facies batubara

18
FACIES BATUBARA DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FALISA, ST., MT

Upload: mrchie

Post on 14-Aug-2015

127 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

BB

TRANSCRIPT

Page 1: Facies Batubara

FACIES BATUBARA DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

FALISA, ST., MT

Page 2: Facies Batubara

TERMINOLOGI

Sandi Stratigrafi Indonesia Fasies adalah aspek fisika, kimia dan biologi suatu endapan dalam

kesamaan waktu

thefreedictionary.com. Fasies adalah suatu lapisan batuan yang dapat dibedakan dengan

batuan lain dari kenampakan atau komposisinya.

Hutchinson encyclopedia Tubuh batuan mempunyai karakteristik yang pada umumnya

menunjukkan indikasi lingkungan dimana batuan tersebut terbentuk. Karakteristik tersebut juga menjelaskan lingkungan pengendapan itu sendiri, kemudian lazim disebut FASIES.

Karakteristik dan komposisi yang menjelaskan facies dapat berupa kumpulan fosil, sekuen suatu lapisan batuan, atau keterdapatan suatu mineral tertentu.

Page 3: Facies Batubara

STUDI FASIES BATUBARA

Mempelajari genesa batubara berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh lingkungan pengendapan batubara dalam bentuk distinctive coal facies.

Menggunakan metode analisis paleoenvironmental dengan mikroskopi batubara, palinologi, geokimia organik/inorganik.

Target mempelajari lingkungan pengendapan :mengetahui tipe dan kondisi akumulasi peat,mengetahui hubungan antara facies batubara dan tatanan sedimentasi.

Page 4: Facies Batubara

FAKTOR-FAKTOR PENENTU FASIES BATUBARA Tipe pengendapan autochtonous, allochtonous Rumpun tumbuhan pembentuk daerah air terbuka, rawa

ilalang, rawa hutan, rawa lumut, Lingkungan Pengendapan telmatis/terestrial, limnic,

marine, Ca-rich Supplai bahan makanan eutrofik, mesotrofik, oligotrofik Ph, aktivitas bakteri dan sulfur Temperatur

Page 5: Facies Batubara

Konstituen organik batubara dalam petrografi batubara dikenal sebagai litotipe dan maseral (ICCP,1963 dan 1971;1975).

Analisis maseral dan kandungan mineral dalam batubara dilakukan untuk menentukan tipe dan distribusi maseral.

Penelitian tentang pemanfaatan maseral dalam analisis

fasies batubara telah dilakukan oleh Diessel (1982, 1986, dan 1992), Harvey dan Dillon (1985) dan Cohen et.all.(1987) memunculkan trend baru dalam studi fasies batubara berdasarkan petrologi unsur organik.

Maseral pertamakali diperkenalkan oleh Stopes (1935), untuk membedakan material dalam batubara. Phyteral pertamakali diperkenalkan oleh Cady (1944), untuk menjelaskan asal mula (berdasar botani) komponen batubara.ICCP = International Committee for Coal Petrology

MASERAL

Page 6: Facies Batubara

Beberapa maseral dapat memberikan definisi lokasi tipe gambut dan batubara terbentuk, sering disebut facies diagnostic macerals, antara lain : fusinit, alginit, telinit, telocollinite, semifusinit, inertodetrinit, dan sporinit.

Beberapa maseral yang mencirikan lingkungan pengendapan :– Fusinit dan semifusinit mengalami pengawetan, oksidasi

dan sebagian besar mengalami pirolisis sebagian dalam proses pembentukannya. Kehadiran fusinit dalam batubara berhubungan dengan lingkungan pembentukan gambut yang kering, berasal dari tumbuhan berkayu (woody).

– Alginit (khususnya telalginit) selalu signifikan dengan kondisi lacustrine.

– Telinit dan telocollinite terbentuk pada kondisi lingkungan pengendapan yang relatif banyak pengotor (moisture), terbentuk dari gelified woody tissues. Kehadiran telokolinit yang cukup besar menunjukkan bahwa batubara mengalami oksidasi pada saat awal pembentukannya

– Inertodetrinite terbentuk pada kondisi yang sama dengan fusinit dan semifusinit dari hancuran inertinit berstruktur (structured inertinit).

KOMPONEN MASERAL – LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Page 7: Facies Batubara

Disamping facies diagnostik maceral, kehadiran dan karakteristik dari maseral dapat dipakai sebagai penunjuk lingkungan pengendapan :

– Ketebalan cuticles dalam cutinit berhubungan dengan kemampuan air sebagai host tanaman karena cutinite melindungi lapisan-lapisan pada bagian tumbuhan dari kekeringan. Tanaman pada lingkungan basah memiliki cuticles yang lebih tipis daripada tumbuhan lingkungan kering. (Strasburger,1983).

– Semua spores dengan exines tipis dan ornamen sederhana berasal dari tumbuhan yang tumbuh dekat air, berbeda dengan spores berornamen rumit dengan exines tebal dan perisporium yang merupakan tipikal tumbuhan terestrial. (Naumova,1953).

– Melimpahnya vitrinit menunjukkan bahwa batubara terbentuk pada lingkungan rawa hutan basah. (Teichmuller and Teichmuller,1982;Bustin,et.al.,1983).

– Berkurangnya woody tissue dalam jumlah besar terutama dipengaruhi oleh tipe tumbuhan, kedalaman air, pH, aktivitas bakteri, dan temperatur gambut (Teichmuller and Teichmuller,1982;Stout and Spackman,1989;Sharer and Moore,1994), berpengaruh terhadap berkurangnya vitrinit.

Page 8: Facies Batubara

BOTANICAL ATTRIBUTES OF MACERALS

Spora dibedakan menjadi makrospora dan mikrospora. Karena mikrospora sulit untuk dipisahkan dengan butiran

polen, kemudian secara kolektif disebut miospores. Ekologi rawa yang berbeda akan menunjukkan kelimpahan

miospores yang berbeda dimana gambut terbentuk di dalamnya.

Petrologi batubara menggunakan bentuk morfologi sederhana seperti ketebalan dan bentuk exines dalam miospores untuk identifikasi taksonomi. Selanjutnya dikelompokkan dalam crassi-, tenui-, tori-, dan densosporinite.

Spora yang berbeda mempunyai tanaman induk yang berbeda dengan paleoenvironmental yang berbeda. Misalnya tenuispores berdinding tipis, sebagian dalam bentuk lycospores adalah karakteristik dari rawa arborescent lycopod basah.

Kehadiran densospores signifikan dengan kondisi pembentukan peat yang relatif kering (termasuk lingkungan ombrotropic raised bog).

Rimmer and Davis (1988), tanaman di Lower Kittanning Seam kebanyakan mempunyai lapisan sporinit dan distribusi maseral, membuktikan adanya pengaruh perubahan kondisi pH/Eh pada humifikasi tanaman pembentuk batubara. Berhubungan dengan tingkat subsidence yang tinggi selama pembentukan peat.

Page 9: Facies Batubara

ANALSISLINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

DIESSEL,1986

Page 10: Facies Batubara

GI DAN TPISalahsatu metode dalam analisis lingkungan pengendapan batubara dilakukan dengan basis Gelification Index (GI) dan Tissue Preservation Index (TPI),

GI = riniteInertoiteFuiteSemifu

MacriniteVitrinite

detsinsin

TPI = riniteInertoMacriniteBVitrinite

iteFuiteSemifuAVitrinite

det

sinsin

Brown et.al. (1964) memperkenalkan Vitrinite A dan Vitrinite B untuk membedakan vitrinit yang berstruktur dengan vitrinit yang tidak berstruktur (degraded vitrinit).Vitrinit A telinite, telocollinite, dan corpocollinite in-situ.Vitrinit B desmocollinite, gelocollinite, dan corpocollinite detrital.

Page 11: Facies Batubara

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Batubara dengan Menggunakan Parameter GI dan TPI.

Nilai GI yang tinggi (>5) dan TPI (>1) menunjukkan kondisi pembentukan gambut yang basah, dan sebaliknya nilai GI yang rendah (<5) dan TPI (<1) menunjukkan kondisi pembentukan gambut yang kering (Diessel,1986 dan 1992).

Nilai GI menunjukkan pentingnya pengaruh groundwater, sedangkan input tipe tumbuhan ditunjukkan oleh nilai TPI.

Nilai GI dan TPI yang tinggi dimana kandungan vitrinit>inertinit dan structured vitrinit>degraded vitrinit menunjukkan proses pengendapan yang terjadi di rawa hutan basah pada zone telmatic dan penimbunan yang cepat.

Nilai GI yang tinggi dan TPI yang relatif rendah berhubungan dengan gangguan microbial (microbial attack) yang terjadi pada pengendapan awal gambut dalam rawa dengan influx-clastic yang terbatas, dicirikan dengan vitrinit>inertinit, dan degraded vitrinit>structured vitrinit.

Nilai GI dan TPI yang rendah menunjukkan bahwa batubara terendapkan pada rawa terbuka dimana aktivitas pengawetan dan oksidasi sangat terbatas, pada kondisi muka air yang menurun dan structured inertinit yang terpisah membentuk inertodetrinit in-situ.

Degraded Vitrinit Inertodetrinit, Desmocolinit, CorpocolinitDegraded Inertinit Inertodetrinit

Page 12: Facies Batubara

DIAGRAM ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN (Suwarna, 2006 modifikasi dari Lamberson, 1991)

Page 13: Facies Batubara

MODELFACIES BATUBARA

BERDASARKAN STUDI DISTRIBUSI FASIES BATUBARA DI RUHR BASIN

(STREHLAU,1988)

Page 14: Facies Batubara

THE SHALY COAL FACIES

Terdiri dari lapisan tipis batubara (clean coal), shaly coal, coaly shale, dan shale. Komposisi batubara bervariasi didominasi oleh detrovitrinite-rich trimacerites dan durite dalam konsentrasi rendah.

Lapisan shale mungkin diendapkan dari arus banjir yang menerobos levee banks

Seam yang terdiri dari shaly coal facies hanya ditemukan pada lingkungan upper delta atau aluvial plain walaupun kadang terdapat bersama vitrinite-fusinite facies pada bagian bawah dan mengindikasikan proximal setting pada alluvial ridge.

(TONIGE FAZIES)

Page 15: Facies Batubara

THE VITRINITE-FUSINITE FACIESDidominasi oleh vitrinite yang berasal dari

kayu, dimana pada batubara Carboniferous biasanya berhubungan dengan terbentuknya lycospores. Pembentukan minerotropic, telmatic pada facies ini menunjukkan produksi dan preservasi biomas yang terstruktur dalam bentuk jelly.

Pengendapan vitrinite-fusinite facies adalah pada daerah transisi dari distal flood sampai proximal flood basin.

Page 16: Facies Batubara

THE DENSOSPORINITE FACIESDicirikan dengan batubara dull

(durain) dan banded dull (clarodurain). Di bawah mikroskop tampak konsentrasi yang tinggi dari durites dan clarodurite yang banyak mengandung detro inertinite.

Fasies densosporinite merupakan indikasi tatanan strand-plain (van Wijhe dan Bless,1974).

NB : strand-plain (dataran pantai)

Page 17: Facies Batubara

THE SAPROPELIC COAL FACIESMeliputi cannel dan boghead coal, walaupun

pure cannel coal seams cukup jarang dan terbatas pada periode Karbon, flora yang menghasilkan spores dalam jumlah banyak sangat penting dalam pembentukan.

Transisi dari densosporinite facies ke sapropelic coal menunjukkan gradasi dari lingkungan hypauctochthonous limnotelmatic ke air yang lebih dalam mencapai akar vegetasi, dimana sedimentasi terjadi. (Moore,1968 dan Strehlau, 1988)

Page 18: Facies Batubara

PUSTAKA ACUAN Cook,A.C. and Kantsler,A.J.,1982. The Origin and

Petrology of Organic Matter in Coals, Oil Shales, and Petroleum Source-Rocks. The University of Wollongong, Wollongong, New South Wales, 35pp.

Diessel,C.F.K.,1992, Coal Bearing Depositional System, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 160-172pp.

Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996 Suwarna, N .,2006, Permian Mengkarang Coal Facies

and Environment, Based on Organic Petrology Study, Jurnal Geologi Indonesia Vol. 1, 1-8pp.

www.thefreedictionary.com Hutchinson encyclopedia online