faktor

85
Faktor-Faktor Pengaruh Pergeseran Kesetimbangan Pergeseran Kesetimbangan dapat terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor. Menurut asas Le Chatelier sendiri sebagai ilmuwan, Jika sutu sistem kesetimbangan diberikan aksi-aksi tertentu, maka sistem akan mengadakan reaksi yang cenderung menghilangkan pengaruh aksi yang diberikan. Cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran, baik ke kanan maupun ke kiri. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan , yaitu: Faktor Konsentrasi; jika konsentrasi reaksi diperbesar, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan begitupun sebaliknya Faktor Tekanan; jika tekanan reaksi diperbesar tetapi volume diperkecil, pergeseran kesetimbangan reaksi akan menuju ke arah bagian yang jumlah koefisiennya kecil, Sumber: http://www.chem-is-try.org/

Upload: cavitri-vitri

Post on 15-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

faktor

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor

Faktor-Faktor Pengaruh Pergeseran Kesetimbangan

Pergeseran Kesetimbangan dapat terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor. Menurut asas Le

Chatelier sendiri sebagai ilmuwan, Jika sutu sistem kesetimbangan diberikan aksi-aksi tertentu,

maka sistem akan mengadakan reaksi yang cenderung menghilangkan pengaruh aksi yang

diberikan. Cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran, baik ke kanan maupun ke

kiri.

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan, yaitu:

Faktor Konsentrasi; jika konsentrasi reaksi diperbesar, maka kesetimbangan reaksi akan

bergeser ke kanan begitupun sebaliknya

Faktor Tekanan; jika tekanan reaksi diperbesar tetapi volume diperkecil, pergeseran

kesetimbangan reaksi akan menuju ke arah bagian yang jumlah koefisiennya kecil,

Sumber: http://www.chem-is-try.org/

Faktor Suhu; jika suhu suatu sistem dinaikkan, maka sistem akan bereaksi dengan

menurunkan suhu, kesetimbangan akan bergeser ke bagian reaksi yang menyerap kalor atau

dikenal dengan reaksi endoterm. Begitupun sebaliknya, jika suhu diturunkan maka

kesetimbangan akan bergeser ke bagian yang melepaskan kalor atau disebut dengan reaksi

eksoterm.

Faktor Katalis; Katalis itu sendiri adalah sebuah zat yang dapat mempercepat reaksi namun

akan kembali ke wujudnya semula ketika reaksi telah selesai. Katalis dapat memperbesar

laju reaksi karena menurunkan energi aktivasi. Dengan menggunakan katalis, suatu reaksi

dapat dijadikan berjalan lambat ataupun cepat, sesuai yang dibutuhkan. Katalis juga penting

Page 2: Faktor

untuk reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi karena dengan menggunakan katalis maka

reaksi dapat diatur agar tetap berlangsung pada suhu rendah.

Jadi, faktor-faktor tersebut di atas dapat menjadi bagian penting dalam terjadinya pergeserean

kesetimbangan kimia.

•faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan,•faktor faktor yang mempengaruhi

pergeseran kesetimbangan,•faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kesetimbangan,•Faktor

yg mempengaruhi pergeseran kesetimbangan,•pergeseran kesetimbangan,•faktor pergeseran

kesetimbangan,•asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan,•faktor faktor yang

mempengaruhi pergeseran kesetimbangan kimia,•pergeseran kesetimbangan kimia,•faktor yang

mempengaruhi pergeseran kesetimbangan kimia

Page 3: Faktor

Siklus Krebs (Daur Asam Trikarboksilat)

Posted by chemy18 on February 5, 2012

Siklus Krebs adalah proses utama kedua dalam reaksi pernafasan sel. Siklus Krebs ini

ditemukan oleh Hans Krebs (1900-1981). Reaksi pernafasan sel tersebut disebut juga sebagai

daur asam sitrat atau daur asam trikarboksilat.

Tahapan Reaksi dalam Siklus Krebs

Siklus Krebs terjadi di mitokondria dengan menggunakan bahan utama berupa asetil-CoA, yang

dihasilkan dari proses dekarboksilasi oksidatif. Ada delapan tahapan utama yang terjadi selama

siklus Krebs.

1. Kondensasi

Kondensasi merupakan reaksi penggabungan molekul asetil-CoA dengan oksaloasetat

membentuk asam sitrat. Enzim yang bekerja dalam reaksi ini adalah enzim asam sitrat sintetase.

2. Isomerase sitrat

Tahapan ini dibantu oleh enzim aconitase, yang menghasilkan isositrat.

3. Produksi CO2

Page 4: Faktor

Dengan bantuan NADH, enzim isositrat dehidrogenase akan mengubah isositra menjadi alfa-

ketoglutarat. Satu molekul CO2 dibebaskan setiap satu reaksi.

4. Dekarboksilasi oksidatif kedua

Tahapan reaksi ini mengubah alfa-ketoglutara menjadi suksinil-CoA. Reaksi dikatalisasi oleh

enzim alfa-ketoglutarat dehidrogenase.

5. Fosforilasi tingkat substrat

Respirasi seluler juga menghasilkan ATP dari tahapan ini. Reaksi pembentukan ATP inilah yang

dinamakan dengan fosforilasi, karena satu gugus posfat akan ditambahkan ke ADP menjadi

ATP. Pada awalnya, suksinil-CoA akan diubah menjadi suksinat, dengan mengubah GDP + Pi

menjadi GTP. GTP tersebut akan digunakan untuk membentuk ATP.

6. Dehidrogenasi

Suksinat yang dihasilkan dari proses sebelumnya akan didehidrogenasi menjadi fumarat dengan

bantuan enzim suksinat dehidrogenase.

7. Hidrasi dan regenerasi oksaloasetat

Dua tahapan ini merupakan akhir dari Siklus Krebs. Hidrasi merupakan penambahan atom

hidrogen pada ikatan ganda karbon (C=C) yang ada pada fumarat sehingga menghasilkan malat.

Malat dehidrogenase mengubah malat menjadi oksaloasetat. Oksaloasetat yang dihasilkan

berfungsi untuk menangkap asetil-CoA, sehingga siklus Krebs akan terus berlangsung. Adapun

hasil dari Siklus Krebs adalah ATP, FADH2, NADH dan CO2. Siklus akan menghasilkan 2

molekul CO2, yang dilepaskan. Jumlah molekul NADH yang dihasilkan adalah 6 molekul,

sedangkan FADH adalah 2 molekul. ATP yang diproduksi secara langsung ada sebanyak 2

molekul, yang merupakan hasil dari reaksi fosforilasi tingkat substrat. FADH2 dan NADH adalah

molekul yang digunakan dalam tahapan transpor elektron. Setiap molekul NADH akan

dioksidasi lewat transpor elektron sehingga menghasilkan 3 ATP per molekul, sedangkan satu

molekul FADH2 menghasilkan 2 molekul ATP.

Page 6: Faktor

Minyak Atsiri dari Daun Jeruk Purut: Proses

Penyulingan dan Ekstraksi

Minyak atsiri dari jeruk purut dapat diperoleh dengan melakukan penyulingan. Namun

sebelum menjelaskan tentang proses penyulingan tersebut, ada baiknya jika meninjau lebih jauh

tentang tanaman jeruk purut ini.

JerukPurut Penghasil Minyak Atsiri

Jeruk purut adalah salah satu anggota suku jeruk-jerukan, Rutacea, dari jenis Citrus. Nama

latinnya adalah Citrus hystrix. Buahnya tidak umum dimakan, karena tak enak rasanya. Banyak

mengandung asam dan berbau wangi agak keras.  Tinggi pohonnya antara 2-12 meter.

Batangnya agak kecil, bengkok atau bersudut dan bercabang rendah. Batang yang telah tua

berbentuk bulat, berwarna hijau tua, polos atau berbintik-bintik. Daun jeruk purut berwarna hijau

kekuningan dan berbau sedap. Bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Tangkai

daun bersayap lebar, sehingga hampir menyerupai daun. Daun ini banyak dipakai untuk bumbu

masakan. Buah jeruk purut lebih kecil dari kepalan tangan, bentuknya seperti buah pir, tetapi

banyak tonjolan dan berbintil. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau. Buah yang matang benar

berwarna sedikit kuning. Warna daging buahnya hijau kekuningan, rasanya sangat masam dan

agak pahit.

Proses Penyulingan dan Ekstraksi Minyak Atsiri

Page 7: Faktor

Jika daun jeruk purut itu disuling, dihasilkan minyak atsiri yang dari tidak berwarna (bening)

sampai kehijauan (tergantung cara ekstraksi), minyak atsiri berbau harum mirip bau daun (jeruk

purut). Minyak atsiri hasil destilasi (penyulingan) menggunakan uap mengandung 57 jenis

komponen kimia. Yang utama dan terpenting adalah sitronelal dengan jumlah 81, 49%, sitronelol

8,22%, linalol 3,69% dan geraniol 0,31%. Komponen lainnya ada dalam jumlah yang sedikit.

Ekstrasi yang dilakukan menggunakan pelarut meliputi persiapan bahan, mencampur, mengaduk

dan memanaskan bahan dan pelarut serta memisahkan pelarut dari minyak atsiri. Metode

ekstraksi yang digunakan antara lain destilasi uap, destilasi dengan cara Likens-Nickerson,

maserasi dan perkolasi.

Pelarut yang banyak digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri adalah etanol, heksana, etilen

diklorida, aseton, isopropanol dan metanol. Penyulingan atau destilasi uap dilakukan dengan cara

menimbang daun jeruk purut sesuai dengan kapasitas tangki penyulingan, kemudian dirajang

(dipotong kecil-kecil). Proses penyulingan minyak atsiri dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri

yang diperoleh dipisahkan dari air dengan menggunakan labu pemisah minyak. Destilasi

menggunakan alat yang sama dengan destilasi uap, hanya rajangan daun jeruk purut langsung

dicampur dengan air dan dididihkan. Dalam destilasi uap, rajangan dipisahkan dari air mendidih

oleh suatu kawat kasa, hingga hanya terkena uapnya. Proses penyulingan dan pemisahan minyak

atsirinya juga sama.

Cara Likens-Nickerson (alatnya disebut ekstraktor Lickens-Nickerso) merupakan

ekstraksi minyak atsiri dalam skala laboratorium. Rajangan daun jeruk purut dicampur dengan

air suling, lalu diletakkan dalam labu erlenmeyer 1 liter. Pelarut ditempatkan dalam labu didih 50

ml (labu ini berhubungan dengan labu erlenmeyer melalui pipa gas dan kondensor). Kedua labu

dipanaskan sampai mendidih hingga minyak atsiri tersuling secara simultan selama 3 jam.

Pemisahan minyak atsiri dari pelarutnya dilakukan dengan penguapan pada tekanan rendah. Pada

cara maserasi, daun jeruk purut yang telah dihancurkan direndam dalam tangki tertutup dan

didiamkan beberapa hari. Selama itu dilakukan pengadukan beberapa kali supaya larutan minyak

atsiri merata. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengepresan, hingga diperoleh cairan

pelarut. Penjernihan dilakukan dengan pengendapan atau penyaringan. Sedangkan perkolasi

adalah melarutkan minyak atsiri dari hancuran daun jeruk purut dengan pelarut yang mengalir.

Page 8: Faktor

Seperti halnya maserasi, daun dihancurkan lebih dulu supaya ekstraksi berlangsung lebih cepat.

Hancuran jeruk purut itu kemudian dialiri dengan pelarut pada sebuah perkolator. Setelah proses

dianggap selesai, cairan yang diperoleh dipisahkan minyak atsirinya dengan cara penyulingan.

•jeruk purut,•destilasi minyak atsiri,•penyulingan daun jeruk purut,•minyak atsiri daun jeruk

purut,•minyak jeruk purut,•daun jeruk purut,•ekstraksi minyak atsiri,•penyulingan jeruk

purut,•daun jeruk,•minyak atsiri dari daun jeruk purut

Page 9: Faktor

Sandi DNA Membentuk Partikel Nano Emas

Tim ini menemukan kalau segmen DNA dapat mengarahkan bentuk partikel nano emas – kristal

emas kecil yang dapat diterapkan dalam kedokteran, elektronika, dan katalisis. Dipimpin oleh Yi

Lu, profesor kimia di Universitas Illinois, tim ini menerbitkan temuan mengejutkan mereka di

jurnal   Angewandte Chemie.

“Sintesis partikel nano tersandi DNA dapat memberi kita cara baru untuk menghasilkan partikel

nano dengan bentuk dan sifat teramalkan,” kata Lu. “Penemuan demikian berpotensi berdampak

pada teknologi bio-nano dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari seperti sebagai katalis,

sensor, pencitraan, dan kedokteran.”

 Partikel nano emas memiliki terapan yang luas pada biologi   dan ilmu bahan karena sifat

fisikokimianya yang unik. Sifat partikel nano emas sangat ditentukan oleh bentuk dan

ukurannya, jadi penting untuk mampu merancang sifat partikel nano untuk terapan tertentu.

 “Kami bertanya apakah kombinasi barisan DNA berbeda dapat memiliki ‘sandi genetik’ untuk

mengarahkan sintesis bahan nano dengan cara yang sama dengan arah sintesis protein mereka,”

kata Zidong Wang, lulusan baru dari grup Lu dan pengarang perdana makalah ini.

Page 10: Faktor

 Partikel nano emas dibuat dengan merajut benih emas kecil dalam larutan garam emas. Partikel

ini tumbuh sebagai emas dalam larutan garam yang terendapkan ke benih. Grup Lu

menginkubasi benih emas dengan segmen pendek DNA sebelum menambah larutan garam,

menyebabkan partikel ini tumbuh dalam berbagai bentuk yang ditentukan oleh sandi genetik

DNA.

 Abjad DNA mengandung empat huruf: A, T, G, dan C. Istilah sandi genetik merujuk pada

barisan huruf-huruf ini, yang disebut basa. Empat basa dan kombinasinya dapat berikatan

berbeda dengan benih nano emas dan mengarahkan jalur pertumbuhan benih emas,

menghasilkan berbagai bentuk.

 Dalam eksperimen mereka, para peneliti menemukan kalau untaian A berulang menghasilkan

partikel emas bulat kasar; T menghasilkan bintang, C menghasilkan cakram bulat lempeng; dan

G menghasilkan heksagon. Lalu grup ini menguji untai DNA yang merupakan kombinasi dua

basa, misalnya, 10 T dan 20 A. Mereka menemukan kalau banyak basa bersaing satu sama lain

menghasilkan bentuk perantara, walaupun A selalu mendominasi T.

 Selanjutnya, para peneliti berencana menyelidiki bagaimana sandi DNA mengarahkan

pertumbuhan partikel nano. Mereka juga berencana menerapkan metode mereka untuk

mensintesis tipe bahan nano lainnya untuk penerapan baru.

Page 11: Faktor

Sumber berita:

University of Illinois at Urbana-Champaign.

Referensi jurnal:

Zidong Wang, Longhua Tang, Li Huey Tan, Jinghong Li, Yi Lu. Discovery of the DNA

“Genetic Code” for Abiological Gold Nanoparticle Morphologies. Angewandte Chemie

International Edition, 2012; DOI: 10.1002/anie.201203716

Page 12: Faktor

Bentuk awal mahkluk hidup penghasil oksigen di

Bumi muncul 60 juta tahun lebih awal dari yang

sebelumnya diperkirakan

Ahli geologi dari Trinity College Dublin, Irlandia, menemukan bahwa bentuk kehidupan

penghasil oksigen pertama di  Bumi muncul sekitar 3 milyar tahun yang lalu. Ini berarti 60 juta

tahun lebih awal dari yang selama ini diperkirakan oleh para ahli dan tertulis di buku buku

sejarah evolusi. Bentuk kehidupan ini bertanggungjawab atas terbentuknya oksigen yang

melimpah yang kini ada di atmosfer kita. Oksigen yang melimpah ini di kemudian hari berperan

penting dalam berkembangnya mahkluk hidup yang lebih kompleks seperti manusia.

Bekerjasama dengan Profesor Joydip Mukhopadhyay dan Gautam Ghosh dan rekan-rekan lain

dari Universitas Kepresidenan di Kolkata, India, para ahli geologi ini menemukan bukti adanya

pelapukan batuan kimia yang merujuk pada pembentukan tanah yang terjadi ketika ada

kemunculan O2. Menggunakan sistem uranium-lead isotop decay yang muncul secara alami,

para geolog melakukan pengukuran usia secara cermat dan akhirnya menyimpulkan bahwa

peristiwa ini muncul setidaknya 3,020,000,000 tahun yang lalu. Tanah kuno (atau paleosol)

tersebut berasal dari Singhbhum Kraton Odisha, dan kemudian dinamakan ‘Keonjhar Paleosol’

sesuai nama kota terdekat.

Seperti kita ketahui, bukti penggalian geologi menujukkan bahwa pada awal kemunculan

kehidupan, terjadi peningkatan kadar oksigen dalam atmosfer kita. Ini karena melimpahnya

tumbuh tumbuhan purba yang mengconvert karbon dioksida menjadi oksigen sebelum

munculnya hewan yang merubah oksigen menjadi CO2. Pola pelapukan kimia yang didapat

dalam paelosol tersebut sesuai dengan pola kenaikan level Oksigen dari masa ke masa. Level

Page 13: Faktor

Oksigen seperti itu hanya bisa terjadi akibat melimpahnya organisme kala itu yang mengubah

energi cahaya matahari dan karbon dioksida menjadi oksigen dan air. Proses yang

disebut fotosintesis ini digunakan oleh jutaan spesies tumbuhan dan bakteri berbeda yang ada di

bumi saat ini. Melimpahnya kadar oksigen dalam atmosfer kala itu berperan penting

berkembangnya bentuk kehidupan yang lebih kompleks seperti mamalia.

Penelitian ini baru saja dipublikasikan secara online dalam jurnal Geologi peringkat teratas dunia

bernama ‘Geology’. Quentin Crowley, Asisten Profesor dalam Analisis Isotop dan Lingkungan

di Sekolah Ilmu Pengetahuan Alam di Trinity, sekaligus penulis senior dari artikel jurnal yang

menjelaskan penelitian ini berkata: “Ini adalah penemuan yang sangat menarik, yang membantu

untuk mengisi kesenjangan dalam pengetahuan kita tentang evolusi awal Bumi. Paleosol dari

India ini mengatakan kepada kita bahwa ada kejadian oksigenasi atmosfer, dan ini terjadi jauh

lebih awal dari yang dibayangkan sebelumnya. “

Awal Bumi kala itu sangat berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini. Suasana awal

atmosfer planet kita kaya akan metana dan karbon dioksida dan hanya ada O2 dalam skala yang

sangat sedikit. Fakta yang sebelumnya diterima secara luas untuk evolusi atmosfer menyatakan

bahwa tingkat O2 tidak  meningkat secara signifikan sampai sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.

Kejadian yang disebut ‘Great Oxidation Event’ ini kemudian menyebabkan melimpahnya

atmosfer dan lautan dengan O2, dan digembar-gemborkan sebagai salah satu perubahan terbesar

dalam sejarah evolusi awal kehidupan di bumi. Mikroorganisme sendiri, dapat dipastikan telah

hadir sebelum 3,0 miliar tahun yang lalu, namun tidak mungkin mampu menghasilkan O2 dalam

jumlah banyak lewat fotosintesis. Sebelum ini masih belum jelas apakah terdapat peristiwa

oksigenasi yang terjadi sebelum Oksidasi Besar itu, sementara itu argumen yang melandasi

kemampuan evolusi fotosintesis sebagian besar telah didasarkan pada tanda-tanda pertama dari

penumpukan oksigen di atmosfer dan lautan.

Profesor Crowley menambahkan, “Ini adalah contoh langka dari catatan geologi yang

memberikan gambaran sekilas tentang bagaimana batuan melapuk. Perubahan kimia yang terjadi

selama pelapukan ini memberitahu kita sesuatu tentang komposisi atmosfer pada saat itu. Sangat

sedikit dari ‘paleosols’ yang telah didokumentasikan dari periode sejarah bumi sebelum 2,5

miliar tahun yang lalu. Satu satunya adalah yang kita kerjakan dan itu berusia setidaknya

Page 14: Faktor

3020000000 tahun, dan itu menunjukkan bukti kimia bahwa pelapukan berlangsung dalam

suasana dengan tingkat O2 tinggi. “

Hampir tidak ada O2 di atmosfer bumi pada 3,4 miliar tahun yang lalu, namun karya terbaru dari

paleosols Afrika Selatan menunjukkan bahwa sekitar 2,96 miliar tahun lalu tingkat O2 mungkin

mulai meningkat. Oleh karena itu temuan Profesor Crowley telah menggeser batas sejarah

tersebut setidaknya 60 juta tahun. Mengingat manusia baru ada di planet ini sekitar seper sepuluh

dari waktu itu, maka hal itu bukanlah hal yang insignifikan dalam sejarah evolusi.

Referensi Jurnal:

1. J. Mukhopadhyay, Q. G. Crowley, S. Ghosh, G. Ghosh, K. Chakrabarti, B. Misra, K. Heron,

S. Bose. Oxygenation of the Archean atmosphere: New paleosol constraints from

eastern India. Geology, 2014; DOI: 10.1130/G36091.1

Page 15: Faktor

Untuk Ketersediaan Pangan di Masa Depan,

Diperlukan Evaluasi Kekayaan Bank Benih Dunia

Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen dari

asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak

terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli

genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnalNature edisi 4 Juli.

Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk serta kian meningkatnya pendapatan di seluruh

dunia, para peneliti memperkirakan bahwa ketersediaan pangan dunia harus mencapai dua kali

lipat dalam 25 tahun ke depan. Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam bank gen

tanaman, ditambah dengan kemajuan dalam bidang genetika dan budi daya tanaman, dapat

menjadi solusi untuk memenuhi tuntutan pangan yang lebih banyak dalam menghadapi

perubahan iklim, degradasi tanah dan air serta keterbatasan lahan.

“Bank gen menyimpan ratusan ribu bahan kultur jaringan dan benih yang dikumpulkan dari

ladang petani, dan dari populasi liar, tersedia bahan baku yang dibutuhkan dalam budi daya

tanaman untuk menciptakan tanaman pangan di masa depan,” ungkap McCouch.

Misalnya, setelah memindai lebih dari 6.000 varietas dari bank benih, tanaman budi daya

diidentifikasi dan disilangkan dengan spesies padi liar, Oryza nivara; hasilnya adalah varietas

yang tahan terhadap penyakit virus kerdil rumput yang menyerang pada hampir semua varietas

padi tropis di kawasan Asia dalam kurun 36 tahun terakhir. Demikian pula, di tahun 1997,

manfaat penggunaan kerabat liar tanaman sebagai sumber ketahanan lingkungan serta ketahanan

terhadap hama dan penyakit dapat menghasilkan keuntungan tahunan hingga sekitar 115 milyar

dolar bagi perekonomian dunia.

Page 16: Faktor

Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia,

“potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman,” kata McCouch.

Saat ini, sulit bagi para petani untuk memanfaatkan kekayaan materi genetik dalam bank

benih akibat kurangnya informasi tentang gen beserta sifat-sifat pada sebagian besar tanaman.

Karena dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengidentifikasi dan kemudian menggunakan

sumber daya genetik liar dan tak teradaptasi, “para petani harus punya gagasan yang bagus

tentang manfaat genetik dari sumber daya yang tidak dikarakterisasikan sebelum mencoba

menggunakannya dalam program budi daya,” tambah McCouch.

Dalam makalah studi ini, McCouch beserta rekan-rekannya menguraikan rencana tiga-poin

untuk mengatasi kendala-kendala tersebut:

Sebuah upaya pengurutan genetik secara besar-besaran pada bank-benih yang ada untuk

mendokumentasikan apa saja yang ada di dalam berbagai koleksi, bertujuan untuk secara

strategis menargetkan percobaan dalam mengevaluasi ciri-ciri apa saja yang dimiliki suatu

tanaman dan mulai memprediksi kinerja tanaman tersebut.

Sebuah inisiatif pengevaluasian ciri tanaman secara meluas, tidak hanya pada bank-gen, tapi

juga pada keturunan yang dihasilkan dari persilangan materi liar dan eksotis dengan varietas

teradaptasi yang ditargetkan untuk penggunaan lokal.

Sebuah infrastruktur informatika yang bisa diakses secara internasional untuk

mengkoordinasikan data yang baru dikelola secara mandiri oleh para kurator bank-gen,

agronom dan petani.

Menurut McCouch, perkiraan biaya untuk upaya global yang sistematis dan kolaboratif dalam

membantu mencirikan sumber daya genetik yang diperlukan untuk ketersediaan pangan di masa

depan ini, adalah sekitar 200 juta dolar per tahun.

“Tampaknya nilai yang tak seberapa, mengingat sebagai masyarakat kita menghabiskan sekitar 1

miliar dolar per tahun untuk menjalankan program Large Hadron Collider CERN di Jenewa,

Swiss, dan 180 juta dolar untuk sebuah pesawat jet tempur,” kata McCouch.

Kredit: Universitas Cornell

Jurnal: Susan McCouch, Gregory J. Baute, James Bradeen, Paula Bramel, Peter K. Bretting,

Page 17: Faktor

Edward Buckler, John M. Burke, David Charest, Sylvie Cloutier, Glenn Cole, Hannes

Dempewolf, Michael Dingkuhn, Catherine Feuillet, Paul Gepts, Dario Grattapaglia, Luigi

Guarino, Scott Jackson, Sandra Knapp, Peter Langridge, Amy Lawton-Rauh, Qui Lijua,

Charlotte Lusty, Todd Michael, Sean Myles, Ken Naito, Randall L. Nelson, Reno Pontarollo,

Christopher M. Richards, Loren Rieseberg, Jeffrey Ross-Ibarra, Steve Rounsley, Ruaraidh

Sackville Hamilton, Ulrich Schurr, Nils Stein, Norihiko Tomooka, Esther van der Knaap, David

van Tassel, Jane Toll, Jose Valls, Rajeev K. Varshney, Judson Ward, Robbie Waugh, Peter

Wenzl, Daniel Zamir. Agriculture: Feeding the future. Nature, 2013; 499 (7456): 23

DOI:10.1038/499023a

Page 18: Faktor

Bangunan DNA dan Asam Amino

Dengan menggunakan teknologi baru pada teleskop dan yang ada di laboratorium, para peneliti

menemukan sepasang molekul prebiotik penting di ruang antarbintang. Penemuan ini

menunjukkan bahwa beberapa bahan kimiadasar yang merupakan langkah-langkah kunci menuju

ke kehidupan mungkin telah terbentuk pada butiran es berdebu yang mengambang di antara

bintang-bintang.

Para ilmuwan menggunakan Teleskop Green Bank milik National Science Foundation di West

Virginia untuk mempelajari awan gas raksasa berjarak sekitar 25.000 tahun cahaya dari bumi,

dekat dengan pusat Galaksi Bima Sakti kita. Bahan kimia yang mereka temukan pada awan

tersebut meliputi suatu molekul yang diduga menjadi pelopor bagi komponen kunci DNA dan

lainnya yang mungkin berperan dalam pembentukan asam amino alanin.

Molekul yang baru ditemukan itu, disebut cyanomethanimine, merupakan salah satu langkah

dalam proses yang diyakini memproduksi adenin, satu dari empat nukleobasa yang membentuk

“anak tangga” dalam struktur seperti-tangga DNA. Molekul lainnya, disebut ethanamine, diduga

berperan dalam membentuk alanin, satu dari dua puluh asam amino dalam kode genetik.

Page 19: Faktor

Teleskop Green Bank dan molekul-molekul yang sudah ditemukan. (Kredit: Bill Saxton,

NRAO/AUI/NSF)

“Penemuan molekul-molekul dalam awan gas antarbintang ini mengindikasikan bahwa blok

bangunan yang penting bagi DNA dan asam amino dapat menebar ke planet yang baru terbentuk,

bersama dengan prekursor-prekursor kimiawi untuk kehidupan,” tutur Anthony Remijan dari

National Radio Astronomy Observatory.

Pada masing-masing kasus, kedua molekul yang baru ditemukan itu merupakan tahap peralihan

dalam proses kimiawi multi-langkah yang mengarah ke molekul biologis akhir. Rincian proses-

prosesnya belum sepenuhnya jelas, namun penemuan ini menyediakan wawasan baru tentang di

mana proses-proses itu terjadi.

Sebelumnya, para ilmuwan menduga proses tersebut berlangsung dalam gas yang sangat tipis di

antara bintang-bintang. Namun penemuan baru menunjukkan bahwa urutan pembentukan

kimiawi untuk molekul-molekul itu tidak terjadi di dalam gas, melainkan pada permukaan

butiran es di ruang antarbintang.

Struktur cyanomethanimine, molekul yang baru ditemukan dalam ruang antarbintang.

Biru=nitrogen, abu-abu=karbon, putih=hidrogen. (Kredit: NRAO/AUI/NSF)

“Kami perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk lebih memahami cara kerja reaksi-

reaksinya, tapi beberapa langkah kunci pertama yang mengarah ke bahan-bahan kimia biologis

bisa saja terjadi pada butiran es kecil,” kata Remijan.

Page 20: Faktor

Penemuan ini bisa terwujud dengan adanya teknologi baru yang mempercepat proses

mengidentifikasi “sidik jari” bahan kimia kosmik. Masing-masing molekul memiliki satu set

rotasi tertentu yang menandakan dapat diintepretasi. Saat terjadi perubahan dari satu keadaan ke

keadaan lain, sejumlah energi tertentu dipancarkan atau diserap, seringkali sebagai gelombang

radio pada frekuensi tertentu yang dapat diamati dengan Teleskop Green Bank.

Struktur adenin, suatu komponen DNA. (Kredit: NRAO/AUI/NSF)

Teknik laboratorium terbaru memungkinkan para astrokimiawan mengukur pola karakteristik

dari frekuensi radio untuk molekul tertentu. Berbekal informasi itu, mereka kemudian dapat

menyesuaikan polanya dengan data yang diperoleh dari teleskop. Perangkat laboratorium di

University of Virginia dan Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics mengukur emisi radio

dari cyanomethanimine danethanamine, kemudian pola frekuensi dari kedua molekul itu

dicocokkan dengan data publik hasil survei yang dilakukan dengan Teleskop Green Bank dari

tahun 2008 hingga 2011.

Sebuah tim mahasiswa yang berpartisipasi dalam program riset musim panas spesial, yang

diperuntukkan bagi para mahasiswa minoritas di University of Virginia (U.Va.), mengerjakan

beberapa percobaan yang mengarah pada penemuan cyanomethanimine. Para mahasiswa ini

bekerja di bawah arahan profesor U.Va. Brooks Pate, Ed Murphy, dan Remijan. Program yang

didanai National Science Foundation ini, membawa para mahasiswa dari empat perguruan tinggi

untuk mengalami penelitian musim panas tersebut. Mereka bekerja di laboratorium astrokimia

milik Pate, lengkap dengan data dari Teleskop Green Bank.

Page 21: Faktor

“Ini adalah penemuan yang cukup istimewa dan membuktikan bahwa para mahasiswa awal-karir

dapat melakukan penelitian yang luar biasa,” ujar Pate.

Kredit: National Radio Astronomy Observatory

Jurnal: Daniel P. Zaleski, Nathan A. Seifert, Amanda L. Steber, Matt T. Muckle, Ryan A.

Loomis, Joanna F. Corby, Oscar Martinez, Kyle N. Crabtree, Philip R. Jewell, Jan M. Hollis,

Frank J. Lovas, David Vasquez, Jolie Nyiramahirwe, Nicole Sciortino, Kennedy Johnson,

Michael C. McCarthy, Anthony J. Remijan, Brooks H. Pate. DETECTION OF E-

CYANOMETHANIMINE TOWARD SAGITTARIUS B2(N) IN THE GREEN BANK

TELESCOPE PRIMOS SURVEY. The Astrophysical Journal, 2013; 765 (1): L10

DOI: 10.1088/2041-8205/765/1/L10

Page 22: Faktor

Ilmuwan Membentuk Sel-sel Saraf Baru – Langsung

di Dalam Otak

Bidang terapi sel, yang bertujuan membentuk sel-sel baru dalam tubuh untuk menyembuhkan

penyakit, telah mencapai langkah penting dalam pengembangan menuju pengobatan baru.

Laporan terbaru dari para peneliti di Universitas Lund, Swedia, menunjukkan cara yang mungkin

untuk memprogram-ulang sel-sel lain menjadi sel-sel saraf, secara langsung di dalam otak.

Dua tahun yang lalu, para peneliti Universitas Lund merupakan yang pertama di dunia yang

berhasil memprogram-ulang sel kulit manusia, yang dikenal sebagai fibroblast, menjadi sel saraf

penghasil dopamin – tanpa harus mengambil jalan memutar melalui tahap sel punca. Kelompok

riset ini kini melangkah jauh ke depan dan menunjukkan cara memprogram-ulang sel kulit

maupun sel-sel pendukung menjadi sel-sel saraf, secara langsung pada tempatnya di dalam otak.

“Temuan ini merupakan bukti pertama yang penting untuk kemungkinan memprogram-ulang sel

lain menjadi sel saraf di dalam otak,” kata Malin Parmar, pimpinan studi yang dipublikasikan

dalam jurnalProceedings of the National Academy of Sciences ini.

Para peneliti menggunakan gen yang dirancang untuk diaktifkan atau dinonaktifkan dengan

menggunakan obat. Gen ini dimasukkan ke dalam dua jenis sel manusia: sel fibroblas dan glia,

atau sel pendukung yang hadir di dalam otak secara alami. Setelah mentransplantasikannya ke

dalam sel-sel otak tikus, gen itu lantas diaktifkan dengan obat khusus yang dicampur ke dalam

minuman tikus. Sel-selnya kemudian mulai melakukan transformasi menjadi sel-sel saraf.

Pada eksperimen terpisah, di mana gen serupa disuntikkan ke dalam otak tikus, para penelitian

juga berhasil memprogram-ulang sel-sel glia dari tikus itu sendiri menjadi sel-sel saraf.

Page 23: Faktor

“Temuan riset ini berpotensi membuka jalan alternatif bagi transplantasi sel di masa depan, yang

akan menghilangkan hambatan sebelumnya untuk bisa diteliti, seperti kesulitan membuat otak

bisa menerima sel-sel asing, serta munculnya risiko perkembangan tumor,” tutur Malin Parmar.

Pada akhirnya, teknik baru pemrograman-ulang secara langsung di dalam otak ini dapat

membuka kemungkinan baru untuk lebih efektif mengganti sel-sel otak yang sudah mati pada

penderita penyakit Parkinson.

“Kami tengah mengembangkan teknik ini agar dapat digunakan untuk menciptakan sel-sel saraf

baru sebagai pengganti fungsi sel-sel yang rusak,” tambah Marlin, “Dengan mampu

melaksanakan pemprograman-ulang in vivo, maka dimungkinkan untuk membayangkan

gambaran masa depan di mana kita bisa membentuk sel-sel baru secara langsung dalam otak

manusia, tanpa harus mengambil jalan memutar melalui kultur dan transplantasi sel.”

Kredit: Universitas Lund

Jurnal: Olof Torper, Ulrich Pfisterer, Daniel A. Wolf, Maria Pereira, Shong Lau, Johan

Jakobsson, Anders Björklund, Shane Grealish, Malin Parmar. Generation of induced neurons

via direct conversion in vivo. Proceedings of the National Academy of Sciences, 2013

DOI:10.1073/pnas.1303829110

Page 24: Faktor

Ilmuwan Menghidupkan Kembali Embrio Katak yang

Telah Punah

Genom seekor katak Australia yang telah punah berhasil dihidupkan dan diaktifkan kembali oleh

tim ilmuwan dengan menggunakan teknologi kloningyang canggih untuk menanamkan inti sel

“mati” ke dalam telur spesies katak lain yang masih segar.

Katak aneh perut-pengeram, Rheobatrachus silus – yang secara unik menelan telur-telurnya

untuk dierami di dalam perutnya, lalu melahirkannya melalui mulut – diketahui telah punah sejak

tahun 1983.

Namun tim Lazarus Project telah mampu memulihkan inti sel dari jaringan-jaringan

yang dikumpulkan pada tahun 1970-an dan yang selama 40 tahun tetap berada dalam sebuah

pendingin konvensional. Proyek ini bertujuan untuk menghidupkan kembali katak tersebut.

Dalam percobaan yang dilakukan secara berulang-ulang selama lima tahun, para peneliti

menggunakan teknik laboratorium yang dikenal sebagai transfer nuklir sel somatik. Mereka

memilih telur segar dari jenis katak yang berkerabat jauh, Mixophyes fasciolatus, mematikan inti

telurnya dan menggantinya dengan inti mati dari katak punah. Beberapa sel telur di dalamnya

spontan mulai membelah dan bertumbuh ke tahap embrio awal berupa bola kecil sel hidup.

Page 25: Faktor

Ilustrasi katak perut-pengeram, Rheobatrachus silus, spesies katak asal Australia yang telah

punah sejak tahun 1983. (Kredit: Peter Schouten)

Meski tak ada embrio yang mampu bertahan lebih dari beberapa hari, tes genetik menegaskan

bahwa sel-sel yang membelah tersebut mengandung bahan genetik dari katak punah.

“Kami tengah menyaksikan Lazarus bangkit dari kematian, selangkah demi selangkah yang

mendebarkan,” ucap pemimpin tim Lazarus Project, Profesor Mike Archer dari University of

New South Wales, Sydney, “Kami telah mengaktifkan kembali sel-sel mati menjadi hidup

dan memulihkan kembali genom katak yang telah punah dalam sebuah proses. Sekarang kami

memiliki sel-sel segar katak punah dalam tabung lab untuk digunakan dalam eksperimen kloning

selanjutnya.

“Kami semakin yakin bahwa rintangan ke depan adalah masalah teknologi, bukan biologis, dan

yakin kami akan berhasil. Yang penting, kami sudah tunjukkan janji besar dari teknologi ini

sebagai alat konservasi di saat ratusan spesies amfibi di dunia berada dalam bencana penurunan.”

Pekerjaan teknis dalam proyek ini dipimpin oleh Dr. Andrew French dan Dr. Jitong Guo, dalam

laboraturium University of Newcastle yang dipimpin seorang ahli katak, Profesor Michael

Mahony, bersama dengan Mr. Simon Clulow dan Dr. John Clulow. Spesimen beku diawetkan

dan disediakan oleh Profesor Mike Tyler dari University of Adelaide, yang secara ekstensif

sempat mempelajari kedua spesies katak perut-pengeram, R. silus dan R. vitellinus, saat sebelum

keduanya lenyap di alam liar sejak tahun 1979 dan 1985.

Page 26: Faktor

Dalam acara TEDx DeExtinction yang diselenggarakan oleh Revive and Restore dan National

Geographic Society di Washington DC, Profesor Archer untuk pertama kalinya berbicara secara

terbuka mengenai Lazarus Project ini dan juga tentang minat yang tengah berlangsung mengenai

rencana kloning thylacine Australia, hewan karnivora yang dikenal sebagai harimau Tasmania

dan diduga telah punah sekitar 2.000 tahun lalu.

Para peneliti dari seluruh dunia berkumpul di sana untuk membahas kemajuan dan perencanaan

bagi berbagai jenis hewan dan tanaman punah lainnya. Spesies yang menjadi kandidat mungkin

meliputi mammoth berbulu, dodo, beo merah Kuba dan moa raksasa Selandia Baru.

Page 27: Faktor

Ilmuwan Merancang “Usus Hidup” pada Sebuah Chip

Para peneliti Institut Rekayasa Biologis Wyss di Universitas Harvard telah menciptakan

perangkat-mikro ‘usus pada chip‘ yang dilapisi sel-sel hidup manusia, yang meniru struktur,

fisiologi, dan mekanika usus manusia – bahkan mendukung pertumbuhan mikroba hidup dalam

ruang luminal-nya. Sebagai alternatif yang lebih akurat untuk kultur sel konvensional dan model

hewan, perangkat-mikro ini bisa membantu para peneliti memperoleh wawasan baru tentang

penyakit gangguan pencernaan, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, sekaligus berguna

untuk mengevaluasi keamanan dan kemanjuran pengobatan yang dianggap potensial.

Hasil riset yang dipublikasikan secara online dalam jurnal Lab on Chip ini menjadi terobosan

Institut Wyss dalam teknologi “Organ-on-Chip” yang menggunakan teknik fabrikasi-mikro

untuk membangun tiruan organ hidup.

‘Usus pada chip‘, yang merupakan perangkat silikon polimer seukuran stik memori komputer ini,

meniru fitur-fitur 3D usus yang kompleks dalam format miniatur. Pada bagian dalam ruang

pusatnya, satu lapisan sel epitel usus manusia yang bertumbuh pada membran berpori,

menciptakan penghalang usus. Membran ini menempel pada dinding-dinding sisi yang

membentang dan mengendur dengan bantuan pengontrol vakum. Deformasi mekanik siklis ini

meniru gerakan peristaltik mirip-gelombang yang memindahkan makanan di sepanjang saluran

pencernaan. Rancangan ini juga merekapitulasi antarmuka jaringan-ke-jaringan usus,

memungkinkan cairan mengalir di atas dan di bawah lapisan sel usus, meniru lingkungan-mikro

luminal pada satu sisi perangkat dan aliran darah melewati pembuluh kapiler pada sisi lainnya.

Page 28: Faktor

Selain itu, para peneliti juga mampu menumbuhkan dan mempertahankan kelangsungan hidup

mikroba usus pada permukaan sel-sel usus terkultur ini. Hal ini, dengan demikian, berguna untuk

mensimulasikan beberapa fitur-fitur fisiologis yang penting dalam memahami berbagai penyakit.

Kombinasi kemampuan ini bisa menjadi alat diagnostik in vitro yang berharga untuk lebih

memahami penyebab dan perkembangan berbagai macam gangguan pencernaan, sekaligus

membantu mengembangkan pengobatan terapi yang aman dan efektif. ‘Usus pada chip‘ juga bisa

digunakan untuk menguji daya serap metabolisme dan oral terhadap obat-obatan dan nutrisi.

“Karena kebanyakan model yang tersedia bagi kita saat ini tidak merekapitulasi penyakit

manusia, maka kita tidak bisa sepenuhnya memahami mekanisme di balik berbagai gangguan

pencernaan. Artinya, obat-obatan dan berbagai terapi yang kita validasikan dalam model hewan

seringkali gagal untuk menjadi efektif saat diujicobakan pada manusia,” kata Donald Ingber,

MD, Ph.D., Direktur Pendiri Wyss yang memimpin tim riset. “Dengan memiliki model

penyakit in vitro yang lebih baik dan lebih akurat, seperti ‘usus pada chip‘ ini, maka secara

signifikan dapat mempercepat kemampuan kita dalam mengembangkan obat-obatan baru yang

efektif, yang akan menolong para penderita terlepas dari penyakit-penyakit tersebut.”

‘Usus pada chip‘ merupakan kemajuan yang paling baru dalam portofolio perancangan model

organ milik Institut Wyss. Teknologi platform mereka yang pertama dilaporkan dalam jurnal

Science pada Juni 2010, mendeskripsikan ‘paru-paru pada chip‘ yang hidup dan bernafas. Pada

tahun yang sama, Wyss menerima pendanaan dari Institut Kesehatan Nasional dan Administrasi

Makanan dan Obat-obatan AS dalam rangka mengembangkan mesin-mikro jantung-paru untuk

menguji keamanan dan kemanjuran obat pernafasan pada perpaduan fungsi jantung dan paru-

paru. Pada September 2011, Wyss memperoleh pendanaan selama empat tahun dari Badan

Proyek Riset Lanjutan Pertahanan dalam upaya mengembangkan ‘limpa pada chip‘ untuk

mengobati sepsis, infeksi aliran darah yang umumnya sangat fatal.

Kredit: Institut Wyss untuk Rekayasa Biologis, Universitas Harvard

Jurnal: Hyun Jung Kim, Dongeun Huh, Geraldine Hamilton, Donald E. Ingber. Human gut-on-

a-chip inhabited by microbial flora that experiences intestinal peristalsis-like motions and

flow. Lab on a Chip, 2012; DOI: 10.1039/C2LC40074J

Page 29: Faktor

Kromosom Kelamin Manusia

Seperti kita ketahui, perempuan memiliki kromosom XX (dua kromosom X) dan laki-laki

memiliki kromosom XY (satu kromosom X dan satu Y). Pada saat ML, cowok mengeluarkan sel

sperma haploid, yang artinya hanya mengandung kromosom X atau kromosom Y. Begitu juga

cewek, hanya mengeluarkan sel telur haploid. Tapi karena cewek hanya punya kromosom X, jadi

tetap saja sel telur yang ada berkromosom X. Dari hasil pembuahan, janin yang memperoleh

kromosom Y dari ayah, akan menjadi laki-laki. Bila janin mendapat kromosom X, bukannya Y

dari ayah, maka yang jadi adalah perempuan.

Tapi ada persentase kecil dimana anak mendapatkan kromosom yang rusak atau bahkan tidak

berkromosom XX atau XY.

A. Kromosom Rusak

Obsesi Memutilasi Diri

Nama ilmiah : Sindrom Lesch-Nyhan

Genotipe : XY

Penyebab : mutasi titik di gen HGPRT yang ada di kromosom X

Salah satu perbedaan pada kromosom X yang paling mengerikan adalah sindrom Lesch-Nyhan.

Sindrom ini terjadi selalu pada laki-laki. Alasannya karena kromosom X pada laki-laki hanya ada

satu, sementara pada perempuan ada dua. Bila kromosom X pada perempuan rusak, dia selalu

punya penggantinya, yaitu di kromosom X kedua. Anak penderita sindrom Lesch-Nyhan

mengalami disfungsi syaraf yang mendorongnya untuk mual dan melukai dirinya sendiri.

Page 30: Faktor

Tindakan menyakiti diri ini kadang ekstrim, seperti menggigiti jari dan bibir, menyiram badan

dengan air panas dan bahkan menikam mata atau wajahnya dengan benda tajam. Mereka

merasakan sakit, tapi tidak mampu mengendalikan perbuatannya. Sindrom ini disebabkan mutasi

titik di gen penyandi HGPRT (Hiposantin Guanin PhosphoRiboSiltransferase).

Ambiguitas Seksual

Nama ilmiah : Disgenesis gonad

Genotipe : XY

Penyebab : berbagai kelainan pada gen TDF di kromosom Y

Perbedaan pada kromosom Y yang sekali lagi, hanya terjadi pada laki-laki, adalah ambiguitas

seksual. Kerusakan pada gen TDF (Testis Determining Factor) menyebabkan beberapa

kemungkinan tergantung pada daerah mana dalam gen yang berbeda. Kemungkinan ini antara

lain:

1.       Fisik laki-laki tapi memiliki penis sangat kecil (mikropenis)

2.       Fisik perempuan (lengkap dengan vagina) namun memiliki kromosom XY

3.       Bentuk kelamin yang ambigu antara penis dan vagina

4.       Fisik laki-laki (lengkap dengan penis) namun memiliki kromosom XX (kromosom Y

berubah menjadi X karena meiosis abnormal)

Page 31: Faktor

Perbedaan Kromosom X dan Y

B. Kromosom Seks Tunggal

Individu X0

Fenotipe :  perempuan

Gejala : Sindrom Turner

Penyebab : Hanya memiliki satu kromosom kelamin dan kromosom itu adalah kromosom X

Ciri-ciri :

1.       Perawakan pendek

2.       Indung telur rusak

3.       Leher bergelambir

4.       Pembengkakan tangan dan kaki

5.       Penyempitan aorta

C. Kromosom Tiga

Trisomi XXX

Page 32: Faktor

Fenotipe perempuan. Gejala klinis ringan walau sering mencakup kesulitan belajar atau

kemandulan parsial

Individu XXY

Fenotipe laki-laki dengan gejalanya disebut Sindrom Klinefelter. Berperawakan jangkung, kurus

dan biasanya mandul.

Penderita Sindrom Klineferter

Individu XYY

Fenotipe laki-laki. Gejala ringan dan biasanya tidak terdeteksi.

D. Individu dengan dua kelamin

Individu memiliki dua tipe sel, satu laki-laki dan satu perempuan. Disebut hermafrodisme sejati,

karena testis dan indung telur sama –sama berkembang pada satu individu. Hal ini disebabkan

khimerisme XX/XY yaitu pembuahan ganda pada saat janin. Individu yang terbentuk seharusnya

dua yaitu kembar yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun terjadi gagal membelah

sehingga sel XX dan XY tercampur.

 

 

Page 33: Faktor

Referensi

John C Avise. 2001. The Genetic Gods: Evolution and Belief in Human Affairs. Diterjemahkan

dengan judul: Kuasa Gen atas Takdir Manusia oleh Leinovar Bahfein, dan diterbitkan oleh

Serambi, Hal.112-117

Page 34: Faktor

Berkat Penemuan Baru, Regenerasi Paru-paru Selangkah

Mendekati Kenyataan

Para peneliti di Weill Cornell Medical College telah mengambil langkah penting dalam

pencarian untuk “menghidupkan” regenerasi paru-paru – kemajuan yang secara efektif dapat

mengobati jutaan orang penderita gangguan pernapasan.

Dalam edisi 28 Oktober jurnal Cell, tim peneliti melaporkan bahwa mereka telah menemukan

sinyal biokimia pada tikus yang memicu generasi baru alveoli paru-paru, sejumlah kantung kecil

mirip-anggur di dalam paru-paru di mana pertukaran oksigen terjadi. Secara khusus, sinyal-

sinyal regeneratif ini berasal dari sel-sel endotel khusus yang melapisi bagian dalam pembuluh

darah pada paru-paru.

Meskipun telah lama diketahui bahwa tikus dapat meregenerasi dan memperluas kapasitas satu

paru-paru jika yang lainnya hilang, studi ini sekarang mengidentifikasi molekuler pemicu di

balik proses ini, dan para peneliti yakin bahwa temuan ini relevan dengan manusia.

“Beberapa organ manusia dewasa berpotensi cedera pada regenerasi di tingkat tertentu, dan

sementara kita bisa dengan mudah memantau jalur yang terlibat dalam regenerasi hati dan

sumsum tulang, jauh lebih rumit untuk mempelajari regenerasi organ dewasa lainnya, seperti

paru-paru dan jantung,” kata peneliti utama studi, Dr. Shahin Rafii.

“Ini adalah spekulasi, namun tidak terbukti, bahwa manusia memiliki potensi untuk

menumbuhkan alveoli paru-paru sampai akhirnya tidak bisa lagi bertumbuh, akibat merokok,

kanker, atau kerusakan kronis lainnya yang luas,” kata Dr. Rafii, yang juga seorang peneliti di

Howard Hughes Medical Institute. “Harapan kami adalah memanfaatkan temuan ini untuk klinik

dan melihat apakah kami bisa menginduksi regenerasi paru-paru pada pasien yang

membutuhkannya, seperti orang yang terkena penyakit paru-paru obstruktif kronik (PPOK).”

Page 35: Faktor

“Tidak ada terapi yang efektif bagi pasien yang didiagnosis PPOK. Berdasarkan penelitian ini,

saya membayangkan suatu hari ketika pasien penderita COPD dan penyakit paru-paru kronis

lainnya mungkin memperoleh manfaat dari pengobatan dengan faktor-faktor yang berasal dari

pembuluh darah paru-paru yang menginduksi regenerasi paru-paru,” ungkap Dr. Ronald G.

Crystal, penulis pendamping studi dan profesor kedokteran paru-paru dan genetik di Weill

Cornell.

Dr. Rafii dan para kolega sebelumnya telah menemukan faktor pertumbuhan yang mengontrol

regenerasi pada hati dan tulang sumsum, dan dalam kedua kasus ini, mereka menemukan bahwa

sel-sel endotel menghasilkan kunci dari faktor-faktor pertumbuhan induktif, yang mereka

definisikan sebagai “faktor-faktor angiocrine“. Dalam studi paru-paru saat ini, mereka

menemukan fenomena yang sama, yaitu sel-sel pembuluh darah dalam regenerasi melejitkan

alveoli paru-paru. “Pembuluh darah bukan hanya sebagai penyalur lamban yang membawa

darah. Sel-sel ini juga aktif menginstruksikan regenerasi organ,” kata Dr. Rafii. “Ini adalah

penemuan penting. Tiap-tiap organ menggunakan faktor pertumbuhan yang berbeda dalam

sistem lokal vaskular untuk mempromosikan regenerasi.”

Untuk melakukan studi ini, Dr. Bi-Sen Ding, pasca-doktoral di laboratorium Dr. Rafii dan

penulis pertama makalah ini, menyingkirkan paru-paru kiri tikus dan mempelajari proses

biokimia regenerasi berikutnya pada paru-paru kanan yang tersisa. Hasil kerja perintis

sebelumnya oleh Dr. Kristal telah menunjukkan bahwa ketika paru-paru kiri tikus dihapus, paru-

paru kanan melakukan regenerasi sebesar 80 persen, secara efektif menggantikan

sebagian alveoli yang hilang. “Proses regenerasi juga mengembalikan fungsi fisiologis

pernapasan paru-paru, yang dimediasi oleh amplifikasi berbagai sel-sel progenitor epitel dan

regenerasi kantung-kantung alveolar,” kata Dr. Ding.

“Bagaimanapun juga, fenomena regeneratif ini hanya terjadi setelah trauma yang tiba-tiba

mengurangi massa paru-paru. Kemudian subset spesifik pembuluh darah pada paru-paru yang

tersisa menerima pesan untuk mulai mengisi alveoli kembali, dan tugas kami adalah menemukan

sinyal-sinyal tersebut,” kata Dr. Daniel Nolan, seorang ilmuwan senior dalam proyek ini yang

mengembangkan metode untuk mengkarakterisasi sel-sel pembuluh darah paru-paru.

Para ilmuwan menemukan bahwa penghapusan paru-paru kiri mengaktifkan reseptor pada sel

endotel paru-paru yang merespon faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dan dasar dari

Page 36: Faktor

faktor pertumbuhan fibroblast (FGF-2). Aktivasi reseptor ini mempromosikan munculnya

protein lain, yaitumatriks metalloproteinase-14 (MMP14). Para peneliti menemukan bahwa

MMP14, dengan melepaskan faktor pertumbuhan epidermal (EGF), menginisiasikan generasi

baru jaringan paru-paru.

Ketika para peneliti menonaktifkan reseptor VEGF dan FGF-2 secara khusus di dalam sel-sel

endotel tikus, paru-paru kanannya tidak akan beregenerasi. Cacat dalam regenerasi paru-paru ini

ditemukan karena kurangnya generasi MMP14 dari pembuluh darah. Hebatnya, ketika tikus-

tikus ini menerima transplantasi sel endotel dari tikus normal, produksi MMP14 menjadi pulih,

lantas memicu regenerasi alveoli.

“Pemulihan fungsi paru-paru dan paru-paru mekanik dengan transplantasi sel-sel endotel yang

merangsang produksi MMP14 mungkin berharga untuk merancang terapi baru bagi gangguan

pernapasan,” kata Dr. Stefan Worgall, yang membantu dengan studi paru-paru fungsional dalam

proyek ini. “Studi ini juga akan membantu kita memahami mekanisme bagi perbaikan pada

pertumbuhan paru-paru bayi dan anak-anak,” tambahnya. Dr. Worgall adalah profesor pediatri

dan kedokteran genetik serta profesor terkemuka pulmonologi anak.

Mengingat peran MMP14 ini, Dr. Rafii mengklasifikasikannya sebagai sinyal penting

“angiocrine” – suatu faktor pertumbuhan endotel paru-paru tertentu yang bertanggung jawab

untuk regenerasi alveolar. Tim Dr. Rafii juga berusaha untuk mengungkapkan sinyal inisiasi

yang mengakibatkan aktivasi pembuluh darah paru-paru. “Perubahan dalam aliran darah lokal

dan kekuatan biomekanik pada paru-paru yang tersisa setelah pengangkatan paru-paru kiri tentu

bisa menjadi salah satu isyarat inisiasi yang menginduksi aktivasi endotel,” kata Dr. Sina

Rabbany, penulis pendamping senior dalam studi ini.

Para peneliti selanjutnya akan menentukan apakah MMP14 dan faktor-faktor angiocrine lainnya

yang belum diketahui, bertanggung jawab atas regenerasi paru-paru pada manusia. “Kami yakin

bahwa proses yang sama terjadi pula pada manusia, meskipun kami belum memiliki bukti

langsung,” kata Dr. Ding. Penulis penelitian berteori bahwa pasien penderita PPOK (gangguan

yang paling sering disebabkan oleh merokok kronis) memiliki begitu banyak kerusakan sel-sel

endotel paru-paru mereka sehingga tidak lagi menghasilkan sinyal induktif yang tepat. “Kita tahu

merokok dapat merusak paru-paru, tapi paru-paru dapat terus menumbuhkan alveoli,” kata Dr.

Koji Shido, penulis pendamping studi ini. “Tapi pada titik tertentu, cedera yang signifikan

Page 37: Faktor

terhadap sel-sel endotel dapat mengganggu kapasitas mereka untuk mendukung regenerasi paru-

paru.”

“Mungkin penggantian faktor angiocrine, atau transplantasi sel endotel paru-paru normal yang

berasal dari sel induk pluripoten, dapat memulihkan regenerasi paru-paru,” kata Dr. Zev

Rosenwaks, direktur Ronald Perelman dan Pusat Kedokteran Reproduksi Claudia O. Cohen di

Weill Cornell. “Baru-baru ini, kami menghasilkan sel induk pluripoten yang berasal dari pasien

penderita gangguan paru-paru genetik untuk mengidentifikasi jalur potensial, yang pada akhirnya

dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana paru-paru sel endotel dapat

memperbaiki fungsi paru-paru pada pasien ini.”

Kredit: New York- Presbyterian Hospital

Jurnal: Bi-Sen Ding, Daniel J. Nolan, Peipei Guo, Alexander O. Babazadeh, Zhongwei Cao,

Zev Rosenwaks, Ronald G. Crystal, Michael Simons, Thomas N. Sato, Stefan Worgall, Koji

Shido, Sina Y. Rabbany, Shahin Rafii. Endothelial-Derived Angiocrine Signals Induce and

Sustain Regenerative Lung Alveolarization. Cell, Volume 147, Issue 3, 539-553, 28 October

2011. DOI:10.1016/j.cell.2011.10.003

Page 38: Faktor

Teknik Ultra-cepat Menyingkap Prinsip-prinsip

Perancangan dalam Biologi Kuantum

Para peneliti dari University of Chicago telah berhasil menciptakan suatu senyawa sintetis yang

meniru dinamika kuantum yang kompleks seperti yang bisa diamati dalam fotosintesis.

Terobosan ini memungkinkan dibangunnya cara fundamental terbaru untuk menciptakan

teknologi energi surya. Merekayasa efek kuantum untuk dijadikan sebagai perangkat pemanen-

cahaya sintetik tidak saja bisa terwujud, namun, prosesnya pun ternyata lebih mudah dari yang

diduga, lapor para peneliti dalam edisi 19 April jurnal Science.

Para peneliti merekayasa molekul kecil yang mendukung koherensi kuantum agar tahan lama.

Koherensi adalah perilaku superposisi kuantum yang secara makroskopik bisa diamati.

Superposisi adalah konsep kuantum mekanik yang fundamental, dicontohkan dengan eksperimen

klasik yang dikenal sebagai Cat Schrodinger, di mana partikel kuantum tunggal seperti elektron

menempati lebih dari satu keadaan secara bersamaan.

Efek kuantum umumnya diabaikan dalam ketidakteraturan sistem yang besar dan panas. Namun

demikian, eksperimen ultra-cepat spektroskopi yang baru-baru ini dikerjakan oleh Prof. Greg

Engel dalam laboratorium kimia University of Chicago telah sukses menunjukkan bahwa

superposisi kuantum mungkin berperan menghasilkan efisiensi kuantum yang nyaris

sempurna dalam pemanenan cahaya fotosintesik, sekalipun dalam suhu fisiologis.

Page 39: Faktor

Para peneliti dari University of Chicago berhasil menciptakan senyawa sintetis yang meniru

dinamika kuantum yang kompleks seperti yang teramati dalam fotosintesis. Senyawa ini

memungkinkan dibangunnya cara fundamental terbaru untuk mengembangkan teknologi

pemanenan cahaya matahari. (Kredit: Graham Griffith)

Antena fotosintetik – protein yang mengatur klorofil dan molekul-molekul cahaya-serapan

lainnya pada tanaman dan bakteri – mendukung superposisi untuk bertahan lama dalam tingkat

anomali. Banyak peneliti yang mengusulkan bahwa organisme telah berevolusi dan

mengembangkan sarana untuk melindungi superposisi tersebut. Hasilnya: terjadi peningkatan

efisiensi dalam proses mentransfer energi dari sinar matahari yang terserap ke bagian-bagian sel

yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Hasil-hasil studi yang baru-baru ini

dilaporkan ini telah menunjukkan bahwa manifestasi tertentu pada mekanika kuantum dapat

direkayasa menjadi senyawa hasil buatan-manusia.

Para peneliti memodifikasi fluoresein – molekul serupa yang pernah digunakan untuk mewarnai

Sungai Chicago menjadi hijau dalam rangka Hari St. Patrick – lalu menghubungkan pasangan-

pasangan pewarna yang berbeda menjadi satu dengan menggunakan struktur penjembatan yang

ketat. Molekul-molekul yang dihasilkan mampu menciptakan sifat-sifat penting dari molekul

klorofil di dalam sistem fotosintesis, yang menyebabkan koherensi mampu bertahan selama

puluhan femtosekon dalam suhu ruangan.

“Mungkin kedengarannya bukan waktu yang sangat lama – femtosekon setara dengan

sepersejuta miliar detik,” kata rekan penulis studi Dugan Hayes, lulusan University of

Chicago dalam bidang kimia, “Tapi pergerakan eksitasi melalui sistem juga terjadi pada skala

Page 40: Faktor

waktu yang ultra-cepat ini, mengindikasikan bahwa superposisi kuantum dapat berperan penting

dalam proses transfer energi.”

Para peneliti University of Chicago yang terlibat dalam studi. Dari kiri ke kanan: sarjana pasca-

doktoral Graham Griffin, profesor Greg Engel dan mahasiswa pascasarjana Dugan Hayes.

(Kredit: Tom Jarvis)

Untuk mendeteksi bukti superposisi yang tahan lama, para peneliti memfilmkan aliran energi

dalam molekul dengan menggunakan rekayasa laboratorium dan sistem laser tingkat tinggi

dalam skala femtosekon. Tiga pulsa laser yang terkontrol secara tepat diarahkan ke dalam

sampel, menghasilkan pancaran sinyal optik yang ditangkap dan diarahkan ke dalam kamera.

Dengan memindai jeda waktu di antara kedatangan pulsa-pulsa laser tersebut, para peneliti

memfilmkan aliran energi di dalam sistem, menandainya sebagai rangkaian spektrum dua

dimensi. Masing-masing spektrum dua-dimensi termuat dalam satu frame film, berisi informasi

tentang keberadaan energi di dalam sistem sekaligus memberitahu jalur-jalur apa saja yang

dilaluinya untuk mencapai ke sana.

Film ini mempertunjukkan relaksasi dari keadaan energi tingkat tinggi menuju ke keadaan energi

tingkat yang lebih rendah dalam serangkaian waktu, serta memperlihatkan osilasi sinyal di area-

area sinyal yang sangat spesifik, atau ketukan-ketukan kuantum. “Ketukan kuantum

merupakan ciri dari koherensi kuantum, timbul dari interferensi antara keadaan-keadaan energik

yang berbeda dalam superposisi, mirip dengan suara ketukan ketika dua instrumen musik yang

tidak selaras mencoba memainkan nada yang sama,” ungkap Hayes.

Page 41: Faktor

Simulasi komputer menunjukkan bahwa koherensi kuantum bekerja dalam antena fotosintesis

untuk menjaga eksitasi untuk tetap tidak terjebak dalam perjalanannya menuju pusat reaksi, yaitu

tempat dimulainya konversi ke energi kimia. Dalam satu interpretasi, sebagaimana eksitasi

berpindah melalui antena, keberlangsungannya tetap berada dalam superposisi dari semua jalur

sekaligus, memaksa eksitasi berlanjut ke jalur yang semestinya. “Sebelum koherensi-koherensi

ini berhasil teramati dalam sistem sintetis, ada keraguan bahwa fenomena yang

kompleks mampu diciptakan di luar alam,” ujar Hayes.

Kredit: University of Chicago

Jurnal: D. Hayes, G. B. Griffin, G. S. Engel. Engineering Coherence Among Excited States

in Synthetic Heterodimer Systems. Science, 2013; DOI: 10.1126/science.1233828

Page 42: Faktor

Studi Terbaru Menunjukkan Bagaimana Pepohonan

di London Membersihkan Udara dari Polusi

Penelitian terbaru oleh para ilmuwan di University of Southampton telah menunjukkan

bagaimana pepohonan di kota London mampu meningkatkan kualitas udara dengan menyaring

partikulat polusi yang merusak kesehatan manusia.

Makalah yang dipublikasikan bulan ini dalam jurnal Landscape and Urban

Planning menunjukkan bahwa pepohonan perkotaan di wilayah Greater London Authority

(GLA) menghapus antara 850 hingga 2000 ton polusi partikulat (PM10) dari udara setiap

tahunnya.

Perkembangan penting dalam penelitian ini, yang dilakukan oleh Dr. Matius Tallis, adalah

bahwa metodologinya memungkinkan prediksi seberapa banyak polusi bisa terhapus di masa

depan seiring perubahan iklim dan emisi polusi. Hal ini menunjukkan manfaat nyata pada

rencana peningkatan jumlah pohon jalanan di kota London dan seluruh Inggris, termasuk

rencana GLA untuk meningkatkan area pohon perkotaan pada tahun 2050 dan inisiatif ‘Big tree

plant’ dari pemerintah Inggris saat ini.

Penelitian ini menemukan bahwa penargetan penanaman pohon di daerah GLA yang paling

tercemar, terutama penggunaan campuran pohon, termasuk pohon hijau seperti pinus dan ek,

akan memberi manfaat terbesar bagi kualitas udara masa depan dalam hal penghapusan PM10.

Page 43: Faktor

Great London Authority (GLA) menampilkan batas-batas administrasi dari 33 distrik. Hutan-

hutan perkotaan ditampilkan (diekstraksi dari Land Cover Map 2000). Kanopi hutan ini terdiri

dari c. 8,6 persen keseluruhan luas daratan GLA; c. 11,4 persen terdiri dari pohon taman, pohon

jalan dan setiap pohon-pohon yang tak terdaftar. (Kredit: Fuller R, Smith GM, JM Sanderson,

Hill RA, Thompson AG)

Salah satu penulis makalah, Profesor Gail Taylor, menjelaskan: “Pohon telah berevolusi untuk

menghilangkan CO2 dari atmosfer, sehingga tidak mengejutkan bahwa mereka juga bagus untuk

menghilangkan polutan. Pohon yang memiliki daun sepanjang tahun terpapar polusi lebih

banyak sehingga mereka menyerapnya lebih banyak lagi. Dengan menggunakan sejumlah

spesies pohon yang berbeda dan pendekatan pemodelan, efektivitas dari kanopi pohon untuk

udara bersih dapat dioptimalkan.”

Penelitian ini menyajikan prediksi serapan partikulat (PM10) pada iklim di masa depan dan

selama lima skenario penanaman pohon di London. Dengan menggunakan data musiman

daripada data per jam, terbukti memiliki dampak kecil pada pemodelan deposisi polusi tahunan

(PM10) untuk kanopi perkotaan, menunjukkan bahwa penyerapan polusi juga dapat diperkirakan

di kota-kota lain dan untuk masa depan di mana data per jam tidak tersedia.

Penulis pendamping, Peter Freer-Smith, Kepala Ilmuwan untuk Riset Hutan (Komisi Kehutanan)

dan profesor di University of Southampton, mengatakan: “Kita tahu bahwa partikulat dapat

merusak kesehatan manusia, misalnya memperburuk asma dan pengurangan eksposur ini bisa

memiliki manfaat nyata di beberapa tempat, seperti di sekitar tepi halaman sekolah. Ruang

Page 44: Faktor

hijau serta pepohonan di perkotaan memberi berbagai manfaat dan studi ini menegaskan bahwa

peningkatan kualitas udara adalah salah satunya, dan juga akan membantu kita memperoleh hasil

maksimal dari manfaat ini di masa depan.”

Kredit: University of Southampton

Jurnal: Matthew Tallis, Gail Taylor, Danielle Sinnett, Peter Freer-Smith. Estimating the

removal of atmospheric particulate pollution by the urban tree canopy of London, under

current and future environments. Landscape and Urban Planning; September 2011;

DOI:10.1016/j.landurbplan.2011.07.003

Page 45: Faktor

Memberi Makan Dunia Sekaligus Melindungi Bumi:

Rencana Global bagi Pertanian yang Berkelanjutan

Masalahnya sangat mencolok: Satu miliar orang di bumi tidak memiliki cukup makanan saat ini.

Diperkirakan pada tahun 2050 akan ada lebih dari sembilan miliar manusia yang hidup di planet

ini.

Sementara itu, praktek pertanian saat ini justru merupakan salah satunya yang menjadi ancaman

terbesar bagi lingkungan global. Artinya, jika kita tidak mengembangkan praktek-praktek yang

lebih berkelanjutan, planet ini akan semakin kurang mampu untuk memberi makan populasi

yang kian bertumbuh dibandingkan saat ini.

Tapi kini, tim peneliti dari Kanada, AS, Swedia dan Jerman telah hadir dengan rencana untuk

melipatgandakan produksi pangan dunia sekaligus mengurangi dampak lingkungan dari

pertanian. Temuan mereka baru-baru ini dipublikasikan dalam jurnal Nature.

Dengan menggabungkan informasi yang dikumpulkan dari catatan tanaman dan gambar satelit

dari seluruh dunia, mereka mampu menciptakan model-model baru sistem pertanian dan dampak

lingkungannya yang benar-benar dalam lingkup global.

Profesor geografi McGill, Navin Ramankutty, salah satu pemimpin tim studi tersebut, turut

berkolaborasi di antara peneliti untuk mencapai hasil penting tersebut. “Banyak sarjana dan

pemikir lain yang telah mengusulkan solusi untuk masalah pangan dan lingkungan global.

Namun mereka seringkali terfragmentasi, hanya melihat satu aspek dari masalah pada satu

waktu. Dan mereka sering tidak memiliki spesifik dan angka-angka untuk mendukung mereka.

Ini adalah pertama kalinya berbagai data telah dibawa bersama di bawah satu kerangka umum,

dan ini memungkinkan kita untuk melihat beberapa pola yang jelas. Ini menjadi lebih mudah

untuk mengembangkan beberapa solusi konkret bagi masalah-masalah yang kita dihadapi.”

Page 46: Faktor

Ini adalah peta global yang menunjukkan bagaimana lahan pertanian didistribusikan. (Kredit:

Navin Ramankutty)

Sebagai rencana lima-poin untuk memberi makan dunia sekaligus melindungi planet ini, para

peneliti merekomendasikan:

1. Menghentikan perluasan lahan pertanian dan pembukaan lahan untuk tujuan pertanian,

khususnya di hutan-hutan tropis. Hal ini bisa dicapai dengan menggunakan insentif seperti

pembayaran untuk jasa ekosistem, sertifikasi dan ekowisata. Perubahan ini akan

menghasilkan manfaat lingkungan yang besar tanpa memotong secara dramatis ke dalam

produksi pertanian atau kesejahteraan ekonomi.

2. Meningkatkan hasil pertanian. Banyak kawasan pertanian di Afrika, Amerika Latin dan

Eropa Timur yang tidak mencapai potensi untuk memproduksi tanaman – sesuatu yang

dikenal sebagai “kesenjangan panen”. Dengan meningkatkan penggunaan varietas tanaman

yang ada, manajemen yang lebih baik dan pengembangan genetika, akan mampu

meningkatkan produksi pangan saat ini hampir sebesar 60 persen.

3. Penyuburan tanah dengan lebih strategis. Penggunaan air, nutrisi dan bahan kimia pertanian

saat ini menimbulkan masalah yang oleh para peneliti disebut sebagai “Masalah

Goldilocks”: terlalu banyak di beberapa tempat, terlalu sedikit di tempat lainnya, jarang

yang benar-benar tepat. Realokasi strategis secara substansial dapat meningkatkan manfaat

yang kita dapatkan dari masukan-masukan yang berharga.

4. Pergeseran pola makan. Bertambahnya pakan ternak atau biofuel di lahan pertanian utama,

tidak peduli seberapa besar efisiensinya, malah menguras pasokan makanan bagi manusia.

Dengan mendedikasikan lahan pertanian untuk mengarahkan produksi makanan manusia

dapat meningkatkan kalori yang dihasilkan per orang sebanyak hampir 50 persen. Bahkan

Page 47: Faktor

penggeseran non-pangan, yang menggunakan pakan hewan atau produksi biofuel, jauh dari

lahan pertanian utama bisa membuat perbedaan yang besar.

5. Mengurangi limbah. Satu-sepertiga dari makanan yang diproduksi oleh peternakan biasanya

dibuang, disia-siakan atau dibiarkan dimakan oleh hama. Dengan memanfaatkan makanan

yang tersia-sia ini bisa meningkatkan makanan yang tersedia untuk konsumsi lain hingga 50

persen.

Penelitian ini juga menguraikan pendekatan terhadap masalah yang akan membantu para

pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan informasi tentang pilihan yang dihadapi

pertanian mereka. “Untuk pertama kalinya, kami telah menunjukkan bahwa adalah mungkin

untuk memberi makan dunia yang lapar sekaligus melindungi planet yang terancam ini,” kata

pemimpin penulis Jonathan Foley, kepala dari Institut Lingkungan University of Minnesota. “Ini

memerlukan kerja yang serius. Tapi kita bisa melakukannya.”

Penelitian ini didanai oleh NSERC, NASA, NSF.

Kredit: McGill University

Jurnal: Jonathan A. Foley, Navin Ramankutty, Kate A. Brauman, Emily S. Cassidy, James S.

Gerber, Matt Johnston, Nathaniel D. Mueller, Christine O’Connell, Deepak K. Ray, Paul C.

West, Christian Balzer, Elena M. Bennett, Stephen R. Carpenter, Jason Hill, Chad Monfreda,

Stephen Polasky, Johan Rockström, John Sheehan, Stefan Siebert, David Tilman, David P. M.

Zaks. Solutions for a cultivated planet. Nature, 2011; DOI: 10.1038/nature10452

Page 48: Faktor

Kafein dalam Nektar Mendorong Kinerja Lebah dan

Memperkaya Penyerbukan

Sebagian dari Anda mungkin perlu secangkir kopi untuk memulai hari. Hal

ini tampaknya berlaku pula bagi lebah madu untuk bisa lebih berdengung dengan mengkonsumsi

nektar bunga yang mengandung kafein. Dalam jurnalScience, para peneliti menunjukkan bahwa

kandungan kafein mampu meningkatkan memori lebah madu sekaligus membantu tanaman

meraup lebih banyak lebah untuk memperoleh penyerbukan.

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa lebah madu yang mengkonsumsi larutan gula

mengandung kafein, kandungan alami dalam nektar dari bunga kopi dan jeruk, tiga kali lebih

mungkin untuk mengingat aroma bunga dibanding lebah lain yang hanya mengkonsumsi gula

tanpa kandungan kafein.

Pemimpin studi Dr. Geraldine Wright dari Newcastle University, menjelaskan bahwa efek kafein

bermanfaat baik bagi lebah madu maupun bagi tanaman: “Mengingat ciri-ciri bunga merupakan

hal yang rumit bagi lebah, sehingga memperlambat terbang lebah saat harus berpindah dari

bunga ke bunga lainnya, dan kami telah menemukan bahwa kafein membantu lebah mengingat

bunga-bunga tersebut.”

“Pada gilirannya, lebah-lebah yang diberi nektar mengandung kafein ini menjadi sarat dengan

serbuk sari kopi dan mereka mencari tanaman kopi lainnya untuk memperoleh lebih banyak

nektar, menghasilkan penyerbukan yang lebih baik.

“Jadi, kafein dalam nektar kemungkinan berguna untuk meningkatkan kecakapan lebah dalam

mencari makan sekaligus membantu menyediakan penyerbuk yang lebih setia bagi tanaman.”

Page 49: Faktor

Dalam studi ini, para peneliti menemukan bahwa nektar dari spesies Citrus dan Coffea seringkali

mengandung kafein dalam dosis yang rendah. Salah satunya adalah spesies kopi ‘robusta’ yang

biasanya diolah untuk dijadikan kopi kering dan ‘arabika’.

“Kafein merupakan bahan kimia pertahanan bagi tanaman dan terasa pahit bagi berbagai

serangga, termasuk lebah, jadi kami terkejut saat menemukannya dalam nektar. Meski demikian,

dosisnya terlalu rendah untuk bisa dirasakan oleh lebah, namun cukup tinggi mempengaruhi

perilaku lebah,” jelas Profesor Phil Stevenson dari Royal Botanic Gardens, Kew dan University

of Greenwich’s Natural Resources.

Pengaruh kafein terhadap memori jangka panjang lebah sedemikian kuat, mendorong

kemampuan lebah hingga tiga kali lipat untuk mengingat aroma bunga dalam 24 jam,

dan menjadi dua kali lipat setelah tiga hari kemudian.

Biasanya, nektar dalam bunga tanaman kopi mengandung tingkat kafein yang setara dengan

secangkir kopi instan. Sama seperti kopi hitam yang terasa kuat pahitnya bagi kita, konsentrasi

kafein yang tinggi bisa menjadi penolak lebah madu.

“Karya ilmiah ini membantu kita memahami mekanisme dasar pada bagaimana kafein

mempengaruhi otak kita. Apa yang kami saksikan pada lebah bisa menjelaskan mengapa orang

lebih memilih minum kopi ketika belajar,” tambah Dr. Wright.

Dr. Mustard Julie Arizona State University, yang turut berperan dalam penelitian, lebih lanjut

menjelaskan, “Meskipun otak manusia dan lebah madu memiliki banyak perbedaan, namun, saat

Anda melihat ke tingkat sel, protein dan gen, keduanya memiliki fungsi-fungsi yang sangat

serupa. Dengan demikian, kita bisa menggunakan lebah madu untuk meneliti tentang pengaruh

kafein terhadap otak dan perilaku kita sendiri.”

Studi ini sebagian didanai oleh Insect Pollinators Initiative, sebuah yayasan yang khusus

mendukung berbagai proyek yang bertujuan meneliti penyebab dan akibat dari adanya ancaman

terhadap serangga penyerbuk serta menginformasikan pengembangan strategi mitigasi yang

tepat.

Menurunnya tingkat populasi di antara lebah berdampak serius bagi ekosistem alam dan

pertanian karena lebah adalah penyerbuk yang penting bagi berbagai jenis tanaman pertanian dan

Page 50: Faktor

tanaman liar. Jika penurunan ini terus dibiarkan, akan memunculkan risiko yang serius bagi

keanekaragaman hayati alam kita dan bagi beberapa produksi tanaman pertanian.

“Dengan memahami bagaimana lebah memilih makanan dan kembali lagi ke beberapa bunga

yang sudah dipilihnya, akan membantu menginformasikan cara pengelolaan berbagai lanskap

dengan lebih baik,” tutur Profesor Steveson, “Memahami kebiasaan dan preferensi lebah madu

bisa membantu dalam menemukan cara untuk menggairahkan kembali spesies ini agar bisa

melindungi industri pertanian dan pedesaan kita.”

Kredit: Universitas Newcastle

Jurnal: G. A. Wright, D. D. Baker, M. J. Palmer, D. Stabler, J. A. Mustard, E. F. Power, A. M.

Borland, P. C. Stevenson. Caffeine in Floral Nectar Enhances a Pollinator’s Memory of

Reward. Science, 2013; 339 (6124): 1202 DOI: 10.1126/science.1228806

Page 51: Faktor

Untuk Ketersediaan Pangan di Masa Depan,

Diperlukan Evaluasi Kekayaan Bank Benih Dunia

Kurang dari selusin tanaman berbunga dari 300.000 spesies terhitung merupakan 80 persen dari

asupan kalori manusia. Dengan fakta demikian, maka diperlukan pemanfaatan tanaman yang tak

terpakai untuk membantu menambah ketersediaan pangan dunia dalam waktu dekat, klaim ahli

genetika tanaman Universitas Cornell, Susan McCouch, dalam jurnalNature edisi 4 Juli.

Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk serta kian meningkatnya pendapatan di seluruh

dunia, para peneliti memperkirakan bahwa ketersediaan pangan dunia harus mencapai dua kali

lipat dalam 25 tahun ke depan. Keanekaragaman hayati yang tersimpan dalam bank gen

tanaman, ditambah dengan kemajuan dalam bidang genetika dan budi daya tanaman, dapat

menjadi solusi untuk memenuhi tuntutan pangan yang lebih banyak dalam menghadapi

perubahan iklim, degradasi tanah dan air serta keterbatasan lahan.

“Bank gen menyimpan ratusan ribu bahan kultur jaringan dan benih yang dikumpulkan dari

ladang petani, dan dari populasi liar, tersedia bahan baku yang dibutuhkan dalam budi daya

tanaman untuk menciptakan tanaman pangan di masa depan,” ungkap McCouch.

Misalnya, setelah memindai lebih dari 6.000 varietas dari bank benih, tanaman budi daya

diidentifikasi dan disilangkan dengan spesies padi liar, Oryza nivara; hasilnya adalah varietas

yang tahan terhadap penyakit virus kerdil rumput yang menyerang pada hampir semua varietas

padi tropis di kawasan Asia dalam kurun 36 tahun terakhir. Demikian pula, di tahun 1997,

manfaat penggunaan kerabat liar tanaman sebagai sumber ketahanan lingkungan serta ketahanan

terhadap hama dan penyakit dapat menghasilkan keuntungan tahunan hingga sekitar 115 milyar

dolar bagi perekonomian dunia.

Page 52: Faktor

Meski berbagai benih dapat dengan mudah diakses dalam 1.700 bank gen di seluruh dunia,

“potensinya tidak dimanfaatkan secara penuh dalam pembudidayaan tanaman,” kata McCouch.

Saat ini, sulit bagi para petani untuk memanfaatkan kekayaan materi genetik dalam bank

benih akibat kurangnya informasi tentang gen beserta sifat-sifat pada sebagian besar tanaman.

Karena dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengidentifikasi dan kemudian menggunakan

sumber daya genetik liar dan tak teradaptasi, “para petani harus punya gagasan yang bagus

tentang manfaat genetik dari sumber daya yang tidak dikarakterisasikan sebelum mencoba

menggunakannya dalam program budi daya,” tambah McCouch.

Dalam makalah studi ini, McCouch beserta rekan-rekannya menguraikan rencana tiga-poin

untuk mengatasi kendala-kendala tersebut:

Sebuah upaya pengurutan genetik secara besar-besaran pada bank-benih yang ada untuk

mendokumentasikan apa saja yang ada di dalam berbagai koleksi, bertujuan untuk secara

strategis menargetkan percobaan dalam mengevaluasi ciri-ciri apa saja yang dimiliki suatu

tanaman dan mulai memprediksi kinerja tanaman tersebut.

Sebuah inisiatif pengevaluasian ciri tanaman secara meluas, tidak hanya pada bank-gen, tapi

juga pada keturunan yang dihasilkan dari persilangan materi liar dan eksotis dengan varietas

teradaptasi yang ditargetkan untuk penggunaan lokal.

Sebuah infrastruktur informatika yang bisa diakses secara internasional untuk

mengkoordinasikan data yang baru dikelola secara mandiri oleh para kurator bank-gen,

agronom dan petani.

Menurut McCouch, perkiraan biaya untuk upaya global yang sistematis dan kolaboratif dalam

membantu mencirikan sumber daya genetik yang diperlukan untuk ketersediaan pangan di masa

depan ini, adalah sekitar 200 juta dolar per tahun.

“Tampaknya nilai yang tak seberapa, mengingat sebagai masyarakat kita menghabiskan sekitar 1

miliar dolar per tahun untuk menjalankan program Large Hadron Collider CERN di Jenewa,

Swiss, dan 180 juta dolar untuk sebuah pesawat jet tempur,” kata McCouch.

Kredit: Universitas Cornell

Jurnal: Susan McCouch, Gregory J. Baute, James Bradeen, Paula Bramel, Peter K. Bretting,

Page 53: Faktor

Edward Buckler, John M. Burke, David Charest, Sylvie Cloutier, Glenn Cole, Hannes

Dempewolf, Michael Dingkuhn, Catherine Feuillet, Paul Gepts, Dario Grattapaglia, Luigi

Guarino, Scott Jackson, Sandra Knapp, Peter Langridge, Amy Lawton-Rauh, Qui Lijua,

Charlotte Lusty, Todd Michael, Sean Myles, Ken Naito, Randall L. Nelson, Reno Pontarollo,

Christopher M. Richards, Loren Rieseberg, Jeffrey Ross-Ibarra, Steve Rounsley, Ruaraidh

Sackville Hamilton, Ulrich Schurr, Nils Stein, Norihiko Tomooka, Esther van der Knaap, David

van Tassel, Jane Toll, Jose Valls, Rajeev K. Varshney, Judson Ward, Robbie Waugh, Peter

Wenzl, Daniel Zamir. Agriculture: Feeding the future. Nature, 2013; 499 (7456): 23

DOI:10.1038/499023a

Page 54: Faktor

Peningkatan Hilangnya Keanekaragaman Hayati

Mengancam Kesejahteraan Manusia

Dua puluh tahun setelah KTT Bumi di Rio de Janeiro, 17 ahli ekologi terkemuka menyerukan

upaya internasional untuk menekan hilangnya keanekaragaman hayati, yang mengorbankan

kemampuan alam untuk menyediakan barang dan jasa yang penting bagi kesejahteraan manusia.

Selama dua dekade terakhir, bukti ilmiah yang kuat telah menunjukkan bahwa hilangnya

keanekaragaman hayati di dunia mengurangi produktivitas dan keberlanjutan ekosistem alam

serta mengurangi kemampuannya dalam menyediakan barang dan jasa seperti makanan, kayu,

pakan ternak, tanah subur, serta perlindungan dari hama dan penyakit, demikian menurut tim

internasional yang dipimpin ahli ekologi Bradley Cardinale dari University Michigan.

Tindakan-tindakan manusia telah memporak-porandakan ekosistem alam di bumi,

mengakibatkankepunahan spesies dalam tingkat beberapa kali lipat lebih cepat dari yang pernah

teramati dalam catatan fosil. Meskipun demikian, masih ada waktu – jika negara-negara di dunia

membuat prioritas internasional pelestarian keanekaragaman hayati – untuk menyelamatkan

berbagai spesies yang masih hidup dan untuk mengembalikan sebagian dari apa yang telah

hilang, demikian menurut Cardinale dan rekan-rekannya.

Para peneliti mempresentasikan temuan mereka pada jurnal Nature edisi 7 Juni, dalam sebuah

artikel berjudul “Hilangnya Keanekaragaman Hayati dan Dampaknya terhadap Kemanusiaan.”

Makalah ini merupakan pernyataan konsensus ilmiah yang merangkum bukti-bukti dari 1.000

lebih studi ekologi selama dua dekade terakhir.

“Seperti halnya pernyataan konsensus dari para dokter dengan peringatan publiknya tentang

bahaya penggunaan tembakau bagi kesehatan, ini adalah pernyataan konsensus dari para ahli

yang sepakat bahwa punahnya spesies liar di bumi akan berbahaya bagi ekosistem dunia dan bisa

Page 55: Faktor

membahayakan masyarakat dengan berkurangnya layanan ekosistem yang penting bagi

kesehatan dan kesejahteraan manusia,” kata Cardinale, seorang profesor di Sekolah Sumber

Daya Alam dan Lingkungan serta di Departemen Ekologi dan Biologi   Evolusioner UM.

“Kita harus menanggapi hilangnya keanekaragaman hayati dengan jauh lebih serius – dari

individu-individu hingga badan-badan internasional – dan mengambil tindakan yang lebih besar

untuk mencegah kepunahan spesies lebih lanjut,” kata Cardinale, penulis pertama dalam

makalah Nature.

Diperkirakan ada sekitar 9 juta spesies tumbuhan, hewan, protista dan jamur yang menghuni

bumi, berbagi dengan sekitar 7 miliar manusia.

Peneliti mengukur produktivitas ganggang di sungai. (Kredit: Brad Cardinale)

Himbauan untuk bertindak diserukan di saat-saat para pemimpin internasional mempersiapkan

diri untuk berkumpul di Rio de Janeiro pada tanggal 20-22 Juni untuk menghadiri Konferensi

PBB mengenai Pembangunan Berkelanjutan, yang dikenal sebagai Konferensi Rio +20.

Konferensi mendatang ini menandai 20 Tahun KTT Bumi 1992 di Rio yang menghasilkan

dukungan dari 193 negara terhadap tujuan-tujuan Konvensi pada Keanekaragaman Hayati berupa

konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

KTT Bumi 1992 yang didorong oleh besarnya minat untuk memahami tentang

hilangnya keanekaragaman hayati mungkin berdampak pada dinamika dan pemfungsian

ekosistem, begitu pula pada penyediaan barang dan jasa yang berharga bagi masyarakat. Dalam

makalah Nature, Cardinale dan para kolega meninjau studi-studi terkait yang sudah

Page 56: Faktor

dipublikasikan dan membuat daftar enam pernyataan konsensus, empat kecenderungan yang

muncul serta empat pernyataan “keseimbangan bukti”.

Keseimbangan bukti menunjukkan, misalnya, bahwa keragaman genetik meningkatkan hasil

panen tanaman komersial, meningkatkan produksi kayu di hutan, meningkatkan produksi pakan

ternak di padang rumput, serta meningkatkan stabilitas hasil panen pada perikanan.

Meningkatnya keanekaragaman tumbuhan juga menghasilkan resistensi yang lebih besar

terhadap invasi, menghambat patogen tanaman seperti infeksi jamur dan virus, meningkatkan

penyerapan karbon di di udara melalui penyempurnaan biomassa, serta meningkatkan

remineralisasi nutrisi dan bahan organik tanah.

“Tak akan ada yang setuju dengan apa yang akan terjadi jika ekosistem kehilangan spesies,

namun kebanyakan dari kita setuju bahwa itu tidak akan menjadi baik. Dan kita setuju bahwa

jika ekosistem kehilangan sebagian besar spesiesnya, maka itu akan menjadi bencana,” kata

Shahid Naeem dari Universitas Columbia, salah satu penulis pendamping dalam

makalah Nature. “Dua puluh tahun dan seribu studi kemudian, apa dipikir benar oleh dunia

dalam pertemuan di Rio pada tahun 1992 akhirnya telah terbukti: Keanekaragaman hayati

mendasari kemampuan kita untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.”

Meskipun terdapat dukungan luas terhadap Konvensi pada Keanekaragaman Hayati, namun

hilangnya keanekaragaman hayati terus berlangsung selama dua dekade terakhir, bahkan

seringkali dengan tingkat yang menanjak. Sebagai responnya, satu set tujuan baru pelestarian

keanekaragaman untuk tahun 2020, yang dikenal sebagai target Aichi, baru-baru telah

dirumuskan. Juga, sebuah badan internasional baru yang disebut Panel Antarpemerintah tentang

Keanekaragaman Hayati dan Jasa Ekosistem telah dibentuk pada bulan April 2012 untuk

memandu respon global terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem dunia.

Kesenjangan yang signifikan dalam ilmu pengetahuan di balik keanekaragaman hayati masih

tetap ada dan harus diatasi apabila target Aichi harus dipenuhi, kata Cardinale dan para kolega

dalam makalahNature.

“Beberapa pertanyaan kunci yang kami uraikan dapat membantu menunjukkan jalan bagi

penelitian generasi berikutnya tentang bagaimana perubahan keanekaragaman hayati

Page 57: Faktor

mempengaruhi kesejahteraan manusia,” kata David Hooper dari Universitas Western

Washington, salah satu penulis pendamping studi.

Tanpa adanya pemahaman tentang proses ekologis mendasar yang menghubungkan

keanekaragaman hayati, fungsi dan jasa ekosistem, maka upaya untuk meramalkan konsekuensi

sosial akibat hilangnya keragaman, dan untuk memenuhi tujuan kebijakan, akan cenderung

gagal, demikian menurut 17 ahli ekologi.

“Tapi dengan adanya pemahaman yang mendasar dalam genggaman, kita mungkin bisa

membawa era modern hilangnya keanekaragaman hayati ke arah jalur yang aman bagi

kemanusiaan,” simpul mereka.

Selain Cardinale, Naeem dan Hooper, penulis pendamping dalam makalah Nature ini adalah J.

Emmett Duffy dari The College of William and Mary, Andrew Gonzalez dari Universitas

McGill, Charles Perrings dan Ann Kinzig dari Universitas Arizona, Patrick Venail dan Anita

Narwani dari Sekolah Sumber Daya Alam dan Lingkungan UM; Georgina Mace dari Imperial

College London, David Tilman dari Universitas Minnesota, David Wardle dari Universitas Ilmu

Pertanian Swedia; Gretchen Daily dari Universitas Stanford, Michel Loreau dari Pusat Nasional

de la Recherche Scientifique di Moulis, Perancis, James Grace dari US Geological Survey; Anne

Larigauderie dari Museum Nasional d’Histoire Naturelle di Rue Cuvier, Perancis, serta Diane

Srivastava dari Universitas British Columbia.

Penelitian ini memperoleh pendanaan dari National Science Foundation dan dari University of

California-Santa Barbara dan negara bagian California.

“Kemurnian air, produksi pangan dan kualitas udara bisa mudah untuk digunakan begitu saja,

namun semua itu sebagian besar disediakan oleh komunitas organisme,” kata George Gilchrist,

direktur program di Divisi Biologi Lingkungan National Science Foundation, yang mendanai

penelitian. “Makalah ini menunjukkan bahwa bukan hanya jumlah makhluk hidup, tetapi juga

keanekaragaman hayati spesies, genetik dan sifat mereka yang mempengaruhi ketersediaan

berbagai ‘jasa ekosistem’ yang penting.”

Kredit: University of British Columbia

Jurnal: Bradley J. Cardinale, J. Emmett Duffy, Andrew Gonzalez, David U. Hooper, Charles

Perrings, Patrick Venail, Anita Narwani, Georgina M. Mace, David Tilman, David A. Wardle,

Page 58: Faktor

Ann P. Kinzig, Gretchen C. Daily, Michel Loreau, James B. Grace, Anne Larigauderie, Diane S.

Srivastava, Shahid Naeem. Biodiversity loss and its impact on humanity. Nature; 486, 59–67

(07 Juni 2012); DOI:10.1038/nature11148

Page 59: Faktor

Gen di Otak Merubah Perempuan menjadi Laki-laki

Para peneliti di Australia selangkah lebih dekat untuk mengungkap misteri perkembangan

seksual manusia, berdasarkan studi genetik yang menunjukkan bahwa tikus jantan bisa

diciptakan tanpa kromosom Y – melalui aktivasi gen otak purba.

Laki-laki normalnya memiliki satu kromosom Y dan satu kromosom X, sementara perempuan

memiliki dua kromosom X. Sebuah gen tunggal pada Y, yang disebut SRY, memicu

perkembangan testis pada embrio awal, dan sekali ini mulai terbentuk, semua embrio yang

tersisa juga menjadi laki-laki.

Bagaimanapun juga, para peneliti Adelaide telah menemukan cara untuk menciptakan tikus

jantan tanpa memerlukan kromosom Y dengan mengaktifkan gen tunggal, disebut SOX3, pada

janin yang berkembang. SOX3 dikenal penting untuk perkembangan otak, tapi belum pernah

terbukti mampu memicu jalur laki-laki.

Seekor tikus kecil dari laboratorium Professor Asosiasi Paul Thomas. Professor Asosiasi Thomas

beserta rekan-rekannya menghasilkan tikus jantan yang memiliki dua kromosom X dengan

Page 60: Faktor

mengaktifkan secara artifisial gen SOX3 dalam gonad yang berkembang. (Kredit: Foto oleh Piltz

Sandra)

Dalam studi kolaboratif utama internasional, mereka juga telah menunjukkan untuk pertama

kalinya bahwa perubahan dalam gen yang sama pada manusia juga terdapat pada beberapa

pasien yang mengalami gangguan perkembangan seksual.

Hasil kerja ini dipublikasikan secara online dalam Journal of Clinical Investigation, dan akan

diterbitkan dalam versi cetak jurnal pada bulan Januari 2011.

“Kromosom Y mengandung gen yang disebut SRY yang berfungsi sebagai saklar genetik untuk

mengaktifkan jalur laki-laki selama perkembangan embrio,” kata Associate Professor Paul

Thomas dari Universitas Adelaide School of Molecular & Biomedis Science.

“Saklar genetik SRY adalah unik untuk mamalia dan diduga telah berevolusi dari gen SOX3

selamaevolusi mamalia awal.”

Professor Asosiasi Thomas beserta rekan-rekannya telah menghasilkan tikus jantan

berkromosom XX dengan mengaktifkan secara artifisial gen SOX3 di dalam gonad yang

berkembang.

“Tikus ‘jenis kelamin terbalik’ jantan XX ini benar-benar jantan dalam penampilan, struktur

reproduksi dan perilaku, tetapi steril karena ketidakmampuan untuk menghasilkan sperma,”

katanya.

“Kami sudah menduga untuk waktu yang lama bahwa SOX3 merupakan gen

prekursor evolusi untuk SRY. Dengan menunjukkan bahwa SOX3 dapat mengaktifkan jalur laki-

laki dalam cara yang sama seperti SRY, kami sekarang yakin bahwa hal ini benar.”

Karya ini merupakan kolaborasi lama antara Professor Asosiasi Thomas dan Dr. Robin Lovell-

Badge di Medical Research Council National Institute for Medical Research, London, yang

menemukan gen SRY pada tikus lebih dari 20 tahun yang lalu.

Dr. Lovell-Badge mengatakan dia gembira karena temuan ini: “SOX3 normalnya berfungsi

dalam pengembangan sistem saraf, tetapi sekarang jelas bahwa mutasi yang membuatnya aktif

dalam gonadawal dapat mengubahnya menjadi saklar yang membuat testis berkembang.

Page 61: Faktor

“Sekarang sangat mungkin bahwa sesuatu yang mirip dengan apa yang telah terjadi pada tikus

jantan dan manusia XX yang telah kami deskripsikan juga menjelaskan telah terjadi pada leluhur

awal mamalia kita, dan ini menyebabkan evolusi tidak hanya pada SRY, tetapi juga pada

kromosom X dan Y. Bayangkan semua masalah yang disebabkan oleh gen kecil ini!” katanya.

Penelitian kolaborasi lebih lanjut dengan Profesor Andrew Sinclair di Murdoch Children’s

Research Institute di Melbourne dan Profesor Eric Vilain di UCLA (Universitas California Los

Angeles) juga telah menunjukkan bahwa perubahan pada gen SOX3 manusia terdapat pula pada

beberapa individu yang adalah laki-laki XX.

“Dari perspektif genetik, kasus pembalikan jenis kelamin laki-laki XX sangat menarik dan

kurang dipahami,” kata Professor Asosiasi Thomas.

“Penemuan ini memberi wawasan baru tentang penyebab genetik gangguan perkembangan

seksual, yang relatif umum dalam masyarakat.

“Untuk masa depan, penemuan ini akan berdampak pada diagnosis molekular terhadap gangguan

dan, pada akhirnya, membantu kita mengembangkan terapi atau teknologi untuk meningkatkan

hasil klinis,” katanya.

Sumber artikel: Brain gene a trigger for determining gender (adelaide.edu.au)

Kredit: University of Adelaide

Informasi lebih lanjut: Edwina Sutton, James Hughes, Stefan White, Ryohei Sekido,

Jacqueline Tan, Valerie Arboleda, Nicholas Rogers, Kevin Knower, Lynn Rowley, Helen

Eyre, Karine Rizzoti, Dale Mcaninch, Joao Goncalves, Jennie Slee, Erin Turbitt, Damien

Bruno, Henrik Bengtsson, Vincent Harley, Eric Vilain, Andrew Sinclair, Robin Lovell-

Badge and Paul Thomas. Identification of SOX3 as an XX male sex reversal gene in

mice and humans.Journal of Clinical Investigation, 2010; DOI: 10.1172/JCI42580