farmakologi respirasi (albertus m. m. h. c11108298)

18
FARMAKOLOGI RESPIRASI I. Pemberian dan Cara Kerja Obat Obat yang bekerja pada saluran pernapasan dapat diberikan secara sistemik atau inhalasi. Metode inhalasi memperbolehkan penghantaran konsentrasi agen yang lebih tinggi secara langsung ke cabang – cabang bronkus, yang meminimalisasi absorbsi dan efek sistemik. Beberapa obat dimetabolisme di paru-paru, menghasilkan efek first-pass non-hepatik. Secara khas, hanya 10% dari bronkodilator yang diberikan secara inhalasi dapat mencapai paru-paru. Kebanyakan dari obat ini disimpan di saluran pernapasan atas dan hanya memberikan sedikit keuntungan, dengan sekitar 3% yang mencapai alveolus. Distribusinya sedikit dipengaruhi oleh adanya penyumbatan saluran pernapasan, atau ukuran dari partikelnya. Diameter bronkus secara fundamental dipengaruhi oleh dua sistem yang berlawanan. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan siklus AMP intraseluler (seperti stimulus simpatis) menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Sebaliknya faktor yang meningkatkan konsentrasi siklus GMP intraseluler (seperti stimulus parasimpatis) menyebabkan bronkokonstriksi. Pengaruh psikologik dan farmakologik pada diameter bronkus digambarkan pada Gambar 1. 1

Upload: albertus-magnus-mario-holiwono

Post on 26-Jul-2015

210 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

FARMAKOLOGI RESPIRASI

I. Pemberian dan Cara Kerja Obat

Obat yang bekerja pada saluran pernapasan dapat diberikan secara sistemik atau

inhalasi. Metode inhalasi memperbolehkan penghantaran konsentrasi agen yang lebih tinggi

secara langsung ke cabang – cabang bronkus, yang meminimalisasi absorbsi dan efek

sistemik. Beberapa obat dimetabolisme di paru-paru, menghasilkan efek first-pass non-

hepatik.

Secara khas, hanya 10% dari bronkodilator yang diberikan secara inhalasi dapat

mencapai paru-paru. Kebanyakan dari obat ini disimpan di saluran pernapasan atas dan hanya

memberikan sedikit keuntungan, dengan sekitar 3% yang mencapai alveolus. Distribusinya

sedikit dipengaruhi oleh adanya penyumbatan saluran pernapasan, atau ukuran dari

partikelnya.

Diameter bronkus secara fundamental dipengaruhi oleh dua sistem yang berlawanan.

Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan siklus AMP intraseluler (seperti stimulus

simpatis) menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Sebaliknya faktor yang meningkatkan

konsentrasi siklus GMP intraseluler (seperti stimulus parasimpatis) menyebabkan

bronkokonstriksi. Pengaruh psikologik dan farmakologik pada diameter bronkus

digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Penyebab perubahan diameter bronkus

1

Page 2: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Leukotrien-leukotrien terlibat dalam perkembangan bronkospasme. Leukotrien

dinamakan demikian karena keberadaannya dalam sel darah putih (komponen leukosit) dan

ikatan kimianya (ikatan ganda triene). Mereka adalah kelompok dari eikosanoid (turunan

lipid bioaktif dari asam arakidonat). Leukotrien diproduksi oleh aktivitas enzim 5-

lipoxygenase, yang ditemukan dalam sel darah putih (terutama eosinofil) dan sel mast,

diantara jaringan lainnya. Ketika teraktivasi, 5-lipoxygenase berikatan dengan membran sel

dan terkait dengan five-lipoxygenase-activating protein (FLAP), dan menghasilkan kompleks

yang memberikan perubahan pada asam arakidonat untuk memproduksi leukotrien A4

(LTA4). Ini adalah prekursor dari seluruh jenis leukotrien, LTA4 ke LTF4. LTC4, D4, dan E4

yang merupakan spasmogenik, dan meliputi zat yang awalnya dinamakan 'SRS-A'.

II. Mengontrol Diameter Bronkus

A. Agonis Adrenoseptor

1) β2-agonis (contoh: bambuterol, formoterol, salbutamol, salmeterol, terbutaline)

Agonis β2-adrenoseptor selektif digunakan dalam penanganan dan pencegahan

bronkospasme. Selektivitas ini tidak absolut, dan dosis yang tinggi dari obat ini

menyebabkan efek β1 (takikardi, tremor, hiperglikemi, peningkatan sekresi insulin dan

hipokalemia).

β2-agonis membalikkan bronkospasme yang disebabkan oleh pelepasan

histamin, aktivasi faktor platelet, dan beberapa leukotrien, terutama C4, D4, dan E4.

Salbutamol adalah β2-agonist yang paling sering digunakan untuk penanganan

asma. Salbutamol dikonjugasi di hati dan diekskresi dalam bentuk terkonjugasi mapun

tidak terkonjugasi dalam urin dan feses. Terbutaline merupakan agen yang mirip dan

memiliki keuntungan yang sama pada beberapa pasien karena sedikitnya efek samping

simpatomimetik. Terbutaline dapat digunakan pada bayi yang baru lahir untuk

menstimulasi produksi surfaktan pada paru-paru fetus. Bambuterol merupakan prodrug

dari terbutaline.

β2-agonis (khususnya ritrodine, salbutamol, dan terbutaline) dapat digunakan

sebagai relaksan uterus untuk penanganan kelahiran prematur atau kontraksi yang

berlebihan, atau selama operasi Caesar untuk memfasilitasi kelahiran. Cara pemberian

untuk tujuan ini dapat dilakukan secara inhalasi.

2

Page 3: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

2) Agonis adrenoreseptor lainnya (contoh: efedrin, epinefrin, isoprenaline,

orciprenaline)

Efedrin, isoprenaline, orciprenaline dan epinefrin adalah agonis simpatis non-

selektif dengan efek bronkodilator (β2) yang sering digunakan. Epinefrin dikenal

sebagai agen inhalasi yang efektif untuk penanganan tracheolaryngobronchitis akut

(croup) dan edema laring. Epinefrin dengan dosis 0,5 ml/kg 1:1000 sampai dosis

maksimum 5ml dapat dinebulisasi, dan diberikan tergantung efek yang diinginkan.

B. Antikolinergik (contoh: ipratropium dan tiotropium biomide)

Antikolinergik diberikan secara inhalasi, dan seperti bronkodilator lainnya,

hanya 10% dari dosis yang diberikan mencapai paru-paru. Obat ini bereaksi pada

reseptor muskarinik asetilkolin sehingga menghambat bronkokonstriksi. Anti

kolinergik yang diberikan secara sistemik juga berefek pada reseptor ini. Anti

kolinergik memiliki efek pada respirasi sebagai berikut :

Bronkodilatasi

Mengurangi resistensi saluran pernapasan

Peningkatan anatomical dead space

Peningkatan physiological dead space

Ipratropium biomide (N-isopropylatropine) adalah antagonis muskarinik yang

non-selektif pada M1, M2, dan M3. Obat ini memiliki waktu kerja yang cepat, tapi

membutuhkan 2 jam untuk mencapai puncaknya, dan berlangsung selama 4-6 jam.

Obat yang dikonsumsi secara oral, 70% lewat tanpa diproses ke feses. Sebagian kecil

dari obat ini diabsorbsi di mukosa mulut, dan dimetabolisme oleh hati. Antagonis

terhadap reseptor M2 (feedback negatif) meningkatkan pelepasan asetilkolin, yang

dapat membatasi efektivitas dari bronkodilatasi yang dimediasi M1. Ipratropium juga

memblok reseptor asetilkolin muskarinik M1 di sel mast, membatasi degranulasi. Hal

ini digunakan terutama sebagai pencegahan dari bronkospasme, dan biasanya dengan

kombinasi dengan agen-agen inhalasi lainnya.

Tiotropium memiliki waktu paruh yang lebih panjang, sehingga dapat

diberikan sehari sekali, dan secara istimewa terikat dengan M1 dan M3 jika

dibandingkan dengan M2, sehingga meningkatkan efektivitas.

C. Methylxanthine (contoh: kafein, teofilin)

3

Page 4: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Methylxanthine adalah stimulan bronkodilator yang berasal dari tanaman

alkaloid yang memiliki efek lokal pada bronkus dan secara umum merangsang

peningkatan irama pernapasan. Methylxanthine memiliki mekanisme kerja multimodal

yang mencakup :

Inhibisi phospodiesterase

memfasilitasi kerja β2

meningkatkan pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma dalam otot lurik

antagonis reseptor adenosin

Inhibisi phospodiesterase secara langsung dan melalui efek β2 menyebabkan

bronkodilatasi mirip dengan agonis β2. Peningkatan pelepasan kalsium dalam retikulum

sarkoplasma meningkatkan fungsi dari otot-otot pernapasan. Methylxanthines adalah

inhibitor yang potensial terhadap reseptor adenosin dan mencegah kontraksi otot polos

dengan meningkatkan cAMP dan secara langsung mengintervensi masuknya kalsium.

1) Efek Klinis

a. Sistem Respirasi

Methylxanthine menyebabkan bronkodolatasi, dengan peningkatan anatomical

dead space. Obat ini efektif terhadap bronkospasme disebabkan oleh pelepasan

histamin, platelet-activating factor dan leukotrien. Kekuatan kontraksi otot-otot

pernapasan meningkat, sebagaimana dengan frekuensi pernapasan. Kerja respirasi

ditingkatkan dengan kelelahan yang relatif lebih sedikit. Methylxanthine efektif

untuk profilaksis, dan juga diindikasikan untuk penanganan bronkospasme serangan

akut.

b. Sistem Kardiovaskular

Frekuensi dan kontraksi jantung meningkat dan resistensi perifer vaskuler

secara nyata berkurang karena relaksasi otot polos. Kombinasi efek ini dapat membantu

dalam penanganan gagal jantung kiri.

c. Sistem Saraf Pusat

Ada stimulasi umum yang meningkatkan frekuensi pernapasan. Walaupun

eksitasi CNS relatif tidak spesifik, kedua vasomotor dan pusat pernapasan secara nyata

terpengaruh. Kejang merupakan potensi bahaya yang disebabkan methylxanthine.

2) Efek lainnya

4

Page 5: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Ini termasuk pada stimulasi asam lambung dan sekresi pepsin, diuresis

(dengan adanya dilatasi arteri aferen glomerulus) dan inhibisi kontraksi uterus.

Methylxanthine dapat dipertimbangkan sebagai kelompok yang sama dengan

teofilin sebagai senyawa induk. Walaupun teofilin dapat diabsorbsi secara oral, tapi

secara cepat dieliminasi di hati oleh sitokrom P450, dan ikatan protein yang bervariasi

sekitar 40%, menyebabkan efek-efek klinis yang tidak terduga. Level teofilin diukur

dalam plasma selama pemberian kronik untuk memastikan konsentrasi terapeutik yang

adekuat. Aminofilin, garam ethylene diamine dari teofilin, lebih larut dalam air (tapi

sangat basa dalam larutan). Peningkatan kelarutan dalam air ini dibutuhkan dalam

pemberian intravena.

D. Steroid (contoh: beclometasone, budesonide, fluticasone)

Steroid inhalasi dan sistemik dapat digunakan sebagai penanganan dan

pencegahan bronkospasme sekunder karena penyumbatan saluran napas. Steroid

bereaksi langsung pada reseptor intraseluler, memiliki efek anti-inflamasi yang

mengurangi edema dan pembengkakan mukosa, dan juga menghalangi beberapa

mediator resistensi saluran napas. Mediator kimia yang ditekan oleh steroid termasuk

prostaglandin, tromboxan, prostasiklin, leukotrien, platelet-activating factor, dan

histamin. Ada beberapa efek lain dari steroid, yaitu mengurangi inflamasi, tonus otot

polos, permeabilitas vaskuler, dan resistensi vaskuler pulmonar, yang semuanya

berguna dalam penanganan bronkospasme.

Efek dari inhalasi steroid dapat disimpulkan sebagai berikut :

menghambat metabolit asam arakidonat

menghambat respon inflamasi

stabilisasi sel mast

keseimbangan katekolamin

Walaupun steroid inhalasi digunagan sebagai pencegahan, serangan akut

membutuhkan steroid sistemik, tapi reaksi melalui cara ini onsetnya lambat.

Beclometasone adalah steroid inhalasi yang diberikan dalam dosis tipikal 100-

400 µg, 2-4 kali sehari. Budesonide mungkin dapat mencapai bronkiolus dengan cara

yang lebih baik dengan efek sistemik yang kurang.

E. Cromoglicate

5

Page 6: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Cromoglicate adalah inhalan yang menstablikan membran dan hanya efektif

dalam pencegahan bronkospasme. Obat ini menghalangi platelet-activating factor di

eosinofil, sel mast dan platelet, menekan refleks axon yang disebabkan oleh iritan dan

bertindak sebagai stabilisator ringan dari sel mast. Hal ini dapat dimediasi dengan cara

menghambat masuknya kalsium ke dalam sel mast.

Bioavailabilitas dengan cara inhalasi adalah 10% (secara oral 1%).Obat ini,

70% terikat dengan protein dan diekskersikan secara utuh (50% dalam urin, 50% dalam

empedu). Waktu paruhnya 90 menit, tapi waktu kerjanya beberapa jam.

F. Antagonis Reseptor Leukotrien (contoh: monteleukast, zafirlukast)

Pelepasan sisteinil leukotrien C4, D2, dan E4 dari eosinofil, basofil, dan sel

mast terlibat dalam permulaan asma. Leukotrien meningkatkan produksi mukus,

menyebabkan edema saluran pernapasa, perpindahan eosinofil, proliferasi otot polos

saluran pernapasan, bronkokonstriksi dan hiperresponsif saluran napas. Antagonis

reseptor leukotrien sangat selektif dan kompetitif. Antagonis ini menghalangi efek dari

leukotrien pada reseptor LT1 di otot polos bronkial dan antagonis terhadap

bronkokonstriksi. Antagonis ini juga mengurangi produksi leukotrien.

Monteleukast dan zafirlukast diindikasikan pada pencegahan asma ringan

sampai sedang sebagai tambahan dari inhalasi steroid, cromoligate dan agonis β2 yang

intermiten, tapi bukan sebagai penanganan pada serangan akut. Asma yang dicetuskan

oleh olah raga atau aspirin mungkin cocok dengan penanganan ini.Obat ini dapat

diberikan secara oral dengan bioavailabilitas sekitar 60-80%, walaupun dengan

makanan, bioavabilitas ini berkurang secara substansial. Obat ini mencapai konsentrasi

puncak di plasma sekitar 2-3 jam dan dimetabolisme di hati.

III. Stimulan Pusat Pernapasan (contoh: doxapram)

Stimulan-stimulan pusat pernapasan berperan meningkatkan pergerakan pernapasan.

Karena tempat kerjanya tidak hanya pada pusat pernapasan, meningkatkan dosis dapat

memberi efek stimulus pada sistem saraf pusat, misalnya pasien menjadi gelisah, cemas dan

kejang. Doxapram berguna pada penanganan depresi pusat pernapasan baik sebagai efek dari

penyakit paru-paru kronik atau dari terapi obat-obatan. Tapi sebaiknya tidak digunakan pada

pasien dengan obstruksi pernapasan yang pusat pernapasannya normal, karena obat ini dapat

menimbulkan kelemahan dan presipitasi dari gagal napas.

6

Page 7: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Doxapram bekerja melalui kemoreseptor sinus karotid (dan juga memberi

rangsangan pada pusat pernapasan) untuk meningkatkan frekuensi napas dan volume tidal.

Efek klinis hanya berlangsung selama 5-10 menit, dan selebihnya bolus atau infus dibutuhkan

untuk efek yang lebih lama. Doxapram memiliki indeks terapeutik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perangasang pernapasan lainnya, sehinggaia menemukan kedudukan

yang sesuai dalam area pemulihan.

Analeptik umum lainnya juga menyebabkan perangsangan pada pusat pernapasan,

tapi eksitasi SSP yang lebih utama menyingkirkan mereka dari penggunaan sebagai slimulan

pernapasan spesifik.

IV. Mukolitik (contoh: karbosistein, metilsistein)

Karbosistein dan metilsistein (diberikan secara oral) dapat digunakan untuk

mengurangi viskositas sputum sebagai pengurang dahak. Dornase alpha merupakan mukolitik

spesifik yang adalah enzim yang disintesis secara genetik yang bertindak sebagai pembelahan

DNA ekstraseluler. Dornase alpha digunakan secara spesifik pada pasien fibrosis kistik

tertentu secara inhalasi.

V. Surfaktan

Surfaktan merupakan protein lipid yang kompleks yang terjadi secara fisiologis yang

diproduksi di dalam paru-paru oleh sel alveolus tipe II. Ia membatasi permukaan alveolus

paru-paru dan menurunkan tekanan permukaannya, yang meningkatkan kompilans paru.

Sebagian besar surfaktan terdiri dari dipalmitoylphosphatidylcholine. Surfaktan sintetik, yaitu

porcine dan bovine, biasanya digunakan untuk menangani distres napas pada neonatus, cara

pemberiannya langsung dimasukkan ke paru-paru secara berangsur-angsur.

VI. Farmakologi Spesifik

A. Aminofilin

Struktur :garam ethylene diamine dari methylxaonthine theophyline

Sediaan : 225 mg tablet ; 25 mg/ml IV larutan jernih

Dosis : Oral - 300 mg 3x1

IV - infus lambat dan hati - hati 500 µg/kg/jam

disesuaikan dengan konsentrasi serum teofilin

SSP : perangsang pernapasan secara langsung, dapat

menimbulkan kejang

7

Page 8: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Kardiovaskuler : kontraksi otot-otot jantung dan irama jantung meningkat,

cardiac output meningkat; vasodilatasi perifer yang

bermakna (disebabkan karena stimulasi pusat vasomotor).

Respirasi : bronkodilatasi karena aksi dari β2, rangsangan langsung

pada pusat pernapasan, meningkatkan frekuensi

pernapasan

Lainnya : relaksasi otot polos, peningkatan aliran darah ginjal

Eliminasi : demethylation dan oksidasi di renal dan diekskresi dalam

urin

Peringatan : pemberian melalui IV yangcepat dapat menyebabkan

kejang, takikardi dan kolaps.

B. Beklometason

Struktur : kortikosteroid sintetis

Sediaan : metered inhaler, 50, 100, 200 µg/puff

Dosis : maksimal 800 µg/hari (dewasa)

SSP : psikosis steroid jarang terjadi tapi dapat terjadi pada

pemberian dosis tinggi

Kardiovaskuler : hipertensi dan retensi cairan dapat terjadi pada pemberian

dosis tinggi

Respirasi : berkurangnya sensitivitas saluran pernapasan,

bronkospasme berkurang, berisiko terinfeksi Candida

albicans

Lainnya : dapat menyebabkan supresi adrenal, osteoporosis pada

pemberian yang kronis.

C. Budesonide

Struktur : kortikosteroid sintetik

Sediaan : metered inhaler, 50 atau 200 µg/puff

Dosis : 200-400 µg 2x1

SSP : psikosis steroid jarang terjadi tapi dapat terjadi pada

pemberian dosis tinggi

Kardiovaskuler : hipertensi dan retensi cairan dapat terjadi pada

pemberian dosis tinggi

8

Page 9: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Respirasi : berkurangnya sensitivitas saluran pernapasan,

bronkospasme berkurang, berisiko terinfeksi Candida

albicans

Lainnya : dapat menyebabkan supresi adrenal, osteoporosis pada

pemberian yang kronis

D. Doxopram

Struktur : monohydrated pyrrolidinone

Sediaan : IV, larutan jernih transparan, 100 mg dalam 5ml, atau 2

mg/ml dalam dextrose 5% 500ml

Dosis : IV, 1-1,5 mg/kg, onset 30 detik, waktu puncak 2 menit,

masa kerja 10 menit

Farmakokinetik : Vd 1,5

Cl 5

t1/2 3

SSP : stimulasi kemoreseptor badan karotid dan rangsangan

pusat pernapasan, dosis tinggi dapat menyebabkan

kelemahan, pusing, nyeri kepala, halusinasi, kejang

Kardiovaskuler : meningkatnya cardiac output dan stroke volume,

peningkatan frekuensi jantung dan tekanan darah dapat

terjadi

Respirasi : volume tidal meningkat, frekuensi pernapasan meningkat

pada dosis tinggi atau pelan, minute volume meningkat.

Kurva responsif CO2 bergeser ke kiri

Lainnya : peningkatan jumlah urin, salivasi, motilitas traktus

gastrointestinal dan traktus urinarius.

Efek samping : mempotensiasi simpatomimetik amine, meningkatnya

efek pada MAOI, dapat menyebabkan agitasi dan

peningkatan aktivitas otot-otot rangka yang terjadi dalam

terapi bersamaan dengan aminofilin.

Perhatian : jika gagal napas terjadi bukan karena kontrol pernapasan

yang inadekuat, dapat menyebabkan agitasi dan kejang.

9

Page 10: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

E. Ipratropium bromide

Struktur : turunan keempat dari N-isopropyl atropin

Sediaan : Aerocap® 40 mg formulasi bubuk kering, metered inhaler

20 µg/puff, cairan nebulizer 250 µg/ml, efek maksimal 30

menit setelah pemberian, durasi 6 jam

Dosis : dapat diberikan sampai 40 µg 3 kali sehari

SSP : tidak ada efek

Kardiovaskuler : tidak ada efek

Respirasi : bronkodilatasi, kadang terjadi iritasi dan batuk,

brokospasme paradoksal dapat terjadi tapi jarang

Lainnya : dapat terjadi glaukoma dan retensi urin (efek

antikolinergik)

F. Salbutamol

Struktur : amine sintesis

Sediaan : IV, larutan jernih 5 mg dalam 5 ml, 4 dan 8 mg tablet, 2

mg dalam 5 ml sirup, 200 dan 400 µg bubuk inhalasi,

5 mg/ml cairan nebulizer.

Dosis : IV, 250 µg bolus, 3-20 µg/menit melalui infus

Farmakokinetik : ikatan protein 8-64%

Vd 2,2

Cl 6,7

t1/2 4

SSP : dapat menimbulkan eksitasi, cemas, tremor

Kardiovaskuler : efek β2 menyebabkan vasodilatasi dengan penurunan

tekanan darah, dosis tinggi dapat menyebabkan efek β1

dengan takikardi

Respirasi : bronkodilator untuk pencegahan dan penggunaan

terapeutik

Lainnya : melewati plasenta dan dapat menyebabkan takikardi pada

fetus

Eliminasi : 30% secara utuh dalam urin, sisanya pada feses, dan

dalam jumlah kecil dalam bentuk yang terkonjugasi

ditemukan dalam urin dan feses.

10

Page 11: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

G. Natrium cromoglicate

Asal : turunan dari khellin, ditemukan pada minyak dari

rempah-rempah Timur Tengah, Ammi visnaga

Sediaan : metered inhaler, 5 mg/puff, Spincap® 20 mg, cairan

nebuliser 10 mg/ml (tersedia juga dalam bentuk tetes

mata)

Dosis : dapat diberikan 20 mg 4x1, durasi dosis tunggal 6 jam

Farmakokinetik : Bioavailibilitas 10%

ikatan protein 70%

t1/2 90 menit

SSP : tidak ada efek

Kardiovaskuler : tidak ada efek

Respirasi : profilaksis terhadap bronkospasme, dapat menyebabkan

batuk dan iritasi tenggorokan

Lainnya : digunakan pada alergi makanan dan inflamasi pada mata

H. Zafirlukast

Struktur : cyclopentyl carbamate kompleks, antagonis reseptor

leukotrien

Sediaan : film-coated tablet 20 mg

Dosis : 20 mg 2x1, waktu puncak 3 jam

Farmakokinetik : Bioavailibilitas 73%

Ikatan protein 99%

Cl 5

t1/2 7

Respirasi : bronkodilator dengan menginhibisi kontraksi leukotrien

yang dimediasi otot polos

Eliminasi : di hati oleh sitokrom P450

Efek samping : Sindrom Churge-Strauss telah dilaporkan. Perhatikan

eosinofil, vaskulitis, rhinitis dan sinusitis.

Perhatian : obat ini menghambat sitokrom P450, sehingga harus

diberikan secara hati-hati bila digunakan bersama

warfarin, fenitoin, atau fenobarbital

11

Page 12: Farmakologi Respirasi (Albertus M. M. H. C11108298)

Kontraindikasi : penurunan fungsi ginjal atau hati sedang-berat

12