fakultas ilmu dan teknologi kebumian - meteorologi · pdf filedebit sungai merupakan parameter...

8
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi © 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Upload: duongtram

Post on 09-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Page 2: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

1

ANALISIS POTENSI MIKROHIDRO BERDASARKAN CURAH HUJAN

DONI KHAIRA ARYA

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Debit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, pengukuran debit sungai secara langsung akan tidak efektif dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama. Metode yang sering dilakukan untuk mengestimasi nilai debit adalah dengan menghitung kesetimbangan air pada daerah tersebut. Debit yang mengalir di sungai merupakan total run-off (TRO) yang terjadi berdasarkan jumlah curah hujan yang turun. Hubungan antara curah hujan dan debit sungai dapat diketahui dengan rasio run-off, yaitu perbandingan jumlah TRO yang terjadi dengan curah hujan. Model Soil and Water Assessment Tool (SWAT) dapat menghitung kesetimbangan air dalam suatu DAS dengan input yang sederhana, yaitu: curah hujan, temperatur maksimum – minimum, topografi, tutupan lahan dan jenis tanah. Untuk mendapatkan nilai debit hampir setiap titik di sungai, dilakukan pendefinisian luas sub-DAS yang lebih kecil, dalam kajian ini digunakan 1 km2. Setelah didapatkan nilai debit setiap aliran sungai, dilakukan perhitungan potensi daya output yang merupakan hasil kali dari debit, head efektif, tetapan gravitasi dan efisiensi turbin. Head efektif dapat dihitung dengan menghitung slope persen ketinggian, kemudian nilai slope tersebut dikalikan dengan ukuran grid data yang digunakan. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) efisiensi turbin dianggap 80%, 2) head efektif hanya dihitung pada grid disekitar dengan ukuran grid 90 meter. Rasio run-off pada masing-masing DAS adalah: DAS Citarum 0.51, DAS Cisadea-Cimandiri 0.73, DAS Citanduy-Ciwulan 0.985 dan DAS Cimanuk 0.6. Hampir seluruh curah hujan yang jatuh di DAS Citanduy-Ciwulan akan menjadi run-off. Hal ini menyebabkan cadangan air saat musim kering sangat sedikit. Pada DAS Cisadea-Cimandiri, ketersediaan air sangat besar sepanjang tahun dan memiliki potensi head yang besar, sehingga daerah ini sangat baik untuk dikembangkan untuk PLTMH.

Kata kunci: curah hujan, debit sungai, rasio run-off, mikrohidro, SWAT

1. Pendahuluan

Pada tahun 2008, rasio elektrifikasi di Jawa Barat hanya sebesar 64,24%. Terdapat lebih dari 154 ribu kepala keluarga yang tersebar di 16 kabupaten dan 3 kota yang belum menikmati infrastruktur listrik. Ada 4 desa di Kabupaten Garut dan Cianjur yang belum terjangkau jaringan listrik PLN (Pemda Jabar, 2011). Selain topografi lokasi desa yang berbukit, sehingga membutuhkan biaya besar untuk membangun jaringan listrik ke daerah tersebut, pelanggan juga tidak terlalu banyak sehingga dinilai tidak ekonomis jika dilakukan pembangunan jaringan listrik.

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah elektrifikasi pada daerah tersebut adalah dengan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang bisa dikelola mandiri oleh desa yang bersangkutan. Teknologi PLTMH merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan terbarukan dengan efisiensi 70-85%. Jika dikelola

dengan baik, dapat beroperasi lebih dari 15 tahun (Chandra, 2009).

PLTMH diklasifikasikan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan daya kurang dari 100kW (Ibrahim, 2006). Prinsip kerja PLTMH ini hampir sama dengan PLTA, hanya saja pada PLTMH sangat dipengaruhi oleh elevasi jatuhnya air, selain jumlah debit air yang masuk. Hal ini sangat cocok diterapkan pada wilayah Jawa Barat bagian selatan seperti: Cianjur dan Sukabumi yang secara umum topografinya perbukitan. Sungai Citarik yang berada di Sukabumi memiliki potensi daya listrik sebesar 15.75 MW dan energi tahunan mencapai 82.78 GWH (Situmorang, 2009).

Dalam rentang tahun 1992 - 2001 jumlah curah hujan di beberapa daerah cukup besar, contohnya pada Stasiun Ciwidey. Jumlah bulan basah (jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100mm) adalah 9 bulan dengan curah hujan rata-rata lebih besar dari 150mm/bulan untuk bulan basah. Dengan curah hujan

Page 3: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

2

yang tinggi, maka sungai-sungai yang berada pada daerah tersebut memiliki potensi debit yang besar.

Mikrohidro bisa dijadikan sumber energi alternatif untuk daerah-daerah terpencil yang memiliki topografi berbukit. Sungai yang dimanfaatkan untuk PLTMH biasanya sungai-sungai kecil dengan kemiringan tinggi.

Untuk mengkaji potensi mikrohidro suatu wilayah atau DAS, diperlukan data debit sungai pada daerah tersebut. Untuk saat ini, data debit sungai yang tersedia pada lembaga pusat data hanya terbatas pada sungai utama, sedangkan data yang diperlukan untuk mirohidro adalah data pada setiap aliran sungai. Untuk daerah kajian yang luas dan terdapat banyak anak sungai, pengukuran debit manual akan tidak efektif dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu diperlukan sebuah metode untuk mengestimasi debit dari data curah hujan.

Penelitian ini dibatasi hanya sampai perhitungan potensi yang dihasilkan oleh turbin. Untuk jenis turbin yang digunakan tidak dibahas pada kajian ini. Head efektif hanya dihitung dari perbedaan ketinggian rata-rata dengan panjang saluran pembawa maksimal adalah 130 meter dari sungai. Debit yang digunakan untuk perhitungan potensi adalah nilai debit dengan peluang kejadian 80% dari data 1997 – 2006. 2. Kajian Pustaka

2.1. Tenaga Air (Hydro Power)

Tenaga air atau hydro power adalah daya listrik yang dihasilkan dari pemanfaatan aliran air. Energi potensial air dari bendungan atau air terjun diubah menjadi energi kinetik melalui turbin. Energi kinetik ini kemudian diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan generator (Penche dan Minas, 1998). Tinggi jatuh air (head) sangat menentukan daya yang akan dihasilkan, karena semakin tinggi jatuh air, maka semakin tinggi energi potensial yang dimiliki oleh air tersebut.

Berdasarkan besar daya outputnya, PLN mengklasifikasikan pembangkit tenaga air menjadi 3 macam, yaitu: pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). PLTMH memiliki daya output kurang dari 100 kW, PLTM memiliki daya output 100 – 1000 kW dan PLTA memiliki daya output lebih dari 1000 kW (Ibrahim, 2006). Untuk daya output lebih dari 1000 kW, SCAT (Swiss Centre of Appropriate Technology) membagi lagi menjadi skala kecil, yaitu output 1000 – 5000 kW dan skala besar dengan output lebih dari 5000 kW (dalam Intamani dan Nidiasyah, 2007).

PLTMH merupakan PLTA skala kecil dengan memaksimalkan tinggi jatuh air dan debit sungai yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan debit pada PLTA. PLTMH biasanya hanya dibangun pada sungai-sungai kecil yang memiliki kemiringan yang besar. PLTMH memiliki tingkat kerumitan yang lebih

rendah daripada PLTA. Proses perencanaan PLTMH biasanya hanya membutuhkan waktu satu sampai dua tahun, sedangkan perencanaan PLTA bisa mencapai sepuluh hingga lima belas tahun. PLTMH bisa dikelola oleh masyarakat desa yang bersangkutan sehingga ketergantungan terhadap pasokan listrik dari PLN bisa dikurangi. Oleh karena itu, PLTMH sangat cocok untuk mengatasi masalah ketersediaan listrik pada daerah-daerah terpencil (Chandra, 2009).

2.2. Potensi Mikrohidro Berdasarkan Curah

Hujan

Variabel yang sangat menentukan daya output suatu pembangkit tenaga air adalah debit sungai yang mengalir dan tinggi head (Penche dan Minas, 1998). Tinggi head pada suatu tempat akan tetap pada waktu yang lama, sedangkan debit sungai sangat bervariasi bergantung kepada curah hujan yang jatuh pada daerah tersebut. Secara sederhana, suatu daerah akan memiliki potensi mikrohidro yang besar jika daerah tersebut memiliki kemiringan yang besar dan jumlah curah hujan yang tinggi.

Aliran sebuah sungai sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai (DAS) tersebut. Debit puncak yang mengalir di sungai merupakan direct-runoff, sedangkan baseflow merupakan debit minimum di sungai yang berasal dari penundaan air hujan sampai ke sungai karena melewati proses infiltrasi terlebih dahulu. Dalam hidrograf, debit puncak terjadi ketika hari hujan dan baseflow bisa terlihat beberapa hari hingga beberapa minggu setelah terjadi hujan (Neitsch dkk., 2005).

Penelitian mengenai hubungan curah hujan dengan debit sungai dilakukan oleh Thattai (2003), untuk daerah Teluk Honduras, Karibia. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa daerah tersebut memiliki rasio direct-runoff 0.30 – 0.55. Artinya, 30% - 55% dari total curah hujan yang jatuh di DAS tersebut akan menjadi direct-runoff. Korelasi antara curah hujan dan debit sungai yang dihasilkan bernilai 95% dengan error 2.3%. Selain itu, dari data timeseries yang digunakan, ditemukan juga pengaruh dari ElNino dan LaNina walaupun kecil (Thattai, 2003). Jadi, pola curah hujan akan mempengaruhi pola debit yang mengalir di sungai. Semakin besar curah hujan pada suatu wilayah, maka debit sungai juga akan semakin besar.

2.3. Pemetaan Potensi Mikrohidro

Untuk memetakan potensi mikrohidro pada suatu daerah, harus dihitung terlebih dahulu potensi pada masing-masing sub-DAS. Data yang dibutuhkan untuk menghitung potensi mikrohidro adalah debit sungai, tinggi head, konstanta gravitasi dan efisiensi turbin (Penche dan Minas, 1998). Tinggi head dapat dihitung dengan menggunakan slope, dan data debit sungai dapat dihitung dari curah hujan dengan menggunakan model hidrologi.

Page 4: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

3

Slope atau kemiringan biasanya dituliskan dalam satuan derajat atau persen ketinggian. Derajat menunjukkan sudut yang dibentuk oleh bidang miring tersebut terhadap bidang datar, sedangkan persen ketinggian merupakan nilai persentase kenaikan elevasi setiap satuan panjang bidang datar (Riawan, 2011). Dari nilai slope persen ketinggian bisa diketahui nilai ketinggian suatu pixel DEM dari delapan pixel disekitarnya.

Model Hidrologi adalah model matematis yang digunakan untuk mensimulasikan neraca kesetimbangan air dalam suatu daerah hidrologi (DAS). Sebagian besar model hidrologi yang telah dikembangkan saat ini, baik di United States ataupun di Eropa adalah model fisis berdasarkan data statistik parameter-parameter hidrologi tersebut. Output dari model hidrologi ini adalah jumlah ketersediaan air, sendimentasi dan polutan (Walingford, 2003).

Beberapa model untuk menganalisis debit telah banyak dikembangkan. Tiga diantaranya yang paling populer adalah: Gridded Surface/Subsurface Hydrologic Analysis (GSSHA), The Hydrologic Modeling System (HEC-HMS) dan Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. HEC-HMS akurat untuk memodelkan kejadian sesaat seperti banjir, namun ketika digunakan untuk model kontinu dalam rentang waktu yang lama, model ini menjadi kurang akurat, karena sentivitas terhadap perubahan tata guna lahan sangat rendah. GSSHA akurat untuk analisis kontinu, namun membutuhkan data yang lebih banyak dan lengkap karena kompleksitasnya sangat tinggi. SWAT merupakan model yang memiliki kompleksitas menengah dan bisa digunakan untuk analisis kontinu. Selain itu model ini bisa menganalisis dengan baik ketika tata guna lahan beragam (PB Americas, 2008).

SWAT merupakan model dengan skala basin dan dibuat untuk memprediksi hubungan antara tata air, sedimen, dan zat kimia tumbuhan dalam sebuah DAS. Dalam model SWAT, sebuah DAS akan terdiri dari beberapa sub-DAS, dimana diperkecil lagi hingga menjadi Hydrologic Response Unit (HRU) yang berisi tentang nilai tata guna lahan, karakteristik tanah dan kemiringan tanah. Proses hidrologi pada HRU dihitung menggunakan metode komputasi SCS-curve number dari USDA, dimana infiltrasi yang terjadi sangat bergantung pada jenis tanah dan land use-nya. Namun hasil perhitungan infiltrasinya bisa didekati dengan metode Green-Ampt (King dkk.,2009).

Debit yang mengalir di sungai tidak akan sama sepanjang tahun. Ketika musim hujan, debit sungai akan sangat besar karena pengaruh dari direct-runoff yang besar. Sebaliknya, ketika musim kering, debitnya akan turun jauh tergantung ketersediaan cadangan air tanah dan baseflow pada daerah tersebut. Oleh karena itu, perlu ditentukan sebuah nilai yang dapat mewakili debit yang mengalir di sugai tersebut untuk keperluan analisis.

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai. Perhitungan debit andalan ini dilakukan berdasarkan konsep peluang. Dari data timeseries debit, dihitung nilai debit yang memiliki peluang sesuai dengan yang diinginkan. Untuk keperluan analisis ketersediaan air, peluang yang digunakan biasanya dari 70% - 90% (Soemarto, 1987).

3. Data dan Metodologi

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas data input model SWAT untuk mengestimasi debit pada daerah yang dikaji dan data debit sungai observasi untuk mengevaluasi hasil debit dari model. Data yang digunakan untuk input SWAT adalah: curah hujan harian pada 25 stasiun, temperatur maksimum – minimum pada 4 stasiun, data elevasi digital (DEM), tutupan lahan dan jenis tanah.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi debit sungai pada setiap titik di sungai dengan jarak sedekat mungkin. Oleh karena itu, pendefinisian DAS oleh SWAT dengan default wilayah perhitungan 22.6 km2, diperkecil lagi menjadi 1 km2. Dengan pendefinisian sub-DAS yang lebih kecil ini, diharapkan nantinya hasil debit didapat pada titik-titik sepanjang sungai dengan jarak lebih kurang 1 km.

Untuk menghitung head secara spasial dari data DEM, terlebih dahulu dihitung besar slope-nya. ArcGIS menyediakan tool untuk menghitung slope dengan dua cara, yaitu: dengan degree slope / derajat kemiringan dan percent rise / persen ketinggian. Karena dalam kajian ini kita membutuhkan data elevasi dalam meter, maka digunakan metode percent rise. Head atau rise dalam slope, merupakan nilai slope dikalikan dengan ukuran grid (90 meter)/100. Untuk memaksimalkan nilai head, perhitungan dilakukan secara diagonal.

1 2 3

7 8

4 5 6

Gambar 2.2-1. Ilustrasi perhitungan Head. Untuk grid 2,5,7,dan 8, head merupakan nilai slope*ukuran grid/100. Untuk grid 1,3,4 dan 6, head merupakan nilai slope*ukuran grid*√2/100.

Page 5: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

4

Tidak semua level ketinggian head dapat digunakan untuk PLTMH. Ketinggian head yang digunakan menentukan jenis turbin yang akan digunakan. Setiap turbin memiliki spesifikasi head dan debit yang digunakan agar daya output dapat dioptimalkan. Walaupun demikian, hampir semua jenis turbin tidak bisa digunakan dengan ketinggian head yang kurang dari tiga meter (Penche dan Minas, 1998). Oleh karena itu, untuk penelitian ini, filter head dilakukan untuk ketinggian kurang dari 3 meter, dianggap nol dan tidak memiliki potensi daya.

Untuk membuktikan bahwa hasil dari perhitungan model tersebut benar dan layak dipakai untuk analisis selanjutnya, dilakukan evaluasi debit hasil SWAT dengan debit aktual hasil observasi. Evaluasi ini dilakukan dengan metode korelasi, root mean square error (RMSE) dan perbandingan kualitatif grafik keduanya. Jika korelasi lebih besar dari 0.75, maka hasil SWAT dianggap valid dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Jika tidak, maka dilakukan simulasi ulang. Error yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pendefinisian jenis tanah dan landcover. Untuk pendefinisian jenis tanah, SWAT memiliki klasifikasi sendiri dan tidak digunakan untuk pengklasifikasian tanah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan adjustment hingga didapat hasil yang memuaskan.

Dari timeseries data debit yang dihasilkan oleh SWAT, dihitung terlebih dahulu debit andalan. Debit andalan adalah debit rencana yang diharapkan selalu tersedia sepanjang tahun dengan peluang yang ditentukan. Pada kajian ini debit andalan dihitung pada peluang 80%. Perhitungan debit andalan 80% dilakukan menggunakan metode Cumulative Distribution Function (CDF).

Perhitungan potensi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaaan daya hidraulik air, yaitu:

Pair = ρ.g.Q.H.e (3.1)

Pair = Daya Hidrolik yang dihasilkan (Watt) ρ = massa jenis air (1000 kg/m3) g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2 ) Q = debit (m3/dtk) H = tinggi jatuh efektif (m) e = efisiensi turbin (%) 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Head Efektif

Gambar 2.2-1 Head efektif. Tinggi head yang kurang dari 3 meter dianggap tidak berpotensi menghasilkan daya karena hampir semua jenis turbin yang biasa digunakan untuk PLTMH hanya bisa beroperasi jika tinggi jatuh air lebih dari 3 meter.

4.2. Curah Hujan Wilayah

Dalam analisis hidrologi, perlu ditentukan curah hujan wilayah yang mewakili jumlah curah hujan yang turun pada DAS tersebut dan dianggap merata di setiap titik. Perhitungan curah hujan wilayah dalam SWAT menggunakan metode Isohyet, yaitu antara titik-titik stasiun curah hujan dibuat kontur sesuai dengan nilai curah hujannya. Kontur-kontur ini akan berbeda untuk setiap data, sehingga metode ini tidak efisien jika digunakan untuk perhitungan manual dengan jumlah data yang banyak. Oleh karena itu, untuk keperluan analisis, curah hujan wilayah dihitung dengan menggunakan metode Poligon Thiessen.

Gambar 2.2-2 Grafik curah hujan wilayah masing-masing DAS. seluruh DAS memiliki pola curah hujan monsun, yaitu pola tahunan berbentuk huruf “V”. nilai curah hujan tinggi pada bulan Desember, Januari, Februari

Page 6: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

5

(DJF), dan rendah pada bulan Juni, Juli, Agustus (JJA). Walaupun dengan nilai maksimum yang berbeda-beda, pola ini tetap berulang setiap tahun.

4.3. Output SWAT

Gambar 2.2-3 SWAT output. Output dari model

SWAT dibandingkan dalam bentuk grafik. Parameter yang dibandingkan adalah curah hujan (CH), evapotranspirasi (ET), direct-runoff (DRO) dan total-runoff (TRO).

Gambar 2.2-4 Rata-rata output SWAT. Axis menyatakan bulan dan ordinat menyatakan nilai data. Nilai ini dihitung dengan merata-ratakan output SWAT (Gambar 4-3) untuk masing-masing bulan.

Selama musim hujan (DJF), ketersediaan air cukup besar pada setiap DAS. Namun saat musim kering (JJA), DAS Citanduy memiliki suplay air sangat sedikit karena nilai rata-rata curah hujan wilayahnya kurang dari 10mm/bulan. Sebaliknya, untuk DAS Cisadea-Cimandiri, hampir sepanjang tahun curah hujan yang turun lebih dari 60mm/bulan. Dari keempat DAS dalam Gambar 4-4, DAS Cisadea-Cimandiri memiliki ketersediaan air paling banyak dan selalu tersedia sepanjang tahun.

Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap persentase DRO yang terjadi. DAS Citanduy didominasi oleh jenis tanah Fullam yang memiliki kapasitas inflitrasi yang sedikit. Akibatnya, TRO sebagian besar merupakan DRO dari DAS tersebut dan base flow sangat sedikit. Saat musim hujan, debit sungai akan sangat besar, dan sebaliknya, ketika tidak ada hujan turun, debit sungai akan turun jauh.

Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan yang jatuh pada suatu DAS dan debit sungai dilakukan perhitungan rasio run-off dengan curah hujan. Perhitungan ini merupakan perhitungan sederhana yaitu membandingkan data run-off dengan jumlah curah hujan setiap bulannya. Nilai rata-rata dari perbandingan tersebut merupakan nilai rasio run-off terhadap curah hujan. Semakin besar nilai rasio, berarti semakin besar ketergantungan nilai debit sungai terhadap nilai dan jumlah hari hujan.

Tabel 2.2-1 Rasio DRO dan TRO terhadap Curah

Hujan

DAS rasio DRO rasio TRO Storage

Citarum 0.33578 0.512742 0.487258 Cisadea-Cimandiri

0.442228 0.729144 0.270856

Citanduy-Ciwulan

0.702345 0.98535 0.01465

Cimanuk 0.385888 0.599101 0.400899

Storage merupakan sisa air hujan yang disimpan

dalam tanah yang menjadi cadangan air. Besarnya cadangan air ini sangat dipengaruhi oleh tutupan lahan dan jenis tanah pada daerah tersebut. DAS Citarum dan DAS Cimanuk memiliki tutupan lahan sebagian besar hutan dan jenis tanah waitsfield yang menyebabkan infiltrasi banyak terjadi. DAS Citanduy memiliki lahan terbuka berupa perkebunan dan jenis tanah fullam yang memiliki kapasitas infiltrasi rendah. Akibatnya, rasio run-off sangat besar dan cadangan air untuk musim kering sangat sedikit. Pola debit sungai pada daerah ini sangat bergantung pada kejadian hari hujan. Saat terjadi hujan debit sungai akan tinggi dan ketika tidak terjadi hujan, debit akan sangat rendah.

4.4. Evaluasi Debit

Tabel 4-2 Daftar stasiun pengamatan debit sungai yang digunakan. Rentang waktu data yang digunakan berbeda-beda karena hanya diambil data yang kontinu minimal 2 tahun.

Nama

Stasiun

Tahun data yang

digunakan DAS

Citarik 1998 - 1999 Cisadea-Cimandiri

Cimandiri 1999 - 2001 Cisadea-Cimandiri

Cangkuang 2005 - 2006 Cimanuk

Cisokan 1997 - 1998 Citarum

Page 7: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

6

Gambar 2.2-5 Grafik evaluasi debit. Evaluasi

dilakukan dengan membandingkan debit keluaran model dengan debit data observasi. Rentang waktu data yang dibandingkan berbeda-beda karena data observasi tidak tersedia kontinu selama waktu kajian. 4.5. Debit Andalan

Gambar 2.2-6 Peta Debit Andalan. Visualisasi nilai

debit yang memiliki peluang kejadian sekitar 80% pada masing-masing DAS. Semakin ke hilir sungai, nilai debit semakin besar karena akumulasi dari anak sungai di hulunya.

4.6. Potensi

Gambar 2.2-7 Peta potensi daya output. Nilai 0-10

dianggap tidak berpotensi, 10-100 merupakan skala PLTMH, 100-1000 merupakan skala PLTM, 1000-5000 merupakan skala PLTA kecil dan lebih dari 5000 merupakan PLTA besar.

Untuk perhitungan potensi, dalam kajian ini digunakan perhitungan jumlah titik-titik yang berpotensi pada setiap aliran sungainya. Titik-titik ini tidak bisa dikatakan mewakili lokasi PLTMH, karena pada kenyataannya perhitungan head bisa lebih dari 130 meter (kasus kajian ini). Bisa saja, dua titik yang berdekatan hanya bisa dijadikan 1 turbin pembangkit.

Tabel 2.2-1 Jumlah titik yang berpotensi pada

masing-masing DAS

DAS Cisadea-Cimandiri memiliki ketersedian air yang besar sepanjang tahunnya sehingga sangat baik dilakukan pemaksimalan tenaga mikrohidro. DAS Citanduy-Ciwulan merupakan daerah yang ketersediaan air pada musim kering sangat sedikit. Namun, tinggi head yang besar pada daerah Garut memberikan potensi yang besar untuk mikrohidro. Head yang terdapat pada DAS Cimanuk ini tidak terlalu besar, jadi untuk potensi mikrohidro pada DAS ini lebih banyak bergantung pada debit sungai.

5. Kesimpulan

Hubungan curah hujan dan debit sungai dapat diketahui dengan rasio run-off, yaitu perbandingan jumlah run-off yang terjadi dengan curah hujan. Rasio run-off pada masing-masing DAS adalah: DAS Citarum 0.51, DAS Cisadea-Cimandiri 0.73, DAS Citanduy-Ciwulan 0.985 dan DAS Cimanuk 0.6. Rasio run-off menyatakan ketergantungan nilai debit sungai terhadap nilai dan hari hujan.

DAS Cisadea-Cimandiri memiliki nilai curah hujan wilayah lebih 60 mm/bulan sepanjang tahun dan potensi head yang tinggi, sehingga daerah ini cocok untuk dikembangkan untuk PLTMH.

DAS Citanduy-Ciwulan memiliki curah hujan wilayah kurang dari 10 mm/bulan saat musim kering (JJA). Namun, beberapa tempat seperti Garut memiliki potensi head yang tinggi sehingga bisa dipertimbangkan untuk PLTMH dengan analisis ketersediaan air musim kering lebih lanjut.

Dari hasil perhitungan potensi dengan menggunakan debit andalan 80%, potensi daya output yang dihasilkan sangat besar. Kebanyakan dari titik-titik yang berada pada daerah kajian memiliki potensi skala mini (100kW – 1000kW) dan skala PLTA ( > 1000kW). Titik-titik berpotensi besar banyak ditemukan di DAS Citanduy-Ciwulan dan DAS Cisadea-Cimandiri.

DAS tidak

berpotensi PLTMH PLTM PLTA

Citarum 55 87 237 138

Cisadea 47 132 499 732

Citanduy 56 203 647 886

Cimanuk 19 55 108 95

Page 8: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi · PDF fileDebit sungai merupakan parameter penting dalam perhitungan potensi mikrohidro. Untuk analisis spasial, ... Debit andalan

7

REFERENSI

Chandra, B. (2009, April 15). Potensi Air Jawa Barat Bisa Penuhi Kebutuhan Listrik Ribuan Keluarga. (Tempo interaktif, Interviewer)

Hardjowigeno, S. (1992). Ilmu Tanah. Jakarta: PT.

Mediyatama Sarana Perkasa. Ibrahim, H. D. (2006). Rencana Usaha Penyediaan

Tenaga Listrik (UPTL) 2006 - 2015. PLN. Intamani, A., & Nidiasyah, P. (2007). Perencanaan

Teknis PLTM Pekatan, NTB. Bandung: TA - T. Sipil ITB.

King, K. W., Arnold, J. G., & Bingner, R. L. (1999).

Comparison of Green-Ampt and Curve Number Method on Goodwin Creek Watershed Using SWAT. American Society of Agricultural Engineers, (pp. 919 - 925).

Neitsch, S., Arnold, J., Kiniry, J., & Williams, J.

(2005). SWAT Theoritical Documentation. PB Americas, Inc. (2008). Model Selection and

Recommendation Report for Central Oahu Watershed Study. Honolulu: Department of Environmental Service

Pemda Jabar. (2011). Rencana Kerja Pemerintah

Daerah. Jawa Barat. Penche, C., & Minas, I. d. (1998). Layman's Guide

Book on How to Develop a Small Hydro Site. Brussel: European Small Hydropower Association.

Putra, R. A. (2012). Studi Baseflow terhadap

Variabilitas Curah Hujan dengan Metode ArcSWAT di Citarum Hulu. Bandung: TA - Meteorologi ITB.

Riawan, E. (2011). GIS Application in Meteorology I. Bandung.

Situmorang, A. C. (2009). Studi Potensi Pembangkit

Listrik Tenaga Mikrohidro di Sepanjang Sungai Citarik Kabupaten Sukabumi Menggunakan Google Earth. Bandung: TA-T. Elektro ITB.

Soemarto. (1987).

insinyurpengairan.wordpress.com/2011/04/11/analisa-debit-andalan. Retrieved 4 3, 2012, from insinyurpengairan.wordpress.com:

http://insinyurpengairan.wordpress.com/2011/04/11/analisa-debit-andalan

Taofiqurohman, A. (2010). Analisis Variasi Cuaca di

Daerah Jawa Barat dan Banten. Bandung: Jurnal Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Thattai, D. T. (2003). Hydrometeorology and

Variability of Water Discharge and Sediment Load in the Inner Gulf of Honduras, Western Caribbean. Dept. of Geological Sciences, University of South Carolina.

Tjasyono, B. (1999). Klimatologi Umum. Bandung:

Penerbit ITB. Walingford, H. (2003). Handbook for the Assessment

of Catchment Water Demand and Use. Zimbabwe.

Wibowo, A. (2009). Watershed Application Using

Arcgis. Bogor: Thesis-IPB.