f11rnu1_bab ii tinjauan pustaka

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Optik Bahan Pertanian Penilaian kualitas sensori produk bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti kasar-halus, suram-mengkilap, homogen- heterogen, dan datar-bergelombang. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Misalnya, buah pisang jika masih hijau dan sudut-sudut buah masih terlihat menandakan kalau buah belum matang. Atribut sensori yang dapat diuji dengan menggunakan indera penglihatan adalah hue (warna), depth of color (membedakan tingkat kedalaman warna dari gelap ke terang), brightness (mengacu pada intensitas dan kemurnian warna), clarity (menguji dengan melihat sinar yang dapat melewati produk), shine (jumlah sinar yang direfleksikan dari permukaan produk), evenness (keseragaman/ keadaan rata), bentuk dan ukuran serta tekstur (Setyaningrum et al 2010). Satu dari karakteristik penting produk hortikultura adalah warnanya, baik eksternal maupun internal, yang dalam banyak hal dapat menentukan dengan jelas tingkat kematangan dan kualitasnya. Klasifikasi buah-buahan dan sayuran berdasarkan warna saat ini telah berkembang secara luas. Disamping warna, sifat optik lain seperti sifat penyerapan cahaya ( absorban), sifat penerusan (transmittance) dan sifat pemantulan (reflectance) cahaya juga penting untuk evaluasi kuantitatif berbagai sifat bahan. Dengan perubahan warna, kemampuan penerusan dan pemantulan dari produk juga berubah (Purwantana 2005). Cahaya adalah energi radiasi berbentuk gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang sekitar 400-800 nm. Menurut definisi ini, warna (seperti bau, rasa, dan tekstur) tidak dapat dipelajari tanpa sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor, yaitu sumber sinar, ciri kimia dan fisika objek, dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata. Untuk menilai sifat objek, kita harus menstandarkan kedua faktor yang lain (Bertha 2010). Gelombang elektromagnetik banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, antara lain: 1. Spektrum Visible (400-700 nm) Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu fisik (warna, permukaan, cacat) bahan, indikator panen, kesegaran, serta proses sortasi dan grading. 2. Spektrum NIR (700-2500nm) Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu komposisi bahan (kandungan kimia bahan) seperti kadar air, protein, lemak dan lain-lain. Selain itu dapat digunakan untuk proses sortasi dan grading. 3. Spektrum Infrared (2500-10000nm) Digunakan untuk pengeringan dan pemanasan. Seperti telah diketahui, variasi warna adalah bentuk variasi panjang gelombang radiasi elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap atau memantulkan sinar cahaya berbagai panjang gelombang secara berbeda-beda, tergantung warnanya. Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer. Dengan demikian pengukuran-pengukuran dapat dilakukan menggunakan cahaya tunggal (monochromatic) berbagai panjang gelombang (spectrophotometry). Spektrum cahaya nyata (visible

Upload: dhefni-chiby-limitid-colection

Post on 01-Dec-2015

179 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Optik Bahan Pertanian

Penilaian kualitas sensori produk bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran, kejernihan,

kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti kasar-halus, suram-mengkilap, homogen-

heterogen, dan datar-bergelombang. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya.

Misalnya, buah pisang jika masih hijau dan sudut-sudut buah masih terlihat menandakan kalau buah

belum matang. Atribut sensori yang dapat diuji dengan menggunakan indera penglihatan adalah hue

(warna), depth of color (membedakan tingkat kedalaman warna dari gelap ke terang), brightness

(mengacu pada intensitas dan kemurnian warna), clarity (menguji dengan melihat sinar yang dapat

melewati produk), shine (jumlah sinar yang direfleksikan dari permukaan produk), evenness

(keseragaman/ keadaan rata), bentuk dan ukuran serta tekstur (Setyaningrum et al 2010).

Satu dari karakteristik penting produk hortikultura adalah warnanya, baik eksternal maupun

internal, yang dalam banyak hal dapat menentukan dengan jelas tingkat kematangan dan kualitasnya.

Klasifikasi buah-buahan dan sayuran berdasarkan warna saat ini telah berkembang secara luas.

Disamping warna, sifat optik lain seperti sifat penyerapan cahaya (absorban), sifat penerusan

(transmittance) dan sifat pemantulan (reflectance) cahaya juga penting untuk evaluasi kuantitatif

berbagai sifat bahan. Dengan perubahan warna, kemampuan penerusan dan pemantulan dari produk

juga berubah (Purwantana 2005).

Cahaya adalah energi radiasi berbentuk gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang

gelombang sekitar 400-800 nm. Menurut definisi ini, warna (seperti bau, rasa, dan tekstur) tidak dapat

dipelajari tanpa sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang

disinari berkaitan dengan tiga faktor, yaitu sumber sinar, ciri kimia dan fisika objek, dan sifat-sifat

kepekaan spektrum mata. Untuk menilai sifat objek, kita harus menstandarkan kedua faktor yang lain

(Bertha 2010).

Gelombang elektromagnetik banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, antara lain:

1. Spektrum Visible (400-700 nm)

Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu fisik (warna, permukaan, cacat) bahan,

indikator panen, kesegaran, serta proses sortasi dan grading.

2. Spektrum NIR (700-2500nm)

Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu komposisi bahan (kandungan kimia bahan)

seperti kadar air, protein, lemak dan lain-lain. Selain itu dapat digunakan untuk proses sortasi dan

grading.

3. Spektrum Infrared (2500-10000nm)

Digunakan untuk pengeringan dan pemanasan.

Seperti telah diketahui, variasi warna adalah bentuk variasi panjang gelombang radiasi

elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap atau memantulkan sinar cahaya berbagai panjang

gelombang secara berbeda-beda, tergantung warnanya. Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat

di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang

gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia

berkisar antara 380-780 nanometer.

Dengan demikian pengukuran-pengukuran dapat dilakukan menggunakan cahaya tunggal

(monochromatic) berbagai panjang gelombang (spectrophotometry). Spektrum cahaya nyata (visible

Page 2: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

4

light) pada umumnya dibagi dalam delapan interval berdasarkan karakteristik warnanya (Purwantana

2005). Pembagian spektrum warna dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Visible spectrum (Suhendra 2011)

Hubungan antara spektrum warna dan panjang gelombang sinar tampak dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara spektrum warna dan panjang gelombang sinar tampak (Suyatma 2009)

Jenis warna Panjang gelombang

Kisaran (nm) Nilai tengah (nm)

Merah 620 – 770 700

Jingga, orange 585 – 600 590

Kuning 570 – 585 576

Hijau muda 540 – 570 555

Hijau 505 – 540 520

Biru muda 495 – 505 500

Biru 480 – 495 490

Nila 450 – 480 470

Ungu, violet 350 – 450 380

Menurut Indrasanja (2011), dalam peralatan optis, warna bisa pula berarti interpretasi otak

terhadap campuran tiga warna primer cahaya: merah, hijau, biru yang digabungkan dalam komposisi

tertentu. Suatu warna tertentu dapat dihasilkan dari pencampuran warna primer. Gambar 2 berikut

menunjukkan sistem aditif yang memiliki tiga komponen warna primer, yaitu merah, hijau, dan biru.

Panjang gelombang

terpendek

Panjang gelombang

terpanjang

Sinar gamma Sinar X Ultraviolet Cahaya tampak

Infrared Gelombang radio

Biru Hijau Merah

10-3

nm 10-1

nm 101nm 10

3nm 10

9-13nm

436nm 546nm 700nm

Page 3: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

5

Dari gambar tampak bahwa pencampuran warna merah, hijau dan biru pada takaran yang tepat akan

menghasilkan warna putih.

Dua warna disebut komplementer jika kedua warna tersebut dicampur pada takaran yang tepat

akan menghasilkan warna putih, sebagai contoh warna magenta dicampur dengan warna hijau pada

takaran yang tepat akan menghasilkan warna putih. Oleh karena itu warna magenta merupakan

komplemen untuk warna hijau. Informasi dari suatu objek dapat diwakili oleh warna yang dipantulkan

oleh objek yang bersangkutan ke mata. Warna subtraktif merupakan warna campuran dengan

menambahkan warna utama merah, hijau, dan biru untuk membentuk warna sekunder kuning

(merah+hijau), cyan (biru+hijau), dan magenta (merah+biru). Campuran warna subtraktif campuran

kuning dan cyan menghasilkan nuansa warna hijau; campuran kuning dengan magenta menghasilkan

nuansa warna merah, sedangkan campuran magenta dengan cyan menghasilkan nuansa biru. Dalam

teori, campuran tiga pigmen ini dalam ukuran yang seimbang akan menghasilkan nuansa warna

kelabu, dan akan menjadi hitam jika ketiganya disaturasikan secara penuh.

Gambar 2. Pencampuran warna aditif dan warna subtraktif (Indrasanja 2011)

2.2 Metode Pengukuran Warna

Ada dua metode pengukuran warna yang banyak digunakan, yaitu metode pengukuran warna

secara objektif maupun subjektif. Warna merupakan sifat produk pangan yang dapat dipandang

sebagai sifat fisik (obyektif) dan sifat organoleptik (subyektif). Warna dapat dianalisa secara obyektif

dengan instrumen fisik dan secara organoleptik atau subyektif dengan indera manusia. Pengukuran

objektif dapat dilakukan dengan Spektrophotometer, Colorimeter atau Chromameter, dan kamera

CCD. Sedangkan pengukuran subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan diagram warna

Chromaticity CIE 1931, Munsell, dan Hunter.

2.2.1 Spektrophotometer

Prinsip pengukuran warna dengan spektrophotometer adalah mengukur parameter optik

(reflektan (R), transmitan (T)) pada tiap panjang gelombang mulai dari 400 sampai dengan 700 nm

dengan interval panjang gelombang tertentu. Spektrophotometer memiliki beberapa komponen yaitu

sumber cahaya, monochromator (memecah cahaya menjadi gelombang tunggal), sensor

(mengkonversi intensitas cahaya menjadi tegangan listrik), integrating sphere (mengumpulkan cahaya

yang dipantulkan oleh sampel), penguat (meningkat tegangan dari sensor agar dapat sesuai dengan

Page 4: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

6

tegangan input komputer), Analog Digital Coverter (pengkonversi sinyal analog ke digital untuk

masuk ke komputer), dan komputer (mengolah, mendisplaykan, dan menyimpan data optik).

Spektrophotometer visible telah banyak digunakan dalam bidang pertanian, antara lain untuk

menentukan perbedaan dalam produk yang sejenis, kematangan, kerusakan (membuat sistem sortasi

dan grading), menentukan perbedaan antar produk (membuat sensor buatan untuk panen, luas panen),

menentukan kandungan/konsentrasi pigmen kulit bahan pertanian, menentukan kadar gula dan

kekerasan (tidak langsung).

2.2.2 Colorimeter/Chromameter

Prinsip alat ini adalah mengukur parameter atau tristimulus warna XYZ menggunakan tiga

buah filter X (merah), Y (hijau), dan Z (biru). Selain tiga buah filter, chromameter memiliki beberapa

komponen penting antara lain adalah sumber cahaya, sensor, penguat, pengolah data dan display.

Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu

objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul

dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang

pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Setiap

kromameter dengan tipe berbeda memiliki ruang pengukuran dengan diameter yang berbeda pula.

Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan

sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel silikon sensitifitas

tinggi dengan sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya yang direfleksikan oleh sampel

(Anonim 2011).

Skema pengukuran dari kromameter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan diukur pada sudut

tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan

ke sensor spektral, lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim 2011). Data hasil

pengukuran dapat berupa Yxy (CIE 1931), L*a*b* (CIE 1976), Hunter Lab atau nilai tristimulus

XYZ, yang sebelumnya diolah melalui pengolah data. Sistem pengukuran yang paling sering

digunakan ialah sistem CIE L*a*b* atau CIELAB. Sistem warna CIELAB merupakan suatu skala

warna-warna yang seragam dalam dimensi warna.

2.2.3 Kamera

Dalam pengukuran warna dapat menggunakan kamera CCD atau kamera digital sebagai sensor

citra. Menurut Ahmad (2005) sensor citra (image sensor) digunakan untuk menangkap pantulan

cahaya oleh objek yang kemudian dalam bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam

dari sensor citra ini yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu

vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solidstate image sensor. Saat ini

solidstate image sensor banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi

daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat

diperlukan bila diintegrasikan ke dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan

padat.

Solidstate image sensor punya sebuah larik elemen foto-electric yang dapat membangkitkan

tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah energi cahaya. Sensor jenis ini dapat

diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua

yaitu charge coupled device (CCD) dan complementary metal-oxide semi-conductor (CMOS). Jenis

CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari ketersediaan cahaya yang

lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap

Page 5: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

7

memberikan hasil citra yang tajam. Tetapi seiring kemajuan teknologi, batas antara kedua macam

sensor ini akan semakin kabur kecuali bila kita memerlukan sensor dengan karakteristik ekstrim dari

kedua macam sensor yang sudah dijelaskan. Sebuah kamera warna mempunyai tiga sensor citra

masing-masing untuk warna hitam, hijau dan biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi

dengan filter RGB (Ahmad 2005).

2.2.4 Chromaticity CIE 1931

Pada teori tristimulus persepsi warna dapat dilihat pada Gambar 3, bahwa suatu warna dapat

diperoleh dari suatu campuran tiga warna utama: merah, hijau dan biru (Red Green Blue). Sumber

utama yang dipakai dalam sistem ini adalah cahaya monokromatis dengan panjang gelombang 700 nm

(merah), 546 nm (hijau), dan 435 nm (biru) (Gambar 3).

Panjang gelombang

Gambar 3. Kurva warna utama (Suhendra 2011)

Sinar putih referensi memiliki spektrum datar dengan komposisi R=G=B=1. Meskipun hampir

setiap warna yang tampak dapat ditentukan sesuai dengan tiga komponen diatas, tetapi masih terdapat

beberapa warna yang tidak dapat diuraikan sebagai kombinasi dari ketiga warna dasar tersebut.

Bagaimanapun juga apabila salah satu dari ketiga komponen warna dasar tersebut ditambahkan ke

warna yang tidak dapat dicocokkan tadi, maka warna yang tidak dapat dicocokkan tersebut dapat

dicocokkan dengan campuran dari dua warna dasar lain. Hal ini menunjukkan bahwa warna dapat

memiliki nilai bobot negatif dari ketiga komponen warna dasar tersebut (Suhendra 2011).

Menurut Suhendra (2011), pada tahun 1931 Commission Internationale de l’´Eclairage (CIE)

mendefinisikan tiga standar komponen warna utama : X, Y dan Z yang dapat ditambahkan untuk

membentuk semua kemungkinan warna. Warna utama Y dipilih sedemikian rupa sehingga fungsi

kecocokan warnanya secara tepat mencocokkan fungsi luminous efisiensi mata manusia berdasarkan

penjumlahan ketiga warna seperti pada Gambar 4.

Fra

ksi

pen

yer

apan

cah

aya

ole

h t

iap

tip

e ku

rva

Page 6: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

8

Diagram Chromaticity (Gambar 4) menunjukkan semua visible colours. Sumbu x dan y

merupakan nilai normalisasi warna utama X dan Y untuk suatu warna, dan z = 1βˆ’xβˆ’y menyatakan

jumlah Z utama yang diperlukan. Chromaticity bergantung pada panjang gelombang dan saturation

dominan, dan tidak bergantung pada energi luminan. Warna dengan nilai chromaticity yang sama

tetapi dengan luminan berbeda akan terpetakan pada titik yang sama di regian tersebut.Warna

spektrum utama murni berada pada bagian kurva batas daerah, dan suatu sinar putih standar memiliki

warna yang didefinisikan berada dekat (tetapi tidak di) titik dengan persamaan energi x = y = z = 1/3.

Gambar 4. Diagram chromaticity (Suhendra 2011)

Warna komplementer, yaitu warna yang ditambahkan ke warna putih, berada di titik akhir suatu

garis yang melewati titik tersebut. Sebagai ilustrasi pada Gambar 5, semua warna yang berada di

dalam segitiga dapat dibentuk dari campuran warna yang berada pada verteks (garis) segitiga. x dan y

adalah jumlah normalisasi kemunculan X dan Y primaries, z = 1 - x - y menentukan jumlah Z primary

yang dibutuhkan. Dari ilustrasi grafik tersebut, semua warna visible tidak dapat diperoleh dari

campuran warna utama R, G dan B (atau dari tiga visible warna lainnya), karena bentuk diagramnya

bukan segitiga (Suhendra 2011).

Menurut Ahmad (2005), CIE (Komisi Iluminasi Internasional) mengembangkan model warna

yang banyak diterapkan pada alat ukur warna. Sistem warna ini mempunyai tiga buah sumbu utama,

yaitu X, Y, Z. Warna ditentukan oleh besaran relatif ketiga sumbu yang cocok dengan warna yang

Titik energi spektral

(panjang gelombang, nm)

Diagram C.I.E kromatisiti

Page 7: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

9

diberikan. Y adalah nilai kecerahan, diukur dari besaran cahaya pada semua panjang gelombang. Nilai

kromasiti, yaitu besaran nilai pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada panjang gelombang

yang mendominasi dan kejenuhannya, tidak tergantung pada kecerahan.

Gambar 5. Warna campuran pada diagram chromaticity (Suhendra 2011)

Dari data pengukuran menggunakan alat ukur warna misalnya, nilai-nilai kromasiti dapat

dihitung atau dinormalkan dengan cara sebagai berikut:

x = 𝑋

𝑋+π‘Œ+𝑍 ( 2.1)

y = π‘Œ

𝑋+π‘Œ+𝑍 (2.2)

z = 𝑍

𝑋+π‘Œ+𝑍 (2.3)

Karena x + y + z = 1, hanya dua nilai yang perlu dinyatakan dan yang ketiga segera dapat

diketahui dengan cara menghitungnya, karena jumlah ketiganya sama dengan satu. Oleh karena itu,

sebuah warna kemudian dapat dinyatakan dengan dua nilai kromasiti, x dan y, dan nilai kecerahan Y.

Nilai kromasiti x dan y mewakili komponen warna yang bebas terhadap kecerahan warna. Jadi dua

buah warna, hijau muda dan hijau tua dapat terlihat berbedatapi sebenarnya kedua warna tersebut

mempunyai bentuk spektrum panjang gelombang yang relatif sama.

2.2.5 Sistem Warna Munsell

Sistem Warna Munsell dikembangkan pertama kali oleh Munsel pada tahun 1900-an.

Pengukuran warna didasarkan pada penggunaan 3 atau 4 piringan warna (color disc) yang masing-

masing telah dikalibrasi secara akurat dalam 3 hal yaitu warna kromatik/rona/hue (merah, hijau dll),

Page 8: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

10

nilai/kecerahan (lightness, darkness) dan chroma (kekuatan/intensitas warna). Hue merupakan warna

dari suatu benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya, digambarkan

oleh sebuah lingkaran (bola warna Munsell). Bola warna Munsell dapat dilihat pada Gambar 6.

Chroma yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat dengan warna yang lemah,

digambarkan sebagai jarak lingkaran dari pusat. Value adalah kualitas warna yang berhubungan

dengan pencahayaan, hal ini merupakan tingkat kecerahan, digambarkan sebagai garis vertikal.

Pengukuran warna pada sistem ini dengan mematchingkan warna produk dengan warna Munsell

secara visual menggunakan indera penglihatan (Suyatma 2009).

Menurut Suyatma (2009) rona didasarkan pada sepuluh rona yang tersebar pada keliling

lingkaran rona. Ada lima rona : merah, kuning, hijau, biru dan lembayung, rona ini diberi kode R, Y,

G, B dan P. Ada juga lima rona antara, YR, GY, BG, PB dan RP. Skala nilai adalah skala keterangan

atau kecerahan mulai dari 0 (hitam) sampai 10 (putih). Dimensi rona/hue diekspresikan dengan inisial

rona/hue yang bersangkutan. Dimensi nilai (value) dinyatakan dengan bilangan di atas garis miring.

Sedangkan dimensi chroma diekspresikan dengan bilangan setelah garis miring. Nilai yang didapat

dari pengukuran ini dapat dikonversi ke nilai x, y dan z pada sistem CIE.

Gambar 6. Bola warna Munsell (Suyatma 2009)

2.2.6 Sistem Warna Hunter (Lab)

Sistem warna Hunter dikembangkan oleh Hunter tahun 1952. Pengukuran warna dengan

metode ini jauh lebih cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term penilaian terdiri

atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna pada sistem ini ditentukan dengan koordinat Lβˆ—, aβˆ—,

dan bβˆ—. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna

akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai

+a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk

warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0

sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Suyatma

2009).

Page 9: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

11

Nilai L dalam pengukuran ini langsung dapat dibandingkan dengan nilai Y pada CIE system

atau value pada system Munsell. Nilai-nilai pengukuran pada sistem Hunter bisa dikonversikan ke x, y

dan z pada system CIE.

Gambar 7. Diagram warna L*a*b* (Suyatma 2009)

2.3 Image Processing

Image processing adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa

berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual

dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati.

Teknik-teknik image processing meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra,

kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad 2005). Menurut Arymurthy dan

Setiawan (1992), pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak

melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang

berbentuk citra.

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak

tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur

sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat

melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB).

Menurut Arymurthy dan Setiawan (1992), citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data

dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada

monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Menurut

presisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat pada domain spasial atau bidang dan

untuk menyatakan nilai keabuan atau warna suatu citra, maka secara teoritis citra dapat

dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu citra kontinu-kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu, dan

Page 10: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

12

diskrit-diskrit; dimana label pertama menyatakan presisi dri titik-titik koordinat pada bidang citra

sedangkan label kedua menyatakan presisi nilai keabuan atau warna. Kontinu dinyatakan dengan

presisi angka tak terhingga, sedangkan diskrit dinyatakan dengan presisi angka terhingga. Komputer

digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan demikian hanya citra dari kelas diskrit-

diskrit yang dapat diolah dengan komputer; citra dari kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital.

Citra digital merupakan suatu array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya

menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar; jadi informasi yang terkandung bersifat diskrit.

Dalam pengambilan citra, hanya citra yang berbentuk digital yang dapat diproses oleh

komputer digital, data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai

intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap pixel. Citra digital dapat diperoleh secara otomatik dari

sistem penangkap citra membentuk suatu matrik dimana elemen-elemennya menyatakan nilai

intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik.

Citra f (x,y)disimpan dalam memori komputer atau penyimpan bingkai citra dalam bentuk array

M x N dari contoh diskrit dengan jarak sama, sebagai berikut:

f(0,0) f(0,1) … f(0,N-1)

f(x,y) = f(1,0) f(1,1) … f(1,N-1) (2.4)

… … … …

f(M,0 f(M,1) … f(M,N-1)

Citra monokrom atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y)

merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x menyatakan variabel baris atau garis jelajah

dan y menyatakan variabel kolom atau posisi piksel di garis jelajah. Sebaliknya citra berwarna dikenal

juga dengan citra multi-spektral, dimana warna citra biasanya dinyatakan dalam tiga komponen

warna: merah, hijau, dan biru (RGB) (Arymurthy dan Setiawan 1992).

Citra dengan modus skala keabuan dengan format 8 bit memiliki 256 tingkat keabuan atau

intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0-255, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat paling

gelap (hitam), sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat paling terang dan tingkat abu-abu berada

diantaranya. Citra dengan 24 bit mempunyai 16777216 warna, tiap pixel dinyatakan dengan:

1. Bit 0 – 7 untuk warna merah

2. Bit 7 – 15 untuk warna hijau

3. Bit 16 – 24 untuk warna biru

Kemungkinan kombinasi warna yang ada adalah 2563 + 256

2 + 256

1 = 16843008, dimana nilai

0 menyatakan warna hitam sedangkan nilai 16843008 menyatakan warna putih. Ada dua bagian pada

proses pembentukan citra, yaitu geometri citra yang menentukan suatu titik dalam pemandangan

diproyeksikan pada bidang citra dan fisik cahaya yang menentukan kecerahan suatu titik pada bidang

citra sebagai fungsi pencahayaan pemandangan serta sifat-sifat permukaan.

Pada pengolahan citra ada dua unsur utama sebagai penyusunnya, yaitu perangkat keras

(hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras pengolahan citra

digital adalah kamera penangkap citra, komputer, dan alat peraga. Kamera yang sering digunakan

untuk menangkap citra adalah kamera CCD (Charge Coupled Device). Sedangkan komputer dan alat

peraga yang digunakan tersebut bisa dari jenis yang multi guna atau dari jenis khusus yang dirancang

untuk pengolahan citra digital.

Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam pengolahan citra tergantung pada jenis

penangkap bingkai citra (image frame grabber) yang digunakan. Dari segi penggunaan, sedikitnya ada

dua jenis image frame grabber, yaitu jenis yang bisa diprogram (programmable) dimana pustaka

Page 11: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

13

fungsinya disertakan dan cara pemakaiannya dalam pemrograman dengan bahasa pemrograman

tertentu diberikan, dan jenis yang tidak bisa diprogram (non- programmable), atau setidaknya tanpa

dilengkapi buku petunjuk dan fungsi pustaka untuk melalukan pemrograman, sehingga sulit membuat

program khusus untuk menggunakannya.

2.4 Pengolahan Warna

Menurut Ahmad (2005) persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung kepada tiga faktor

yaitu:

1. Sifat pantulan spektrum (spectral reflectance) dari suatu permukaan, (menentukan bagaimana

suatu permukaan memantulkan gelombang cahaya hingga menampakkan suatu warna).

2. Kandungan spektrum (spectral content) dari cahaya yang menyinari (kandungan warna dari cahaya

yang menyinari permukaan).

3. Respon spektrum (spectral response) dari sensor dalam peralatan sistem visual, (kemampuan

merespon warna dari sensor dalam imaging system).

Salah satu kunci untuk mengilah warna dalam pengolahan citra adalah menentukan model

warna yang sesuai dengan persepsi manusia terhadap warna. Model warna telah banyak

dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (K) (Cyan,

Magenta, Yellow), model YCbCr (luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan model HSI

(Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna

dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai

perbandingan. Model warna HSI merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Nilai

Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan)

yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue yang akurat dalam membedakan obyek dan latar

belakang. Intensity merupakan nilai abu-abu dari piksel dalam citra abu-abu (Ahmad 2005). Tabel 1.

memperlihatkan beberapa model warna yang penting dan deskripsinya serta pemakaiannya.

Tabel 2. Model warna dan deskripsinya (Ahmad 2005)

Model Warna Deskripsi

RGB Merah, Hijau, dan Biru (warna pokok).

Sebuah model warna pokok aditif yang digunakna pada sistem display.

CMY (K) Cyan, Magenta, Kuning (dan Hitam).

Sebuah model warna subtraktif yang digunakan pada mesin printer.

YcbCr Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Digunakan dalam

siaran gelombang televisi.

HIS Hue, Saturasi, dan intensitas.

Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna.

Model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus

sebagai berikut:

Indeks warna merah (I red) = 𝑅

𝑅+𝐺+𝐡 ...………………………………… (2.5)

Page 12: F11rnu1_BAB II Tinjauan Pustaka

14

Indeks warna hijau (I green) = 𝐺

𝑅+𝐺+𝐡 …………..…………….………… (2.6)

Indeks warna biru (I blue) = 𝐡

𝑅+𝐺+𝐡 …………...…………………......... (2.7)

Lab merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia

dengan menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan b sebagai

dimensi warna yang berlawanan. Perancangan sistem aplikasi ini menggunakan model warna Lab.

Model warna ini dipilih karena terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada model warna RGB

dalam mengukur nilai kemiripan ciri warna dalam citra. Model warna Lab juga dapat digunakan untuk

membuat koreksi keseimbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur kontras pencahayaan

yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB. Dalam melakukan konversi model

warna RGB ke model warna Lab terlebih dahulu dilakukan proses konversi model warna RGB ke CIE

XYZ. Tahap selanjutnya baru dilakukan konversi model warna CIE XYZ ke CIE Lab. Di bawah ini

adalah rumus standar untuk konversi linier RGB ke CIE XYZ (Plataniotis dan Venetsanopoulos

2000):

π‘‹π‘Œπ‘ =

0.4125 0.3576 0.18040.2127 0.7152 0.07220.0913 0.1192 0.9502

𝑅𝐺𝐡 (2.8)

Sedangkan berikut adalah rumus konversi dari CIE XYZ ke CIE Lab (Plataniotis dan

Venetsanopoulos 2000):

L* = 116 f

π‘Œ

π‘Œπ‘› – 16 (2.9)

a*

= 500 𝑓 𝑋

𝑋𝑛 βˆ’ 𝑓

π‘Œ

π‘Œπ‘› (2.10)

b*

= 200 𝑓 π‘Œ

π‘Œπ‘› βˆ’ 𝑓

𝑍

𝑍𝑛 (2.11)

dimana f(s) = s1/3

untuk s > 0.008856

f(s) = 7.787s + 16/116 untuk s ≀ 0.008856