faktor resiko terjadinya ispa pada balita di wilayah kerja pkm salam babaris

155
KATA PENGANTAR Dengan Memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “ Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris” sesuai waktu yang ditentukan. Karya Tulis Ilmiah ini disususun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Keperawatan pada Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. Dalam penyusunan, penulis banyak menemui kesulitan daan hambatan karena kemampuan penulis yang terbatas dalam memperoleh literatur dan bahan sebagai rujukan. Namun karena bantuan berbagai pihak hingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dan dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas pengarahan dan bantuan dari

Upload: helvi-yanti

Post on 25-Jul-2015

810 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

KATA PENGANTAR

Dengan Memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

dengan Judul “ Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris” sesuai waktu yang ditentukan.

Karya Tulis Ilmiah ini disususun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Keperawatan pada Politeknik

Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru.

Dalam penyusunan, penulis banyak menemui kesulitan daan hambatan karena

kemampuan penulis yang terbatas dalam memperoleh literatur dan bahan sebagai

rujukan. Namun karena bantuan berbagai pihak hingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

Dan dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis

tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Maharso, SKM, M. Kes selaku direktur Akper Poltekkes Banjarmasin

Jurusan Keperawatan Banjarbaru.

2. Bapak Bahrul Ilmi, S.Pd, M. Kes selaku ketua Jurusan Keperawatan.

3. Bapak Hammad S. Kep, Ns selaku pembimbing I yang telah banyak sekali

memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Ibu Evi Risa Mariana, M. Pd selaku pembimbing II yang banyak memberikan

masukan.

Page 2: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

5. Dosen-dosen pengajar beserta staf pendidikan di Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Banjarmasin.

6. Bapak Drs. H. Idis Nurdin Halidi, MAP selaku Bupati Tapin.

7. Bapak Drs. M. Hatta, MAP selaku mantan Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Kabupaten Tapin.

8. Bapak Drs. Rusliansyah selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah.

9. Bapak H. Kusudiarto, MAP selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin.

10. Bapak Dwi Suryanto, SKM selaku mantan Ketua PPNI Kabupaten Tapin.

11. Bapak Arifin, S. Kep, Ners selaku Ketua PPNI Kabupaten Tapin.

12. Pimpinan Puskesmas Salam Babaris yang memperkenankan penulis untuk

melakukan penelitian dan staf Puskesmas yang telah banyak membantu.

13. Dan seluruh rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan dan semua pihak yang

tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan

sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya

kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Banjarbaru, Februari 2010

Penulis

Page 3: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan BanjarmasinKarya Tulis Ilmiah, diujikan tanggal 22 Pebruari 2010Ernawati, FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS KECAMATAN SALAM BABARIS KABUPATEN TAPINxiv, 71 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 13 lampiran.

ABSTRAK

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita dan jumlahnya selalu meningkat setiap tahunnya. Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor resiko baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Penyuluhan kesehatan tentang penyakit ISPA perlu untuk disampaikan kepada orang tua supaya dapat meningkatkan pencegahan dan memiliki kesadaran untuk mengatasi faktor yang bisa menyebabkan ISPA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriprif. Populasi penelitian adalah orang tua yang mempunyai balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling dalam waktu 2 minggu didapatkan sebanyak 30 orang reponden. Data dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel ddistribusi frekuensi dan presentasi, kemudian data yang diperoleh dinarasikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita di wilayah kerja puskesmas Salam Babaris yang paling dominan pada katagori sedang sebesar 17 orang (57 %), katagori rendah sebesar 13 orang (43 %), dan tidak ada yang berada pada katagori tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk tetap memberikan penyuluhan tentang penyakit ISPA beserta pencegahan dan penanganannya. Sedangkan kepada pihak orang tua diharapkan untuk lebih meningkatkan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam upaya pencegahan penyakit ISPA.

Keyword : Faktor resiko, ISPA, BalitaDaftar bacaan : 22 (2000 – 2009)

Page 4: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN SEMINAR KARYA TULIS ILMIAH

RIWAYAT HIDUP................................................................................... i

PERSEMBAHAN...................................................................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................... iii

ABSTRAK................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ................................................................. 1

1.2. Rumusan masalah ........................................................... 3

1.2.1. Pertanyaan Masalah............................................. . . 3

1.3. Tujuan penelitian ............................................................ 4

1.3.1. Tujuan Umum........................................................ 4

1.3.2. Tujuan Khusus....................................................... 4

1.4. Manfaat penelitian .......................................................... 4

1.4.1. Secara Teoritis....................................................... 4

1.4.2. Secara Praktis......................................................... 5

1.4.2.1. Bagi Puskesmas........................................ 5

1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan.......................... 5

1.4.2.3. Bagi Penulis.............................................. 5

1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga...................... 5

Page 5: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori Tentang ISPA........................................... 6

2.1.1. Pengertian.............................................................. 6

2.1.2. Etiologi................................................................... 7

2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA.......................................... 7

2.1.4. Faktor Predisposisi................................................. 8

2.1.5. Patofisiologi........................................................... 10

2.1.6. Klasifikasi ISPA..................................................... 11

2.1.6.1. ISPA Bagian Atas.....................................11

2.1.6.2. ISPA Bagian Bawah................................. 11

2.1.6.3. Kelompok Umur Kurang Dari 2 Bulan.... 12

2.1.6.3.1. Pneumonia Berat...................... 12

2.1.6.3.2. Bukan Pneumonia.................... 12

2.1.6.4. Kelompok Umur 2 Bulan Sampai Kurang

Dari 5 Tahun............................................ 13

2.1.6.4.1. Pneumonia Berat...................... 13

2.1.6.4.2. Pneumonia................................ 13

2.1.6.4.3. Bukan Pneumonia.................... 13

2.1.7. Penatalaksanaan Penderita ISPA........................... 15

2.1.8. Cara Perawatan Balita Dengan Masalah ISPA...... 17

2.1.9. Pencegahan ISPA................................................... 18

2.2. Tinjauan Tentang Faktor Resiko ISPA............................. 19

2.2.1. Umur...................................................................... 19

2.2.2. Jenis Kelamin......................................................... 19

2.2.3. Imunisasi................................................................ 19

2.2.4. Pemberian ASI....................................................... 23

2.2.5. Status Gizi.............................................................. 24

2.2.6. Lingkungan............................................................ 28

2.2.7. Perilaku Orang Tua................................................ 30

Page 6: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.2.8. Sosial Ekonomi...................................................... 32

2.2.9. Pendidikan.............................................................. 32

2.3. Kerangka Konseptual........................................................ 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ...................................................... 34

3.2. Populasi dan Sampel........................................................ 34

3.2.1. Populasi.................................................................. 34

3.2.2. Sampel.................................................................... 35

3.3. Besar Sampel.................................................................... 35

3.4. Cara Pengambilan Sampel................................................ 36

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional................... 36

3.5.1. Variabel.................................................................. 36

3.5.2. Definisi Operasional.............................................. 37

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................ 37

3.6.1. Tempat Penelitian.................................................. 37

3.6.2. Waktu Penelitian.................................................... 38

3.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................... 38

3.7.1. Jenis Instrumen...................................................... 38

3.7.2. Cara Pengumpulan Data........................................ 39

3.7.2.1. Data Primer............................................... 39

3.7.2.2. Data Sekunder........................................... 39

3.7.3. Pengolahan data..................................................... 39

3.7.3.1. Editing Data.............................................. 39

3.7.3.2. Coding....................................................... 39

3.7.3.3. Pembersihan Data..................................... 40

3.7.3.4. Penetapan Score........................................ 40

3.8. Analisa Data...................................................................... 40

3.9. Etika Penelitian................................................................. 41

Page 7: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran umum............................................................... 43

4.1.1. Keadaan Geografis................................................. 43

4.1.2. Keadaan Demografi............................................... 45

4.1.3. Pendidikan.............................................................. 45

4.1.4. Sosial Ekonomi...................................................... 46

4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis.............................. 46

4.1.5.1. Penyehatan Pemukiman............................ 46

4.1.5.2. Penyediaan Air Bersih.............................. 47

4.1.5.3. Jamban Keluargaa..................................... 47

4.1.5.4. SPAL (sarana Pembuangan Air Limbah). 47

4.1.5.5. Pengelolaan Sampah................................. 47

4.1.6. Puskesmas Salam Babaris...................................... 48

4.1.6.1. Sarana Fisik............................................... 48

4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM).................. 49

4.1.6.3. Kegiatan puskesmas Salam Babaris.......... 50

4.2. Hasil Penelitian................................................................. 50

4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita.......... 51

4.2.1.1. Faktor Umur Balita Yang Pernah atau

Sedang Menderita ISPA........................... 51

4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita Yang Pernah

atau Sedang Menderita ISPA................... 52

4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita

Terhadap ISPA ........................................ 52

4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap

ISPA......................................................... 53

4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita

Terhadap ISPA......................................... 54

4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA.......... 54

4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap

Page 8: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

ISPA......................................................... 55

4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap

ISPA......................................................... 55

4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 56

4.2.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita.......... 57

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1. Pembahasan Penelitian...................................................... 58

5.1.1. Faktor Resiko Terrjadinya ISPA Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............. 58

5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA......... 58

5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA....... 59

5.1.1.3. Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA... 61

5.1.1.4. Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA..... 61

5.1.1.5. Faktor Status Gizi Terhadap ISPA............ 62

5.1.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA.......... 63

5.1.1.7. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA 64

5.1.1.8. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap

ISPA......................................................... 65

5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap

ISPA......................................................... 66

5.1.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris............. 66

5.2. Keterbatasan Penelitian..................................................... 68

5.2.1. Waktu Penelitian.................................................... 69

5.2.2. Kualitas Data.......................................................... 69

5.2.3. Kemampuan Penelitian.......................................... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan....................................................................... 70

Page 9: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

6.2. Saran................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Dosis Pemberian Obat Antipiretik.......................................... 17

Tabel 2.2 Dosis Pemberian Obat Antibiotik........................................... 17

Tabel 3.1. Definisi Operasional............................................................... 37

Tabel 3.2. Kegiatan dan Waktu Penelitian.............................................. 38

Tabel 3.3. Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA.............................. 41

Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam

Babaris Tahun 2009................................................................ 44

Tabel 4.2. Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun

2009........................................................................................ 45

Tabel 4.3. Jumlah Sarana Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas

Salam Babaris......................................................................... 46

Tabel 4.4. Keadaan Sumber Daya Manusia Di Puskesmas Slam Babaris

Tahun 2009............................................................................. 49

Tabel 4.5. Distribusi Umur Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita

ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam babaris................ 51

Tabel 4.6. Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang

Menderita ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris 52

Tabel 4.7. Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 53

Tabel 4.8. Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 53

Tabel 4.9. Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris......................... 54

Tabel 4.10. Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah

Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................. 54

Tabel 4.11. Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah

Page 11: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Kerja Puskesmas Salam Babaris............................................. 55

Tabel 4.12. Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 56

Tabel 4.13. Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 56

Tabel 4.14. Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris.............................. 57

Page 12: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Faktor resiko ISPA................................. 33

Page 13: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 2 Lembar Kuesioner

Lampiran 3 Surat Permohonan Malakukan Izin Penelitian

Lampiran 4 Kartu Bimbingan Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 Saran Perbaikan Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 6 Saran Perbaikan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 7 Formulir Keikutsertaan Penyanggah – Pendengar (Oponen)

Lampiran 8 Tabel Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris

Lampiran 9 Tabel Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi

Lampiran 10 Tabel Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI

Lampiran 11 Tabel Hasil Penelitian Faktor Lingkungan

Lampiran 12 Tabel Hasil Penelitian faktor Perilaku Orang Tua

Lampiran 13 Tabel Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga

Page 14: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Indonesia penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan

penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita

di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun. Ini berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama

kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40 % - 60 % kunjungan berobat

di puskesmas dan 15 % - 30 % kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat

inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dep.Kes.RI, 2002 : 9-10).

Word Healt Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita

diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun. Menurut WHO

± 13 juta anak balita didunia meninggal setiap tahun dimana pneumonia

merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak

balita setiap tahun (http:// syair.worpress.com/2009/04/26/faktor-resiko-kejadian-

ISPA-pada-balita, diakses tanggal 13 0ktober 2009).

Di Kabupten Tapin, penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan

utama masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari sub bagian P2M

kabupaten Tapin tahun 2007 diperoleh informasi bahwa cakupan penemuan ISPA

Page 15: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

mencapai 5.167 balita (34,43 %). Angka tersebut mengalami peningkatan pada

tahun 2008 yaitu menjadi 6.156 balita (40 %).

Berdasarkan laporan bulanan P2M Kabupaten Tapin pada triwulan III

(Juli-September) penderita ISPA terbanyak pada tahun 2009 adalah golongan

umur 1 sampai 4 tahun yaitu 1.851 balita (12 %), dan urutan kedua adalah

golongan umur 1 sampai 12 bulan yaitu 1.271 balita (8,27 %).

Puskesmas Salam Babaris merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten

Tapin. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Salam Babaris pada tahun 2007

dari 850 orang balita, 95 diantaranya terkena ISPA (11,17 %). Sedangkan tahun

2008 terjadi peningkatan dari 895 orang balita, 130 diantaranya terkena ISPA

(14,52%). Tahun 2009 jumlah balita yang menderita ISPA pada bulan Januari

sampai dengan bulan September sebanyak 162 balita (18,1 %).

ISPA memang menjadi penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris dari tahun ke tahun. Penyakit ini juga selalu mendapat urutan

pertama dari sepuluh penyakit terbanyak.

Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat

ISPA berat, paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-

paru atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ISPA

ringan yang diabaikan. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak

tidak mendapat pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut bisa

meninggal.

Terjadinya ISPA dipengaruhi atau disebabkan oleh berbagai macam faktor

seperti virus, keadaan daya tahan tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi,

Page 16: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

imunisasi, dan keadaan lingkungan (pencemaran lingkungan seperti asap karena

kebakaran hutan, polusi udara, ditambah dengan perubahan iklim terutama suhu,

kelembaban, curah hujan) merupakan ancaman kesehatan bagi masyarakat

terutama penyakit ISPA. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor

tersebut diatas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat jangkauan ke

pelayanan kesehatan yang masih rendah.

Dengan diketahuinya faktor-faktor yang bisa menyebabkan penyakit ISPA,

maka diharapkan penyakit ISPA penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping

itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan

dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan

kasus ISPA yang sudah dilaksanakan saat ini, diharapkan dapat lebih ditingkatkan

lagi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Masalah

Faktor resiko apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris ?

Page 17: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya

ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi faktor umur pada balita yang menderita ISPA

1.3.2.2 Mengidentifikasi faktor jenis kelamin pada balita yang menderita ISPA.

1.3.2.3 Mengidentifikasi faktor status imunisasi pada balita yang menderita ISPA.

1.3.2.4 Mengidentifikasi faktor status gizi pada balita yang menderita ISPA.

1.3.2.5 Mengidentifikasi faktor pemberian ASI pada balita yang menderita ISPA.

1.3.2.6 Mengidentifikasi faktor lingkungan pada pada Balita yang menderita ISPA.

1.3.2.7 Mengidentifikasi faktor social ekonomi orang tua balita yang menderita ISPA.

1.3.2.8 Mengidentifikasi faktor pendidikan orang tua balita yang menderita ISPA.

1.3.2.9 Mengidentifikasi faktor perilaku orang tua balita yang menderita ISPA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4..1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau

sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya

dalam meningkatkan perawatan dan pencegahan terhadap penyakit ISPA.

Page 18: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

1.4.2. Secara Praktis

1.4.2.1 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan, dalam penentuan arah kebijakan program

penanggulangan penyakit ISPA.

1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan, disamping itu hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

1.4.2.3. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah didapat khususnya dalam perawatan dan

pencegahan penyakit menular pada balita.

1.4.2.4. Bagi Responden / Keluarga

Dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga tentang cara

perawatan dan pencegahan penyakit menular khususnya penyakit ISPA.

Page 19: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori tentang ISPA

2.1.1 Pengertian

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan

Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam

lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah

bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Dalam Lokakarya Nasional

ISPA tersebut ada dua pendapat berbeda, pendapat pertama memilih istilah

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan pendapat kedua memilih istilah

ISNA (Infeksi Saluran Napas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk

memilih istilah ISPA dan sampai sekarang istilah ini yang digunakan

(Dep.Kes.RI, 2002:4).

Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernapasan,

dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai

berikut:

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan

pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran

pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk

Page 20: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan

batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan

(respiratory tract).

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.

Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

belangsung lebih dari 14 hari (www.tempointeraktif.com /hg/narasi/ispa

dan pneumonia, diakses tanggal 11 oktober 2009).

2.1.2 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan

riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain

(Dep.Kes.RI, 2002:5).

2.1.3 Tanda dan Gejala ISPA

Seorang anak dikatakan menderita ISPA jika ditemukan satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut :

1. Batuk

2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal

pada waktu berbicara atau menangis).

Page 21: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37º C.

5. Sakit tenggorokan.

2.1.4 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA terbagi

menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik

(http://digilib.litbang.depkes.go.id/go/muluki, diakses tanggal 13 Oktober

2009).

Faktor intrinsik terdiri dari umur, jenis kelamin, status gizi, status

imunisasi, dan pemberian ASI. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari

lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan, dan prilaku orang tua.

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman

Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk

Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, faktor pendukung yang

mempengaruhi ISPA adalah sebagai berikut :

a. Kondisi ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang

berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai

dengan menurunya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman yang

sehat mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan terhadap serangan

berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirya akan mendorong

meningkatnya penyakit ISPA dan pneumonia pada balita.

Page 22: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

b. Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi

balita yang besar pula, atau dengan kata lain meningkatkan populasi

sasaran program P2 ISPA sehingga berimplikasi pada membengkaknya

anggaran, sarana dan peralatan yang dibutuhkan. Ditambah lagi dengan

status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat

beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

c. Geografi

Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki potensi daerah endemik beberapa

penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan

masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan

kasus maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan demikian

pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi

semua faktor resiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

d. Perilaku hidup bersih dan sehat

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan

penyakit ISPA. Perilaku hidup bersih dan sehat sangat dipengaruhi oleh

budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya

tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif

terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar

tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah

sehat, desa sehat dan lingkungan sehat.

Page 23: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

e. Desentralisasi manajemen kesehatan (UU No. 22 tahun 1999 dan UU No.

25 tahun 1999).

Dengan diberlakukannya otonomi daerah pada Kabupaten/Kota

menyebabkan hubungan dengan Kabupaten/Kota dengan Propinsi maupun

pusat tidak lagi hirarki (hubungan atasan bawahan). Implikasinya terdapat

kecenderungan Kabupaten/Kota kurang disiplin memenuhi kewajiban

pelaporan yang diminta dari atas. Akibatnya kecenderungan

Kabupaten/Kota tidak memberikan data secara rutin akan menjadi

hambatan terhadap pencapaian sasaran pemberantasan penyakit ISPA.

f. Lingkungan dan iklim global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang

sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman

kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global

terutama suhu, kelembaban, curah hujan, merupakan beban ganda dalam

pemberantasan penyakit ISPA. Untuk tercapainya tujuan pemberantasan

penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau

menanggulangi faktor resiko lingkungan.

2.1.5 Patofisiologi

Terjadiya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas.

Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri.

Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara , inspirasi

dirongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier

Page 24: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri

pathogen dapat melewati mekanisme system pertahanan tersebut, akibatnya

terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah

(http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-

akut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009).

2.1.6 Klasifikasi ISPA

Penyakit ISPA dapat di bagi menjadi dua berdasarkan letak

anatominya, yaitu :

2.1.6.1 ISPA bagian atas

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur

saluran napas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas

mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi

beberapa diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran napas secara

nyata.

Yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian atas

diantaranya adalah Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk

tonsillitis dan faringotonsilitis) dan Rinitis.

2.1.6.2 ISPA bagian bawah

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur

saluran napas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli.

Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

bagian bawah adalah Laryngitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun

Page 25: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Kronis. Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan pada paru-

paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada

bronkioli (http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluran-

pernafasan-akut-ispa/, diakses tanggal 29 Oktober 2009).

Klasifikasi ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur yaitu

untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan –

< 5 tahun.

2.1.6.3 Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas :

2.1.6.3.1 Pneumonia berat

Ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi

pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan

yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest

indrawing) (DepKes.RI, 2002:5).

2.1.6.3.2 Bukan pneumonia

Bila tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang

bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari

setengah volume dari yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran

menurun, stridor, wheezing, dan demam/dingin (Dep.Kes.RI, 2002:5).

Page 26: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.1.6.4 Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun

2.1.6.4.1 Pneumonia berat

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas

sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing).

2.1.6.4.2 Pneumonia

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai

adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada

anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per

menit untuk anak usia 1 - < 5tahun.

2.1.6.4.2 Bukan pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada

napas cepat.

Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun yaitu, tidak

bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk

(Dep.Kes.RI, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan

berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko baik yang

meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat

pneumonia (Dep.Kes.RI, 2002:6).

Faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia :

a) Umur < 2 bulan

b) Laki-laki

c) Gizi kurang

Page 27: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

d) Berat badan lahir rendah

e) Tidak mendapat ASI memadai

f) Polusi udara

g) Kepadatan tempat tinggal

h) Imunisasi yang tidak memadai

i) Membedung anak (menyelimuti berlebihan)

j) Defisiensi vitamin A

k) Pemberian makanan tambahan terlalu dini (Dep.Kes.RI, 2002:6)

Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia :

a) Umur < 2 bulan

b) Tingkat sosio ekonomi rendah

c) Kurang gizi

d) Berat badan lahir rendah

e) Tingkat pendidikan ibu yang rendah

f) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

g) Kepadatan tempat tinggal

h) Imunisasi yang tidak memadai

i) Menderita penyakit kronis

j) Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan

yang salah (DepKes.RI, 2002:7).

Page 28: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.1.7 Penatalaksanaan penderita ISPA

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dalam Pedoman

Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk

Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, kriteria atau entry untuk

menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita dengan gejala

batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini terdiri dari 4

bagian yaitu :

a) Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada

penderita.

b) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

Tanda bahaya pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau

dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun

adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi

buruk. Anak atau bayi yang mempunyai salah satu tanda bahaya tersebut

harus segera dirujuk kesarana rujukan.

c) Penentuan klasifikasi penyakit

d) Tindakan dan pengobatan

Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia

berat, harus segera dibawa kesarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.

Penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa bukan pneumonia

bisa dilakukan perawatan dirumah, meliputi pertahankan suhu tubuh,

Page 29: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

teruskan pemberian ASI lebih sering dan bersihkan hidung bila tersumbat.

Anjurkan ibu untuk kembali control, bila keadaan bayi memburuk, napas

menjadi cepat, bayi sulit bernapas, bayi sulit untuk minum.

Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa

pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik

1 dosis serta antipiretik sebagai penurun demam. Penderita umur 2 bulan

sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia, nasehati ibu

untuk perawatan di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu

untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk. Untuk

balita yang terdiagnosa bukan pneumonia jika batuk > 30 hari, rujuk

untuk pemeriksaan lanjutan, obati penyakit lain bila ada nasehati ibu

untuk perawatan di rumah.

Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan

dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik (napasnya lebih lambat,

panasnya turun, nafsu makan membaik), pemberian antibiotik dapat

diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah antibiotik harus diganti

atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita

memburuk (tak dapat minum, ada tarikan dinding dada bagian bawah

kedalam, ada tanda bahaya), harus segera dikirim kesarana rujukan

(DepKes.RI, 2002).

Dalam pemberian antipiretik yang diberikan adalah parasetamol untuk

demam tinggi (sampai > 38,5º C) dengan pemberian dosis sebagai

berikut:

Page 30: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Tabel 2.1

Dosis pemberian obat Antipiretik

Umur atauBerat Badan

TABLET (500 mg)

TABLET (100 mg)

SIRUP (120 mg/5ml)

1 sampai 6 bulan(4 - < 7 kg)

1/8 1/2 2,5 ml (1/2 sendok teh)

6 bulan sampai 3 tahun

(7 - < 14 kg)1/4 1 5 ml (1 sendok teh)

3 sampai 5 tahun(14 - < 19 kg)

1/2 2 7,5 ml (1 ½ sendok teh)

Sumber : Modul – 3 MTBS tahun 2003

Dan untuk pemberian antibiotik

pada umumnya diberikan kotrimoksazol tablet maupun sirup atau

amoxilin tablet maupun sirup dengan dosis sebagai berikut :

Tabel 2.2

Dosis pemberian obat Antibiotik

UMURAtau

BERAT BADAN

KOTRIMOKSAZOL(Trimetoprim + Sulfametoksazol)

Beri 2 kali sehari selama 5 hari

AMOXILINBeri 3 kali

sehari untuk 5 hari

TABLET DEWASA80 mg trimetoprim +

400 mg sulfametoksazol

TABLET ANAK20 mg trimetoprim +

100mg sulfametoksazol

SIRUP per 5 ml40 mg trimetoprim +

200 mg sulfametoksazol

SIRUP125 mgPer 5 ml

2 sampai 4 bulan(4 - < 6 kg)

1/4 1 2,5 ml 2,5 ml

4 sampai 12 bulan(6 - < 10 kg)

1/2 2 5 ml 5 ml

12 bln - 5 thn(10 - < 10 kg)

¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml

Sumber : Modul – 3 MTBS tahun 2003

2.1.8 Cara perawatan balita dengan masalah ISPA

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA, adalah :

a) Mengatasi panas (demam)

Page 31: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Demam diatasi dengan memberikan obat penurun panas golongan

parasetamol.

b) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi dan memperbanyak jumlahnya setelah

sembuh.

c) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih) lebih banyak dari biasanya.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d) Berikan kenyamanan pada anak

Bila anak tersumbat hidungnya oleh ingus maka bersihkanlah hidung

yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernapas dengan lancar.

Suruhlah anak beristirahat / berbaring di tempat tidur, pertahankan suhu

tubuh.

e) Perhatikan apakah ada tanda-tanda bahaya ISPA ringan / ISPA berat yang

memerlukan bantuan khusus petugas kesehatan.

2.1.9 Pencegahan ISPA

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

b) Imunisasi

c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

e) Pengobatan segera

Page 32: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.2 Tinjauan tentang Faktor Resiko ISPA

2.2.1 Umur

ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada

semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan

tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA.

Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita

merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga

masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi.

Dari Survei Demografi Indonesia dilaporkan data tentang prevalensi

dan insidens balita batuk dengan napas cepat, hasil survei menunjukkan

kelompok umur dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok

umur yang lebih muda (Dep.Kes. RI, 2002:8).

2.2.2 Jenis kelamin

Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya

infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia) pada anak balita adalah jenis

kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002).

2.2.3 Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit

dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap

penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi

berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap

suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada

penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan

Page 33: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

imunisasi lainnya (http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor-resiko-

kejadian-ispa-pada-balita, diakses tanggal 13 Oktober 2009).

Imunisasi biasanya lebih focus diberikan kepada anak-anak karena

sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga

rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup diberikan

hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap supaya

bisa terhindar dari berbagai penyakit yang bisa membahayakan kesehatan dan

hidup anak.

Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah untuk menurunkan angka

kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian

imunisasi meliputi penyakit menular tertentu. Jenis penyakit menular tertentu

yang dimaksud meliputi antara lain penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Campak,

Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis, Influenza, Haemofilus Influenzae

Tipe B, Kolera, Rabies, Japanese Encephalitis, Tipus Abdominalis, Pneumoni

Pneumokokus, Yellow Fever (Demam Kuning), Shigellosis, Rubella, Varicella,

Parotitis Epidemica, Rotavirus (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat

SDM Kesehatan Dep.Kes.RI, 2006:7).

Ada dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.

Kekebalan aktif adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan

seseorang sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur hidup.

Sedangkan kekebalan pasif adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat

yang dihasilkan oleh hewan / manusia yang diberikan kepada orang lain,

Page 34: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

biasanya melalui suntikan. Kekebalan pasif sering memberikan perlindungan

yang efektif, tetapi perlindungan ini akan menurun setelah beberapa minggu

atau bulan (Direktorat Jenderal PP & PL dan Pusdiklat SDM Kesehatan

Dep.Kes.RI, 2006:15).

Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang

Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat

perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC, Difteri,

Pertusis, Tetanus, Campak, Poliomielitis, Hepatitis B.

Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman,

komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan

dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang (Dep.Kes.RI,

2006:15).

Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di

Indonesia adalah :

a) Vaksin BCG (Basillus Calmette Guerine)

Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit TBC (Tuberkulosis). Vaksin ini mengandung kuman

BCG yang masih hidup, jenis kuman ini telah dilemahkan.

b) Vaksin DPT

Vaksin jerap DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksin yang terdiri

dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis

yang telah diinaktivasi. Tujuannya adalah untuk pemberian kekebalan

secara simultan terhadap Difteri, Pertusis dan Tetanus.

Page 35: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

c) Vaksin TT

Vaksin jerap TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung

toksoid tetanus yang telah dimurnikan. Digunakan untuk mencegah

tetanus pada bayi baru lahir dengan imunisasi WUS (wanita usia subur)

atau ibu hamil juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi.

d) Vaksin DT

Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung

toksoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan. Manfaatnya adalah

untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.

e) Vaksin Polio

Vaksin oral polio adalah vaksin polio Trivalent yang terdiri dari suspense

virus Poliomyelitis tipe I, II, dan III (strain sabin) yang sudah dilemahkan,

dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

Vaksin polio diberikan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap

poliomyelitis.

f) Vaksin Campak

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.

Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit

campak.

g) Vaksin Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasi

dan bersifat non infecsious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel

Page 36: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

ragi. Vaksin ini diberikan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap

infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis.

h) Vaksin DPT / HB

Vaksin mengandung DPT berupa toksoid difteri dan toksoid tetanus yang

dimurnikan dan pertusis yang diinaktifasi serta vaksin hepatitis B yang

merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HBsAg murni dan

bersifat non infecsious. Vaksin ini diberikan untuk kekebalan aktif

terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis.

2.2.4 Pemberian ASI

Air susu ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan

kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI

berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi

tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan

sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan

perkembangan sistem syaraf.

Penelitian menunjukkan, bayi yang diberi ASI secara khusus

terlindung dari serangan penyakit sistem pernafasan dan pencernaan. Hal itu

disebabkan zat-zat kekebalan tubuh didalam ASI memberikan perlindungan

langsung melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga

memberikan perlindungan terhadap penyakit adalah penyediaan lingkungan

yang ramah bagi bakteri menguntungkan yang disebut flora normal.

Keberadaan bakteri ini akan menghambat perkembangan bakteri, virus, dan

Page 37: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula bahwa terdapat

unsur-unsur didalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan melawan

penyakit-penyakit menular (http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm,

diakses tanggal 27 oktober 2009).

2.2.5 Status gizi

Fungsi umum zat gizi didalam tubuh antara lain :

a) Untuk sumber energi

b) Untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan-jaringan tubuh

c) Untuk mengatur proses-proses didalam tubuh

d) Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit

sebagai zat anti oksidan.

Zat gizi digolongkan kedalam 6 kelompok utama, yaitu karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, mineral dan air.

a) Karbohidrat

Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk

berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial,

metabolisme normal lemak, menghemat protein, meningkatkan

pertumbuhan bakteri usus, mempetahankan gerak usus, meningkatkan

konsumsi protein, mineral dan vitamin B.

b) Lemak

Berdasarkan bentuknya lemak digolongkan kedalam lemak padat

(misal mentega dan lemak hewan) dan lemak cair atau minyak (misal

minyak sawit dan minyak kelapa). Sedangkan berdasarkan penampakan,

Page 38: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

lemak digolongkan kedalam lemak kentara (misal mentega dan lemak

pada daging sapi) dan lemak tak kentara (misal lemak pada telur, lemak

pada alvokat, dan lemak susu).

Fungsi lemak dalam menu adalah sumber energi padat, menghemat

protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama, membuat rasa

makanan tambah enak, memberikan zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh.

Sedangkan fungsi lemak tubuh adalah sebagai simpanan lemak, sumber

asam lemak esensial, precursor dari prostaglandin, dan senyawa-senyawa

tubuh lainnya.

c) Protein

Protein dibentuk dari unit-unit pembentuknya yang disebut asam

amino. Dua golongan asam amino adalah asam amino esensial dan asam

amino nonesensial. Asam amino esensial adalah isoleasin, leusin, lysine,

methionin, fenilalanin, threonin, triptopan, valin dan histidin.

Protein dapat diklasifikasikan menurut mutunya (kelengkapan asam

aminonya) kedalam protein lengkap dan protein tidak lengkap. Protein

berfungsi untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan, membentuk

senyawa-senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,

mempertahankan kenetralan asam basa tubuh, membentuk antibodi dan

mentranspor zat gizi.

d) Vitamin

Ada dua golongan vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan

vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah A,

Page 39: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

D, E, K. sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah thiamin,

riboflavin, niacin, piridoksin, asam pantothenat, asam folat, biotin, vitamin

B12, cholin, inositol dan vitamin C. Kedua golongan vitamin tersebut

mempunyai sifat umum sendiri-sendiri.

Fungsi umum vitamin adalah sebagai bagian dari enzim atau koenzim,

mempertahankan fungsi berbagai jaringan, membantu proses pertumbuhan

dan pembentukan sel-sel baru, serta membantu pembuatan senyawa dalam

tubuh.

e) Mineral

Mineral diklasifikasikan kedalam mineral makro dan mineral mikro.

Termasuk kedalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur,

natrium, khlor, dan magnesium. Sedangkan yang termasuk mineral mikro

adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molybdenum,

cobalt, chromium, silicon, vanadium, nikel, arsen, dan fluor.

Fungsi umum mineral adalah mempertahankan keseimbangan asam

basa, sebagai katalis bagi reaksi-reaksi biologis, sebagai komponen

esensial senyawa tubuh, mempertahankan keseimbangan air tubuh,

mentransmisi impuls syaraf, mengatur kontraksi otot, serta untuk

pertumbuhan jaringan tubuh.

f) Air

Air merupakan komponen kimia utama dalam tubuh. Ada 3 komponen

air tubuh, yaitu air intraseluler pada membran sel, air intravaskuler pada

Page 40: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

dinding kapiler. Dua komponen air terakhir disebut juga cairan

ekstraseluler.

Fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut :

a) Pelarut zat gizi

b) Fasilitator pertumbuhan

c) Sebagai katalis reaksi biologis

d) Sebagai pelumas

e) Sebagai pengatur suhu tubuh

f) Sebagai sumber mineral bagi tubuh

Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan

berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, kondisi kesehatannya,

fisiologis pencernaannya dan macam pekerjaannya. Masukan zat gizi yang

berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi

kebutuhan tubuh, karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap

status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh

asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk

pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktifitas kerja

serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan dengan balita yang mempunyai gizi normal, karena faktor daya

tubuhnya yang kurang.

Page 41: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.2.6 Lingkungan

Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan

tersebarnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut. Rumah yang kotor,

padat, kumuh, dan kurang mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara

terkumpul di dalam rumah. Bayi atau anak-anak yang sering mengisap asap

lebih mudah terserang infeksi saluran pernapasan.

a) Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru

sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada

rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah,

bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain.

Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada

di rumah bersama-sama ibunya sehingga pencemaran tentunya akan lebih

tinggi (http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor-resiko-ISPA-

pada-balita/, diakses tanggal 13 oktober 2009).

b) Ventilasi rumah

Pertukaran hawa(ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan

pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup.

Berdasarkan peraturan bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan

harus memenuhi aturan sebagai berikut :

1) Luas bersih dari jendela / lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari

luas lantai ruangan.

Page 42: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2) Jendela / lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi

minimal 1,95 dari permukaan lantai.

3) Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurang-

kurangnya 0,35% luas lantai ruang yang bersangkutan (Mukono,

2000:158).

Fungsi dari ventilasi, yaitu mensuplai udara bersih yang mengandung

kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan, membebaskan ruangan

dari bau-bauan asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara

pengenceran udara, mensuplai panas agar hilangnya panas badan

seimbang, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh

radiasi tubuh ataupun keadaan eksternal, serta mendisfungsikan udara

secara merata.

Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam hari. Pada

malam hari pencahayan yang ideal adalah penerangan listrik. Pada waktu

pagi hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar matahari.

Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar

oksigen, bertambahnya kadar gas karbondioksida, adanya bau pengap,

suhu udara ruangan naik, dan kelembaban udara ruangan bertambah.

c) Kepadatan hunian rumah

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi

dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan Dir.

Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993, maka kepadatan penghuni

dikatagorikan menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m²) dan

Page 43: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

kepadatan tinggi (lebih dari 2 orang per 8 m² dengan ketentuan anak < 1

tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah).

Keadan tempat tinggal yng padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam

rumah (Mukono, 2000:158).

2.2.7 Perilaku orang tua

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penangulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota

keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang

berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya

saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota

keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap

anggota keluarga lainnya.

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam

masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke

orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh

penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran

pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi

ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.

Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada

balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, ada anggota keluarga yang

menderita ISPA di rumah yang mempunyai kebiasaan kurang baik (tidak

menutup mulut pada saat batuk atau bersin dekat balita), kebersihan rumah

Page 44: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

yang kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat

memasak.

Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok

mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap.

Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang

tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam

darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya

asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di

sekitarnya karena asapnya dapat terisap (www.digilib.unnes.ac.id, diakses

tanggal 27 Oktober 2009).

Aktivitas manusia berperan dalam penyebaran partikel udara yang

berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan, misalnya dalam

bentuk asap dari proses pembakaran di dapur, terutama dari batu arang.

Partikel dari pembakaran di dapur biasanya berukuran diameter di antara 1-10

mikron. Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui

sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung

terutama terjadi pada sistem pernafasan (www.digilib.unnes.ac.id, diakses

tanggal 27 Oktober 2009).

Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak jelas akan

mempengaruhi polusi asap dapur ke dalam rumah yang dapurnya menyatu

dengan rumah dan jenis bahan bakar minyak relatif lebih kecil resiko

menimbulkan asap daripada kayu bakar (www.digilib.unnes.ac.id, diakses

tanggal 27 Oktober 2009).

Page 45: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2.2.8 Sosial ekonomi

Tidak adanya kemampun menyediakan lingkungan perumahan yang

sehat pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan

meningkatkan kerentanan balita terhadap serangan berbagai penyakit menular,

termasuk ISPA.

Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang

terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh

karena keterbatasan biaya, yang pada akhirnya akan mendorong

meningkatnya angka kesakitan penyakit ISPA.

2.2.9 Pendidikan

Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam

mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami

informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan sangat

berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit ISPA.

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Yang dimaksud dengan kerangka konsep penelitian adalah suatu

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari

masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005:43).

Angka kesakitan dan angka kematian balita masih tinggi, salah satu

penyebab tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita adalah

Page 46: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

ISPA, dimana ISPA selalu menduduki urutan pertama dari 10 penyakit

terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris, Kabupaten Tapin.

ISPA merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

maupun virus, lebih sering terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun (balita).

ISPA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin,

pemberian ASI, status gizi, lingkungan, perilaku orang tua, sosial ekonomi dan

pendidikan.

Berdasarkan landasan teori tersebut maka dibuatlah kerangka konsep

sebagai berikut :

Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Faktor Resiko ISPA

Etiologi :

- Virus

- Bakteri

Faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita :1. Umur2. Jenis kelamin3. Status imunisasi4. Pemberian ASI5. Status gizi6. Lingkungan7. Perilaku orang tua8. Sosial ekonomi9. pendidikan

ISPA pada Bayi / Balita

Tinggi

Sedang

Rendah

Page 47: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode

penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan

tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan

secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan

atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Penelitian ini digunakan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan

data, klasifikasi, pengolahan / analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan

(Notoatmodjo, 2005:138).

Penelitian yang dilakukan dengan metode ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran atau informasi terhadap objek yang akan diteliti

tentang faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005:79).

Page 48: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Sedangkan menurut Dr. Siswojo, mengatakan definisi dari populasi

adalah sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan

peneliti (Setiadi, 2007:176).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua dengan balita

yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA diwilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2005:79).

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah semua orang tua

yang memiliki balita yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita

ISPA yang berobat ke Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke

Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.3 Besar Sampel

Dalam penelitian ini peneliti tidak menentukan jumlah sampel yang

akan digunakan. Peneliti menggunakan rentang waktu penelitian selama 2

minggu dari tanggal 18 Januari sampai dengan 30 Januari 2010 dengan batas

minimal jumlah sampel sebanyak 30 orang responden yang ada di wilayah

kerja Puskesmas Salam Babaris.

Page 49: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3.4 Cara Pengambilan Sampel.

Cara pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah teknik

sampel secara Accidental Sampling.

Pengambilan sampel secara Accidental ini dilakukan dengan

mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia saat

penelitian sedang berlangsung, yaitu semua orang tua yang memiliki balita

yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke

Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti

secara empiris atau ditentukan tingkatnnya (Setiadi, 2007:161).

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok lain (Notoatmodjo, 2005:70).

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor resiko ISPA, yaitu umur,

jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi, lingkungan,

perilaku orang tua, sosial ekonomi dan pendidikan.

Page 50: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi,

2007:165).

Tabel 3.1

Definisi Operasional

VariabelDefinisi

OperasionalParameter Alat Ukur Skala

Skor Penilaian

Faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.

Berbagai hal yang mendorong atau memperbe-rat timbulnya Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) pada bayi / balita.

1. Umur2. Jenis

kelamin3. Status

imunisasi4. Pemberian

ASI5. Status gizi6. Lingkungan7. Perilaku

orang tua8. Sosial

ekonomi9. Pendidikan

kuesioner Ordinal - 68-84 = Tinggi

- 48-67 = Sedang

- 28-47 = Rendah

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.6.1 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris

Kabupaten Tapin.

Page 51: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3.6.2 Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2

Kegiatan dan Waktu Penelitilan

3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data3.7.1 Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar

kuesioner.

Kuesioner memuat pertanyaan yang mengacu pada kerangka konsep

faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris.

3.7.2 Cara Pengumpulan Data

3.7.2.1 Data Primer

Kegiatan Waktu

Studi Pendahuluan September 2009

Penyusunan Proposal Oktober - Desember 2009

Pelaksanaan 18 Januari – 30 Januari 2009

Tabulasi Data 1 Januari - 6 Januari 2010

Pengolahan Hasil Februari 2010

Page 52: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Peneliti mengadakan pendekatan kepada keluarga untuk mendapatkan

persetujuan keluarga sebagai responden. Responden diberi penjelasan

mengenai cara mengisi kuesioner. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang

diajukan peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diisi sendiri oleh

responden.

3.7.2.2 Data sekunder

Diperoleh dari laporan tahunan dan laporan bulanan Puskesmas Salam

Babaris tahun 2008 dan 2009.

3.7.3 Pengolahan Data

3.7.3.1 Editing data

Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data kepada para responden. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang

telah selesai ini dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan,

dan relevansi jawaban.

3.7.3.2 Coding

Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden

kedalam katagori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda /

kode pada masing – masing jawaban.

3.7.3.3 Pembersihan Data

Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan

bahwa data telah bersih dari kesalahan, baik pada waktu pengkodean maupun

pada waktu membaca kode sehingga siap di analisa.

Page 53: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3.7.3.4 Penetapan Score

Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa, kemudian

dilakukan tabulasi data dan diberi skor. Nilai maksimal untuk setiap

pertanyaan tentang faktor resiko ISPA adalah 3 dan nilai minimal adalah 1.

3.8 Analisa Data

Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan

menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel

atau grafik (Setiadi, 2007:196).

Pada penelitian ini data disajikan secara deskriptif dengan

menggunakan tabel distribusi frekuensi dan presentasi, kemudian hasil yang

diperoleh dinarasikan. Setelah kuesioner diberi bobot nilai, selanjutnya dibuat

kategori dari setiap kuesioner untuk kualitas jawaban dari responden

berdasarkan nilai. Tiap jawaban diberi nilai maksimal 3 dan minimal 1.

Kemudian ditetapkan klasifikasi (kriteria nilai) tersebut dengan perhitungan

statistik sederhana.

Klasifikasi (kriteria nilai) kuesioner faktor resiko ISPA dalam analisa

data :

1) Nilai tertinggi adalah bobot nilai tertinggi dikalikan jumlah pertanyaan

yaitu 3 x 24 = 72

2) Nilai terendah adalah bobot nilai terendah dikalikan jumlah pertanyaan

yaitu 1 x 24 = 24

Page 54: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

3) Range / rentang adalah jumlah nilai tertinggi dikurangi jumlah nilai

terendah yaitu 72 – 24 = 48

4) Interval / kelas adalah jumlah skala nilai yaitu 48 : 3 = 16

Tabel 3.3

Klasifikasi Penilaian Faktor Resiko ISPA

3.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti telah mendapat izin dari pihak

instansi Puskesmas Salam Babaris. Prinsip etika yang dilaksanakan peneliti

dalam penelitian ini adalah :

1) Persetujuan penelitian (informed consent)

Harus ada persetujuan dari responden bahwa dia bersedia untuk

terlibat sebagai sampel, dan pada saat minta persetujuan jelaskan semua

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan. Informed consent tidak terbatas

pada responden saja, tetapi juga pada instansi tempat penelitian.

2) Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan, responden berhak untuk tidak

menonjolkan identitasnya. Peneliti cukup dengan memberikan nomor

kode pada lembar pengumpulan data.

3) Kerahasiaan (Confidentiality)

No Klasifikasi nilai Kategori

1 58 – 72 Tinggi

2 41 – 57 Sedang

3 24 – 40 Rendah

Page 55: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Data yang dikumpulkan dari individu hendaknya bersifat rahasia dan

tidak diketahui orang lain, kecuali peneliti sendiri. Untuk itu peneliti

hendaknya mengumpulkan segera lembaran instrument yang sudah diisi

responden dan sebaiknya tidak dikumpulkan melalui orang lain. Hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dari tempat penelitian,

profil lokasi penelitian, hasil penelitian tentang faktor resiko ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris. Gambaran umum tempat penelitian

Page 56: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

diantaranya adalah keadaan goegrafis, keadaan demografi, pendidikan, sosial

ekonomi serta keadaan lingkungan fisik dan biologis. Sedangkan profil lokasi

penelitian adalah letak Puskesmas Salam Babaris, Sarana Fisik, Sumber Daya

Manusia (SDM), dan Kegiatan Puskesmas Salam Babaris.

Hasil Penelitian mengenai faktor resiko terjadinya ISPA pada balita terdiri

dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI, status gizi,

lingkungan, sosial ekonomi, pendidikan dan perilaku orang tua.

4.1. GAMBARAN UMUM

4.1.1. Keadaan Geografis

Puskesmas Salam Babaris terletak di wilayah Kecamatan Salam

Babaris, yang merupakan Kecamatan pemekaran sejak 1 Juni 2005. Luas

wilayah Kecamatan Salam Babaris 153.000 Km², dengan tipologi geografi

berupa pegunungan. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Salam Babaris

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bungur

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binuang

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Banjar

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tapin Selatan

Puskesmas Salam Babaris terletak di desa Salam Babaris dan

berdekatan dengan kantor Kecamatan Salam Babaris. Kecamatan Salam

Babaris dikepalai oleh seorang Camat. Wilayah kerja Puskesmas Salam

Page 57: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Babaris meliputi 6 desa masing-masing dikepalai oleh kepala desa, 18 RW

masing-masing dikepalai oleh ketua RW dan 70 RT masing- masing dikepalai

oleh ketua RT.

Tabel 4.1

Luas Wilayah dan Perangkat Pemerintah Kecamatan Salam Babaris

Tahun 2009

No Desa Luas Wilayah (KM²)Jumlah

RW RT

1 Pantai Cabe 34.000 3 15

2 Salam Babaris 35.000 4 13

3 Suato Baru 6.500 3 9

4 Suato Lama 7.500 3 14

5 Kembang Habang Baru 35.000 3 8

6 Kembang Habang Lama 35.000 2 11

Total 153.000 18 70

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009

4.1.2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun

2009 sebanyak 10.358 jiwa dan 3.185 KK dengan jumlah dari setiap desa

sebagai berikut :

Tabel 4.2

Data Penduduk Wilayah Kecamatan Salam Babaris Tahun 2009

Page 58: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

No Desa

Jumlah

PendudukJumlah

Jiwa

Jumlah

KK♂ ♀

1 Pantai Cabe 1.068 969 2.037 564

2 Salam Babaris 1.029 1.038 2.067 599

3 Suato Baru 541 548 1.079 422

4 Suato Lama 786 889 1.685 555

5 Kembang Habang Baru 842 864 1.706 492

6 Kembang Habang Lama 915 869 1.784 553

Total 5.181 5.177 10.358 3.185

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009

4.1.3. Pendidikan

Secara keseluruhan sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Jumlah Sarana Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris

Tahun 2009

No Sekolah Jumlah

1 TK Umum 5

Page 59: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

2 TK / TPA Al Qur’an 8

3 SDN 12

4 Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) 2

5 SMPN 2

Total 29

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009

4.1.4. Sosial Ekonomi

Mata pencaharian penduduk mayoritas adalah petani (sawah dan

kebun karet), selebihnya adalah swasta, pedagang, PNS, dan lain-lain. Agama

yang dianut lebih dari 95 % adalah Islam.

4.1.5. Lingkungan Fisik dan Biologis

Kondisi lingkungan yang sehat merupakan suatu keharusan demi

tercapainya derajat kesehatan yang optimal, disamping ada beberapa faktor

lain yang berpengaruh, diantaranya :

4.1.5.1Penyehatan pemukiman

Jumlah rumah di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris kurang lebih

3.185 rumah. Berdasarkan pemeriksaan, dari jumlah tersebut yang di anggap

sebagai rumah sehat baru 2.100 rumah (65,9 %) dan selebihnya masih belum

merupakan rumah sehat.

4.1.5.2Penyediaan air bersih

Jangkauan pemenuhan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris baru mencapai 906 KK (28,4 %). Sisanya 71,6 % masih

Page 60: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

menggunakan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti air sungai

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

4.1.5.3Jamban keluarga

Dari seluruh rumah yang ada, yang sudah menggunakan jamban

keluarga baru mencapai 76,7 %. Sebagian yang lainnya buang air besar masih

di sungai.

4.1.5.4. SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah)

Dari 3.185 rumah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris, baru 246 rumah (7,7 %) yang mempunyai sarana pembuangan air

limbah yang memenuhi syarat.

4.1.5.5. Pengelolaan Sampah

Sampah-sampah yang ada di tampung dalam tempat pembuangan

sampah sementara (TPS). Di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris

terdapat 3 TPS. 1 buah TPS terletak di desa Pantai Cabe, 1 buah TPS di desa

Suato Lama, dan 1 buah TPS di desa Kembang Habang Baru.

4.1.6. Puskesmas Salam Babaris

Puskesmas Salam Babaris terletak di Kecamatan Salam Babaris

dengan alamat jalan Salam Babaris, Kecamatan Salam Babaris, Kabupaten

Tapin, Kalimantan Selatan.

4.1.6.1. Sarana Fisik

Page 61: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Sarana fisik yang ada di Puskesmas Salam Babaris sebagai penunjang

pelayanan kesehatan adalah :

1. Gedung Puskesmas

Secara administrasi dan organisasi Puskesmas Salam Babaris

berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin.

2. Puskesmas Pembantu (PUSTU)

Ada 4 buah pustu yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris yaitu Pustu Suato Lama yang dikelola oleh perawat PNS,

Pustu Suato Baru yang dikelola oleh perawat PNS, Pustu Kembang

Habang baru yang dikelola oleh Perawat PNS, Pustu Kembang Habang

Lama yang dikelola oleh perawat PNS.

3. Poskesdes

Ada 3 buah Poskesdes di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris yaitu Poskesdes Pantai Cabe dikelola oleh bidan desa, Poskesdes

Suato Lama yang dikelola oleh bidan desa, dan Poskesdes Kembang

Habang Baru dikelola oleh bidan desa.

4. Rumah Dinas

Rumah Dinas terdiri dari satu buah rumah dinas dokter umum

dan 3 buah rumah dinas untuk paramedis.

5. Kendaraan Dinas

Page 62: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Terdapat 1 buah mobil Puskesmas Keliling dan 13 buah sepeda

motor dinas.

4.1.6.2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Keadaan Sumber Daya Manusia di Pukesmas Salam Babaris sampai

akhir tahun 2009 dapat di lihat dari tabel berikut :

Tabel 4.4

Keadaan Sumber Daya Manusia

Di Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009

No Jabatan Jumlah1 Dokter Umum 12 Perawat 1 (DIII)

4 (SPK)1 (S1)

3 Bidan Puskesmas 24 Bidan di Desa 55 Perawat Gigi 3 (SPRG)6 Nutrisionis (Gizi) 1 (AKZI)7 Sanitarian (Kesling) 1 (AKL)

1 (SPPH)8 Asisten apoteker 19 Tata Usaha 310 Honorer (TKS) 1 (Perawat)

1 (Loket/kartu)Jumlah 26 orang

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009

Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa perawat terbanyak di

Puskesmas Salam Babaris adalah perawat lulusan SPK.

4.1.6.3. Kegiatan Puskesmas Salam Babaris

Seperti tercantum dalam Laporan Tahunan Puskesmas Salam Babaris

Tahun 2009, program pokok Puskesmas Salam Babaris Tahun 2009 adalah

sebagai berikut :

Page 63: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

a. Promosi Kesehatan

1. Promosi desa sehat

2. Promosi posyandu dan upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK).

3. Promosi kesehatan melalui UKS dan UKGS

4. Promosi P2M dan Gizi

b. Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

f. Upaya Pengobatan

g. Upaya kesehatan gigi dan mulut.

4.2. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Januari sampai dengan 30

Januari 2010. Subjek Penelitian adalah semua orang tua yang memiliki balita

yang sedang menderita ISPA atau pernah menderita ISPA yang berobat ke

Poli Umum di Puskesmas Salam Babaris dan ke Posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris Kabupaten Tapin. Hasil penelitian ini diperoleh

berdasarkan lembar kuesioner. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 30

orang.

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah mengolah data tersebut. Hasil penelitian ini disajikan secara deskripsi.

Page 64: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan alat

ukur yang digunakan, dapat dilaporkan hasil penelitian sebagai berikut :

4.2.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita

Faktor resiko ISPA adalah berbagai hal yang menjadi pendukung

timbulnya penyakit ISPA pada anak yang berumur kurang dari 5 Tahun,

terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi, pemberian ASI,

status gizi, lingkungan, kelembaban udara, sosial ekonomi keluarga,

pendidikan dan perilaku orang tua. Berikut dibawah ini merupakan hasil

penelitian berdasarkan sub variabel dari faktor resiko ISPA :

4.2.1.1. Faktor Umur Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA

Faktor umur balita yang menderita ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.5

Distribusi Umur balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Umur Jumlah Persentase (%)

1 – 12 bulan 13 43 %

> 1 – 4 tahun 11 36 %

> 4 – 5 tahun 6 20 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa umur balita terbanyak yang

menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah pada

umur 1- 12 bulan yaitu sebanyak 13 orang (43 %).

4.2.1.2. Faktor Jenis Kelamin Balita yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA

Page 65: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Faktor Jenis Kelamin balita yang pernah atau sedang menderita ISPA

didapatkan dari hasil penelitian berdasarkan kuesioner yang diberikan, dapat

dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut ;

Tabel 4.6

Distribusi Jenis Kelamin Balita Yang Pernah atau Sedang Menderita ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki - Laki 19 63 %

Perempuan 11 37 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin balita

terbanyak yang menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris

adalah laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (63 %).

4.2.1.3. Faktor Status Imunisasi Pada Balita Terhadap ISPA

Faktor status imunisasi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari

hasil kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut :

Tabel 4.7

Distribusi Faktor Status Imunisasi Balita Terhadap ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Status Imunisasi Jumlah Persentase (%)

Page 66: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Lengkap 24 80 %

Belum Lengkap 3 10 %

Tidak Lengkap 3 10 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status

imunisasi balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris

adalah tergolong status imunisasi lengkap yaitu sebanyak 24 orang (80 %).

4.2.1.4. Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA

Faktor status gizi pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut :

Tabel 4.8

Distribusi Faktor Status Gizi Pada Balita Terhadap ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Status Gizi Jumlah Persentase (%)

Baik 29 97 %

Kurang 1 3 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor status gizi

pada balita terhadap ISPA di wilayah Puskesmas Salam Babaris adalah

tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %).

4.2.1.5. Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA

Page 67: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Faktor pemberian ASI pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai berikut :

Tabel 4.9

Distribusi Faktor Pemberian ASI Pada Balita Terhadap ISPA

Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Pemberian ASI Jumlah Persentase (%)

Baik 24 80 %

Sedang 3 10 %

Kurang 3 10 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa gambaran faktor pemberian ASI

pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah

tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %).

4.2.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA

Faktor lingkungan pada balita terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :

Tabel 4.10

Distribusi Faktor Lingkungan Terhadap ISPA Di Wilayah

Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Lingkungan Jumlah Persentase (%)

Rendah 17 57

Sedang 11 37

Tinggi 2 6

Page 68: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Total 30 100 %

Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor

lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah

tergolong rendah yaitu sebanyak 17 orang (57 %).

4.2.1.7. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA

Faktor sosial ekonomi keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut ;

Tabel 4.11

Distribusi Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap ISPA Di Wilayah

Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Sosial Ekonomi Jumlah Persentase (%)

Rendah 12 40 %

Sedang 18 60 %

Tinggi 0 0 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa gambaran faktor sosial

ekonomi terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah

tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %).

4.2.1.8. Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA

Faktor pendidikan keluarga terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut :

Tabel 4.12

Distribusi Faktor Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah

Page 69: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Kerja Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 15 50 %

SMP 7 7 %

SMA 6 6 %

Perguruan Tinggi 2 7 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

orangtua terbanyak yang mempunyai anak menderita ISPA di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris adalah pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak

15 orang (50 %).

4.2.1.9. Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA

Faktor perilaku orangtua terhadap ISPA didapatkan dari hasil

kuesioner yang dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut :

Tabel 4.13

Distribusi Faktor Perilaku Orang Tua Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Perilaku Orangtua Jumlah Persentase (%)

Baik 8 27 %

Sedang 16 53 %

Page 70: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Kurang 6 20 %

Total 30 100 %

Dari tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa perilaku orangtua yang

mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %).

4.2.2 Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita

Faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris secara keseluruhan yang didapatkan dari hasil kuesioner dapat

dilihat dari tabel 4.14 sebagai berikut :

Tabel 4.14

Distribusi Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris Tahun 2010

Faktor Resiko ISPA Jumlah Persentase (%)

Rendah 19 63 %

Sedang 11 37 %

Tinggi 0 0

Total 30 100 %

Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa faktor resiko ISPA secara

keseluruhan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah

pada golongan sedang dengan jumlah 19 orang (63 %) responden.

Page 71: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB V

PEMBAHASAN PENELITIAN

Page 72: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Pembahasan dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam 2 bagian, yaitu

pembahasan mengenai hasil penelitian dan keterbatasan hasil penelitian tentang

faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

5.1. Pembahasan Penelitian

5.1.1. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris.

Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendukung

timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur balita, jenis

kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI, lingkungan,

perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua.

5.1.1.1. Faktor Umur Balita Terhadap ISPA

Pada penyakit ISPA, umur yang mengalami ISPA adalah kurang dari

satu tahun, balita atau pada anak usia muda akan lebih mudah terkena ISPA

daripada orang dewasa.

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data umur balita yang menderita ISPA

terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris sebanyak 13 orang

(43 %) responden dengan klasifikasi umur antara 1 – 12 bulan, umur balita

dengan klasifikasi umur antara lebih dari 1- 3 tahun sebanyak 11 orang (37

%) responden, dan umur balita dengan klasifikasi umur antara lebih dari 3-

5 tahun sebanyak 6 orang (20 %) responden.

Pada penelitian ini hasil yang didapatkan sesuai dengan sejumlah teori

yang mengungkapkan bahwa insiden ISPA tertinggi pada umur 1 - 12

Page 73: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

bulan. ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita

pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena

daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah

menderita ISPA.

Umur terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita

merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga

masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Dari hasil survei

Demografi Indonesia menunjukkan kelompok umur yang lebih muda

dengan prevalensi tinggi cenderung bergeser ke kelompok umur yang lebih

muda.

5.1.1.2. Faktor Jenis Kelamin Terhadap ISPA

Faktor jenis kelamin anak merupakan salah satu faktor resiko yang

dapat menyebabkan ISPA bila dikaitkan dengan aktivitas anak tersebut.

Dari hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan hasil lembar kuesioner

didapatkan data bahwa sebanyak 19 orang (63 %) responden berjenis

kelamin laki-laki dan 11 orang (37 %) responden berjenis kelamin

perempuan di diagnosa menderita ISPA.

Dari data tersebut didapatkan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-

laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena ISPA daripada anak

yang berjenis kelamin perempuan. Kebetulan pada saat dilakukan

penelitian jumlah balita yang menjadi responden yang terbanyak adalah

laki-laki, jadi untuk faktor jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Salam

Page 74: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Babaris dianggap merupakan faktor resiko tertinggi terjadinya ISPA pada

balita.

Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan insidens terjadinya

infeksi saluran pernafasan pada anak balita adalah jenis kelamin laki-laki

(Dep.Kes.RI, 2002).

Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai

kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10

tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap

masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula.

Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada

lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan

sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian .

Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002-2003 mencatat bahwa anak

balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey

pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah

anak balita laki-laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai

gejala-gejala pneumonia sebesar 7,4% (www.digilib.unnes.ac.id, diakses

tanggal 10 Pebruari 2010).

5.1.1.3. Faktor Status Imunisasi Terhadap ISPA

Page 75: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit

dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap

penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.

Tujuan dari diberikannya imunisasi adalah diharapkan bayi atau balita

menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka

kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi.

Hasil penelitian diperoleh bahwa status imunisasi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong baik dengan jumlah 24

orang (80 %). Hal ini dapat di artikan bahwa status imunisasi bukan

menjadi faktor resiko yang menyebabkan ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris. Sesuai dengan hasil yang didapatkan dari hasil penelitian

berdasarkan hasil kuesioner bahwa walaupun status imunisasi pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris tergolong lengkap, tetapi anak

tetap menderita ISPA. Hal ini karena masih adanya faktor lain yang dapat

memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari balita

tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta perilaku

orangtua balita itu sendiri.

5.1.1.4. Faktor Pemberian ASI Terhadap ISPA

Air Susu Ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan

kemungkinan serangan penyakit.

Page 76: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 30 responden faktor

pemberian ASI pada balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris adalah tergolong baik yaitu sebanyak 24 orang (80 %),

walaupun pemberian ASI pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris tergolong baik, tetapi anak tetap menderita ISPA. Sama seperti

halnya faktor status imunisasi, karena masih adanya faktor lain yang dapat

memberikan kontribusi terhadap penyakit ISPA yang berasal dari luar diri

balita tersebut, seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi keluarga, serta

perilaku orangtua balita itu sendiri.

5.1.1.5. Faktor Status Gizi Terhadap ISPA

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-

organ serta menghasilkan energi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor status gizi pada

balita terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah

tergolong baik yaitu sebanyak 29 orang (97 %). Hal ini berarti status gizi

balita bukan merupakan faktor resiko tinggi yang menyebabkan ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan

berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan.

Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari

Page 77: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat

berpengaruh terhadap status gizi seseorang.

Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi

yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik,

perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan

tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000:18).

5.1.1.6. Faktor Lingkungan Terhadap ISPA

Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya dan

tersebarnya penyakit ISPA. Rumah yang kotor, padat, kumuh dan kurang

mempunyai jendela menyebabkan pertukaran udara terkumpul didalam

rumah. Bayi atau balita yang sering menghisap asap akan lebih mudah

terserang ISPA.

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tingi dapat merusak mekanisme pertahanan paru

sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada

rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil kuesioner

didapatkan bahwa faktor lingkungan terhadap ISPA di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong rendah yaitu sebanyak 17

orang (57 %). Ini berarti lingkungan bukan merupakan faktor resiko tinggi

yang dapat menyebabkan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris. Hal ini bisa dilihat dari lingkungan perumahan yang

Page 78: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

memenuhi syarat, baik dari segi kepadatan hunian, ventilasi, dan

pencemaran udara dalam rumah.

5.1.1.7. Faktor Perilaku Orang Tua

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari dalam

masyarakat atau keluarga. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita

ke orang lain melalui udara, kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh

penjamu baru dan masuk keseluruh saluran pernafasan. Dari saluran

pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi

ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.

Faktor perilaku orang tua yang bisa menyebabkan kejadian ISPA pada

balita diantaranya adalah merokok didalam rumah, kebersihan rumah yang

kurang, menggunakan obat nyamuk bakar, membawa anak pada saat

memasak yang menggunakan kayu bakar.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa perilaku orang tua yang

mempunyai balita menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Dari

hasil kuesioner didapatkan hal tersebut diatas disebabkan karena masih

kurangnya perilaku orangtua dalam upaya pencegahan penyakit ISPA,

seperti orangtua yang merokok didalam rumah, dan penggunaan obat

nyamuk bakar.

Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok

mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap.

Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO

Page 79: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb

di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok,

adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang

berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap

(www.digilib.unnes.ac.id, diakses tanggal 27 Oktober 2009).

Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin

besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila

merokok dilakukan oleh ibu bayi (Dinkes RI, 2001:12).

5.1.1.8. Faktor Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan keadaan suatu keluarga dilihat dari besar

pendapatan atau penghasilan dan bagaimana keluarga tersebut berinteraksi

terhadap orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor sosial ekonomi

terhadap ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong

sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %). Hal ini dapat diartikan faktor

sosial ekonomi merupakan salah satu faktor resiko yang dapat

menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Salam Babaris.

Dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang

terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh

karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya

lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka

kesakitan penyakit ISPA.

Page 80: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

5.1.1.9. Faktor Pendidikan Orangtua Terhadap ISPA

Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam

mendukung perilaku seseorang, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka akan makin mudah bagi orang itu untuk menerima dan memahami

informasi. Pengetahuan atau informasi yang cukup tentang ISPA akan

sangat berperan pada sikap dalam penanganan dan pencegahan penyakit

ISPA.

Berdasarkan data dari hasil kuesioner didapatkan 15 orang (50 %)

berpendidikan SD yang mempunyai balita yang menderita ISPA di wilayah

kerja Puskesmas Salam Babaris. Ini berarti faktor pendidikan orang tua

juga merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan

terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris.

Latar belakang pendidikan merupakan pengetahuan awal yang harus

dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita maupun keluarga sangat

berperan dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan yang cepat

dan tepat apabila anggota keluarga ada yang menderita gejala ISPA.

5.1.2. Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris.

Faktor resiko terjadinya ISPA adalah berbagai hal yang mendorong

atau memperberat timbulnya penyakit ISPA pada balita yaitu faktor umur

balita, jenis kelamin balita, status imunisasi, status gizi, pemberian ASI,

lingkungan, perilaku orangtua, sosial ekonomi, dan pendidikan orang tua.

Page 81: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor resiko terjadinya ISPA di

wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris dapat disimpulkan faktor resiko

ISPA tergolong sedang yaitu sebanyak 19 orang (63 %) responden. Faktor

resiko ISPA yang tertingi kontribusinya adalah faktor jenis kelamin balita,

umur, pendidikan orang tua, perilaku orang tua serta sosial ekonomi

keluarga.

Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA yaitu sebanyak 19

orang (63 %) adalah laki-laki. Salah satu faktor resiko yang dapat

meningkatkan insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan pada balita

adalah jenis kelamin laki-laki (Dep.Kes.RI, 2002).

Faktor umur balita yang menderita ISPA yaitu tertinggi yaitu pada

klasifikasi umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %). Pada bayi

atau balita daya tahan tubuhnya masih rendah sehingga lebih mudah untuk

terserang ISPA.

Faktor pendidikan orang tua yang mempunyai balita menderita ISPA

dari 30 responden 15 orang (50%) diantaranya adalah orang tua dengan

latar belakang pendidikan SD . Latar belakang pendidikan merupakan

pengetahuan awal yang harus dimiliki secara lengkap, baik bagi penderita

maupun keluarga sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil

keputusan yang cepat dan tepat apabila anggota keluarga ada yang

menderita gejala ISPA.

Faktor perilaku orang tua yang menderita ISPA adalah tergolong

sedang yaitu sebanyak 16 orang (53 %). Faktor perilaku orang tua yang

Page 82: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

tergolong tinggi adalah sebanyak 6 orang (20 %). Hal tersebut diatas

disebabkan karena masih kurangnya perilaku orang tua dalam upaya

pencegahan penyakit ISPA, seperti orangtua yang merokok didalam rumah,

dan penggunaan obat nyamuk bakar.

Faktor sosial ekonomi keluarga yang mempunyai balita yang

menderita ISPA adalah tergolong sedang yaitu sebanyak 18 orang (60 %),

dengan penghasilan yang sedikit, akan berdampak pada kurang

terpeliharanya gizi, berkurangnya kunjungan ke pelayanan kesehatan oleh

karena keterbatasan biaya, serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya

lingkungan yang pada akhirnya akan mendorong meningkatnya angka

kesakitan penyakit ISPA.

Meskipun faktor resiko ISPA di wilayah kerja Puskesmas Salam

Babaris tergolong sedang kemungkinan tingginya penyakit ISPA masih

terjadi, dengan mengetahui beberapa faktor resiko yang dapat

menyebabkan ISPA diharapkan masyarakat telah dapat melakukan

pencegahan pada balitanya agar tidak terserang penyakit ISPA.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti merasakan ada beberapa

keterbatasan yang tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil dari

penelitian ini, adapun keterbatasan penelitian tersebut antara lain :

Page 83: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

5.2.1. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini sangat singkat, yaitu

hanya 2 minggu. Peneliti hanya mampu mengumpulkan sampel sebanyak

30 responden.

5.2.2. Kualitas Data

Kualitas data menggunakan kuesioner yang bersifat sangat subjektif,

sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran dan ketekunan

responden dalam pengisian kuesioner.

5.2.3. Kemampuan Peneliti

Kemampuan peneliti dalam penelitian masih terbatas sehingga masih

terdapat adanya kekurangan dalam penelitian ini.

Page 84: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita

di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa faktor resiko terjadinya ISPA tergolong sedang. Faktor

resiko ISPA secara rinci diantaranya adalah :

6.1.1. Faktor umur balita yang mederita ISPA tertinggi yaitu pada klasifikasi

umur 1-12 bulan dengan jumlah 13 orang ( 43 %).

6.1.2. Faktor jenis kelamin balita yang menderita ISPA tertinggi adalah jenis

kelamin laki-laki sebanyak 19 0rang (63 %).

6.1.3. Faktor pendidikan orang tua yang memiliki balita menderita ISPA

sebanyak 15 orang (50 %) adalah dengan latar belakang SD.

6.1.4. Faktor perilaku orang tua yang memiliki balita menderita ISPA di wilayah

kerja Puskesmas Salam Babaris yaitu dengan katagori perilaku kurang

sebanyak 6 orang (20%), dan dengan katagori perilaku sedang sebanyak 16

orang (53 %).

6.1.5. Faktor sosial ekonomi keluarga yang memiliki balita yang menderita ISPA

di wilayah kerja Puskesmas Salam Babaris adalah tergolong sedang yaitu

sejumlah 18 orang (60 %).

Page 85: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

6.1.6. Faktor resiko ISPA yang lain seperti status imunisasi, status gizi,

pemberian ASI, lingkungan ternyata bukan merupakan faktor resiko yang

dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Salam Babaris.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat dikemukakan saran :

1. Pihak Puskesmas

Diharapkan pihak puskesmas lebih meningkatkan penyuluhan

tentang penyakit ISPA minimal 1 bulan sekali dan pelaksanaannya

secara berkesinambungan.

2. Pihak Orangtua

Diharapkan kepada orangtua khususnya yang mempunyai balita

yang menderita ISPA dan orangtua yang mempunyai balita yang tidak

terkena ISPA pada umumnya agar dapat meningkatkan upaya untuk

pencegahan penyakit ISPA dan memiliki kesadaran dan motivasi untuk

ikut berperan aktif dalam mengatasi faktor yang mengganggu kesehatan

yang ada di lingkungan sekitar, serta membiasakan semua anggota

keluarganya untuk berprilaku hidup bersih dan sehat.

3. Pihak Peneliti

Penelitian ini hanya melihat gambaran tentang faktor resiko

terjadinya ISPA pada balita, diiharapkan pada penelitian selanjutnya

Page 86: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

maka perlu diteliti mengenai hubungan faktor resiko ISPA terhadap

kejadian ISPA pada balita.

Page 87: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syair. http://syair.wordpress.com/2009/04/26faktor -resiko-kejadian-ISPA-pada-Balita. Akses 13 Oktober 2009

Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar ISPA Program D-III Keperawatan. Jakarta: Depkes RI, 2001

--------------------------------. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes RI, 2002

------------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 : Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan. Jakarta : Depkes RI, 2003

----------------------------. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 2 : Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun. Jakarta : Depkes RI, 2003

--------------------------. Modul Materi Dasar 2 : Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi. Jakarta: Depkes RI,2006

Dinas Kesehatan Bagian P2M. Laporan Bulanan Program P2 ISPA. Tapin : Dinkes Tapin, 2009

Hidayat, Aziz A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta : Salemba Medika, 2008

http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/ispa dan pneumonia. Akses 11 Oktober 2009

http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-akut-ispa/. Akses 29 Oktober 2009

J, Mukono. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Airlangga University Press, 2000

Page 88: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Kasjono, Heru Subaris & Yasril. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009

Muluki.http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.phb?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-muluki-2c-2040. Akses 13 Oktober 2009

Nursalam, Susilanigrum Rekawati, Utami Sri. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika, 2005

Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2005

Prabu. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor -resiko-ISPA-pada-Balita/. Akses 13 Oktober 2009

Poltekkes Jurusan Keperawatan. Pedoman Penulisan Proposal dan Karya Tulis Ilmiah. Banjarbaru, 2009 (Tidak Dipublikasikan)

Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007

Sjahmien Moehji, ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2003

www.who.int/csr/resources/publication. Akses 25 Oktober 2009

www.digilib.unnes.ac.id, Akses tanggal 27 Oktober 2009

Yahya, Harun. http://www.hyahya.org/indo/artikel/082.htm/Cairan Ajaib : Air Susu Ibu. Akses 27 oktober 2009

Page 89: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA

DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS

Oleh :

Ernawati

PO7120007439

Peneliti adalah Mahasiswa Program Khusus Politeknik Kesehatan

Banjarmasin Jurusan Keperawatan Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan sebagai

salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir Program Diploma III

Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menilai faktor-faktor resiko terjadinya ISPA pada Balita yang ada di wilayah Kerja

Puskesmas Salam Babaris.

Peneliti mengharapkan tanggapan / jawaban yang saudara berikan sesuai

dengan pendapat saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Peneliti menjamin

kerahasian pendapat dan identitas saudara. Informasi yang saudara berikan hanya

akan digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan tidak akan

dipergunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat volunter (bebas), saudara

bebas untuk ikut atau tidak tanpa adanya sanksi apapun.

Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara

menandatangani kolom dibawah ini.

Tanda Tangan :

Tanggal :

Nama Responden :

Page 90: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

KUISIONER PENELITIAN

FAKTOR RESIKO TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALAM BABARIS

Oleh :

Ernawati

PO7120007439

Tanggal Pengisian (diisi responden) :

Kode respomden (diisi peneliti) :

1. Identitas Responden

Inisial Ibu/Balita : Ny. /

Umur Ibu/Balita : th / th.

Alamat :

Pekerjaan :

Pendidikan :

Status Gizi (pada KMS) : 1. Pada Lajur Hijau Tebal (Gizi Baik)

2. Pada Lajur Kuning (Gizi Kurang)

2. Petunjuk Pengisian

a. Bacalah pertanyan dengan baik

b. Jawablah petanyaan dengan jujur dan sesuai dengan pengalaman anda !

c. Berilah tanda silang (x) atau checklist (√) pada pilihan jawaban yang sesuai

dengan anda !

Page 91: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

UMUR

1. Berapa umur anak anda sekarang ?

a. 1 – 12 bulan

b. 1 – 3 tahun

c. 3 – 5 tahun

2. Pada umur berapa anak anda pertama kali menderita ISPA ?

a. 1 – 12 bulan

b. 1 – 3 tahun

c. 3 – 5 tahun

JENIS KELAMIN

3. Jenis kelamin anak anda :

laki-laki perempuan

STATUS IMUNISASI

4. Apa yang anda lakukan untuk mencegah balita anda tertular penyakit ?

a. Mengimunisasi lengkap balita

b. Membiarkan saja

c. Menjauhkan anak dari orang yang sudah tertular

5. Apakah balita anda pernah di imunisasi?

a. Tidak pernah

b. Pernah, tapi tidak lengkap

c. Pernah dan lengkap

6. Imunisasi yang telah diberikan pada balita anda

BCG Hepatitis

DPT Polio

Campak

Page 92: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

PEMBERIAN ASI

7. Apakah anda memberikan ASI eksklusif pada balita anda (ASI saja dari 0 – 6

bulan) ?

a. Ya, ASI eksklusif

b. ASI + susu Formula

c. Susu Formula saja

8. Pada usia berapa anak anda berhenti diberi ASI ?

a. 1 – 2 tahun

b. 6 – 12 bulan

c. Kurang dari 6 bulan

9. Kapan saat diberikan ASI ?

a. Setiap hari

b. Kadang – kadang

c. Tidak pernah

LINGKUNGAN

10. Berapa kali lantai rumah anda di bersihkan atau dipel dalam 1 minggu ?

a. 5 – 7 kali atau setiap hari

b. 3 – 4 kali

c. 1 kali

11. Berapa luas rumah anda ?

a. 8 m²

b. Kurang dari 8 m²

c. Lebih dari 8 m²

12. Apakah pada siang hari jendela rumah anda dibuka ?

a. Ya

Page 93: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

b. Tidak

c. Kadang – kadang

13. Bagaimana aliran angin di dalam rumah ?

a. Mengalir dingin

b. Kadang ada, kadang tidak

c. Suntuk, lembab, dan panas.

14. Apakah di dapur anda terdapat cerobong dan ventilasi asap ?

a. Ada

b. Hanya ada cerobong atau ventilasi asap

c. Tidak ada keduanya

15. Bagaimana pengelolaan sampah yang ibu lakukan ?

a. Dibakar didekat rumah

b. Dibuang ke tempat sampah

c. Dikubur

16. Apakah di daerah anda sering terjadi kabut asap ?

a. Sering

b. Kadang – kadang

c. Tidak pernah

SOSIAL EKONOMI

17. Berapa rata – rata penghasilan keluarga per bulan?

a. Kurang dari Rp. 500.000,00

b. Rp. 500.000 - Rp. 1. 000.000,00

c. Lebih dari Rp. 1.000.000,00

18. Bagaimana jarak tempat pelayanan kesehatan dari rumah keluarga ?

Page 94: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

a. Jauh, bisa dijangkau dengan kendaraan

b. Jauh, tidak bisa dijangkau dengan kendaraan

c. Dekat, bisa dengan jalan kaki

PENDIDIKAN

19. Pendidikan terakhir orang tua

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Perguruan Tinggi

PERILAKU ORANG TUA

20. Apakah ada keluarga ibu yang merokok tinggal serumah dengan balita ?

a. Tidak ada

b. Ada

21. Apakah keluarga yang merokok, sering menggendong / dekat dengan balita ?

a. Sering

b. Kadang – kadang

c. Tidak pernah

22. Bahan bakar apa yang ibu gunakan untuk memasak ?

a. Kayu bakar

b. Kompor minyak tanah

c. Kompor gas

23. Apakah ada anggota keluarga yang memasak menggunakan kayu bakar sambil

menggendong anak ?

a. Ya

b. Kadang – kadang

Page 95: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

c. Tidak pernah

24. Apakah anda sering menggunkan obat nyamuk bakar untuk melindungi balita

anda dari gigitan nyamuk ?

a. Sering

b. Kadang – kadang

c. Tidak pernah

Page 96: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Status Imunisasi

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2 3

1 1 1 1 3 Rendah2 1 1 1 3 Rendah 3 2 1 1 4 Rendah4 1 1 1 3 Rendah5 2 2 2 6 Sedang 6 1 1 1 3 Rendah7 1 1 1 3 Rendah8 2 1 1 4 Rendah9 2 2 2 6 Sedang 10 1 2 2 5 Rendah11 2 1 1 4 Rendah12 2 1 1 4 Rendah13 2 1 1 4 Rendah14 1 1 1 3 Rendah15 1 1 1 3 Rendah16 1 1 1 3 Rendah17 1 1 1 3 Rendah18 1 1 1 3 Rendah19 1 1 1 3 Rendah20 1 1 1 3 Rendah21 2 3 3 8 Tinggi22 1 1 1 3 Rendah23 1 1 1 3 Rendah24 1 1 1 3 Rendah25 1 1 1 3 Rendah26 1 3 3 7 Tinggi27 1 1 1 3 Rendah28 2 2 2 6 Sedang 29 3 3 3 9 Tinggi30 1 1 1 3 Rendah

Page 97: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Pemberian ASI

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2 3

1 1 1 1 3 Rendah2 2 1 1 4 Rendah 3 2 1 1 4 Rendah4 2 1 1 4 Rendah5 2 2 2 6 Sedang 6 1 1 1 3 Rendah7 2 2 1 5 Rendah8 1 1 1 3 Rendah9 2 1 1 4 Rendah 10 1 1 1 3 Rendah11 2 3 1 6 Sedang 12 1 1 1 3 Rendah13 1 1 1 3 Rendah14 1 1 1 3 Rendah15 2 1 2 5 Rendah16 1 3 1 5 Rendah17 2 1 1 4 Rendah18 2 2 1 5 Rendah19 2 3 1 6 Sedang 20 1 1 1 3 Rendah21 1 2 1 4 Rendah22 1 1 1 3 Rendah23 1 1 1 3 Rendah24 3 3 3 9 Tinggi 25 1 1 1 3 Rendah26 2 2 1 5 Rendah27 1 2 1 4 Rendah28 1 1 1 3 Rendah 29 3 3 3 9 Tinggi30 3 3 3 9 Tinggi

Page 98: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Lingkungan

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 1 2 2 2 2 14 Sedang 2 3 3 1 2 1 1 2 13 Sedang3 3 3 2 2 2 3 2 17 Tinggi 4 2 3 1 1 1 3 2 13 Sedang5 2 2 1 2 2 3 2 14 Sedang6 2 3 1 2 1 3 2 14 Sedang7 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang8 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang9 2 3 3 3 2 3 2 18 Tinggi 10 1 3 1 2 1 3 2 13 Sedang11 1 1 1 1 1 2 2 9 Rendah 12 2 1 1 1 2 1 2 10 Rendah13 3 1 1 1 1 1 2 10 Rendah14 1 2 1 1 1 1 2 9 Rendah15 1 2 1 2 2 1 2 11 Rendah16 1 1 1 2 2 1 2 10 Rendah17 2 1 2 1 1 1 2 10 Rendah18 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah19 2 1 1 2 2 3 2 13 Sedang20 2 2 1 2 2 3 2 14 Sedang21 2 3 2 2 2 3 2 16 Sedang22 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah23 1 2 1 1 1 3 2 11 Rendah24 2 1 1 1 1 3 2 11 Rendah25 2 1 1 1 1 3 1 10 Rendah26 2 1 1 1 1 1 2 9 Rendah27 1 2 1 1 1 1 2 9 Rendah28 1 1 1 1 1 1 2 8 Rendah29 2 1 1 1 2 1 2 10 Rendah30 2 1 1 1 1 1 2 9 Rendah

Page 99: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Perilaku Orang Tua

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2 3 4 5

1 3 3 3 2 3 14 Tinggi2 3 2 2 2 2 11 Sedang 3 3 2 2 2 3 12 Sedang 4 1 2 2 2 3 10 Sedang 5 3 3 2 3 3 14 Tinggi 6 3 2 2 2 3 12 Sedang 7 3 3 2 2 3 13 Tinggi 8 3 3 2 3 3 14 Tinggi9 1 2 2 2 3 10 Sedang 10 3 3 2 2 3 13 Tinggi 11 3 3 2 1 1 10 Sedang12 3 2 2 1 3 11 Sedang13 1 1 2 3 2 9 Sedang14 1 1 3 2 2 9 Sedang15 3 1 2 1 2 9 Sedang16 1 1 2 1 2 7 Rendah 17 1 1 1 1 3 7 Rendah18 1 1 2 1 2 7 Rendah19 1 1 2 1 1 6 Rendah20 3 1 3 1 2 10 Sedang21 3 2 3 2 2 12 Sedang22 3 2 2 1 1 9 Sedang23 1 1 3 1 3 9 Sedang24 3 2 2 1 1 9 Sedang25 1 1 2 1 1 6 Rendah26 1 1 3 2 1 8 Rendah27 1 1 1 1 3 7 Rendah28 3 2 3 2 3 13 Tinggi 29 1 2 2 1 1 7 Rendah 30 3 2 3 2 2 12 Sedang

Page 100: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Sosial Ekonomi Keluarga

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2

1 2 2 4 Sedang 2 3 1 4 Sedang 3 2 1 3 Rendah 4 2 1 3 Rendah 5 2 3 5 Sedang6 3 2 5 Sedang7 2 1 3 Rendah 8 3 1 4 Sedang9 3 1 4 Sedang10 3 1 4 Sedang11 3 2 5 Sedang12 3 1 4 Sedang13 1 2 3 Rendah14 1 1 2 Rendah15 2 2 4 Sedang16 1 2 3 Rendah17 1 3 4 Sedang18 2 1 3 Rendah19 3 1 4 Sedang20 3 1 4 Sedang21 2 2 4 Sedang22 2 1 3 Rendah23 2 1 3 Rendah24 1 1 2 Rendah25 3 1 4 Sedang26 3 1 4 Sedang27 2 1 3 Rendah28 2 1 3 Rendah29 3 2 5 Sedang30 3 1 4 Sedang

Page 101: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris

Hasil Penelitian Faktor Resiko Terjadinya ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Salam Babaris

RespondenPertanyaan

Jumlah Katagori1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 3 3 1 2 1 1 1 1 1 1 3 1 2 1 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 46 Sedang2 2 1 3 1 1 1 2 1 1 2 3 3 3 2 3 2 2 1 3 1 2 2 2 3 47 Sedang3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 3 3 2 3 3 45 Sedang4 2 1 3 1 1 1 2 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 1 3 3 3 2 2 3 49 Sedang5 1 3 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 54 Sedang6 1 3 3 2 2 2 1 1 1 2 3 1 2 1 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 52 Sedang7 1 3 3 2 1 1 2 1 1 2 3 1 1 1 3 2 2 1 3 1 2 2 2 3 44 Sedang8 2 3 3 1 1 1 2 1 1 3 3 2 2 2 3 2 3 1 3 3 2 2 2 3 51 Sedang9 2 1 3 1 1 1 2 1 1 3 3 1 2 1 1 2 1 1 2 3 2 2 2 2 41 Sedang 10 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 3 1 2 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 3 45 Sedang11 3 2 1 2 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 3 2 1 1 42 Sedang12 3 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 3 1 3 3 2 2 1 3 41 Sedang 13 2 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 3 1 1 2 3 2 39 Rendah 14 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 3 2 2 35 Rendah15 1 1 3 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 3 3 1 2 1 2 35 Rendah16 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 33 Rendah17 3 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 3 2 1 1 1 1 3 35 Rendah18 3 2 3 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 1 1 2 1 2 37 Rendah19 3 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 1 2 2 3 2 3 1 3 1 1 2 1 1 41 Sedang 20 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 3 2 3 1 3 3 1 3 1 2 44 Sedang21 2 2 1 2 3 3 1 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 55 Sedang 22 3 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 3 2 2 1 1 34 Rendah 23 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 3 1 3 38 Rendah24 2 1 3 1 1 1 3 3 3 2 1 1 1 1 3 2 1 1 2 3 2 2 1 1 42 Sedang 25 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 3 1 2 1 1 2 1 1 39 Rendah26 3 1 1 1 3 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 3 1 3 1 1 3 2 1 44 Sedang27 3 2 3 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 3 35 Rendah28 3 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 2 3 2 3 40 Rendah29 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 1 2 1 2 3 2 2 1 2 2 1 1 46 Sedang30 1 1 3 1 1 1 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 3 1 3 3 2 3 2 2 43 Sedang

Page 102: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris
Page 103: Faktor Resiko Terjadinya Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Pkm Salam Babaris