faktor risiko suicide skizo

19
FAKTOR RISIKO PERILAKU BUNUH DIRI PADA STUDI OBSERVASIONAL SCHIZOPHRENIA OUTPATIENT HEALTH OUTCOMES (SOHO) Roberto Brugnoli 1 , Diego Novick 2 , Josep Maria Haro 3 , Andrea Rossi 4 , Marco Bortolomasi 5 , Sonia Frediani 4 dan Giuseppe Borgherini 6,7 RANGKUMAN Pasien skizofrenia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melakukan upaya bunuh diri,. Terdapat konsensus umum yang menyatakan bahwa kelompok usia muda, jenis kelamin laki-laki, ras kaukasia, status belum menikah, fungsi premorbid yang baik, depresi pasca psikosis, dan riwayat penyalahgunaan zat dan/atau usaha bunuh diri sebagai faktor risiko bunuh diri pada pasien skizofrenia. Studi ini menggunakan data dari studi SOHO. Tujuan dari dilakukannya studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko bunuh diri dengan cara membandingkan karakteristik dasar pasien-pasien yang mencoba atau melakukan usaha bunuh diri selama 3 tahun periode studi SOHO dengan pasien-pasien yang tidak melakukannya. Total 88.71 pasien diikutsertakan dalam studi ini, namun hanya sebanyak 6.366 pasien yang berhasil diobservasi selama tiga tahun. Dari hasil studi 1

Upload: putu-bagus-anggaraditya

Post on 07-Feb-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Faktor Risiko Suicide SkizoFaktor Risiko Suicide SkizoFaktor Risiko Suicide SkizoFaktor Risiko Suicide SkizoFaktor Risiko Suicide SkizoFaktor Risiko Suicide Skizo

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Risiko Suicide Skizo

FAKTOR RISIKO PERILAKU BUNUH DIRI PADA STUDI

OBSERVASIONAL SCHIZOPHRENIA OUTPATIENT HEALTH

OUTCOMES (SOHO)

Roberto Brugnoli1, Diego Novick2, Josep Maria Haro3, Andrea Rossi4,

Marco Bortolomasi5, Sonia Frediani4 dan

Giuseppe Borgherini6,7

RANGKUMAN

Pasien skizofrenia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melakukan

upaya bunuh diri,. Terdapat konsensus umum yang menyatakan bahwa kelompok

usia muda, jenis kelamin laki-laki, ras kaukasia, status belum menikah, fungsi

premorbid yang baik, depresi pasca psikosis, dan riwayat penyalahgunaan zat

dan/atau usaha bunuh diri sebagai faktor risiko bunuh diri pada pasien skizofrenia.

Studi ini menggunakan data dari studi SOHO.

Tujuan dari dilakukannya studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor

risiko bunuh diri dengan cara membandingkan karakteristik dasar pasien-pasien

yang mencoba atau melakukan usaha bunuh diri selama 3 tahun periode studi

SOHO dengan pasien-pasien yang tidak melakukannya.

Total 88.71 pasien diikutsertakan dalam studi ini, namun hanya sebanyak

6.366 pasien yang berhasil diobservasi selama tiga tahun. Dari hasil studi

ditemukan sebanyak 384 (4,3%) pasien pernah mencoba bunuh diri dalam 3 tahun

studi SOHO. Dari analisis deskriptif, ditemukan bahwa riwayat percobaan bunuh

diri dan percobaan bunuh diri dalam 6 bulan terakhir lebih sering dijumpai pada

pasien dengan perilaku bunuh diri.

Studi ini menunjukkan beberapa faktor risiko perilaku bunuh diri yang

signifikan seperti riwayat percobaan bunuh diri, kejadian tidak diinginkan (KTD)

yang berkaitan dengan prolaktin, jenis kelamin laki-laki, riwayat rawat inap

karena skizofrenia, dan skor dpresi CGI yang mana konsisten dengan studi

sebelumnya. Selain itu, studi ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa

KTD yang berkaitan dengan prolaktin sebagai salah satu faktor risiko kasus bunuh

diri. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas hubungan antara KTD

yang berkaitan dengan prolaktin ini dan risiko bunuh diri.

1

Page 2: Faktor Risiko Suicide Skizo

FAKTOR RISIKO PERILAKU BUNUH DIRI PADA STUDI

OBSERVASIONAL SCHIZOPHRENIA OUTPATIENT HEALTH

OUTCOMES (SOHO)

Roberto Brugnoli1, Diego Novick2, Josep Maria Haro3, Andrea Rossi4,

Marco Bortolomasi5, Sonia Frediani4 dan

Giuseppe Borgherini6,7

Abstrak

Latar Belakang : Untuk mengidentifikasi faktor risiko perilaku bunuh diri

dengan menggunakan data dari sebuah studi follow-up skizofrenia (studi SOHO)

yang besar, berdurasi tiga tahun, dan multinasional.

Metode : Karakteristik dasar dari 8.871 pasien dewasa dengan skizofrenia

dimasukkan ke dalam sebuah analisis post-hoc regresi logistik untuk

membandingkan pasien yang mencoba dan/atau melakukan upaya bunuh diri

dengan mereka yang tidak melakukan selama studi berlangsung.

Hasil : Sebanyak 384 (4.3%) pasien telah mencoba atau melakukan upaya bunuh

diri. Jumlah pasien yang berhasil bunuh diri adalah 27 (0,3%). aktor risiko yang

secara signifikan berkaitan dengan perilaku bunuh diri adalah percobaan bunuh

diri sebelumnya, gejala depresi, kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan

prolaktin (prolactin-related adverse events), jenis kelamin laki-laki, dan riwayat

masuk rumah sakit karena skizofrenia.

Kesimpulan : Melihat desain studi yang bersifat observasional dan analisis yang

bersifat post-hoc, faktor-faktor risiko yang telah diidentifikasi pada studi ini harus

dikonfirmasi oleh studi ad-hoc yang dirancang khusus.

Kata kunci : bunuh diri, skizofrenia, studi observasional

2

Page 3: Faktor Risiko Suicide Skizo

Latar Belakang

Salah satu penyebab kematian paling penting pada pasien-pasien dengan

skizofrenia adalah bunuh diri.1 Telah diketahui bahwa risiko bunuh diri pada

pasien dengan skizofrenia 8 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.2

Sekitar 20 sampai 40% pasien dengan skizofrenia telah melakukan usaha bunuh

diri selama hidup mereka dan sekitar 5% diantaranya meninggal.3 Angka

percobaan bunuh diri pada pasien skizofrenia selama hidupnya lebih rendah

dibandingkan pasien dengan gangguan depresi berat,3 namun upaya yang

dilakukan umumnya lebih berbahaya, sehingga luka fisik secara signifikan lebih

sering terjadi (44% vs 16%).4 Angka percobaan bunuh diri yang berhasil pada

pasien skizofrenia terlihat bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya;

telah dilaporkan sekitar 20-30:100.000 kasus di Denmark5 dan 67:100.000 di

Cina.6

Hambatan utama dalam upaya pencegahan kasus bunuh diri pada pasien

skizofrenia adalah adanya kesulitan dalam mengevaluasi risiko perilaku bunuh

diri, hal ini dikarenakan percobaan bunuh diri pada populasi ini biasanya bersifat

mendadak dan impulsif sehingga metode penilaian tradisional berdasarkan skala

rating dan wawancara menjadi kurang bermanfaat.7

Pendekatan terkini untuk masalah bunuh diri pada pasien skizofrenia saat

ini bertumpu pada pengobatan antipsikosis, yakni dengan clozapine yang telah

terbukti efektif dalam mengendalikan perilaku bunuh diri, seperti yang telah

dibuktikan melalui uji coba oleh International Suicide Prevention Trial

(InterSePT),8 dan pada identifikasi faktor risiko dan implementasi tolak ukur

preventif pada pasien-pasien dengan risiko tinggi. Saat ini, terdapat sebuah

konsensus umum yang menyatakan bahwa kelompok usia muda (remaja dan

dewasa muda), jenis kelamin laki-laki, ras kaukasia, status belum menikah, fungsi

premorbid yang baik, depresi pasca psikosis, dan riwayat penyalahgunaan zat

dan/atau usaha bunuh diri merupakan faktor-faktor risiko perilaku bunuh diri pada

pasien dengan skizofrenia.1

Isu tentang kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan sistem

endokrin akibat terapi antipsikosis baru-baru ini telah muncul. Peningkatan kadar

3

Page 4: Faktor Risiko Suicide Skizo

prolaktin serum mungkin berhubungan dengan kejadian tidak diinginkan yang

berpotensi mengganggu, seperti disfungsi seksual, amenorea, dan galaktorea.9

Kejadian tidak diinginkan yang telah disebutkan di atas diyakini dapat

mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap pengobatan antipsikosis, yang

umumnya rendah pada pasien skizofrenia.10,11

Studi oleh Schizophrenia Outpatient Health Outcomes (SOHO)

merupakan sebuah studi prospektif, observasional yang dilakukan di 10 negara-

negara Eropa, dengan mengikutsertakan lebih dari 10.000 pasien rawat jalan yang

memulai atau mengganti obat-obat antipsikosisnya untuk pengobatan

skizofrenia.12-15

Tujuan Studi

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan perilaku bunuh

diri, kami membandingkan karakteristik dasar pasien-pasien yang mencoba atau

melakukan usaha bunuh diri selama 3 tahun periode studi dengan pasien-pasien

yang tidak melakukannya.

Metode

Analisis pada studi ini dilakukan menggunakan data dari studi SOHO, sebuah

studi observasional, prospektif, berdurasi 3 tahun yang mengevaluasi luaran

kesehatan pada pasien-pasien dengan skizofrenia. Sebanyak 10.972 pasien dewasa

rawat jalan dengan diagnosis skizofrenia direkrut oleh para psikiater di 10 negara

Eropa (Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal,

Spanyol, Inggris) mulai dari 1 September 2000 hingga 31 Desember 2001.

Kriteria inklusi yang digunakan dalam studi ini adalah: memulai atau mengubah

obat-obat antipsikosis untuk pengobatan skizofrenia, hadir saat kontrol rawat jalan

atau dirawat inap di rumah sakit untuk rencana inisiasi obat antipsikosis dan

selanjutnya dipulangkan dalam waktu 2 minggu, berusia minimal 18 tahun, dan

tidak berpartisipasi dalam sebuah studi intervensi. Pasien dikutsertakan terlepas

dari alasan modifikasi pengobatan (misalnya respon yang kurang adekuat, efek

samping, dll) dan terlepas dari apakah obat antipsikosis tersebut mulai diberikan

sebagai pengganti obat sebelumnya, tambahan terhadap pengobatan sebelumnya,

atau untuk mulai diberikan untuk pertama kalinya atau setelah beberapa periode

4

Page 5: Faktor Risiko Suicide Skizo

tanpa pengobatan. Studi ini membagi pesertanya menjadi dua kelompok kohort

yang ukurannya kurang lebih sama: i) pasien yang memulai terapi dengan atau

diubah menjadi Olz, dan ii) pasien yang memulai terapi dengan atau diubah

menjadi obat antipsikosis non-Olz. Untuk mencapai jumlah yang kurang lebih

sama antara kelompok Olz dan non-Olz, fraksi sampel yang berbeda dimasukan

ke dalam setiap kelompok. Metode ini menghasilkan sampel bertingkat, dengan

kelompok Olz sebagai strata yang over-sampled. Pada sebagian besar negara,

perekrutan dilaksanakan dalam urutan berselang-seling yang sistematik; pasien

pertama dimasukan ke dalam kelompok Olz, pasien kedua ke dalam kelompok

non-Olz, dan seterusnya. Upaya ini dilakukan untuk menghindari intervensi dari

praktik klinis. Peneliti diminta untuk menentukan metode pengobatan tanpa

bergantung pada studi dan kemudian mengevaluasi apakah pasien tersebut

memenuhi kriteria untuk diikutsertakan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan

sebelumnya dan struktur yang berselang-seling saat perekrutan; periode

perekrutan secara sengaja dibuat sangat panjang dan tidak ditentukan jumlah

minimum kasus yang diperlukan oleh peneliti.

Studi ini bersifat observasional, sehingga tidak terdapat instruksi apa pun

terkait pengobatan atau manajemen pasien. Data luaran pasien dikumpulkan 3

bulan setelah awal studi dan selanjutnya setiap 6 bulan selama 3 tahun.

Studi SOHO telah disetujui di semua negara baik lokal, regional maupun

nasional, bergantung pada peraturan negara tersebut dan daerah-daerah yang

berpartisipasi di setiap negara. Semua pasien memberikan setidaknya persetujuan

secara lisan.13

Data awal yang dikumpulkan mencakup informasi demografis dan sosial,

riwayat medis dan kejiwaan, indeks massa tubuh (body mass index [BMI]),

tingkat keparahan gejala dengan menggunakan skala dimensi Clinical Global

Impression-Schizophrenia (CGI-SCH), yakni berupa skor gejala keseluruhan,

positif, negatif, depresi, dan kognitif.16,17 Skala CGI-SCH dinilai oleh dokter

dengan rentangan mulai dari 1 (tidak sakit) sampai 7 (pasien sakit berat). Jumlah

orang yang melakukan percobaan bunuh diri dari data yang dikumpulkan

sebelumnya dicatat oleh peneliti dengan menggunakan pertanyaan seperti: berapa

kali pasien melakukan percobaan bunuh diri sejak pengumpulan data yang

5

Page 6: Faktor Risiko Suicide Skizo

terakhir. Kasus bunuh diri yang berhasil dikumpulkan pada formulir

pemberhentian pasien.

Pasien dengan data yang lengkap terkait riwayat percobaan bunuh diri dan

obat-obatan yang digunakan pada awal studi dan setidaknya satu kunjungan

setelah awal studi dimasukkan dalam analisis ini.

Perbandingan dilakukan antara pasien yang, selama 3 tahun follow up,

melakukan percobaan bunuh diri sedikitnya sekali atau telah melakukan upaya

bunuh diri dengan mereka yang belum pernah melakukan upaya bunuh diri.

Karakteristik dasar pasien dianalisis secara deskriptif. Perbandingan antara pasien

yang mencoba bunuh diri dengan mereka yang telah melakukan upaya bunuh diri,

dan juga antara pasien-pasien yang dimasukkan ke dalam analisis dengan mereka

yang tidak, juga dilakukan. Sebuah model uji regresi logistik untuk hasil

percobaan bunuh diri selama follow up kemudian dilakukan, dengan kovariat data

dasar sebagai variabel independen berikut ini; jenis kelamin, umur, usia saat

kontak pertama dengan pengobatan skizofrenia, dimensi CGI-SCH (positif,

negatif, kognitif, depresi, keseluruhan), riwayat rawat inap sebelumnya sebelum

pengumpulan data awal, indeks massa tubuh (body mass index [BMI]), riwayat

percobaan bunuh diri sebelum pengumpulan data awal (tidak ada, satu, dua atau

lebih), usaha bunuh diri dalam 6 bulan sebelum pengumpulan data awal (tidak

ada, satu, dua atau lebih), bekerja dengan upah, hubungan sosial dalam 4 minggu

sebelumnya, obat-obatan lainnya, adanya gejala ekstrapiramidal (extrapyramidal

syndrome [EPS]), tardive dyskinesia (TD), kejadian tidak diinginkan yang

berkaitan dengan aktivitas seksual, dan kepatuhan terhadap pengobatan.

Dasar pemikiran, metode dan perekrutan pada studi SOHO telah

dijelaskan lebih lanjut secara rinci,13 dan juga penemuan-penemuannya pada bulan

ke-6, 1 tahun, dan 3 tahun.14,15,18

Hasil

Dari 10.972 pasien yang direkrut (10.218 dengan data yang tersedia), total 8.871

pasien (86,9%) diikutsertakan dalam studi ini. Sebanyak 2.505 diantaranya keluar

dari studi setelah 3 tahun berjalannya studi: 8.115 pasien berhasil diobservasi

selama 1 tahun, 7.271 pasien selama 2 tahun, dan 6.366 pasien selama tiga tahun.

Analisis yang dilakukan pada pasien-pasien yang dimasukan dalam analisis

6

Page 7: Faktor Risiko Suicide Skizo

dengan pasien-pasien yang dieksklusi menunjukkan bahwa pasien yang dieksklusi

memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk percobaan bunuh diri (32% pada

kelompok pasien yang eksklusi dari analisis vs 25% pada kelompok pasien yang

dimasukkan ke dalam analisis) dan riwayat rawat inap dalam 6 bulan sebelum

studi (51% pada kelompok pasien yang eksklusi dari analisis vs 31% pada

kelompok pasien yang dimasukkan ke dalam analisis).

Sebanyak 384 (4,3%) pasien mencoba sedikitnya sekali atau melakukan

upaya bunuh diri dalam 3 tahun pada studi SOHO. Kasus bunuh diri yang berhasil

adalah 27 (0,3%). Sebanyak 98 pasien keluar dari studi setelah percobaan bunuh

diri (1,1%). Sebagian besar pasien mencoba untuk bunuh diri hanya sekali (n=

262, 3,0%) atau dua kali (n = 50, 0,6%). Tingkat percobaan bunuh diri ini stabil

sepanjang 2,5 tahun pertama (0,9-1,0%) dan kemudian berkurang dalam enam

bulan terakhir (0,8%).

Analisis Deskriptif 

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang dengan dan tanpa

perilaku bunuh diri dan dalam aspek usia, jenis kelamin, status pekerjaan, usia

saat kontak pertama dengan pengobatan skizofrenia, lama serangan skizofrenia,

dan aktivitas sosial dalam 4 minggu terakhir (Tabel 1).

Riwayat percobaan bunuh diri dan percobaan bunuh diri dalam 6 bulan

terakhir lebih sering dijumpai pada pasien dengan perilaku bunuh diri: hampir 3

kali lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri di masa lalu dan hampir 7 kali

lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dalam 6 bulan terakhir. Selain itu,

riwayat rawat inap karena skizofrenia juga lebih banyak dijumpai pada pasien

dengan perilaku bunuh diri (+56,4%). Gejala depresi ditemukan lebih berat pada

pasien dengan perilaku bunuh diri (dengan rata-rata +0,5 poin sebanding dengan

peningkatan rata-rata 14,7%). Pasien yang mencoba atau melakukan tindak bunuh

diri lebih cenderung untuk menggunakan antidepresan, anti cemas/hipnotik,

dan/atau mood stabilizer (Tabel 1).

Prevalensi kejadian yang tidak diinginkan secara konsisten ditemukan

lebih tinggi pada pasien dengan perilaku bunuh diri dibandingkan dengan pasien

yang tidak (Tabel 1). Fenomena ini utamanya terlihat pada kejadian tidak

7

Page 8: Faktor Risiko Suicide Skizo

diinginkan yang berkaitan dengan prolaktin, yakni amenore (+64%), galaktorea

(+163%) dan ginekomastia (+200%).

Hasilnya ditemukan sama ketika pasien yang berhasil bunuh diri

dieksklusi. Akurasi perbandingan antara pasien yang berhasil bunuh diri dengan

pasien yang tidak, terbatas oleh sedikitnya jumlah kasus. Satu-satunya perbedaan

8

Page 9: Faktor Risiko Suicide Skizo

yang signifikan secara statistik adalah proporsi laki-laki yang lebih tinggi (81% vs

58%).

Uji Regresi Logistik

Model uji regresi logistik untuk hasil perilaku bunuh diri (gagal atau

berhasil) selama masa follow-up menemukan sejumlah faktor risiko perilaku

bunuh diri yang signifikan (Tabel 2): riwayat bunuh diri semasa hidup pasien,

percobaan bunuh diri dalam 6 bulan terakhir, kejadian tidak diinginkan yang

berkaitan dengan prolaktin, jenis kelamin laki-laki, riwayat rawat inap karena

skizofrenia, dan skor depresi CGI. Usia dan kepatuhan terhadap pengobatan

antipsikotik bukan merupakan faktor risiko percobaan bunuh diri. Sebagian besar

kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan prolaktin ditemukan pada pasien

perempuan (84% perempuan vs 36% laki-laki). Tidak ada interaksi yang

signifikan antara kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan prolaktin dan

jenis kelamin dalam hal percobaan bunuh diri. Hasil ditemukan serupa ketika

pasien yang berhasil bunuh diri dieksklusi dari analisis. Analisis sensitivitas

selanjutnya dilakukan dengan memasukkan analisis pasien dengan pengobatan

yang tidak diketahui pada kunjungan awal studi dan pasien dengan informasi yang

tidak lengkap mengenai percobaan bunuh diri pada awal studi. Untuk kategori

yang kedua, kami memberikan nilai "0", nilai yang paling sering, sebagai jumlah

percobaan bunuh diri. Hasil dari model ini sangat mirip dengan yang diuraikan di

sini.

Diskusi

Perbandingan antara karakteristik pasien skizofrenia dengan dan tanpa perilaku

bunuh diri dalam studi observasional yang besar ini, yang melibatkan lebih dari

10.000 pasien di 10 negara-negara Eropa, telah berhasil mengidentifikasi

sejumlah faktor risiko prilaku bunuh diri (gagal atau berhasil bunuh diri) yang

signifikan: riwayat percobaan bunuh diri, kejadian tidak diinginkan berkaitan

dengan prolaktin, jenis kelamin laki-laki, riwayat rawat inap karena skizofrenia,

dan skor depresi CGI. Usia dan kepatuhan terhadap pengobatan, sebaliknya,

malah bukan merupakan faktor risiko bunuh diri. Hasil ini konsisten dengan studi

9

Page 10: Faktor Risiko Suicide Skizo

sebelumnya yang juga membahas tentang topik ini, dimana ditemukan bahwa

riwayat percobaan bunuh diri, jenis kelamin laki-laki dan depresi merupakan

faktor risiko bunuh diri.1 Satu-satunya variabel yang tidak sesuai adalah umur,

dimana pada studi sebelumnya ditemukan bahwa usia muda merupakan faktor

risiko, sedangkan pada studi ini usia pada umumnya bukan merupakan faktor

risiko. Perbandingan antara pasien yang berhasil bunuh diri dengan pasien yang

tidak masih terbatas mengingat sedikitnya jumlah kasus. Namun demikian, jenis

kelamin laki-laki merupakan satu-satunya pembeda yang yang signifikan antara

pasien yang gagal bunuh diri dengan pasien yang berhasil bunuh diri.

Sepengetahuan kami, studi ini adalah yang pertama kali menunjukkan

bahwa kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan prolaktin (ginekomastia,

galaktorea, amenore) ternyata merupakan salah satu faktor risiko kasus bunuh diri.

Depresi, kecemasan dan kebencian berulang kali dilaporkan lebih sering muncul

pada wanita dengan hiperprolaktinemia. Fava dkk16 menemukan bahwa wanita

dengan amenore hiperprolaktinemik, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi

untuk memperlihatkan gejala-gejala tersebut dibandingkan kelompok wanita

dengan amenore dengan kadar prolaktin normal dan kelompok wanita dengan

siklus menstruasi yang teratur. Buckman19 melaporkan munculnya gejala mood

yang serupa akibat peningkatan kadar prolaktin pada wanita yang sehat. Kellner

10

Page 11: Faktor Risiko Suicide Skizo

dkk20 menemukan bahwa skor depresi, kecemasan dan kebencian pada wanita

dengan hiperprolaktinemia serupa dengan skor pada pasien gangguan jiwa dan

menduga bahwa prolaktin menyebabkan kondisi disforia di dalam diri wanita itu

sendiri. Namun, dampak langsung dari peningkatan prolaktin pada mood dan

perilaku pada laki-laki masih belum jelas.

Terdapat empat keterbatasan utama dalam studi ini. Pertama, studi ini

merupakan analisis post-hoc dari data pasien SOHO yang melibatkan pasien –

pasien yang mengubah pengobatan antipsikotiknya karena alasan klinis sehingga

tidak mewakili semua pasien skizofrenia; ditambah lagi, jenis obat antipsikotik

yang digunakan tidak dimasukkan dalam analisis. Kedua, kami tidak mengukur

kadar prolaktin pasien, tetapi di SOHO kami telah mengkaji beberapa kejadian

tidak diinginkan yang kemungkinan besar berkaitan dengan kadar prolaktin yang

tinggi. Sebagai tambahan, kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan

seksualitas dapat disebabkan oleh berbagai penyebab.21 Ketiga, perilaku bunuh

diri dinilai berdasarkan laporan psikiater dengan menggunakan satu pertanyaan

yang mungkin akan memiliki variabilitas yang tinggi dan reliabilitas yang rendah.

Namun, kami pikir penyimpangan ini bersifat non diferensial dan akan jarang

menciptakan hubungan yang palsu seperti yang telah dilaporkan. Terakhir, pasien

yang tidak dimasukkan dalam analisis karena kehilangan data atau hilang pada

saat follow-up ternyata memiliki frekuensi yang percobaan bunuh diri yang lebih

tinggi.

Kesimpulan

Studi ini memperkuat kemungkinan faktor-faktor risiko usaha bunuh diri yang

terdapat pada pasien dengan skizofrenia, yakni riwayat percobaan bunuh diri

sebelumnya, jenis kelamin laki-laki, dan depresi. Di samping itu, studi ini telah

mengidentifikasi faktor risiko baru, yakni kejadian tidak diinginkan yang

berkaitan dengan prolaktin. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas

hubungan antara kejadian tidak diinginkan yang berkaitan dengan prolaktin dan

risiko bunuh diri.

11