faktor resiko terjadinya ispa pada balita di wilayah kerja pkm salam babaris
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan Memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan Judul “ Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris” sesuai waktu yang ditentukan.
Karya Tulis Ilmiah ini disususun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Keperawatan pada Politeknik
Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru.
Dalam penyusunan, penulis banyak menemui kesulitan daan hambatan karena
kemampuan penulis yang terbatas dalam memperoleh literatur dan bahan sebagai
rujukan. Namun karena bantuan berbagai pihak hingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Dan dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Maharso, SKM, M. Kes selaku direktur Akper Poltekkes Banjarmasin
Jurusan Keperawatan Banjarbaru.
2. Bapak Bahrul Ilmi, S.Pd, M. Kes selaku ketua Jurusan Keperawatan.
3. Bapak Hammad S. Kep, Ns selaku pembimbing I yang telah banyak sekali
memberikan bimbingan kepada penulis.
4. Ibu Evi Risa Mariana, M. Pd selaku pembimbing II yang banyak memberikan
masukan.
5. Dosen-dosen pengajar beserta staf pendidikan di Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Banjarmasin.
6. Bapak Drs. H. Idis Nurdin Halidi, MAP selaku Bupati Tapin.
7. Bapak Drs. M. Hatta, MAP selaku mantan Kepala Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Tapin.
8. Bapak Drs. Rusliansyah selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah.
9. Bapak H. Kusudiarto, MAP selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin.
10. Bapak Dwi Suryanto, SKM selaku mantan Ketua PPNI Kabupaten Tapin.
11. Bapak Arifin, S. Kep, Ners selaku Ketua PPNI Kabupaten Tapin.
12. Pimpinan Puskesmas Salam Babaris yang memperkenankan penulis untuk
melakukan penelitian dan staf Puskesmas yang telah banyak membantu.
13. Dan seluruh rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan dan semua pihak yang
tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan
sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Banjarbaru, Februari 2010
Penulis
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan BanjarmasinKarya Tulis Ilmiah, diujikan tanggal 22 Pebruari 2010Ernawati, FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS KECAMATAN SALAM BABARIS KABUPATEN TAPINxiv, 71 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 13 lampiran.
ABSTRAK
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita dan jumlahnya selalu meningkat setiap tahunnya. Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor resiko baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Penyuluhan kesehatan tentang penyakit ISPA perlu untuk disampaikan kepada orang tua supaya dapat meningkatkan pencegahan dan memiliki kesadaran untuk mengatasi faktor yang bisa menyebabkan ISPA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.
Desain penelitian ini menggunakan metode deskriprif. Populasi penelitian adalah orang tua yang mempunyai balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling dalam waktu 2 minggu didapatkan sebanyak 30 orang reponden. Data dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel ddistribusi frekuensi dan presentasi, kemudian data yang diperoleh dinarasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita di wilayah kerja puskesmas Salam Babaris yang paling dominan pada katagori sedang sebesar 17 orang (57 %), katagori rendah sebesar 13 orang (43 %), dan tidak ada yang berada pada katagori tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk tetap memberikan penyuluhan tentang penyakit ISPA beserta pencegahan dan penanganannya. Sedangkan kepada pihak orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam upaya pencegahan penyakit ISPA.
Keyword : Faktor resiko, ISPA, BalitaDaftar bacaan : 22 (2000 – 2009)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSETUJUAN SEMINAR KARYA TULIS ILMIAH
RIWAYAT HIDUP................................................................................... i
PERSEMBAHAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ........................................................... 3
1.2.1. Pertanyaan Masalah............................................. . . 3
1.3. Tujuan penelitian ............................................................ 4
1.3.1. Tujuan Umum........................................................ 4
1.3.2. Tujuan Khusus....................................................... 4
1.4. Manfaat penelitian .......................................................... 4
1.4.1. Secara Teoritis....................................................... 4
1.4.2. Secara Praktis......................................................... 5
1.4.2.1. Bagi Puskesmas........................................ 5
1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan.......................... 5
1.4.2.3. Bagi Penulis.............................................. 5
1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga...................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori Tentang ISPA........................................... 6
2.1.1. Pengertian.............................................................. 6
2.1.2. Etiologi................................................................... 7
2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA.......................................... 7
2.1.4. Faktor Predisposisi................................................. 8
2.1.5. Patofisiologi........................................................... 10
2.1.6. Klasifikasi ISPA..................................................... 11
2.1.6.1. ISPA Bagian Atas.....................................11
2.1.6.2. ISPA Bagian Bawah................................. 11
2.1.6.3. Kelompok Umur Kurang Dari 2 Bulan.... 12
2.1.6.3.1. Pneumonia Berat...................... 12
2.1.6.3.2. Bukan Pneumonia.................... 12
2.1.6.4. Kelompok Umur 2 Bulan Sampai Kurang
Dari 5 Tahun............................................ 13
2.1.6.4.1. Pneumonia Berat...................... 13
2.1.6.4.2. Pneumonia................................ 13
2.1.6.4.3. Bukan Pneumonia.................... 13
2.1.7. Penatalaksanaan Penderita ISPA........................... 15
2.1.8. Cara Perawatan Balita Dengan Masalah ISPA...... 17
2.1.9. Pencegahan ISPA................................................... 18
2.2. Tinjauan Tentang Faktor Resiko ISPA............................. 19
2.2.1. Umur...................................................................... 19
2.2.2. Jenis Kelamin......................................................... 19
2.2.3. Imunisasi................................................................ 19
2.2.4. Pemberian ASI....................................................... 23
2.2.5. Status Gizi.............................................................. 24
2.2.6. Lingkungan............................................................ 28
2.2.7. Perilaku Orang Tua................................................ 30
2.2.8. Sosial Ekonomi...................................................... 32
2.2.9. Pendidikan.............................................................. 32
2.3. Kerangka Konseptual........................................................ 32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian ...................................................... 34
3.2. Populasi dan Sampel........................................................ 34
3.2.1. Populasi.................................................................. 34
3.2.2. Sampel.................................................................... 35
3.3. Besar Sampel.................................................................... 35
3.4. Cara Pengambilan Sampel................................................ 36
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional................... 36
3.5.1. Variabel.................................................................. 36
3.5.2. Definisi Operasional.............................................. 37
3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................ 37
3.6.1. Tempat Penelitian.................................................. 37
3.6.2. Waktu Penelitian.................................................... 38
3.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................... 38
3.7.1. Jenis Instrumen...................................................... 38
3.7.2. Cara Pengumpulan Data........................................ 39
3.7.2.1. Data Primer............................................... 39
3.7.2.2. Data Sekunder........................................... 39
3.7.3. Pengolahan data..................................................... 39
3.7.3.1. Editing Data.............................................. 39
3.7.3.2. Coding....................................................... 39
3.7.3.3. Pembersihan Data..................................... 40
3.7.3.4. Penetapan Score........................................ 40
3.8. Analisa Data...................................................................... 40
3.9. Etika Penelitian................................................................. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran umum............................................................... 43
4.1.1. Keadaan Geografis................................................. 43
4.1.2. Keadaan Demografi............................................... 45
4.1.3. Pendidikan.............................................................. 45
4.1.4. Sosial Ekonomi...................................................... 46
4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis.............................. 46
4.1.5.1. Penyehatan Pemukiman............................ 46
4.1.5.2. Penyediaan Air Bersih.............................. 47
4.1.5.3. Jamban Keluargaa..................................... 47
4.1.5.4. SPAL (sarana Pembuangan Air Limbah). 47
4.1.5.5. Pengelolaan Sampah................................. 47
4.1.6. Puskesmas Salam Babaris...................................... 48
4.1.6.1. Sarana Fisik............................................... 48
4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM).................. 49
4.1.6.3. Kegiatan puskesmas Salam Babaris.......... 50
4.2. Hasil Penelitian................................................................. 50
4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita.......... 51
4.2.1.1. Faktor Umur Balita Yang Pernah atau
Sedang Menderita ISPA........................... 51
4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita Yang Pernah
atau Sedang Menderita ISPA................... 52
4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita
Terhadap ISPA ........................................ 52
4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap
ISPA......................................................... 53
4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita
Terhadap ISPA......................................... 54
4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA.......... 54
4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap
ISPA......................................................... 55
4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap
ISPA......................................................... 55
4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 56
4.2.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita.......... 57
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN
5.1. Pembahasan Penelitian...................................................... 58
5.1.1. Faktor Resiko Terrjadinya ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............. 58
5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA......... 58
5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA....... 59
5.1.1.3. Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA... 61
5.1.1.4. Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA..... 61
5.1.1.5. Faktor Status Gizi Terhadap ISPA............ 62
5.1.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA.......... 63
5.1.1.7. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 64
5.1.1.8. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap
ISPA......................................................... 65
5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap
ISPA......................................................... 66
5.1.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............. 66
5.2. Keterbatasan Penelitian..................................................... 68
5.2.1. Waktu Penelitian.................................................... 69
5.2.2. Kualitas Data.......................................................... 69
5.2.3. Kemampuan Penelitian.......................................... 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan....................................................................... 70
6.2. Saran................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Dosis Pemberian Obat Antipiretik.......................................... 17
Tabel 2.2 Dosis Pemberian Obat Antibiotik........................................... 17
Tabel 3.1. Definisi Operasional............................................................... 37
Tabel 3.2. Kegiatan dan Waktu Penelitian.............................................. 38
Tabel 3.3. Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA.............................. 41
Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam
Babaris Tahun 2009................................................................ 44
Tabel 4.2. Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun
2009........................................................................................ 45
Tabel 4.3. Jumlah Sarana Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Salam Babaris......................................................................... 46
Tabel 4.4. Keadaan Sumber Daya Manusia Di Puskesmas Slam Babaris
Tahun 2009............................................................................. 49
Tabel 4.5. Distribusi Umur Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita
ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam babaris................ 51
Tabel 4.6. Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang
Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris 52
Tabel 4.7. Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 53
Tabel 4.8. Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 53
Tabel 4.9. Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris......................... 54
Tabel 4.10. Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah
Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................. 54
Tabel 4.11. Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah
Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................. 55
Tabel 4.12. Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 56
Tabel 4.13. Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 56
Tabel 4.14. Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Faktor resiko ISPA................................. 33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Surat Permohonan Malakukan Izin Penelitian
Lampiran 4 Kartu Bimbingan Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 Saran Perbaikan Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 6 Saran Perbaikan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 7 Formulir Keikutsertaan Penyanggah – Pendengar (Oponen)
Lampiran 8 Tabel Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris
Lampiran 9 Tabel Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi
Lampiran 10 Tabel Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI
Lampiran 11 Tabel Hasil Penelitian Faktor Lingkungan
Lampiran 12 Tabel Hasil Penelitian faktor Perilaku Orang Tua
Lampiran 13 Tabel Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan
penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita
di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun. Ini berarti seorang
balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40 % - 60 % kunjungan berobat
di puskesmas dan 15 % - 30 % kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat
inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dep.Kes.RI, 2002 : 9-10).
Word Healt Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita
diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun. Menurut WHO
± 13 juta anak balita didunia meninggal setiap tahun dimana pneumonia
merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak
balita setiap tahun (http:// syair.worpress.com/2009/04/26/faktor-resiko-kejadian-
ISPA-pada-balita, diakses tanggal 13 0ktober 2009).
Di Kabupten Tapin, penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan
utama masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari sub bagian P2M
kabupaten Tapin tahun 2007 diperoleh informasi bahwa cakupan penemuan ISPA
mencapai 5.167 balita (34,43 %). Angka tersebut mengalami peningkatan pada
tahun 2008 yaitu menjadi 6.156 balita (40 %).
Berdasarkan laporan bulanan P2M Kabupaten Tapin pada triwulan III
(Juli-September) penderita ISPA terbanyak pada tahun 2009 adalah golongan
umur 1 sampai 4 tahun yaitu 1.851 balita (12 %), dan urutan kedua adalah
golongan umur 1 sampai 12 bulan yaitu 1.271 balita (8,27 %).
Puskesmas Salam Babaris merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten
Tapin. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Salam Babaris pada tahun 2007
dari 850 orang balita, 95 diantaranya terkena ISPA (11,17 %). Sedangkan tahun
2008 terjadi peningkatan dari 895 orang balita, 130 diantaranya terkena ISPA
(14,52%). Tahun 2009 jumlah balita yang menderita ISPA pada bulan Januari
sampai dengan bulan September sebanyak 162 balita (18,1 %).
ISPA memang menjadi penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris dari tahun ke tahun. Penyakit ini juga selalu mendapat urutan
pertama dari sepuluh penyakit terbanyak.
Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat
ISPA berat, paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-
paru atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ISPA
ringan yang diabaikan. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak
tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut bisa
meninggal.
Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor
seperti virus, keadaan daya tahan tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi,
imunisasi, dan keadaan lingkungan (pencemaran lingkungan seperti asap karena
kebakaran hutan, polusi udara, ditambah dengan perubahan iklim terutama suhu,
kelembaban, curah hujan) merupakan ancaman kesehatan bagi masyarakat
terutama penyakit ISPA. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor
tersebut diatas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat jangkauan ke
pelayanan kesehatan yang masih rendah.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang bisa menyebabkan penyakit ISPA,
maka diharapkan penyakit ISPA penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping
itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan
kasus ISPA yang sudah dilaksanakan saat ini, diharapkan dapat lebih ditingkatkan
lagi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Pertanyaan Masalah
Faktor resiko apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi faktor umur pada balita yang menderita ISPA
1.3.2.2 Mengidentifikasi faktor jenis kelamin pada balita yang menderita ISPA.
1.3.2.3 Mengidentifikasi faktor status imunisasi pada balita yang menderita ISPA.
1.3.2.4 Mengidentifikasi faktor status gizi pada balita yang menderita ISPA.
1.3.2.5 Mengidentifikasi faktor pemberian ASI pada balita yang menderita ISPA.
1.3.2.6 Mengidentifikasi faktor lingkungan pada pada Balita yang menderita ISPA.
1.3.2.7 Mengidentifikasi faktor social ekonomi orang tua balita yang menderita ISPA.
1.3.2.8 Mengidentifikasi faktor pendidikan orang tua balita yang menderita ISPA.
1.3.2.9 Mengidentifikasi faktor perilaku orang tua balita yang menderita ISPA.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4..1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau
sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya
dalam meningkatkan perawatan dan pencegahan terhadap penyakit ISPA.
1.4.2. Secara Praktis
1.4.2.1 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan, dalam penentuan arah kebijakan program
penanggulangan penyakit ISPA.
1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan, disamping itu hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi
penelitian selanjutnya.
1.4.2.3. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat khususnya dalam perawatan dan
pencegahan penyakit menular pada balita.
1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga tentang cara
perawatan dan pencegahan penyakit menular khususnya penyakit ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori tentang ISPA
2.1.1 Pengertian
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam
lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah
bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Dalam Lokakarya Nasional
ISPA tersebut ada dua pendapat berbeda, pendapat pertama memilih istilah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan pendapat kedua memilih istilah
ISNA (Infeksi Saluran Napas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk
memilih istilah ISPA dan sampai sekarang istilah ini yang digunakan
(Dep.Kes.RI, 2002:4).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan,
dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai
berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan
batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan
(respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.
Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
belangsung lebih dari 14 hari (www.tempointeraktif.com /hg/narasi/ispa
dan pneumonia, diakses tanggal 11 oktober 2009).
2.1.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Dep.Kes.RI, 2002:5).
2.1.3 Tanda dan Gejala ISPA
Seorang anak dikatakan menderita ISPA jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37º C.
5. Sakit tenggorokan.
2.1.4 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA terbagi
menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
(http://digilib.litbang.depkes.go.id/go/muluki, diakses tanggal 13 Oktober
2009).
Faktor intrinsik terdiri dari umur, jenis kelamin, status gizi, status
imunisasi, dan pemberian ASI. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari
lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan, dan prilaku orang tua.
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, faktor pendukung yang
mempengaruhi ISPA adalah sebagai berikut :
a. Kondisi ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai
dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang
sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirya akan mendorong
meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita.
b. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi
balita yang besar pula, atau dengan kata lain meningkatkan populasi
sasaran program P2 ISPA sehingga berimplikasi pada membengkaknya
anggaran, sarana dan peralatan yang dibutuhkan. Ditambah lagi dengan
status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat
beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
c. Geografi
Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki potensi daerah endemik beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan
kasus maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi
semua faktor resiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
d. Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi oleh
budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya
tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif
terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar
tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah
sehat, desa sehat dan lingkungan sehat.
e. Desentralisasi manajemen kesehatan (UU No. 22 tahun 1999 dan UU No.
25 tahun 1999).
Dengan diberlakukannya otonomi daerah pada Kabupaten/Kota
menyebabkan hubungan dengan Kabupaten/Kota dengan Propinsi maupun
pusat tidak lagi hirarki (hubungan atasan bawahan). Implikasinya terdapat
kecenderungan Kabupaten/Kota kurang disiplin memenuhi kewajiban
pelaporan yang diminta dari atas. Akibatnya kecenderungan
Kabupaten/Kota tidak memberikan data secara rutin akan menjadi
hambatan terhadap pencapaian sasaran pemberantasan penyakit ISPA.
f. Lingkungan dan iklim global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global
terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA. Untuk tercapainya tujuan pemberantasan
penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau
menanggulangi faktor resiko lingkungan.
2.1.5 Patofisiologi
Terjadiya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas.
Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri.
Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara , inspirasi
dirongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier
dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri
pathogen dapat melewati mekanisme system pertahanan tersebut, akibatnya
terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah
(http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-
akut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009).
2.1.6 Klasifikasi ISPA
Penyakit ISPA dapat di bagi menjadi dua berdasarkan letak
anatominya, yaitu :
2.1.6.1 ISPA bagian atas
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran napas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas
mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi
beberapa diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran napas secara
nyata.
Yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian atas
diantaranya adalah Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk
tonsillitis dan faringotonsilitis) dan Rinitis.
2.1.6.2 ISPA bagian bawah
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran napas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli.
Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
bagian bawah adalah Laryngitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun
Kronis. Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan pada paru-
paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada
bronkioli (http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluran-
pernafasan-akut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009).
Klasifikasi ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur yaitu
untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan –
< 5 tahun.
2.1.6.3 Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas :
2.1.6.3.1 Pneumonia berat
Ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan
yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest
indrawing) (DepKes.RI, 2002:5).
2.1.6.3.2 Bukan pneumonia
Bila tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.
Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang
bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume dari yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, dan demam/dingin (Dep.Kes.RI, 2002:5).
2.1.6.4 Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
2.1.6.4.1 Pneumonia berat
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas
sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing).
2.1.6.4.2 Pneumonia
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai
adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada
anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per
menit untuk anak usia 1 - < 5tahun.
2.1.6.4.2 Bukan pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat.
Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun yaitu, tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk
(Dep.Kes.RI, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko baik yang
meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat
pneumonia (Dep.Kes.RI, 2002:6).
Faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia :
a) Umur < 2 bulan
b) Laki-laki
c) Gizi kurang
d) Berat badan lahir rendah
e) Tidak mendapat ASI memadai
f) Polusi udara
g) Kepadatan tempat tinggal
h) Imunisasi yang tidak memadai
i) Membedung anak (menyelimuti berlebihan)
j) Defisiensi vitamin A
k) Pemberian makanan tambahan terlalu dini (Dep.Kes.RI, 2002:6)
Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia :
a) Umur < 2 bulan
b) Tingkat sosio ekonomi rendah
c) Kurang gizi
d) Berat badan lahir rendah
e) Tingkat pendidikan ibu yang rendah
f) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
g) Kepadatan tempat tinggal
h) Imunisasi yang tidak memadai
i) Menderita penyakit kronis
j) Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan
yang salah (DepKes.RI, 2002:7).
2.1.7 Penatalaksanaan penderita ISPA
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, kriteria atau entry untuk
menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita dengan gejala
batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4
bagian yaitu :
a) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada
penderita.
b) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau
dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk. Anak atau bayi yang mempunyai salah satu tanda bahaya tersebut
harus segera dirujuk kesarana rujukan.
c) Penentuan klasifikasi penyakit
d) Tindakan dan pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia
berat, harus segera dibawa kesarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa bukan pneumonia
bisa dilakukan perawatan dirumah, meliputi pertahankan suhu tubuh,
teruskan pemberian ASI lebih sering dan bersihkan hidung bila tersumbat.
Anjurkan ibu untuk kembali control, bila keadaan bayi memburuk, napas
menjadi cepat, bayi sulit bernapas, bayi sulit untuk minum.
Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa
pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik
1 dosis serta antipiretik sebagai penurun demam. Penderita umur 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia, nasehati ibu
untuk perawatan di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu
untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk. Untuk
balita yang terdiagnosa bukan pneumonia jika batuk > 30 hari, rujuk
untuk pemeriksaan lanjutan, obati penyakit lain bila ada nasehati ibu
untuk perawatan di rumah.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan
dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik (napasnya lebih lambat,
panasnya turun, nafsu makan membaik), pemberian antibiotik dapat
diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah antibiotik harus diganti
atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita
memburuk (tak dapat minum, ada tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam, ada tanda bahaya), harus segera dikirim kesarana rujukan
(DepKes.RI, 2002).
Dalam pemberian antipiretik yang diberikan adalah parasetamol untuk
demam tinggi (sampai > 38,5º C) dengan pemberian dosis sebagai
berikut:
Tabel 2.1
Dosis pemberian obat Antipiretik
Umur atauBerat Badan
TABLET (500 mg)
TABLET (100 mg)
SIRUP (120 mg/5ml)
1 sampai 6 bulan(4 - < 7 kg)
1/8 1/2 2,5 ml (1/2 sendok teh)
6 bulan sampai 3 tahun
(7 - < 14 kg)1/4 1 5 ml (1 sendok teh)
3 sampai 5 tahun(14 - < 19 kg)
1/2 2 7,5 ml (1 ½ sendok teh)
Sumber : Modul – 3 MTBS tahun 2003
Dan untuk pemberian antibiotik
pada umumnya diberikan kotrimoksazol tablet maupun sirup atau
amoxilin tablet maupun sirup dengan dosis sebagai berikut :
Tabel 2.2
Dosis pemberian obat Antibiotik
UMURAtau
BERAT BADAN
KOTRIMOKSAZOL(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOXILINBeri 3 kali
sehari untuk 5 hari
TABLET DEWASA80 mg trimetoprim +
400 mg sulfametoksazol
TABLET ANAK20 mg trimetoprim +
100mg sulfametoksazol
SIRUP per 5 ml40 mg trimetoprim +
200 mg sulfametoksazol
SIRUP125 mgPer 5 ml
2 sampai 4 bulan(4 - < 6 kg)
1/4 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan(6 - < 10 kg)
1/2 2 5 ml 5 ml
12 bln - 5 thn(10 - < 10 kg)
¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml
Sumber : Modul – 3 MTBS tahun 2003
2.1.8 Cara perawatan balita dengan masalah ISPA
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA, adalah :
a) Mengatasi panas (demam)
Demam diatasi dengan memberikan obat penurun panas golongan
parasetamol.
b) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi dan memperbanyak jumlahnya setelah
sembuh.
c) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih) lebih banyak dari biasanya.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d) Berikan kenyamanan pada anak
Bila anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka bersihkanlah hidung
yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernapas dengan lancar.
Suruhlah anak beristirahat / berbaring di tempat tidur, pertahankan suhu
tubuh.
e) Perhatikan apakah ada tanda-tanda bahaya ISPA ringan / ISPA berat yang
memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan.
2.1.9 Pencegahan ISPA
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik
b) Imunisasi
c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
e) Pengobatan segera
2.2 Tinjauan tentang Faktor Resiko ISPA
2.2.1 Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada
semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan
tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA.
Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita
merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga
masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.
Dari Survei Demografi Indonesia dilaporkan data tentang prevalensi
dan insidens balita batuk dengan napas cepat, hasil survei menunjukkan
kelompok umur dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok
umur yang lebih muda (Dep.Kes. RI, 2002:8).
2.2.2 Jenis kelamin
Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya
infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia) pada anak balita adalah jenis
kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002).
2.2.3 Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi
berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan
imunisasi lainnya (http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor-resiko-
kejadian-ispa-pada-balita, diakses tanggal 13 Oktober 2009).
Imunisasi biasanya lebih focus diberikan kepada anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga
rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup diberikan
hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap supaya
bisa terhindar dari berbagai penyakit yang bisa membahayakan kesehatan dan
hidup anak.
Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah untuk menurunkan angka
kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I). Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian
imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. Jenis penyakit menular tertentu
yang dimaksud meliputi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Campak,
Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis, Influenza, Haemofilus Influenzae
Tipe B, Kolera, Rabies, Japanese Encephalitis, Tipus Abdominalis, Pneumoni
Pneumokokus, Yellow Fever (Demam Kuning), Shigellosis, Rubella, Varicella,
Parotitis Epidemica, Rotavirus (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat
SDM Kesehatan Dep.Kes.RI, 2006:7).
Ada dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
Kekebalan aktif adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan
seseorang sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur hidup.
Sedangkan kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat
yang dihasilkan oleh hewan / manusia yang diberikan kepada orang lain,
biasanya melalui suntikan. Kekebalan pasif sering memberikan perlindungan
yang efektif, tetapi perlindungan ini akan menurun setelah beberapa minggu
atau bulan (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat SDM Kesehatan
Dep.Kes.RI, 2006:15).
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat
perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC, Difteri,
Pertusis, Tetanus, Campak, Poliomielitis, Hepatitis B.
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman,
komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang (Dep.Kes.RI,
2006:15).
Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di
Indonesia adalah :
a) Vaksin BCG (Basillus Calmette Guerine)
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit TBC (Tuberkulosis). Vaksin ini mengandung kuman
BCG yang masih hidup, jenis kuman ini telah dilemahkan.
b) Vaksin DPT
Vaksin jerap DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksin yang terdiri
dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis
yang telah diinaktivasi. Tujuannya adalah untuk pemberian kekebalan
secara simultan terhadap Difteri, Pertusis dan Tetanus.
c) Vaksin TT
Vaksin jerap TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung
toksoid tetanus yang telah dimurnikan. Digunakan untuk mencegah
tetanus pada bayi baru lahir dengan imunisasi WUS (wanita usia subur)
atau ibu hamil juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi.
d) Vaksin DT
Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung
toksoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan. Manfaatnya adalah
untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
e) Vaksin Polio
Vaksin oral polio adalah vaksin polio Trivalent yang terdiri dari suspense
virus Poliomyelitis tipe I, II, dan III (strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Vaksin polio diberikan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis.
f) Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
campak.
g) Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasi
dan bersifat non infecsious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel
ragi. Vaksin ini diberikan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis.
h) Vaksin DPT / HB
Vaksin mengandung DPT berupa toksoid difteri dan toksoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang diinaktifasi serta vaksin hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HBsAg murni dan
bersifat non infecsious. Vaksin ini diberikan untuk kekebalan aktif
terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis.
2.2.4 Pemberian ASI
Air susu ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan
kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI
berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi
tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan
sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan
perkembangan sistem syaraf.
Penelitian menunjukkan, bayi yang diberi ASI secara khusus
terlindung dari serangan penyakit sistem pernafasan dan pencernaan. Hal itu
disebabkan zat-zat kekebalan tubuh didalam ASI memberikan perlindungan
langsung melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga
memberikan perlindungan terhadap penyakit adalah penyediaan lingkungan
yang ramah bagi bakteri menguntungkan yang disebut flora normal.
Keberadaan bakteri ini akan menghambat perkembangan bakteri, virus, dan
parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula bahwa terdapat
unsur-unsur didalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan melawan
penyakit-penyakit menular (http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm,
diakses tanggal 27 oktober 2009).
2.2.5 Status gizi
Fungsi umum zat gizi didalam tubuh antara lain :
a) Untuk sumber energi
b) Untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan-jaringan tubuh
c) Untuk mengatur proses-proses didalam tubuh
d) Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
sebagai zat anti oksidan.
Zat gizi digolongkan kedalam 6 kelompok utama, yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air.
a) Karbohidrat
Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk
berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial,
metabolisme normal lemak, menghemat protein, meningkatkan
pertumbuhan bakteri usus, mempetahankan gerak usus, meningkatkan
konsumsi protein, mineral dan vitamin B.
b) Lemak
Berdasarkan bentuknya lemak digolongkan kedalam lemak padat
(misal mentega dan lemak hewan) dan lemak cair atau minyak (misal
minyak sawit dan minyak kelapa). Sedangkan berdasarkan penampakan,
lemak digolongkan kedalam lemak kentara (misal mentega dan lemak
pada daging sapi) dan lemak tak kentara (misal lemak pada telur, lemak
pada alvokat, dan lemak susu).
Fungsi lemak dalam menu adalah sumber energi padat, menghemat
protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama, membuat rasa
makanan tambah enak, memberikan zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh.
Sedangkan fungsi lemak tubuh adalah sebagai simpanan lemak, sumber
asam lemak esensial, precursor dari prostaglandin, dan senyawa-senyawa
tubuh lainnya.
c) Protein
Protein dibentuk dari unit-unit pembentuknya yang disebut asam
amino. Dua golongan asam amino adalah asam amino esensial dan asam
amino nonesensial. Asam amino esensial adalah isoleasin, leusin, lysine,
methionin, fenilalanin, threonin, triptopan, valin dan histidin.
Protein dapat diklasifikasikan menurut mutunya (kelengkapan asam
aminonya) kedalam protein lengkap dan protein tidak lengkap. Protein
berfungsi untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk
senyawa-senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
mempertahankan kenetralan asam basa tubuh, membentuk antibodi dan
mentranspor zat gizi.
d) Vitamin
Ada dua golongan vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah A,
D, E, K. sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah thiamin,
riboflavin, niacin, piridoksin, asam pantothenat, asam folat, biotin, vitamin
B12, cholin, inositol dan vitamin C. Kedua golongan vitamin tersebut
mempunyai sifat umum sendiri-sendiri.
Fungsi umum vitamin adalah sebagai bagian dari enzim atau koenzim,
mempertahankan fungsi berbagai jaringan, membantu proses pertumbuhan
dan pembentukan sel-sel baru, serta membantu pembuatan senyawa dalam
tubuh.
e) Mineral
Mineral diklasifikasikan kedalam mineral makro dan mineral mikro.
Termasuk kedalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur,
natrium, khlor, dan magnesium. Sedangkan yang termasuk mineral mikro
adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molybdenum,
cobalt, chromium, silicon, vanadium, nikel, arsen, dan fluor.
Fungsi umum mineral adalah mempertahankan keseimbangan asam
basa, sebagai katalis bagi reaksi-reaksi biologis, sebagai komponen
esensial senyawa tubuh, mempertahankan keseimbangan air tubuh,
mentransmisi impuls syaraf, mengatur kontraksi otot, serta untuk
pertumbuhan jaringan tubuh.
f) Air
Air merupakan komponen kimia utama dalam tubuh. Ada 3 komponen
air tubuh, yaitu air intraseluler pada membran sel, air intravaskuler pada
dinding kapiler. Dua komponen air terakhir disebut juga cairan
ekstraseluler.
Fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut :
a) Pelarut zat gizi
b) Fasilitator pertumbuhan
c) Sebagai katalis reaksi biologis
d) Sebagai pelumas
e) Sebagai pengatur suhu tubuh
f) Sebagai sumber mineral bagi tubuh
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, kondisi kesehatannya,
fisiologis pencernaannya dan macam pekerjaannya. Masukan zat gizi yang
berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi
kebutuhan tubuh, karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap
status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh
asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktifitas kerja
serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan dengan balita yang mempunyai gizi normal, karena faktor daya
tubuhnya yang kurang.
2.2.6 Lingkungan
Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan
tersebarnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut. Rumah yang kotor,
padat, kumuh, dan kurang mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara
terkumpul di dalam rumah. Bayi atau anak-anak yang sering mengisap asap
lebih mudah terserang infeksi saluran pernapasan.
a) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain.
Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada
di rumah bersama-sama ibunya sehingga pencemaran tentunya akan lebih
tinggi (http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor-resiko-ISPA-
pada-balita/, diakses tanggal 13 oktober 2009).
b) Ventilasi rumah
Pertukaran hawa(ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup.
Berdasarkan peraturan bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan
harus memenuhi aturan sebagai berikut :
1) Luas bersih dari jendela / lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari
luas lantai ruangan.
2) Jendela / lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi
minimal 1,95 dari permukaan lantai.
3) Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurang-
kurangnya 0,35% luas lantai ruang yang bersangkutan (Mukono,
2000:158).
Fungsi dari ventilasi, yaitu mensuplai udara bersih yang mengandung
kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan, membebaskan ruangan
dari bau-bauan asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara
pengenceran udara, mensuplai panas agar hilangnya panas badan
seimbang, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh
radiasi tubuh ataupun keadaan eksternal, serta mendisfungsikan udara
secara merata.
Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada
malam hari pencahayan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu
pagi hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari.
Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar
oksigen, bertambahnya kadar gas karbondioksida, adanya bau pengap,
suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara ruangan bertambah.
c) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi
dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan Dir.
Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993, maka kepadatan penghuni
dikatagorikan menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m²) dan
kepadatan tinggi (lebih dari 2 orang per 8 m² dengan ketentuan anak < 1
tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah).
Keadan tempat tinggal yng padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam
rumah (Mukono, 2000:158).
2.2.7 Perilaku orang tua
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penangulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota
keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya
saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota
keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam
masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke
orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh
penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran
pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi
ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.
Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada
balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, ada anggota keluarga yang
menderita ISPA di rumah yang mempunyai kebiasaan kurang baik (tidak
menutup mulut pada saat batuk atau bersin dekat balita), kebersihan rumah
yang kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat
memasak.
Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok
mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap.
Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang
tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam
darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya
asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di
sekitarnya karena asapnya dapat terisap (www.digilib.unnes.ac.id, diakses
tanggal 27 Oktober 2009).
Aktivitas manusia berperan dalam penyebaran partikel udara yang
berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan, misalnya dalam
bentuk asap dari proses pembakaran di dapur, terutama dari batu arang.
Partikel dari pembakaran di dapur biasanya berukuran diameter di antara 1-10
mikron. Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung
terutama terjadi pada sistem pernafasan (www.digilib.unnes.ac.id, diakses
tanggal 27 Oktober 2009).
Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak jelas akan
mempengaruhi polusi asap dapur ke dalam rumah yang dapurnya menyatu
dengan rumah dan jenis bahan bakar minyak relatif lebih kecil resiko
menimbulkan asap daripada kayu bakar (www.digilib.unnes.ac.id, diakses
tanggal 27 Oktober 2009).
2.2.8 Sosial ekonomi
Tidak adanya kemampun menyediakan lingkungan perumahan yang
sehat pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan
meningkatkan kerentanan balita terhadap serangan berbagai penyakit menular,
termasuk ISPA.
Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang
terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh
karena keterbatasan biaya, yang pada akhirnya akan mendorong
meningkatnya angka kesakitan penyakit ISPA.
2.2.9 Pendidikan
Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami
informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan sangat
berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit ISPA.
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Yang dimaksud dengan kerangka konsep penelitian adalah suatu
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari
masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005:43).
Angka kesakitan dan angka kematian balita masih tinggi, salah satu
penyebab tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita adalah
ISPA, dimana ISPA selalu menduduki urutan pertama dari 10 penyakit
terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris, Kabupaten Tapin.
ISPA merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
maupun virus, lebih sering terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun (balita).
ISPA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin,
pemberian ASI, status gizi, lingkungan, perilaku orang tua, sosial ekonomi dan
pendidikan.
Berdasarkan landasan teori tersebut maka dibuatlah kerangka konsep
sebagai berikut :
Keterangan : : diteliti : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Faktor Resiko ISPA
Etiologi :
- Virus
- Bakteri
Faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita :1. Umur2. Jenis kelamin3. Status imunisasi4. Pemberian ASI5. Status gizi6. Lingkungan7. Perilaku orang tua8. Sosial ekonomi9. pendidikan
ISPA pada Bayi / Balita
Tinggi
Sedang
Rendah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode
penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan
secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan
atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.
Penelitian ini digunakan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan
data, klasifikasi, pengolahan / analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan
(Notoatmodjo, 2005:138).
Penelitian yang dilakukan dengan metode ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran atau informasi terhadap objek yang akan diteliti
tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris Kabupaten Tapin.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2005:79).
Sedangkan menurut Dr. Siswojo, mengatakan definisi dari populasi
adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan
peneliti (Setiadi, 2007:176).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua dengan balita
yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA diwilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2005:79).
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah semua orang tua
yang memiliki balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita
ISPA yang berobat ke Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke
Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.
3.3 Besar Sampel
Dalam penelitian ini peneliti tidak menentukan jumlah sampel yang
akan digunakan. Peneliti menggunakan rentang waktu penelitian selama 2
minggu dari tanggal 18 Januari sampai dengan 30 Januari 2010 dengan batas
minimal jumlah sampel sebanyak 30 orang responden yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Salam Babaris.
3.4 Cara Pengambilan Sampel.
Cara pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah teknik
sampel secara Accidental Sampling.
Pengambilan sampel secara Accidental ini dilakukan dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia saat
penelitian sedang berlangsung, yaitu semua orang tua yang memiliki balita
yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke
Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel
Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi
nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti
secara empiris atau ditentukan tingkatnnya (Setiadi, 2007:161).
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok lain (Notoatmodjo, 2005:70).
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor resiko ISPA, yaitu umur,
jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi, lingkungan,
perilaku orang tua, sosial ekonomi dan pendidikan.
3.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi,
2007:165).
Tabel 3.1
Definisi Operasional
VariabelDefinisi
OperasionalParameter Alat Ukur Skala
Skor Penilaian
Faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.
Berbagai hal yang mendorong atau memperbe-rat timbulnya Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) pada bayi / balita.
1. Umur2. Jenis
kelamin3. Status
imunisasi4. Pemberian
ASI5. Status gizi6. Lingkungan7. Perilaku
orang tua8. Sosial
ekonomi9. Pendidikan
kuesioner Ordinal - 68-84 = Tinggi
- 48-67 = Sedang
- 28-47 = Rendah
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.6.1 Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris
Kabupaten Tapin.
3.6.2 Waktu Penelitian
Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2
Kegiatan dan Waktu Penelitilan
3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data3.7.1 Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar
kuesioner.
Kuesioner memuat pertanyaan yang mengacu pada kerangka konsep
faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris.
3.7.2 Cara Pengumpulan Data
3.7.2.1 Data Primer
Kegiatan Waktu
Studi Pendahuluan September 2009
Penyusunan Proposal Oktober - Desember 2009
Pelaksanaan 18 Januari – 30 Januari 2009
Tabulasi Data 1 Januari - 6 Januari 2010
Pengolahan Hasil Februari 2010
Peneliti mengadakan pendekatan kepada keluarga untuk mendapatkan
persetujuan keluarga sebagai responden. Responden diberi penjelasan
mengenai cara mengisi kuesioner. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang
diajukan peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diisi sendiri oleh
responden.
3.7.2.2 Data sekunder
Diperoleh dari laporan tahunan dan laporan bulanan Puskesmas Salam
Babaris tahun 2008 dan 2009.
3.7.3 Pengolahan Data
3.7.3.1 Editing data
Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data kepada para responden. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang
telah selesai ini dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan,
dan relevansi jawaban.
3.7.3.2 Coding
Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden
kedalam katagori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda /
kode pada masing – masing jawaban.
3.7.3.3 Pembersihan Data
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan
bahwa data telah bersih dari kesalahan, baik pada waktu pengkodean maupun
pada waktu membaca kode sehingga siap di analisa.
3.7.3.4 Penetapan Score
Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa, kemudian
dilakukan tabulasi data dan diberi skor. Nilai maksimal untuk setiap
pertanyaan tentang faktor resiko ISPA adalah 3 dan nilai minimal adalah 1.
3.8 Analisa Data
Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel
atau grafik (Setiadi, 2007:196).
Pada penelitian ini data disajikan secara deskriptif dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan presentasi, kemudian hasil yang
diperoleh dinarasikan. Setelah kuesioner diberi bobot nilai, selanjutnya dibuat
kategori dari setiap kuesioner untuk kualitas jawaban dari responden
berdasarkan nilai. Tiap jawaban diberi nilai maksimal 3 dan minimal 1.
Kemudian ditetapkan klasifikasi (kriteria nilai) tersebut dengan perhitungan
statistik sederhana.
Klasifikasi (kriteria nilai) kuesioner faktor resiko ISPA dalam analisa
data :
1) Nilai tertinggi adalah bobot nilai tertinggi dikalikan jumlah pertanyaan
yaitu 3 x 24 = 72
2) Nilai terendah adalah bobot nilai terendah dikalikan jumlah pertanyaan
yaitu 1 x 24 = 24
3) Range / rentang adalah jumlah nilai tertinggi dikurangi jumlah nilai
terendah yaitu 72 – 24 = 48
4) Interval / kelas adalah jumlah skala nilai yaitu 48 : 3 = 16
Tabel 3.3
Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA
3.9 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti telah mendapat izin dari pihak
instansi Puskesmas Salam Babaris. Prinsip etika yang dilaksanakan peneliti
dalam penelitian ini adalah :
1) Persetujuan penelitian (informed consent)
Harus ada persetujuan dari responden bahwa dia bersedia untuk
terlibat sebagai sampel, dan pada saat minta persetujuan jelaskan semua
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan. Informed consent tidak terbatas
pada responden saja, tetapi juga pada instansi tempat penelitian.
2) Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan, responden berhak untuk tidak
menonjolkan identitasnya. Peneliti cukup dengan memberikan nomor
kode pada lembar pengumpulan data.
3) Kerahasiaan (Confidentiality)
No Klasifikasi nilai Kategori
1 58 – 72 Tinggi
2 41 – 57 Sedang
3 24 – 40 Rendah
Data yang dikumpulkan dari individu hendaknya bersifat rahasia dan
tidak diketahui orang lain, kecuali peneliti sendiri. Untuk itu peneliti
hendaknya mengumpulkan segera lembaran instrument yang sudah diisi
responden dan sebaiknya tidak dikumpulkan melalui orang lain. Hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
hasil riset.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dari tempat penelitian,
profil lokasi penelitian, hasil penelitian tentang faktor resiko ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Gambaran umum tempat penelitian
diantaranya adalah keadaan goegrafis, keadaan demografi, pendidikan, sosial
ekonomi serta keadaan lingkungan fisik dan biologis. Sedangkan profil lokasi
penelitian adalah letak Puskesmas Salam Babaris, Sarana Fisik, Sumber Daya
Manusia (SDM), dan Kegiatan Puskesmas Salam Babaris.
Hasil Penelitian mengenai faktor resiko terjadinya ISPA pada balita terdiri
dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi,
lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan dan perilaku orang tua.
4.1. GAMBARAN UMUM
4.1.1. Keadaan Geografis
Puskesmas Salam Babaris terletak di wilayah Kecamatan Salam
Babaris, yang merupakan Kecamatan pemekaran sejak 1 Juni 2005. Luas
wilayah Kecamatan Salam Babaris 153.000 Km², dengan tipologi geografi
berupa pegunungan. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Salam Babaris
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bungur
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binuang
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten
Banjar
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tapin Selatan
Puskesmas Salam Babaris terletak di desa Salam Babaris dan
berdekatan dengan kantor Kecamatan Salam Babaris. Kecamatan Salam
Babaris dikepalai oleh seorang Camat. Wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris meliputi 6 desa masing-masing dikepalai oleh kepala desa, 18 RW
masing-masing dikepalai oleh ketua RW dan 70 RT masing- masing dikepalai
oleh ketua RT.
Tabel 4.1
Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam Babaris
Tahun 2009
No Desa Luas Wilayah (KM²)Jumlah
RW RT
1 Pantai Cabe 34.000 3 15
2 Salam Babaris 35.000 4 13
3 Suato Baru 6.500 3 9
4 Suato Lama 7.500 3 14
5 Kembang Habang Baru 35.000 3 8
6 Kembang Habang Lama 35.000 2 11
Total 153.000 18 70
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009
4.1.2. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun
2009 sebanyak 10.358 jiwa dan 3.185 KK dengan jumlah dari setiap desa
sebagai berikut :
Tabel 4.2
Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009
No Desa
Jumlah
PendudukJumlah
Jiwa
Jumlah
KK♂ ♀
1 Pantai Cabe 1.068 969 2.037 564
2 Salam Babaris 1.029 1.038 2.067 599
3 Suato Baru 541 548 1.079 422
4 Suato Lama 786 889 1.685 555
5 Kembang Habang Baru 842 864 1.706 492
6 Kembang Habang Lama 915 869 1.784 553
Total 5.181 5.177 10.358 3.185
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009
4.1.3. Pendidikan
Secara keseluruhan sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Jumlah Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris
Tahun 2009
No Sekolah Jumlah
1 TK Umum 5
2 TK / TPA Al Qur’an 8
3 SDN 12
4 Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) 2
5 SMPN 2
Total 29
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009
4.1.4. Sosial Ekonomi
Mata pencaharian penduduk mayoritas adalah petani (sawah dan
kebun karet), selebihnya adalah swasta, pedagang, PNS, dan lain-lain. Agama
yang dianut lebih dari 95 % adalah Islam.
4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis
Kondisi lingkungan yang sehat merupakan suatu keharusan demi
tercapainya derajat kesehatan yang optimal, disamping ada beberapa faktor
lain yang berpengaruh, diantaranya :
4.1.5.1Penyehatan pemukiman
Jumlah rumah di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris kurang lebih
3.185 rumah. Berdasarkan pemeriksaan, dari jumlah tersebut yang di anggap
sebagai rumah sehat baru 2.100 rumah (65,9 %) dan selebihnya masih belum
merupakan rumah sehat.
4.1.5.2Penyediaan air bersih
Jangkauan pemenuhan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris baru mencapai 906 KK (28,4 %). Sisanya 71,6 % masih
menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti air sungai
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4.1.5.3Jamban keluarga
Dari seluruh rumah yang ada, yang sudah menggunakan jamban
keluarga baru mencapai 76,7 %. Sebagian yang lainnya buang air besar masih
di sungai.
4.1.5.4. SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah)
Dari 3.185 rumah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris, baru 246 rumah (7,7 %) yang mempunyai sarana pembuangan air
limbah yang memenuhi syarat.
4.1.5.5. Pengelolaan Sampah
Sampah-sampah yang ada di tampung dalam tempat pembuangan
sampah sementara (TPS). Di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris
terdapat 3 TPS. 1 buah TPS terletak di desa Pantai Cabe, 1 buah TPS di desa
Suato Lama, dan 1 buah TPS di desa Kembang Habang Baru.
4.1.6. Puskesmas Salam Babaris
Puskesmas Salam Babaris terletak di Kecamatan Salam Babaris
dengan alamat jalan Salam Babaris, Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan.
4.1.6.1. Sarana Fisik
Sarana fisik yang ada di Puskesmas Salam Babaris sebagai penunjang
pelayanan kesehatan adalah :
1. Gedung Puskesmas
Secara administrasi dan organisasi Puskesmas Salam Babaris
berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin.
2. Puskesmas Pembantu (PUSTU)
Ada 4 buah pustu yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris yaitu Pustu Suato Lama yang dikelola oleh perawat PNS,
Pustu Suato Baru yang dikelola oleh perawat PNS, Pustu Kembang
Habang baru yang dikelola oleh Perawat PNS, Pustu Kembang Habang
Lama yang dikelola oleh perawat PNS.
3. Poskesdes
Ada 3 buah Poskesdes di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris yaitu Poskesdes Pantai Cabe dikelola oleh bidan desa, Poskesdes
Suato Lama yang dikelola oleh bidan desa, dan Poskesdes Kembang
Habang Baru dikelola oleh bidan desa.
4. Rumah Dinas
Rumah Dinas terdiri dari satu buah rumah dinas dokter umum
dan 3 buah rumah dinas untuk paramedis.
5. Kendaraan Dinas
Terdapat 1 buah mobil Puskesmas Keliling dan 13 buah sepeda
motor dinas.
4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Keadaan Sumber Daya Manusia di Pukesmas Salam Babaris sampai
akhir tahun 2009 dapat di lihat dari tabel berikut :
Tabel 4.4
Keadaan Sumber Daya Manusia
Di Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009
No Jabatan Jumlah1 Dokter Umum 12 Perawat 1 (DIII)
4 (SPK)1 (S1)
3 Bidan Puskesmas 24 Bidan di Desa 55 Perawat Gigi 3 (SPRG)6 Nutrisionis (Gizi) 1 (AKZI)7 Sanitarian (Kesling) 1 (AKL)
1 (SPPH)8 Asisten apoteker 19 Tata Usaha 310 Honorer (TKS) 1 (Perawat)
1 (Loket/kartu)Jumlah 26 orang
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009
Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa perawat terbanyak di
Puskesmas Salam Babaris adalah perawat lulusan SPK.
4.1.6.3. Kegiatan Puskesmas Salam Babaris
Seperti tercantum dalam Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris
Tahun 2009, program pokok Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 adalah
sebagai berikut :
a. Promosi Kesehatan
1. Promosi desa sehat
2. Promosi posyandu dan upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK).
3. Promosi kesehatan melalui UKS dan UKGS
4. Promosi P2M dan Gizi
b. Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f. Upaya Pengobatan
g. Upaya kesehatan gigi dan mulut.
4.2. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Januari sampai dengan 30
Januari 2010. Subjek Penelitian adalah semua orang tua yang memiliki balita
yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke
Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin. Hasil penelitian ini diperoleh
berdasarkan lembar kuesioner. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 30
orang.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah data tersebut. Hasil penelitian ini disajikan secara deskripsi.
Data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan alat
ukur yang digunakan, dapat dilaporkan hasil penelitian sebagai berikut :
4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita
Faktor resiko ISPA adalah berbagai hal yang menjadi pendukung
timbulnya penyakit ISPA pada anak yang berumur kurang dari 5 Tahun,
terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI,
status gizi, lingkungan, kelembaban udara, sosial ekonomi keluarga,
pendidikan dan perilaku orang tua. Berikut dibawah ini merupakan hasil
penelitian berdasarkan sub variabel dari faktor resiko ISPA :
4.2.1.1. Faktor Umur Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA
Faktor umur balita yang menderita ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5
Distribusi Umur balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Umur Jumlah Persentase (%)
1 – 12 bulan 13 43 %
> 1 – 4 tahun 11 36 %
> 4 – 5 tahun 6 20 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa umur balita terbanyak yang
menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah pada
umur 1- 12 bulan yaitu sebanyak 13 orang (43 %).
4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA
Faktor Jenis Kelamin balita yang pernah atau sedang menderita ISPA
didapatkan dari hasil penelitian berdasarkan kuesioner yang diberikan, dapat
dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut ;
Tabel 4.6
Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki - Laki 19 63 %
Perempuan 11 37 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin balita
terbanyak yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris
adalah laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (63 %).
4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita Terhadap ISPA
Faktor status imunisasi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari
hasil kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :
Tabel 4.7
Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Status Imunisasi Jumlah Persentase (%)
Lengkap 24 80 %
Belum Lengkap 3 10 %
Tidak Lengkap 3 10 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status
imunisasi balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris
adalah tergolong status imunisasi lengkap yaitu sebanyak 24 orang (80 %).
4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA
Faktor status gizi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut :
Tabel 4.8
Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Status Gizi Jumlah Persentase (%)
Baik 29 97 %
Kurang 1 3 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status gizi
pada balita terhadap ISPA di wilayah Puskesmas Salam Babaris adalah
tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %).
4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA
Faktor pemberian ASI pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai berikut :
Tabel 4.9
Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA
Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Pemberian ASI Jumlah Persentase (%)
Baik 24 80 %
Sedang 3 10 %
Kurang 3 10 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa gambaran faktor pemberian ASI
pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah
tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %).
4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA
Faktor lingkungan pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :
Tabel 4.10
Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah
Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Lingkungan Jumlah Persentase (%)
Rendah 17 57
Sedang 11 37
Tinggi 2 6
Total 30 100 %
Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor
lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah
tergolong rendah yaitu sebanyak 17 orang (57 %).
4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA
Faktor sosial ekonomi keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut ;
Tabel 4.11
Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah
Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Sosial Ekonomi Jumlah Persentase (%)
Rendah 12 40 %
Sedang 18 60 %
Tinggi 0 0 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor sosial
ekonomi terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah
tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %).
4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA
Faktor pendidikan keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut :
Tabel 4.12
Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah
Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
SD 15 50 %
SMP 7 7 %
SMA 6 6 %
Perguruan Tinggi 2 7 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
orangtua terbanyak yang mempunyai anak menderita ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris adalah pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak
15 orang (50 %).
4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA
Faktor perilaku orangtua terhadap ISPA didapatkan dari hasil
kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut :
Tabel 4.13
Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Perilaku Orangtua Jumlah Persentase (%)
Baik 8 27 %
Sedang 16 53 %
Kurang 6 20 %
Total 30 100 %
Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa perilaku orangtua yang
mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %).
4.2.2 Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita
Faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris secara keseluruhan yang didapatkan dari hasil kuesioner dapat
dilihat dari tabel 4.14 sebagai berikut :
Tabel 4.14
Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010
Faktor Resiko ISPA Jumlah Persentase (%)
Rendah 19 63 %
Sedang 11 37 %
Tinggi 0 0
Total 30 100 %
Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa faktor resiko ISPA secara
keseluruhan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah
pada golongan sedang dengan jumlah 19 orang (63 %) responden.
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN
Pembahasan dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam 2 bagian, yaitu
pembahasan mengenai hasil penelitian dan keterbatasan hasil penelitian tentang
faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.
5.1. Pembahasan Penelitian
5.1.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris.
Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendukung
timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur balita, jenis
kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI, lingkungan,
perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua.
5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA
Pada penyakit ISPA, umur yang mengalami ISPA adalah kurang dari
satu tahun, balita atau pada anak usia muda akan lebih mudah terkena ISPA
daripada orang dewasa.
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data umur balita yang menderita ISPA
terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris sebanyak 13 orang
(43 %) responden dengan klasifikasi umur antara 1 – 12 bulan, umur balita
dengan klasifikasi umur antara lebih dari 1- 3 tahun sebanyak 11 orang (37
%) responden, dan umur balita dengan klasifikasi umur antara lebih dari 3-
5 tahun sebanyak 6 orang (20 %) responden.
Pada penelitian ini hasil yang didapatkan sesuai dengan sejumlah teori
yang mengungkapkan bahwa insiden ISPA tertinggi pada umur 1 - 12
bulan. ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita
pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena
daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah
menderita ISPA.
Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita
merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga
masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Dari hasil survei
Demografi Indonesia menunjukkan kelompok umur yang lebih muda
dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok umur yang lebih
muda.
5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA
Faktor jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor resiko yang
dapat menyebabkan ISPA bila dikaitkan dengan aktivitas anak tersebut.
Dari hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan hasil lembar kuesioner
didapatkan data bahwa sebanyak 19 orang (63 %) responden berjenis
kelamin laki-laki dan 11 orang (37 %) responden berjenis kelamin
perempuan di diagnosa menderita ISPA.
Dari data tersebut didapatkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-
laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena ISPA daripada anak
yang berjenis kelamin perempuan. Kebetulan pada saat dilakukan
penelitian jumlah balita yang menjadi responden yang terbanyak adalah
laki-laki, jadi untuk faktor jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris dianggap merupakan faktor resiko tertinggi terjadinya ISPA pada
balita.
Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya
infeksi saluran pernafasan pada anak balita adalah jenis kelamin laki-laki
(Dep.Kes.RI, 2002).
Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10
tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap
masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula.
Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada
lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan
sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian .
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002-2003 mencatat bahwa anak
balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey
pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah
anak balita laki-laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai
gejala-gejala pneumonia sebesar 7,4% (www.digilib.unnes.ac.id, diakses
tanggal 10 Pebruari 2010).
5.1.1.3. Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah diharapkan bayi atau balita
menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
Hasil penelitian diperoleh bahwa status imunisasi pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong baik dengan jumlah 24
orang (80 %). Hal ini dapat di artikan bahwa status imunisasi bukan
menjadi faktor resiko yang menyebabkan ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris. Sesuai dengan hasil yang didapatkan dari hasil penelitian
berdasarkan hasil kuesioner bahwa walaupun status imunisasi pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong lengkap, tetapi anak
tetap menderita ISPA. Hal ini karena masih adanya faktor lain yang dapat
memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari balita
tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta perilaku
orangtua balita itu sendiri.
5.1.1.4. Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA
Air Susu Ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan
kemungkinan serangan penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 30 responden faktor
pemberian ASI pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %),
walaupun pemberian ASI pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris tergolong baik, tetapi anak tetap menderita ISPA. Sama seperti
halnya faktor status imunisasi, karena masih adanya faktor lain yang dapat
memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari luar diri
balita tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta
perilaku orangtua balita itu sendiri.
5.1.1.5. Faktor Status Gizi Terhadap ISPA
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor status gizi pada
balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah
tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %). Hal ini berarti status gizi
balita bukan merupakan faktor resiko tinggi yang menyebabkan ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan.
Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari
harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat
berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi
yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik,
perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan
tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000:18).
5.1.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA
Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan
tersebarnya penyakit ISPA. Rumah yang kotor, padat, kumuh dan kurang
mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara terkumpul didalam
rumah. Bayi atau balita yang sering menghisap asap akan lebih mudah
terserang ISPA.
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tingi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner
didapatkan bahwa faktor lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong rendah yaitu sebanyak 17
orang (57 %). Ini berarti lingkungan bukan merupakan faktor resiko tinggi
yang dapat menyebabkan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris. Hal ini bisa dilihat dari lingkungan perumahan yang
memenuhi syarat, baik dari segi kepadatan hunian, ventilasi, dan
pencemaran udara dalam rumah.
5.1.1.7. Faktor Perilaku Orang Tua
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam
masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita
ke orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh
penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran
pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi
ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.
Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada
balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, kebersihan rumah yang
kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat
memasak yang menggunakan kayu bakar.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa perilaku orang tua yang
mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Dari
hasil kuesioner didapatkan hal tersebut diatas disebabkan karena masih
kurangnya perilaku orangtua dalam upaya pencegahan penyakit ISPA,
seperti orangtua yang merokok didalam rumah, dan penggunaan obat
nyamuk bakar.
Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok
mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap.
Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO
yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb
di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok,
adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang
berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap
(www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009).
Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin
besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila
merokok dilakukan oleh ibu bayi (Dinkes RI, 2001:12).
5.1.1.8. Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi merupakan keadaan suatu keluarga dilihat dari besar
pendapatan atau penghasilan dan bagaimana keluarga tersebut berinteraksi
terhadap orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor sosial ekonomi
terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong
sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %). Hal ini dapat diartikan faktor
sosial ekonomi merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Salam Babaris.
Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang
terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh
karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya
lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka
kesakitan penyakit ISPA.
5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orangtua Terhadap ISPA
Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami
informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan
sangat berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit
ISPA.
Berdasarkan data dari hasil kuesioner didapatkan 15 orang (50 %)
berpendidikan SD yang mempunyai balita yang menderita ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Salam Babaris. Ini berarti faktor pendidikan orang tua
juga merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.
Latar belakang pendidikan merupakan pengetahuan awal yang harus
dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita maupun keluarga sangat
berperan dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan yang cepat
dan tepat apabila anggota keluarga ada yang menderita gejala ISPA.
5.1.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris.
Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendorong
atau memperberat timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur
balita, jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI,
lingkungan, perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA di
wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris dapat disimpulkan faktor resiko
ISPA tergolong sedang yaitu sebanyak 19 orang (63 %) responden. Faktor
resiko ISPA yang tertingi kontribusinya adalah faktor jenis kelamin balita,
umur, pendidikan orang tua, perilaku orang tua serta sosial ekonomi
keluarga.
Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA yaitu sebanyak 19
orang (63 %) adalah laki-laki. Salah satu faktor resiko yang dapat
meningkatkan insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan pada balita
adalah jenis kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002).
Faktor umur balita yang menderita ISPA yaitu tertinggi yaitu pada
klasifikasi umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %). Pada bayi
atau balita daya tahan tubuhnya masih rendah sehingga lebih mudah untuk
terserang ISPA.
Faktor pendidikan orang tua yang mempunyai balita menderita ISPA
dari 30 responden 15 orang (50%) diantaranya adalah orang tua dengan
latar belakang pendidikan SD . Latar belakang pendidikan merupakan
pengetahuan awal yang harus dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita
maupun keluarga sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil
keputusan yang cepat dan tepat apabila anggota keluarga ada yang
menderita gejala ISPA.
Faktor perilaku orang tua yang menderita ISPA adalah tergolong
sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Faktor perilaku orang tua yang
tergolong tinggi adalah sebanyak 6 orang (20 %). Hal tersebut diatas
disebabkan karena masih kurangnya perilaku orang tua dalam upaya
pencegahan penyakit ISPA, seperti orangtua yang merokok didalam rumah,
dan penggunaan obat nyamuk bakar.
Faktor sosial ekonomi keluarga yang mempunyai balita yang
menderita ISPA adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %),
dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang
terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh
karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya
lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka
kesakitan penyakit ISPA.
Meskipun faktor resiko ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam
Babaris tergolong sedang kemungkinan tingginya penyakit ISPA masih
terjadi, dengan mengetahui beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan ISPA diharapkan masyarakat telah dapat melakukan
pencegahan pada balitanya agar tidak terserang penyakit ISPA.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti merasakan ada beberapa
keterbatasan yang tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil dari
penelitian ini, adapun keterbatasan penelitian tersebut antara lain :
5.2.1. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini sangat singkat, yaitu
hanya 2 minggu. Peneliti hanya mampu mengumpulkan sampel sebanyak
30 responden.
5.2.2. Kualitas Data
Kualitas data menggunakan kuesioner yang bersifat sangat subjektif,
sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran dan ketekunan
responden dalam pengisian kuesioner.
5.2.3. Kemampuan Peneliti
Kemampuan peneliti dalam penelitian masih terbatas sehingga masih
terdapat adanya kekurangan dalam penelitian ini.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA tergolong sedang. Faktor
resiko ISPA secara rinci diantaranya adalah :
6.1.1. Faktor umur balita yang mederita ISPA tertinggi yaitu pada klasifikasi
umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %).
6.1.2. Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA tertinggi adalah jenis
kelamin laki-laki sebanyak 19 0rang (63 %).
6.1.3. Faktor pendidikan orang tua yang memiliki balita menderita ISPA
sebanyak 15 orang (50 %) adalah dengan latar belakang SD.
6.1.4. Faktor perilaku orang tua yang memiliki balita menderita ISPA di wilayah
kerja Puskesmas Salam Babaris yaitu dengan katagori perilaku kurang
sebanyak 6 orang (20%), dan dengan katagori perilaku sedang sebanyak 16
orang (53 %).
6.1.5. Faktor sosial ekonomi keluarga yang memiliki balita yang menderita ISPA
di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu
sejumlah 18 orang (60 %).
6.1.6. Faktor resiko ISPA yang lain seperti status imunisasi, status gizi,
pemberian ASI, lingkungan ternyata bukan merupakan faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Salam Babaris.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat dikemukakan saran :
1. Pihak Puskesmas
Diharapkan pihak puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan
tentang penyakit ISPA minimal 1 bulan sekali dan pelaksanaannya
secara berkesinambungan.
2. Pihak Orangtua
Diharapkan kepada orangtua khususnya yang mempunyai balita
yang menderita ISPA dan orangtua yang mempunyai balita yang tidak
terkena ISPA pada umumnya agar dapat meningkatkan upaya untuk
pencegahan penyakit ISPA dan memiliki kesadaran dan motivasi untuk
ikut berperan aktif dalam mengatasi faktor yang mengganggu kesehatan
yang ada di lingkungan sekitar, serta membiasakan semua anggota
keluarganya untuk berprilaku hidup bersih dan sehat.
3. Pihak Peneliti
Penelitian ini hanya melihat gambaran tentang faktor resiko
terjadinya ISPA pada balita, diiharapkan pada penelitian selanjutnya
maka perlu diteliti mengenai hubungan faktor resiko ISPA terhadap
kejadian ISPA pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Syair. http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor -resiko-kejadian-ISPA-pada-Balita. Akses 13 Oktober 2009
Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar ISPA Program D-III Keperawatan. Jakarta: Depkes RI, 2001
--------------------------------. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes RI, 2002
------------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 : Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan. Jakarta : Depkes RI, 2003
----------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 2 : Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun. Jakarta : Depkes RI, 2003
--------------------------. Modul Materi Dasar 2 : Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI,2006
Dinas Kesehatan Bagian P2M. Laporan Bulanan Program P2 ISPA. Tapin : Dinkes Tapin, 2009
Hidayat, Aziz A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta : Salemba Medika, 2008
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/ispa dan pneumonia. Akses 11 Oktober 2009
http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-akut-ispa/. Akses 29 Oktober 2009
J, Mukono. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press, 2000
Kasjono, Heru Subaris & Yasril. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009
Muluki.http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.phb?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-muluki-2c-2040. Akses 13 Oktober 2009
Nursalam, Susilanigrum Rekawati, Utami Sri. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika, 2005
Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2005
Prabu. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor -resiko-ISPA-pada-Balita/. Akses 13 Oktober 2009
Poltekkes Jurusan Keperawatan. Pedoman Penulisan Proposal dan Karya Tulis Ilmiah. Banjarbaru, 2009 (Tidak Dipublikasikan)
Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007
Sjahmien Moehji, ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2003
www.who.int/csr/resources/publication. Akses 25 Oktober 2009
www.digilib.unnes.ac.id, Akses tanggal 27 Oktober 2009
Yahya, Harun. http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm/Cairan Ajaib : Air Susu Ibu. Akses 27 oktober 2009
FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA
DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS
Oleh :
Ernawati
PO7120007439
Peneliti adalah Mahasiswa Program Khusus Politeknik Kesehatan
Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan sebagai
salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir Program Diploma III
Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menilai faktor-faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita yang ada di wilayah Kerja
Puskesmas Salam Babaris.
Peneliti mengharapkan tanggapan / jawaban yang saudara berikan sesuai
dengan pendapat saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Peneliti menjamin
kerahasian pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan hanya
akan digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan tidak akan
dipergunakan untuk maksud-maksud lain.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat volunter (bebas), saudara
bebas untuk ikut atau tidak tanpa adanya sanksi apapun.
Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara
menandatangani kolom dibawah ini.
Tanda Tangan :
Tanggal :
Nama Responden :
KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS
Oleh :
Ernawati
PO7120007439
Tanggal Pengisian (diisi responden) :
Kode respomden (diisi peneliti) :
1. Identitas Responden
Inisial Ibu/Balita : Ny. /
Umur Ibu/Balita : th / th.
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Status Gizi (pada KMS) : 1. Pada Lajur Hijau Tebal (Gizi Baik)
2. Pada Lajur Kuning (Gizi Kurang)
2. Petunjuk Pengisian
a. Bacalah pertanyan dengan baik
b. Jawablah petanyaan dengan jujur dan sesuai dengan pengalaman anda !
c. Berilah tanda silang (x) atau checklist (√) pada pilihan jawaban yang sesuai
dengan anda !
UMUR
1. Berapa umur anak anda sekarang ?
a. 1 – 12 bulan
b. 1 – 3 tahun
c. 3 – 5 tahun
2. Pada umur berapa anak anda pertama kali menderita ISPA ?
a. 1 – 12 bulan
b. 1 – 3 tahun
c. 3 – 5 tahun
JENIS KELAMIN
3. Jenis kelamin anak anda :
laki-laki perempuan
STATUS IMUNISASI
4. Apa yang anda lakukan untuk mencegah balita anda tertular penyakit ?
a. Mengimunisasi lengkap balita
b. Membiarkan saja
c. Menjauhkan anak dari orang yang sudah tertular
5. Apakah balita anda pernah di imunisasi?
a. Tidak pernah
b. Pernah, tapi tidak lengkap
c. Pernah dan lengkap
6. Imunisasi yang telah diberikan pada balita anda
BCG Hepatitis
DPT Polio
Campak
PEMBERIAN ASI
7. Apakah anda memberikan ASI eksklusif pada balita anda (ASI saja dari 0 – 6
bulan) ?
a. Ya, ASI eksklusif
b. ASI + susu Formula
c. Susu Formula saja
8. Pada usia berapa anak anda berhenti diberi ASI ?
a. 1 – 2 tahun
b. 6 – 12 bulan
c. Kurang dari 6 bulan
9. Kapan saat diberikan ASI ?
a. Setiap hari
b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
LINGKUNGAN
10. Berapa kali lantai rumah anda di bersihkan atau dipel dalam 1 minggu ?
a. 5 – 7 kali atau setiap hari
b. 3 – 4 kali
c. 1 kali
11. Berapa luas rumah anda ?
a. 8 m²
b. Kurang dari 8 m²
c. Lebih dari 8 m²
12. Apakah pada siang hari jendela rumah anda dibuka ?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang – kadang
13. Bagaimana aliran angin di dalam rumah ?
a. Mengalir dingin
b. Kadang ada, kadang tidak
c. Suntuk, lembab, dan panas.
14. Apakah di dapur anda terdapat cerobong dan ventilasi asap ?
a. Ada
b. Hanya ada cerobong atau ventilasi asap
c. Tidak ada keduanya
15. Bagaimana pengelolaan sampah yang ibu lakukan ?
a. Dibakar didekat rumah
b. Dibuang ke tempat sampah
c. Dikubur
16. Apakah di daerah anda sering terjadi kabut asap ?
a. Sering
b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
SOSIAL EKONOMI
17. Berapa rata – rata penghasilan keluarga per bulan?
a. Kurang dari Rp. 500.000,00
b. Rp. 500.000 - Rp. 1. 000.000,00
c. Lebih dari Rp. 1.000.000,00
18. Bagaimana jarak tempat pelayanan kesehatan dari rumah keluarga ?
a. Jauh, bisa dijangkau dengan kendaraan
b. Jauh, tidak bisa dijangkau dengan kendaraan
c. Dekat, bisa dengan jalan kaki
PENDIDIKAN
19. Pendidikan terakhir orang tua
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan Tinggi
PERILAKU ORANG TUA
20. Apakah ada keluarga ibu yang merokok tinggal serumah dengan balita ?
a. Tidak ada
b. Ada
21. Apakah keluarga yang merokok, sering menggendong / dekat dengan balita ?
a. Sering
b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
22. Bahan bakar apa yang ibu gunakan untuk memasak ?
a. Kayu bakar
b. Kompor minyak tanah
c. Kompor gas
23. Apakah ada anggota keluarga yang memasak menggunakan kayu bakar sambil
menggendong anak ?
a. Ya
b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
24. Apakah anda sering menggunkan obat nyamuk bakar untuk melindungi balita
anda dari gigitan nyamuk ?
a. Sering
b. Kadang – kadang
c. Tidak pernah
Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2 3
1 1 1 1 3 Rendah2 1 1 1 3 Rendah 3 2 1 1 4 Rendah4 1 1 1 3 Rendah5 2 2 2 6 Sedang 6 1 1 1 3 Rendah7 1 1 1 3 Rendah8 2 1 1 4 Rendah9 2 2 2 6 Sedang 10 1 2 2 5 Rendah11 2 1 1 4 Rendah12 2 1 1 4 Rendah13 2 1 1 4 Rendah14 1 1 1 3 Rendah15 1 1 1 3 Rendah16 1 1 1 3 Rendah17 1 1 1 3 Rendah18 1 1 1 3 Rendah19 1 1 1 3 Rendah20 1 1 1 3 Rendah21 2 3 3 8 Tinggi22 1 1 1 3 Rendah23 1 1 1 3 Rendah24 1 1 1 3 Rendah25 1 1 1 3 Rendah26 1 3 3 7 Tinggi27 1 1 1 3 Rendah28 2 2 2 6 Sedang 29 3 3 3 9 Tinggi30 1 1 1 3 Rendah
Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2 3
1 1 1 1 3 Rendah2 2 1 1 4 Rendah 3 2 1 1 4 Rendah4 2 1 1 4 Rendah5 2 2 2 6 Sedang 6 1 1 1 3 Rendah7 2 2 1 5 Rendah8 1 1 1 3 Rendah9 2 1 1 4 Rendah 10 1 1 1 3 Rendah11 2 3 1 6 Sedang 12 1 1 1 3 Rendah13 1 1 1 3 Rendah14 1 1 1 3 Rendah15 2 1 2 5 Rendah16 1 3 1 5 Rendah17 2 1 1 4 Rendah18 2 2 1 5 Rendah19 2 3 1 6 Sedang 20 1 1 1 3 Rendah21 1 2 1 4 Rendah22 1 1 1 3 Rendah23 1 1 1 3 Rendah24 3 3 3 9 Tinggi 25 1 1 1 3 Rendah26 2 2 1 5 Rendah27 1 2 1 4 Rendah28 1 1 1 3 Rendah 29 3 3 3 9 Tinggi30 3 3 3 9 Tinggi
Hasil Penelitian Faktor Lingkungan
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 1 2 2 2 2 14 Sedang 2 3 3 1 2 1 1 2 13 Sedang3 3 3 2 2 2 3 2 17 Tinggi 4 2 3 1 1 1 3 2 13 Sedang5 2 2 1 2 2 3 2 14 Sedang6 2 3 1 2 1 3 2 14 Sedang7 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang8 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang9 2 3 3 3 2 3 2 18 Tinggi 10 1 3 1 2 1 3 2 13 Sedang11 1 1 1 1 1 2 2 9 Rendah 12 2 1 1 1 2 1 2 10 Rendah13 3 1 1 1 1 1 2 10 Rendah14 1 2 1 1 1 1 2 9 Rendah15 1 2 1 2 2 1 2 11 Rendah16 1 1 1 2 2 1 2 10 Rendah17 2 1 2 1 1 1 2 10 Rendah18 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah19 2 1 1 2 2 3 2 13 Sedang20 2 2 1 2 2 3 2 14 Sedang21 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang22 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah23 1 2 1 1 1 3 2 11 Rendah24 2 1 1 1 1 3 2 11 Rendah25 2 1 1 1 1 3 1 10 Rendah26 2 1 1 1 1 1 2 9 Rendah27 1 2 1 1 1 1 2 9 Rendah28 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah29 2 1 1 1 2 1 2 10 Rendah30 2 1 1 1 1 1 2 9 Rendah
Hasil Penelitian Faktor Perilaku Orang Tua
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2 3 4 5
1 3 3 3 2 3 14 Tinggi2 3 2 2 2 2 11 Sedang 3 3 2 2 2 3 12 Sedang 4 1 2 2 2 3 10 Sedang 5 3 3 2 3 3 14 Tinggi 6 3 2 2 2 3 12 Sedang 7 3 3 2 2 3 13 Tinggi 8 3 3 2 3 3 14 Tinggi9 1 2 2 2 3 10 Sedang 10 3 3 2 2 3 13 Tinggi 11 3 3 2 1 1 10 Sedang12 3 2 2 1 3 11 Sedang13 1 1 2 3 2 9 Sedang14 1 1 3 2 2 9 Sedang15 3 1 2 1 2 9 Sedang16 1 1 2 1 2 7 Rendah 17 1 1 1 1 3 7 Rendah18 1 1 2 1 2 7 Rendah19 1 1 2 1 1 6 Rendah20 3 1 3 1 2 10 Sedang21 3 2 3 2 2 12 Sedang22 3 2 2 1 1 9 Sedang23 1 1 3 1 3 9 Sedang24 3 2 2 1 1 9 Sedang25 1 1 2 1 1 6 Rendah26 1 1 3 2 1 8 Rendah27 1 1 1 1 3 7 Rendah28 3 2 3 2 3 13 Tinggi 29 1 2 2 1 1 7 Rendah 30 3 2 3 2 2 12 Sedang
Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2
1 2 2 4 Sedang 2 3 1 4 Sedang 3 2 1 3 Rendah 4 2 1 3 Rendah 5 2 3 5 Sedang6 3 2 5 Sedang7 2 1 3 Rendah 8 3 1 4 Sedang9 3 1 4 Sedang10 3 1 4 Sedang11 3 2 5 Sedang12 3 1 4 Sedang13 1 2 3 Rendah14 1 1 2 Rendah15 2 2 4 Sedang16 1 2 3 Rendah17 1 3 4 Sedang18 2 1 3 Rendah19 3 1 4 Sedang20 3 1 4 Sedang21 2 2 4 Sedang22 2 1 3 Rendah23 2 1 3 Rendah24 1 1 2 Rendah25 3 1 4 Sedang26 3 1 4 Sedang27 2 1 3 Rendah28 2 1 3 Rendah29 3 2 5 Sedang30 3 1 4 Sedang
Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris
RespondenPertanyaan
Jumlah Katagori1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 3 3 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 2 1 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 46 Sedang2 2 1 3 1 1 1 2 1 1 2 3 3 3 2 3 2 2 1 3 1 2 2 2 3 47 Sedang3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 3 3 2 3 3 45 Sedang4 2 1 3 1 1 1 2 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 1 3 3 3 2 2 3 49 Sedang5 1 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 54 Sedang6 1 3 3 2 2 2 1 1 1 2 3 1 2 1 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 52 Sedang7 1 3 3 2 1 1 2 1 1 2 3 1 1 1 3 2 2 1 3 1 2 2 2 3 44 Sedang8 2 3 3 1 1 1 2 1 1 3 3 2 2 2 3 2 3 1 3 3 2 2 2 3 51 Sedang9 2 1 3 1 1 1 2 1 1 3 3 1 2 1 1 2 1 1 2 3 2 2 2 2 41 Sedang 10 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 3 1 2 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 3 45 Sedang11 3 2 1 2 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 3 2 1 1 42 Sedang12 3 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 3 1 3 3 2 2 1 3 41 Sedang 13 2 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 3 1 1 2 3 2 39 Rendah 14 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 3 2 2 35 Rendah15 1 1 3 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 3 3 1 2 1 2 35 Rendah16 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 33 Rendah17 3 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 3 2 1 1 1 1 3 35 Rendah18 3 2 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 1 1 2 1 2 37 Rendah19 3 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 2 2 3 2 3 1 3 1 1 2 1 1 41 Sedang 20 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 3 2 3 1 3 3 1 3 1 2 44 Sedang21 2 2 1 2 3 3 1 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 55 Sedang 22 3 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 3 2 2 1 1 34 Rendah 23 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 3 1 3 38 Rendah24 2 1 3 1 1 1 3 3 3 2 1 1 1 1 3 2 1 1 2 3 2 2 1 1 42 Sedang 25 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 3 1 2 1 1 2 1 1 39 Rendah26 3 1 1 1 3 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 3 1 3 1 1 3 2 1 44 Sedang27 3 2 3 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 3 35 Rendah28 3 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 2 3 2 3 40 Rendah29 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 1 2 1 2 3 2 2 1 2 2 1 1 46 Sedang30 1 1 3 1 1 1 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 3 1 3 3 2 3 2 2 43 Sedang