far klin
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang
efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu
dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau.
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu hal terpenting bagi
farmasi. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati pasien
yang memilik masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam
banyak hal,beberapa obat yang menimbulkan efek samping yang berbahaya yang
ditimbulkan, memberikan,obat denga benar dan berdasarkan pengetahuan.selain
mengetahui kerja suatu obat tertentu,farmasi juga harus memahami masalah
kesehatan pasien saat ini dan sebelumnnya untuk menentukan apakah obat tertentu
aman untuk diberikan
Pemilihan obat sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain,pola
penyakit,fasilitas pengobatan,pelatihan petugas dan pengalaman dari petugas
ksesehatan,sumber dana yang tersedia,demografi dan lingkungan.obat yang diseleksi
harus selalu berdasarkan pada data tentang efikasi dan keamanan obat berdasarkan
pada uji klinis.kualitas obat yang diseleksi harus dapat terjamin.
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat
dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran klinik yang
dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya perubahan paradigma
pelayanan kefarmasian yang menuju kearah pharmaceutical care. Fokus pelayanan
kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug oriented) menuju pelayanan
optimal setiap individu pasien tentang penggunaan obat (patient oriented). Untuk
mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko yang minimal pada pasien dan
petugas kesehatan perlu penerapan manajemen risiko ( Depkes RI, 2008)
Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab
apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah
berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan
dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang
menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan
terjadinya risiko pada pasien ( Depkes RI, 2008).
Dengan demikian keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam risiko
pelayanan di rumah sakit selain risiko keuangan (financial risk), risiko properti
(property risk), risiko tenaga profesi (professional risk) maupun risiko lingkungan
(environment risk) pelayanan dalam risiko manajemen ( Depkes RI, 2008).
Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian,
kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan
(medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)
menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan
pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian
antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to err is human) dan proses
farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
risiko obat tersebut adalah multifaktor dan multiprofesi yang kompleks; jenis
pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per pasien, faktor lingkungan,
beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan sebagainya ( Depkes RI,
2008).
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana peranan edukasi pada peresepan obat yang rasional?
2. Bagaimana peranan Evidance Based Medicine pada peresepan obat yang
rasional?
3. Bagaimana peranan regulasi (peraturan) pada peresepan obat yang rasional?
4. Bagaimana peranan promosi obat terhadap peresepan obat yang rasioonal?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peranan edukasi pada peresepan obat yang rasional?
2. Mengetahui peranan Evidance Based Medicine pada peresepan obat yang
rasional?
3. Mengetahui peranan regulasi (peraturan) pada peresepan obat yang rasional?
4. Mengetahui peranan promosi obat terhadap peresepan obat yang rasioonal?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang
efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu
dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau.
2.2 Peranan edukasi pada peresapan obat yang rasional
Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena
diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan
gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat
juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan
efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu,
penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung
dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga
dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat (Anonim,2005).
Dari sisi kefarmasian, apoteker pun sejauh ini belum benar-benar
menjalankan profesinya. Di apotek, biasanya konsumen apotek (pasien) hanya
menyerahkan resep, membayar, dan menerima obat. Pada saat penyerahan obat pun,
hampir tidak ada informasi yang diberikan petugas apotek. Bahkan konsumen apotek
tidak pernah mengetahui apakah saat itu ada apoteker yang bertugas di apotek atau
tidak (Purwanto, 2008).
Untuk melakukan peresapan secara rasional seorang apoteker harus memiliki
pengetahuan yang cukup tentang obat atau terapi yang diberikan. WHO action
programme on essential drugs (1994), mengemukakan bahwa untuk menetapkan
penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian langkah yaitu :
1. Menentukan masalah pasien
Merupakan dasar dari tindakan pengobatan rasional. Diagnosis dibuat atas
dasar fakta yang ditemukan dari suatu urutan yang logis yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan.
Menurut Darmansyah (1996), dalam praktek sehari-hari sering diagnosis
sudah dibuat sebelum semua fakta terkumpul, malah sering pula tidak dapat dibuat
atau baru dibuat setelah beberapa waktu bila gejala penyakit berkembang. Dalam
proses membuat diagnosis ini terletak kesulitan pertama yang mengakibatkan
pengobatan lebih ditentukan oleh kebiasaan daripada deduksi ilmiah rasional. Bila
diagnosis belum dapat ditentukan sering dipikirkan berbagai kemungkinan diagnosis
atau differensial diagnosis yang kemudian diobati, sehingga pengobatan diberikan
secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan tersebut. Selain itu
seringkali diagnosis sulit dibuat karena pasien tidak mampu membayar pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.
2. Menetapkan tujuan pengobatan
Sebelum memilih pengobatan harus lebih dahulu ditetapkan tujuan terapi. Apa
sebetulnya yang ingin dicapai. Menguraikan tujuan pengobatan merupakan cara yang
baik untuk menyusun pola berpikir, melakukan konsentrasi untuk problem
sesungguhnya, meminimalkan kemungkinan pengobatan yang perlu dilakukan
sehingga pilihan akhir lebih mudah ditentukan. Menguraikan tujuan pengobatan
mencegah penggunaan obat yang tidak perlu. (Darmansyah, 1996)
3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih serta meneliti
efektivitas dan keamanannya
Setelah menetapkan tujuan pengobatan, jika memang dibutuhkan obat untuk
mengatasi masalah, perlu diperiksa apakah obat yang dipilih sesuai dengan kondisi
pasien. Obat yang dipilih selain harus memenuhi kriteria efektif,aman, nyaman dan
terjangkau, perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Langkah
pertama melihat pedoman pengobatan yang tersedia, apakah bahan aktif, bentuk
sediaan, dosis, cara pemberian dan lama pemberian telah sesuai untuk pasien. Untuk
tiap-tiap aspek yang ditelaah, harus dipertimbangkan masalahefektivitas dan
keamanannya. Meneliti efektivitas mencakup penelaahan indikasi apakah pengobatan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta kenyamanan bentuk sediaan.
Keamanan berkaitan dengan kontra indikasi dan kemungkinan interaksi serta
kewaspadaan pada pasien dengan resiko tinggi. Kemampuan melakukan telaahan
mengenai masalah tersebut perlu dilihat dari hasil uji klinik yang bermutu. Kajian ini
sulit dilakukan, karena itu perlu disediakan informasi yang berisi telaahan efektivitas
berbagai obat denan indikasi serupa, beserta kajian keamanannya, juga informasi
mengenai biayanya. (Joenoes, 1994). Pedoman pengobatan yang tersedia juga
terbatas, sebagian besar berisi pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik
yang perlu dilakukan, tetapi tidak mengenai pemilihan dan penggunaan obat.
4. Membuat resep
Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat (dispenser). Setiap
negara mempunyai peraturan mengenai standar pembuatan resep. Secara umum resep
harus jelas, dapat dibaca dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan.
(Maria, 2000) Resep seharusnya ditulis dengan nama generik, namun informasi
mengenai obat generik hampir-hampir tidak tidak ada yang sampai pada peresep.
Selain itu, seringkali juga peresep meragukan mutu obat enerik ini.
5. Memberi informasi, instruksi, hal-hal yang perlu diwaspadai
Dikatakan 50% pasien tidak menggunakan obat secara benar, tidak teratur,
atau tidak menggunakan sama sekali. Penyebab yang paling sering adalah timbulnya
efek samping, pasien tidak merasakan manfaat obat, atau cara penggunaan yang rumit
terutama bagi orang tua. Untuk meningkatkan ketaatan pasien, perlu dilakukan
pemilihan obat dengan benar, membina hubungan baik dokter-pasien serta
menyediakan waku untuk memberi informasi/instruksi/peringatan. Pemberian
informasi ini masih jauh dari harapan karena dianggap memakan waktu.
6. Melakukan monitoring
Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil
seperti yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah
sembuh obat perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa
efek samping pengobatan dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah
kembali obat yang diberikan. Bila terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali
diagnosis yang telah dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya
telah sesuai, dan apakah cara monitoring telah tepat.
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan pengunaan obat
yaitu Pengajaran penggunaan obat rasional dalam kurikulum Fak.Kedokteran. Bagi
para dokter dapat diberikan post service training melalui berbagai program pelatihan
dan penyegaran mengenai penggunaan obat rasional. Pendidikan dan pelatihan juga
diberikan bagi petugas pelayanan kesehatan lain serta masyarakat. Pendidikan ini
dapat diperluas yaitu dengan cara sebagai berikut
1. Pendidikan dan pelatihan P.O.R Pelatihan/pengajaran farmakologi klinik yang
tidak adekuat menghasilkan praktek peresepan yang tidak rasional. Karenanya
pendidikan dan pelatihan P.O.R perlu dilakukan.
2. Pendidikan Berkelanjutan dan supervisi Pendidikan berkelanjutan, supervisi
dan telaah kritis mengenai peresepan dapat mendukung pengobatan rasional.
Sangat sedikit kesempatan untuk penelaahan rutin kebiasaan peresepan dan
sedikit kesempatan untuk mempelajari obat baru dari sumber yang tidak bias.
Kegiatan penelitian dan pengembangan menyebabkan pengetahuan juga
bertambah baik mengenai pengobatan yang telah ada maupun pengenalan
pengobatan yang sama sekali baru. Untuk menjamin bahwa pengetahuan ini
dapat memberi manfaat bagi pasien, perlu dilaksanakan program pendidikan
berkelanjutan.
2.3 Evidence Based Madicine
EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih
baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan
cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai pasien
Penggunaan bukti ilmiah terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang
lebih efektif, aman, bisa diandalkan (reliable), efisien, dan costeffective (Murti,tanpa
tahun).
Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM:
Pertama, EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis
berbasis bukti terbaik, yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang
benar. Metodologi yang benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode
kuantitatif epidemiologi. Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti
ilmiah yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan Tetapi penggunaan
pengalaman dan keterampilan klinis saja tidak menjamin pelayanan medis yang dapat
diandalkan. Paradigma baru EBM mengajarkan, pembuatan keputusan klinis yang
baik tidak cukup jika hanya didasarkan pada pengalaman klinis yang tidak sistematis,
intuisi, maupun alasan patofisiologi, khususnya jika masalah klinis pasien yang
dihadapi kompleks (Evidence-Based Medicine Working Group, 1992dalam
Murti,tanpa tahun).
Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis
berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered
medical care). EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai ―principal atau
―pusat pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian bahwa tujuan
sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih panjang,
lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-bukti
yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit (Disease-
Oriented Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien (Patient-
Oriented Evidence that Matters, POEM) (Shaugnessy dan Slawson, 1997dalam
Murti, tanpa Tahun). Sistem nilai pasien meliputi pertimbangan biaya, keyakinan
agama dan moral pasien, dan otonomi pasien, dalam menentukan pilihan yang terbaik
bagi dirinya(Murti,tanpa tahun).
Pertanyaan perlu dirumuskan dengan spesifik, dengan struktur terdiri atas
empat komponen, disingkat ―PICO:
1. Patient and problem
2. Intervention
3. Comparison
4. Outcome
Patient and problem
Pertanyaan klinis perlu mendeskripsikan dengan jelas karakteristik pasien dan
masalah klinis pasien yang dihadapi pada praktik klinis. Karakteristik pasien dan
masalahnya perlu dideskripsikan dengan eksplisit agar bukti-bukti yang dicari dari
database hasil riset relevan dengan masalah pasien dan dapat diterapkan, yaitu bukti-
bukti yang berasal dari riset yang menggunakan sampel pasien dengan karakteristik
serupa dengan pasien/ populasi pasien yang datang pada praktik klinik. Keserupaan
antara karakteristik demografis, morbiditas, klinis, dari sampel penelitian dan pasien
yang datang pada praktik klinik penting untuk diperhatikan, karena mempengaruhi
kemampuan penerapan bukti-bukti (applicability). Jika karakteristik kedua populasi
berbeda, maka bukti-bukti yang dicari tidak dapat diterapkan, atau dapat diterapkan
dengan pertimbangan yang hati-hati dan bijak (conscientious and judicious judgment)
( Murti,tanpa tahun).
Intervention
Pertanyaan klinis perlu menyebutkan dengan spesifik intervensi yang ingin
diketahui manfaat klinisnya. Intervensi diagnostik mencakup tes skrining, tes/ alat/
prosedur diagnostik, dan biomarker. Intervensi terapetik meliputi terapi obat, vaksin,
prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan, upaya rehabilitatif, intervensi
medis dan pelayanan kesehatan lainnya. Tetapi intervensi yang dirumuskan dalam
pertanyaan klinis bisa juga merupakan paparan (exposure) suatu faktor yang diduga
merupakan faktor risiko/ etiologi/ kausa yang mempengaruhi terjadinya penyakit/
masalah kesehataan pada pasien. Intervensi bisa juga merupakan faktor prognostik
yang mempengaruhi terjadinya akibat-akibat penyakit, seperti kematian, komplikasi,
kecacatan, dan sebagainya (bad outcome) pada pasien( Murti,tanpa tahun).
Comparison
Prinsipnya, secara metodologis untuk dapat menarik kesimpulan tentang
manfaat suatu tes diagnostik, maka akurasi tes diagnostik itu perlu dibandingkan
dengan keberadaan penyakit yang sesungguhnya, tes diagnostik yang lebih akurat
yang disebut rujukan standar (standar emas), atau tes diagnostik lainnya. Hanya
dengan melakukan perbandingan maka dapat disimpulkan apakah tes diagnostik
tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat untuk dilakukan. Sebagai contoh, jika hasil
tes diagnostik mendekati keberadaan penyakit yang sesungguhnya, atau mendekati
hasil tes diagnostik standar emas, maka tes diagnostik tersebut memiliki akurasi yang
baik, sehingga bermanfaat untuk dilakukan( Murti,tanpa tahun).
Outcome
Efektivitas intervensi diukur berdasarkan perubahan pada hasil klinis (clinical
outcome). Konsisten dengan triad EBM, EBM memandang penting hasil akhir yang
berorientasi pasien (patient-oriented outcome) dari sebuah intervensi medis
(Shaugnessy dan Slawson, 1997). Patient-oriented outcome dapat diringkas menjadi
―3D‖: (1) Death; (2) Disability; dan (3) Discomfort. Intervensi medis seharusnya
bertujuan untuk mencegah kematian dini, mencegah kecacatan, dan mengurangi
ketidaknyamanan.
1. Death. Death (kematian) merupakan sebuah hasil buruk (bad outcome) jika terjadi
dini atau tidak tepat waktunya.
2. Disability. Disability (kecacatan) adalah ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari di rumah, di tempat bekerja, melakukan aktivitas sosial, atau
melakukan rekreasi.
3. Discomfort. Discomfort (ketidaknyamanan) merupakan gejala-gejala seperti nyeri,
mual, sesak, gatal, telinga berdenging, cemas, paranoia, dan aneka gejala lainnya
yang mengganggu kenyamanan kehidupan normal manusia, dan menyebabkan
penderitaan fisik dan/ atau psikis manusia( Murti,tanpa tahun).
2.3 Peranan Regulasi (peraturan) pada peresepan obat yang rasional
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan
kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan
farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan
resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang
diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan
tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat
dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
masarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat
lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter
bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat
membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan material
oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat
dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.
Dalam menentukan pengobatan dan penulisan resep, seorang dokter
hendaknya mengacu pada prinsip terapi rasional yang meliputi tepat diagnosis
atau indikasi, tepat pemilihan dan bentuk sediaan obat, tepat cara pemberian
dan dosis, manjur dan aman serta ekonomis atau terjangkau oleh kemampuan
pasien. Dengan berdasar pada ke lima prinsip rasional tersebut diharapkan
tingkat kesembuhan penyakit pasien akan lebih cepat tanpa memberatkan pasien
terutama bagi pasien yang tergolong tidak mampu secara ekonomi. Dalam
standar kompetensi dokter (SKD) yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia
(KKI) pada tahun 2012, juga disebutkan tentang penulisan resep, yaitu pada
area 7 tentang pengelolaan masalah kesehatan. Dalam area tersebut tertulis:
“Menulis resep obat secara bijak dan rasional (tepat indikasi, tepat obat, tepat
dosis, tepat frekwensi dan cara pemberian, serta sesuai kondisi pasien), jelas,
lengkap, dan dapat dibaca”. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari interpretasi
(transkripsi) yang salah dari apotiker yang disebabkan oleh penulisan resep dokter
yang tidak jelas atau tidak dapat dibaca.
Seorang apoteker mempunyai peranan yang sangat penting untuk memeriksa
dan memastikan apakah resep yang diberikan telah sesuai dan layak untuk diracik.
Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan keefektifan obat yang diterima oleh
pasien (Nadeem, 2001)
Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
a. Tepat Diagnosis
b. Tepat Indikasi Penyakit
c. Tepat Pemilihan Obat
d. Tepat Dosis
e. Tepat Cara Pemberian
f. Tepat Interval Waktu Pemberian
g. Tepat lama pemberian
h. Tepat penilaian kondisi pasien
i. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau
j. Tepat informasi
k. Tepat tindak lanjut
l. Tepat penyerahan obat
m. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan
Dalam bidang peresepan obat, pemerintah dalam hal ini Depkes juga
mengeluarkan peraturan yang mewajibkan dokter di rumah sakit pemerintah menulis
resep obat generik (Permenkes RI No. 085/Menkes/Per/I/1989). tetapi
pelaksanaannya tidak berjalan sesuai harapan. Revitalisasi permenkes ini menjadi
salah satu program 100 hari Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II
(Kompas, 16 November 2009). Sedangkan untuk meningkatkan penggunaan obat
generik di sektor swasta, pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan obat generik
kepada sektor swasta melalui berbagai media baik media cetak
maupun elektronik. Peraturan tentang pencantuman nama generik pada label obat
(Kepmenkes RI No. 068/Menkes/SK/II/2006) dan pencantuman harga eceran
tertinggi (HET) pada label obat (Kepmenkes RI No. 069/Menkes/SK/II/2006)
diharapkan secara tidak langsung dapat meningkatkan penggunaan obat generik.
Menurut Anwar (28) dan Balasubramanian tahun 1990 (29) dalam bukunya yang berbeda
mengungkapkan, dari sisi penggunaan obat perlu ditekankan adanya kebijakan
pengobatan yang rasional dengan 6 tanda umum yang menda sarinya, yaitu :
1. Kebutuhan ( need), yaitu pengobatan harus sesuai dengan kebutuhan medis
yang nyata, obat harus dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan
pelayanan kesehatan.
2. Effectiveness , yaitu obat harus mempunyai nilai terapetik dan manfaatnya
harus seperti yang dinyatakan.
3. Safety , yaitu obat harus aman dan manfaatnya melebihi efek sampingnya.
4. Economy, yaitu obat harus bermanfaat dan harganya terjangkau.
5. Access, yaitu obat harus dapat diperoleh bagi yang membutuhkan.
6. Information, yaitu obat harus diberikan dengan informasi yang jelas dan
cukup.
Dalam resep harus memuat: nama dokter, nomor Surat Izin Praktek dokter,
alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter, nama pasien, alamat,
umur, berat badan, nama obat, dosis, jumlah yang diminta, aturan pakai (Anonim,
2004). Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri yaitu tidak boleh
ada iterasi (ulangan), ditulis dengan nama pasien tidak boleh m.i.= mihi ipsi =untuk
dipakai sendiri, alamat pasien dan
aturan pakai yang jelas, tidak boleh ditulis sudah tahu pakainya (Aniefa, 2000)
Setiap negara mempunyai ketentuan sendiri tentang informasi apa yang harus
tercantum dalam sebuah resep (WHO, 1994). Berikut ini prinsip penulisan resep yang
berlaku di Indonesia (Jas, 2009):
1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.
2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun di label
kemasan.
3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.
4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.
5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.
6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.
2.4 Penggunaan Obat Yang Rasional
1. Standard Operating Procedure (SOP)
- Anamnesis
- Pemeriksaan
- Penegakan Diagnosis
- Pemilihan Intervensi Pengobatan
- Penulisan Resep
- Pemberian Informasi
- Tindak Lanjut Pengobatan
2. Penggunaan Obat Yang Rasional
Memenuhi kriteria :
Sesuai dengan Indikasi penyakit
Diberikan dengan dosis yang tepat
Interval waktu pemberian yang tepat
Lama Pemberian yang tepat
Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.
Haruslah Mencakup :
1. Tepat Diagnosis
Contoh → Penyakit diare disertai lendir, darah serta gejala tenesmus
diagnosis amoehiasis → R / metronidazol
Penanya ada darah dalam fase → jika tidak ditanyakan bisa khole, →
tetrasiklin.
2. Tepat Indikasi
Contoh → Infeksi Bakteri → antibiotic.
Misal : Pada infeksi saluran nafas, adanya Sputum mucapuralen
atau banyi kurang dari 2 bulan, dengan kecepatan
respirasi > 60 x/menit.
3. Tepat Pemilihan Obat
Contoh → Demam ← kasus Infeksi, inflamasi
Parasetamol (paling aman)
Asam mefenamat, ibuprofen (anti imflamasin non steroid) →
demam yang terjadi akibat proses peradangan / inflamasi
4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian
→ pemberian dosis >>> untuk obat yang bersifat narrow
therapeuric margin (rentang terapi yang sempit (mis : teofilin, digitalis,
aminoklosida) → berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis
terlalu < → tidak menajin terapi yang diinginkan.
5. Pasien Patuh
Ketidaktaatan minum obat terjadi pada keadaan :
Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering
Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-lain)
Pemberian obat dalam jangka panjang (mis : DM, hipertensi)
Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lain-
lain.
Timbul efek samping (mis : ruam kulit, nyeri lambung) atau ikutan
(urin menjadi nerah karena minum rifampisin) Nasional → TBC
tanpa supervise → gagal
6. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
Respon terhadap efek obat sangat beragam → teofilin dan
aminoglikosida pada kelainan ginjal pemberian aminoglokosida →
hindarkan → nefrotoksik meningkat.
7. Tepat pemberian informasi
→ Rifampison → urin berwarna merah
Antibiotika → harus diminum sampai habis (1 course of
treatmen)
8. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut
Contoh :
Teofilin sering gejala tahikardi, jika terjadi dosis tinjau
ulang/obatnya diganti
Syok anafilaksis pemberian injeksi adrenali yang kedua perlu
segera dilakukan , jika yang pertama respons sirkulasi kardiovaculer
belum seperti yang diharapkan.
2.5 Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi yang jelas,
penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru serta harga yang mahal →
contoh ketidakrasionalan peresepan.
Tidak rasional → dampak negatif yang diterima oleh pasien >> dari
manfaatnya. Dampak negatif (efek samping dan resistensi kuman) dampak ekonomi
(biaya tidak terjangkau) dampak social (ketergantungan pasien terhadap intervensi
obat).
Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri) :
1. Peresepan berlebih (over prescribing)
Yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang
bersangkutan. Contoh :
Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh
virus).
Pemberian obat dengan dosis >> dari yang dianjurkan.
Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan
penyakit tersebut.
2. Peresepan kurang (under prescribing)
Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dosis,
jumlah maupun lama pemberian. Contoh :
Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia
Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare
3. Peresepan majemuk (multiple prescribing)
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk suatu indikasi penyakit yang sama,
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis obat.
Contoh : pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek, berisi :
a. Amoksilin,
b. Parasetamol,
c. GG
d. Deksametason,
e. CTM, dan
f. Luminal
4. Peresepan salah (incorrect prescribing)
Pemberian obat untuk indikasi yang keliru, resiko efek samping Contoh :
Pemberian antibiotic golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan
Ofloksasin) untuk wanita hamil.
Meresepkan Asam Mefenamat untuk demam pada anak < 2 tahun.
a. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Dampak negative beragam dan bervariasi (efek samping dan biaya
mahal) yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik terterntu ), mutu
pelayanan secara umum.
Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan
Menghambat upaya penurunan angka morboditas dan mortalitas
penyakit.Contoh : Penyakit diare akut non spesifik umumnya mendapat antibiotik dan
obat injeksi sementara → pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) → kurang banyak
dilakukan resiko terjadinya dehidrasi pada anak → membahayakan keselamatan.
Dampak terhadap biaya pengobatan
o Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas
o Pemakaian obat sama sekali → tidak memerlukan terapi obat, merupakan
pemborosan dan membebani pasien.
o Peresepan obat mahal, ada murah → antibiotik.
Contoh : ISPA non pneumonia → antibiotic.
Dampak terhadap kemungkinan Efek Samping dan efek lain yang tidak
diharapkan
Contoh : - Resiko terjadinya penularan penyakit (misal:hepatitis dan HIV)
meningkat pada penggunaan injeksi yang tidak lege artis (mis :
1 jarum suntik digunakan untuk >> dari 1 pasien)
- Kebiasaan memberikan injeksi → meningkatkan syok
anafilaksis
- Resiko efek samping meningkat secara konsisten → banyaknya
jenis obat yang diberikan pasien → nyata pada usia lanjut.
Kelompok usia ini → 1 diantara 6 penderita.
- Terjadi resistensi kuman → antibiotic berlebih (over
prescribing), kurang (under prescribing), pemberian yang
bukan indikasi (missal : oleh virus)
Dampak terhadap mutu ketersediaan obat
Dari studi dasar yang dilakukan oleh bagian farmakologi FK UGM bekerja
sama dengan Dirjen POM Depkes RI 1997 – 1998 >> 80 % keluhan demam, batuk
dan pilek → antibiotik rata-rata 3 hari pemberian → keluhan puskesmas tidak cukup
ketersediaan antibiotic, akibatnya pasien menderita infeksi bakteri → antibiotik sudah
tidak tersedia. Selanjutnya yang terjadi pasien → antibiotik yang bukan menjadi
“drug of choice” dari infeksi tersebut.
Jika penggunaan obat tidak rasional
1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat
2. Resiko efek samping dan resistensi
3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin
4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk
5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat
2.6 Upanya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Dikelompokkan dalam beberapa hal
1. Upaya pendidikan (educational strategies)
Pendidikan selama masa kuliah (pre-service)
Sesudah menjalankan prkatek kepropesian (past-service)
Pendidikan past-service antara lain :
Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education)
Informasi pengobatan (academic based detailing)
Seminar-seminar, buletin dan lain-lain
Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi :
Materi cetak buletin, pedoman pengobatan
Pendidikan tatap muka (face to face education) : kuliah penyegaran,
seminar.
Media lain : televise, video dan lain-lain.
2. Upaya peningkatan pengelolaan (managerial strategies)
Pengendalian kecukupan obat → system informasi manajemen obat →
LP – LPO
Perbaikan sistim suplai melalui penerapan → DOEN
Pembatasan system peresepan dan dispensing obat → buku pedoman
penggunaan obat, dan lain-lain.
3. Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Sifatnya mengikat secara formal serta memiliki kekuatan hukum. Contoh : Obat
yang beredar harus teregistrasi, keharusan pemakaian obat jenerik dan lain-
lain.
4. Informasi / sumber-sumber informasi
Upaya informasi
- Intervensi informasi bagi dokter.
Informasi ilmiah → menunjang praktek keprofesian bebas dari pengaruh promosi
industry farmasi.
- Intervensi apoteker → mengenai obat
- Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat
→ mentaati upaya pengobatan
Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain :
1. Penyakit yang diderita
2. Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan
3. Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat
4. Kemungkinan resiko efek samping
5. Cara penanggulangan efek samping
6. Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum
memberikan hasil yang diharapkan
7. Informasi yang harus dilakukan, selain pengobatan yang diberikan
seperti : banyak minum bagi penderita demam, istirahat dan makan
minum secukupnya → common cold.
2.7 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional
1. Tujuan Pemantauan Penggunaan Obat yang Rasional
Untuk menilai apakah kenyataan praktek penggunaan obat yang dilakukan telah
sesuai dengan pedoman yang disepakati
2. Manfaat Pemantauan
Dengan pemantauan ini dapat dideteksi adanya kemungkinan pemakaian
obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), boros
(extravagant prescribing), maupun tidak tepat incorrect prescribing).
Perencanaan obat
3. Cara Melakukan Pemantauan Penggunaan Obat
Secara langsung → anamnesis → sampai penyerahan obat.
4. Apa yang Dipantau
Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symstoms/sings), diagnosis dan
pengobatan yang diberikan
Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatan yang ada
Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotic untuk ISPA non
peneumonia)
Praktek polyfarmasi
Ketepatan indikasi
Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian.
Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian
injeksi pada diare).
5. Pencatatan/Pelaporan
a. Status Pasien
b. Register harian
6. Supervisi
Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan
serta pelaporan
Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa
meningkatkan kemapuan dan keterampilan mereka dalam rangka
pemakaian obat tradisional
7. Monitoring dan Evaluasi
a. Indikator Peresepan
Empat parameter utam ayang akan dinilai dalam monitoring dan
evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
Penggunaan standar pengobatan
Proses pengobatan (Penerapan SOP)
Ketepatan diasnostik
Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan
Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indicator penggunaan
obat :
a. Rata-rata jenis obat per kasus
b. Presentase penggunaan obat antibiotik
c. Presentase penggunaan injeksi.
b. Pengumpulan Data Peresepan
c. Cara Pengisian
d. Pengolahan/Penyajian Data
e. Pengiriman Laporan
2.8 PROMOSI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Promosi penggunaan Obat yang rasional dilakukan sebagai salah satu strategi dalam mencapai penggunaan obat yang rasional. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan juga petugas kesehatan berperan penting dalam promosi Penggunaan obat yang Rasional. Tenaga Kesehatan Propinsi dan Kabupaten dapat berperan dalam promosi Penggunaan Obat Rasional . Dengan melibatkan Petugas Kesehatan dalam promosiPOR, diharapkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.
Dalam topik unsur-unsur dan tujuan promosi akan membahas aspek yang termasuk dalam promosi POR serta tujuan Promosi POR. Dalam topik Segmentasi Sasaran akan membahas posisioning dan tujuan dilakukan Segmentasi Sasaran. Dalam topik langkah-langkah pengembangan media promosi POR yang akan dibahas melalui teknis presentasi interaktif, POD (Pembelajaran Orang Dewasa/adult learning), metode pembelajaran , media dan alat bantu pembelajaran.
1. Pengertian Promosi Penggunaan Obat RasionalRendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan obat
secara rasional dalam pelayanan kesehatan perlu diwaspadai dampaknya, khususnya pada generasi mendatang.Penggunaan obat yang tidak berdasarkan ketentuan akan menyebabkan tidak efektifnya kemampuanobat tersebut.
Fakta yang ada saat ini menunjukkan : Lebih dari 50% obat-obatan diresepkan, diberikan atau dijual
secara tidak semestinya Penggunaan obat yang berlebih, kurang, atau tidak tepat
berdampak buruk pada manusia Lebih dari 50% dari seluruh Negara di dunia tidak menerapkan
kebijakan darsar untuk mempromosikan penggunaan obat secara rasional (POR)
Dinegara-negara berkembang kurang dari 40% pasien di sector public dan 30% di sector swasta yang diberikan perawatan sesuai panduan klinis
Jika hal ini terjadi, generasi mendatang akan mengalami kerugian yang sangat besar. Langkah-langkah antisipasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan obat secara rasional sudah saatnya dilakukan, promosi penggunan obat rasional merupakan salah satu langkah yang perlu dilaksanakan. Upaya tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun menjadi tanggung jawab semua pihak terkait pelayanankesehatan.
Program-program kesehatan terutama yang terkait dengan informasi dan penggunaan obat generik perlu disosialisasikan secara bertahap dan berkesinambungan. Saat ini, promosi obat generik oleh pemerintah telah dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan penyuluhan dan kaderisasi melalui Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA), Monitoring – Training Planning (MTP), lomba membuat poster obat generik dan lainnya. Selain mengevaluasi hasil kegiatan promosi yang telah dilakukan, pemerintah perlu merancang program promosi obat generic yang inovatif dan kreatif agar informasi yang diberikan mudah
diterima, dimengerti dan diserap oleh masyarakat sehingga kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap obat generic dapat terwujud.
2. Unsur – Unsur Tujuan PromosiDalam pencapain tujuan promosi ada beberapa unsur – unsur yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan promosi, yaitu :
Realistis, harus bisa dicapai bukan angan-angan. Jelas dan dapat diukur Apa yang akan diukur Siapa sasaran yang akan diukur Seberapa banyak perubahan yang akan diukur Berapa lama dan dimana pengukuran dilakukan Segmentasi sasaran Suatu kegiatan memilih kelompok sasaran yang tepat
dan dianggap sangat menentukan keberhasilan promosikesehatan
3. Segmentasi Sasaran1) Positioning / Segmentasi
Segmen sasaran pelu ditentukan terlebih dahulu. Untuk promosi POR, segemennya terdiri atas: petugas kesehatan, kader, masyarakat yang bisa lebih lanjut disegmentasi menjadi organisasi masyarakat, kelompok pasien dan aktivis masyarakat dan berbagai lembaga yang begerak dibidang kesehatan masyarakat.
2) Tujuan Segmentasi Sasaran
Tujuan utama segmentasi adalah untuk pemberdayaan masyarakat sehingga promosi POR dapat berlangsung secara berjenjang, sistematis dan berkesinambungan.
4. Strategi Promosi Por
Banyak strategi yang dapat dilakukan dalam mempromosikan penggunaan obat secara rasional, selain dengan media yaitu:
1) Kerja sama dan kemitraan
Kerjasama dan membentuk kemitraan dengan organisasi lain atau kelompok-kelompok masyarakat, akademisi, departemen lain yang dapat membantu dalam melancarkan keberhasilan suatu program yang telah direncanakan. kerjasama ini merupakan bentuk suatu forum atau wadah yang nantinya dapat berkoordinasi dengan Kemenkes (khusus ditpor) atau didaerah juga dapat membentuk suatu forum dengan organisasi didaerah masing-masing yang benar-benar dapat membantu kelancaran program promosi.
2) Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat sangat menguntungkan dalam proses pendekatan kepada masyarakat langsung. Dengan pembentukan kader-kader di masyarakat dapat lebih dekat kepada sasaran untuk penyampaian informasi langsung tentang kesehatan. Kegiatan pada masyarakat lebih membentuk kepada binasuasana antara masyarakatdan kader itu sendiri, sebagai pendekatan agar tidak terjadi kesenjangan yang jauh dalam mendalami suatu masalah atau pemberian informasi.
3) AdvokasiBanyak cara untuk melakukan pendekatan agar suatu program berhasil baik, termasuk advokasi. Advokasi kepada stakeholder, pemegang kebijakan didaerahnyasangat penting untuk keberhasilan suatu program, karena jika advokasi tidak berhasil kemungkinan program tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
5. Metode, Sarana, Prasarana Dan Peralatan Promosi
1) MediaSuatu tempat dimana promosi dapat dikembangkan dengan mengutamakan pesan-pesan visual agar produk yang kita tawarkan lebih nyata dan punya daya tarik sehingga masyarakat mau membeli produk tersebut. Dapat berupa
2) media cetak, media radio, televisi,kalender, direct mail dan lain.Media merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan sebelum kita melakukan promosi. Dalam setiap pengenalan produk kita harus merancang media terlebih dahulu karena media merupakan suatu tempat dimana promosi dapat dikembangkan dengan mengutamakan pesan-pesan visual agar produk yang kita tawarkan lebih nyata dan punya daya tarik sehingga masyarakat mau membeli produk tersebut.
3) Macam – macam Media Media Cetak
- Suatu media statis dan mengutamakan pesanpesan visual.- Umumnya terdiri gambaran sejumlah kata, gambar, foto dalam tata warna (Rhenald Kasali)
- Fungsi utama media cetak adalah memberi informasi dan menghiburContoh: pamflet, poster, lembar balik, stiker dll
Televisi / Radio
- Bentuk iklan telivisi sangat tergantung siarannya apakah merupakan bagian dari suatu hubungan perkongsian, jaringan, lokal.- Radio merupakan media yang memiliki jangkauan selektif terhadap segmen tertentu
Media Luar Ruang
- Papan reklame atau dapat berupa poster dalamukuran besar- Poster panel yaitu suatu kertas besar yang dicetak sesuai dengan keinginan pemesan- Painted bulletin yaitu gambar langsung didesain oleh tenaga kreatif biro iklan diatas tempat yang telah disediakan, bisa juga lukisan yang dipindahkan kepapan reklame yang dipersiapkan.
Langkah – Langkah Pemilihan Media
a) Faktor – Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih media promosiMedia Promosi dipilih berdasarkan :- Selera khalayak sasaran, bukan pada selera pengelola program atau pengambil keputusan.- Memberi dampak yang luas oleh karena itu media yang dipilih hendaknya yang dapat menjangkau khalayak sasaran dengan tingkat frekuensi, efektivitas, kredibilitas yang paling tinggi.- Setiap media akan mempunyai peranan yang berbeda.- Penggunaan beberapa media secara serempak dan terpadu akan meningkatkan cakupan, frekuensi dan efektifitas pesan-pesan komunikasi.- Pengukuran efektifitas media.- Rating yaitu suatu ukuran yang menunjukan bagian dari sejumlah individu atau rumah tangga yang melihat atau mendengarkan suatu program pada waktu tertentu yang biasanya dinyatakan dalam persentaseB). Keuntungan Menggunakan Media
- Dapat memilih media yang sesuai dengan pesan promosi POR yang akan disampaikan.- Dapat memberi dampak yang luas dan terjangkau oleh khalayak sasaran.- Setiap Media mempunyai peranan yang berbeda sesuai informasi yang akan di promosikan.
4) Langkah-Langkah Pengembangan Media Promosi
Media promosi dapat berupa poster untuk diletakkan di fasilitas kesehatan atau tempat umum: leaflet untuk dokter, tenaga kesehatan, atau pasien; bulletin obat; baju kaos untuk pendidikan public atau materil yang digunakan pada pelaksanaan promosi kepada individu. Media promosi tersebut di disain sedemikian rupa sehingga mudah di baca, dipahami dan dilaksanakan.
a) Tujuan Pengembangan Media Promosib)
- Mengidentifikasi prinsip materi promosi yang efektif dan persuasive- Mengevaluasi kelayakan dan potensi pengaruh materi promosi- Mendesain materi promosi yang sederhana tetapi efektif mengenai masalah penggunaan obat yang spesifik
c) Prinsip dasar materi promosi yang persuasif:
- Memahami alasan peresepan atau pilihan pasien- Berorientasi pada keputusan dan aksi- Menekankan pada beberapa pesan penting- Memberi penekanan pada judul utama- Menggunaan ilustrasi visual yang menarik
- Menggunakan teks yang singkat dan sederhana- Mengulang pesan penting- Memiliki sponsor yang disegani- Melibatkan sasaranSembilan prinsip dasar pengembangan materi promosi :
Memahami Motivasi Perilaku Dalam membuat materi promosi, pertama-tama kita harus mengetahui mengapa terjadi “peresepan yang tidak benar”. Misalnya apakah tenaga kesehatan yang memberikan injeksi antibiotic yang tidak diperlukan memahami risiko infeksi atau mereka sudah memahami risiko tersebut tetapi pemberian injeksi tetap dilakukan karena keyakianan yang berlaku di masyarakat bahwa injeksi lebih efektif dibandingkan pemberian secara oral walaupun infeksi yang terjadi adalah infeksi minor.Jika setelah investigasi awal, misalnya berupa diskusi kelompok atau interview mendalam kita mengetahui alasan utama perilaku tersebut, kita dapat menargetkan motivasi tersebut pada media promosi. Misalnya pasien dan dokter mungkin belum menyadari risiko infeksi serius yang disebabkab oleh injeksi dan mereka akan lebih menyadari jika diberikan informasi mengenai risiko injeksi. Pada kasus ini risiko pemberian secara injeksi menjadi topic utama pada media promosi.
Keputusan dan Aksi
Materi promosi sebaiknya menekankan pada apa yang seharusnya dokter atau pasien lakukan atau tidak lakukan terkait masalah klinik. Misalnya infeksi apa yang sebaiknya diberikan terapi antibiotic dan apakah yang disebut dengan terapi lini pertama. Konsep ini
sangat serupa dengan penggunaan pedoman pengobatan. Materi promosi yang memfokuskan pada terapi yang tepat atau tindakan yang tepat untuk masalah tertentu akan lebih mudah untuk dipelajari dan akan lebih bermanfaat.
Memberikan penekanan hanya pada beberapa pesan pentingSetelah kita memahami alasan utama penggunaan obat dan memperioritaskan hal yang akan diintervensi, materi promosi yang dibuat sebaiknya focus pada dua, tiga atau paling banyak empat pesan untuk dikomunikasikan bagi setiap perilaku yang menjadi target. Pesan-pesan tersebut sebaiknya meliputi- Perilaku yang akan dipromosikan- Perilaku yang akan dimodifikasi misalnya penggunaan antibiotic- Informasi atau pengetahuan yang akan disampaikan misalnya injeksi dapat menyebabkan infeksi serius atau antibiotic tidak efektif untuk mengobati virus. Pesan ini dapat menjadi “nilai jual utama” yang akan mendukung aksi yang kita harapkan akan dilakukan oleh taget- Usaha terkait perilaku atau motivasi misalnya cara meyakinkan pasien bahwa injeksi yang tidak diperlukan dapat membahayakan pasien
Topik Utama
Topik utama harus menarik perhatian dan memicu audiens untuk membaca teks yang ada setelah topic tersebut. Topik utama dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan yang menarik. Topik utama yang berisi suatu keuntungan atau bersifat provokatif sangat efektif menarik perhatian.
Ilustrasi
Ilustrasi adalah cara yang sangat baik untuk mengkomunikasikan pesan perilaku atau informasi. Ilustrasi juga cara yang efektif untuk menekankan pesan tertulis. Jika memungkinkan tampilkan perilaku yang diharapkan, misalnya seorang dokter menjelaskan kepada seorang ibu bahwa terapi rehidrasi oral lebih bermanfaat dibandingkan antibotik dalam menyembuhkan diare pada anaknya.
Teks yang Singkat dan Sederhana
Teks dan bahasa yang terdapat dalam material promosi sebaiknya singkat, sederhana dan memadai. Untuk memastikan bahwa media promosi yang dibuat mudah dipahami dapat dilakukan pengujian keterbacaan pada setting yang sesungguhnya oleh orang yang memiliki skill dan latar belakang yang sama dengan target audiens sebelum media materi promosi dicetak.
Pengulangan Meningkatkan Memori dan PembelajaranPengulangan pesan penting merupakan dasar dari advertising periklanan dan komunikasi karena dapat meningkatkan memori dan pembelajaran.
KredibilitasKredibilitas informasi yang disampaikan sangat penting dalam meyakinkan target audiens untuk merubah perilaku. Berikan identitas yang kredibel dan
objektif dan tidak menimbulkan bias terhadap sesuatu masalah.
Keterkaitan dan Keterlibatan
Media promosi harus memiliki keterkaitan dengan sasaran, yang dapat dicapai dengan melibatkan para ahli. Lakukan investigasi materi apa yang ingin dimiliki oleh dokter atau apa yang ingin masyarakat ketahui. Penyusunan media promosi sebaiknya tidak menggunakan pendekatan top down tetapi menggunakan pendekatan kerjasama, dimana informasi yang terkait dengan dokter dan masyarakat diberikan. Semakin besar kolaborasi maka semakin besar juga komitmen untuk mendesiminasi dan menggunakannya.Setelah memahami ke Sembilan prinsip dasar pengembangan materi promosi di atas, kemudian proses pengembangan media promosi dilakukan dalam beberapa langkah sebagai berikut :
Tahap Analisis Masalah dan Sasaran
• Melakukan penelaahan analisis• Masalah kesehatan, termasuk penyebab, sifat, epidemiologi , dan masalah perilaku yang ada di masyarakat sehubungan masalah kesehatan yang ditimbulkan.• Kelompok sasaran, dalam hal demografi,sosek, faktor-faktor yangmempengaruhi perilaku masyarakat seperti umur, pendidikan adat istiadat dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
• Kebijaksanaan-kebijakasanaan, peraturan dan program penanggulangan yang telah ada dari berbagai instansi sektoral untuk mengetahui pengalaman yang lalu dan harapan yang akan datang.• Memilih institusi, organisasi, LSM yang mampu mendukung program. Dilihat kemampuan internal dan eks ternal dari organisasi tersebut.• Sasaran komunikasi yang tersedia, untuk menetapkan media dan sarana yang tersedia dan yang telah dilaksanakan
Tahap rancangan pengembangan media• Tahap ini dirancang berbagai strategi dan model intervensi yang menjelaskan 8 komponen utama.• Menentukan tujuan, perlu diingat tujuan harus spesifik, realistik, prioritas dapat diukur dan dibatasi waktu• Identifikasi kelompok sasaran, dilakukan segmentasi berdasarkan demografi, geografi, budaya, psikologis atau karakteristik-karakteristik lain yang spesifik• Mengembangkan pesan-pesan, diajukan sesuai dengan kebutuhan kepedulian, tingkat pengetahuan serta tingkat kewaspadaan dari sasaran yang dituju. harus mengandung informasi yang akurat dan terfokus pada pesan kunci.• Mengembangkan media yang akan digunakan, apakah inter personal atau media massa. penggunaan media sebaiknya bermacam-macam namun terkoordinir dengan baik• Penguatan interpersonal, mencari orangorang atau kelompok secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi orang tersebut seperti pemimpin
masyarakat, para ahli, tokoh agama dll.• Menulis rencana kegiatan, baik bulanan, tri wulan, tahunan. Juga menentukan indikatorindikator untuk memonitor keluaran (output).• Perencanaan anggaran, termasuk anggaran untuk personalia, percetakan media, pretes, revisi, pelatihan petugas lapangan, logistik,biaya perjalanan, evaluasi dll• Bagan organisasi, perencanaan manajemen dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang sudah terisi
Tahap pengembangan pesan, uji coba dan produksi media• Membuat konsep pesan-pesan yang berisikan ilustrasi-ilustrasi pendahuluan, kata-kata ungkapan, tema, slogan yang merefleksikan strategi secara keseluruhan
• Prates konsep pesan pada kelompok sasaran atau wakil-wakil perorangan yang diharapkan akan menghasilkan pesanpesan yang bermutu. memberikan perhatian khusus untuk gambar atau ilustrasi (bentuk yang tidak tertulis) untuk menghindari salah paham
• Ciptakan dan kembangkan pesan-pesan yang lengkap beserta sarana pendukungnya (pengumuman melalui radio, booklet, poster)• Prates pesan yang lengkap dan bahanbahan untuk pemahaman keseluruhan, kemampuan mengingat, titik yang kuat dan lemah, relevansi pribadi dan hal-hal peka yang masih diperdebatkan, sebelum
diproduksi• Adanya tes ulang bahan-bahan sebelum diproduksi ulang untuk meyakinkandaya muat apakah masih efisien ataukah efektif
Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap dimana perencanaan mulai dilaksanakan. Biasanya membutuhkan banyak biaya yang dimulai dari pengembangan konsep sampai prates dan revisi Pada tahap ini dilakukan langkah – langkah sebagai berikut :• Menghasilkan pesan dan bahan berdasarkan hasil uji coba.• Pesan-pesan dan bahan-bahan secara terintegrasi dan sesuai jadwal melalui media yang tepat sehingga mendapat pengaruh yang nyata• Latih dengan menggunakan bahan-bahan tersebut• Sebarkan secara luas jadwal pelaksanaan dan laporan sehingga tidak ada seorangpun “key person” atau kelompok yang tidak mengetahuinya.
Tahap Evaluasi dan Rancang Ulang• Menyediakan informasi bagi manager program terhadap hasil/out put dan dampak dari kegiatan untuk membuat perubahanperubahan yang diperlukan.• Belajar dari pengalaman yang kita perlukan bukan kritik tapi cara pendekatanya• Mengukur dampak kegiatan dari sasaran dan tujuan yang hendak dicapai, dapat dilihat dari perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku yang menetap dari sasaran potensial, provider, dan kelompok-kelompok
berpengaruh lainnya.• Ukur dan telusuri kepedulian umum, daya ingat atau praktek perilaku dari khalayak sasaran dengan menggunakan teknik penelitian yang dapat diterima, untuk menghasilkan umpan balik yang cepat.• Analisis hasil sesuai dengan tujuan spesifik.• Buat perubahan pada rancangan proyek bila diperlukan.
5) Pelaksanaan Promosi
1) Langkah – Langkah Pelaksanaan Promosi Mengidentifikasi siapa pemimpin/penanggung jawab utama
penerapan program promosi tersebut dan membagi tugas dan tanggung jawab secara jelas dan merata antar anggota tim.
Produksi pesan berdasarkan hasil uji coba yang telat final (sudah dimodifikasi/revisi).
Membuat jadwal kegiatan dari rangkaian kegiatan penerapan beserta penanggung jawabnya.
Mengintegrasikan penyebaran materi melalui jalur efektif untuk mendapa dampak maksimal
Melatih petugas/tenaga yang akan menggunakan materi promosi kesehatan bila diperlukan.
Mengedarkan jadwal penerapan program (missal dalam bentuk media plan untuk promosi melalui tv) kepada pemegang program atau menyandang dana (donor) agar bisa dipantau.
Membuat laporan hasil penerapan dan mendistribusikannya kapada pihak yang berkepentingan (pemegang program dan penyandang dana).
6) Penerapan program promosi
a. Kompetensi Pengelola Promosi Pengelola harus terampil dalam memutuskan 3 hal :
Mengelola iklim organisasi, yaitu pendekatan untukmenjangkau sasaran program, harus belajar daripengalaman dan tidak mengkritik.
Mengelola manusia, yaitu mengetahui kapan harusmemberi petunjuk, kapan harus mendorong staf untukberkarya yang kreatif.
Mengelola tugas, yaitu mendorong dalam mengejarkegiatan yang produktif dan menghentikan kegiatanyang tidak produktif serta mengetahui bahwamenghentikan kegiatan yang tidak produktif sering kalilebih efisien.
b. Penerapan Program Promosi
Dalam menerapkan suatu program agar keberhasilannya lebih tinggi harus diperhatikan beberapa faktor penunjang seperti :
a) Identifikasi Masalah
Perlu dilakukan segmentasi berdasarkan karakteristik permasalahan yang sering dihadapi. Sehingga dapat disimpulkan masalah apa saja yang benar-benar menghambat program kerja, dari masalah ini dapat teridentifikasi bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut.b) Analisis kekuatan dan kelemahan organisasi serta peluang dan tantangan (ancaman) dalam penerapanpromosi.
Hal ini dapat dilakukan berbagai cara analisis SWOT atau analisis Bone Fish dan banyak analisis lainnya. Mungkin dengan menggunakan analisis swot akan lebih mudah dalam mengetahui dimana kekuatan dan kelemahan sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
c. Pemantauan Program Promosi Pengertian Pemantauan
Pemantauan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan program promosi kesehatan dan mempunyai peran yang sangat penting karena dengan pemantauan yang seksama, seawal mungkin pengelolan program dapat menemukan dan memperbaiki berbagai masalah yang ditemukan. Pemantauan ini juga merupakan alat yang dipergunakan oleh pengelola program untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diperkirakan pada waktu perencanaan. Selain itu, pemantauan merupakan upaya untuk mengamati pelayanan dan cakupan program. Pemantauan dilakukan untuk mengukur kondisi saat ini dan perubahan yang terjadi pada setiap komponen program. Pada tingkat program, pemantauan mengukur kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan variable variabel pada tingkat program, yaitu :
o Input Promosi Kesehatan- Kategori dan jumlah tenaga kesehatan yang sudah mendapat pelatihan promosi kesehatan.- Jumlah media cetak dan alat bantu audio visual yang dihasilkan.
- Apakah bahan cetak sudah didistribusikan dan digunakan sesuai rencana?- Jumlah program tv, radio yang dihasilkan.- Apakah bahan-bahan siaran tv dan radio sudah disiarkan sesuai rencana?
o Output/Hasil Promosi Kesehatan
- Apakah target sasaran menerima/ terpapar dengan pesan pesan dan bahan-bahan promosi yang dihasilkan, misalnya :• Apakah target sasaran memanfaatkan media promosi yang dibagikan• Apakah target sasaran belajar sesuatu dari media promosi tersebut
o Pelaksanaan Pemantauan
a) Indikator Pemantauan Indikator yang akan dipantau harus jelas dan terukur aspek yang dipantau, seperti :- Jumlah distribusi/frequensi penyiaran- Apakah waktu penyiaran cocok- Pencapaian kegiatan yang direncanakan- Pengorganisasian kegiatan-kegiatan- Jumlah sasaran yang hadir- Target sasaran yang terjangkaub) Pelaksana PemantauanPemimpin program yang secara operasional diserahkan kepada bidang yang menangani evaluasi dimana yang melaksanakan pemantauan ini adalah :- Petugas promosi
- Petugas yang sudah dilatih- Relawan yang sudah dilatihc) Waktu Pemantauan- Selama program berjalan- Setiap siaran tv/radio- Setiap bulan/setiap 3 bulan- 6 bulan sebelum, selama, dan 6 bulan sesudah program selesaid) Langkah-Langkah Pemantauan- Menentukan tujuan utama dari pemantauan yang akan dilakukan- Mengidentifikasi komponen-komponen yang akan diapantau berdasarkan kerangka konsep pikir- Menentukan indikator yang sesuai untuk mengukur berbagai aspek dari program. Misal : indikator input, proses, output, outcome.- Identifikasi berbagai sumber data yang bias digunakan untuk memperoleh indikator yang sudah ditetapkan- Mendesain format untuk mempresentasikan hasil pemantauan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu obat
terpenting perawat.obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk
mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan. walaupun obat
menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efek
yang berbahaya yang bila tidak sampingyang ditimbulkan,memberikan obat
dengan tepat,memantau respon dan membantuklien menggunakannya dengar
benar dan berdasarkan pengetahuan.
1. Standard Operating Procedure (SOP)
2. Penggunaan Obat Yang Rasional
3. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
4. Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
5. Upanya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
6. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Iwan Dwiprahasto, Penggunaan obat yang tidak rasional dan implikasinya dalam
sistem pelayanan kesehatan, Bagian Farmakologi & Terapi/Clinical
Epidemiology & Biostatistics Unit FK-UGM/RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta
Sneha Ambwani,Dr, A K Mathur ,Dr, Rational Drug Use, Health Administrator
Vol : XIX Number 1: 5-7
Departemen Farmakologi FKUI. Penuntun Diskusi Masalah Obat dan Pengobatan.
Tahun 2004.
Anonim. 2005. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darmansyah, I. 1996. Pengobatan Rasional sebagai Usaha Ampuh Menurunkan
Biaya Pengobatan, Makalah dalam Konvensi Nasional “Kebijakan
Pengembangan Industri Farmasi dalam Perspektif Keterjangkauan &
Kemandirian”.
World Health Organization.1994. WHO Policy Perspectives on Medicines.
Promoting rationaln use of medicines: core components. Geneva.
Maria Dewi, Resep Yang Baik Ialah......, Varia Farmasi, No. 58,Tahun ke VI, Maret-
April 2000.
Joenoes Z Nanizar, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Airlangga University
Press, 1994.
Depkes RI, 2008, Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient
Safety),Jakarta.
Murti, tanpa tahun. PENGANTAR EVIDENCE-BASED MEDICINE, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret