evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien … file“evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien...
TRANSCRIPT
ii
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER
LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Ika Marlinah
NIM : 058114129
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iii
iv
tetap i orangtetap i orangtetap i orangtetap i orang ----ororororaaaang yang m enanting yang m enanting yang m enanting yang m enanti
v
Halaman Persembahan
D ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelahdan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdaya
O rangO rangO rangO rang----orang m uda m en jad i lelah dan orang m uda m en jad i lelah dan orang m uda m en jad i lelah dan orang m uda m en jad i lelah dan dan terunadan terunadan terunadan teruna ----teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,
ng yang m enanting yang m enanting yang m enanting yang m enanti----nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan
m ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangdengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;
m ereka berlari dan tidak m en jadi lesu,m ereka berlari dan tidak m en jadi lesu,m ereka berlari dan tidak m en jadi lesu,m ereka berlari dan tidak m en jadi lesu,m ereka berjalan dan tidak m enjad i lem ereka berjalan dan tidak m enjad i lem ereka berjalan dan tidak m enjad i lem ereka berjalan dan tidak m enjad i le
Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29
K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :
Y esusY esusY esusY esus dddd an B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikku
Sr. M R uth, F SG M ,Sr. M R uth, F SG M ,Sr. M R uth, F SG M ,Sr. M R uth, F SG M ,
K eluarga B esar P A . V incentius,K eluarga B esar P A . V incentius,K eluarga B esar P A . V incentius,K eluarga B esar P A . V incentius,
A yah BA yah BA yah BA yah B
K edua kakakku,K edua kakakku,K edua kakakku,K edua kakakku,
A lm am aterkuA lm am aterkuA lm am aterkuA lm am aterku
D ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelahD ia m em beri kekuatan kepada yang lelah dan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdayadan m enam bah sem angat bagi yang tiada berdaya
orang m uda m enjad i lelah dan orang m uda m enjad i lelah dan orang m uda m enjad i lelah dan orang m uda m enjad i lelah dan lesulesulesulesu teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,teruna jatuh tersandung,
nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan nantikan Tuhan m endapat kekuatan baru:baru:baru:baru:
m ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbangm ereka seum pam a rajaw ali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;dengan kekuatan sayapnya;
m ereka berlari dan tidak m enjad i lesu,m ereka berlari dan tidak m enjad i lesu,m ereka berlari dan tidak m enjad i lesu,m ereka berlari dan tidak m enjad i lesu, m ereka berjalan dan tidak m enjadi lem ereka berjalan dan tidak m enjadi lem ereka berjalan dan tidak m enjadi lem ereka berjalan dan tidak m enjadi le lah.lah.lah.lah.
Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29Y esaya 40 : 29 ----31313131
K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :K upersem bahkan karyaku ini untuk :
an B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikkuan B unda M aria, sosok terbaikku ,,,,
S r. M R uth , F SG M ,Sr. M R uth , F SG M ,Sr. M R uth , F SG M ,Sr. M R uth , F SG M ,
K eluarga B esar PA . V incentius,K eluarga B esar PA . V incentius,K eluarga B esar PA . V incentius,K eluarga B esar PA . V incentius,
A yah BA yah BA yah BA yah B undaku,undaku,undaku,undaku,
K edua kakakku,K edua kakakku,K edua kakakku,K edua kakakku,
A lm am aterkuA lm am aterkuA lm am aterkuA lm am aterku
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Nama Ika Marlinah
NIM 058114129
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER
LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI
DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 12 Agustus 2009
Yang menyatakan
Ika Marlinah
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN KANKER
LEHER RAHIM YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2004–AGUSTUS 2008”.
Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan motivasi, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini,
terutama kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK. selaku dosen pembimbing I dan Maria Wisnu
Donowati, M.Si, Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam
penyusunan skripsi.
3. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen
penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan masukan, serta waktunya.
4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan bekal kepada penulis untuk praktek kefarmasiannya kelak.
viii
5. Staf administrasi dan rekam medis RSUP Dr. Sardjito (Bu Mami, Pak
Dirman, Bu Ndari) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
6. Sr. M. Ruth, FSGM dan Keluarga Besar PA. St. Vincentius, terimakasih
untuk kebersamaan, cinta, motivasi, dan segala doanya. Saya sungguh sangat
terbantu dan menjadi semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan
baik.
7. Keluargaku, Bapak, Ibu (Alm.), Kak Fendi dan Kak Febri, terimakasih untuk
cinta, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.
8. Keluarga Besar Susteran Konggregasi FSGM, terimakasih untuk
kebersamaan yang menyenangkan dan semangat yang telah diberikan.
9. Sahabat-sahabatku Sephin, Sr. M. Bernadethin, Flora, Fani, Sulis, Heni, dan
teman-teman KKN, serta teman-teman FKK angkatan 2005. Terimakasih
untuk kebersamaan, motivasi dan doa selama penulis menyusun skripsi.
10. Teman-teman kostku, Avi, Shinta, Ika, Desy, Enggar, Tresa, dan Riska.
Terimakasih atas bantuan, dukungan, motivasi dan doanya.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu pembaca serta
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 26 Juni 2009
Penulis
Ika Marlinah
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Juni 2009
Penulis
Ika Marlinah
x
INTISARI
Kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan pada kaum wanita
terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Kanker leher
rahim terjadi di servik uterus pada organ reproduksi wanita yang terletak antara
rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Salah satu pengobatan kanker
leher rahim adalah kemoterapi. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah
penurunan drastis jumlah sel darah yang dapat dengan mudah menyebabkan
terjadinya infeksi, sehingga dibutuhkan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang
muncul setelah pasien di kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi
di RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004–Agustus 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah data rekam medik pasien kanker leher rahim, kemudian data
diolah secara analisis deskriptif.
Jumlah pasien yang dianalisis sebanyak 27. Karakteristik pasien
terbanyak yaitu berumur 41-50 tahun (44%), dengan stadium terbanyak IIIb
(33%), yang menjalani kemoterapi sebesar 44%, dan dengan penurunan nilai Hb
sebesar 79%. Pada penelitian ini, digunakan 6 golongan antibiotik dengan
golongan terbesar penicillin (66,6%) dengan jenis antibiotik amoxicillin (62,9%).
Jenis Drug Therapy Problems yang terjadi yaitu terapi obat yang tidak diperlukan
sebanyak 7 kasus, dosis terlalu rendah terdapat 2 kasus, adverse drug reaction
terdapat 2 kasus, potensial adverse drug reaction sebanyak 6 kasus, obat yang
tidak efektif terdapat 2 kasus dan adanya indikasi yang tidak diberikan terapi tidak
dapat dievaluasi karena tidak terdapat pemeriksaan laboratorium penunjang.
Kata kunci : antibiotik, kanker leher rahim, kemoterapi, Drug Therapy Problems
xi
ABSTRACT
Cervix cancer is a malignant disease on women specially in developing
countries like Indonesia. Cervix cancer occurs in uterus cervix on woman
reproduction organ that is located between uterus and vagina. One of medical
treatments on cervix cancer is chemotherapy. One of its side effects is a drastic
reduction of blood cell that may cause infection. Therefore, antibiotics are needed
to overcome the infections that appear after the patient conducted the
chemotherapy. This research aims to evaluate the using of antibiotics on the
chemotherapy patients of cervix cancer in RSUP Dr. Sardjito period
August 2004 – August 2008.
This study is a non-experimental research through descriptive and
evaluative designs with retrospective characteristic. The research device used is
the medical record data of cervix cancer patients. The data is subsequently
processed according to the descriptive analysis.
There were 27 patients analyzed. The characteristics of most patients were
41–50 years old (44%), the most stage of disease was IIIb (33%), who-were
treated by chemotherapy 44 % and with Hb percentage reduction 79%. This
research used 6 classes of antibiotics, in which the biggest class was penicillin
(66,6%) with amoxicillin antibiotic (62,9). The Drug Therapy Problems happened
were 7 cases of unnecessary medicinal therapy, 2 cases of exceedingly low of
dosage, 2 cases of adverse drug reaction, 6 cases of adverse drug reaction
potential, 2 cases of ineffective medicine and the indication of not giving the
therapy could not be evaluated since there was no supporting laboratory checking.
Key words: antibiotics, cervix cancer, chemotherapy, Drug Therapy Problems
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... vi
PRAKATA .................................................................................................. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... ix
INTISARI .................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix
BAB I PENGANTAR ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
1. Perumusan masalah .................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ................................................................... 3
3. Manfaat penelitian .................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
1. Tujuan umum ........................................................................... 4
xiii
2. Tujuan khusus .......................................................................... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ..................................................... 6
A. Kanker Leher Rahim .................................................................... 6
1. Definisi ..................................................................................... 6
2. Epidemiologi dan etiologi ........................................................ 8
3. Patogenesis ............................................................................... 9
4. Tanda dan gejala ...................................................................... 10
5. Diagnosis .................................................................................. 10
6. Prognosis .................................................................................. 11
7. Stadium .................................................................................... 12
B. Kemoterapi ................................................................................... 12
1. Prinsip dasar kemoterapi .......................................................... 12
2. Efek samping kemoterapi ......................................................... 15
3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker……. 17
C. Pengobatan Suportif ..................................................................... 18
D. Infeksi ........................................................................................... 19
E. Antibiotik ..................................................................................... 21
F. Drug Therapy Problems ............................................................... 23
G. Keterangan Empiris ...................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................... 26
xiv
B. Definisi Operasional..................................................................... 26
C. Subyek Penelitian ......................................................................... 27
D. Bahan Penelitian........................................................................... 28
E. Lokasi Penelitian .......................................................................... 28
F. Tata Cara Penelitian ..................................................................... 28
1. Tahap perencanaan ................................................................... 28
2. Tahap pengambilan data .......................................................... 28
3. Tahap penyelesaian data .......................................................... 30
G. Tata Cara Analisis Hasil............................................................... 30
1. Karakteristik pasien kanker leher rahim .................................. 30
2. Golongan dan jenis antibiotik .................................................. 31
3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs) .................................. 31
\H. Kesulitan Penelitian ..................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 33
A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim ................................... 33
1. Persentase umur pasien kanker leher rahim ............................. 33
2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim ......................... 35
3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan
terapi ......................................................................................... 36
4. Keadaan hematologi pasien kanker leher rahim yang dilihat
dari nilai Hb .............................................................................. 37
B. Golongan dan Jenis Antibiotik ..................................................... 39
xv
C. Kajian Drug Therapy Problems ................................................... 41
1. Antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi .......................... 42
2. Dosis yang terlalu rendah ........................................................ 42
3. Adverse Drug Reaction ........................................................... 42
4. Antibiotik yang tidak efektif ................................................... 43
5. Adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi ............ 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 46
A. Kesimpulan .................................................................................. 46
B. Saran ............................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN ................................................................................................ 51
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 84
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I Stadium Kanker Leher Rahim Menurut FIGO ................... 12
Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil.................................. 20
Tabel III Beberapa Contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya ............. 23
Tabel IV Kategori Drug Therapy Problems ....................................... 24
Tabel V Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 36
Tabel VI Golongan dan Jenis Antibiotik pada Pasien Kanker
Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi serta Mendapatkan
Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 40
Tabel VII Kasus DTPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 42
Tabel VIII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Diperlukan pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 42
xvii
Tabel IX Kasus DTPs Dosis Antibiotik yang Terlalu Rendah pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 42
Tabel X Kasus DTPs Antibiotik Adverse Drug Reaction pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 43
Tabel XI Kasus DTPs Potensial Adverse Drug Reaction pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 43
Tabel XII Kasus DTPs Antibiotik yang Tidak Efektif pada
Terapi Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 44
Tabel XIII Adanya Indikasi Penyakit yang Tidak Diberikan Terapi
pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 44
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi Leher Rahim pada Ginekologis Wanita ............... 6
Gambar 2 Persentase Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim
yang Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 34
Gambar 3 Persentase Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Terapi dan Mendapatkan Terapi Antibiotik
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 37
Gambar 4 Persentase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 38
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pernyataan Peneliti .............................................................. 51
Lampiran 2 Pengambilan Data Rekam Medis ........................................ 52
Lampiran 3 Lembar Disposisi ................................................................ 53
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ....................................... 54
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian .............. 55
Lampiran 6 Analisis DTPs Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 .................................. 56
Lampiran 7 Nama Obat dan Komposisinya............................................ 83
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker pembunuh nomor satu pada wanita di
dunia ketiga. Epidemiologi menunjukkan bahwa kanker ini dapat dicegah jika
dilakukan skrining dan terapi yang tepat dan dilakukan (Heffner dan Schust, 2008).
Karsinoma serviks uteri merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan
masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Frekuensi kesakitan dan kematian karena neoplasma ini
merupakan yang terbanyak dari penyakit keganasan ginekologik. Menurut laporan
berbagai sentra patologi di Indonesia, karsinoma serviks uteri menempati urutan
pertama dari penyakit keganasan yang ada. Berbeda dengan Indonesia, di negara
maju karsinoma serviks uteri berada pada urutan kelima setelah karsinoma payudara,
kolorektal, paru dan kulit. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya program
tes Pap di negara maju yang dilakukan periodik dalam upaya deteksi karsinoma dini
serviks uteri (Tambunan, 1995).
Kemoterapi merupakan upaya menghentikan sel kanker dengan
menggunakan obat-obat anti kanker. Efek samping kemoterapi salah satunya adalah
penurunan drastis jumlah sel darah (kegagalan sumsum tulang) sehingga mudah
terjadi infeksi dan juga memberikan peluang untuk pertumbuhan tumor. Efek
samping kemoterapi terjadi karena obat kemoterapi selain berefek pada sel kanker
2
juga berefek pada sel normal lainnya yang punya sifat mirip sel kanker, yaitu
kecepatan pembelahannya tinggi seperti sel-sel darah, rambut, dan sel-sel yang
menutupi saluran pencernaan ( Djoerban, Rose, Poetiray, dan Soehartati, 2004).
Kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan kanker sering menyebabkan
turunnya angka granulosit terutama neutrofil, hal ini merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi. Jumlah neutrofil normal adalah 0,54-0,62 Ia. Neutropenia
didefinisikan dimana jumlah neutrofil di bawah 2000 sel/mm3. Umumnya penurunan
jumlah neutrofil hingga di bawah 1000/mm3 memiliki risiko rendah terjadi infeksi,
namun jika jumlah neutrofil turun hingga di bawah 500 /mm3 dan durasinya lama
(berlangsung untuk beberapa waktu lamanya) maka kesempatan untuk terkena infeksi
lebih besar. Sekitar 90 % penderita kanker meninggal akibat terkena infeksi,
perdarahan, atau infeksi bersama perdarahan. Oleh karenanya dibutuhkan antibiotik
untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Pemilihan dan penggunaan antibiotik haruslah
tepat untuk mengurangi risiko kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble dan
Young, 2001). Penggunaan antibiotik yang tepat meliputi pemilihan antibiotik, dosis,
dan durasi penggunaan antibiotik. Terapi antibiotik dapat mencegah atau
memperlambat timbulnya resistensi mikroba. Dengan demikian perlu dilakukan
evaluasi penggunaan antibiotik terhadap pasien yang menjalani kemoterapi.
Adapun pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian dikarenakan
RSUP Dr. Sardjito merupakan pusat unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan,
dan penelitian di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 serta sebagai rumah sakit
rujukan dari rumah sakit lainnya.
3
1. Perumusan masalah
Masalah yang dapat dirumuskan mengenai evaluasi penggunaan antibiotik
pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004-Agustus 2008 adalah:
a. Seperti apakah karakteristik pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik ?
b. Golongan dan jenis antibiotik terbanyak apakah yang digunakan dalam
pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ?
c. Seperti apakah kejadian Drug Therapy Problems (DTPs) terkait dengan
penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi ?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, pernah dilakukan
penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Mexitalia, 2001).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan dalam hal lokasi dan
waktu penelitian. Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini lebih
spesifik, yaitu pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
mendapatkan terapi antibiotik. Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotik
pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode Agustus 2004–Agustus 2008, sejauh ini belum pernah dilakukan.
4
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan
untuk meningkatkan mutu penggunaan antibiotik pada pasien kanker
leher rahim di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
b. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai
penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–
Agustus 2008.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khususnya yaitu :
a. Untuk mengetahui seperti apa karakteristik pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik
b. Untuk mengetahui golongan dan jenis antibiotik terbanyak yang digunakan
dalam pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi
5
c. Untuk mengetahui kejadian DTPs yang terkait dengan penggunaan antibiotik
pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker Leher Rahim
1. Definisi
Rahim dibagi atas badan rahim (korpus) dan leher rahim (serviks) yang
menunjuk ke bawah dan dengan muaranya menyuruk ke puncak vagina berbentuk
kubah. Dinding rahim terdiri atas selaput lendir dan jaringan otot dalam keadaan
istirahat. Selaput lendir rahim dibentuk pada periode subur bulanan dan dikeluarkan
pada saat haid, keberadaannya khusus untuk menerima sel telur. Lapisan otot yang
tebal dan kuat menunggu waktu lahir untuk mengeluarkan janin melalui kanal lahir.
Saluran lahir berjalan dari korpus rahim lewat saluran leher rahim, vagina, dan vulva
ke luar (Jong, 2005).
Gambar 1. Anatomi leher rahim pada ginekologis wanita (Anonim, 2008a)
7
Serviks berfungsi untuk mencegah masuknya udara dan mikroflora dari
vagina, tetapi harus dapat mengalirkan darah menstruasi, dan menderita pukulan
lunak pada saat sanggama, dan yang paling buruk ialah trauma saat melahirkan.
Serviks sering menjadi tempat timbulnya penyakit. Sebagian besar kelainan serviks
adalah radang yang tidak khas (servisitis), dan merupakan tempat timbulnya kanker
yang paling banyak dijumpai pada wanita (Stanley, 2005). Leher rahim membentuk
hubungan antara rongga rahim dan vagina yang merupakan bagian dari saluran lahir.
Leher rahim menonjol sekitar satu centimeter ke dalam kubah vagina. Bagian kecil
ini yang merupakan tempat dari kanker leher rahim. Kanker merupakan pertumbuhan
ganas yang disebabkan oleh kelainan gen-gen yang mengatur pembelahan sel (Jong,
2005).
Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai
oleh adanya lesi eksofilik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi perdarahan
hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan membentuk lesi
barrel shape tanpa disertai tanda-tanda pertumbuhan ke arah luar. Lesi barrel shape
ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran lokal sudah menimbulkan
gejala gangguan berkemih atau buang air besar. Kelompok yang terakhir dari kanker
serviks adalah tumor ulseratif yang sering mengubah serviks dan vagina bagian atas
dengan lubang purulen yang besar (Heffner dan Schust, 2008). Tumor dapat
menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Gejala-gejalanya dapat dibagi dalam
gejala lokal dan sistemik. Pada tumor benigna akibat yang timbul biasanya terbatas
pada kompresi jaringan sekitar. Ini dapat menimbulkan gejala penting, seperti
8
kehilangan darah intermenstrual karena kompresi saluran darah pada leiomioma uteri
atau hilangnya lapangan penglihatan karena kompresi saraf mata pada adenoma
hipofisis (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).
2. Epidemiologi dan etiologi
Hubungan antara aktivitas seksual dengan kanker serviks pertama kali
diketahui 150 tahun yang lalu ketika ditemukan bahwa penyakit ini jarang terjadi
pada biarawati dan banyak terjadi pada wanita tuna susila. Data epidemiologis
berikutnya telah mengidentifikasi bahwa onset aktivitas seksual pada usia remaja dan
pasangan seksual multipel merupakan tanda-tanda risiko tinggi untuk kanker serviks
(Heffner dan Schust, 2008).
Di seluruh dunia, kanker leher rahim dan kanker payudara termasuk
keganasan pada wanita yang sering muncul. Kanker leher rahim, terutama ditemukan
di golongan ekonomi lemah. Insidensinya tinggi di Amerika Latin, Asia Tenggara,
dan negara-negara Afrika di sebelah Selatan Sahara. Di Timur-Tengah, insidensinya
rendah (Jong, 2005). Frekuensi karsinoma uteri terbanyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan
Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi karsinoma serviks uteri juga
merupakan terbanyak dari penyakit keganasan yang ada. Di Indonesia karsinoma
serviks uteri menduduki tempat teratas dari urutan penyakit keganasan yang ada
(Tambunan, 1995).
Dengan pemeriksaan massal, kanker sering ditemukan pada stadium awal
yang mudah ditangani, sehingga insidennya di berbagai negara sejak tahun
9
limapuluhan turun sampai kurang dari separuhnya. Infeksi virus human papiloma
(HPV) yang ditularkan melalui hubungan kelamin, menyebabkan peningkatan risiko
seperti juga merokok. Pil antihamil tidak memainkan peranan yang bermakna (Jong,
2005).
Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada
beberapa faktor risiko dan predisposisi yang menonjol:
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
b. Jumlah kehamilan dan partus
c. Jumlah perkawinan
d. Infeksi virus
e. Sosial ekonomi
f. Higiene dan sirkumsisi (Tambunan, 1995).
3. Patogenesis
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamos dan sisanya
merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain. Hampir seluruh karsinoma serviks
didahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan karsinoma in situ
(Tambunan, 1995).
Kanker leher rahim memiliki periode inkubasi bertahun-tahun; periode
sepuluh sampai dua puluh tahun bukan sesuatu yang aneh. Selama masa itu, sel-sel
abnormal muncul, terkadang berkelompok dalam sarang-sarang. Sel-sel atipis ini juga
dapat menghilang karena mati dan diganti oleh sel-sel normal (Jong, 2005).
10
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubahan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang ataupun
ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi karsinoma in situ
atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini dapat dipelajari bahwa pada
prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut sebagian tumbuh menjadi karsinoma
invasif. Kapan waktu point of no return dari proses ini belum diketahui. Akan tetapi
semakin lama dalam status prakarsinoma semakin sedikit kemungkinan terjadi
reversibel (Tambunan, 1995).
4. Tanda dan gejala
Simtom karsinoma serviks uteri tergantung pada tingkat pertumbuhan
(stadium) tumor. Prakarsinoma biasanya asimtomatik dan hanya ditemukan pada
waktu pemeriksaan skrining kanker tes Pap atau ditemukan berketepatan pada
histerektomi karena penyakit lain (Tambunan, 1995). Manifestasi klinis dari kanker
leher rahim antara lain perdarahan pasca senggama, sekret vagina, perdarahan antara
dua siklus menstruasi, perdarahan pasca menopause, perdarahan spontan per
vaginam, perdarahan per vaginam saat buang air besar, dan juga nyeri ketika
bersenggama (Anonim, 2008b).
5. Diagnosis
Diagnosis sering ditentukan berdasarkan gejala perdarahan saat terjadi
kontak spontan. Pengambilan biopsi dari tumor ini sesudah kolposkopi akan
memberikan kepastian. Pemeriksaan pelengkap dilakukan untuk memastikan
11
perluasannya, seperti foto saluran kemih, pemeriksaan kandung kemih dan rektum,
serta ekho-dan/atau CT-scan dari organ-organ perut (Jong, 2005).
Kegunaan pertemuan dini karsinoma serviks untuk penderita individual,
mengingat perbedaan dalam prognosis antara terapi stadium 0 atau misalnya stadium
I atau II, tidak dapat diragukan. Karena stadium dini ini (CIN III, karsinoma in situ,
karsinoma mikroinvasif) klinis tidak dapat dibedakan dari lain-lain kelainan portio
dan tidak memberikan anamnesis spesifik, maka diagnostik dini sementara hanya
mungkin dengan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan rutin sitologi servikal
merupakan metode yang tepat, meskipun harus dinyatakan bahwa dengan
pemeriksaan sitologik dengan kolposkopi dapat ditemukan lebih banyak lagi
karsinoma dalam stadium dini. Tetapi metode pemeriksaan ini, yang dengan mudah
dapat dikerjakan di poliklinik, membutuhkan relatif banyak waktu dan pengalaman
dalam interpretasi gambar-gambarnya. Kelainan yang didapat harus berkali-kali
diverifikasi histologik. Sejumlah kecil karsinoma, karena letaknya tinggi di dalam
kanal servikal, tidak terlihat. Meskipun keberatan bahwa pemeriksaan kolposkopis
untuk pencarian rutin kurang memadai, tetapi kolposkopis pada evaluasi hasil-hasil
sitologik positif makin menempati kedudukan yang penting (Velde, Bosman, dan
Wagener, 1999).
6. Prognosis
Angka ketahanan hidup (AKH) 5 tahun karsinoma in situ mencapai 100%,
mikroinvasif 98%. Karsinoma invasif stadium I, 75-90%; stadium II, 45-60%;
stadium III, 20-25% dan stadium IV, 5-10% (Tambunan, 1995).
12
7. Stadium
Sebelum terapi, terlebih dahulu ditentukan stadium tumor dengan tujuan
untuk memilih terapi yang tepat dan evaluasi prognosis. Stadium tumor ditentukan
berdasarkan pemeriksaan fisik (inspeksi dan palpasi), kolposkopi, histopatologi
biopsi atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survei metastasis (Tambunan,
1995). Stadium yang digunakan adalah klasifikasi menurut International Federation
of Ginecology and Obstetrics (FIGO).
Tabel I. Stadium Kanker Leher Rahim Menurut FIGO 1976 (Anonim, 2000) Stadium
0
Stadium I
Ia
Ib
II
IIa
IIb
III
IIIa
IIIb
IV
IVa
IVb
Interpretasi
Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial
Interpretasi Proses keganasan terbatas pada serviks
Terdapat proses mikroinvasif (early stroma invasion)
Secara klinis didapatkan bukti proses invasif
Proses keganasan sudah keluar dari serviks tetapi belum mencapai panggul
atau 1/3 distal vagina
Parametrium masih bebas dari proses keganasan
Sudah didapatkan proses keganasan di parametrium
Proses sudah mencapai dinding panggul (pada pemeriksaan rectal tidak
ditemukan daerah bebas antara proses di serviks dan dinding panggul) dan
atau 1/3 distal vagina. Semua kasus yang disertai hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal.
Tidak ada penyebaran ke dinding panggul
Didapatkan penyebaran ke dinding panggul dan atau didapatkan
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.
Proses keganasan sudah keluar dari panggul kecil atau secara klinis sudah
didapatkan invasi ke dinding mukosa kandung kencing atau rektum
Terdapat penyebaran ke organ sekitar
Terdapat penyebaran ke organ-organ yang jauh
B. Kemoterapi
1. Prinsip dasar kemoterapi
Kemoterapi hampir selalu merupakan terapi sistemis yang ditambahkan pada
tubuh, berarti pada seluruh sistem. Kemoterapi menyebar tanpa bergantung jalan
13
masuknya, melalui sirkulasi darah, jadi tanpa halangan sampai di semua jaringan dan
organ bahkan sampai di semua sel tubuh. Di sini letak kekuatan dan kelemahan setiap
terapi sistemis. Kekuatannya adalah, bahwa setiap sel, dimanapun di dalam tubuh,
dapat dicapai tanpa halangan, sehingga kelompok tujuan tidak dapat menghindar.
Justru disitulah letak kelemahan terapi bedah dan radioterapi yang bersifat setempat,
sebab tumor yang berada di luar daerah lokoregional, tidak tersentuh oleh kedua
metode ini. Kelemahan dan keterbatasan terapi sistemis adalah setiap sel sehat akan
menerima racun sel dalam konsentrasi sama. Jadi efek sampingnya juga bersifat
sistemis, dapat muncul dimanapun dan batasnya ditentukan oleh toleransi dari sel-sel
sehat yang paling peka di manapun adanya dalam tubuh (Jong, 2005). Kemoterapika
yang digunakan untuk kanker, ialah sitostatika (Mutschler,1991).
Terapi kanker dengan sitostatika berdasar atas eliminasi (pembunuhan) sel-
sel tumor dengan sesedikit mungkin efek yang merugikan terhadap jaringan normal.
Sel kanker tumbuh potensial lebih cepat daripada jaringan normal yang menghasilkan
sel itu. Karena itu zat-zat penghambat pertumbuhan dapat memperlambat progresi
proses penyakit. Tetapi untuk penyembuhan sesungguhnya diperlukan sel tumor yang
paling akhir juga terbunuh (Velde, Bosman, dan Wagener, 1999).
Kemoterapi bekerja dengan cara:
a. Merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat, yang dideteksi oleh
jalur p53/Rb, sehingga memicu apoptosis.
b. Merusak apparatus spindel sel, mencegah kejadian pembelahan sel.
c. Menghambat sintesis DNA (Davey, 2006).
14
Kemoterapi dapat memberikan kesembuhan, baik secara tunggal
[koriokarsinoma, leukemia limfoblastik akut (ALL) pada anak, beberapa limfoma dan
leukemia, dan tumor sel benih] maupun kombinasi dengan pembedahan
(osteosarkoma, adenokarsinoma payudara dan ovarium, kanker kolorektal, dan
karsinoma sel skuamosa saluran pencernaan atas). Terapi tersebut dapat
memperpanjang hidup namun tidak menyembuhkan, seperti pada AML, karsinoma
sel kecil pada paru (SCLC), dan kanker ovarium. Meningkatnya pemahaman
mengenai biologi sel kanker telah memperbaiki terapi yang tersedia saat ini dan akan
memunculkan jenis-jenis terapi yang lebih inovatif, termasuk imunoterapi atau terapi
gen, oligonukleotida, atau antibody monoclonal. Beberapa jenis kemoterapi yang
tersedia adalah:
a. Antagonis folat, analog purin dan pirimidin: obat-obat ini (metotreksat,
5-fluorourasil, dan hidroksiurea) menghambat sintesis DNA.
b. Obat pengalkilasi (alkylating agent) merusak DNA. Yang termasuk golongan ini
adalah siklofosfamid (kanker payudara, limfoma), melfalan (myeloma), dan
platina (kanker testis, limfoma, karsinoma sel skuamosa, kanker ovarum dan
kandung kemih). Dapat terjadi resistensi obat.
c. Obat yang berinteraksi dengan topoisomerase I dan II mengadakan interkalasi
dengan DNA untai ganda dan membentuk kompleks dengan topoisomerase II
yang mudah membelah, yaitu enzim inti sel penting yang menyebabkan
pembelahan DNA untai ganda. Contohnya termasuk antrasiklin (kanker
payudara, limfoma) dan etoposid (teratoma, kanker paru). Obat-obat yang
15
berhubungan, termasuk topotekan dan irinotekan, berikatan dengan
topoisomerase I untuk menyababkan pembelahan reversibel DNA untai tunggal.
d. Alkaloid dan taksan menghambat fungsi mikrotubulus dan mengganggu mitosis.
Contohnya adalah alkaloid vinka (leukemia, limfoma, kanker kandung kemih),
dan taksan (kanker ovarium, kanker payudara) (Davey, 2006).
Syarat kemoterapi: keadaan umum baik, konseling pada penderita, fungsi
hepar dan ginjal baik, diagnose histopatologik, jenis kanker yang sensitive pada
kemoterapi, riwayat terapi sebelumnya (radioterapi, kemoterapi, tradisional), dan
hasil laboratorium yang meliputi Hb > 10 g%, Leukosit > 5000/mm3, dan
Trombosit >150.000/mm3 (Anonim, 1996).
2. Efek samping kemoterapi
Kemoterapi menyebabkan mielosupresi sehingga menimbulkan risiko
infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia). Kerusakan membran mukosa
menyebabkan nyeri pada mulut; diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis
menimbulkan mual dan muntah. Semua jaringan yang membelah dengan cepat,
seperti folikel rambut (alopesia) dan epitel saluran germinal (infertilities), sangat
rentan terhadap efek kemoterapi dan efek lanjut seperti keganasan sekunder semakin
banyak ditemukan. Semua kemoterapi besifat teratogenik. Beberapa obat
menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti sisplatin pada ginjal dan
vinkristin pada saraf (Davey, 2006).
Kelumpuhan sumsum tulang karena terpaparnya sel-sel darah muda yang
sangat peka, menyebabkan berkurangnya (atau berhentinya) pembuatan lempeng
16
darah dan sel darah putih ataupun merah. Kekurangan lempeng darah (trombosit)
menyebabkan gangguan di dalam pengentalan darah, sehingga terjadi kecenderungan
perdarahan. Nampak bercak-bercak biru di kulit, perdarahan pada menstruasi dan
darah saat berkemih atau buang air besar. Kekurangan sel darah merah (eritrosit)
menyebabkan penderita kurang darah (anemi), sedangkan kekurangan sel darah putih
(leukosit) menyebabkan berkurangnya daya tahan (kehilangan kekebalan) yang
termanifestasi berupa infeksi di tempat tertentu atau penyakit-penyakit infeksi (Jong,
2005).
Neutropeni febril atau demam neutropeni merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi dan dapat
memberikan dampak kematian yang besar bagi pasien apabila tidak tertatalaksana
dengan baik. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis,
syok septik, dan akhirnya meninggal. Tahun 1969 National Cancer Institute USA
melaporkan kematian 50% pasien yang mengalami bakteremia Pseudomonas
aeruginosa karena keterlambatan pengobatan, fokal infeksi yang tidak terdeteksi,
maupun antibiotik yang tidak akurat. Konsep yang dianut pada saat itu adalah tidak
memberikan antibiotik sampai terbukti bahwa infeksi benar-benar terjadi, demam saja
tidaklah cukup. Tetapi dengan adanya laporan di atas menjadi jelas bahwa sebenarnya
tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk segera memulai
pengobatan secara cepat dan akurat yakni dengan memberikan pengobatan empirik
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati, 2006).
17
3. Penatalaksanaan Terapi Neutropeni Febril pada Kanker
Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, terutama pada pasien dengan
intermediate dan high risk, beberapa pusat pengobatan termasuk Indonesia terlebih
dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan
sterilisasi usus dan saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa kolistin, neomisin,
pipemedik acid ditambah denagn anti jamur profilaksis seperti flukonazol,
itrakonazol atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti kuinolon-
siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Kelemahan dari
siprofloksasin sebagai PAD adalah dapat diserap secara sistemik sehingga sering
menimbulkan resistensi, sedangkan kelemahan Kotrimoksazol adalah spektrumnya
lemah dan sudah banyak silaporkan resisten (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata
dan Setiati, 2006).
Pada pasien neutropeni, infeksi dapat terjadi mulai dari saluran cerna atas
atau bawah. Bila neutropenia berat dan/atau diperkirakan akan berlangsung lama
maka lebih disarankan memakai kombinasi obat beta-laktam dengan aminoglikosida
daripada monoterapi. Akhir-akhir ini banyak tulisan melaporkan makin menurunnya
frekuensi infeksi gram negatif dan sebaliknya makin meningkatnya frekuensi oleh
bakteri gram positif pada pasien neutopenia terutama Staphylococcus epidermidis dan
berbagai jenis Streptokokus (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati,
2006).
Di RSCM/RSKD sampai dengan tahun 1996 bakteri gram negatif pada
pasien sepsis neutropeni febril masih lebih dominan dibandingkan dengan gram
18
positif yakni 55,26% berbanding 39,47%. Karena Staphylococcus epidermidis
acapkali resisten pada bermacam antibiotika, umumnya diperlukan vankomisin dan
teikoplanin. Walaupun demikian karena infeksi oleh S. epidermidis biasanya indolen
dan mortalitasnya rendah, pemberian antibiotika dapat ditunda sampai ada hasil
pemeriksaan mikrobiologis. Lain halnya dengan infeksi oleh streptokokus, dengan
mortalitas yang tinggi sehingga kebanyakan penulis menganjurkan penggunaan
antibiotika empiris secara profilaksis apabila risiko infeksi streptokokus tinggi
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata dan Setiati, 2006).
C. Pengobatan Suportif
Pengobatan suportif adalah pengobatan yang diberikan kepada pasien
kanker, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini tidak hanya
diperlukan pada pasien yang menjalani pengobatan kuratif, tetapi juga pada pasien
yang menjalani pengobatan paliatif. Pengobatan suportif meliputi semua aspek
kesehatan, baik fisik maupun psikis. Beberapa di antaranya adalah nyeri, nutrisi,
infeksi, neutropeni, transfusi darah dan komponen darah, gangguan metabolisme
(hiperkalsemia, hiperurisemia, sindrom lisis tumor, asidosis laktat,
hiper/hipoglikemia, dsb), fungsi berbagai organ (jantung, hati, ginjal, endokrin, dsb),
kelainan saluran cerna atas dan bawah (stomatitis, mual, muntah, diare, konstipasi,
dsb), serta masalah spiritual dan keganasan. Pengobatan suportif ini begitu
pentingnya sehingga tidak jarang lebih penting dari pengobatan pembedahan, radiasi,
maupun kemoterapi, karena pengobatan suportif ini acapkali justru mengatasi
19
masalah-masalah yang dapat menyebabkan kematian pasien (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).
D. Infeksi
Komplikasi sebagai akibat tidak langsung dari kanker amat banyak dan
bervariasi mulai dari yang ringan sampai pada cukup berat bahkan kadang-kadang
berakibat fatal bila tidak segera diatasi (hiperkalsemia). Di antara berbagai
komplikasi tersebut, yang perlu mendapat perhatian utama adalah kakeksia, anemia,
gangguan imunologis, hiperkalsemia, dan nyeri. Kakeksia merupakan keadaan gizi
umum yang sangat buruk karena kegagalan pertukaran zat (metabolisme). Gangguan
gizi yang tidak diperbaiki bersama-sama pengobatan antikanker sering lebih
memperburuk keadaan umum pasien. Akibatnya kemampuan imunologis
memperburuk dan terjadilah infeksi yang acapkali sukar diatasi (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simodibrata, dan Setiati, 2006).
Neutropenia merupakan penurunan jumlah neutrofil yang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, terutama infeksi bakteri. Gangguan fungsi
neutrofil dapat bersifat kongenital atau didapat dan mempengaruhi interaksi neutrofil
dengan imunoglobulin/komplemen, migrasi, fagositosis, dan aktivitas mikrobisida
(Mehta dan Hoffbrand, 2008). Peningkatan jumlah neutrofil atau limfosit sering
berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus (Davey, 2006).
20
Tabel II. Penyebab Kelainan Jumlah Neutrofil (Rubenstein, Wayne, dan Bradley,
2007). Neutrofil (ambang normal: 2,0-7,5 × 10
9/L (40-75% dari jumlah leukosit total)
Neutrofilia (peningkatan jumlah neutrofil)
Infeksi bakteri akut
Peradangan, misalnya arteritis
Nekrosis jaringan ikat, misalnya infark miokard, nyeri akibat tekanan tinggi, luka kabar
Perdarahan akut
Leukekimia
Neutropenia (jumlah neutrofil rendah)
Infeksi virus, misalnya demam kelenjar, campak, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
Reaksi obat, misalnya karbimazol, kemoterapi
Penyakit darah, misalnya leukemia, anemia pernisiosa, anemia aplastik
Gejala klinik infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba maupun
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Bila mekanisme pertahanan tubuh
berhasil, mikroba dan zat toksik yang dihasilkannya akan dapat disingkirkan. Dalam
hal ini tidak diperlukan antimikroba untuk penyembuhan penyakit infeksi. Untuk
memutuskan perlu tidaknya pemberian antimikroba pada suatu infeksi, perlu
diperhatikan gejala klinik, jenis dan patogenesis mikrobanya, serta kesanggupan
mekanisme daya tahan tubuh hospes. Penyakit infeksi dengan gejala klinik ringan,
tidak perlu segera mendapatkan antimikroba. Menunda pemberian antimikroba
malahan memberikan kesempatan terangsangnya kekebalan tubuh. Tetapi penyakit
infeksi dengan gejala yang berat, walaupun belum membahayakan, apalagi bila telah
berlangsung untuk beberapa waktu lamanya, dengan sendirinya memerlukan terapi
antimikroba (Ganiswarna, 1995).
21
E. Antibiotik
Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk dan dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang
sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikrooganisme yang lain
(Waluyo, 2004). Definisi ini harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik ini
dapat pula dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu
berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintesis
parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Antibiotika yang dapat
bekerja hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in
vitro lebih kecil dari kadar zat yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik
(Mutschler, 1999).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin
tidak akan diperoleh (Ganiswarna, 1995).
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,
mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur
biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan
menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum
luas (broad spektrum). Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat
atau membunuh bakteri Gram negatif saja atau Gram positif saja. Sedangkan
22
antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan
Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu
1. Antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel. Antibiotik ini
adalah antibitotik yang dapat merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun
dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
2. Antibiotik yang merusak membran plasma. Membran plasma bersifat
semipermeabel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke
luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat
menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang
(barrier) osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan
dalam membran.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat. Penghambatan sintesis asam
nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.
5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial. Penghambatan terhadap
sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompetitor berupa
antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit
mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal
bagi enzim metabolisme (Pratiwi, 2008).
23
Tabel III. Beberapa contoh Antibiotik dan Tempat Aksinya (Pratiwi, 2008). Antibiotik Beberapa contoh antibiotik
Aktivitas Tempat aksi
Penisillin Bakteri Gram positif Sintesis dinding
Sefalosporin Spektrum luas Sintesis dinding
Griseofulvin Fungi dermatofitik Mikrotubul
Basitrasin Bakteri Gram positif Sintesis dinding
Polimiksin B Bakteri Gram positif Membran sel
Amfotersisin B Fungi Membran sel
Eritromisin Bakteri Gram positif Sintesis protein
Neomisin Spektrum luas Sintesis protein
Streptomisin Bakteri Gram negatif Sintesis protein
Tetrasiklin Spektrum luas Sintesis protein
Vankomisin Bakteri Gram positif Sintesis protein
Gentamisin Spektrum luas Sintesis protein
Rifamisin Tuberkulosis Sintesis protein
F. Drug Therapy Problems
Permasalahan yang sering muncul dapat dikelompokkan menjadi 7 Drug
Therapy Problems yang berkaitan dengan indikasi, efektivitas, keamanan, dan
kepatuhan. Ketujuh Drug Therapy Problems tersebut adalah adanya obat yang yang
tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy), adanya indikasi penyakit
yang tidak diberikan terapi (needs additional drug therapy), ketidakefektifan
pemilihan obat (ineffective drug), dosis yang kurang (dosage too low), efek samping
obat yang merugikan (adverse drug reaction), penggunaan dosis berlebih (dosage too
high) dan ketidakpatuhan pasien (noncompliance) (Cipolle, Strand, dan Morley,
2004).
24
Tabel IV. Kategori Drug Therapy Problems (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pasca
kemoterapi pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008 terutama yang terkait dengan Drug
Drug Therapy Problems Penyebab Umum
Terapi obat yang tidak
diperlukan
Tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang
digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak obat untuk kondisi
tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal, kondisi medis
lebih sesuai diobati tanpa terapi obat, terapi obat digunakan untuk
menghilangkan adverse reaction yang berhubungan dengan pengobatan
lain, penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, atau merokok yang
menyebabkan masalah.
Memerlukan tambahan
terapi obat
Kondisi terapi yang memerlukan terapi inisiasi obat, pencegahan terapi
obat diperlukan untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit
baru, kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi tambahan untuk
mencapai sinergisme atau efek adiktif.
Obat yang tidak efektif Obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif terhadap masalah
medis yang dialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat,
bentuk sediaan obat tidak sesuai, obat tidak efektif terhadap indikasi
yang dialami.
Dosis terlalu rendah Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan,
interval dosis terlalu rendah untuk dapat menghasilkan respon yang
diinginkan, interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia,
durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan.
Adverse Drug Reaction Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak
berhubungan dengan besarnya dosis, obat yang lebih aman diperlukan
terhadap faktor risiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis, adanya
regimen dosis atau berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi, obat
kontraindikasi terhadap faktor risiko.
Dosis terlalu tinggi Dosis terlalu tinggi, frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi
obat terlalu panjang, interaksi obat terjadi karena hasil dari reaksi toksik
dari obat, dosis obat diberikan terlalu cepat.
Ketidakpatuhan Pasien tidak mengerti instruksi pemakaian, pasien memilih untuk tidak
memakai obat, pasien lupa untuk memakai obat, harga obat yang terlalu
mahal bagi pasien, pasien tidak dapat menelan atau memakai sendiri
obat secara tepat, obat tidak tersedia bagi pasien.
25
Therapy Problems yaitu merupakan masalah-masalah yang dapat timbul selama
pasien diberi terapi, yaitu adanya obat yang yang tidak diperlukan pada terapi, adanya
indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis
yang kurang, terjadinya adverse drug reaction, dan penggunaan dosis berlebih.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode
Agustus 2004 – Agustus 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji. Rancangan
penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari catatan rekam medis
kemudian di evaluasi berdasarkan studi pustaka, dan dideskripsikan terhadap
fenomena yang terjadi, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar.
Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan diambil dengan
menggunakan penelusuran terhadap dokumen terdahulu yaitu berupa rekam medis
pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode
Agustus 2004-Agustus 2008.
B. Definisi Operasional
1. Evaluasi penggunaan antibiotik adalah evaluasi mengenai kejadian Drug Therapy
Problems (DTPs) penggunaan antibiotik, yang meliputi : adanya obat yang tidak
diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy), adanya indikasi penyakit yang
tidak diberikan terapi (needs additional drug therapy), ketidakefektifan pemilihan
27
obat (ineffective drug), dosis yang terlalu rendah (dosage too low), dan efek
samping obat yang merugikan (adverse drug reaction) yang diberikan pada
pengobatan kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi.
2. Tanda-tanda infeksi yaitu adanya kelainan jumlah White Blood Cells (WBC) dan
atau Neutrofil.
3. Antibiotik merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan
manusia, yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain.
4. Kemoterapi adalah terapi kanker dengan menggunakan obat anti kanker, yaitu
sitostatika, yang menyebabkan pemusnahan atau perusakan sel tumor.
5. Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi adalah semua pasien rawat
inap dengan tipe diagnosis kasus kanker leher rahim yang akan atau telah
menggunakan obat-obatan antikanker, yang tercatat dalam lembar rekam medis
RSUP Dr. Sardjito pada periode Agustus 2004 – Agustus 2008
6. Lembar rekam medik adalah lembar catatan yang berisi data klinis pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan memperoleh antibiotik yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008.
28
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien kanker
leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta periode Agustus 2004–Agustus 2008.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito, Jalan
Kesehatan No.1 Sekip Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
Jalannya penelitian meliputi tiga tahap, tahap pertama adalah tahap
perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, tahap ketiga adalah tahap
pengolahan hasil dan pembahasan.
1. Tahap perencanaan
Dimulai dengan penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan bahan
penelitian kemudian mengurus perijinan untuk melihat data rekam medis pasien
kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode
Agustus 2004–Agustus 2008.
2. Pengambilan data
Pada tahap pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan penelusuran data
kemudian mengumpulkan data rekam medis dan mencatat data ke dalam lembar
laporan.
29
a. Proses pengambilan data diperoleh dengan penelusuran data dari lembar print
out. Maka di dapatkan pasien yang menderita kanker leher rahim dan
menjalani kemoterapi. Lembar print out memuat laporan mengenai jumlah
pasien kanker leher rahim pada instalasi rawat inap yang berisi nomor rekam
medis, umur, jenis kelamin, hasil diagnosa dan lama perawatan. Dari data
print out didapatkan 103 pasien yang menjalani kemoterapi.
b. Proses pencarian data yang diperoleh dengan melihat Catatan Rekam Medis
pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, yang memuat
laporan mengenai nama, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis, jenis obat, dosis
obat, lama perawatan, bentuk sediaan, cara pemberian obat dan keadaan
pasien selama menjalani perawatan. Maka dapat diketahui pasien kanker leher
rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik. Dari 103
pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi, didapatkan 27 pasien
yang mendapatkan terapi antibiotik.
c. Kemudian pencatatan dilakukan dengan melihat data yang tertera pada data
rekam medis pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
menerima antibiotik. Data yang diambil meliputi nomor rekam medis, umur,
jenis kelamin, hasil diagnosis, data laboratorium, jenis obat, dosis obat, cara
pemakaian, bentuk sediaan dan lama pasien menjalani perawatan.
30
3. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh, kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau gambar,
kemudian dideskripsikan. Gambar berisi mengenai karakteristik pasien kanker leher
rahim yang meliputi distribusi umur pasien, jenis terapi kanker leher rahim, dan
keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien. Sedangkan tabel data
berisi stadium kanker leher rahim, profil penggunaan antibiotik dan kajian Drug
Therapy Problems yang dijabarkan menggunakan Subjective, Objective, Assessment,
Plan (SOAP).
b. Evaluasi data
Pengelompokkan kelas terapi dan evaluasi data berdasarkan pada Drug
Information Handbook 14th
Edition, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000
dan MIMMS Edisi 7 2007/2008.
G. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis hasil dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan karakteristik
pasien, golongan dan jenis antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).
Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar. Untuk tata cara
analisis hasil dilakukan sebagai berikut:
1. Karakteristik pasien
a. Distribusi umur pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
mendapat terapi antibiotik, dibagi dalam 5 kelompok umur pasien, yaitu
31
kelompok umur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, dan 71-
80 tahun.
b. Persentase stadium pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan
diterapi dengan antibiotik, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien
setiap stadiumnya kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan
antibiotik, kemudian dikalikan 100%.
c. Jenis terapi kanker leher rahim, yaitu dilakukan dengan kemoterapi, operasi,
radioterapi dan perawatan.
d. Keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.
2. Golongan dan jenis antibiotik
Persentase golongan dan jenis antibiotik yang digunakan, dihitung dengan
cara menghitung jumlah penggunaan jenis antibiotik kemudian dibagi jumlah pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan diterapi dengan antibiotik,
kemudian dikalikan 100%.
3. Kajian Drug Therapy Problems (DTPs)
Evaluasi penggunaan antibiotik pada kasus kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik di RSUP Dr. Sardjito periode
Agustus 2004–Agustus 2008 dijabarkan dengan metode Subjective, Objective,
Assessment, Plan (SOAP) dengan cara mengidentifikasi Drug Therapy Problems
(DTPs) yang terjadi terkait penggunaan antibiotik dengan melihat hasil laboratorium
dan pengobatan yang telah dilakukan. Setelah teridentifikasi, selanjutnya diberikan
32
rekomendasi yang tepat terkait penggunaan antibiotik. Standar terapi penggunaan
antibiotik berdasarkan atas Drug Information Handbook 14th
Edition, Informatorium
Obat Nasional Indonesia 2000 dan MIMMS Edisi 7.
H. Kesulitan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menemukan beberapa kesulitan diantaranya
kurangnya pengalaman penulis membaca data rekam medik, dalam hal ini tulisan
dokter dan perawat yang ada dalam rekam medis. Penulis juga mengalami kesulitan
dalam analisis hasil dan evaluasi data. Hal ini dikarenakan data pasien yang tidak
lengkap, contohnya seperti hasil laboratorium dan juga waktu pemberian obat yang
tidak selalu ditulis dalam rekam medis.
Penulis juga mengalami kesulitan, dimana tidak dapat menganalisis secara
langsung pengaruh kemoterapi terhadap kejadian lebih rentannya pasien mengalami
infeksi. Hal ini, karena setelah pasien selesai menjalani kemoterapi, maka pasien
langsung pulang dan tidak menjalani tes laboratorium kembali, namun tes hanya
dilakukan pada awal saat pasien masuk ke Rumah Sakit atau sebelum kemoterapi.
Sehingga latar belakang yang digunakan oleh penulis, tidak dapat diterapkan untuk
menganalisis pasien kanker leher rahim paska kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr.
Sardjito pada periode Agustus 2004-Agustus 2008. Oleh sebab itu, dalam penelitian
ini, evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan pada pasien yang sudah pernah
menjalani kemoterapi dan atau akan menjalani kemoterapi kembali yang dimana
penggunaan antibiotik tidak berhubungan dengan efek samping dari kemoterapi.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, ditemukan jumlah pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan antibiotik sebanyak 27 pasien. Hasil
penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim
yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode Agustus 2004-Agustus
2008 dibagi menjadi 3 bagian yaitu karakteristik pasien kanker leher rahim, profil
penggunaan antibiotik, dan kajian Drug Therapy Problems (DTPs).
A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim
Karakteristik hasil penelitian mengenai kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik, disajikan dalam 4 bagian, yang meliputi
distribusi umur pasien, stadium kanker leher rahim, dan jenis terapi kanker leher
rahim, serta keadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb pasien.
1. Persentase umur pasien kanker leher rahim
Pendistribusian umur pada pasien kanker leher rahim digunakan untuk
mengetahui jumlah pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito dan
menjalani kemoterapi sekaligus mendapatkan terapi antibiotik pada umur tertentu.
Distribusi umur pasien pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi dan diterapi dengan antibiotik, dibagi dalam 5 kelompok umur pasien,
yaitu kelompok umur 31
tahun.
Gambar 2. Persentase Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito
Penggolongan ini didasarkan bahwa frekuen
menunjukkan nilai tinggi pada wanita lebih muda dari 40 tahun. Meskipun demikian
frekuensi tertinggi penderita kanker leher rahim terdap
karsinoma in situ ikut dihitung, maka puncaknya terletak pada umur 10 tahun lebih
dulu. Karsinoma serviks nampak sesudah
hanya terdapat relatif sedikit. Sesudah itu ada kenaikan yang jelas
sampai umur 55-60 tahun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi, tetapi ini merupakan
cerminan penurunan jumlah wanita total dalam golongan
Wagener, 1999). Pada
persentase usia paling tinggi yang menderita kanker leher rahim dan menjalani
kemoterapi serta mendapatkan antibioti
Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Umur (n: 27 Pasien)
yaitu kelompok umur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, dan 71
Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
erapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta P
Agustus 2004-Agustus 2008
Penggolongan ini didasarkan bahwa frekuensi penderita kanker leher rahim
menunjukkan nilai tinggi pada wanita lebih muda dari 40 tahun. Meskipun demikian
frekuensi tertinggi penderita kanker leher rahim terdapat pada kira-kira 50 tahun. Jika
ikut dihitung, maka puncaknya terletak pada umur 10 tahun lebih
Karsinoma serviks nampak sesudah menarche, dan sampai umur 35 tahun
hanya terdapat relatif sedikit. Sesudah itu ada kenaikan yang jelas
60 tahun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi, tetapi ini merupakan
cerminan penurunan jumlah wanita total dalam golongan umur (Velde,
Pada gambar 2 sudah sesuai dengan teori, yaitu nampak bahwa
rsentase usia paling tinggi yang menderita kanker leher rahim dan menjalani
kemoterapi serta mendapatkan antibiotik yaitu pada umur 41-50 tahun, yaitu
22%
44%
30%
0% 4%
Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Umur (n: 27 Pasien)
31
41
51
61
71
34
70 tahun, dan 71-80
Kelompok Umur Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Yogyakarta Periode
si penderita kanker leher rahim,
menunjukkan nilai tinggi pada wanita lebih muda dari 40 tahun. Meskipun demikian
kira 50 tahun. Jika
ikut dihitung, maka puncaknya terletak pada umur 10 tahun lebih
dan sampai umur 35 tahun
hanya terdapat relatif sedikit. Sesudah itu ada kenaikan yang jelas frekuensinya
60 tahun dan sesudah itu terjadi penurunan lagi, tetapi ini merupakan
umur (Velde, Bosman, dan
nampak bahwa
rsentase usia paling tinggi yang menderita kanker leher rahim dan menjalani
50 tahun, yaitu
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
71-80 tahun
35
sebesar 44%, setelah itu terjadi penurunan persentase jumlah pasien kanker leher
rahim dan dengan persentase paling kecil yaitu umur 61-70 tahun yaitu 0%.
Selain itu, dari gambar 2 juga dapat mengetahui pada usia berapa pasien
kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi lebih rentan terkena infeksi. Dari
tabel, nampak bahwa pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi serta
mendapatkan antibiotik di RSUP Dr. Sardjito, persentase tertinggi kejadian lebih
rentannya terjadi infeksi pada umur 41-50, yaitu dengan nilai sebesar 44%.
2. Persentase stadium pasien kanker leher rahim
Penentuan diagnosis dan stadium pada kanker leher rahim didasarkan pada
hasil pemeriksaan histologis atau sitologis (sel) yang diambil dari daerah tumor yang
berbatasan dengan jaringan normal yang dilakukan dengan melakukan biopsi (Davey,
2006) dan dari gejala perdarahan saat terjadi kontak spontan yang dirasakan oleh
pasien (Jong, 2005). Pembagian stadium tersebut dapat digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan terapi yang sangat berhubungan sebagai penentu yang paling
penting untuk mendapatkan hasil terapi. Stadium kanker leher rahim dibagi dalam 13
kategori menurut Federation of Ginecology and Obstetrics (FIGO), yaitu 0, I, Ia, Ib,
II, IIa, IIb, III, IIIa, IIIb, IV, IVa dan IVb (Sardjito, 2000).
36
Tabel V. Persentase Stadium Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Agustus 2004-Agustus 2008 Stadium Jumlah Pasien Persentase (%)
0 2 7,4
I 0 0
Ia 0 0
Ib 3 11,1
II 0 0
IIa 3 11,1
IIb 8 29,6
III 0 0
IIIa 0 0
IIIb 9 33,3
IV 2 7,4
IVa 0 0
IVb 0 0
Dari tabel V, nampak bahwa di RSUP Dr. Sardjito pasien kanker leher rahim
yang menjalani kemoterapi dan mendapat terapi antibiotik yang menempati peringkat
pertama, yaitu pada Stadium IIIb sebesar 33,3%. Hal ini, berarti pada stadium IIIb
kemungkinan risiko terjadinya infeksi dapat dikatakan lebih tinggi pada pasien
kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito.
3. Persentase jumlah pasien kanker leher rahim berdasarkan terapi
Dari hasil penelitian, jenis terapi yang diberikan pada kanker leher rahim,
selain kemoterapi, yaitu radiasi, operasi, dan perawatan. Jenis terapi yang dilakukan,
dapat dilihat dari gambar 4. Dari gambar, nampak bahwa penanganan pasien kanker
leher rahim, paling banyak menggunakan kemoterapi yaitu 44%. Terapi terbanyak
kedua yaitu kombinasi kemoterapi dengan radiotherapi, yaitu sebesar 30%. Jadi, dari
stadium pasien kanker leher rahim yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito yaitu yang
terbanyak pada stadium IIIb, digunakan terapi dengan kemoterapi dan banyak juga
yang menggunakan terapi kombinasi antara kemoterapi dengan radiotherapi.
kombinasi tersebut, akan dapat semakin meningkatkan keberhasilan dari terapi radiasi
(Davey, 2006). Selain itu, terapi pembedahan dilakukan pada kanker serviks stadium
awal. Kombinasi radiasi dan kemoterapi digunakan pada pasien dengan penyakit
yang telah lanjut dan mereka yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk
pembedahan (Heffner dan Schust, 2008).
Gambar 3. Persentase Jumlah
Mendapatkan Terapi Antibiotik
4. Keadaan hematologi pasien y
Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ditinjau dari nilai Hb,
dapat mengalami kelainan
anemia. Dan pemberian
menimbulkan anemia. Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemoglobin berada
lebih dari dua standar deviasi di bawah kadar hemoglob
(Davey, 2006). Oleh sebab itu, diperlukan pemantauan khusus terkait penggunaan
antibiotik yang dapat menimbulkan anemia pada pasien yang telah menderita anemia.
15%
30%
11%
Persentase Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Terapi (n: 27 Pasien)
g menggunakan terapi kombinasi antara kemoterapi dengan radiotherapi.
kombinasi tersebut, akan dapat semakin meningkatkan keberhasilan dari terapi radiasi
Selain itu, terapi pembedahan dilakukan pada kanker serviks stadium
nasi radiasi dan kemoterapi digunakan pada pasien dengan penyakit
yang telah lanjut dan mereka yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk
(Heffner dan Schust, 2008).
. Persentase Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarkan Terapi
Antibiotik di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta Periode
2004-Agustus 2008
eadaan hematologi pasien yang dilihat dari nilai Hb
Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ditinjau dari nilai Hb,
dapat mengalami kelainan jumlah sel darah merah, dimana pasien rentan mengalami
Dan pemberian antibiotik seringkali pula memiliki efek samping
Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemoglobin berada
lebih dari dua standar deviasi di bawah kadar hemoglobin rata-rata orang tersebut
Oleh sebab itu, diperlukan pemantauan khusus terkait penggunaan
yang dapat menimbulkan anemia pada pasien yang telah menderita anemia.
44%
15%
Persentase Pasien Kanker Leher Rahim
Berdasarkan Terapi (n: 27 Pasien)
Kemoterapi
Kemoterapi + Operasi
Kemoterapi + Radiaotherapi
Perawatan
37
g menggunakan terapi kombinasi antara kemoterapi dengan radiotherapi. Terapi
kombinasi tersebut, akan dapat semakin meningkatkan keberhasilan dari terapi radiasi
Selain itu, terapi pembedahan dilakukan pada kanker serviks stadium
nasi radiasi dan kemoterapi digunakan pada pasien dengan penyakit
yang telah lanjut dan mereka yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk
Berdasarkan Terapi dan
eriode Agustus
Pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi ditinjau dari nilai Hb,
jumlah sel darah merah, dimana pasien rentan mengalami
seringkali pula memiliki efek samping
Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemoglobin berada
rata orang tersebut
Oleh sebab itu, diperlukan pemantauan khusus terkait penggunaan
yang dapat menimbulkan anemia pada pasien yang telah menderita anemia.
Kemoterapi + Operasi
Kemoterapi + Radiaotherapi
Hal ini dilakukan agar pasien yang menderita anemia tidak bertambah
pemberian antibiotik. Berdasarkan kelompok keadaan hematologi yaitu nilai H
maka dapat dilihat dalam
mengalami penurunan nilai Hb.
Gambar 4. Persentase
Kemoterapi dan Mendapatkan Antibiotik
Dari tabel V
menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP
memiliki kisaran nilai Hb yaitu 1
kanker leher rahim pada awal masuk Rumah Sakit
karena kisaran nilai Hb dal
diketahui bahwa pasien kanker leher rahim, yang memiliki nil
normal hanya 29,6 % sebanyak 8 pasien, sedangkan 70,3 % memiliki nilai Hb di
bawah normal. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien kanker leher rahim, banyak
terjadi pasien juga menderita anemia atau kelainan sel darah merah.
19%
22%
Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarkan
Hal ini dilakukan agar pasien yang menderita anemia tidak bertambah
. Berdasarkan kelompok keadaan hematologi yaitu nilai H
maka dapat dilihat dalam gambar 5, bahwa pasien kanker leher rahim, banyak yang
mengalami penurunan nilai Hb.
Persentase Nilai Hb Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjala
an Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta P
Agustus 2004-Agustus 2008
diketahui bahwa 22,2 % pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP
nilai Hb yaitu 12. Sebagian besar nilai Hb yang dimiliki pasien
pada awal masuk Rumah Sakit adalah dalam batas tidak normal,
karena kisaran nilai Hb dalam standar RSUP Dr. Sardjito, 12-16 g %.
diketahui bahwa pasien kanker leher rahim, yang memiliki nilai Hb dalam batas
sebanyak 8 pasien, sedangkan 70,3 % memiliki nilai Hb di
Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien kanker leher rahim, banyak
enderita anemia atau kelainan sel darah merah. Oleh sebab itu,
4% 4% 4% 0%7%
11%
11%
11%
7%
Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarkan
Nilai Hb (n: 27 Pasien)
Hb 3
Hb 5
Hb 7
Hb 9
Hb 11
Hb 13
38
Hal ini dilakukan agar pasien yang menderita anemia tidak bertambah parah, akibat
. Berdasarkan kelompok keadaan hematologi yaitu nilai Hb,
, bahwa pasien kanker leher rahim, banyak yang
ang Menjalani
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
% pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di RSUP Dr. Sardjito
ilai Hb yang dimiliki pasien
adalah dalam batas tidak normal,
16 g %. Dari data ini
ai Hb dalam batas
sebanyak 8 pasien, sedangkan 70,3 % memiliki nilai Hb di
Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien kanker leher rahim, banyak
Oleh sebab itu,
Jumlah Pasien Kanker Leher Rahim Berdasarkan
Hb 4
Hb 6
Hb 8
Hb 10
Hb 12
39
pada pasien yang akan menjalani kemoterapi dengan kadar Hb yang rendah, harus
dilakukan terapi suportif untuk menaikkan nilai Hb terlebih dahulu. Hal ini, karena
untuk dapat menjalani kemoterapi, maka pasien harus memiliki nilai Hb > 10 g%
(Anonim, 1996), agar dalam proses kemoterapi, tidak terjadi penurunan Hb yang
lebih banyak akibat kemoterapi yang akan dapat berakibat fatal atau semakin
memperparah kondisi pasien (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati,
2006). Selain itu, pemilihan penggunaan Antibiotik sebaiknya dengan efek samping
yang seminimal mungkin terhadap kejadian anemia.
B. Golongan dan Jenis Antibiotik
Dalam proses ini dilakukan pemeriksan klinis dan laboratorium, selain itu
dicatat juga riwayat penyakit dan pengobatan untuk mengetahui penanda infeksi dan
kemudian diberikan antibiotik. Pada pasien kanker leher rahim yang di rawat di
RSUP Dr. Sardjito, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan juga
pemeriksaan fisik, diketahui bahwa sebagian besar pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi terjadi kenaikan jumlah WBC dan neutrofil. Peningkatan
jumlah neutrofil atau limfosit sering berhubungan dengan infeksi bakteri dan virus.
Namun leukositosis netrofil juga terjadi pada nekrosis jaringan misalnya infark
miokard atau pulmonal yang biasanya disertai demam ringan, keganasan, penyebab
inflamasi non-infeksi seperti jaringan ikat, penggunaan kortikosteroid dan
ketoasidosis diabetik (Davey, 2006).
40
Tabel VI. Golongan dan Jenis Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Agustus 2004-Agustus 2008 Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Kasus Persentase (%)
Penisilin Amoxicillin
Amoxicillin dan Clavulanic Acid
Ampicillin
16
1
1
59,2
3,7
3,7
Sefalosporin
Cefadroxil
Ceftriaxone
Ceftazidime
Cefixime
Cefotaxim
Ceftizoxime
1
7
1
2
2
1
3,7
25,9
3,7
7,4
7,4
3,7
Kuinolon Ciprofloxacin 6 22,2
Lain-lain Metronidazole 1 3,7
Kombinasi Antibakterial Co-trimazole 1 3,7
Pada tabel nampak golongan dan jenis antibiotik yang digunakan untuk
menangani infeksi pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi.
Golongan antibiotik terbanyak yang digunakan yaitu Penisilin sebanyak 66,6%,
dengan jenis antibiotik terbanyak yang digunakan yaitu Amoxicillin (62,9%).
Pada pasien kanker, maka akan lebih mudah terjadi infeksi bila
dibandingkan dengan non-kanker karena pada pasien kanker terjadi penekanan atau
defisiensi sistem imun. Selain itu, proses penuaan juga dapat berpengaruh terhadap
kejadian dan beratnya infeksi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati,
2006). Maka bila terjadi infeksi, tubuh pasien merespon untuk meningkatkan sistem
pertahanan dengan cara merangsang produksi jumlah sel darah putih termasuk di
dalamnya neutrofil. Untuk mengatasi infeksi tersebut, maka digunakan terapi
antibiotik. Penggunaan antibiotik ini, kemungkinan hanya sebagai profilaksis
sehingga dapat mencegah infeksi, terutama infeksi nosokomial yang akan dapat
41
memperparah kondisi pasien. Proses evaluasi penggunaan antibiotik pada kasus
kanker leher rahim di RSUP Dr Sardjito periode Agustus 2004–Agustus 2008
dijabarkan dengan metode SOAP, dengan cara mengidentifikasi Drug Therapy
Problems (DTPs) yang terjadi dengan melihat hasil laboratorium dan pengobatan
yang telah dilakukan.
C. Kajian Drug Therapy Problems
Identifikasi Drug Therapy Problems (DTPs) dilakukan dengan mengevaluasi
permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher
rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode Agustus 2004-
Agustus 2008.
Evaluasi mengenai penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim
dari 27 pasien, terdapat 7 pasien yang tidak mengalami kejadian Drug Therapy
Problems. Sedangkan 20 pasien yang lain, mengalami kejadian Drug Therapy
Problems (DTPs) sebanyak 1 atau lebih kejadian DTPs yang terjadi pada setiap
pasien. Dari 20 pasien tersebut diperoleh 5 kasus DTPs yang terkait dengan
penggunaan antibiotik yaitu antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi, dosis yang
terlalu rendah, Adverse Drug reaction, antibiotik yang tidak efektif dan adanya
indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi.
42
Tabel VII. Kasus DTPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004- Agustus 2008
No Jenis DTPs Nomor Kasus (n=20 pasien) Jumlah Kasus
Persentase
(%)
1 Antibiotik yang tidak
diperlukan pada terapi
11,13,15,17,18,20,9 7 25,9
2 Dosis yang terlalu rendah 2,4 2 7,4
3 Adverse Drug Reaction 6,25 2 7,4
Potensial Adverse Drug
Reaction
1,4,8, 10,13,26 6 22,2
4 Antibiotik yang tidak efektif 4,26 2 7,4
5 Adanya indikasi penyakit yang
tidak diberikan terapi
7,9,10,11,12,14,19,24,26 9 33,3
Keterangan:
Jumlah pasien yang tidak mengalami kejadian DTPs sebanyak 7 kasus (25,9%).
Berikut adalah pengelompokkan dari masing-masing kejadian Drug Therapy
Problems pada pasien:
1. Antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi
Tabel VIII. Kasus DTPs Antibiotik yang tidak diperlukan pada Terapi Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008
Kasus Jenis Antibiotik Assessment Rekomendasi
11 Ceftriaxone Pasien tidak perlu
mendapatkan terapi
antibiotik karena tidak
terdapat tanda-tanda
adanya infeksi pada data
laboratorium
Penggunaan antibiotik sebaiknya
dihentikan dan digunakan jika dari
data laboratorium ditunjukkan
adanya tanda-tanda infeksi
13, 15,
17, 18,
20
Amoxicillin
9 Ciprofloxacin
Antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi sebanyak 3 jenis antibiotik
dalam 7 kasus yang terjadi pasien no 9, 11, 13, 15, 17, 18, dan 20.
2. Dosis yang terlalu rendah
Tabel IX. Kasus DTPs Dosis Antibiotik yang terlalu rendah pada Terapi Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008
Kasus Jenis Obat Assessment Rekomendasi
2 Metronidazole Pemakaian hanya selama 4 hari,
padahal pemberian yang seharusnya
yaitu 5-7 hari
Pada saat pasien pulang,
diberikan Metronidazole.
4 Ciprofloxacin Terjadi penurunan dosis, akibat
pemberian bersamaan dengan CaCO3
Ciprofloxacin jangan
diberikan bersamaan
dengan CaCO3, atau diberi
jarak waktu 2 jam.
43
Dosis terlalu rendah sebanyak 2 kasus, yang terjadi pada pasien no 2 dan 4.
Masing-masing pasien hanya terjadi 1 kasus akibat penggunaan antibiotik.
3. Adverse Drug Reaction
Tabel X. Kasus DTPs Adverse Drug Reaction pada Terapi Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi dan mendapat Terapi Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-
Agustus 2008
Kasus Jenis Obat Assessment Rekomendasi
6, 25 Amoxicillin Terjadi alergi akibat
pemberian amoxicillin
Perlu dilakukan uji sensitivitas,
terutama bila antibiotik yang digunakan
sebagai terapi seringkali menyebabkan
alergi pada pasien. Berikan antibiotik
lain yang bukan golongan Penisilin.
Potensial Adverse Drug Raction
Tabel XI. Kasus DTPs Potensial Adverse Drug Reaction pada Terapi Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi dan mendapat Terapi Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Agustus 2004-Agustus 2008
Kasus Jenis Obat Assessment Rekomendasi
1,8, 13,
26
Amoxicillin Efek sampingnya dapat
menimbulkan anemia
Berikan bersama dengan obat anti anemia
agar tidak memperparah kondisi pasien,
karena pasien telah mengalami penurunan
nilai Hb
4 Ampicillin Diberikan bersama
Allopurinol dapat
menimbulkan ruam kulit
Jangan diberikan bersama dengan
Allopurinol, atau diberi jarak waktu 2
jam. 10 Amoxicillin
Adverse Drug Reaction (ADR) dalam evaluasi ini, dikelompokkan menjadi
2 bagian, yaitu ADR yang sudah terjadi dan ADR yang potensial dapat terjadi. ADR
yang sudah terjadi, yaitu terdapat 2 kasus pada pasien no 6 dan 25, sedangkan ADR
yang potensial dapat terjadi sebanyak 6 kasus, pada 6 pasien no 1, 4, 8, 10, 13,
dan 26.
44
4. Antibiotik yang tidak efektif
Tabel XII. Kasus DTPs Antibiotik yang tidak Efektif pada Terapi Kanker Leher Rahim yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008
Kasus Jenis Obat Assessment Rekomendasi
4, 26 Ampicillin i.v Ampicillin injeksi pada
gangguan ginjal dapat
menyebabkan akumulasi
elektrolit, karena mengandung
garam Natrium
Berikan antibiotik ampicillin atau
golongan penisilin lain dengan per
oral (p.o) yang tidak mengandung
garam Natrium, agar aman digunakan
pada pasien yang mengalami
gangguan ginjal. Dapat diberikan
ampicillin trihydrate p.o (tablet)
dengan dosis 250 mg 4 kali/hari atau
500 mg 2 kali/hari.
Pemberian antibiotik yang tidak efektif pada pasien terdapat 2 kasus, yang
terjadi pada pasien no 4 dan 26. Ketidakefektifan pemberian Ampicillin, diketahui
dari ketidakefektifan dalam bentuk sediaan obat, dimana kemungkinan atau potensial
dapat memperparah kondisi pasien akibat adanya akumulasi elektrolit.
5. Adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi
Tabel XIII. Adanya Indikasi Penyakit yang tidak Diberikan Terapi pada Pasien Kanker Leher
Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus 2004-
Agustus 2008
Kasus Indikasi Penyakit Tanggal Nampak Tanda
Infeksi
Tanggal Mulai Pemberian
Antibiotik
WBC↑ Neutrofil↑
7 √ √ 16/02/05 19/02/05
9 √ √ 27/02/05,28/02/05, 02/03/05 Tidak diberikan
10 √ √ 06/10/05,08/10/05 07/10/05
11 √ 25/06/05 Tidak diberikan
12 √ √ 18/04/05,27/04/05 28/04/05
14 √ 24/07/05 25/07/05
19 √ 21/09/04 22/09/04
24 √ √ 14/03/08-18/03/08 17/03/08
26 √ 05/07/05 10/07/05
Pada kasus ini, sebagian besar pasien kanker leher rahim mengalami
kenaikan jumlah leukosit dan atau neutrofil. Dimana hal ini tidak spesifik
menunjukkan adanya infeksi tetapi dapat juga menunjukkan telah terjadinya
45
inflamasi pada pasien (Mehta dan Hoffbrand, 2008). Oleh sebab itu, untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi atau inflamasi yang dapat menyebabkan
kenaikan jumlah lekositosis neutrofil, maka diperlukan pemeriksaan penunjang
seperti gejala klinik pasien, jenis patogenitas mikrobanya, serta kesanggupan
mekanisme daya tahan tubuh pasien (Ganiswarna, 1995). Gejala demam merupakan
gejala sistemik penyakit infeksi paling umum, namun bukan merupakan indikator
yang kuat untuk pemberian antibiotik. Karena tidak adanya pemeriksaan penunjang
yang dapat menunjukkan adanya infeksi, maka Drug Therapy Problems yang terkait
dengan adanya indikasi penyakit (kenaikan jumlah leukosit dan atau neutrofil) yang
tidak diberikan terapi tidak dapat di evaluasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk
memberikan antibiotik pada seorang pasien haruslah dipertimbangkan dengan
seksama, dan sangat bergantung pada pengalaman pengamatan klinik dokter yang
mengobati pasien. Setelah dokter menetapkan perlu diberikan antibiotik pada pasien,
langkah berikutnya yaitu memilih jenis antibiotik yang tepat, serta menentukan dosis
dan cara pemberiannya (Ganiswarna, 1995).
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi terhadap penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher
rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Agustus
2004-Agustus 2008 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi dan mendapat
terapi antibiotik berdasarkan kelompok umur paling banyak terjadi pada umur
41-50 tahun (44%), berdasarkan stadium terbanyak yaitu stadium IIIb (33%),
berdasarkan jenis terapi terbanyak yaitu kemoterapi (44%), dan berdasarkan data
hematologi nilai Hb pasien yang mengalami penurunan (tidak normal)
sebanyak 70,3 %.
2. Profil penggunaan antibiotik pada pasien kanker leher rahim yang menjalani
kemoterapi, terdapat 6 golongan antibiotik dengan golongan terbanyak yang
digunakan yaitu Penisilin (66,6%) dan jenis antibiotik terbanyak yaitu
amoxicillin (62,9%).
3. Pada pasien kanker leher rahim yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode Agustus 2004-Agustus 2008 terjadi Drug Therapy Problems
sebagai berikut:
a. antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi sebanyak 7 kasus (25,9%)
47
b. dosis terlalu rendah sebanyak 2 kasus (7,4%)
c. adverse drug reaction terdapat 2 kasus (7,4%), sedangkan potensial adverse
drug reaction sebanyak 6 kasus (22,2%)
d. obat yang tidak efektif terdapat 2 kasus (7,4%)
e. adanya indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi tidak dapat di evaluasi
karena tidak terdapat pemeriksaan penunjang berupa gejala klinik, jenis dan
patogenitas mikroba, serta kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh pasien
sebanyak 9 kasus (33,3%).
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta:
a. perlu disusun Standar Pelayanan Medis bagi pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi dengan kelainan leukositosis neutrofil karena data yang
didapatkan oleh penulis, sebagian besar pasien kanker leher rahim yang
menjalani kemoterapi tidak mengalami febrile neutropeni, melainkan
leukositosis neutrofil
b. perlu dilakukan cek kultur kuman untuk mengetahui jenis mikroba yang
menginfeksi tubuh, sehingga terapi antibiotik yang diberikan pada
leukositosis neutrofil dapat lebih tepat sesuai dengan kultur kuman
48
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan:
a. penelitian mengenai Drug Therapy Problems pada pasien kanker leher rahim
yang menjalani kemoterapi dan mendapatkan terapi antibiotik di Rumah Sakit
lain, dan
b. penelitian mengenai terapi suportif yang diberikan pada pasien kanker leher
rahim, sebelum pasien menjalankan kemoterapi
49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992, Pedoman Penggunaan Antibiotik Nasional Edisi 1, Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Anonim, 1996, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Cetakan 1, Komite
Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Anonim, 2000, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Buku 2, Komite Medis
RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Anonim, 2001, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2008a, http://wayanasmara.blogspot.com/2008/05/cegah-kanker-leher-rahim-
dengan.html, diakses tanggal 11 April 2009
Anonim, 2008b, http://www.cervicalscreening.gov.hk/english/cc/cc_what.html, diakses
tanggal 11 April 2009
Anonim, 2007, MIMMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 7 2007/2008, PT Info
Master Lisensi dan CMP Medica, Indonesia
Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice :
The Clinician’s Guide 2nd
ed., 175-179, The Mcgraw-hill Companies, Ic.,
United States of America
Djoerban, Z., Rose, L., Poetiray, E., dan Soehartati, 2004, Kanker Payudara, yang
Penting dan Perlu Diketahui, http://www. medicinal-
jk.com/Vol4No2/Kankeryangperludiketahui.htm.diakses tanggal 25 Januari
2009
Davey, P., 2006, At a Glance Medicine, Erlangga, Jakarta
Ganiswarna, S. G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi keempat, bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Heffner, L. J, dan Schust, D.J., 2008, At a Glance Sistem Reproduksi, edisi kedua, 94,
Erlangga, Jakarta
Jong, Wim de., 2005, Kanker, Apakah itu?, 159-164, Penerbit Arcan, Jakarta.
50
Koda-kimble, M.A., and Young, L.Y., 2001, Applied Therapeutics The Clinical Use
Of Drugs, 7th edition, Lippincount Williams & Wilkins, Baltimor, Ch 87
Lacy, C.F. Armstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th
edition, Lexi-Comp, United States
Mehta, A., dan Hoffbrand, V., 2008, At a Glance Hematologi, edisi kedua, Erlangga,
Jakarta
Mexitalia, M., Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus Kanker Leher Rahim di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Sanata
Dharma Yogyakarta.
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat edisi kelima, Penerbit ITB, Bandung
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 155-161, Erlangga, Jakarta
Rubenstein, D., Wayne, D., dan Bradley, J., 2007, Lecture Notes Kedokteran Klinis,
Erlangga, Jakarta
Stanley, L., Robbins., 1995, Buku Ajar Patologi, 377-379, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., dan Setiati, S., 2006,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta Pusat
Tambunan, G.W., 1995, Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak
di Indonesia, 1-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Tatro, D. S., 2007, Drug Interaction Facts 2007, Wolters Kluwers, United States of
America
Velde, C.J.H van de., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., 1999, Onkologi,
diterjemahkan oleh Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, edisi
kelima, 217-218, 493-522, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Waluyo, Lud., 2004, Mikrobiologi Umum, UMM Press, Malang
51
Lampiran 1. Pernyataan Peneliti
52
Lampiran 2. Pengambilan Data Rekam Medis
53
Lampiran 3. Lembar Disposisi
54
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas
55
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Menjalankan Penelitian
56
Lampiran 6. Analisis DTPs Pasien Kanker Leher Rahim yang Menjalani
Kemoterapi serta Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode Agustus 2004-Agustus 2008
Kasus 1
Pasien 1. No. RM:1183718 (26/04/05 – 13/05/05)
Subyektif:
Wanita/50 tahun, DU: Ca Serviks IIIB, DL: Anemia.
Pasien mengeluh sejak ± 5 bulan yang lalu keluar keputihan dan kadang disertai darah, nafsu makan berkurang.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: Kontak Bleeding (-), Sitostatika PVB bulanan, memakai KB spiral sejak
tahun 1984, PA serviks: Karsinoma sel Squamosa differensiasi buruk.
Kondisi umum: sedang, sadar, sub anemis. Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (April 2005) Nilai Normal
26
WBC (10^3/uL) 12,9 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 83,3% ↑
16,9 10^3/uL ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 37 (afebris)
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g %) 9,5 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (April-Mei 2005)
27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Amoxicillin 3×500 mg p.o √ √ √ √ √ √ √
Emineton (1×1) p.o √ √ √ √ √ √
Paracetamol 500 mg (k/p)
p.o
√ √ √ √
Tranexamic acid 1amp (500
mg) i.v
√ √
Bevizil (1×1) p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia (1×1) p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Dexamethasone 2 amp i.v √
Metoclopramide HCl 1amp
i.v
√ √
Transfusi PRC 1
kantong/hari (infus)
√ √ √
PVB (Platosin 100 mg,
Vincristin 50 mg, Bleomisin
50 mg) (infus)
√ √ √
Keluhan Tanggal (Mei 2005)
2
Tidak dapat BAK
Nyeri pinggang
Lemah
√
√
√
Assessment:
Efek samping yang dapat ditimbulkan Amoxicillin berupa anemia. Di mana pasien sudah menderita anemia. Hal ini,
potensial terjadi ADR, terkait kondisi anemia pada pasien. Penggunaan dosis emineton pada pasien, hanya digunakan
sebagai terapi profilaksis. Tidak lengkapnya catatan medis pasien terkait penggunaan amoxicillin, yaitu apakah dihentikan
pada tanggal 03/05/05 kemudian digunakan kembali pada tanggal 07/05/05 ataukah digunakan sampai tanggal 07/05/05
tanpa dihentikan, maka kurang dapat dianalisis.
DTPs: potensial ADR
Rekomendasi:
Penggunaan Amoxicillin bersamaan dengan antianemia sangat dianjurkan. Obat antianemia yang digunakan pada pasien,
yaitu emineton dan prenamia. Maka sebaiknya penggunaan dosis emineton lebih ditujukan untuk terapi pada pasien yaitu
dengan penggunaan 2-3 tablet per hari, atau prenamia digunakan sejak awal terapi. Hal ini untuk meminimalkan efek
samping penggunaan amoxicillin dan juga untuk mengobati anemia yang sudah di derita oleh pasien.
57
Kasus 2
Pasien 2. No. RM:1174295 ( 24/02/05-14/03/05) Subyektif:
Wanita/43 tahun.
DU: Ca Serviks IB.
Diagnosis lain tanggal 10/03/05: Salpingitis Kronis.
Pasien mengeluh perdarahan sedikit demi sedikit dari jalan lahir dan keputihan.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: Ca Serviks IIB dengan Bulky Tumor, Karsinoma epidermoid differensial
jelek dan menjalani Sitostatika bulanan.
Kondisi umum: baik, sadar, anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (Februari-Maret 2005) Nilai Normal
18 2 4
WBC (10^3/uL) 7,7 7,67 10,5 4,8-10,8
Neutrofil
49,4
3,79
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 36,7 (afebris)
Nadi (kali/menit) 84
Hb ( g %) 12,4 11,7 ↓ 10,7 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Tindakan = Operasi pengangkatan rahim dan indung telur tanggal 03/03/05.
Nama Obat Tanggal (Februari-Maret 2005)
24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1
p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ceftriaxone
disodium 2×1g
i.v
√ √ √
Tramadol HCl
3×1 p.o
√ √ √
Neurobat F 1×1
p.o
√ √ √
Vitamin C 2×1
p.o
√ √ √
Cefixime 2×1g
p.o
√ √ √ √ √
Cefixime 2×200
mg p.o
√ √ √ √
Metronidazole
3×500 mg p.o
√ √ √ √
Becom C 2×1
p.o
√ √
SS I Cisplatin
50 mg (infus)
√
Assesement:
Pemberian antibiotik sudah tepat indikasi, dimana diberikan untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi. Dimana pasien
melakukan operasi pengangkatan rahim dan indung telur. Dengan pemberian Fixef sekali diberikan yaitu 5 kapsul (07/03/05-
11/03/05). Namun dosis Metronidazole yang diberikan terlalu rendah. Dimana pemberian Metronidazole yang efektif pada
infeksi yang terjadi pada pasien yaitu 5-10 hari. DTPs: dosis terlalu rendah
Rekomendasi:
Pemberian Metronidazole yang efektif yaitu 5-10 hari, maka saat pasien pulang sebaiknya diberikan Metronidazole
Keluhan Tanggal
Terdapat luka operasi
Belum bisa BAK
09/03/05
09/03/05
58
Kasus 3
Pasien 3. No. RM:1138892 (12/10/04-15/10/04)
Subyektif:
Wanita/37 tahun.
DU: Ca Serviks IIA dengan Bulky tumor.
Pasien mengeluh selama 3 hari dengan keluhan keputihan, BAK tidak lancar (2-3×/hari).
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: Post SS Cysplatin 50 mg dengan bulky tumor
neoadjuvant, drop out kemoterapi terakhir tanggal 29/06/04 Cisplatin 50 mg
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Oktober 2004) Nilai Normal
12
WBC (10^3/uL) 11,3 ↑ 4,8-10,8
Suhu o
C 36 (afebris)
Nadi (kali/menit) 120
Hb ( g %) 10,3 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Oktober 2004)
12 13 14 15
Asam mefenamat 3×500mg p.o √ √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √
Amoxicillin 3×500 mg p.o √ √ √
Ondansetron 1 Amp i.v √
Cisplatin 50 mg infus √
Keluhan Tanggal (Oktober 2004)
12 13 14
Nyeri pada abdomen √ √
Mual √
Assessment:
Penggunaan Amoxicillin pada pasien sudah tepat, dimana penggunaan Amoxicillin ditunjang
dengan data laboratorium pasien yang menunjukkan adanya penanda infeksi. Selain itu, diberikan
pula obat anti-anemia yaitu prenamia, yang dapat meminimalkan potensial efek samping yang dapat
terjadi akibat penggunaan amoxicillin. Dimana amoxicillin memiliki efek samping yaitu anemia dan
pasien juga telah memiliki Hb di bawah normal.
Rekomendasi:
Lanjutkan terapi antibiotik sampai kondisi atau penanda infeksi pada pasien normal kembali. Selain
itu diperlukan pula cek laboratorium untuk memantau kemungkinan terjadinya anemia dan juga
untuk memberikan terapi antibiotik yang tepat. Yaitu diberikan sampai kondisi pasien menunjukkan
tidak adanya penanda infeksi.
59
Kasus 4
Pasien 4. No. RM:1326037 (13/07/08-22/07/08)
Subyektif: Wanita/52 tahun.
DU: Malignant neoplasma of Serviks uteri Std II B Post kemoterapi dengan observasi hematuria.
DL: Renal Failure unspecified
Diagnosis masuk Rumah Sakit: Renal Failure obstruksi uropati, Hidronefroti bilateral, suspek ISK
Pasien mengeluh pinggang terasa pegal dan gangguan BAK selama 4 hari sebelum masuk rumah Sakit, keluar gumpalan-
gumpalan kecil dari BAK, terasa sakit pada akhir setelah BAK, BAK setiap ½-1 jam sekali.
Pasien memiliki riwayat pengobatan: Menderita Ca Serviks Std IIB post kemoradiasi/seri. Rencana Pap smear (30/06/08).
Terakhir Bronchioterapi 30/06/08. Karsinoma epidermoid differensial jelek.
Kondisi umum: sedang, sadar, anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Juli 2008) Nilai Normal
13
WBC (10^3/uL) 11,7 ↑ 4,8-10,8
Suhu oC 37 (afebris)
Nadi (kali/menit) 72
Hb ( g %) 11,0↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juli 2008)
14 15 16 17 18 19 20 21 22
Ampicillin 3×1g i.v √ √ √ √
Asam Mefenamat 3×1 p.o √ √ √ √
Tranexamic acid 3×1g i.v √ √ √ √ √ √
SF 2×1 p.o √ √ √ √ √ √
Asam Folat 3×1 √ √ √ √ √ √
Keluhan Tanggal (Juli 2008)
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nyeri √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lemas, mudah keluar darah √
Urin kehitaman √
Mual √
Ca CO3 3×1 √ √ √ √ √ √
Allopurinol 100mg/48 jam i.v √ √ √ √ √ √
Ceftriaxone 1g/i.v √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 2×500mg p.o √
Metoclopramide HCl 1amp √
Assessment:
1. Ampicillin injeksi/bentuk sediaan obat tidak sesuai bila diberikan pada gangguan ginjal karena dapat menyebabkan
akumulasi elektrolit, karena mengandung garam Natrium
DTPs: obat yang tidak efektif
Ampicillin bila diberikan bersamaan dengan Allopurinol, dapat menimbulkan reaksi ruam kulit. Namun pada pasien
tidak terjadi.
DTPs: potensial ADR
2. Dosis Ciprofloxacin terlalu rendah akibat pemberian bersamaan dengan CaCO3.
DTPs: dosis terlalu rendah
Rekomendasi:
1. Berikan antibiotik ampicillin atau golongan penisilin lain dengan per oral yang tidak mengandung garam Natrium,
agar aman digunakan pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal. Dapat diberikan ampicillin trihydrate p.o
dengan dosis 250 mg 4 kali/hari atau 500 mg 2 kali sehari.
Pemberian Ampicillin, sebaiknya jangan bersamaan dengan Allopurinol, yaitu dapat diberikan dengan rentang waktu
2 jam.
2. Pemberian Ciprofloxacin, sebaiknya jangan bersamaan dengan CaCO3, karena hal ini akan dapat menurunkan dosis
dari Ciprofloxacin, sehingga terapi antibiotik akan potensial kurang berkhasiat akibat terjadi penurunan dosis.
Sebaiknya diberikan dengan jarak waktu 2 jam.
60
Kasus 5
Pasien 5. No. RM:1176212 (03/03/05-19/03/05)
Subyektif:
Wanita/78 tahun.
DU: Ca Serviks IIB
DL: Infeksi Saluran Kemih dan Hipertensi
Pasien mengeluh perdarahan dan flek-flek dari jalan lahir sejak ± 1 tahun yang lalu, nafsu makan menurun, panas ± 2 hari
Pasien memilki riwayat: Menderita Ca serviks, Menopause ± 28 tahun, Karsinoma sel squamosa tanpa keratinasi
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Maret 2005) Nilai Normal
3 7
WBC (10^3/uL) 17,2 ↑ 4,8-10,8
Suhu oC 36 37,6 (afebris)
Nadi (kali/menit) 84
Hb ( g %) 12,1 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Oktober 2005)
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1
p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ceftriaxone
1g/12 jam i.v
√ √ √ √ √
HCT 25 mg
1×0×0 p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Captopril 12,5
2×1 p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sitostatika PVB
infus
√ √ √
Metoclopramide
HCl
√
Ondansetron
8mg i.v
√ √ √
Sistenol p.o √
Dexamethasone
2 amp i.v
√ √ √
Keluhan Tanggal (2005)
5 7
Sesak nafas √ √
Lemas bila duduk √ √
Assessment:
Pemberian Ceftriaxone sudah tepat indikasi. Dimana diberikan pada saat pasien menunjukkan tanda infeksi
dan kemudian dihentikan pada saat tanda infeksi pada pasien sudah dalam batas normal.
Rekomendasi:
Lanjutkan terapi pada pasien kanker leher rahim yang selalu tepat indikasi. Dan diperlukan pula cek
laboratorium untuk menunjang pemberian antibiotik atau terapi obat lain, agar pemberian terapi lebih tepat.
61
Kasus 6
Pasien 6. No. RM:1251525 (09/0706-16/07/06)
Subyektif:
Wanita/47 tahun.
DU: Ca Serviks Std IIIB.
Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir dan berbentuk gumpalan-gumpalan.
Pasien memiliki riwayat: Menderita Ca Serviks IIIB, Menikah usia 13 tahun, menopause ± 3 tahun
yang lalu,
Kondisi umum: sedang, sadar, anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (Juli 2006 ) Nilai Normal
3 9 11
WBC (10^3/uL) 9,3 7,5 5,6 4,8-10,8
Neutrofil
80,4↑
6,1↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu o
C 36,7
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 7,3 ↓ 10,4↓ 11,4↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juli 2006)
9 10 11 12 13 14 15 16
Cefotaxim 3×1 g √ √ √ √
Amoxicillin √
Tranexamid acid 3×1 amp i.v √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Mefenamat 3×500mg √ √ √ √ √ √ √ √
SF/BC/C 3×1 √ √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 2×500 mg √ √ √
Cisplatin + SFU infus √
Keluhan Tanggal (Juli 2006)
13
Gatal-gatal pada kaki dan tangan √
Assessment:
Pemberian Amoxicillin menyebabkan alergi pada pasien. Dimana menimbulkan gatal-gatal pada
kaki dan tangan pasien.
DTP: ADR
Rekomendasi:
Pemberian antibiotik pada pasien, sebaiknya dilakukan uji sensitivitas, terutama bila antibiotik yang
digunakan sebagai terapi seringkali menyebabkan alergi pada pasien. Berikan antibiotik lain yang
bukan golongan Penisilin. Namun dalam kasus, pasien sudah teratasi, yaitu dimana Amoxicillin
sudah diganti dengan pemberian Ciprofloxacin.
62
Kasus 7
Pasien 7. No. RM:1150474 (16/02/05-01/03/05)
Subyektif:
Wanita/45 tahun.
DU: Ca Serviks Std IIIB dengan Bulky tumor
DL: Anemia
Pasien mengeluh keputihan, perdarahan sejak 5 bulan yang lalu, mual dan lemas sejak 4 hari yang lalu,
Pasien memiliki riwayat: Menderita Ca Serviks dengan Bulky tumor IIA sejak 02/09/04, Karsinoma sel squamosa
differensial sedang sampai jelek, infiltrasi pada jaringan ikat dibawahnya
Kondisi umum: sedang, sadar, anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Februari 2005) Nilai Normal
16 21
WBC (10^3/uL) 12,53↑ 12,8 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 80,3↑
10,07↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 37 (afebris)
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g %) 7,1↓ 11,4↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Februari-Maret 2005)
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 1
Amoxicillin 3×500mg p.o √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Antacid p.o √ √
Metoclopramide HCl p.o √ √
Sitostatika Cisplatin 50
mg infus
√
Transfusi FWB infus √ √ √ √
Dexamethasone 1 amp i.v √
Keluhan Tanggal (Februari 2005)
25 27 1
Nyeri ulu hati √
Mual √ √
Assessment:
Pemberian Antibiotik dalam pasien yaitu amoxicillin, sudah tepat, dimana diberikan saat muncul penanda
infeksi. Namun tidak dilanjutkannya terapi antibiotik pada pasien tidak dapat di evaluasi, karena tidak terdapat
kultur kuman yang spesifik menunjukkan bahwa pemberian antibiotik diperlukan atau sudah tidak diperlukan
lagi. Alasan lain tidak dapat di evaluasi, yaitu karena pada pasien terjadi peningkatan nilai WBC dan
neutrofil, yang dimana nilai tersebut tidak spesifik menunjukkan adanya infeksi bakteri, namun dapat juga
terjadi inflamasi.
Rekomendasi:
Perlu dilakukan tes kultur kuman atau informasi dari dokter terkait tidak dilanjutkannya terapi antibiotik,
padahal nilai WBC dan neutrofil mengalami kenaikan yang sebelumnya telah di terapi dengan antibiotik. Hal
ini, juga untuk mengetahui apakah sudah tidak terjadi infeksi lagi pada pasien, sehingga penggunaan antibiotik
benar-benar dapat dihentikan.
63
Kasus 8
Pasien 8. No. RM:1176050 (14/03/05-03/04/05)
Subyektif:
Wanita/44 tahun.
DU: Ca Serviks Std IIA, DL: anemia
Pasien mengeluh keputihan dan lemas
Pasien memiliki riwayat: Menderita Ca Serviks IIA dengan Bulky tumor post Operasi post SS I PVB (bulanan), Karsinoma
sel squamosa diferensiasi jelek
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Maret 2005) Nilai Normal
4
WBC (10^3/uL) 16,5 10^3/uL ↑ 4,8-10,8
Suhu oC 36,2
Nadi (kali/menit) 84
Hb ( g %) 11,4 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
18/03/05: dilakukan Operasi
22/03/05: diketahui ada luka sudah kering
01/04/05-02/04/05: sitostatika dengan Vincristin, Blenamax, dan Cisplatin
Nama Obat Tanggal (Maret-April 2005)
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0
3
1
1 2 3
Amoxicillin
3×500mg p.o
√ √ √ √ √
Ceftizoxime Na 1
amp (2×1g) i.v
√ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Mefenamat
3×500 mg p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tramadol HCl
3×1amp i.v
√ √ √
Vit C 2×1 Amp √ √ √
Becom C 1×1 √
Alinamin F 2×1
amp
√ √ √
Cefixime 2×200
mg
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Injeksi
Dexamethasone 1
amp i.v
√ √ √
Metoclopramide
HCl p.o
√ √ √
Ondansetron 1
amp i.v
√ √
Assessment:
Pemberian Amoxicillin dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Dimana akan dapat memperparah kondisi pasien
yang telah mengalami anemia.
DTPs: potensial ADR
Rekomendasi:
Pemberian amoxicillin, sebaiknya diberikan bersama dengan obat anti-anemia, dimana pada pasien diberikan prenamia.
Pemberian prenamia sebaiknya mulai dari awal, yaitu sejak pasien masuk Rumah Sakit dan kemudian di terapi dengan
amoxicillin. Hal ini untuk meminimalkan efek samping dari amoxicillin, yang kemunginan akan dapat memperparah kondisi
pasien.
Perlu dilakukan cek laboratorium kembali, untuk menunjukkan apakah adanya luka pada operasi terdapat bakteri, sehingga
dapat dilakukan terapi antibotik yang sesuai dengan kultur kuman. Selain itu, dengan adanya cek laboratorium kembali,
kemungkinan pasien dalam menggunakan antibiotik tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Dimana bila sudah tidak
terdapat tanda-tanda infeksi, sebaiknya penggunaan antibiotik dihentikan.
64
Kasus 9
Pasien 9. No. RM:1172390 (04/02/05-02/03/05)
Subyektif:
Wanita/53 tahun.
DU: Ca Serviks IIB .
DL: Insufisiensi renal dan Hipertensi .
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah, perdarahan dalam jumlah yang banyak dan berbentuk gumpalan sejak
bulan Desember 2004 sampai sekarang, BAB susah.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: Post kuretase dengan hasil endometrium tidak dapat dievaluasi karena
nekrotik, karsinoma epidermoid differensiasi jelek
Kondisi umum: baik, sadar, sub anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (Februari-Maret 2005) Nilai Normal
27 28 2
WBC (10^3/uL) 17,9 ↑ 11,2 ↑ 10,5 4,8-10,8
Neutrofil
8,23 ↑
62,4%
6,6 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 36
Nadi (kali/menit) 89
Hb ( g %) 13,4 9,1↓ 11,7↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Tindakan = DJ Stent tanggal 21/02/05
Obat Cara Pemberian Tanggal Pemberian
Captopril 2×12,5 Oral 05/02/05-12/02/05, 17/02/05- 02/03/05
HCT 1×12,5 Oral 05/02/05-12/02/05
Captopril 2×25 Oral 13/02/05-16/02/05
HCT 1×25 Oral 13/02/05- 02/03/05
Captopril 1×25 Oral 28/02/05-02/03/05
Bevisil 1×1 Oral 05/02/05-01/03/05
Prenamia 1×1 Oral 25/02/05-01/03/05
Cisplatin Injeksi 01/03/05
Keluhan Tanggal
Batuk 22/02/05
Nama Obat Tanggal (Februari 2005)
21 22 23 24 25
Ciprofloxacin 2×500mg p.o √ √ √ √ √
Ambroxol Syr 3×C1 √
Assessment:
Tidak adanya indikasi yang jelas untuk terapi Ciprofloxacin. Dimana tidak adanya data laboratorium yang
menunjukkan tanda-tanda infeksi. DTPs: Terapi obat yang tidak diperlukan
Rekomendasi:
Tidak dapatnya di evaluasi peggunaan Antibiotik Ciprofloxacin, karena tidak terdapatnya data laboratorium
yang menunjukkan tanda-tanda infeksi pada pasien. Diperlukannya catatan data laboratorium, bila telah
dilakukan, agar penggunaan antibiotik dapat di evaluasi kembali, terkait penggunaan antibiotik.
65
Kasus 10
Pasien 10. No. RM:1182641. (06/10/05-22/10/05)
Subyektif:
Wanita/54 tahun.
DU: Ca Serviks IIIB.
DL: Insufisiensi renal, anemia, dan hipoalbuminemia.
Diagnosis lain tanggal 15/10/05: ISK
Pasien mengeluh lemas, nafsu makan menurun, mual-mual, badan terasa pegal-pegal.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: menderita Ca serviks Std IIIB post UC dengan insufisiensi renal dan
Anemia post SS V (PVB) bulanan, post radiasi 23 kali, karsinoma epidermoid differensiasi baik.
Kondisi umum: lemah, sadar, anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (Oktober 2005) Nilai Normal
6 8
WBC (10^3/uL) 13.3 ↑ 21,7 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 93,8% ↑
20,3 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 36,6
Nadi (kali/menit) 90
Hb ( g %) 8,7↓ 10,2↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Tindakan = Hemodialisa dan Transfusi PRC
Nama Obat Tanggal (Oktober 2005)
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ceftriaxone
2×1amp (1g) i.v
√ √ √ √ √ √ √ √
Aspilet3×1 (10:30) √
CaCO3 3×1
(10:30)
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Amoxicillin
3×500mg
√ √ √ √ √ √ √ √
Allopurinol 1×3 √ √ √ √ √ √ √ √
Asam folat √ √ √ √ √
Assessment:
Pemberian Amoxicillin bersama dengan Allopurinol dapat meningkatkan risiko ruam kulit. Selain itu,
pemberian amoxicillin dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Namun kejadian efek samping
anemia jarang terjadi. Selain itu, penggunaan amoxicillin sudah tepat pada pasien, karena telah diimbangi
dengan penggunaan anti-anemia yaitu asam folat dan prenamia. Bila dilihat dari pasien, maka pada pasien
tidak terjadi ruam kulit. DTPs: potensial ADR
Rekomendasi:
Sebaiknya pemberian Allopurinol jangan bersamaan dengan Amoxicillin. Hal ini untuk menghindari kejadian
ruam kulit pada pasien. Perlu dilakukan cek laboratorium, untuk mengetahui masih ada atau tidak penanda
infeksi. Bila pasien sudah tidak menunjukkan tanda infeksi, sebaiknya pemakaian antibiotik dihentikan.
66
Kasus 11
Pasien 11. No. RM:1187743. (04/06/05-06/07/05)
Subyektif:
Wanita/54 tahun.
DU: Ca Serviks Std IV.
Pasien mengeluh: pusing, BAK sulit, perdarahan dari jalan lahir ± 2 minngu yang lalu, perdarahan
sedikit namun terus menerus.
Pasien memiliki riwayat penyakit da pengobatan: menderita Ca serviks IIB dengan retensi urin,
Kontak Bleeding (+) sejak 1 bulan yang lalu, karsinoma epidermoid differensiasi sedang
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (Juni 2005) Nilai Normal
25 30
WBC (10^3/uL) 7,75 9,24 4,8-10,8
Neutrofil
5,48 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu o
C 36,8
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 12,5 12-16
Penatalaksanaan:
Tindakan = Sistoscopi dan sitostatika( Paxus dan Carboplatin).
Obat Cara Pemberian Tanggal Pemberian
Bevisil 1×1 Oral 04/06/05-06/07/05
Prenamia 1×1 Oral 04/06/05-06/07/05
Sitostatika Injeksi 02/07/05
SF/BC/C 3×1 Oral
08/06/05- 19/06/05
Nama Obat Tanggal (Juni 2005)
18 19 20 21
Ceftriaxone 1×1g i.v √ √ √ √
Ketorolac Tromethamine
2×30mg i.v
√ √ √
Assessment:
Tidak adanya indikasi yang jelas terkait penggunaan Ceftriaxone. Hal ini, karena tidak adanya data
laboratorium yang menunjukkan adanya penanda infeksi.
DTPs: terapi obat yang tidak diperlukan
Rekomendasi:
Perlu diberikan informasi yang jelas, terkait penggunaan antibiotik, apabila tidak dilakukan tes
laboratorium, hal ini dilakukan, supaya pemberian antibiotik pada pasien dapat di evaluasi,
sehingga dapat lebih digunakan antibiotik pada kondisi yang benar-benar pasien membutuhkan.
67
Kasus 12
Pasien 12. No. RM: 1182378 (18/04/05-10/05/05)
Subyektif:
Wanita/36 tahun.
DU: Ca Serviks IIB
DL: anemia dan hipoalbuminemia
Pasien mengeluh: keluar flek-flek bila berhubungan dengan suami sejak 2 bulan yang lalu, disertai keluar keputihan dan
berbau.
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (April 2005) Nilai Normal
18 27
WBC (10^3/uL) 20,2 ↑ 29,8 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 83,3 %
16,9 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 37,1
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 10,3↓ 7,8↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Tindakan = Sitostatika I (PVB) dan Transfusi PRC dan Albumin.
Kemoterapi tanggal 08/05/05
Obat Cara Pemberian Tanggal Pemberian
Parasetamol 1 tablet
Bevisil 1×1
Prenamia 1×1
Sitostatika
Ondansetron1 amp
Oral
Oral
Oral
Infus
Injeksi
18/04/05,24/04/05, 29/04/05
27/04/05-07/05/05
27/04/05-07/05/05
24/04/05,08/05/05
10/05/05
Keluhan Tanggal
Perut sedikit mules
Nyeri kaki
Perut dan kaki kanan sakit
20/04/05
26/04/05
27/04/05-03/05/05
Nama Obat Tanggal (April-Mei 2005)
28 29 30 31 1 2 3
Amoksan 3×1g i.v √ √ √ √ √ √ √
Sistenol p.o √
Assessment:
Pemberian amoxicillin pada pasien sudah tepat, yaitu dimana diberikan pada saat terjadi kenaikan
angka WBC. Selain itu, pemberian amoxicillin juga diimbangi dengan anti-anemia, hal ini
bertujuan untuk meminimalkan potensial efek samping dari amoxicillin yaitu dapat menimbulkan
anemia.
Rekomendasi:
Lanjutkan terapi antibiotik, namun perlu juga dilakukan cek laboratorium kembali untuk melihat
apakah pasien masih menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila sudah tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi, sebaiknya penggunaan antibiotik dihentikan.
68
Kasus 13
Pasien 13. No. RM: 1180442 (01/04/05- 12/04/05)
Subyektif:
Wanita/44 tahun
DU: Ca Serviks IIIB
DL: Uterus Myomatosus dan anemia
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak ± 6 bulan yang lalu, kadang flek-flek, kadang
membentuk gumpalan, keputihan sejak ± 6 bulan yang lalu, berbau.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: Menderita mioma uteri, kontak bleeding (+),
dan pernah mendapat transfuse
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal (April 2005) Nilai Normal
1 3
WBC (10^3/uL) 7,2 13,5 ↑ 4,8-10,8
Suhu o
C 37 (afebris)
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 8,8 ↓ 11,2 ↓ 12-16
Penatalaksanaan: Nama Obat Tanggal (April 2005)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Amoxicillin 3×500
mg
√ √ √ √
Tranexamid acid
3×1amp i.v
√ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 50 mg √
Tranexamid acid
3×1 p.o
√ √
Methoclopramide
HCl 1 amp i.v
√
Delladril 2 amp √
Transfusi PRC 2
kantong infus
√
Assessment:
Amoxicillin diberikan saat nilai WBC normal, yaitu pada tanggal 01/10/05. Padahal nilai WBC
mengalami kenaikan pada tanggal 03/10/05. Selain itu, amoxicillin dapat potensial menimbulkan
efek samping berupa anemia.
DTPs: terapi obat yang tidak diperlukan dan potensial ADR
Rekomendasi:
Pemberian amoxicillin, sebaiknya saat diketahui adanya tanda-tanda infeksi pada pasien 03/10/05.
Selain itu, karena pasien sudah menderita anemia, sebaiknya penggunaan amoxicillin digunakan
bersama dengan obat anti anemia, yang digunakan oleh pasien yaitu prenamia. Hal ini untuk
menghindari kemungkinan terjadinya potensial efek samping dari amoxicillin yaitu anemia, yang
akan dapat memperparah kondisi pasien.
69
Kasus 14
Pasien 14. No. RM: 1177562 (24/07/05- 27/07/05)
Subyektif:
Wanita/38 tahun
DU: Ca Serviks Residif
DL: gastroenteritis akut
Pasien mengeluh: mual, muntah dan tidak mau makan sejak 2 hari yang lalu, diare sudah lebih dari
10 kali, encer.
Pasien memiliki riwayat penyakit dan pengobatan: menderita Ca Ceervix residif Post TAH,
salpingektomi post SS V (PVB) bulanan, post radiasi 25 kali dengan GEA, karsinoma sel squamosa
dengan pertandukan ekto servix
Kondisi umum: sedang, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Juli 2005) Nilai Normal
24
WBC (10^3/uL) 6,4 4,8-10,8
Neutrofil 85,2 % ↑
5,5 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu o
C 37,5
Nadi (kali/menit) 104
Hb ( g %) 11,4 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Keluhan tanggal 25/07/05 : mual dan diare
Nama Obat Tanggal (Juli 2005)
24 25 26 27
Activated attapulgid 3×1 p.o √ √ √
Amoxicillin3×1 p.o √ √ √
Ondansetron 2×1amp i.v √ √ √ √
Parasetamol 500mg p.o √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √
Methoclopramide HCl p.o √
Assessment:
Penggunaan Amoxicillin pada pasien , sudah tepat indikasi. Dimana antibiotik diberikan saat pasien
menunjukkan tanda-tanda infeksi. Selain itu, penggunaan amoxicillin, juga sudah diberikan
bersama dengan anti anemia, yaitu prenamia. Hal ini, bertujuan untuk menghindari potensial efek
samping dari amoxicillin yaitu anemia, yang akan dapat memperparah kondisi pasien, dimana
diketahui dari nilai Hb, telah mengalami penurunan.
Rekomendasi:
Lanjutkan pemberian antibiotik, dan hentikan pemberian antibiotik saat kondisi pasien sudah tidak
menunjukkan tanda infeksi, yang didukung dengan dilakukannya cek laboratorium untuk
memastikan apakah sudah tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
70
Kasus 15
Pasien 15. No. RM: 1174319 (22/02/05- 03/03/05)
Subyektif:
Wanita/48 tahun
DU: Ca Serviks IIB
DL: anemia
Pasien mengeluh: perdarahan (menstruasi) yang lama, keputihan, nyeri di sekitar pelvis, perdarahn
lewat jalan lahir ± 7 bulan, mrongkol-mrongkol.
Pasien memiliki riwayat: Menderita CA servix Std IIB, Karsinoma epidermoid, kontak bleeding (-),
menikah usia 18 tahun
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Februari 2005) Nilai Normal
18
WBC (10^3/uL) 6,9 4,8-10,8
Suhu o
C 36,3
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 12,1 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Februari – Maret 2005)
22 23 24 25 26 27 28 1 2 3
Amoxicillin 3×500mg p.o √ √ √
Tranexamic acid 3×1 p.o √ √ √
Prenamia1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Mefenamat √
Ondansetron 1 amp(8mg)
i.v
√ √ √
Dexamethasone 2 amp i.v √
PVB infus √
Keluhan tanggal 03/03/05: mual dan muntah
Assessment:
Tidak terdapat indikasi medis yang tepat terkait penggunaan Amoxicillin. Hal ini, karena pada
tanggal 18/02/05 tidak menunjukkan tanda adanya infeksi pada pasien. Amoxicillin dapat
menimbulkan potensial efek samping berupa anemia.
DTPs: terapi obat yang tidak diperlukan dan potensial ADR
Rekomendasi:
Amoxicillin sebaiknya tidak diberikan pada pasien, karena data penanda infeksi pada pasien,
menunjukkan nilai normal. Perlu dilakukan cek laboratoium untuk menunjukkan adanya infeksi
pada tanggal 22/02/05, sehingga penggunaan amoxicillin dapat dikatakan tepat indikasi. Selain itu,
penggunaan Amoxicillin sebaiknya diimbangi dengan antianemia.
71
Kasus 16
Pasien 16. No. RM: 1160476 (15/11/04- 02/12/04)
Subyektif:
Wanita/45 tahun
DU: Ca Serviks IIB
DL: anemia
Pasien mengeluh: selama 1 bulan terakhir sering perdarahan lewat jalan lahir.
Pasien memiliki riwayat: Menderita Ca Serviks Std IIA, Ca epidermoid differensiasi baik
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (November-Desember 2004) Nilai Normal
15 19 1
WBC (10^3/uL) 12,4 ↑ 8,0 10,0 4,8-10,8
Suhu o
C 36
Nadi (kali/menit) 112
Hb ( g %) 3,3↓ 8,2↓ 11,2↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (November-Desember 2004)
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
8
2
9
3
0
1 2
Amoxicillin
3×1 g i.v
√ √ √ √
Furosemide
1
amp/1kolf
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bevisil 1×1
p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia
1×1 p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 50
mg
√
Transfusi 2
kolf/hari
√
Keluhan tanggal 16/11/04: pusing
Assessment:
Penggunaan amoxicillin pada pasien dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Dimana
akan dapat memperparah kondisi pasien yang telah menderita anemia. Namun pada terapi yang
digunakan oleh pasien sudah tepat indikasi, dimaa penggunaan amoxicillin telah diimbangi dengan
pemberian anti anemia yaitu prenamia. Dan pemberian antibiotik dihentikan pula saat kondisi
pasien yang menunjukkan adanya penanda infeksi sudah normal.
Rekomendasi:
Penggunaan amoksilin bersamaan dengan prenamia baik digunakan dan dilanjutkan apabila
nantinya pasien mengalami infeksi kembali.
72
Kasus 17
Pasien 17. No. RM: 1165312 (27/12/04- 07/01/05)
Subyektif:
Wanita/50 tahun
DU: Ca Serviks Std IIIB
DL: anemia
Pasien mengeluh: sejak pagi keluar darah lewat jalan lahir dan merongkol-merongkol, keputihan.
Pasien memiliki riwayat: Ca sel squamosa differensiasi sedang, Kontak bleeding (+)
Kondisi umum: baik, sadar, sub anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Desember 2004 Nilai Normal
27 31
WBC (10^3/uL) 7,16 9,7 4,8-10,8
Neutrofil
3,87 10^3/uL
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu o
C 36
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 9,9↓ 12,3 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Desember 2004-Januari 2005)
27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7
Amoxicillin
3×500mg
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tranexamid acid
3×1g i.v
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1
p.o
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Becom C 1×1p.o √ √ √ √ √ √ √ √
Sitostatika
Cisplatin 50 mg
infus
√
Assessment:
Penggunaan amoxicillin pada pasien dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Dimana akan
dapat memperparah kondisi pasien yang telah menderita anemia. Namun pada terapi yang digunakan
oleh pasien sudah tepat indikasi, dimana penggunaan amoxicillin telah diimbangi dengan pemberian
anti anemia yaitu prenamia.
Namun pemberian amoxicillin pada pasien, sebaiknya tidak digunakan. Hal ini, dikarenakan pada
tanggal 27/12/04-31/12/04 data laboratorium pasien, menunjukkan tidak adanya penanda infeksi.
DTPs: terapi obat yang tidak diperlukan
Rekomendasi:
Tidak diperlukannya penggunaan amoxicillin, dikarenakan tidak adanya indikasi yang tepat terkait
penggunaan amoxicillin, yang nampak dari kondisi pasien dan data laboratorium pasien yang tidak
menunjukkan penanda adanya infeksi.
73
Kasus 18
Pasien 18. No. RM: 1094462 (29/09/04- 02/10/04)
Subyektif:
Wanita/50 tahun
DU: Ca Serviks IB residif
Pasien mengeluh: batuk dan nyeri panggul sejak kemoterapi ke IV
Pasien memiliki riwayat: Menderita Ca Serviks Std IB residif post operasi, post SS IV 2 kali, Ca sel
squamosa non keratinasi
Kondisi umum: baik, sadar
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal September 2004 Nilai Normal
29
WBC (10^3/uL) 6 4,8-10,8
Suhu o
C 36,4
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 12,3 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (September-Oktober 2004)
30 31 1 2
OBH 3×1 cc √ √ √ √
Amoxicillin 3×500 mg p.o √ √ √
Asam mefenamat 3×500mg p.o √ √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √
Sitostatika PVB infus √ √ √ √
Ondansetron 1 amp i.v √ √
Metoclopramide HCl p.o √
Dexamethasone 1 amp i.v √
Keluhan tanggal 30/09/04: mual dan tanggal 02/10/04 : masih batuk
Assessment:
Tidak adanya indikasi yang tepat, yang menunjukkan adanya penanda infeksi pada pasien. Hal ini,
dikarenakan pada tanggal 29/09/04 data laboratorium pasien, menunjukkan nilai normal.
DTPs: terapi obat yang tidak diperlukan
Rekomendasi:
Tidak diperlukannya penggunaan amoxicillin, dikarenakan kondisi pasien dan data laboratorium
pasien tidak menunjukkan penanda adanya infeksi.
74
Kasus 19
Pasien 19. No. RM: 1151965 (21/09/04- 24/09/04)
Subyektif:
Wanita/35 tahun
DU: Ca Serviks uteri IIIB
Pasien mengeluh: keputihan, nyeri kemaluan dan pinggul, BAB kadang-kadang sulit
Pasien memiliki riwayat: menderita Ca Cercix IIIB, kontak bleeding (+)
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal September 2004 Nilai Normal
13 21
WBC (10^3/uL) 10,6 18,3 ↑ 4,8-10,8
Suhu o
C 36,2
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 10,7↓ 10,6↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (September 2004)
21 22 23 24
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √
Amoxicillin 3×500 mg p.o √ √ √
Sitostatika Cisplatin + SFU √ √
Assessment:
Penggunaan amoxicillin pada pasien dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Namun pada
terapi yang digunakan oleh pasien sudah tepat indikasi, dimana penggunaan amoxicillin telah
diimbangi demngan pemberian anti anemia yaitu prenamia. Dan pemberian amoxicillin diberikan
saat data laboratorium menunjukkan tanda infeksi.
Rekomendasi:
Pemberian amoxicillin pada pasien sudah tepat indikasi. Lanjutkan terapi pada pasien, dan perlu
dilakukan cek laboratorium kembali untuk mengetahui penanda infeksi yang namapak, agar bila
sudah memiliki nilai normal, pemberian amoxicillin dapat dihentikan.
75
Kasus 20
Pasien 20. No. RM: 0921299 (07/03/05- 13/03/05)
Subyektif:
Wanita/35 tahun
DU: Ca serviks IIIB
Pasien mengeluh: perdarahan dari jalan lahir sejak 2 bulan yang lalu dan tidak berhenti sampai
sekarang, keputihan
Pasien memiliki riwayat: Suspek Ca Serviks Adeno Ca Serviks uteri, Intestinal type differensiasi
baik
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Maret 2005 Nilai Normal
2 9
WBC (10^3/uL) 11,5 ↑ 10,5 4,8-10,8
Suhu o
C 36
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 13,5 11,5↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Maret 2005)
7 8 9 10 11 12 13
Amoxicillin 3×500mg p.o √ √ √ √ √ √ √
Tranexamid acid 3×1 √ √ √
Neurodex 1×1 √ √ √
Bevisil 1×1p.o √ √ √ √ √
Prenamia 1×1p.o √
Sitostatika PVB infus √ √
Assessment:
Penggunaan amoxicillin pada pasien dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Namun
pada terapi yang digunakan oleh pasien sudah tepat indikasi, dimana penggunaan amoxicillin telah
diimbangi dengan pemberian anti anemia yaitu prenamia. Dan pemberian amoksislin diberikan saat
data laboratorium menunjukkan tanda infeksi. Penggunaan Amoxicillin sudah tepat indikasi,
namun pada tanggal 09/03/05, pasien sudah tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
DTPs: terapi obat tidak diperlukan
Rekomendasi:
Hentikan penggunan amoxicillin saat tanda infeksi sudah normal, minimal pemakaian 3 hari.
Namun bila amoxicillin belum habis selama 3 hari, tetap dilanjutkan pemakaian sampai habis. Bila
terdapat amoxicillin dengan pemakaian yang lebih cepat atau dalam waktu 3 hari atau 5 hari, maka
sebaiknya digunakan yang dengan pemakaian lebih cepat.
76
Kasus 21
Pasien 21. No. RM: 1173933 (28/02/05- 15/03/05) Subyektif:
Wanita/51 tahun
DU: Ca serviks IIA
DL: mioma uteri
Pasien mengeluh: perdarahan lewat jalan lahir sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, flek-flek, keputihan.
Pasien memiliki riwayat: menderita Ca serviks dengan mioma uteri, adeno karsinoma diifferensiasi sedang, kontak bleeding
(-)
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Februari-Maret 2005) Nilai Normal
17 3 5
WBC (10^3/uL) 8,5 7,45 9,53 4,8-10,8
Neutrofil 55,3
4,7
59,1
4,4 87,1↑
8,35↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 36
Nadi (kali/menit) 84
Hb ( g %) 12,4 12,8 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Februari-Maret 2005)
28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bevisil 1×1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Captopril
2×12,5
√ √ √ √
Captopril
3×12,5
√ √
Captopril 2×25 √ √ √ √ √ √
Ceftriaxone
disodium 2×1 g
i.v
√ √ √
Tramadol HCl
3×1 amp i.v
√
Alinamin F 3×1
amp i.v
√ √
Ciprofloxacin
2×500 p.o
√ √ √ √ √ √ √ √
Asam
mefenamat 3×1
p.o
√
Cisplatin 50 mg √
Neurobat 1×1
amp i.v √
Assessment:
Pemberian Ceftriazone disodium sudah tepat indikasi, dimana diberikan saat data laboratorium
menunjukkan tanda adanya infeksi.
Rekomendasi:
Perlu dilakukan tes laboratorium kembali untuk melihat tanda-tanda infeksi, agar pemberian
antibiotik dapat lebih efektif. Dan kemungkinan pemberian antibiotik tidak terlalu lama dimana bila
diketahui nilai penanda infeksi telah normal maka penggunaan antibiotik dapat dihentikan.
77
Kasus 22
Pasien 22. No. RM: 1104008 (12/08/04- 27/08/04)
Subyektif:
Wanita/60 tahun
DU: Ca serviks IIB
Pasien mengeluh: sejak 1 tahun yang lalu mengeluarkan flek-flek
Pasien memiliki riwayat: menderita CA serviks IIB post radiasi 35 Kali (17 tahun yang lalu), hasil
Pap smear dinyatakn (-) sesuai gambaran mioma uteri (dfengan degenerasi) dan dicurigai cronic
renal disease
Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemis.
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal (Agustus 2004) Nilai Normal
12
WBC (10^3/uL) 16,1 ↑ 4,8-10,8
Suhu o
C 36,5
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 11,2↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Agustus 2004)
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tranexamid
acid 3×1
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Amoxicillin
3×500 mg
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol
3×1
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin
2×500 mg
√ √ √ √ √ √
Cisplatin 50 mg √
Bevisil 1×1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Assessment:
Penggunaan amoxicillin pada pasien dapat menimbulkan efek samping berupa anemia. Namun
pada terapi yang digunakan oleh pasien sudah tepat indikasi, dimana penggunaan amoxicillin telah
diimbangi dengan pemberian anti anemia yaitu prenamia. Dan pemberian amoxicillin diberikan
saat data laboratorium menunjukkan tanda infeksi.
Rekomendasi:
Perlu dilakukan tes laboratorium kembali untuk melihat tanda-tanda infeksi, agar pemberian
antibiotik dapat lebih efektif. Dan kemungkinan pemberian antibiotik tidak terlalu lama.
78
Kasus 23
Pasien 23. No. RM: 1177562 (01/08/06-07/08/06)
Subyektif:
Wanita/39 tahun
DU: Ca serviks residif
DL: suspek metastase tulang, hipertensi, hepatomegali
Pasien mengeluh: nyeri pinggang ± 1 bulan yang lalu,bila miring harus dibantu orang lain, sesak,
batuk
Pasien memiliki riwayat: menderita Ca Serviks residif post TAH, salpingektomi, post SS VI (PVB),
post radiasi 25 kali, post pap smear 1 bulan 3 kali dan 6 bulanan 1 kali denga hasil tidak terdapat sel
ganas
Kondisi umum: lemah, sadar, anemis
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Agustus 2006 Nilai Normal
1 4
WBC (10^3/uL) meningkat 13,38 ↑ 4,8-10,8
Suhu o
C 36,8
Nadi (kali/menit) 86
Hb ( g %) 11,8↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Agustus 2006)
1 2 3 4 5 6 7
Ceftriaxone 2×1 gr √ √ √ √ √ √ √
Ketoprofen suppo 3×1(k/p) √ √ √ √ √ √ √
Bevisil 1×1 √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 √ √ √ √ √ √ √
Keluhan tanggal 1/08/06 : sesak napas, batuk, demam
Assessment:
Penggunaan Ceftriaxone sudah tepat indikasi. Dimana diberikan saat data laboratorium pasien,
menunjukkan tanda terjadinya infeksi.
Rekomendasi:
Lanjutkan pemberian Ceftriaxone untuk mengatasi infeksi yang terjadi pada pasien. Dan sebaiknya
dilakukan cek laboratorium kembali untuk mengetahui apakah penanda infeksi pada pasien sudah
normal, sehingga pemberian antibiotik dapat dihentikan atau pemberian antibiotik tidak terlalu
lama.
79
Kasus 24
Pasien 24. No. RM: 1335992 (15/03/08-19/03/08)
Subyektif:
Wanita/47 tahun
DU: CA serviks Std IV
Pasien memiliki riwayat: menderita CA serviks Std IV post SS I dengan Platosin 50 mg dan SFU
500mg
Kondisi umum: sedang, sadar, gizi cukup
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Maret 2008 Nilai Normal
14 17 18
WBC (10^3/uL) 34,7↑ 34,1↑ 26,4↑ 4,8-10,8
Neutrofil 84,1↑
29,2 ↑
83,4↑
28,4↑
84,7 ↑
22↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu o
C demam
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 4,9 ↓ 10,8↓ 10,8↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Maret 2008)
15 16 17 18 19
Ceftazidime pentahydrate 2×1 g √ √ √
Laxadine √
Extra sistenol √
Furosemide i.v √ √ √ √ √
Methylprednisolone 125 mg √
Diphenhidramin 1 amp √
Pantoprazol 1 ml √
Ondansetron 8mg √
Assessment:
Pemberian antibiotik sudah tepat indikasi, dimana diberikan pada pasien menunjukkan tanda
infeksi.
Rekomendasi:
Pemberian antibiotik sebaiknya mulai tanggal 16/03/08, dimana pada tanggal tersebut, pasien sudah
menunjukkan tanda infeksi yaitu demam dan kenaikan jumlah sel darah putih.
80
Kasus 25
Pasien 25. No. RM: 1174299 (13/06/05-14/06/05)
Subyektif:
Wanita/57 tahun
DU: CA serviks Std IIIB
DL: anemia
Pasien mengeluh: edema kaki dan sering gringgingan perdarahan
Pasien memiliki riwayat: menderita herpes zooster saat menjalani kemoterapi ke-II, namun
sekarang sudah sembuh
Kondisi umum: baik, sadar, gizi cukup
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Juni 2005 Nilai Normal
13
WBC (10^3/uL) 3,5↓ 4,8-10,8
Suhu o
C 37
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 9,5↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juni 2005)
13 14
Transfusi PRC √
Ondansetron 8mg p.o √ √
Cisplatin 35 mg √
Amoxyclav at Inciclav 3×1 √
Cefadroxil 500 mg 2×1 √
CTM p.o √
Dexamethasone 1 amp i.v √
Iberet 1×1p.o √ √
Estazolam p.o √ √
Tramadol 2×1 p.o √ √
Nimesulide 2×1 p.o √ √
Keluhan: alergi amoksiclav 13/06/05
Assessment:
Amoksiclav menyebabkan alergi pada pasien 13/06/05. Namun pemakaian obat sudah dihentikan
dandiganti dengan Cefadroxil.
DTPs: ADR
Rekomendasi:
Diperlukan uji sensitivitas terhadap pasien yang akan diberikan terapi antibiotik, supaya bila terjadi
alergi, maka pasien tidak diberikan antibiotik tersebut.
81
Kasus 26
Pasien 26. No. RM: 1172390 (06/07/05-17/07/05)
Subyektif:
Wanita/53 tahun
DU: CA serviks Std IIB
DL: Insufisiensi Renal dan Anemia
Pasien mengeluh: kesakitan, tidak dapat BAK sejak 2 hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat: menderita Ca IIB post SS III Cisplatin 50 mg bulanan dan pemasangan DJ stent. Jadwal kemoterapi
IV tanggal 22/05/05, tapi pasien tidak datang. Belum perna mendapat radiasi
Kondisi umum: sedang, sadar, anemis
Keadaan pulang: belum sembuh
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Juli 2005 Nilai Normal
5
WBC (10^3/uL) 18,2↑ 4,8-10,8
Suhu oC 38-39,5
Nadi (kali/menit) 100
Hb ( g %) 5,3↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juli 2005)
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √
Parasetamol
3×500 mg p.o
√ √ √
Amoxicillin 3×500
mg p.o
√ √ √
Ampicillin 4×1 g i.v √ √
Cefotaxim 3×1g i.v √ √ √
Asam mefenamat
3×1 p.o
√ √
Amiparen infus √
Dexamethasone i.v √
Ranitidine i.v √
Tranexamid acid i.v √
Transfusi PRC √
Keluhan:
tanggal 10/07/05: demam, menggigil, sakit perdarahan, dengan suhu 380C
tanggal 15/07/05: tidak dapat BAK, nyeri pinggang
tanggal 16/07/05: tangan kiri sulit untuk digerakkan
Assessment:
1. Penggunaan amoxicillin potensial dapat menimbulkan anemia.
DTPs: potensial ADR
2. Ampicillin injeksi pada gangguan ginjal dapat menyebabkan akumulasi elektrolit, karena mengandung
garam Natrium atau Potassium. DTPs: obat yang tidak efektif
Rekomendasi:
1. Pemberian amoxicillin sebaiknya bersama dengan obat anti anemia, dimana hal ini akan dapat
meminimalkan efek samping anemia yang dapat terjadi, yang kemungkinan dapat memperburuk kondisi
pasien yang telah menderita anemia.
2. Berikan antibiotik ampicillin atau golongan penisilin lain dengan per oral (p.o) yang tidak mengandung
garam Natrium, agar aman digunakan pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal. Dapat diberikan
ampicillin trihydrate p.o dengan dosis 250 mg 4 kali/hari atau 500 mg 2 kali sehari.
82
Kasus 27
Pasien 27. No. RM: 1174295 (21/03/05-04/04/05)
Subyektif:
Wanita/43 tahun
DU: CA serviks Std IB
Komplikasi: ISK, Renal Failure
Pasien mengeluh: tidak dapat BAB sejak 3 hari yang lalu, nyeri pinggag, dan nyeri pada perut bagian bawah
Pasien memiliki riwayat: Ca Cerviks IB post Operasi 03/03/05 post SS I dengan Cisplatin 50 mg
Kondisi umum: baik, Cm, anemis
Keadaan pulang: membaik
Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Maret –April 2005 Nilai Normal
22 4
WBC (10^3/uL) 9,05 7,9 4,8-10,8
Neutrofil 66,4↑
6,00 ↑
43,0-65,0 %
2,2-4,8 103/uL
Suhu oC 36,5
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g %) 8,8↓ 11,8↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juli 2005)
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4
Bevisil 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1×1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Co-trimazole
2×2
√ √ √ √ √ √
Lavement 1×1 √
Ciprofloxacin
2×500 mg
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 50 mg √
Assessment:
Penggunaan antibiotik sudah tepat indikasi. Dimana diberikan saat muncul tanda-tanda infeksi dan
untuk terapi ISK
Rekomendasi:
Lanjutkan terapi, sampai tanda infeksi pada pasien kembali normal.
83
Lampiran 7. Nama Obat dan Komposisinya
Antianemia
Nama Obat Komposisi
Emineton Fe fumarate 90 mg, cupric sulfate 0.35 mg, cobalt sulfate 0.15 mg,
manganese sulfate 0.05 mg, vit B6 3 mg, vit B12 5 mcg, vit C 60 mg,
vit E 5 mg, folic acid 400 mcg, Ca phosphate dibasic 60 mg
Prenamia Fe fumarate 360 mg, folic acid 1.5 mg, vit B12 15 mcg, vit C 75 mg,
vit D3 400 iu, Ca carbinate 200 mg
Iberet Fe-sulfate 105 mg, vit B1 6 mg, vit B2 6 mg, vit B6 5 mg, vit B12 25
mcg, Na ascorbate 500 mg, niacinamide 30 mg, Ca pantothenate 10
mg
Multivitamin/dengan Mineral
Nama Obat Komposisi
Bevizil β carotene 10% 30 mg (5000 iu), vit C 200 mg, vit E 50 mg, Zn 15 mg,
selenium 25 mcg
Becom C Vit B1 50 mg, vit b2 25 mg, vit B6 10 mg, vit B12 5 mcg, vit C 500
mg, nicotinamide 100 mg, Ca pantothenate 20 mg
Vitamin B/dengan Vitamin C
Alinamin F Fursutiamine (dan Vit B2 5 mg untuk tablet)
Neurobat Forte Vit B1100 mg, vit B6 200 mg, Vit B12 200 mcg
Neurodex Vit B1 100 mg, vit B6 200 mg, Vit B12 250 mcg
Analgesik dan Antipiretik
Nama Obat Komposisi
Sistenol Paracetamol 500 mg, n-acetylcysteine 200 mg
Nutrisi Parenteral
Nama Obat Komposisi
Amiparen Total free amino acids 100 mg, nitrogen 15,7 g, Na 2 meq, acetate 120
meq, branced chain amino acids 30%
84
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Ika Marlinah yang lahir pada tanggal 18
September 1987 di Panjatan, Kulonprogo. Penulis
merupakan putri ketiga dari 3 bersaudara pasangan Bapak
Suwarno dan Ibu Partinem (alm.). Pada tahun 1990 penulis
menempuh pendidikan di TK Puspitarini Cerme, kemudian
pada tahun 1992 penulis menempuh pendidikan di SD
Kembang Malang, lalu pada tahun 1995 penulis pindah ke
SD Fransiskus Xaverius Pringsewu. Kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Xaverius Pringsewu, setelah lulus SMP penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Xaverius Pringsewu pada tahun 2002 dan lulus tahun 2005. Pada
tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.