX tahun 2008 ini seniman Prancis João Paulo P.

Dos Santos dari Compagnie O Ultimo Momento

menggarap pertunjukannya dengan permainan

tiang. Sebagai sebuah pertunjukan, permainan

tiang merupakan tradisi pertunjukan sirkus

yang sangat tua; pemainnya berputar-putar

dengan tiang, melawan gaya tarik bumi dengan

memadukan akrobat dan manuver di udara.

Permainan yang berasal dari Cina ini selalu

dibawakan secara kolektif (10-15 orang) dengan

beberapa tiang, pemainnya melompat dari satu

tiang ke tiang lain. Saat ini permainan tiang ini

sangat terkenal di Eropa dan menjadi teknik

yang dimainkan sendiri, atau berdua, dengan

satu tiang.

Pertunjukan akrobat “Contigo” berlangsung

Page 73: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 55

Dance and Acrobat Performance

“Contigo”: Dance and Acrobat Performance presenting João Paulo P. Dos Santos from Compagnie O ultimo Momento

June 20th 2008, at 19.30 pm at the Amphitheatre

of Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.

1. This performance was held in collaboration with

LIP Yogyakarta as part of the French Spring Festival

2008 in Yogyakarta.

This was the second time FKY and LIP Yogyakarta

collaborated in holding the contemporary

acrobats from France in Yogyakarta. At the 20th

FKY French artist João Paulo P. Dos Santos

presented his performance on the pole. This

is a very old traditional circus act where the

performer swings around on the pole resisting

the weight of gravity, combining acrobats and

maneuvers in the air. This act, originally from

China, was usually performed by about 10 to 15

people using several poles, where performers

jump from one pole to the others. Nowadays, this

kind of performance is well known in Europe and

has become a performance technique presented

by 1 or 2 people using 1 pole.

The “Contigo” acrobat performance lasted

around 45 minutes, and intensively presented

a nerve-wrecking but entertaining performance

to the public of Yogyakarta. João Paulo P. Dos

Santos performed his acrobats in the air on a 7

Page 74: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

56 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

selama kurang lebih 45 menit, yang

secara intens menyuguhkan tontonan yang

menegangkan sekaligus menghibur kepada

publik pecinta seni pertunjukan Yogyakarta.

Dengan tiang setinggi 7 meter, João Paulo P. Dos

Santos berakrobat di udara, memadukan tari,

kelenturan tubuh, serta olah raga senam dan

memanjat.

Malam itu, penonton yang datang memenuhi amphiteater Taman Budaya Yogyakarta melampaui 300 orang. Keterbatasan ruang amphiteater menampung penonton telah disiasati dengan pemasangan dua buah layar lebar yang dipasang di selatan dan timur amphiteater. Dengan demikian, pertunjukan akrobat ini masih bisa dinikmati oleh penonton yang tidak mendapatkan tempat duduk di area amphiteater.

meter high pole, combining elements of dance,

body flexibility, gymnastics and climbing.

That evening more than 300 people filled the amphitheatre at Taman Budaya Yogyakarta. The Committee anticipated the limited audience space by fixing two wide screens put up in the South and East side of the amphitheatre. Thus, the audiences without seats were still able to watch the performance.

Page 75: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 57

La Fête de la Musique (The Music Party)

“PercuSOuNDS!!!”

June 21st at 19.00 -22.00 pm at the LIP, Jalan Sagan

No. 3. The group performed: Compagnie O ultimo

Momento & Guillaume Dutrieux + Djembe Merdeka +

IOIO + Kornchonk Chaos. This event was also held by

the 20th FKY in collaboration with The French Spring

Festival 2008 in Yogyakarta held by LIP (The French

Cultural Centre).

Three performers of the “PercuSOUNDS!!!”

music party entertained around 400 people, who

Pesta Musik

“PercuSOuNDS!!!”

21 Juni 2008, pukul 19.00-22.00 WIB, di Lembaga

Indonesia Prancis (LIP), Jalan Sagan No.3.

Menampilkan: Compagnie O ultimo Momento

& Guillaume Dutrieux + Djembe Merdeka +

IOIO + Kornchonk Chaos. Kerja sama FKY XX

2008 dengan Lembaga Indonesia Prancis/LIP

Yogyakarta dalam rangkaian ”Musim Semi Prancis

(le Printemps Français 2008 Yogyakarta)”.

Tiga penampil dalam Pesta Musik bertajuk

“PercuSOUNDS!!!” ini menghibur kurang lebih

Page 76: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

58 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

400 penonton yang memenuhi Jalan Sagan di

area LIP Yogyakarta.

Guillaume Dutrieux—yang adalah juga anggota

grup akrobat Prancis Compagnie O Ultimo

Momento—berkolaborasi dengan kelompok

Djembe Merdeka asal Yogyakarta. Guillaume

Dutrieux telah merambah berbagai profesi

seperti pemain musik, penata musik atau

pencipta lagu untuk Alpha Blondy, Yannick

Noah, Booster (elektro) dan Sergent Garcia

sejak ia mempelajari musik klasik dan jazz

trumpet serta penulisan lagu. IOIO adalah grup

perkusi yang anggota kelompoknya berasal dari

berbagai negara: Prancis, Italia, Jepang, Amerika

Serikat, Jerman, dan sebagainya, namun

mereka seluruhnya saat ini sedang menjalani

studi di PPPG Kesenian Yogyakarta. Sedangkan

Kornchonk Chaos adalah grup asal Yogyakarta

yang memiliki karakter unik membawakan musik

keroncong alternatif yang selalu diiiringi dengan

alat musik perkusi.

Pesta Musik yang diselenggarakan LIP

Yogyakarta dalam rangkaian “Musim

Semi Prancis 2008 Yogyakarta” selalu

diselenggarakan pada tanggal 21 Juni setiap

tahunnya, di mana tradisi ini juga masih terus

dilangsungkan di Prancis. Malam itu, Pesta

Musik berlangsung hingga menjelang pukul

23.00 WIB dan memuaskan penonton yang

datang untuk berpesta mengapresiasi musik

yang beragam.

Page 77: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 59

packed Jalan Sagan around LIP Yogyakarta.

Guillaume Dutrieux—who is also a member

of the Compagnie O Ultimo Momento acrobat

group—collaborated with the Djembe Merdeka

from Yogyakarta. Guillaume Dutrieux has worked

in various professions such as musician, music

director, and music writer for Alpha Blondy,

Yannick Noah, Booster (electro) and Sergent

Garcia after studying classical music, jazz

trumpet and music writing. IOIO is a percussion

group whose members originate from France,

Italy, Japan, USA, Germany, etc and are all at the

moment studying at the PPPG Kesenian (the Arts

Teacher Training Centre). Kornchonk Chaos is a

group from Yogyakarta with a unique character in

performing alternative keroncong music, which is

always played with percussions.

La Fête de la Musique held by LIP Yogyakarta

as part of the French Spring Festival 2008 in

Yogyakarta had always been held on June 21st

every year, and this tradition is continuously

held in France. This particular “Music Party” in

Yogyakarta lasted until 23.00 pm and satisfying

the audience who came to festive and appreciate

various kind of percussion music.

Page 78: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

60 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pementasan Tari Kontemporer

“We’re Gonna Go Dancing!!” dari Japan Contemporary Dance Network (JCDN)

22 Juni 2008, pukul 19.30-22.00 WIB, di Gedung

Concert hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan

Sriwedani No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan

Yayasan Kelola, didukung oleh Bunka Cho dan Japan

Foundation.

Contemporary Dance Performance

“We’re Gonna Go Dancing!!” by Japan Contempoary dance Network (JCDN)

June 22nd 2008 at 19.30-22.00 pm at the Concert

hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani

No. 1. This performance was held by the 20th FKY,

in collaboration with the Kelola Foundation, Bunka

Cho and the Japan Foundation.

Page 79: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 61

The 20th FKY in collaboration with Kelola

Foundation held performances of several

individual and group contemporary dance

performances from the Japan Contemporary

Dance Network (JCDN). JCDN is one of the active

Japanese contemporary dance hubs, which has

been holding tours in Asia for the last 2 years.

Indonesia is one of their destinations for 2008,

namely Jakarta, Bandung, Yogyakarta, and

Denpasar.

FKY XX 2008 bekerja sama dengan Yayasan

Kelola mementaskan beberapa penari

tunggal dan kelompok tari kontemporer yang

tergabung dalam Japan Contemporary Dance

Network (JCDN). JCDN adalah salah satu

jaringan tari kontemporer Jepang yang aktif,

yang dalam dua tahun terakhir ini memiliki

program pentas keliling di wilayah Asia. Tahun

2008 ini Indonesia adalah salah satu tujuan

pentas mereka, tepatnya di empat kota:

Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar.

Page 80: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

62 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pementasan JCDN dalam FKY XX 2008

diselenggarakan selama satu hari saja (22 Juni

2008, mulai pukul 20.00 WIB) di Concert Hall

Taman Budaya Yogyakarta, terdiri dari empat

babak yang menampilkan: [1] Masanori Hoshika;

[2] Wisnu Aji Setyo Wicaksono, Agung Tri Yulianto

(Cendhik), Satriyo Ayodya, Etta Tri Agustina, Surya

Purnama (yang adalah peserta workshop JCDN,

membawakan koreografi Hiroyuki Miura); [3]

grup Pink (terdiri dari Miki Isojima, Wakana Kato,

Megumi Suka); [4] serta grup Dance Theatre

LUDENS (ditarikan oleh Yukari Ota, Keiichi

Otsuka; dikoreografi oleh Takiko Iwabudhi).

Pementasan “We’re Gonna Go Dancing!!” oleh

Japan Contemporary Dance Networks / JCDN

dihadiri oleh 786 penonton.

Animo dan antusiasme penonton di Yogyakarta

menonton pementasan JCDN tinggi, dilihat dari

konsistensi penonton yang terus berdatangan

dan bersedia menunggu pintu ruang pertunjukan

dibuka di tiap sesi jeda antar babak ketika

mereka datang terlambat menonton pentas

sejak babak pertama.

Performance Art

“Living Fossils” oleh Yoko Ishiguro (Jepang)

4 Juli 2008, pukul 16.00 WIB-selesai, di Kampung Seniman Nitiprayan, Yogyakarta

Yoko Ishiguro adalah seniman asing yang secara

khusus diundang untuk tampil di dalam Program

The JCDN in the 20th FKY 2008 was only

held for one day, June 22nd 2008 starting

at 20.00 pm at the Concert Hall, Taman

Budaya Yogyakarta. There were 4 parts of the

performance presenting namely 1. Masanori

Hoshika; 2. Wisnu Aji Setyo Wicaksono, Agung

Tri Yulianto (Cendhik), Satriyo Ayodya, Etta Tri

Agustina, Surya Purnama (a participant of

the JCDN workshop in Yogyakarta presenting

choreography by Hiroyuki Miura); 3. Pink

(consisted of Miki Isojima, Wakana Kato,

Megumi Suka); 4. LUDENS Theatre Dance

group (with dancers Yukari Ota, Keiichi Otsuka;

choreographed by Takiko Iwabudhi). A total of

786 audiences attended the performance of

“We’re Gonna Go Dancing”.

The audience was enthusiastic about the JCDN

performance. This was seen by the audience’s

consistency in attending and their willingness

to wait for the hall door to open in between

sessions for those arriving late for previous

parts of the performance.

Performance Art

“Living Fossils” by Yoko Ishiguro (Japan),

July 4th 2008, 4.00-5.30 pm, in Kampung Seniman

(artist kampong) Nitiprayan, Yogyakarta.

Yoko Ishiguro is the foreign artist who was

especially invited to participate in the 20th

Page 81: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 63

Internasional FKY XX 2008 dan merespon

tema utama “Masa Lalu Selalu Baru”. Yoko

Ishiguro adalah seorang performer dan aktris.

Yoko mempelajari psikolinguistik di Universitas

Tsukuba, dan kemudian terlibat di Kelompok

Teater Su-punk Dan, Techno Performance Unit

Grinder, dan kelompok teater YUBIWA hotel.

Selama periode tersebut, dia tampil dalam

berbagai macam ruang alternatif, seperti can-

di, bar, gudang, klub telanjang, dan lain seba-

gainya. Karenanya, ia belajar untuk “bermain”

dengan menciptakan sense of distance antara

tubuhnya, audiens, dan ruang. Sejak itu,

dia tertantang untuk menjadikan tubuhnya

menjadi sangat sadar atas realitas terkini.

Pada tahun 2005, Yoko Ishiguro mulai mencip-

takan karya, baik karya personal, maupun

kolaborasi, di Jepang dan di luar Jepang.

Karya Yoko Ishiguro di antaranya White Lover

(di Bigakko, Tokyo, April 2006), She Flies

Tomorrow (berkolaborasi dengan grup Risky

Summerbee & The Honeythief di Kedai Kebun

Forum, Yogyakarta, Indonesia, Juli 2007), This

Town, Character Pieces (berkolaborasi dengan

Science Project (NY/Tokyo) di Hanegi Park,

Tokyo, Agustus 2007), Matryoshka Fantasia

(di BankART Studio NYK, Yokohama, Oktober

2008).

Dalam pementasan “Living Fossils” berdurasi

60 menit di Kampung Nitiprayan, ia mengajak

audiens untuk merefleksikan kembali tentang

proses akumulasi ingatan yang umat manusia

jalani sepanjang hidupnya.

FKY 2008’s International Program, as well

as to respond FKY’s main theme “Masa Lalu

Selalu Baru / The Past is New”. Yoko Ishiguro

is a performer and actress. She studied

psycholinguistics at the University of Tsukuba,

soon after was involved at the Su-punk Dan

theatre group, Techno Performance Unit Grinder,

as well as YUBIWA hotel theatre group.

During the period, she performed in various

alternative spaces like temples, bars,

warehouses, strip clubs, and so forth. She

adapted to “engage in recreation” by generating

a sense of distance among her body, audience,

and space. She was challenged to set her body

aware of the current reality ever since. In 2005,

Yoko Ishiguro initiated her works in personal

and collaborative creation in Japan and outside

Japan.

Several works of Yoko Ishiguro are White Lover (in

Bigakko, Tokyo, April 2006), She Flies Tomorrow

(in collaboration with Risky Summerbee & The

Honeythief music group at Kedai Kebun Forum,

Yogyakarta, July 2007), This Town, Character

Pieces (in collaboration with Science Project (NY/

Tokyo) in Hanegi Park, Tokyo, August 2007), and

Matryoshka Fantasia (in BankART Studio NYK,

Yokohama, October 2008).

In the 60-minute “Living Fossil” performance

in Nitiprayan Kampong, she took the audience

to reflect on the memory accumulation process

undergone by humankind in life.

Page 82: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

64 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Mengutip pernyataan artistik Yoko Ishiguro: “Kita memiliki memori dari masa purba,

dan juga Paleozoic era, bahkan, mereka bisa jauh lebih tua dari itu. Itu adalah momen

ketika kehidupan terlahir di bumi, di mana memori mulai terakumulasi. Sejak itu,

ingatan-ingatan itu terakumulasi tanpa jeda apapun hingga sekarang, saat ini. Ingatan-

ingatan itu memfosil. Jika seseorang menggali mereka, mereka akan datang. Tapi

ingatan-ingatan tersebut bisa jadi tetap aktif meskipun tubuh tubuh mereka telah mati.

Dan kita juga menjadi terfosilkan”.

Maka, di atas tanah sawah Kampung Nitiprayan Yoko Ishiguro memvisualisasikan

proses penggalian ingatan masa lalu dengan secara harafiah menggali tanah untuk

menemukan benda-benda yang berasosiasi dengan hidupnya di masa lalu dan juga

masa sekarang: mainan anak, pakaian sehari-hari, sepeda onthel, pemasak nasi

(ricecooker) berikut nasi panas yang ia makan, majalah, surat kabar, televisi, laptop,

telepon seluler, dan lain sebagainya. Sambil ia melakukan penggalian, terdengar lamat-

lamat suara yang keluar dari dalam dan dari atas tanah perbincangan antara seorang

anak dan ibunya tentang memori, masa lalu, dan masa kini. Pada akhirnya, ia juga

mengajak penonton yang hadir untuk merespon performansnya dengan ikut menggali

tanah dan menonton rekaman video yang ia buat selama dua minggu tinggalnya di

Yogyakarta sebelum pementasan dilangsungkan.

Penampilan Yoko Ishiguro yang dimulai tepat pukul 16.00 dan berakhir pukul 17.30 WIB

dihadiri kurang lebih 90 orang.

Page 83: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 65

Quoting Yoko Ishiguro’s aesthetic statement: “We are equipped

with ancient memories since Paleozoic Era or more prehistoric

ones. The memories are of the moment when life appeared on

earth where the memories accumulated. Then, these memories

accumulated continuously until today, now. They are like fossils.

When someone digs them, they will come out. They can stay

active although their bodies pass on. We get into fossils either”.

In Nitiprayan Kampong rice field ground, Yoko Ishiguro

visualized the past memory recovery by factually digging the

ground to discover past and recent life-related instruments such

as toys, daily cloth, old bicycle, ricecooker along with hot cooked

rice she ate, magazines, newspapers, television, laptop, cellular

phone, and so on. Digging the ground, soft sound was heard

from inside and on the ground; a mother was talking to her

child about past and recent memories. At last, she asked the

audience to interact and give a response to her performance

by digging the ground and watched the video she made in her

two-week-living in Yogyakarta before the performance held. The

performance began precisely at 4.00 pm and completed at

5.30 pm attended by 90 people more or less.

Page 84: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

66 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 85: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 67

PASAR RAYA FKY/The FESTIvAL FAIR

7 Juni-7 Juli 2008, di area Museum Benteng vredeburg dan Taman Budaya Yogyakarta/June 7th- July 7th, at The vredeburg Fort Museum complex and Taman Budaya Yogyakarta (Yogyakarta Arts Centre)

Page 86: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

68 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Pasar Raya FKY XX 2008 diikuti oleh 108 stand peserta; terdiri dari 77 peserta umum yang mendaftar, dan 31 stand anak asuh dari program Orang Tua Asuh dan Pengrajin Kecil Pasar Raya. Di Pasar Raya bisa ditemukan stand mainan anak tempo dulu ”Pandes”, yang dengan dolanan otok-otok-nya membawa pengunjung kepada masa lalu. Selain itu ada juga stand LSM

(lembaga swadaya masyarakat) seperti WALHI, PLAN dan PKBI, stand

komunitas tattoo SURVIVE, stand Asosiasi Layang-layang Indonesia,

stand koperasi Batik Tulis Imogiri, stand buku loak, stand distro, stand

DAGADU, stand Barongsai, stand lukisan, stand kerajinan seni benda-

benda mini JOPA JAPU, hingga stand makanan (Gula Semut khas Jogja).

Dari 108 stand yang ada di Pasar Raya, tidak semuanya menjual

produk. Seperti stand LSM misalnya, mereka memanfaatkan Pasar

Raya sebagai media promosi untuk program-program lembaganya. Dari

hasil survei kecil Panitia terhadap pengisi stand, transaksi terjadi di

stand-stand yang harga produknya terjangkau (khusus untuk barang-

barang kebutuhan umum) namun untuk stand-stand yang produknya

bernilai tinggi, misalnya mebel dari kayu jati, mereka memanfaatkan

Pasar Raya sebagi ajang promosi saja. Biasanya transaksi terjadi di luar

Pasar Raya. Calon konsumen yang tertarik akan datang langsung ke

rumah/studio pemilik stand.

upaya PromosiSelama persiapan dan pelaksanaan Pasar Raya, Panitia berupaya

melakukan beragam kegiatan promosi, seperti:

- penyebaran flyer Jadwal Acara Pasar Raya di pusat-pusat keramaian

kota seperti Jalan Malioboro, Taman Parkir Abu Bakar Ali, dan lain-

lain;

Page 87: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 69

108 stands consisting of 77 public participants and 31 assisted communities of the Orang Tua Asuh (Foster parents) and Pengrajin Kecil Pasar Raya (small scale craftsmen) took part in the FKY’s Festival Fair. Visitors could find a toy stand called “Pandes” that sold toys from old bygone days, one of which was the otok-otok, reminding visitors of the past. There were also stands from NGOs such as WALHI, PLAN

and PKBI, SURVIVE tattoo community, The Kite Flying Association,

the Imogiri hand illustrated batik co-operative, second hand books,

distros, DAGADU, the Barongsai, painting stands, JOPA JAPU mini

handicraft stand, and the Gula Semut food stand, a Yogyanese

specialty.

Not all of the 108 stands at the Festival Fair sold products. The NGO

stands, for example, used the opportunity as a media to promote

their programs. The result of our small survey taken by the stall

owners showed that transactions took place in stalls with affordable

daily needs items. However, stalls with high priced products such as

wooden furniture, used the fair as an opportunity to promote their

products, and transactions would then take place elsewhere. Potential

buyers would visit the studio or homes of the stalls owners.

PromotionThe efforts of promotion carried out by the Committee during the

preparation and execution of the Festival Fair were:

- Distribution of Fair schedule flyers at various strategic locations

such as Jalan Malioboro, the Abu Bakar Ali parking space, etc;

- Announcement of daily events through the loud speaker at the

Page 88: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

70 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

- mengumumkan acara-acara yang

berlangsung setiap harinya melalui speaker

aktif yang ada di area Pasar Raya;

- pawai motor malam hari, membawa tulisan

Pasar Raya dengan hiasan lampu warna

warni dan mengelilingi kota;

- Di luar yang dilakukan oleh Panitia Pasar

Raya, tim Agitasi & Propaganda Panitia

Pusat FKY XX 2008 juga menyebarkan

materi publikasi Pasar Raya ke beragam

ruang publik dan pusat keramaian, seperti:

hotel, restoran, toko buku, warung internet,

supermarket, dan kantor travel agent;

- Selain itu, Panitia juga membangun relasi

dan kerja sama dengan elemen infrastruktur

pariwisata Yogyakarta, yaitu seluruh

armada taksi yang beroperasi di Yogyakarta,

perusahaan bis KOPATA, untuk turut

menggiring masyarakat Yogyakarta datang ke

Pasar Raya melalui sticker yang ditempel di

badan dalam dan badan luar armada.

Fair ground;

- Banner shows on motorbike convoys

around the city;

- Distribution of publications at public

spaces and centers, such as hotels,

restaurants, book stores, internet cafés,

supermarkets and travel agent offices by

the Committee through the Agitation &

Propaganda team;

- Co-operation with elements of the

Yogyakarta tourism infrastructure, such

as the taxi armada in Yogyakarta and the

KOPATA bus company, to guide the people

of Yogyakarta to visit the Fair through

stickers inside and on the outer body of the

buses and taxis.

Page 89: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 71

Events ShownThe Fair offered a various array of entertainment

for visitors in the Vredeburg Fort area and the

Taman Budaya Yogyakarta (the Yogyakarta Arts

Centre). These were: (1) Jazz for You, (2) the

Yogyakarta Students Activities Unit, (3) Folk Art,

(4) Dangdut Tak Ku Kejar Tapi Selalu Ku Dengar

(Dangdut music show), (5) Kutunggu Karyamu

(Performances of Young Choreographers), (6)

Rock Lama Bergema Sampai Ujung Jogja (Rock

music show), (7) Dance competitions, (8) Break

Dance competitions, (9) Band Competitions, (10)

Family Sunday, (11) Online Game Competition,

and (12) live screening of EURO 2008 football

matches.

The main theme for this year’s Festival Kesenian

Yogyakarta was “Masa Lalu Selalu Baru”

(The Past is New). Stand owners responded

positively to it and brought about a relaxing and

comfortable atmosphere to the Fair in the hope

Acara yang disuguhkan Pasar Raya menyuguhkan acara hiburan

untuk para pengunjung, baik di area Benteng

Vredeburg maupun di Taman Budaya

Yogyakarta setiap malamnya. Adapun

sejumlah acara pokok di Pasar Raya adalah:

(1) Jazz for You, (2) Unit Kegiatan Mahasiswa

Yogyakarta, (3) Kesenian Rakyat, (4) Dangdut

Tak Ku Kejar Tapi Selalu Ku Dengar, (5)

Kutunggu Karyamu, (6) Rock Lama Bergema

Sampai Ujung Jogja, (7) Kompetisi Dance, (8)

Kompetisi Break Dance, (9) Kompetisi Band,

(10) Family Sunday, (11) Kompetisi Game

Online, dan (12) nonton bareng EURO 2008.

Secara umum, acara sengaja dikemas

lawasan, mengikuti tema FKY tahun ini ”Masa

Lalu Selalu Baru”. Hal ini ternyata disambut

positif oleh para pengisi stand. Dengan tema

lawasan, pengunjung akan merasa lebih

santai, nyaman jika berkunjung ke Pasar Raya,

Page 90: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

72 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

sehingga harapannya transaksi dapat terjadi di

stand-stand Pasar Raya.

Di samping itu, masih ada acara tambahan yang

bersifat populer, yang memang ditujukan untuk

mengakomodasi minat masyarakat Yogyakarta,

yaitu ”Rock-and-Rollmania” (Rescue dan Bacout

Area), ”Tribute To Koes Plus” (Kalahitam Plus),

”Keroncong” (Bintang Selatan), dan ”Waria on

Stage”. Tidak ketinggalan, penyelenggaraan

Bioskop Pasar Raya yang di tahun kedua ini juga

hadir meramaikan Pasar Raya dan menjadi ajang

berkumpulnya peminat film (baik itu produsen,

konsumen, maupun mediator).

Animo masyarakat Yogyakarta untuk

mengunjungi Pasar Raya dan menikmati acara

hampir selalu rata setiap harinya. Namun

membludak pada saat special event yang jatuh

pada hari Sabtu, seperti ”Waria on Stage”, di

mana penonton berjubel untuk melihat aksi

that transactions will take place at the stands.

Besides this, there were also various popular

additional events to accommodate the

interests of the Yogyakarta community, such

as “Rock-and-Rollmania” (Rescue and Bacout

Area), “A Tribute to Koes Plus” (Kalahitam

Plus), “Keroncong” (Bintang Selatan) and

“Waria on Stage” (transvestites on stage).

Also, there was the Fair Cinema, which had

participated for two years running. The cinema

venue was the meeting spot for film lovers

namely producers, consumers, and mediators.

The enthusiasm of the community of

Yogyakarta to visit the Fair and enjoy the

events had roughly been the same each

day, but on special events such as “Waria

on Stage”, people crowded the venue to see

the actions of transvestites of Yogyakarta.

Overall, the Fair was a success and managed

Page 91: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 73

para waria Yogyakarta. Secara keseluruhan

acara Pasar Raya berjalan sukses dan

menarik bagi masyarakat Yogyakarta, dilihat

dari animo masyarakat yang besar untuk

selalu mengunjungi Pasar Raya FKY XX 2008

di Benteng Vredeburg dan Taman Budaya

Yogyakarta selama Pasar Raya berlangsung.

Pada pertengahan perjalanan Pasar Raya,

Panitia sempat mengadakan forum bersama

para pengisi stand. Dari sanalah panitia

mendapat banyak saran, kritik dari para

pengisi stand, yang sebagian besar merasa

Pasar Raya sepi di siang hari. Oleh karenanya

Panitia melakukan beberapa antisipasi

untuk menarik pengunjung. Bekerja sama

dengan para pengisi stand diadakanlah

acara tambahan seperti diskusi tentang HIV/

AIDS bersama PKBI (Paguyuban Keluarga

Berencana Indonesia), workshop membatik,

workshop membuat layang-layang, workshop

to attract the people of Yogyakarta, as shown by

the great enthusiasm to visit the 20th FKY 2008’s

Festival Fair, both at The Vredeburg Fort Museum

complex and Taman Budaya Yogyakarta.

Halfway in the Fair’s execution, the Committee

held a joint forum for the stand owners. Here the

Committee received many suggestions, critiques

from the stand owners, who mostly felt the

Fair was too quiet in the daytime. Therefore, in

cooperation with stand owners, the Committee

held additional events such as talks on HIV/AIDS

along with PKBI (The Indonesian Family Planning

Association), workshops on batik making, kite-

making workshop, tattoo workshop, fashion show

of products from the stands, and an acoustic

music show along with the stand owners.

On the last day of the Fair, on July 7th 2008, the

Committee held a seminar with the Governor of

the Special Province of Yogyakarta, His Majesty

Page 92: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

74 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

tattoo, acara peragaan busana yang menampilkan produk-produk

dari para pengisi stand, hingga acara akustikan bersama para pengisi

stand.

Acara sarasehan dengan Gubernur D.I. Yogyakarta terjadi pada hari

terakhir Pasar Raya (7 Juli 2008). Para pengrajin diberi kesempatan

untuk berbincang-bincang, memberi masukan, saran serta kritik

kepada Sri Sultan Hamengkubuwana X perihal kesenian dan

kerajinan di Yogyakarta secara umum dan perihal penyelenggaraan

Pasar Raya FKY secara khusus.

Catatan Jumlah PengunjungSelama satu bulan penuh Pasar Raya FKY XX 2008 dikunjungi oleh

145.912 orang dari beragam kalangan (siswa sekolah, mahasiswa,

rombongan piknik keluarga, wisatawan mancanegara, seniman,

rekan-rekan media, dan lain-lain). Rata-rata pengunjung tiap harinya

adalah 4.706 orang. Jumlah pengunjung paling sepi dalam satu

hari selama Pasar Raya tercatat 2.803 orang. Jumlah pengunjung

paling ramai adalah 8.519 orang (bersamaan dengan pertunjukan

musik Sawung Jabo & Sirkus Barock di penutupan Pasar Raya FKY

XX 2008). Jika dilihat dari jumlah pengunjungnya, Pasar Raya kali ini

mencapai target jumlah pengunjung yang direncanakan, yakni 4.000

orang tiap harinya.

Pasar Raya FKY XX 2008 benar-benar lahan komersial, tempat

perjumpaan para produsen, mediator dan konsumen beragam seni

dan budaya yang hidup dinamis di Yogyakarta. Mempertemukan

semua kalangan dalam sebuah pesta kesenian!

Page 93: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 75

Sri Sultan Hamengkubuwana X. Artisans were given the opportunity to speak, to give suggestions

and critiques to the governor, Sri Sultan Hamengkubuwana 10th, about arts and crafts in Yogyakarta

in general and especially on the occasion of FKY.

The Number of visitorsThe total number of visitors during the one month of the 20th FKY 2008 was 145.912 from various

groups, namely school children, university students, families, foreign visitors, artists, people from

the media, etc. The daily rate of visitors was 4.706 people with 2.803 being the least. The highest

number of visitors in a day reached 8.519, which was due to the music show of Sawung Jabo &

Sirkus Barock on the closing day of the 20th FKY 2008. The Fair has reached its target of attracting

4.000 visitors per day.

The 20th FKY 2008 truly became a commercial space, where producers, mediators and consumers

of arts and culture who live dynamically in Yogyakarta, met in a festival of the arts.

Page 94: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

76 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 95: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 77

JOGJA ART FAIR#115 Juni - 7 Juli 2008, Taman Budaya Yogyakarta

Page 96: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

78 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Di dalam penggagasan program FKY XX 2008 muncul ide untuk mencip-takan Art Fair di kota Yogyakarta, seperti yang telah diadakan secara berkala di kota-kota pusat seni rupa lain: Beijing, Shanghai, Melbourne, dan sebagainya. Tujuan dari Jogja Art Fair ini adalah menyediakan ruang bagi bertemunya seniman de-ngan pasar seni rupa se-cara langsung.

Menggandeng sebuah art organizer terkemuka

di Yogyakarta: Heri Pemad Art Management

(HPAM), Jogja Art Fair#1 diselenggarakan

dan diikuti oleh sebanyak 227 seniman yang

mengikutsertakan 410 karya. Sebanyak 40%

dari seniman peserta itu adalah yang diundang,

sedangkan sisanya adalah seniman yang

mendaftarkan diri, baik berasal dari Yogyakarta

maupun kota-kota lainnya. Seleksi karya

diadakan secara tertutup oleh Heri Pemad dan

Bambang ‘Toko’ Witjaksono dengan kapasitas

mereka sebagai salah satu pelaku pasar seni

rupa. Karya yang diikutsertakan oleh seniman

sangat didominasi oleh karya-karya dua dimensi,

dan seniman yang berpartisipasi lebih banyak

adalah seniman-seniman muda.

Page 97: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 79

The designing of the 20th FKY 2008 resulted in the idea to create an Art Fair in Yogyakarta, similar to regular ones held in other cities well-known as of art centres, such as: Beijing, Shanghai, Melbourne, etc. The aim of the Jogja Art Fair was to provide a space where artists could directly meet the art market.

In collaboration with a well-known arts organizer

in Yogyakarta, the Heri Pemad Art Management

(HPAM), the Jogja Art Fair#1 was held and

joined by 277 artists with 410 artworks. 40%

of the artists joined by invitation, and the rest,

originating from Yogyakarta and elsewhere,

by application. The selection process of the

artworks were carried out in a closed meeting by

Heri Pemad and Bambang ‘Toko’ Witjaksono as

individuals having capacity of working in the arts

market. The two-dimensional artworks dominated

the works and most of the participants were

young artists.

Due to the limited space of the Taman Budaya

Yogyakarta, the artworks were exhibited in turns,

by rotation once a week. Each week JAF#1

was able to show 150 pieces of artwork in the

Page 98: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

80 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Disebabkan ruang pamer Taman Budaya Yogyakarta yang tidak cukup luas, maka

karya-karya itu dipasang secara bergilir, seminggu sekali diganti. Rata-rata setiap

minggu JAF mampu memasang 150 karya di dalam ruang pamer. Karya-karya yang

sedang tidak berkesempatan muncul di ruang pamer dapat diakses oleh pengunjung

melalui layar screening; katalog digital komputer di bagian depan ruang pamer; website

www.jogjaartfair.com; dan melalui newsletter JAF#1 yang terbit sebanyak dua kali di

dalam masa penyelenggaraannya.

HPAM mendesain ruang pamer Taman Budaya Yogyakarta menjadi lebih artistik. Di

dalam ruang pamer, didirikan sekat-sekat yang membentuk koridor-koridor di sisi

kanan dan kiri. Hal ini memberikan keuntungan yaitu tersedia ruang lebih banyak

untuk memasang karya, display karya terlihat lebih rapi dan elegan. Sedangkan pada

desain eksterior, HPAM mendandani perwajahan ruang pamer TBY dengan mendirikan

semacam bangunan dekorasi nonpermanen bergaya street art yang muda, cair, dan

hangat. Dari komentar-komentar yang didapat, publik sangat menyukai desain ruang

JAF tersebut, karena membuat suasana JAF tidak terkesan kaku atau formal.

Minat masyarakat untuk mengapresiasi karya-karya yang dipamerkan di JAF#1 sangat tinggi. Dari total tiga minggu penyelenggaraan, jumlah pengunjung yang tercatat menonton pameran JAF#1 sebanyak 7.700 orang, dengan perincian: 3.700 penonton di minggu pertama, 2.500 di minggu kedua, dan 1.500 di minggu ketiga.

Beberapa keberhasilan penyelenggaraan JAF#1 yang bisa dicatat adalah: sebanyak

42 karya seni terjual dalam JAF#1; dari penyelenggaraan JAF#1 bermunculan nama-

nama seniman baru yang sebelumnya belum terpetakan; serta PT. Indosat Tbk. sebagai

sponsor utama event JAF#1 menyatakan sangat puas dan berminat untuk bekerja

sama kembali pada penyelenggaraan JAF di tahun mendatang.

Kepanitiaan FKY XX 2008 telah terbukti berhasil bersama HPAM sebagai mitra

penyelenggara mengadakan event rintisan Jogja Art Fair. Namun demikian, nama JAF

telah menjadi hak paten HPAM yang berencana menyelenggarakan JAF secara reguler

setiap tahunnya. Untuk penyelenggaraan FKY tahun-tahun mendatang, panitia FKY

dimungkinkan untuk melakukan pendekatan dan lobby dengan pihak HPAM untuk kerja

sama penyelenggaraan JAF sebagai bagian dari rangkaian kegiatan FKY.

Page 99: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 81

exhibition room. People were able to access un-exhibited works on screen; on the

computed digital catalogue at the front part of the exhibition room; on the www.

jogjaartfair.com website; and through the JAF#1 newsletter, issued twice during the

art fair.

The HPAM (Heri Pemad Art Management) gave the Taman Budaya Yogyakarta

exhibition room a more artistic look. Inside the room, they built dividers forming

corridors on the left and right. This benefitted the Committee as it provided more

room to mount the artists’ work; their display looked neat and elegant. Meanwhile,

the HPAM decorated the exterior of the exhibition room at Taman Budaya

Yogyakarta by building a non-permanent street art décor with a young, casual, and

warm feel. The comments showed the public’s appreciation of the Jogja Art Fair

room design, because of its less-formal outlook.

The works exhibited at the JAF#1 was highly appreciated by the public. During the three weeks of exhibition the number of visitors reached 7.700, there were 3.700 in the first week, 2.500 in the second, and 1.500 in the third week.

The JAF#1 saw several achievements, namely: 42 art works were sold; the

emergence of new names of artists previously unaccounted; and sponsorship from

PT. Indosat Tbk. Being the main sponsor for the event, PT. Indosat Tbk expressed

their satisfaction and interest in further collaboration in next year’s JAF event.

The 20th FKY 2008 with HPAM has proven to be a successful partnership in

holding the Jogja Art Fair. However the JAF name has become the rights of HPAM,

who plans to hold JAF annually. For the future FKY, the FKY committee may

possibly approach and lobby HPAM to hold JAF as part of the FKY.

Page 100: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

82 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

the onto’s: masKot festIval KesenIan YogYaKarta XX 2008the onto’s: masCot of festIval KesenIan YogYaKarta XX 2008

raDen ontoseno DanestetIKa geraBah KasonganraDen ontoseno anD the aesthetICs of Kasongan earthenware

Page 101: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 83

Oleh/By Yustina W. Neni

Page 102: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

84 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Raden OntosenoSalah satu alasan mengapa salah satu tokoh pewayangan yaitu Raden Antasena atau Ontoseno dipilih menjadi ikon FKY XX 2008 adalah karena tokoh ini munculnya hanya di jagad pewayangan Yogyakarta. Di Surakarta Ontoseno dikenal sebagai Ontorejo. Namun di Yogyakarta baik Ontoseno maupun Ontorejo dikenal sebagai sosok yang berbeda. Keduanya adalah anak Werkudara selain Gatutkaca. Ontoseno adalah anak Werkudara dengan

Dewi Urang Ayu. Dibalik kesaktiannya yang

digambarkan selalu menang dalam bertempur

dan tidak bisa mati (oleh karena itu tidak

boleh ikut dalam perang Baratayuda) tokoh

ini juga digambarkan berwatak jujur, rendah

hati, terus terang, tidak bisa berbahasa

Jawa Krama (Bahasa Jawa halus) dan sering

Raden OntosenoOne of the reasons to elect one of puppet-theater figures that is Raden Antasena or Ontoseno to be the icon of FKY XX 2008 is due to its appearance in the puppet-theater world of only Yogyakarta. In Surakarta, Ontoseno is known as Ontorejo. But in Yogyakarta, both Ontoseno and Ontorejo are different figures. They are the sons of Werkudara in addition to Gatutkaca. Ontoseno

is the son of Werkudara with Dewi Urang

Ayu. Behind the accounts of his supernatural

power winning all times at the battle-fields

and immortality (therefore he was not allowed

to fight in the Baratayuda War), this figure is

recognized as honest, humble, straightforward,

unable to speak honorific forms of Javanese

language (politest level of Javanese language)

and does improper etiquette. Some opinions

Page 103: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 85

melanggar tata krama. Beberapa pendapat

bahkan mengatakan Ontoseno adalah

tokoh yang sinting. Kemunculan Ontoseno si

anak Werkudara dalam jagad pewayangan

Yogyakarta adalah kebalikan dari citra-citra

priyayi yang telah menjadi stereotip.

Diskusi Yang Panjang & MenggairahkanPelibatan Ontoseno dalam FKY XX 2008 terjadi

melalui diskusi yang panjang antara Tim

Agitasi dan Propaganda FKY, Bagian Penelitian

dan Pengembangan FKY, Tim Artistik FKY,

serta beberapa sejarawan dan dalang-dalang

ternama di Yogyakarta. Pencarian wujud

yang khas juga tidak kalah serunya. Diskusi-

diskusi ini bertujuan untuk mengkilapkan

pamor FKY yang konon sudah buram di mata

masyarakat Jogja sendiri. Dimulai pada bulan

November 2007 hingga akhirnya pada bulan

April 2008 Tim Artistik FKY XX 2008 menunjuk

tanah-tanah di Yogyakarta media paling tepat

untuk mewujudkan Raden Ontoseno menjadi

merchandise FKY XX 2008 – THE ONTO’S yang

digubah oleh Iwan Effendi, seniman muda asal

Tempel, Sleman, Yogyakarta.

say that Ontoseno is odd. The appearance of

Ontoseno the son of Werkudara in the puppet-

theater world of Yogyakarta is in the contrary to

the stereotyped upper class images.

Lengthy And Exciting DiscussionsThe involvement of Ontoseno in FKY XX 2008

is taken through lengthy discussions among

the Agitation and Propaganda Team, Research

and Development Division and Artistic Team

of FKY with several historians and prominent

puppeteers of Yogyakarta. The searching for

suitable outline is really stimulating. A series

of discussions aim to give out light on the FKY

prestige entering its gloomy time before the

audiences of Yogyakarta itself. From November

2007 until April 2008, the Artistic Team of

FKY XX 2008 pointed at certain grounds of

Yogyakarta as the precise media to materialize

Raden Ontoseno into the merchandises of FKY

XX 2008 – THE ONTO’S modified by Iwan Effendi,

a young artist from Tempel, Sleman, Yogyakarta.

Page 104: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

86 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Estetika Gerabah Kasongan BantulSalah satu daerah tujuan belanja oleh-oleh di Yogyakarta adalah di Kasongan, Bantul. Daerah ini terkenal dengan industri rumahan gerabah. Yang mungkin khalayak kurang paham adalah tanah yang dibuat gerabah di Kasongan adalah bukan tanah Kasongan, melainkan (salah satunya) tanah dari Godean, Yogyakarta barat. Anehnya di Godean

sendiri, rekayasa tanah tersebut berupa genteng

dan di Kasongan menjadi alat-alat rumah

tangga. Karakter tanah ini kasar dan kandungan

pasirnya tinggi, juga tidak mampu direkayasa

untuk teknik bakaran tinggi, misalnya glasir yang

pembakarannya membutuhkan panas lebih

dari 1000 derajat celsius. Tanah Yogyakarta

akan retak pada suhu lebih dari 800 derajat

celsius. Oleh karena itu produk-produk kasongan

cenderung tebal dan yang berkembang adalah

produk-produk luar ruang. Pada tahun 70 an,

Sapto Hudoyo (almarhum), seniman rupa-rupa

yang namanya mengharumkan Yogyakarta, main-

main ke Kasongan dan membuat patung kuda

dan naga bersisik dengan finishing cat plitur.

Tujuan salah satunya adalah supaya gerabah

Kasongan bisa masuk rumah dan dapat dijual

lebih mahal. Segera setelah itu kendi, gentong,

anglo, pot, dkk, bersanding dengan gaya gerabah

Sapto Hudayanan. Gaya ini bertahan hingga

akhir 80’an. Tahun 90’an hingga saat ini seturut

dengan munculnya trend gaya hidup alami dan

pengaruh dari para pemesan yang berasal dari

luar Jogja atau Indonesia, gerabah kasongan

menjadi lebih menarik. Tetap tidak jauh dari

The Aesthetics Of Kasongan (Bantul) EarthenwareOne of the souvenir-shopping spots in Yogyakarta is Kasongan, Bantul. The area is famous for its earthenware home-industry. Some people may not know that the soil for the earthenware-making in Kasongan is not Kasongan soil but among them is Godean (West Yogyakarta) soil. It is fairly surprising

that the soil is used for the roof-tile material

in Godean but household equipment in

Kasongan. The soil character is rough with

high sand-ingredient and hard for high

temperature burning like glazing requiring

1000 Celcius degree burning point. Yogyakarta

soil will crack in the temperature of more

than 800 Celcius degree. Therefore, the

products tend to be thick and the developing

ones are exterior products. In 1970s, (late)

Sapto Hudoyo, a multi-talented artist whose

name makes Yogyakarta celebrated, paid

some visits to Kasongan and created a horse

statue and scaly dragon in varnished finishing.

One of his purposes was to make Kasongan

earthenware possibly get in houses and

higher in price. Soon after that, the style of

Kasongan earthenware products like flasks,

large bowls for water, braziers, flower-pots and

the sorts came together with Sapto Hudayanan

earthenware. The style continued until the

end of 1980s. In 1990s until now, along

with natural lifestyle trend and influence of

buyers coming from other cities or countries,

Kasongan earthenware become more

Page 105: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 87

asalnya gentong, pot, dan saudara-saudaranya

itu menjadi gentong dan pot gaya bali, gaya

jepang, gaya cina, dan muncul disain baru

seperti kap lampu, pucukan atap, dengan

aneka gaya. Semua gaya baru tersebut nyaris

tanpa poles alias gerabah mentah (istilah

akademisnya “biscuit”), tetapi gaya lokal

yang bercat warna-warni tetap ada dengan

menggunakan bermacam-macam teknik

seperti disaput, dikerok, cat timbul, dll. Para

penggemar keramik mengatakan gerabah

macam ini – yang dicat – nilainya rendah dan

ndesit. Namun estetika lokal bergeming. Tanah

Yogyakarta berbeda dengan Tanah Malang

Jawa Timur atau Sukabumi di Jawa Barat, yang

langsung bisa dibakar dengan suhu tinggi

begitu diambil dari sungai. Naluri menghias,

mempercantik, dan menghibur selalu bergerak

bersama berkembangnya umat manusia dan

dinamika habitualnya. Tanah Yogyakarta yang

khas, masyarakat Yogyakarta yang terbuka

dan dinamis, keinginan meniru adalah daya

cipta yang membuat Yogyakarta selalu

dirindukan untuk dikunjungi kembali. Bagi Tim

FKY – gerabah Kasongan baik polos maupun

yang di cat adalah murni dan asli.

enchanting. Keeping the original functions, those

large bowls for water and flower-pots together

with their siblings have turned out into Balinese,

Japanese and Chinese earthenware products

and new designs coming up in lamp-shades and

roof-tips with various styles. All new styles are

not polished or raw earthenware (academically-

called as “biscuit”) but the local style in colorful

paints are still available with different techniques

like covered, rubbed down, embossed, etc. The

ceramic lovers say that such earthenware—

painted ones—are considered low-valued and

rustic. However, the local aesthetics keeps quiet.

Yogyakarta soil differs from Malang (East Java)

or Sukabumi (West Java) soil, possibly burnt in

high temperature as soon as it is taken from the

rivers. The impulse to decorate, beautify and

entertain always moves along with humankind

development and habitual dynamics. The unique

Yogyakarta soil, welcome as well as dynamic

society and aspiration to imitate are the creation

power making Yogyakarta always get longed for

and visited again. For the FKY team, Kasongan

earthenware either plain or painted is pure and

original.

Page 106: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

88 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Seni Sebagai Investasi – Ontoseno Jadi CelenganDalam FKY kali ini salah satu bagian penting yang ingin

dicanangkan selain keberhasilan setiap acara yang akan dige-

lar, adalah perbaikan manajemen. Dalam konteks festival,

sebuah manajemen yang tertata akan menjadi mesin pen-

dorong bagi penyelenggaraan yang ideal. Sebuah festival yang

ideal adalah corong promosi positif dari sebuah daerah seperti

Yogyakarta yang dihidupi oleh industri kreatif dan pariwisata.

Itulah salah satu tujuan yang akan diraih oleh FKY kali ini, yakni

menjadikan seni sebagai investasi ekonomi bagi Yogyakarta.

Investasi yang diwujudkan dalam bentuk penataan manajemen

telah membuka peluang kerja sama dengan stake holder

yang lebih luas, serta pelibatan publik dan pelaku seni dalam

penyelenggaraan festival. Wujud konkret dari keberhasilan

ini Pemda Propinsi DIY telah menganggarkan uang sejumlah

500 juta rupiah. Dana dari Pemerintah tersebut meningkat

dibanding tahun lalu yang hanya 300 juta rupiah. Hal itu

merupakan hasil dari terbukanya ruang diskusi dengan Pem-

Prop, DPRD tingkat I, dan BPKD. Terbukanya ruang diskusi

dengan jajaran birokarsi ini merupakan program internal dari

menejemen festival dalam membuka hubungan kerjasama de-

ngan birokrasi pemerintah. Meskipun demikian Panitia Festival

masih berharap terbukanya jalur kerjasama dengan beberapa

pihak birokrasi yang lain, yang berpotensi untuk mendukung

suksesnya sebuah festival seni, seperti Dinas Pariwisata, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, Dekranas, Pemkot/Pemkab,

dll.

Merchandise The ONTO’S T-shirt dan Celengan dipersembahkan

untuk kesuksesan pelaksanaan FKY XX 2008 oleh 3 perupa

ternama Indonesia yaitu Agus Suwage (lahir di Purworejo),

Jumadi Alfi (lahir di Padang, Sumatera Barat), dan Agung

Kurniawan (lahir di Jember, Jawa Timur). Ketiganya tinggal dan

bekerja di Yogyakarta.

Page 107: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 89

Investment – Ontoseno To Be Piggy-banks In FKY XX 2008, one of the goals to achieve despite the success

for each program implemented is management improvement.

In festival context, an organized management is the stimulating

machine to ideal implementation. An ideal festival is like the

megaphone of positive promotions for a region like Yogyakarta

enlivened with creative industry and tourism. It is one of the

goals to achieve through this recent FKY positioning art as the

economical investment for Yogyakarta.

The investment manifested in the management improvement

has opened opportunities for collaborative works among wider

stakeholders as well as involvement of public and artists in

the festival implementation. The concrete manifestation of

this success is the availability of budget amounted IDR 500

millions from Pemda Propinsi (PemProp) DIY (Local Government

of Yogyakarta). The budget increases from the last year fund

amounted IDR 300 millions. In fact, it is the outcome of open

discussion rooms among PemProp, DPRD I (Regional People’s

Legislative Assembly) and BPKD (Board of Local Financial

Management). The openness of discussion rooms is an internal

program of the festival management in establishing relationship

with the government bureaucrats. Nonetheless, the Festival

Committee are still expecting to build open relationship paths

with other bureaucratic parties potentially supporting the

success of an art festival such as Dinas Pariwisata (Department

of Tourism), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Department

of Industry and Commerce), Dekranas (National Craft Council),

City Government/District Government and others.

The merchandises of The ONTO’S T-Shirts and Piggy-banks are

presented for the success of FKY XX 2008 implementation by

three Indonesian outstanding artists that are Agus Suwage (born

in Purworejo), Jumadi Alfi (born in Padang, West Sumatra) and

Agung Kurniawan (born in Jember, East Java). They live and work

in Yogyakarta.

Page 108: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

90 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 109: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 91

Page 110: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

92 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

FESTIvAL KESENIAN YOGYAKARTA XX 2008 DISELENGGARAKAN OLEh:

DIDuKuNG OLEh:

Page 111: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 93

Page 112: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

94 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 113: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 95

Page 114: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

96 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 115: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 97

Page 116: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

98 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 117: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 99

Page 118: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

100 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 119: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 101

Page 120: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

102 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 121: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 103

Page 122: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

104 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 123: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 105

Page 124: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

106 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 125: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

June 7th –August 7th 2008 107

Page 126: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

No Judul Berita Media Waktu Pemuatan Wartawan

1 Dari Pasar Raya Hingga OTA Radar Jogja Selasa, 11 Maret 2008

Azzam (Uki)

2 FKY XX 2008 Sajikan Sejarah Yogyakarta

Solo Pos Selasa, 29 April 2008

3 FKY XX Libatkan Sembilan Kam-pung

Radar Jogja Selasa, 29 April 2008

Sam

4 FKY Tampilkan Babad Kampung Kompas Jogja Jumat, 2 Mei 2008 Agni

5 FKY XX 2008 Jadi Daya Tarik Wisata dan Ikon Yogya

Kedaulatan Rakyat

Jumat, 2 Mei 2008 Khocil

6 FKY Jajaki Jalur Kemitraan Radar Jogja Jumat, 2 Mei 2008 Azzam (Uki)

7 Acara FKY XX Akan Dipadatkan Bernas Jogja Jumat, 2 Mei 2008

8 FKY XX Siap Digelar Republika Jumat, 2 Mei 2008 Heri P

9 FKY XX 2008 Pedulikan Masa Lalu Gudeg Net Rabu, 30 April 2008 Joko Widiyarso

10 Babad Kampung Siap Meriahkan FKY XX 2008

Solo Pos Selasa, 6 Mei 2008 Awi

11 Sembilan Kampung Terlibat Di FKY Ke-20

RRI Rabu, 30 April 2008 Antok Wesman

12 FKY XX, Menghidupkan Ruh Seni-man Kampung

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 3 Mei 2008 Chaidir

13 Festival Kesenian Yogyakarta Digelar Mulai 7 Juni 2008

Media Indonesia.Co.Id

Kamis, 1 Mei 2008 Ant

14 Festival Kesenian Yogyakarta XX: Targetkan 4.000 Pengunjung per Hari

Joglo Semar Jumat, 2 Mei 2008 Wip

15 Festival Kesenian Yogyakarta, Rakyat Harus Dilibatkan dalam Proses Kebudayaan

Kompas Jogja Jumat, 9 Mei 2008 Putu Can

16 Diseleksi, Penampil Asing di FKY 2008

Minggu Pagi Minggu II Mei 2008 Latief

17 FKY XX 2008 Sarat Seniman Asing Minggu Pagi Minggu, II Mei 2008 Latief

reKaPItulasI meDIa Koran Dan

CetaK PemBerItaan fKY XX 2008

108 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 127: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

18 Sembilan Kampung Meriahkan Festival Kesenian Yogyakarta 2008

Jurnal Nasional Kamis, 15 Mei 2008

Ant

19 Agung Kurniawan “Spesialis” Drawing yang Direktur Artistik FKY Tahun 2008, Ketika Seni dan Bisnis Bersinergi

Radar Jogja Minggu, 1 Juni 2008

Azzam (Uki)

20 Babad Kampung di FKY XX Sastra Ditiadakan

Nasari News Juni 2008 Teguh R Asmara

21 Rakyat Seniman Koran Tempo Senin, 2 Juni 2008 Kurniawan

22 Mari Menonton di FKY XX 2008 Solo Pos Rabu, 4 Juni 2008 Awi

23 Penonton Festival Kesenian Yogya-karta Tumplek-bleg

Koran Tempo Kamis, 5 Juni 2008 Idayanie

24 Jogya Tumplek Blek Awali FKY Joglo Semar Kamis, 5 Juni 2008 Dhi

25 FKY Diawali Sultan “Nyelengi Receh”

Bernas Jogja Kamis, 5 Juni 2008 c5

26 9 Kampung dukung perhelatan FKY XX, Masa lalu (bisa) selalu baru

Harian Jogja Kamis, 5 Juni 2008 Prihati Puji Utami

27 Jemek Pimpin Pawai Pembukaan Radar Jogja Jumat, 6 Juni 2008 Azzam (Uki)

28 SASANA Jadwal Acara, “Jogja Tumplek Blek”

Kompas Jogja Sabtu, 7 Juni 2008

29 FKY XX Usung Kesenian Langka Kompas Sabtu, 7 Juni 2008 Dya

30 FKY 2008: Memaknai Betapa Pluralnya Yogyakarta

Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika

31 Ikon The Onto’s atau Raden Antasena

Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika

32 Aji Wartono, Direktur Eksekutif FKY 2008, FKY Dukung Pariwisata Yogyakarta

Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika

33 Ruang Berbudaya Anak Muda Telisik Mei 2008 Widarti

34 Agenda FKY XX 2008, Pawai Pembukaan FKY; Pembukaan Pasar Raya; Pasar Raya; Pelatihan Pembuatan Tato; Nonton Bareng

Koran Tempo Sabtu, 7 Juni 2008 Fadjri

35 Sultan Buka FKY 2008 Koran Seputar Indonesia

Minggu, 8 Juni 2008

Priyo Setyawan

36 Foto Pawai Pembukaan FKY XX 2008

Kompas Minggu, 8 Juni 2008

Arum

37 Warga “Tumplek” di Malioboro Bernas Jogja Minggu, 8 Juni 2008

38 FKY 2008 Masa Lalu Selalu Baru Minggu Pagi Minggu II Juni 2008 Prass

39 FKY XX 2008 Dibuka, Seniman Mancanegara Terlibat

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 8 Juni 2008

Chaidir, Khocil

40 FKY, budaya Jogja atau ajang tontonan?

Harian Jogja Minggu, 8 Juni 2008

Mediani Dyah Natalia

June 7th –August 7th 2008 109

Page 128: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

41 Pembukaan FKY Bikin Macet Harian Jogja Minggu, 8 Juni 2008

42 Pembukaan FKY XX 2008 Kurang Greget

Suara Merdeka Minggu, 8 Juni 2008

Sugiarto

43 Budaya Lokal Menjadi Pijakan, Pembukaan FKY XX Tampilkan Pawai di Masa Lalu

Kompas Jogja Senin, 9 Juni 2008 Bimo

44 SASANA, Jadwal FKY: Jogja on My Mind: “Enam Djam di Djokja”; UKM Seni Yogyakarta: Anterdance; Jogja on My Mind: “Penginapan Bu Broto”; Keroncong Mas Heri, Sinopsis: Jogja on My Mind

Kompas Jogja Senin, 9 Juni 2008

45 Jadwal FKY XX 2008 Hari ini Radar Jogja Senin, 9 Juni 2008

46 Mari Menonton di FKY Radar Jogja Senin, 9 Juni 2008 Azzam (Uki)

47 Foto Pawai Pembukaan FKY XX 2008

Merapi Senin, 9 Juni 2008 Sutriono

48 Agenda FKY XX 2008, Senin, 9 Juni 2008; Selasa, 10 Juni 2008; Rabu, 11 Juni 2008

Koran Tempo Senin, 9 Juni 2008 Fadjri

49 Sinopsis Enam Djam di Djogja dan Penginapan Bu Broto

Koran Tempo Senin, 9 Juni 2008 Fadjri

50 Akrobat dan Pantomim asal Pran-cis ramaikan FKY

Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Rahayuningsih

51 Tato tidak indentik dengan pre-manisme

Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Prihati Puji Utami

52 Foto Pengrajin Ukiran Kayu (Stand FKY)

Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid

53 Foto Stand Buku Bekas di FKY Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid

54 Foto Stand Batik Tulis Giriloyo di Pasar Raya FKY

Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid

55 Foto Stand Mainan Edukasi di FKY Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid

56 Foto Stand Kerajinan Batu dari Magelang di Pasar Raya FKY

Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid

57 Mari Menonton “Jogja on My Mind” di FKY

Kedaulatan Rakyat

Selasa, 10 Juni 2008

Chaidir

58 FKY XX, Romantisme di Kandang… Kompas Jogja Selasa, 10 Juni 2008

59 SASANA, Jadwal FKY, Selasa, 10 Juni 2008, dan sinopsis “Cintaku di Kampus Biru”

Kompas Jogja Selasa, 10 Juni 2008

60 Jadwal FKY Selasa, 10 Juni, 11 Juni, dan 12 Juni. Sinopsis: Cintaku di Kampus Biru dan Kom-pilasi Fourcolours#1

Koran Tempo Selasa, 10 Juni 2008

Fadjri

61 Jogja dalam Mari Menonton Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008

ILA

110 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 129: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

62 Agenda FKY 10-15 Juni 2008 Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008

63 Menilik hak anak di stan FKY Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008

Prihati Puji Utami

Jadwal FKY XX 2008 Hari ini, Selasa, 10 Juni 2008

Radar Jogja Selasa, 10 Juni 2008

64 FKY Masih Terus Mencari Format Kompas Jogja Rabu, 11 Juni 2008

65 SASANA, Jadwal FKY Rabu, 11 Juni 2008. Sinopsis: Penginapan Bu Broto

Kompas Jogja Rabu, 11 Juni 2008

66 Pagelaran komunitas tari kontem-porer Anterdans. Kritik sosial dari obrolan di angkringan

Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008 Prihati Puji Utami

67 Menghadirkan lagi dunia yang hilang

Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008 Prihati Puji Utami

68 Agenda FKY 11-15 Juni 2008 Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008

69 Jadwal FKY 11-13 Juni 2008, Sinopsis: Enam Djam di Jogja dan Penginapan Bu Broto

Koran Tempo Rabu, 11 Juni 2008 Fadjri

70 Besok, Atraksi Pantomim FKY di LIP, Break Dance Menggebrak Benteng Vredeburg

Kedaulatan Rakyat

Kamis, 12 Juni 2008

War/ Chaidir

71 SASANA, Agenda FKY, Kamis, 12 Juni 2008. Sinopsis: Harap Tenang, Ada Ujian!

Kompas Jogja Kamis, 12 Juni 2008

72 Agenda FKY, 12- 14 Juni 2008. Sinopsis: Harap Tenang Ada Ujian!; Jalan Sepanjang Kenan-gan; Cintaku di Kampus Biru.

Koran Tempo Kamis, 12 Juni 2008

Fadjri

73 Serba mini di gerai Jopa Japu Harian Jogja Kamis, 12 Juni 2008

Prihati Puji Utami

74 Agenda FKY, 13-15 Juni 2008 Harian Jogja Kamis, 12 Juni 2008

75 Ruh Koes Plus muncul di FKY Harian Jogja Jumat, 13 Juni 2008

Prihati Puji Utami

76 Pasar Raya FKY XX “Tribute to Koes Plus” dan Layang-layang

Kedaulatan Rakyat

Jumat, 13 Juni 2008

War/ Chaidir

77 Foto Jemek di Pawai Pembukaan FKY

Harian Jogja Jumat, 13 Juni 2008

Talchah Hamid

78 SASANA, Agenda FKY, Jumat, 13 Juni 2008

Kompas Jogja Jumat, 13 Juni 2008

79 Jogja Art Fair #1 FKY XX, Wajah Panitia Dibandrol Rp 250 Juta

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 14 Juni 2008

Chaidir

80 Jadwal Acara FKY XX, 14-15 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 14 Juni 2008

June 7th –August 7th 2008 111

Page 130: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

81 SASANA, Agenda FKY, 14 -15 Juni 2008. Sinopsis: Enam Djam di Jogja dan Jogja Art Fair (JAF)

Kompas Jogja Sabtu, 14 Juni 2008

82 Seniman Asia Eropa Ramaikan FKY

Suara Merdeka Sabtu, 14 Juni 2008

83 Agenda FKY, 14 - 15 Juni 2008, Sinopsis: Mayar dan Bedjo Van Deerlak

Koran Tempo Sabtu, 14 Juni 2008

84 Jualan Karya Seni Rupa Jogja Art Fair #1

Koran Tempo Sabtu, 14 Juni 2008

Heru CN

85 Melihat stan pengurangan ben-cana di FKY, Waspada saat hati gembira

Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008

Prihati Puji Utami

86 Dance Works Rotterdam di TBY Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008

ILA

87 Agenda FKY, 14-15 Juni 2008 Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008

88 Presiden Resmikan 7 Proyek Bidang PU, Pesta Kesenian Bali XXX Dibuka

Kompas Sabtu, 14 Juni 2008

AYS/ RWN

89 SINDO ada berita FKY hari ini, 14 Juni 2008

90 Bertolak dari tambang, berlabuh di panggung seni

Harian Jogja Minggu, 15 Juni 2008

Rahayuningsih

91 Dari Jogja (Art Fair) Menuju Dunia Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008

Agung Kurniawan

92 Festival Berbasis Kampung Budaya

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 15 Juni 2008

Drs. Kuswarsantyo M Hum, Dosen Bahasa dan Seni UNY/ Sekum De-wan Kebudayaan Kota Yogya.

93 Rotterdam dan New York Bersatu dalam Balet

Minggu Pagi Minggu III Juni 2008

Prass

94 Bersatunya Balet Rotterdam - NY Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008

Azzam (Uki)

95 Jadwal FKY XX Hari ini, Minggu, 15 Juni 2008

Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008

96 JAF Bertujuan Komersial Kedaulatan Rakyat

Minggu, 15 Juni 2008

Jay

97 Jadwal Acara FKY XX, 15 - 16 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 15 Juni 2008

Chaidir

98 Bahasa Tubuh Bizot Mengundang Derai Tawa

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 15 Juni 2008

Chaidir

99 Doel Wahab Membuat Liong Sejak SD

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 15 Juni 2008

War

100 Fragmen Nakal Philippe Bizot Koran Tempo Senin, 16 Juni 2008 Heru CN

112 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 131: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

101 Agenda FKY, 16 Juni 2008 Koran Tempo Senin, 16 Juni 2008 Heru CN

102 Bercerita Lewat Bahasa Tubuh… Kompas Jogja Senin, 16 Juni 2008 Erwin Edhi Prasetya

103 Jadwal Acara FKY XX 2008, 16 Juni 2008, Sinopsis: Pementasan Ballet “Rotterdam/ New York)

Kompas Jogja Senin, 16 Juni 2008

104 Indian Bersenjata di Pasar Raya FKY

Kedaulatan Rakyat

Senin, 16 Juni 2008 War

105 Jadwal Acara FKY XX, 16 -17 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Senin, 16 Juni 2008 Chaidir

106 Deleilah akan digelar di TBY Harian Jogja Senin, 16 Juni 2008 ILA

107 Agenda FKY, 19 - 22 Juni 2008 Harian Jogja Senin, 16 Juni 2008

108 Foto Stan Barongsai: Memilih Topeng Barongsai

Kompas Senin, 16 Juni 2008 Wawan H Prabowo

109 JMN Sediakan Hotspot di Vrede-burg

Radar Jogja Senin, 16 Juni 2008 iwa

110 Jadwal FKY XX Hari ini, Senin, 16 Juni 2008

Radar Jogja Senin, 16 Juni 2008

111 Jadwal FKY XX Hari ini, Selasa, 17 Juni 2008

Radar Jogja Selasa, 17 Juni 2008

112 Foto Jogja Art Fair Koran Seputar Indonesia

Selasa, 17 Juni 2008

113 Maling gondol motor panitia FKY 2008

Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008

KUK

114 Foto Dance Works Rotterdam Kedaulatan Rakyat

Selasa, 17 Juni 2008

Eko Boediantoro

115 “Waria on Stage” Pasar Raya FKY XX, Antara Pamer “Aura” dan “Aurat”

Kedaulatan Rakyat

Selasa, 17 Juni 2008

War/ Chaidir

116 Jadwal Acara FKY XX, 17 - 18 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Selasa, 17 Juni 2008

Chaidir

117 Jadwal Acara FKY XX, 16 - 19 Juni 2008, Sinopsis: Bangkok Girl dan The Angel Makers, Don’t Fance Me In

Koran Tempo Selasa, 17 Juni 2008

118 Foto Dance Ballet Rotterdam - New York

Kompas Selasa, 17 Juni 2008

Wawan H Prabowo

119 Foto Pembukaan Jogja Art Fair: Dipadati Pengunjung

Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008

Wawan H Prabowo

120 Jadwal Acara FKY 17 Juni 2008, dan Sinopsis JAF

Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008

121 Balet Rotterdam Obati Kangen Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008

Prihati Puji Utami

122 JAF jadi ajang pelukis marginal… Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008

Tentrem Mujiono

123 Agenda FKY, 19 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008

June 7th –August 7th 2008 113

Page 132: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

124 Foto Pementasan Balet Rotterdam - New York

Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008

Wawan H Prabowo

125 Dance Works Rotterdam Lahirkan Balet Impresif

Joglo Semar Rabu, 18 Juni 2008 ant

126 Tiket Mari Menonton Habis Radar Jogja Rabu, 18 Juni 2008

127 Jadwal FKY XX Hari ini, Rabu, 18 Juni 2008

Radar Jogja Rabu, 18 Juni 2008

128 Foto Stan FKY: Miniatur patung berbahan kayu (seni liping)

Koran Seputar Indonesia

Rabu, 18 Juni 2008

129 Foto Balet Belanda Bernas Jogja Rabu, 18 Juni 2008 Surya Adi Lesmana

130 “Versi Lain Adam Hawa” JAF FKY XX, Mengecoh Pengunjung dengan Asap Rokok

Kedaulatan Rakyat

Rabu, 18 Juni 2008 War/ Chaidir

131 Jadwal Acara FKY XX, 18 - 19 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Rabu, 18 Juni 2008 Chaidir

132 Balet Dance Works Rotterdam, Menyatukan Dua Kota di Pang-gung

Koran Tempo Rabu, 18 Juni 2008 Heru CN

133 Jadwal FKY, 18 Juni 2008, Sinop-sis: Bangkok Girl

Koran Tempo Rabu, 18 Juni 2008

134 Bizot dirikan sekolah pantomim di Indonesia

Harian Jogja Rabu, 18 Juni 2008 Prihati Puji Utami

135 Jadwal Acara FKY, 18 Juni 2008 Kompas Jogja Rabu, 18 Juni 2008

136 Motor hilang tekor Rp 6,5 Juta Kedaulatan Rakyat

Rabu, 18 Juni 2008 Hrd

137 Pasar Raya FKY Makin Asyik Ditonton

Kedaulatan Rakyat

Kamis, 19 Juni 2008

War/ Chaidir

138 Jadwal Acara FKY XX, 19 - 20 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Kamis, 19 Juni 2008

Chaidir

139 Jadwal Acara FKY, 19 Juni 2008: Sinopsis: Daily is Not Fairy

Kompas Jogja Kamis, 19 Juni 2008

140 Agenda FKY, 19 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Kamis, 19 Juni 2008

141 Srikandi-srikandi FKY 2008, Kulit menghitam bukanlah soal

Harian Jogja Kamis, 19 Juni 2008

Esdras Idialfero Ginting

142 Jadwal FKY XX, Kamis, 19 Juni 2008, Sinopsis: What Time Is It?

Koran Tempo Kamis, 19 Juni 2008

143 Babad Kampung FKY XX, Menggali Cerita Kampung Halaman

Koran Tempo Kamis, 19 Juni 2008

Heru CN

144 Jadwal FKY XX, Jumat, 20 Juni 2008

Koran Tempo Jumat, 20 Juni 2008

145 Babad Kampung FKY XX, Dari Cuci Sepeda Motor sampai Mitos Kampung

Koran Tempo Jumat, 20 Juni 2008

Heru CN

146 Agenda FKY, 20 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Jumat, 20 Juni 2008

114 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 133: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

147 Jadwal Acara FKY XX, 20 - 21 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Jumat, 20 Juni 2008

148 Jadwal Acara FKY, 20 Juni 2008, dan Sinopsis: Pementasan “Contigo”

Kompas Jogja Jumat, 20 Juni 2008

149 Instalasi “Bob Marley & Umatnya” Di JAF; Kritis Tapi Jenaka

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 21 Juni 2008

War/ Chaidir

150 Lagi Bete, Nongkrong Aja di Pasar Raya FKY

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 21 Juni 2008

War/ Chaidir

151 Jadwal Acara FKY, 21 - 22 Juni 2008

Kompas Jogja Sabtu, 21 Juni 2008

152 Pasar Raya FKY XX Susahnya Merangkul Perajin Kecil

Koran Tempo Sabtu, 21 Juni 2008

Heru CN

153 Jadwal FKY, 21 - 22 Juni 2008 Koran Tempo Sabtu, 21 Juni 2008

154 Kolaborasi Unik Akrobat Tiang dan Pemusik

Harian Jogja Minggu, 22 Juni 2008

Esdras Idialfero Ginting

155 Jadwal Acara FKY XX, 22 - 23 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Minggu, 22 Juni 2008

156 FKY: Antara Festival Tubuh,Otak dan Hati

Minggu Pagi Minggu, 22 Juni 2008

Salman Rusydie Anwar

157 Waria Bertebaran di FKY 2008 Minggu Pagi Minggu, 22 Juni 2008

Latief Noor Roch-mans

158 Mengagumi Maneqin dalam Ruang Kaca

Kompas Minggu, 22 Juni 2008

Putu Fajar Arcana

159 Tari Jepang di FKY Seputar Indo-nesia

Senin, 23 Juni 2008 Jemi Andrea

160 Pesta Percusound Bernas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Surya Adi Lesmana

161 Japan Contemporary Dance Network

Kompas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Wawan H Prabowo

162 Jadwal Acara 23 Juni 2008 Kompas Jogja Senin, 23 Juni 2008

163 Agenda FKY 23 Juni 2008 Harian Jogja Senin, 23 Juni 2008

164 Sunset Boat of Little Lambs Kedaulatan Rakyat

Senin, 23 Juni 2008 Eko Budiantoro

165 Jadwal Acara FKY XX 2008 23 - 24 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Senin, 23 Juni 2008 Chaidir G

166 Menikmati Rockabilly di FKY Kedaulatan Rakyat

Senin, 23 Juni 2008 War-o

167 Jadwal FKY XX 2008 23 - 24 Juni 2008 , Sirkus Perancis FKY XX 2008 Bercanda dengan Gravitasi

Koran Tempo Senin, 23 Juni 2008 Heru CN

168 Pentas Ludens Bernas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Surya Adi Lesmana

169 Tari Kontemporer FKY Berdialog dengan Penonton

Koran Tempo Selasa, 24 Juni 2008

Heru CN

June 7th –August 7th 2008 115

Page 134: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

170 Jepang hadirkan dance di TBY,Sejenak Lupakan soal Politik

Harian Jogja Selasa, 24 Juni 2008

Prihati Puji Utami

171 Dua Minggu Berjalan, Pasar Raya Sepi Rejeki

Kompas Selasa, 24 Juni 2008

Arum Trestan-ingtyas Dayuputri

172 Indikator “Kompas” Sebagian Ma-syarakat Tak Berminat Hadiri FKY

Kompas Selasa, 24 Juni 2008

Litbang Kompas

173 Jadwal Acara FKY XX 2008 24 - 25 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Selasa, 24 Juni 2008

174 Serba Mini - Agenda Harian Jogja Selasa, 24 Juni 2008

Talchah Hamid

175 Liburan dan Identitas Yogyakarta Kedaulatan Rakyat

Selasa, 24 Juni 2008

GF Sasmita Aji

176 Menginternasionalkan FKY Bernas Jogja Selasa, 24 Juni 2008

Eddy Karna Sinoel

177 Jadwal Acara FKY XX 25 - 26 Juni 2008 Banyak Pelajaran di FKY

Kedaulatan Rakyat

Rabu, 25 Juni 2008 War/Cdr-n

178 Golek Kudup Sari dan Beksan Gagah di TBY Kisah Hidup Dalam Gerakan

Harian Jogja Rabu, 25 Juni 2008 Prihati Puji Utami

179 FKY Fasilitasi seminar Short Film for Sale - Agenda

Harian Jogja Rabu, 25 Juni 2008 Prihati Puji Utami

180 Bursa Seni Jogja Art Fair #1 FKY XX Penjualan Karya Dekati Target

Koran Tempo Rabu, 25 Juni 2008 Heru CN

181 Jadwal acara 25 Juni 2008 Kompas Rabu, 25 Juni 2008

182 Pementasan Barongsai di FKY Tetap Asyik Di Tempat Sempit

Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008

Prihati Puji Utami

183 Aji Wartono, Direktur Eksekutif FKY 2008, Tidur 3 jam pun tak jadi soal - Agenda

Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008

Prihati Puji Utami

184 Kerajinan batu alam dituntut model baru

Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008

Martha Nalurita

185 Jadwal Acara FKY 26,27,28 Juni 2008

Koran Tempo Kamis, 26 Juni 2008

186 Jadwal Acara 26 Juni 2008 Kompas Kamis, 26 Juni 2008

187 Penjual Gulali Kompas Kamis, 26 Juni 2008

Arum Trestan-ingtyas Dayuputri

188 Jadwal Acara FKY XX 2008 - 26-27 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Kamis,26 Juni 2008

189 Jadwal Acara 27 Juni 2008 Kompas Jumat, 27 Juni 2008

190 FKY Bertugas Membangkitkan Kesenian yang Nyaris Punah

Kompas Jumat, 27 Juni 2008

Defri Widiono

191 Jadwal Acara FKY XX - 27 - 28 Juni 2008 - Terpilih Finalis Band, Cheer & Dance FKY

Kedaulatan Rakyat

Jumat, 27 Juni 2008

War o

116 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 135: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

192 Agenda FKY Harian Jogja Jumat, 27 Juni 2008

193 Jadwal Acara FKY XX 27,28 Juni 2008 - Kompilasi Film Sekolah

Koran Tempo Jumat, 27 Juni 2008

194 Jadwal Acara FKY XX 2008 28,29 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 28 Juni 2008

195 Jadwal Acara FKY XX 2008, 28 - 29 Juni 2008

Kompas Sabtu, 28 Juni 2008

196 Atraksi dalam nada Harian Jogja Minggu, 29 Juni 2008

Mediani Dyah Natalia

197 Jadwal Acara FKY XX Kedaulatan Rakyat

Minggu, 29 Juni 2008

198 We’re Gonna Go Dancing Kedaulatan Rakyat

Minggu, 29 Juni 2008

Eko Budiantoro

199 Pada Sebuah Tongkat Gatra Juli 2008 Arief Koes Herni-awan

200 Jadwal Acara FKY XX 2008, 30 Juni 2008

Kompas Senin, 30 Juni 2008

201 Pangsuma lahir kembali di FKY Harian Jogja Senin, 30 Juni 2008 Prihati Puji Utami

202 Jadwal Acara FKY XX 2008, 30 Juni 2008 - 1 Juli 2008

Koran Tempo Senin, 30 Juni 2008

203 Agenda FKY Harian Jogja Senin, 30 Juni 2008

204 Gulali - Jadwal Acara FKY XX 30 Juni 2008

Kedaulatan Rakyat

Senin, 30 Juni 2008 Bambang Nurcahya

205 Jadwal Acara FKY XX 1 Juli 2008 Kompas Selasa, 1 Juli 2008

206 Agenda FKY 1,2,3 Juli 2008 Harian Jogja Selasa, 1 Juli 2008

207 Jadwal Acara FKY XX 1-2 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat

Selasa, 1 Juli 2008

208 Jadwal Acara FKY XX 1-2 Juli 2008 - Merchandise FKY XX

Koran Tempo Selasa, 1 Juli 2008 Yustina W Neni

209 Panitia FKY Pentas Romeo-Juliet dalam bungkusan ketoprak Joget

Harian Jogja Selasa, 1 Juli 2008 Prihati Puji Utami

210 Jadwal Acara FKY XX 2 Juli 2008 Kompas Rabu, 2 Juli 2008

211 Kompetisi Cheerleaders & Dance Kompas Rabu, 2 Juli 2008 Wawan H Prabowo

212 Agenda FKY 2 Juli 2008 Harian Jogja Rabu, 2 Juli 2008

213 Pementasan tari kontemporer mahasiswa ISI Ajak Hidup Bersih Lewat Gerak

Harian Jogja Rabu, 2 Juli 2008 Prihati Puji Utami

214 Jadwal Acara FKY XX 2-3 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat

Rabu, 2 Juli 2008

215 Agenda FKY 2,3 Juli 2008 Koran Tempo Rabu, 2 Juli 2008

216 Jadwal Acara FKY XX 2008 3 Juli 2008

Kompas Kamis, 3 Juli 2008

217 Agenda FKY 3 & 5 Juli 2008 Harian Jogja Kamis, 3 Juli 2008

June 7th –August 7th 2008 117

Page 136: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

218 Jadwal Acara FKY XX 3,4 Juli 2008 - Kethoprak Gojek Panitia FKY

Kedaulatan Rakyat

Kamis, 3 Juli 2008 War-k

219 Agenda FKY 3,4 Juli 2008 Koran Tempo Kamis, 3 Juli 2008

220 Jadwal Acara FKY 4,5 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat

Kamis, 3 Juli 2008

221 Agenda FKY 4,5 Juli 2008 Harian Jogja Jumat, 4 Juli 2008

222 Jadwal Acara FKY 4 Juli 2008 Kompas Jumat, 4 Juli 2008

223 7 Juli, Sawung Jabo Tutup Pasar Raya, Iory Juara I Band FKY XX

Kedaulatan Rakyat

Jumat, 4 Juli 2008 Cdr/War-g

224 Babad Kampung Jadi Festival Kesenian Warga Kampung

Kompas Jumat, 4 Juli 2008 RWN

225 Program Internasional, Menggali Masa Lalu , Agenda 4 Juli 2008

Koran Tempo Jumat, 4 Juli 2008 Heru CN

226 Kisah Babad Kampung Di Kota Yogyakarta FKY Pilih Sembilan Komunitas Warga

Seputar Indo-nesia

Jumat, 4 Juli 2008 Mahadeva/ Moch.Fauzi

227 Permen Jadul Harian Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Talchah Hamid

228 Ke Kampung Nitiprayan Nonton Living Fossil

Minggu Pagi Minggu,6 Juli 2008 Abp

229 Dendang Masa Lalu di Masa Kini JogjaEducation Edisi III,Juli - Agus-tus 2008

Endri

230 Babad Kampung Dipentaskan Hari ini Mengupas Cerita Wewe Gom-bel Hingga Percintaan Wartawan

Bernas Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Surya Adi Lesmana

231 FKY Dikembangkan Ke Luar Vredeburg

Bernas Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Ant

232 Jadwal FKY 4 Juli 2008 Radar Jogja Jumat, 4 Juli 2008

233 Babad Kampung Upaya Mengenal dan Mengenang Kampung di Jogja

Radar Jogja Sabtu, 5 Juli 2008 Azam Sauki Adham

234 Kok Baru Dipasang Radar Jogja Sabtu, 5 Juli 2008 Azam Sauki Adham

235 Agenda FKY 6,7 Juli 2008 Harian Jogja Sabtu, 5 Juli 2008

236 Jadwal Acara FKY XX 5,6 Juli 2008 Kompas Sabtu, 5 Juli 2008

237 Agenda FKY 5,6 Juli 2008, Ledhok Tukangan Awali Babad Kampung

Koran Tempo Sabtu, 5 Juli 2008 Heru CN

238 Pementasan “Living Fossils” Kompas Sabtu, 5 Juli 2008 Arumtresnan-ingtyas Dayuputri

239 Living Fossils Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 5 Juli 2008 Eko Budiantoro

240 Jadwal Acara FKY XX 5,6 Juli 2008 - Perhelatan Babad Kampung FKY XX

Kedaulatan Rakyat

Sabtu, 5 Juli 2008

241 Pementasan Living Fossils di Ten-gah Sawah Menyatukan Kehidu-pan Manusia Dengan Tanah

Harian Jogja Rabu, 9 Juli 2008 Prihati Puji Utami

118 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 137: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

242 Dana Promosi Bakal Ditingkatkan “Festival Kesenian Yogyakarta Kurang Publikasi”

Harian Jogja Rabu, 9 Juli 2008 Prihati Puji Utami

243 Agenda Budaya Joglo Semar Rabu, 9 Juli 2008

244 Proteksi dengan Klasifikasi Radar Jogja Rabu, 9 Juli 2008 cw2

245 Sawung Jabo Jengah dengan Kebobrokan

Kompas Rabu, 9 Juli 2008 Erwin Edhi Prasetya

246 Deleilah Siapa Suruh Jadi Waria Radar Jogja Kamis , 7 Agustus 2008

Hermitianta

247 Teater Waria Seputar Indo-nesia

Kamis , 7 Agustus 2008

Jemi Andrea

248 Seni untuk Hak Asasi Kota ? Kompas Senin, 11 Agustus 2008

June 7th –August 7th 2008 119

Page 138: Festival Kesenian Yogyakarta 2008

No. RADIO TANGGAL TOPIK PEMBICARA WAKTu KETERAN-GAN

1 STAR(1x Talkshow)

18 Juni 08 PROGRAM INTERNASI-ONAL

Mb’Ilal 18.00-19.00 (Clear)

18 Juni 08 MARI ME-NONTON

M’Gembul 18.00-19.00 (Clear)

2 FEMALE(2x Talkshow)

18 Juni 08 PASAR RAYA Mb’Ratna Chyn-tia & M’Budi

15.00-16.00 (Clear)

1 Agustus 08 DELEILAH M’Joned 15.00-16.00

3 SONORA(3x Talkshow)

9 Juni 08 Mb’Ilal & M’Verry 11.00-12.00 (Clear)

6 atau 13 Juli 08 JOGJA ART FAIR

Mb’Sari 18.00-19.00

3 Agustus 08 BABAD KAM-PUNG

M’Yossi & M’Anton

18.00-19.00

4 GERONIMO(1x Talkshow)

26 Juni 08 PASAR RAYA (Sirkus Barok)

M’Ferry Nb; masih konfirmasi tanggal & waktu

26 Juni 08 MARI ME-NONTON

Mb’Ellida

5 RRI(2x Talkshow)

28 Juni 08 BINCANG-BINCANG AKHIR PEKAN

Mb’Ratna Chyn-tia& Alia Bioskop Pasar Raya

16.00-17.00 Nb; N’Faxs pembicara k’Nmr (512784 RRI)

7 Juli 08 ROUND TABLE

M’Yossi & M’Anton

19.30-20.30

6 SwaraJogja(1x Talkshow)

24 Juni 08 TENTANG FKY

16.00-17.00 Nb; masih konfirmasi

JaDwal talKshow raDIo

120 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008

Page 139: Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Page 140: Festival Kesenian Yogyakarta 2008