festival kesenian yogyakarta 2008
DESCRIPTION
Buku Laporan Festival Kesenian Yogyakarta 2008 Desain oleh Kotasis Kamar Desain 3x3x3, Yogyakarta, IndonesiaTRANSCRIPT
Publisher © 2009. Panitia Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
www.festivalkesenianyogyakarta.com
Translator Mubarika DFN, Camelia Tri Lestari, Imelda Fajar Puspaningrum
Cover Photo Dwi Prasetyo “Oblo: Budi Susanto
Prepress Kotasis Kamar Desain 3x3x3
Printing Cahaya Timur Offset, Yogyakarta
Edition 600 copies
PRINTED IN INDONESIA
© 2009. Designed by Kotasis Kamar Desain 3x3x3, Yogyakarta, IndonesiaGraphic Designer Hendra Harsono | Art Director Gamaliel W. Budihargawww.kotasis.com | [email protected]
June 7th –August 7th 2008 i
Daftar IsIContents
Daftar Panitia/Board of Committee iiSebuah Pengantar/Preface ivPembukaan & Pawai/Opening 5Babad Kampung 10
Ledhok Tukangan 15
Samirono 16
Kotagede 18
Suryowijayan 21
Mergangsan Kidul 23
Pandean 24
Kricak Kidul 28
Minggiran 30
Pajeksan 30
Teater “Deleilah”/ “Deleilah” Theatre Performance 34Program International/International Programme 42
Pantomim Mime Bizot/ Pantomime Show 45
Balet Rotterdam-New York/Rotterdam-New York Ballet 48
Pertunjukan Tari dan Akrobat/ Dance and Acrobat Performance 54
Pesta Musik/ The Music Party “PercuSOUNDS!!!” 57
Tari Kontemporer JCDN/Contemporary Dance Performance 60
Perfomance Art Living Fossils 62
Pasar Raya/The Festival Fair 66Jogja Art Fair#1 76The Onto’s: Mascot of FKY XX 2008 82Lampiran/Enclosure 92
Rekapitulasi Pemberitaan Media/Media Expose 106
Jadwal Talkshow Radio/Radio Talkshow Schedule 118
ii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
BoarD of CommItteefestIval KesenIan YogYaKarta XX 2008
Excecutive Director Aji Wartono
Artistic Director Agung Kurniawan
Senior Secretary Aisyah Hilal
Junior Secretary Melisa Angela
Treasurer Yustina W. Neni
Internal Researcher Sri Kuncoro
Office Boy Jadul Santosa
PuBLICATION
Coordinator Ratna Mufida
Branding Hendy Setiawan
Distribution Ahmad Syauki
Administrative Staff Ayu Fetriana Rosati
Media Center Anggit Tut Pinilih, Imam, Sovya Marda,
Ragil
OPENING & CARNIvAL
Coordinator Very Adrian
Assisten Coordinator Budi Santosa
Administrative Staff Citra Sudarmanto
BABAD KAMPuNG
Coordinator Yoshi Fajar Kresno Murti
June 7th –August 7th 2008 iii
Field Coordinator Anton Subiyanto
Ass. Field Coordinator Bagas Arga Santosa,
Antonius Fajar
Reporter Syafiatudina, Olivia Lewi
Artistic Assistant Eko Nuryono, Andi Sri Wahyudi,
Puthut Buchori
TEATER “DELEILAh”
Director Joned Suryatmoko
Line Producer Aniek Rusmawati
Music Arranger Ari Wulu
vocal Teacher Pancasona Aji
Artistic Director Pak Clink
ThE FESTIvAL FAIR
Director Bambang ‘Toko’ Witjaksono
Coordinator of Stands and Commerce Satya
Brahmantya
Ass. Coordinator of Stands and Commerce Iqbal
Reka Rupa, Baskoro Latu
Secretary Nobi Susilo
Treasurer Sintya Ratna
Ass. Treasurer Virissa Septavy Syamsadhiya
Programs Coordinator Very Adrian
Ass. Programs Coordinator Budi Santosa, Christy
Mahanani, Novi Christiastuti Adiputri
JOGJA ART FAIR#1
Director Heri Pemad
Secretary Sari Handayani
Treasurer Devi Triasari
Administrative Staff Emonk, Idealita
Guiding Tyas, Dian, Mia, Anggi
INTERNATIONAL PROGRAM
Coordinator Aisyah Hilal
Liason Officer Dina
DOCuMENTATION
Photographer Dwi Oblo, Arief Sukardono, Budi N.D.
Dharmawan, Ulet Ifansasti, Wisnu Ajisatria, Agung
Prasetyo, Saiful Anwar (JAF #1)
video 03 (Kosong Tiga) Multimedia Services
Technical Expert Novindra Diratara, Anto Hercules
In-house Designer Johanes Budi, Daniel Timbul Cahya
Krisna, Anang Saptoto (JAF #1)
vOLuNTEERING
Pasar Raya
Field Coordinator Koko, Herdi, Astowo
SPG/ Front Desk Yulia Angelina, Christa Helda Elim,
Laura Indah, Desma, Eskarina Andwika
Public Relation Sendi, Tiko, Jun, Ria
Liason Officer Tedjo, Wahyu, Daris, Feri, Iman, Dono,
Pethek, Ambar, Doyok, Pulung, Martin, Eric
Security Taqiyudin, Itus, Bowo, Wicaksono, Hernowo
Andriantono, Andre, Ali C Barata, Rizal Abu K, Munif
Stage Crew Caesar (Stage Manager), Erson Padapiran,
Gurit, Ibnu Widodo “Gundul” (Sri Rejeki), Wahyu Nur
Cahyo, Heru Fajar F, Dayat, Arif, Setyo
Master of Ceremony Cuwi, Gundi, Alit, Gundul Sri
Rejeki
FKY XX 2008’S POST EvEN CATALOGuE PRODuCTION
Translator Mubarika DFN, Camelia Tri Lestari, Imelda
Fajar Puspaningrum
Graphic Designer Hendra Harsono
Printing Cahaya Timur Offset Yogyakarta
Edition 600 copies
Publisher Panitia Festival Kesenian Yogyakarta XX
2008, www.festivalkesenianyogyakarta.com
iv Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Yogyakarta dikenal sebagai sebuah daerah dengan segudang kreativitas. Nyaris tak pernah putus sepanjang tahun, Yogyakarta dipenuhi penampilan produk-produk kreatif masyarakatnya, baik penampilan melalui wahana yang diprakarsai dan didanai oleh pemerintah maupun wahana swadaya dan swadana masyarakat. Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) adalah salah
satu wahana yang diprakarsai oleh masyarakat,
Yogyakarta is acknowledged as a region with loads of creativities. Coming close to endless activities throughout the year, Yogyakarta is filled up with the appearance of community creative products through the government-initiated and government-funded as well as community-contributed and community-funded media. Festival
Kesenian Yogyakarta (FKY) is a name for a
medium initiated by the society, to be exact
seBuah Pengantar PrefaCe
June 7th –August 7th 2008 v
tepatnya seniman, untuk menampung geliat
kreativitas masyarakat Yogyakarta. Seperti
yang telah dicanangkan pada tahun 2007
bahwa FKY merupakan sebuah festival yang
bersifat dinamis dengan mempertimbangkan
situasi dan kondisi terkini, yang berhubungan
dengan seni, budaya, sosial dan ekonomi,
sehingga FKY bisa menyentuh segenap lapisan
masyarakat.
Tema FKY XX 2008 adalah “Masa Lalu
Selalu Baru” yang diterjemahkan sebagai
artists, to accommodate the creativity writhes of
Yogyakarta society. As declared in 2007, FKY is a
dynamic festival considering the recent situation
and condition in relation to art, culture, social
and economy so that it may have an affect on all
social levels.
The theme of FKY XX 2008 is “Masa Lalu Selalu
Baru: The Past is New” translated as an effort
to recall historical memories and traditions
responded creatively and dynamically that
traditions always develop, today is the mirror of
vi Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
upaya menggali kembali ingatan-ingatan
akan sejarah dan tradisi yang disikapi secara
kreatif dan dinamis, bahwa tradisi selalu ber-
kembang, masa sekarang merupakan cerminan
dari masa lalu, dan masa lalu merupakan
pijakan untuk melangkah ke depan. Tema ini
kemudian menjadi pijakan para pelaku ke-
giatan. Dengan demikian maka tiga pilar FKY
yang berhubungan dengan Pengembangan,
Pendidikan, dan Pelestarian seni dan budaya
dapat terwujud melalui peristiwa kesenian di
dalam pelaksanaan FKY. Fokus aktivitas FKY XX
2008 adalah seni pertunjukan. FKY XX 2008
dimaknai sebagai pesta rakyat yang nyeni, dalam
artian FKY XX 2008 tidak hanya pesta seni
milik para seniman saja tetapi juga pesta seni
milik seluruh masyarakat Yogyakarta. Dalam
konteks pemaknaan ini—sekaligus melanjutkan
salah satu tugas Panitia Penyelenggara yaitu
mempopulerkan kembali FKY sebagai pesta seni
milik rakyat Yogyakarta—maka program utama
FKY XX 2008 dirancang menyebar secara lokasi
pelaksanaannya, dan secara partisipatif dari sisi
sifat program, yang melibatkan seluas mungkin
warga masyarakat Yogyakarta dan gaung yang
diharapkan meluas keluar Yogyakarta secara
nasional bahkan internasional.
Tiga program utama FKY XX 2008 yang kental
mengeksplorasi seni pertunjukan adalah Babad
Kampung, Teater Musikal “Deleilah Tak Ingin
Pulang dari Pesta”, dan Program Internasional.
Program Babad Kampung melibatkan 9
kampung, yang dipilih karena proses tumbuhnya
kampung-kampung tersebut berkaitan dengan
the past and the past is the stepping point
to act in the future. This theme becomes
the principle for the art communities.
Therefore, the three pillars of FKY relating to
Development, Education and Conservation of
art and culture can be achieved by art events
in the implementation of FKY. The focus of
FKY XX 2008 is performing arts. The FKY XX
2008 is an artistic people festival, meaning
that FKY XX 2008 does not only belong
to artists but Yogyakarta society entirely.
In this context ─as to carry on the task of
the Committee to repopularize FKY as an
art celebration for Yogyakarta people─the
main program of FKY XX 2008 is designed
separately in terms of location, participatoryly
from the side of program character involved
as many Yogyakarta people as possible and
the reverberation was hoped to be widespread
nationally and internationally.
The three main programs of FKY XX 2008
strongly explored the performing arts are
Babad Kampung (Kampong’s History), Musical
Theater “Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta”
(”Deleilah Don’t Wanna Go Home from the
Party”), and International Program.
Babad Kampung brought in 9 kampongs
selected due to their growing process relating
to the evolution of Yogyakarta. FKY invites
the people living in kampongs to recall the
existed traditions in the past and or existing
ones and perform art and culture potentials
settling in their kampongs now. As a matter
fact, through the program of Babad Kampung,
June 7th –August 7th 2008 vii
sejarah perkembangan Yogyakarta. FKY
mengajak masyarakat kampung untuk
menggali kembali tradisi-tradisi yang pernah
ada dan/atau selama ini hidup di kampung
mereka, serta menampilkan potensi-potensi
seni dan budaya yang ada di kampung
mereka saat ini. Dengan demikian, melalui
penyelenggaraan Babad Kampung masyarakat
tidak hanya menjadi penonton pasif,
melainkan pelaku dan kreator, yang pada
akhirnya mampu mengembalikan kekuatan
ruh kesenian di kampung mereka sendiri.
Program ini mendapat sambutan antusias dari
kampung-kampung peserta. Melalui proses
kerja selama lebih dari tiga bulan—mulai
dari persiapan hingga pelaksanaan puncak
the communities do not become such passive
audiences but active doers and creators who
finally enable to restore the spirit of art in their
own kampongs. Those participating kampongs
welcome the program in great enthusiasm.
Through the collaborative process for more
than 3 months─from the preparation to the
implementation of peak program─the kampong
dwellers show dynamic articulation process upon
their kampong uniqueness and their attitude
upon long time “vanished” traditions in their
kampongs so that new creations come out.
The Musical Theater of “Deleilah” is a new
breakthrough in the vocabulary of performing
arts creation in Yogyakarta. This theater is a
viii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
acara—masyarakat kampung menunjukkan
proses artikulasi yang dinamis atas kekhasan
tradisi kampung mereka, penyikapan mereka
atas tradisi-tradisi yang sudah lama “hilang” di
kampung mereka, sehingga pada akhirnya me-
munculkan kreasi-kreasi baru.
Pertunjukan Teater Musikal “Deleilah” adalah
terobosan baru dalam khasanah penciptaan seni
pertunjukan di Yogyakarta. Teater ini merupakan
proyek seni pertunjukan yang secara khusus
digarap untuk FKY XX 2008 (commissioned
project) yang mengajak keikutsertaan kaum
waria untuk mengambil peran dalam pemen-
tasan tersebut. Dimulai dengan penyebaran publi-
kasi untuk pencarian bakat, dilanjutkan dengan
rangkaian kursus bernyanyi, menari, dan akting,
kemudian latihan-latihan setiap hari yang penuh
aturan dan kedisiplinan.
Program Internasional merupakan ajang dialog antar pelaku dan pemangku kesenian di Yogyakarta dengan medan seni internasional. Dalam penyelenggaraannya FKY bekerja sama dengan lembaga-lembaga kebudayaan (di dalam dan luar negeri), kedutaan-kedutaan asing, maupun seniman secara pribadi yang dinilai memiliki kesesuaian profil dengan tema FKY XX 2008. Seniman-seniman asing tidak
hanya mementaskan karyanya, tetapi juga me-
lakukan workshop dan berkolaborasi dengan
seniman-seniman lokal sehingga terbangun
dialog budaya, proses alih dan pertukaran ide
commissioned project for FKY XX 2008 having
the participation of a group of transvestites
to take role in the performance. It begins with
the publication distribution for talent hunting,
continued with a series of singing, dancing
and acting courses and followed by strict and
disciplined daily rehearsals.
The International Program is a dialogue space between the activists and artists in Yogyakarta and the international art ground. In the implementation, FKY collaborates with cultural organizations (domestic and international), foreign embassies and artists individually considered holding related profiles with the theme of FKY XX 2008. The foreign artists not only
show their performances but also conduct
workshops and work together with the local
artists so that cultural dialogue is raised as
a process of switching and sharing ideas as
well as technology. This time, the participating
countries are the Netherlands, France, India
and Japan. By way of the International Program
implementation, FKY is more recognized in the
international level.
The FKY XX 2008 also responds to art
development from the side of economy,
therefore Pasar Raya (Festival Fair) is carried
out. It is not only the creative industry parties
occupying in it but the supporting communities
and institutions. Pasar Raya can be a display
June 7th –August 7th 2008 ix
serta teknologi. Kali ini negara-negara yang
berpartisipasi adalah Belanda, Prancis, India,
dan Jepang. Melalui penyelenggaraan Program
Internasional, FKY menjadi lebih dikenal di
tataran internasional.
FKY XX 2008 juga merespon perkembangan
seni dilihat dari segi ekonomi, oleh karena
itu maka Pasar Seni yang pada FKY XX
2008 disebut dengan Pasar Raya tetap
diselenggarakan. Tidak hanya para pelaku
industri kreatif yang terlibat di dalamnya,
tetapi juga komunitas dan lembaga-lembaga
pendukungnya. Pasar Raya bisa menjadi
etalase bagi promosi produk-produk dan
kegiatan mereka. Program rintisan dari Pasar
Raya FKY XX 2008 adalah program Orang Tua
Asuh, berupa dukungan pinjaman modal bagi
pelaku industri kreatif dan kerajinan yang
area to promote their products and activities.
The pioneer project of Pasar Raya FKY XX 2008
is Foster Parents program in the form of capital
loan support for the creative industry parties
and craftsmen, who have good quality products
but do not have enough resource to lease the
stand and to expose their activities and products.
Craftsmen and donors welcomed the program
intensely. More than 25% of the stand users of
Pasar Raya are elements of Foster Parents of
Pasar Raya FKY XX 2008.
Besides Pasar Raya, the Committee of FKY XX
2008 respond to the booming of visual arts
market in Indonesia by holding a visual arts
bazaar “Jogja Art Fair”. Jogja Art Fair (JAF)#1 is
a relatively new program although it is similar
to Visual Arts Bazaar held several times in the
previous FKY. However, JAF#1 has a distinctive
x Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
memiliki produk bagus dan layak tampil tetapi
tidak mampu membeli stand dan berpameran.
Panitia FKY XX 2008 mencarikan donatur atau
Orang Tua Asuh untuk pengrajin yang memenuhi
kriteria sebagaimana tersebut di atas. Program
ini mendapat sambutan yang bagus, baik dari
pengrajin maupun dari donatur. Lebih dari 25%
pengisi stand Pasar Raya merupakan bagian
dari Program Orang Tua Asuh Pasar Raya FKY XX
2008.
Selain Pasar Raya, Panitia FKY XX 2008 juga
merespon booming pasar seni rupa di Indonesia
dengan menyelenggarakan bursa seni rupa
“Jogja Art Fair”. Jogja Art Fair (JAF)#1 merupakan
program yang bisa dikatakan baru, meskipun
serupa dengan Bursa Seni Rupa yang telah
beberapa kali dilaksanakan di FKY. Namun
JAF#1 mempunyai format yang khas dengan
mengacu pada penyelenggaraan art fair skala
internasional seperti Beijing Art Fair, Melbourne
Art Fair, Shanghai Art Fair, dan lain sebagainya.
Beberapa keberhasilan penyelenggaraan JAF#1
yang bisa dicatat adalah: tingginya antusiasme
seniman peserta dan para kolektor seni rupa,
ketercapaian target yang dicanangkan oleh
Panitia Penyelenggara, bahkan JAF#1 banyak
mendapat pujian sebagai ajang seni rupa yang
menyegarkan dan baru. Selain itu, bursa seni
rupa juga merupakan ajang fundraising bagi
penyelenggaraan FKY XX 2008.
Selain kegiatan-kegiatan di atas, FKY XX 2008
kali ini juga mencoba mencari terobosan
dan ragam alternatif praktik kerja publikasi
dan pemanfaatan media komunikasi untuk
format referring to the implementation of in-
ternational-scaled art fair like Beijing Art Fair,
Melbourne Art Fair, Shanghai Art Fair and the
like. Some achievements in JAF#1 noted are
the great enthusiasm of the participating arti-
sts and visual arts collectors; target fulfillment
achieved by the Committee; and JAF#1 even
receives immense compliments as a refreshing
and new visual arts space. Moreover, visual
arts bazaar also functions a fundraising space
for the implementation of FKY XX 2008.
To add up, FKY XX 2008 makes an attempt to
find a breakthrough and alternative ways to pu-
blication practices and communication media
utilization to socialize FKY XX 2008 widely. The
Division of Media and Publication work on it
by extending information distribution pouches
and promotion of FKY. The sectors excluding
from the work so far—the primary sectors are
the supporting infrastructure of Yogyakarta
tourism—become the target priority for part-
nership such as starred hotels to backpackers
hostels, bus corporations, taxis, government
institutions, public spaces like department
stores, malls, cultural venues, airports, railway
stations, distros, cafés, informal institutions,
galleries, and kampongs. Mass media (printed,
audiovisual, and online media) participated
even more with higher intensity of coverage
portion. Moreover, FKY provides personal infor-
mation service via short message services and
emails. From a series of media and publication
attempts, it is hoped that the reverberation of
FKY implementation can reach broader social
levels.
June 7th –August 7th 2008 xi
mensosialisasikan FKY XX 2008 seluas-
luasnya. Divisi Media & Publikasi melakukan-
nya dengan memperluas kantong-kantong
distribusi informasi dan promosi FKY. Sek-
tor-sektor yang selama ini belum banyak dili-
batkan—utamanya infrastruktur pendukung
wisata Yogyakarta—menjadi prioritas target
kemitraan, misalnya hotel-hotel dari yang
berbintang hingga tipe melati, perusahaan
armada bus, taksi, instansi pemerintah,
hingga ruang-ruang publik seperti pasar
swalayan, mall, kantong-kantong budaya,
bandara, stasiun kereta api, jaringan distro,
café, lembaga-lembaga informal, galeri, dan
kampung-kampung. Media cetak dan audio
visual juga semakin banyak yang terlibat,
dengan intensitas dan porsi peliputan yang
semakin tinggi. FKY juga melakukan pela-
yanan informasi personal melalui SMS dan
surat elektronik. Melalui rangkaian upaya
media dan publikasi ini diharapkan gaung
penyelenggaraan FKY menjangkau seluas
mungkin lapisan masyarakat.
Dari penyelenggaraan FKY XX 2008 kali ini,
Yogyakarta menampilkan unsur-unsur sebuah
masyarakat kreatif secara mengemuka,
misalnya melalui unsur diversity (keragaman);
ekspresi seni yang ditunjukkan dalam
pertunjukan seni maupun gaya hidup;
keterlibatan sektor-sektor informal sebagai
pendukung industri kreatif; tradisi yang
berkembang, baik secara konten maupun
regenerasi pelakunya; makin luas dan
tersebarnya lokasi penyelenggaraan acara
dan juga masyarakat yang mengapresiasi dan
From the implementation of FKY XX 2008,
Yogyakarta presents the elements of a leading
creative society for instance through the
elements of diversity; art expression shown in
the art performances and life styles; involvement
of informal sectors as the creative industry
supporters; developing traditions in terms
of content and regeneration; expanding and
spreading implementation locations as well as
audiences who appreciate and participate; the
building of local-global/international cultural
networks and rise of local product capacity in the
festival.
xii Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
berpartisipasi; terbangunnya jejaring budaya
lokal-global/internasional; serta tampilnya
kekuatan produk-produk lokal dalam festival.
Meskipun belum seluruhnya target tercapai
dalam penyelenggaraan FKY kali ini, atau
bisa dikatakan sudah tercapai namun dalam
beberapa hal masih belum memuaskan dan
perlu dikembangkan atau diperbaiki lagi,
kami bisa nyatakan bahwa FKY XX 2008 telah
berhasil dalam mengimplementasikan misi
dan visinya. Semoga FKY masih akan terus
berlangsung dan penyelenggaraannya akan
terus membaik dengan segenap dukungan ma-
syarakat, pemerintah, dan seluruh pemangku
kepentingannya. Bagaimanapun juga FKY
masih diperlukan sebagai salah satu media
yang mewadahi semangat kreativitas untuk
memunculkan hal-hal baru dalam upaya
pengembangan seni dan budaya di Yogyakarta.
Aji Wartono
[DIREKTUR EKSEKUTIF FKY XX 2008]
Although the targets have not been completely
achieved in this implementation or to be
said achieved although in some ways it has
not been satisfying and necessitates to be
developed or improved more, we can say that
FKY XX 2008 manages to implement the
mission and vision. May FKY prolong and its
implementation will be better and better with
the full support of the society, government and
stakeholders. In short, FKY is still required as
a medium to accommodate creativity spirits to
transpire new things in the development of art
and culture in Yogyakarta.
Aji Wartono
[EXECUTIVE DIRECTOR FOR FKY XX 2008]
June 7th –August 7th 2008 1
festIval KesenIan YogYaKarta (fKY) XX 2008/the 20th festIval KesenIan YogYaKarta 2008
7 Juni – 7 Agustus 2008/June 7th – August 7th 2008
2 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 3
4 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 5
”Jogja Tumplek Bleg” menjadi awal dari keseluruhan rangkaian kegiatan FKY XX 2008, berupa pawai di sepanjang Jalan Malioboro, dengan rute mulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali dan berakhir di panggung kehormatan yang didirikan di seberang Museum Benteng vredeburg. Pawai ”Jogja Tumplek Bleg” secara berurut menampilkan defilé Pasukan Dalmas Poltabes Kota Yogyakarta, Marching Band
Universitas Pembangunan Nasional (UPN)
Yogyakarta, Gugus Pramuka SMP Kanisius
Wates, Marching Band Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta, Komunitas
PawaI PemBuKaan/oPenIng ParaDe
”Jogja Tumplek Bleg”7 Juni 2008, pukul 14.00-17.30 WIB, di sepanjang Jalan Malioboro/
7 June 2008 at 2 – 5.30 pm, along Malioboro Street
”Jogja Tumplek Bleg” initiates the whole activities of FKY XX 2008, performed in a parade from Abu Bakar Ali Parking Area and ended at the stage across the Museum of Fort vredeburg. The parade shows sequentially a series of performances of Dalmas (Anti Riot Police Squad) defilé of Poltabes (City Police Department) Yogyakarta, Marching Band of Universitas
Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta,
Pramuka (Girl and Boy Scouts) Cluster of SMP
Kanisius Wates, Marching Band of Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Transsexual
Community under the coordination of Keluarga
Besar Waria Yogyakarta (KEBAYA) and is
closed with the performances of nine kampong
6 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Waria di bawah koordinasi Keluarga Besar
Waria Yogyakarta (KEBAYA), dan ditutup oleh
perwakilan sembilan kampung peserta Babad
Kampung FKY XX 2008, yakni: Kampung
Minggiran, Kotagede, Pajeksan, Ledhok
Tukangan, Suryawijayan, Samirono, Kricak,
Pandean, serta Mergangsan Kidul. Legenda
pantomim Yogyakarta Jemek Supardi berperan
sebagai Panglima Seni memimpin rangkaian
defilé. Tema Pawai Pembukaan dirancang untuk
menampilkan keragaman elemen masyarakat
Yogyakarta dengan berbagai ekspresi seni—
melalui tampilan baris berbaris, warna-warni
seragam, koreografi gerak barisan—hingga
respon masyarakat kampung terhadap tema
besar FKY XX 2008 ”Masa Lalu Selalu Baru”
melalui tampilan dolanan anak jaman dulu
seperti wayang ongkrek, egrang, jaranan; lagu
representatives as the participants of history
of Kampong FKY XX 2008 that are Minggiran,
Kotagede, Pajeksan, Ledhok Tukangan,
Suryawijayan, Samirono, Kricak, Pandean and
Mergangsan Kidul. The pantomime legend
of Yogyakarta, Jemek Supardi, leads the
process of defilé. The theme of the Opening
Parade is designed to demonstrate the
diversity of Yogyakarta society elements with
a large number of art expressions—through
the marching lines, colorful uniforms and
choreography—and kampong-dwellers
responses to the major theme of FKY XX 2008
“The Past is Always New” with the presentation
of old children plays like wayang ongkrek,
egrang, jaranan; old children songs; jathilan
and ledhek gogek signifying the street arts of
Yogyakarta.
June 7th –August 7th 2008 7
anak-anak jaman lama; jathilan, serta ledhek
gogek yang pernah menjadi penanda seni
jalanan di Yogyakarta.
Gubernur Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana
X, secara resmi membuka rangkaian FKY
XX 2008 ditandai dengan memasukkan
uang ke dalam tabungan berujud boneka
keramik dari tokoh wayang Ontoseno yang
menjadi maskot FKY XX 2008 sebagai
lambang bahwa festival seni di kota budaya
merupakan sebuah investasi. Bersama Sri
Sultan Hamengkubuwana X, beberapa pelaku
aktif penyelenggaraan festival di Yogyakarta—
semisal: Festival Kethoprak, Festival
Sendratari, Festival Seni Anak, Ngayogjazz
Festival, Asia Tri Jogja, Jogja-NETPAC Asian Film
Festival, dan Yogyakarta Contemporary Music
Festival—turut memasukkan uang ke dalam
tabungan tersebut.
The Governor of the Province of Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwana
X, opened FKY XX 2008 officially signed in with
inserting some coins into a ceramic Ontoseno-
designed piggy-bank—Ontoseno is the mascot
of FKY XX 2008—as a sign that the art festival in
the cultural city is an investment. Along with him,
many members of the participating groups in the
festival such as Kethoprak Festival, Sendratari
Festival, Children Art Festival, Ngayogjazz
Festival, Asia Tri Jogja, Jogja-NETPAC Asian Film
Festival and Yogyakarta Contemporary Music
Festival took part in this activity.
After the opening ceremony by Sri Sultan
Hamengkubuwana X at the stage in front of
thousands of Yogyakarta people, he then opens
the door of the Fort Vredeburg as one of arenas
to symbolize the beginning of Jogja Art Fair
FKY XX 2008 (7 June – 7 July 2008). From the
afternoon till evening of the day, it is estimated
8 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 9
Setelah seremoni Pembukaan dilakukan oleh
Sri Sultan Hamengkubuwana X di panggung
kehormatan di hadapan ribuan masyarakat
Yogyakarta, beliau kemudian membuka pintu
Benteng Vredeburg sebagai salah satu arena
Pasar Raya sebagai tanda dimulainya Pasar
Raya FKY XX 2008 (7 Juni-7 Juli 2008). Di sore
hingga malam hari itu diperkirakan puluhan
ribu masyarakat Yogyakarta menyaksikan
Pawai Pembukaan FKY XX 2008 dan
selanjutnya menikmati suguhan acara dan
tampilan lebih dari 100 stand di area Pasar
Raya FKY.
that there are thousands of people watching the
Opening Parade of FKY XX 2008 and enjoy the
programs as well as displays of more than 100
stands in the area of Jogja Art Fair FKY.
10 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 11
BaBaD KamPung fKY XX 20084 Juli - 3 Agustus 2008, di Sembilan Kampung Kota Yogyakarta
12 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
The program “Babad Kampung” (can be freely translated as “Kampong’s history”) was an initial yet principal program in 20th FKY 2008. It was a series of performing arts program carried out in several kampongs in Yogyakarta as a collective medium (collective-communal) to “stimulate”, celebrate, and position the enchanting unique historical real stories of kampongs. In this program, performing
arts functioned as a medium in the forms of
contemporary arts or traditional arts, as well
Program Babad Kampung menjadi program baru bagi perhelatan Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008. Babad Kampung merupakan program seni pertunjukan di kampung-kampung Kota Yogyakarta sebagai media kerja bersama-sama (secara kolektif-komunal) untuk “menggugah”, merayakan dan mengambil posisi pada sejarah kampung yang nyata, yang punya akar, yang unik dan menarik. Dalam program Babad Kampung
ini seni pertunjukan berfungsi sebagai media,
yang bisa berwujud seni kontemporer atau
June 7th –August 7th 2008 13
as the combination of both categories. Babad
Kampung invited and involved nine Yogyakarta
kampongs; Pajeksan, Pandean, Suryowijayan,
Minggiran, Mergangsan Kidul, Kricak Kidul,
Samirono, Dolahan-Kotagede, and Ledhok
Tukangan.
Those nine kampongs had entirely offered things
in their limitation and flexibility in welcoming
and participating in a-full-month event from
July 4th to August 3rd 2008 under the theme:
“Kampong’s Past is City’s Future”. The program
series manifested in such assorted activities as
sudden markets, traditional food markets, child
traditional plays, kampong competitions, and
seni tradisi atau gabungan kedua-duanya.
Babad Kampung FKY XX 2008 mengajak
dan melibatkan masyarakat dari sembilan
kampung Yogyakarta, yakni: Pajeksan,
Pandean, Suryowijayan, Minggiran,
Mergangsan Kidul, Kricak Kidul, Samirono,
Dolahan-Kotagede, dan Ledhok Tukangan.
Sembilan kampung telah ngecakke apa
wae dalam keterbatasan dan kelenturannya
menyambut dan mengerjakan perhelatan
sebulan penuh rangkaian pementasan Babad
Kampung FKY XX 2008, yang berlangsung
dari tanggal 4 Juli-3 Agustus 2008. dengan
mengambil tema: “Masa Lalu Kampung Masa
14 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
the performances of teen-bands, keroncong
(kind of popular and traditional music), wayang
cangkem (shadow puppet performance which
gamelan music replaced by music produced
orally), singiran macapatan (singing without
music, usually brings message of goodness),
kethoprak (traditional theater), comedy, opera,
and theater as the manifestation of collective
arts as a communal collaborative works. It was
of art as language, combined with narrative
investigations of the dynamic concrete local
kampongs’ history. The implementation was in
accordance with the FKY’s main theme: “Masa
Lalu Selalu Baru /The Past is New”.
Depan Kota”, rangkaian acara Babad Kampung
ini diisi oleh berbagai bentuk olahan kampung,
seperti: pasar tiban, pasar makanan tradisional,
dolanan bocah, lomba-lomba kampung, band-
band remaja, keroncongan, wayang cangkem,
singiran macapatan,... serta pentas-pentas
kethoprak, dagelan, operet, teater,... sebagai
wujud kolektivitas seni sebagai kerja bersama.
Seni sebagai bahasa yang diramu melalui
investigasi lisan kisah dan sejarah kampung-
kampung setempat yang konkret dan dinamis.
Sesuai tema FKY XX 2008 kali ini, The Past is
New: Masa Lalu Selalu Baru.
June 7th –August 7th 2008 15
Ledhok Tukangan KampongAs the initial performer in Babad Kampung
Program, Ledhok Tukangan demonstrated rare
kampong potential possibly hardly-found in
other ones. From Friday, July 4th to Sunday, July
6th 2008, Ledhok Tukangan shared cultural
activities to Yogyakarta communities. People
could see them in the performance night from
7.00 to 11.00 pm. The Mayor of Yogyakarta—
Herry Zudianto—launched the ceremony.
The activities were in full-three-day agenda; a
very old kampong market displaying 15 stands
on kitchen kits, accessories, food, handicrafts,
and batiks. Children playground stood among the
stands with old playing versions of cublak-cublak
Ledhok TukanganSebagai kampung yang menjadi titik awal
permulaan acara Babad Kampung FKY
XX 2008, Tukangan menampilkan potensi
kampung yang mungkin tidak ditemui di
kampung-kampung lainnya. Sejak hari Jumat
4 Juli 2008 sampai Minggu 5 Juli 2008
Tukangan telah berbagi budaya dengan
masyarakat Yogyakarta lainnya. Mulai dari
jam tujuh malam hingga jam sebelas malam
pertunjukan Babad Kampung bisa dilihat di
sana. Pembukaan Babad Kampung Ledhok
Tukangan dibuka oleh Walikota Yogyakarta
Herry Zudianto.
Agenda acara selalu ada setiap hari selama
3 hari, yaitu pasar kampung tempoe doeloe
16 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
suweng, dolanan, jamuran, and pasaran.
There was also kampong’s documentation
exhibition of “Tok-tok Galeri” showing aged
kampong photos. In addition, on Friday,
Babad Kampung in Ledhok Tukangan came
to an end with the prime performance of
kethoprak entitled “Geger Ledhok Tukangan”.
The story was about Ledhok Tukangan in
the past, which had been labeled with “bad”
image. People said that it was the kampong
of bad people with several ghost myths. As
such, the kampong members intended to
show to Yogyakarta community that Ledhok
Tukangan had significantly changed from
the past’s image. Those who took part in
the performance were from 7 to 56-year-old
ones. On Saturday around 8.00 pm, the young
people flocked together in Koes Plus Kampung
acoustic performance.
Samirono KampongExperiencing Babad Kampung in Samirono
was similar to getting in to the time machine.
In a two-day agenda from July 11th to 12th
2008, audience could enjoy two categories of
art and culture programs in the present and
past period.
yang menampilkan 15 stand di antaranya ada
stand alat dapur, aksesoris, makanan, kerajinan,
dan batik. Di sela-sela stand tersebut ada
area dolanan bocah yang akan menampilkan
dolanan anak seperti cublak cublak suweng,
dolanan, jamuran, dan pasaran. Selain stand
tersebut, setiap harinya ada pameran “Tok-tok
Galeri”, foto-foto kenangan di kampung tersebut.
Sementara itu, pada hari Sabtunya sekitar
jam delapan malam pentas dimeriahkan oleh
akustikan Koes Plus Kampung oleh anak-anak
muda Ledhok Tukangan. Pada hari Jumatnya,
Babad Kampung di Ledhok Tukangan ditutup
dengan pentas utama kethoprak “Geger Ledhok
Tukangan”. Ketoprak Geger Ledhok Tukangan
ini bercerita tentang area Tukangan tempo dulu
yang memiliki citra “buruk” di mata masyarakat.
Terkenal sebagai kampungnya orang jahat dan
berbagai mitos hantu adalah citra yang melekat
di kampung ini. Oleh karena itu, dalam Babad
Kampung ini, warga Ledhok Tukangan ingin
menunjukkan kepada mastarakat Yogyakarta
bahwa Ledhok Tukangan yang sekarang sangat
berbeda jauh dengan yang dulu. Sementara itu,
untuk para pemainnya, mulai dari umur 7 tahun
hingga 56 tahun ikut berpartisipasi.
SamironoPengalaman menyaksikan acara Babad
Kampung FKY XX 2008 di kampung Samirono,
menyerupai sebuah perjalanan menggunakan
mesin waktu. Selama dua hari penyelenggaraan
acara, yaitu tanggal 11-12 Juli 2008, pengunjung
disajikan bentuk kesenian dan kebudayaan dari
dua masa, yaitu masa lalu dan masa sekarang.
June 7th –August 7th 2008 17
On the first day, Saturday, July 11th 2008,
Samirono presented traditional reading on
panembromo, macapat, and singiran. The
activity started on 8.00 pm, preceded by the
speeches of the Babad Kampung Coordinator in
Samirono—Bagong—and the Executive Director of
20th FKY 2008, Aji Wartono.
After the speech, the audience could enjoy
panembromo. Panembromo is a traditional
Javanese singing performance with traditional
music. SLENK (Suka Lelangen Edhi Ning
Macapat) community was the subsequently
performer, followed by performance of macapat.
It presented 2 traditional songs; Pangkur and
Dandang Gula.
Pada hari pertama, Sabtu, 11 Juli 2007,
kampung Samirono menyajikan kesenian-
kesenian tradisional seperti panembromo,
macapat, dan singiran. Acara yang dimulai
sekitar pukul 8 malam, dibuka terlebih dahulu
oleh sambutan dari koordinator program
Babad Kampung di Samirono, yaitu Bagong
dan sambutan dari Direktur FKY XX 2008, Aji
Wartono.
Setelah sambutan, acara dimulai dengan
suguhan kesenian panembromo. Panembromo
merupakan sebuah pementasan yang menam-
pilkan nyanyian tembang Jawa diiringi alat
musik tradisional. Pada pementasan kali ini,
musik dibawakan oleh komunitas yang berasal
dari Samirono, yaitu komunitas SLENK (Suka
Lelangen Edhi Ning Macapat). Penampilan
18 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
The climax activity was the performance
of Singiran. Singiran is singing in a group
followed by the reading of dzikir and tahlil
(Moslem prayers), the audience then followed
the praying, at the end both performers and
audience involved in the performance. The
themes were about life cycle from birth to
death. According to Slathem—the Panembromo
and Macapat Coordinator—Samirono held
Singiran on Kliwon Tuesdays.
On the second day, Sunday, July 12th 2008,
the audience enjoyed theater performed by the
community members including young people
living in the boarding houses around the area.
The theater was about a journalist doing
research on art elements in Samirono and the
interaction with the surrounding.
Kotagede KampongIn Babad Kampung, the community of
Kotagede gave a rise to traditional arts &
culture. The program was held on Sunday,
July 13th 2008 covering culinary park and
performances of macapat, wayang, and
kethoprak.
The program started on with the opening of
Culinary Park at 10.00 am until noon. The
Culinary Park served various traditional snacks
kedua, yaitu macapat, juga berasal dari warga
Samirono. Pada macapat ini, dibawakan dua
tembang, yaitu Pangkur dan Dandang Gula.
Puncak acara adalah penampilan kesenian
Singiran. Singiran menampilkan beberapa
orang yang menyanyikan tembang diiringi
nyanyian dzikir tahlil oleh penonton. Sehingga,
penonton dan penyanyi sama-sama terlibat
dalam pementasan tersebut. Tema yang
diangkat dalam tembang singiran, adalah proses
hidup manusia, mulai dari kelahiran hingga
kematian. Menurut Slathem, koordinator pentas
panembromo dan macapat, kesenian singiran ini
diadakan di Samirono setiap Selasa Kliwon.
Pada hari kedua, Minggu, 12 Juli 2008,
pengunjung disajikan pertunjukan teater yang
dimainkan oleh warga, termasuk anak kost yang
tinggal di sekitar kampung Samirono. Teater ini
mengangkat cerita mengenai wartawan yang
meneliti bentuk-bentuk kesenian di Samirono
dan interaksinya dengan masyarakat sekitar.
KotagedePada pelaksanaan program Babad Kampung FKY
XX 2008 warga Kotagede berusaha mengangkat
budaya dan kesenian tradisional. Acara yang
berlangsung pada hari Minggu, 13 Juli 2008,
mencakup taman kuliner, pementasan kesenian
macapat, wayang, dan kethoprak.
Kegiatan dimulai dengan pelaksanaan taman
kuliner pada pukul 10 pagi hingga siang hari.
Taman Kuliner Kotagede menyajikan berbagai
June 7th –August 7th 2008 19
like kipo originated in Kotagede.
Keroncong performance
complemented the Culinary
Park.
The program was continued in
the evening with the first speech
from the Culture Department
Head of Yogyakarta Province,
Ir. Condroyono and Kotagede’s
Babad Kampung Coordinator,
Erwito Wibowo. After having
the speech and ceremonial
procession, the programs
followed with the performance
of macapat and karawitan
group.
After having macapat
performance as the welcoming
macam aneka jajanan pasar, termasuk
kipo, panganan tradisional khas Kotagede.
Taman kuliner ini juga dimeriahkan dengan
penampilan grup keroncong.
Acara berlanjut pada malam hari, diawali
dengan sambutan Kepala Dinas Kebudayaan
Yogyakarta, Ir. Condroyono dan koordinator
panitia Babad Kampung Kotagede, Erwito
Wibowo. Setelah sambutan dan beberapa
prosesi seremonial, pementasan dibuka
dengan penampilan macapat dari kelompok
karawitan Kotagede.
Setelah macapat—yang dilakukan sebagai
bentuk penyambutan tamu—pementasan
dilanjutkan dengan pertunjukan wayang.
Pertunjukan wayang dengan dalang Ki
Wardjudi Wignyo Sworo, merupakan sebuah
bentuk kesenian wayang model baru, yang
20 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
tradition, the audience enjoyed wayang
(puppet shadow performance). Ki Wardjudi
Wignyo Sworo, the dalang (the puppetmaster)
performed a new wayang model called as
wayang wisata. The narrative was about a
foreigner who was taken in a tour in Kotagede
guided by the local village’s head.
The program continued with the performance
of kethoprak ongkek from Kotagede kethoprak
group, Pusaka Mataram. The group performed
“Ki Ageng Paker Lan Mbok Rondo Bodon”.
The narrative was taken from a legend living
in the community telling about the journey of
Ki Ageng Paker who brought a pumpkin to be
presented to King Brawijaya IV. At the end,
they found out that the pumpkin containing
jewelries.
Those traditional performances pulled the
attention of community members. Eventually,
a number of audiences came from other areas
outside Kotagede like Gunung Kidul (approx.
50 km) and Bantul (approx. 20 km). Although
they finished at 1.30 am, but the audience
kept on following the program until they were
over.
disebut wayang wisata. Wayang wisata kali ini
menampilkan cerita mengenai tamu warga asing
yang berwisata ke Kotagede dengan dipandu
oleh lurah setempat.
Pementasan berlanjut dengan penampilan
kethoprak ongkek dari kelompok ketoprak
Pusaka Mataram, Kotagede. Kethoprak ini
menampilkan lakon Ki Ageng Paker Lan Mbok
Rondo Bodon. Lakon yang berasal dari cerita
rakyat yang berkembang di masyarakat Kotage,
menampilkan kisah mengenai perjalanan Ki
Ageng Paker membawa labu pemberian Raja
Brawijaya IV. Di akhir cerita, dikisahkan bahwa
ternyata labu tersebut berisi perhiasan.
Pementasan kesenian tradisional ini cukup
mendapat perhatian dari beberapa masyarakat
Kotagede. Bahkan terdapat pula penonton yang
berasal dari luar Kotagede, seperti Gunung Kidul
dan Bantul. Walaupun acara baru selesai pada
pukul 01.30 dini hari, namun beberapa penonton
tetap setia menyaksikan pementasan kethoprak
tersebut hingga usai.
June 7th –August 7th 2008 21
Suryowijayan KampongBabad Kampung in Suryowijayan was on
Saturday, July 19th 2008 and turned to be a
People Festival for the Suryowijayan community.
Various activities were held and managed to be
eye-grabbing for the audience of Suryowijayan
and the surrounding.
The program commenced at 10.00 am with a
ceremonial procession to launch Suryowijayan
Fair. The fair opened until 10.00 pm and
provided a variety of products such as clothes,
decoration plants, books, and meals such as
pempek, tempura, and tempting es penasaran
SuryowijayanProgram Babad Kampung FKY XX 2008 di
Suryowijayan, yang berlangsung pada Sabtu,
19 Juli 2008, telah menjadi sebuah pesta
rakyat bagi masyarakat Suryowijayan. Berbagai
bentuk acara yang diselenggarakan, berhasil
menarik minat pengunjung yang berasal dari
masyarakat Suryowijayan dan sekitarnya.
Acara dimulai pada pukul 10.00 WIB,
dengan sebuah prosesi seremonial untuk
membuka pasar rakyat Suryowijayan. Pasar
yang berlangsung hingga pukul 22.00 ini,
menyediakan berbagai macam produk. Mulai
22 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
dari produk pakaian, tanaman hias, buku, hingga
makanan, seperti pempek, tempura, dan es
penasaran yang namanya ampuh menimbulkan
rasa penasaran pengunjung untuk mencoba.
Pasar ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan
musik dari Host Band yang memainkan tembang-
tembang Koes Plus.
Menjelang pukul 20.00 WIB, para pengunjung
pasar dan masyarakat Suryowijayan
mulai memadati sekitar pendopo ndalem
Suryowijayan. Hal ini disebabkan karena
pementasan utama akan segera dimulai.
Pementasan utama ini mengangkat kesenian
kethoprak dengan lakon “Suryowijayan Mantu:
Rebut Tresno Tapi Wurung”.
(curious ice) making the buyers having enough
curiosity to buy it. The Host Band enlivened
the festival nuance with Koes Plus (Indonesian
legendary group) song collection.
Approaching at 8.00 pm, the festival visitors
and community members gathered round in
the area of Pendopo Ndalem Suryowijayan
to see the prime performance. It performed
kethoprak entitled “Suryowijayan Mantu:
Rebut Tresno tapi Wurung” / ”Suryowijayan
Holding a Wedding: Competing over Love in
Triumph”.
The performance grabbed the attention of the
audience and community as it showed several
well-known Yogyakarta comedians; Jonet,
June 7th –August 7th 2008 23
Pementasan kethoprak ini cukup mendapat
perhatian dari masyarakat, karena
menampilkan pelawak-pelawak kenamaan
Yogyakarta. Beberapa pelawak kenamaan
yang tampil adalah Jonet, Kuncung (Mbah
Darmo), Titik Renggani, Rulli, Harri Darmo,
Waluh, Dalijo, Wahono, dan Parmi.
Mergangsan KidulPentas Kampung Mergangsan Kidul dalam
rangka acara Babad Kampung FKY XX
2008 diisi berbagai atraksi sejak pagi
hari, sepanjang hari Minggu 20 Juli 2008.
Sedangkan pentas utama berupa pementasan
teater berjudul “Belokan Sekitar Kampus”
mampu membangkitkan kembali semangat
para anak muda Mergangsan Kidul.
Keresahan akan matinya kebersamaan dan
saling menghargai antara anak muda akhirnya
dapat terjawab lewat pertujukan teater ini.
Pentas tersebut dimainkan oleh para anak
muda kampung pada pukul 20.00 WIB di Balai
Tri RT Mergangsan Kidul.
Kuncung (Mbah Darmo), Titik Renggani, Rulli,
Harri Darmo, Waluh, Dalijo, Wahono, and Parmi.
Mergangsan Kidul KampongMergangsan Kidul kampong performances in
Babad Kampung were arranged in a variety
of attractions beginning in the morning along
Sunday, July 20th 2008. The prime performance
was a theater entitled “Belokan sekitar Kampus”
/ ”A Turning around the Campus”− brightened
up the spirit of young people in Mergangsan
Kidul. The anxiety on the lack of togetherness
and respective attitude among the youth was
responded over the performance. A group of
young people played the theater on stage at Balai
Tri RT (a kind of community house) Mergangsan
Kidul from 8.00 pm.
24 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pentas ini telah membawa kita untuk melihat
kembali Kampung Mergangsan Kidul di tahun
‘90-an. Masa lalu yang dapat memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat di sana, justru
tidak pernah lagi dijamah oleh anak-anak muda
di sana. Kemajuan teknologi dan persaingan
global akhirnya mampu mengubah nilai-nilai
masyarakat di sana. Kemunculan-kemunculan
kampus di sekitarnya ternyata memberikan
pengaruh positif maupun negatif yang dapat
memberikan citra tersendiri bagi Kampung
Mergangsan Kidul.
Pandean Program Babad Kampung FKY XX 2008 di
Kampung Pandean diselenggarakan tanggal
Kamis 24 Juli 2008 hingga Sabtu 26 Juli
2008. Pada hari pertama, Kamis 24 Juli 2008,
Kampung Pandean menyajikan Pasar Rakyat
dengan jajanan tradisional, penampilan gejog
lesung, dan sendratari. Sedangkan sebagai
pementasan utama, ditampilkan kethoprak
dengan lakon “Banjaran Babad Pandean”.
Kethoprak ini merupakan sebuah proses
bagaimana masyarakat Pandean melihat
sejarah asal muasal kampung mereka. Selain
mengangkat asal muasal kampung Pandean,
kethoprak ini juga mengetengahkan sejarah
daerah di sekitar Pandean, seperti Sorosutan.
Walaupun hari Jumat merupakan hari pantangan
bagi masyarakat Pandean untuk membuat
acara, namun di hari kedua ini, Jumat, 25 Juli
2008, Kampung Pandean tetap menyajikan
Pasar Rakyat dengan jajanan tradisional dan
The performance invited us to look back
at Mergangsan Kidul in the 90’s. The past
life potentially contributes to the positive
enhancement for the community has never
been looked at by the youth. Technological
development and global competition change
the communal values there. The emergence
of campuses gives both positive and negative
influences forming a distinct image for
Mergangsan Kidul Kampong.
Pandean KampongBabad Kampung in Pandean started on
Thursday, July 24th to Saturday, July 26th 2008.
On the first day, the kampong held People
Fair serving traditional snacks as well as the
performances of gejog lesung (traditional
percussion music played with the wooden rice
cracker) and sendratari (traditional dances).
For the prime performance, the community
performed kethoprak entitled “Banjaran
Babad Pandean”. The narrative was of a
process on how the community looked at the
history of their kampong. It also narrated the
history of neighboring area, Sorosutan.
Even though the community members always
avoided for doing certain activities on Friday
but in the second day, Friday, July 25th 2008,
Pandean Kampong continued holding People
Fair serving traditional snacks and Pengajian
Jenang Manggul—Koran verse reading on
jenang manggul provision—in the evening.
Afterward, they shared jenang manggul with
June 7th –August 7th 2008 25
Pengajian Jenang Manggul pada malam
harinya. Acara pada malam hari itu dibuka
dengan penampilan qosidah dan pembacaan
surat-surat Al-Quran. Setelah itu, acara
dilanjutkan dengan pembagian jenang
manggul kepada hadirin. Pembagian jenang
manggul yang terdiri atas bubur nasi, kacang
tanah, kacang kedelai hitam, telur, krecek,
sambal goreng dan kerupuk ini, juga disertai
penjelasan mengenai setiap makna dari
unsur-unsur makanan dalam jenang manggul
oleh Drs. Muh. Daim, salah seorang warga
Pandean. Acara ditutup dengan ceramah
the audience. The provision of jenang manggul
consisting of rice porridge, peanuts, black soya
beans, eggs, krecek, sambal goreng, and rice
crackers are fulfilled with the explanation on the
philosophical meaning of each element of jenang
manggul by Drs. Muh.Daim, one of Pandean
community members. Ustadz Djatmiko closed
the occurrence with a brief preach and music
performance.
On the third day, Saturday, July 26th 2008,
Pandean Kampong served traditional snacks
in the People Fair and held a wayang kulit
26 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
agama dan penampilan musik dari Ustadz
Djatmiko.
Sedangkan pada hari ketiga, Sabtu, 26
Juli 2008, Kampung Pandean menyajikan
Pasar Rakyat dengan jajanan tradisional dan
pertunjukan wayang kulit di malam harinya.
Sebelum pertunjukan wayang kulit dimulai,
acara dibuka dengan musik akustik dari siswa-
siswa Sang Timur dan Orkes Keroncong RW 11.
Acara pun dilanjutkan dengan sambutan dari
Kepala Dinas Kebudayaan Prop.D.I.Yogyakarta,
Ir. Condroyono, dan proses seremonial
penyerahan pelakat kepada perwakilan warga
performance in the evening. Before
making a start, the students of Sang Timur
opened the agenda with acoustic music
performance followed by the performance of
Orkes Keroncong RW 11. Then, the Culture
Department Head of Yogyakarta Province, Ir.
Condroyono gave a speech and ceremonial
plakat (formal notification in planted small
stick banner) provision to the representatives
of three community members. At the end, the
prime performance was carried out closing
the program performing wayang kulit entitled
“Babad Alas Mertani”. The narrative was
about the establishment of kingdom of the
June 7th –August 7th 2008 27
Kampung Pandean. Acara pun dilanjutkan
dengan pementasan utama yang sekaligus
merupakan penutup program Babad Kampung
Pandean, yaitu pertunjukan wayang kulit
dengan lakon “Babad Alas Mertani”. Lakon
yang mengangkat kisah pendirian kerajaan
para pandawa ini, dimainkan oleh dalang yang
berasal dari Kampung Pandean sendiri, yaitu
Ki Supoyo.
Pandawa(s) under the skillful hand of Pandean’s
dalang, Ki Supoyo.
28 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Kricak KidulSekitar 500 orang datang ke lapangan Kricak
Kidul untuk mengikuti prosesi Babad Kampung,
26-27 Juli 2008. Hari pertama, diawali dengan
jathilan anak oleh siswa-siswa SD, SMP, serta
SMA, dan pada sore harinya diakhiri dengan
acara band remaja dari pemuda kampung.
Hampir tak pernah sepi dari pengunjung.
Penonton pun hampir tak terkontrol waktu itu,
ketika sebuah teater rakyat Sidomulyo (Teater
Orak-arik) yang menampilkan cerita Kringet
Pinggir Kali mementaskan diri. Tampak terlihat
sekali, para penonton memadati lapangan dan
tertawa lepas melihat penampilan pemain.
Teater yang berhasil memukau perhatian
warga dari segi visualnya itu, memancing
emosi penonton untuk saling berkomentar. Tak
hanya itu saja, anak-anak kecil hampir maju ke
panggung dan sempat mengganggu pementasan
mereka.
Keakraban tak hanya nampak di Jumat malam
itu. Hari keduanya, Sabtu malam sebagai acara
puncak Babad Kampung di sana mengundang
Kricak Kidul KampongAround 500 people gathered in Kricak Kidul
Field to follow the procession of Kricak Kidul’s
Babad Kampung from July 26th to 27th 2008.
Student groups of some elementary schools,
junior high, as well as senior high schools
initiated the first day of the program with
jathilan (traditional performance conducted in
a group causing trance to certain condition)
and ended by the teen-band show. The show
was always full of enthusiastic audience. In
further, they turned almost uncontrollable
when Sidomulyo people theater—Teater
Orak-arik—was performing “Kringet Pinggir
Kali” (”Sweating by the River”) on stage. The
audiences were flocking around the field and
laughed loudly at the performance. The theater
attracting audience in visualization provoked
them to give comments. Several children
eventually stepped forward to the stage and
slightly distracted the performance.
Not only on Friday, was the audience intimacy
clearly visible on the second day, Saturday. As
June 7th –August 7th 2008 29
warga kembali untuk melihat operet keroncong
Kricak, yang tergolong bentuk kesenian baru
di sana. Operet keroncong yang menceritakan
kilas balik Kampung Kricak mampu memukau
tamu-tamu penting yang hadir. Sebelum
operet keroncong ini dimulai, di sore
harinya dipentaskan marching band dari SD
Bangunrejo, masih juga dihiasi dengan pasar
rakyat tradisional yang penuh dengan jajanan
pasar.
Rangkaian acara puncak Babad Kampung
ditutup dengan ceremony yang dihadiri
tamu-tamu penting di antaranya Kepala
Dinas Kebudayaan Prop. DIY, Ir. Condroyono
serta beberapa tokoh masyarakat. Tepuk
tangan riuh terdengar ketika pihak kampung
menerima penyerahan simbolis berupa
pelakat dari Pemprop, sertifikat penghargaan
Pemprop, pohon pelem tali jiwo, serta uang
penghargaan. Kesan bangga dan puas dari
Kampung Kricak terlihat lewat penghargaan
tersebut. Tak hanya warga saja yang patut
berbangga, seluruh panitia dan tamu
undangan juga menyiratkan rasa kepuasaan
dan kebanggaan tersendiri.
the climax agenda of the program, community
members were invited again to see Kricak’s
keroncong opera, which is relatively new form
of art in the community. The keroncong opera
narrated about Kricak Kampong’s flashback
amazed the audience. In the afternoon,
before the opera, the students of Bangunrejo
Elementary School displayed marching band
around the People Fair filled in assorted
traditional snacks.
A ceremony signified the closing program.
Reputable guests attended the ceremony and
among them was the Culture Department Head
of Yogyakarta Province, Ir. Condroyono and
several public figures. Handclapping were here
and there when the kampong representative
received a plakat and certificate from the
Provincial Government, mango tree tali jiwo (soul
bind), and some fund. We could feel the sense of
pride and satisfaction of the Kricak community
members as well as the invited guests.
30 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
MinggiranBerbagai rangkaian acara dalam program
Babad Kampung FKY XX 2008 Minggiran telah
dimanfaatkan sebagai ajang untuk penyatuan
kembali kampung, yaitu sebagai ruang luas
yang dimiliki oleh seluruh warga Minggiran,
tidak terbatas oleh unit-unit RT. Rangkaian
acara diselenggarakan selama satu hari saja,
yakni pada 2 Agustus 2008. Salah satu bagian
acara adalah ikrar yang dilakukan oleh warga
Minggiran. Ikrar yang dilakukan oleh seluruh
warga Kampung Minggiran ini bertujuan untuk
menjaga persatuan dan tali silahturahmi antar
warga Minggiran. Mereka juga menggelar acara
tumpengan bersama dan melakukan kirab
kampung.
Salah satu acara yang diselenggarakan adalah
pementasan teater dengan judul “Rembulan
Madhangi Kampungku”. Teater ini merupakan
respon dari masyarakat Minggiran atas
berkurangnya persawahan dan ruang publik di
Kampung Minggiran yang diakibatkan semakin
berkembangnya permukiman.
PajeksanMalam itu, 3 Agustus 2008, kemeriahan Babad
Kampung di Kampung Pajeksan sangatlah
terasa. Kedatangan Sri Sultan Hamengkubuwana
X semakin mengundang perhatian warga untuk
melihat berbagai pertunjukan yang disuguhkan
Kampung Pajeksan. Bazar makanan dan
minuman di situ juga turut menyita perhatian
warga untuk melihatnya. Tak hanya itu, warga
juga cukup antusias sekaligus bangga ketika Sri
June 7th –August 7th 2008 31
Minggiran KampongThe community of Minggiran had taken the
benefit from a series of activities held in
Babad Kampung Minggiran as the arena for
reunification, by having large space owned
by the them, unrestricted with existing small
neighboring units called Rukun Tetangga (RT).
The program was taken in a day, Saturday,
August 2nd 2008. One of the activities was
declaring a statement to keep up the unity and
togetherness among the community members.
They also conducted tumpengan (making a rice
mountain usually in yellow color for a ceremonial
completion) and kirab kampung (walking around
the kampong for a certain purpose).
Another activity was a theater performance
entitled “Rembulan Madhangi Kampungku”
(”The Moon Brightening My Kampong”). The
narrative was about the community responding
on the lesser amount of rice field areas and
public spaces as a result of extensive housings.
Pajeksan KampongOn Sunday evening, August 3rd 2008, the
implementation of Babad Kampung in Pajeksan
turned to be exceptional. The arriving of Sri
Sultan Hamengkubuwono X (the Governor
as well as the King of Yogyakarta) absorbed
the attention of the community members to
see a variety of activities arranged. Food and
Beverage Bazaar was also enticing to visit. The
community was enthusiastic and proud to have
32 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Sultan Hamengkubuwana X memberikan kenang-
kenangan kepada wakil kampung (tetua) berupa
plakat dan uang pembinaan.
Sebagai puncak acara, pementasan kethoprak
Esoteris Pajeksan yang berjudul “Liang Cu Te
Ai“ semakin menambah kemeriahan acara
Babad Kampung Pajeksan. Kethoprak yang
berdurasi sekitar dua jam ini menceritakan
tentang bagaimana warga Tionghoa dan Jawa
di Pajeksan bisa berbaur dan maju bersama.
Kethoprak tersebut akhirnya mampu menahan
penonton untuk tetap setia berada di halaman
pertunjukan hingga selesai acara. Tak terlihat
rasa bosan dan rasa lelah di raut-raut wajah
orang yang memenuhi tempat pertunjukan.
June 7th –August 7th 2008 33
the King among them and handed in a plakat
and development fund for arts activities to a
kampong representative.
The climax activity was the kethoprak
performance of Esoteris Pajeksan entitled
“Liang Cu Te Ai”. The narrative of this two-hour
performance was about how the Chinese and
Javanese people in Pajeksan assimilated and
worked together in harmony. The audience
stayed until the performance over. Neither
uninterested nor tired faces of the flocking
audience were seen during the performance.
34 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pentas Teater Orang Biasa/Common People Theater Performance
“Deleilah Tak Ingin Pulang dari Pesta”Societet Militer, Taman Budaya Yogyakarta,6-7 Agustus 2008, 20.00 WIB/August 6th–7th 2008 at 8.00 pm
June 7th –August 7th 2008 35
36 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
“DELEILAh TAK INGIN PuLANG DARI PESTA” dilaksanakan pada 6 dan 7 Juli 2008, pertunjukan selama 100 menit ini selalu dipadati penonton. Pada malam kedua, bahkan ada beberapa penonton yang rela duduk di lantai untuk menonton pertunjukan ini.
Bercerita tentang sebuah grup penghibur yang
selalu bisa menunjukkan kepiawaian menyanyi
dan menari, grup yang bernama Deleilah ini,
diawaki oleh tiga waria: Rosi, Luna, dan Happy.
Keberhasilan grup ini tidak luput dari hasil
besutan Dedi, si manajer grup. Dan kelompok
ini mendulang sukses di sebuah panggung di
“Deleilah TaK ingin Pulang Dari PesTa” / ”DELEILAh DON’T WANNA GO hOME FROM ThE PARTY” performed on August 6th–7th 2008 was occu-pied with audience. On the sec-ond day, several people readily sat on the floor to see the per-formance.
The narrative was about an entertainer group
mastering in singing and dancing named De-
leilah. The members were three transvestites:
Rosy, Luna, and Happy. The group success was
under a great effort of the talented manager,
Dedi. The group was successful in the stage of
Metro Club owned by Brian. For Metro, Deleilah
June 7th –August 7th 2008 37
dalam sebuah kelab bernama Metro Club,
yang dimiliki oleh Brian. Bagi Metro, Deleilah
adalah aset, dan bagi Deleilah, Metro adalah
panggung yang sempurna: Metro dan Deleilah,
hadir untuk saling melengkapi.
Dimainkan oleh delapan waria, Kusuma
Ayu, Maria Alda Novika, Arum Marischa,
Chaty Claudia, Yorra Anastasya Astuti, Githa
Veronica, Hanna Calista, Tika Aurora, dan
aktor-aktris teater Yogyakarta yang lain,
seperti Jamaluddin Latief dari Teater Garasi,
Muhamad Anis dari Teater Gadjah Mada, juga
Surie ”cuwi” Inalia mahasisiwi jurusan teater
ISI Yogyakarta, ”ape” Apriyanti, Wisnu Aji,
Muhammad A.B., Rendra, Ani Himawati, Sisilia
Asih Mulyani, Alex Suhendra, dan Guntur
Yudho. Pertunjukan ini dipersiapkan selama
hampir 5 bulan. Untuk keterlibatan para waria
dalam produksi ini, Panitia FKY XX 2008
sebelumnya melakukan proses audisi untuk
mendapatkan trio Deleilah dan beberapa
waria sebagai aktris pendukung.
Delapan waria yang tak mengenal seni peran
tersebut dilatih olah vokal untuk menyanyi oleh
Panca Sona Aji—vokalis seriosa yang kerap
kali menjuarai BRTV tingkat lokal Yogyakarta
dan Nasional. Adapun seni berakting ditangani
langsung oleh sutradara Joned Suryatmoko
dalam pelatihannya.
Naskah pertunjukan teater Deleilah ini ditulis
oleh Puthut EA; penata musik Ari Wulu; penata
artistik Clink Sugiarto; dan stage manager
Vindra Diratara.
was an asset and Metro was a perfect stage for
Deleilah. They complemented each other.
Eight transvestites Kusuma Ayu, Maria Alda
Novika, Arum Marischa, Chaty Claudia, Yorra
Anastasya Astuti, Githa Veronica, Hanna Calista,
and Tika Aurora, performed on the stage along
with Yogyakarta theater actors and actresses like
Jamaluddin Latief from Teater Garasi, Muhamad
Anis from Teater Gadjah Mada, and Surie ”cuwi”
Inalia, a Theater student of ISI Yogyakarta. ”ape”
Apriyanti, Wisnu Aji, Muhammad A.B., Rendra,
Ani Himawati, Sisilia Asih Mulyani, Alex Suhen-
dra, dan Guntur Yudho. They were trained for
5 months. For the transvestite characters, the
Committee of 20th FKY 2008 accomplished an
audition to select trio Deleilah and some other
ones as the supporting characters. Panca Sona
Aji, a seriosa vocalist who won Yogyakarta and
national BRTV (Bintang Radio & Televisi—Radio &
Televisions Stars) singing competitions taught vo-
cal techniques for those eight-brand-new-theater
actresses. Joned Suryatmoko, the director, was
also the acting trainer.
The theater crews were Puthut EA as the script
writer, Ari Wulu as the music director, Clink Sug-
iarto as the art director, and Vindra Diratara as
the stage manager.
The initial idea of this theater was Waria on
Stage performance in the Yogyakarta Art Festival
XIX (FKY XIX). The performance, at that time, was
very shindig, thousand of audiences were just
like flock of ants in front of the stage, and then by
tens transvestites sat down, waiting to perform,
in a row at the stage side, looked like cereal
38 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Ide awal dari teater ini adalah dari pertunjukan
Waria on Stage pada Festival Kesenian
Yogyakarta XIX. Pertunjukkan, waktu itu,
berlangsung dengan sangat meriah. Ribuan
penonton menyemut di depan panggung dan
puluhan waria duduk menunggu untuk tampil
dengan berjejer di samping panggung bagai
kotak sereal di supermarket. Kami terpukau oleh
kemampuan para waria itu untuk “berakting”
secara sangat alamiah. Mereka adalah lempung
siap diolah, yang dibutuhkan adalah seorang
sutradara ber-usus panjang dan tahu risiko
bekerja dengan para “amatir” itu.
Kami sadar bekerja dengan kaum amatir itu mengandung resiko besar. Salah satunya adalah kegagalan secara artistik sebagai dampak dari keberhasilan dari sisi konseptual. Untuk itu, pemilihan sutradara
menjadi isu yang penting. Dan kami memilih
Joned Suryatmoko adalah --lepas dari kerewelan-
kerewelannya yang khas seniman—dia, dengan
pengalaman bergaul bersama bahan mentah
teater yang beragam, merupakan figur yang
sesuai dengan konsep teater dalam rangka
FKY XX kali ini. Harapan kami dialah yang akan
membuat sisi artistik dari teater ini tetap terjaga.
Setidaknya, supaya teater ini tidak terjatuh
dalam “kubangan” teater penyadaran yang
“benar-konsep”-nya tapi lemah artistiknya.
Teater ini tidak berpretensi untuk menjadi
sebuah teater penyadaran. Bagi kami, para waria
itu adalah aktor-aktris yang profesional, mereka
berakting setiap malam dan bisa jadi aktingnya
boxes in supermarket.
We were amazed by the
ability of those trans-
vestites to “act” natu-
rally. They just like clay
which were ready to be
processed, all that they
need was a director
with broad minded and
know the risks to work
with those “amateur”.
We realize work with “amateur” is having big risk. One of the risks is artistic failure as an impact of the conceptual suc-cess. For that reason,
the choosing of director
becomes an important
issue. Then we choose
Joned Suryatmoko
– out of his fussiness
which is commonly as
a typical of artist – he,
with his experiences
in work with variety of
raw theater materials,
is a figure who is appro-
priate for the theater
concept in order of FKY
XX. Our hope is that
he is the one who will
June 7th –August 7th 2008 39
berhasil “menipu” banyak orang atau setidak-
tidaknya para lelaki hidung belang yang
kedinginan. Jika bekerja dengan seniman
amatir yang profesional maka bisa diharapkan
akan lahir sebuah pertunjukkan yang
membuat Nyoto bangkit dari kuburnya dan
menangis haru karena ide besar artistik dan
benar konsepnya; akhirnya terwujud meskipun
tertunda 40 tahun kemudian.
make the artistic side of this theater keeps on its
track. At least, so that this theater is not fall into
a “puddle” of awakening theater which has “cor-
rect concept” but weak on its artistic.
This theater is not pretense to become an awak-
ening theater. To us, those transvestites are pro-
fessional actors; they act every night and proba-
bly their acting succeeds to “cheat “many people
40 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Teater orang biasa adalah konsep yang dipakai untuk pertunjukan
ini. Karena itu pertunjukan ini menggunakan para waria yang
sehari-hari bekerja sebagai pekerja seks komersial, aktivis LSM,
atau pengusaha salon sebagai aktornya. Sebagian besar waria
dalam audisi yang kami adakan mengatakan belum pernah
berakting secara profesional. Untuk keperluan itulah maka sang
sutradara menyiapkan serangkaian tata cara khusus, mulai dari
latihan vokal sampai penerapan disiplin “fasis nan humanis”. Mirip
biara, hanya saja orang masih bisa tertawa dan merokok. Selain itu,
teater ini mengangkat memori atau ingatan --ingatan akan tubuh
laki-laki yang telah jadi bagian dari sejarah para waria-- kaum waria
sebagai benang merah yang mengait pada tema utama Festival
Kesenian Yogyakarta XX yaitu The Past is New; Masa Lalu Selalu
Baru.
FKY XX kali ini berbeda dengan FKY sebelumnya. Perbedaan itu salah satunya terletak pada model pendekatan dalam penciptaan karya seninya. Selama ini FKY selalu diisi oleh seniman: dari seniman, oleh seniman, dan untuk seniman, pada FKY XX dipakai pendekatan festival seni bagi orang biasa. Sehingga, hampir sebagian besar program
melibatkan kalangan nonseniman sebagai pelaku utamanya.
Mengubah paradigma ini adalah salah satu cara untuk membuat
sebuah festival seperti FKY mampu kembali memperoleh gaungnya.
Setelah terjebak dalam rutinitas proyek maka sudah saatnyalah FKY
disegarkan dengan cara berbeda. Mengajak masyarakat terlibat
sebagai pelaku utama dalam sebuah festival seni, dan waria adalah
bagian dari masyarakat itu.
Sebagai sebuah pertunjukan teater yang diharapkan menghibur,
pertunjukan ini berhasil membuat seluruh penontonnya tetap
tinggal di dalam gedung hingga pertunjukan usai. Premiere/
pementasan perdana Deleilah yang undangannya adalah pihak
media dan kolega FKY XX 2008 dihadiri oleh 60 orang. Pementasan
hari pertama, 6 Agustus 2008, dihadiri 256 orang; sedangkan
pementasan hari kedua, 7 Agustus 2008 dihadiri 324 orang.
June 7th –August 7th 2008 41
or at least those chilled lady-killers. When you work with amateur artists
who are professional, it can be expected that there will born a performance
that able to make Nyoto rise from his grave and cry because of touched by
great artistic idea and correct concept, then finally the dream comes true
although it is postponed for 40 years later.
Common People Theater is the concept which is used for this performance.
Because of that reason, this performance takes those transvestites whose
professions in their daily life are commercial sex workers, NGO activists, or
beauty salon owners who become the actors. Mostly those transvestites,
in the audition session, said that they never act professionally before. To
fulfill those needs, then the director prepared for a series of special re-
quirements, started with the vocal exercise until the “fascist and humanist”
discipline application. It just likes in monastery, only that the people still
able to laugh and smoke. Beside of that, this theater raise up memory – a
memory of men’s anatomy that becomes a history for those transvestites
– transvestites became the red thread which connected to the main theme
of Yogyakarta Art Festival XX, The Past is New: Masa Lalu Selalu Baru.
FKY XX this time is different from the previous FKY. One of the differences is located on its approaching method in the creating of its artworks. So far FKY al-ways filled with artists: from the artists, by artists, and for the artists. In FKY XX used the approaching of art festival for common people. So, almost all programs involved
the non-artists society as the main doers. By changing this paradigm is one
of the ways how to make a festival, which similar with FKY, able to get its
reverberation back. After being trapped in project routines, it is the time for
FKY to be refreshed by using different ways. One of the ways is asking the
society to be involved as the main doers in an art festival, and transvestites
are also part of those societies.
The performance was very captivating so that audience kept on watching
until it was over. Sixty people covering mass media and festival associates
attended the premiere. The numbers of audience on the first day perfor-
mance (August 6th 2008) were 256 and the second (August 7th 2008) were
324.
42 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Program InternasIonal
the InternatIonal Programme
June 7th –August 7th 2008 43
44 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
MELANJuTKAN PRINSIP penyelenggaraan International Program tahun 2007, bahwa dengan pelaksanaannya di FKY akan memberi posisi FKY sebagai festival yang diperhitungkan sebagai ajang bergengsi untuk penampilan seniman asing. Proses alih dan asup dari dan bagi seniman asing yang terlibat tetap dipertahankan: seniman asing harus mau memberi alih teknologi, wacana dan konteks sosial untuk seniman dan publik lokal; dan harus juga terjadi situasi sebaliknya: seniman asing harus mau diasupi teknologi tepat guna, wacana, dan konteks lokal. Dengan demikian program internasional akan berfungsi sebagai sebuah laboratorium untuk menggagas persoalan-persoalan seni atau sosial dari dua sudut pandang kebudayaan yang berbeda.
ThE PROGRAM CONTINuED TO maintain the basic principle of the International Program in 2007, in that it aims to maintain the position of the Festival Kesenian Yogyakarta as a prestigious festival for international artists. It was vital to ensure the process of transmission between artists involved in that foreign artists should be willing to transmit technology, social discourse and context for the local artists and public in general. The reverse should also apply, in that international artists should be willing to accept efficient local technology, discourse and context. Therefore, the international program will function as a laboratory to create ideas in problems of art or social problems from two different cultural perspectives.
June 7th –August 7th 2008 45
Pementasan Pantomim
”Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan: Le Mime Bizot”
13 Juni 2008, pukul 19.30 WIB, di Auditorium
Lembaga Indonesia Prancis (LIP), Jalan Sagan
No. 3. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Lembaga
Indonesia Prancis/LIP Yogyakarta dalam
rangkaian ”Musim Semi Prancis (Le Printemps
Français 2008 Yogyakarta)”
Pantomime Show
“Small Steps of happiness: Le Mime Bizot”
June 13th 2008 at 19.30 pm at the Auditorium of
LIP (The French Cultural Centre), Jalan Sagan No.
3, Yogyakarta. This show was held in cooperation
with LIP as one of their programs of Le Printemps
Francais 2008 Yogyakarta (The French Spring
Festival in Yogyakarta).
46 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Dengan judul “Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan”
Philippe Bizot menampilkan nomer pantomim.
Bizot lahir di kota Bordeaux. Pada umur
delapan tahun, dengan penuh kekaguman, ia
menemukan seniman pantomim, Marceau. Hal
yang kemudian mengarahkan seluruh hidupnya.
Sebagai otodidak, ia mengasah kesukaannya
itu untuk karya gerak di kafe-kafe teater di
Bordeaux, lalu di Paris, dengan dorongan Jean-
Louis Barrault.
Peraih hadiah Internasional Pantomim tahun
1974, dari Kota Paris pada usia 20 tahun ini,
kemudian tidak pernah berhenti menjelajahi
bumi, bermain dan mengajar satu pantomim
yang mengalir dan menyihir. Gerakannya
diperkaya seni halus kabuki, selaras tuntutan
penggayaannya. Karya pedagogisnya ditujukan
bagi para orang dewasa dan anak-anak, tuna
rungu dan tuna wicara, bagi para autis, tuna
daksa di seantero jagad. Ia mendirikan Sekolah
Through this work called “Little steps of
Happiness” Philippe Bizot presented a
pantomime show. Bizot was born in Bordeaux.
His introduction to Marceau, a pantomime
artist at the age of 8 years, guided his life. As
a self-taught performer, he trained himself to
produce works using movements in the theatre
cafés in Bordeaux, and later in Paris, through
the support of Jean-Louis Barrault.
The winner of the 1974 International
Pantomime Prize at the age of 20, Bizot
continued to explore the world, to act and
teach one form of amazing pantomime. His
movements have been enriched by the refined
art of Kabuki, in line with his demand of style.
His pedagogical work is aimed at adults and
children, the hearing and speech impaired,
autistic individuals, and disabled throughout
the world. He founded a Pantomime school
in Bordeaux, Marseille, and outside France
June 7th –August 7th 2008 47
Pantomim di Bordeaux, di Marseille; di luar
negeri: di Amerika Serikat, Afrika, Lebanon,
Bolivia, dan Pakistan.
Pementasan “Tahap-tahap Kecil Kebahagiaan”
berlangsung selama kurang lebih 90 menit,
di Auditorium LIP yang penuh oleh penonton.
Sebagai tuan rumah, LIP Yogyakarta
memproyeksikan juga pementasan ini dalam
format live video screening di cafe LIP, agar
penonton yang tidak dapat masuk ke dalam
auditorium masih bisa mengikuti pementasan
Philippe Bizot. Kurang lebih 250 orang
menyaksikan pementasan ini.
Sehari sebelumnya, 12 Juni 2008,
diselenggarakan workshop pantomim di
Pendopo Loring Pasar Kotagede, di mana LIP
Yogyakarta bermitra dengan Bengkel Mime
Yogyakarta. Workshop diikuti oleh 10 pelaku
mime dan teater.
namely in USA, Africa, Lebanon, Bolivia and
Pakistan.
The “Small Steps of Happinnes” was a show of
90 minutes held at the LIP Auditorium, which
was packed with the audience. The host, LIP
Yogyakarta, projected the show live on video
screening at the LIP café, so that people outside
the auditorium were also able to see the show.
250 people in total saw the show.
A day before the show, June 12th 2008, LIP
held a pantomime workshop, in cooperation
with Bengkel Mime Yogyakarta, at the Loring
Pasar Kotagede Pendopo (traditional Javanese
styled hall, located in Kotagede—on the south of
Yogyakarta City).
48 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pementasan Balet
“Rotterdam /New York” oleh Dance Works Rotterdam
16 Juni 2008, pukul 19.30 WIB di Gedung Concert
hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani
No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Kedutaan
Besar Kerajaan Belanda Jakarta dan Erasmus huis.
Selama berada di Yogyakarta, kegiatan yang
diselenggarakan oleh FKY XX 2008 bersama
Dance Works Rotterdam adalah:
1. Penyelenggaraan workshop balet pada 15
Juni 2008, di Studio 2 Jurusan Tari, Fakultas
Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta, Sewon.
2. Pementasan balet “Rotterdam/New York”
pada 16 Juni 2008 di Concert Hall, Taman
Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.1.
Workshop BaletPanitia FKY XX 2008 menyambut baik gagasan
penyelenggaraan workshop karena dalam tiap
penyelenggaraan Program Internasional dalam
FKY diharapkan terjadi proses pertukaran antara
seniman asing dan seniman lokal. Salah satu
media yang paling efektif adalah dalam bentuk
workshop. Kegiatan ini dimulai tepat waktu pada
pukul 10.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00
WIB, termasuk break makan siang.
Jumlah peserta workshop dibatasi hanya
20 orang saja, dengan mempertimbangkan
efektivitas dan kenyamanan jalannya workshop,
Ballet Show
The “Rotterdam/New York” Ballet by Dance Works Rotterdam
June 16th 2008, at 19.30 pm at the Concert hall,
Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.
1. This event was presented by the 20th FKY 2008
in collaboration with the Netherlands Embassy in
Jakarta and Erasmus huis Jakarta.
Dance Works Rotterdam presented 2 activities
at the 20th FKY in Yogyakarta, namely:
1. A workshop on Ballet at Studio 2 of the
Dance Department of the Performing Arts
Faculty of the Indonesian Arts Institute,
Sewon, Yogyakarta on June 15th 2008.
2. “Rotterdam/ New York” ballet performance
at the Concert Hall, Taman Budaya
Yogyakarta, Jalan Sriwedani No. 1.
Workshop on BalletThe Committee of the 20th FKY 2008
welcomed the idea of the workshop because
it was the aim of the International Program
that is to bring the exchange of ideas between
the international and local artists. And one of
the most effective ways to do this was through
workshops. The event began on time at 10.00
am and ended at 16.00 pm.
To ensure this workshop was effective and due
to limitations in finding a wooden floor dance
studio with bars, we limited the participants
June 7th –August 7th 2008 49
karena cukup sulit mencari studio tari
berlantai kayu, lengkap dengan bar yang
cukup layak di Yogyakarta. Jika pun ada,
studio tari tersebut dikelola secara privat.
Bagaimanapun juga, keberadaan institut seni
(ISI) di Yogyakarta tetap menjadi pertimbangan
Panitia FKY XX 2008, agar institut seni tetap
mendapat keutamaan untuk meluaskan
jejaring kerjanya dengan grup sekaliber DWR.
Ke-20 peserta workshop berasal dari Yogya-
karta dan Surakarta, dengan komposisi 7
peserta laki-laki dan 13 peserta perempuan.
Kualifikasi yang sejak awal diterapkan Panitia
FKY XX 2008 dalam menyeleksi/mengundang
peserta workshop adalah (1) penari aktif bu-
to only 20 people. The Indonesian Arts Institute
in Yogyakarta was chosen to host the event
to enhance the network of the institute with
an outstanding company such Dance Works
Rotterdam.
The 20 participants of the workshop came from
Yogyakarta and Surakarta and consisted of 7
males and 13 female dancers. The qualifications
for the workshop participants were (1) active
dancers, not hobbyists, (2) professional dancers.
Thus, this workshop was expected to bring
benefit to both parties.
From the 20 participants, only 5 had strong
basic ballet training, namely 4 from the
50 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
kan hobbyist, dan (2) penari profesional. Dengan
demikian diharapkan workshop ini akan membawa
manfaat bagi kedua belah pihak.
Dari 20 orang peserta workshop, hanya lima
orang yang memiliki basic balet yang kuat: empat
orang dari Sanggar Maniratari (Surakarta) yang
memang dikenal aktif sebagai sanggar yang
mengembangkan tari balet, dan satu orang
Belanda—Sdri. Anouk Wilke, pernah mengenyam
pendidikan formal balet di Dansacademie Lucia
Marthas, Amsterdam, Belanda—yang saat ini
sedang menjalani studi tari di Sanggar Pamulangan
Beksa Sasminta Mardawa, Yogyakarta. Peserta
workshop lainnya adalah:
1. 2 orang dari grup Anterdans, Yogyakarta;
2. 5 orang mahasiswa tari ISI Yogyakarta;
3. 2 orang dari LPK Tari Natya Laksita, Yogyakarta;
4. 3 orang dari Studio Taksu, Taman Budaya Jawa
Tengah, Surakarta;
5. Retno Sulistyorini (pendiri Enno Dance
Surakarta);
6. Ni Kadek Yulia Moore (pendiri Kadek Dance
Surakarta);
7. Isa Al-Awwam dari Sanggar Sonyine Salaka,
Maluku Utara (yang pada saat itu sedang
magang di LPK Tari Natya Laksita, Yogyakarta).
Workshop-satu-hari yang terdiri dari tiga sesi
itu berjalan lancar dan menyenangkan. Seluruh
peserta dan tiga pemateri tampak menikmati
proses workshop tersebut dan puas dengan
keseluruhan workshop. Esok harinya (16 Juni
2008), seluruh peserta workshop hadir dalam
pementasan DWR di Gedung Concert Hall Taman
Budaya Yogyakarta.
June 7th –August 7th 2008 51
Maniratari sanggar in surakarta, a sanggar which focuses on ballet training, and one person from
the Netherlands, Anouk Wilke, who had formal ballet training at Dansacademie Lucia Marthas,
Amsterdam and who is now training in Javanese style court dancing at the Pamulangan Beksa
Sasminta Mardawa Yogyakarta. The other participants of the workshop were:
1. 2 people from the Anterdans, Yogyakarta;
2. 5 people from the Dance department of ISI (The Indonesian Arts Institute Yogyakarta);
3. 2 people from the Natya Laksita Dance Company, Yogyakarta;
4. 3 people from Studio Taksu, The Central Java Arts Centre, Surakarta;
5. Retno sulistyorini (founder of Enno Dance Surakarta);
6. Ni Kadek Yulia Moore (founder of Kadek Dance Surakarta);
7. Isa Al-Awwam from Sanggar Sonyine Salaka, North Maluku, who was doing internship at the
Natya Laksita Dance Company Yogyakarta at the time of the workshop.
The one-day workshop proceeded smoothly and the participants and trainers seemed to have
enjoyed the process of the workshop. They were also satisfied with the workshop in general. The
next day, June 16th 2008, all of the workshop participants attended the Dance Works Rotterdam
show at the Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta.
52 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pementasan “Rotterdam/New York” Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta
adalah tempat pertunjukan paling ideal untuk
pementasan DWR, dengan faktor letaknya di pusat
kota, kapasitas penonton maksimal hingga 1.100
orang, serta ukuran dan kualifikasi panggung yang
sesuai dengan kebutuhan DWR.
Pementasan “Rotterdam/New York” adalah satu-
satunya mata acara dalam Program Internasional
yang menerapkan tiket tanda masuk. Dalam
pelaksanaannya, Panitia FKY XX 2008 tetap
mempertimbangkan kisaran harga tiket yang
secara psikologis tetap terjangkau oleh publik
Yogyakarta. Ditetapkanlah harga tiket Rp 15.000,-
. Mengingat pementasan balet internasional
terakhir yang pernah mampir di Yogyakarta kurang
lebih lima tahun yang lalu, maka seperti yang
diperkirakan, peminat DWR sangat banyak. Pada
akhirnya, Panitia FKY XX 2008 mengeluarkan
900 lembar tiket (termasuk di dalamnya 200 tiket
gratis yang diberikan kepada pihak media, relasi
FKY XX 2008, relasi Kedutaan Besar Belanda/
Erasmus Huis Jakarta, serta tempat kursus balet
baik anak-anak dan dewasa).
Penuhnya gedung pertunjukan oleh penonton di
malam pementasan DWR sangat memuaskan
seluruh pihak. Secara umum pengunjung menya-
takan sangat menikmati pertunjukan “Rotterdam/
New York”. Yang cukup menarik, jumlah penonton
keluarga (orangtua datang beserta anak-anaknya)
cukup tampak menonjol. Liputan pemberitaan
media tentang pementasan ini juga cukup banyak.
The “Rotterdam/New York” Ballet PerformanceThe Concert Hall at the Taman Budaya
Yogyakarta was the ideal venue for the
performance because of its city centre
location. Also, the building’s maximum
capacity of 1.100 people, and the size of
the stage made it ideal for Dance Works
Rotterdam’s performance.
The “Rotterdam/New York” was the only
event in the FKY’s International Program
with ticket sales. Tickets were reasonably
priced at IDR 15.000, by the Committee.
As expected, and also because of a
similar international ballet performance
well appreciated by the people around
5 years ago, many people came to see
the show. The Committee issued 900
tickets, including 200 tickets given free
to the media, connections of the 20th
FKY 2008, guests from the Netherlands
Embassy and Erasmus Huis Jakarta,
and ballet training centers (both who
specialized in adults and children).
It was satisfying for everyone involved to
see the full seats at the performance.
In general, everyone enjoyed the
performance very much. Interestingly,
there were quite an outstanding number
of parents with children in the audience.
The performance was also well covered
by the media.
June 7th –August 7th 2008 53
54 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pertunjukan Tari dan Akrobat
“Contigo”: Pertunjukan tari dan akrobat menggunakan tiang dengan João Paulo P. Dos Santos dari Compagnie O ultimo Momento
20 Juni 2008, pukul 19.30 WIB, di Amphiteater,
Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani
No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan Lembaga
Indonesia Prancis/LIP Yogyakarta dalam rangkaian
”Musim Semi Prancis (le Printemps Français 2008
Yogyakarta)”.
Ini adalah kali kedua FKY dan LIP Yogyakarta
bekerja sama untuk penyelenggaraan akrobat
kontemporer asal Prancis di Yogyakarta. Di FKY
XX tahun 2008 ini seniman Prancis João Paulo P.
Dos Santos dari Compagnie O Ultimo Momento
menggarap pertunjukannya dengan permainan
tiang. Sebagai sebuah pertunjukan, permainan
tiang merupakan tradisi pertunjukan sirkus
yang sangat tua; pemainnya berputar-putar
dengan tiang, melawan gaya tarik bumi dengan
memadukan akrobat dan manuver di udara.
Permainan yang berasal dari Cina ini selalu
dibawakan secara kolektif (10-15 orang) dengan
beberapa tiang, pemainnya melompat dari satu
tiang ke tiang lain. Saat ini permainan tiang ini
sangat terkenal di Eropa dan menjadi teknik
yang dimainkan sendiri, atau berdua, dengan
satu tiang.
Pertunjukan akrobat “Contigo” berlangsung
June 7th –August 7th 2008 55
Dance and Acrobat Performance
“Contigo”: Dance and Acrobat Performance presenting João Paulo P. Dos Santos from Compagnie O ultimo Momento
June 20th 2008, at 19.30 pm at the Amphitheatre
of Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No.
1. This performance was held in collaboration with
LIP Yogyakarta as part of the French Spring Festival
2008 in Yogyakarta.
This was the second time FKY and LIP Yogyakarta
collaborated in holding the contemporary
acrobats from France in Yogyakarta. At the 20th
FKY French artist João Paulo P. Dos Santos
presented his performance on the pole. This
is a very old traditional circus act where the
performer swings around on the pole resisting
the weight of gravity, combining acrobats and
maneuvers in the air. This act, originally from
China, was usually performed by about 10 to 15
people using several poles, where performers
jump from one pole to the others. Nowadays, this
kind of performance is well known in Europe and
has become a performance technique presented
by 1 or 2 people using 1 pole.
The “Contigo” acrobat performance lasted
around 45 minutes, and intensively presented
a nerve-wrecking but entertaining performance
to the public of Yogyakarta. João Paulo P. Dos
Santos performed his acrobats in the air on a 7
56 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
selama kurang lebih 45 menit, yang
secara intens menyuguhkan tontonan yang
menegangkan sekaligus menghibur kepada
publik pecinta seni pertunjukan Yogyakarta.
Dengan tiang setinggi 7 meter, João Paulo P. Dos
Santos berakrobat di udara, memadukan tari,
kelenturan tubuh, serta olah raga senam dan
memanjat.
Malam itu, penonton yang datang memenuhi amphiteater Taman Budaya Yogyakarta melampaui 300 orang. Keterbatasan ruang amphiteater menampung penonton telah disiasati dengan pemasangan dua buah layar lebar yang dipasang di selatan dan timur amphiteater. Dengan demikian, pertunjukan akrobat ini masih bisa dinikmati oleh penonton yang tidak mendapatkan tempat duduk di area amphiteater.
meter high pole, combining elements of dance,
body flexibility, gymnastics and climbing.
That evening more than 300 people filled the amphitheatre at Taman Budaya Yogyakarta. The Committee anticipated the limited audience space by fixing two wide screens put up in the South and East side of the amphitheatre. Thus, the audiences without seats were still able to watch the performance.
June 7th –August 7th 2008 57
La Fête de la Musique (The Music Party)
“PercuSOuNDS!!!”
June 21st at 19.00 -22.00 pm at the LIP, Jalan Sagan
No. 3. The group performed: Compagnie O ultimo
Momento & Guillaume Dutrieux + Djembe Merdeka +
IOIO + Kornchonk Chaos. This event was also held by
the 20th FKY in collaboration with The French Spring
Festival 2008 in Yogyakarta held by LIP (The French
Cultural Centre).
Three performers of the “PercuSOUNDS!!!”
music party entertained around 400 people, who
Pesta Musik
“PercuSOuNDS!!!”
21 Juni 2008, pukul 19.00-22.00 WIB, di Lembaga
Indonesia Prancis (LIP), Jalan Sagan No.3.
Menampilkan: Compagnie O ultimo Momento
& Guillaume Dutrieux + Djembe Merdeka +
IOIO + Kornchonk Chaos. Kerja sama FKY XX
2008 dengan Lembaga Indonesia Prancis/LIP
Yogyakarta dalam rangkaian ”Musim Semi Prancis
(le Printemps Français 2008 Yogyakarta)”.
Tiga penampil dalam Pesta Musik bertajuk
“PercuSOUNDS!!!” ini menghibur kurang lebih
58 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
400 penonton yang memenuhi Jalan Sagan di
area LIP Yogyakarta.
Guillaume Dutrieux—yang adalah juga anggota
grup akrobat Prancis Compagnie O Ultimo
Momento—berkolaborasi dengan kelompok
Djembe Merdeka asal Yogyakarta. Guillaume
Dutrieux telah merambah berbagai profesi
seperti pemain musik, penata musik atau
pencipta lagu untuk Alpha Blondy, Yannick
Noah, Booster (elektro) dan Sergent Garcia
sejak ia mempelajari musik klasik dan jazz
trumpet serta penulisan lagu. IOIO adalah grup
perkusi yang anggota kelompoknya berasal dari
berbagai negara: Prancis, Italia, Jepang, Amerika
Serikat, Jerman, dan sebagainya, namun
mereka seluruhnya saat ini sedang menjalani
studi di PPPG Kesenian Yogyakarta. Sedangkan
Kornchonk Chaos adalah grup asal Yogyakarta
yang memiliki karakter unik membawakan musik
keroncong alternatif yang selalu diiiringi dengan
alat musik perkusi.
Pesta Musik yang diselenggarakan LIP
Yogyakarta dalam rangkaian “Musim
Semi Prancis 2008 Yogyakarta” selalu
diselenggarakan pada tanggal 21 Juni setiap
tahunnya, di mana tradisi ini juga masih terus
dilangsungkan di Prancis. Malam itu, Pesta
Musik berlangsung hingga menjelang pukul
23.00 WIB dan memuaskan penonton yang
datang untuk berpesta mengapresiasi musik
yang beragam.
June 7th –August 7th 2008 59
packed Jalan Sagan around LIP Yogyakarta.
Guillaume Dutrieux—who is also a member
of the Compagnie O Ultimo Momento acrobat
group—collaborated with the Djembe Merdeka
from Yogyakarta. Guillaume Dutrieux has worked
in various professions such as musician, music
director, and music writer for Alpha Blondy,
Yannick Noah, Booster (electro) and Sergent
Garcia after studying classical music, jazz
trumpet and music writing. IOIO is a percussion
group whose members originate from France,
Italy, Japan, USA, Germany, etc and are all at the
moment studying at the PPPG Kesenian (the Arts
Teacher Training Centre). Kornchonk Chaos is a
group from Yogyakarta with a unique character in
performing alternative keroncong music, which is
always played with percussions.
La Fête de la Musique held by LIP Yogyakarta
as part of the French Spring Festival 2008 in
Yogyakarta had always been held on June 21st
every year, and this tradition is continuously
held in France. This particular “Music Party” in
Yogyakarta lasted until 23.00 pm and satisfying
the audience who came to festive and appreciate
various kind of percussion music.
60 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pementasan Tari Kontemporer
“We’re Gonna Go Dancing!!” dari Japan Contemporary Dance Network (JCDN)
22 Juni 2008, pukul 19.30-22.00 WIB, di Gedung
Concert hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan
Sriwedani No.1. Kerja sama FKY XX 2008 dengan
Yayasan Kelola, didukung oleh Bunka Cho dan Japan
Foundation.
Contemporary Dance Performance
“We’re Gonna Go Dancing!!” by Japan Contempoary dance Network (JCDN)
June 22nd 2008 at 19.30-22.00 pm at the Concert
hall, Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani
No. 1. This performance was held by the 20th FKY,
in collaboration with the Kelola Foundation, Bunka
Cho and the Japan Foundation.
June 7th –August 7th 2008 61
The 20th FKY in collaboration with Kelola
Foundation held performances of several
individual and group contemporary dance
performances from the Japan Contemporary
Dance Network (JCDN). JCDN is one of the active
Japanese contemporary dance hubs, which has
been holding tours in Asia for the last 2 years.
Indonesia is one of their destinations for 2008,
namely Jakarta, Bandung, Yogyakarta, and
Denpasar.
FKY XX 2008 bekerja sama dengan Yayasan
Kelola mementaskan beberapa penari
tunggal dan kelompok tari kontemporer yang
tergabung dalam Japan Contemporary Dance
Network (JCDN). JCDN adalah salah satu
jaringan tari kontemporer Jepang yang aktif,
yang dalam dua tahun terakhir ini memiliki
program pentas keliling di wilayah Asia. Tahun
2008 ini Indonesia adalah salah satu tujuan
pentas mereka, tepatnya di empat kota:
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar.
62 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pementasan JCDN dalam FKY XX 2008
diselenggarakan selama satu hari saja (22 Juni
2008, mulai pukul 20.00 WIB) di Concert Hall
Taman Budaya Yogyakarta, terdiri dari empat
babak yang menampilkan: [1] Masanori Hoshika;
[2] Wisnu Aji Setyo Wicaksono, Agung Tri Yulianto
(Cendhik), Satriyo Ayodya, Etta Tri Agustina, Surya
Purnama (yang adalah peserta workshop JCDN,
membawakan koreografi Hiroyuki Miura); [3]
grup Pink (terdiri dari Miki Isojima, Wakana Kato,
Megumi Suka); [4] serta grup Dance Theatre
LUDENS (ditarikan oleh Yukari Ota, Keiichi
Otsuka; dikoreografi oleh Takiko Iwabudhi).
Pementasan “We’re Gonna Go Dancing!!” oleh
Japan Contemporary Dance Networks / JCDN
dihadiri oleh 786 penonton.
Animo dan antusiasme penonton di Yogyakarta
menonton pementasan JCDN tinggi, dilihat dari
konsistensi penonton yang terus berdatangan
dan bersedia menunggu pintu ruang pertunjukan
dibuka di tiap sesi jeda antar babak ketika
mereka datang terlambat menonton pentas
sejak babak pertama.
Performance Art
“Living Fossils” oleh Yoko Ishiguro (Jepang)
4 Juli 2008, pukul 16.00 WIB-selesai, di Kampung Seniman Nitiprayan, Yogyakarta
Yoko Ishiguro adalah seniman asing yang secara
khusus diundang untuk tampil di dalam Program
The JCDN in the 20th FKY 2008 was only
held for one day, June 22nd 2008 starting
at 20.00 pm at the Concert Hall, Taman
Budaya Yogyakarta. There were 4 parts of the
performance presenting namely 1. Masanori
Hoshika; 2. Wisnu Aji Setyo Wicaksono, Agung
Tri Yulianto (Cendhik), Satriyo Ayodya, Etta Tri
Agustina, Surya Purnama (a participant of
the JCDN workshop in Yogyakarta presenting
choreography by Hiroyuki Miura); 3. Pink
(consisted of Miki Isojima, Wakana Kato,
Megumi Suka); 4. LUDENS Theatre Dance
group (with dancers Yukari Ota, Keiichi Otsuka;
choreographed by Takiko Iwabudhi). A total of
786 audiences attended the performance of
“We’re Gonna Go Dancing”.
The audience was enthusiastic about the JCDN
performance. This was seen by the audience’s
consistency in attending and their willingness
to wait for the hall door to open in between
sessions for those arriving late for previous
parts of the performance.
Performance Art
“Living Fossils” by Yoko Ishiguro (Japan),
July 4th 2008, 4.00-5.30 pm, in Kampung Seniman
(artist kampong) Nitiprayan, Yogyakarta.
Yoko Ishiguro is the foreign artist who was
especially invited to participate in the 20th
June 7th –August 7th 2008 63
Internasional FKY XX 2008 dan merespon
tema utama “Masa Lalu Selalu Baru”. Yoko
Ishiguro adalah seorang performer dan aktris.
Yoko mempelajari psikolinguistik di Universitas
Tsukuba, dan kemudian terlibat di Kelompok
Teater Su-punk Dan, Techno Performance Unit
Grinder, dan kelompok teater YUBIWA hotel.
Selama periode tersebut, dia tampil dalam
berbagai macam ruang alternatif, seperti can-
di, bar, gudang, klub telanjang, dan lain seba-
gainya. Karenanya, ia belajar untuk “bermain”
dengan menciptakan sense of distance antara
tubuhnya, audiens, dan ruang. Sejak itu,
dia tertantang untuk menjadikan tubuhnya
menjadi sangat sadar atas realitas terkini.
Pada tahun 2005, Yoko Ishiguro mulai mencip-
takan karya, baik karya personal, maupun
kolaborasi, di Jepang dan di luar Jepang.
Karya Yoko Ishiguro di antaranya White Lover
(di Bigakko, Tokyo, April 2006), She Flies
Tomorrow (berkolaborasi dengan grup Risky
Summerbee & The Honeythief di Kedai Kebun
Forum, Yogyakarta, Indonesia, Juli 2007), This
Town, Character Pieces (berkolaborasi dengan
Science Project (NY/Tokyo) di Hanegi Park,
Tokyo, Agustus 2007), Matryoshka Fantasia
(di BankART Studio NYK, Yokohama, Oktober
2008).
Dalam pementasan “Living Fossils” berdurasi
60 menit di Kampung Nitiprayan, ia mengajak
audiens untuk merefleksikan kembali tentang
proses akumulasi ingatan yang umat manusia
jalani sepanjang hidupnya.
FKY 2008’s International Program, as well
as to respond FKY’s main theme “Masa Lalu
Selalu Baru / The Past is New”. Yoko Ishiguro
is a performer and actress. She studied
psycholinguistics at the University of Tsukuba,
soon after was involved at the Su-punk Dan
theatre group, Techno Performance Unit Grinder,
as well as YUBIWA hotel theatre group.
During the period, she performed in various
alternative spaces like temples, bars,
warehouses, strip clubs, and so forth. She
adapted to “engage in recreation” by generating
a sense of distance among her body, audience,
and space. She was challenged to set her body
aware of the current reality ever since. In 2005,
Yoko Ishiguro initiated her works in personal
and collaborative creation in Japan and outside
Japan.
Several works of Yoko Ishiguro are White Lover (in
Bigakko, Tokyo, April 2006), She Flies Tomorrow
(in collaboration with Risky Summerbee & The
Honeythief music group at Kedai Kebun Forum,
Yogyakarta, July 2007), This Town, Character
Pieces (in collaboration with Science Project (NY/
Tokyo) in Hanegi Park, Tokyo, August 2007), and
Matryoshka Fantasia (in BankART Studio NYK,
Yokohama, October 2008).
In the 60-minute “Living Fossil” performance
in Nitiprayan Kampong, she took the audience
to reflect on the memory accumulation process
undergone by humankind in life.
64 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Mengutip pernyataan artistik Yoko Ishiguro: “Kita memiliki memori dari masa purba,
dan juga Paleozoic era, bahkan, mereka bisa jauh lebih tua dari itu. Itu adalah momen
ketika kehidupan terlahir di bumi, di mana memori mulai terakumulasi. Sejak itu,
ingatan-ingatan itu terakumulasi tanpa jeda apapun hingga sekarang, saat ini. Ingatan-
ingatan itu memfosil. Jika seseorang menggali mereka, mereka akan datang. Tapi
ingatan-ingatan tersebut bisa jadi tetap aktif meskipun tubuh tubuh mereka telah mati.
Dan kita juga menjadi terfosilkan”.
Maka, di atas tanah sawah Kampung Nitiprayan Yoko Ishiguro memvisualisasikan
proses penggalian ingatan masa lalu dengan secara harafiah menggali tanah untuk
menemukan benda-benda yang berasosiasi dengan hidupnya di masa lalu dan juga
masa sekarang: mainan anak, pakaian sehari-hari, sepeda onthel, pemasak nasi
(ricecooker) berikut nasi panas yang ia makan, majalah, surat kabar, televisi, laptop,
telepon seluler, dan lain sebagainya. Sambil ia melakukan penggalian, terdengar lamat-
lamat suara yang keluar dari dalam dan dari atas tanah perbincangan antara seorang
anak dan ibunya tentang memori, masa lalu, dan masa kini. Pada akhirnya, ia juga
mengajak penonton yang hadir untuk merespon performansnya dengan ikut menggali
tanah dan menonton rekaman video yang ia buat selama dua minggu tinggalnya di
Yogyakarta sebelum pementasan dilangsungkan.
Penampilan Yoko Ishiguro yang dimulai tepat pukul 16.00 dan berakhir pukul 17.30 WIB
dihadiri kurang lebih 90 orang.
June 7th –August 7th 2008 65
Quoting Yoko Ishiguro’s aesthetic statement: “We are equipped
with ancient memories since Paleozoic Era or more prehistoric
ones. The memories are of the moment when life appeared on
earth where the memories accumulated. Then, these memories
accumulated continuously until today, now. They are like fossils.
When someone digs them, they will come out. They can stay
active although their bodies pass on. We get into fossils either”.
In Nitiprayan Kampong rice field ground, Yoko Ishiguro
visualized the past memory recovery by factually digging the
ground to discover past and recent life-related instruments such
as toys, daily cloth, old bicycle, ricecooker along with hot cooked
rice she ate, magazines, newspapers, television, laptop, cellular
phone, and so on. Digging the ground, soft sound was heard
from inside and on the ground; a mother was talking to her
child about past and recent memories. At last, she asked the
audience to interact and give a response to her performance
by digging the ground and watched the video she made in her
two-week-living in Yogyakarta before the performance held. The
performance began precisely at 4.00 pm and completed at
5.30 pm attended by 90 people more or less.
66 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 67
PASAR RAYA FKY/The FESTIvAL FAIR
7 Juni-7 Juli 2008, di area Museum Benteng vredeburg dan Taman Budaya Yogyakarta/June 7th- July 7th, at The vredeburg Fort Museum complex and Taman Budaya Yogyakarta (Yogyakarta Arts Centre)
68 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Pasar Raya FKY XX 2008 diikuti oleh 108 stand peserta; terdiri dari 77 peserta umum yang mendaftar, dan 31 stand anak asuh dari program Orang Tua Asuh dan Pengrajin Kecil Pasar Raya. Di Pasar Raya bisa ditemukan stand mainan anak tempo dulu ”Pandes”, yang dengan dolanan otok-otok-nya membawa pengunjung kepada masa lalu. Selain itu ada juga stand LSM
(lembaga swadaya masyarakat) seperti WALHI, PLAN dan PKBI, stand
komunitas tattoo SURVIVE, stand Asosiasi Layang-layang Indonesia,
stand koperasi Batik Tulis Imogiri, stand buku loak, stand distro, stand
DAGADU, stand Barongsai, stand lukisan, stand kerajinan seni benda-
benda mini JOPA JAPU, hingga stand makanan (Gula Semut khas Jogja).
Dari 108 stand yang ada di Pasar Raya, tidak semuanya menjual
produk. Seperti stand LSM misalnya, mereka memanfaatkan Pasar
Raya sebagai media promosi untuk program-program lembaganya. Dari
hasil survei kecil Panitia terhadap pengisi stand, transaksi terjadi di
stand-stand yang harga produknya terjangkau (khusus untuk barang-
barang kebutuhan umum) namun untuk stand-stand yang produknya
bernilai tinggi, misalnya mebel dari kayu jati, mereka memanfaatkan
Pasar Raya sebagi ajang promosi saja. Biasanya transaksi terjadi di luar
Pasar Raya. Calon konsumen yang tertarik akan datang langsung ke
rumah/studio pemilik stand.
upaya PromosiSelama persiapan dan pelaksanaan Pasar Raya, Panitia berupaya
melakukan beragam kegiatan promosi, seperti:
- penyebaran flyer Jadwal Acara Pasar Raya di pusat-pusat keramaian
kota seperti Jalan Malioboro, Taman Parkir Abu Bakar Ali, dan lain-
lain;
June 7th –August 7th 2008 69
108 stands consisting of 77 public participants and 31 assisted communities of the Orang Tua Asuh (Foster parents) and Pengrajin Kecil Pasar Raya (small scale craftsmen) took part in the FKY’s Festival Fair. Visitors could find a toy stand called “Pandes” that sold toys from old bygone days, one of which was the otok-otok, reminding visitors of the past. There were also stands from NGOs such as WALHI, PLAN
and PKBI, SURVIVE tattoo community, The Kite Flying Association,
the Imogiri hand illustrated batik co-operative, second hand books,
distros, DAGADU, the Barongsai, painting stands, JOPA JAPU mini
handicraft stand, and the Gula Semut food stand, a Yogyanese
specialty.
Not all of the 108 stands at the Festival Fair sold products. The NGO
stands, for example, used the opportunity as a media to promote
their programs. The result of our small survey taken by the stall
owners showed that transactions took place in stalls with affordable
daily needs items. However, stalls with high priced products such as
wooden furniture, used the fair as an opportunity to promote their
products, and transactions would then take place elsewhere. Potential
buyers would visit the studio or homes of the stalls owners.
PromotionThe efforts of promotion carried out by the Committee during the
preparation and execution of the Festival Fair were:
- Distribution of Fair schedule flyers at various strategic locations
such as Jalan Malioboro, the Abu Bakar Ali parking space, etc;
- Announcement of daily events through the loud speaker at the
70 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
- mengumumkan acara-acara yang
berlangsung setiap harinya melalui speaker
aktif yang ada di area Pasar Raya;
- pawai motor malam hari, membawa tulisan
Pasar Raya dengan hiasan lampu warna
warni dan mengelilingi kota;
- Di luar yang dilakukan oleh Panitia Pasar
Raya, tim Agitasi & Propaganda Panitia
Pusat FKY XX 2008 juga menyebarkan
materi publikasi Pasar Raya ke beragam
ruang publik dan pusat keramaian, seperti:
hotel, restoran, toko buku, warung internet,
supermarket, dan kantor travel agent;
- Selain itu, Panitia juga membangun relasi
dan kerja sama dengan elemen infrastruktur
pariwisata Yogyakarta, yaitu seluruh
armada taksi yang beroperasi di Yogyakarta,
perusahaan bis KOPATA, untuk turut
menggiring masyarakat Yogyakarta datang ke
Pasar Raya melalui sticker yang ditempel di
badan dalam dan badan luar armada.
Fair ground;
- Banner shows on motorbike convoys
around the city;
- Distribution of publications at public
spaces and centers, such as hotels,
restaurants, book stores, internet cafés,
supermarkets and travel agent offices by
the Committee through the Agitation &
Propaganda team;
- Co-operation with elements of the
Yogyakarta tourism infrastructure, such
as the taxi armada in Yogyakarta and the
KOPATA bus company, to guide the people
of Yogyakarta to visit the Fair through
stickers inside and on the outer body of the
buses and taxis.
June 7th –August 7th 2008 71
Events ShownThe Fair offered a various array of entertainment
for visitors in the Vredeburg Fort area and the
Taman Budaya Yogyakarta (the Yogyakarta Arts
Centre). These were: (1) Jazz for You, (2) the
Yogyakarta Students Activities Unit, (3) Folk Art,
(4) Dangdut Tak Ku Kejar Tapi Selalu Ku Dengar
(Dangdut music show), (5) Kutunggu Karyamu
(Performances of Young Choreographers), (6)
Rock Lama Bergema Sampai Ujung Jogja (Rock
music show), (7) Dance competitions, (8) Break
Dance competitions, (9) Band Competitions, (10)
Family Sunday, (11) Online Game Competition,
and (12) live screening of EURO 2008 football
matches.
The main theme for this year’s Festival Kesenian
Yogyakarta was “Masa Lalu Selalu Baru”
(The Past is New). Stand owners responded
positively to it and brought about a relaxing and
comfortable atmosphere to the Fair in the hope
Acara yang disuguhkan Pasar Raya menyuguhkan acara hiburan
untuk para pengunjung, baik di area Benteng
Vredeburg maupun di Taman Budaya
Yogyakarta setiap malamnya. Adapun
sejumlah acara pokok di Pasar Raya adalah:
(1) Jazz for You, (2) Unit Kegiatan Mahasiswa
Yogyakarta, (3) Kesenian Rakyat, (4) Dangdut
Tak Ku Kejar Tapi Selalu Ku Dengar, (5)
Kutunggu Karyamu, (6) Rock Lama Bergema
Sampai Ujung Jogja, (7) Kompetisi Dance, (8)
Kompetisi Break Dance, (9) Kompetisi Band,
(10) Family Sunday, (11) Kompetisi Game
Online, dan (12) nonton bareng EURO 2008.
Secara umum, acara sengaja dikemas
lawasan, mengikuti tema FKY tahun ini ”Masa
Lalu Selalu Baru”. Hal ini ternyata disambut
positif oleh para pengisi stand. Dengan tema
lawasan, pengunjung akan merasa lebih
santai, nyaman jika berkunjung ke Pasar Raya,
72 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
sehingga harapannya transaksi dapat terjadi di
stand-stand Pasar Raya.
Di samping itu, masih ada acara tambahan yang
bersifat populer, yang memang ditujukan untuk
mengakomodasi minat masyarakat Yogyakarta,
yaitu ”Rock-and-Rollmania” (Rescue dan Bacout
Area), ”Tribute To Koes Plus” (Kalahitam Plus),
”Keroncong” (Bintang Selatan), dan ”Waria on
Stage”. Tidak ketinggalan, penyelenggaraan
Bioskop Pasar Raya yang di tahun kedua ini juga
hadir meramaikan Pasar Raya dan menjadi ajang
berkumpulnya peminat film (baik itu produsen,
konsumen, maupun mediator).
Animo masyarakat Yogyakarta untuk
mengunjungi Pasar Raya dan menikmati acara
hampir selalu rata setiap harinya. Namun
membludak pada saat special event yang jatuh
pada hari Sabtu, seperti ”Waria on Stage”, di
mana penonton berjubel untuk melihat aksi
that transactions will take place at the stands.
Besides this, there were also various popular
additional events to accommodate the
interests of the Yogyakarta community, such
as “Rock-and-Rollmania” (Rescue and Bacout
Area), “A Tribute to Koes Plus” (Kalahitam
Plus), “Keroncong” (Bintang Selatan) and
“Waria on Stage” (transvestites on stage).
Also, there was the Fair Cinema, which had
participated for two years running. The cinema
venue was the meeting spot for film lovers
namely producers, consumers, and mediators.
The enthusiasm of the community of
Yogyakarta to visit the Fair and enjoy the
events had roughly been the same each
day, but on special events such as “Waria
on Stage”, people crowded the venue to see
the actions of transvestites of Yogyakarta.
Overall, the Fair was a success and managed
June 7th –August 7th 2008 73
para waria Yogyakarta. Secara keseluruhan
acara Pasar Raya berjalan sukses dan
menarik bagi masyarakat Yogyakarta, dilihat
dari animo masyarakat yang besar untuk
selalu mengunjungi Pasar Raya FKY XX 2008
di Benteng Vredeburg dan Taman Budaya
Yogyakarta selama Pasar Raya berlangsung.
Pada pertengahan perjalanan Pasar Raya,
Panitia sempat mengadakan forum bersama
para pengisi stand. Dari sanalah panitia
mendapat banyak saran, kritik dari para
pengisi stand, yang sebagian besar merasa
Pasar Raya sepi di siang hari. Oleh karenanya
Panitia melakukan beberapa antisipasi
untuk menarik pengunjung. Bekerja sama
dengan para pengisi stand diadakanlah
acara tambahan seperti diskusi tentang HIV/
AIDS bersama PKBI (Paguyuban Keluarga
Berencana Indonesia), workshop membatik,
workshop membuat layang-layang, workshop
to attract the people of Yogyakarta, as shown by
the great enthusiasm to visit the 20th FKY 2008’s
Festival Fair, both at The Vredeburg Fort Museum
complex and Taman Budaya Yogyakarta.
Halfway in the Fair’s execution, the Committee
held a joint forum for the stand owners. Here the
Committee received many suggestions, critiques
from the stand owners, who mostly felt the
Fair was too quiet in the daytime. Therefore, in
cooperation with stand owners, the Committee
held additional events such as talks on HIV/AIDS
along with PKBI (The Indonesian Family Planning
Association), workshops on batik making, kite-
making workshop, tattoo workshop, fashion show
of products from the stands, and an acoustic
music show along with the stand owners.
On the last day of the Fair, on July 7th 2008, the
Committee held a seminar with the Governor of
the Special Province of Yogyakarta, His Majesty
74 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
tattoo, acara peragaan busana yang menampilkan produk-produk
dari para pengisi stand, hingga acara akustikan bersama para pengisi
stand.
Acara sarasehan dengan Gubernur D.I. Yogyakarta terjadi pada hari
terakhir Pasar Raya (7 Juli 2008). Para pengrajin diberi kesempatan
untuk berbincang-bincang, memberi masukan, saran serta kritik
kepada Sri Sultan Hamengkubuwana X perihal kesenian dan
kerajinan di Yogyakarta secara umum dan perihal penyelenggaraan
Pasar Raya FKY secara khusus.
Catatan Jumlah PengunjungSelama satu bulan penuh Pasar Raya FKY XX 2008 dikunjungi oleh
145.912 orang dari beragam kalangan (siswa sekolah, mahasiswa,
rombongan piknik keluarga, wisatawan mancanegara, seniman,
rekan-rekan media, dan lain-lain). Rata-rata pengunjung tiap harinya
adalah 4.706 orang. Jumlah pengunjung paling sepi dalam satu
hari selama Pasar Raya tercatat 2.803 orang. Jumlah pengunjung
paling ramai adalah 8.519 orang (bersamaan dengan pertunjukan
musik Sawung Jabo & Sirkus Barock di penutupan Pasar Raya FKY
XX 2008). Jika dilihat dari jumlah pengunjungnya, Pasar Raya kali ini
mencapai target jumlah pengunjung yang direncanakan, yakni 4.000
orang tiap harinya.
Pasar Raya FKY XX 2008 benar-benar lahan komersial, tempat
perjumpaan para produsen, mediator dan konsumen beragam seni
dan budaya yang hidup dinamis di Yogyakarta. Mempertemukan
semua kalangan dalam sebuah pesta kesenian!
June 7th –August 7th 2008 75
Sri Sultan Hamengkubuwana X. Artisans were given the opportunity to speak, to give suggestions
and critiques to the governor, Sri Sultan Hamengkubuwana 10th, about arts and crafts in Yogyakarta
in general and especially on the occasion of FKY.
The Number of visitorsThe total number of visitors during the one month of the 20th FKY 2008 was 145.912 from various
groups, namely school children, university students, families, foreign visitors, artists, people from
the media, etc. The daily rate of visitors was 4.706 people with 2.803 being the least. The highest
number of visitors in a day reached 8.519, which was due to the music show of Sawung Jabo &
Sirkus Barock on the closing day of the 20th FKY 2008. The Fair has reached its target of attracting
4.000 visitors per day.
The 20th FKY 2008 truly became a commercial space, where producers, mediators and consumers
of arts and culture who live dynamically in Yogyakarta, met in a festival of the arts.
76 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 77
JOGJA ART FAIR#115 Juni - 7 Juli 2008, Taman Budaya Yogyakarta
78 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Di dalam penggagasan program FKY XX 2008 muncul ide untuk mencip-takan Art Fair di kota Yogyakarta, seperti yang telah diadakan secara berkala di kota-kota pusat seni rupa lain: Beijing, Shanghai, Melbourne, dan sebagainya. Tujuan dari Jogja Art Fair ini adalah menyediakan ruang bagi bertemunya seniman de-ngan pasar seni rupa se-cara langsung.
Menggandeng sebuah art organizer terkemuka
di Yogyakarta: Heri Pemad Art Management
(HPAM), Jogja Art Fair#1 diselenggarakan
dan diikuti oleh sebanyak 227 seniman yang
mengikutsertakan 410 karya. Sebanyak 40%
dari seniman peserta itu adalah yang diundang,
sedangkan sisanya adalah seniman yang
mendaftarkan diri, baik berasal dari Yogyakarta
maupun kota-kota lainnya. Seleksi karya
diadakan secara tertutup oleh Heri Pemad dan
Bambang ‘Toko’ Witjaksono dengan kapasitas
mereka sebagai salah satu pelaku pasar seni
rupa. Karya yang diikutsertakan oleh seniman
sangat didominasi oleh karya-karya dua dimensi,
dan seniman yang berpartisipasi lebih banyak
adalah seniman-seniman muda.
June 7th –August 7th 2008 79
The designing of the 20th FKY 2008 resulted in the idea to create an Art Fair in Yogyakarta, similar to regular ones held in other cities well-known as of art centres, such as: Beijing, Shanghai, Melbourne, etc. The aim of the Jogja Art Fair was to provide a space where artists could directly meet the art market.
In collaboration with a well-known arts organizer
in Yogyakarta, the Heri Pemad Art Management
(HPAM), the Jogja Art Fair#1 was held and
joined by 277 artists with 410 artworks. 40%
of the artists joined by invitation, and the rest,
originating from Yogyakarta and elsewhere,
by application. The selection process of the
artworks were carried out in a closed meeting by
Heri Pemad and Bambang ‘Toko’ Witjaksono as
individuals having capacity of working in the arts
market. The two-dimensional artworks dominated
the works and most of the participants were
young artists.
Due to the limited space of the Taman Budaya
Yogyakarta, the artworks were exhibited in turns,
by rotation once a week. Each week JAF#1
was able to show 150 pieces of artwork in the
80 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Disebabkan ruang pamer Taman Budaya Yogyakarta yang tidak cukup luas, maka
karya-karya itu dipasang secara bergilir, seminggu sekali diganti. Rata-rata setiap
minggu JAF mampu memasang 150 karya di dalam ruang pamer. Karya-karya yang
sedang tidak berkesempatan muncul di ruang pamer dapat diakses oleh pengunjung
melalui layar screening; katalog digital komputer di bagian depan ruang pamer; website
www.jogjaartfair.com; dan melalui newsletter JAF#1 yang terbit sebanyak dua kali di
dalam masa penyelenggaraannya.
HPAM mendesain ruang pamer Taman Budaya Yogyakarta menjadi lebih artistik. Di
dalam ruang pamer, didirikan sekat-sekat yang membentuk koridor-koridor di sisi
kanan dan kiri. Hal ini memberikan keuntungan yaitu tersedia ruang lebih banyak
untuk memasang karya, display karya terlihat lebih rapi dan elegan. Sedangkan pada
desain eksterior, HPAM mendandani perwajahan ruang pamer TBY dengan mendirikan
semacam bangunan dekorasi nonpermanen bergaya street art yang muda, cair, dan
hangat. Dari komentar-komentar yang didapat, publik sangat menyukai desain ruang
JAF tersebut, karena membuat suasana JAF tidak terkesan kaku atau formal.
Minat masyarakat untuk mengapresiasi karya-karya yang dipamerkan di JAF#1 sangat tinggi. Dari total tiga minggu penyelenggaraan, jumlah pengunjung yang tercatat menonton pameran JAF#1 sebanyak 7.700 orang, dengan perincian: 3.700 penonton di minggu pertama, 2.500 di minggu kedua, dan 1.500 di minggu ketiga.
Beberapa keberhasilan penyelenggaraan JAF#1 yang bisa dicatat adalah: sebanyak
42 karya seni terjual dalam JAF#1; dari penyelenggaraan JAF#1 bermunculan nama-
nama seniman baru yang sebelumnya belum terpetakan; serta PT. Indosat Tbk. sebagai
sponsor utama event JAF#1 menyatakan sangat puas dan berminat untuk bekerja
sama kembali pada penyelenggaraan JAF di tahun mendatang.
Kepanitiaan FKY XX 2008 telah terbukti berhasil bersama HPAM sebagai mitra
penyelenggara mengadakan event rintisan Jogja Art Fair. Namun demikian, nama JAF
telah menjadi hak paten HPAM yang berencana menyelenggarakan JAF secara reguler
setiap tahunnya. Untuk penyelenggaraan FKY tahun-tahun mendatang, panitia FKY
dimungkinkan untuk melakukan pendekatan dan lobby dengan pihak HPAM untuk kerja
sama penyelenggaraan JAF sebagai bagian dari rangkaian kegiatan FKY.
June 7th –August 7th 2008 81
exhibition room. People were able to access un-exhibited works on screen; on the
computed digital catalogue at the front part of the exhibition room; on the www.
jogjaartfair.com website; and through the JAF#1 newsletter, issued twice during the
art fair.
The HPAM (Heri Pemad Art Management) gave the Taman Budaya Yogyakarta
exhibition room a more artistic look. Inside the room, they built dividers forming
corridors on the left and right. This benefitted the Committee as it provided more
room to mount the artists’ work; their display looked neat and elegant. Meanwhile,
the HPAM decorated the exterior of the exhibition room at Taman Budaya
Yogyakarta by building a non-permanent street art décor with a young, casual, and
warm feel. The comments showed the public’s appreciation of the Jogja Art Fair
room design, because of its less-formal outlook.
The works exhibited at the JAF#1 was highly appreciated by the public. During the three weeks of exhibition the number of visitors reached 7.700, there were 3.700 in the first week, 2.500 in the second, and 1.500 in the third week.
The JAF#1 saw several achievements, namely: 42 art works were sold; the
emergence of new names of artists previously unaccounted; and sponsorship from
PT. Indosat Tbk. Being the main sponsor for the event, PT. Indosat Tbk expressed
their satisfaction and interest in further collaboration in next year’s JAF event.
The 20th FKY 2008 with HPAM has proven to be a successful partnership in
holding the Jogja Art Fair. However the JAF name has become the rights of HPAM,
who plans to hold JAF annually. For the future FKY, the FKY committee may
possibly approach and lobby HPAM to hold JAF as part of the FKY.
82 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
the onto’s: masKot festIval KesenIan YogYaKarta XX 2008the onto’s: masCot of festIval KesenIan YogYaKarta XX 2008
raDen ontoseno DanestetIKa geraBah KasonganraDen ontoseno anD the aesthetICs of Kasongan earthenware
June 7th –August 7th 2008 83
Oleh/By Yustina W. Neni
84 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Raden OntosenoSalah satu alasan mengapa salah satu tokoh pewayangan yaitu Raden Antasena atau Ontoseno dipilih menjadi ikon FKY XX 2008 adalah karena tokoh ini munculnya hanya di jagad pewayangan Yogyakarta. Di Surakarta Ontoseno dikenal sebagai Ontorejo. Namun di Yogyakarta baik Ontoseno maupun Ontorejo dikenal sebagai sosok yang berbeda. Keduanya adalah anak Werkudara selain Gatutkaca. Ontoseno adalah anak Werkudara dengan
Dewi Urang Ayu. Dibalik kesaktiannya yang
digambarkan selalu menang dalam bertempur
dan tidak bisa mati (oleh karena itu tidak
boleh ikut dalam perang Baratayuda) tokoh
ini juga digambarkan berwatak jujur, rendah
hati, terus terang, tidak bisa berbahasa
Jawa Krama (Bahasa Jawa halus) dan sering
Raden OntosenoOne of the reasons to elect one of puppet-theater figures that is Raden Antasena or Ontoseno to be the icon of FKY XX 2008 is due to its appearance in the puppet-theater world of only Yogyakarta. In Surakarta, Ontoseno is known as Ontorejo. But in Yogyakarta, both Ontoseno and Ontorejo are different figures. They are the sons of Werkudara in addition to Gatutkaca. Ontoseno
is the son of Werkudara with Dewi Urang
Ayu. Behind the accounts of his supernatural
power winning all times at the battle-fields
and immortality (therefore he was not allowed
to fight in the Baratayuda War), this figure is
recognized as honest, humble, straightforward,
unable to speak honorific forms of Javanese
language (politest level of Javanese language)
and does improper etiquette. Some opinions
June 7th –August 7th 2008 85
melanggar tata krama. Beberapa pendapat
bahkan mengatakan Ontoseno adalah
tokoh yang sinting. Kemunculan Ontoseno si
anak Werkudara dalam jagad pewayangan
Yogyakarta adalah kebalikan dari citra-citra
priyayi yang telah menjadi stereotip.
Diskusi Yang Panjang & MenggairahkanPelibatan Ontoseno dalam FKY XX 2008 terjadi
melalui diskusi yang panjang antara Tim
Agitasi dan Propaganda FKY, Bagian Penelitian
dan Pengembangan FKY, Tim Artistik FKY,
serta beberapa sejarawan dan dalang-dalang
ternama di Yogyakarta. Pencarian wujud
yang khas juga tidak kalah serunya. Diskusi-
diskusi ini bertujuan untuk mengkilapkan
pamor FKY yang konon sudah buram di mata
masyarakat Jogja sendiri. Dimulai pada bulan
November 2007 hingga akhirnya pada bulan
April 2008 Tim Artistik FKY XX 2008 menunjuk
tanah-tanah di Yogyakarta media paling tepat
untuk mewujudkan Raden Ontoseno menjadi
merchandise FKY XX 2008 – THE ONTO’S yang
digubah oleh Iwan Effendi, seniman muda asal
Tempel, Sleman, Yogyakarta.
say that Ontoseno is odd. The appearance of
Ontoseno the son of Werkudara in the puppet-
theater world of Yogyakarta is in the contrary to
the stereotyped upper class images.
Lengthy And Exciting DiscussionsThe involvement of Ontoseno in FKY XX 2008
is taken through lengthy discussions among
the Agitation and Propaganda Team, Research
and Development Division and Artistic Team
of FKY with several historians and prominent
puppeteers of Yogyakarta. The searching for
suitable outline is really stimulating. A series
of discussions aim to give out light on the FKY
prestige entering its gloomy time before the
audiences of Yogyakarta itself. From November
2007 until April 2008, the Artistic Team of
FKY XX 2008 pointed at certain grounds of
Yogyakarta as the precise media to materialize
Raden Ontoseno into the merchandises of FKY
XX 2008 – THE ONTO’S modified by Iwan Effendi,
a young artist from Tempel, Sleman, Yogyakarta.
86 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Estetika Gerabah Kasongan BantulSalah satu daerah tujuan belanja oleh-oleh di Yogyakarta adalah di Kasongan, Bantul. Daerah ini terkenal dengan industri rumahan gerabah. Yang mungkin khalayak kurang paham adalah tanah yang dibuat gerabah di Kasongan adalah bukan tanah Kasongan, melainkan (salah satunya) tanah dari Godean, Yogyakarta barat. Anehnya di Godean
sendiri, rekayasa tanah tersebut berupa genteng
dan di Kasongan menjadi alat-alat rumah
tangga. Karakter tanah ini kasar dan kandungan
pasirnya tinggi, juga tidak mampu direkayasa
untuk teknik bakaran tinggi, misalnya glasir yang
pembakarannya membutuhkan panas lebih
dari 1000 derajat celsius. Tanah Yogyakarta
akan retak pada suhu lebih dari 800 derajat
celsius. Oleh karena itu produk-produk kasongan
cenderung tebal dan yang berkembang adalah
produk-produk luar ruang. Pada tahun 70 an,
Sapto Hudoyo (almarhum), seniman rupa-rupa
yang namanya mengharumkan Yogyakarta, main-
main ke Kasongan dan membuat patung kuda
dan naga bersisik dengan finishing cat plitur.
Tujuan salah satunya adalah supaya gerabah
Kasongan bisa masuk rumah dan dapat dijual
lebih mahal. Segera setelah itu kendi, gentong,
anglo, pot, dkk, bersanding dengan gaya gerabah
Sapto Hudayanan. Gaya ini bertahan hingga
akhir 80’an. Tahun 90’an hingga saat ini seturut
dengan munculnya trend gaya hidup alami dan
pengaruh dari para pemesan yang berasal dari
luar Jogja atau Indonesia, gerabah kasongan
menjadi lebih menarik. Tetap tidak jauh dari
The Aesthetics Of Kasongan (Bantul) EarthenwareOne of the souvenir-shopping spots in Yogyakarta is Kasongan, Bantul. The area is famous for its earthenware home-industry. Some people may not know that the soil for the earthenware-making in Kasongan is not Kasongan soil but among them is Godean (West Yogyakarta) soil. It is fairly surprising
that the soil is used for the roof-tile material
in Godean but household equipment in
Kasongan. The soil character is rough with
high sand-ingredient and hard for high
temperature burning like glazing requiring
1000 Celcius degree burning point. Yogyakarta
soil will crack in the temperature of more
than 800 Celcius degree. Therefore, the
products tend to be thick and the developing
ones are exterior products. In 1970s, (late)
Sapto Hudoyo, a multi-talented artist whose
name makes Yogyakarta celebrated, paid
some visits to Kasongan and created a horse
statue and scaly dragon in varnished finishing.
One of his purposes was to make Kasongan
earthenware possibly get in houses and
higher in price. Soon after that, the style of
Kasongan earthenware products like flasks,
large bowls for water, braziers, flower-pots and
the sorts came together with Sapto Hudayanan
earthenware. The style continued until the
end of 1980s. In 1990s until now, along
with natural lifestyle trend and influence of
buyers coming from other cities or countries,
Kasongan earthenware become more
June 7th –August 7th 2008 87
asalnya gentong, pot, dan saudara-saudaranya
itu menjadi gentong dan pot gaya bali, gaya
jepang, gaya cina, dan muncul disain baru
seperti kap lampu, pucukan atap, dengan
aneka gaya. Semua gaya baru tersebut nyaris
tanpa poles alias gerabah mentah (istilah
akademisnya “biscuit”), tetapi gaya lokal
yang bercat warna-warni tetap ada dengan
menggunakan bermacam-macam teknik
seperti disaput, dikerok, cat timbul, dll. Para
penggemar keramik mengatakan gerabah
macam ini – yang dicat – nilainya rendah dan
ndesit. Namun estetika lokal bergeming. Tanah
Yogyakarta berbeda dengan Tanah Malang
Jawa Timur atau Sukabumi di Jawa Barat, yang
langsung bisa dibakar dengan suhu tinggi
begitu diambil dari sungai. Naluri menghias,
mempercantik, dan menghibur selalu bergerak
bersama berkembangnya umat manusia dan
dinamika habitualnya. Tanah Yogyakarta yang
khas, masyarakat Yogyakarta yang terbuka
dan dinamis, keinginan meniru adalah daya
cipta yang membuat Yogyakarta selalu
dirindukan untuk dikunjungi kembali. Bagi Tim
FKY – gerabah Kasongan baik polos maupun
yang di cat adalah murni dan asli.
enchanting. Keeping the original functions, those
large bowls for water and flower-pots together
with their siblings have turned out into Balinese,
Japanese and Chinese earthenware products
and new designs coming up in lamp-shades and
roof-tips with various styles. All new styles are
not polished or raw earthenware (academically-
called as “biscuit”) but the local style in colorful
paints are still available with different techniques
like covered, rubbed down, embossed, etc. The
ceramic lovers say that such earthenware—
painted ones—are considered low-valued and
rustic. However, the local aesthetics keeps quiet.
Yogyakarta soil differs from Malang (East Java)
or Sukabumi (West Java) soil, possibly burnt in
high temperature as soon as it is taken from the
rivers. The impulse to decorate, beautify and
entertain always moves along with humankind
development and habitual dynamics. The unique
Yogyakarta soil, welcome as well as dynamic
society and aspiration to imitate are the creation
power making Yogyakarta always get longed for
and visited again. For the FKY team, Kasongan
earthenware either plain or painted is pure and
original.
88 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
Seni Sebagai Investasi – Ontoseno Jadi CelenganDalam FKY kali ini salah satu bagian penting yang ingin
dicanangkan selain keberhasilan setiap acara yang akan dige-
lar, adalah perbaikan manajemen. Dalam konteks festival,
sebuah manajemen yang tertata akan menjadi mesin pen-
dorong bagi penyelenggaraan yang ideal. Sebuah festival yang
ideal adalah corong promosi positif dari sebuah daerah seperti
Yogyakarta yang dihidupi oleh industri kreatif dan pariwisata.
Itulah salah satu tujuan yang akan diraih oleh FKY kali ini, yakni
menjadikan seni sebagai investasi ekonomi bagi Yogyakarta.
Investasi yang diwujudkan dalam bentuk penataan manajemen
telah membuka peluang kerja sama dengan stake holder
yang lebih luas, serta pelibatan publik dan pelaku seni dalam
penyelenggaraan festival. Wujud konkret dari keberhasilan
ini Pemda Propinsi DIY telah menganggarkan uang sejumlah
500 juta rupiah. Dana dari Pemerintah tersebut meningkat
dibanding tahun lalu yang hanya 300 juta rupiah. Hal itu
merupakan hasil dari terbukanya ruang diskusi dengan Pem-
Prop, DPRD tingkat I, dan BPKD. Terbukanya ruang diskusi
dengan jajaran birokarsi ini merupakan program internal dari
menejemen festival dalam membuka hubungan kerjasama de-
ngan birokrasi pemerintah. Meskipun demikian Panitia Festival
masih berharap terbukanya jalur kerjasama dengan beberapa
pihak birokrasi yang lain, yang berpotensi untuk mendukung
suksesnya sebuah festival seni, seperti Dinas Pariwisata, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Dekranas, Pemkot/Pemkab,
dll.
Merchandise The ONTO’S T-shirt dan Celengan dipersembahkan
untuk kesuksesan pelaksanaan FKY XX 2008 oleh 3 perupa
ternama Indonesia yaitu Agus Suwage (lahir di Purworejo),
Jumadi Alfi (lahir di Padang, Sumatera Barat), dan Agung
Kurniawan (lahir di Jember, Jawa Timur). Ketiganya tinggal dan
bekerja di Yogyakarta.
June 7th –August 7th 2008 89
Investment – Ontoseno To Be Piggy-banks In FKY XX 2008, one of the goals to achieve despite the success
for each program implemented is management improvement.
In festival context, an organized management is the stimulating
machine to ideal implementation. An ideal festival is like the
megaphone of positive promotions for a region like Yogyakarta
enlivened with creative industry and tourism. It is one of the
goals to achieve through this recent FKY positioning art as the
economical investment for Yogyakarta.
The investment manifested in the management improvement
has opened opportunities for collaborative works among wider
stakeholders as well as involvement of public and artists in
the festival implementation. The concrete manifestation of
this success is the availability of budget amounted IDR 500
millions from Pemda Propinsi (PemProp) DIY (Local Government
of Yogyakarta). The budget increases from the last year fund
amounted IDR 300 millions. In fact, it is the outcome of open
discussion rooms among PemProp, DPRD I (Regional People’s
Legislative Assembly) and BPKD (Board of Local Financial
Management). The openness of discussion rooms is an internal
program of the festival management in establishing relationship
with the government bureaucrats. Nonetheless, the Festival
Committee are still expecting to build open relationship paths
with other bureaucratic parties potentially supporting the
success of an art festival such as Dinas Pariwisata (Department
of Tourism), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Department
of Industry and Commerce), Dekranas (National Craft Council),
City Government/District Government and others.
The merchandises of The ONTO’S T-Shirts and Piggy-banks are
presented for the success of FKY XX 2008 implementation by
three Indonesian outstanding artists that are Agus Suwage (born
in Purworejo), Jumadi Alfi (born in Padang, West Sumatra) and
Agung Kurniawan (born in Jember, East Java). They live and work
in Yogyakarta.
90 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 91
92 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
FESTIvAL KESENIAN YOGYAKARTA XX 2008 DISELENGGARAKAN OLEh:
DIDuKuNG OLEh:
June 7th –August 7th 2008 93
94 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 95
96 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 97
98 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 99
100 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 101
102 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 103
104 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 105
106 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
June 7th –August 7th 2008 107
No Judul Berita Media Waktu Pemuatan Wartawan
1 Dari Pasar Raya Hingga OTA Radar Jogja Selasa, 11 Maret 2008
Azzam (Uki)
2 FKY XX 2008 Sajikan Sejarah Yogyakarta
Solo Pos Selasa, 29 April 2008
3 FKY XX Libatkan Sembilan Kam-pung
Radar Jogja Selasa, 29 April 2008
Sam
4 FKY Tampilkan Babad Kampung Kompas Jogja Jumat, 2 Mei 2008 Agni
5 FKY XX 2008 Jadi Daya Tarik Wisata dan Ikon Yogya
Kedaulatan Rakyat
Jumat, 2 Mei 2008 Khocil
6 FKY Jajaki Jalur Kemitraan Radar Jogja Jumat, 2 Mei 2008 Azzam (Uki)
7 Acara FKY XX Akan Dipadatkan Bernas Jogja Jumat, 2 Mei 2008
8 FKY XX Siap Digelar Republika Jumat, 2 Mei 2008 Heri P
9 FKY XX 2008 Pedulikan Masa Lalu Gudeg Net Rabu, 30 April 2008 Joko Widiyarso
10 Babad Kampung Siap Meriahkan FKY XX 2008
Solo Pos Selasa, 6 Mei 2008 Awi
11 Sembilan Kampung Terlibat Di FKY Ke-20
RRI Rabu, 30 April 2008 Antok Wesman
12 FKY XX, Menghidupkan Ruh Seni-man Kampung
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 3 Mei 2008 Chaidir
13 Festival Kesenian Yogyakarta Digelar Mulai 7 Juni 2008
Media Indonesia.Co.Id
Kamis, 1 Mei 2008 Ant
14 Festival Kesenian Yogyakarta XX: Targetkan 4.000 Pengunjung per Hari
Joglo Semar Jumat, 2 Mei 2008 Wip
15 Festival Kesenian Yogyakarta, Rakyat Harus Dilibatkan dalam Proses Kebudayaan
Kompas Jogja Jumat, 9 Mei 2008 Putu Can
16 Diseleksi, Penampil Asing di FKY 2008
Minggu Pagi Minggu II Mei 2008 Latief
17 FKY XX 2008 Sarat Seniman Asing Minggu Pagi Minggu, II Mei 2008 Latief
reKaPItulasI meDIa Koran Dan
CetaK PemBerItaan fKY XX 2008
108 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
18 Sembilan Kampung Meriahkan Festival Kesenian Yogyakarta 2008
Jurnal Nasional Kamis, 15 Mei 2008
Ant
19 Agung Kurniawan “Spesialis” Drawing yang Direktur Artistik FKY Tahun 2008, Ketika Seni dan Bisnis Bersinergi
Radar Jogja Minggu, 1 Juni 2008
Azzam (Uki)
20 Babad Kampung di FKY XX Sastra Ditiadakan
Nasari News Juni 2008 Teguh R Asmara
21 Rakyat Seniman Koran Tempo Senin, 2 Juni 2008 Kurniawan
22 Mari Menonton di FKY XX 2008 Solo Pos Rabu, 4 Juni 2008 Awi
23 Penonton Festival Kesenian Yogya-karta Tumplek-bleg
Koran Tempo Kamis, 5 Juni 2008 Idayanie
24 Jogya Tumplek Blek Awali FKY Joglo Semar Kamis, 5 Juni 2008 Dhi
25 FKY Diawali Sultan “Nyelengi Receh”
Bernas Jogja Kamis, 5 Juni 2008 c5
26 9 Kampung dukung perhelatan FKY XX, Masa lalu (bisa) selalu baru
Harian Jogja Kamis, 5 Juni 2008 Prihati Puji Utami
27 Jemek Pimpin Pawai Pembukaan Radar Jogja Jumat, 6 Juni 2008 Azzam (Uki)
28 SASANA Jadwal Acara, “Jogja Tumplek Blek”
Kompas Jogja Sabtu, 7 Juni 2008
29 FKY XX Usung Kesenian Langka Kompas Sabtu, 7 Juni 2008 Dya
30 FKY 2008: Memaknai Betapa Pluralnya Yogyakarta
Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika
31 Ikon The Onto’s atau Raden Antasena
Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika
32 Aji Wartono, Direktur Eksekutif FKY 2008, FKY Dukung Pariwisata Yogyakarta
Joglo Semar Sabtu, 7 Juni 2008 Rahajeng Kartika
33 Ruang Berbudaya Anak Muda Telisik Mei 2008 Widarti
34 Agenda FKY XX 2008, Pawai Pembukaan FKY; Pembukaan Pasar Raya; Pasar Raya; Pelatihan Pembuatan Tato; Nonton Bareng
Koran Tempo Sabtu, 7 Juni 2008 Fadjri
35 Sultan Buka FKY 2008 Koran Seputar Indonesia
Minggu, 8 Juni 2008
Priyo Setyawan
36 Foto Pawai Pembukaan FKY XX 2008
Kompas Minggu, 8 Juni 2008
Arum
37 Warga “Tumplek” di Malioboro Bernas Jogja Minggu, 8 Juni 2008
38 FKY 2008 Masa Lalu Selalu Baru Minggu Pagi Minggu II Juni 2008 Prass
39 FKY XX 2008 Dibuka, Seniman Mancanegara Terlibat
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 8 Juni 2008
Chaidir, Khocil
40 FKY, budaya Jogja atau ajang tontonan?
Harian Jogja Minggu, 8 Juni 2008
Mediani Dyah Natalia
June 7th –August 7th 2008 109
41 Pembukaan FKY Bikin Macet Harian Jogja Minggu, 8 Juni 2008
42 Pembukaan FKY XX 2008 Kurang Greget
Suara Merdeka Minggu, 8 Juni 2008
Sugiarto
43 Budaya Lokal Menjadi Pijakan, Pembukaan FKY XX Tampilkan Pawai di Masa Lalu
Kompas Jogja Senin, 9 Juni 2008 Bimo
44 SASANA, Jadwal FKY: Jogja on My Mind: “Enam Djam di Djokja”; UKM Seni Yogyakarta: Anterdance; Jogja on My Mind: “Penginapan Bu Broto”; Keroncong Mas Heri, Sinopsis: Jogja on My Mind
Kompas Jogja Senin, 9 Juni 2008
45 Jadwal FKY XX 2008 Hari ini Radar Jogja Senin, 9 Juni 2008
46 Mari Menonton di FKY Radar Jogja Senin, 9 Juni 2008 Azzam (Uki)
47 Foto Pawai Pembukaan FKY XX 2008
Merapi Senin, 9 Juni 2008 Sutriono
48 Agenda FKY XX 2008, Senin, 9 Juni 2008; Selasa, 10 Juni 2008; Rabu, 11 Juni 2008
Koran Tempo Senin, 9 Juni 2008 Fadjri
49 Sinopsis Enam Djam di Djogja dan Penginapan Bu Broto
Koran Tempo Senin, 9 Juni 2008 Fadjri
50 Akrobat dan Pantomim asal Pran-cis ramaikan FKY
Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Rahayuningsih
51 Tato tidak indentik dengan pre-manisme
Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Prihati Puji Utami
52 Foto Pengrajin Ukiran Kayu (Stand FKY)
Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid
53 Foto Stand Buku Bekas di FKY Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid
54 Foto Stand Batik Tulis Giriloyo di Pasar Raya FKY
Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid
55 Foto Stand Mainan Edukasi di FKY Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid
56 Foto Stand Kerajinan Batu dari Magelang di Pasar Raya FKY
Harian Jogja Senin, 9 Juni 2008 Talchah Hamid
57 Mari Menonton “Jogja on My Mind” di FKY
Kedaulatan Rakyat
Selasa, 10 Juni 2008
Chaidir
58 FKY XX, Romantisme di Kandang… Kompas Jogja Selasa, 10 Juni 2008
59 SASANA, Jadwal FKY, Selasa, 10 Juni 2008, dan sinopsis “Cintaku di Kampus Biru”
Kompas Jogja Selasa, 10 Juni 2008
60 Jadwal FKY Selasa, 10 Juni, 11 Juni, dan 12 Juni. Sinopsis: Cintaku di Kampus Biru dan Kom-pilasi Fourcolours#1
Koran Tempo Selasa, 10 Juni 2008
Fadjri
61 Jogja dalam Mari Menonton Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008
ILA
110 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
62 Agenda FKY 10-15 Juni 2008 Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008
63 Menilik hak anak di stan FKY Harian Jogja Selasa, 10 Juni 2008
Prihati Puji Utami
Jadwal FKY XX 2008 Hari ini, Selasa, 10 Juni 2008
Radar Jogja Selasa, 10 Juni 2008
64 FKY Masih Terus Mencari Format Kompas Jogja Rabu, 11 Juni 2008
65 SASANA, Jadwal FKY Rabu, 11 Juni 2008. Sinopsis: Penginapan Bu Broto
Kompas Jogja Rabu, 11 Juni 2008
66 Pagelaran komunitas tari kontem-porer Anterdans. Kritik sosial dari obrolan di angkringan
Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008 Prihati Puji Utami
67 Menghadirkan lagi dunia yang hilang
Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008 Prihati Puji Utami
68 Agenda FKY 11-15 Juni 2008 Harian Jogja Rabu, 11 Juni 2008
69 Jadwal FKY 11-13 Juni 2008, Sinopsis: Enam Djam di Jogja dan Penginapan Bu Broto
Koran Tempo Rabu, 11 Juni 2008 Fadjri
70 Besok, Atraksi Pantomim FKY di LIP, Break Dance Menggebrak Benteng Vredeburg
Kedaulatan Rakyat
Kamis, 12 Juni 2008
War/ Chaidir
71 SASANA, Agenda FKY, Kamis, 12 Juni 2008. Sinopsis: Harap Tenang, Ada Ujian!
Kompas Jogja Kamis, 12 Juni 2008
72 Agenda FKY, 12- 14 Juni 2008. Sinopsis: Harap Tenang Ada Ujian!; Jalan Sepanjang Kenan-gan; Cintaku di Kampus Biru.
Koran Tempo Kamis, 12 Juni 2008
Fadjri
73 Serba mini di gerai Jopa Japu Harian Jogja Kamis, 12 Juni 2008
Prihati Puji Utami
74 Agenda FKY, 13-15 Juni 2008 Harian Jogja Kamis, 12 Juni 2008
75 Ruh Koes Plus muncul di FKY Harian Jogja Jumat, 13 Juni 2008
Prihati Puji Utami
76 Pasar Raya FKY XX “Tribute to Koes Plus” dan Layang-layang
Kedaulatan Rakyat
Jumat, 13 Juni 2008
War/ Chaidir
77 Foto Jemek di Pawai Pembukaan FKY
Harian Jogja Jumat, 13 Juni 2008
Talchah Hamid
78 SASANA, Agenda FKY, Jumat, 13 Juni 2008
Kompas Jogja Jumat, 13 Juni 2008
79 Jogja Art Fair #1 FKY XX, Wajah Panitia Dibandrol Rp 250 Juta
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 14 Juni 2008
Chaidir
80 Jadwal Acara FKY XX, 14-15 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 14 Juni 2008
June 7th –August 7th 2008 111
81 SASANA, Agenda FKY, 14 -15 Juni 2008. Sinopsis: Enam Djam di Jogja dan Jogja Art Fair (JAF)
Kompas Jogja Sabtu, 14 Juni 2008
82 Seniman Asia Eropa Ramaikan FKY
Suara Merdeka Sabtu, 14 Juni 2008
83 Agenda FKY, 14 - 15 Juni 2008, Sinopsis: Mayar dan Bedjo Van Deerlak
Koran Tempo Sabtu, 14 Juni 2008
84 Jualan Karya Seni Rupa Jogja Art Fair #1
Koran Tempo Sabtu, 14 Juni 2008
Heru CN
85 Melihat stan pengurangan ben-cana di FKY, Waspada saat hati gembira
Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008
Prihati Puji Utami
86 Dance Works Rotterdam di TBY Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008
ILA
87 Agenda FKY, 14-15 Juni 2008 Harian Jogja Sabtu, 14 Juni 2008
88 Presiden Resmikan 7 Proyek Bidang PU, Pesta Kesenian Bali XXX Dibuka
Kompas Sabtu, 14 Juni 2008
AYS/ RWN
89 SINDO ada berita FKY hari ini, 14 Juni 2008
90 Bertolak dari tambang, berlabuh di panggung seni
Harian Jogja Minggu, 15 Juni 2008
Rahayuningsih
91 Dari Jogja (Art Fair) Menuju Dunia Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008
Agung Kurniawan
92 Festival Berbasis Kampung Budaya
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 15 Juni 2008
Drs. Kuswarsantyo M Hum, Dosen Bahasa dan Seni UNY/ Sekum De-wan Kebudayaan Kota Yogya.
93 Rotterdam dan New York Bersatu dalam Balet
Minggu Pagi Minggu III Juni 2008
Prass
94 Bersatunya Balet Rotterdam - NY Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008
Azzam (Uki)
95 Jadwal FKY XX Hari ini, Minggu, 15 Juni 2008
Radar Jogja Minggu, 15 Juni 2008
96 JAF Bertujuan Komersial Kedaulatan Rakyat
Minggu, 15 Juni 2008
Jay
97 Jadwal Acara FKY XX, 15 - 16 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 15 Juni 2008
Chaidir
98 Bahasa Tubuh Bizot Mengundang Derai Tawa
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 15 Juni 2008
Chaidir
99 Doel Wahab Membuat Liong Sejak SD
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 15 Juni 2008
War
100 Fragmen Nakal Philippe Bizot Koran Tempo Senin, 16 Juni 2008 Heru CN
112 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
101 Agenda FKY, 16 Juni 2008 Koran Tempo Senin, 16 Juni 2008 Heru CN
102 Bercerita Lewat Bahasa Tubuh… Kompas Jogja Senin, 16 Juni 2008 Erwin Edhi Prasetya
103 Jadwal Acara FKY XX 2008, 16 Juni 2008, Sinopsis: Pementasan Ballet “Rotterdam/ New York)
Kompas Jogja Senin, 16 Juni 2008
104 Indian Bersenjata di Pasar Raya FKY
Kedaulatan Rakyat
Senin, 16 Juni 2008 War
105 Jadwal Acara FKY XX, 16 -17 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Senin, 16 Juni 2008 Chaidir
106 Deleilah akan digelar di TBY Harian Jogja Senin, 16 Juni 2008 ILA
107 Agenda FKY, 19 - 22 Juni 2008 Harian Jogja Senin, 16 Juni 2008
108 Foto Stan Barongsai: Memilih Topeng Barongsai
Kompas Senin, 16 Juni 2008 Wawan H Prabowo
109 JMN Sediakan Hotspot di Vrede-burg
Radar Jogja Senin, 16 Juni 2008 iwa
110 Jadwal FKY XX Hari ini, Senin, 16 Juni 2008
Radar Jogja Senin, 16 Juni 2008
111 Jadwal FKY XX Hari ini, Selasa, 17 Juni 2008
Radar Jogja Selasa, 17 Juni 2008
112 Foto Jogja Art Fair Koran Seputar Indonesia
Selasa, 17 Juni 2008
113 Maling gondol motor panitia FKY 2008
Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008
KUK
114 Foto Dance Works Rotterdam Kedaulatan Rakyat
Selasa, 17 Juni 2008
Eko Boediantoro
115 “Waria on Stage” Pasar Raya FKY XX, Antara Pamer “Aura” dan “Aurat”
Kedaulatan Rakyat
Selasa, 17 Juni 2008
War/ Chaidir
116 Jadwal Acara FKY XX, 17 - 18 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Selasa, 17 Juni 2008
Chaidir
117 Jadwal Acara FKY XX, 16 - 19 Juni 2008, Sinopsis: Bangkok Girl dan The Angel Makers, Don’t Fance Me In
Koran Tempo Selasa, 17 Juni 2008
118 Foto Dance Ballet Rotterdam - New York
Kompas Selasa, 17 Juni 2008
Wawan H Prabowo
119 Foto Pembukaan Jogja Art Fair: Dipadati Pengunjung
Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008
Wawan H Prabowo
120 Jadwal Acara FKY 17 Juni 2008, dan Sinopsis JAF
Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008
121 Balet Rotterdam Obati Kangen Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008
Prihati Puji Utami
122 JAF jadi ajang pelukis marginal… Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008
Tentrem Mujiono
123 Agenda FKY, 19 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Selasa, 17 Juni 2008
June 7th –August 7th 2008 113
124 Foto Pementasan Balet Rotterdam - New York
Kompas Jogja Selasa, 17 Juni 2008
Wawan H Prabowo
125 Dance Works Rotterdam Lahirkan Balet Impresif
Joglo Semar Rabu, 18 Juni 2008 ant
126 Tiket Mari Menonton Habis Radar Jogja Rabu, 18 Juni 2008
127 Jadwal FKY XX Hari ini, Rabu, 18 Juni 2008
Radar Jogja Rabu, 18 Juni 2008
128 Foto Stan FKY: Miniatur patung berbahan kayu (seni liping)
Koran Seputar Indonesia
Rabu, 18 Juni 2008
129 Foto Balet Belanda Bernas Jogja Rabu, 18 Juni 2008 Surya Adi Lesmana
130 “Versi Lain Adam Hawa” JAF FKY XX, Mengecoh Pengunjung dengan Asap Rokok
Kedaulatan Rakyat
Rabu, 18 Juni 2008 War/ Chaidir
131 Jadwal Acara FKY XX, 18 - 19 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Rabu, 18 Juni 2008 Chaidir
132 Balet Dance Works Rotterdam, Menyatukan Dua Kota di Pang-gung
Koran Tempo Rabu, 18 Juni 2008 Heru CN
133 Jadwal FKY, 18 Juni 2008, Sinop-sis: Bangkok Girl
Koran Tempo Rabu, 18 Juni 2008
134 Bizot dirikan sekolah pantomim di Indonesia
Harian Jogja Rabu, 18 Juni 2008 Prihati Puji Utami
135 Jadwal Acara FKY, 18 Juni 2008 Kompas Jogja Rabu, 18 Juni 2008
136 Motor hilang tekor Rp 6,5 Juta Kedaulatan Rakyat
Rabu, 18 Juni 2008 Hrd
137 Pasar Raya FKY Makin Asyik Ditonton
Kedaulatan Rakyat
Kamis, 19 Juni 2008
War/ Chaidir
138 Jadwal Acara FKY XX, 19 - 20 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Kamis, 19 Juni 2008
Chaidir
139 Jadwal Acara FKY, 19 Juni 2008: Sinopsis: Daily is Not Fairy
Kompas Jogja Kamis, 19 Juni 2008
140 Agenda FKY, 19 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Kamis, 19 Juni 2008
141 Srikandi-srikandi FKY 2008, Kulit menghitam bukanlah soal
Harian Jogja Kamis, 19 Juni 2008
Esdras Idialfero Ginting
142 Jadwal FKY XX, Kamis, 19 Juni 2008, Sinopsis: What Time Is It?
Koran Tempo Kamis, 19 Juni 2008
143 Babad Kampung FKY XX, Menggali Cerita Kampung Halaman
Koran Tempo Kamis, 19 Juni 2008
Heru CN
144 Jadwal FKY XX, Jumat, 20 Juni 2008
Koran Tempo Jumat, 20 Juni 2008
145 Babad Kampung FKY XX, Dari Cuci Sepeda Motor sampai Mitos Kampung
Koran Tempo Jumat, 20 Juni 2008
Heru CN
146 Agenda FKY, 20 - 23 Juni 2008 Harian Jogja Jumat, 20 Juni 2008
114 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
147 Jadwal Acara FKY XX, 20 - 21 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Jumat, 20 Juni 2008
148 Jadwal Acara FKY, 20 Juni 2008, dan Sinopsis: Pementasan “Contigo”
Kompas Jogja Jumat, 20 Juni 2008
149 Instalasi “Bob Marley & Umatnya” Di JAF; Kritis Tapi Jenaka
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 21 Juni 2008
War/ Chaidir
150 Lagi Bete, Nongkrong Aja di Pasar Raya FKY
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 21 Juni 2008
War/ Chaidir
151 Jadwal Acara FKY, 21 - 22 Juni 2008
Kompas Jogja Sabtu, 21 Juni 2008
152 Pasar Raya FKY XX Susahnya Merangkul Perajin Kecil
Koran Tempo Sabtu, 21 Juni 2008
Heru CN
153 Jadwal FKY, 21 - 22 Juni 2008 Koran Tempo Sabtu, 21 Juni 2008
154 Kolaborasi Unik Akrobat Tiang dan Pemusik
Harian Jogja Minggu, 22 Juni 2008
Esdras Idialfero Ginting
155 Jadwal Acara FKY XX, 22 - 23 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Minggu, 22 Juni 2008
156 FKY: Antara Festival Tubuh,Otak dan Hati
Minggu Pagi Minggu, 22 Juni 2008
Salman Rusydie Anwar
157 Waria Bertebaran di FKY 2008 Minggu Pagi Minggu, 22 Juni 2008
Latief Noor Roch-mans
158 Mengagumi Maneqin dalam Ruang Kaca
Kompas Minggu, 22 Juni 2008
Putu Fajar Arcana
159 Tari Jepang di FKY Seputar Indo-nesia
Senin, 23 Juni 2008 Jemi Andrea
160 Pesta Percusound Bernas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Surya Adi Lesmana
161 Japan Contemporary Dance Network
Kompas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Wawan H Prabowo
162 Jadwal Acara 23 Juni 2008 Kompas Jogja Senin, 23 Juni 2008
163 Agenda FKY 23 Juni 2008 Harian Jogja Senin, 23 Juni 2008
164 Sunset Boat of Little Lambs Kedaulatan Rakyat
Senin, 23 Juni 2008 Eko Budiantoro
165 Jadwal Acara FKY XX 2008 23 - 24 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Senin, 23 Juni 2008 Chaidir G
166 Menikmati Rockabilly di FKY Kedaulatan Rakyat
Senin, 23 Juni 2008 War-o
167 Jadwal FKY XX 2008 23 - 24 Juni 2008 , Sirkus Perancis FKY XX 2008 Bercanda dengan Gravitasi
Koran Tempo Senin, 23 Juni 2008 Heru CN
168 Pentas Ludens Bernas Jogja Senin, 23 Juni 2008 Surya Adi Lesmana
169 Tari Kontemporer FKY Berdialog dengan Penonton
Koran Tempo Selasa, 24 Juni 2008
Heru CN
June 7th –August 7th 2008 115
170 Jepang hadirkan dance di TBY,Sejenak Lupakan soal Politik
Harian Jogja Selasa, 24 Juni 2008
Prihati Puji Utami
171 Dua Minggu Berjalan, Pasar Raya Sepi Rejeki
Kompas Selasa, 24 Juni 2008
Arum Trestan-ingtyas Dayuputri
172 Indikator “Kompas” Sebagian Ma-syarakat Tak Berminat Hadiri FKY
Kompas Selasa, 24 Juni 2008
Litbang Kompas
173 Jadwal Acara FKY XX 2008 24 - 25 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Selasa, 24 Juni 2008
174 Serba Mini - Agenda Harian Jogja Selasa, 24 Juni 2008
Talchah Hamid
175 Liburan dan Identitas Yogyakarta Kedaulatan Rakyat
Selasa, 24 Juni 2008
GF Sasmita Aji
176 Menginternasionalkan FKY Bernas Jogja Selasa, 24 Juni 2008
Eddy Karna Sinoel
177 Jadwal Acara FKY XX 25 - 26 Juni 2008 Banyak Pelajaran di FKY
Kedaulatan Rakyat
Rabu, 25 Juni 2008 War/Cdr-n
178 Golek Kudup Sari dan Beksan Gagah di TBY Kisah Hidup Dalam Gerakan
Harian Jogja Rabu, 25 Juni 2008 Prihati Puji Utami
179 FKY Fasilitasi seminar Short Film for Sale - Agenda
Harian Jogja Rabu, 25 Juni 2008 Prihati Puji Utami
180 Bursa Seni Jogja Art Fair #1 FKY XX Penjualan Karya Dekati Target
Koran Tempo Rabu, 25 Juni 2008 Heru CN
181 Jadwal acara 25 Juni 2008 Kompas Rabu, 25 Juni 2008
182 Pementasan Barongsai di FKY Tetap Asyik Di Tempat Sempit
Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008
Prihati Puji Utami
183 Aji Wartono, Direktur Eksekutif FKY 2008, Tidur 3 jam pun tak jadi soal - Agenda
Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008
Prihati Puji Utami
184 Kerajinan batu alam dituntut model baru
Harian Jogja Kamis, 26 Juni 2008
Martha Nalurita
185 Jadwal Acara FKY 26,27,28 Juni 2008
Koran Tempo Kamis, 26 Juni 2008
186 Jadwal Acara 26 Juni 2008 Kompas Kamis, 26 Juni 2008
187 Penjual Gulali Kompas Kamis, 26 Juni 2008
Arum Trestan-ingtyas Dayuputri
188 Jadwal Acara FKY XX 2008 - 26-27 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Kamis,26 Juni 2008
189 Jadwal Acara 27 Juni 2008 Kompas Jumat, 27 Juni 2008
190 FKY Bertugas Membangkitkan Kesenian yang Nyaris Punah
Kompas Jumat, 27 Juni 2008
Defri Widiono
191 Jadwal Acara FKY XX - 27 - 28 Juni 2008 - Terpilih Finalis Band, Cheer & Dance FKY
Kedaulatan Rakyat
Jumat, 27 Juni 2008
War o
116 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
192 Agenda FKY Harian Jogja Jumat, 27 Juni 2008
193 Jadwal Acara FKY XX 27,28 Juni 2008 - Kompilasi Film Sekolah
Koran Tempo Jumat, 27 Juni 2008
194 Jadwal Acara FKY XX 2008 28,29 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 28 Juni 2008
195 Jadwal Acara FKY XX 2008, 28 - 29 Juni 2008
Kompas Sabtu, 28 Juni 2008
196 Atraksi dalam nada Harian Jogja Minggu, 29 Juni 2008
Mediani Dyah Natalia
197 Jadwal Acara FKY XX Kedaulatan Rakyat
Minggu, 29 Juni 2008
198 We’re Gonna Go Dancing Kedaulatan Rakyat
Minggu, 29 Juni 2008
Eko Budiantoro
199 Pada Sebuah Tongkat Gatra Juli 2008 Arief Koes Herni-awan
200 Jadwal Acara FKY XX 2008, 30 Juni 2008
Kompas Senin, 30 Juni 2008
201 Pangsuma lahir kembali di FKY Harian Jogja Senin, 30 Juni 2008 Prihati Puji Utami
202 Jadwal Acara FKY XX 2008, 30 Juni 2008 - 1 Juli 2008
Koran Tempo Senin, 30 Juni 2008
203 Agenda FKY Harian Jogja Senin, 30 Juni 2008
204 Gulali - Jadwal Acara FKY XX 30 Juni 2008
Kedaulatan Rakyat
Senin, 30 Juni 2008 Bambang Nurcahya
205 Jadwal Acara FKY XX 1 Juli 2008 Kompas Selasa, 1 Juli 2008
206 Agenda FKY 1,2,3 Juli 2008 Harian Jogja Selasa, 1 Juli 2008
207 Jadwal Acara FKY XX 1-2 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat
Selasa, 1 Juli 2008
208 Jadwal Acara FKY XX 1-2 Juli 2008 - Merchandise FKY XX
Koran Tempo Selasa, 1 Juli 2008 Yustina W Neni
209 Panitia FKY Pentas Romeo-Juliet dalam bungkusan ketoprak Joget
Harian Jogja Selasa, 1 Juli 2008 Prihati Puji Utami
210 Jadwal Acara FKY XX 2 Juli 2008 Kompas Rabu, 2 Juli 2008
211 Kompetisi Cheerleaders & Dance Kompas Rabu, 2 Juli 2008 Wawan H Prabowo
212 Agenda FKY 2 Juli 2008 Harian Jogja Rabu, 2 Juli 2008
213 Pementasan tari kontemporer mahasiswa ISI Ajak Hidup Bersih Lewat Gerak
Harian Jogja Rabu, 2 Juli 2008 Prihati Puji Utami
214 Jadwal Acara FKY XX 2-3 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat
Rabu, 2 Juli 2008
215 Agenda FKY 2,3 Juli 2008 Koran Tempo Rabu, 2 Juli 2008
216 Jadwal Acara FKY XX 2008 3 Juli 2008
Kompas Kamis, 3 Juli 2008
217 Agenda FKY 3 & 5 Juli 2008 Harian Jogja Kamis, 3 Juli 2008
June 7th –August 7th 2008 117
218 Jadwal Acara FKY XX 3,4 Juli 2008 - Kethoprak Gojek Panitia FKY
Kedaulatan Rakyat
Kamis, 3 Juli 2008 War-k
219 Agenda FKY 3,4 Juli 2008 Koran Tempo Kamis, 3 Juli 2008
220 Jadwal Acara FKY 4,5 Juli 2008 Kedaulatan Rakyat
Kamis, 3 Juli 2008
221 Agenda FKY 4,5 Juli 2008 Harian Jogja Jumat, 4 Juli 2008
222 Jadwal Acara FKY 4 Juli 2008 Kompas Jumat, 4 Juli 2008
223 7 Juli, Sawung Jabo Tutup Pasar Raya, Iory Juara I Band FKY XX
Kedaulatan Rakyat
Jumat, 4 Juli 2008 Cdr/War-g
224 Babad Kampung Jadi Festival Kesenian Warga Kampung
Kompas Jumat, 4 Juli 2008 RWN
225 Program Internasional, Menggali Masa Lalu , Agenda 4 Juli 2008
Koran Tempo Jumat, 4 Juli 2008 Heru CN
226 Kisah Babad Kampung Di Kota Yogyakarta FKY Pilih Sembilan Komunitas Warga
Seputar Indo-nesia
Jumat, 4 Juli 2008 Mahadeva/ Moch.Fauzi
227 Permen Jadul Harian Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Talchah Hamid
228 Ke Kampung Nitiprayan Nonton Living Fossil
Minggu Pagi Minggu,6 Juli 2008 Abp
229 Dendang Masa Lalu di Masa Kini JogjaEducation Edisi III,Juli - Agus-tus 2008
Endri
230 Babad Kampung Dipentaskan Hari ini Mengupas Cerita Wewe Gom-bel Hingga Percintaan Wartawan
Bernas Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Surya Adi Lesmana
231 FKY Dikembangkan Ke Luar Vredeburg
Bernas Jogja Jumat, 4 Juli 2008 Ant
232 Jadwal FKY 4 Juli 2008 Radar Jogja Jumat, 4 Juli 2008
233 Babad Kampung Upaya Mengenal dan Mengenang Kampung di Jogja
Radar Jogja Sabtu, 5 Juli 2008 Azam Sauki Adham
234 Kok Baru Dipasang Radar Jogja Sabtu, 5 Juli 2008 Azam Sauki Adham
235 Agenda FKY 6,7 Juli 2008 Harian Jogja Sabtu, 5 Juli 2008
236 Jadwal Acara FKY XX 5,6 Juli 2008 Kompas Sabtu, 5 Juli 2008
237 Agenda FKY 5,6 Juli 2008, Ledhok Tukangan Awali Babad Kampung
Koran Tempo Sabtu, 5 Juli 2008 Heru CN
238 Pementasan “Living Fossils” Kompas Sabtu, 5 Juli 2008 Arumtresnan-ingtyas Dayuputri
239 Living Fossils Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 5 Juli 2008 Eko Budiantoro
240 Jadwal Acara FKY XX 5,6 Juli 2008 - Perhelatan Babad Kampung FKY XX
Kedaulatan Rakyat
Sabtu, 5 Juli 2008
241 Pementasan Living Fossils di Ten-gah Sawah Menyatukan Kehidu-pan Manusia Dengan Tanah
Harian Jogja Rabu, 9 Juli 2008 Prihati Puji Utami
118 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008
242 Dana Promosi Bakal Ditingkatkan “Festival Kesenian Yogyakarta Kurang Publikasi”
Harian Jogja Rabu, 9 Juli 2008 Prihati Puji Utami
243 Agenda Budaya Joglo Semar Rabu, 9 Juli 2008
244 Proteksi dengan Klasifikasi Radar Jogja Rabu, 9 Juli 2008 cw2
245 Sawung Jabo Jengah dengan Kebobrokan
Kompas Rabu, 9 Juli 2008 Erwin Edhi Prasetya
246 Deleilah Siapa Suruh Jadi Waria Radar Jogja Kamis , 7 Agustus 2008
Hermitianta
247 Teater Waria Seputar Indo-nesia
Kamis , 7 Agustus 2008
Jemi Andrea
248 Seni untuk Hak Asasi Kota ? Kompas Senin, 11 Agustus 2008
June 7th –August 7th 2008 119
No. RADIO TANGGAL TOPIK PEMBICARA WAKTu KETERAN-GAN
1 STAR(1x Talkshow)
18 Juni 08 PROGRAM INTERNASI-ONAL
Mb’Ilal 18.00-19.00 (Clear)
18 Juni 08 MARI ME-NONTON
M’Gembul 18.00-19.00 (Clear)
2 FEMALE(2x Talkshow)
18 Juni 08 PASAR RAYA Mb’Ratna Chyn-tia & M’Budi
15.00-16.00 (Clear)
1 Agustus 08 DELEILAH M’Joned 15.00-16.00
3 SONORA(3x Talkshow)
9 Juni 08 Mb’Ilal & M’Verry 11.00-12.00 (Clear)
6 atau 13 Juli 08 JOGJA ART FAIR
Mb’Sari 18.00-19.00
3 Agustus 08 BABAD KAM-PUNG
M’Yossi & M’Anton
18.00-19.00
4 GERONIMO(1x Talkshow)
26 Juni 08 PASAR RAYA (Sirkus Barok)
M’Ferry Nb; masih konfirmasi tanggal & waktu
26 Juni 08 MARI ME-NONTON
Mb’Ellida
5 RRI(2x Talkshow)
28 Juni 08 BINCANG-BINCANG AKHIR PEKAN
Mb’Ratna Chyn-tia& Alia Bioskop Pasar Raya
16.00-17.00 Nb; N’Faxs pembicara k’Nmr (512784 RRI)
7 Juli 08 ROUND TABLE
M’Yossi & M’Anton
19.30-20.30
6 SwaraJogja(1x Talkshow)
24 Juni 08 TENTANG FKY
16.00-17.00 Nb; masih konfirmasi
JaDwal talKshow raDIo
120 Festival Kesenian Yogyakarta XX 2008