evaluasi program bantuan pangan non tunai (bpnt) … · 2020. 12. 5. · evaluasi program bantuan...

147
EVALUASI PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT) BERBASIS ELEKTRONIK MELAUI KARTU KOMBO DI KABUPATEN BANTAENG Disusun Oleh EGGIE RIVALINA MAGHFIRA NIM : 105641111716 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 15-Feb-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • EVALUASI PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT)

    BERBASIS ELEKTRONIK MELAUI KARTU KOMBO

    DI KABUPATEN BANTAENG

    Disusun Oleh

    EGGIE RIVALINA MAGHFIRA

    NIM : 105641111716

    PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • 1

    EVALUASI PROGRAM BANTUAN PANGAN NON TUNAI (BPNT)

    BERBASIS ELEKTRONIK MELAUI KARTU KOMBO

    DI KABUPATEN BANTAENG

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

    Pemerintahan

    Disusun dan Diajukan Oleh

    EGGIE RIVALINA MAGHFIRA

    NIM : 105641111716

    Kepada :

    PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • 2

  • 3

  • 4

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama Mahasiswa : Eggie Rivalina Maghfira

    Nomor Stambuk : 10564111716

    Program Studi : Ilmu Pemerintahan

    Menyatakan bahwa benar karya tulis ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri

    tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau

    melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di

    kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia merima sanksi

    akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

    Makassar, Februari 2020

    Yang Menyatakan,

    Eggie Rivalina Maghfira

  • 5

    ABSTRAK

    Eggie Rivalina Maghfira. 2020. Evaluasi Program Bantuan Pangan Non

    Tunai (BPNT) Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten

    Bantaeng (Dibimbing oleh Hj. Ihyani Malik dan Ahmad Taufik )

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng, tepatnya di Desa Kampala, Kecamatan Eremersa. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu gambaran secara objektif terkait keadaan suatu program, dan tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu meneliti suatu kasus pada satu kesatuan sebuah program. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data sekunder dengan informan pokok 10 orang dan informan pendukung 5 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan menujukkan beberapa indikator berupa Efektivitas dalam unit pelayanan memberikan bantuan BPNT cukup efektif karena tidak berdesak-desakan Efisien sebab dalam memperoleh bantuan pangan tidak dikenakan biaya. Kecukupan/ketepatgunaan pogram BPNT menggunakan kartu kombo sehingga memudahkan dalam pengambilan bantuan dan meminimalisir kecurangan. Perataan program BPNT belum merata, sebab tidak semua PKH mendapatkan BPNT, sedangkan berdasarkan keputusan Kementrian Sosial menguatamakan. Respon masyarakat antusias sebab kualitas beras yang bagus (premium) serta ditambah dengan bantuan telur, ayam, sayur dan bauh-buahan. Ketepatan dalam menyalurkan bantuan telah tersalurkan ke beberapa kelompok masyarakat yang membutuhkan hanya saja masih belum merata. Faktor yang mempengaruhi diberlakukannya program BPNT adalah Data yang jarang diperbaharui, Tidak termasuk dalam Indikator Penerima BPNT, Penyaluran Bantuan, Mekanisme pasar, Mengurangi beban pengeluaran BPNT, Pemenuhan Gizi Seimbang dan Pelayanan Sistem Perbankan.

    Kata Kunci : Berbasis Elektronik, Evaluasi, Kebijakan, Program.

  • 6

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayahnya yang tak terhingga dan nikmat-nya yang tak

    berujung sehingga kita mampu melewati hari-hari yang penuh makna, dan

    memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan Skripsi yang berjudul

    “Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Berbasis Elektronik

    Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng”.

    Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi

    syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan dari program studi Ilmu

    Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

    Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan tugas penyusunan skripsi

    ini tidaklah mudah. Namun penulis menyadari bahwa begitu banyak pihak yang

    membantu saya dalam menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini dan skripsi ini

    tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh

    karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

    yang terhormat:

    1. Kepada kedua orang tua tercinta yang sangat berjasa dan senantiasa

    membesarkan, merawat, memberikan pendidikan sampai pada jenjang

    saat ini, mendoakan member semangat dan motivasi serta bantuan baik

    dari moril ataupun materi dan tak lupa kasih sayang yang tak hentinya

    beliau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  • 7

    2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

    dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

    3. Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas

    Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

    4. Ibu Dr Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

    Pemerintahan dan Ahmad Harakan S.IP., M.HI selaku sekretaris Jurusan

    Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    5. Bapak Rudi Hardi, S.Sos., M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik

    Penulis ± 4 tahun menapaki jenjang Pendidikan di bangku kuliah

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

    Makassar.

    6. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak

    Ahmad Taufik, M. Si., M.AP selaku pembimbing II yang senantiasa

    meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga

    skripsi ini dapat diselesaikan.

    7. Para dosen dan staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

    Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan bekal

    pengetahuan bagi penulis selama menjalani proses perkuliahan.

    8. Pihak Dinas Sosial Kabupaten Bantaeng yang telah membantu penulis

    dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.

  • 8

    9. Bapak Mustakim selaku Kordinator Kabupaten Penyalur Bantuan

    Pangan Non Tunai yang telah meluangkan waktunya di tengah padatnya

    aktivitas sehari-hari .

    10. Bapak Nurdin selaku Pendamping Kecamatan Penyalur Bantuan Pangan

    Non Tunai (BPNT) yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan

    terkait penulisan skripsi ini.

    11. Ibu Uli selaku pengelolah Elektronik Warung Gotong Royong (E-

    Warong), pihak BRI dan masyarakat penerima BPNT di Kecamatan

    Eremerasa yang telah memberikan banyak bantuan berupa informasi

    terkait Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

    12. Sahabat Geslek Squad (Hadija Nur, S. IP, A. Nawira, Lilis Nursaleha

    Burhan, S. IP dan Eka Purwanti) yang selama sudah seperti saudara

    yang memberikan banyak kebahagiaan dan persaudaraan selama

    menjalani aktivitas perkuliahan di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

    Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Menjadi lulusan di tengan wabah Covid 19

    sungguh tak mudah sebab telah menguras waktu, tenaga, pikiran dan

    masalah terbesar adalah dalam hal biaya. Di tengah tuntutan wisuda dari

    lingkungan sekitar dan keluarga, perekonomian melemah karena covid

    bahkan ada beberapa diantara teman-teman yang menjual beberapa

    barang demi meraih gelar sarjana. Eva Sulastriy Anwar dan Vinta Sri

    Rahayu, S. Pd yang juga selalu menyemangati dan menjadi tempat

    berbagi cerita

  • 9

    13. Kepada saudariku Muhammad Darwis yang memberikan semangat dan

    dukungan dan Sepupuku Mita Aminarti yang selalu menjadi tempat

    berkeluh kesah perihal peliknya menjadi sarjana.

    14. Teman-teman kelas IP-C 2016 dan Angkatan MILITAN kalian luar

    biasa, para pejuang sarjana di tengah wabah Covid 19.

    Teriring doa semoga Allah SWT menjadikan pengorbanan dan kebaikan

    itu sebagai cahaya penerang di dunia maupun di akhirat kelak. Akhir kata penulis

    mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para

    pembaca untuk menambah Ilmu Pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

    Ilmu Pemerintahan.

    Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul Khairat

    Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

    Makassar, Juli 2020

    EGGIE RIVALINA MAGHFIRA

  • 10

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    PERSETUJUAN .............................................................................................. ii

    PENERIMA TIM ............................................................................................. iii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................................... iv

    ABSTRAK ....................................................................................................... .v

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

    DAFTAR ISI .................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8

    C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 8

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9

    BAB II TINAJAUN TEORI

    A. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 10

    B. Konsep Evaluasi ................................................................................... 13

    C. Konsep Evaluasi Program .................................................................... 13

    D. Konsep Evaluasi Kebijakan ................................................................. 23

    E. Konsep Kesejahteraan Sosial ............................................................... 28

    F. Kerangka Fikir ..................................................................................... 32

    G. Fokus Penelitian ................................................................................... 33

    H. Deskripsi Fokus Penelitian ................................................................... 34

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  • 11

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 37

    B. Tipe dan Jenis Penelitian ...................................................................... 37

    C. Informan Penelitian .............................................................................. 38

    D. Sumber Data ......................................................................................... 38

    E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 39

    F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 40

    G. Pengabsahan Data ................................................................................ 42

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Objek Penelitian ................................................................... 45

    B. Evaluasi Program BPNT Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di

    Kabupaten Bantaeng ............................................................................ 45

    1. Evaluasi Program ........................................................................... 58

    a. Proses ....................................................................................... 58

    b. Hasil ......................................................................................... 65

    2. Evaluasi Kebijakan......................................................................... 69

    a. Efektivitas ............................................................................... 69

    b. Efisiensi ................................................................................... 77

    c. Kecukupan/Ketepatgunaan ...................................................... 80

    d. Perataan .................................................................................... 83

    e. Responsivitas............................................................................ 85

    f. Ketepatan.................................................................................. 88

    C. Faktor Yang Mempengaruhi Program BPNT Berbasis Elektronik Melalui

    Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng ................................................ 95

  • 12

    1. Data Yang Jarang Diperbaharui ..................................................... 95

    2. Tidak Termasuk Dalam Indikator Penerima BPNT ....................... 98

    3. Penyaluran Bantuan........................................................................ 99

    4. Mekanisme Pasar............................................................................ 101

    5. Mengurangi Beban Pengeluaran RT .............................................. 105

    6. Pemenuhan Gizi Seimbang ............................................................ 106

    7. Pelayanan Dengan Sistem Perbankan ............................................ 108

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 112

    B. Saran ..................................................................................................... 115

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 116

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 117

  • 13

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1. Desil ................................................................................................ 5

    Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 10

    Tabel 2.2. Kerangka Berpikir ........................................................................... 33

    Tabel 3.1. Informan Penelitian ......................................................................... 39

    Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Bantaeng Berdasarkan Kecamatan .................... 47

    Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan Eremerasa ......... 49

    Tabel 4.3. Tabel Jumlah Dusun, RT dan RW Kecamatan Eremerasa ............. 50

    Tabel 4.4. Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial ......................................... 57

    Tabel 4.5. Daftar Penerima BPNT Desa Kampala ........................................... 85

  • 14

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kemiskinan dan ketimpangan pangan hingga kini di Indonesia adalah

    suatu tantangan yang dihadapai pemerintah dari masa ke masa dan perlu untuk

    segera dituntaskan. Ketimpangan pangan dapat memberikan dampak buruk bagi

    kondisi kesejahteraan masyarakat, hal demikian dikarenakan ketersediaan pangan

    yang tidak untuk dikonsumsi dan kurang berkualitas, sehingga dapat menurunkan

    kondisi kesejahteraan masyarakat. Persoalan pangan adalah permasalahan yang

    kompleks dan sangat memerlukan perhatian dari pemerintah sehingga dibutuhkan

    penanganan program secara terpadu dan berkelanjutan (Rachman , 2018).

    Oleh sebab itu, perlu diupayakan pengurangan taraf hidup masyarakat

    miskin menuju sejahtera dengan cara pemerintah mengambil tindakan dengan

    mengeluarkan beberapa program untuk memudahkan akses pangan serta

    memenuhi nutrisi pangan dalam dalam memenuhi kehidupan yang lebih sehat dan

    aktif (Surya Kharismawati & Rosdiana, 2018). Program solutif dari pemerintah

    untuk hal ini yakni Beras Miskin (Raskin). Raskin jenis bantuan pangan, yang

    mana jenis pangan yang disalurkan adalah beras dengan harga jual lebih murah

    dari harga yang dipasarkan dan diselenggarakan oleh pemerintah diperuntukkan

    untuk masyarakat miskin atau masyarakat dengan perekonomian lemah. Program

    raskin merupakan program yang telah berjalan sejak tahun 2002 dan harga yang

    perlu ditebus oleh masyarakat miskin adalah seharga Rp 1.600 per kg dengan

    harapan dari pemerintah dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga

    miskin (Arif, 2017).

  • 15

    Dan pada tahun 2015 Program Raskin diganti nama menjadi Program

    Beras Sejahtera (Rastra) oleh Khofifah Indar Parwansa yang saat itu menjabat

    sebagai Menteri Sosial, menurut Khofifah pemikiran untuk mengubah Program

    Raskin menjadi Program Rastra adalah bermula ketika Ia mendatangi Gudang

    Bulog Drivre Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Khofifah, penggantian

    nama program bantuan tersebut bertujuan untuk mengubah pemikiran masyarakat,

    yang mana sebelumnya sebelumnya program bantuan tersebut bernama “Raskin”

    dengan tujuan untuk membantu masyarakat miskin, diubah dengan nama “Rastra”

    dengan harapan beras yang disalurkan oleh pemerintah dapat memperbaiki

    kondisi rakyat dengan keadaan yang sejahtera (V. Arief, 2015). Bantuan Rastra ini

    hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang berekonomi lemah dengan

    memperoleh sokongan sebesar Rp. 5.000 per kg (Kompas, 2015).

    Melalui rapat terbatas Presiden Jokowi Widodo pada tahun 2016, yang

    membahas tentang penyaluran bantuan Program Raskin akan digantikan dengan

    menyalurkan bantuan melalui kartu elektronik, yang mana kartu elektronik akan

    dibagikan untuk rumah tangga sasaran, kemudian bantuan pangan yang

    menggantikan Program Raskin maka bantuannya akan disalurkan dengan sistem

    penyaluran non tunai menggunakan sistem perbankan. Dari hasil rapat tertutup

    presiden tersebut, maka keluarlah PePres No.63 Tahun 2017 terkait dnegan

    saluran bantuan social non-tunai melalui Kementrian Sosial (I. S. Arief, 2017).

    Dengan dikeluarkannya Program tersebut yang disalurkan lewat sistem

    perbankan, sehingga pada Mei 2019 menjadi akhir penyaluran bantuan Program

  • 16

    Rastra, meskipun masih diperuntukkan untuk beberapa daerah terpencil dan sulit

    dijangkau hingga September 2019 (V. Arief, 2015).

    Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) akan menggantikan penyaluran beras

    secara langsung dan ditebus dengan sejumlah uang maka program BPNT akan

    menyalurkan bantuan pangan dalam kartu elektronik yang berisi uang yang

    diberikan oleh pemerintah, dengan uang tersebut masyarakat penerima BPNT

    akan dibebaskan untuk membeli kebutuhan pokok yang diinginkan (Irwan

    Susanto, 2019). Program BPNT awalnya disalurkan ke beberapa kota/daerah

    terpilih di Indonesia yang dinilai memiliki kesiapan untuk menjalankan Program

    BPNT ini, kesiapan yang dimaksudkan adalah dari segi akses dan fasilitas untuk

    melaksanakan Program BPNT. Sebagaimana telah dituangkan dalam Peraturan

    Presiden bahwa dalam penyaluran BPNT yang akan disalurkan secara non tunai

    menggunakan sistem perbankan sehingga memerlukan akses jaringan yang

    mendukung. Sebagai percontohan awal Kementrian Sosial menyalurkan BPNT

    pada tahun 2017 yang didistribusikan kurang lebih 2.205 Keluarga Penerima

    Manfaat di Surabaya dan Lamongan yang bekerjasama dengan pihak BNI

    (Thomas, 2019).

    Berdasarkann PERMENSOS no.11 Tahun 2018, Program Bantuan Pangan

    Non Tunai (BPNT) merupakan jenis bantuan langsung yang diberikan pada

    masyarakat sebagai ganti dari Program Rastra dan menjadi Program BPNT yang

    dibagikan non-tunai pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) perbulannya dan

    hanya dapat dipergunakan untuk membeli sembako dan kebutuhan pokok rumah

    tangga. Pencairan dana bantuan sosial dapat dilakukan di Elektronik Warung

  • 17

    Gotong Royong (E-Warong) atau agen yang telah bekerjasama dengan Himpunan

    Bank Negeri (Himbara) dari pemerintah terkait pendistribusian bantuan pangan

    secara non tunai (Rosaliana, Ana dan Hardjati, 2019).

    Sebagaimana arahan dari pemerintah terksit proses pemberian bantuan

    ersebut, maka Dinas Sosial selaku unit penyalur urusan pemerintah daerah dalam

    bidang sosial mulai memberlakukan Program BPNT sejak Juni 2019. BPNT

    merupakan saluran bantuan pada maysarakat yang termasuk pada KPM yang

    penyalurannya tidak secara tunai dan dapat diterima perbulannya yang cara

    pengambilannya telah ditentukan dnegan cara transaksi elektronik di E-Warong

    yang telah ditunjuk ataupun mitra dengan bank terkait dengan kartu Kombo, yakni

    suatu kartu yang dapat digunakan untuk transaksi secara elektronik bagii penerima

    bantuan yang termasuk pada KPM dan KKS. (Maharani, 2017).

    Tujuan dari Program BPNT yang diberikan oleh pemerintah adalah,

    mengupayakan pengurangan keuangan pokok keluarga yang termasuk KPM

    dengan cara memberikan bantuan sembako yang berguna untuk mereka dan dapat

    tetap mengkonsumsi pangan yang layak atau tetap pada gizi yang baik, meratakan

    ketepatsasaran untuk warga yang menerima bantuan ini, serta memberi opsi bagi

    masyarakat yang termasuk KPM terkait jenis-jenis ap ayang mereka perlukan

    untuk dibantu dalam hal pemenuhan keperlunan pokok untuk tetap membantu

    masyarakat demi tercapainya pembangunan yang berlanjut.

    Penerima Program BPNT adalah mereka yang harus memenuhi kriteria

    yang ditetapkan yaitu mereka yang terdaftar dalam Basis Data Terpadu dan

    tergolong dalam rumah tangga sasaran Kelompok Desil 1 dan Desil 2. Basis Data

  • 18

    Terpadu Penanganan Fakir Miskin (DT-PPFM) adalah sistem data elektronik

    yang memuat informasi sosial, ekonomi dan demografi dan sekitar 25% rumah

    tangga dengan status kesejahteraan terendah yang ditetapkan oleh Kementrian

    Sosial (Maharani, 2017).

    Rumah tangga dalam database terpadu dapat dibagi menjadi beberapa

    kelompok yang disebut desil. Desil adalah sepersepuluh bagian dari suatu

    kelompok. sehingga seluruh rumah tangga tersebut dibagi dalam 10 bagian atau

    10 desil, sesuai dengan ketentuan bahwa penerima bantuan adalah yang terdaftar

    dalam kelompok desil 1 dan 2. desil 1 adalah kondisi kesejateraan masyarakat

    setempat yang tergolong dalam kondisi kesejateraan 10% terendah sedangkan

    untuk desil 2 adalah kelompok atau invidu masyarakat setempat yang memiliki

    kondisi perekonomian atau tingkat kesejahteraan berada pada level 10%-20%

    terendah dalam lingkungan masyarakat setempat (bdt.tnp2k.go.id, 2018).

    Tabel 1.1.

    Desil

    No Keterangan

    1. Desil 1 merupakan kelompok rumah tangga dalam kelompok atau per-

    individu dengan taraf hidup dibawah 10%.

    2. Desil 2 merupakan kelompok rumah dalam kelompok atau per-individu

    dengan taraf hidup yaitu antara 10%-20%

    Sumber : btd.tnp2k.go.id (Basis Data Terpadu Tim Nasional Percepata

    Penanggulangan Kemiskinan ).

  • 19

    Besaran BPNT pada awal dikeluarkannya program BPNT adalah Rp

    110.000/KPM/bulan yang kemudian pada awal tahun 2020 besaran uang dalam

    kartu elektronik ditambahkan uang sejumlah Rp 40.000/KPM sehingga total uang

    elektronik dalam setiap kartu kombo yang akan diberikan kepada setiap KPM

    sejumlah seratus lima puluh ribu rupiah pada tiap-tiap KPM yang disalurkan

    secara non-tunai yang bisa untuk pertukaran dengan bahan0-bahan pokok ruumah

    tangga. Selain itu bantuan yang diberikan pemerintah dalam Program BPNT tidak

    dapat diakumulasikan, apabila penerima bantuan tidak dapat membelanjakan

    bantuan pada e-warong maka bukan berikutnya bantuan dianggap hangus atau

    tidak dapat diambil lagi. selain itu, dalam penyaluran bantuan pangan diharapkan

    mewujudkan prinsip 6T dalam penyaluran bantuan pangan, prinsip 6T yang

    dimaksud adalah Tepat Sasaran, Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Kualitas,

    Tepat Harga dan Tepat Administrasi (I. S. Arief, 2017).

    Melalui BPNT adalah salah satu langlah yang ditempuh pemerintah dalam

    meningkat kondisi kesejahteraan masyarakat serta membantu masyarakat yang

    tergolong dalam perekonomian yang lemah, akan tetapi selama kurang lebih 2

    tahun berjalannya BPNT dilingkungan masyarakat, penyaluran bantuan ini masih

    dikatakakan kurang efisien, dikarenakan tidak tepat sasaran, dikarenakan beberapa

    dari penerima BPNT sudah tidak termasuk dalam indikator penerima bantuan,

    disebabkan pergantian data yang bergantung pada basis data terpadu, sedangkan

    basis data terpadu hanya diperbaharui sekali dalam kurun waktu 6 bulan sehingga

    diperlukan pengevaluasian, sebagai tolak ukur dari pencapaian keberhasilan

    jalannya suatu program yang dilaksanakan. Purwanto dalam Zakky (2019)

  • 20

    mendefinisikan evaluasi merupakan bentuk penilaian yang diberikan untuk

    melihat sejauh mana rogram yang berjalan dapat memberikan hasil yang

    diharapkan atau belum. Evalusia juga dijadikan ukuran dalam perencaan,

    penyedia informasi dan pengambilan putusan.

    Untuk mengkaji lebih lanjut tentang berjalannya suatu program dan

    penyebab permasalahn terkait yang dijelaskan di atas, maka penulis akan

    membahas tentang “ Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

    Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng “.

    B. Rumusan Masalah

    Bantuan Pangan Non Tunai selama ini belum efisien, dikarenakan beberapa

    bantuan pangan yang disalurkan tidak sesuai dengan prinsip dikarenakan beberapa

    bantuan pangan yang disalurkan tidak sesuai dengan prinsip penyaluran BPNT

    yang mana harus memenuhi tersalurkan kepada kelompok masyarakat yang

    berbeda dan secara merata, permasalahan di lapangan berdasarkan hasil observasi

    penyaluran bantuan tidak tepat sasaran dikarenakan beberapa penerima BPNT

    sudah tidak termasuk dalam indikator penerima BPNT. Berdasarkan permasalahan

    yang dijabarkan, maka berikut 2 rumusan masalah penelitian ini:

    1. Bagaimanakah Pelaksanaan Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai

    (BPNT) Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten

    Bantaeng ?

    2. Faktor-faktor pengaruh Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

    Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng ?

    C. Tujuan Penulisan

  • 21

    Tujuan dilakukannya penelitian yakni untuk:

    1. Melihat Pelaksanaan Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai

    (BPNT) Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten

    Bantaeng.

    2. Mengetahui Faktor-faktor pengaruh Program Bantuan Pangan Non

    Tunai (BPNT) melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng.

    D. Manfaat Penelitian

    Ditinjau dari segi manfaat, maka penelitian ini didasarkan pada 2 jenis

    kategori, yakni:

    1. Secara teoritik

    a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber reverensi

    dan pertimbangan untuk pihak-pihak tata laksana Bantuan

    Pangan Non Tunai (BPNT) dan perkembangan program

    tersebut yang disesuaikan dnegan kebutuhan masyarakat.

    b. Dapat dijadikan acuan dan bahan pendukung untuk penelitian

    sejenis di masa mendatang.

    2. Secara praktis

    a. Untuk peneliti

    Diharapkan hasil penelitian dapat memberikannya ilmu

    pengeahuan terkait dengan tata laksana Program Bantuan

    Pangan Non Tunai (BPNT) basis Elektronik Melalui Kartu

    Kombo di Kabupaten Bantaeng.

  • 22

    b. Bagi Instansi

    Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran

    terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai

    (BPNT) Berbasis Elektronik melalui Kartu Kombo di

    Kabupaten Bantaeng agar dapat memperbaiki kekurangan

    dalam penyaluran bantuan dan memenuhi prinsip penyaluran

    BPNT sehingga bantuan tersalurkan kepada kelompok yang

    berbeda.

  • 23

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Penelitian Terdahulu

    Untuk membandingkan penelitian ini dengan penelitian lainnya di masa

    mendatang, maka peneliti mengambil beberapa contoh penelitian yang diteliti

    oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sehingga penulis dapat melihat kelebihan dan

    keurangan dari penelitin-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta

    membandingkannya dengan penelitian ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu

    yang terkait permasalahan yang akan diteliti oleh penulis yakni:

    Tabel 2.1

    Penelitian Terdahulu

    No Nama

    Penulis

    Judul Penelitian Hasil Penelitian

    1. Benny

    Rachman,

    Adang

    Agustiawan

    dan

    Wahyudi

    (2018)

    Efektivitas Dan Perspektif

    Pelaksanaan Program

    Beras Sejahtera (Rastra)

    Dan Bantuan Pangan Non-

    Tunai (Kualitatif)

    Penelitian ini untuk mengkaji

    efektivitas pelaksanaan Rastra

    dan BPNT (aspek 6T : Tepat

    Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat

    Waktu, Tepat Administrasi,

    Tepat Harga dan Tepat Kulitas)

    dan merumuskan sarana

    kebijakan perbaikan

    perlaksanaan Rastra dan BPNT.

    Cakupan kajian dan data yang

  • 24

    digunakan adalah pada tingkat

    nasional dengan keterwakilan

    dari masing-masing kota

    pelaksana program.

    2. Yeen

    Gustiance

    (2019)

    Evaluasi Pelaksanaan

    Program Bantuan Pangan

    Non Tunai (BPNT) Dalam

    Mendorong Pencapaian

    Tujuan Pembangunan

    Berkelanjutan (Sustanaible

    Developmnet

    Goals/SDGS) Di Kota

    Bandar Lampung

    (Kualitatif)

    Hasil pelaksanaan BPNT

    berdasarkan tujuan program

    belum optimal karena terjadi

    peningkatan masalah saldo nol

    dan permasalahan teknis

    pelaksanaan tidak sesuai. Selain

    itu aspek efektivitas tujuan

    masih kurang baik, efisiensi

    waktu penyaluran dan jumlah e-

    warong yang belum baik,

    responsivitas permasalahan

    lambat, dan perataan penerima

    yang masih kurang baik.

    3. Ibnu

    Sazime

    Arief

    (2017)

    Evaluasi Pelaksanaan

    Program Raskin Di

    Kelurahan Maharatu Kota

    Pekanbaru (Kualitatif)

    Hasil penelitian terdapat

    penyimpangan dalam

    pelaksanaan program Raskin,

    terlihat dari waktu penyaluran

    Raskin yang tidak dilaksanakan

    setiap bulannya, jumlah raskin

  • 25

    yang diterima RTM hanya 5-10

    kg setiap periode penyaluran,

    tidak tersedianya anggaran

    dalam penyaluran raskin karena

    tidak memiliki identitas sebagai

    warga Kelurahan Maharatu dan

    masih ada nepotisme yang

    terjadi dalam pendataan RTM

    sebagai penerima Raskin.

    Dari penjelasan tabel di atas maka ditarik simpulan bahwasannya pada

    penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan diantaranya pembahasan yang

    sama-sama membahas tentang evaluasi pelaksanaan dari suatu program,

    efektivitas BPNT dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam

    menangani kemiskinan. Akan tetapi, sejauh ini belum ditemukannya penelitian

    serupa mengenai pelaksanaan evaluasi Program BPNT khususnya di Kabupaten

    Bantaeng. Karenanya, peneliti merasa tertantang untuk melakukan penelitian

    mengenai evaluasi pelaksanaan Program BPNT dapat teratasi guna mendukung

    keberhasilan pelaksanaan Program BPNT dapat teratasi untk memberi dukungan

    pada keberhasilan pelaksanaan pada tahun-tahun setelahnya secara berkelanjutan.

    Harapannya yakni program ini dapat berjalan dan memberian manfaat kepada

    masyarakat dengan memilih kualitas beras yang diinginkan, khususnya di

    Kabupaten Bantaeng.

  • 26

    B. Konsep Evaluasi

    Philips dan Homark mendefinisikan evaluasi adalah suatu istilah yang

    kompleks dimana didalamnya memuat penarikan putusan tentang pencapaian

    tujuan suatu program. Dasar kepitusan diambil dari data kuantitaif maupun data

    kualitatif. Selanjutnya Lewhman (1990) berpendapat bahwa evaluasi dapat

    diketahui berdasarkan pada tujuannya, terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi

    sumatif dan formatif. Evaluasi formatif merupakan usaha untuk memperoleh

    balasan atau timbal balik dari perbaikan program, sedangkan, evaluasi sumatif

    yakni usaha dalam memberikan nilai dari manfaat suatu program dalam

    pengambilan putusan. (Zakky, 2020).

    Evaluasi berdasarkan KBBI yakni suatu bentuk nilai akhir dari adalah

    proses penelitian yang positif dan negatif, dan merupakan kombinasi keduanya.

    Disimpulkan lebih sederhana, yakni suatu langka atau cara dilakukan dalam

    sebuah kegiatan guna memberikan sebuah penialain terhadap suatu hal yang akan

    memperoleh manfaat dari program yang dievaluasi.

    C. Konsep Evaluasi Program

    Evaluasi merupakan rangkaian program atau kegiatan-kegiatan yang akan

    dilakukan dan dilaksanakan dnegan sadar untuk mengetahui sejauh mana tingkat

    suatu program mencapai keberhasilannya. Dalam kamus : 1. Program ialah

    rancangan. 2. Program merupakan suatu aktifitas yang dapat dijalankan.

    Melakukan evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

    untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kesebrhasilan yang dicapai dalam hal

    atau tujuan yang telah direncanakan (Arikunto, 2013).

  • 27

    Pandangan Tyler (1950), ia megatakan Evaluasi program merupakan

    rangkaian proses untuk menentukan apakah tujuan program telah tercapai. Selain

    itu, menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971), evaluasi program adalah

    upaya atau perilaku dalam memberikan informasi dan kemudian

    mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pengambil keputusan. (Arikunto,

    2004).

    Jones mendefinisikan evaluasi program adalah kegiatan yang direncanakan

    dengan mempertimbangkan fungsi serta kemanfaatannya dari segi jenis, teknik

    dan model. Stufflebeam mendefinisikan“ The Process of delineating, obtaining,

    and providing useful information for judging decision alternativies”. (Fatin,

    2016).

    Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, ditarik simpulan

    bahwasannya evaluasi program merupakan salah satu aktifitas yang telah

    direncanakan guna mengetahui sejauh mana suatu program telah berjalan dan

    sejauh mana tingkat keberhasilan dari program tersebut, evaluasi bukanlah suatu

    program yang dapat dikatakan berhasil atau berjalan sebagaimana mestinya.

    1. Tujuan Evaluasi Program

    Berikut di bawah ini diterangkan tujuan dari evaluasi program berdasarkan

    pemikiran Muyatiningsih (2011) :

    a. Menunjukkan kontribusi rencana terhadap pencapaian tujuan organisasi.

    Hasil evaluasi penting untuk mengembangkan program yang sama di

    tempat lain.

  • 28

    b. Tentukan keberlanjutan prosedur, apakah perlu melanjutkan,

    meningkatkan atau bahkan menghentikan prosedur.

    Sedangkan Arikunto (2004) memaparrkan, ada dua dari tujuan sebuah

    evaluasi yaitu terbagi dalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan umum

    berarti program yang diarahkan secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus yang

    dimkasud adalah dalam proses pengevaluasian yang difokuskan pada masing-

    masing komponen.

    Jadi, dari penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwasannya tujuan

    evaluasi program yakni guna melihat keadaan berkaitan dengan program yang

    akan dievaluasi. Sebabnya, dalam evaluasi program, pelaksanaan program yaitu

    melibatkan pikiran dan tindkan mengambill langkah untuk melaksanakan sebuah

    penelitian (Arikunto, 2004).

    2. Manfaat Evaluasi Program

    Evaluasi program dapat pula diartikan sebagai suatu kegiatan supervise.

    Secara singkat supervise adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan

    tinjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program merupakan suatu

    tahap pertama dalam supervisi, yakni dengan mengupayakan data-data terkumpul

    kemudian dilanjutkan dengan pembiinaan. Evaluasi program adalah suatu

    langkah awal dalam sebuah proses akreditasi dan validasi sebuah lembaga

    (Arikunto, 2004).

    Kegiatan evaluasi sangat berguna dalam sebuah langkah pengambilan

    keputusan untuk penentuan lanjutan pada program yang telah dijalankan. Wujud

    dari hasil evaluasi adalah rekomendasi dari seorang evaluator dalam langkah

  • 29

    mengambil sebuah keputusan. Berikut empat hal yang mungkin diambil dalam

    mengatur kebijakan dalam suatu program keputusan:

    a. Mengehentikan sebuah program, karena dilihat bahwasannya program

    tersebut tidak memberikan manfaat atau tidak terlaksana sesuai dengan

    hasil yang diharapkan.

    b. Merevisi sebuah program, dari hal-hal yang tertuang dalam sebuah

    program ada beberapa bagian tidak sesuai keinginan sehingga dilakukan

    revisi atau memperbaiki dari kesalahan yang ada meskipun hanya sedikit.

    c. Melanjutkan program, setelah berjalannya suatu program maka hasil yang

    diperoleh menujukkan segala sesuatu terkait proses berjalannya suatu

    program dan apakah program tersebut telah berjalan serta memberi

    manfaat yang dikehendaki.

    d. Menyebarkan sebuah program dengan cara menjalankan suatu program di

    wilayah tertentu dan pada waktu yang berbeda, karena program tersebut

    berhasil dengan baik sehingga program tersebut sangat diharapkan dengan

    baik untuk melakukan kembali program tersebut di waktu dan tempat yang

    berbeda.

    3. Sasaran Evaluasi Program

    Guna mengetahui sasarannya, maka langkah pertama yang dilakukan oleh

    seorang evaluator adalah dengan mengenali terlebih dulu tentang program yang

    hendak dijalankan, terutama komponen. Karena hal itu adala hal yang utama dari

    suatu program. Tujuan umum dari sebuah program harus dijabarkan menjadi

    sebuah tulisan khusus maka sasaran dari evaluator akan diarahkan pada komponen

  • 30

    agar pengamatannya dapat lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih

    lengkap. Untuk itulah seorng evaluator harus memiliki kemampuan untuk

    mengidentifikasi komponen program yang akan dievaluasi.

    4. Model Model Evaluasi Program

    Model-model evaluasi program memang tampak memiliki banyak variasi,

    akan tetapi maksud dan tujuan dari suatu program itu pada dasarnya sama yaitu

    suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan informasi

    yang berkaitan dengnan objeknya. Yang kemudian langkah selanjutnya dalam

    pengevaluasian adalah setelah informasi terkumpul, hal selanjytnya yakni

    memberikan informasi tersebut pada pihak pengambilan putusan yang sudah

    dievaluasi dengan cara yang tepat (Muryadi, 2017).

    Berdasarkan Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi program

    dalam delapan model evaluasi (Arikunto, 2004) sebagai berikut :

    a. Goal Oriental Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler

    Model ini adalah bentuk dari model pertama dan yang menjadi objek atau

    tujuan dari program yang telah ditetapkan jauh sebelum program ini diberlakukan

    atau dilaksanakan. Berikut beberapa tahapan yang harus dijelankan:

    1. Tentukan tujuan rencana yang akan dilaksanakan

    2. Jelaskan setiap gol dalam bentuk gaya berpakaian, sikap, dan konten.

    3. Tentukan target penggunaan.

    4. Tentukan arah yang akan diambil oleh situasi representatif.

    5. Tentukan arah untuk mendapatkan hasil evaluasi.

  • 31

    Tyler mendefenisikan evaluasi sebagai suatu alat banding antara hasil yang

    diharapkan dan hasil yang didapattkan secara nyata. Menurut (1951) penilaian

    dalam sebuah program harus dapat memberikan nilai pada behaviour murid, pada

    suatu perubahan dari tingkah laku yang dikehendaki (Muryadi, 2017).

    b. Model Free Evaluation Model (GFE), dikembangkan oleh Scriven

    GFE pertama mula dikenalkan oleh Model evaluasi ini dikembangkan oleh

    Michael Scriven tahun1972, model ini dapat dikatakan tidak sama dengan model

    yang dijelaskan di atas yang dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang

    dikembangkan oleh Tyler, evaluator harus memantau secara kontinu apakah

    sesuai dengan hasil yang diinginkan, sejak awal berjalannya program hingga

    proses berjalannya yang dilihat secara terus menerus. Sedangkan untuk model

    GFE justru berlawanan dari tujuan program.

    Model Goal Free Evaluation yang dimaksudkan disini adalah yang

    bertindak sebagai evaluator atau penilai dari suatu program dengan cara

    mengambil dan mengumpulkan laporan-laporan atau catatan-catatan dari adanaya

    sesuatu yang mempengaruhi secara ril. Dalam model evaluasi ini terkhusus untuk

    diberi perhatian secara tepat terhadap usulan-usulan tujuan dalam evaluasi, tetapi

    tidak dalam bentuk proses atau produk. Keuntungan dari Program GFE adalah

    dengan model GFE para evaluator atau yang bertindak sebagai pemberi nilai dapat

    mengetahui antipasti yang perlu dilakukan dalam menghadapi adanya sesuatu

    yang mempengaruhi tujuan pokok dari penilaian yang menyimpang (Muryadi,

    2017).

  • 32

    c. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael

    Scriven

    Evaluasi Formatif adalah proses evaluasi yang dilakukan ketika program

    atau kegiatan sedang berlangsung, evaluasi formatif bertujuan guna melihat

    seberapa jauh program yang direncanakan dapat bertahan, dalam proses ini

    evaluator juga dapa mengetahui dan mengidentifikasi hambatan dari program

    yang berlangsung. Dengan diketauhinya hambatan dari suatu program dan hal-hal

    yang menjadikan suatu program tidak berjalan dengan baik, pengambilan sebuah

    keputusan yang bersifat terlalu cepat akan memicu adanya evaluasi program.

    Evaluasi Sumatif adalah proses evaluasi program yang dilakukan ketika

    kegiatan atau program telah berakhir, tujuan dari evaluasi ini yakni untuk

    pengukuran npada level pencapaian suatu program. Fungsi dari evaluasi sumatif

    ini adalah dengan dalam pelaksanaan evaluasi program adalah pembelajaran yang

    dimkasudkan adalah sarana untuk mengetahui posisi dari sebuah individu atau

    kelompok, mengingat bahwa yang menjadi sasaran objek dan waktu pelaksanaan

    berbeda antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, maka yang menjadi lingkup

    sasaran yang akan dievaluasi juga berbeda (Mardilah, 2019).

    d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake

    Model evaluasi ini secara geris besar mengacu pada dua hal pokok dalam

    proses evaluasinya yakni dengan penjelasan dan pertimbangan. Model ini pula

    dapat menjadi pemeda antara tiga tahap dalam proses evaluasi sebuah program,

    yaitu antaseden yang diartikan sebagai konteks, transaksi yang diartikan sebagai

    proses dan keluaran yang diartikan sebagai hasil, yang kemudian untuk deskripsi

  • 33

    dan pertimbangan merupakan suatu langkah yang akan diambil dalam proses atau

    selama berjalannya suatu proses pengevaluasian suatu program (Mardilah, 2019).

    Dalam mendeskripsikan atau menggambarkan hal yang berkaitan atau

    menyangkut dua hal yang menujukkan proses berjalannya suatu program, yaitu

    dengan mengetahui tujuan yang diharapkan oleh program, dan sebab-akibat atau

    hal-hal yang sungguh terjadi terjadi dalam proses evaluasi. Selanjutnya pada

    langkah pertimbangan dalam proses pengevaluasian adalah harus berdasarkan dan

    mengacu pada standard yang ditetapkan.

    Berdasarkan Stake, evaluator dalam pertimbangannya dapat

    mebandingkan hal-hal di bawah ini (Arikunto, 2004) :

    1. Bandingkan kondisi evaluasi dan hasil program tertentu dengan objek

    sasaran yang sama dengan kondisi dan hasil yang terjadi pada program

    lain.

    2. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, bandingkan kondisi dan hasil

    pelaksanaan rencana dengan standar rencana yang relevan.

    Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka ditarik simpulan bahwasannya

    Countanance Evaluation Model adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh

    Stake. Model evaluasi program ini mengacu pada 2 hal utama dalam

    melaksanakan evaluasi program, yakni deskripsi dan pertimbangan yang

    didalamnya ada 3 hal yang menjadi objek sasaran evaluasi suatu program yang

    harus dievaluasi oleh evaluator 3 hal tersebut, yakni antaseden yang berarti

    konteks atau masukan, transaksi berarti proses dan outcomes yang bermakna

    hasil(Arikunto, 2004).

  • 34

    e. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake

    Berdasarkan Stake (1967) berikut kriteria dalam model evaluasi yang

    responsif (Kosim, 2016), antara lain :

    1. Lebih mengarah pada kegiatan program (proses) daripada tujuan dari suatu

    program.

    2. Memiliki keterkaitan yang banyak dengan berbagai tingkatan atau

    kelompok untuk memperoleh hasil evaluasi.

    3. Perbedaan nilai perspektif dari banyaknya perorangan yang jadi tolak ukur

    dalam mengungkapkan gagal dan berhasilnya suatu program.

    Pendekatan ini merupakan system yang mengabaikan hal-hal yang

    menajdi kebenenaran dalam proses evaluasi dengan keinginan dapat memberikan

    peningkatan dalam hasil evaluasi kepada setiap orang atau program itu sendiri.

    Model evaluasi ini dilakukan berdasarkan dasar pemikiran dari individu dalam

    memberikan penilaian pada suatu perkara dan dipaksa bekerja secara lebih keras

    untuk memastikan bahwa individu mampu memberikan nilai pada setiap perkara.

    f. CSE-UCLA Evaluation Model dikembangkan Oleh Alkin

    Ciri-ciri dari model ini yakni membagi evaluasi program dalam 5 langkah

    yang perlu dilaksanakan dalam proses evaluasi diantaranya yakni

    denganmerencanakan, mengembangkan, penerapan dan hasil serta akibat.

    Fernandes (1984) menjelaskan suatu model CSE dalam 4 langkah (Kosim, 2016)

    sebagai berikut :

    1. Needs Assement, yaitu evaluator yang menempatkan perhatian pada pusat

    pemilihan masalah.

  • 35

    2. Program Planing yaitu seorang evaluator merampungkan data secara

    langsung tentang tentang suatu proses mengetahui dalam menentukan

    pemenuhan keinginan yang telah diidentifikasi.

    3. Summatif Evaluation adalah seorang evaluator agar kiranya dapat

    memfokuskan perhatian dalam proses berjalannya suatu program.

    4. Sumatif Evaluation, adalah seorang evaluator mampu mengumpulkan hal-

    hal yang merupakan hasilnya dan dampaknya yang diberikan dari suatu

    program.

    g. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeamn

    Model ini bertumpu pada pemikiran dengan tolak ukur pencapaian suatu

    program yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ciri dan kondisi

    lingkungan sekitar obyek yang akan dievaluasi, keinginan yang hendak diraih oleh

    program terencana, cara dan prosesnya. Berikut di bawah merupakan tujuan ari

    diadakannya evalusiasi berdasarkan pikiran Stufflebeam:

    1. Menentukan dan menyiapkan informasi yang berguba dalam memberikan

    penilain untuk menetapkan sebuah keputusan.

    2. Menolong audience dalam memberikan tanggapan dan nilai dalam

    menyebarluaskan kegunaan dari suatu program.

    3. Membantu mengembangkan dari suatu kebijakan dan program.

    Stufflebeam (1967) mengemukakan bahwa CIPP diambil dari gabungan

    kata dari Context evaluation (evaluasi konteks), input evaluation (evaluasi

    masukan), process evaluation (evaluasi proses), product evaluation (evaluasi

    terhadap evaluasi) (Kosim, 2016).

  • 36

    h. Dicrepancy Model, dikembangkan oleh Provus

    Provus (1971) mendefenisikan evaluasi adalah sebagai alat yang

    digunakan membantu dalam mempertimbangkan minus dan plus suatu objek

    tertentu (Arikunto, 2004). Model ini diharapkan mampu melakukan pendekatan

    formatif dengan berpatokan pada sistem yang telah dianalisis. Sementara hasil

    yang diinginkan adalah mengarah kepada apakah sebenarnya tujuan yang

    terlaksana. Dalam model evaluasi ini, kebanyakan sumber informasi yang

    didapatkan tidak sama dari hasil dianalisis. Adapun cara dalam mengevaluasi

    program menggunakan model Discreparansy Model (Kosim, 2016) adalah

    sebagai berikut :

    1. Menentukan tingkat kesuksesan suatu program melalui perencvanaan

    dengan bentuk penilaian.

    2. Meringankan pihak pengurus dengan memastikan sumber yang

    dibutuhkan telah terpenuhi melalui penilaian input.

    3. Menilai, memastikan kegiatan yang direncanakan dapat dijalankan dengan

    mulus dan bermutu dengan kualitas yang dimiliki suatu program sesuai

    hasil yang diinginkan.

    4. Dalam menilai hasil, ditentukan judgement pada tahaan pertama dari

    tujuan yang terencana di awal.

    Dari pemaparan beberapa teori di atas maka maka ditarik simpulan

    bahwasannya evaluasi program merupakan tindakan guna memberikan penilaian

    pada proses berjalannya suatu program dari sebuah kebijakan untuk menentukan

    lengkah selanjutnya dari sebuah program. Dengan melakukan sebuah evaluasi

  • 37

    maka evaluator dapat mengambil sebuah tindakan apakah sebuah program yang

    berjalan akan dihentikan, direvisi, dilanjutkan untuk mendapatkan manfaat atau

    bahkan menyebarluaskan sebuah program apabila sebuah program memang telah

    berjalan dengan baik, agar program yang terlaksana dengan baik juga dapat

    memberikan manfaat yang sama pada orang berbeda di waktu yang tidak sama

    pula. Dalam mengevaluasi sebuah program, yang menjadi sasaran dari program

    yang akan dievaluasi bukan hanya program secara keseluruhan saja tapi juga

    melibatkan komponen-komponen yang memiliki keterkaitan dengan program

    yang dilaksanakan.

    D. Konsep Evaluasi Kebijakan

    Mustowadijaya (2002) mengemukakan bahwa evaluasi adalah suatu

    kebijakan sebagai rangkaian dari suatu kegiatan dalam memberikan sebuah nilai

    guna mengetahui tingkat keberhasilan atau sebaliknya pada suatu program. Selain

    itu, menurut Nugroho, kebijakan publik merupakan salah satu bentuk manajemen,

    dan mengedepankan kesadaran bahwa kebijakan publik harus terkendali.

    (Nugroho, 2017).

    Dari hasil yang dipaparkan tersebut, ditarik sebuah kesimpulan bahwa

    sannya evaluasi kebijakan merupakan bentuk aktifitas dengan menentukan nilai

    dari suatu kebijakan umum guna mengidentifikasi sampai manakah tingkat hasil

    dan gagal tujuan kebijakan publik yang telah dijalankan.

    Ada beberapa model evaluasi kebijakan yang digunakan sebagai suatu ciri

    yang akan dipakai dalam memberikan penilaian. Ada beberapa model evaluasi

    dalam pelaksanaan suatu kebijakan yang digunakan dari berbagai kalangan tokoh

  • 38

    antara lain adalah William Dunn, Lesterd dan Steward, Anderson dan Howlet dan

    Ramesh (Gustiance, 2019).

    1. Model Evaluasi William Dunn

    Dunn mengemukakan bahwa suatu evaluasi dapat diartikan sebagai suatu

    taksiran yang memberi angka dan nilai. Evaluasi memiliki kaitan dengan

    pengumpulan informasi mengenai suatu nilai atau kegunaan dari perolehan

    kebijakan dalam menyampaikan informasi yang terpercaya mengenai kerja atau

    peraturan umum (Dunn, 2003). Berikut merupakan Ciri-ciri dalam mengevaluasi

    kebijakan suatu program:

    a. Efektivitas dari kata dasar efektif yang memili arti pencapaian akan

    sebuah keberhasilan guna mencapai keinginan yang telah ditentukan.

    Efektivitas mengandung hubungan saling terkait dengan hasil yang

    sungguh-sungguh ingin diraih.

    b. Efisiensi mengandung arti jumlah usaha yang dibutuhkan dalam mencapa

    tingkatantentang seberapa efektif. Efisiensi juga memiliki ersamaan arti

    dengan rasionalitas ekonomi, dua kata tersebut saling keterkaitan antara

    efektivitas dan hal yang sunggug-sungguh dilakukan dan biasanya tolak

    ukur dari sebuah efisiensi adalah ongkos atau tariff biaya yang perlu

    dikeluarkan. Suatu kebijakan dikatakan memenuhi efektivitas yang tinggi

    apabila dalam hal biaya menggunakan biaya terendah maka dapat

    dikatakab telah efisien.

    c. Perataan disini mengandung arti sebuah kegunaan dan tarif ongkos yang

    dari suatu kegiatan yang berkaitan dengan program, dan apakah suatu hal

  • 39

    yang termuat dalam program telah dibagikan sesuai dengan porsi yang

    sama untuk kalangan-kalangan yang terlibat di dalamnya.

    d. Ketepatan mengandung arti seseorang yang dapat memberikan sebuah

    petunjuk untuk melakukan sebuah tindakan pada program terkait sesuai

    dengan tujuan awal yang diharapkan, atau ketetpatan juga dapat dikatakan

    bahwa dari sebuah program yang terlaksana dari sebuah keputusan

    pemerintah apakah hasil yang tercapai dapat memenuhi kebutuhan

    masyarakat dengan baik.

    e. Ketepatgunaan/Kecukupan adalah dengan terpenuhinya suatu kebutuhan

    yang bisa memberi rasa puas tentang segala sesuatu yang diinginkan.

    Ketepatgunaan juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk

    mengetahui suatu tindakan yang berasal dari sebuah kebijaksanaan dalam

    memenuhi tujuan atau kelebihan dari suatu kegunaan kepada target.

    f. Responsivitas adalah suatu tindakan dari dalam pikiran kita untuk

    memahami dan mengerti tindakan dari pemerintah guna melaksanakan

    sebuah pelayanan. Tingkat kepekaan dapat dilihat dari pencapaian hasil

    oleh pemerintah untuk menjalin sebuah hubungan dalam pelaksanaan

    sebuah kebijakan. Responsivutas juga memberikan pengertian hasil dari

    keputusan pemerintah apakah telah mencapat tujuan yang ditargetkan.

    2. Model Evaluasi Lester dan Steward

    Slester dan Steward (2000) memetakan pelaksanaan evaluasi kebijakan

    menjadi sebuah evaluasi proses, yaitu evaluasi yang sesuai dengan proses

    pelaksanaan; evaluasi impak, merupakan tindakan dalam sebauh evaluasi yang

  • 40

    mengarah pada sebuah tujuan atau pengaruh dari pelaksanaan keputusan; evaluasi

    kebijakan mengandung arti apakah sebuah tujuan dari program telah memenuhi

    keinginan yang diharapkan; dan evaluasi meta, evaluasi ini menujukkan evaluasi

    dari sebuah pelaksanaan keputusan yang ada dan didapatkan sebuah persamaan-

    persamaan tertentu (Gustiance, 2019).

    3. Model Evaluasi Anderson

    Anderson (2011) menujukkan sebuah pelaksanaan suatu keputusan secara

    publik dalam tiga bagian. Satu, yakni evaluasi bijakan public mengandung arti

    sebagai suatu aktifitas yang sifatnya terikat terhadap keputusan. Ke-dua, evaluasi

    itu lebih menekankan kepada pelaksanaan sebuah kebijakan publik. Ke-tiga,

    evaluasi yang simetris dapat menentukan sebuah atau mengukur tujuan yang

    didapatkan apakah telah memenuhi hasil yang diharapakan (Gustiance, 2019).

    Enam tahap dalam pelaksanaan sebuah evaluasi menurut Suchman dalam

    (Gustiance, 2019) adalah:

    a. Mendefenisikan hasil yang diharapkan dengan program yang dievaluasi.

    b. Lebih mengkajo secara dalam tentang sebuah masalah.

    c. Menggambarkan dan standard dari sebuah aktifitas.

    d. Untuk mengukur level perubahan yang terjadi.

    e. Penentuan sebuah perubahan yang bisa dilihat yakni diartikan sebagai

    akibat dari suatu aktifitas yang dilakukan.

    f. Lebih dari satu indikator untuk menentukan adanya suatu masalah yang

    ditimbulkan.

    4. Model Evaluasi Howlet dan Ramesh

  • 41

    Howlet dan Ramseh (1995) dalam (Gustiance, 2019) dalam

    pengelompokkan sebauah evaluasi sebagai berikut :

    a. Evaluasi administratif, menujukkan sebuah proses evaluasi dalam sisi

    administrative yang mencakup uang anggaran, efisien, biaya proses

    keputusan pemerintah yakni antara berikut:

    1. Effort evaluation, penilaian yang dilihat dari input program.

    2. Performance evaluation, merupakan sebuah tindakan penilaian

    (output) dari sebuah program.

    3. Adequacy of performance, atau effectiviense evaluation,

    memberikan penilaian apakah sebuah program yang telah dilakukan

    sebagaimana yang ditentukan.

    4. Efficiency evaluation, yang menekankan pada ongkos moneter dari

    pelaksanaan sebuah program yang berjalan sebagaimana dengan

    tingkat efektif tarif ongkos yang dipakai.

    5. Process evaluation, yaitu menekankan pada sebuah cara yang

    dipakai oleh sebuah organisasi untuk mengimplementsikan sebuah

    program.

    b. Evaluasi Yudisial, sesuai dengan masalah dari kesahan hukum yang mana

    sebuah keputusan dilaksanakan.

    c. Evaluasi politik, yaitu memberi nilai seberapa jauh dalam menerima

    konsekuensi dari politik pada kebijakan public yang diberlakukan.

    Jadi, disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu tindakan yang

    dilakukan berdasarkan suatu keputusan yang direncanakan yang dibuat oleh

  • 42

    pemerintah guna mewujudkan sebuah hasil yang diingnkan dengan melakukan

    penilaian terhadap proses pelaksanaan suatu kebijakan guna menilai seberapa jauh

    level berhasil dari kebijakan yang dikelurakan pemerintah, apakah telah

    memenuhi tujuan awal yang ditetapkan.

    E. Konsep Kesejateraan Sosial Pangan

    Kesejahteaan sosial (Kurniawan, 2020) merupakan sebagai berikut :

    1. Kesejahteraan masyarakat.

    2. Dalam dunia perekonomian, pemberdayaan masyarakat dinilai sebagai

    suatu hubungan yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan dengan yng

    lainnya.

    3. Menyediakan pelayanan dalam berbagai bidang sosial, dalam memenuhi

    kebutuhan masyarakat secara perseorangan.

    4. Dalam mensejahterahkan bidang sosial, Indonesia menggunakan nama

    disiplin akademik sebagai bagian dari ilmu sosiologi.

    5. Kesejateraan sosial adalah suatu keadaan yang menggambarkan keadaan

    dimana setiap individu merasa aman, tentram, tenang serta kebahagiaan

    yang dapat memberikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

    Elizabeth mendefenisikan bahwa kesejateraan sosial adalah adalah suatu

    sistem yang terstruktur dari sebuah lembaga dan pelaksanaan layanan sosial yang

    dibuat khusus untuk meringkankan beban seseorang atau masyarakat untuk

    memenuhi tingkatan hidup yang lebih sejahtera dan maju (Kurniawan, 2020).

    Dari penjelasan tersebut, maka ditarik simpulan bahwasannya

    kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan yang menggambarkan tentang kondisi

  • 43

    kehidupan individu dan masyarakat yang telah sejahtera dalam memenuhi

    kebutuhan sehari-hari dengan mengkonsumsi pangan yang bergizi melalui pangan

    yang berkualitas yang dirancang oleh pemerintah melalui sebuah kebijakan atau

    keputusan yang dapat berupa program yang menciptakan keadaan yang nyaman

    dan bahagia dalam kehidupan sehari-hari.

    Pangan yakni produk yang bersifat konsumtif yang dihasilkan dari

    keberagaman hayati dan hewani. Seperti hasil dari alam berupa padi, kopi, jagung,

    ikan, yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk makan dan minuman untuk

    memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup setiap harinya. Pangan juga dimaknai

    sebagai sumber bahan pangan yang dapat diolah untuk dikonsumsi

    masyarakatdalam kesehariannya . (Kurniawan, 2020).

    Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik simpulan bahwasannya

    kesejahteraan sosial bantuan pangan adalah suatu keadaan yang menggambarkan

    kondisi yang sejahtera dalam memenuhi kebutuhan pangan yang berkualitas untuk

    keberlangsungan hidup keseharian dalam mendapatkan layanan sosial yang baik

    dan dapat disalurkan melalui sebuah program yang telah dibuat berdasarkan

    keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah guna menciptakan kondisi yang

    sejatera bagi masyarakat, yaitu Program Bantuan Pangan Non Tunai Berbasis

    Elektronik Melalui Kartu Kombo merupakan sebuah program bantuan pangan

    dalam bantuk non tunai dengan mekanisme elektronik yang diberikan langsung

    oleh pemerintah pada tiap bulan lewat akun elektronik yang digunakan hanya

    membeli bahan-bahan pokok keluarga.

  • 44

    Untuk memperoleh BPNT, langkah pertama yang perlu dilakukan oleh

    setiap KPM adalah mereka yang tergolong dalam kondisi kesejateraan sosial

    ekonomi dalam taraf 25% terendah yang bersumber dari DT PPFM, daftar

    penerima KPM BPNT ditentukan dan diseleksi oleh Kementrian Sosial setiap

    bulan November, setelah itu daftar KPM akan diberikan kepada Bank Penyalur

    dan Pemerintah Daerah oleh Kementrian Sosial, yang kemudian akan diverifikasi.

    Setelah data KPM diverifikasi maka penerima bantuan akan dubuatkan buku

    rekening di bank dan akan mendapatkan Kartu Keluarga Sejatera atau dalam

    BPNT dikenal dengan nama Kartu Kombo, sebagai kartu non elektronik yang

    akan digunakan untuk menebus pangan yang berupa beras dan telur sebagai

    bantuan pokok dan sayuran, buah-buahan, nabati dan kacang-kacangan sebagai

    bantuan tambahan(Hikmawati, 2019).

    Kartu kombo sebagai instrumen pembayaran dengan saldo Rp

    150.000/KPM dalam setiap bulannya, Kartu Kombo berfungsi sebagai e-wallet

    atau dompet, dengan memounyai fitur e-wallet merupakan uang elektronik yang

    bisa digunakan untuk membeli bahan pangan kepada pihak e-warong akan tetapi

    tidak dapat ditunaikan atau dalam bentuk uang. Dengan penyaluran BPNT

    diharapkan dapat memberikan kendali penuh pada setiap KPM untuk menentukan

    sendiri mutu dari bahan pangan yang akan dibeli, dan dengan adanya program ini

    mendorong usaha eceran rakyat dalam meningkatkan jumlah pelanggan

    (Hikmawati, 2019).

  • 45

    F. Kerangka Fikir

    Upaya yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan

    masyarakat yang lebih baik dengan mengurangi beban belanja bulanan dengan

    menyalurkan bantuan pangan, berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik

    Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non

    Tunai (BPNT) yang telah dilaksanakan sejak Juni 2018 di Kabupaten Bantaeng.

    Dengan tersalurnya BPNT ada beberapa kendala yang ditemukan di lapangan,

    yaitu dalam penyaluran bantuan yang pangan yang tidak tepat sasaran dan para

    KPM sudah tidak menjadi indikator penerima bantuan pangan.

    Untuk mengetahui lebih dalam tentang pelaksanaan bantuan pangan guna

    menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui Program Bantuan Pangan Non

    Tunai (BPNT) Berbasis Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten

    Bantaeng, maka penulis menggunakan teori Evaluasi Program oleh Stake dengan

    indikator masukan, proses dan hasil. Kemudian penulis juga menggunakan teori

    Evaluasi Kebijakan dengan indikator Efektivitas, Efisiensi, Kecukupan, Perataan,

    Responsivitas dan Ketepatan karena kebijakan yang melahirkan sebuah program

    itu masih dalam proses pelaksanaan.

    Dengan teori tersebut, maka penulis akan meninjau Program Bantuan

    Pangan Non Tunai yang kemudian akan digambarkan proses pelaksanaannya dari

    program tersebut, apakah dengan dihadirkannya kartu kombo sebagai alat

    transaksi elektronik dapat memberikan manfaat sebagaimana tujuan yang ingin

    dicapai pemerintah, kemudian apakah dalam penerimaan bantuan pangan, para

  • 46

    KPM telah mendapatkan pangan yang memenuhi standar yang baik sehingga

    mampu meningkatkan kondisi masyarakat menjadi lebih sejatera.

    Dari penjelasan di atas, maka penulis akan menyederhanakan kerangka

    berpikir melalui sebuah bagan yang digambarkan sebagai berikut :

    Tabel 2.2.

    Bagan Kerangka Berpikir

    //

    G. Fokus Penelitian

    Fokus penelitian ini mengkaji tentang Evaluasi Program Bantuan Pangan

    Non Tunai (BPNT) Berbasis Elektronik menggunkan Kartu Kombo di Kabupaten

    Bantaeng dengan teori Evluasi Program dengan indikator Proses dan Hasil dan

    Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Berbasis

    Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng

    Indikator Evaluasi

    Program menurut

    Stake (1984) :

    1. Proses

    2. Hasil

    Indikator Evaluasi Kebijakan

    menurut William Dunn (2008) :

    1. Efektivitas

    2. Efisiensi

    3. Kecukupan

    4. Perataan

    5. Responsivitas

    6. Ketepatan

    Faktor yang mempengaruhi :

    1. Data Yang Jarang Diperbaharui

    2. Tidak Termasuk Dalam

    Indikator Penerima BPNT

    3. Mekanisme Pasar

    4. Mengurangi Beban Pengeluaran

    RT

    5. Pemenuhan Gizi Seimbang

    6. Pelayanan Sistem Perbankan

    Pangan Yang Berkualitas

  • 47

    teori dari Evaluasi Kebijakan William Dunn dengan indikator Efektivitas,

    Efisiensi, Kecukupan, Perataan, Responsivitas dan Ketepatan.

    H. Deskripsi Fokus Penelitian

    Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka penulis akan memfokuskan

    penelitian dalam mengevaluasi sebuah Program BPNT melalui teori Evaluasi

    Program dan Evaluasi Kebijakan yang dijelaskan sebagai berikut :

    1. Evaluasi Program

    a. Proses, merupakan tahap pelaksanaan yang dilakukan seorang

    evaluator dalam melakukan evaluasi pada sebuah program.

    b. Hasil, yang dimkasudkan adalah setelah melakukan tahap-tahap

    atau langkah-langkah dalam mengevaluasi, bagaimana hasil yang

    didapatkan oleh seorang evaluator apakah sesuai dengan tujuan

    awal yang ditetapkan atau tidak memenuhi tujuan yang ditergetkan.

    2. Evaluasi Kebijakan

    a. Efektivitas yang dimaksudkan penulis dalam penelitian ini adalah

    menggapai sebuah keberhasilan dari suatu program sebagaimana

    tujuan yang telah ditentukan, khususnya unit pelayan dalam

    Program BPNT yang terbagi lagi dalam tiga jenis efektivitas yaitu

    efektivitas waktu, efektivitas kualitas dan efektivitas kuantitas.

    b. Efisiensi adalah bagaimana usaha yang dilakukan untuk mencapai

    standard efektivitas yang baik. Dalam hal ini usaha yang dimaksud

    adalah difokuskan dalam unit moneter atau biaya/uang yang

  • 48

    dikeluarkan para KPM dalam mendapatkan bantuan pangan dari

    Program BPNT.

    c. Ketepatgunaan/Kecukupan adalah sejauhmana cara yang ditempuh

    dalam memenuhi kemauan untuk menyelesaiakan sebuah

    permasalahan terkait suatu program. Sejauh ini dalam pembagian

    Program Rastra yang masih menggunakan sistem manual sehingga

    penerima bantuan berdesak-desakan dalam proses pengambilan

    bantuan. Sehingga dialihkan ke kartu elektronik dengan harapan

    dapat memberikan jalan yang lebih mudah pada masyarakat untuk

    berbelanja bahan pangan melalui e-warong di Kabupaten

    Bantaeng. Jadi kecukupan/ketepatgunaan yang dimaksudkan

    penulis dalam penelitian ini adalah apakah kartu kombo sebagai

    instrument pembayaran elektronik bantuan pangan dapat berguna

    sebagaimana tujuan dari pemerintah.

    d. Perataan yang dimaksudkan oleh penulis apakah bantuan telah

    tersalurkan kepada kelompok masyarakat yang memiliki tingkat

    kesejateraan 25% terendah di Kabupaten Bantaeng.

    e. Responsivitas adalah bagaimana respon atau tanggapan dari

    masyarakat yang turut serta dalam pelaksanaan Program BPNT

    baik itu penerima BPNT, penyalur BPNT atau pihak lainnya.

    f. Ketepatan adalah suatu kondisi dimana bantuan pangan ini apakah

    telah tersalurkan kepada kelompok masyarakat yang menjadi

  • 49

    prioritas dalam keputusan pemerintah dengan indikator penluran

    6T dalam Program BPNT di Kabupaten Bantaeng.

  • 50

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Waktu dan lokasi penelitian dilaksanakan sejak 16 Mei hingga 16 Juni

    2020. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Bantaeng, Kecamatan

    Eremerasa, Desa Kampala. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini

    adalah karena lokasi tersebut menjadi sasaran penyaluran Program BPNT. Selain

    itu Kecamatan Eremerasa merupakan kecamatan yang yang terletak di pedesaan

    dan memilih Desa Kampala karena Desa Kampala merupakan desa dengan

    penduduk terbanyak dalam Kecamatan Eremerasa. Sehingga penulis tertarik

    untuk. mengevaluasi pelaksanaan Program BPNT di desa tersebut.

    B. Jenis dan Tipe Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini adalah jenis penelitian Kualitatif, penelitian kualitatif

    merupakan jenis penelitian yang melakukan sebuah penggalian informasi secara

    mendalam dan sitematis yang bersifat menggambarkan untuk menemukan sebuah

    fakta dalam lapangan. Penelitian ini membahas tentang objek penelitian suatu

    masalah yang dikaji lebih detail secara terus melalui informasi dari instrumen

    kunci atau yang lebih mengetahui tentang hal terkait yang akan dibahas penulis

    (Sugiyono, 2018). Proses penelitian yang dimaksudkan peneliti adalah dengan

    melakukan pengamatan terhadap informan, melakukan interkasi dengan mereka

    guna menggali sebuah informasi yang dibutuhkan dalam mengevaluasi Program

    BPNT Berbasis Elektronik di Kabupaten Bantaeng.

  • 51

    2. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus, studi kasus merupakan

    tipe penelitian yang mengkaji tentang sebuah kasus atau gejala-gejala ternteu yang

    terdapat dalam lingkungan penduduk sekitar, yang dalam proses pelaksanaannya

    dilakukan lebih detail dan teliti untuk mengetahui suatu kondisi atau jalianan

    yang terjadi dalam melakukan evaluasi. Studi kasus biasanya merupakan bagian

    dari sebuah program, aktivitas, kejadian atau kelompok masyarakat yang berada

    dalam suatu keadaan yang terjadi.

    C. Informan Penelitian

    Informan penelitian dalam penelitian kualitatif adalah invidu atau

    kelompok masyarakat yang mengetahui tentang tujuan atau arah dari sebuah

    penelitian, informan yang dipilih adalah mereka yang diyakini benar-benar

    mampu dan mengetahui tentang tujuan dari sebuah program dan pelaksaan dari

    sebuah program yang penulis akan kaji. Teknik dalam memperoleh informan

    menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu suatu suatu metode atau cara

    menentukan seorang informan dengan cara menentukan sendiri gambaran dan ciri

    khas yang menujukkan tanda-tanda bahwa invidu tersebut mengetahui

    permasalahan terkait program dan dapat menjawab segala pertanyaan terkait

    masalah Program BPNT (Hidayat, 2017). Penulis menetukan informan pokok

    sebanyak 10 orang dan orang sebagai informan pendukung yang dapat

    memperkuat argumen tentang Program BPNT yang diberikan oleh informan

    pokok.

  • 52

    Tabel 3.1.

    Informan Penelitian

    No Nama Inisial Jabatan Ket

    1. Mustakim MS TKSK (Kor Kab

    Penyalur BPNT)

    1 Orang

    2. Nurdin ND TKSK (Pendamping

    Kec Penyalur BPNT)

    1 orang

    3. Nuri NR Penerima BPNT 1 Orang

    4. Bohari BR Penerima BPNT 1 Orang

    5. Sukma SM Penerima BPNT 1 Orang

    6. Sitti ST Penerima BPNT 1 Orang

    7. Erni ER Penerima BPNT 1 Orang

    8. Hardiana HD Penerima BPNT 1 Orang

    9. Muhammad

    Darwis, SE

    MD Pegawai Bank 1 Orang

    10. Uli UL Pengelolah E-Warong 1 Orang

    11. Mira MR Penerima Rastra 1 Orang

    12. Sani SN Penerima Rastra 1 Orang

    13. Dio DI Penerima Rastra 1 Orang

    14. Marwa MA Penerima Rastra 1 Orang

    15. Bia BA Penerima Rastra 1 Orang

    Total Informan 15 Orang

    D. Sumber Data

    a. Data Primer, adalah data yang didapatkan secara langsung di lapangan

    dengan baik melalui pengamatan langsung di lapangan dengan tahapan

    wawancara dengan pihak informan. Cara mengumpulkan data primer

    adalah dengan wawancara langsung pada pihak informan yang terkiat

    dengan Program BPNT Di Kabupaten Bantaeng, salah satunya adalah

    Kordinator Penyalur BPNT di instansi Dinas Sosial.

    b. Data Sekunder, berupa catatan-catan penting di lapangan, data-data terkait

    instansi dan Program BPNT, data yang bersumber dari Badan Pusat

  • 53

    Statistik (BPS), internet, artikel, jurnal dan sumber lainnya yang

    mendukung keberlangsungan Program BPNT. Cara pengumpulan data

    sekunder adalah dengan mengambil atau menggunakan sebagian atau

    seluruhnya dari data yang telah dikumpulkan di lapangan yang selanjutnya

    diolah menjadi sebuah laporan.

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan sebuah fakta di lapangan maka peneliti melakukan

    beberapa tahap atau metode untuk mengumpulkan informasi yang valid dan jelas

    terkait permasalahan yang diteliti maka peneliti menggunakan beberapa tahapan

    dalam mengumpulkan data sebagai berikut :

    1. Observasi (Pengamatan)

    Observasi memiliki kegunaan untuk menelusuri sebuah topik dan tujuan

    penelitian, sehingga diperlukan pemahaman tentang sebuah kondisi di

    lingkungan. Dalam hal ini yang penulis maksudkan adalah peneliti

    melakukan sebuah pengawasan di lapangan yang berkaitan dengan

    Program BPNT di Kabupaten Bantaeng yang kemudian informasi yang

    didapatkan akan dikumpulkan untuk kegunaan penelitian yang akan

    dilakukan.

    2. Wawancara

    Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mempertemukan dua

    orang atau lebih untuk bertukar informasi dan pikiran dengan sesi tanya

    jawab, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dari hasil

    wawancara akan dikumpulkan beberapa topic pembicaraan yang kemudian

  • 54

    akan diketahui hal-hal yang lebih mendalam tentang sebuah informasi dan

    kondisi lingkungan sekitar. Dalam melakukan wawancara, peneliti

    menyiaokan instrumen penelitian yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

    tertulis yang dibuat oleh peneliti berkaitan dengan objek dan subjek

    penelitian kemudian diajukan untuk informan guna mengumpulkan sebuah

    informasi dalam bentuk catatan.

    3. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah catatan tentang sebuah kejadian yang telah terlewat.

    Dokumen bisa dituangkan dalam bentuk tulusan, foto, video atau rekaman

    seseorang. Hasil dari penelitian wawancara akan lebih sah apabila

    diperkuat oleh dokumen-dokumen yang terkait Program BPNT.

    F. Teknik Analisis Data

    Data telah dikumpulkan pada pelaksanaan penelitian menggunakan jenis

    penelitian kualitatif, sehingga teknik menganalisis data yang digunakan adalah

    adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu dilakukan

    secara interaktif (Sugiyono, 2018), yang dijelaskan sebagai berikut :

    1. Reduksi Data

    Reduksi memiliki pengertian sebuah teknik penguraian, penentuan,

    pengindahan, proses memudahkan, pengabstarakan, dan perubahan data

    kasar yang didapatkan dari catatan tertulis di lapangan. Laporan atau data

    yang didapatkan di lapangan yang kemudian dideskripsikan secara

    menyeluruh dan terurai. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-

    hal pokok, memusatkan pada hal-hala yang mendasar, serta dicari topik

  • 55

    dan acuannya. Dari data yang telah direduksi akan memberikan penjelasan

    yang lebih luas dan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan sebuah

    data yang kemudian data yang diperoleh akan dimasukkan dalam bentuk

    laporan yang akan dideskripsikan secara detail.

    2. Penyajian Data

    Penyajian data akan dilaksanakan dengan tujuan untuk mempermudah

    peneliti dalam melihat representasi secara utuh atau kapasitas tertentu dari

    ulasan peneliti. Penguraian data dilaksanakan dengan cara

    mendeskripsikan kesimpulan wawancara yang digambarkan dalam bentuk

    catatan naratif, dan didukung oleh data-data, foto dan hal lainnya yang

    digunakan untuk mengadakan kesimpulan.

    3. Penarikan Kesimpulan

    Merupakan konfirmasi atau pembenaran secara terus menerus sepanjang

    proses pelaksanaan penelitian berlangsung atau selama mengumpulkan

    data. Peneliti akan melakukan analisis dan menelusuri pola, tema,

    hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya

    yang dituangkan dalam kesimpulan alternative. Dalam penelitian,

    penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengembalian intisari dari

    rangakaian kategoti hasil penelitian berdasarkan observasi dari

    wawancara.

    G. Pengabsahan Data

    Selain penguraian data, pengkaji dapat menguji keabsahan data agar dapat

    mendapatkan data yang sah. Untuk menentukan keabsahan data dari data tersebut

  • 56

    yang digunakan dengan cara menelaah. Dalam pembuktian keabsahan data

    mencakup uji kredibiltas data terbagi sebagai berikut :

    1. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

    Keajegan pengamatan berarti menelaah secara konstan dengan berbagai

    langkah yang dilakukan dengan keterkaitan dalam pelaksanaan dengan

    menguraiakan secara konsisten. Ketekunan pengamatan memiliki maksud

    dalam penentuan ciri dan unsur dalam keadaan yang sangat signifikan

    terkait suatu permasalahan terkait yang terjadi di lapangan, ketekunan

    dalam pengamatan dilakukan secara terus menerus dengan lebih detail dan

    teliti dan secara cermat agar diperoleh hasil yang akurat yang terhindar

    dari hal yang tidak diinginkan.

    2. Triangulasi

    Merupakan sebuah metode dalam memeriksa keabsahan data dengan

    menggunakan hal yang lain di luar data, dalam keperluan verifikasi atau

    sebagai perbandingan antara data yang satu dengan yang lainnya. Jadi

    triangulasi merupakan sebuah metode yang digunakan untuk

    menghilangkan perbedaan-perbedaan kontraksi kenyataan yang ada dalam

    konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai

    kejadian dan hubungan dari berabagai pandangan. Triangulasi pada

    penelitian adalah triangulasi metode yang dilakukan dengan

    membandingkan dan mengecek suatu informasi yang diperoleh dari data

    hasil wawancara dan data hasil observasi selama proses pembelajaran

    berlangsung.

  • 57

    3. Pemeriksaan Sejawat

    Metode ini diselenggarakan dengan teknik mengungkapkan hasil

    sementara atau data yang didapatkan di akhir dalam bentuk diskusi atau

    bertukar pikiran dengan rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat mengandung

    pengertian atau penjelasan yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan

    teman sebaya yang mempunyai pengatahuan tentang objek atau masalah

    yang akan diteliti, sehingga bersama para rekan sejwat maka peneliti akan

    meriview pandangan dan hasil analisis yang dilakukan. Dalam mereview

    atau menganalisis sebuah informasi dalam pemeriksaan sejawat perlu

    dilakukan secara berulang kali agar masukan atau saran yang didapatkan

    dari hasil diskusi dan bertukar pikiran, data dan informasi yang diperoleh

    dapat disimpulkan dan digunakan sebagai media untuk mengevaluasi

    kembali hasil penelitian yang didapatkan di lapangan dalam

    mengembangkan penelitian.

  • 58

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Objek Penelitian

    Pada sub bab ini menyajikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan

    bagaimana Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Berbasis

    Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng, serta menjelaskan

    tentang proses Evaluasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Berbasis

    Elektronik Melalui Kartu Kombo Di Kabupaten Bantaeng.

    Gambaran umum lokasi penelitian meliputi gambaran umum wilayah kota

    Bantaeng dan gambaran umum objek penelitian yaitu Dinas Sosial Kabupaten

    Bantaeng dan Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng. Gambaran umum

    Kabupaten Bantaeng mencakup kondisi fisik dan wilayah kependudukan

    Kabupaten Bantaeng. Gambaran umum Dinas Sosial Kabupaten Bantaeng terdiri

    dari kedudukan, tugas dan fungsi dan kepegawaian dari dinas dan kecamatan

    tersebut.

    1. Gambaran umum Kabupaten Bantaeng

  • 59

    Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di Sulawesi selatan yang

    memiliki luas wilayah 395,83 km2

    dengan jumlah penduduk 182.283 jiwa (2016)

    dengan rincian Laki-laki sebanyak 88. 012 jiwa dan perempuan 94.271 jiwa.

    Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Berikut jumlah

    penduduk berdasarkan kecamatan di Kabupaten Bantaeng :

    Tabel 4.1

    Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Kecamatan

    Kecamatan Warga Negara Indonesia

    Laki-laki Perempuan Jumlah

    1. Bisappu 15.691 16.619 32.310

    2. Uluere 5.592 5 723 11.315

    3. Sinoa 5.900 6.232 12.312

    4. Bantaeng 18.539 19.450 37.989

    5. Eremerasa 8.734 9.728 18.462

    6. Tompobulu 10.801 12.102 22.903

    7. Pajukukang 14.725 15.324 30.049

    8. Gantarangkeke 8.030 9.093 17.123

    Jumlah 88.012 94.271 182.283

    Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng

    Pada bagian utara Kabupaten Bantaeng terdapat dataran tinggi yang

    meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari

    barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan

    persawahan.Bantaeng Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Propinsi

    Sulawesi Selatan yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan.

    Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada koordinat antara 5°

    21ʹ 13ʺ

  • 60

    sampai 5° 35ʹ 26ʺ Lintang Selatan dan 119° 51ʹ 42ʺ sampai 120° 05ʹ 27ʺ Bujur

    Timur.

    Batas wilayahnya yakni :

    Barat berbatasan dengan Kabupaten Jenneponto

    Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba

    Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bulukumba

    Selatan berbatasan dengan Laut Flores

    Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan Sulawesi Selatan dengan

    jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 123 km dengan waktu tempuh anatar 2,5

    jam. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan

    hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut

    fungsinya di Kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).

    Bantaeng awalnya bernama “ Bantayan”, Bantayan memiliki makan yakni

    tempat pembanataian hewan dan sapi/kerbau dimasa lalu untuk menyambut dan

    menjamu utusan Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit ketika memperluas

    wilayahnya ke bagian timur Nusantara sekitar abad ke XII dan XIII. Kemudian

    diganti dengan nama “Bhontain” dan terakhir diganti menjadi “Bantaeng”.

    Penggantian nama Bantaeng dikarenakan saat itu Bantaeng telah merdeka

    sedangkan nama “Bhontain” merupakan nama berbau ciptaan Hindia Belanda.

    Bantaeng juga dikenal dengan nama “Butta Toa” karena memiliki latar

    belakang sejarah yang terbentuk sejak tanggal 7 Desember 1.254 sesuai dengan

    hasil keputusan Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) yang

    diselenggarakan pada tanggal 24 Juli 1999, dimana sesuai pertimbangan, saran

  • 61

    dan alasan para narasumber, pakar dan ahli sejarah serta tokoh pemuka

    masyarakat yang berasal dari Bantaeng maupun tokoh yang masih mempunyai

    keterkaitan moral dengan Bantaeng. Juga berdasarkan penelusuran sejarah dan

    budaya, baik pada awal masa pemerintahan Kerajaan masa pemerintahan Hindia

    Belanda, masa pemerintahan awal kemerdekaan hingga terbentuknya Kabupaten

    Daerah Tingkat II Bantaeng berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1959

    sampai sekarang.

    2. Gambaran Khusus Lokasi Penelitian

    Secara khusus lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Eremerasa,

    Kabupaten Bantaeng tepatnya di Desa Kampala, alasan peneliti memilih lokasi

    tersebut karena Desa Kampala merupakan desa dengan penduduk terbanyak

    dalam Kecamatan Eremerasa selain itu Desa Kampala merupakan desa yang

    jaringan internet susah dijangkau, sedangkan untuk Program BPNT yang

    menggunakan kartu elektronik dengan sistem bank memerlukan jaringan yang

  • 62

    memadai. Diantara 9 desa/kelurahan yang terletak di Kecamatan Eremerasa, Desa

    Kampala merupakan desa yang terletak di dataran rendah sehingga jaringan sulit

    dijangkau, fokus penelitian pada warga Kecamatan Eremerasa yang terdaftar

    sebagai penerima BPNT dan pedagang yang menjadi tempat pembelian

    masyarakat penerima BPNT atau lebih dikenal dengan istilah e-warong.

    Secara geografi ibukota Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng

    terletak di Desa Ulugalung yang berbatasan dengan :

    Utara berbatasan dengan Kecamatan Tompobulu dan Kecamatan Uluere

    Timur berbatasan dengan Kecamatan Tompobulu.

    Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pajukukang dan Kecamatan Bantaeng.

    Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Uluere.

    Luas wilayah Eremerasa tercatat 45,01 km2

    atau 11,37 persen dari luas

    wilayah Kabupaten Bantaeng yang meliputi 9 desa/kelurahan. Kecamatan

    Eremerasa terdiri dari 9 desa yaitu : Ulugalung, Mamampang, Lonrong,

    Mappilawing, Barua, Pabentengang, Parangloe, Kampala dan Pabumbungan, desa

    yang terluas adalah Desa Kampala dengan luas wilayah 7,21 km2

    disusul Desa

    Barua dengan luas 6,55 km2 dan yang memiliki wilayah terkecil adalah Desa

    Mamampang dengan luas 3,75 km2. Berikut daftar Jumlah Penduduk dan Luas

    Wilayah Kecamatan Eremerasa :

    Tabel 4.2

    Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan Eremerasa

    Desa/Kelurahan Luas

    (KM2)

    Rumah

    Tangga

    Penduduk Laki-

    laki

    Perempuan

    1. Ulugalung 2,63 760 3.044 1.428 1.616

  • 63

    2. Mamampang 3,75 435 1.769 808 961

    3. Mappilawing 4,75 438 1.747 814 933

    4. Pa’bentengang 4,97 417 1.928 942 986

    5. Lonrong 4,68 674 2.773 1.322 1.451

    6. Barua 6,55 744 3.105 1.441 1.664

    7. Parangloe 3,94 185 761 367 394

    8. Kampala 7,21 661 2.803 1.347 1.456

    9. Pabumbungan 6,53 338 1.621 809 812

    JUMLAH 45,01 4.652 19.551 9.278 10.273

    Sumber : Badan Pusat Statistik

    Berdasarkan data dari Bada