evalusi program

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Evaluasi Program, Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program serta Tujuan Evaluasi Program II.1.1 Pengertian Evaluasi Program Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang Universitas Sumatera Utara

Upload: diandra-renya-alison-swift

Post on 06-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

K3

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Evaluasi Program, Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program

serta Tujuan Evaluasi Program

II.1.1 Pengertian Evaluasi Program

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk

pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara

umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian

angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk

menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih

spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat

hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini

karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini

dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang

Universitas Sumatera Utara

bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi

(Dunn, 1999).

Menurut Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya

untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian

hasil.

Anderson (dalam Arikunto, 2004 : 1) memandang evaluasi sebagai sebuah

proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan

untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004

: 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian

dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam

menentukan alternative keputusan.

Patton dan Sawicki (1991) mengklasifikasikan metoda pendekatan yang dapat

dilakukan dalam penelitian evaluasi menjadi 6 (enam) yaitu :

a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu

kebijakan atau program diimplementasikan.

b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan

yang mendapat kebijakan atau program, yang telah di modifikasi dengan

memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian

peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.

Universitas Sumatera Utara

c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji suatu

objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan

ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).

d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui

kondisi yang diteliti.

e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian

terhadap kondisi yang diteliti.

f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya

didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana.

Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat

dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan

kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi

sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan

tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan

dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan

dan taget dalam hubungan dengan masalah yang dituju yang dapat menganalisis

alternative sumber nilai (misalnya kepentingan kelompok) maupun landasan mereka

dalam berbagai bentuk rasionalitas (misalnya teknis, ekonomis, legal, social,

substantif). Nugroho (2004 : 185) mengatakan bahwa evaluasi akan memberikan

informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa

jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public.

Universitas Sumatera Utara

Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar (2004 ; 14) Evalusi program adalah

proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan

sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses

penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data

yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah di bakukan.

Ralp Tyler, 1950 (dalam Suharsimi, 2007) mendefinisikan bahwa evaluasi

program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat

terealisasi. Sedangkan Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) evaluasi program

adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil

keputusan.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil

sebuah keputusan.

Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan

kebijakan public dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah

evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif

yaitu temuan apa adanya; baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi

yang pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada perumus kebikan, pembuat

kebijakan dan masyarakat.

II.1.2 Pengertian Program

Universitas Sumatera Utara

Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus

dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa

program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila “program”

dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit

atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan,

berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi

yang melibatkan sekelompok orang.

Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat tiga unsur

penting yaitu :

a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan.

b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi

jamak berkesinambungan.

c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan

dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena

melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung

dalam kurun waktu relatif lama. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah

organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.

II.1.3 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program

Setelah kita menentukan obyek evaluasi selanjutnya harus menentukan aspek-

aspek dari obyek yang akan di evaluasi. Menurut Stake, 1967, Stuffebeam, 1959,

Universitas Sumatera Utara

Alkin 1969 (dalam Suharsimi, 2007) telah mengemukakan bahwa evaluasi berfokus

pada empat aspek yaitu :

a. Konteks

b. Input

c. Proses implementasi

d. Produk

Menurut Beni Setiawan (1999:20) Direktorat Pemantauan dan Evaluasi

Bapenas, tujuan evaluasi program adalah agar dapt diketahui dengan pasti apakah

pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program

dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan

datang.

Menurut Beni Setiawan, (1999:20) dimensi utama evaluasi diarahkan kepada

hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat

perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi yaitu :

a. Indikator masukan (input)

b. Proses (process)

c. Keluaran (ouput)

d. Indikator dampak (outcame)

Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan

untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup :

a. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan,

evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari

Universitas Sumatera Utara

berbagai alternative dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya.

b. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan,

evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program

dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

c. Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST) pada tahap pasca

pelaksanaan evaluasi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian

(keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan

yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk

menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil

dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan

keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu

program.

Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selanjutnya terdapat perbedaan

metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka anggaran dengan yang

berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program yang berfokus pada anggaran

dilakukan dengan dua cara yaitu : penilaian indicator kinerja program berdasarkan

keluaran dan hasil dan studi evaluasi program berdasarkan dampak yang timbul. Cara

pertama dilakukan melalui perbandingan indicator kinerja sasaran yang direncanakan

dengan realisasi, informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan nudah

sebelum suatu indicator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua

dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat mendalam

terhadap hasil, manfaat dan dampak dari program yang telah selesai dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

Hal yang paling penting adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana

memperoleh informasi, dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat

independen, obyektif, relevan dan dapat diandalkan.

II.1.4 Tujuan Evaluasi Program

Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48), tujuan khusus evaluasi program

terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk :

a. Memberikan masukan bagi perencanaan program;

b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak

lanjut, perluasan atau penghentian program;

c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau

perbaikan program;

d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan

penghambat program;

e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan,

supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana

program;

f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan

luar sekolah.

Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk

melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat

menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu

program harus dilanjutkan.

b. Indicator-indikator tentang program-program yang paling berhasil

berdasarkan jumlah biaya yang digunakan.

c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur

program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga

efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.

d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan

sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu,

kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh

dari pelayanan setiap program.

e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program.

II.2 Pengertian Kelompok

Sebuah kelompok merupakan sekumpulan orang-orang yang saling

berinteraksi satu sama lain secara teratur selama jangka waktu tertentu, dan mereka

beranggapan bahwa mereka saling bergantungan satu sama lain, sehubungan dengan

upaya mencapai sebuah tujuan umum.

Jhonson dan Johnson menyebutkan kelompok adalah dua individu atau lebih

berinteraksi tatap muka (face to face interaction) yang masing-masing menyadari

keanggotaannya dalam kelompok dan saling ketergantungan secara positif dalam

mencapai tujuan bersama.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Bion, kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu,

melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-

ciri group ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan-

kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang ada pada manusia.

Dengan definisi tersebut menekankan ciri penting suatu kelompok, yaitu

bahwa dengan berbagai cara anggotanya saling mempengaruhi satu sama lain. Besar

atau ruang lingkup kegiatan yang ditunjukan oleh satu kelompok merupakan dimensi

lain yang penting. Ada kelompok yang terpusat pada satu masalah. Di sini, kelompok

dibentuk untuk suatu tujuan khusus.

Salah satu cara membedakan kelompok dengan kelompok lainnya adalah

melalui beberapa karakter:

1. Entiativity/entiativitas : merupakan derajat dimana satu kelompok

dipersepsikan sebagai satuan koheren.

2. Komposisi Kelompok

• The Size (ukuran)

• The Gender (jenis kelamin)

• Ethnicidentity of The Member (Etnik anggota kelompok)

3. Homogenitas Kelompok

4. Tujuan Kelompok

Terdapat tiga kriteria objektif bagi suatu kelompok. Pertama, kelompok

ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi

mendefinisikan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, pihak yang berinteraksi

Universitas Sumatera Utara

didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok (Merton, 1965 : 285-286).

Lebih tegas Merton membedakan konsep kelompok dengan konsep kolektiva yang

didefinisikan bahwa kriteria yang ditonjolkan dalam kelompok ialah adanya sejumlah

orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya

rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan.

II.2.1 Klasifikasi Kelompok

a. Kelompok Formal

Ditandai dengan peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

dan pembagian tugas yang jelas. (Contoh : Partai Politik, Koperasi)

b. Kelompok Informal

Tidak didukung oleh peraturan/anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

yang ada. Sifatnya berdasarkan kekeluargaan dengan perasaan simpatik. (Contoh :

Kelompok Arisan)

c. Kelompok Terbuka

Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap

mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan

d. Kelompok Tertutup

Universitas Sumatera Utara

Adalah suatu kelompok yang kecil kemungkinannya untuk menerima

perubahan dan pembaharuan atau memiliki kecenderungan untuk tetap

menjaga kestabilan yang telah ada.

e. Kelompok Primer

Kelompok Primer Merupakan kelompok sosial dimana interaksi sosial

terjadi yg anggotanya saling mengenal dekat dan memiiki hubungan yg erat

dalam kehidupan (Contoh : keluarga, rukun tetangga, kelompok diskusi,

kelompok agama dan lain-lain)

f. Kelompok Sekunder

Terjadi apabila interaksi sosial dilakukan secara tidak langsung,

berjauhan dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan sifatnya lebih

objektif. (Contoh: Partai politik, Himpunan serikat pekerja, dll)

II.2.2 Fungsi Kelompok

Kelompok sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap anggota-

anggotanya. Empat aspek dari kelompok yang memainkan peran kunci, yakni peran,

status, norma, dan kohesivitas.

a. PERAN: Diferensiasi fungsi di dalam kelompok

Peran merupakan suatu set prilaku yang diharapkan dilakukan oleh

individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok (Robert A

Baron & Donn Byrne, 2005 : 177). Peran dapat membantu memperjelas

tanggung jawab dan kewajiban anggota-anggotanya, maka peran sangat

berguna. Orang-orang yang berbeda melakukan tugas-tugas yang berbeda

Universitas Sumatera Utara

dan diharapkan dapat mencapai hal-hal yang berbeda demi kelompok. Dan

setiap anggota dalam kelompok akan memainkan peran yang berbeda.

b. STATUS: Hierarki dalam kelompok

Status adalah posisi atau tingkatan di dalam suatu kelompok. Peran

atau posisi yang berbeda dalam kelompok sering dihubungkan dengan tingkat

status yang berbeda. Orang-orang sering kali sensitif pada status, karena

status terkait dengan begitu banyak hasil akhir yang diharapkan. Untuk alasan

ini, kelompok sering menggunakan status sebagai alat dalam mempengaruhi

perilaku anggotanya. Hanya anggota yang “baik”, yang mengikuti peraturan

kelompok yang menerima status tinggi.

c. NORMA: Peraturan Permainan

Faktor ketiga yang menyebabkan kelompok memiliki dampak yang

kuat terhadap anggota-anggotanya adalah norma. Norma merupakan peraturan

yang diciptakan oleh kelompok untuk memberi tahu anggotanya bagaimana

mereka seharusnya bertingkah laku. Norma sering kali memiliki dampak yang

kuat terhadap perilaku. Kepatuhan pada norma sering kali merupakan kondisi

yang diperlukan untuk mendapatkan status dan penghargaan lain yang

dikontrol oleh kelompok (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 179).

d. KOHESIVITAS: Kekuatan yang mengikat

Kohesivitas merupakan segala kekuatan (faktor-faktor) yang

menyebabkan anggota bertahan dalam kelompok. Sepeti kesukaan pada

anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau

meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok yang tepat

Universitas Sumatera Utara

(Festinger dkk, 1950). Kohesivitas meliputi depersonalized attraction yang

berarti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok yang muncul dari fakta

bahwa mereka adalah anggota dari kelompok tersebut dan mereka

menunjukan atau merepresentasikan karakteristik-karakteristik kunci

kelompok yang cukup berbeda dari trait mereka sebagai individu (Hogg &

Haines, 1966).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas, antara lain;

o Status di dalam kelompok. Kohesivitas sering kali lebih tinggi

pada diri anggota dengan status yang tinggi daripada yang

rendah.

o Usaha yang dibutuhkan untuk masuk kedalam kelompok.

Makin besar usaha yang dilakukan, makin tinggi kohesivitas.

o Keberadaan ancaman eksternal atau kompetisi yang kuat.

Ancaman seperti itu meningkatkan ketertarikan dan komitmen

anggota pada kelompok.

o Ukuran. Kelompok kecil cenderung untuk lebih kohesif

daripada yang besar.

II.2.3 KOORDINASI DALAM KELOMPOK

Pertolongan bersifat timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah

pihak, pola seperti ini dikenal dengan kerja sama (coorperation). Dalam kerjasama

melibatkan situasi dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk

mendapatkan tujuan yang sama. Kerja sama dapat menjadi sangat menguntungkan,

Universitas Sumatera Utara

bahkan, melalui proses ini, kelompok dapat memperoleh hasil yang tidak pernah

mereka harap dapat dicapai sendirian (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 188).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja sama adalah, timbal balik, orientasi

pribadi dan komunikasi. Timbal balik (reciprocity) adalah faktor yang paling pasti

diantara ketiganya. Karena ketika seseorang bekerja sama dengan orang lain dan

mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya seseorang tersebut akan

melakukan hal yang sama sebagai balasannya. Sebaliknya, jika mereka tidak bersikap

baik dan memaksakan kepentingan sendiri, seseorang akan melakukan hal yang sama

(Kerr & Kaufman-Gilliland, 1944).

Faktor kedua yang memiliki efek kuat terhadap kerjasama adalah orientasi

pribadi pada prilaku seperti itu. Secara spesifik, temuan penelitian memperlihatkan

bahwa individu dapat memiliki satu dari tiga orientasi yang berbeda terhadap situasi

yang meliputi dilemma sosial, yaitu :

1. Orientasi kooperatif, di mana mereka memilih untuk memaksimalkan hasil

akhirbersama yang diterima oleh semua orang yang terlibat.

2. Orientasi individualistic, di mana fokus utamanya adalah untuk

memaksimalkan hasil mereka sendiri.

3. Orientasi kompetitif, di mana fokus utamanya adalah untuk mengalahkan

orang lain (DeDreu & McCusker, 1997; Van Lange & Kuhlman, 1994).

Orientasi ini memiliki dampak besar pada bagaimana orang bertindak di

banyak situasi, jadi hal tersebut merupakan factor penting sehubungan dengan

tercipta atau tidak terciptanya kerjasama.

Universitas Sumatera Utara

Faktor ketiga yang mempengaruhi kerja sama adalah komunikasi. Penalaran

umum menunjukan bahwa jika individu dapat mendiskusikan situasi dengan

orang lain, mereka mungkin akan segera menyimpulkan bahwa pilihan yang

terbaik untuk setiap orang adalah bekerja sama, karena hal ini akan bermanfaat

bagi semua yang terlibat.

Secara spesifik, dampak yang menguntungkan dapat dan memang terjadi jika

anggota kelompok membuat komitmen pribadi untuk bekerja sama satu sama lain

dan jika komitmen ini didukung oleh norma pribadi yang kuat untuk

menghargainya (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 192).

II.3 Pengertian Anak

Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian

tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam

Convention on The Right of The Child Tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah

Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah

mereka yang berusia 18 tahun kebawah. Sementara itu, UNICEF mendefisikan anak

sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa anak

adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Universitas Sumatera Utara

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat

dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia,

dan sejahtera.

Menurut Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak

anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan

dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban

anak tercantum dalam pasal Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan.

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbinga

orang tua.

4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orang tuanya sendiri.

5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Universitas Sumatera Utara

6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

dan bakatnya

(http://www.pdat.co.id/UU/nomer/23/tahun/2002/tentangperlindungananak,

Medan, diakses 01 February 2011 Pukul 10.00 WIB)

Disamping uraian hak-hak anak yang tertuang dalam Undang – undang nomer

23 Tahun 2002 di atas, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak

Anak PBB melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari

Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin,

asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup

empat bidang:

1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak

dan pelayanan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu

luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan

beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan,

perlakuan dan perlindungan khusus.

3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi,

perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.

4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul

dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang

menyangkut dirinya.

Universitas Sumatera Utara

Selain hak anak yang harus dipenuhii oleh orang tua, keluarga dan negara,

anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi

sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz,

kebutuhan dasar yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orang tua dan anak

yang sehat dimana kebutuhan anak seperti, perhatian dan kasih sayang yang continue,

perlindungan, dorongan dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua (Huraerah,

2006 : 27).

Sedangkan Huttman menyebutkan kebutuhan anak antara lain :

1. Kasih sayang orang tua

2. Stabilitas emosional

3. Pengertian dan perhatian

4. Pertumbuhan kepribadian

5. Dorongan kreatif

6. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar

7. Pemeliharaan kesehatan

8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan

memadai

9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif

10. Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan (Huraerah, 2006 : 28).

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak

negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan social

anak. Anak bukan saja mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan

yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya – nalar dan

Universitas Sumatera Utara

bahkan prilaku-prilaku maladaptive, seperti : autism, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak

mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan prilaku criminal (Huraerah,

2006 : 27).

II.4 Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya

sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang

semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak (Hambali Batubara,

2010 : v).

Menurut Departemen social, seseorang akan dikatakan anak jalanan bila

berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari

seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child are

those who have abandoned their homes, school and immediate communities before

they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life (anak jalanan

merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari

keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat teredekatnya, larut dalam kehidupan

yang berpindah-pindah di jalan raya).

Sementara, definisi yang dirumuskan dalam Lokakarya Kemiskinan dan Anak

Jalanan, yang diselanggarakan Departemen Sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober

1995, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk

mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi

tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johanes pada seminar tentang

Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial

Universitas Sumatera Utara

Bandung pada bulan Oktober 1996, yang menyebutkan bahwa, anak jalanan adalah

anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak,

yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus

hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan

orang tua / keluarga (Huraerah, 2006 : 80).

Ciri khas sebagian besar anak jalanan yang berada di kota-kota besar

umumnya merupakan perantau. Mereka belajar bagaimana berthan hidup hingga

memiliki karakter dan lebih eksis. Resistensinya terhadap permasalahan dijalanan

cukup tinggi.

Anak jalanan memiliki beberapa tipe, yakni antara lain:

1. Anak jalanan yang masih memiliki dan tinggal dengan orang tua.

2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang

tua

3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan

keluarga.

4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan

keluarga.

Berdasarkan hasil kajian dilapangan, secara garis besar anak jalanan

dibedakan ke dalam tiga kelompok :

1. Children On the Street (Anak jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anak-

anak yang mempunyai kegiatan ekonomi – sebagai pekerja anak di jalan,

namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.

Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu penyangga

Universitas Sumatera Utara

ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti

ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya.

2. Children of the street (Anak jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak-anak

yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara social maupun ekonomi.

Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya,

tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka

adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat

rawan terhadap perlakuan salah, baik secara social-emosional, fisik maupun

seksual.

3. Children from families of the street atau children in the street, yakni anak-

anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting

dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih

bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesi, kategori ini dengan

mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjangrel

kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum

diketahui secara pasti (Bagong, 1999 : 41-42).

Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of

the street, menunjukan bahwa motivasi mereka hidup dijalanan bukanlah sekedar

karena desakan kebutuhan ekonomi rimah tangga, melainkan juga karena terjadinya

kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orangtuanya. Bagi anak-anak ini,

kendati kehidupan dijalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun dinilai

lebih memberikan alternative dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang

Universitas Sumatera Utara

penuh dengan kekerasan yang tidak dapat mereka hindari. Meski tidak selalu terjadi,

tetapi acap ditemui bahwa latar belakang anak-anak memilih hidup dijalanan adalah

karena kasus-kasus child abuse (tindakan yang salah pada anak) (Bagong, 1999 : 46).

II.5 Faktor – faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan

Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan

dijalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan,

ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut

hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering kali

memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri

dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi

yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan

merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah

dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas

kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh

orangtuanya (Bagong, 1999 : 48).

Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk

turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut :

1. Tingkat Mikro (immedieate causes), yaitu factor yang berhubungan dengan

anak dan keluarga. Sebab-sebab yang biasa didentifikasikan dari anak adalah

lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orantua yang

terbiasa dengan menggunakan kekerasan (sering menampar, memukul,

menganiaya karena kesalahan kecil) jika sudah melampaui batas toleransi

Universitas Sumatera Utara

anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup dijalanan,

disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disrih putus sekolah,

dalam rangka bertualang, bermain-main atau diajak teman. Sebab-sebab yang

berasal dari keluarga terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan

kebutuhan dasar, kondisi psikologis seperti ditolak orangtua, salah perawatan

dari orangtua sehingga mengalami kekerasan dirumah (child abuse) kesulitan

berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orangtua. Permasalahan

atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling

terkait satu sama lain.

2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan

struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat,

dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga

miskin anak akan dikutsertakan dalam menambah penghasilan keluarga).

Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan adalah pada komunitas masyarakat

miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu meningkatkan ekonomi

keluarga, oleh karena itu anak – anak diajarkan untuk bekerja pada

masyarakat lain pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan

masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi).

3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur

masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat

menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu dijalanan, akibatnya akan

banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah

membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih

Universitas Sumatera Utara

banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku

sekolah (Siregar, 2004 : 39).

II.6 Kerangka Pemikiran

Anak jalanan sering dianggap sebagai akar masalah tanpa ada solusi yang

tepat mengatasinya. Anak-anak jalanan ditangkap dan diasingkan, tapi tidak diberikan

jalan keluar dari sumber masalah. Mereka ada dijalan umumnya karena himpitan

ekonomi. Persoalan yang berasal dari orang tua yang tidak mampu, sehingga

memaksa mereka memenuhi kebutuhannya. Atau bahkan lari dari keluarga karena

tidak kuat dengan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga.

Interaksi anak-anak di jalan membuat mereka rentan terhadap perlakuan

kekerasan dan eksploitasi. Anak-anak jalanan yang dipaksa berjuang untuk

mempertahankan hidupnya. Keadaan ini membentuk jiwa anak-anak jalanan yang

menjadi keras dan terkadang timbul kesan jauh dari etika dan norma-norma

kehidupan masyarakat.

Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup

dalam asuhan orangtuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka bebas

melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak seumuran mereka.

Penampilan jauh dari kesan apik. Umumnya terlihat berpakaian lusuh,kumal dan

dandanan jauh dari kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh. Rokok, minuman keras

dan mabuk-mabukan sepertinta sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka

yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian

Universitas Sumatera Utara

besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik.

(Hambali Batubara, 2010 : vi)

Keadaan-keadan inilah yang menyebabkan sebagian besar kelompok

masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka sebagai

bagian dari masyarakat . Akibatnya terjadi penolakan disetiap kehadiran mereka.

Program yang diberikan oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan

terhadap anak jalanan melalui penguatan kelompok mencoba mengikis pandangan-

pandangan negatif terhadap keberadaan anak jalanan. Dimulai dengan tingkah laku

yang hingga penunjukan jati diri mereka dengan karya-karya yang dihasilkan.

Untuk menjelaskan bagaimana alur dari penelitian ini dapat dilihat melalui

bagan berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Bagan I

Kerangka Pemikiran Secara Sistematis

Yayasan KKSP – Pusat Pendidikan dan Informasi Hak anak

Medan

Program Penguatan Kelompok

• Memberikan Pendidikan alternative lewat pengembangan

wawasan, karakter, dan skill terhadap anak jalanan

Tujuan Pelaksanaan program :

1. Meningkatnya kemampuan dan keterampilan anak jalanan

2. Mengetahui dan menjalankan nilai – nilai moral

3. Kemandirian anak jalanan

Keberhasilan Pelaksanaan Program :

1. Pengembangan karakter anak jalanan

2. Dapat diterima oleh

masyarakat.

3. Memiliki posisi

tawar.

Universitas Sumatera Utara

II.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

II.7.1 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian (Singarimbun, 1993 : 33). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan

istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang

akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan

penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang

akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari

beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya

tujuan.

2. Program Penguatan Kelompok Anak Jalanan merupakan program

pemberdayaan anak jalananan yang mengorganisir dan memfasilitasi anak

jalanan melalui pendidikan alternatif, dimana anak-anak jalanan dapat

mengakses berbagai media pendidikan yang tersedia.

3. Anak Jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk

mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya,

berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari

seminggu.

Universitas Sumatera Utara

4. Yayasan KKSP – Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak Medan

merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsen pada

perlindungan anak, dan membantu mewujudkan mimpi-mimpi anak jalanan

serta mencoba menggambarkan mengenai proses-proses hubungan social, dan

persoalan yang dihadapi kelompok anak jalanan ini, dan juga bagaimana

pandangan terhadap keberadaan mereka.

II.7.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau

operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya

dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan peneliti

dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan

operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus

diamati (Nawawi, 1998 ; 120).

Pengukuran evaluasi program penguatan kelompok yang diberikan Yayasan

Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) terhadap anak jalanan adalah dengan cara

melakukan pengamatan langsung untuk melihat sejauh mana keefektivan program

penguatann kelompok terhadap anak jalanan. Indikator dalam penelitian ini dapat

diukur dari kegiatan program, dan dapat di lihat pada tabel berikut:

Variabel Penelitian Dimensi Indikator Ukuran

Penguatan

Kelompok

1. Pendidikan 1. Anak jalanan

mendapatkan

Efektif /

Tidak efektif

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan tentang

HAM

2. Mengetahui Konvensi

Hak Anak (KHA),

3. Mendapatkan

pendidikan kesehatan

(NAPZA, Kespro,

HIV/Aids), child

trafficking dan

keorganisasian.

4. Menyediakan

pelayanan beasiswa

untuk sekolah terhadap

anak jalanan.

2. Skill /

Keterampilan

1. Anak Jalanan

mendapatkan pendidikan

karakter lewat media

seni, jurnalistik, rekreasi

dan keagamaan.

2. Melakukan

pementasan seni musik,

teater, parodi dan

pameran karya – karya

yang dihasilkan.

3. Anak jalanan

mendapatkan pendidikan

keterampilan kerja

4. Melakukan kerja sama

Efektif /

Tidak efektif

Universitas Sumatera Utara

dengan lembaga

pendidikan khusus dan

menyalurkan anak

jalanan untuk bekerja.

3. Sikap 1. Dapat diterima dalam

kehidupan sosial

masyarakat, mempunyai

etika dan sopan – santun.

2. Pengunaan Lem

kambing dan obat – obat

terlarang

Efektif /

Tidak efektif

Universitas Sumatera Utara