fajar siddiqbbs.sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/fajar... · 2019. 7. 5. · fes tival...
TRANSCRIPT
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
SEBUAH NASKAH
DRAMA
FAJAR SIDDIQ
KARYA EMIL SANOSSA
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
DRAMA PERSONA
MARJOSO
SERSAN
AHMAD
H. JAMIL
ZULAECHA
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
SEBUAH MARKAS GERILYA, TERLIHAT SEBUAH RUANGAN, SATU PINTU, SATU
JENDELA SEL, MEJA TULIS DAN DUA KURSI DAN SATU BANGKU, PETI MESIU,
HELM DAN RANSEL TERGANTUNG.
MALAM HARI, KEADAAN SEPI, TEGANG, JAUH-JAUH MASIH TERDENGAR
LETUSAN TEMBAKAN DAN IRING MUSIK SAYUP-SAYUP INSTRUMENTAL
GUGUR BUNGA, KEMUDIAN MUNCUL MARJOSO MEMBAWA SURAT,
KEMUDIAN DUDUK MEMBACA. MUNCUL SEORANG SERSAN.
1. MARJOSO
Jadi, sudah terbukti dia bersalah.
2. SERSAN
Ya, Pak
3. MARJOSO
Tidak berdasarkan kira-kira saja?
4. SERSAN
Bukti-bukti telah cukup mengatakan, dan mereka menuntut eksekusi
dapat dijalankan sebelum fajar.
5. MARJOSO
Menuntut?Kau kira siapa yang bertanggung jawab di sini?
6. SERSAN
Sudah terang! Tapi mereka khawatir, karena... karena si terhukum
adalah ...
7. MARJOSO (cepat)
Adalah kawanku?...Anak dari seorang guru yang kau hormati?Begitu?
8. SERSAN
Maaf, Pak.
9. MARJOSO (mengeluh)
Mereka pikir, apa aku ini? Mereka pikir dalam hal ini aku masih sempat
memikirkan dia, anak dari seorang guru yang aku hormati. Kalau aku
mintakan dia diperlukan dengan baik, itu adalah haknya sebagai
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
tawanan.
10. SERSAN
Maaf, Pak. Kerap kali terjadi.
11. MARJOSO
Yaaaaaahh! Kerap kali terjadi. Orang tidak bisa membedakan antara
tugas dan perasaan. Bawa dia kemari.
12. SERSAN
Siap, Pak!
SERSAN MASUK, MARJOSO MELANGKAH, KEMUDIAN DUDUK. TERDENGAR
NYANYIAN DALAM PENJARA. MARJOSO MARAH.
13. MARJOSO
Hai! Siapa yang meraung dini hari?
14. (NARATOR)
Siapa lagi kalau bukan si Djaelani pemabuk itu!
15. MARJOSO
Suruh dia diam. (Kemudian sersan masuk menghadap marjoso,
membawa seorang tawanan, sersan diperintahkan keluar dengan
segera. Ahmad menunggu dengan cemas.
16. MARJOSO (menyuruh duduk)
Ahmad, kau tak apa-apa, bukan?
17. AHMAD
Mereka bilang, kalau bukan kerena kau, aku sudah di satai. Terimakasih
atas kebaikanmu itu.
18. MARJOSO
Terimakasih itu tak perlu.
19. AHMAD
Baiklah, apa yang akan kau perbuat atas diriku, perbuatlah! Kini aku
tawananmu.
20. MARJOSO (kata-kata itu menyayat seakan-akan memisahkan
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
hubungan masa lalu)
Ya ............. kau tawananku.
21. AHMAD
Tembaklah! Biar kau puas.
22. MARJOSO (merasakan itu sebagai sindiran yang tajam)
Itu perkara nanti. Tapi aku ingin mendengarkan dari mulutmu sendiri
tentang semuanya ini dulu.
23. AHMAD
Apa yang ingin kau dengar?
24. MARJOSO
Dengan maksud apa kau kemari?
(Ahmad membisu)
25. MARJOSO
Jawab Ahmad! Hanya itu yang ingin kutanyakan. Aku tidak ingin
menanyakan tentang apa-apa yang telah kau perbuat. Aku tidak ingin
menanyakan berapa jumlah prajuritku yang gugur terjebak tipu
dayaku ....... Jawablah!
26. AHMAD (tersenyum dingin)
Tidakkah kau tahu, bahwa antara anak dan orang tuanya senantiasa
terjalin ikatan yang tak terputuskan?
27. MARJOSO
Jangan kau coba mengelak, Ahmad!
28. AHMAD (menegaskan suaranya)
Aku ingin menjumpai ayah dan adikku Zulaecha.
29. MARJOSO
Tahukah kau tempatnya?
30. AHMAD
Tidak.
31. MARJOSO
Dari mana kau tahu kalau ayah dan adikmu di sini?
32. AHMAD
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Dari orang-orang yang pernah datang kemari.
33. MARJOSO
Hmmmmm. Sebelum tertangkap kau sudah lebih kurang tiga hari
berkeliaran di daerah ini, bukan?
34. AHMAD
Tidak! Tepat pada waktu aku sampai, aku terus ditangkap.
35. MARJOSO
Jangan bohong, Ahmad!
36. AHMAD
Aku tidak bohong.
37. MARJOSO
Di mana kau ditangkap?
38. AHMAD
Di tengah-tengah bulak.
39. MARJOSO
Mengapa kau di sana?
40. AHMAD
Aku sedang melepaskan lelah.
41. MARJOSO
Melepaskan lelah di tengah-tengah bulak? Ha ... ha ... ha ...
42. AHMAD
Aku tersasar.Aku belum pernah memasuki daerah ini.
43. MARJOSO
Waktu itu sebuah pesawat capung melayang-layang di atas bulak itu
pula, bukan?
44. AHMAD
Ya! Tapi itu hanya secara kebetulan.
45. MARJOSO
Engkau tidak takut ditembak dari atas, Ahmad?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
46. AHMAD
Aku takut juga.
47. MARJOSO
Mengapa kau tidak berlindung?
48. AHMAD
Aku berlindung.Aku rapatkan diriku rapat-rapat ke tanah.
49. MARJOSO (mengambil sebuah cermin kecil di atas meja)
Ahmad, ini cerminmu bukan?
50. AHMAD (gugup sejurus)
Ya.
51. MARJOSO
Hm, pesolek, benar, kau sekarang ... Apa gunanya cermin ini?
52. AHMAD
Cermin gunanya untuk mengaca.
53. MARJOSO
Ada sisirmu, Ahmad?Kau bawa sisir?
54. AHMAD
Hilang!
55. MARJOSO (menatap Ahmad, tenang)
Ya, Ahmad.Mengapa engkau bohongi aku? Baiklah kau takut pesawat
capung itu menembakmu, bukan?
56. AHMAD (tersadar, akan masuk perangkap)
Maksudku ... akan ... aku tidak begitu takut.
57. MARJOSO
Mengapa?
58. AHMAD
Karena ....... karena .......
59. MARJOSO
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Karena apa?
60. AHMAD
Karena itu hanya pesawat capung.
61. MARJOSO
Tapi engkau tiarap juga, bukan?
62. AHMAD (tak segera menyahut)
.....................Ya.
63. MARJOSO
Dan engkau keluarkan cerminmu pada waktu itu. Barangkali kau pikir itu
adalah kesempatan yang baik bagimu untuk melihat mukamu kena
debu atau tidak. Kemudian orang melihat pantulan cerminmu bermain
ke kiri dan ke kanan
(Ahmad tetap membisu)
64. MARJOSO
Mengapa begitu, Ahmad?
65. AHMAD
Aku tidak tahu
PERASAANNYA CEMAS SEKALI
66. MARJOSO (marah)
Dusta! Dusta kau!!!
67. AHMAD (tersentak)
Engkau toh tahu aku akan berdusta.
68. MARJOSO (merendah kembali)
Mengapa engkau dustai aku, Ahmad?
69. AHMAD
Karena aku senang untuk berbuat begitu.
70. MARJOSO (mula-mula perlahan kian lama kian berkobar)
Engkau binatang yang tak perlu di beri ampun. Bukankah engkau yang
membakar pesantren ayahmu?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
71. AHMAD
Tidak! Tidak ........aku tidak membakarnya.
72. MARJOSO (mengatasi suara Ahmad)
Engkau tak membakarnya. Tapi engkau biang keladi yang
menyebabkan pesantren itu terbakar. Pesantren yang mewarisi tradisi
turun-temurun. Mulai dari buyutmu, kakek-kakekmu sampai ke ayahmu.
Pesantren tempat ayahmu menempa pemuda-pemuda yang
bertanggung jawab akan hari depan agama dan tanah airnya,
bangsanya. Ahmad .....engkau tidak menyesali semua itu?
(terdiam sebentar-sebentar menarik nafas).
Oh, Ahmad, tidakkah engkau takut akan siksa Tuhanmu? Bagaimana
kelak dosamu akana membakar dirimu?
73. AHMAD
Itu tanggunganku. Resiko!
74. MARJOSO (ke depan)
Oooooooo, jiwa yang tak lebih berharga dari pada jiwa seekor anjing.
Berapa banyaknya air mata yang harus dicucurkan para ibu untuk
mengenang murid-murid ayahmu yang hangus terbakar bersama
pesantren yang dicintainya, Ahmad.
75. AHMAD (tegas)
Tapi, siapakah yang akan mencucurkan untuk rubuhnya ibuku? Siapa
yang suka berkata ”Akan kutuntut kematian ini!” Siapa yang akan
membalas dendamnya?
76. MARJOSO
Diam kau!
(Ahmad tertunduk).
77. MARJOSO
Angkat mukamu, pengkhianat! Pandanglah aku untuk kali yang
penghabisan. Karena malam ini juga rakyat menuntut darahmu.
78. AHMAD
Aku tidak sudi memandang muka seorang pembunuh.
79. MARJOSO (tersentak sejurus)
Angkat mukamu, pengecut.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
80. AHMAD (mengangkat mukanya perlahan-lahan)
Aku telah mengangkat mukaku, Marjoso. Aku telah mengangkat
mukaku, seperti dulu, tatkala kudengar serentetan tembakan. Dan
kemudian rubuhlah ibuku.... mati. Aku telah mengangkat mukaku.
Marjoso.
81. MARJOSO (setelah berfikir)
Dengarkan aku, bicara! Pandanglah aku untuk penghabisan kalinya.
Kenangkanlah kembali kawan-kawanmu. Kenangkanlah tatkala mereka
dengan sepenuh tenaganya mengangkat tangan dan menyeru
MERDEKA..... MERDEKA! Kemudian mereka tak kuasa lagi mengepalkan
tinjunya. Mereka roboh berlumur darah. Kenangkanlah, betapa api
telah memusnahkan mereka.
(UCAPAN INI MEMPENGARUHI AHMAD, SEHINGGA IA DUDUK
TERMENUNG)
82. AHMAD
Aku kenangkan itu. Aku menangkan.... Mereka menang lalu mati. Dan
aku.... Ohhh, kemudian.... Letupan yang dasyat a... aku terlempar. Aku
lihat ayah.... Terbungkuk-bungkuk dan lari bersama Zulaecha. Aku
menyeru mereka... tapi tak terdengar. Aku hanya mendengar suaraku
sendiri. Aku juga mendengar suara ayahku. Syahid, ya anakku”
kemudian fajar yang memerah, yang kian terang. Aku lihat.... Oh, siapa
yang akan menuntut balas kematiannya? Siapa?
(menggigil, tangannya gemetar)
Marjoso! .....
83. MARJOSO (memanggil seorang prajurit)
Sersan!
(seorang prajurit menghadap)
84. MARJOSO
Bawa tawanan itu ke dalam.
85. AHMAD (tergagap-gagap)
Marjoso. Engkaulah.... Engkaulah.....
AHMAD TAK DAPAT MELANJUTKAN PERKATAANNYA PRAJURIT ITU TELAH
MEMBAWANYA. MARJOSO TERTEGUN, SUARA NYANYIAN TERDENGAR
MAKIN KERAS, KEMUDIAN TERDENGAR KETUKAN PINTU.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
86. MARJOSO
Masuk!...
(H. Jamil masuk)
Pak Kyai ....
87. HAJI JAMIL
Terlalu terhormat kalau dia di tembak.Seharusnya dia digantung.
88. MARJOSO
Silakan bapak duduk. Saya ingin mendengarkan pertimbanganpertimbangan
bapak.
89. HAJI JAMIL
Pertimbangan apa? Ragukah kau menggantung dia?
90. MARJOSO
Bukan begitu, bapak.Ahmad sudah terang bersalah. Dan dia harus
menerima hukumannya. Namun, pada saat-saat terakhir, karena bapak
adalah ayahnya, saya juga perlu mendatangkan bapak kemari.
91. HAJI JAMIL
Dia bukan anakku.Haji Jamil tidak mempunyai anak pengkhianat.
92. MARJOSO
Harap diingat, Pak. Malam ini adalah malam terakhir bagi Ahmad.
Tentulah bapak sependapat dengan saya, bahwa saat-saat yang
paling penting dalam kehidupan manusia adalah saat manusia
menghadapi mautnya. Saat-saat itu memerlukan persiapan dan
bimbingan. Pada saat-saat terakhir, saya ingin dia mati sebagai putra
bapak, sebagai murid Pak Kyai. Saya ingin dia mati bukan sebagai
anjing.
93. HAJI JAMIL
Kutukan apa yang ditimpakan kepadaku ini? Oh anakku?
94. MARJOSO
Pak Kyai!
95. HAJI JAMIL
Aku telah besarkan anak itu. Aku turunkan ilmuku, karena dialah yang
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
kuharapkan segala-galanya. Tetapi, mengapa dia tidak mengerti
perjuangan bangsanya sendiri? Aku sungguh tidak mengerti. Balasan
apa yang harus kuterima ini, Marjoso?
96. MARJOSO
Pak Kyai tidak boleh menyesali diri hanya lantaran dia. Beratus-ratus
murid bapak, bahkan beribu-ribu yang senantiasa menyebut-nyebut
nama Kyai dengan hormat dan khidmat. Beribu murid yang akan
mewarisi cita-cita bapak, dan meneruskan cita-cita itu. Marilah kita tidak
bicarakan hal itu. Kini kita membicarakan seorang putra, yang walau
betapa sesat pun, dia masih seorang putra.
97. HAJI JAMIL (getir)
Bagaimana harus kujawab, kalau seandainya pada hari pengadilan
tertinggi yang Maha Kuasa bertanya padaku tentang tanggung
jawabku. Mengapa anakmu menjadi musuh bangsaku, Haji Jamil?
Bagaimana kau mendidiknya?
98. MARJOSO
Demi sesungguhnya, Pak Kyai, bagaimana kita harus melawan suratan
Tuhan?Adalah takdir semata kalau Ahmad berbeda dengan ayahnya.
99. HAJI JAMIL (tersentak agak gusar)
Takdir semata?Apa yang kau ketahui tentang takdir, Marjoso? Tuhan
memberikan kebaikan-kebaikan kepada kita, Tuhan memberikan
kekuatan-kekuatan kepada kita. Tuhan memberikan kekuatan-kekuatan
untuk melawan keburukan-keburukan pada kita. Tuhan memberikan
alat-alat yang kita perlukan untuk memenuhi panggilannya sebagai
makhluk semulianya makhluk. Tuhan tidak menakdirkan Ahmad
sebagaia musuh bangsanya. Dia sendiri yang berbuat begitu. Dia sendiri
yang menentukan harus mati sebagai dia. Tuhan memberinya akal,
mengapa tidak dipergunakan akalnya untuk menginsyafinya, bahwa
perbuatan yang sehina-hinanya di permukaan bumi ini adalah
mengkhianati bangsanya sendiri.
100. MARJOSO
Terima kasih, Pak Kyai.
101. HAJI JAMIL
Anak itu harus mempertanggungjawabkan seluruh dosanya.
102. MARJOSO
Saya ingin mempertemukan dia dengan ayahnya. Mungkin ini adalah
pertemuan kyai yang penghabisan, dalam keadaan dia masih mungkin
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
dibimbing ke jalan yang diridhoi Allah, walaupun beberapa saat
sebelum ia harus mati. Sukakah Pak Kyai memenuhi permintaan saya ini?
103. HAJI JAMIL (terdiam sejurus)
Dapatkah aku penuhi permintaanmu itu, Marjoso?
104. MARJOSO
Mengapa tidak, Pak Kyai?
105. HAJI JAMIL
Dapatkah aku berhadapan dengan anjing yang harus kupangil anakku?
106. MARJOSO
Pak Kyai ...........mengapa tidak?
107. HAJI JAMIL
Tidak...... tidak!......... Gantung saja dia! Tak perlu aku melihat mukanya
lagi.
108. MARJOSO
Benar-benar relakah Pak Kyai?
109. HAJI JAMIL
Aa..., aku rela!
110. MARJOSO
Namun, dialah putra yang pernah Pak Kyai harapkan, dialah putra yang
pernah Pak Kyai bisikkan dalam telinganya kalimat azan tatkala ia lahir.
Masih ada beberapa saat lagi di mana bapak mungkin bisa
mengharapkan sesuatu darinya, penyesalan umpamanya, atau taubat
nasukha.
111. HAJI JAMIL
Tidak! Tidak ada gunanya sedikitpun mengharap dalam nama Allah.
112. MARJOSO
Tidak inginkah Pak Kyai agar Ahmad mati dengan menyebut nama
Allah?
113. HAJI JAMIL
Tidak!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
114. MARJOSO
Tidak, Pak Kyai?
115. HAJI JAMIL (setengah mengharap)
Oh, Marjoso.... Aku telah berharap-harap dan harapanku dihancurkan,
dimusnahkannya....
116. MARJOSO
Pak Kyai, aku mohon sudi kiranya.....
117. HAJI JAMIL (cepat menyahut)
Tak perlu, Marjoso, tak perlu aku lihat mukanya lagi.
118. MARJOSO (berfikir sejurus)
Baiklah Pak Kyai, saya sudah menawarkan kesempatan.
(memanggil seorang prajurit)
Sersan!
(seorang prajurit menghadap)
Sudah siap regu tembak?
119. SERSAN
Siap, Pak!
120. HAJI JAMIL (bingung dan gugup)
Nanti dulu, dia akan ditembak sekarang?
121. MARJOSO
Saya menundanya hanya untuk memberikan kesempatan pada Pak
Kyai.
122. HAJI JAMIL (mengeluh)
Oh, Tuhan, mengapa kau timpakan bencana ini kepada hamba-Mu?
Hamba-Mu yang tak sekejappun melupakan engkau!
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
123. MARJOSO
Pak Kyai!
124. HAJI JAMIL
Mengapa justru di akhir hayatku Engkau panggil semua yang kucintai.
125. MARJOSO
Tawakallah Kyai!
126. HAJI JAMIL (menenangkan dirinya)
Asstaghfirullah!...........Ampunilah aku lantaran menyesali engkau.
KEPADA MARJOSO
127. MARJOSO (memerintah Sersan)
Sersan! Bawa Ahmad menghadap!
128. SERSAN
Siap, Pak!
BERANGKAT
129. MARJOSO
Tenangkanlah jiwa Pak Kyai.
130. HAJI JAMIL
Aku telah kehilangan segala-galanya.
131. MARJOSO
Kecuali iman, Pak Kyai
132. HAJI JAMIL
Yaaaach, kecuali iman.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
133. KURIR (masuk)
Seorang anak wanita bernama Zulaecha minta menghadap, Letnan!
134. MARJOSO (memandang Kyai seolah meminta pertimbangan)
Zulaecha Pak Kyai.
SEBELUM KURIR KELUAR, ZULAECHA SUDAH MEUNCUL DI PINTU
135. HAJI JAMIL
Mengapa kau ikut kemari?
136. ZULAECHA
Aku ingin melihat abangku.
137. HAJI JAMIL
Mengapa kau pedulikan dia?
138. ZULAECHA
Dia abangku, ayah, tidak bolehkah aku melihat abangku?
139. MARJOSO
Tentu saja engkau boleh menemuinya.
140. HAJI JAMIL
Tidak!
141. ZULAECHA
Mengapa aku tidak boleh menemuinya ayah?
142. HAJI JAMIL
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Anjing geladak itu segera mampus!
143. ZULAECHA
Ayah!..... Ayah mengatakan anakmu Bang Ahmad anjing geladak?
144. HAJI JAMIL
Itu lebih baik daripada nama pengkhianat nusa dan bangsa.
145. ZULAECHA
Tapi dia anakmu, ayah.
146. HAJI JAMIL
Zulaecha. Engkau mencoba mempengaruhi peradilan ini dengan
emnghbungkan darah?
147. MARJOSO
Kholifah Umar membunuh anaknya sendiri yang durhaka
(menginsyafkan Zulaecha)
148. ZULAECHA
Ayah, aku anakmu........... Dia anakmu.Dia satu-satunya saudaraku.
Satu-satunya........!
149. HAJI JAMIL
Cukup! Pulang kau! Aku rela dia dibunuh.Aku rela dia dilenyapkan.
Karena dengan lenyapnya dia, lenyap pula satu di antara beratus-ratus
penghalang untuk kemenangan republik.
150. MARJOSO
Terima kasih, Pak Kyai, izinkan saya menemuinya dahulu.
KELUAR
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
151. ZULAECHA
Ayah, kalaupun dia mati, kepada siapa aku berlindung? Kepada siapa
aku harus menumpangkan diri, kalau............ kalau takdir Tuhan
menghendaki Ayah kembali kepadanya.
152. HAJI JAMIL
Zulaecha!
153. ZULAECHA
Kepada siapa, Ayah?
154. HAJI JAMIL
Kepada Yang Maha Pelindung, Allah SWT.
155. ZULAECHA
Kalau pada suatu saat aku minta pertolongan, ayah?
156. HAJI JAMIL
Kepada Yang Maha Kuasa!
157. ZULAECHA
Hanya itu, Ayah?
158. HAJI JAMIL
Kepada-Nya-lah aku serahkan engkau. Bukan saja nanti, tapi sekarang
juga! Sekarangpun aku senantiasa memohon perlindungan Tuhan
bagimu.
159. ZULAECHA (terdiam sejurus)
Ayah, kalau seorang datang kepadamu menyatakan taubatnya dan
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
memintakan perlindunganmu........ apa yang akan ayah perbuat?
160. HAJI JAMIL
Aku doakan agar ia diterima taubatnya oleh Allah SWT. Aku tidak punya
hak untuk melindungi orang yang telah banyak dosa.
161. ZULAECHA
Ayah, nabipun tak pernah membunuh orang yang telah mencoba akan
membunuhnya.
162. HAJI JAMIL
Aku bukan nabi!
163. ZULAECHA
Tapi kita wajib mengikuti sunnah nabi! Bukankah begitu, Ayah?
164. HAJI JAMIL
Anakku, kau mengajari ayahmu, Nak? Tahukah engkau, siapa abangmu
itu? Dosa apa yang telah diperbuatnya?
165. ZULAECHA
Aku tahu, Yah!
166. HAJI JAMIL
Mengapa kau membelanya?
167. ZULAECHA
Karena dia abangku. Tanpa dia aku akan sendirian.
168. HAJI JAMIL
Kita hidup bersama amal kita, anakku.Kita hidup bersama budi kita.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Beramallah, berbudiluhurlah, berbuatbaiklah. Dan engkau tidak akan
kehabisan saudara. Kau akan merasakan bahwa sesungguhnya
kemanusiaan adalah satu keluarga. Kemanusiaan adalah satu darah,
satu urat, satu cita-cita.
169. ZULAECHA
Ayah,............... Berilah Bang Ahmad kesempatan untuk menebus
dosanya, dengan amal saleh.
170. HAJI JAMIL
Kesempatan itu telah disia-siakan. Bukan aku yang harus memberi
kesempatan seperti itu kepadanya. Tetapi, apakah perjuangan yang meminta korban harta dan jiwa
ini, relaa memberi kesempatan bagi
hidup seorang serti dia?
171. ZULAECHA (mengeluh)
Oh, ayah, setiap kita pernah bersalah, mengapa tak ada ampun bagi
dia?
172. HAJI JAMIL (cemas)
Tapi, tidak setiap kita telah membakar pesantrennya sendiri, Zulaecha!
173. ZULAECHA (memandang tajam ayahnya)
Tidak! Dia tidak membakarnya.......... oh, ayah, aku tahu apa yang
diperbuatnya, (mendesak) dia tidak membakarnya .... aku tahu benar,
dia tidak membakarnya.... aku tahu benar, mengertilah, Ayah!
174. HAJI JAMIL
Tapi dia telah menunjukkan tempat persembunyian prajurit gerilya itu!
Dia yang menjadi penyebab kehancuran ini.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
175. ZULAECHA
Mungkin dia tidak rela, sebuah pesantren dijadikan tempat
persembunyian prajurit gerilya.
176. HAJI JAMIL
Tidak rela? Pikiran apa itu? Tidakkah ia tahu bahwa di dalam pesantren
itu aku mengajarkan murid-muridku, dan apa yang kuajarkan kepada
mereka? Aku ajarkan kecintaan kepada agama, kecintaan kepada
tanah air, dan kecintaan kepada bangsa. Tidakkah ia tahu, di dalam
pesantren itulah aku menyiapkan pemuda-pemuda yang jiwanya
ditempa kepercayaan tauhid, yang mewajibkan kita bertahan, bersatu,
dan bila diserang wajib kita balas serangan itu, oleh karena Islam tidak
rela dijajah siapapun.
177. ZULAECHA (terdiam sejurus)
Ayah, masih ingatkah ayah tatkala ibu tewas, tubuh itu hancur oleh
peluru.
178. HAJI JAMIL
Itu bukan salah siapa-siapa.Kematian ibumu, salahnya ibumu sendiri.
179. ZULAECHA
Tapi, siapakah yang menewaskan ibu, ayah? Siapakah yang
menembaknya, ayah?
180. HAJI JAMIL
Sudah kuperingatkan supaya ibumu jangan lari, tatkala kita terkepung
musuh, sebab hal itu bisa menunjukkan tempat persembunyian prajurit
kita.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
181. ZULAECHA (mendesak terus)
Tapi, siapa yang menembak?Aku ingin jawaban ayah. Siapa yang
menembak?
182. HAJI JAMIL
Ibumu tidak dapat menguasai ketenangan jiwanya dan lari.
183. ZULAECHA
Dan kemudian serentetan tembakan, dan ibu jatuh, rubuh tak bangunbangun
lagi. (nada keras) Peluru siapakah yang merubuhkannya?
Peluru siapa?
184. HAJI JAMIL (tegang menahan perasaan)
Peluru Marjoso!
185. ZULAECHA
Ya. Peluru dari murid yang paling ayah kasihi, lebih dari mengasihi
anaknya sendiri.
186. HAJI JAMIL
Tapi itu adalah hak Marjoso untuk berbuat begitu, apa artinya satu jiwa
bagi beribu-ribu jiwa yang dalam tanggungannya.
187. ZULAECHA
Namun dia adalah penyebab kematian ibu. Orang itu masih ayah
lindungi juga, ayah beri tempat persembunyian di pesantren. Dapatkah
abang disalahkan, kalau sejak saat itu dia mendendam? Karena
dendam itulah dia menunjukkan tempat persembunyian Marjoso, tapi
pesantren itu terbakar semuanya. Belandalah yang membakarnya,
bukan Ahmad. Dapatkah Bang Ahmad disalahkan? Karena dendam
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
sudah menutupi seluruh kesadarannya. Sadarlah, ayah!
188. HAJI JAMIL (mengeluh)
Begitu banyak korban telah jatuh.....
189. ZULAECHA
Tapi apakah ia sengaja memusuhi perjuangan, atau hanya memburu
musuh pribadinya karena dia butuhkan, dan dia butakan dendam, ia
hanya akan melepaskan sebutir peluru pada dada pembunuh ibunya,
tapi malang, Bang Ahmad tertangkap, dan kini dia harus mati sebelum
tuntutannya terpenuhi. Salahkah dia kalau begitu mencintai ibunya?
(menyerang terus)
Ayah, mintalah kebebasan baginya.Marjoso adalah murid ayah.
Pergunakan pengaruh ayah untuk kebebasan anakmu Ahmad. Dia
tidak bersalah, satu-satunya kesalahan dia adalah terlalu cinta kepada
ibunya.
190. HAJI JAMIL (komat-kamit sendiri)
Dapatkah..... Dapatkah aku berbuat begitu?
191. ZULAECHA
Ayah harus berbuat begitu.
192. HAJI JAMIL (marah)
Mengapa aku harus berbuat begitu, Zulaecha?
193. ZULAECHA
Karena dia adalah anakmu.
194. HAJI JAMIL
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Hanya karena dia anakku?
195. ZULAECHA
Karena dia kini menderita, Ayah!
196. HAJI JAMIL
Bagaimana dengan korban-korban yang telah tewas lantaran dia?
Bisakah mereka mengijinkan saya?
197. ZULAECHA
Ini semata-mata korban, Ayah.
198. HAJI JAMIL
Kita semua adalah korban. Korban dari keserakahan suatu bangsa yang
ingin menjajah dan mengisap. Justru itu kita berjuang, menghancurkan
mereka, kita berjuang agar bumi kita yang kaya-raya ini tidak menjadi
tempat berlaganya serigala-serigala lapar yang menamakan dirinya
manusia. Zulaecha, mengapa kau bicara tentang korban?
(Zulaecha akan bicara tetapi Haji Jamil segera menggerakkan
tangannya)
Jangan sela aku dulu!
199. ZULAECHA (mulai berbisik)
Namun Ayah,.............. Ayah…
200. HAJI JAMIL (mengangkat suaranya)
Jangan kau perlemah hatiku. Tidak! Aku serahkan anak laki-lakiku satusatunya
untuk revolusi, atau sebagai pahlawan, atau sebagai
pengkhianat, namun........ aku serahkan dia.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
201. MARJOSO (masuk dengan tenang)
Yah, dia boleh mati sebagai pengkhianat atau panglawan, sebab
revolusi hanya mengenal dua ini, pahlawan revolusi atau pengkhianat
revolusi. Zulaecha! Engkau tidak boleh membawa persoalan kematian
ibumu, dalam persoalan abangmu. Revolusi tidak mengenal arti korban
perseorangan, revolusi tidak mengenal siapa bapak, ibu atau anak.
Revolusi hanya mengenal pengkhianat revolusi atau pahlawan revolusi.
202. ZULAECHA (tak terkendalikan lagi, marahnya memuncak)
Kau pembunuh! Pembunuh! Engkau membunuh ibuku! Dan kini kau
akan membunuh abangku, dua orang yang paling kucintai. Tapi tunggu,
Marjoso! Ibu masih mempunyai anak satu orang lagi.
203. HAJI JAMIL (mengatasi anaknya)
Zulaecha, engkau akan menjadi pengkhianat seperti abangmu?
204. ZULAECHA (tersedu-sedu)
Aku tak rela, Ayah ........Aku tak rela.
205. HAJI JAMIL (menenangkan)
............. Diamlah, Anakku, ........Diamlah.
206. MARJOSO (penuh perasaan)
Apalah artinya korban satu atau dua jiwa yang kita cintai untuk
perjuangan suci ini?
207. HAJI JAMIL
Marjoso, maafkan adikmu, Nak!
208. ZULAECHA (bangkit dari isakannya dan mengancam)
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Tidak! Aku tidak perlu meminta ampun kepada pembunuh.
209. MARJOSO (memandang jauh ke depan)
Zulaecha, perlukah aku bangga-banggakan korban-korban untuk
tanah air ini? Perlukah aku katakan bahwa tak lebih dari satu bulan yang lalu aku juga mengalami
kesedihan yang dalam, kedua orang
tuaku dua-duanya ditangkap Belanda, dan meninggal dalam penjara.
210. HAJI JAMIL
Marjoso! Benar, Nak?
211. MARJOSO (tak bergerak)
Zulaecha, kalau engkau menuntut kematian ibumu lantaran
perbuatanku, sesungguhnya telah aku penuhi permintaan itu. Aku
berikan arwah ibuku untuk arwah ibumu, karena abangmu jua yang
menyebabkan kematian mereka, dia yang telah menyebabkan aku
menjadi sebatang kara, tetapi perlukah aku katakan itu semua? Namun
aku telah relakan................ kedua orang tuaku. Seperti aku telah relakan
diriku untuk revolusi besar ini. Aku memohon, semoga darah mereka
yang mengalir akan mempercepat datangnya fajar kemenangan yang
diharap-harapkan tujug puluh juta bangsa.
212. HAJI JAMIL
Jangan kau lemahkan hatimu, anakku, jangan kau lemahkan.
213. MARJOSO
Kini Pak Kyai satu-satunya orang tuaku.
214. HAJI JAMIL
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Sejak dulu kau adalah anakku.
ZULAECHA MENAHAN ISAKNYA, MENGANGKAT KEPALA, BERDIRI AKAN
BERBICARA TETAPI KATA-KATANYA TAK DAPAT KELUAR KEMUDIAN LARI
MENINGGALKAN TEMPAT ITU. HAJI JAMIL TAK SEMPAT BICARA. MARJOSO
MENARIK NAFAS.
215. MARJOSO
Kini tiba saatnya Pak Kyai, tibalah saatnya bertemu dengan Ahmad.
216. HAJI JAMIL (berat menjawab)
Baik, bawalah kemari.
217. MARJOSO (bergerak ke mejanya dan diam sejenak, kemudian
memanggil seorang prajurit) Sersan! Bawa tawanan itu kemari.
218. SERSAN (datang menghadap)
Siap, Pak!
219. MARJOSO
Bawa tawanan itu kemari!
220. SERSAN
Siap Pak!
KEMUDIAN PERGI
221. MARJOSO
Kiranya Pak Kyai dapat memberinya nasihat terakhir semoga ia
menginsyafi kesalahan-kesalahannya.
SERSAN MASUK MEMBAWA AHMAD MENGHADAP MARJOSO. AHMAD
TERKEJUT MELIHAT AYAHNYA DI SITU, KEMUDIAN MEMBUANG MUKA.
222. HAJI JAMIL (menatap wajah anaknya)
Ketika pesantren itu dalam kobaran api, aku melihat jiwa merintih. Jiwajiwa
yang igin menuntut balas, namun tak berdaya lagi. Pada saat itu
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
aku memohon kepada Tuhan YME...... ” Ya, Allah, bawalah dia yang
telah membakar rumah ini tempat hamba-Mu mengagungkan nama-
Mu, dan memenuhi panggilan-Mu, bawalah dia kepadaku agar aku
bisa menyampaikan hasrat mereka yang tak kuasa lagi mengangkat
tangan untuk menuntut keadilan, dan kini Tuhan telah mengabulkan.
Dia... Dia adalah anakku sendiri, darah dagingku sendiri.
(sejurus ditatapnya anaknya)
Ahmad! Berlutut kau! Berlutut! Mintalah ampun kepada bumi tanahairmu,
tanah air yang telah kau khianati.
223. AHMAD (tak berperasaan)
Aku tidak mengkhianati tanah airku.
224. HAJI JAMIL
Tanganmu berlumur darah, dan darah itu adalah darah kawankawanmu
sendiri, Ahmad.
225. AHMAD
Aku tidak pernah membunuh seorangpun.
226. MARJOSO
Ya, memang kau tak pernah membunuh seorangpun dengan
tanganmu. Tapi khianatmu! Jiwa budakmu! .... Jiwa budakmu!
227. AHMAD
Kenapa aku tidak boleh membunuh musuhku? Kenapa aku tidak boleh
membunuh, membalas dendam kematian ibuku? Apakah harganya
aku sebagai anak laki-laki, kalau pembunuh ibuku dibiarkan saja tanpa
suatu pembalasan?
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
228. MARJOSO (bangkit memukul meja)
Kau tak berhak memakai alasan itu untuk mempersuci dirimu!
229. AHMAD (meludah benci)
Di mataku engkau tak berharga sedikitpun, Marjoso.
230. HAJI JAMIL
Ahmad!
231. AHMAD
Ayah akan membela dia?
232. HAJI JAMIL
Ya. Ayah akan membela dia, lantaran dia benar.
233. MARJOSO
Engkau selalau membawa soal ibumu, baik, Ahmad! Siapa yang telah
menunjukkan tempat persembunyian kedua orang tuaku? Siapa yang
telah menyuruh mereka untuk menjebakku? Jawab! Siapa?
234. AHMAD (tegas)
Aku!
235. HAJI JAMIL
Oh, Ahmad, di mana lagi hatimu?
236. MARJOSO
Tapi kau tak berhasil menjebak aku, namun kedua orang tuaku
ditangkap dan mereka tak ada lagi kini. Mereka mangkat akibat
siksaan-siksaan yang keji.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
237. AHMAD (gemetar)
Tidak!............... Tidak! ..............
238. MARJOSO
Mengapa tidak?Mereka adalah korbanmu. Sekarang apa maumu?
Kau memburu aku? Korban berjatuhan karena dendammu, kini kau
berhadapan dengan aku (mengambil pistol dari meja) Ini ada sepucuk
pistol untuk kau pakai menghabisi musuhmu. Terimalah! (melempar pistol
itu ke hadapan Ahmad, dan Ahmad menerimanya, kemudian Marjoso
mencabut pistolnya sendiri) Marilah kita habisi dendam di antara kita.
AHMAD DIAM TERPAKU, PISTOL DI TANGAN BELUM DIAPA-APAKAN,
MARJOSO BERGERAK MENJAUH. HAJI JAMIL TERPAKU TAPI TAK SEGERA
MENENGAHI KEDUANYA.
239. HAJI JAMIL
Jangan! Jangan kalian saling membunuh. Kalian bersaudara, kalian
adalah anakku.
240. MARJOSO
Kalau aku harus mati lantaran pelurunya, Pak Kyai, aku harus ikhlas mati
untuk meyakinkan dia dan orang-orang seperti dia, bahwa dalam
perjuangan ini tidak harus diperhitungkan untung rugi perseorangan.
Aku ikhlas mati untuk meyakinkan semua orang, bahwa sebab yang
akan menggagalkan revolusi ini ialah, manakala orang masih tidak
meleburkan dirinya sendiri ke dalam leburan yang tidak lagi mengenal
siapa ayah, siapa ibu, dan siapa itu saudara.
241. HAJI JAMIL
Marjoso, anakku, kau tidak boleh mengorbankan diri untuk manusia
yang begini rendahnya.
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
242. MARJOSO
Korban telah cukup banyak, Kyai. Seorang demi seorang kawan-kawan
gugur lantaran soal dendam-mendendam ini. Aku merasa ikut bersalah
juga Kyai
(keterangan ini meliputi ketiga orang itu. Ahmad tampak tak dapat
menguasai dirinya, Marjoso mengangkat pistolnya, Haji Jamil
memalingkan muka, sedih, dan putus asa dalam kecemasan)
Angkat pistolmu agar kau mati dengan tidak membawa dendam ke
dlam kubur. Aku akan menghitung sampai tiga kali, maka tembaklah
aku dan aku akan menembakmu.
AHMAD TIDAK MENJAWAB, IA MENGANGKAT PISTOLNYA TAPI JELAS
TANGANNYA MULAI GEMETAR. MARJOSO MENATAPINYA DENGAN
TENANG. JARAK MEREKA KIRA-KIRA EMPAT LANGKAH DIPISAHKAN OLEH
MEJA, HAJI JAMIL BERDIRI DI TENGAH-TENGAHNYA.
243. HAJI JAMIL
Nah, mulailah nembak kalian berdua. Mulailah menembak Ahmad,
mulailah menembak Marjoso!
(kedua-duanya tak beegerak, mulai menurunkan pistolnya. Marjoso
terpaku diam, keringat mengalir di dahinya)
Kalian orang-orang yang dikuasai dendam dan nafsu.
244. AHMAD (sekonyong-konyong berseru dan berlutut, menjatuhkan
badannya di meja dan menangis. Air mata mulai mengumpul, Haji Jamil
menghampiri dan kemudian kedua orang itu, ayah dan anak saling
berpelukan dengan mesranya)
Ayah! .....
245. HAJI JAMIL
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
Ahmad............... oh, Ahmad ......... kau anakku! Kau anakku!
246. AHMAD (tak bisa menguasai dirinya)
Ayah, mengapa aku harus begini?
247. HAJI JAMIL (menggeletar)
Aku serahkan engkau kepada Tuhan. Semoga Tuhan mengampuni
engkau, aku ampuni dosamu kepadaku, tetapi dosamu terhadap orang
lain pertanggungjawabkan sendiri terhadap Tuhanmu. Engkau anakku.
Matilah engkau sebagai anakku! Sebagai seorang muslim yang
mengerti arti taubat, janganlah engkau menangis karena sedih akan
berpisah dengan aku, tetapi menangislah karena telah terlalu banyak
berbuat dosa!
248. AHMAD (dengan penuh keraguan dan penyesalan yang dalam)
Ayah,....... di manakah adikku Zulaecha?
249. HAJI JAMIL
Dia dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.
250. AHMAD
Ayah, sampaikan salamku padanya... agar ia tetap menjadi patriot
bangsa dan pembela tanah air mengikuti jejak ayahnya.
251. MARJOSO
Ahmad, saatmu sudah tiba!
AHMAD TERSENTAK SEKETIKA TERTEGUN MEMANDANG AYAHNYA DAN
MARJOSO. DENGAN BERAT LALU MELANGKAHKAN KAKI MENUJU KELUAR
Festival Teater ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-JawaTimur
DIIKUTI OLEH MARJOSO DAN SERSAN
252. HAJI JAMIL (mengikuti dengan pandangan penuh arti, kemudian
beberapa saat terdengar tembakan tiga kali, pertanda tamatnya
riwayat Ahmad, kemudian Haji Jamil melangkah ke tengah panggung
dengan pandangan yang dalam dan jauh sekali) .......... Tuhanku, inilah
pertanda datangnya fajar kemenangan. Kemerdekaan bangsa
dan negaraku.