fear of missing out ditinjau dari tipe kepribadian ...lib.unnes.ac.id/29966/1/1511413130.pdf ·...

55
i FEAR OF MISSING OUT DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi oleh Wisudawati Novemberlin Ambarita 1511413130 JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

Upload: vokiet

Post on 15-Aug-2019

242 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

i

FEAR OF MISSING OUT DITINJAU DARI TIPE

KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh

Wisudawati Novemberlin Ambarita

1511413130

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

ii

iii

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Kata kesuksesan akan kehilangan makna tanpa keluarga”

Novlin Ambarita

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan kepada

Allah Tri Tunggal dan Keluarga Besar

Ambarita.

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas berkat

dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis selama menjalani proses

pembuatan skripsi yang berjudul “Fear of Missing Out Ditinjau dari Tipe

Kepribadian Ekstrovert dan Introvert” sampai dengan selesai.

Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar

Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak, maka pada kesempatan ini ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus atas kebaikan, pernyertaan,

belas kasih yang memberkati dan menuntun hidup saya sejak saya dalam

kandungan Ibu.

2. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang.

3. Drs. Sugeng Hariyadi, M.Si., Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

4. Anna Undarwati S.Psi., M.A. sebagai Dosen Wali Rombel 4 atas perhatian

dan kesabarannya membimbing serta memberi perhatian selama 4 tahun

menjadi mahasiswa Psikologi, Universitas Negeri Semarang.

5. Amri Hanna Muhammad, S.Psi,M.A, sebagai Dosen Pembimbing I dan

Penguji II atas bimbingan, saran, dan ilmu yang diberikan dalam

penyusunan skripsi ini.

vi

6. Dr. Edy Purwanto, M.Si., sebagai dosen pembimbing II dan penguji III atas

bimbingan dan arahanya kepada Penulis selama penyusun skripsi ini.

7. Dra. Tri Esti Budiningsih, S.Psi, M.A sebagai dosen penguji I atas masukan

dan sarannya dalam menyempurnakan penyusunan skripsi.

8. Seluruh dosen psikologi Universitas Negeri Semarang yang sudah mendidik

penulis dari semester pertama hingga sampai saat ini.

9. Bapak dan Mama yang tak henti-hentinya mendoakan dan mendukung

penulis dalam mengerjakan Skripsi. Selalu siap sedia untuk membiayai

seluruh pengeluran selama kuliah.

10. Keluarga besar Ambarita: Sanggam Ambarita, Vreddy Ambarita, Harun

Ambarita, dan Rindu Ambarita yang selalu memberi semangat untuk

penulis dalam mengerjakan Skripsi.

11. Keluarga Besar UKK UNNES: Oki Sulistiyorini yang selalu menjadi alarm

untuk mengerjakan skripsi, Mbak Dika sebagai patner doa, Kelita

Puspitadini, Inggid Hana, Alvinia Glory, Dian Kristiani, Asry Tesalonika,

Yosia Puri Saputra, Kukuh Mahardika, Aditya Hendra. Terima kasih atas

perhatian dan dukungan kalian.

12. Keluarga perantauan: Korentina Sinaga, Gandayani, Agustin.

13. Seluruh kerabat rombel 4 (empat) angkatan 2013 dan teman-teman yang

berpartisipasti dalam membantu pembuatan Skprisi.

Semarang, 20 Agustus 2017

Penulis

vii

ABSTRAK

Ambarita, Novemberlin Wisudawati. 2017. Fear of Missing Out Ditinjau dari

Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert. Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Amri Hana

Muhammad, S.Psi., M.A. Pembimbing II: Dr. Edy Purwanto, M.Si.

Kata kunci : fear of missing out, media sosial, tipe kepribadian ekstrovert dan

intorvert

Perkembangan teknologi komunikasi dengan fasilitas internet dapat

diakses melalui gadget. Melalui gadget individu dapat mengakses media sosial

untuk memenuhi kebutuhan komunikasi individu. Penggunaan media sosial

timbul gejala baru yang dinamakan Fear of missing out (FoMO). FoMO

didefinisikan ketakutan ketika tidak terhubung dengan individu lain melalui media

sosial. FoMO berbeda antar individu berdasarkan tipe kepribadian setiap individu.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui gambaran FoMO pada

individu berkepribadian ekstrovert, 2) mengetahui gambaran FoMO pada individu

berkepribadian introvert, 3) menguji perbedaan FoMO pada individu

berkepribadian ekstrovert dan introvert. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kuantitatif komparatif. Data penelitian FoMO diambil mengunakan

skala FoMO yang terdiri dari 34 aitem valid, mempunyai koefisien korelasi (≥

0,30) pada kisaran 0,302 hingga 0,64 dan koefisien reabilitas sebesar 0,891

(kategori tinggi). Data tipe kepribadian diambil mengunakan hasil adopsi skala

MBTI khusus pada bagian ekstrovert-introvert yang berjumlah 15 aitem. Jumlah

responden penelitian ini ada 288 mahasiswa, yang terdiri dari 165 subjek

kepribadian ekstrovert dan 123 subjek kepribadian introvert.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fear of missing out ditinjau tipe

kepribadian ekstrovert rata-rata berada pada kategori sedang cenderung tinggi.

Sedangkan fear of missing out ditinjau tipe kepribadian introvert berada pada

kategori sedang cenderung rendah. Penelitian ini menggunakan uji One Way

Anova pada skala fear of missing out dan mendapat hasil F = 14.777 dengan

signifikansi 0,000 (sig < 0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan

signifikan pada penilaian yang dilakukan oleh subjek tipe kepribadian ekstrovert

maupun tipe kepribadian introvert. Perbedaan ini sesuai dengan sifat dasar dari

masing-masing tipe kepribadian yang dimiliki subjek dalam menjalin komunikasi

dan tingkat ketakutan yang dimiliki oleh individu.

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

PERNYATAAN ........................................................................................ ii

PENGESAHAN ......................................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

BAB

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 11

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 11

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 12

1.4.1 Manfaat Praktis ................................................................................. 12

1.4.2 Manfaat Teoritis................................................................................. 12

2. LANDASAN TEORI ............................................................................ 13

2.1 Fear of Missing Out (FoMO) ............................................................... 13

ix

2.1.1 Pengertian Fear of Missing Out ......................................................... 13

2.1.2 Aspek-aspek Fear of Missing Out......................... ............................ 14

2.1.3 Faktor-faktor Pemicu Terjadinya Fear of Missing Out ..................... 15

2.1.4 Pengukuran Fear of Missing Out ....................................................... 17

2.2 Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ......................................... 19

2.2.1 Defenisi Kepribadian ......................................................................... 19

2.2.2 Faktor-faktor yang Membentuk Kepribadian .................................... 20

2.2.3 Pengolongan Tipe Kepribadian ......................................................... 21

2.2.4 Tipe Kepribadian Introvert ................................................................ 22

2.2.5 Tipe Kepribadian Ekstrovert.............................................................. 23

2.2.6 Karateristik Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ........................... 24

2.2.7 Penilaian Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ................................ 25

2.3 Fear of Missing Out Ditinjau dari Tipe Kepribadian .......................... 28

2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................ 32

2.5 Hipotesis ............................................................................................... 32

3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 32

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ................................................................. 32

3.1.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................ 32

3.1.2 Desain Penelitian ................................................................................ 32

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 33

3.2.1 Variabel Dependen ........................................................................... 33

3.2.2 Variabel Indenpenden ........................................................................ 33

x

3.3 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 34

3.3.1 Fear of Missing Out (FoMO) ........................................................... 34

3.3.2 Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ........................................ 34

3.3.3 Hubungan Antar Variabel .................................................................. 35

3.4 Subjek Penelitian ................................................................................. 35

3.4.1 Populasi Penelitian............................................................................. 35

3.4.2 Sampel Penelitian ............................................................................. 36

3.5 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 37

3.5.1 Skala Fear of Missing Out ................................................................. 38

3.5.2 Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert .............................. 40

3.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .................................................... 42

3.6.1 Validitas ............................................................................................. 42

3.6.2 Reliabilitas ......................................................................................... 43

3.7 Metode Analisis Data ........................................................................... 44

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 45

4.1 Persiapan Penelitian .............................................................................. 45

4.1.1 Penyusunan Instrumen Penelitian ...................................................... 45

4.1.2 Penentuan Subjek Penelitian .............................................................. 46

4.2 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 47

4.2.1 Pengumpulan Data ............................................................................. 47

4.2.2 Pelaksanaan Skoring .......................................................................... 48

4.3 Hasil Penelitian ..................................................................................... 49

xi

4.3.1 Hasil Uji Validitas .............................................................................. 49

4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas .......................................................................... 52

4.4 Analisis Deskriptif ................................................................................ 52

4.4.1 Pengelompokan Subjek Berdasarkan Tipe Kepribadian .................... 54

4.4.2 Umum Fear of Missing Out Secara Umum ...................................... 54

4.4.3 Gambaran Fear Of Missing Out Berdasarkan Tiap Aspek ................ 58

4.4.3.1 Aspek Kebutuhan Competence ....................................................... 58

4.4.3.2 Aspek Kebutuhan Akan Otonomy/ self ........................................... 60

4.4.3.3 Aspek Kebutuhan Akan Relatedness .............................................. 62

4.4.4 Ringkasan Analisis Deskriptif Fear Of Missing Out Ditinjau Dari Tipe

Kepribadian Ekstrovert dan Introvert.......................................................... 65

4.5 Hasil Uji Asumsi ................................................................................... 65

4.5.1 Uji Normalitas .................................................................................... 65

4.5.2 Uji Homogenitas ................................................................................ 66

4.6 Hasil Uji Hipotesis ................................................................................ 67

4.7 Pembahasan ........................................................................................... 68

4.7.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Fear of Missing Out ....................... 68

4.7.2. Pembahasan Analisis Deskriptif Tiap Aspek Fear of Missing Out .. 69

4.7.2.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Aspek Kebutuhan Competence

Pada Fear Of Missing Ou ........................................................................... 69

4.7.2.2 Pembahasan Analisis Deskriptif Aspek Kebutuhan akan Otonomy

Pada Fear of Missing Out ........................................................................... 70

xii

4.7.2.3Pembahasan Analisis Deskriptif Aspek Kebutuhan akan Relatedness

Pada Fear of Missing Out ........................................................................... 70

4.7.3 Pembahasan Analisis Inferensial Fear of Missing Out ditinjau dari

Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ................................................ 71

4.8 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 77

5. PENUTUP ........................................................................................... 78

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 78

5.2 Saran ................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80

LAMPIRAN ............................................................................................ 84

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Studi Awal Fear of Missing Out ................................................ 8

2.2 Indikator Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert .......................... 23

3.1 Alternatif Pilihan Jawaban dan Skoring............................................... 39

3.2 Blue Print Skala Fear of Missing Out .................................................. 40

3.3 Blue print Tipe Kepribadian Ektrovert dan Introvert........................... 42

3.4 Kategorisasi Reliabiltas ....................................................................... 44

4.1 Jumlah Sampel ..................................................................................... 47

4.2 Sebaran Hasil Aitem Valid .................................................................. 50

4.3 Hasil Aitem Valid ................................................................................ 51

4.4 Hasil Uji Reliabilitas ........................................................................... 52

4.5 Penggolongan Kriteria Analisis berdasarkan Mean Hipotetik ............. 52

4.6 Subjek Penelitian Berdasarkan Tipe Kepribadian ............................... 54

4.7 Hasil Statistik Deskriptif Fear Of Missing Out ................................... 55

4.8 Distribusi Frekuensi Fear Of Missing Out ........................................... 56

4.9 Distribusi Frekuensi Perbedaan Fear Of Missing Out ......................... 56

4.10 Statistik Deskriptif Aspek Kebutuhan Competence ............................ 58

4.11 Distribusi Tingkat Fear Of Missing Out Berdasarkan Aspek

Kebutuhan Competence .............................................................................. 58

4.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Fear Of Missing Out Berdasarkan Aspek

Kebutuhan Competence .............................................................................. 60

xiv

4.123 Statistik Deskriptif Aspek Kebutuhan Akan Otonomy/Self .............. 61

4.14 Distribusi Tingkat Fear of Missing Out Berdasarkan Aspek Kebutuhan

Akan Otonomy/Self ..................................................................................... 61

4.15 Distribusi Frekuensi Tingkat fear of Missing Out Berdasarkan

Aspek Kebutuhan Akan Otonomy/Self ....................................................... 61

4.16 Statistik Deskriptif Aspek Kebutuhan Akan Relatedness ................... 63

4.17 Distribusi Tingkat Fear of Missing Out Berdasarkan Aspek Kebutuhan

Akan Relatedness ....................................................................................... 63

4.18 Distribusi Frekuensi Tingkat Fear of missing out Berdasarkan

Aspek Kebutuhan Akan Relatedness ........................................................ 63

4.19 Ringkasan Distribusi Frekuensi Fear of missing out Berdasarkan Tiap

Aspek ......................................................................................................... 65

4.20 Hasil Uji Normalitas .......................................................................... 66

4.21 Hasil Uji Homogenitas ....................................................................... 67

4.22 Hasil Uji Hipotesis ............................................................................. 67

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Hasil Studi Awal Intensitas Pengunaan Media Sosial ........................ 7

2.1 Kerangka Berpikir............................................................ .................... 31

3.1 Hubungan antar variabel ...................................................................... 35

4.1 Fear Of Missing Out Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Ekstrovert

dan Introvert ............................................................................................... 57

4.2 Fear of missing out Berdasarkan Aspek Kebutuhan Competence ....... 60

4.3 Fear of missing out Berdasarkan Aspek Kebutuhan Akan

Otonomy/ Self .............................................................................................. 62

4.4 Fear of missing out Berdasarkan Aspek Kebutuhan Akan Relatedness 64

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1: Skala Penelitian ............................................................. 86

Lampiran 2: Tabulasi Skala Fear of Missing Out ............................... 94

Lampiran 3: Tabulasi Skala Tipe Kepribadian .................................. 107

Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas ............................... 112

Lampiran 5: Statistik Deskriptif .......................................................... 118

Lampiran 6: Hasil Uji Asumsi ............................................................ 120

Lampiran 7: Hasil Uji Hipotesis ......................................................... 122

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini masyarakat telah banyak mengalami perubahan seiring

perkembangan dan kemajuan zaman di mulai dari perkembangan teknologi, gaya

hidup, kebutuhan, dan aturan-aturan yang berlaku. Masyarakat kini memasuki

era masyarakat informasi. Salah satu ciri yang menonjol adalah pengunaan media

massa sebagai alat utama dalam pelaksanaan komunikasi (Nurudin, 2003: 33).

Revolusi teknologi informasi sekarang menyebabkan individu dengan cepat

mengetahui berita dan dengan cepat pula mengirimkan berita. Perkembangan

teknologi informasi ini berperan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi

individu. Menurut Hertley (dalam Sarwano, 2002: 193) ada beberapa jenis

komunikasi, yaitu antara individu dan individu, antara individu dan massa, dan

antara kelompok dengan massa yang masing-masing dapat berlangsung secara

tatap muka, atau dengan bantuan alat atau teknologi.

Awal munculnya komunikasi pada zaman Yunani kuno disebut dengan

istilah “retorika” yang berlaku pada zaman ratusan sebelum masehi. Individu

saling berkomunikasi secara langsung dalam bentuk percakapan, baru pada

pertengahan abad ke-20 ketika ditemukan teknologi komunikasi seperti telepon,

telegrap, radio, televisi. Menyadari pentingnya komunikasi mendorong lahirnya

2

teknologi-teknologi baru yang mempercepat terjadinya komunikasi (Uchjana,

2005: 9).

Teknologi komunikasi kini memberi kemudahan kepada individu untuk

mengaksesnya lewat gadget. Gadget adalah elektronik kecil yang memiliki fungsi

khusus seperti berbagi informasi/berita, berkomunikasi, berjualan, dan lainnya.

Kini gadget menjadi alat komunikasi yang mudah, cepat, efisien, dan praktis

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Adapun macam-macam bentuk gadget

yang sering ditemui adalah handphone, netbook, laptop, dan smartphone. Maka

tidak heran bila banyak individu semakin terbuai untuk membeli dan mengunakan

gadget. Menurut Bianchi dan Phillips (dalam Liftiah, 2016: 132) bagi banyak

individu, gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Gadget menjadi alat komunikasi utama yang wajib dibawa kemana pun dan kapan

pun sehingga berpotensi menimbulkan ketergantungan.

Salah satu penyebab ramainya penguna gadget adalah internet. Disadari

semakin bertambahnya ketersediaan media komunikasi berbasis internet

mempercepat individu mencari informasi dalam negeri maupun informasi yang

dari luar negeri secara online. Koran Tempo (24/01) jumlah pengguna alat

komunikasi smartphone di seluruh dunia diprediksi melewati 2 miliar pada 2016.

Menurut perusahaan survei eMarketer, pengguna smartphone meningkat 12,6

persen daripada 2015, yaitu dari 1,91 miliar menjadi 2,16 miliar. Negara

Indonesia diprediksi masuk empat besar populasi pengguna smartphone, setelah

3

Cina, AS, dan India, dengan 69,4 juta pemakai, naik dari peringkat ketujuh pada

2014.

Menurut Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI (2014: 25)

internet, media sosial dan teknologi multimedia seperti gadget menjadi satu

kesatuan yang sulit dipisahkan serta mendorong pada hal-hal baru. Kementerian

Komunikasi dan Informatika (kominfo.go.id, 07/11/2013) mengungkapkan

pengguna internet di Indonesia ditahun 2013 mencapai 63 juta individu. Dari

angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media

sosial. Media sosial merupakan situs dimana setiap individu bisa membuat web

page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi

dan berkomunikasi. Hal itu membuat media sosial semakin populer sekaligus

membuat pengguna media sosial semakin bertambah. Hal ini pun diakui oleh

Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (kompas.com, 24/10/2016) bahwa

lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet. Survei

yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta individu

Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia sendiri

sebanyak 256,2 juta individu. Hal ini mengindikasikan kenaikan 51,8 persen

dibandingkan jumlah pengguna internet pada 2014 lalu. Survei yang dilakukan

Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia pada 2014 hanya ada 88 juta pengguna

internet.

Media sosial menyebabkan ramainya interaksi interpersonal tanpa harus

bertemu dengan teman atau keluarga. Hal ini membuat aplikasi media sosial

4

menjadi populer seperti facebook, twitter, instagram, path, snapchat, dan blog.

Banyak fitur yang ditawarkan untuk diunduh ke media sosial seperti membagikan

catatan, foto, video, record, bahkan live video kegiatan yang sedang dilakukan

dapat diunduh langsung ke akun pribadi. Ketika individu update di akun media

sosialnya maka seluruh penguna media sosial dapat melihat aktivitas individu

tersebut dimana pun dan kapan pun.

Peningkatan pengunaan media sosial disadari telah memberikan dampak

positif dan negatif bagi individu. Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI

(2014: 25) mengatakan bahwa media sosial menguntungkan banyak individu dari

berbagai belahan dunia untuk berinteraksi dengan mudah dan ongkos yang murah

ketimbang memakai telepon. Dampak lain dari adanya situs jejaring sosial adalah

percepatan penyebaran informasi. Adapun dampak negatif dari media sosial

membuat penurunan dari segi kehidupan, yakni berkurangnya interaksi

interpersonal secara langsung atau tatap muka, munculnya kecanduan, budaya

semakin memudar karena masuknya budaya asing tanpa adanya filterasi dari

individu yang mengikuti, persoalan pelanggaran etika dan hukum, serta perubahan

signifikan dalam pola interaksi sosial primer antar individu.

Menurut Liftiah (2016: 129) kemudahan dalam mengakses media sosial

membuat pengguna ingin memenuhi rasa ingin tahu dan pada akhirnya ini

menyebabkan ketergantungan. Semakin individu menggantungkan kebutuhannya

untuk dipenuhi oleh penggunaan media sosial, maka semakin penting peran media

sosial dalam hidup individu tersebut. Sehingga media akan semakin memiliki

5

pengaruh kepada individu. Apabila individu kehilangan akses penghubung dengan

individu lain atau dunia luar melalui media sosial mampu menyebabkan perasaan

takut (Przybylski, 2013: 1842). Meskipun dimungkinkan bahwa perasaan takut

atau cemas telah ada sebelum saluran komunikasi telah ada. Namun karena

kehadiran media sosial dalam kehidupan individu telah diperkuat kebutuhan,

keinginan, dan kesempatan untuk mengetahui apa yang individu lain lakukan dan

katakan setiap saat. Kecepatan dan kemudahan alat komunikasi, dapat mendorong

individu menjadi lebih kecanduan informasi mengkonsumsi melalui media sosial.

Menurut Hato (2013: 8) mendapatkan berita atau sesuatu hal yang ter-update

merupakan hal yang menjadikan individu lebih sering memeriksa situs media

sosialnya. Menurut Sippy, media sosial bisa menyebabkan fear of missing out dan

penggunanya cenderung merasa gelisah jika jauh dari media sosial dalam waktu

yang lama (KapanLagi.com, 21/4/2015).

Fear of Missing Out (FoMO) didefinisikan sebagai ketakutan akan

kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain dimana individu

tersebut tidak dapat hadir di dalamnya. Fear of missing out ditandai dengan

adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang individu lakukan

melalui dunia maya (Przybylski, 2013: 1841). Fear of missing out erat dikaitkan

dengan tingkat keterlibatan dengan media sosial. Sosial media memberikan

kesempatan individu secara mudah berbagi informasi dengan individu lain. Fear

of missing out terjadi karena kurangnya komunikasi di dunia nyata dan kuatnya

hubungan dengan peer group sehingga memungkinkan pengguna untuk membuat

6

dirinya terkoneksi dengan individu lain dalam berbagai hal atau konten, seperti

informasi profil, update berita, atau status mereka (Steinfield dkk, 2013: 131).

Peneliti Przybylski (psychcentral.com, 30/04/2013) menyatakan tingkat

FoMO tinggi bisa menimbulkan masalah karena individu cenderung selalu

mengecek akun media sosialnya untuk melihat apa saja yang dilakukan oarang

lain, sehingga individu tersebut rela mengabaikan aktivitasnya sendiri. Keseringan

mengakses media sosial mengakibatkan perubahan signifikan dalam pola interaksi

langsung antar individu. Perilaku FoMO ini akan cederung negatif apabila tidak

ditangani. Menninger (dalam Sari, 2012:11) individu yang sehat mentalnya adalah

individu yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan

kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan individu lain, serta

memiliki sikap hidup yang bahagia. Idealnya individu yang sehat mental tidak

mengalami ketakutan sosial ditandai dengan keingian untuk terus berhubungan

dengan apa yang individu lakukan melalui dunia maya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Przybylski (2013: 1943) menemukan

bahwa individu di bawah usia 30 yang lebih rentang mengalami fear of missing

out. Hal ini didukung oleh penelitian Fardila (2015: 4) yang menyorot mahasiswa

sebagai subjek penelitiannya. Mahasiswa tersebut berada direntang usia antara 21-

23 tahun yakni sebesar 54%, selanjutnya diposisi kedua sebesar 35% berada

direntang usia 18-20 tahun. Sedangkan direntang usia 24-26 tahun hanya sebesar

11%. Menurut Kandell (1998: 5) mahasiswa adalah kelompok yang terlihat lebih

rentan terhadap ketergantungan pada internet dibandingkan kelompok masyarakat

7

lainnya. Karena mahasiswa berada pada fase emerging adulthood yaitu masa

transisi dari remaja akhir menuju ke dewasa muda dan sedang mengalami

dinamika psikologis.

Penggunaan media sosial berkaitan dengan intensitas pemakaian yang

dilakukan oleh individu dalam memeriksa dan berkomunkasi secara online.

Intensitas pengunaan media sosial dapat diukur melalui seberapa lama waktu yang

dihabiskan oleh penguna untuk mengakses media sosial. Studi awal yang

dilakukan oleh peneliti dengan memberikan kuesioner terhadap 20 mahasiswa di

kampus Universitas Negeri Semarang. Studi awal ini untuk mengukur intensitas

penggunaan gadget sebagai media mengetahui aktivitas individu lain. Berikut data

awal yang diperoleh berkaitan dengan rata-rata durasi dalam menggunakan media

sosial:

Gambar 1.1 Hasil Studi Awal Intensitas Pengunaan Media Sosial

Berdasarkan studi pendahuluan di atas, terdapat 50% dari 20 mahasiswa

sering mengunakan gadget lebih dari 9 jam per hari dan hanya satu responden dari

mahasiswa yang memakai gadget dibawah 2 jam per hari. Kegiatan di media

sosial menjadikan penggunanya merasa takut untuk meninggalkan berita terbaru

8

dari teman atau keluarga. Pada dasarnya keseringan memeriksa gadget mampu

membentuk kebiasaan yang disebut ketergantungan. Proses ketergantungan terjadi

karena disfungsi pada sistem neurotransmitter dopamin. Pada keadaan normal,

dopamin akan dilepaskan ke celah sinaptik dan ditangkap oleh reseptornya yang

berada pada dinding ujung sel syaraf di celah. Pengeluaran dopamin ini akan

memberikan respons secara psikologis yaitu perasaan nyaman dari rangsangan

indrawi yang ditimbulkan oleh penggunaan internet lewat gadget membuat

individu berkeinginan untuk mengulanginya terus-menerus (Anggraeni, dkk.,

2014: 6).

Studi awal mengenai gejala fear of missing out dilakukan Peneliti dengan

melibatkan 20 responden dari kalangan mahasiswa. Berikut adalah pernyataan

yang diberikan dalam bentuk tabel :

Tabel 1.1. Hasil Studi Awal Fear of Missing Out

No Pernyataan

Pilihan

Jawaban

Iya Tidak

1. Berada di daerah yang lemah signal membuat saya

tidak nyaman 20 0

2. Saya akan merasa kesal apabila terjadi masalah

pada jaringan koneksi internet. 20 0

3. Saat kuota internet habis, saya merasa cemas

ketika tidak bisa terhubung dengan internet. 15 5

4. Saya merasa cemas bila tidak tahu peristiwa

terbaru saat ini. 14 6

5. Saya mulai gelisah ketika kuota internet mulai

habis. 13 7

6. Liburan menjadi tidak menyenangkan ketika tidak

terkoneksi internet 15 5

7. Saya khawatir ketika saya ketinggalan

pemberitahuan di akun media sosial saya 12 8

8. Saya merasa cemas bila tidak tahu apa yang 13 7

9

teman-teman saya bicarakan di grup media sosial

Berdasarkan hasil analisa terhadap studi awal kepada 20 responden,

terdapat beberapa indikasi bahwa individu merasakan emosi negatif. Hal tersebut

seperti merasa tidak nyaman bila berada di daerah yang lemah signal, kesal

apabila terjadi masalah pada jaringan koneksi internet, takut bila tidak terhubung

dengan internet, dan khawatir ketika ketinggalan pemberitahuan atau melewatkan

suatu hal berharga di akun media sosial miliknya. Semua hal tersebut memicu

individu mengalami fear of missing out karena jauh dari media sosial. Namun

disisi lain, perbedaan penilaian antar responden pada studi awal bergantung pada

apa yang dirasakan oleh responden.

Fear of missing out akan berbeda antara satu individu dengan individu

yang lain karena individu satu dengan yang lain memiliki keunikan. Perbedaan

dalam konteks ini dipengaruhi oleh individual differences, dimana individu

memiliki perbedaan dalam cara berprilaku sesuai sesuai dengan sikap yang

dimiliki setiap individu. Menurut Jung (dalam Feist & Feist, 2012: 136) salah satu

tinjauan mengenai sikap adalah perbedaan tipe kepribadian, yang terkait erat

dengan ciri masing-masing tipe kepribadian tersebut. Hal ini sejalan dengan

pendapat Marshal (2015: 36) yang menyatakan salah satu faktor yang

mempengaruhi ketakutan yang dialami oleh individu saat ketinggalan update di

media sosial adalah kepribadian individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kepribadian merupakan aspek psikologi yang sangat penting dalam menentukan

prilaku individu. Kepribadian mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan

10

tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbingan individu

untuk menyesuikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik (Alwisol,

2010: 39).

To Jung, individuals are of two basic types of attitudes, introverted and

extroverted. Each of these can be further subdivided according to the

dominance of one of four psychological functions: thinking, feeling, sensing,

and intuiting. And in addition, e ach subtype can be seen as operating at

conscious or unconscious, or both, levels of the personality. (Smith &

Vetter, 1982: 90)

Berdasarkan kutipan diatas, Jung mengatakan bahwa individu bisa

dibedakan dari dua dasar tipe sikap, yaitu introvert dan ekstrovert. Masing-masing

tipe kepribadian tersebut dapat dibagi menurut empat fungsi psikologis: pikiran,

perasaan, penginderaan, dan intuisi. Penggolongan tipe kepribadian ekstrovert dan

introvert menggambarkan pola komunikasi dan interaksi sosial setiap individu.

Menurut Jung (dalam Alwisol, 2010: 45), ekstrovert mengarahkan individu ke

pengalaman obyektif, memusatkan perhatian ke dunia luar, cenderung berinteraksi

dengan individu sekitarnya, aktif, dan ramah. Individu ekstrovert sangat menaruh

perhatian mengenai individu lain dan dunia disekitarnya, aktif, tertarik dengan

dunia luar. Sedangkan introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif,

memusatkan diri pada dunia dalam dan privat di mana realita hadari dalam bentuk

hasil amatan, cenderung menyendiri, pendiam/tidak ramah, bahkan antisosial.

Umumnya individu introvert senang introspektif dan sibuk dengan kehidupan

internalnya sendiri. Namun, individu introvert juga mengamati dunia luar dengan

cara selektif, dan memakai pandangan subjektifnya sendiri. Individu yang sehat

psikisnya adalah individu yang mencapai keseimbangan antara dua sikap

11

kepribadian tersebut, individu sama-sama nyaman dengan dunia dalam dari dan

luar dirinya.

Individu dengan kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert akan

mengalami kecemasan atau takut ketika berada di situasi yang mengancam atau

saat situasi lingkungan sosialnya tidak sesuai dgn dirinya. Sri dan Kartika (2013:

112) menyampaikan perbedaan karakteristik yang terdapat antar individu dengan

tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, menyebabkan sikap yang berbeda

terhadap intensitas komunikasi melalui media sosial. Informasi terbaru mengenai

teman, kerabat kerja, dan keluarga lewat media sosial menjadi fenomena baru

dalam ilmu psikologi yang memunculkan ketakutan akan ketinggalan berita di

akun media sosial, ketakutan yang dialami pun berbeda antar individu

berdasarkan kepribadian yang dimiliki. Diduga individu ektrovert memposisikan

individu lain lebih penting dari pada dirinya sendiri, sebaliknya tipe introvert

menganggap individu lain tidak lebih penting dari dirinya. Oleh karena itu,

peneliti tertarik melakukan penelitian yang membedakan ketakutaan berdasarkan

tipe kepribadian dengan judul “Fear of Missing Out Ditinjau dari Tipe

Kepribadian Introvert dan Ekstrovert”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut:

12

1. Bagaimana gambaran fear of missing out pada individu berkepribadian

ekstrovert?

2. Bagaimana gambaran fear of missing out pada individu berkepribadian

introvert?

3. Apakah ada perbedaan fear of missing out pada individu berkepribadian

ekstrovert dan introvert?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yang

ingin dicapai, yaitu:

1. Mengetahui gambaran fear of missing out pada individu berkepribadian

ekstrovert.

2. Mengetahui gambaran fear of missing out pada individu berkepribadian

introvert.

3. Menguji ada atau tidaknya ada perbedaan fear of missing out pada individu

berkepribadian ekstrovert dan inrovert.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat yang diberikan secara teoritis melalui penelitian ini adalah:

a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang fenomena baru

dalam internet addiction yaitu fear of missing out.

13

b. Memperluas penelitian tentang fear of missing out yang ditinjau dari

tipe kepribadian introvert dan ekstrovert

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis melalui penelitian diharapkan individu dapat

menjadi pertimbangan penggunaan media sosial dalam kasus fear of missing

out, dan mengontrol diri secara berkala dalam mengurangi pengunaan media

sosial untuk meminimalisir ketakutkan agar tidak berkelanjutan menjadi

gangguan-gangguan fisiologis maupun psikologis yang serius.

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Fear of Missing Out (FoMO)

2.1.1 Pengertian Fear of Missing Out

Przybylski (2013: 1841), fear of missing out (FoMO) adalah ketakutan

akan kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain dimana individu

tersebut tidak dapat hadir di dalamnya. FoMO ditandai dengan adanya keinginan

untuk terus berhubungan dengan apa yang individu lain lakukan melalui dunia

maya. Menurut Bosker (dalam JWT, 2011: 5) FoMO merupakan suatu energi

ketakutan ketika individu melewatkan sesuatu hal yang berharga, seperti suatu

acara, momen di televisi dan gadget. Menurut Fake (dalam JWT, 2011: 5) FoMO

adalah dorongan kuat untuk individu berperilaku dan berpikir betapa pentingnya

perangkat media sosial dan pengunaannya. Wortham (dalam Abel, dkk., 2016: 33)

mengatakan bahwa FoMO merupakan kegelisahan yang berasal dari alat saluran

komunikasi yang mendukung individu memperoleh pengetahuan tentang

kehidupan teman, keluarga, atau bahkan orang asing.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka Peneliti menyimpulkan

FoMO adalah ketakutan ketika tidak terhubung dengan individu, sehingga

melewatkan momen berharga tentang dirinya, teman, keluarga, ataupun individu

lain melalui media sosial di internet.

15

2.1.2 Faktor-faktor Pemicu Munculnya Fear of Missing Out

Perspektif Self Determination Theory (SDT) atau teori motivasi yang

dikumukakan oleh Deci dan Ryan (1985) dijadikan sebagai dasar pemahaman

terjadi FoMO. FoMO dapat terjadi karena tidak terpenuhinya tiga kebutuhan dasar

psikologis yaitu need for competence, autonomy/ self, dan relatedness. Apabila

ketiga kebutuhan dasar psikologis tidak terpenuhi maka mengakibatkan individu

menjadi tidak mampu mengatur diri sendiri secara efektif (Przybylski, 2013:

1841). Menurut Self Determination Theory maka dapat disimpulkan faktor

terjadinya fear of missing out adalah :

1. Kebutuhan untuk berkompetensi (need for competence)

Kompetensi merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan

dan adaptasi. Kebutuhan kompetensi mengacu pada kebutuhan untuk

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, mampu menunjukan

kapasitas diri, dan mencari tantangan yang optimal (Deci & Ryan, 1985:

26). Kebutuhan ini mengarahkan individu untuk berusaha

mempertahankan dan meningkatkan keterampilan/ kapasitas diri dalam

melakukan aktivitas.

2. Kebutuhan untuk otonomi (need for autonomy/ self)

Self menurut Rogers merupakan kesadaran individu akan keberadaan dan

fungsi dirinya, yang diperoleh melalui pengalaman diri dimana individu

tersebut terlibat di dalamnya baik sebagai subjek maupun objek (Alwisol,

2009: 266). Kebutuhan otonomi adalah kebutuhan untuk membuat

16

keputusan-keputusan sendiri, bebas melakukan suatu aktivitas, tanpa

terikat atau mendapat kontrol dari orang lain (Deci & Ryan, 1985: 32).

3. Kebutuhan psikologis akan rasa memiliki/ kedekatan dengan orang lain

(Need for Relatedness)

Relatedness menurut Fromm adalah kebutuhan dasar manusia untuk

menyatu dengan pribadi lainnya selain dirinya (Feist & Feist, 2010: 230).

Kebutuhan untuk menyatu dengan pribadi lainnya sama dengan

kecenderungan yang melekat pada individu untuk merasa terhubung

dengan individu lain, yaitu untuk menjadi anggota kelompok, dicintai,

dipeduli, dan diperhatikan (Baumeister & Leary dalam Tekeng, 2016:

90). Kebutuhan relatedness mengacu terjadinya hubungan dan perhatian

yang diterima dari interaksi dengan individu lain, sehingga menghasilkan

rasa memiliki.

Faktor kebutuhan dasar psikologi diatas dapat ditemukan dalam diri

individu sendiri, sehingga dapat disimpulkan oleh peneliti bawah faktor-faktor

tersebut merupakan faktor internal yang memicu fear of missing out. Selain itu,

berdasarkan kajian literatur yang sudah peneliti lakukan, peneliti juga menemukan

beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi fear of missing out, yaitu :

1. Media sosial online

Fear of missing out muncul dengan rasa ingin terus terhubung dalam

media sosial. Kehadiran media sosial dalam kehidupan individu telah

memperkuat kebutuhan dan keinginan untuk mengetahui apa yang

individu lain lakukan dan katakan sepanjang waktu (Abel, dkk., 2016: 35).

17

FoMO pada dasarnya merupakan ketakutan sosial yang berkembang

melalui media sosial yang mendorong individu untuk mengikuti trend

populer. Menurut Kementerian Perdagangan RI (2014: 25) media sosial

adalah semua media online, di mana para pengunannya (user) dapat

berbagai, berpartisispasi, dan menciptakan konten berupa blog, wifi,

forum, jejaringan sosial, dan ruang dunia virtual yang disokong oleh

teknologi multimedia yang canggih. Media sosial menjadi unsur utama

penyebab terjadinya FoMO, karena individu yang mengalami FoMO akan

selalu ingin terhubung dengan media sosial.

2. Pengaruh teman sebaya (peer group)

Faktor-faktor sosial di lingkungan yang berkaitan dengan penerimaan dan

penolakan dari masyarakat serta faktor budaya yang menekan individu

untuk menjadi bagian dari perkumpulan pengguna teknologi maju

sehingga mengakibatkan seseorang menjadi pecandu internet (konformitas

terhadap lingkungan).

2.1.3 Pengukuran Fear of Missing Out

Penelitian mengenai fear of missing out telah dilakukan di luar Indonesia

dan peneliti hanya menemukan 2 penelitian yang telah dilakukan di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Gilang (2015) mengunakan alat ukur secara

kuantitatif dengan mengadaptasi FoMOs (Fear of Missing Out scale) yang

dikembangkan oleh Przybylski (2013). Przybylski meneliti tingkatan FoMO

berdasarkan 3 faktor kebutuhan dasar psikologis yaitu kebutuhan berkompetensi

(need for competence), kebutuhan otonomi (need for autonomy/ self), dan

18

kebutuhan akan rasa memiliki/ kedekatan dengan orang lain (need for

relatedness). Namun pernyataan-pernyataan yang digunakan Gilang (2015)

sebagai alat ukur dalam penelitiannya berupa aitem yang hanya berdasarkan 2

faktor yang mempengaruhi terjadinya fear of missing out yakni untuk pemenuhan

kebutuhan psikologis pada self dan relatedness. Peneliti merasa kuesioner dalam

penelitian ini dapat mendukung tujuan peneliti, namun ada faktor competence

yang tidak diikutsertakan oleh Gilang dalam penelitiannya. Oleh karena itu,

peneliti harus melengkapi aitem tersebut bila ingin mengunakannya dalam

penelitian ini.

Penelitian lainnya mengenai fear of missing out telah dilakukan oleh

Rani (2016) dengan mengunakan kuesioner dikembangkan oleh Hato (2013).

Hato mengembangkan FoMOs (Fear of Missing Out scale) dengan skala yang

mengukur sejauh mana individu memeriksa handphone karena rasa takut

kehilangan pada lima domain berdasarkan pada tujuan general, tujuan sosial

dalam mengetahui keadaan lingkungan sosial terkait aktivitas teman, tujuan

kenyamanan, tujuan informasi dalam mengikuti perkembangan terkini, dan tujuan

pekerjaan/ tugas sekolah: melibatkan pentingnya kontak dengan teman

pekerjaan/sekolah. Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan tingkat

FoMO yang tinggi pada individu. Sebaliknya semakin rendah penilaian

menunjukkan tingkat FoMO yang rendah pada individu. Namun, penelitian ini

kurang melibatkan faktor yang ingin digunakan oleh peneliti dalam skalanya

sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

19

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengombinasikan aitem yang

digunakan dalam skala dari penelitian Hato (2013) yang terdiri dari 34 aitem dan

Przybylski (2013) yang terdiri dari 10 aitem. Namun, tidak semua aitem tersebut

mengungkapkan variabel yang akan diteliti, sehingga kedua skala tersebut akan

dimodifikasi dengan memilih aitem yang sesuai dengan faktor competence,

autonomy/self, dan relatedness. Jumlah aitem yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 45 aitem dan menggunakan skala Likert dengan rentang nilai 1 (sangat

tidak sesuai) sampai 4 (sangat sesuai).

2.2 Kepribadian Introvert dan Ekstrovert

2.2.1 Defenisi Kepribadian

Istilah “kepribadian” berasal dari bahasa Latin persona, atau topeng yang

dipakai manusia untuk menampilkan dirinya pada dunia luar. Kepribadian

mempunyai banyak pengertian yang disebabkan dalam penyusunan teori,

penelitian, dan pengukuran dari beberapa ahli. Menurut Feist dan Feist (2012: 4)

kepribadian adalah pola sifat dan karateristik tertentu, yang relatif permanen dan

memberikan, baik konsisten maupun individualitas pada prilaku seseorang.

Atkinson (1987: 258) mendefinisikan kepribadian sebagai pola pikiran, emosi dan

perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal inidividu

dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan.

Alwisol (2009: 2) kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membenagun

keberadaan manusia menjadi suatu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi-

fungsi. Menurut Dorland (dalam Liftiah, 2014: 44) kepribadian adalah pola khas

20

seseorang dalam berpikir, merasakan, dan berprilaku yang relatif stabil dapat

diperkirakan. Allport (dalam Suryabrata, 2008: 205) kepribadian adalah organisasi

dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang

khas dalam penyesuian diri terhadap lingkungan. Jung (dalam Alwisol, 2009: 39)

kepribadian atau psyche adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan, dan

tingkah laku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing individu

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik.

Berdasarkan beberapa pengertian kepribadian dapat disimpulkan bahwa

kepribadian merupakan suatu pola berpikir, berperasaan, dan berprilaku yang

relatif permanen, konsisten, dan bersifat unik dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan.

2.2.2 Faktor – faktor yang Membentuk Kepribadian

Robbins (2008: 126) kepribadian individu merupakan hasil dari faktor

keturunan dan lingkungan.

1. Faktor Keturunan. Keturunan merujuk pada faktor genetis, yang

dipengaruhi oleh orangtua. Seperti komposisi biologis dan psikologis dari

orangtua, serta psikologis individu tersebut. Pendekatanketurunan

berpendapat bahwa penjelasan pokok mengenai kepribadian individu

adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam kromosom.

2. Faktor Lingkungan. Lingkungan dimana individu bertumbuh dan

dibesarkan memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentuk karakter

individu. Keluarga, teman sebaya, dan kelompok sosial memiliki peran

21

dalam membentuk kepribadian kita. Contoh: budaya membentuk norma,

sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu.

Liftiah (2014: 48) faktor yang membentuk kepribadian, selain ciri fisik

maupun ciri faal, juga ada faktor lain yang besar pengaruhnya terhadap

kepribadian yakni hasil hubungan kita dengan lingkungan atau pengalaman. Dua

macam pengalaman yang mempengaruhi pembentukan kepribadian individu

yaitu:

1. Pengalaman umum (common experiences) yaitu pengalaman yang

dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan oleh semua

manusia. Setiap masyarakat selalu mempunyai nilai-nilai, prinsip-primsip

moral, cara-cara hidup yang dihayati oleh semua anggota masyarakat.

Jika nilai-nilai tersebut bersifat universal, seperti menghormati orangtua,

maka individu akan dididik untuk menjadi manusia seperti itu.

2. Pengalaman Unik (unique experience) yaitu pengalaman-pengalaman

yang hanya pernah dialami oleh dirinya sendiri. Sejak lahir individu

sudah membawa ciri dan kecenderungan tertentu, maka reaksinya

terhadap lingkungan bersifat khas.

2.2.3 Penggolongan Tipe Kepribadian

Menurut Suryabrata (2008: 3-4) terdapat bermacam-macam kategori

yang dapat digunakan untuk mengolongkan tipe kepribadian. Namun, Peneliti

dalam hal ini mengunakan pedekatan sifat (traits approach), yaitu teori

22

kepribadian menurut Carl Gustav Jung, seorang ahli psikologi Jerman dan

perlopor psikologi analisa. Jung (dalam Suryabrata, 2008: 161) mengolongkan

tipe kepribadian manusia menjadi dua macam yaitu ekstrovert dan introvert.

Kedua tipe kepribadian tesebut mengacu pada sejauh mana orientasi dasar

seseorang diarahkan ke luar (dunia luar) atau ke dalam diri individu. Individu

ekstrovert dan introvert memiliki perbedaan dalam sikap mereka terhadap dunia,

baik dalam hal rasional dan non rasional. Seseorang dapat digolongkan ke dalam

salah satu dari kepribadian ini berdasarkan pada jenis sikap yang lebih dominan

dan lebih berpengaruh pada dirinya. Selain itu, Jung (Alwisol, 2009: 46) juga

mengolongkan ekstrovert dan introvert kedalam aspek fungsi (function) yaitu

fungsi berpikir (thinking), fungsi perasaan (feeling), fungsi pengindraan (sensing),

dan fungsi intuisi (intuiting).

2.2.3.1 Tipe Kepribadian Introvert

Jung (dalam Suryabrata, 2008: 162) individu introvert dipengaruhi oleh

dunia subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Individu introvert adalah

individu yang cenderung menarik diri dari kontak sosial. Orientasi terutama

tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama

ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang

baik, jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dan kurang dapat

menarik hati orang lain.

Seorang introvert memiliki penyesuain dengan batinnya sendiri baik,

dikarenakan individu intovert dipengaruhi oleh dunia didalam dirinya. Namun,

bahaya individu introvert adalah ketika jarak dengan dunia objektif terlalu jauh,

23

sehingga akan lepas dari dunia objektifnya, yang membuatnya terasing dan kurang

mampu menerima dengan baik dunia objektifnya (Suryabrata, 2008: 162). Dapat

disimpulkan bahwa individu dengan kecenderungan introvert yang ekstrim akan

merasa asing dengan dunia luar dan menjadikannya individu yang anti – sosial.

2.2.3.2 Tipe Kepribadian Ekstrovert

Ekstrovert adalah suatu kecenderungan sikap yang mengarahkan

kepribadian lebih berorientasi ke luar dari pada ke dalam diri sendiri. Jung (dalam

Suryabrata, 2008: 161) mengatakan bahwa ekstrovert adalah kepribadian yang

lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke luar.

Orientasinya terutama tertuju keluar: pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih

banyak ditentukan oleh lingkungan. Jung menyatakan bahwa dimensi tipe

ekstovert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai individu yang terbuka,

periang, suka bergaul dengan lingkunganya, cenderung berinteraksi dengan

masyarakat dan tidak sensitif, menghadapi kehidupan sehari kurang serius, tidak

menyukai keteraturan, agresif, kurang bertanggung-jawab, optimis, implusif

bersifat praktis dan penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian

eksternal.

Individu ekstrovert lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya

dibandingkan oleh kondisi dirinya sendiri. Individu cenderung untuk berfokus

pada sikap objektif dan menekan sisi subjektifnya (Feist dan Feist, 2010: 137).

Sikap positif yang berlebihan terhadap lingkungan mampu memberi ancaman

kepada individu ekstrovert. Individu akan tenggelam ke dalam dunia objektif dan

24

asing terhadap dunia subjektifnya sendiri. Kecenderungan semacam itu membuat

individu ekstrovert menjadi kurang sensitif atau peka terhadap dirinya sendiri.

2.2.4 Karateristik Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Komponen tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert (Eysenck, 1970: 20)

meliputi tujuh aspek yaitu: (1) aktivitas (activity), (2) kontak sosial (sociability),

(3) keberanian mengambil resiko (risk taking), (4) mengambil tindakan

(impulsiveness), (5) mengekspresikan emosi (ekspressiveness), (6) kedalaman

berpikir (reflectiveness), (7) dan tanggung jawab (responsibility). Pemahaman

akan ketujuh akpek tersebut akan mempermudah pemahaman akan tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert seperti yang dapat dilihat pada table 2.2

berikut:

Tabel 2.2 Indikator Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Karateristik Ekstrovert Introvert

Aktivitas (activity) memiliki aktivitas tinggi,

umumnya aktif dan

energik, menyukai

aktivitas fisik

cenderung tidak aktif

secara fisik, lesu,

mudah letih, santai dan

lebih menyukai hari

libur yang tenang

Kontak Sosial

(sociability)

menyukai kegiatan sosial,

suka mencari teman,

pesta, mudah bergaul, dan

merasa senang berada di

keramaian

lebih menyukai

beberapa teman khusus

saja, menyenangi

kegiatan yang

menyendiri seperti

membaca, merasa sukar

mencari hal – hal yang

hendak dibicaraka

dengan orang lain dan

cenderung menarik diri

dari kontak – kontak

sosial.

25

Keberanian

mengambil resiko

(risk taking)

menyukai kegiatan yang

memberikan tantangan

yang baik dengan hanya

sedikit menghiraukan

konsekuensi yang

mungkin merugikan dan

berani mengambil resiko.

menyukai keakraban

dan hal – hal yang di

rasa aman serta tidak

menyukai mengambil

resiko

Kecepatan mengambil

tindakan

(impulsivene ss)

cenderung bertindak tanpa

dipikirkan terlebih

dahulu/spontan, membuat

keputusan terburu-buru,

gegabah dan tidak

berpendirian tetap.

mempertimbangkan

berbagai masalah

dengan sangat hati –

hati dan banyak

pertimbangan sebelum

membuat keputusan,

teratur, merencanakan

kehidupan mereka lebih

dahulu dan berfikir

sebelum bicara.

Mengekspresikan

emosi

(ekspressiveness)

cenderung lebih

memperlihatkan emosinya

kearah luar dan secara

terbuka seperti

kemarahan, ketakutan,

kecintaan dan kebencian.

sangat pantai menguasai

diri, tenang, tidak

memihak, dan pada

umumnya terkontrol

dalam menyatakan

pendapat dan perasaan.

Kedalaman berpikir

(reflectiveness)

dalam berkerja lebih

tertarik untuk melakukan

berbagai hal daripada

memikirkan hal – hal

tersebut. Kepribadian

ekstrovert cenderung

memiliki pola piker

terarah dan praktis.

memiliki pola pikir

yang bersifat teorits,

cenderung tertarik pada

ide – ide, diskusi,

spekulasi, mereka suka

berpikir dan instropeksi.

Tanggung jawab

(responsibility)

cenderung terlambat, tidak

menepati janji, serta

kurang bertanggung jawab

dan tidak konsisten.

cenderung berhati –

hati, teliti, sungguh –

sungguh, konsisten dan

bertanggung jawab.

2.2.5 Penilaian Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Menurut Cohen dan Swerdlik (Liftiah, 2014: 48), pengukuran

kepribadian mencakup pengukuran pada aspek yang luas, yang merupakan

pengukuran dan evaluasi terhadap trait, states, values, interest, attitude wordview,

acculturation, personal identity, sense of humor, gaya kognitif dan tingkah laku

26

yang berhubungan dengan karateristik individu di bidang psikologi tidak

bermaksud untuk menerapkan label nilai-nilai moral, melainkan untuk

mendeskripsikan perilaku seperti apa adanya. Liftiah (2014: 49) terdapat tiga

metode pengukuran kepribadian yaitu:

1) Metode Observasi

Observasi terhadap prilaku dapat dilakukan dalm keadaan normal, situadi

eksperimen maupun dalam konteks suatu wawancara. Infromasi yamng

memperoleh melaui metode observasi dspat dicatat pada suaru bagian

yang sudah dibakukan, seperti pada rating scale.

2) Metode Inventori

Metode inventori ini yang sering disamakan dengan metode testing.

Metode ini mengandalkan pada hasil observasi subjek terhadap dirinya

sendiri. Personality inventory merupakan pernyataan-pernyataan atau

pertanyaan-petanyaa yang harus diisi atau dipilih oleh subjek

berdasarkan ciri-ciri yang dianggap ada di dalam dirinya sendiri.

3) Teknik Proyektif

Asumsi dasar pengunaan teknik proyeksi dalam pengukuran kepribadian

adalah untuk memperoleh gambaran ya ng utuh tentang kepribadian

seseorang, diperlukan kebebasan untuk mengekspresikan diri. Metode

yang digunakan biasanya berupa suatu rangsangan (misalnya berbentuk

stimulus gambaran) yang bersifat sangat ambigu. Bila dihadapkan pada

situasi seperti ini, individu akan mencoba menuangkanpersepdinya yang

27

sudah dipengaruhi oleh berbagai pengalamannya di masa lampau secara

bebas sesuka hati individu.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengukuran dengan metode

inventori, yaitu kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi atau

dipilih oleh subjek berdasarkan ciri-ciri yang dianggap ada di dalam dirinya

sendiri. Peneliti mengunakan cara pendekatan pengolongan tipe kepribadian

ekstrovert dan introvert seperti yang dilakukan pada MBTI (Myer Briggs Type

Indicator). Perlu diketahui bahwa salah satu bagian dalam MBTI adalah

pengungkapan ekstrovert dan introvet individu. Dalam penelitian ini peneliti

mengambil cara yang dilakukan dalam MBTI. Bagian ekstrovert dan introvert

yang terdapat dalam MBTI terdiri dari 15 aitem, setiap aitem memiliki 2

pertanyaan mewakili masing-masing tipe kepribadian. Kuesioner dijawab dengan

memberikan tanda checklist () pada pernyataan yang menurut indivudu sesuai

dengan dirinya sendiri. Terdapat ada dua pernyataan pada setiap aitem, dan

subyek hanya bisa memberi satu tanda checklist pada salah satu pernyataan yang

tersedia. Selanjutnya, pengelompokan individu diklasifikasikan ke dalam tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert akan dilakukan melalui tahapan sebagai

berikut:

1) Responden diminta mengisi skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert

2) Mengadministrasi hasil/skoring. Data skala akan dinilai dengan

menjumlahkan skor yang diperoleh responden.

3) Penilaian tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan

membandingkan skor masing-masing tipe kepribadian. Skor tertinggi

28

merupakan menunjukkan golongan tipe kepribadian responden berada

dalam kategori ekstrovert ataupun introvert.

2.3 Fear of Missing Out Ditinjau dari Tipe Kepribadian

Adanya internet menimbul aktivitas-aktivitas baru yang bisa dilakukan

lewat gadget. Maraknya tawaran aplikasi media sosial menarik perhatian para

penguna untuk memenuhi kebutuhan informasi, komunikasi, pekerjaan, dan

hiburan. Dampak perkembangan teknologi masa kini memunculkan gejala baru

yang dinamakan Fear of Missing Out (FoMO). FoMO pada dasarnya merupakan

ketakutan sosial dengan perkembangan media sosial saat ini. Individu kini lebih

sering melakukan kegiatan melalui smartphone yang memiliki segala kecanggihan

fungsi yang ada seperti media sosial untuk update profil, status, gambar, aplikasi

chat yang tidak hanya pesan teks tapi juga melalui voicenote dan videocall,

bahkan yang terbaru adalah live video. Ketika manusia mulai menggunakan

ponsel pribadi secara teratur, hal itu menjadi bagian penting dari kehidupan

mereka dan cenderung adanya perasaan kehilangan ketika tanpa ponsel tersebut

(Bianchi & Phillips, 2005: 49). Kebiasaan mengakses media sosial menjadikan

individu mengalami ketakutan atau pun ketakutan apabila mereka ketinggalan

update dari berita di media sosial sehingga menjadi sebuah kebutuhan untuk tetap

terkoneksi.

Menurut Rosdaniar (2008: 14) mengemukakan salah satu faktor internal

yang mempengaruhi adanya kecanduan media sosial adalah ketakutan dalam diri

individu. Aktivitas mengakses media sosial mendorong individu mengalami

ketakutan ataupun kecemasan apabila mereka ketinggalan update dari berita di

29

media sosial sehingga menjadi sebuah kebutuhan untuk tetap terkoneksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Przybylski (2013: 1841) menyatakan bahwa yang

menjadi dasar penyebab terjadiya FoMO karena tidak terpenuhi tiga kebutuhan

dasar psikologis yaitu need for competence, autonomy/ self, dan relatedness yang

mendorong individu menjadi tidak mampu mengatur diri sendiri secara efektif.

Tiga kebutuhan dasar manusia yaitu rasa memiliki atau kedekatan dengan orang

lain dalam berinteraksi, mengakibatkan munculnya rasa ingin tahu dan ingin ikut

hadir dalam aktivitas yang dilakukan teman, keluarga, ataupun orang lain melalui

media sosial untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.

FoMO yang dirasakan akan berbeda antar individu, karena menurut teori

individual difference setiap individu cenderung memiliki sifat yang berbeda-beda.

Maka hal ini mengakibatkan individu memiliki respon yang berbeda-beda juga

pada FoMO. Respon ini terkait dengan cara individu berekspresi dan berperilaku

sesuai dengan sikap yang dimiliki setiap individu. Salah satu faktor munculnya

perilaku pada diri seseorang pun ditentukan oleh sifat kepribadian yang ada dalam

diri individu tersebut.

Munculnya respon yang berbeda dan perilaku yang unik dalam

menyikapi FoMO merupakan wujud dari kepribadian yang dimiliki oleh individu

tersebut, karena kepribadian dapat berpengaruh pada cara individu berinteraksi.

Menurut Jung (dalam Feist & Feist, 2012: 136) salah satu tinjauan mengenai sikap

adalah perbedaan tipe kepribadian, yang terkait erat dengan ciri yang menyertai

masing-masing tipe kepribadian tersebut. Atkinson (1987: 258) mendefinisikan

kepribadian sebagai pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda dan

30

karakteristik yang menentukan gaya personal inidividu dan mempengaruhi

interaksinya dengan lingkungan. Sehingga dalam penelitian ini peneliti

membedakan FoMO dari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, karena dua

kepribadian ini memiliki orientasi yang berbeda saat berinteraksi dengan

lingkungannya.

Individu ekstovert memiliki karakter sikap yang berorientasi secara

objektif. Individu ekstrovert sangat senang berinteraksi dengan individu lain,

sehingga mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungannya dibandingkan oleh

kondisi dirinya sendiri. Ketika individu tidak bisa berkomunikasi atau terhubung

dengan individu lain maka individu ekstrovert akan merasa cemas. Pengaruh sifat

yang senang bergaul dengan individu lain atau dunia luar membuat individu

ekstrovert memposisikan individu lain lebih penting dari dirinya. Maka FoMO

akan cenderung dialami oleh individu ekstrovert karena individu ekstrovert lebih

merasa bahagia ketika mengetahui apa yang individu lain lakukan dan rasakan.

Individu ekstrovert juga memiliki karakter yang yang terbuka. Sikap terbuka ini

mendukung individu untuk mengekspresikan diri dengan meng-update secara

bebas dalam akun media sosialnya. Selain itu, setiap update-an yang ada dari

individu lain di timeline media sosial membuka peluang bagi individu ekstrovert

untuk semakin ketagihan melihat dan mencari lebih banyak lagi aktivitas individu

lain lewat media sosial milikinya.

Sebaliknya individu introvert memiliki karakter sikap yang berorientasi

secara subjektif. Individu introvert fokus pada dirinya dan lebih tertutup

dibandingkan individu ekstrovert, sehingga individu introvert tidak mudah

31

dipengaruhi oleh individu disekelilingnya. Individu intorvert tergolong pendiam

dan kurang suka bergaul. Hal tersebut menjadikan individu tampak santai bila

tidak terhubung dengan individu lain. Individu introvert menganggap bahwa apa

yang dilakukan dan dialami individu lain tidak penting untuk dirinya, sehingga

individu introvert cenderung tidak mengalami FoMO. Sebab individu introvert

memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri bukan pada individu lain.

Kecenderungan menarik diri dan menyindiri menjadikan individu introvert tidak

merasa cemas ketika tidak mengetahui aktivitas individu lain. Selain itu, sikap

yang pemalu dan tertutup yang dimiliki individu introvert dalam berkomunikasi

juga menjadikan individu cenderung tidak suka mengekspresikan dirinya secara

bebas, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Hal ini memungkinkan

individu introvert jarang mengunakan media sosial yang menjembatani individu

mengalami FoMO.

Hubungan tipe kepribadian dengan FoMO dapat dilihat dari bentuk

interaksinya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Carlo Lai, dkk

(2016: 516) menyimpulkan bahwa individu dengan FoMO tinggi memiliki

perhatian yang lebih besar terhadap keadaan pemikiran individu lain dari interaksi

sosial yang dilakukan. Serta menunjukkan kebutuhan atau keinginan akan

pengakuan yang besar sehingga meningkatkan penggunaan media sosial yang

mendukung terjadi kecanduan. Namun, berdasarkan karatersitik pada masing-

masing tipe kepribadian tidak menutup kemungkinan kedua kepribadian ini

mengalami FoMO namun dengan kadar yang berbeda. Melalui penelitian ini,

32

peneliti akan membandingkan tingkat FoMO pada individu ekstrovert dan

introvert

2.4 Kerangka Berpikir

1`

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.5 Hipotesis

Berdasarkan konstruk teori diats, maka pertanyaan pertama dan kedua

dalam penelitian ini merupakan pertanyaan yang tidak memunculkan hipotesis.

Tipe Kepribadian Introvert :

a. Berorientasi secara subjektif

b. Orang yang tertutup,

kecenderungan pendiam. c. Perasaan, mudah

tersinggung.

d. Pemalu dan pendiam

e. Sukar berhubungan

dengan orang lain, kurang

dapat menarik hati orang

lain.

Tipe Kepribadian Ekstrovert :

a. Berorientasi secara objektif

b. Orang yang terbuka c. Berindakan sering

dipengaruhi oleh

lingkungan

d. Periang, mudah bergaul

dengan orang lain. e. Mudah berinteraksi

dengan masyarakat dan

tidak sensitif

Tipe Kepribadian

Tidak menjadikan

individu lain lebih

penting

Menjadikan individu

lain lebih penting

Fear of Missing Out Fear of Missing Out

33

Adapun pertanyaan ketiga memunculkan hipotesis yakni „ada perbedaan penilaian

fear of missing out antara individu dengan tipe kepribadian introvert dan

ekstrovert.

84

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Penilaian fear of missing out oleh subjek tipe kepribadian ekstrovert

berada pada kategori sedang cenderung tinggi.

2. Penilaian fear of missing out oleh subjek tipe kepribadian introvert berada

pada kategori sedang.

3. Ada perbedaan yang signifikan fear of missing out yang ditinjau dari tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert memiliki oleh individu.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, hingga kesimpulan di atas

maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi pengguna media sosial dengan tipe kepribadian ekstrovert

Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert hendaknya untuk lebih bijak

dalam penggunaan internet khususnya dalam kegiatan di media sosial.

Apabila indivudu telah mengalami fear of missing out sebaiknya individu

mengikuti terapi yang bisa menetralkan rasa ketakutanya ketika tidak dapat

terhubung dengan individu laiin melalui media sosial online. Individu

85

ekstrovert dapat melatih dirinya untuk perlahan-lahan membatasi intesistas

penggunaan internet yang dapat memicu terjadinya fear of missing out.

2. Bagi pengguna media sosial dengan tipe kepribadian introvert

Individu dengan tipe kepribadian introvert hendaknya bisa mempertahankan

dirinya untuk mengatur intesitas pemakaian media sosial. Serta diharapkan

agar individu bisa melatih dirinya untuk berkomunikasi terbuka dengan

individu lain.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hendaknya meneliti atau mengembangkan penelitian sejenis, khususnya

tentang fear of missing out yang masih minim. Mencari variabel-variabel lain

yang diduga memiliki hubungan dan berkontribusi dengan fear of missing

out, seperti kesepian, leisure boredom dan sebagainya. Peneliti juga dapat

melakukan penelitian serupa dengan meninjau fear of missing out

berdasarkan jenis kelamin, usia, dan data demografis lain. Selain itu,

Penelitan selanjutnya diharapkan dapat memberikan khazanah terhadap

fenomena fear of missing out dengan kajian psikologi pada bidang lain seperti

konsumen, pendidikan, atau perkembangan agar memperkaya penelitian yang

terkait dengan variabel dalam penelitian ini.

86

DAFTAR PUSTAKA

Abel, J. P., Buff, C. L., & Burr, S. A. (2016). Social Media and the Fear of

Missi2ng Out: Scale Development and Assessment. Journal of Business &

Economics Research, 33-43.

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Amichai-Hamburger, Y., & Vinitzky, G. 2010. Social Network Use And

Personality. Computers In Human Behavior (26) 189-1295.

Annisa. 2016. Intensitas Komunikasi Melalui Jejaring Sosial Pada Remaja dengan

Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert. Psikoborneo. Vol 4(4): 763-

772.

Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

_________________. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saiffuddin. 2011. Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

_______________. 2016. Penyusunan Skala Psikologi (Cetakan IX). Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Bianchi, A., & Phillips, J.G. 2005. Psychological Predictor Of Problem Mobile

Phone Use. CyberPsychology dan Behavior. Vol. 08(1): 39-51.

Boyd, D. 2008. Why Youth (Heart) Social Network Sites: The Role Of

Networked Publics In Teenage Social Life. In D. Buckingham. Macarthur

Foundation Series On Digital Learning—Youth, Identity, And Digital

Media Volume 119–142. Cambridge: MIT Press.

Cahyaning, A., & Cahyono, R. 2015. Perbedaan Communication Privacy

Managementdi Media Sosial Twitter pada Remaja dengan Tipe

Kepribadian Extravertdan Introvert. Jurnal Psikologi Pendidikan dan

Perkembangan. Vol. 04(1): 65-70.

Deci, E.L., & Ryan, R.M. 2000. The “what” and “why” of goal pursuits: Human

needs and the self-determination of behavior. Pschological Inquiry. 11(4):

227-268.

87

Erwin. 2015. 2016, Indonesia Empat Besar Pengguna Smartphone.

www.tempo.com (diunduh 24/05/2016).

Eysenck, H.J. 1970. Personality: Theory adn Research. Canada: John Wiley and

Sons, Inc.

Fardila, Silvia. 2015. Tingkat Ketergantungan Pengguna Media Sosial Dan

Kecemasan Sosial. Jurnal Interaksi. Vol 4 (1): 1-10.

Feist, J., & Feist, G. 2010. Teori Kepribadian . Jakarta: Salemba Humanika.

Gilang, Mohammad. S. 2015. Hubungan Antara Fomo (Fear Of Missing Out)

Dengan Kecanduan Internet (Internet Addiction) Pada Remaja Di SMAN

4 Bandung. Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Global Web Index. 2014. GWI Market Report. www.globalwebindex.net (diunduh

22/07/2016).

Hato, Beata. 2013. (Compulsive) Mobile Phone Checking Behavior Out of a Fear

of Missing Out: Development, Psychometric Properties and Test-Retest

Reliability of a C-FoMO-Scale. Thesis. Tilburg: Faculty of Humanities,

Tilburg University.

Kandell, J. J. 1998. Internet Addiction On Campus: The Vulnerability Of College

Students. Cyberpsychology & Behavior . Vol 1 (1): 11-17.

Kominfo, 2013. Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Individu.

www.kominfo.go.id (diunduh 05/03/2016).

Lai, Carlo. 2016. Fear Of Missing Out (FOMO) Is Associated With Activation Of

The RightMiddle Temporal Gyrus During Inclusion Social Cue.

Computers in Human Behavior. (61) 516-521.

Liftiah. 2014. Pengantar Psikodiagnostik. Semarang: Universitas Negeri

Semarang.

Liftiah, dkk. 2016. Personality Traits Prediction of Fear of Missing Out In

College Students. The International Journal of Indian Psychology (3) 128-

136.

Marshall, T.C., Lefringhausen, K., dan Ferenczi, N. 2015. The Big Five, Self

Esteem, And Narcissicm As Predictors of The Topics People Write About

in Facebook Staus Updates. Personality and Individual Differences (85)

35-40.

88

McCrae, R.R., Costa, P.T. 1990. Personality in Adulthood. New York: Guilford

Press.

Miranda, C. 2011. FoMO. New York: JWT.

Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, Beverly. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal.

Bandung: Erlangga.

Novianto, Iik. 2013. Perilaku Penggunaan Internet Di Kalangan Mahasiswa.

Surabaya: FISIP Universitas Airlangga.

Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanto, Edy. 2016. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. 2013.

Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out.

Computers in Human Behavior, 1841-1848.

Rani, Febrina. 2016. Hubungan Antara The Big Five Personality Traits dengan

Fear of Missing Out Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

Skrpsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Robbins, S.P. dan Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12. Jakarta :

Salemba Empat.

Rosdaniar. 2008. Hubungan Antara Kesepian Dngan Kecanduan Internet (Internet

Addiction Disorder) Pada Mahasiswa. Artikel Ilmiah. Program Studi

Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta.

Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.

Jakarta: Balai Pustaka.

Sari, Kartika. 2012. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.

Smith, B. D., & Vetter, H. J. 1982. Theoretical Approaches To Personality. New

Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

89

Tekeng, Nurjanah Yunus., Alsa, Asmadi. 2016. Peranan Kepuasan Kebutuhan

Dasar Psikologis dan Orientasi Tujuan Mastery Approach terhadap Belajar

Berdasar Regulasi Diri. Jurnal Psikologi, Vol. 43: 85-106.

Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI. 2014. Panduan Optimalisasi

Media Sosial untuk Kementerian Perdagangan RI. Jakarta: Kementerian

Perdagangan.

Uchjana, Onong. 2005. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Visa. 2011. Connecting with the Millennials. Singapore: Visa Asia

Widiantari, Komang Sri., & Herdiyanto, Yohanes Kartika. 2013. Perbedaan

Intensitas Komunikasi Melalui Jejaring Sosial antara Tipe Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert pada Remaja. Jurnal Psikologi Udayana. Vol

1(1): 106-115.