faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa.pdf
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS IV DAN V MI NEGERI 02 CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
Sri Minatun
107101001764
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
LEMBAR PERNYATAAN
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, November 2011 Sri Minatun, NIM : 107101001764 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV dan V MIN 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011 xv + 115 halaman + 23 tabel + 2 bagan + 3 lampiran
ABSTRAK
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam sebuah negara. Prestasi belajar siswa dianggap sebagai ukuran untuk menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan di Indonesia. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 siswa kelas IV dan V MIN 02 Cempaka Putih didapatkan bahwa rata-rata nilai beberapa mata pelajaran kurang dari 7, yang berarti prestasi belajar siswa masih kurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa MIN 02 Cempaka Putih tahun ajaran 2010/2011, dengan menggunakan disain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 66 anak yang diambil secara acak. Data penelitian didapatkan dari data primer dengan menggunakan kuesioner, timbangan injak dan mikrotoa, serta data sekunder dari nilai rapor dan arsip sekolah. Data dianalisis secara univariat untuk melihar gambaran masing-masing variabel, bivariat dengan menggunakan anova dan uji t-independen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa MIN 02 Cempaka Putih cukup baik, yaitu dengan rata-rata nilai siswa 75,03. Berdasarkan hasil analisis bivariat tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi, kesehatan, kebiasaan sarapan pagi, pendidikan orang tua, ekonomi keluarga dan lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar. Sedangkan untuk variabel sikap, minat dan motivasi terdapat hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar.
Saran yang bisa diberikan adalah pihak sekolah sebaiknya mempertahankan prestasi belajar yang sudah baik dengan memantau dan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar, terutama dalam hal gizi dengan mengadakan kantin sekolah yang memenuhi persyaratan gizi dan memeriksa status gizi secara periodik. Kata kunci: prestasi belajar, status gizi Daftar bacaan: 110 (1978 – 2011)
iii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, November 2011
Sri Minatun, NIM : 107101001764
The Factors Accociated with Learning Achievement Class of IV & V Cempaka Putih State Elementary School 02 Ciputat Timur School Year 2010/2011 xv + 115 pages + 23 table + 3 attachments
ABSTRACT
Education plays a very important role in improving the quality of human resources within a country. Student achievement is considered as a measure to determine the level of success of the process of education in Indonesia. Based on preliminary studies conducted on 10 students in grade IV and V Cempaka Putih State Elementary School found that the average value of some subjects is less than 7, which means that student achievement is still lacking.
This study aims to determine the factors that related with student achievement Cempaka Putih State Elementary School academic year 2010/2011, by using cross-sectional study design. The sample in this study as many as 66 children taken at random. The research data obtained from primary data using questionnaires, scales and mikrotoa stampede, as well as secondary data from the report cards and school records. Data were analyzed by univariate to look for a picture of each variable, bivariate using anova to see the relationship with the nutritional status of learning achievement and a independen t-test to see the relationship with the other determinants of learning achievement.
Results showed that student achievement Cempaka Putih State Elementary School quite good, with an average value of 75.03 students. Based on the results of bivariate analysis there was no significant relationship between nutritional status, health, breakfast habits, parental education, family economics and the environment in which to live with learning achievement. As for the variable attitudes, interests and motivation there is a significant relationship with learning achievement.
The advice can be given is the school should maintain the achievements that have been well studied by monitoring and attention to factors associated with learning achievement, especially in terms of nutrition by holding a school cafeteria that meet nutritional requirements and examine the nutritional status periodically. Keywords: learning achievement, nutritional status References: 110 (1978 – 2011)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV DAN V MI NEGERI 02 CEMPAKA PUTIH
CIPUTAT TIMUR TAHUN AJARAN 2010/2011
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 22 November 2011
Mengetahui
Yuli Amran, SKM, MKM
Pembimbing I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes
Pembimbing I
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 22 November 2011
Mengetahui,
Penguji I
Yuli Amran, SKM, MKM
Penguji II
Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes
Penguji III
Frima Elda, SKM, MKM
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Siswa MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011”. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa dari kegelapan menuju cahaya
yang terang benderang yaitu Islam.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat, pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan kesempatan
untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi, yang
telah memberikan arahan, saran dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
vii
5. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes selaku pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepala sekolah MI Negeri 02 Cempaka Putih yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian di MI Negeri 02 Cempaka Putih, serta para guru dan staf di MI
Negeri 02 Cempaka Putih yang telah membantu kelancaran penelitian penulis.
7. Ayah dan Ibu tersayang yang senantiasa mendoakan dan memberikan bantuan baik moril
maupun materiil serta adik-adik tercinta (Irfana dan Imam), yang selalu memberikan
dorongan semangat bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman CSS MoRa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2007
yang selalu memberikan semangat bagi penulis
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga dengan disusunnya skripsi ini
akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi pembaca.
Ciputat, 15 November 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………………... i
ABSTRAK......................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.............................................................................. iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI......................................................................... v
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….... viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………….. xii
DAFTAR BAGAN………………………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………….….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….……. 6
C. Pertanyaan Penelitian……………………………………………………….…… 7
D. Tujuan Penelitian………………………………………………………….……... 9
1. Tujuan Umum………………………………………………………………... 9
2. Tujuan Khusus………………………………………………………………. 9
E. Manfaat Penelitian……………………………………………………………….. 10
1. Bagi MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur………………………….. 10
2. Bagi Peneliti…………………………………………………………………. 11
F. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………………….. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… 12
A. Prestasi Diri…………………………………………………………………........... 12
1. Pengertian Prestasi Diri………………………………………………….......... 12
2. Macam-macam Prestasi Diri………………………………………………….. 12
B. Prestasi Belajar……………………………......................................................... 13
ix
1. Pengertian Prestasi Belajar…………………………………………………….. 13
2. Indikator Prestasi Belajar……………………………………………………… 15
3. Batas Minimal Prestasi Belajar……………………………………………….. 18
4. Evaluasi Prestasi Belajar………………………………………………………. 18
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar………………………….......... 19
1. Faktor Internal………………………………………………………………….. 20
a. Aspek Fisiologis…………………………………………………………… 20
1) Status gizi……………………………………………………………… 20
2) Kesehatan………………………………................................................ 29
3) Kebiasaan sarapan pagi……………………………………………....... 30
b. Aspek Psikologis………………………………………………………….. 32
1) Inteligensi siswa……………………………………………………….. 32
2) Sikap siswa…………………………………………………………….. 34
3) Bakat siswa…………………………………………………………….. 35
4) Minat siswa…………………….............................................................. 35
5) Motivasi siswa…………………………………………………………. 37
2. Faktor Eksternal……………………………………………………………….. 40
a. Lingkungan Sosial………………………………………………............... 40
1) Keluarga………………………………………………………………. 40
a) Pendidikan orangtua……………………………………………… 41
b) Keadaan ekonomi keluarga……………………………………….. 43
2) Sekolah………………………………………………………………... 44
3) Masyarakat……………………………………………………………. 44
b. Lingkungan nonsosial…………………………………………………….. 45
1) Lingkungan sekolah ……………………….......................................... 45
2) Lingkungan tempat tinggal …………………………………………... 46
3. Faktor Pendekatan Belajar……………………………………………………. 49
D. Anak Sekolah……………………………………………………………………. 50
E. Kerangka Teori…………………………………………………………………... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS…… 53
A. Kerangka Konsep………………………………………………………………... 53
x
B. Definisi Operasional……………………………………………………………... 55
C. Hipotesis…………………………………………………………………………. 59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………….. 60
A. Disain Penelitian………………………………………………………………… 60
B. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………………. 60
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………………. 60
1. Populasi Penelitian………………………………………………………….. 60
2. Sampel Penelitian……………………………………………………………. 60
D. Instrumen Penelitian…………………………………………………………….. 61
E. Pengumpulan Data Penelitian…………………………………………………… 62
1. Primer………………………………………………………………………... 62
2. Sekunder ……………………………………………………………………. 63
F. Pengolahan Data Penelitian……………………………………………………… 63
G. Teknis dan Analisis Data Penelitian……………………………………………... 64
1. Analisis Data Univariat……………………………………………………… 64
2. Analisis Data Bivariat……………………………………………………….. 64
BAB V HASIL………………………………………………………………………….. 66
A. Analisis Univariat………………………………………………………………….. 66
1. Gambaran Prestasi Belajar……………………………………………………... 66
2. Gambaran Status Gizi………………………………………………………….. 66
3. Gambaran Kesehatan…………………………………………………………... 67
4. Gambaran Kebiasaan Sarapan Pagi……………………………………………. 68
5. Gambaran Sikap……………………………………………………………….. 68
6. Gambaran Minat……………………………………………………………….. 69
7. Gambaran Motivasi…………………………………………………………….. 69
8. Gambaran Pendidikan Ayah…………………………………………………… 70
9. Gambaran Pendidikan Ibu……………………………………………………… 70
10. Gambaran Ekonomi Keluarga………………………………………………….. 71
11. Gambaran Lingkungan Tempat Tinggal……………………………………….. 71
B. Analisis Bivariat……………………………………………………………………. 72
1. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar………………………………… 72
xi
2. Hubungan Kesehatan dengan Prestasi Belajar…………………………………. 73
3. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Prestasi Belajar…………………... 73
4. Hubungan Sikap dengan Prestasi Belajar……………………………………… 74
5. Hubungan Minat dengan Prestasi Belajar……………………………………… 74
6. Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar…………………………………... 75
7. Hubungan Pendidikan Ayah dengan Prestasi Belajar…………………………. 76
8. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prestasi Belajar……………………………. 76
9. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prestasi Belajar………………………... 77
10. Hubungan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Prestasi Belajar……………... 77
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………………….. 79
A. Keterbatasan Peneliti………………………………………………………………. 79
B. Prestasi Belajar…………………………………………………………………….. 79
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar……………………………….. 83
1. Status Gizi ……………………………………………………………………... 83
2. Kesehatan ……………………………………………………………………… 88
3. Kebiasaan Sarapan Pagi ………………………………………………………. 90
4. Sikap …………………………………………………………………………... 93
5. Minat ………………………………………………………………………….. 95
6. Motivasi …………………………………..................................................... 96
7. Pendidikan Ayah ……………………………………………………………… 97
8. Pendidikan Ibu ……………………………………………………………….. 99
9. Ekonomi Keluarga ……………………………………………………………. 101
10. Lingkungan Tempat Tinggal …………….................................................... 102
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….. 106
A. Simpulan …………………………………………………………………………... 106
B. Saran ………………………………………………………………………………. 108
1. Bagi Sekolah…………………………………………………………………… 108
2. Bagi Peneliti Selanjutnya………………………………………………………. 108
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 109
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Belajar..................................... 16
Tabel 2.2 Indikator Motivasi…………………………………………………………. 39
Tabel 5.1 Distribusi Prestasi Belajar Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………………………
66
Tabel 5.2 Distribusi Status Gizi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………………………
67
Tabel 5.3 Distribusi Kesehatan Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………………………
67
Tabel 5.4 Distribusi Kebiasaan Sarapan Pagi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
68
Tabel 5.5 Distribusi Sikap Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………………………..
68
Tabel 5.6 Distribusi Minat Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………………………..
69
Tabel 5.7 Distribusi Motivasi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………………………..
70
Tabel 5.8 Distribusi Pendidikan Ayah Siswa Kelas IV dan V MIN 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………………………
70
Tabel 5.9 Distribusi Pendidikan Ibu Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………………………
71
Tabel 5.10 Distribusi Ekonomi Keluarga Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
71
Tabel 5.11 Distribusi Lingkungan Tempat Tinggal Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……………...
72
Tabel 5.12 Distribusi Nilai Menurut Status Gizi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
72
Tabel 5.13 Distribusi Nilai Menurut Kesehatan Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
xiii
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011………………… 73
Tabel 5.14 Distribusi Nilai Menurut Kebiasaan Sarapan Pagi Siswa Kelas IV dan V MIN 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011………..
73
Tabel 5.15 Distribusi Nilai Menurut Sikap Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
74
Tabel 5.16 Distribusi Nilai Menurut Minat Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
74
Tabel 5.17 Distribusi Nilai Menurut Motivasi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………
75
Tabel 5.18 Distribusi Nilai Menurut Pendidikan Ayah Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……...
76
Tabel 5.19 Distribusi Nilai Menurut Pendidikan Ibu Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……...
76
Tabel 5.20 Distribusi Nilai Menurut Ekonomi Keluarga Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011……...
77
Tabel 5.21 Distribusi Nilai Menurut Lingkungan Tempat Tinggal Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011…………………………………………………………………
77
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar……………………. 52
Bagan 3.1 Bagan Kerangka Konsep………………………………………………... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Hasil Analisis SPSS
2. Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian
3. Lampiran 3 : Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya
manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa (Moehji, 2003). Keberhasilan
pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi,
2005). Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini,
sistematis dan berkesinambungan (Judarwanto, 2008). Kualitas sumber daya manusia
(SDM) memainkan peran penting dalam pembangunan bangsa. Perkembangan ilmu dan
pengetahuan (iptek) yang kini berlangsung amat cepat dan menjadi barometer kemajuan
suatu bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi (Sibuea, 2002).
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas tidak terlepas dari peranan dunia
pendidikan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam sebuah negara. Prestasi belajar siswa sebagai ukuran
untuk menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan di Indonesia. Hal ini
menunjukkan berhasil tidaknya proses pendidikan dapat diamati berdasarkan tinggi
rendahnya prestasi belajar siswa. Menurut Purwadarminto dalam Wijayanto (2001),
prestasi belajar adalah prestasi yang dicapai oleh seorang siswa dalam jangka waktu
tertentu dan yang tercatat dalam buku rapor sekolah.
2
Menurut Syah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi terbagi menjadi tiga
yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal terdiri
dari aspek fisiologis (status gizi, kesehatan, dan kebiasaan sarapan pagi) dan aspek
psikologis (inteligensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi). Faktor eksternal terdiri dari
lingkungan sosial (pendidikan ayah, pendidikan ibu, keadaan ekonomi orang tua, guru,
teman-teman sepermainan, dan masyarakat) dan lingkungan non-sosial (lingkungan
sekolah dan lingkungan tempat tinggal).
Status gizi seseorang merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup besar
terhadap prestasi seseorang. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Himmah (2010) pada anak SD di Bekasi, dihasilkan bahwa prestasi belajar siswa kurang
ternyata banyak terjadi pada siswa dengan status gizi yang kurang (80,6%) dibandingkan
siswa dengan status gizi yang normal (41,4%). Hal ini didukung dengan penelitian
Pamularsih pada anak SD di Boyolali, terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi
belajar.
Menurut Moeloek (1999), gizi merupakan salah satu faktor penting dalam
memberikan kontribusi terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Asupan gizi yang
baik berperan penting di dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal. Pertumbuhan
badan yang optimal ini mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat menentukan
kecerdasan seseorang. Dampak akhir dari konsumsi gizi yang baik dan seimbang adalah
meningkatnya kualitas sumber daya manusia (Khomsan, 2004). Kualitas bangsa di masa
depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini (Judarwanto, 2008).
Menurut Sediaoetama (2000), anak sekolah atau masa kanak-kanak pertengahan
merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap ketidakcukupan gizi, sehingga anak
3
sekolah harus dipantau agar ketidakcukupan gizi bisa dihindari. Anak yang gizi kurang
menjadi terbelakang, sehingga seringkali mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan
situasi sekolah (Berg, 1986).
Fase usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi untuk menunjang
masa pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan tubuh akan energi jauh lebih besar
dibandingkan dengan usia sebelumnya, karena anak sekolah lebih banyak melakukan
aktivitas fisik seperti bermain, berolahraga atau membantu orang tuanya (Anindya, 2009).
Selain itu, pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup
mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan
menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan
berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan
pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga
kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan
ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008 dalam Pamularsih, 2009). Untuk itu, usaha-
usaha peningkatan gizi terutama harus ditujukan pada anak-anak (Krisno, 2004).
Anak yang kurang gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang dapat
mengganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya pikir anak
juga akan berkurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal (Anindya, 2009). Kurang
gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,
menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian (Achmad, 2000). Dalam
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2000) disebutkan bahwa pada anak usia sekolah
kekurangan gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit - sakitan
4
sehingga anak seringkali absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami
pelajaran. Menurut Almatsier (2006), kekurangan gizi secara umum (makanan kurang
dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses seperti
pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak serta perilaku.
Begitu juga dengan anak yang mengalami obesitas akan mempengaruhi terhadap
prestasi belajarnya. Hal ini berdasarkan Datar, Sturm, dan Magnabosco (2004) yang
menyatakan prestasi anak obesitas pada pelajaran matematika dan membaca cenderung
lebih rendah dibandingkan anak yang tidak obesitas.
Selain itu, sarapan pagi juga penting bagi anak sekolah. Menurut Khomsan (2004),
anak yang tidak sarapan pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula
akan menurun. Padahal gula darah merupakan sumber energi utama bagi otak. Dalam
keadaan demikian anak akan sulit untuk dapat menerima pelajaran dengan baik. Gairah
belajar dan kecepatan reaksi juga akan menurun.
Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa juga berhubungan dengan tingkat pendidikan
dan tingkat penghasilan orang tua. Karena dengan adanya tingkat pendidikan dan tingkat
penghasilan yang tinggi diharapkan orang tua selain akan memberikan perhatian dan
kepedulian terhadap kegiatan belajar siswa juga akan dapat memenuhi fasilitas belajar
siswa dan biaya sekolah lainnya, yang pada gilirannya dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya. Sebaliknya dengan tingkat pendidikan yang rendah dan
tingkat penghasilan yang rendah dari orang tua maka selain dapat mengurangi perhatian
dan kepedulian orang tua terhadap kegiatan belajar siswa juga akan dapat mengurangi
pemenuhan kebutuhan atau fasilitas belajar siswa dan biaya sekolah lainnya. Sehingga akan
5
menurunkan motivasi belajar yang pada gilirannya akan mengurangi prestasi belajar siswa
(Kusumastuti, 2010).
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia
(Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan,
kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa Indeks Pengembangan
Manusia Indonesia makin menurun (Aqila, 2010). Berdasarkan IPM maka pembangunan
sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada
tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara (UNDP, 2003).
Sedangkan pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara
(UNDP, 2004), yang merupakan peringkat lebih rendah dibandingkan peringkat IPM
negara-negara tetangga (Hadi, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh IEA, Asosiasi Internasional yang secara berkala
meriset pencapaian bidang pendidikan masyarakat dunia, tentang kemampuan membaca
siswa Sekolah Dasar (SD) di sejumlah negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa
kemampuan siswa SD di Indonesia sangat rendah (di bawah rata-rata). Dari 33 negara yang
diteliti, siswa SD di Indonesia berada di urutan ke-32 (Eriyanti, 2007).
Begitu juga dengan prestasi belajar siswa SD/MI di Provinsi Banten yang masih
kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UASBN (Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional) Provinsi Banten tahun 2008 untuk mata pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berdasarkan Depdiknas (2009) adalah
6,46.
6
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 siswa kelas IV dan V MI
Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur didapatkan bahwa rata-rata nilai Matematika
adalah 6,8, nilai Bahasa Indonesia adalah 7,2, nilai IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah
6,6, dan rata-rata nilai IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah 6,8. Sedangkan nilai rata-rata
pelajaran agama yang terdiri dari Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) dan Bahasa Arab adalah 6,9; 7,5; 7,5; 6,4 dan 7,5. Hal tersebut
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
masih kurang, karena untuk pelajaran Matematika, IPA dan IPS, yaitu rata-rata nilai
tersebut masih kurang dari 7 sebagaimana standar dari Depdiknas (2008). Demikian juga
dengan prestasi pelajaran agama, pelajaran Al-Qur’an Hadits dan SKI, masih kurang dari 7.
Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan
dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur
tahun ajaran 2010/2011.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Depdiknas (2009), prestasi belajar siswa SD/MI di Provinsi Banten
masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata UASBN (Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional) Provinsi Banten tahun 2008 untuk mata pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang masih kurang dari 7,00 yaitu
6,46.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 siswa kelas IV dan V MI
Negeri 02 Cempaka Putih didapatkan bahwa rata-rata nilai beberapa mata pelajaran, seperti
Matematika, IPA, IPS, Al-Qur’an Hadits dan SKI, masih kurang dari 7. Hal ini
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa masih kurang. Padahal, prestasi belajar siswa
7
dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan di
Indonesia. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia dalam sebuah negara. Sedangkan keberhasilan pembangunan suatu
bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Sehingga, prestasi
belajar anak sekolah menjadi sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan
negara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain faktor internal yang
terdiri dari aspek fisiologis (kesehatan, status gizi dan keiasaan sarapan pagi) dan aspek
psikologis (inteligensi, sikap, bakat, minat dan motivasi); faktor eksternal yang terdiri dari
faktor sosial (pendidikan ayah, pendidikan ibu, keadaan ekonomi orang tua, guru, teman-
teman sepermainan, dan masyarakat) dan faktor non sosial (lingkungan sekolah dan
lingkungan tempat tinggal); serta pendekatan belajar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
bermaksud untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
2. Bagaimana gambaran status gizi siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
3. Bagaimana gambaran kesehatan siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
8
4. Bagaimana gambaran kebiasaan sarapan pagi siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
5. Bagaimana gambaran pendidikan ayah siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
6. Bagaimana gambaran pendidikan ibu siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
7. Bagaimana gambaran ekonomi keluarga siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
8. Bagaimana gambaran lingkungan tempat tinggal siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
9. Adakah hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar pada siswa kelas IV dan V
MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
10. Adakah hubungan antara kesehatan dengan prestasi belajar pada siswa kelas IV dan V
MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
11. Adakah hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
12. Adakah hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar pada siswa kelas IV
dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
13. Adakah hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar pada siswa kelas IV
dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
14. Adakah hubungan antara ekonomi keluarga dengan prestasi belajar pada siswa kelas IV
dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
9
15. Adakah hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
b. Diketahuinya gambaran status gizi siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
c. Diketahuinya gambaran kesehatan siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
d. Diketahuinya gambaran kebiasaan sarapan pagi siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
e. Diketahuinya gambaran pendidikan ayah siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
f. Diketahuinya gambaran pendidikan ibu siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
g. Diketahuinya gambaran ekonomi keluarga siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
h. Diketahuinya gambaran lingkungan tempat tinggal siswa kelas IV dan V MI Negeri
02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
10
i. Diketahuinya hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar pada siswa kelas
IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
j. Diketahuinya hubungan antara kesehatan dengan prestasi belajar pada siswa kelas
IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
k. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar pada
siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran
2010/2011.
l. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran
2010/2011.
m. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran
2010/2011.
n. Diketahuinya hubungan antara ekonomi keluarga dengan prestasi belajar pada siswa
kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran
2010/2011.
o. Diketahuinya hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar
pada siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur tahun
ajaran 2010/2011.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur
Diperolehnya informasi mengenai prestasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Selain itu, dengan hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
11
masukan bagi pengelola pendidikan di MI Negeri 02 Cempaka Putih dalam melakukan
kegiatan berbasis sekolah dalam upaya peningkatan prestasi belajar anak sekolah.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk dilakukannya
penelitian lanjutan yang berkaitan prestasi belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, terutama dalam hal gizi.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
Mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat merupakan peneliti
dalam penelitian ini dan yang diteliti adalah siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011. Alasan dilakukan penelitian ini karena
berdasarkan studi pendahuluan, prestasi siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka
Putih Ciputat Timur masih kurang, yaitu nilai rata-rata pelajaran Matematika, IPA, IPS, Al-
Qur’an Hadits dan SKI masih kurang dari 7. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai
November tahun 2011 di MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur dengan
menggunakan disain penelitian cross-sectional.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRESTASI DIRI
1. Pengertian Prestasi Diri
Prestasi diri berarti hasil usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
pribadi. Dapat pula dikatakan bahwa seseorang dianggap berprestasi, jika dia telah
meraih sesuatu dari apa yang telah diusahakannya, baik melalui belajar, bekerja,
berolahraga dan sebagainya. Prestasi tersebut merupakan wujud optimalisasi
pengembangan potensi diri (Mustofa, 2009).
2. Macam-Macam Prestasi Diri
Prestasi diri dibagi menjadi beberapa macam, yaitu (Mustofa, 2009):
a. Prestasi belajar
Prestasi belajar atau bidang pendidikan ini dapat di perinci lebih luas misalnya
prestasi hasil belajar matematika, IPA, bahasa dan lain-lain.
b. Prestasi kerja
Prestasi kerja mencakup hal yang sangat luas misalnya prestasi kerja buruh,
karyawan, pegawai negeri, petani dan lain-lain.
c. Prestasi di bidang seni dan budaya
Para seniman menghasilkan berbagai bentuk kesenian baik seni lukis, seni pahat,
seni musik, seni suara, panggung wayang orang, ketoprak maupun berbagai jenis tari-
tarian.
13
d. Prestasi di bidang olahraga
Para olahragawan memperoleh prestasi yang baik dalam bidang olahraga.
e. Prestasi di bidang politik dan pemerintah
Para pejabat negara dan para anggota lembaga negara merupakan contoh orang-
orang yang meraih prestasi yang tinggi dalam bidang politik dan pemerintah. Mereka
mampu memimpin bangsa dan negara serta meningkatkan kesadaran warga negara
dan tentang arti pentingnya hidup berbangsa dan bernegara.
f. Prestasi di bidang hukum
Alat-alat negara sebagai penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa maupun
perangkat hukum lainnya merupakan contoh figur yang memperoleh prestasi di dalam
bidang hukum atau penegak hukum. Selain para penegak hukum dan ahli
ketatanegaraan merupakan pihak yang memiliki prestasi yang baik di bidang hukum,
mereka telah membantu pemerintah dalam menyusun hukum dan memasyarakatkan
hukum.
g. Prestasi di bidang ekonomi
Bidang ekonomi merupakan bidang yang sangat luas menyangkut hampir segala
lapisan kehidupan masyarakat.
h. Prestasi di bidang lingkungan hidup
i. Prestasi di bidang iptek, dan lain-lain
B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar menurut Tu’u (2004) adalah hasil yang dicapai seseorang ketika
mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi belajar adalah hasil yang diberikan
14
oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil perbuatan belajar
(Wuryani, 2002). Sedangkan menurut Depdiknas (2008), prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yang dinyatakan
dalam bentuk nilai. Prestasi belajar siswa meliputi prestasi kognitif (kemampuan berpikir
dan analisis, prestasi afektif (sikap) dan prestasi psikomotor (tingkah laku). Namun dari
tiga spek tersebut aspek kognitiflah yang menjadi tujuan utama dalam suatu sistem
pendidikan tanpa mengesampingkan aspek yang lain (Syah, 2010).
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang
demokratis dan tanggung jawab. Melalui pendidikan seseorang diharapkan mampu
membangun sikap dan tingkah laku serta pengetahuan dan keterampilan yang perlu dan
berguna bagi kelangsungan dan kemajuan diri dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Tercapainya tujuan pendidikan nasional dapat dilihat dari prestasi belajar yang diperoleh
oleh peserta didik. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara
mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka.
Belajar adalah istilah kunci (key term) yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai
15
suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin
ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan. Belajar juga memainkan peranan penting
dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah
persaingan yang ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang terlebih dahulu maju karena
belajar (Syah, 2006).
Portosuwido dkk (1976) dalam Isdaryanti (2007) telah melakukan penelitian di
bidang kognitif pada anak sekolah dasar dengan mengukur skor prestasi belajar melalui
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS. Keempat mata pelajaran ini
sudah cukup menggambarkan nilai kognitif anak sekolah dasar. Skor prestasi ialah hasil
yang dicapai oleh murid pada mata pelajaran tertentu yang dinyatakan dalam wujud
angka (Soemantri, 1978).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, beban belajar untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) ditambah mata pelajaran agama
dan akhlak mulia. Sedangkan berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Islam No. Dj.I/60/2011
(2011), untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dan untuk meningkatkan mutu
pendidikan Agama Islam, perlu diselenggarakan Ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional (UASBN). Mata pelajaran UASBN tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) meliputi
Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.
2. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun
demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa
murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat
16
intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini
hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik
yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2010).
Berikut merupakan jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi menurut Surya
(1982), Barlow (1985), Petty (2004) dalam Syah (2010):
Tabel 2.1 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Belajar
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi
A. Kognitif
1. Pengamatan 1. Dapat menunjukkan
2. Dapat membandingkan
3. Dapat menghubungkan
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
2. Ingatan 1. Dapat menyebutkan
2. Dapat menunjukkan
kembali
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan
2. Dapat mendefinisikan
dengan lisan sendiri
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
4. Penerapan 1. Dapat memberikan
contoh
2. Dapat menggunakan
secara tepat
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
3. Observasi
5. Analisis (pemeriksaan
dan pemilahan secara
teliti)
1. Dapat menguraikan
2. Dapat
mengklasifikasikan/memi
lah-milah
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
6. Sintesis (membuat
panduan baru dan
1. Dapat menghubungkan
2. Dapat menyimpulkan
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
17
utuh) 3. Dapat
menggeneralisasikan
(membuat prinsip umum)
B. Afektif
1. Penerimaan 1. Menunjukkan sikap
menerima
2. Menunjukkan sikap
menolak
1. Tes tertulis
2. Tes skala sikap
3. Observasi
2. Sambutan 1. Kesediaan berpartisipasi/
terlibat
2. Kesediaan
memanfaatkan
1. Tes skala sikap
2. Pemberian tugas
3. Observasi
3. Apresiasi (sikap
menghargai)
1. Menganggap penting dan
bermanfaat
2. Menganggap indah dan
harmonis
3. Mengagumi
1. Tes skala penilaian/
sikap
2. Pemberian tugas
3. Observasi
4. Internalisasi
(pendalaman)
1. Mengakui dan meyakini
2. Mengingkari
1. Tes skala sikap
2. Pemberian tugas
ekspresif (yang
menyatakan sikap)
dan proyektif (yang
menyatakan
perkiraan/ramalan)
3. Observasi
5. Karakteristik
(penghayatan)
1. Melembagakan atau
meniadakan
2. Menjelmakan dalam
pribadi dan perilaku
sehari-hari
1. Pemberian tugas
ekspresif dan
proyektif
2. Observasi
C. Psikomotor
18
1. Keterampilan
bergerak dan
bertindak
1. Mengkoordinasikan
gerak mata, tangan, kaki
dan anggota tubuh
lainnya
1. Observasi
2. Tes tindakan
3. Kecakapan ekspresi
verbal dan non verbal
1. Mengucapkan
2. Membuat mimik dan
gerakan jasmani
1. Tes lisan
2. Observasi
3. Tes tindakan
Berdasarkan Depdiknas (2008), penilaian kelompok mata pelajaran untuk SD
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam), dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
3. Batas Minimal Prestasi Belajar
Menurut Syah (2010), menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu
berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma
pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar-belajar.
Diantara norma-norma pengukuran tersebut ialah:
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10
b. Norma skala angka dari 0 sampai 100
4. Evaluasi Prestasi
Prestasi belajar dapat diukur dengan evaluasi hasil belajar siswa (Syah, 2006).
Berikut merupakan macam-macam evaluasi prestasi:
a. Evaluasi Prestasi Kognitif
Berdasarkan Syah (2010), mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi
kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis
maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa di
sekolah-sekolah, tes lisan dan perbuatan hampir tak pernah digunakan lagi. Alasan
19
lain mengapa tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena
pelaksanaannya yang face to face (berhadapan langsung). Dampak negatif yang tak
jarang muncul akibat tes yang face to face itu ialah sikap dan perlakuan yang
subjektif dan kurang adil, sehingga soal yang diajukan pun tingkat kesukarannya
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
b. Evaluasi Prestasi Afektif
Berdasarkan Syah (2010), dalam merencanakan penyusunan instrumen tes
prestasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) jenis-jenis prestasi internalisasi
dan karakterisasi seyogianya mendapat perhatian khusus. Alasannya karena yang
lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.
c. Evaluasi Prestasi Psikomotor
Menurut Syah (2010), cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi
keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah
observasi. Observasi dalam hal ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai
peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain, dengan pengamatan langsung. Namun,
observasi harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen pada umumnya
dipandang sebagai salah satu cara observasi.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Syah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yakni:
20
1. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa)
Yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri
siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2)
aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
a. Aspek Fisiologis
1) Status gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2002). Menurut Jelliffe (1989) dalam Supariasa (2002), status gizi
adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan karena adanya
keseimbangan antara pemasukan gizi di satu pihak serta pengeluaran di lain pihak
yang terlihat melalui variabel-variabel tertentu yaitu melalui suatu indikator status
gizi.
Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-
ukuran gizi tertentu (Soekirman, 2000). Menurut Almatsier (2006), status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi. Sedangkan zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Menurut Almatsier (2006), status gizi dibedakan menjadi 4 yaitu status gizi
buruk, status gizi kurang, status gizi baik dan status gizi lebih. Berdasarkan
Kepmenkes RI (2010), baku antropometri anak 5-18 tahun dihitung nilai Z_Score
21
IMT/U. Berdasarkan indikator IMT/U, status gizi diklasifikasikan dalam beberapa
kelompok, yaitu:
a) Sangat kurus : < -3 SD
b) Kurus : -3 SD sampai dengan < -2
c) Normal : -2 SD sampai dengan 1
d) Gemuk : > 1 SD
a) Status gizi buruk
Secara klinis, gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan
nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan (Arundyna, 2011). Menurut Nency (2005),
status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Menurut Soemantri (1978) apabila makanan yang dikonsumsi tidak
cukup mengandung zat – zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan ini
berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan otak untuk berfungsi
normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi
menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan lebih kecil, jumlah sel dalam
otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan
organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan anak.
22
Kelainan yang terjadi pada jaringan otak akibat gizi buruk itu membawa
dampak antara lain (Moehji, 2003):
(1) Turunnya fungsi otak yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Tengah Brazilia dan India
menunjukkan bahwa anak-anak yang pada awal kehidupan mereka
menderita gizi kurang gizi buruk, 20%-30% tidak naik kelas dan
mengulang pada tahun pertama paling sedikit satu kali, dan 17%-20%
mengulang pada tahun kedua pada waktu mereka mengikuti pendidikan di
Sekolah Dasar.
(2) Turunnya fungsi otak menyebabkan kemampuan anak bereaksi terhadap
rangsangan dari lingkungannya sangat rendah dan anak menjadi apatis.
(3) Turunnya fungsi otak membawa akibat terjadinya perubahan kepribadian
anak.
b) Status gizi kurang
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat-zat gizi esensial (Almatsier, 2006). Kekurangan berat yang
berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius.
Kondisi ini mencerminkan kebiasaan makan yang buruk (Arisman, 2007).
Akibat dari status gizi kurang adalah perkembangan otak yang tidak sempurna
yang menyebabkan kognitif, perkembangan IQ terhambat dan kemampuan
belajar terganggu yang selanjutnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa
(Soekirman, 2000). Menurut (Gibney, 2009), keadaan gizi kurang
mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada otak. Sejumlah
23
penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa keadaan malnutrisi prenatal
dan pascanatal dini pada tikus menimbulkan banyak perubahan dalam struktur
otak hewan tersebut, kendati perubahan ini akan membaik pada saat tikus
diberi makan kembali. Namun demikian, beberapa perubahan dianggap
permanen dan perubahan yang permanen tersebut meliputi penurunan jumlah
mielin dan jumlah dendrit kortikal dalam medulla spinalis serta peningkatan
jumlah mitokondria dalam sel-sel neuron saraf.
Bukti adanya perubahan pada struktur dan fungsi otak anak-anak sangat
terbatas, kendati anak-anak dengan malnutrisi berat mempunyai kepala yang
lebih kecil dan hasil pemeriksaan auditory-evoked potentials yang abnormal,
semua keadaan ini tetap abnormal sekalipun telah terjadi pemulihan dari
stadium akut (Gibney, 2009).
Akibat gizi kurang terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi apa
yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas
dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses: pertumbuhan, produksi
tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, serta perilaku (Muliadi,
2007).
(1) Pertumbuhan
Seorang yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi
genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi
oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan
atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan
yang menyimpang dari pola standar (Muliadi, 2007).
24
(2) Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seorang anak
kekurangan tenaga untuk melakukan aktivitas. Anak menjadi malas,
merasa lelah, cuek, dan tidak bersemangat serta produktivitas kerja
menurun (Muliadi, 2007).
(3) Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun, sistem imunitas dan
anti bodi berkurang, sehingga anak mudah tersinggung, mudah terserang
penyakit seperti: pilek, batuk, dan diare, dan bila anak/murid yang tidak
ditanggulangi dengan pemberian gizi baik, lambat laun pada anak dapat
membawa kematian (Muliadi, 2007).
(4) Struktur dan Fungsi Otak
Kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada usia
sekolah dasar. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggu fungsi otak
secara permanen (Muliadi, 2007).
(5) Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan
perilaku yang tidak normal (tidak tenang). Mereka mudah tersinggung,
cengeng, kurang rangsangan dan apatis (Muliadi, 2007).
Akibat dari status gizi kurang adalah perkembangan otak yang tidak
sempurna yang menyebabkan kognitif dan kemampuan belajar terganggu
(Soekirman, 2000).
25
Status gizi harus baik karena gizi kurang akan mempengaruhi kesehatan
jasmaninya yang bermanifestasi pada kelesuan, mengantuk, dan cepat lelah.
Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing kepala,
dapat menurunkan kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas. Untuk mempertahankan kondisi jasmani agar tetap bugar, siswa
sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi
(Baliwati, 2004).
Menurut Suryabrata (2001), nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar
makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang
pengaruhnya dapat kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya.
Energi yang diperlukan untuk bahan bakar otak, untuk merawat kesehatan sel
saraf dan untuk neurotransmitter diperoleh dari makanan yang dikonsumsi,
nutrisi utama untuk meningkatkan fungsi otak adalah karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Jika nutrisi yang dibutuhkan dapat terpenuhi akan
memberikan pengaruh baik dalam pertumbuhan yang dapat dilihat dari berat
badan dan tinggi badan yang sesuai serta fungsi otak yang optimal yang
tercermin dari performa akademik yang memuaskan (Perretta, 2004 dalam
Suryowati, 2010).
Kekurangan gizi sejak dini dapat mempengaruhi ketangkasan belajar,
waktu pendaftaran sekolah, konsentrasi dan perhatian (Pollit, 1990 dalam
Levinger, 1992).
26
Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang
dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi
negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya
(ideal). Gejala yang ditimbulkan pada anak adalah kurang perhatian, gelisah,
lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap
penyakit infeksi (Almatsier, 2006).
c) Status Gizi Baik
Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
(Almatsier, 2006).
Penelitian Florencio (1990) di Filipina, prestasi akademik dan mental
siswa dengan status gizi yang baik secara signifikan lebih tinggi daripada
siswa dengan status gizi buruk, bahkan ketika pendapatan keluarga, kualitas
sekolah, kemampuan guru, atau kemampuan mental dikontrol (Levinger,
1992).
d) Status Gizi Lebih
Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan (Supariasa, 2002). WHO (2000) secara sederhana mendefinisikan
obesitas sebagai kondisi abnormal atas akumulasi lemak yang ekstrim pada
jaringan adiposa. Obesitas dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis
obesitas pada anak dapat bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang
berat sekali.
27
e) Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu
secara langsung dan tak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik sedangkan penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:
survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
(1) Penilaian Langsung
(a) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara
umum digunkan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam
tubuh (Supariasa, 2002).
(b) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
28
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini
umumnya untuk survey klinis secara cepat (Supariasa, 2002).
(c) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:
darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi suatu keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi (Supariasa, 2002). Seperti pemeriksaan darah untuk mengetahui
terjadinya anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi yang mana gejalanya adalah anak akan
tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala,
iritabel. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya
bersifat menahun. (Hassan dan Alatas, 2002 dalam Wijayanti, 2005),
pada kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun
(Djaeni, 2004). Anwar (2009) menjelaskan bahwa penurunan
pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat
terjadi akibat anemia besi.
(d) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
29
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik
(Supariasa, 2002).
(2) Penilaian Tidak Langsung
(a) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi (Supariasa, 2002).
(b) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa,
2002).
(c) Faktor Ekologi
2) Kesehatan
Menurut Syah (2010), kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi
organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai sakit kepala misalnya, dapat
menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya
pun kurang atau tidak berbekas.
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa
30
dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas
(Syah, 2010).
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah
capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat, dan
pikirannya terganggu. Karena hal-hal tersebut, penerimaan dan respon terhadap
pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal dalam
memproses, mengelola, menginterprestasi dan mengorganisasi materi pelajaran
melalui inderanya sehingga ia tidak dapat memahami makna materi yang
dipelajarinya (Mudzakir dan Sutrisno, 1997).
Faktor kesehatan menurut Parsono dkk (1990) meliputi faktor kesehatan fisik
pada umumnya dan kesehatan indera pada khususnya. Sehat fisik artinya tidak
cacat tubuh (tuna daksa). Sehat indera artinya ia tidak tuna rungu, tuna netra dan
sebagainya.
3) Kebiasaan sarapan pagi
Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam salah satu 13 pesan dasar gizi
seimbang. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar
dan memudahkan menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar
(Depkes, 2002).
Sarapan pagi sangat penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas yang
lain pada hari itu. Dengan sarapan pagi, tubuh akan memperoleh bekal zat tenaga
untuk menghadapi kerja, belajar, bermain dan aktivitas lain. Banyak studi yang
telah dilakukan membuktikan pentingnya sarapan pagi dan pengaruhnya terhadap
kondisi tubuh dan aktivitas seseorang, terutama anak-anak. Hasil penelitian
31
Yussen dan Santrock (1982) dalam Faridi (2002) menunjukkan bahwa anak yang
tidak selalu sarapan pagi dan tidak menggantinya di waktu yang lain pada pagi
hari itu, tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik, mereka lemah dan lelah.
Menurut Bobrof dkk (1996) dalam Himmah (2010), sarapan pagi dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi kebutuhan gizi harian anak sekolah
dasar. Selain itu, kebiasaan sarapan pagi juga dapat berpengaruh pada penampilan
fisik, kemampuan motorik dan juga fungsi kognitif pada anak sekolah.
Menurut Suryabrata (2001), nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar
makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya
dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya. Energi yang
diperlukan untuk bahan bakar otak, untuk merawat kesehatan sel saraf dan untuk
neurotransmitter diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, nutrisi utama untuk
meningkatkan fungsi otak adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
(Perretta, 2004 dalam Suryowati, 2010). Menurut Ells dkk (2008), ketika
kandungan energi pada sarapan pagi diperiksa, satu studi menunjukkan bahwa
sarapan pagi dengan energi rendah bersifat merugikan dalam hal suasana hati,
daya tahan fisik dan berfikir kreatif.
Para peneliti di Jamaika menemukan bahwa penyediaan sarapan pagi di
sekolah untuk siswa SD, memiliki dampak yang signifikan terhadap kehadiran
dan nilai aritmatika tetapi tidak pada berat badan atau skor ejaan (Powell dalam
Levinger, 1992). Perbedaan hasil yang diperoleh untuk ukuran yang berbeda
merupakan refleksi dari keterampilan pemecahan masalah yang berbeda yang
dibutuhkan untuk melakukan tugas. Ejaan dilakukan dengan menghafal;
32
aritmatika melibatkan penerapan aturan untuk situasi baru. Siswa mudah
terganggu karena kelaparan sementara akan lebih rentan terhadap skor rendah
pada tes aritmatika daripada teman-teman mereka yang kurang lapar (Levinger,
1992).
Selain itu, empat dari enam studi menyelidiki konsumsi sarapan
dibandingkan dengan puasa yang mengidentifikasikan beberapa perbaikan
(p=0,05) dalam pemecahan masalah, perhatian dan memori sesaat setelah
mengkonsumsi sereal dan tampilan visual yang kompleks setelah mengkonsumsi
sarapan (Ells dkk, 2008). Perilaku adaptif kelaparan sementara akan kelihatan
dalam jangka waktu yang singkat secara alami dan biasanya akan hilang ketita
anak tidak lapar lagi (Pollite, 1990 dalam Levinger, 1992). Beberapa studi
menemukan bahwa pada populasi dengan gizi yang relatif baik di Amerika
Serikat, kelaparan sementara (sebagai lawan malnutrisi) dapat mempengaruhi
perhatian, minat, dan belajar (Levinger, 1992).
b. Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun, diantara faktor-faktor
rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai
berikut (Syah, 2010):
1) Inteligensi siswa
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik
untuk mereaksi ransangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara
yang tepat (Reber, 1988 dalam Syah, 2010). Jadi, inteligensi sebenarnya bukan
33
persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.
Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan
inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya,
lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia
(Syah, 2010).
Menurut Khomsan (2004), ada tiga hal yang mempengaruhi perkembangan
kecerdasan seseorang yaitu genetik, lingkungan dan gizi. Faktor genetik
merupakan potensi dasar perkembangan kecerdasan. Tetapi, faktor genetik ini
bukan yang terpenting. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan
mana diantara ketiga faktor tersebut yang berperan lebih besar. Sebagai
perbandingan, dalam ilmu peternakan misalnya, faktor genetik hanya berperan 30
persen menentukan produktivitas susu sapi perah.
Menurut Chaplin dalam Syah (2006), intelegensi adalah kemampuan
menyesuaikan diri dengan situasi baru secara cepat dan efektif atau kemampuan
menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif. Seseorang yang memiliki
intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun
cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah cenderung
mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi
akademiknya pun rendah Dalyono (1997). Menurut Syah (2006), tingkat
kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang
siswa, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, dan sebaliknya
34
semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil
peluangnya untuk memperoleh sukses.
Anak dengan prestasi yang baik, saat diuji inteligensinya hanya 120 atau
biasa-biasa saja. Jadi IQ tinggi bukan jaminan untuk mencapai prestasi luar biasa
di sekolah (Khomsan, 2004).
2) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif
(Syah, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), sikap adalah respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya).
Sikap yang positif terhadap mata pelajaran tertentu merupakan pertanda awal
yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap yang negatif terhadap mata
pelajaran tertentu apalagi ditambah dengan timbulnya rasa kebencian terhadap
mata pelajaran tertentu, akan menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa yang
bersangkutan (Tohirin, 2005). Sedangkan menurut Purwanto (1992), sikap adalah
suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu
perangsang atau situasi yang dihadapi.
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala
dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya. Menurut Abror (1993) bahwa
35
sikap dapat mempengaruhi keinginan akan pengetahuan, keinginan akan prestasi
dan peningkatan diri dalam jenis subject matter. Faktor-faktor ini mempengaruhi
kondisi-kondisi belajar yang relevan seperti kesiapan, penuh perhatian, tingkat
usaha, ketekunan dan konsentrasi. Selain itu, sikap negatif terhadap pekerjaan
sekolah dikaitkan dengan kebiasaan yang kurang baik, kegagalan menyelesaikan
tugas, kegagalan menguasai keterampilan dasar, kinerja tes yang kurang, mudah
teralihkan perhatian, dan fobia sekolah (Conny, 2010).
3) Bakat siswa
Secara umum bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Reber,
1988 dalam Syah, 2010). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti
memiliki bakat dalam arti berpotensi mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara umum bakat itu mirip
dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat
cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai
talented child, yakni anak berbakat (Syah, 2010).
4) Minat siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988),
minat termasuk istilah popular dalam psikologi karena ketergantungannya yang
banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti: pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Minat seperti yang dipahami dan dipakai
oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa
36
dalam bidang-bidang studi tertentu (Syah, 2010). Minat adalah rasa lebih suka
dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tapa ada yang menyuruh
(Slameto, 2003).
Menurut Hadis (2006) bahwa anak didik yang berminat terhadap sesuatu
cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang
diminati itu. Selain itu, minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil
belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa
yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya
lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang
intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih
giat, akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan (Syah, 2010).
Ada beberapa indikator siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi hal ini
dapat dikenali melalui proses belajar di kelas maupun di rumah (Nurhidayati,
2006).
b) Perasaan Senang
Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap
pelajaran SKI misalnya, maka ia harus terus mempelajari ilmu yang
berhubungan dengan SKI. Sama sekali tidak ada perasaan terpaksa untuk
mempelajari bidang tersebut.
c) Perhatian dalam Belajar
Adanya perhatian juga menjadi salah satu indikator minat. Perhatian
merupakan konsentrasi atau aktifitas jiwa kita terhadap pengamatan,
pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain dari pada itu.
37
Seseorang yang memiliki minat pada objek tertentu maka dengan sendirinya
dia akan memperhatikan objek
d) Bahan Pelajaran dan Sikap Guru yang Menarik
Tidak semua siswa menyukai suatu bidang studi pelajaran karena faktor
minatnya sendiri. Ada yang mengembangkan minatnya terhadap bidang
pelajaran tersebut karena pengaruh dari gurunya, teman sekelas, bahan
pelajaran yang menarik. Walaupun demikian, lama-kelamaan jika siswa
mampu mengembangkan minatnya yang kuat terhadap mata pelajaran niscaya
ia bisa memperoleh prestasi yang berhasil sekalipun ia tergolong siswa yang
berkemampuan rata-rata.
e) Manfaat dan Fungsi Mata Pelajaran
Selain adanya perasaan senang, perhatian dalam belajar dan juga bahan
pelajaran serta sikap guru yang menarik. Adanya manfaat dan fungsi pelajaran
juga merupakan salah satu indikator minat. Karena setiap pelajaran
mempunyai manfaat dan fungsinya.
5) Motivasi siswa
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme –baik manusia
ataupun hewan- yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini,
motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah
(Gleitman, 1986; Reber, 1988 dalam Syah, 2010). Sedangkan motivasi menurut
Sumanto (2006) adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang
yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai
tujuan. Menurut Certo (1985) dalam Depdiknas (2007), motivasi merupakan
38
bagian dalam (innerstate) pribadi seseorang yang menyebabkan seseorang
melakukan tindakan tertentu dengan cara tertentu.
Fungsi motivasi adalah mendorong timbulnya kelakuan atau suatu
perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Sebagai
pengarah, artinya megarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang
diinginkan, dan sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
Kuat lemahnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan
seseorang (Hamalik, 2000).
Motivasi mempunyai peraan yang penting dalam kegiatan belajar karena
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan kata lain, adanya
usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang
belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang
siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Bakti,
1988 dalam Azhari, 2001). Menurut Purwanto (2000), motivasi adalah pendorong
suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia
menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mecapai
hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi sangat penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan
organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa
paling berguna bagi kehidupan individu (Soemanto, 2006). Menurut Hamalik
(2000) bahwa fungsi motivasi adalah mendorong timbulnya kelakuan atau suatu
perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Sebagai
pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang
39
diinginkan, dan sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
Kuat lemahnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan
seseorang.
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: 1) motivasi intrinsik: 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam intrinsik siswa
adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut,
misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapaun
motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa
yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,
peratutan atau tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru dan seterusnya
merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa
untuk belajar (Syah, 2010).
Berikut merupakan indikator motivasi (Wardiyati, 2006):
Tabel 2.2 Indikator Motivasi
Macam Motivasi Aspek Indikator
a. Intrinsik - Kebutuhan
- Peningkatan
pengetahuan
- Cita-cita
- Keinginan belajar
- Senang mengikuti
pelajaran
- Selalu menyelesaikan
tugas
- Mengembangkan bakat
- Meningkatkan
pengetahuan
40
b. Ekstrinsik - Sarana belajar
- Lingkungan sekitar
- Guru
- Ingin mendapat
perhatian
- Ingin mendapat pujian
- Ingin mendapat
penghargaan/hadiah
dari guru atau sekolah
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa)
Yakni kondisi luar lingkungan di sekitar siswa. Seperti faktor internal siswa, faktor
eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
1) Keluarga
Menurut Ilsan (1996) dalam Kusumastuti (2010), keluarga merupakan
lembaga pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam
keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi
serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh
dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap manusia.
Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak
sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.
Faktor orang tua sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam
belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan,
cukup kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua
orang tua, semuanya itu turut mempengaruhi percapaian hasil belajar.
41
a) Pendidikan orang tua
Partisipasi orang tua dalam pelaksanaan pendidikan secara sangat
meyakinkan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar murid dan
menunjukkan semakin tinggi keterlibatan dan kepedulian terhadap masalah-
masalah pendidikan di sekolah (Firdaus, 2000 dalam Ilyas, 2004).
Pada umumnya pengetahuan orang tua sangat menentukan pendidikan
keluarga (anak-anaknya). Tingkat pendidikan orang tua juga merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar siswa
(Suryabrata, 2002). Perhatian orang tua dengan penuh kasih sayang terhadap
pendidikan anaknya, akan menumbuhkan aktivitas anak sebagai suatu potensi
yang sangat berharga untuk menghadapi masa depan. Pengertian perhatian
orang tua yang dimaksud di sini adalah tanggapan siswa atas perhatian orang
tuanya terhadap pendidikan anaknya yaitu tanggapan tentang bagaimana cara
orang tuanya memberikan bimbingan belajar di rumah, memperhatikan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan alat yang menunjang pelajaran, memberikan
dorongan untuk belajar, memberikan pengawasan, dan memberikan
pengarahan pentingnya belajar (Suryabrata, 2000).
Orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga
memungkinkan untuk lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam
membantu anak-anak mereka belajar. Dengan tingkat keyakinan tersebut
maka diperkirakan akan berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan
akademis anak-anak.
42
Berdasarkan Soekirman (1988), tingkat pendidikan orang tua akan
berkaitan dengan jenis pekerjaan dan mata pencaharian yang selanjutnya akan
berkaitan dengan:
(1) Tersedianya waktu memberikan bimbingan belajar kepada anaknya yang
mana bimbingan belajar ini tidak lain adalah stimulus bagi pengembangan
diri si anak.
(2) Kemampuan dana yang ada, maka dapat menyekolahkan anaknya.
(3) Dengan ketersediaannya dana dari hasil mata pencaharian, dapat
menyediakan sarana belajar yang memadai. Pemilihan sarana ini pun tidak
lepas dari pengaruh pendidikan orang tua.
Pendidikan orang tua erat kaitannya dengan bantuan orang tua dalam
membantu proses belajar. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua semakin baik pula prestasi belajar anaknya. Meskipun demikian,
belum tentu seseorang yang tingkat pendidikannya rendah maka tingkat
pengetahuannya juga rendah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bahwa
faktor tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami informasi yang diperoleh (Apriadji, 1983 dalam
Faridi, 2002).
Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin baik
pula prestasi belajar anaknya. Orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar
anaknya, sama sekali tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan
anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajar, tidak menyediakan atau
43
melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya,
tidak memahami kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain yang
dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar (Slameto, 1995).
Ada kemungkinan orang tua yang berpendidikan tinggi mengasuh anak
dengan sikap terbuka/demokratis. Sedang orang tua yang berpendidikan
rendah ada kemungkinan mengasuh dengan pola asuh tertutup bahkan bebas.
Dalam hal pendidikan anak, orang tua yang berpendidikan tinggi tidak hanya
menekan anak untuk mendapat prestasi yang baik tetapi lebih memberi arahan
pada anak agar dapat mencapai prestasi yang baik (Lidia, 2008).
b) Keadaan ekonomi keluarga
Pada keluarga yang ekonominya kurang mungkin dapat menyebabkan
anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan anak mungkin tidak dapat
terpenuhi. Selain itu ekonomi yang kurang menyebabkan suasana rumah
menjadi muram dan gairah untuk belajar tidak ada. Tetapi hal ini tidak mutlak
demikian. Kadang-kadang kesulitan ekonomi bisa menjadi pendorong anak
untuk lebih berhasil, sebaliknya bukan berarti pula ekonomi yang berlebihan
tidak akan menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan
anak mungkin akan selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian
anak terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang karena anak terlalu
banyak bersenang-senang, misalnya dengan permainan yang beraneka ragam
atau pergi ke tempat-tempat hiburan dan lain-lain (Dalyono, 1997).
Menurut Slameto (1991) keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya
dengan hasil belajar anak. Kebutuhan-kebutuhan anak harus terpenuhi adalah :
44
makanan, pakaian, kesehatan, dan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja,
kursi, penerangan, buku-buku. Fasilitas belajar ini hanya dapat terpenuhi jika
orang tuanya mempunyai cukup uang.
Dalam lingkungan status sosial ekonomi rendah, interaksi verbal orang
tua dengan anak lebih sedikit dan lebih rendah mutunya, daripada interaksi
verbal anak-orang tua di lingkungan sosial ekonomi tinggi (Sukadji, 2000).
2) Sekolah
Menurut Syah (2010), lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para
tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang
menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan
yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan
berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Guru merupakan salah satu faktor lingkungan sekolah yang berperan
penting dalam mencapai prestasi belajar siswa. Guru sebagai subjek dalam
pendidikan yang bertugas untuk mentransfer ilmu kepada siswa, maka seorang
guru harus dapat menguasai bahan pelajaran yang akan ditransfer dan dapat
menyampaikan dengan baik serta dapat menguasai dan mengontrol kondisi kelas
siswa (Mudzakir dan Sutrisno, 1997).
3) Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar
tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang
berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal
45
ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal di
lingkungan yang banyak anak-anak nakal, tidak sekolah dan pengangguran, hal
ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang
sehingga motivasi belajar berkurang.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum
jelas, tidak sejelas tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan di
lingkungan sekolah. Hai ini disebabkan faktor waktu, hubungan, sifat dan isi
pergaulan yang terjadi di dalam masyarakat. Waktu pergaulan terbatas,
hubungannya hanya pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan
isinya sangat kompleks dan beraneka ragam (Ihsan, 1997 dalam Minarni, 2006).
b. Lingkungan nonsosial
1) Lingkungan Sekolah
Menurut Tu’u (2004) lingkungan sekolah dipahami sebagai lembaga
pendidikan formal, dimana di tempat inilah kegiatan belajar mengajar
berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan dikembangkan kepada anak didik.
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor ini
misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat praktikum, dan fasilitas lainnya.
Dapat pula berupa faktor lunak seperti: kurikulum, program, pedoman belajar,
dan sebagainya (Wijayanto, 2001).
Letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat seperti di
tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai (Suryabrata,
2001).
46
2) Lingkungan Tempat Tinggal
Hamalik (2001) dalam Sudarmanto (2007) menyatakan bahwa lingkungan
adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna atau pengaruh
tertentu kepada individu. Kondisi lingkungan belajar yang kondusif baik
lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah akan menciptakan ketenangan dan
kenyamanan siswa dalam belajar, sehingga siswa akan lebih mudah untuk
menguasai materi belajar secara maksimal. Lingkungan yang baik perlu
diusahakan agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak atau siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya (Slameto, 2003).
Notoatmodjo (2007), lingkungan dikelompokkan menjadi dua, yakni
lingkungan fisik yang antara lain terdiri dari suhu, kelembaban udara, dan kondisi
tempat belajar. Sedangkan faktor lingkungan yang kedua adalah lingkungan
sosial, yakni manusia dengan segala interaksinya serta respresentasinya seperti
keramaian atau kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya. Menurut Hasbullah
(2001) yang menyatakan bahwa lingkungan belajar adalah lingkungan sekitar
yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan.
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kajadian yang
sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah
yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak
yang belajar. Selanjutnya agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan
suasana rumah yang tenang dan tenteram (Minarni, 2006).
Selain itu, fasilitas belajar juga mempengaruhi hsil belajar seseorang.
Menurut Sanjaya (2009) dalam Nurmalia (2010), fasilitas belajar dibagi menjadi
47
dua macam yaitu sarana dan prasara. Sarana adalah segala sesuatu yang berkaitan
secara langsung dengan peserta didik dan mendukung kelancaran serta
keberhasilan proses belajar peserta didik yang meliputi media pembelajaran, alat-
alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain-lain. Sedangkan prasarana
merupakan segala sesuatu yang tidak secara langsung berkaitan dengan peserta
didik, namun dapat mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar
peserta didik yang meliputi jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar
kecil dan lain sebagainya.
Menurut Nurmalia (2010), fasilitas belajar adalah kelengkapan yang
seharusnya dimiliki oleh peserta didik guna menunjang proses belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar, yang secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu sarana yang meliputi kepemilikan Lembar Kerja Siswa (LKS),
ketersediaan literatur baik pribadi maupun yang tersedia di perpustakaan, ruang
belajar baik di rumah maupun di sekolah, meja, kursi, penerangan, alat tulis
menulis, alat-alat praktikum yang tersedia di laboratorium dan prasarana yang
meliputi jalan menuju ke sekolah dan penerangan.
Menurut Purwanto (2000), faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar
adalah jarak antara rumah dengan sekolah yang terlalu jauh, sehingga melelahkan.
Jalan menuju sekolah berhubungan dengan letak sekolah. Jalan yang jauh dan
sulit ditempuh oleh siswa membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk dapat
sampai ke sekolah. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi keadaan siswa ketika
hendak menerima pelajaran. Siswa datang ke sekolah dalam keadaan lelah,
48
sehingga konsentrasi berkurang dan pada akhirnya siswa kurang optimal dalam
menerima pelajaran.
Menurut Indrakusuma (1973) dalam Nurmalia (2010), di waktu siang,
cahaya matahari harus harus bisa masuk ke dalam ruang-ruang kelas dengan
leluasa, sehingga ruangan kelas cukup terang untuk keperluan membaca dan
menulis. Pemberian penerangan di dalam kelas dapat dilakukan dengan cara
membuka jendela-jendela yang ada pada kelas tersebut.
Sedangkan menurut Djamarah (2002), lingkungan alami yang dapat
mempengaruhi hasil belajar adalah:
a) Keadaan suhu
Suhu udara yang terlalu panas, dapat menyebabkan anak didik kepanasan,
pengap dan tidak betah tinggal di dalamnya.
b) Kelembaban udara
Udara yang dingin dan lembab menyebabkan ketidanyamanan dalam belajar
sehingga daya serap terhadap materi pelajaran dan konsentrasi peserta didik
menurun.
c) Kepengapan udara
Kelas atau tempat belajar yang baik adalah kelas yang memiliki sirkulasi
udara yang baik. Menurut Indrakusuma (1973) dalam Nurmalia (2010), udara
di dalam kelas harus dijaga agar tetap segar dan bersih. Udara di dalam kelas
harus selalu bisa bertukar, meskipun jendela-jendela tertutup. Dengan begitu
ruang kelas harus mempunyai banyak lubang-lubang ventilasi.
49
Menurut Nurmalia (2010), terdapat berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi ketika lingkungan belajar yang baik secara parsial tidak memberikan
pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Salah satu kemungkinan
tersebut adalah lingkungan yang kurang mendukung yang ada di sekitar siswa
justru menjadi motivasi tersendiri bagi siswa dalam meraih prestasi belajar.
Seringkali anak didik yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki
motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin Slameto (1995). Menurut
Saroni (2006), lingkungan fisik merupakan salah satu komponen lingkungan
belajar. Lingkungan fisik mencakup fasilitas yang mendukung siswa, baik jumlah
maupun mutunya (Daniel,1983 dalam Sukadi, 2002).
3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning)
Yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Keefektifan segala
cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses
belajar materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional
yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
belajar tertentu (Lawson, 1991 dalam Syah, 2010).
Teknik-teknik belajar perlu diperhatikan, bagaiana caranya membaca, mencatat,
menggarisbawahi, membuat ringkasan dan kesimpulan, apa yang harus dicatat dan
sebagainya. Selain dari teknik-teknik tersebut, perlu juga diperhatikan waktu belajar,
tempat, fasilitas, penggunaan media pengajaran dan penyesuaian bahan pelajaran
(Dalyono, 1995).
50
Kegiatan-kegiatan yang disebut belajar itu akan selalu dilakukan sesuai dengan
keadaan individu yang belajar, isi atau materi yang dipelajari, lingkungan dan situasinya
(Wa’di, 2002). Siswa yang mempunyai kebiasaan belajar yang baik, kemungkinan akan
dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi, karena dengan pola belajar yang baik,
dimungkinkan siswa dapat belajar lebih terarah dan teratur (Triasari, 2008). Menurut
Notoatmodjo (2007), belajar bersifat individual dan unik. Setiap orang mempunyai gaya
belajar dan keunikan sendiri dalam belajar.
D. Anak Sekolah
Anak sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat
dibandingkan balita atau anak usia prasekolah, mempunyai sifat individual serta aktif dan
tidak bergantung dengan orang tua. Pada masa anak sekolah ini dibagi menjadi dua fase,
yaitu masa kelas rendah (6-10 tahun) dan masa kelas tinggi (11-13 tahun). Sifat khas dari
masa rendah diantaranya terdapat korelasi antara kesehatan jasmani dengan prestasi belajar,
kecenderungan memuji diri, menghendaki nilai rapor yang baik tanpa memperdulikan
prestasi diri yang sesungguhnya. Sementara itu, sifat khas dari masa kelas tinggi diantaranya
berminat pada kehidupan konkret, realitas dan selalu ingin banyak tahu, minat terhadap
pelajaran khusus (Munandar, 1985 dalam Faridi, 2002).
Pada masa sekolah, anak usia 6-12 tahun banyak berhubungan dengan orang-orang di
luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana serta lingkungan baru dalam kehidupannya.
Pada usia ini, anak mempunyai banyak aktivitas di luar rumah sehingga terkadang
melupakan waktu makan. Selain itu, anak juga sudah aktif memilih makanan yang disukai
sehingga dapat mempengaruhi kebiasaaan makan mereka dan akhirnya dapat mempengaruhi
status gizinya (Moehji, 1992).
51
Untuk memberikan makanan yang benar pada anak usia sekolah harus dilihat dari
banyak aspek, seperti ekonomi, sosial ,budaya, agama, disamping aspek medik dari anak itu
sendiri. Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang. Serasi artinya
sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai dengan kondisi ekonomi,
sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan seimbang artinya nilai gizinya harus
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis bahan makanan seperti kabohidrat,
protein dan lemak (Judarwanto, 2008).
52
E. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Sumber: Syah (2010); Moehji (2003); Depkes (2002); Soekirman (2000); Suryabrata
(2002); dan Slameto (2003)
Faktor Internal
1. Aspek Fisiologis - Kesehatan - Kebiasaan Sarapan Pagi - Status Gizi
2. Aspek Psikologis - Inteligensi - Sikap - Bakat - Minat - Motivasi
Faktor Eksternal 1. Lingkungan Sosial
- Pendidikan Ayah - Pendidikan Ibu - Ekonomi Orang Tua - Guru - Teman Sepermainan - Masyarakat
2. Lingkungan Non-sosial - Lingkungan Sekolah - Lingkungan Tempat
Tinggal
Faktor Pendekatan Belajar
Prestasi Belajar
53
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang diungkapkan oleh
beberapa sumber bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa,
antara lain faktor internal (aspek fisiologis dan aspek psikologis), faktor eksternal (sosial
dan non-sosial) dan pendekatan belajar (Syah, 2010). Aspek fisiologi yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri dari status gizi (Soekirman, 2000; Moehji,
2003); kesehatan (Syah, 2010); kebiasaan sarapan pagi (Depkes, 2002);. Aspek psikologis
terdiri dari inteligensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa (Syah, 2010). Faktor sosial
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain pendidikan ayah (Suryabrata, 2002);
pendidikan ibu (Suryabrata, 2002); keadaan ekonomi keluarga (Slameto, 1991); guru dan
tenaga kependidikan (Syah, 2010); teman sepermainan (Syah, 2010) dan masyarakat (Syah,
2010). Sedangkan aspek non sosial terdiri dari lingkungan sekolah dan lingkungan tempat
tinggal keluarga siswa (Syah, 2010; Slameto, 2003).
Pada penelitian ini, variabel inteligensi, bakat, guru dan tenaga kependidikan, teman
sepermainan, masyarakat, lingkungan sekolah serta variabel pendekatan belajar tidak
diteliti. Variabel inteligensi dan bakat tidak diikursertakan karena keterbatasan peneliti,
dimana inteligensi dan bakat membutuhkan tes khusus yang tidak mampu dilakukan oleh
peneliti, sedangkan variabel guru dan tenaga kependidikan; lingkungan sekolah; serta
variabel pendekatan belajar tidak diteliti karena sampel penelitian diambil dari sekolah yang
sama. Sedangkan variabel teman sepermainan tidak diteliti karena menurut Santrock (2007),
54
anak-anak kurang dalam hal membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain, sehingga
kurang termotivasi oleh temannya untuk mencapai prestasi belajar.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah prestasi belajar. Sedangkan variabel independen yaitu
status gizi, kesehatan, kebiasaan sarapan pagi, psikologis (sikap, minat, dan motivasi),
pendidikan orang tua, keadaan ekonomi keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Hubungan
antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Bagan 3.1 Bagan Kerangka Konsep
1. Status Gizi 2. Kesehatan 3. Kebiasaan Sarapan Pagi 4. Sikap 5. Minat 6. Motivasi 7. Pendidikan Ayah 8. Pendidikan Ibu 9. Ekonomi Keluarga 10. Lingkungan Tempat
Tinggal
Prestasi Belajar
Variabel Independen Variabel Dependen
55
B. Definisi Operasional
No Nama Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Prestasi belajar Hasil yang dicapai sesuai
kemampuan anak dari proses
belajar dalam waktu tertentu yang
dalam bentuk nilai dan hasil tes
atau ujian (Buku laporan
pendidikan, 2008 dalam Himmah,
2010).
Wawancara Hasil rekap
nilai rapor
siswa
Rata-rata nilai rapor Rasio
2 Status Gizi Suatu keadaan siswa yang
diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat-zat gizi dan
penyerapan zat-zat gizi yang
dinilai menggunakan antropometri
dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT) menurut umur anak sekolah
(Depkes RI, 2005)
Wawancara,
serta
pengukuran
berat badan
dan tinggi
badan
Kuesioner,
timbangan dan
mikrotoa
1. Sangat kurus
(Z_Score < -3)
2. Kurus (Z_Score ≥ -3
s/d < -2)
3. Normal (Z_Score ≥ -
2 s/d ≤ 1)
4. Gemuk (Z_Score >1)
(Kepmenkes RI, 2010)
Ordinal
3 Kesehatan Keadaan seluruh badan serta
bagian-bagiannya yang baik, bebas
dari sakit, sehingga lebih sering
masuk sekolah (Depdiknas, 2008
dan Brown dkk, 2008).
Wawancara Rapor 1. Tidak (absensi 1
semester karena sakit
≥1 minggu)
2. Ya (absensi 1
semester karena
Ordinal
56
sakit <1 minggu)
(Kartikasari, 2007).
4 Kebiasaan
Sarapan Pagi
Suatu kebiasaan makan yang
dilakukan oleh siswa pada pagi
hari (waktu mulai matahari terbit
sampai kira-kira pukul 07.00)
sebelum beraktifitas dengan
memakan makanan atau minuman
yang mengandung glukosa
(Himmah, 2010 dan Ahmadi, 1999
dalam Setiawan, 2006).
Wawancara Kuesioner 1. Tidak rutin (jika <4
kali/minggu).
2. Rutin (jika ≥ 4
kali/minggu).
(Depkes RI, 1995).
Ordinal
5 Sikap Kecenderungan untuk berespons
(secara positif atau negatif)
terhadap obyek tertentu (Sarwono,
1993).
Kuesioner Angket 1. Negatif (skor
<median)
2. Positif (skor ≥
median)
Ordinal
6 Minat Kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan
(Nurhidayati, 2006).
Kuesioner Angket 1. Rendah (skor <
median)
2. Tinggi (skor ≥
median)
Ordinal
7 Motivasi Keseluruhan daya penggerak yang
menimbulkan kegiatan belajar,
sehingga tujuan belajar yang
Kuesioner Angket 1. Rendah (skor <
median)
2. Tinggi (skor ≥
Ordinal
57
diharapkan dapat tercapai
(Wardiyati, 2006).
median)
8 Pendidikan Ayah Jenjang pendidikan formal terakhir
yang pernah diselesaikan oleh
ayah siswa dalam sistem
pendidikan nasional (Marwati,
2010).
Kuesioner Arsip sekolah 1. Rendah jika ≤ SMP
2. Tinggi jika > SMP
(Marwati, 2010).
Ordinal
9 Pendidikan Ibu Jenjang pendidikan formal terakhir
yang pernah diselesaikan oleh
ayah siswa dalam sistem
pendidikan nasional (Marwati,
2010).
Kuesioner Arsip sekolah 1. Rendah jika ≤ SMP
2. Tinggi jika > SMP
(Marwati, 2010).
Ordinal
10 Ekonomi
Keluarga
Status keluarga ditinjau dari
kesanggupan keluarga dalam hal
membiayai pendidikan anaknya,
dihitung penghasilan rata-rata per
bulan (Azhari, 2001).
Kuesioner Arsip sekolah 1. Rendah (jika
penghasilan orang tua
< UMR)
2. Tinggi (jika
penghasilan orang tua
≥ UMR)
(Human Resource
Community, 2011)
Ordinal
11 Lingkungan
Tempat Tinggal
Kumpulan segala kondisi dan
pengaruh dari luar terhadap
Wawancara Kuesioner 1. Kurang baik (skor <
median)
Ordinal
58
kehidupan dan perkembangan
suatu organisme di sekitar tempat
tinggal (Hadikusumo, 1996 dalam
Minarni, 2006).
2. Baik (Skor ≥ median)
59
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri
02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
2. Ada hubungan antara kesehatan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri
02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
3. Ada hubungan antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan
V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
4. Ada hubungan antara sikap dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur.
5. Ada hubungan antara minat dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur.
6. Ada hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri
02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
7. Ada hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI
Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
8. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI
Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
9. Ada hubungan antara keadaan ekonomi keluarga dengan prestasi belajar siswa kelas IV
dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
10. Ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar siswa kelas IV
dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur.
60
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yaitu data yang menyangkut variabel
dependen dan variabel independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan.
Desain cross sectional digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur tahun ajaran 2010/2011.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur pada bulan Mei-
November tahun 2011.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat
Timur. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 157 anak.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2008). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple
random sampling, dimana pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara
61
acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi itu. Sampel dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi
(Ariawan, 1998), yaitu:
2δ2[ Z1- α /2 + Z1-β]2 n =
(µ1 - µ2)2
Keterangan:
n = Besar sampel
Z1- α /2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kepercayaan α pada uji
dua sisi (two tail), yaitu sebesar 5% = 1.96.
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 1- β, yaitu sebesar 90% = 1.28
δ = Standar deviasi dari beda rata-rata nilai siswa = 5.311
µ1 = Rata-rata nilai siswa kelompok 1 = 70.22
µ2 = Rata-rata nilai siswa kelompok 2 = 75.03
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh sebanyak 26
siswa untuk masing-masing kelompok, sehingga besar sampel minimal yang harus
diambil sebanyak 52 siswa. Untuk menjaga bila ada ketidaklengkapan data, maka besar
sampel ditambah 10% sehingga besar sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 58
siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, timbangan
dan mikrotoa. Kuesioner digunakan untuk mengetahui umur, kebiasaan sarapan pagi, sikap,
minat, motivasi siswa, dan lingkungan tempat tinggal siswa. Kuesioner sikap sebelumnya
pernah digunakan oleh Arsiah (2005), kuesioner minat sebelumnya pernah digunakan oleh
62
Nurhidayati (2006) dan kuesioner motivasi oleh Wardiyati (2006). Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reabilitas di MIN Ciputat dengan
membandingkan nilai r hasil (total correlation dan cronbach) dengan nilai r tabel. Terdapat
beberapa pertanyaan sikap, minat dan motivasi tentang kegunaan dan aplikasi mata pelajaran
tidak diikutsertakan, karena siswa tingkat SD belum mengerti tentang kegunaan dan aplikasi
mata pelajaran yang diberikan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Selain kuesioner, pada penelitian ini juga menggunakan timbangan dan pengukur tinggi
badan (mikrotoa). Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan siswa, dengan
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 1 kg. Sedangkan mikrotoa digunakan untuk
mengukur tinggi badan siswa, dengan ketelitian 0,1 cm. Data berat badan dan tinggi badan
siswa digunakan untuk menentukan status gizi siswa.
E. Pengumpulan Data Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data berat badan, tinggi badan, umur,
kebiasaan sarapan pagi, sikap, minat, motivasi, dan lingkungan tempat tinggal siswa.
Data berat badan dan tinggi badan didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung
kepada siswa yang menjadi sampel dengan menggunakan timbangan dan mikrotoa
sebanyak tiga kali, kemudian dirata-ratakan. Pada saat pengukuran, sepatu dan kaos kaki
siswa dilepas terlebih dahulu.
63
2. Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari rapor untuk melihat nilai siswa dan
keterangan sakit, serta arsip yang berkaitan dengan penelitian seperti pekerjaan dan
penghasilan orang tua siswa.
F. Pengolahan Data Penelitian
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
komputer. Gambaran status gizi diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan
untuk menghitung IMT. Kemudian dibandingkan dengan standar WHO berdasarkan umur
siswa. Gambaran kebiasaan sarapan pagi, sikap, minat, motivasi, dan lingkungan tempat
tinggal diperoleh melalui kuesioner. Sedangkan, gambaran prestasi belajar siswa diperoleh
dari nilai rapor, kesehatan siswa dari absensi, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan ekonomi
keluarga dari arsip sekolah.
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari
variabel dependen, dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap
pertanyaan dalam kuisioner. Pada penelitian ini, kode data dilakukan dengan memberi
kode pada tiap jawaban responden. Untuk pertanyaan positif pada kuesioner sikap, minat
dan motivasi, kode 1 untuk jawaban sangat setuju, kode 2 untuk jawaban setuju, kode 3
untuk jawaban tidak setuju, kode 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, dan sebaliknya jika
pertanyaan negatif. Pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan
data.
64
2. Menyunting data (data editing)
Kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan
proses pemasukan data ke dalam komputer.
3. Memasukan data (entry data)
Setelah data di-edit, daftar pertanyaan dan jawabannya dimasukkan ke dalam
program software komputer.
4. Membersihkan data (data cleaning)
Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih
dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode.
G. Teknik dan Analisis Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat, bivariat dan bivariat.
1. Analisis Data Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi, frekuensi dan presentase dari
setiap variabel dependen dan independen yang diteliti.
2. Analisis Data Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependen yaitu
prestasi belajar dan variabel independen. Pada analisa ini digunakan uji anova dan t-
independen. Uji anova digunakan untuk melihat hubungan antara status gizi dengan
prestasi belajar, sedangkan uji t-independen digunakan untuk mengetahui hubungan
kesehatan, kebiasaan sarapan pagi, sikap, minat, motivasi, pendidikan ayah, pendidikan
ibu, ekonomi keluarga, serta lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar.
Melalui uji statistik anova dan t-independen akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel
65
dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika
mempunyai nilai p>0,05.
66
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Prestasi Belajar
Pada penelitian ini, prestasi belajar diperoleh dari nilai rata-rata dari mata pelajaran
umum dan agama. Pelajaran umum terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA dan IPS, sedangkan pelajaran agama terdiri dari mata pelajaran Al-
Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan Bahasa
Arab. Distribusi prestasi belajar dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Prestasi Belajar Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Prestasi Belajar
Rata-rata Standar Deviasi Nilai Minimal Nilai Maksimal
75.03 7.202 61 90
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai siswa adalah
75,03, standar deviasi 7,202, nilai minimal 61 dan nilai maksimal 90.
2. Gambaran Status Gizi
Pada penelitian ini, status gizi dibagi menjadi empat, yaitu sangat kurus, kurus,
normal dan gemuk. Sangat kurus jika Z_Score < -3, kurus Z_Score ≥ -3 s/d < -2, normal
Z_Score ≥ -2 s/d ≤ 1 dan gemuk Z_Score > 1. Distribusi status gizi siswa dapat dilihat
pada tabel 5.2 berikut.
67
Tabel 5.2 Distribusi Status Gizi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Status Gizi Frekuensi Persentasi (%)
Sangat Kurus 3 4,5
Kurus 9 13,6
Normal 41 62,1
Gemuk 13 19,7
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, 3 siswa atau 4,5% mempunyai status gizi sangat
kurus, 9 siswa atau 13,6% berstatus gizi kurus, 41 siswa atau 62,1% berstatus gizi normal
dan 13 siswa atau 19,7% berstatus gizi gemuk.
3. Gambaran Kesehatan
Pada penelitian ini, kesehatan dilihat dari absensi siswa dalam semester genap,
dimana bagi menjadi dua, yaitu tidak sehat dan sehat. Tidak sehat jika sakit ≥ satu
minggu dan sehat jika sakit < satu minggu dalam satu semester. Distribusi kesehatan
dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Distribusi Kesehatan Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Kesehatan Frekuensi Presentasi (%)
Tidak 4 6,1
Iya 62 93,9
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa siswa yang tidak sehat (sakit)
sebanyak 4 siswa atau 6,1% dan yang sehat sebanyak 62 siswa atau 93,9%.
68
4. Gambaran Kebiasaan Sarapan Pagi
Kebiasaan sarapan pagi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tidak rutin dan rutin.
Tidak rutin jika sarapan <4 kali/minggu dan rutin jika ≥ 4 kali/minggu. Distribusi
kebiasaan sarapan pagi dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Distribusi Kebiasaan Sarapan Pagi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Kebiasaan Sarapan Pagi Frekuensi Presentasi (%)
Tidak Rutin 19 28,8
Rutin 47 71,2
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, siswa yang tidak rutin sarapan pagi sebanyak 19
siswa atau 28,8% dan yang rutin sarapan pagi sebanyak 47 siswa atau 71,2%.
5. Gambaran Sikap
Pada penelitian ini, sikap dibagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif. Cut off
point dari sikap adalah median, karena skor sikap bersifat homogen. Skor sikap
didapatkan dari beberapa pertanyaan likert yang kemudian skor jawabannya dijumlahkan.
Sikap dikatakan positif jika skor ≥ median dan negatif jika skor < median. Distribusi
sikap siswa dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Distribusi Sikap Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur
Tahun Ajaran 2010/2011
Sikap Frekuensi Presentasi (%)
Negatif 13 19,7
Positif 53 80,3
Total 66 100
69
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, terdapat 13 siswa atau 19,7% yang mempunyai sikap
negatif dan 53 siswa atau 80,3% mempunyai sikap positif.
6. Gambaran Minat
Pada penelitian ini, minat dibagi menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Cut off
point dari minat adalah median, karena skor minat bersifat homogen. Skor minat
didapatkan dari beberapa pertanyaan likert yang kemudian skor jawabannya dijumlahkan.
Minat dikatakan rendah skor < median jika skor dan tinggi jika ≥ median. Distribusi
minat siswa dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Distribusi Minat Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Minat Frekuensi Presentasi (%)
Rendah 28 42,4
Tinggi 38 57,6
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, terdapat 28 siswa atau 42,4% mempunyai minat
yang rendah dan 38 siswa atau 57,6% mempunyai minat yang tinggi.
7. Gambaran Motivasi
Pada penelitian ini, motivasi dibagi menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Cut off
point dari motivasi adalah median, karena skor motivasi bersifat homogen. Skor motivasi
didapatkan dari beberapa pertanyaan likert yang kemudian skor jawabannya dijumlahkan.
Motivasi dikatakan rendah skor < median jika skor dan tinggi jika ≥ median. Distribusi
motivasi siswa dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut.
70
Tabel 5.7 Distribusi Motivasi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Motivasi Frekuensi Presentasi (%)
Rendah 28 42,4
Tinggi 38 57,6
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, terdapat 28 siswa atau 42,4% mempunyai motivasi
yang rendah dan 38 siswa atau 57,6% mempunyai motivasi yang tinggi.
8. Gambaran Pendidikan Ayah
Pendidikan ayah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu rendah dan tinggi. Untuk
kategori rendah jika pendidikan ≤ SMP dan tinggi jika > SMP. Distribusi pendidikan
ayah dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8 Distribusi Pendidikan Ayah Siswa Kelas IV dan V MIN 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Pendidikan Ayah Frekuensi Persentasi (%)
Rendah 15 22,7
Tinggi 51 77,3
Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, sebanyak 15 siswa atau 22,7% yang mempunyai
ayah dengan pendidikan rendah dan 51 siswa atau 77,3% yang mempunyai ayah dengan
pendidikan tinggi.
9. Gambaran Pendidikan Ibu
Pendidikan ibu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu rendah dan tinggi. Untuk
kategori rendah jika pendidikan ≤ SMP dan tinggi jika > SMP. Distribusi pendidikan ibu
dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut.
71
Tabel 5.9 Distribusi Pendidikan Ibu Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Pendidikan Ibu Frekuensi Persentasi (%) Rendah 13 19,7 Tinggi 53 80,3 Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.9 di atas, 13 siswa atau 19,7% mempunyai ibu dengan
pendidikan yang rendah dan 53 siswa atau 80,3% mempunyai ibu dengan pendidikan
yang tinggi.
10. Gambaran Ekonomi Keluarga
Ekonomi keluarga didapatkan dari nilai kumulatif dari penghasilan ayah dan
penghasilan ibu. Ekonomi keluarga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu rendah dan
tinggi. Kategori rendah jika penghasilan orang tua < UMR (UMR Tangerang Selatan
sebesar Rp 1.250.000,00) dan tinggi jika penghasilan orang tua ≥ UMR. Distribusi
ekonomi keluarga dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut.
Tabel 5.10 Distribusi Ekonomi Keluarga Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Ekonomi Keluarga Frekuensi Persentasi (%) Rendah 20 30,3 Tinggi 46 69,7 Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.13 di atas, 20 siswa atau 30,3% berekonomi rendah dan 46
siswa atau 69,7% berekonomi tinggi.
11. Gambaran Lingkungan Tempat Tinggal
Pada penelitian ini, lingkungan tempat tinggal dibagi menjadi dua, yaitu kurang
baik dan baik. Cut off point dari lingkungan tempat tinggal adalah median, karena data
72
lingkungan tempat tinggal bersifat tidak normal. Skor lingkungan tempat tinggal
didapatkan dari beberapa pertanyaan yang kemudian skor jawabannya dijumlahkan.
Untuk kategori kurang baik jika skor < median jika skor dan baik jika ≥ median.
Distribusi lingkungan tempat tinggal dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut.
Tabel 5.11 Distribusi Lingkungan Tempat Tinggal Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Lingkungan Tempat Tinggal Frekuensi Persentasi (%) Kurang 21 31,8
Baik 45 68,2 Total 66 100
Berdasarkan tabel 5.11 di atas, siswa yang mempunyai lingkungan tempat tinggal
kurang baik sebanyak 21 orang atau 31,8% dan yang mempunyai lingkungan tempat
tinggal yang baik sebanyak 45 orang atau 68,2%.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa
Distribusi prestasi belajar siswa menurut status gizi dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.12 Distribusi Nilai Menurut Status Gizi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Status Gizi Mean Standar Deviasi Pvalue n (%) Sangat kurus 68,67 8,021 0,403 3 (4,5)
Kurus 76,89 6,900 9 (13,6) Normal 75,17 7,074 41 (62,1) Gemuk 74,77 7,672 13 (19,7) Total 75,03 7,202 66
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata nilai pada siswa sangat kurus
adalah 68,67, rata-rata nilai pada siswa yang kurus adalah 76,89, rata-rata nilai pada
73
siswa yang normal adalah 75,17 dan rata-rata nilai pada siswa yang gemuk adalah 74,77.
Dari hasil statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,403, artinya pada α 5% tidak ada
perbedaan yang signifikan nilai rapor pada siswa yang sangat kurus, kurus, normal
ataupun gemuk.
2. Hubungan Kesehatan dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.13 Distribusi Nilai Menurut Kesehatan Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%) Kesehatan
Tidak 75,50 7,681 0,894 4 (6,1) Iya 75,00 7,236 62 (93,9)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang sakit (tidak sehat) memiliki nilai
rata-rata sebesar 75,50 dan standar deviasi sebesar 7,681. Sedangkan, siswa yang sehat
memiliki nilai rata-rata sebesar 75,00 dan standar deviasi sebesar 7,236. Berdasarkan
perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,894, artinya pada α 5% tidak ada
hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan kesehatan.
3. Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.14 Distribusi Nilai Menurut Kebiasaan Sarapan Pagi Siswa Kelas IV dan V MIN 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Sarapan Pagi
Tidak Rutin 73,47 6,501 0,268 19 (28,8)
Rutin 75,66 7,440 47(71,2)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang tidak rutin sarapan pagi memiliki
nilai rata-rata sebesar 73,47 dan standar deviasi sebesar 6,501. Sedangkan, siswa yang
74
rutin sarapan pagi memiliki nilai rata-rata sebesar 75,66 dan standar deviasi sebesar
7,440. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,268, artinya
pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan kebiasaan
sarapan pagi.
4. Hubungan Sikap dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.15 Distribusi Nilai Menurut Sikap Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Sikap
Negatif 69,15 5,226 0,001 13 (19,7)
Positif 76,47 6,913 53 (8,3)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan sikap yang negatif terhadap mata
pelajaran memiliki nilai rata-rata sebesar 69,15 dan standar deviasi sebesar 5,226.
Sedangkan, siswa dengan sikap yang positif memiliki nilai rata-rata sebesar 76,47 dan
standar deviasi sebesar 6,913. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue
sebesar 0,001, artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara nilai rapor
dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran di sekolah.
5. Hubungan Minat dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.16 Distribusi Nilai Menurut Minat Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Minat
Rendah 72,00 6,307 0,003 28 (42,4)
Tinggi 77,26 6,074 38 (57,6)
75
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan minat yang rendah memiliki nilai
rata-rata sebesar 72,00 dan standar deviasi sebesar 6,307. Sedangkan siswa dengan sikap
yang positif, memiliki nilai rata-rata sebesar 77,26 dan standar deviasi sebesar 6,074.
Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,003, artinya pada α
5% terdapat hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan minat siswa terhadap
mata pelajaran di sekolah.
6. Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.17 Distribusi Nilai Menurut Motivasi Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Motivasi
Rendah 72,29 6,036 0,007 28 (42,4)
Tinggi 77,05 7,392 38 (57,6)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan motivasi yang rendah memiliki
nilai rata-rata sebesar 72,00 dan standar deviasi sebesar 6,307. Sedangkan siswa dengan
motivasi yang tinggi, memiliki nilai rata-rata sebesar 77,05 dan standar deviasi sebesar
7,392. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,007, artinya
pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan motivasi siswa.
76
7. Hubungan Pendidikan Ayah dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.18 Distribusi Nilai Menurut Pendidikan Ayah Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Pendidikan Ayah
Rendah 74,00 7,221 0,533 15 (27,7)
Tinggi 75,33 7,241 51 (77,3)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan pendidikan ayah yang rendah
memiliki nilai rata-rata sebesar 74,00 dan standar deviasi sebesar 7,221. Sedangkan siswa
dengan pendidikan ayah yang tinggi, memiliki nilai rata-rata sebesar 75,33 dan standar
deviasi sebesar 7,241. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar
0,533, artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan
pendidikan ayah siswa.
8. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.19 Distribusi Nilai Menurut Pendidikan Ibu Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Pendidikan Ibu
Rendah 72,85 6,149 0,225 13 (19,7)
Tinggi 75,57 7,392 53 (80,3)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan pendidikan ibu yang rendah
memiliki nilai rata-rata sebesar 72,85 dan standar deviasi sebesar 6,149. Sedangkan siswa
dengan pendidikan ibu yang tinggi, memiliki nilai rata-rata sebesar 75,57 dan standar
deviasi sebesar 7,392. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar
77
0,225, artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan
pendidikan ibu siswa.
9. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.20 Distribusi Nilai Menurut Ekonomi Keluarga Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue n (%)
Ekonomi Keluarga
Rendah 74,80 7,245 0,866 20 (30,3)
Tinggi 75,13 7,262 46 (69,7)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan ekonomi keluarga yang rendah
memiliki nilai rata-rata sebesar 74,80 dan standar deviasi sebesar 7,245. Sedangkan siswa
dengan pendidikan ibu yang tinggi, memiliki nilai rata-rata sebesar 75,13 dan standar
deviasi sebesar 7,262. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar
0,866, artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai rapor dengan
ekonomi keluarga.
10. Hubungan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Prestasi Belajar
Tabel 5.21 Distribusi Nilai Menurut Lingkungan Tempat Tinggal Siswa Kelas IV dan V
MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011
Nilai Rapor Mean Standar Deviasi Pvalue N (%)
Lingkungan Tempat Tinggal
Kurang 72,90 7,509 0,102 21 (31,8)
Baik 76,02 6,917 45 (68,2)
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa dengan lingkungan tempat tinggal yang
kurang baik, memiliki nilai rata-rata sebesar 72,90 dan standar deviasi sebesar 7,509.
78
Sedangkan siswa dengan lingkungan tempat tinggal yang baik, memiliki nilai rata-rata
sebesar 76,02 dan standar deviasi sebesar 6,917. Berdasarkan perhitungan statistik
didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,102, artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang
signifikan antara nilai rapor dengan lingkungan tempat tinggal.
79
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Peneliti
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang hanya menggambarkan
variabel yang diteliti pada waktu yang bersamaan, sehingga terkadang ditemukan bias
berupa lemahnya dalam melihat hubungan sebab akibat.
2. Kuesioner diisi oleh responden (siswa) sendiri dalam satu kelas sehingga terdapat
kemungkinan saling menyontek sesama teman tanpa sepengetahuan peneliti, dimana hal
ini dapat menimbulkan bias.
3. Keterbatasan dalam jenis variabel yang diteliti, masih terdapat beberapa variabel lainnya
yang berhubungan dengan prestasi belajar yang tidak diteliti. Selain itu, kebiasaan makan
responden (siswa) dari segi kandungan zat gizinya tidak diteliti, sehingga tidak dapat
diketahui kekurangan zat gizi secara spesifik.
B. Prestasi Belajar
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan tanggung
jawab. Melalui pendidikan seseorang diharapkan mampu membangun sikap dan tingkah laku
serta pengetahuan dan ketrampilan yang perlu dan berguna bagi kelangsungan dan kemajuan
diri dalam masyarakat, bangsa dan negara.
80
Tercapainya tujuan pendidikan nasional dapat dilihat dari prestasi belajar yang
diperoleh oleh peserta didik. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong
dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka.
Belajar adalah istilah kunci (key term) yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu
proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan upaya pendidikan. Belajar juga memainkan peranan penting dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan
yang ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang terlebih dahulu maju karena belajar (Syah,
2006).
Hasil dari perbuatan belajar ini yang disebut prestasi belajar. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Wuryani (2002), prestasi belajar adalah hasil yang diberikan oleh guru
kepada siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil perbuatan belajar. Menurut
Suryabrata (2006) prestasi akademik adalah hasil belajar terakhir yang dicapai oleh siswa
dalam jangka waktu tertentu, yang mana di sekolah prestasi akademik siswa biasanya
dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu, kemudian dengan angka atau simbol
tersebut, orang lain atau siswa sendiri akan dapat mengetahui sejauh mana prestasi akademik
yang telah dicapai. Dengan demikian, prestasi akademik di sekolah merupakan bentuk lain
dari besarnya penguasaan bahan pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa dijadikan
hasil belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.
Pada penelitian ini, prestasi belajar dilihat dari nilai rapor semester terakhir yaitu
semester genap. Prestasi belajar diambil dari nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia,
81
Matematika, IPA dan IPS. Portosuwido dkk (1976) dalam Isdaryanti (2007) telah melakukan
penelitian di bidang kognitif pada anak sekolah dasar dengan mengukur skor prestasi belajar
melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS. Keempat mata pelajaran ini
sudah cukup menggambarkan nilai kognitif anak sekolah dasar. Namun, pada penelitian ini
mata pelajaran yang dilihat nilainya ditambah dengan mata pelajaran agama, yaitu Al-Qur’an
Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab.
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam PP No.19 tahun 2005 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, beban belajar untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) ditambah mata pelajaran
agama dan akhlak mulia. Sedangkan berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Islam No.
Dj.I/60/2011, untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dan untuk meningkatkan mutu
pendidikan Agama Islam, perlu diselenggarakan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional
(UASBN). Mata pelajaran UASBN tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) meliputi Al-Qur’an
Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa adalah 75,03 dengan nilai
minimal 61 dan nilai maksimal 90. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa cukup
baik, karena nilai lebih dari 7 sebagaimana standar dari Depdiknas (2008), walaupun masih
ada beberapa siswa yang prestasi belajarnya kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Azhari (2001) yang mengatakan bahwa sebagian besar siswa
menunjukkan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar yang baik dapat menjadi indikator
kualitas seorang siswa, dimana hal ini akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
pembangunan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hadi (2005), keberhasilan pembangunan
suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu cara menilai
82
kualitas seorang anak adalah dengan melihat prestasi belajarnya di sekolah. Prestasi yang
dicapai menunjukkan hasil dari proses belajar (Soemantri, 1978).
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Himmah (2010), yang
menyatakan bahwa sebagian besar siswa SD di Bekasi mempunyai prestasi belajar yang
kurang baik. Hal ini dikarenakan penelitian sebelumnya mengambil sampel dari kelas 3,
sehingga sifat khas mereka terhadap pelajaran berbeda. Pada masa anak sekolah ini dibagi
menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah (6-10 tahun) dan masa kelas tinggi (11-13 tahun).
Sifat khas dari masa rendah diantaranya terdapat korelasi antara kesehatan jasmani dengan
prestasi belajar, kecenderungan memuji diri, menghendaki nilai rapor yang baik tanpa
memperdulikan prestasi diri yang sesungguhnya. Sementara itu, sifat khas dari masa kelas
tinggi diantaranya berminat pada kehidupan konkret, realitas dan selalu ingin banyak tahu,
minat terhadap pelajaran khusus (Munandar, 1985 dalam Faridi, 2002). Selain itu, penelitian
sebelumnya hanya menggunakan rata-rata nilai pelajaran umum, karena penelitian yang
dilakukan oleh Himmah (2010) pada siswa SD, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada
siswa MI.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah gizi yang baik.
Menurut Moeloek (1999), asupan gizi yang baik berperan penting di dalam mencapai
pertumbuhan badan yang optimal. Pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula
pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang (Muliadi, 2007).
Selain status gizi, prestasi belajar juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kebiasaan
sarapan pagi dan kesehatan serta faktor psikologis. Faktor psikologis diantaranya yaitu sikap,
minat dan motivasi. Selain itu, prestasi belajar juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal
83
seperti pendidikan orang tua, ekonomi keluarga dan lingkungan baik sekolah maupun tempat
tinggal.
Oleh karena itu, pihak sekolah sebaiknya mempertahankan prestasi belajar yang
sudah baik dengan memantau prestasi belajar siswanya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1. Status Gizi
Menurut Jelliffe (1989) dalam Supariasa (2002), status gizi adalah tanda-tanda atau
penampilan fisik yang diakibatkan karena adanya keseimbangan antara pemasukan gizi di
satu pihak serta pengeluaran di lain pihak yang terlihat melalui variabel-variabel tertentu
yaitu melalui suatu indikator status gizi.
Pada penelitian ini, status gizi ditentukan dengan menggunakan antropometri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berstatus gizi normal, yaitu
sebanyak 41 siswa atau 62,1% dan 25 siswa berstatus gizi tidak normal, yaitu terdiri dari
3 siswa atau 4,5% berstatus gizi sangat kurus, 9 siswa atau 13,6% berstatus gizi kurus,
dan 13 siswa atau 19,7% berstatus gizi gemuk. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2002) bahwa sebagian besar siswa berstatus
gizi baik (73%) dan sisanya berstatus gizi tidak baik (27%), yang terdiri dari gizi kurang
dan gizi lebih.
Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum (Almatsier, 2006). Asupan gizi yang
baik berperan penting di dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal.
84
Pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat
menentukan kecerdasan seseorang (Khomsan, 2004).
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai yang paling rendah
terdapat pada kelompok dengan status gizi sangat kurus. Hal ini menunjukkan bahwa
kurang gizi tingkat berat cukup mempengaruhi prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Florencio (1990) di Filipina, prestasi akademik dan mental siswa dengan
status gizi yang baik secara signifikan lebih tinggi daripada siswa dengan status gizi
buruk, bahkan ketika pendapatan keluarga, kualitas sekolah, kemampuan guru, atau
kemampuan mental dikontrol (Levinger, 1992).
Akibat dari status gizi kurang adalah perkembangan otak yang tidak sempurna
yang menyebabkan kognitif, perkembangan IQ terhambat dan kemampuan belajar
terganggu yang selanjutnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa (Soekirman, 2000).
Akibat dari status gizi kurang adalah perkembangan otak yang tidak sempurna yang
menyebabkan kognitif dan kemampuan belajar terganggu (Soekirman, 2000).
Kekurangan gizi sejak dini dapat mempengaruhi ketangkasan belajar, waktu pendaftaran
sekolah, konsentrasi dan perhatian (Pollit, 1990 dalam Levinger, 1992).
Status gizi harus baik karena gizi kurang akan mempengaruhi kesehatan
jasmaninya yang bermanifestasi pada kelesuan, mengantuk, dan cepat lelah. Kondisi
organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusing kepala, dapat menurunkan
kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan kondisi jasmani
agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman
yang bergizi (Baliwati, 2004). Anak-anak yang mendapatkan makanan yang memadai
85
(bergizi) mempunyai skor kognitif yang lebih tinggi daripada anak-anak dengan asupan
makanan yang kurang (Levinger, 1992).
Namun, pada hasil penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan
prestasi belajar antara siswa yang sangat kurus, kurus, normal ataupun gemuk. Pada
penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dkk (2002)
dan Setiadi (2001) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan prestasi belajar.
Status gizi selain ditentukan dengan ukuran antropometri, juga dapat ditentukan
secara biokimia, yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (Supariasa, 2002). Akibat gizi kurang
terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang (Muliadi, 2007).
Pada penelitian ini, status gizi ditentukan dengan antropometri, tidak diukur secara
biokimia, sehingga tidak dapat diketahui kekurangan gizi secara spesifik, seperti anemia
defisiensi besi yang mana gejalanya adalah anak akan tampak lemas, sering berdebar-
debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan
penyakitnya bersifat menahun (Hassan dan Alatas, 2002 dalam Wijayanti, 2005). Pada
kondisi anemia, daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun (Djaeni, 2004 dalam
Wijayanti, 2005). Anwar (2009) menjelaskan bahwa penurunan pemusatan perhatian
(atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat terjadi akibat anemia besi. Sehingga
walaupun status gizinya baik berdasarkan pengukuran antropometri, tetapi mengalami
anemia, maka siswa tersebut daya konsentrasinya menurun, yang mana akan berpengaruh
terhadap prestasi belajarnya.
86
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Himmah (2010) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan prestasi
belajar. Perbedaan ini dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Himmah dengan
menggunakan indikator BB/TB, sedangkan pada penelitian ini indikator yang digunakan
adalah IMT/U. Perbedaan hasil tersebut karena perbedaan ambang batas dalam penentua
kategori status gizi. berdasarkan Kemenkes RI (2010) ambang batas kategori status gizi
normal untuk indikator BB/TB adalah -2 SD sampai dengan 2 SD, sedangkan untuk
indikator IMT/U adalah -2 SD sampai dengan 1 SD.
Indeks massa tubuh (IMT=BMI, Body Mass Index) menurut umur (IMT/U),
sebagai alat penyaringan (screening, dan bukan alat diagnostik) yang efektif untuk
menilai secara cepat status gizi anak. IMT merupakan pembagian berat badan (dalam kg)
terhadap kuadrat tinggi badan (dalam m2). IMT dapat digunakan untuk rentang yang
panjang yaitu dari usia 5 tahun – 20 tahun. Untuk anak digunakan IMT spesifik menurut
umur dan gender (Sunarti, 2004). IMT berubah secara substansial pada anak-anak sesuai
pertambahan umur (Hayati, 2009). Sedangkan indikator BB/TB digunakan untuk anak 0-
5 tahun (Kemenkes, 2010). Indikator untuk anak usia 0-5 tahun tidak akan layak untuk
anak-anak yang lebih tua. Selain itu, IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan
status gizi serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh, sedangkan BB/TB tidak
dapat melihat massa lemak tubuh, dimana lemak tubuh anak laki-laki dan perempuan
berbeda (WHO, 2007).
Meskipun status gizi tidak berhubungan secara signifikan dengan prestasi belajar,
namun dapat dilihat bahwa prestasi belajar yang masih kurang banyak terjadi pada siswa
dengan status gizi kurang tingkat berat (sangat kurus). Kelainan yang terjadi pada
87
jaringan otak akibat gizi buruk itu membawa dampak antara lain turunnya fungsi otak
yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar, kemampuan anak bereaksi terhadap
rangsangan dari lingkungannya sangat rendah dan anak menjadi apatis, serta membawa
akibat terjadinya perubahan kepribadian anak (Moehji, 2003).
Apabila makanan yang dikonsumsi tidak cukup mengandung zat – zat gizi yang
dibutuhkan dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan
metabolisme dalam otak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakmampuan otak
untuk berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi
menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan lebih kecil, jumlah sel dalam otak
berkurang dan terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia
dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak
(Soemantri, 1978).
Menurut (Gibney, 2009), keadaan gizi kurang mengakibatkan perubahan struktural
dan fungsional pada otak. Sejumlah penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa
keadaan malnutrisi prenatal dan pascanatal dini pada tikus menimbulkan banyak
perubahan dalam struktur otak hewan tersebut, kendati perubahan ini akan membaik pada
saat tikus diberi makan kembali. Namun demikian, beberapa perubahan dianggap
permanen dan perubahan yang permanen tersebut meliputi penurunan jumlah mielin dan
jumlah dendrit kortikal dalam medulla spinalis serta peningkatan jumlah mitokondria
dalam sel-sel neuron saraf.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sebaiknya pihak sekolah melaksanakan kegiatan
dalam upaya peningkatan gizi untuk meningkatkan prestasi belajar anak sekolah, dengan
mengadakan kantin sekolah yang memenuhi persyaratan gizi. Selain itu, perlu juga
88
dilakukan pemeriksaan kesehatan periodik berupa penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan untuk mengetahui status gizi, sehingga kurang gizi khususnya
pada tingkat yang berat, dapat dicegah.
2. Kesehatan
Faktor kesehatan menurut Parsono dkk (1990) meliputi faktor kesehatan fisik pada
umumnya dan kesehatan indera pada khususnya. Sehat fisik artinya tidak cacat tubuh
(tuna daksa). Sehat indera artinya ia tidak tuna rungu, tuna netra dan sebagainya.
Berdasarkan tabel 5.3, sebagian besar siswa MI Negeri Cempaka Putih sehat
(absensi karena sakit < 1 minggu dalam satu semester). Kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi
organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai sakit kepala misalnya, dapat menurunkan
kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas (Syah, 2010). Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab
ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat, dan
pikirannya terganggu. Berdasarkan hal-hal tersebut, penerimaan dan respon terhadap
pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal dalam memproses,
mengelola, menginterprestasi dan mengorganisasi materi pelajaran melalui inderanya
sehingga ia tidak dapat memahami makna materi yang dipelajarinya (Mudzakir dan
Sutrisno, 1997).
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kesehatan dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan kategori sakit pada
penelitian ini hanya pada kuantitas tidak berangkat karena sakit ≥ 7 hari dalam satu
89
semester, sehingga siswa yang sakit bisa jadi mempunyai kebiasaan belajar yang baik.
Kegiatan-kegiatan yang disebut belajar itu akan selalu dilakukan sesuai dengan keadaan
individu yang belajar, isi atau materi yang dipelajari, lingkungan dan situasinya (Wa’di,
2002 dalam Triasari, 2008).
Siswa yang mempunyai kebiasaan belajar yang baik, kemungkinan akan dapat
mencapai prestasi belajar yang tinggi, karena dengan pola belajar yang baik,
dimungkinkan siswa dapat belajar lebih terarah dan teratur (Triasari, 2008). Tidak hanya
itu, belajar juga bersifat individual, sehingga ada siswa yang dapat memahami pelajaran
hanya dengan mendengarkan sekali saja, ada juga siswa dapat memahami pelajaran
dengan belajar berulang-ulang baik di sekolah ataupun di rumah dengan intensitas yang
berbeda. Siswa yang sakit (tidak berangkat sekolah ≥ 7 hari dalam satu semester) bisa
jadi dapat belajar dengan baik pada saat berangkat sekolah, dimana siswa tersebut lebih
sering berangkat, sehingga dapat mengikuti ketertinggalannya pada saat sakit. Hal ini
sebagaimana teori yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2007), belajar bersifat individual
dan unik. Setiap orang mempunyai gaya belajar dan keunikan sendiri dalam belajar.
Selain itu, tidak adanya hubungan dapat disebabkan karena tidak hanya kesehatan
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar tetapi inteligensi juga memegang peranan. Hal
ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Syah (2010), memang harus diakui bahwa peran
otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada peran
organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh
aktivitas manusia.
Intelegensi menurut Azwar (2004) merupakan salah satu faktor internal yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang. Menurut Chaplin dalam Syah (2006),
90
intelegensi adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru secara cepat dan
efektif atau kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif. Siswa yang
mempunyai intelegensi yang baik akan mudah dalam memahami pelajaran dalam waktu
yang relatif singkat dan mampu mengingat pelajaran yang diperolehnya dengan baik.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Dalyono (1997), seseorang yang memiliki intelegensi
baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik.
Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah cenderung mengalami kesukaran dalam
belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi akademiknya pun rendah.
Hal ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Syah (2006), tingkat kecerdasan
atau intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini
bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, dan sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi
seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.
Berdasarkan hal tersebut di atas, walaupun sakit, siswa yang mempunyai
intelegensi tinggi dapat mengejar ketertinggalannya dengan cepat dan efektif, sehingga
siswa tersebut berpeluang besar untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
3. Kebiasaan Sarapan Pagi
Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam salah satu 13 pesan dasar gizi seimbang.
Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan
menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar (Depkes, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa rutin sarapan pagi
sebelum berangkat ke sekolah, yaitu sebanyak 47 siswa atau 71,2%. Para siswa terbiasa
91
sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, karena setiap pagi mareka disiapkan sarapan
baik oleh ibu ataupun pembantu.
Sarapan pagi sangat penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas yang lain pada
hari itu. Dengan sarapan pagi, tubuh akan memperoleh bekal zat tenaga untuk
menghadapi kerja, belajar, bermain dan aktivitas lain. Banyak studi yang telah dilakukan
membuktikan pentingnya sarapan pagi dan pengaruhnya terhadap kondisi tubuh dan
aktivitas seseorang, terutama anak-anak. Hasil penelitian Yussen dan Santrock (1982)
dalam Faridi (2002) menunjukkan bahwa anak yang tidak selalu sarapan pagi dan tidak
menggantinya di waktu yang lain pada pagi hari itu, tidak dapat mengikuti pelajaran
dengan baik, mereka lemah dan lelah.
Berdasarkan tabel 5.14, terlihat bahwa rata-rata nilai siswa yang rutin sarapan pagi
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak rutin sarapan pagi. Anak-anak yang
biasa tidak sarapan pagi mempunyai konsentrasi belajar yang lebih rendah, kurang
perhatian, intelegensia yang rendah dan prestasi belajar yang lebih rendah dibandingkan
anak-anak yang biasa sarapan pagi. Dengan demikian sarapan pagi sangat penting
dilakukan oleh anak usia sekolah disebabkan sarapan pagi dapat meningkatkan kadar
glukosa darah dan konsentrasi belajar (Hamilton, 1990 dalam Faridi, 2002).
Para peneliti di Jamaika menemukan bahwa penyediaan sarapan pagi di sekolah
untuk siswa SD, memiliki dampak yang signifikan terhadap kehadiran dan nilai
aritmatika tetapi tidak pada berat badan atau skor ejaan (Powell dalam Levinger, 1992).
Perbedaan hasil yang diperoleh untuk ukuran yang berbeda merupakan refleksi dari
keterampilan pemecahan masalah yang berbeda yang dibutuhkan untuk melakukan tugas.
Ejaan dilakukan dengan menghafal; aritmatika melibatkan penerapan aturan untuk situasi
92
baru. Siswa mudah terganggu karena kelaparan sementara akan lebih rentan terhadap
skor rendah pada tes aritmatika daripada teman-teman mereka yang kurang lapar
(Levinger, 1992).
Selain itu, empat dari enam studi menyelidiki konsumsi sarapan dibandingkan
dengan puasa yang mengidentifikasikan beberapa perbaikan (p=0,05) dalam pemecahan
masalah, perhatian dan memori sesaat setelah mengkonsumsi sereal dan tampilan visual
yang kompleks setelah mengkonsumsi sarapan (Ells dkk, 2008). Perilaku adaptif
kelaparan sementara akan kelihatan dalam jangka waktu yang singkat secara alami dan
biasanya akan hilang ketita anak tidak lapar lagi (Pollite, 1990 dalam Levinger, 1992).
Beberapa studi menemukan bahwa pada populasi dengan gizi yang relatif baik di
Amerika Serikat, kelaparan sementara (sebagai lawan malnutrisi) dapat mempengaruhi
perhatian, minat, dan belajar (Levinger, 1992).
Namun, pada hasil penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan
prestasi belajar antara siswa yang rutin sarapan pagi dan siswa yang tidak rutin sarapan
pagi. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
hanya meneliti kuantitasnya saja, sehingga tidak tahu kandungan gizi dari makanan yang
biasa mereka konsumsi, dimana zat gizi dapat menunjang untuk perkembangan otak
sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh
Suryabrata (2001), nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan
mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas
mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya. Energi yang diperlukan untuk bahan bakar otak,
untuk merawat kesehatan sel saraf dan untuk neurotransmitter diperoleh dari makanan
93
yang dikonsumsi, nutrisi utama untuk meningkatkan fungsi otak adalah karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral (Perretta, 2004 dalam Suryowati, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya peneliti selanjutnya meneliti faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar di luar faktor-faktor yang diteliti pada
penelitian ini, terutama mengenai asupan zat gizinya, dimana dapat menunjang untuk
perkembangan otak dan perhatiannya terhadap pelajaran sehingga dapat mempengaruhi
prestasi belajar. Hal ini didukung pernyataan Ells dkk (2008), ketika kandungan energi
pada sarapan pagi diperiksa, satu studi menunjukkan bahwa sarapan pagi dengan energi
rendah bersifat merugikan dalam hal suasana hati, daya tahan fisik dan berfikir kreatif.
4. Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap
objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Berdasarkan tabel 5.5, sebagian besar siswa mempunyai sikap yang positif. Siswa
yang memiliki sikap yang positif akan senang dengan pelajaran yang diberikan oleh guru,
sehingga mudah dalam memahami materi yang diberikan oleh guru. Sikap yang positif
terhadap mata pelajaran tertentu merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar
siswa. Sebaliknya, sikap yang negatif terhadap mata pelajaran tertentu apalagi ditambah
dengan timbulnya rasa kebencian terhadap mata pelajaran tertentu, akan menimbulkan
kesulitan belajar bagi siswa yang bersangkutan (Tohirin, 2005).
94
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap dengan prestasi belajar. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Arsiah (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sikap dengan prestasi belajar. Hal ini dikarenakan
penelitian Arsiah (2005) dilakukan pada siswa SMP sedangkan pada penelitian ini pada
siswa tingkat SD. Selain itu, Arsiah (2005) hanya meneliti sikap terhadap pelajaran
matematika saja.
Sikap dapat mempengaruhi pikiran, perasaan dan perhatian. Siswa yang
mempunyai sikap positif akan merasa senang belajar dan memperhatikan mata pelajaran
yang diberikan oleh guru, sehingga pelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diterima
oleh siswa dengan baik, yang mana akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
Sebagaimana teori yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2010), sikap itu suatu sindroma
atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya.
Selain itu, siswa yang mempunyai sikap positif juga mempunyai keinginan yang
besar akan pengetahuan, mereka akan belajar untuk mendapatkan pengetahuan dan
prestasi. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Abror (1993) bahwa sikap dapat
mempengaruhi keinginan akan pengetahuan, keinginan akan prestasi dan peningkatan diri
dalam jenis subject matter. Faktor-faktor ini mempengaruhi kondisi-kondisi belajar yang
relevan seperti kesiapan, penuh perhatian, tingkat usaha, ketekunan dan konsentrasi.
Selain itu, sikap negatif terhadap pekerjaan sekolah dikaitkan dengan kebiasaan yang
kurang baik, kegagalan menyelesaikan tugas, kegagalan menguasai keterampilan dasar,
kinerja tes yang kurang, mudah teralihkan perhatian, dan phobia sekolah (Conny, 2010).
95
5. Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Syah, 2010). Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa sebagian besar siswa mempunyai minat yang tinggi, yaitu
sebanyak 38 siswa atau 57,6%. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi akan menyukai
mata pelajaran yang diberikan oleh guru sehingga siswa dapat mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2003). Siswa yang mempunyai minat
yang tinggi akan senang dan tertarik untuk belajar pelajaran yang diberikan oleh guru
tanpa ada paksaan untuk memperoleh prestasi yang baik.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara minat dengan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Widiyatmo (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara minat dengan prestasi belajar siswa. Siswa yang berminat terhadap suatu mata
pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya.
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Hadis (2006) bahwa anak didik yang berminat
terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap
sesuatu yang diminati itu.
Selain itu, minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa
dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat
besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
96
memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan (Syah, 2010).
6. Motivasi
Motivasi menurut Soemanto (2006) adalah suatu perubahan tenaga di dalam
diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha
mencapai tujuan. Menurut Whittaker dalam Soemanto (2006), motivasi adalah kondisi-
kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk
bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
mempunyai motivasi yang tinggi yaitu sebanyak 38 siswa atau 57,6%. Motivasi
mempunyai peraan yang penting dalam kegiatan belajar karena menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan
terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat
melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan
tingkat pencapaian prestasi belajarnya (Bakti, 1988 dalam Azhari, 2001).
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara motivasi dengan prestasi belajar dengan nilai Pvalue sebesar 0,007. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardiyati (2006) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar
siswa.
Motivasi sangat penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan
organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling
berguna bagi kehidupan individu (Soemanto, 2006). Adanya motivasi belajar yang kuat
97
membuat siswa belajar dengan tekun dan terarah, yang pada akhirnya terwujud dalam
hasil belajar siswa tersebut. Siswa tersebut juga merasa menikmati, suka dan tertantang
untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Hamalik
(2000) bahwa fungsi motivasi adalah mendorong timbulnya kelakuan atau suatu
perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Sebagai pengarah,
artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan, dan sebagai
penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Kuat lemahnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan seseorang.
Selain itu siswa yang mempunyai motivasi akan berusaha dengan belajar sungguh-
sungguh untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik. Sebagaimana yang dinyatakan
oleh Purwanto (2000), motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mecapai hasil atau tujuan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, pihak sekolah sebaiknya mempertahankan sikap, minat
dan motivasi siswa dengan menjaga suasana dan lingkungan belajar di sekolah supaya
mendukung proses pembelajaran.
7. Pendidikan Ayah
Menurut Ilsan (1996) dalam Kusumastuti (2010), keluarga merupakan lembaga
pendidikan pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia
dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di
dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi
pekerti dan kepribadian tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah
98
yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar siswa mempunyai
Ayah dengan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 51 siswa atau 77,3%. Partisipasi orang tua
dalam pelaksanaan pendidikan secara sangat meyakinkan berpengaruh positif terhadap
prestasi belajar murid dan menunjukkan semakin tinggi keterlibatan dan kepedulian
terhadap masalah-masalah pendidikan di sekolah (Firdaus, 2000 dalam Ilyas, 2004).
Berdasarkan tabel 5.18, dapat diketahui rata-rata nilai siswa yang memiliki ayah
dengan pendidikan tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki ayah
dengan pendidikan rendah. Pada umumnya pengetahuan orang tua sangat menentukan
pendidikan keluarga (anak-anaknya). Tingkat pendidikan orang tua juga merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar siswa (Suryabrata,
2002). Perhatian orang tua dengan penuh kasih sayang terhadap pendidikan anaknya,
akan menumbuhkan aktivitas anak sebagai suatu potensi yang sangat berharga untuk
menghadapi masa depan. Pengertian perhatian orang tua yang dimaksud di sini adalah
tanggapan siswa atas perhatian orang tuanya terhadap pendidikan anaknya yaitu
tanggapan tentang bagaimana cara orang tuanya memberikan bimbingan belajar di
rumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan alat yang menunjang
pelajaran, memberikan dorongan untuk belajar, memberikan pengawasan, dan
memberikan pengarahan pentingnya belajar (Suryabrata, 2000).
Namun, pada hasil penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan
prestasi belajar antara siswa yang memiliki ayah dengan pendidikan rendah dan siswa
yang memilki ayah dengan pendidikan tinggi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
99
tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar
dengan nilai Pvalue sebesar 0,533. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan berhubungan
dengan pekerjaan, dimana ayah bertugas mencari penghasilan untuk menghidupi keluarga
dan juga membiayai anak sekolah, sehingga ayah tidak ada waktu untuk membimbing
anaknya dalam pelajaran. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Soekirman (1988)
bahwa tingkat pendidikan orang tua akan berkaitan dengan jenis pekerjaan dan mata
pencaharian yang selanjutnya akan berkaitan dengan tersedianya waktu memberikan
bimbingan belajar kepada anaknya yang mana bimbingan belajar ini tidak lain adalah
stimulus bagi pengembangan diri si anak.
8. Pendidikan Ibu
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar siswa mempunyai ibu dengan
pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 53 siswa atau 80,3%. Pendidikan orang tua erat
kaitannya dengan bantuan orang tua dalam membantu proses belajar. Orang tua dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk lebih percaya diri pada
kemampuan mereka dalam membantu anak-anak mereka belajar. Dengan tingkat
keyakinan tersebut maka diperkirakan akan berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan akademis anak-anak (Slameto, 1995).
Berdasarkan tabel 5.19, dapat diketahui rata-rata nilai siswa yang memiliki ibu
dengan pendidikan tinggi lebih tinggi daripada nilai siswa yang memiliki ibu dengan
pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan ibu dengan pendidikan yang tinggi dapat
memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya dengan memberikan bantuan dalam
proses belajarnya. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin baik
pula prestasi belajar anaknya. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan
100
anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, sama sekali tidak
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu
belajar, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana
kemajuan belajar anaknya, tidak memahami kesulitan yang dialami dalam belajar dan
lain-lain yang dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar (Slameto, 1995).
Tingkat pendidikan orang tua juga akan berpengaruh terhadap cara mendidik atau
pola asuh orang tua. Ada kemungkinan orang tua yang berpendidikan tinggi mengasuh
anak dengan sikap terbuka/demokratis. Sedang orang tua yang berpendidikan rendah ada
kemungkinan mengasuh dengan pola asuh tertutup bahkan bebas. Dalam hal pendidikan
anak, orang tua yang berpendidikan tinggi tidak hanya menekan anak untuk mendapat
prestasi yang baik tetapi lebih memberi arahan pada anak agar dapat mencapai prestasi
yang baik (Lidia, 2008).
Namun, pada hasil penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan prestasi
belajar antara siswa yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah dan siswa yang
memiliki ibu dengan pendidikan tinggi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu degan prestasi belajar siswa. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azhari (2001) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan
prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan pendidikan ibu terendah siswa pada penelitian
ini adalah SD, dan responden adalah siswa tingkat SD, sehingga meskipun pendidikan
ibu rendah tetapi mereka dapat memberi bantuan dalam proses belajar. Selain itu, tidak
semua ibu berpendidikan rendah mempunyai pengetahuan yang rendah juga, dimana
mereka dapat memberi arahan kepada anaknya untuk mencapai prestasi belajar yang
101
baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Apriadji (1983) dalam Faridi (2002),
belum tentu seseorang yang tingkat pendidikannya rendah maka tingkat pengetahuannya
juga rendah.
9. Ekonomi Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar siswa dari keluarga ekonomi tinggi,
yaitu sebanyak 46 siswa atau 69,7%. Menurut Slameto (1991) keadaan ekonomi keluarga
erat hubungannya dengan hasil belajar anak. Kebutuhan-kebutuhan anak harus terpenuhi
adalah : makanan, pakaian, kesehatan, dan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja,
kursi, penerangan, buku-buku.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara ekonomi keluarga dengan prestasi belajar siswa. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan
yang siginfikan antara kondisi ekonomi orang tua wali murid terhadap prestasi belajar.
Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik responden penelitian, yang mana Prayitno
(2010) melakukan penelitian pada siswa tingkat SMP.
Tidak semua siswa dengan ekonomi tinggi mempunyai prestasi belajar yang baik,
karena siswa dengan ekonomi tinggi dapat membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan atau
membeli sesuatu secara berlebihan yang dapat mengganggu belajar, seperti alat-alat
bermain yang terlalu banyak sehingga siswa sibuk dengan permainannya sampai lupa
belajar. Begitu juga dengan siswa dengan ekonomi rendah, mereka tidak dapat membeli
alat-alat bermain sehingga terdapat waktu untuk belajar. Selain itu, siswa dengan
ekonomi rendah juga dapat termotivasi untuk berhasil, sehingga mereka rajin belajar
supaya mendapatkan prestasi belajar yang baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan
102
oleh Dalyono (1997), kadang-kadang kesulitan ekonomi bisa menjadi pendorong anak
untuk lebih berhasil, sebaliknya bukan berarti pula ekonomi yang berlebihan tidak akan
menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan anak mungkin akan selalu
dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian anak terhadap pelajaran-pelajaran
sekolah akan berkurang karena anak terlalu banyak bersenang-senang, misalnya dengan
permainan yang beraneka ragam atau pergi ke tempat-tempat hiburan dan lain-lain.
10. Lingkungan Tempat Tinggal
Hamalik (2001) dalam Sudarmanto (2007) menyatakan bahwa lingkungan adalah
sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada
individu. Kondisi lingkungan belajar yang kondusif baik lingkungan rumah maupun
lingkungan sekolah akan menciptakan ketenangan dan kenyamanan siswa dalam belajar,
sehingga siswa akan lebih mudah untuk menguasai materi belajar secara maksimal.
Pada penelitian ini, lingkungan tempat tinggal merupakan lingkungan belajar di
rumah siswa, yang meliputi keadaan rumah, seperti fasilitas belajar di rumah,
pencahayaan, kelembaban, jarak rumah dari sekolah dan jarak rumah dari sumber
keramaian. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2007), lingkungan
dikelompokkan menjadi dua, yakni lingkungan fisik yang antara lain terdiri dari suhu,
kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan faktor lingkungan yang kedua
adalah lingkungan sosial, yakni manusia dengan segala interaksinya serta
respresentasinya seperti keramaian atau kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya.
Begitu juga dengan Hasbullah (2001) yang menyatakan bahwa lingkungan belajar adalah
lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan.
103
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar siswa mempunyai
lingkungan tempat tinggal yang cukup baik, yaitu sebanyak 45 orang atau 68,2%.
Lingkungan yang baik perlu diusahakan agar dapat memberi pengaruh yang positif
terhadap anak atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya (Slameto, 2003).
Berdasarkan tabel 5.21, diketahui bahwa rata-rata nilai siswa yang memiliki
lingkungan tempat tinggal baik lebih tinggi daripada rata-rata nilai siswa yang memiliki
lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi
atau kejadian-kajadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan
belajar. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan
kepada anak yang belajar. Selanjutnya agar anak dapat belajar dengan baik perlulah
diciptakan suasana rumah yang tenang dan tenteram (Minarni, 2006).
Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar juga adalah jarak antara
rumah dengan sekolah yang terlalu jauh, sehingga melelahkan. Jalan menuju sekolah
berhubungan dengan letak sekolah. Jalan yang jauh dan sulit ditempuh oleh siswa
membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk dapat sampai ke sekolah. Hal ini tentu akan
sangat mempengaruhi keadaan siswa ketika hendak menerima pelajaran. Siswa datang ke
sekolah dalam keadaan lelah, sehingga konsentrasi berkurang dan pada akhirnya siswa
kurang optimal dalam menerima pelajaran (Purwanto, 2000).
Begitu juga dengan fasilits belajar siswa di rumah akan mendukung belajar siswa
untuk mendapatkan prestasi yang baik. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh
Purwanto (2004), ada tidaknya atau tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas yang diperlukan
dalam belajar turut memegang peranan penting pula. Menurut Sanjaya (2009) dalam
Nurmalia (2010), fasilitas belajar dibagi menjadi dua macam yaitu sarana dan prasara.
104
Sarana adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung dengan peserta didik dan
mendukung kelancaran serta keberhasilan proses belajar peserta didik yang meliputi
media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain-lain. Sedangkan
prasarana merupakan segala sesuatu yang tidak secara langsung berkaitan dengan peserta
didik, namun dapat mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar peserta didik
yang meliputi jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain
sebagainya. Jarak misalnya, karena jarak antara rumah dan sekolah itu terlalu jauh,
memerlukan kendaraan yang cukup lama sehingga melelahkan (Purwanto, 2004).
Namun, pada hasil penelitian ini tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan
prestasi belajar antara siswa yang memiliki lingkungan tempat tinggal yang kurang baik
dengan siswa yang memiliki lingkungan tempat tinggal baik. Pada penelitian ini, tidak
ada hubungan yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar
dengan nilai Pvalue sebesar 0,102. Siswa dengan lingkungan tempat tinggal yang kurang
baik, seperti tempat belajar yang kurang nyaman, yang mana sedikitnya udara yang
masuk karena tempat belajar yang masih bersama dapat memberikan motivasi terhadap
siswa untuk mendapatkan prestasi yang baik.
Siswa dengan lingkungan yang kurang mendukung untuk belajar dapat karena
ekonomi keluarga yang rendah, sehingga orang tua tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan anaknya untuk belajar. Hal ini dapat menjadi motivasi tersendiri bagi siswa,
yaitu dengan keinginan yang kuat untuk dapat hidup lebih baik dari kedua orang tuanya,
sehingga bersemangat dalam belajar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nurmalia
(2010), terdapat berbagai kemungkinan yang dapat terjadi ketika lingkungan belajar yang
baik secara parsial tidak memberikan pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar
105
siswa. Salah satu kemungkinan tersebut adalah lingkungan yang kurang mendukung yang
ada di sekitar siswa justru menjadi motivasi tersendiri bagi siswa dalam meraih prestasi
belajar, dimana hal ini didukung dengan hasil pada penelitian ini yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar.
Hal ini didukung dengan pernyataan Slameto (1995) tentang hubungan motivasi
dengan prestasi belajar, seringkali anak didik yang tergolong cerdas tampak bodoh karena
tidak memiliki motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Hal ini menunjukkan
seorang anak didik yang cerdas, apabila memiliki motivasi belajar yang rendah maka dia
tidak akan mencapai prestasi akademik yang baik. Sebaliknya, seorang anak didik yang
kurang cerdas, tetapi memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, maka dia akan
mencapai prestasi akademik yang baik.
106
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Prestasi belajar siswa MI Negeri 02 Cempaka Putih sudah cukup baik dengan rata-rata
nilai 75,03 dengan nilai terendah 61 dan nilai tertinggi 90.
2. Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar
a. Sebagian besar siswa berstatus gizi normal, yaitu sebanyak 41 siswa atau 62,1% dan
17 siswa berstatus gizi tidak normal, yaitu terdiri dari 3 siswa atau 4,5% berstatus gizi
sangat kurus, 9 siswa atau 13,6% berstatus gizi kurus, dan 13 siswa atau 19,7%
berstatus gizi gemuk.
b. Sebagian besar siswa sehat, yaitu sebanyak 62 siswa atau 93,9%.
c. Sebagian besar siswa rutin sarapan pagi, yaitu sebanyak 47 siswa atau 71,2%.
d. Sebagian besar siswa mempunyai sikap positif terhadap mata pelajaran, yaitu
sebanyak 53 siswa atau 80,3%.
e. Sebagian besar siswa mempunyai minat tinggi, yaitu sebanyak 38 siswa atau 57,6%.
f. Sebagian besar siswa mempunyai motivasi tinggi, yaitu sebanyak 38 siswa atau
57,6%.
g. Sebagian besar siswa mempunyai Ayah dengan pendidikan tinggi yaitu sebanyak 51
siswa atau 77,3%.
h. Sebagian besar siswa mempunyai Ibu dengan pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 53
siswa atau 80,3%.
107
i. Sebagian besar siswa dari keluarga ekonomi tinggi, yaitu sebanyak 46 siswa atau
69,7%.
j. Sebagian besar siswa mempunyai lingkungan tempat tinggal yang cukup baik, yaitu
sebanyak 45 orang atau 68,2%.
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar
a. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar dengan nilai Pvalue
sebesar 0,403.
b. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesehatan dengan prestasi belajar dengan
nilai Pvalue sebesar 0,894.
c. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi
belajar dengan nilai Pvalue sebesar 0,268.
d. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan prestasi belajar dengan nilai
Pvalue sebesar 0,001.
e. Terdapat hubungan yang signifikan antara minat dengan prestasi belajar dengan nilai
Pvalue sebesar 0,003.
f. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar dengan
nilai Pvalue sebesar 0,007.
g. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar
denga nilai Pvalue sebesar 0,533.
h. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu degan prestasi belajar
dengan nilai Pvalue sebesar 0,225.
i. Tidak ada hubungan yang signifikan antara ekonomi keluarga dengan prestasi belajar
dengan nilai Pvalue sebesar 0,866.
108
j. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi
belajar dengan nilai Pvalue sebesar 0,102.
B. Saran
1. Bagi Sekolah
a. Mempertahankan prestasi belajar yang sudah baik dengan memantau prestasi belajar
siswa.
b. Sebaiknya pihak sekolah melaksanakan kegiatan dalam upaya peningkatan gizi untuk
meningkatkan prestasi belajar anak sekolah, dengan mengadakan kantin sekolah yang
memenuhi persyaratan gizi. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan
periodik berupa penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk
mengetahui status gizi, sehingga kurang gizi khususnya pada tingkat yang berat,
dapat dicegah.
c. Mempertahankan sikap, minat dan motivasi siswa dengan menjaga suasana dan
lingkungan belajar di sekolah supaya mendukung proses pembelajaran.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Sebaiknya menggunakan disain penelitian eksperimental untuk melihat efek status
gizi terhadap prestasi belajar dengan mengontrol berbagai kondisi.
b. Sebaiknya meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar di
luar faktor-faktor yang diteliti pada penelitian ini, terutama mengenai asupan zat
gizinya, dimana dapat menunjang untuk perkembangan otak sehingga dapat
mempengaruhi prestasi belajar.
109
DAFTAR PUSTAKA
Abror, Rachman A. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya
Achmad. 2000. Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Anindya. 2009. Kebutuhan Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web http://rajawana.com/artikel/kesehatan/407-kebutuhan-gizi-seimbang-anak-usia-sekolah.html
Anwar, Faisal dan Khomsan, Ali. 2009. Makan Tepat, Badan Sehat. Jakarta: PT Mizan Publika.
Aqila. 2010. Masalah Pendidikan di Indonesia. Bimbingan Belajar SD, SMP dan SMA. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web: http://www.aqilacourse.info/2010/04/30/makalah-%E2%80%9Cmasalah-pendidikan-di-indonesia%E2%80%9D/
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI
Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
_______. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Arsiah, Zul. 2005. Hubungan antara Sikap terhadap Matematika dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas 2 SMP di Indonesia. Tesis. Depok: FISIP UI
Arundyna, Haldien. 2011. Kekurangan Gizi. Lombok: Askep Serba Serbi. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2011 dari alamat web: http://haldien3101-3102.blogspot.com/2011/06/v-behaviorurldefaultvmlo14.html
Azhari. 2001. Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Prestasi Belajar Siswa di SPK Depkes Lubuk Linggau Tahun 2001. Tesis. Depok: FISIP UI
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Baliwati, Yayuk Farida. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Berg, Alan. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Diterjemahkan oleh Sayogyo. Jakarta: CV. Rajawali
110
Brown JL, Beardslee WH, Prothrow-Stith D. 2008. Impact of School Breakfast on Children’s Health and Learning, An Analysis of the Scientific Research. Sodexo Foundation. Diunduh pada tanggal 27 Mei 2011 dari situs web: http://www.sodexofoundation.org/
Clara, Evy. 2000. Status Sosial Ekonomi dan Sosialisasi di Keluarga dalam Menunjang Prestasi Belajar Siswa. Depok: FISIP UI
Conny. 2010. Perspektif pendidikan anak berbakat. Jakarta: Grasindo
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Datar, A., Sturm, R., and Magnabosco, J. L. 2004. Childhood overweight and academic performance: National study of kindergarteners and first-graders. Obesity Research vol 12. Diakses pada 4 Juni 2011 dalam situs web: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14742843
Depdikbud. 1991. Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SD. Jakarta: Depdikud
________. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian di SD. Jakarta: Depdikbud
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
_________. 2008. Rancangan Penelitian Hasil belajar. Jakarta: Depdiknas
_________. 2009. Potret Hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2008/2009. Jakarta: Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar
Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
_________. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyaraka. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
_________. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ells, L.J, dkk. 2008. A systematic review of the effect of dietary exposure that could be achieved through normal dietary intake on learning and performance of school-aged children of relevance to UK schools. British Journal of Nutrition.
Eriyanti, RW. 2007. Model Penerapan Teori Skemata untuk Meningkatkan Pemahaman Isi Bacaan bagi Siswa Sekolah Dasar. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web: http://research-report.umm.ac.id/index.php/research-report/article/view/72
Faridi, Achmad. 2002. Hubungan sarapan pagi dengan kadar glukosa darah dan konsentrasi belajar pada siswa SD. Skripsi. Bogor: GMSK Faperta IPB
111
Gibney, MJ dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Pidato pengukuhan jabatan guru besar fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta. Diakses pada 3 April 2011 dalam web www.gizi.net
Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Manager. Bandung: Sinar Baru Algessindo
Harizka, Awang. 2010. Peranan Penting Lingkungan Untuk Menunjang Proses Belajar. Laporan Penelitian. Semarang: Universitas Negei Semarang
Hayati, Nurjanah. 2009. Faktor-faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas di Kelas 4 dan 5 SD Pembangunan Jaya Bintaro, Tangerang Selatan Tahun 2009. Depok: FKM UI
Himmah, EF. 2010. Hubungan Status Gizi dan Faktor-Faktor Penentu Lainnya dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas 3, 4, 5, dan 6 di SD Marga Mulya III Bekasi Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Human Resource Community. 2011. UMR/UMK Indonesia. Diakses pada tanggal 17 November 2011 dari situs web: www.hrcentro.com/umr
Huwae. 2005. Hubungan antara Status Gizi dan Kadar Hb dengan Prestasi Belajar Murid SD di Daerah Endemis Malaria. Yogyakarta: UGM.
Ilyas. 2004. Pengaruh Komunikasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada MTsN Model Makassar. Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin
Isdaryanti, Christien. 2007. Asupan Energi Protein, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Arjowinangun I Pacitan. Skripsi. Yogyakarta: UGM
Judarwanto, Widodo. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. Picky Eaters Clinik (Klinik Khusus Kesulitan Makan pada Anak). Diakses 23 April 2011 dalam situs web: http://kesulitanmakan.bravehost.com
Kartikasari, Rani. 2007. Hubungan antara Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan Terakhir Ayah dan Tingkat Pendidikan Terakhir Ibu dengan Hasil Belajar Siswa Kelas 4,5, dan 6 SDN Plosorejo 1 Desa Plosorejo Randublatung Kabupaten Blora. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Khudori. 2006. Kebutuhan Pokok dan SDM Berkualitas. Diakses pada 23 April 2011 dalam situs web: http://sinarharapan.co.id/berita/0302/22opio0l.html
Koolman, Jan dan Rohm, Kaus-Heinrich. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Diterjemahkan oleh Wanandi. Jakarta: Hipokrates
112
Krisno, Agus. 2004. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press
Kusumastuti, Tri Laswi. 2010. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Penghasilan Orang Tua dengan Prestasi Belajar IPA Semester Satu Siswa Kelas Tujuh SMP Cinde Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang. Diakses 23 April 2011 dalam situs web: http://www.scribd.com/doc/55874141/Hubungan-Antara-Tingkat-Pendidikan-Dan-Penghasilan-Orang-Tua
Levinger. Beryl. 1992. Nutrition, Health and Learning: Current Issues and Trends. International Basic Education Programs. USA: Education Development Center, Inc. (EDC)
Lidia, Susi. 2008. Pngaruh Pola Asuh Orang Tua dan Disiplin Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Brebes Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi. Surakarta: UMS
Marwati, Eka. 2010. Hubungan Kebiasaan Makan, Konsumsi Makanan dan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Kurang Siswa Kelas IV, V dan VI di SDN Wargasetra 2 Kecamatan Tegal Waru Karawang Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Minarni, Tri. 2006. Pengaruh Disiplin dan Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas VIII Semester I SMP Negeri 11 Semarang Tahun Ajaran 2004/2005. Skripsi. Semarang: UNS
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2 : Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar Siranti
________. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasaboga. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Mudzakir dan Sutrisno. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Muliadi. 2007. Peranan Gizi yang Berkualitas dalam Mencegah Malnutrisi pada Anak Sekolah Dasar. UNM. Jurnal Samudra Ilmu, Volume 2 Nomor 2. Diakses 29 April 2011 pada situs web: www.lipi.go.id
Mustofa. 2009. Macam-macam Prestasi Diri. Diakses pada 24 Juli 2011 dalam situs web: http://mustofasmp2.wordpress.com/2009/01/24/macam-%E2%80%93-macam-prestasi-diri/
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
__________________. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nurhidayati. 2006. Hubungan antara Minat dengan Prestasi Belajar Siswa dalam Bidang Studi Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Nurmalia, Erlina. 2010. Pengaruh Fasilitas dan Lingkungan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS MAN Malang I. Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim
113
Pamularsih, Arni. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web: http://etd.eprints.ums.ac.id/5923/1/J300060019.PDF
Parsono, dkk. 1990. Landasan Pendidikan. Jakarta: Karunika
Pondaag, Joseph. 1996. Hubungan antara Keluarga, Sekolah Asal dan Jenis Kelamin dari Segi Norma Budaya dengan Sikap Belajar Siswa Penduduk Asli dan Pendatang. Tesis. Depok: FISIP UI
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/104.pdf
Pratami, Rizka Dila. 2011. Tingkat Pendidikan Ibu yang Rendah dapat Menyebabkan Keadaan Kurang Gizi pada Anak. Diakses pada 29 April 2011 dalam situs web: http://morishineinc.blogspot.com/2011/01/tingkat-pendidikan-ibu-yang-rendah.html
Prayitno, Evit Eko. 2010. Hubungan Kondisi Ekonomi Orang Tua/Wali Murid Terhadap Prestai Belajar PKn Siswa Kelas IX SMP N 1 Gondang Kabupaten Bojonegoro. Skripsi. Malang: Universits Muhammadiyah Malang
Primasari, Tinneke. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungang dengan Status Gizi Kurang pada Siswa Sekolah Dasar di 3 Kecamatan Kabupaten Kampar Tahun 2007. Skripsi. Depok: FKM UI
Purwanto, Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
______________. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Wibowo BS, Tri. Jakarta: Kencana
Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: UGM Press
Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat
Setiadi, D Wasis. 2001. Hubungan Inteligensi, Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa SLTP. Tesis. Semarang: Undip
Setiawati, Mexitalia, dkk. 2002. Hubungan Kecerdasan Emosional, Status Gizi dengan Prestasi Belajar. Laporan Penelitian. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Semarang: Undip
Sibuea, Posman. 2002. Perbaikan Gizi Anak Sekolah sebagai Investasi SDM. Sumatera Utara. Diakses pada 30 April 2011 dalam situs web: http://els.bappenas.go.id/upload/other/Perbaikan%20Gizi%20Anak%20Sekolah%20sebagai%20Investasi%20SDM.htm
114
SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor Dj.I/60/2011 tentang Ketentuan Pelaksanaan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Tahun Pelajaran 2010/201. Diakses pada 3 Mei 2011 dalam situs web: http://mtsfutuhiyyah2.files.wordpress.com/2011/02/01-sk-ketentuan-pelaksanaan-uambn-2011.pdf
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
______. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
______. 1991. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
_________. 1988. Kebijakan Pangan dan Gizi serta Upaya Peningkatan Kualitas Hidup. Gizi Indonesia
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Soemantri. 1978. Hubungan Anemia Kekurangan Zat Besi dengan Konsentrasi dan Prestasi Belajar. Tesis. Semarang: UNDIP
Soetjiningsih. 1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Stikbar, Shudy. 2011. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi Terhadap Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Di SDN 95 Desa Lero Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Tahun 2010. Diakses dalam situs web: http://shudystikbar.blogspot.com/2011/01/hubungan-kebiasaan-makan-pagi-terhadap.html
Sudarmanto, RG. 2007. Pengaruh Lingkungan Belajar dan Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa SMK Negeri I Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2006/2007. Jurnal. Bandar Lampung. Diakses dalam situs web: http://blog.unila.ac.id/radengunawans/files/2010/12/100.-Pengaruh-Lingkungan-Belajar-dan-Minat-Belajar.pdf
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suhardjo, Kusharto. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius
Suharjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara
Sukadi. 2002. Hubungan antara Persepsi dan Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Fisik Sekolah dengan Prestasi Belajar Siswa SMU Negeri di Kota Makassar. Tesis. Makassar: Universitas Negeri Makassar
115
Sukadji, Soetarlinah. 2000. Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
Supariasa, IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
_______________. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Suryowati, Daniar Indah. 2010. Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siawa Usia 10-12 Tahun SDN Ngagel. Surabaya: Unair
Sutjijoso, Adinda Rizkiany dan Zarfiel, Miranda D. 2009. Harga Diri dan Prestasi Belajar pada Remaja yang Obesitas. Jurnal Psikologi Volume 3 No.1. Depok. Diakses pada 3 Juni 2011 dalam situs web: http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/259
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
_____________. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Triasari, Novia. 2008. Pengaruh Perhatian, Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi pada Siswa Kelas XI MAN Karanganyar Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi. Surakarta: UMS
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo
UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses pada 3 Mei 2011 dalam situs web www.inherent-dikti.net
Wardiyati, Agustin. 2006. Hubungan antara Motivasi dengan Prestasi Belajar Bidang Studi Pendidikan Agama Islam. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Widiyatmo, Agus. 2010. Hubungan Minat dan Motivasi dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: UNS
Wijayanto, Prasetyo. 2001. Hubungan Kecerdasan Emosional, Status Gizi dengan Prestasi Belajar. Tesis. UNDIP: Semarang
Wijayanti, Annisa Shinta. 2005. Hubungan antara Kadar Hemoglobin dengan Prestasi Belajar Siswi SMP Negeri 25 Semarang. Skripsi. Semarang: UNS
Wuryani, Sri Estuti. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
A. Hasil Analisis SPSS
1. Analisis Univariat
Statistics prestasi
N Valid 66
Missing 0 Mean 75.03 Median 76.50 Mode 68a Std. Deviation 7.202 Variance 51.876 Range 29 Minimum 61 Maximum 90 Percentiles 25 68.00
50 76.50
75 81.25
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
sttsgzkp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid sangat kurus 3 4.5 4.5 4.5
kurus 9 13.6 13.6 18.2
normal 41 62.1 62.1 80.3
gemuk 13 19.7 19.7 100.0
Total 66 100.0 100.0
sehat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 4 6.1 6.1 6.1
iya 62 93.9 93.9 100.0
Total 66 100.0 100.0
ksarpg
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 19 28.8 28.8 28.8
rutin 47 71.2 71.2 100.0
Total 66 100.0 100.0
skp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid negatif 13 19.7 19.7 19.7
positif 53 80.3 80.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
mnt
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 28 42.4 42.4 42.4
tinggi 38 57.6 57.6 100.0
Total 66 100.0 100.0
Mtvsi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 28 42.4 42.4 42.4
tinggi 38 57.6 57.6 100.0
Total 66 100.0 100.0
didik_ayh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 15 22.7 22.7 22.7
tinggi 51 77.3 77.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
didik_ibu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 13 19.7 19.7 19.7
tinggi 53 80.3 80.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
eknm_klg
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid rendah 20 30.3 30.3 30.3
tinggi 46 69.7 69.7 100.0
Total 66 100.0 100.0
lgkngn_ttgl
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang 21 31.8 31.8 31.8
baik 45 68.2 68.2 100.0
Total 66 100.0 100.0
2. Analisis Bivariat
Descriptives
Prestasi
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
sangat kurus 3 68.67 8.021 4.631 48.74 88.59 61 77 kurus 9 76.89 6.900 2.300 71.59 82.19 65 86 normal 41 75.17 7.074 1.105 72.94 77.40 62 90 gemuk 13 74.77 7.672 2.128 70.13 79.41 63 84 Total 66 75.03 7.202 .887 73.26 76.80 61 90
ANOVA Prestasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 154.271 3 51.424 .991 .403 Within Groups 3217.668 62 51.898 Total 3371.939 65
Group Statistics
sehat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
prestasi tidak 4 75.50 7.681 3.841
iya 62 75.00 7.236 .919
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.007 .932 .134 64 .894 .500 3.744 -6.979 7.979
Equal variances not assumed .127 3.353 .906 .500 3.949 -11.351 12.351
Group Statistics
ksarpg N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
prestasi tidak 19 73.47 6.501 1.491
rutin 47 75.66 7.440 1.085
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
1.031 .314 -1.118 64 .268 -2.186 1.954 -6.090 1.718
Equal variances not assumed -1.185 37.947 .243 -2.186 1.845 -5.920 1.548
Group Statistics
mtvsi3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
prestasi rendah 28 72.29 6.036 1.141
tinggi 38 77.05 7.392 1.199
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
2.076 .154 -2.793 64 .007 -4.767 1.707 -8.177 -1.357
Equal variances not assumed -2.880 63.267 .005 -4.767 1.655 -8.074 -1.460
Group Statistics
mnt3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
prestasi rendah 28 72.00 6.307 1.192
tinggi 38 77.26 7.074 1.148
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.875 .353 -3.126 64 .003 -5.263 1.684 -8.627 -1.899
Equal variances not assumed -3.181 61.618 .002 -5.263 1.655 -8.571 -1.955
Group Statistics
mtvsi3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi rendah 28 72.29 6.036 1.141
tinggi 38 77.05 7.392 1.199
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
2.076 .154 -2.793 64 .007 -4.767 1.707 -8.177 -1.357
Equal variances not assumed -2.880 63.267 .005 -4.767 1.655 -8.074 -1.460
Descriptives
Prestasi
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
Sedang 11 73.55 5.733 1.729 69.69 77.40 65 84
Tinggi 55 75.33 7.471 1.007 73.31 77.35 61 90
Total 66 75.03 7.202 .887 73.26 76.80 61 90
ANOVA Prestasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 29.103 1 29.103 .557 .458 Within Groups 3342.836 64 52.232 Total 3371.939 65
Group Statistics
didik_ayh N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi rendah 15 74.00 7.221 1.864
tinggi 51 75.33 7.241 1.014
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.017 .896 -.627 64 .533 -1.333 2.125 -5.579 2.913
Equal variances not assumed -.628 22.943 .536 -1.333 2.122 -5.724 3.058
Group Statistics
didik_ibu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi rendah 13 72.85 6.149 1.705
tinggi 53 75.57 7.392 1.015
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
1.777 .187 -1.225 64 .225 -2.720 2.221 -7.156 1.716
Equal variances not assumed -1.370 21.394 .185 -2.720 1.985 -6.843 1.403
Group Statistics
eknm_klg N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi rendah 20 74.80 7.245 1.620
tinggi 46 75.13 7.262 1.071
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.008 .930 -.170 64 .866 -.330 1.944 -4.213 3.553
Equal variances not assumed -.170 36.303 .866 -.330 1.942 -4.268 3.607
Group Statistics
eknm2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi rendah 32 73.78 7.052 1.247
tinggi 34 76.21 7.248 1.243
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.037 .848 -1.376 64 .174 -2.425 1.762 -5.944 1.095
Equal variances not assumed -1.377 63.926 .173 -2.425 1.760 -5.941 1.092
Group Statistics
lgkngn_ttgl N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Prestasi kurang 21 72.90 7.509 1.639
baik 45 76.02 6.917 1.031
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the Difference
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
prestasi Equal variances assumed
.344 .559 -1.660 64 .102 -3.117 1.878 -6.870 .635
Equal variances not assumed -1.610 36.379 .116 -3.117 1.936 -7.043 .808
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS IV DAN V MI NEGERI 02 CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR
TAHUN AJARAN 2010/2011
Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya Sri Minataun mahasiswi Peminatan Gizi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang mengadakan penelitian
untuk skripsi mengenai “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas
IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011”. Untuk itu,
saya mohon bantuan adik-adik untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Jawaban
adik sangat bermanfaat bagi penelitian saya. Atas partisipasinya, saya ucapkan terima kasih.
Petunjuk Pengisian Kuesioner!
Isilah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban
yang sesuai dengan apa yang adik ketahui dan yang dilakukan sehari-hari dan jangan
terpengaruh oleh teman!
Tanggal wawancara : No. responden : I. KHARAKTERISTIK ANAK 1 Nama 2 Jenis kelamin 1. laki-laki
2. perempuan
3 Tanggal lahir 4 Kelas 1. IV
2. V
5 BB ………………….. kg 6 TB ………………….. cm 7 No Telp (jika ada) II. Kebiasaan Sarapan Pagi 8 Apakah adik selalu sarapan pagi kalau 1. Tidak (jika < 4kali/minggu)
2. Ya (jika ≥ 4 kali/minggu)
mau ke sekolah? 9 Dimana biasanya adik sarapan pagi? 0. Rumah
1. Perjalanan 2. Sekolah 3. Lainnya, sebutkan:……………. ……………………………………
10 Siapa yang menyiapkan menu pagi adik (sarapan)
0. sarapan dibuat sendiri (oleh ibu, kakak atau ayah) 1. beli
III. Lingkungan Rumah Siswa 1 Bagaimana pencahayaan kamar/ruangan
adik pada siang hari? 1. Kurang terang 2. Terang
3 Apakah adik merasa pengap jika berada di dalam rumah adik?
1. Iya 2. Tidak
4 Fasilitas belajar apa saja yang adik punya di rumah? (jawaban boleh lebih dari 1)
1. Meja belajar 2. Kursi belajar 3. Alat tulis menulis (buku, pensil
atau pulpen) 4. Komputer 5. Lembar Kerja Siswa (LKS)
5 Apakah rumah adik dekat dengan
sekolah?
1. Tidak 2. Iya
6 Dengan apakah adik pergi ke sekolah? 1. Jalan kaki atau naik sepeda 2. Naik motor atau kendaraan
yang lainnya
7 Apakah rumah adik jauh dengan jalan raya, pasar, atau sumber keramaian yang lain?
1. Tidak 2. Iya
A. Sikap
Berilah tanda (v) pada kolom yang tersedia dengan jawaban sesuai dengan keadaan adik!
Keterangan :
SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju
1. Sikap terhadap Pelajaran Umum
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Ingin berprestasi baik dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA dan IPS
2 Ingin mendapat banyak pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
3 Senang belajar mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
4 Cepat menangkap mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
2. Sikap terhadap Pelajaran Agama
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Ingin berprestasi baik dalam pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah
Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
2 Ingin mendapat banyak pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
3 Senang belajar mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
4 Cepat menangkap mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
B. Minat
Berilah tanda (v) pada kolom yang tersedia dengan jawaban sesuai dengan keadaan adik!
Keterangan :
SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju
1. Minat terhadap Pelajaran Umum
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Saya senang mengikuti mata pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA dan IPS
2 Saya tetap belajar pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS walaupun tidak ada guru
3 Saya mengikuti mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS dengan kemauan sendiri
4 Saya terpaksa mengikuti mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS karena diwajibkan oleh sekolah
5 Saya selalu hadir mengikuti pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
6 Saya mengikuti pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS dengan penuh perhatian
7 Saya selalu mengikuti penjelasan guru dalam setiap
pembelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS 8 Saya sering mencatat materi-materi yang diberikan guru 9 Selalu mengerjakan tugas-tugas pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA dan IPS
10 Mencatat pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS dari teman bila saya berhalangan hadir
11 Tidak akan mengerjakan tugas pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang diberikan guru jika tidak diperiksa
12 Materi pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang disampaikan oleh guru sangat menarik
13 Materi pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS bisa dipelajari dari buku, karena itu saya dan teman-teman boleh mengobrol dikelas
14 Materi pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS sangat membosankan
15 Penjelasan guru tentang pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS mudah diikuti
16 Saya sering mengantuk waktu guru menerangkan pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
17 Guru mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS guru favorit saya
18 Mempelajari pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS banyak membuang waktu
2. Minat terhadap Pelajaran Agama
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Saya senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah
Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
2 Saya tetap belajar pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab walaupun tidak ada guru
3 Saya mengikuti mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab dengan kemauan sendiri
4 Saya terpaksa mengikuti mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab karena diwajibkan oleh sekolah
5 Saya selalu hadir mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa
Arab 6 Saya mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak,
Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab dengan penuh perhatian
7 Saya selalu mengikuti penjelasan guru dalam setiap pembelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
8 Sering mencatat materi-materi pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab yang diberikan guru
9 Saya selalu mengerjakan tugas-tugas pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
10 Saya mencatat pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab dari teman bila saya berhalangan hadir
11 Saya tidak akan mengerjakan tugas pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab yang diberikan guru jika tidak diperiksa
12 Materi pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab yang disampaikan oleh guru sangat menarik
13 Materi pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab bisa dipelajari dari buku, karena itu saya dan teman-teman boleh mengobrol dikelas
14 Materi pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab sangat membosankan
15 Penjelasan guru tentang pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab mudah diikuti
16 Saya sering mengantuk waktu guru menerangkan pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab
17 Guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab guru favorit saya
18 Mempelajari pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab banyak membuang waktu
C. Motivasi
Berilah tanda (v) pada kolom yang tersedia dengan jawaban sesuai dengan keadaan adik!
Keterangan :
SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju
1. Motivasi terhadap Pelajaran Umum
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Saya selalu belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
setiap hari atas kemauannya sendiri
2 Saya belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS karena dipaksa orang tua
3 Saya membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan bidang studi Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
4 Saya berusaha mengerjakan tugas dari guru, meskipun tugas itu sangat sulit
5 Saya menghindari tugas-tugas Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS, sekalipun tugas itu ringan
6 Saya mempertimbangkan (melihat) nilai rapor semester sebelumnya untuk meraih sukses berikutnya
7 Saya membahas Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS di rumah setelah pulang sekolah
8 Saya mempunyai kemauan yang tinggi untuk meraih prestasi di bidang Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS
9 Saya belajar keras agar prestasi saya lebih bagus dari teman-teman kelas
10 Saya menghindar bertanya sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS kepada guru
11 Saya mendapat dorongan dari teman-teman untuk belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS dengan lebih semangat
12 Saya menyempatkan waktu untuk membaca Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab di perpustakaan
13 Saya memperbaiki cara belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS tanpa menunggu arahan dari guru
14 Saya tetap belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS di kelas meskipun guru tidak datang
15 Saya bersikap cuek terhadap kesulitan-kesulitan belajar
Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS yang saya alami 16 Saya menikmati tugas-tugas Matematika, Bahasa Indonesia, IPA
dan IPS yang diberikan guru
17 Saya membaca buku Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS setiap ada waktu luang
18 Saya merasa bosan belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS di dalam kelas
19 Saya berusaha menyelesaikan PR Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS dengan sebaik-baiknya
20 Saya belajar Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS lebih lama dari pelajaran lainnya
2. Motivasi terhadap Pelajaran Agama
No Pertanyaan SS S TS STS 1 Saya selalu belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI
dan Bahasa Arab setiap hari atas kemauannya sendiri
2 Saya belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab karena dipaksa orang tua
3 Saya membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan bidang studi Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab
4 Saya berusaha mengerjakan tugas Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab dari guru, meskipun tugas itu sangat sulit
5 Saya menghindari tugas-tugas Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab, sekalipun tugas itu ringan
6 Saya mempertimbangkan masa lalu untuk meraih sukses berikutnya
7 Saya membahas Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab di rumah setelah pulang sekolah
8 Saya mempunyai kemauan yang tinggi untuk meraih prestasi di bidang Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab
9 Saya belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab lebih keras agar prestasi saya lebih bagus dari teman-teman kelas
10 Saya menghindar bertanya sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab kepada guru
11 Saya mendapat dorongan dari teman-teman untuk belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab dengan lebih semangat
12 Saya menyempatkan waktu untuk membaca Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab di perpustakaan
13 Saya memperbaiki cara belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab tanpa menunggu arahan dari guru
14 Saya tetap belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab di kelas meskipun guru tidak datang
15 Saya bersikap masa bodoh terhadap kesulitan-kesulitan belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab yang saya alami
16 Saya menikmati tugas-tugas Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab yang diberikan guru
17 Saya membaca buku Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab setiap ada waktu luang
18 Saya merasa jenuh belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab di dalam kelas
19 Saya berusaha menyelesaikan PR Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab dengan sebaik-baiknya
20 Saya belajar Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fikih, SKI dan Bahasa Arab lebih lama dari pelajaran lainnya
Formulir Pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB)
No Nama Siswa
Berat Badan Tinggi Badan
BB 1 BB 2 BB 3 TB 1 TB 2 TB 3
Lampiran 3
Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
A. Kuesioner Sikap
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
skp1 10.30 4.011 .871 .937
skp2 10.10 4.305 .788 .961
skp3 10.50 2.789 .983 .894
skp4 10.50 2.789 .983 .894
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.944 4
R tabel = 0,468
Valid r hasil > r tabel
Jadi semua pertanyaan sikap dinyatakan valid dan reliabel.
B. Kuesioner Minat
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
mi1 79.10 84.544 .876 .929
mi2 78.80 89.067 .939 .930
mi3 78.90 86.767 .852 .930
mi4 78.90 89.211 .904 .930
mi5 79.00 91.556 .675 .933
mi6 79.00 85.111 .814 .930
mi7 79.10 90.100 .619 .933
mi8 78.80 89.067 .939 .930
mi9 78.60 93.378 .605 .934
mi10 79.00 91.556 .675 .933
mi11 78.70 94.678 .381 .936
mi12 79.30 90.678 .517 .935
mi13 78.80 94.844 .336 .937
mi14 79.00 90.444 .792 .932
mi15 79.00 93.333 .345 .938
mi16 78.80 92.844 .540 .935
mi17 79.10 90.989 .547 .935
mi18 79.00 86.889 .852 .930
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.936 24
C. Kuesioner Motivasi
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
mo1 93.90 127.042 .712 .925
mo2 93.75 130.408 .666 .926
mo3 93.80 124.905 .848 .923
mo4 93.90 125.147 .842 .923
mo5 94.05 125.418 .779 .924
mo6 93.70 130.221 .694 .926
mo7 93.80 130.484 .656 .926
mo8 93.90 124.621 .878 .923
mo9 94.10 125.779 .889 .923
mo10 94.00 126.105 .806 .924
mo11 93.90 129.989 .514 .927
mo12 93.80 132.379 .490 .928
mo13 93.90 129.253 .781 .925
mo14 94.00 124.842 .896 .922
mo15 94.50 127.842 .642 .926
mo16 93.90 129.253 .563 .927
mo17 93.90 125.884 .791 .924
mo18 94.20 126.905 .680 .925
mo19 94.10 126.516 .598 .926
mo20 94.70 128.537 .611 .926
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.929 30