evaluasi ultrasonografi persembuhan tulang pasca bedah ... · ke-15, 30, dan 45 pasca bedah. hasil...
TRANSCRIPT
EVALUASI ULTRASONOGRAFI PERSEMBUHAN TULANG
PASCA BEDAH IMPLANTASI SCAFFOLD PADA TULANG
KALVARIA TIKUS (Rattus norvegicus)
YESHIKA AYUCITRA CENDANA
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Ultrasonografi
Persembuhan Tulang Pasca Bedah Implantasi Scaffold pada Tulang Kalvaria Tikus
(Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018
Yeshika Ayucitra Cendana
NIM B04140065
ABSTRAK
YESHIKA AYUCITRA CENDANA. Evaluasi Ultrasonografi Persembuhan
Tulang Pasca Bedah Implantasi Scaffold pada Tulang Kalvaria Tikus (Rattus
norvegicus). Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan UMI CAHYANINGSIH.
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu alat untuk menilai atau
mengetahui densitas dan pencitraan tulang sebagai peneguh diagnosis maupun
mengetahui struktur internal tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
persembuhan tulang terhadap luas area inflamasi dan ekhogenitasnya pada jaringan
di lubang tulang dan sekitarnya pasca bedah implantasi scaffold di tulang kalvaria
tikus. Sebanyak 60 ekor tikus dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol
tanpa pemasangan implan dan kelompok perlakuan dengan pemasangan implan
scaffold. Implan scaffold yang dari hidroksiapatit dan kitosan ditanamkan pada
lubang buatan di dorsal tulang kalvaria tikus. Pemantauan USG pada luas area
inflamasi, ekhogenitas area inflamasi dan ekhogenitas lubang dilakukan pada hari
ke-15, 30, dan 45 pasca bedah. Hasil menunjukkan adanya penurunan luas area
inflamasi dan ekhogenitas. Luas area inflamasi tikus kontrol meningkat pada hari
ke-30 dan menurun kembali pada hari ke-45, namun secara keseluruhan penurunan
luas area inflamasi lebih baik pada kelompok tikus perlakuan. Ekhogenitas area
inflamasi pada tikus kontrol meningkat pada hari ke-45 sedangkan pada tikus
perlakuan menurun seiring bertambahnya hari dan ekhogenitas area inflamasi pada
tikus kontrol lebih tinggi dibanding tikus perlakuan pada hari ke-45. Ekhogenitas
pada lubang mengalami penurunan pada kedua kelompok tikus seiring
bertambahnya hari. Pada hari ke-45 ekhogenitas lubang tikus perlakuan lebih tinggi
dibanding tikus kontrol. Perbedaan hasil pada kedua kelompok tikus tidak
signifikan namun secara keseluruhan persembuhan tulang kalvaria pada tikus
dengan implantasi lebih baik dibanding tikus tanpa implantasi.
Kata kunci: Scaffold, inflamasi, ekhogenitas, persembuhan patah tulang, USG
ABSTRACT
YESHIKA AYUCITRA CENDANA. Ultrasonographic Evaluation of Bone
Recovery Post-Scaffold Implantation on Calvarial Bones of Rat (Rattus
norvegicus). Supervised by DENI NOVIANA and UMI CAHYANINGSIH.
Ultrasonography (USG) is one of the diagnostic imaging modalities used to
assess bone imaging and density, or to describe the condition of internal structure.
This research aims to evaluate bone recovery on inflammation area and the
echogenicity in perforated bone and its surroundings after a scaffold that consists
of hydroxyapatite and chitosan was implanted on rat’s calvarial bones. Sixty rats
were divided into 2 groups, the control group without implant and the treatment
group which was implanted by scaffold. Scaffold was implanted at artificial hole in
the dorsal part of rat’s calvarial bones. Ultrasonographic observation on
inflammation area, inflammation echogenicity, and holes echogenicity was done on
day 15, 30, and 45 postsurgery. The results showed that there are signs of
inflammation area and decreased echogenicity. Inflammation area of control group
increased on 30th day, but decreased after the 45th day and in general the results of
inflammation area was better in treatment group. The inflammation area
echogenicity of control group increased on 45th day while in treatment group
decreased until the 45th day and overall the results was higher in control group. The
holes echogenicity decreased on both group and in general the results was higher in
treatment group. Based on these results can be concluded that the calvarial bone
recovery in rat’s with scaffold implantation was higher than the rat’s without
implantation.
Keywords: Scaffold, echogenicity, bone recovery, USG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
EVALUASI ULTRASONOGRAFI PERSEMBUHAN TULANG
PASCA BEDAH IMPLANTASI SCAFFOLD PADA TULANG
KALVARIA TIKUS (Rattus norvegicus)
YESHIKA AYUCITRA CENDANA
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Evaluasi Ultrasonografi Persembuhan Tulang Pasca Bedah
Implantasi Scaffold pada Tulang Kalvaria Tikus (Rattus norvegicus)
Nama : Yeshika Ayucitra Cendana
NIM : B04140065
Disetujui oleh
Prof Drh Deni Noviana, PhD, DAiCVIM
Pembimbing I
Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
Evaluasi Ultrasonografi Persembuhan Tulang Pasca Bedah Implantasi Scaffold
pada Tulang Kalvaria Tikus (Rattus norvegicus) didasarkan pada penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017 di Rumah Sakit Hewan
Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Drh Deni Noviana, PhD,
DAiCVIM dan Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS selaku pembimbing skripsi,
serta Dr Drh Erwin, M.Sc dan Drh Sitaria Fransiska Siallagan, MS sebagai
pendamping penelitian yang telah memberi arahan dan bimbingan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Papa (alm), Ayah, Mama, Kakak, Adik dan seluruh keluarga penulis atas
semangat, doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Sang Gelegar Homel yang selalu menemani, Alfi Tafdil teman penelitian,
Gita Angelica U, Ratu Dinda PD, Asah Hilaliah, Shabrina Zakira Z, Novdesari Mia
A, Arindina Mahendra, Yunita Lailiyani, Cahyania Herbintarum, Putri Vega Sador,
Fisqiatur Rohmah, Rizky Indagri, FFamily (Jevinur Effendy, Fika Syawalika, Fitri
Noraini, Nadira Syahmifariza, Syarif Sultoni dan Faudi Bagas), Acinonyx 51,
teman-teman Abnormal, teman-teman Himpro Satli, dan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Juli 2018
Yeshika Ayucitra Cendana
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tulang 2
Scaffold 3
Tikus Putih (Rattus norvegicus) 3
Ultrasonografi (USG) 4
METODE PENELITIAN 5
Etik Hewan 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 5
Pengolahan Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 9
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Data fisiologis tikus putih 4
2 Luas area inflamasi pada jaringan sekitar lubang tulang kalvaria tikus 8 3 Ekhogenitas sonogram pada jaringan di area inflamasi tulang kalvaria
tikus 8 4 Ekhogenitas sonogram pada lubang tulang kalvaria tikus 9
DAFTAR GAMBAR
1 Proses pemasangan implan Scaffold pada tulang kalvaria tikus (A),
proses penjahitan pasca bedah (B), proses pencitraan ultrasonografi pada
daerah lubang tulang kalvaria tikus (C) 6 2 Sonogram pada lubang tulang kalvaria. Pengukuran luas area inflamasi
(A), pengukuran nilai ekhogenitas area inflamasi (B), pengukuran nilai
ekhogenitas lubang (C) 7
3 Sonogram lubang tulang kalvaria pada hari pengamatan berbeda pada
kedua kelompok tikus. Catatan: lubang tulang ( ), area inflamasi (). 8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pergerakan tubuh dapat terjadi karena adanya interaksi kerja antara sistem
saraf, skeletal dan otot. Tulang merupakan bagian sistem skeletal yang memiliki
fungsi utama sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh (Sheehan et al. 2018).
Tulang juga memiliki fungsi sebagai pelindung organ internal dan tempat
penyimpanan mineral (Karlsson 2004). Tulang terus menerus melakukan regenerasi
komponen-komponen ekstrasel dengan menghancurkan komponen tulang yang
sudah tua dan menggantikannya dengan yang baru (Wang et al. 2018a). Kerusakan
pada tulang berupa penyakit maupun trauma serta fraktur dapat menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan sehingga menurunkan fungsi tulang (Einhorn dan
Gerstenfeld 2015). Fraktur adalah keadaan dimana tulang mengalami retak atau
patah karena suatu diskontinuitas susunan tulang (Dorland 2012).
Beberapa masalah klinis yang spesifik membutuhkan dukungan sementara
untuk penyembuhan. Biomaterial merupakan salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai dukungan sementara. Biomaterial substitusi tulang lebih dapat
diterima oleh tubuh, karena kesamaan sifat fisiko kimia dengan tulang sebenarnya
(Hermawan dan Mantovani 2009). Tulang merupakan komposit alami yang terdiri
dari bahan organik dan inorganik, yaitu 30% bahan organik, 55% bahan inorganik
dan 15% air (Burr dan Allen 2014). Serbuk biomaterial substitusi tulang perlu
dikompositkan dengan matriks organik, untuk memenuhi syarat sebagai material
substitusi tulang (Arifah dan Cahyaningrum 2017).
Salah satu proses pada pembentukan tulang yaitu sel-sel tulang keras
membentuk senyawa kalsium fosfat dan senyawa kalsium karbonat. Senyawa
kalsium fosfat ini memberikan sifat keras dalam jaringan tulang (Nurlaela et al.
2014). Scaffold adalah material implan yang disusun dari hidroksiapatit dan kitosan.
Hidroksiapatit merupakan kristal kalsium fosfat yang akan memberikan sifat keras
dalam jaringan tulang (Surbakti et al. 2017). Kitosan memiliki karakter
bioresorbabel, biokompatibel, non-toksik, nonantigenik, biofungsional dan
osteokonduktif. Karakter osteokonduktif yang dimiliki kitosan dapat mempercepat
pertumbuhan osteoblas (Amin dan Ulfah 2017).
Scaffold merupakan suatu biomaterial implan yang ditanamkan pada tubuh
manusia dan hewan coba sebagai konstituen untuk melakukan fungsi biologis
tertentu dengan menggantikan atau memperbaiki jaringan (Sadtler et al. 2016).
Komposit yang berbentuk scaffold terdiri dari bahan biocompatible untuk
meminimalkan gangguan induksi tulang dari reaksi inflamasi (Nieto et al. 2015).
Selain itu juga bersifat biodegradable untuk meminimalkan efek dari sisa pembawa
pada biomekanik, namun harus bertahan cukup lama untuk mempertahankan
elemen bioaktif pada tempat implantasi (Khajavi et al. 2015).
Ultrasonografi (USG) dan radiografi (X-ray) merupakan alat untuk menilai
atau mengetahui densitas dan pencitraan tulang. Menurut Jain et al. (2018),
ultrasonografi (USG) merupakan alternatif yang lebih baik untuk mendiagnosis
fraktur tulang karena memiliki tingkat akurasi tinggi yaitu 98.04% dibanding X-ray
(20.58%). Salah satu kelebihan ultrasonografi menurut Kiessling et al. (2012) yaitu
dapat menghasilkan pencitraan tanpa adanya bahaya radiasi. Ultrasonografi
2
digunakan tenaga medis sebagai peneguh diagnosis maupun mengetahui kondisi
berbagai jaringan tubuh secara real-time atau langsung (Noviana et al. 2018).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menilai luas area inflamasi dan ekhogenitas pada
daerah implan scaffold dengan analisis USG pada proses persembuhan tulang
kalvaria tikus pascaimplantasi.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai efek implan
tulang scaffold terhadap luas area inflamasi serta ekhogenitas area inflamasi dan
lubang buatan tulang kalvaria melalui analisis USG.
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang
Tulang memiliki peran penting dalam menopang tubuh sesuai dengan bagian-
bagiannya. Tulang tersusun dari protein dan mineral dengan penyusun utama tulang
merupakan protein yang disebut kolagen dan mineral tulang atau kalsium fosfat
(Pearce 2009). Jaringan tulang terdiri dari osteosit, osteoblas dan osteoklas (Burr
dan Allen 2014). Proses persembuhan fraktur atau lubang pada tulang secara garis
besar dibedakan atas 5 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, fase pembentukan
kalus, fase konsolidasi, dan fase remodelling (Liberman dan Friedlaender 2005).
Fase inflamasi berlangsung selama beberapa hari, ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi dan inflamasi yang menginduksi ekspresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel migrasi menuju tempat fraktur atau lubang untuk
memulai proses persembuhan dan infiltrasi sel radang meningkat (Choi dan Choi
2010). Pada fase proliferasi terbentuk benang-benang fibrin, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang (Phedy et
al. 2015).
Fase pembentukan kalus yaitu mulai tumbuhnya jaringan tulang rawan dan
fase ini merupakan fase yang menentukan keberhasilan persembuhan fraktur tulang
(Ford et al. 2004). Pada fase konsolidasi, tulang immature (woven bone) berubah
menjadi mature (lamellar bone) dan matriks ekstraseluler mengalami kalsifikasi
(Buckley 2004). Fraktur atau lubang dihubungkan dengan selubung tulang pada
fase remodelling. Proses pembentukan dan penyerapan tulang pada fase ini
menyebabkan lamella menebal lalu rongga medulla terbentuk kembali dan diameter
tulang kembali ke ukuran semula (Helmi 2012).
3
Scaffold
Scaffold adalah suatu jenis implan yang dimaksud dapat memberikan tempat
bagi faktor pertumbuhan sel osteogenik dan osteoinduktif pada lubang tulang
(Melchels et al. 2010). Komposit yang berbentuk scaffold terdiri dari bahan
biocompatible untuk meminimalkan gangguan induksi tulang dari reaksi inflamasi
dan biodegradable untuk meminimalkan efek dari sisa pembawa pada biomekanik
dan harus dapat mempertahankan elemen bioaktif pada tempat implantasi
(Lemonnier et al. 2017). Komposisi Scaffold terdiri dari kombinasi hidroksiapatit,
kolagen, dan kitosan yang menunjukkan terbentuknya ikatan hidrogen antara
komponen biopolimer yaitu kitosan dan kolagen dengan mineral yaitu
hidroksiapatit (Zhou et al. 2017).
Hidroksiapatit [Ca10(PO4)3(OH)] banyak digunakan sebagai bahan pengganti
tulang dan dapat dimanfaatkan untuk regenerasi tulang karena komposisi kimianya
yang mirip dengan fase mineral tulang (Suryadi 2011). Material hidroksiapatit
merupakan keramik bioaktif yang memiliki sifat biokompabilitas dan bioaktifitas
yang baik sehingga sangat baik digunakan untuk pertumbuhan tulang baru dan
mampu mempercepat proses regenerasi tulang yang rusak (Wahdah et al. 2014).
Menurut Arifah dan Cahyaningrum (2017), tulang terdiri dari 70% material
anorganik utama berupa hidroksiapatit. Scaffold yang terdiri dari biomaterial
hidroksiapatit memiliki kemampuan yang yang sangat baik dalam pembentukan
jaringan fibrosa antara implan tulang (Khoiriyah dan Cahyaningrum 2018).
Hidroksiapatit merupakan biokeramik berbasis besi dan memiliki potensial sebagai
implan tulang yang biodegradable (Ulum et al. 2014).
Kitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah banyak digunakan untuk
biomedis karena memiliki sifat biokompatibilitas, toksisitas rendah, biodegradabel,
non-imunogenik dan non-karsinogenik (Irawan 2005). Sifat biokompatibel dan
biodegradabel yang dimiliki kitosan menjadi pilihan yang baik dalam preparasi
nanopartikel yaitu sebagai salah satu bahan penyusun implan tulang (Khoiriyah dan
Cahyaningrum 2018). Implan tulang harus memiliki kekuatan untuk menopang
tubuh, kitosan dalam aplikasi biomedis digunakan untuk menyempurnakan sifat
mekanik dari hidroksiapatit yang rapuh (Indriani et al. 2014). Kitosan dan
derivatnya sebagi implan tulang berfungsi sebagai penunjang proses mineralisasi
dan mempercepat pertumbuhan osteoblas pada komposit (Venkatesan dan Kim
2010).
Biomaterial tidak hanya mempengaruhi daerah jaringan situs implan tetapi
juga memperngaruhi integritas dari biomaterial itu sendiri (Paramitha et al. 2017).
Scaffold yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari hidroksiapatit dan kitosan.
Scaffold yang berasal dari nanokomposit hidroksiapatit dan kitosan memiliki
potensial sebagai matriks template untuk meregenerasi matriks ekstraseluler dari
tulang (Ghassemi et al. 2018). Kombinasi dari hidroksiapatit-kitosan dapat
mengatur ukuran pori-pori, distribusi dan sifat mekanik dari implan scaffold (Maji
et al. 2015).
Tikus putih (Rattus norvegicus)
Tikus putih merupakan salah satu hewan mamalia yang memiliki peran
penting untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi yang baik (Amori dan
4
Clout 2002). Tikus putih diperkirakan berasal dari China dan menyebar pada abad
16-18 ke bagian Eropa. Secara fisik, ukuran tubuh tikus jantan lebih besar daripada
tikus betina dan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan adalah
tikus putih atau Rattus norwegicus (Rigalli dan Loreto 2009). Keunggulan dari tikus
putih sebagai hewan percobaan adalah umur relatif pendek, sifat reproduksi
menyerupai mamalia besar, biaya yang dibutuhkan tidak mahal, serta penanganan
dan pemeliharaannya mudah (Sirois 2016). Data fisiologis tikus putih dapat dilihat
pada Tabel 1. Tikus memiliki beberapa galur hasil persilangan yang sering
digunakan untuk penelitian, yaitu galur Wistar, Long-Evans, dan Sprague-Dawley
(Sirois 2016). Tikus pada penelitian ini merupakan tikus galur Sprague-Dawley.
Ciri khas tikus galur Sprague-Dawley adalah berwarna albino putih, berkepala kecil
dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Barnett 2007).
Tabel 1 Data fisiologis tikus putih Kriteria Nilai
Berat badan dewasa jantan 450 – 520 g
Berat badan dewasa betina 250 – 300 g
Berat lahir 5 – 6 g
Konsumsi makanan 10 g/100 g/hari
Konsumsi air minum 10 – 12 ml/100 g/hari
Detak jantung 250 – 450/menit
Laju pernafasan 70 – 115 kali/menit
Tekanan darah 84 – 134/60 mmHg
Sumber: Wolfenshon dan Lloyd 2013
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah suatu teknik mendiagnosis gambaran organ
yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi (Noviana et al. 2018).
Ultrasound adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi lebih besar dari pada
suara yang dapat didengar oleh manusia (Sanders dan Winter 2007). Alat bantu
yang digunakan untuk mentransmisikan gelombang suara tersebut disebut
transducer atau probe (Kealy et al. 2011). Kristal yang terdapat dalam transducer
(scan head) yang mengubah aliran listrik bertegangan tinggi menjadi gelombang
suara berfrekuensi tinggi (Dyce et al. 2002). Ada tiga jenis echo yang dapat dilihat
pada sonogram yaitu hiperekhoik, hipoekhoik dan anekhoik (Noviana et al. 2018).
Hyperechoic atau echogenic memiliki ekogenisitas yang cerah,
menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan ekogenesitas yang
lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya contohnya tulang, udara, kolagen, dan
lemak (Widmer et al. 2004). Hypoechoic atau echopoor menampilkan warna abu-
abu gelap pada sonogram contohnya jaringan lunak dan anechoic atau tidak ada
echo, menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi
penuh dari gelombang contohnya yaitu cairan dalam kantung kemih (Sanders dan
Winter 2007).
5
METODE PENELITIAN
Etik Hewan
Seluruh prosedur dalam penelitian ini telah disetujui oleh Komisi
Pengawasan Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan Rumah Sakit
Hewan Pendidikan (RSHP), Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
(IPB) dengan nomor 10-2016 RSHP FKH IPB.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu pada bulan Oktober 2016
hingga bulan Januari 2017 dimulai dari persiapan hingga pengambilan data.
Penelitian dilaksanakan di Kandang Pemeliharaan Hewan Rumah Sakit Hewan
Pendidikan (RSHP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Alat dan Bahan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 ekor tikus dari galur
Sprague-Dawley. Bahan yang digunakan adalah implan scaffold berukuran
diameter 0.3 cm dan tebal 0.5 mm yang memiliki komposisi dari hidroksiapatit dan
kitosan, antihelmintik (Combantrin®, PT Johnson & Johnson, Indonesia) 10 mg/ml,
antiprotozoa (Flagyl®, PT Oubari Pharma, 125 mg/5 ml), antibiotik (Intramox-150
LA®, Interchemie, Holland, 125 mg/5 ml). Obat bius menggunakan ketamine 10%
(Ketamin®, Kepro BV, Netherland) dan xylazine 2% (Xyla®, Interchemie, Holland).
Desinfeksi menggunakan alkohol 70% dan Povidone Iodine (Betadine®, PT.
Mahakam Beta Farma, Indonesia), serta mengunakan larutan NaCl fisiologis
(Ecosol NaCl®, PT. B. Braun Medical, Indonesia). Penjahitan dilakukan
menggunakan benang polyglactin 910 ukuran 4/0 (Vycril®, Ethicon, USA), benang
silk ukuran 4/0 (PT Intisumber Hasil Sempurna, Indonesia), plester berpori
(Hypafix®, PT BSN Medical, Sweeden) dan gel ultrasonografi (USG). Alat yang
digunakan adalah kandang tikus dengan ukuran (40x30x15) cm3, serutan kayu, alat
cukur, timbangan digital, sonde lambung, spuid, alat bedah minor, bor tulang,
muscle retractor, penggaris, dan alat USG portable (Sogata SG10®, PT Setia
Manggala Abadi, Indonesia).
Prosedur Penelitian
Adaptasi dan Aklimatisasi
Tikus putih (Rattus norvegicus) sebanyak 60 ekor berjenis kelamin jantan
galur Sprague Dawley dengan usia 3 bulan dan bobot badan kisaran 195-220 gram
disiapkan. Hewan coba tersebut dikelompokkan secara acak menjadi 2 (dua)
kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 30 ekor tikus dengan perlakuan
kontrol, 30 ekor tikus dengan perlakuan implan scaffold hidroksiapatit-kitosan.
Kelompok perlakuan terdiri atas 3 kelompok berdasarkan waktu pengamatan yaitu
pada pengamatan hari ke 15, 30 dan 45. Tikus dipelihara di dalam kandang yang
6
berukuran (40x30x15) cm3 dengan menggunakan kawat untuk menutupi bagian
atas kandang. Tiap kandang berisi 5 (lima) ekor tikus. Kandang dialasi dengan
serutan kayu yang diganti setiap 2 kali seminggu untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan. Kandang dilengkapi dengan botol air minum dan tempat pakan. Pakan
diberikan secara ad libitum.
Pemberian obat dilakukan sebanyak dua kali selama 10 hari yaitu pemberian
anthelmintik (pyrantel pamoat 10 mg/ml), antibiotic (amoxicilin 125 mg/5 ml)
diberikan secara peroral selama 5 hari, dan antiprotozoa (metronidazole 125 mg/5
ml), diberikan secaraperoral selama 5 hari.
Pembedahan dan Pemasangan Implan Scaffold pada Tulang Kalvaria Tikus
Anastesi pada tikus menggunakan ketamine 10% dosis 50 mg/kgBB
dikombinasikan dengan xylazine 2% dosis 5 mg/kgBB yang diberikan secara
intraperitoneal (IP). Rambut pada bagian kepala dicukur sampai bersih dan di
disinfeksi dengan iodine tincture 3% setelah tikus terbius. Tikus kemudian
diletakkan di atas meja bedah dengan posisi dorsal recumbency. Kulit daerah kepala
disayat tepat di tengah tengah tulang tengkorak kepala. Kulit dikuakkan sampai
terlihat tulang kalvaria. Tulang kalvaria pada semua kelompok perlakuan dibor
untuk membuat celah dengan bor tulang sedalam ± 0.5 mm.
Gambar 1 Proses pemasangan implan Scaffold pada tulang kalvaria tikus (A),
proses penjahitan pasca bedah (B), proses pencitraan ultrasonografi
pada daerah lubang tulang kalvaria tikus (C).
Tulang diirigasi dengan NaCl 0.9% untuk membersihkan darah dan debris
tulang. Penanaman implan dilakukan pada kelompok tikus perlakuan, sedangkan
kelompok tikus kontrol tidak dilakukan penanaman implan. Implan dengan
diameter 0.3 cm dan tebal 0.5 mm diletakkan pada bagian celah, kemudian
diberikan antibiotik penicillin 300.000 IU/ml sebelum menjahit bagian kulit. Kulit
dijahit secara sederhana menggunakan benang Polyglactin 910 ukuran 4/0. Kulit
yang dijahit sempurna diberi iodine tincture 3% dan ditutup dengan plester
Hypafix®. Pascaoperasi tikus dirawat dikandang Rumah Sakit Hewan Pendidikan,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan pemberian
pakan dan minum secara ad libitum, serta penggantian serutan kayu secara rutin 3
(tiga) kali dalam seminggu.
Pencitraan USG dan Analisis Sonogram
Tikus perlakuan dan kontrol dianalisis dengan menggunakan alat
ultrasonografi real-time pada hari pengamatan ke-15, 30, dan 45. Sonogram diambil
menggunakan probe linear multi frekuensi 7.5-15 MHz (Ulum et al. 2015).
Pengamatan dengan ultrasonografi dilakukan untuk melihat diameter dan densitas
A B C
7
lubang dan membandingkan antara tikus kontrol dan tikus perlakuan. Data diambil
pada tikus yang sebelumnya telah dianastesi dengan sediaan ketamin-xylazine.
Tikus yang telah teranastesi diletakkan diatas bantalan untuk menjaga suhu badan.
Probe dilumasi dengan cairan lubrikansia (coupling gel) lalu diletakkan di atas
tulang kalvaria (Gambar 1). Pemindaian probe dilakukan dari lateral ke medial
(Gambar 2). Bayangan citra (image) lubang tulang diukur diameternya dan direkam
dengan ultrasonografi. Menurut Noviana et al. (2018), sonogram disimpan dan
dianalisis menggunakan perangkat lunak ImageJ® (National Institutes of Health,
USA). Penilaian sonogram dilakukan pada 3 parameter yaitu luas area inflamasi,
ekhogenitas inflamasi dan ekhogenitas lubang (Gambar 2). Luas area inflamasi
diukur pada sonogram sudut pandang longitudinal. Nilai ekhogenitas area inflamasi
dan lubang diukur dengan membuat area pilihan dengan ukuran yang sama untuk
dilihat nilai Integrated Density (Noviana et al. 2018).
Gambar 2 Sonogram pada lubang tulang kalvaria tikus. Hasil sonogram
perbesaran normal (A), Pengukuran luas area inflamasi (B),
pengukuran nilai ekhogenitas area inflamasi (C), pengukuran
nilai ekhogenitas lubang (D).
Pengolahan Data
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi dan diolah
menggunakan aplikasi lunak (software) ImageJ untuk menilai luas area inflamasi,
ekhogenitas area inflamasi dan ekhogenitas lubang. Data yang diperoleh dianalisis
secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan uji ANOVA satu arah dengan
selang kepercayaan 95%. Data diolah menggunakan program IBM Statistic
Program for Social Science (SPSS) 23.0 dan disampaikan secara deskriptif naratif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sonogram Tulang Kalvaria Tikus
Gambaran lubang tulang terlihat berupa celah kecil diantara tulang melalui
alat USG (Gambar 3). Lubang tulang memiliki ekhogenitas hipoekhoik dan lubang
tulang dengan pemasangan implan scaffold terlihat lebih hiperekhoik. Akumulasi
cairan pada area inflamasi memiliki ekhogenitas anekhoik hingga hipoekhoik.
Terlihat adanya perubahan ekhogenitas dan luas area inflamasi sepanjang hari
pengamatan.
A
B 1 cm
A 1 cm 1 cm
C D
[otak]
8
Gambar 3 Sonogram lubang tulang kalvaria pada hari pengamatan berbeda
pada kedua kelompok tikus. Catatan: lubang tulang ( ), area
inflamasi ().
Luas Area Inflamasi pada Jaringan di Sekitar Lubang
Tabel 2 Luas area inflamasi pada jaringan sekitar lubang tulang kalvaria tikus Jenis
Tikus
Jumlah
Tikus
Pengamatan hari ke- Nilai
p 15 30 45
Luas area inflamasi (mm2)
Kontrol 5 0.066±0.02a 0.087±0.06a 0.067±0.01a 0.713
Perlakuan 5 0.068±0.02a 0.072±0.03a 0.049±0.02a
Keterangan: Hasil disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript
yang sama menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05).
Tabel 2 menunjukkan luas area inflamasi pada tikus kontrol yaitu tikus tanpa
pemasangan implan dan tikus perlakuan yaitu tikus dengan pemasangan implan
scaffold. Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan antara luas area
inflamasi pada tikus kontrol dan tikus yang diberi perlakuan implan pada beberapa
kelompok hari. Luas area inflamasi tikus kontrol dan perlakuan meningkat pada
hari ke-30 kemudian menurun pada hari ke-45. Berdasarkan uji statistik
menunjukkan bahwa luas area inflamasi tidak berbeda nyata (p<0.05) antara tikus
kontrol dan tikus perlakuan pada tiap hari pengamatan.
Ekhogenitas Sonogram Area Inflamasi pada Jaringan di Sekitar Lubang
Tabel 3 Ekhogenitas sonogram pada jaringan di area inflamasi tulang kalvaria tikus Jenis
Tikus
Jumlah
Tikus
Pengamatan hari ke- Nilai
p 15 30 45
Ekhogenitas area inflamasi (a.u)
Kontrol 5 0.434±0.17a 0.206±0.06a 0.257±0.16a 0.487
Perlakuan 5 0.409±0.05a 0.315±0.08a 0.285±0.07a
Keterangan: Hasil disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript
yang sama menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05).
Tabel 3 menunjukkan ekhogenitas sonogram area inflamasi pada jaringan
di sekitar lubang. Ekhogenitas area inflamasi tikus kontrol menurun lalu meningkat
pada hari ke-45. Hari ke-30 menunjukkan ekhogenitas tikus kontrol lebih rendah
dibanding tikus perlakuan. Ekhogenitas area inflamasi pada tikus perlakuan
Kontr
ol
Per
lakuan
A 1 cm 1 cm 1 cm
1 cm
H-15 H-30 H-45
1 cm 1 cm
B C D
F G H E
[otak]
[otak]
9
cenderung menurun dan lebih rendah pada kelompok tikus perlakuan dibanding
tikus kontrol pada hari ke-45. Nilai ekhogenitas jaringan di area inflamasi tidak
berbeda nyata (p<0.05) pada antar kelompok dan hari pengamatan.
Ekhogenitas Sonogram pada Lubang
Ekhogenitas pada lubang ditunjukkan pada Tabel 4. Ekhogenitas pada tikus
kontrol dan perlakuan cenderung menurun seiring bertambahnya hari. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa penurunan ekhogenitas pada kelompok tikus
kontrol lebih tinggi dibanding tikus perlakuan. Hari ke-30 dan ke-45 ekhogenitas
tikus perlakuan lebih tinggi dibanding tikus kontrol. Uji statistik menunjukkan
ekhogenitas lubang tidak berbeda nyata (p<0.05) pada antar kelompok dan hari
pengamatan.
Tabel 4 Ekhogenitas sonogram pada lubang tulang kalvaria tikus Jenis
Tikus
Jumlah
Tikus
Pengamatan hari ke- Nilai
p 15 30 45
Ekhogenitas lubang (a.u)
Kontrol 5 0.595±0.31a 0.221±0.15a 0.171±0.06a 0.077
Perlakuan 5 0.452±0.07a 0.357±0.06a 0.272±0.25a
Keterangan: Hasil disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript
yang sama menyatakan hasil yang tidak berbeda nyata (p<0.05).
Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan perbedaan respon yang terjadi pada persembuhan
tulang pada lubang buatan tikus tanpa pemasangan implan dan tikus pasca
pemasangan implan scaffold. Tampilan sonogram pada lubang tulang kalvaria tikus
menunjukkan adanya reaksi jaringan terhadap persembuhan tulang pada kedua
kelompok tikus (Gambar 3). Reaksi jaringan yang dapat diamati pada proses
persembuhan tulang adalah adanya inflamasi (Noviana et al. 2016). Perubahan luas
area inflamasi seiring bertambahnya hari menunjukkan adanya proses persembuhan.
Fase inflamasi merupakan fase pertama dalam proses persembuhan tulang yang
berlangsung selama beberapa hari setelah mengalami kerusakan (Prystaz et al.
2018). Gambaran sonogram menunjukkan adanya perubahan luas area inflamasi
pada sepanjang hari pengamatan (Gambar 3). Perubahan luas area inflamasi dapat
disebabkan karena adanya pembengkakan atau hematom serta pengaruh komposit
dasar implan (Einhorn dan Gerstenfeld 2015). Pembentukan hematom pada fraktur
atau lubang merupakan fase transisi yang melibatkan interaksi antara matriks fibrin,
sel dan sitokin yang berperan dalam persembuhan tulang (Wang et al. 2018b).
Hasil penelitian menunjukkan adanya kenaikan luas area inflamasi tikus
kontrol pada hari ke-30 dan mengalami penurunan kembali pada hari ke-45 (Tabel
2). Menurut Khorramirouz et al. (2018) peningkatan luas area inflamasi pada hari
ke-30 dapat disebabkan oleh meningkatnya infiltrasi seluler seperti makrofag yang
merupakan gejala adanya reaksi inflamasi kronis. Secara keseluruhan, terjadi
penurunan luas area inflamasi yang lebih tinggi pada tikus perlakuan (Tabel 2).
Penurunan yang signifikan pada kelompok tikus perlakuan dikarenakan salah satu
komposit dari scaffold yaitu hidroksiapatit dapat menurunkan reaksi inflamasi
(Nirmalasari et al. 2016). Tulang adalah organ yang mempunyai kapasitas
10
regenerasi alamiah tinggi dan umumnya fraktur dapat sembuh secara spontan ketika
fiksasi atau treatment dilakukan secara tepat (Herrmann et al. 2018). Beberapa jenis
biomaterial telah banyak digunakan dalam operasi ortopedik salah satunya adalah
scaffold (Ghassemi et al. 2018). Scaffold banyak digunakan sebagai material implan
untuk penunjang persembuhan tulang (Solechan dan Anwar 2014). Luas area
inflamasi lebih rendah pada kelompok tikus perlakuan. Biomaterial scaffold dapat
meregenerasi tulang yang mengalami lubang atau kerusakan sebagai matriks
sementara untuk proliferasi sel sampai jaringan tulang yang baru beregenerasi
(Wattanutchariya dan Changkowchai 2014).
Ekhogenitas dinilai dalam gray-scale atau skala abu-abu (Wanatabe et al.
2013). Sonogram bersifat semakin hiperekhoik jika memiliki nilai ekhogenitas
tinggi dan semakin anekhoik jika memiliki nilai ekhogenitas rendah (Vieira et al.
2016). Area inflamasi memiliki ekhogenitas rendah yaitu hipoekhoik sampai
anekhoik (Kim et al. 2017). Secara keseluruhan terjadi penurunan ekhogenitas area
inflamasi pada kedua kelompok tikus. Pada tikus kelompok perlakuan terjadi
penurunan ekhogenitas sepanjang hari pengamatan (Tabel 3). Perubahan
ekhogenitas dapat dikarenakan menurunnya kecepatan aliran vaskularisasi pada
daerah tersebut (Gietka-Czernek et al. 2014). Kecepatan aliran vaskularisasi akan
terdeteksi oleh alat ultrasonografi sebagai pola-pola aliran turbulensi sehingga
penurunan vaskularisasi menyebabkan perubahan ekhogenitas (Mikami et al. 2003).
Ekhogenitas area inflamasi paling tinggi pada kelompok tikus kontrol pada hari ke-
15. Tingginya ekhogenitas pada hari ke-15 dapat dikarenakan adanya nekrosis pada
jaringan di area inflamasi (Ristaniah dan Soetikno 2011; Ma’rifah et al. 2015). Ekhogenitas area inflamasi pada tikus kontrol meningkat pada hari ke-45.
Peningkatan ekhogenitas dapat disebabkan karena adanya penebalan jaringan
sekitar lubang tulang (Young et al. 2015).
Tulang memiliki ekhogenitas hiperekhoik karena suara berfrekuensi dapat
terpantulkan pada tulang dan suara berfrekuensi tinggi tidak mampu menembus
struktur jaringan dibawahnya sehingga tulang menghasilkan ekhogenitas
hiperekhoik (Noviana et al. 2018). Daerah lubang tulang terlihat jelas dengan
adanya daerah yang lebih hiperekhoik pada dorsal tulang kalvaria (Gambar 3).
Daerah lubang tulang yang lebih hiperekoik dapat dikarenakan adanya gas yang
mengisi celah pada lubang tulang (Noviana et al. 2018). Setelah pembuatan lubang,
bagian lubang tulang kalvaria hanya tertutup oleh lapisan kulit, jaringan ikat,
aponeurosis dan jaringan ikat longgar (Zhou et al. 2017). Ekhogenitas pada lubang
mengalami penurunan pada kedua kelompok tikus seiring bertambahnya hari.
Analisis USG yang menunjukkan penurunan ekhogenitas pada tempat implan
mengindikasikan bahwa celah lubang yang awalnya lebih hiperekhoik karena terisi
gas mulai tertutup dan mengalami proses persembuhan. Hari ke-45 ekhogenitas
lubang tikus perlakuan lebih hiperekhoik dibanding tikus kontrol (Tabel 4). Tulang
cenderung memiliki ekhogenitas tinggi atau hiperekhoik (Kim et al. 2017). Hal ini
menunjukkan bahwa respon persembuhan lubang tulang pada tikus perlakuan lebih
baik dibanding tikus kontrol. Sel-sel tulang, scaffold, dan faktor pertumbuhan
merupakan komponen kunci pada persembuhan jaringan tulang. Komposisi
scaffold, topografi, dan arsitekturnya mempengaruhi jumlah tulang yang
beregenerasi pada tempat implan (Mayer et al. 2018). Kombinasi jaringan tulang
dan scaffold dengan faktor induksi osteogenik merupakan strategi yang efektif
untuk membantu proses persembuhan tulang. Kitosan dan hidroksiapatit yang
11
terkandung dalam scaffold mempunyai kemampuan kuat untuk mempercepat
proliferasi sel dan menginduksi diferensiasi osteogenik (Li et al. 2018).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai alat untuk mengamati proses
persembuhan tulang kalvaria pada tikus. Proses persembuhan tulang dapat dilihat
dari luas area inflamasi, ekhogenitas area inflamasi dan ekhogenitas lubang. Secara
keseluruhan, proses persembuhan pada tikus dengan pemasangan implan scaffold
lebih baik dibanding tanpa pemasangan implan.
Saran
Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang efek biomaterial scaffold dengan jangka waktu yang lebih lama untuk
melihat proses persembuhan pada lubang tulang kalvaria.
DAFTAR PUSTAKA
Amin A, Ulfah M. 2017. Sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit dari
tulang ikan Lamuru (Sardinella longiceps)-Kitosan sebagai bone filler. JK
FIK UINAM. 5(1):9-15.
Amori G dan Clout M. 2002. Rodent on Island: A Conservation Challenge. In:
Singelton GR, L A Hinds, C H Krebs, D M Spratt (Ed). Rats, Mice and
people: Rodent Biology and Management. Canberra (AU): Australian Centre
for International Agriculture Research.
Arifah SL, Cahyaningrum SE. 2017. Sintesis dan karakterisasi komposit
hidroksiapatit-kitosan-kolagen sebagai biomaterial bone graft. JCER.
6(2):94-99.
Barnett S. 2007. The Rat. New York (US): Routledge.
Burr DB, Allen MR. 2014. Basic and Applied Bone Biology. London (UK): Elsevier.
Buckley R. 2004. General Principle of Fracture Care. Canada (US): University of
Calgary.
Choi JY, Choi SH. 2010. The effects of newly formed synthetic peptide on bone
regeneration in rat kalvarial defects. J Periodontal Implant Sci. 40(1):11-18.
Dorland. 2012. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Philadelphia (US): Saunders.
Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy.
Philadelphia (US): WB Saunders.
Einhorn TA, Gerstenfeld LC. 2015. Fracture healing: mechanisms and
interventions. Nat Rev Rheumatol. 11(1):45-55.
Ford JL, Derek E, Robinson, Brigitte E, Scammell. 2004. Endochondral
ossification in fracture callus during long bone repair: the localisation of
cavity–lining cells within the cartilage. J Orthop Res. 22(2):368-375.
12
Ghassemi T, Shahroodi A, Ebrahimzadeh MH, Mousavian A, Movaffagh J, Moradi
A. 2018. Current concepts in scaffolding for bone tissue engineering. Arch
Bone Jt Surg. 6(2):90-99.
Gietka-Czernek M, Debska M, Kretowicz P, Jastrzebska H, Zgliczynski W. 2014.
Increased size and vascularisation, plus decreased echogenicity, of foetal
thyroid in two-dimensional ultrasonoraphy caused by maternal Graves’
diseases. Endokrynol Pol. 65(1):64-68.
Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta (ID): Salemba
Medika.
Hermawan H, Mantovani D. 2009. Degradable metallic biomaterials: the concept,
current developments and future directions. Minerva Biotec. 21(4):207-216.
Herrmann M, Zeiter S, Eberli U, Hildebrand M, Camenisch K, Menzel U, Alini M,
Verrier S, Stadelmann VA. 2018. Five days granulocyte colony-stimulating
factor treatment increases bone formation and reduces gap size of a rat
segmental bone defecet: a pilot study. Front Bioeng Biotechnol. 6(5):1-11.
Indriani A, Aminatun, Siswanto. 2014. Upaya meningkatkan kuat tekan komposit
HA-Kitosan sebagai kandidat aplikasi implan tulang kortikal. J Fis Apl.
2(3):1-15.
Irawan B. 2005. Chitosan dan aplikasi klinisnya sebagai biomaterial. Ind J Dent.
12(3):146-151.
Jain R, Jain N, Sheikh T, Yadav C. 2018. Early scaphoid fractures are better
diagnosed with ulyrasonography than X-rays: a prospective study over 114
patients. Chin J Traumatol. 30(2018):1-5.
Karlsson MK. 2004. Physical activity, skeletal health and fractures in a long term
perspective. J Musculoskelet Neuronal Interact. 4:12-21.
Kealy JK, McAllister H, Graham JP. 2011. Diagnostic Radiology and
Ultrasonograpy of the Dog and Cat. Missouri (US): Elsevier.
Khajavi R, Abbasipour M, Bahador A. 2015. Electrospun biodegradable nanofibers
scaffolds for bone tissue engineering. J Appl Polym Sci. 133:1-21.
Khoiriyah M, Cahyaningrum SE. 2018. Sintesis dan karakterisasi bone graft dari
komposit hidroksiapatit/kolagen/kitosan (HA/Coll/Chi) dengan metode ex-
situ sebagai kandidat implan tulang. JCER. 7(1):25-29.
Khorramirouz R, Go JL, Noble C, Jana S, Maxson E, Lerman A, Young MD. 2018.
A novel surgical technique for a rat subcutaneous implantation of a tissue
engineered scaffold. Acta Histochem. 120(3):282-291.
Kiessling F, Fokong S, Koczera P, Lederle W, Lammers T. 2012. Ultrasound
microbubbles for molecular diagnosis, therapy and theranostics. J Nucl Med.
53:345-348.
Kim GW, Kang C, Oh YB, Ko MH, Seo JH, Lee D. 2017. Ultrasonographic
imaging and anti-inflammatory theraphy of muscle and tendon injuries using
polymer nanoparticles. Theranostics. 24(7):2463-2476.
Lemonnier S, Bouderlique T, Naili S, Rouard H, Courty J, Chevallier N, Albanese
P, Lemaire T. 2017. Cell colonization ability of a commercialized large
porous alveolar scaffold. Appl Bionics Biomech. 2017:1-10.
Li Y, Zhang Z, Zhang Z. 2018. Porous chitosan/nano-hydroxyapatite composite
scaffolds incorporating simvastatin-loaded PLGA microspheres for bone
repair. Cells Tissues Organs. 1:1-12.
13
Liberman JR, Friedlaender GE. 2005. Bone Regeneration and Repair. New Jersey
(US): Human Press.
Maji K, Dasgupta S, Kundu B, Bissoyi A. 2015. Development of gelatin-chitosan-
hydroxyapatite based bioactive bone scaffold with controlled pore size and
mechanical strength. Biomater Sci. 25(16):1190-1209.
Ma’rifah B, Damayanthi E, Kardinah. 2015. Kegemukan dan frekuensi konsumsi
makanan berlemak yang tinggi merupakan faktor risiko perlemakan hati pada
pasien kanker payudara dengan pemeriksaan ultrasonografi di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”, Jakarta. IJC. 9(4):167-172.
Mayer Y, Ginesin O, Khutaba A, Machtei EE, Zigdon GH. 2018. Biocompatibility
and osteoconductivity of PLCL coated and noncoated xenografts: An in vitro
and preclinical trial. Clin Implant Dent Relat Res. 1:1-6.
Melchels FP, Barradas AM, van Blitterswijk CA, de Boer J, Feijen J, Grijpma DW.
2010. Effects of the architecture of tissue engineering scaffolds on cell
seeding and culturing. Acta Biomater. 6(11):4208–4217.
Mikami T, Takahashi A, Houkin K. 2003. Evaluation of blood flow in carotid artery
stenosis using B-flow sonography. Neurol Med Chir. 43(11):528-532.
Nieto A, Dua R, Zhang C, Boesl B, Ramaswamy S, Agarwal A. 2015. Three
dimensional graphene foam/polymer hybrid as a high strength biocompatible
scaffold. Adv Funct Mater. 25(25):3916-3924.
Nirmalasari L, Oley MC, Prasetyo E, Hatibie M, Loho LL. 2016. Pengaruh
pemberian plasma kaya trombosit dan karbonat hidroksiapatit pada proses
penutupan lubang tulang kepala hewan coba tikus. JBM. 8(3):172-178.
Noviana D, Estuningsih S, Ulum MF. 2016. Chapter 4 Animal study and pre-
clinical trials of biomaterials. Di dalam: Mahyudin F, Hermawan H, editor.
Biomaterials and Medical Devices: A Perspective from an Emerging Country.
Switzerland (CH): Springer International Publishing. hlm 67-101.
Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, Siswandi R, Widyananta BJ, Gunanti,
Soehartono RH, Soesatyoratih R, Zaenab S. 2018. Diagnosis Ultrasonografi
pada Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press.
Nurlaela A, Dewi SU, Dahlan K, Soejoko DS. 2014. Pemanfaatan limbah cangkang
telur ayam dan bebek sebagai sumber kalsium untuk sintesis mineral tulang.
JPFI. 10(2014):81-85.
Paramitha D, Ulum MF, Purnama A, Wicaksono DHB, Noviana D, Hermawan H.
2017. Chapter 2 Monitoring degradation products and metal ions in vivo. Di
dalam: Narayan R, editor. Monitoring and Evaluation of Biomaterials and
their Perfomance In Vivo. Missouri (US): Elsevier.
Pearce EC. 2009. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta (ID): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Phedy, Kurniawan A, Siregar NC. 2015. Peran beras angkak dalam mempercepat
penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi pada Rattus novergicus.
EJKI. 3(3):210-211.
Prystaz K, Kaiser K, Kovtun A, Haffner-Luntzer M, Fischer V, Rapp AE, Liedert
A, Strauss G, Waetzig GH, Rose-John S, Ignatius A. 2018. Distinct effects of
IL-6 classic and Trans-signaling in bone fracture healing. Am J Pathol.
188(2):474-490.
14
Rigalli A, Loreto VED. 2009. Experimental Surgical Models in the Laboratory Rat.
London (UK): CRC Press.
Ristaniah DR, Soetikno D. 2011. Severe Acute Pancreatitis. Bandung (ID):
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Sadtler K, Estrellas K, Allen BW, Wolf MT, Fan H, Tam AJ, Patel CH, Luber BS,
Wang H, Wagner KR, Powell JD, Housseau F, Pardoll DM, Elisseeff JH.
2016. Developing a pro-regenerative biomaterial scaffold microenvironment
requires T helper 2 cells. Science. 352:366-370.
Sanders RC, Winter TC. 2007. Clinical Sonography: A Practical Guide.
Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Sheehan FT, Brainerd EL, Troy KL, Shefelbine SJ, Ronsky JL. 2018. Advancing
quantitative techniques to improve understanding of the skeletal structure-
function relationship. J Neuroeng Rehabil. 15(25):1-7.
Sirois M. 2016. Laboratory Animal and Exotic Pet Medicine: Principles and
Procedures. Missouri (US): Elsevier.
Solechan, Anwar SA. 2014. Studi pembuatan scaffold bovine hydroxyapatite dari
tulang sapi untuk aplikasi implan tulang mandibula menggunakan metode
kalsinasi. TRAKSI. 14(2):30-42.
Sudarsih K, Budi WS, Suryono. 2014. Analisis keseragaman citra pada pesawat
ultrasonografi (USG). BFI. 17(1):33-38.
Surbakti A, Oley MC, Prasetyo E. 2017. Perbandingan antara penggunaan karbonat
apatit dan hidroksi apatit pada proses penutupan lubang kalvaria dengan
menggunakan plasa kaya trombosit. JBM. 9(3):137-140.
Suryadi. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Biomaterial Hidroksiapatit dengan
Proses Pengendapan Kimia Basah. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Kadir MRA, Hermawan
H. 2014. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel iron-bioceramic
composites for bone implant applications. Mater Sci Eng C Mater Biol Appl.
36:336-344.
Ulum MF, Nasution AK, Yusop AH, Arafat A, Kadir MRA, Juniantito V, Noviana
D, Hermawan H. 2015. Evidences of in vivo bioactivity of Fe-bioceramic
composites for temporary bone implants. J Biomed Mater Res B.
103(7):1354–1365.
Venkatesan J, Kim SK. 2010. Chitosan composites for bone tissue engineering. Mar
Drugs. 8:2252-2266.
Vieira A, Siqueira AF, Ferreira JB, Pereira P, Wagner D, Bottaro M. 2016.
Ultrasound imaging in women's arm flexor muscles: intra-rater reliability of
muscle thickness and echo intensity. BJPT. 20(6):535–542.
Wahdah I, Wardhani S, Darjito D. 2014. Sintesis hidroksiapatit dari tulang sapi
dengan metode basah-pengendapan. JKPK. 1(1):92-97.
Wanatabe Y, Yamada Y, Fukumoto Y, Ishihara T, Yokoyama K, Yoshida T,
Miyake M, Yamagata E, Kimura M. 2013. Echo intensity obtained from
ultrasonography images reflecting muscle strength in elderly men. Clin Interv
Aging. 8:993-998.
Wang X, Zhang Y, Ji W, Ao J. 2018a. Categorizing bone defect hematomas –
enhance early bone healing. Med Hypotheses. 113:77-80.
Wang YH, Wu JY, Kong SC, Chiang MH, Ho ML, Yeh ML, Chen CH. 2018b.
Low power laser irradiation and human adipose-derived stem cell treatments
15
promote bone regeneration in critical-sized kalvarial defects in rats. PLos One.
13(4):e0195337.
Wattanutchariya W, Changkowchai W. 2014. Characterization of porous scaffold
from chitosan-gelatin/hydroxyapatite for bone grafting. Proceedings of the
International MultiConfererence of Engineers and Computer Scientist.
Widmer WR, Biller DS, Adams LG. 2004. Ultrasonography of the urinary tract in
small animals. JAVMA. 225(1):46-54.
Wolfensohn S, Lloyd M. 2013. Handbook of Laboratory Animal Management and
Welfare. New Delhi (IN): Wiley-Blackwell.
Young HJ, Jenkins NT, Zhao Q, McCully KK. 2015. Measurement of intramuscular
fat by muscle echo intensity. Muscle Nerve. 52:963-971.
Zhou D, Qi C, Chen YX, Sun TW, Chen F, Zhang ZQ. 2017. Comparative study of
porous hydroxyapatite/chitosan and whitlockite/chitosan scaffolds for bone
regeneration in kalvarial defects. Int J Nanomedicine. 12:2673-2687.
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jepara pada tanggal 31 Maret 1997 dan merupakan putri
pertama dari dua bersaudara, pasangan Heru Susanto (alm) dan Suliswati. Putri
ketiga dari lima bersaudara, pasangan Anwar Haryono dan Suliswati. Penulis
menyelesaikan pendidikan di TK Lestari (2001-2002), SDN 5 Bangsri (2002-2008),
SMPN 2 Jepara (2008-2011), dan SMAN 1 Jepara (2011-2014). Penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur undangan
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2014.
Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi seperti yaitu menjadi Bendahara
2 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB (2015-2016), Bendahara Umum
Himpunan Profesi Satwaliar FKH IPB (2016-2017) dan anggota Ikatan Mahasiswa
Bogor-Jepara (IMAGORA). Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan acara seperti
penanggungjawab cat show pada acara Pet Care Day (2015), Bendahara National
Veterinary Competition (2016), Bendahara Seminar Nasional Curik Bali (2016),
Bendahara Wildlife Exhibition (2017) dan volunteer dalam acara IndoPet Expo
2017.