farmakologi tb paru

Upload: septa-ayu-bungasari

Post on 10-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Farmakologi TB PARU

    1/3

    SEPTA

    13. Pengobatan Farmakologik TB Paru

    Pasien tuberkulosis paru dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu kategori 1, kategori 2, kategori 3, dan

    sisipian. Kategori 1 adalah penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil test Bakteri Tahan Asam (BTA) positif,

    penderita tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif sakit berat, dan penderita tuberkulosis ekstra paru berat.

    Kategori 2 adalah pasien tuberkulosis paru kambuh, penderita gagal, dan penderita dengan pengobatan setelah lalai.

    Kategori 3 adalah penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, serta pada penderita ekstra paru ringan.

    Pasien yang tergolong kategori sisipan apabila pada akhir tahap intensif pengobatan baik pada penderita kategori 1atau kategori 2, dimana hasil pemeriksaan BTA masih positif. Agar pengobatan tuberkulosis menjadi optimal maka

    strategi pengobatan meliputi pengobatan non farmakologis dan pengobatan farmakologis (dengan pemberian

    kombinasi Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan non farmakologis meliputi minum susu kambing ataupun susu sapi,

    olah raga secara teratur, menghindari kontak langsung dengan pasien tuberkulosis, istirahat yang cukup, pola makan

    yang benar, dan rajin mengontrol kadar gula darah. Sedangkan pengobatan farmakologisnya dengan menggunakan

    kombinasi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol dan streptomisin.

    Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap

    intensif penderita mendapat OAT selama 2 bulan, apabila hasil pemeriksaan BTA pada akhir tahap ini negatif, maka

    dapat dilanjutkan dengan pengobatan tahap lanjutan tetapi jika hasil pemeriksaan BTA masih positif maka diberikan

    tahap sisipan terlebih dahulu sebelum masuk ke tahap lanjutan. Pasien dengan:

    1. Kategori 1 Tahap intensif : isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan diberikan setiap hari Tahap lanjutan : isoniazid, rifampisin diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan.

    2. Kategori 2 Tahap intensif : mendapat OAT selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniazid, rifampisin,

    pirazinamid, etambutol, dan suntikan streptomisin diberikan setiap hari, serta 1 bulan dengan isoniazid,

    rifampisin, pirazinamid, dan etambutol diberikan setiap hari.

    Tahap lanjutan : selama 5 bulan dengan kombinasi OAT isoniazid, rifampisin, dan etambutol diberikan 3 kalidalam seminggu.

    3. Kategori 3 Tahap intensif : mendapat kombinasi OAT isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid diberikan setiap hari selama

    2 bulan.

    Tahap lanjutan dengan kombinasi OAT isoniazid dan rifampisin diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4bulan.

    4. Pada tahap sisipan akan mendapat kombinasi OAT isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol diberikansetiap hari selama 1 bulan.

    Pengobatan tuberkulosis paru pada pasien yang menderita Diabetes Mellitus (DM), selama menjalani

    pengobatan tuberkulosis harus rajin mengontrol kadar gula darahnya karena penggunaan rifampisin sebagai Obat

    Anti Tuberkulosis (OAT) akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (Sulfonil urea) sehingga dosis obat oralanti diabetes perlu ditingkatkan. Pada pasien yang menderita DM dalam penggunaan etambutol harus hati-hati karena

    penggunaan etambutol mempunyai komplikasi terhadap mata, dimana penglihatan menjadi berkurang. Gangguan

    penglihatan ini akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah OAT dihentikan.

    Obat primer:

    ISONIAZIDDewasa: 5 mg/kg per hari (dosis yang biasanya 300 mg/hari), 10 mg/kg/hari 3 kali seminggu atau 15 mg/kg 2

    kali seminggu (maksimal 900 mg)

    Anak : 10-15 mg/kg/hari dalam 12 dosis terbagi (maksimal 300 mg/hari), 20-30 mg/kg 3 kali seminggu

    (maksimal 900 mg)

    Farmakokinetik :

  • 7/22/2019 Farmakologi TB PARU

    2/3

    SEPTA

    Isoniazid mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2

    jam setelah pemberian oral. Masa paruhnya pada keseluruhan populasi antara 1-4 jam. Masa paruh obat akan

    memanjang apabila terjadi insufisiensi hati. Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh.

    Antara 75-95% isoniazid disekresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dlm bentuk

    metabolit.

    RIFAMPISIN10 mg/kg (8-12 mg/kg) per hari, maksimal 600 mg/hari 2 atau 3 kali seminggu

    Farmakokinetik :

    Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam; dosis tunggal

    sebesar 600mg menghasilkan kadar sekitar 7g/mL. Obat ini cepat disekresi melalui empedu dan kemudian

    mengalami sirkulasi entheropatik. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk otak.

    PIRAZINAMIDDewasa: 15-30 mg/kg/hari, 50 mg/kg dua kali seminggu, 25-30 mg/kg ( maksimal 2,5 g) 3 kali seminggu.

    Anak: 15-30 mg/kg/hari (maksimal 2 g/hari), 50 mg/kg/dosis 2 kali seminggu (maksial 4 g/dosis)

    Farmakokinetik :

    Obat ini mudah diserap di usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Dosis 1 gram menghasilkan kadar plasma

    sekitar 45g/mL pada dua jam setelah pemberian obat. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.

    Masa paruh eliminasi obat adalah 10-16 jam.

    ETAMBUTOLDewasa: 15-25 mg/kg/hari, 50 mg/kg 2 kali seminggu, 25-30 mg/kg 3 kali seminggu

    Anak(di atas 6 th) : 15-20 mg/kg/hari (maksimal 1 g/hari), 50 mg/kg 3 kali seminggu (maksimal 4 g/dosis)

    Farmakokinetik :

    Pemberian obat oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma dicapai

    dalam waktu 2-4 jam. Dosis tunggal 15mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5g/mL pada 2-4

    jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Dalam 24 jam, 50% etambutol diekskresikan dalam bentuk asal

    melalui urin, 10% sebagai metabolit, berupa derivat aldehid dan asam karboksilat.

    STREPTOMISINDewasa: 15 mg/kg/hari (maksimal 1g), 25-30 mg/kg 2 kali seminggu (maksimal 1,5g), 25-30 mg/kg 3 kali

    seminggu (maksimal 1g)

    Anak: 20-40 mg/kg/hari (maksimal 1 g/hari), 20-40 mg/kg 2 kali seminggu (maksimal 1 g/hari), 25-30 mg/kg3 kali seminggu)

    Farmakokinetik :

    Setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali

    yang masuk ke dalam eritrosit. Streptomisin menyebar ke cairan ekstrasel. Disekresi melalui filtrasi

    glomerulus. Masa paruh obat pada dewasa normal antara 2-3 jam dan dapat memanjang pada gagal ginjal.

    Obat sekunder:

    KAPREOMISIN15-30mg/kg/hari (maksimal 1g/hari)

    ETIONAMID15-20mg/kg/hari (maksimal 1g/hari)

    Farmakokinetik :

  • 7/22/2019 Farmakologi TB PARU

    3/3

    SEPTA

    Pemberian per oral, mudah diabsorbsi. Kadar puncak tercapai dalam 3 jam dan kadar terapi bertahan selama

    12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke seluruh cairan dan jaringhan tubuh. Ekskresi berlangsung cepat.

    SIKLOSERIN15-20mg/kg/hari (maksimal 1g/hari)

    Farmakokinetik :

    Setelah pemberian oral, absorbsi baik; kadar puncak dalam darah dicapai 4-8 jam. Distribusi dan difusi ke

    seluruh cairan dan jaringan tubuh baik sekali. Ekskresi maksimal tercapai 2-6 jam, disekresi melalui urin.

    KANAMISIN15-30mg/kg/hari (maksimal 1g/hari)

    Farmakokinetik :

    Melalui saluran cerna amikasin tidak diabsorbsi. Melalui suntikan intramuskular dosis 500mg/12 jam

    (15mg/kgBB), mencapai kadar puncak 10-30g/mL.

    ASAM PARAAMINOSALISILAT150mg/kg/hari (maksimal 12g/hari)

    Farmakokinetik :Mudah diserap melalui saluran cerna. Mencapai kadar tinggi dalam berbagai cairan tubuh kecuali cairan otak.

    Masa paruh sekitar 1 jam. 80% disekresi melalui ginjal, 50% dalam bentuk terasetilasi.

    Daftar Pustaka

    1. Patofisiologi volume 2, edisi 62. Farmakologi dan terapi FKUI edisi 53. Anonim, 2001, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan Ke-6, 1-45, Departemen Kesehatan

    Replubik Indonesia, Jakarta.

    4. Anonim, 2006, British National Formulary, edisi 52, 303-307, British Medical Association, RoyalPharmaceutical Society of Great Britain, London.

    5. Anonim, 2007, MIMS, Volume 8, 309-315, PT Info Master, Jakarta.6. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th

    Ed.,593, 868, 1353, 1394-1397, 1484 , Lexicomp, Inc., USA

    http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/pengobatan-tuberkulosis-paru-pada-pasien-dm/

    http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/pengobatan-tuberkulosis-paru-pada-pasien-dm/http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/pengobatan-tuberkulosis-paru-pada-pasien-dm/http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/pengobatan-tuberkulosis-paru-pada-pasien-dm/