faktor-faktor perawatan kehamilan, angga(3)

Upload: gum-gul

Post on 09-Mar-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fff

TRANSCRIPT

BAB I

PENGARUH FAKTOR FAKTOR PERAWATAN KEHAMILAN ,PERTOLONGAN PERSALINAN DAN MASA NIFAS TERHADAP KEMATIAN IBU DI KABUPATEN LEBAK PROPINSI BANTEN

OLEH

ERLANGGA HUSADA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keadaan kependudukan yang ditandai oleh jumlah yang masih tinggi, persebaran tidak merata, angka kematian ibu ( AKI ) dan angka kesuburan yang juga masih tinggi, menjadi tantangan bagi pembangunan bangsa Indonesia pada tahun masa mendatang.

Memperhitungkan AKI dan penyebab-penyebabnya sebagai salah satu variable mempengaruhi perubahan struktur dan jumlah penduduk, sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam menetapkan kebijaksanaan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan bidang kependudukan.

Beberapa ukuran mortalitas dipakai sebagai indikator bidang kependudukan ialah Angka Kematian Kasar (AKK), Angka Kematian Menurut Umur (AKMU), ANgka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Anak (AKmA), dan Angka Kematian IBU (AKI). Angka-angka kematian diperoleh melalui tiga sumber utama, yaitu sensus, registrasi dan survey sample. Data-data tentang kematian menurut sebab dan kejadian telah banyak diungkapkan di Indonesia, baik dalam bentuk laporan yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), maupun melalui laporan survey oleh para peneliti.Secara rasional diperkirakan bahwa setiap tahun paling sedikit 500.000 wanita meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, dan kematian ibu yang terjadi di negara berkembang mencakup 86% dari kelahiran di dunia (WHO,2004)Penelitian pada empat desa di Gambia tahun 2002 - 2003 melaporkan, angka kematian ibu mencapai lebih dari 20 perseribu kelahiran hidup (Greenwood, 2003), sedang penelitian tahun 2005 di distrik Jamalphur Bangladesh melaporkan angka kematian ibu 6,23 perseribu kelahiran hidup (Khan AR., 2005). Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 3,6 perseribu kelahiran hidup, dibanding negara-negara ASEAN seperti Thailand sebesar 2,28, Malaysia 2, Philipina 1,1, Singapura 1,13 perseribu kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2002).

Hasil penelitian kematian ibu tahun 2000, pada dua kabupaten di propinsi Sumatera Selatan dan dua kabupaten di propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa, angka kematian maternal di Muara Enim 4,4, Ogan Komering Ulu 3, kabupaten Tuban 3,2, Trenggalek 2,8 (Surya, Chandra 2000).

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2000, pada enam Propinsi (termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah) ditemukan angka kematian maternal sebesar 1,5, sedangkan survey serupa tahun 1996, dilakukan pada tujuh propinsi dan sebagian besar di pulau Jawa ditemukan angka kematian ibu sebesar 4,5 dan angka ini menurun menjadi 4,2 pada survey tahun 1992 (Depkes RI, 1996).Penelitian prospektif tahun 2008 di Propinsi Banten pada tiga kabupaten yaitu Lebak,Serang dan Tangerang ditemukan angka kematian maternal sebesar 3,63 (Profil Kesehatan Banten, 2004).

Hasil pencatatan dua tahun berturut-turut oleh setiap Puskesmas menunjukkan; jumlah kematian maternal tahun 2004 sebanyak 77 orang dari 10-102 kelahiran hidup atau 7,62 perseribu kelahiran hidup, tahun 2005 sebanyak 67 orang dari 10.881 kelahiran hidup atau 6,16 per seribu kelahiran hidup.Penelitian medis tentang penyebab langsung kematian maternal, terutama di negara-negara berkembang mengemukakan bahwa lebih dari 80% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan, sepsis/infeksi, pre eklamsia (toxemia), gangguan persalinan dan aborsi sedangkan 20% sisanya disebabkan oleh virus hepatitis, anemia, dan penyakit cardiovaskuler (Chi, et. Al., 1981).

Peran dukun masih tetap tinggi dalam pertolongan persalinan di Kabupaten Lebak. Keadaan ini dapat dilihat dari cakupan pertolongan persalinan 2004 sebanyak 10.102 persalinan, yang ditolong tenaga kesehatan sebanyak 4.166 persalinan atau 41,2 %, dukun terlatih 3.183 persalinan atau 31,5%, oleh dukun tidak terlatih sebanyak 2.753 persalinan atau 27,3%( Profil Kesehatan Banten,2004 ).

Sedangkan pada tahun 1995 dari 11.173 persalinan, ditolong tenaga kesehatan 5.453 orang atau 48,80%, ditolong dukun terlatih 3.345 orang atau 29,90%, dan ditolong dukun tidak terlatih 2.375 orang atau 21,30%. (Profil Kesehatan Kabupaten Lebak,2005)Tingginya angka kematian ibu di kabupaten Lebak disebabkan oleh paritas tinggi dan jarak kehamilan yang rapat. Pemasyarakatan pemakaian konstrasepsi belum menjangkau seluruh pasangan usia subur yang ada. Dari 71.815 Pasangan Usia Subur (PUS), 58,42 % memakai IUD, 18,8% memakai suntikan, 2,33 % MOP/MOW, 0,09 % Implant, dan lain-lain 20, 31% (Laporan tahunan Dinas kesehatan kabupaten Lebak, 2005)Penyebab langsung kematian maternal tahun 2004 dan 2005 di kabupaten Lebak dirangkum dalam laporan dua tahun berturut-turut dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Penyebab Kematian Ibu tahun 2004 dan 2005 di kabupaten Lebak

Penyebab kematianTahun 2004Tahun 2005

Jumlah%Jumlah%

1. Perdarahan Post Partum

2. Perdarahan Ante Partum

3. Retencio Placenta

4. Infeksi

5. Eklamsia

6. Anemia

7. Toxemia

8. Partus Lama

9. Hepatitis46

7

8

3

4

2

1

6

-59,74

9,10

10,39

3,89

5,20

2,60

1,307,78393

9

1

5

1

1

7

158,204,48

13,43

1,49

7,47

1,49

1,49

10,46

1,49

Jumlah7710067100

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Lebak 2004 dan 2005Sedangkan angka kesakitan yang memberikan kontribusi pada kematian maternal, disebabkan oleh beberapa penyakit infeksi, masih tinggi di kabupaten Lebak. Laporan dinas kesehatan kabupaten Lebak tahun 2004menyebutkan bahwa penyakit saluran pernapasan atas menempati urutan teratas, diikuti secara berturt-turut yaitu penyakit infeksi usus, penyakit riketsia dan penyakit karena antropoda, penyakit kulit dan parasit lain, penyakit saluran pernapasan bawah, infeksi saluran pernapasan bawah dan penyakit lainnya.

Perkembangan angka kesakitan di kabupaten Lebak selama tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Penyebab kesakitan selama tahun 2004 di Kabupaten LebakPenyebab kematianTahun 2004

Jumlah kasus%

1. ISPA

2. Infeksi Saluran Usus

3. Riketsia & peny. Antropoda lainnya

4. Infeksi Saluran Pernapasan bawah

5. Peny. Kulit dan parasit lainnya

6. Peny. Mata dan Adneksa

7. Peny. Rongga Mulut

8. Peny. Telinga & Mastroid

9. Lain-lain18.137

6.639

5.314

4.444

5.532

1.008895

732

1.82940,7214,90

11,93

9,98

12,42

2,26

2,01

1,64

4,14

Jumlah44.530100

Sumber : Profil Kesehatan Lebak 2004Sejak Pelita I sampai sekarang telah dibangun fasilitas pelayanan kesehatan berupa 2 buah RSU pemerintah, 1 buah RSU swasta, 17 buah Puskesmas, 26 buah Puskesma Pembantu, dan 3 buah BKIA dan tersebar pada pusat kabupaten dan kecamatan, serta pusat-pusat pemukiman penduduk yang dapat dijangkau jalan raya. Mulai tahun 1994 telah disebarkan bidan desa 39 desa tertinggal. Penyebaran pelayanan kesehatan semakin meluas, namun tidak mempengaruhi penurunan angka kematian maternal, sehingga perlu diteliti penyebab lain selain pelayanan medissebagai faktor yang mempengaruhi kematian maternal di kabupaten Lebak.Kondisi transportasi yang sulit menuju pusat pelayanan kesehatan, turut memepengaruhi kematian maternal di kabupaten Lebak. Hal ini dilihat dari menurunnya angka kunjungan ibu hamil sampai kunjungan keempat masa kehamilan. Tahun 2004, kunjungan kesatu (K-1) sebesar 98,15% dari 10.102 ibu hamil, dan kunjungan kunjungan keempat (K-4) sebesar 100% dari 15.353 ibu hamil, dan K-4 hanya 56,82% (Profil kesehatan kabupaten Lebak 1994 dan 2005 ).

Disamping itu, wanita melakukan peran dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerumahtanggaan di keluarganya, sehingga dalam sehari banyak waktu dicurahkan untuk kegiatan di rumah dan diluar rumah. Dengan demikian, mereka tidak mempunyai waktu untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada pusat pelayanan kesehatan yang tersedia. Satu-satunya alternatif yang paling mudah adalah memilih dukun tidak terlatih sebagai pemeriksa maupun penolong persalinan.Selain keadaan kesehatan yang disebutkan diatas, para ibu hamil dihadapi pula oleh tingkat pendidikan rendah. Bila diamati tingkat pendidikan wanita yang pernah ditamatkan, kondisinya sangat memprihatinkan, yaitu 91,88% berpendidikan SD kebawah.

Sensus tahun 2000 mencatat tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh wanita berumur 10 tahun keatas sebagaiberikut: tidak/belum tamat SD sebesar 23,19%, belum tamat SD sebesar 37,34%, tamat SD 31,35%, tamat SMTP 5,16%, tamat SMTA 2,74%, dana tamat Akademi/Universitas 0,22%( Banten Dalam Angka 2000).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita, mencerminkan pula umur mereka pada saat melangsungkan perkawinan pertama. SDKI ( 2004 ) melaporkan bahwa tujuh dari wanita pernah kawin pada saat survey, berumur 40 tahun atau lebih melakukan kawin pertama pada umur kurang dari 20 tahun.

Gambaran singkat masalah kependudukan di kabupaten Lebak yang diuraikan diatas, mendorong penulis melakukan penelitian tentang pengaruh perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas terhadap kematian maternal di kabupaten Lebak Propinsi Banten).1.2 . Identifikasi Masalah Masih tingginya angka kematian maternal di kabupaten Lebak dibanding angka kematian maternal propinsi dan nasional, pada hal fasilitas kesehatan maupun fasilitas lain yang menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat semakin tahun semakin meningkat jumlah dan penyebarannya.

Laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai kabupaten Lebak selama Pelita V rata-rata sebesar 6,36%, sedikit diatas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 6,26% nasional, tetapi kemajuan ini tidak mempengaruhi angka kematian ibu di kabupaten Lebak. Pendapatan perkapita yang rendah hanya cukup untuk membelanjakan kebutuhan-kebutuhan pokok saja, sedangkan pengeluaran bidang kesehatan kurang diperhatikan.

Umur muda saat perkawinan pertama masih tinggi, akibat kuatnya tradisi yang menganggap wanita yang belum kawin sebagai wanita tidak laku (tunang) san semakin longgar tradisi mas kawin (Paca=bahasa setempat). Tingkat pendidikan wanita yang rendah, sehingga kurang memahami konsep sehat dan sakit, serta kurang memahami pentingnya pengaruh sanitasi lingkungan perumahan bagi kehidupan yang sehat.Rendahnya kesadaran pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas oleh tanaga medis. Ibu-ibu hamil lebih banyak memilih dukun tidak terlatih sebagai pemeriksa kehamilan, dan penolong persalinan dan masa nifas. Cakupan pertolongan persalinan oleh dukun tidak terlatih masih tinggi yaitu tahun 2004 sebesar 27,3% dan tahun 2005 sebesar 15,90%.1.3 . JustifikasiBerdasarkan identifkasi masalah yang dikemukakan diatas, dapatlah diketahui bahwa perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Lebak. Oleh karena banyaknya masalah-masalah perawatankehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas, sebagai penyebab kematian maternal, maka disesuaikan dengan kemampuan peneliti, keterbatasan dana, dan waktu, peneliti membatasi masalah penelitian pada variabel penyebab kematian maternal dengan 3 variabel yaitu perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas.

1.4 . Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah faktor-faktor perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas mempunyai pengaruh terhadap kematian ibu di Kabupaten Lebak.

Selanjutnya dirumuskan pula :

1. Apakah perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan masa nifas menyebabkan kematian ibu di kabupaten Lebak.

2. Bagaimana model pengaruh 3 variabel terhadap kematian ibu di kabupaten Lebak yaitu perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas dan kesakitan.

1.5 Tujuan PenelitianTujuan Mempelajari pengaruh faktor-faktor perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, dan masa nifas terhadap kematian ibu di kabupaten Lebak Propinsi Banten.1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Sebagai bahan penulisan karya tulis akhir, dalam rangka menyelesaikan pendidikan strata-1 pada program studi Pendidikan dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah,Jakarta

1.6.2 Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu, khususnya bidang kesehatan reproduksi.

1.6.3 Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan pembangunan daerah umumnya, dan penyusunan program sektor kesehatan, dan sektor-sektor terkait lainnya, guna mewujudkan manusia berkualitas.1.6.4 Memberikan informasi kepada pengelola program kesehatan ibu dan anak, serta para petugas kesehatan sampai ketingkat desa, tentang pengaruh perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas terhadap kematian maternal, guna menurunkan angka kematian maternal di kabupaten Lebak.

1.6.5 Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain, yang berminat meneliti masalah yang sama ditempat lain .BAB II

KEPUSTAKAAN

WHO (1999) mengelompokkan faktor-faktor resiko yang menjadi penyumbang kematian maternal sebagai berikut:

1. Usia kurang dari 18 tahun dan 35 tahun lebih

2. Pendidikan rendah

3. Rendahnya status sosial ekonomi

4. Keadaan keluarga yang terlalu besar

5. Pengalaman kematian janin dan anak

6. Jarak kelahiran yang rapat (kurang dari 2 tahun)

7. Kondisi kesehatan yang buruk

Hal yang dibahas dalam tulisan ini, ialah pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan masa nifas terhadap kematian maternal di kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur, dengan variable bebas: status dan peran wanita dalam keluarga, umur perkawinan pertama, pendidikan ibu, pendapatan perkapita, melalui variable antara perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan masa nifas.

Horton (1993) mendefinisikan status sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Disini status diartikan dengan seperangkat hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seseorang atau satu kelompok. Sedangkan mengenai status wanita WHO (1999) mendefinisikan dalam hubungan dengan penghasilan, pekerjaan, pendidikan, keswehatan, dan kesuburan, juga peran mereka dalam keluarga.

Susanto (1999) membagi status menjadi dua macam: (1) ascribed status yaitu status yang diperoleh berdasarkan wewenang dan (2) achieved status yaitu status berdasarkan pengakuan orang lain.

Molo (1998) mengemukakan bahwa hubungan antara suami dan istri merupakan bagian dari teori struktural-fungsional dari Parsons. Suami dan istri perlu memainkan peran yang berbeda. Suami dalam peran instrumental sebagai pencari nafkah (provider) diluarrumah, sedang wanita dalam peran expresive mengasuh anak dalam rumah (care-give). Selanjutnya dikatakan bahwa dikotomi pembagian peran sangat penting agar: (1) tercapainya spesialisasi antara laki-laki dan wanita dalam rumah tangga, (2) tidak terjadi kompetisi antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan yang sama.

Peck (1994) mengartikan perkawinan sebagai suatu perjanjian, suatu persetujuan yang dibuat oleh dua orang didepan Tuhan dan dihindari oleh orang-orang dan para saksi. Arti perkawinan menurut Peck lebih menitikberatkan pada arti religius. Umur perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat 1 dari Undang-Undang No 1 (1974) yang menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Umur perkawinan pertama bagi wanita, memberikan pengaruh terhadap tingkat pendidikan yang dimiliki, partisipasi dalam angkatan kerja, serta keputusan jumlah anak yang dimiliki (SDKI, 1994). Pada beberapa daerah yang mempunyai tradisi kawin pada umur remaja, mengalami hambatan menikmati pendidikan tinggi, (WHO, 1999). Semakin rendah umur perkawinan pertama menyebabkan periode melahirkan akan menjadi lebih panjang, resiko persalinan yang semakin tinggi karena secara fisik mereka belum siap untuk melahirkan.

Umur perkawinan pertama mempunya hubungan dengan resiko kehamilan maupun kelahiran. Wanita yang mempunyai umur kurang dari 17 tahun dan lebih dari 34 tahun mempunyai resiko tinggi dalam persalinan (WHO, 1999). Kawin pada umur remaja disebabkan oleh kuatnya tradisi, atau pandangan mengenai status yang lebih tinggi pada wanita yang menikah, serta pendapat orang tua yang menginginkan anak perempuan cepat kawin sehingga lepas dari beban tanggungannya (Sajogyo, 1998).

Pendidikan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kemampuan untuk mempermasalahkan status quo, membuat keputusan sendiri, serta mengemukakan pendapat. Wanita yang tidak berpendidikan sangat sulit untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang profesional dibanding saudaranya yang berpendidikan (WHO, 1999).

Wanita tidak berpendidikan selalu mengharapkan suami atau orang lain untuk mengambil keputusan. WHO (1999) melaporkan pada beberapa tempat, seorang wanita tidak langsung mengunjungi klinik atau rumah sakit sebelum diizinkan oleh suaminya atau mertuanya. Akibatnya jika suami sedang pergi, tidak ada yang dapat mengambil keputusan, meskipun si istri mengalami masalah persalinan.

Pendapatan yang disertaio pengeluaran rumah tangga merupakan indikator penting untuk mengetahui tingkat hidup (level of living) sebuah rumah tangga (Sajogyo, 1998). Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup keluarga, termasuk kelangsungan hidup ibu, sebab melalui kemampuan membayar semua kebutuhan dapat dipenuhi, termasuk perawatan kesehatan.

Hubungan antara pendapatan perkapita rendah denganmortalitas pada wanita, diukur dari jumlah hari berhalangan, ditemukan Goldscheider pada 1981 pada 16 wilayah miskin yang berpendapatan rendah dikota New York. Dia menemukan bahwa mortalitas wanita kulit putih dengan pendapatan kurang dari $ 2000 Dolar setahun lebih dari 50% lebih tinggi dari pada mortalitas wanita darikeluarga yang berpendapatan tinggi. Selanjutnya wanita kulit non putih yang berpendapatan total kurang dari $ 2000 Dolar setahun mempunyai 29 hari berhalangan kerja setiap tahun perorang, dan untuk keluarga antara $ 2000 sampai $ 4000 Dolar mempunyai hari-hari berhalangan merosot sampai 18 hari kerja, serta keluarga yang berpendapatan lebih dari $ 4000 Dolar hanya mempunyai 13 hari.

Hasil pencatatan seluruh puskesmas yang dirangkum dalam laporan dinas kesehatan bahwa cakupan pemeriksaan ibu hamil baru (K-1) berjumlah 16.137 orang atau 98,15% dari jumlah ibu hamil, pemeriksaan kali keempat (K-4) hanya 9.365 orang atau 56,9% dari jumlah ibu hamil, sedangkan tahun 1995 kunjungan kali pertama (K-1) sebanyak 100% dari jumlah sasaran dan kali keempat (K-4) hanya 56,82%.

Penurunan jumlah kunjungan ibu hamil sampai trisemester ketiga disebabkan oleh geografis yang cukup sulit untuk dijangkau, rendahnya pendidikan maternal, pendapatan perkapita yang rendah, sehingga akhirnya mereka memilih perawatan tradisional dari dukun tidak terlatih yang ada dikampungnya.

Notoatmodjo (1998) mengemukakan alasan orang memilih dukun untuk melakukan perawatan kehamilan, ialah karena fasilitas kesehatan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, pemahaman akan konsep sehat-sakit lebih bersifat budaya daripada gangguan fisik. Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, perawatan oleh dokter, bidan masih asing bagi mereka. Keadaan seperti ini masih terdapat di kabupaten Manggarai.

Kematian dapat dicegah, jika penolong persalinan memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam usaha untuk mencegah resiko kelahiran.

Utomo (1995) dalam buku aspek kesehatan dan gizi Balita mengemukakan hubungan antara kematian maternal dengan penolong persalinan dan tempat persalinan. Duku bayi menolong persalinan di rumah ibu, sedangkan tenaga terlatih seperti bidan lebih banyak melakukan persalinan di klinik. Angka kematian diperkirakan akan lebih rendah bila kelahiran di rumah di tolong tenaga tidak terlatih.

Baik penyebab kematian maternal yang dikemukakan oleh Gibss (1996), dkk maupun oleh WHO, sama-sama menjelaskan bahwa faktor sosial ekonomi merupakan salah satu penyebab kematian maternal di luar faktor medis. Bahwa apabila perawatan kehamilan dilakukan secara teratur pada pusat pelayanan kesehatan, serta pertolongan persalinan dan masa nifas dilakukan di pusat pelayanan kesehatan dan dibantu oleh tenaga medis, maka kematian maternal akan terhindar.

Seorang ibu akan melakukan perawatan keahmilans ecara teratur, mencari tenaga medis bagi pertolongan persalinan, dan perawatan masa nifas, dipenagruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarganya.

Sehubungan dengan hal tersebut, disusun kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap kematian maternal, melalui variable antara perawatan kehamilan, pertolongan persalinan perawatan nifas, dan kesakitan.

Gambar 3.1. Kerangka konseptual pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan dan masa nifas terhadap kematian maternal di Kabupaten Manggarai-NTT.Status dan Peran wanita dalam keluarga, umur perkawinan pertama, pendidikan ibu, pendapatan, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, masa nifas mempengaruhi kematian maternal di Kabupaten Manggarai. Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin masih menjanjadi masalah utama di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-50% kematian wanita usia subur terjadi selama kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita muda pada masa puncak produktivitasnya (Depkes RI, 1999). Tahun 1996 World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil. Di Asia Selatan 1 dari 18 ibu bersalin meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama kehidupannya. Di banyak negara Afrika angka ini lebih besar, yaitu 1 diantara 14 ibu bersalin; sedangkan di Amerika Utara hanya 1dari 6366 ibu bersalin. Kematian ibu di negara berkembang sebenarnya dapat ditekan hingga 50% dengan teknologi yang ada serta biaya yang relatif rendah (WHO, 1999).

Tahun 1994 diadakan pula International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, Mesir, yang menyatakan bahwa kebutuhan kesehatan reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi pembangunan sosial dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang akan terjangkau oleh seluruh masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan ibu agar setiap ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat.

Tahun 1995 di Beijing, Cina, diadakan Fourth World Conference on Women, kemudian pada 1997 di Colombo, Srilanka diselenggarakan Safe Motherhood Technical Consultation. Kedua konferensi internasional ini menekankan perlu dipercepatnya penurunan angka kematian ibu pada tahun 2000 menjadi setengahnya sejak 1990. Pada pertemuan Colombo tersebut ditinjau kemajuan selama 10 tahun terakhir, sejak konferensi di Nairobi dan disimpulkan meskipun kemampuan investasi terbatas, namun dengan intervensi kebijakan dan program efektif, angka kematian ibu masih dapat diturunkan.

Pada 1999 WHO meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer), yang didukung oleh badan internasional seperti World Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk: a) Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional; b) Menyusun acuan nasional serta standar pelayanan kesehatan ibu dan anak; c) Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun; d) Memperbaiki akses pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, aborsi legal, baik publik maupun swasta; e) Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan ibu dan anak serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya; f) Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan ibu dan anak (WHO, 1999).

Beberapa contoh intervensi yang efektif, yaitu: di Malaysia yang menerapkan kebijakan pelayanan dasar pada ibu ibu ternyata dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 320 sampai 157 per 100.000 kelahiran, di Cuba yang menerapkan prioritas pelayanan secara nasional dapat menurunkan angka kematian ibu dari 118 menjadi 31 dan di Cina yang memperbaiki fasilitas dasar untuk persalinan, dapat menurunkan angka kematian ibu dari 1500 menjadi 50. Upaya penurunan angka kematian ibu di Indonesia yang hasilnya belum memuaskan dan berjalan sangat lambat, antara lain disebabkan oleh rendahnya mutu pelayanan medis di rumah sakit. Oleh karena itu, upaya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, antara lain dengan cara meningkatkan kualitas Manajemen Klinik (MK) terhadap para pelaku kesehatan.

Usaha pemerintah Indonesia untuk menurunkan kematian ibu menjadi 195 per 100.000 kelahiran hidup pada akhir pelita VI (1999) hanya menjadi target semata. Angka kematian ibu 80 per 100.000 kelahiran hidup pada akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) II (tahun 2019) menjadi pekerjaan yang lebih berat bagi pemerintah. Lebih dari 70% angka kematian ibu di Indonesia terjadi di Rumah Sakit (RS). Diduga angka kematian ibu di rumah sakit disebabkan oleh beberapa faktor dan sampai saat ini masih sedikit penelitian yang mengungkap secara jelas faktor yang melatar belakangi terjadinya morbiditas dan kematian ibu di rumah sakit.

Dalam keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 983 / Menkes / SK / XI/ 1992 tentang susunan organisasi, disebutkan bahwa rumah sakit umum kelas c adalah rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan paling sedikit dalam 4 cabang spesialisasi yaitu: penyakit dalam, bedah, kebidanan dan kandungan serta kesehatan anak.

Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) (1994) angka kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Perinatal adalah 40 per 1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan negara-negara lain, maka Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari Filipina.

Angka kematian ibu di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah, yaitu 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.000 kelahiran hidup di Jawa Barat sampai yang paling tinggi yaitu 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat. Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan dan kepercayaan masyarakat, di samping infra struktur yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan angka kematian ibu sebesar 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif, angka kematian dapat ditekan sampai 80%. Menurut UNICEF(2000), 80% kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit rujukan. Walaupun kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dipengaruhi oleh banyak faktor, namun kemampuan tenaga kesehatan (bidan, dokter, dokter spesialis) merupakan salah satu faktor utama.

Tahun 1990-1991 Depertemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF dan United National Development Programs (UNDP) melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu. Sasarannya adalah menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran pada 1986 menjadi 225 pada tahun 2000.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah melalui Departemen Kesehatan sudah melakukan berbagai program penanggulangan yang disertasi penyempurnaan penyempurnaan dalam pengelolaan, ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai dan terampil serta penyediaan sarana sesuai dengan kebutuhan. Upaya tersebut antara lain adalah pelayanan antenatal, skrining risiko tinggi, penyelenggaraan program Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB), Rumah Sakit Sayang Ibu (RSSI), Gerakan Sayang Ibu (GSI), dan Audit Maternal perinatal. Upaya upaya tersebut ternyata tidak efektif menurunkan kematian ibu.

Di tingkat rumah sakit belum ada penelitian tentang model kesepakatan untuk menurunkan kematian ibu di rumah sakit tipe c pemerintah. Penelitian model kesepakatan ini dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam merancang intervensi dan rekomendasi kebijakan yang optimal oleh rumah sakit tipe C yang bersangkutan

Faktor yang berkaitan erat dengan kematian ibu ini adalah sistem rujukan yang adekuat, kekurangan tenaga terlatih dan kemampuan personel kurang memadai, kurangnya sarana komunikasi, kurangnya kemampuan dan kesiapan tenaga anestesi. Usaha yang belum dilakukan adalah perbaikan cara pandang tenaga rumah sakit, peningkatan kemampuan dan kesiapan tenaga anestesi, peningkatan fasilitas PMI, dan peningkatan sarana komunikasi (Sardjana, 2000).

BAB III

Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

3.1 Kerangka Konseptual yang dikembangkan

Baik penyebab kematian ibu yang dikemukakan oleh Chi,et.al 1981 maupun oleh WHO ( WHO, 2004 ), sama-sama menjelaskan bahwa apabila perawatan kehamilan dilakukan secara teratur pada pusat pelayanan kehesatan, serta pertolongan persalinan dan masa nifas dilakukan di pusat pelayanan kesehatan dan dibantu oleh tenaga medis, maka kematian maternal akan terhindar.

Seorang ibu akan melakukan perawatan kehamilan secara teratur, mencari tenaga medis bagi pertolongan persalinan, dan perawatan masa nifas, dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarganya.

Sehubungan dengan hal tersebut disusun kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu pengaruh faktor-faktor perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan nifas, dan kesakitan terhadap kematian ibu.

3.2 Hipotesis Penelitian

Perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, dan masa nifas mempengaruhi kematian maternal di Kabupaten Manggarai.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Lokasi Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Case Control Study ( studi kasus kelola) dengan menemui keluarga ( suami, anak tertua atau mertua) yang mengalami kematian ibu 2007 dan 2008. Juga ditemui ibu-ibu yang mengalami kelahiran selama 2007 dan 2008.

4.1.2 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan dikabupaten Lebak Propinsi Banten.

4.2 Populasi dan sample

4.2.1 Populasi

Sebagai populasi dalam penelitian ini ialah suami atau anak tertua, atau mertua dari ibu yang telah meninggal karena kehamilan persalinan dan masa nifas yang melahirkan hidup selama 2007 dan 2008 di kabupaten Lebak Propinsi Banten.

4.2.2 Sampel

Semua ibu yang telah meninggal karena kehamilan, persalinan, dan masa nifas menjadi sampel pada penelitian ini.4.3 Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab kematian ibu. Variabel terikat adalah kematian ibu.

4.4 Definisi operasional variabel penelitian

4.4.5 Perawatan kehamilan

Perawatan kehamilan merupakan suatu proses pertolongan selama masa kehamilan baik oleh tenaga medis maupun dukun tidak terlatih. Pemeriksaan kehamilan diukur dengan jumlah kunjungan kepusat pelayanan kesehatan, sekala pengukuran adalah rasio.

4.4.6 Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan merupakan bantuan pihak luar untuk membantu memperlancar proses persalinan. Bantuan berbentuk pelayanan medis maupun non medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh dukun terlatih dan dukun tidak terlatih. Dan skala pengukurannya adalah ordinal.

4.4.7 Perawatan masa nifas

Perawatan masa nifas adalah bantuan yang diberikan pada ibu selama 6 minggu setelah melahirkan bantuan dapat berupa tempat maupun tenaga perawatan, sekala pengukurannya adalah ordinal.

4.5 Teknik Pengumpulan data

4.5.1 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden, data sekunder digunakan untuk melengkapi analisis dan perbandingan data.4.5.2 Wawancara mendalam (indepth Interview)

Untuk mendapatkan informasi yang mendalam.

4.6 Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan regresi logistik dengan ketiga variabel diatas.

4.7 Pelaksanaan penelitian

Peneliti

: Erlangga Husada

Mahasiswa

: Prodi Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Waktu Penelitian: Minggu Kedua Oktober 2009 s/d Mei 2010

Waktu pelaksanaan:

Promosi dimulai pada minggu kedua bulan Oktober 2009 sampai akhir Mei 2010.

Jadwal PenalitianNoKegiatanbulan ......... tahun 2006

OktoberNovDesJanFebMartAprilMei

abcdabcdabcdabcdabcdabcdabcdabcd

12345678910

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10Konsultasi draft promosi

Usulan promosi

Perbaikan proposal promosi dan ijin promosi

Pembuatan quesioner

Pengumpulan data

Analisis data

Konsultasi

Draft laporan

Kesimpulan promosi

Penyempurnaan promosi dan penggandaanXxx

xxxx

xxxxx

xxx

xxxxxxxxx

xxxxxxx

xxx

xxx

xxx

xxx

Daftar Pustaka Sementara1. Chi IC., et al., (1981). Maternal Mortality at Twelve Teaching in Indonesia an Epidemiologic Analysis, International Journal of Gyneacology and Obstetrics, Volume 19 tahun 1981.

2. _______________, (2004). Profil Kesehatan Kabupaten Dati II Lebak, 2004.

3. -------------------------, (2005 ).Profil Kesehatan Kabupaten Dati II Lebak, 2005

4. Departemen Kesehatan RI., ( 1996 ). Profil Kesehatan Indonesia, 1996, Jakarta, 1996.

5. Departemen Kesehatan RI, ( 2006 ), Profil Kesehatan Indonesia, 2006

6. Greenwood A., ( 2003 ). A Prospective Study of Pregnancy in Rural Area of the Gambia West Afrika, Buletin of The World Health Organization, 2003.

7. Khan AR, Rao., (2005). Maternal Mortality In Rural Indonesia. The Jamalphur District. Study In Familly Planning, 2005.

8. Surya, Chandra., (2000). Studi Analitik Penyebab Kematian Maternal Di Sumatera Selatan dan Jawa Timur, Palembang, 2000.

9. -------------------------, (2000),Survei Kesehatan Rumah Tangga ,2000

10. WHO,. (2004). Pencegahan Kematian Ibu Hamil, penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2004.

11. Gibbs, Khan. 1996. Maternal Deaths in Texas. A Report of Consecutive Maternal Deaths From Texas Medical Associations Committee On Maternal Health, Am. J. Obstet, Ginecol.

12. Horton, PB. 1993. Sosiologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

13. Molo M. 1998. Sex dan Gender. Apa Dan Mengapa, dimuat Dalam Majalah Populasi, Volume 4

14. Notoatmodjo S. 1998. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Andi Ofset Yogyakarta,

15. Peck CJ. 1994. Wanita dan Keluarga, Jakarta,

16. Sajogyo. P. 1998. Peranan Wanita Dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Rajawali, Jakarta,

17. Susanto, PA. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung,

18. Utomo B. 1995. Mortalitas, dalam Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia,

19. Undang-Undang Perkawinan RI, Nomor 1 Tahun 1974, Penerbit pustaaka Tinta Mas, Surabaya, 1986.

20. WHO. 1999. Pencegahan Kematian Ibu Hamil, penerbit Binarupoa Aksara, Jakarta,

Perawatan Kehamilan

Pertolongan Persalinan

Masa Nifas

Kesakitan

Kematian Ibu