evaluasi pelaksanaan ketentuan pemanfaatan bmn berupa

178

Upload: lecong

Post on 27-Jan-2017

239 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa
Page 2: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

i

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN

BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA

PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN

GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

Disusun oleh

Nama Peneliti/Pengkaji I : Listiyarko Wijito

NIP : 196904161995031001

Pangkat/Golongan : Pembina / IVa

Jabatan : Widyaiswara Muda

Nama Peneliti/Pengkaji II : Drs. Herri Waloejo

NIP : 19510402 197609 1 001

Pangkat/Golongan : Pembina Utama/ IVe

Jabatan : Widyaiswara Utama

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

JAKARTA

2014

Page 3: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

ii

Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Kerjasama Pemanfaatan dan Bangun Serah Guna/Bangun

Guna Serah Sesuai Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Pengelolaan BMN

Abstrak

Penelitian ini berutujuan untuk melakukan evaluasi pelaksaan ketentuan

pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan serta Bangun Guna Serah/Bangun Serah

Guna, yang dinilai kurang berhasil karena sedikitnya realisasi pelaksanaanya.

Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Model CIPP, yaitu

evaluasi konteks, input, proses serta produk. Analisis konteks untuk melakuan

uji apakah tujuan dirumuskan secara jelas dan spesifik, atau tidak. Evalusi Input

untuk melakukan uji apakah input untuk mencapai tujuan sudah cukup memadai

serta bagaimana kualitasnya. Evaluasi proses terkait dengan bagaimana

prosedur melaksanakan program, serta apakah terdapat kelemahan-kelamahan

dalam mendukung proses pekerjaan. Evaluasi Produk terkait dengan evaluasi

terhadap hasil yang dicapai dari suatu program/kebijakan, serta apakah program

perlu dilanjutkan, dilanjutkan dengan revisi atau tidak dilanjutkan.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, berupa penelitian evaluasi

dengan desain kualitatif-verivikatif , dengan varian kualitatif evaluatif, karena

penelitian ini dilakukan untuk meneliti suatu kebijakan/program. Sampel dalam

penelitian adalah narasumber, informan, atau partisipan, yang dianggap

tahu mengenai permasalahan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna pada Pengelola Barang, Pengguna Barang,

serta Kuasa Pengguna Barang. Penentuan sumber data pada dilakukan

secara purposive, yang dipilih degan tujuan tertentu (informan kunci),

selanjutnya dalam pengambilan sampel digunakan teknik snowball. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi,

observasi, wawancara, dan triangulasi. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan analisis sebelum di lapangan (data peneltian terdahulu, data

sekunder, studi literatur), serta analisis selama di lapangan berdasarkan tahap

penelitian (Model Spradley) yang saling melengkapi dengan model analisis data

selama di lapangan menurut Miles dan Huberman. Dalam setiap tahapan

penelitian/ pengambilan kesimpulan, dilakukan langkah-langkah berupa data

reduksi, data display, serta data verivication.

Berdasarkan Evaluasi Konteks, disimpulkan bahwa kebijakan Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna belum dirumuskan

secara jelas, sehingga belum dapat dimengerti dan difahami oleh Penggelola

Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang. Berdasarkan evaluasi

input didapatkan kesimpulan bahwa Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang belum mengalokasikan dana, sarana dan prasarana, serta

sumber daya yang mencukupi dalam melakukan pemantaun, optimalisasi

Page 4: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

iii

pemanfaatan BMN serta penertiban atas BMN yang telah/terlanjur

dimanfaatakn oleh Pihak Lain. Berdasarkan analisis Evaluasi Proses, tahapan

yang dapat menjadi hambatan/kendala dalam Kerja Sama Pemanfaatan BMN

serta Bangun Guna/Bangun Serah Guna adalah adalah dalam menentukan

kontrribusi tetap dan pembagian keuntungan yang dapat merepresentikan

kondisi pasar, Berdasarkan Evaluasi Output, maka belum mencapai sasaran.

Rekomendasi penelitian adalah kebijakan perlu tetap dilanjutkan dengan

dilakukan perbaikan.

Kata Kunci : Kekayaan Negara, Barang Milik Negara (aset), Tanah dan/atau

Bangunan, Selain Tanah dan/atau Bangunan, Manajemen Aset, Pengelolaan

Barang Milik Negara, Ruang Lingkup, Pengelola Barang (Menteri

Keuangan/Direktur Jenderal Kekayaan Negara), Pengguna Barang

(Menteri/Pimpinan Lembaga), Kuasa Pengguna Barang (Kepala Satuan Kerja

Kementerian/Lembaga), Pemanfaatan Barang Milik Negara, Sewa, Pinjam Pakai,

Kerja Sama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.06/2007, Metodologi Penelitian kualitatip, Evaluasi, Konteks, Input,

Proses, Produk, CIPP, Peraturan Pemerintah Nomr 27 Tahun 2014.

Page 5: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

ABSTRAK ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 7

C. Rumusan Masalah ............................................................................ 9

D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11

E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Reformasi Manajemen Aset Properti Sektor Publik.......................... 13

B. Pengelolaan Aset Barang Milik Negara di Indonesia........................ 32

C. Penelitian Evaluasi dalam Kerangka Penelitian Kebijakan ............... 61

D. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 70

E. Kerangka Konsep ............................................................................ 71

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

A. Jenis Penelitian .............................................................................. 73

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 76

C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 77

D. Variabel Penelitian ........................................................................... 78

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 81

F. Teknik Analisis Data ........................................................................ 82

G. Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian Kualitatif

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data.................................................................................... 95

B. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 139

C. Rekomendasi Hasil Penelitian ....................................................... 158

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................... 164

B. Saran ............................................................................................. 166

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 168

RIWAYAT HIDUP PENELITI ............................................................................ 170

Page 6: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

v

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Pertumbuhan Pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan

dan BGS/BSG ..................................................................................... 6

Tabel 2.1 Tujuan dan Target Pengelolaan BMN ............................................... 34

Tabel 2.2 Perbandingan Sewa, Kerja Sama Pemanfaatan, dan Bangun

Guna Serah/Bangun Serah Guna ................................................... 51

Tabel 2.3 Perbedaan antara Penelitian dan Evaluasi ....................................... 63

Tabel 2.4 Perbedaan Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif ......................... 64

Tabel 2.5 Variabel dan Indikator Evaluasi Input ................................................. 67

Tabel 2.6 Penelitian Optimalisasi Aset BMN...................................................... 70

Tabel 3.1 Perbedaan Penelitian dan Evaluasi ................................................... 74

Tabel 3.2 Variabel dan Indikator Penelitian ....................................................... 79

Tabel 4.1 Penertiban Atas Pelaksanaan Penggunaan BMN ............................ 113

Tabel 4.2 Penertiban Atas Pelaksanaan Pemanfaatan BMN ........................... 113

Tabel 4.3 Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan

Terhadap Indikator Variabel Evaluasi Konteks. ............................... 141

Tabel 4.4 Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan

Terhadap Indikator Variabel Evaluasi Input ..................................... 147

Tabel 4.5 Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan

Terhadap Indikator Variabel Evaluasi Input ..................................... 151

Page 7: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

vi

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Lingkup Evaluasi Program Model CIPP ............................................. 7

Gambar 2.1 Kerangka Manajemen Aset ............................................................ 19

Gambar 2.2 Proses Pemantauan/Monitoring Kinerja .......................................... 31

Gambar 2.3 Siklus Pengelolaan BMN ................................................................. 35

Gambar 2.4 Kegiatan Pengamanan, Pemeliharaan, Pembinaan, Pengawasan

dan Pengendalian dalam Pengelolaan BMN ................................... 37

Gambar 2.5 Mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan atas Tanah dan Bangunan

yang Status Penggunaannya pada (a) Pengelola Barang dan (b)

Pengguna Barang ........................................................................... 51

Gambar 2.6 Mekanisme Bangun Guna Serah/angun Serah Guna ...................... 52

Gambar 2.7 Proses Pengambilan Kebijakan Model BMVIT ............................... 61

Gambar 2.8 Lingkup Evaluasi Program Model CIPP ........................................... 65

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 72

Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Kualitatif .................................................. 83

Gambar 3.2 Analis Tema Budaya yang Dibangun Berdasarkan Analisis

Domain, Analisis Taksonomi dan Analisis Komponensial ................ 85

Gambar 4.1 Perhitungan Net Present Value dari Rencana Proyek ................... 131

Gambar 4.2 Rekomendasi Perbaikan Kebijakan Pemanfaatan BMN Berupa

Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG ...................................... 159

Page 8: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adalah sebuah cita-cita bagi Pemerintah Pusat untuk segera mewujudkan

strategic aset management, yaitu integrasi fungsi perencanaan, penganggaran,

pengelolaan, dan pertanggungjawaban aset negara yang mengedepankan

prinsip “3 Tertib” dan “The highest and best use of asets”. Lahirnya 3 (tiga) paket

Undang-undang Bidang Keuangan Negara menjadi lokomotif bagi perubahan

paradigma manajemen aset negara, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang

merupakan payung hukum tertinggi yang mengatur mengenai fungsi pengelolaan

Barang Milik Negara sebagai bagian dari lingkup perbendaharaan negara. Hal ini

bermakna bahwa di dalam siklus keuangan negara, yang bermula dari

perencanaan, penganggaran, perbendaharaan, dan pemeriksaan, maka

subfungsi pengelolaan barang milik Negara merupakan satu bagian yang saling

mengait dengan subfungsi lainnya di dalam fungsi perbendaharaan secara utuh1.

Selanjuntya, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) yang

diamanatkan oleh Undang Unang Nomor 1 Tahun 2004, telah terjadi perubahan

paradigma dari “penatausahaan barang milik/kekayaan Negara” menjadi

1 Hadiyanto, Strategic Aset Manajemen (sebuah tinjauan), 2010

Page 9: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

2

“pengelolaan barang milik Negara/daerah atau BMN/D”. Perubahan tersebut

mencakup, antara lain:

a. Lingkup pengelolaan yang luas dimulai dari perencanaan kebutuhan dan

penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan

pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan,

dan pembinaan pengawasan dan pengendalian;

b. Para pejabat pengelolaan BMN/D dengan lebih mengenalkan peran baru

sebagai pengelola aset (aset manager) dalam rangka profesionalisme

pengelolaan BMN/D;

c. Pengintegrasian unsur managerial dan pelaporan BMN/D di dalam laporan

keuangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran

Negara/daerah2.

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah terkait dengan Penertiban Barang Milik

Negara/Daerah. Sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Tim Penertiban

Barang Milik Negara, jenis kegiatan penertiban BMN (yang dilakukan oleh tim

penertiban) meliputi kegiatan inventarisasi, optimalisasi pemanfaatan dan

pengamanan BMN.

Optimalisasi pemanfaatan selaras dengan literatur-literatur yang mengulas

manajemen aset pemerintah, bahwa ditinjau dari sisi ekonomi, permasalahan

yang umum terjadi dalam pengelolaan properti sektor publik adalah terjadinya

miss match (ketidaksesuaian) antara kebutuhan tanah dan bangunan dengan

kinerja manager properti dalam mengadakan, mengalokasikan, dan

2 Ibid, hal 2.

Page 10: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

3

menggunakan kembali (reuse) properti yang sudah ada3. Kondisi ini

mengakibatkan suatu kementerian/lembaga mengajukan pengadaan tanah untuk

pelaksanaan tugasnya, sementara suatu kementerian/lembaga lainnya mungkin

banyak mempunyai aset yang tidak digunakan (idle/unsused). Kondisi yang

demikian mengakibatkan pemerintah mengeluarkan biaya pengadaan tanah

(yang sebenarnya tidak perlu), demikian pula pemerintah tetap menanggung

biaya pemeliharaan atas properti idle (yang sebenarnya tidak digunakan)

sehingga mengakibatkan pemborosan.

Banyaknya aset berupa properti kosong yang tidak digunakan (idle /

unused), tidak digunakan secara maksimal untuk pelayanan (underused), yang

tidak digunakan dalam keadaan Highest and Best Use (underutilize), akan selalu

membebani pemerintah dari sisi anggaran pemeliharaan. Di samping itu, juga

mengakibatkan hilangya kesempatan pemerintah untuk mengoptimalkan

penggunaan BMN, mengingat suatu kementerian/lembaga lain pada saat yang

sama memerlukan penggunaan aset tersebut, serta hilangnya kesempatan

(opportunity loss) untuk mendapatkan penerimaan dari optimaliasi pemanfaatan

BMN tersebut melalui kerja sama (shareholder) dengan pihak ketiga.

Sehubungan Reformasi Pelaksanaan Manajemen Properti Sektor Publik

di Indonesia, paradigma DJKN sebagai aset adminitrator harus mampu

berubah menjadi aset manager. DJKN harus mampu memberdayakan aset ,

salah satunya melalui melalui mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan atau

Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna (BGS/BSG).

Pada saat era sebagai administrator aset, fokus DJKN adalah

meningkatkan kualitas laporan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang

3 Sering terjadi banyak aset yang tidak digunakan pada suatu unit/lembaga, sementara

pada unit/lembaga lain memerlukan tanah/bangunan untuk melaksanakan tugasnya

Page 11: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

4

sebelumnya banyak yang belum mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian

menjadi mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Pada era manager

aset, Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN. sekarang ini sedang

mendorong Kementerian /Lembaga untuk dapat memanfaatkan BMN sebagai

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Peranan DJKN mengalami perubahan

setelah sebelumnya adalah memperkuat laporan keuangan pemerintah, kini

berfokus pada penguatan APBN4.

Merupakan tugas dari DJKN pada era sebagai aset manager, untuk

dapat mengupayakan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengupayakan penguatan APBN melalui penghematan biaya

pengadaan/pemeliharaan BMN.

b. Mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada ketentuan yang

berlaku.

c. Menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga yang dana

pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN),

d. Tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari

APBN.

e. Mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Peraturan

Presiden guna mendukung penyediaan infrastruktur publik seperti jalan,

water supply, publik transportation, pendidikan dll.

4 Bahan Ceramah Kepala Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan

Keuangan pada ceramah pimpinan DTSS Penilaian Properti Dasar Angkatan I dan DTSS Penatausahaan BMN (Bagi Pengelola), Januari 2014

Page 12: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

5

f. Adanya penanaman investasi yang akan mendorong aktivitas ekonomi di

wilayah BMN tersebut berada.

g. Meningkatkan penerimaan PNBP dari pemanfaatan BMN.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, pada era sebagai aset manager,

DJKN seharusnya memberikan perhatian atas pelaksanaan pemanfaatan BMN

melalui Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG. Beberapa keuntungan yang

dapat diperoleh dari pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG,

berdasarkan uraian diatas, pada prinsipnya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP). Potensi PNBP dari pemanfaatan aset cukup besar.

2. Mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada ketentuan yang

berlaku. Apabila penggunaan/pemanfaatan suatu aset oleh pihak ketiga

mempunyai landasan hukum, serta suatu perjanjian Kerja Sama yang jelas,

maka aset tersebut secara otomatis akan terjaga dari penguasaan/okupansi

pihak lain.

3. Khusus untuk pemanfaatan BMN berupa BGS/BSG, akan dapat

menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya

tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

4. Di samping mendapatkan penerimaan berupa kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan, manfaat lain yang didapatkan dari pelaksanaan

Kerja Sama Pemanfaatan adalah tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang

tidak harus disediakan dari APBN.

5. Implementasi Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG harus mendukung

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Peraturan Presiden guna

Page 13: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

6

mendukung penyediaan infrastruktur publik seperti jalan, water supply, publik

transportation, pendidikan dll..

6. Investasi yang ditanamkan untuk pengembangan suatu properti akan

mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut berada.

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

sampai dengan sekarang, hanya sedikit Pengguna Barang yang mengajukan

permohonan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG. Data secara

time series pemanfaatan BMN merupa BGS dan BSG adalah sebagaimana tabel

berikut.

Tabel 1.1. Pertumbuhan pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan

dan BGS/BSG.

2010 2011 2012 2013 2014

KSP 1 1 1 1 1

BGS 0 0 0 0 0

BSG 0 0 0 0 0

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hilangnya kesempatan

(opportunity loss) dalam pemanfaatan BMN, sebagaimana telah diuraikan di

atas.

Rendahnya pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG

menimbulkan pertanyaan apakah terdapat hambatan dalam

implementasi/pelaksanaan ketentuan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006? Untuk

menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan

ketentuan pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna tersebut.

Page 14: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

7

Mulyono (2009)5 mendefinisikan evaluasi sebagai upaya untuk mengukur

hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara

membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan bagaimana cara

pencapaiannya. Evaluasi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses di

mana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan

yang diharapkan. Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan

pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan

keberhasilan (Rika, 2009)6.

Terdapat beberapa beberapa model evaluasi sebagai strategi atau

pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program, antara lain model CIPP (Contex,

Input, Proses, Product) yang dikemukakan oleh Stufflebeam (1985) dalam

Sugiyono (2007). Lingkup evaluasi program digambarkan sebagaimana pada

gambar 1.1. berikut.

Gambar 1.1. Lingkup Evaluasi Program Model CIPP

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan pertanyaan penelitian, yang jawabannya

dicarikan melalui penelitian dalam penelitian ini adalah :

5 Mulyono. 2009. Penelitian Eveluasi Kebijakan, (Online), (http:// mulyono. staff.uns .ac.id /2009/ 05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/

6 Rika Dwi Kurniasih. 2009. Teknik Evaluasi Perencanaan, (Online), (http://

images.rikania09.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SUdfiwoKCF8AADuyo81/Rika%20Eva.doc?nmid=148657139

Page 15: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

8

1. Apakah tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna telah dirumuskan secara jelas, sehingga

dimengerti dan difahami oleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan

Kuasa Pengguna Barang atau tidak?

2. Bagaimana kualitas laporan rutin dalam menyajikan data untuk

melakukan pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau

BMN underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna namun tidak

sesuai dengan ketentuan.

3. Bagaimana kualitas sarana dan prasarana dalam membantu pelaksanaan

pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama Pemanfaatan dan

Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna namun tidak sesuai dengan

ketentuan

4. Bagaimana kelengkapan Standar Operating and Procedure (SOP) yang

mengatur tetang tata cara (a) pemantauan atas BMN idle, BMN

underused, dan/atau BMN underutilize serta BMN yang telah

dilaksanakan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun

Serah Guna namun tidak sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi

pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN?

5. Bagaimana kualitas Sumber Daya Manusia yang melakukan tugas

(a) pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN

underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna namun tidak

Page 16: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

9

sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c)

penertiban BMN?

6. Apakah terdapat insentif secara bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang untuk melakukan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna?

7. Bagaimana proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun

Guna Serah/Bangun Serah Guna yang dilakukan oleh Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang?

8. Bagaimana proses persetujuan permohonan Kerja Sama Pemanfaatan

dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna yang dilakukan oleh

Pengelola Barang?

9. Apakah tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna untuk mendukung APBN telah tercapai?

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian adalah :

1. Telah dirumuskan secara jelas tujuan Kerja Sama Pemanfaatan

danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, sehingga dapat dimengerti

dan dipahami oleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa

Pengguna Barang.

2. Laporan rutin menyajikan data yang cukup untuk melakukan

pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan.

Page 17: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

10

3. Sarana dan prasarana berperan membantu pelaksanaan

pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

4. Terdapat kelengkapan Standar Operating and Procedure (SOP) yang

mengatur tetang tata cara (a) pemantauan atas BMN idle, BMN

underused, dan/atau BMN underutilize serta BMN yang telah

dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak

sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c)

penertiban BMN?

5. Tersedia dukungan Sumber Daya Manusia yang berkualitas untuk

melakukan tugas (a) pemantauan atas BMN idle, BMN underused,

dan/atau BMN underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja

Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

(b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN?

6. Terdapat insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk

melakukan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun

Serah Guna?

7. Proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna yang dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang tidak mengalami hambatan.

8. Proses pelaksanaan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun

Guna Serah/Bangun Serah Guna yang dilakukan oleh Pengelola Barang

tidak menghambat realisasi pelaksanaan persetujuan Kerjsama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Page 18: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

11

9. Telah tercapai tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna untuk mendukung APBN telah tercapai.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, menjadi penting untuk

mengetahui pelaksanaan ketentuan pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG dalam Pengelolaan BMN sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang kemdian diganti debgan

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Lebih spesifik ingin diketahui:

1. Kejelasan rumusan tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG,

sehingga dapat dimengerti dan difahami oleh Penggelola Barang,

Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang.

2. Kualitas laporan rutin dalam menyajikan data yang cukup untuk

melakukan BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan.

3. Kualitas sarana dan prasarana dalam membantu pelaksanaan

pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

4. Kelengkapan Standar Operating and Procedure (SOP) yang mengatur

tetang tata cara (a) pemantauan atas BMN idle dan/atau BMN

underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan

atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi

pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN?

Page 19: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

12

5. Kualitas Sumber Daya Manusia yang melakukan tugas (a)

pemantauan atas BMN idle, BMN underused, dan/atau BMN underutilize

serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi

pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN?

6. Insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk

melakukan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG?

7. Ada tidaknya hambatan dalam proses pelaksanaan Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG yang dilakukan oleh Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang.

8. Ada tidaknya hambatan oleh Pengelola Barang dalam memproses usulan

Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

9. Pencapaian tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG untuk

mendukung APBN.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan

evaluasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan pemanfaatan BMN dalam bentuk

Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG, mencegah terjadinya kesalahan dalam

pemanfaatan BMN oleh pihak ketiga karena tidak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN?, meningkatkan

potensi penerimaan PNBP dalam rangka penguatan APBN, serta agar BMN

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga dapat mendorong investasi di

sektor swasta yang akan meningkatkan aktivitas ekonomi.

Page 20: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Reformasi Manajemen Aset Properti Sektor Publik

A.1. Sasaran dan Tujuan Manajemen Aset Sektor Publik

Manajemen aset properti merupakan proses dari pengambilan

keputusan dan implemetasinya, meliputi pengadaan (akuisisi), penggunaan,

dan penghapusan tanah dan atau/bangunan. Dari perspektif tersebut, tugas dari

manager aset properti sektor publik, adalah sebagaimana manager aset

organisasi sektor privat, yaitu mengholdingkan mix portofolio dari real properti,

atau melakukan mix-used real estate investment trust7.

Pengertian umum dari aset adalah sesuatu yang memiliki nilai. Dua

elemen dari definisi tersebut, nilai dan umur manfaat, merupakan hal yang

fundamental jika suatu departemen/organisasi mengidentifikasikan dan mencatat

seluruh aset.8 Berdasarkan kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

(paragraf 60), sesuatu harus memiliki nilai agar dapat diklasifikasikan sebagai

aset. Nilai dari suatu aset harus diukur dan dinyatakan dalam satuan moneter

(rupiah) sehingga aset tersebut dapat diakui (recognized) dalam laporan

keuangan.

Berkenaan dengan sektor publik, aset mungkin lebih dihargai dari aspek

non moneter, yang menjelaskan manfaat/kegunaan dari suatu aset dalam

memenuhi tujuan penyediaan pelayanan dan merupakan suatu konsep yang

7 Kaganova and Mc.Kellar. op.cit, hal 4.

8 Australian National Office, hal. 3.

Page 21: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

14

bertujuan untuk digunakan/dipakai di saat aset tidak menghasilkan pemasukan

(income). Aspek non moneter ini ditujukan sebagai manfaat yang akan datang

(income benefit) yang diharapkan akan diperloleh.

Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah, paragraf 62- 67,

jenis aset diklasifikasikan menjadi aset lancar (kas dan setara dengan kas,

investasi jangka pendek, piutang dan persediaan) dan aset non lancar (investasi

jangka panjang, aset tetap, dana cadangan dan aset lainnya). Termasuk dalam

aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama (kemitraan).

Definisi manajemen aset secara umum dapat disimpulkan mencakup

proses mulai dari proses perencanaan sampai dengan penghapusan serta

perlunya monitoring terhadap aset-aset tersebut selama usul penggunaannya9.

Definisi tersebut mengacu kepada beberapa definisi seperti definisi manajemen

oleh pemerintah South Australia10, yaitu sebagai “ a process to manage demand

and guidance acquisiton use and disposal of aset to make the most of their

service delivery potential and manage risk and cost over their entire life”.

Departemen Transpotasi Amerika 11 mendefinisikan manajemen aset sebagai ” a

systematic process of maintaining, upgrading, and operation phisical aset cost-

effectively. It combines engineering principles with sound business practices and

economic theory, and it provides tools to facilitate a more organized logical

appoach of decision making. Thus, aset manajemen provides a framework for

handling both short and long range planing.”

9 Haryono, Arik. “Prinsip dan Teknik Manajemen Kekayaan Negara”. Modul DTSS

Pengelolaan Kekayaan Negara (Diklat Jarak Jauh). Pusiklat Keuangan Umum, 2007. 10

Strategic Aset Managemnet Framework, Second Edtion (Goverment of South Australia,199) Hal 1. 11

Aset Manajement: Advancing the State of the Art into the 21st Century Through Public-Private Dialoque (Federal Highway Administration and the American Association of State Highway and Transportation Official, 1996), hal 3.

Page 22: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

15

Menurut Asosiasi Transportasi Kanada12, sasaran dari manajemen aset

adalah untuk mencapai kecocokan/kesesuaian sebaik mungkin antara aset

dengan strategi penyediaan pelayanan. Hal ini diprediksikan pada saat

pemeriksaan/pengujian kritikal dari alternatif-alternatif penggunaan aset,

misalnya dengan solusi non-aset akan memungkinkan penyediaan pelayanan

dengan biaya terendah. Selanjutnya Haryono (2007) menambahkan bahwa

dengan manajemen aset akan dapat diketahui apakah suatu aset sesuai dengan

strategi penyediaan pelayanan atau tidak. Solusi aset dimaksudkan sebagai

alternatif-alternatif penggunaan aset tanpa harus memiliki aset tersebut serta

menghindari alternatif yang hanya terfokus pada pengadaan aset yang tanpa

disertai optimalisasi aset-aset yang telah ada,

Dengan tekanan-keterbatasan sumber daya yang tersedia untuk

menyediakan pelayanan, upaya optimalisasi aset negara merupakan hal yang

penting untuk diwujudkan. Berkaitan dengan permasalah tersebut, prinsip-

prinsip manajemen aset akan mengarahkan biaya-biaya pelayanan kepada 13:

- Penurunan permintaan terhadap aset baru dengan mengadopsi solusi non-

aset.

- Maksimalisasi potensi manfaat dari aset-aset yang telah ada (existing aset)

- Penekanan biaya keseluruhan (overall cost) dari pemilikan aset melalui

penggunaan teknis biaya siklus hidup (life cycle costing).

- Memastikan perhatian/fokus yang tajam atas hasil dengan penyusunan

pertanggungjawaban (responsibility) dan akuntabilitas (accountability) yang

jelas untuk aset.

12

Primer on Aset Manajement, Transportation Association of Kanada, 1999. 13

Haryono, op.cit., hal 7

Page 23: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

16

- Manajemen aset merupakan suatu proses yang sistematik dan terstruktur

yang mencakup seluruh umur aset. Asumsi yang mendasari adalah bahwa

aset ada untuk mendukung penyediaan pelayanan.

Tujuan utama manajemen aset adalah membantu suatu entitas organisasi

dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Untuk

mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilakukan mencakup panduan

pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, dan pengaturan risiko dan

biaya yang terkait selama siklus hidup aset. Dalam prinsip dan teknik

menajemen kekayaan negara sebagai aktivitas yang komprehensip dan multi-

disiplin perlu dikaitkan beberapa faktor dalam mencapai tujuan manajemen aset

tersebut, yaitu:

- Kebutuhan dari para pengguna aset.

- Kebijakan dan peraturan perundang-undangan

- Kerangka manajemen dan perencanaan organisasi

- Kelayakan teknis dan kelangsungan komersial

- Pengaruh eksternal pasar (seperti komersial, teknologi, lingkungan dan

industri)

- Persaingan permintaan dari para stakeholder dan kebutuhan

merasionalisasikan operasi untuk memperbaiki pemberian pelayanan atau

untuk meningkatkan keefektifan biaya.

- DJKN bertanggungjawab untuk dapat mengotimalkan pengelolaan aset

negara dengan cara mensinkronkan berbagai teknik manajemen aset

seperti manajemen nilai, manajemen permintaan, manajemen penilaian

ekonomis, manajemen biaya siklus hidup (life cycle cost) dan manajemen

risiko untuk pelaksanaan tugasnya dan mengkoordinasikannya dengan

Page 24: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

17

seluruh Kementerian/Lembaga yang menangani aset di lingkungan

masing-masing.

A.2. Efisiensi Penggunaan Aset Sektor Publik

Pada satu level, manager dalam organisasi harus memutuskan untuk

bagaimana mengatur individu dari suatu holding properti (bagaimana

mengoperasikan, memasarkan, dan memeliharanya). Pada tingkatan (level)

yang lebih tinggi, manager dalam organisasi harus mencari cara untuk

mengidentifikasikan aturan umum untuk memberi petunjuk (guidance) dan

memotivasi manager properti (untuk meningkatkan kinerja/produktivitas properti),

sehingga dapat tersusun aturan yang sama mengenai efisiensi secara ekonomi

dan nilai-nilai lain yang diterapkan pada organisasi.

Selanjutnya, manager aset publik harus dapat mengalokasikan kapital

dalam berbagai klas properti (apakah akan menjual/melikuidasi suatu properti,

dan mereinvestasikan pada jenis properti lainnya di mana organisasi akan

mendapatkan nilai tambah). Pada akhirnya, manager aset publik harus dapat

mengusahakan untuk meningkatkan kapital financial baru untuk memperluas

investasinya dalam real properti, menjual properti, atau mendapatkan

penerimaan (return) atas kepemilikan properti karena digunakan sector privat14.

Di samping itu, manager properti sektor publik harus mampu

mengurangi terjadinya inefisiensi. Salah satu sumber dari inefisensi adalah

banyaknya dari properti kosong atau tidak digunakan (unused), meliputi dari fisik

(jumlahnya), ketidakekonomisan karena tidak dipergunakan secara optimal

(underused/ underutilize), dan pemeliharan dan perbaikan yang tidak mencukupi

(insufficient). Kondisi tersebut dapat terjadi karena kebutuhan terhadap tanah

14

Kaganova and Mc.Kellar. op.cit, hal 6.

Page 25: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

18

berubah lebih cepat dari kemampuan pemerintah untuk melakukan penggunaan

kembali (reuse) atau menghapus (dispose) properti.

Ketika pemerintah tidak lagi memerlukan penggunaan suatu properti,

maka terjadi inefisiensi karena manager tetap memegang properti yang tidak

digunakan (unused). Inefisiensi selanjutnya juga terjadi karena atas properti

yang tidak digunakan tersebut juga dialokasikan dana pemeliharaan dan

perbaikannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, hendaknya disusun suatu kerangka

manajemen aset. Beberapa asumsi yang dijadikan landasan berpikir yang

digunakan dalam penyususn kerangka manjemen aset terebut, antara lain

(Haryono, 2007):

- Terlebih dahulu harus dilakukan pendefinisian suatu aset. Hal tersebut

penting untuk dapat didapatkan persepsi yang tepat dalam suatu organisasi

terkait dengan penggunaan suatu aset.

- Aset-aset seharusnya hanya ada untuk mendukung penyediaan/pelayanan

jasa. Titik permulaan yang utama untuk memastikan hal tersebut adalah

menyusun hubungan antara penyediaan dan pelayanan aset

- Strategi manajemen aset bukan merupakan suatu penjumlahan sederhana

dan rencana-rencana individual yang dibuat untuk masing-masing fase dari

siklus hidup aset. Strategi manajemen aset harus konsisten dengan tujuan

organisasi dam terintegrasi dengan strategi manejemen aset lainnya.

- Keputusan manajemen aset hendaknya tidak dibuat secara terpisah,

malainkan harus sebagai bagian kerangka keseluruhan pembuatan

keputusan dalam suatu organisasi. Perencanaan aset harus

dipertimbangkan bersamaan dengan kebutuhan sumber daya lainnya yang

Page 26: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

19

digunakan dalam pencapaian tujuan penyediaan pelayanan. Hal ini

mensyaratkan organisasi untuk mengkonversi/mengubah strategi

penyediaan pelayanan ke dalam strategi aset yang spesifik, yang

memberikan kesempatan untuk mengidentifikasikan metode peningkatan

kinerja aset, menata kembali aset-aset yang telah digunakan, serta mencari

solusi yang tidak memerlukan kepemilikan aset (strategi non aset).

Bagan kerangka manajemen aset sebagaimana pada Gambar 2.1.

Apabila kerangka manajemen aset tersebut sudah terbentuk, maka pengelolaan

aset pemerintah akan mempunyai keunggulan, yaitu:

- Manajemen aset dipicu/didorong oleh pelayanan atau output

- Manajemen aset memakai pendekatan yang terstruktur dan sistematis

- Manajemen aset disasarkan pada konsep “whole of life”.

Gambar 2.1. Kerangka Manajemen Aset

Sumber : Arik Haryono, Prinsip dan Teknik Manajemen Kekayaan Negara, 2007

Page 27: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

20

A.3. Reformasi Manajemen Aset Sektor Pemerintah

A.3.1. Perlunya dilakukan Reformasi Manajemen Aset

Dalam pelaksanaan manajemen properti sektor publik di beberapa

negara, terdapat kesamaan permasalahan dalam pengelolaan properti sektor

publik, yaitu15 :

1. Kurangnya frame work kebijakan pusat (central policy framework).

Pembentukan DJKN yang berada di bawah Kementerian Keuangan, selaku

Pengelola BMN, mempunyai tugas untuk membuat kebijakan yang harus

diikuti oleh seluruh Kementerian/Lembaga sebagai Pengguna BMN. Ketika

tidak terdapat kebijakan pengelolaan BMN yang mengikat seluruh

unit/lembaga, maka masing-masing unit/lembaga tersebut akan membuat

ketentuan dan menafsirkan sendiri-sendiri dalam melakukan pengelolaan

BMN.

2. Manajemen dari aset properti publik yang terfragmentasi. Sebagaimana

kasus di Indonesia, masing-masing Kementerian/Lembaga menangani

manajemen aset atas BMN yang berada dalam penguasaannya.

Manajemen aset yang terfragmentasi pada masing-masing unit/lembaga

tersebut tentu harus dikontrol/disupervisi oleh suatu lembaga yang khusus

menangani aset pemerintah.

3. Inefisiensi secara ekonomis yang sering berasosiasi terhadap properti

publik. Inefisiensi tersebut bersumber pada beberapa hal, yaitu:

- Pemanfaatan aset yang belum optimal baik secara fisik maupun

secara ekonomis (physycal and economic underutilize)

- Biaya pemeliharaan dan perbaikan yang kurang memadai

15

Ibid , hal 10.

Page 28: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

21

- Banyaknya properti kosong (vacant) dan kurang termanfaatkan

(underused)

- Biaya kepemilikan aset dan biaya kesempatan (opportunity cost)

seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan.

- Kegagalan dalam memahami penggunaan tertinggi dan terbaik

(highest and best use) atas aset publik.

4. Kurangnya informasi yang diperlukan untuk melakukan

manajemen/mengelola portofolio properti. Dalam kasus di Indonesia, telah

diapliksikan SIMAK BMN untuk pencatatan aset, namun informasi yang

disajikan masih belum memenuhi kebutuhan pengelolaan manajemen

properti.

5. Kurangnya transparansi dan akuntabillitas. Kondisi sebagaimana butir 1

sampai dengan butir 4 tersebut diperparah dengan kurangnya transparansi

dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset publik, sehingga rentan terjadi

penyelewengan.16

Beberapa kondisi tersebut, mengakibatkan pengelolaan properti sektor

publik perlu dilakukan reformasi. Reformasi pengelolaan aset ektor publik juga

didorong hal-hal sebagai berikut (Kaganova, dalam Arik Haryono (2007):

1. Adanya paradigma New Public Manajemen dalam pengelolaan aset

sektor publik, yang bertujuan mengimplemetasikan beberapa aktivitas

kunci, yaitu

16

Sebagai contoh, sebelum dilakukan penertiban dalam pengelolaan BMN, banyak aset negara yang beralih kepemilikan kepada pihak lain secara tidak sah, aset negara dikuasai/diokupasi pihak lain, dimanfaatakn oleh pihak lain secara tidak sah, banyak BMN yang hilang, dan sebagainya.

Page 29: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

22

- Meningkatkan kinerja, khususnya efisiensi keuangan dan

efektifitas biaya, yang didukung oleh pemantauan kinerja dan

insentif.

- Pendefinian ulang dan pengurangan peran pemerintah dalam

ekonomi, termasuk privatisasi atau komersialisasi BUMN/BUMD

serta aplikasi manajemen perusahaan dalam sektor publik.

- Pemisahan antara fungsi pembuatan kebijakan dengan pemberi

pelayanan.

- Desentralisasi atau devolusi atas tanggung jawab pelayanan dari

level yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah di dalam

pemerintahan.

- Flexibilitas pengelolaan aset yang lebih besar dalam manejemen

keuangan

- Tansparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam operasi

pemerintahan.

2. Adanya pengakuan tentang keuntungan finansial (financial payoff) bagi

pemerintah apabila manajemen aset publik dilakukan dengan lebih baik.

3. Reformasi di bidang akuntansi.

4. Dilibatkanya para profesional di bidang Real estate ke dalam manajemen

aset publik.

Dalam pengelolaan manajemen aset sektor publik muncul paradigma

baru dalam administrasi publik yang dikenal dengan New Public Manajemen

(NPM). Tujuan dari NPM adalah perubahan cara menyediakan barang dan jasa

kepada publik dari sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh pemerintah,

menjadi melibatkan masyarakat untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.

Page 30: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

23

Landasan pemikiran NPM adalah terjadinya inefisiensi oleh pemerintah dalam

penyediaan barang dan jasa sektor publik, sehingga membebani anggaran

negara (defisit anggaran). Beberapa kebijakan yang diambil antara lain:

a. Deregulasi, yaitu proses di mana pemerintah merombak, mengurangi

atau menyederhanakan batasan pada bisnis dan individu, dengan tujuan

mencapai efisiensi operasinal.

b. Menjual properti.

c. Privatisasi (menjual di pasar saham). Sebagai contoh, pemerintah

Jepang melakukan privatisasi karena terdapat keuntungan dalam hal (i)

dapat meningkatkan performance dari publik sektor (ii) dapat mengatasi

defisit keuangan pemerintah (iii) memberi prospek untuk pengurangan

tenaga kerja sektor publik (iv) meningkatkan daya saing internasional17.

Dalam hal ini privatisasi yang biasa diasosiasikan dengan penjualan aset

(aset sale) atau pengalihan aset (aset transfer) melalui program divestasi

(divestiture) tidak lagi menyisakan kendali pemerintah atas pengelolaan

aset infrastruktur yang dialihkan kepada pihak swasta 18. Contoh

privatisasi di Jepang : Japan Railroad, Japan Tobacco

d. Contracting out berupa Public Private Partnership atau Kerja Sama

Pemerintah Swasta (KPS). Dalam kontrak KPS, pihak Pemerintah masih

memiliki dan mengendalikan aset dan layanan (infrastruktur) serta

menetapkan harga penggunaannya (user rates). Selain itu, tujuan utama

para pihak dalam KPS adalah berbagi risiko dan tanggungjawab, dengan

17

Toshiyuki Katagiri, Japan Economic Research Instittute, 2011 18 Water Partership Council (WPC). (2003) : Establishing Public-Private

Partnerships for Water and Wastewater Systems: A Blueprint for Success,

Washington, D.C.

Page 31: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

24

demikian kontrak merupakan jantung dari setiap skema KPS, yang

mengandung tugas-tugas dan kewajiban para pihak19.

Contracting out berupa Public private partnership (PPP) adalah “is an

arrangement between a government and the private sector in wich partially or

traditionally public activities are performed by the private sector – merupakan

bentuk Kerja Sama antara pemerintah dan sektor privat di mana secara parsial

atau secara tradisional aktivitas publik tersebut disediakan oleh sektor privat” .

Beberapa contoh contract out (PPP) yang dapat dilakukan adalah dalam

penyediaan air minum, public transportation, service pelabuhan atau bandara

(port service), pendidikan, kebersihan jalan (street cleaning), bahkan penjara

(prisons).

Public Pivate Partnership (PPP) merupakan kebijakan yang umum

diterapkan di berbagai negara dalam menyediakan barang/jasa sektor publik,

dengan pertimbangan :

Kebutuhan investasi untuk pengadaan infrastruktur yang dibutuhkan

segera, seperti untuk utilitas dan sistem transport.

Peningkatan efisiensi atas penggunaan resources, sebagaimana privatisasi

yang memperlihatkan efektivitas kinerja sektor privat.

Menciptakan nilai komersial dari aset sektor publik20.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari PPP adalah (a) akselerasi pengadaan

infrastuktur (b) mempercepat implementasi (c) mengurangi keseluruhan life cycle

cost (d) alokasi risiko yang lebih baik (e) menyediakan insentif yang lebih baik

untuk peningkatan performance (f) meningkatkan kualitas dari servis (g)

19

Hardcastle, C. (2006) : The Private Finance Initiative – Friend or Foe, Proceedings of the International Conference in the Built Environment in the 21st Century (ICiBE 2006), Selangor, Malaysia 20

Toshiyuki Katagiri, op.cit, Hal 3.

Page 32: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

25

menghasilkan pendapatan tambahan bagi negara (e) enhanced public

manajement.

A.3.2. Kerangka Kerja Reformasi Manajemen Aset

Untuk mengatasi masalah-masalah manajemen properti sektor publik,

serta mendorong penerapan New Public Managenet, diperlukan suatu kerangka

kerja sehingga reformasi manajemen aset sektor publik dapat berhasil.

Kaganova dalam Haryono (2007) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman

dari negara Kanada, Austalia, Selandia Baru dan Perancis, yang telah

melakukan reformasi di bidang manajemen aset publik, faktor kunci yang

menentukan keberhasilan pelaksanaan reformasi aset sektor publik adalah 21:

1. Kebijakan publik yang jelas (explicit Public Policy). Harus ada kebijakan

publik yang formal dan jelas tentang manajemen aset publik yang

dilaksanakan oleh pemerintah dan dapat diaplikasikan untuk semua aset

publik yang berada pada pengendalian pemerintah.

2. Pengakuan atas biaya kepemilikan aset tetap dan penggunaannya.

Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu : aset apa saja yang

termasuk dalam pengendalian pemerintah, biaya-biaya apa saja yang

harus diakui, serta bagaimana cara menutup biaya-biaya tersebut.

3. Sistim informasi. Kegagalan reformasi manajemen aset banyak

disebabkan oleh kurang atau tidak lengkapnya data aset publik, baik dari

segi jumlah, jenis, tingkat penggunaan, kondisi, biaya operasi, dan

informasi terkait lainnya. Departemen yang menangani aset hendaknya

21

Haryono, Op. Cit., hal 17

Page 33: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

26

mengetahui semua informasi yang terkait dengan aset, sehingga

pengambilan keputusan menjadi tepat sasaran.

4. Mekanisme akuntabilitas. Harus disusun suatu mekanisme yang jelas

mengenai akuntabilitas pemerintah dalam manajemen aset publik,

sehingga pembuatan keputusan terkait manajemen aset menjadi efektif.

5. Desentralisasi tanggung jawab manajemen. Harus dilakukan

pendelegasian wewenang dari pemerinah kepada instansi-instansi di

bawahnya dengan diiringi pengawasan yang ketat dari pemerintah pusat

dan pemberian insentif serta sanksi yang jelas terkait dengan kinerja

instansi-instansi yang diberikan kewenanangan tersebut.

6. Inisiatif untuk privatisasi. Terdapat dua cara terkait dengan pelaksanaan

privatisasi. Cara pertama adalah melakukan identifikasi dan pelepasan

aset milik pemerintah yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh pemerintah

dalam pelayanan kepada publik (surplus property). Cara yang kedua

adalah dengan mengajak keterlibatan sektor privat untuk mengelola aset

yang dimiliki oleh pemerintah, di mana penghematan biaya dan efisiensi

pelayanan kepada publik dapat diwujudkan (private aset manajement).

A.3.3. Strategi Manajemen Aset

Berdasarkan kerangka kerja reformasi manajemen aset tersebut, perlu

dikembangkan manajemen aset yang berpandangan ke depan (forward looking).

Strategi manajemen aset tersebut mendasarkan pada proses perencanaan yang

menyesuaikan antara prospektif permintaan aset dengan profil penawaran aset.

Proses pengembangan stategi aset dilakukan dalam 4 tahapan dalam strategi

manajemen aset, yaitu:

Page 34: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

27

1. Menentukan kebutuhan aset, yaitu mengacu pada strategi pelayanan,

dan akan menghasilkan profil permintaan aset.

2. Mengevaluasi aset-aset yang ada, yang dilanjutkan dengan penilaian

persediaan dan kondisi, yang akan menghasilkan profil penawaran aset.

3. Melakukan analasis kesenjangan, dengan membandingkan permintaan

dan penawaran aset.

4. Menyusun strategi aset yang terdiri dari rencana pengadaan, rencana

operasi dan pemeliharaan, rencana penghapusan serta rencana

pendanaan.

A.3.3.1. Menentukan Kebutuhan Aset

Keputusan yang diambil terhadap kebutuhan suatu aset terkait dengan

hal-hal sebagai berikut:

- Strategi penyediaan pelayanan. Strategi tersebut didasarkan pada analisis

kebutuhan dan evaluasi kualitas pelayanan yang diberikan saat ini. Untuk

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan langkah sebagai berikut:

o Mendefinisikan ruang lingkup, standar, dan tingkat pelayanan yang

akan diberikan.

o Menentukan metode penyediaan pelayanan dan sumber daya yang

dibutuhkan, mencakup persyaratan penggunaan aset,

o Mempertimbangkan metode mencakup permintaan dengan

menggunakan teknik manajemen permintaan.

- Alternatif non aset, yaitu tanpa melakukan pembelian aset. Beberapa

solusi non aset yang dapat dipertimbangkan misalnya:

o Mengoptimalkan penggunaan aset yang telah ada sehingga

pengadaan aset baru dapat dihindari

Page 35: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

28

o Menggunakan bantuan pihak ketiga untuk menyediakan sebagian

atau seluruh pelayanan yang dibutuhkan. Melalui mekanisme ini,

suatu aset mungkin masih tetap digunakan untuk memberikan

pelayanan, namun aset tersebut dikontrol dan dioperasikan oleh pihak

ketiga..

A.3.3.2. Mengevaluasi aset-aset yang ada

Evaluasi atas aset yang telah ada adalah untuk menentukan apakah

kinerja aset-aset telah memadai untuk mendukung strategi penyediaan

pelayanan yang telah ditentukan. Evaluasi tersebut memperhatikan aspek-aspek

yang meliputi:

- Kondisi fisik; untuk melihat apakah aset tersebut dipelihara secara layak,

atau apakah terdapat tanggungan pemeliharaan yang memerlukan

perbaikan.

- Pemanfaatan; untuk melihat seberapa intensifkah aset-aset tersebut

digunakan, atau apakah aset tersebut dapat digunakan secara lebih

produktip.

- Fungsionalitas; untuk melihat seberapa cocok aset-aset tersebut dengan

aktivitas atau fungsi yang didukungnya.

- Kinerja keuangan; untuk melihat apakah biaya operasi aset-aset tersebut

sama dengan aset yang sebanding (benchmark yang sama).

Dalam pelaksanaan evaluasi, terlebih dahulu harus ditentukan ukuran

efektifitas, standar kondisi serta ukuran kinerja yang memadai yang

dipersyaratkan agar aset dapat mendukung pelayanan. Selanjutnya perlu

disusun suatu format laporan kinerja terintegrasi yang dapat memantau

Page 36: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

29

mengenai kondisi fisik, fungsionalias, utilisasi, serta kinerja keuangan setiap

aset.

A.3.3.3. Menyesuaikan/Menyelaraskan Aset dengan Penyediaan Pelayanan

Program penyediaan pelayanan suatu organisasi harus

disesuaikan/diselaraskan dengan kebutuhan aset, oleh karena itu perlu dilakukan

proses kegiatan penyesuaian/penyelarasan tersebut. Hasil dari proses ini

mencakup pengidentifikasian atas :

(a) Aset-aset yang tidak memiliki kapasitas atau manfaat yang diperlukan

untuk memenuhi standar penyediaan pelayanan yang memadai

(b) Aset-aset yang memiliki kapasitas atau manfaat melebih standar

penyediaan pelayanan umum

(c) Aset yang tidak mendukung tujuan pelayanan dan harus dihapuskan.

Dalam melakukan pemyesuaian/penyelarasan aset tersebut pada

umumnya ditemui kendala berupa konflik antara struktur organisasi

dengan struktur penyedia pelayanan, serta adanya pengendalian dan

kepemilikan aset yang terpusat (misalnya bangunan).

A.3.3.4. Mengembangkan Strategi Aset

Melalui perencanaan aset yang terintegrasi dengan keseluruhan

perencanaan, maka suatu entitas akan dapat membuat keputusan penting

dengan lebih baik mengenai profil aset. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam

mengembangkan strategi aset adalah sebagai berikut.

(a) Membandingkan aset yang telah ada dengan kebutuhan.

(b) Menyusun Strategi aset, yaitu mempertimbangkan berbagai cara

pencapaian hasil yang diinginkan. Dan mencakup evaluasi biaya,

manfaat, dan risiko dari masing-masing cara. Penerapan strategi aset

Page 37: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

30

hendaknya juga mempertimbangkan metode-metode yang mungkin

diterapkan, serta manfaat yang mungkin didapatkan dari keterlibatan

sektor swasta dalam keseluruhan siklus hidup aset. Masing-masing

rencana dalam strategi aset terdiri dari rencana pengadaan, rencana

operasi, rencana pemeliharaan, rencana modifikasi atau penambahan,

serta rencana pendanaan. Terkait dengan rencana Pengadaan. Aset

yang diperlukan dapat diperoleh dari pembelian, melalui sewa (leasing),

atau melalui kontrak perjanjian. Kontrak perjanjian dalam pengadaan

aset dapat berupa kontrak lumpsum, kontrak desain dan konstruksi serta

kontrak Bangun-Operasi- Transfer/ BOT). Melalui proses BOT

dimungkinkan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan biaya

pembangunan, karena melalui proses BOT tersebut pembangunan

konstruksi dilakukan serta dibiayai oleh pihak ketiga (swasta), di mana

pihak ketiga tersebut diberikan hak untuk mengoperasikan fasilitas

tersebut, dan membebankan biaya (charges) kepada pemakai atas

pemakaian/penggunaan aset tersebut.

(c) Menyusun elemen strategi aset. Elemen-elemen yang bersama-sama

memberikan kontribusi dalam penyusunan strategi aset adalah sebagai

berikut:

- Rencana Manajemen Aset, yang menggambarkan hal-hal yang perlu

dilakukan untuk memastikan bahwa keberadaan aset-aset secara

efektif dapat mendukung penyediaan pelayanan.

- Metode Penyedia Pelayanan, yang menggambarkan bagaimana hal-

hal yang akan dilakukan tersebut dilaksanakan.

Page 38: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

31

- Pemantauan Kinerja, yang menggambarkan seberapa bagus aset-

aset yang ada memenuhi kebutuhan pelayanan. Agar tercipta

akuntabilitas kinerja aset, maka pemantauan kinerja aset dapat

dibantu melalui laporan kinerja aset yang terintegrasi sebagaimana

pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Proses Pemantauan/Monitoring Kinerja

- Penyusunan Sistem dan Prosedur. Penyusunan sistem dan prosedur

akan mendukung pelaksanaan yang konsisten atas praktek kerja

yang standar dan efisien. Apabila sistem dan dan prosedur telah

dibakukan ke seluruh organisasi, maka strategi yang telah disusun

lebih mudah untuk diimplemenasikan.

A.3.3.5. Konsep Maksimalisasi “value of society” Dalam Manajemen Portofolio

Aset

Konsep maksimalisasi “value of society” adalah kompleks, karena

menimbulkan banyak pertanyaan filosofis seberapa “mencukupi” nilai sosial

tersebut diatur dalam aturan pemenrintah. Perhitungan nilai sosial tersebut tidak

sesederhana apabila dibandingkan dengan kalkulasi IRR pada privat sektor.

Page 39: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

32

Dalam implementasinya, konsep maksimalisasi aset tersebut dapat diukur

dengan “optimalisasi” atas aset underused (tidak digunakan sepenuhnya),

unused (tidak dipakai), serta underutilize ( tidak digunakan sesuai HBU)22.

Sebagaimana dengan uraian pada uraian Sub bab A.3.1. reformasi

manajemen aset publik dalam konteks New Public Manajement, juga perlu

menyertakan sektor privat. Pemerintah perlu menggandeng sektor privat dalam

menyediakan pendanaan untuk pembangunan/operasional infrastruktur,

penyediaan tenaga ahli (ekspertise) serta pembagian alokasi risiko dalam

pemgembangan suatu proyek.

B. Pengelolaan Aset Barang Milik Negara di Indonesia

B.1. Permasalahan Pengelolaan BMN Sebelum Diberlakukannya PP Nomor 6

Tahun 2006

Kondisi pengelolaan BMN sebelum diberlakukannya reformai pengelolaan

aset negara, tidak dapat dilaksanakan secara optimal, serta mengakibatkan

beberapa permasalahan, seperti:

1. Laporan keuangan beberapa Kementerian/Lembaga masih belum

mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), karena dalam

laporan aset masih dipertanyakan atas kebenaran mengenai jumlah dan

nilainya.

2. Penatausahaan BMN, yang meliputi kegiatan-kegiatan pembukuan,

inventarisasi, dan pelaporan BMN di Kementerian/ Lembaga belum

dilakukan dengan baik, sehinngga menghasilkan laporan keuangan yang

kurang dapat dipercaya.

22

Penjelasan Arik Haryono

Page 40: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

33

3. Pengelolaan aset, terutama penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan dan

pemindahtanganan aset tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

yaitu:

a. Tidak memenuhi surat dan atau prosedur yang ditetapkan

b. Tanpa persetujuan atau izin pejabat yang berwenang

c. Tidak melalui proses tender/lelang

d. Harga/tarip tidak wajar

e. Hasil penerimaan tidak disetor ke kas negara

4. Aset BMN tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Highest and Best

Use).

5. Adanya aset yang berlebih dan atau idle, yaitu belum digunakan dan atau

dimanfaatkan secara optimal.

6. Apabila di satu pihak suatu kementrian lembaga mempunyai aset

tanah/bangunan yang berlebih, sedangkan di pihak lain terdapat suatu

kementerian atau lembaga yang membutuhkan prasarana berupa tanah

dan bangunan.

7. Ketidakjelasan status kepemilikan dan atau penguasaan aset sehingga

terjadi sengketa kepemilikan, penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan aset antar instansi pemerintah pusat, antara instansi

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah

dan antara pemerintah pusat/daerah dengan pihak laian.

8. Okupasi/penguasaan aset negara/daerah oleh pihak lain.

9. Perencanaan anggaran belum terintegrasi dengan perencanaan aset-

nya23.

23

Ibid, hal 9

Page 41: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

34

B.2. Pengelolaan BMN Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2007

Tujuan yang ingin dicapai dalam implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2007 adalah tidak hanya sekedar kegiatan administratip

(pencatatan), namun lebih maju berpikir dalam menangani aset negara, yaitu

bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah

dalam mengelola aset. Tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan BMN

adalah terwujudnya tertib administrasi serta tertib hukum serta tertib pengelolaan

BMN, dengan target opini berupa Wajar Tanpa Pengecualian pada setiap

Kementerian/Lembaga.

Tabel 2.1. Tujuan dan Target Pengelolan BMN

Tujuan Ukuran TARGET

WTP Tertib Administrasi

Administrasi lengkap

Nilai Wajar

Laporan BMN menghasilkan informasi yang memadai

Tertib Hukum

Sertifikat lengkap an. Pemerintah Republik Indonesia

Aset tidak diserobot/dikuasasi ke pihak lain

Tertib Pengelolaan/ Optimalisasi

Penggunaan aset secara optimal (tidak underutilize)

Optimaliasi penggunaan aset underutilize atau tidak memenuhi kriteria Highest and Best Use, BMN idle (unused), atau BMN yang underused. Termasuk dalam optimalisasi ini ini adalah terdapatnya penerimaan Negara atas penggunaan BMN oleh pihak ketiga.

Pemindahtanganan aset sesuai ketentuan

Aset yang sudah tidak digunakan segera dilakukan Penghapusan

Penghematan biaya modal dan biaya pemeliharaan

Dalam Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) terdapat beberapa tahap

kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 yang telah

dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam Pasal 3 ayat 2

Page 42: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

35

disebutkan bahwa kegiatan pengelolaan BMN meliputi kegiatan perencanaan

kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan;

pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan;

penatausahaan; pembinaan; pengawasan dan pengendalian. Seluruh kegiatan

tersebut saling terkait satu dengan yang lain, sehingga untuk mencapai

pengelolaan BMN yang baik dan akuntabel, maka suatu instansi pemerintah

harus memahami dan mampu melaksanakan setiap kegiatan dimaksud. Siklus

pengelolaan BMN sebagaimana pada Gambar 2.3. berikut.

Gambar 2.3. Siklus Pengelolaan BMN

Siklus pengelolaan BMN dimulai dengan perencanaan kebutuhan dan

penganggaran. Setelah barang diterima, maka ditetapkan status

penggunaannya. Selain dipergunakan untuk pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi, BMN dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain melalui ketentuan

Page 43: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

36

pemanfaatan BMN. Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN dengan

tidak mengubah status kepemilikan. Pemanfaatan BMN dapat dilakukan dalam

bentuk sewa BMN, pinjam pakai, Kerja Sama Pemanfaatan serta Bangun Guna

Serah/ Bangun Serah Guna. Kegiatan BMN bersifat insidentil. BMN yang

berstatus penggunaan pada suatu kementerian/lembaga dapat

dipindahtangankan melalu hibah, tukar menukar atau penyertaan modal

pemerintah kepada pihak lain. BMN yang sudah dalam kondisi rusak berat, atau

tidak dapat digunakan untuk pelaksanaan tugas dapat dilakukan penghapusan

dengan cara penjualan melalui lelang. Penghapusan adalah tindakan

menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan menerbitkan

keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola

Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung

jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

Di samping pemindahtanganan, penghapusan barang dari Daftar Barang Milik

Negara dapat dilakukan apabila dilakukan pemusnahan, dalam rangka

melaksanakan putusan pengadilan, atau sebab-sebab lain. Kriteria barang dapat

dihapuskan karena sebab lain, antara lain karena: hilang, kecurian, terbakar,

susut, menguap, dan mencair.

Dalam siklus pengelolaan BMN tersebut, terdapat kegiatan reguler

yang harus dilaksanakan pada setiap tahapan penggunaan, pemanfaatan

(apabila ada), pemindahtanganan (apabila ada), serta akhir dari siklus

pengelolaan BMN berupa penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara.

Kegiatan reguler tersebut berupa “P5” yang terdiri dari (1) pengamanan, yaitu

(pengamanan fisik, hukum, serta pengamanan administrasi yang terkait dengan

penatausahaan BMN (2) pemeliharaan (3) pembinaan (supervisi) (4)

Page 44: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

37

pengawasan (monitoring) dan (5) pengendalian (tindak lanjut). Gambar 2.4 di

bawah ini mengilustrasikan kegiatan reguler berupa pengamanan, pemeliharaan,

pembinaan, serta pengawasan dan pengendalian yang dilakukan atas BMN yang

digunakan oleh suatu satker, dimanfaatkan oleh pihak ketiga, dipindahtangankan

serta dihapuskan.

Gambar 2.4. Kegiatan Pengamanan, Pemeliharaan, Pembinaan, Pengawasan

dan Pengendalian dalam Pengelolaan BMN.

Sumber : PP Nomor 27 Tahun 2014

Pengamanan BMN adalah kegiatan yang dilakukan baik oleh

pengguna barang maupun pengelola barang yang dimaksudkan untuk menjaga

atau melindungi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya. BMN

perlu dijaga dan dilindungi agar tidak hilang, tanah/bangunan beralih kepemilikan

Kerja Sama Pemanfaatan Infrastuktur

Page 45: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

38

yang tidak sesuai ketentuan, tanah diserobot/ dalam penguasaan pihak lain,

mesin/peralatan/kendaraan dipakai (dalam penguasaan) pihak lain.

Pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang

selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan

berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap BMN tanpa mengubah,

menambah atau mengurangi bentuk ataupun kontruksi asal, sehingga dapat

dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan, baik dari segi unit

pemakaian maupun dari segi keindahan

Definisi dari kegiatan Pembinaan BMN tidak disebutkan secara

eksplisit dalam peraturan yang mengatur mengenai Pengelolaan BMN, baik

peraturan yang berwujud undang-undang, maupun peraturan pelaksanaannya.

Dari sisi Manajemen, kata “pembinaan” apabila dikaitkan dengan salah satu

fungsi manajemen, dapat dipersamakan dengan fungsi pengarahan (directing),

yang apabila diterjemahkan secara bebas maka berarti sebagai suatu tindakan

untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok secara efektif dan efisien

berusaha untuk mencapai sasaran/tujuan sesuai perencanaan manajerial.

Definisi dari kegiatan pengawasan dan pengendalian BMN tidak

secara eksplisit dicantumkan dalam peraturan yang mengatur mengenai

Pengelolaan BMN. Pengawasan mengandung pengertian proses penetapan

ukuran keberhasilan dan pengambilan tindakan yang mendukung pencapaian

hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sesuai

dengan aturan yang berlaku dalam rangka terwujudnya manajemen aset24.

Dalam manajemen, pengendalian memiliki pengertian yang berbeda dengan

pengawasan. Pengawasan merupakan proses menetapkan ukuran kinerja dan

24

Manajemen Pengawasan, BPKP : 2007

Page 46: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

39

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan

sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan, sedangkan pengendalian adalah

proses untuk menjamin agar kegiatan mengarah kepada tujuan yang diinginkan

(Sistem Pengendalian Manajemen, BPKP : 2007)

B.3. Implementasi Teori Manajemen Aset Dalam Pengelolaan BMN

Siregar (2004: 518-520) membagi pengelolaan/manajemen aset publik

menjadi lima tahapan yang saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan

lainnya. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Inventarisasi aset. Terdiri dari dua aspek yaitu aspek fisik (bentuk, luas,

volume/jumlah, jenis, alamat, dan lain-lain) dan aspek yuridis/legal (status

penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dan

lain-lain). Proses kerja yang dilakukan dalam inventarisasi aset antara lain

pendataan, kodefikasi/labelling,pengelompokkan dan pembukuan/

administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. Proses inventarisasi

ini merupakan bagian dari penatausahaan, di mana hasil proses ini

diperlukan dalam melaksanakan pelaporan BMN (Penjelasan PP No.

6/2006).

2. Legal audit. Merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa

inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan

aset atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas

permasalahan legal dan strategi untuk memecahkan berbagai masalah

tersebut. Penguasaan dan pemilikan tanah dan bangunan meliputi semua

hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan

kepemilikan tersebut.

Page 47: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

40

3. Penilaian aset. Merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian

atas aset yang dikuasai. penilaian dilakukan dalam rangka penyusunan

neraca pemerintah pusat/daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan

BMN/D .

4. Optimalisasi pemanfaatan aset. Merupakan proses kerja dalam manajemen

aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,

jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Studi

optimalisasi pemanfaatan aset dapat dilakukan dengan identifikasi aset-

aset yang ada, pengembangan data base aset, studi untuk menentukan

pemanfaatan aset dengan nilai terbaik (highest and best use) atas aset-

aset pemerintah dan memberikan hasil dan laporan kegiatan baik dalam

bentuk data terkini maupun dalam bentuk rekomendasi, serta

pengembangan strategi optimalisasi aset-aset milik pemerintah.

5. Pengawasan dan pengendalian. Pengawasan dilakukan melalui monitoring

apakah pengelolaan BMN mulai dari tahapan penggunaan, pemanfaatan,

pengamanan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganaan telah

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Apabila dalam pelaksanaan

monitoring diketemukan adanya ketidakpatuhan, maka dilakukan

penertiban.

B.3.1. Optimalisasi Pemanfaatan BMN

Zendrato (2012) menjelaskan bahwa tujuan yang lebih spesifik yang

ingin dicapai dalam manajemen aset adalah :

1. Tersajikannya informasi yang benar tentang kondisi aset sebenarnya,

meliputi aspek fisik, nilai, legal, pajak, dan atribut aset lainnya.

Page 48: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

41

2. Informasi ini selanjutnya akan diolah dan hasilnya akan direkomendasikan

sebagai strategi pemanfaatan aset secara lebih efisien.

3. Tercapainya tertib administrasi atas pengelolaan data aset (pencatatan,

perubahan, penambahan, dan penghapusan).

4. Tercapainya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan bagi

proses pengambilan keputusan khususnya dalam program pemanfaatan

dan optimalisasi aset.

Berdasarkan pendapat tersebut, tujuan akhir dari manajemen aset adalah

optimalisasi pemanfaaatan aset BMN.

Dalam konteks manajemen aset, telah terjadi perubahan paradigma

Direkorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai aset adminitrator menjadi

aset manager. Pada saat era sebagai administrator, fokus DJKN adalah

meningkatkan kualitas laporan keuangan pada Kementerian/Lembaga yang

sebelumnya banyak yang belum mendapatkan opini Wajar menjadi

mendapatkan opini Wajar. Pada era manager aset saat ini, Kementerian

Keuangan dalam hal ini DJKN sekarang ini sedang mendorong K/L untuk dapat

memanfaatkan BMN sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Peranan

DJKN mengalami perubahan setelah sebelumnya adalah penguatan laporan

keuangan pemerintah kini menjadi penguatan APBN25.

Optimalisasi pemanfaatan BMN selaras dengan literatur-literatur yang

mengulas New Public Mangement, bahwa ditinjau dari sisi ekonomi,

permasalahan yang umum terjadi dalam pengelolaan properti sektor publik

adalah terjadinya miss match (ketidaksesuaian) antara kebutuhan tanah dan

25

Bahan Ceramah Kepala Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan pada ceramah pimpinan DTSS Penilaian Properti Dasar Angkatan I dan DTSS Penatausahaan BMN (Bagi Pengelola), Januari 2014

Page 49: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

42

bangunan dengan kinerja manager properti dalam mengadakan,

mengalokasikan, dan menggunakan kembali (reuse) properti yang sudah ada.

Kondisi ini mengakibatkan suatu kementerian/lembaga mengajukan pengadaan

tanah untuk pelaksanaan tugasnya, sementara suatu kementerian/lembaga

lainnya mungkin banyak mempunyai aset yang tidak digunakan (idle). Kondisi

yang demikian mengakibatkan pemerintah mengeluarkan biaya pengadaan

tanah (yang sebenarnya tidak perlu), demikian pula pemerintah tetap

menanggung biaya pemeliharaan atas properti idle (yang sebenarnya tidak

digunakan) yang mengakibatkan pemborosan.

Banyaknya aset berupa properti yang tidak digunakan secara optimal

(underutilize) atau tidak dipergunakan dalam keadaan Highest and Best Use,

aset berupa properti kosong yang tidak digunakan (idle / unused) atau tidak

digunakan secara maksimal untuk pelayanan (underused), disamping

membebani pemerintah dari sisi anggaran pemeliharaan, juga mengakibatkan

hilangya kesempatan pemerintah untuk mendapatkan penerimaan dari

optimaliasi pemanfaatan BMN tersebut malalui kerja sama (shareholder) dengan

pihak ketiga.

DJKN harus dapat mengupayakan penguatan APBN melalui penghematan

biaya pengadaan/pemeliharaan BMN serta meningkatkan penerimaan PNBP dari

pemanfaatan BMN melalui Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG. Beberapa

keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan

dan BGS/BSG, berdasarkan uraian diatas, pada prinsipnya adalah sebagai

berikut :

1. Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP). Potensi PNBP dari pemanfaatan aset cukup besar.

Page 50: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

43

2. Mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada ketentuan yang

berlaku. Apabila penggunaan/pemanfaatan suatu aset oleh pihak ketiga

mempunyai landasan hukum, serta suatu perjanjian Kerja Sama yang

jelas, maka aset tersebut secara otomatis akan terjaga dari

penguasaan/okupansi pihak lain.

3. Khusus untuk pemanfaatan BMN berupa BGS/BSG, akan dapat

menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana

pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN).

4. Di samping mendapatkan penerimaan berupa kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan, manfaat lain yang didapatkan dari pelaksanaan

Kerja Sama Pemanfaatan adalah tersedianya biaya pemeliharaan BMN

yang tidak harus disediakan dari APBN.

5. Implementasi Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG harus mendukung

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Peraturan Presiden guna

mendukung penyediaan infrastruktur publik seperti jalan, water supply,

publik transportation, pendidikan dll.

6. Investasi yang ditanamkan untuk pengembangan suatu properti akan

mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut berada.

B.3.2. Pemanfaatan BMN berupa Tanah dan atau Bangunan Sebagaimana

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN dengan tidak mengubah

status kepemilikan. Pemanfaatan BMN dapat dilakukan dalam bentuk sewa

Page 51: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

44

BMN, pinjam pakai, Kerja Sama Pemanfaatan serta Bangun Guna Serah/Bangun

Serah Guna. Secara umum, ketentuan dalam pemanfaatan BMN yang diatur

dalam Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 96/PMK.6/2007 meliputi :

1. BMN yang dapat disewakan, dipinjampakai, dilakukan Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun guna Serah/Bangun Serah Guna.

2. Pertimbangan dilakukannya sewa, pinjam pakai, Kerja Sama Pemanfaatan

dan Bangun guna Serah/Bangun Serah Guna.

3. Pihak yang dapat melaksanakan sewa, pinjam pakai, Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSGserta Prosedur Pemanfaatannya,

4. Tata cara penentuan besaran sewa, kontribusi tetap atau pembagian

keuntungan meliputi perhitungan besaran sewa, kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan, ketentuan penilaian, pihak yang berwenang serta

jangka waktu pemanfaatan dan perpanjangannya, serta tata cara

pembayaran.

5. Ketentuan yang bersifat khusus dalam hal sewa, pinjam pakai, Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun guna Serah/Bangun Serah Guna.

6. Perbandingan jenis-jenis pemanfaatan BMN dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Page 52: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Tabel. 2.2. Perbandingan Sewa, Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

Definisi Sewa adalah pemanfaatan

Barang Milik Negara oleh pihak

lain dalam jangka waktu tertentu

dan menerima imbalan uang

tunai.

Kerja Sama Pemanfaatan adalah

pendayagunaan Barang Milik Negara oleh

pihak lain dalam jangka waktu tertentu

dalam rangka peningkatan penerimaan

negara bukan pajak dan sumber

pembiayaan lainnya.

BGS:pemanfaatan tanah milik pemerintah

pusat oleh pihak lain dengan mendirikan

bangunan dan/atau sarana, berikut

fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh

pihak lain tersebut dalam jangka waktu

tertentu yang telah disepakati, untuk

selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau

sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan

kembali kepada Pengelola Barang setelah

berakhirnya jangka waktu.

BSG: pemanfaatan tanah milik pemerintah

pusat oleh pihak lain dengan mendirikan

bangunan dan/atau sarana, berikut

fasilitasnya, dan setelah selesai

pembangunannya diserahkan kepada

Pengelola Barang untuk kemudian

didayagunakan oleh pihak lain tersebut

selama jangka waktu tertentu yang disepakati

26

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2006 , Lampiran II 27

Ibid, Lampiran IV, hal 19 28

Ibid, Lampiran V, hal 25

Page 53: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

BMN yang

dapat

dimanfaatkan

BMN yang status

penggunaannya ada pada

Pengguna Barang dan

Pengelola Barang

Barang Milik Negara yang dapat dijadikan

objek Kerja Sama Pemanfaatan adalah

tanah dan/atau bangunan, baik yang ada

pada Pengelola Barang maupun yang

status penggunaannya ada pada

Pengguna Barang, serta Barang Milik

Negara selain tanah dan/atau bangunan.

Catatan :

KSP pada Pengguna Barang dilaksanakan

atas sebagian tanah dan/atau banguna

yang berlebih dari tanah dan/atau

bangunan yang sudah digunakan

Pengguna Barang

Barang Milik Negara yang dapat dijadikan objek

BGS/BSG adalah Barang Milik Negara yang

berupa tanah, baik tanah yang ada pada

Pengelola Barang maupun tanah yang status

penggunaannya ada pada Pengguna Barang.

Dasar

pertimbangan

Mengoptimalkan pemanfaatan

Barang Milik Negara yang

belum/tidak dipergunakan dalam

pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi penyelenggaraan

pemerintahan, menunjang

pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi kementerian/lembaga,

atau mencegah penggunaan

Barang Milik Negara oleh pihak

lain secara tidak sah.

Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik

Negara dilakukan untuk

mengoptimalkan pemanfaatan Barang

Milik Negara yang belum/tidak

dipergunakan dalam pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi

penyelenggaraan pemerintahan,

meningkatkan penerimaan negara, dan

mengamankan Barang Milik Negara

dalam arti mencegah penggunaan

Barang Milik Negara tanpa didasarkan

pada ketentuan yang berlaku

BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan

bangunan dan fasilitasnya dalam rangka

penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi

kementerian/lembaga, yang dana

pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Page 54: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

Tersedianya biaya

pemeliharaan/operasional BMN yang

tidak harus disediakan dari APBN

melalui Kerja Sama Pemanfaatan.

Pihak yang

Melakukan

Pemanfaatan

a. Pengelola Barang, untuk

tanah dan/atau bangunan

yang berada pada Pengelola

Barang;

b. Pengguna Barang dengan

persetujuan Pengelola

Barang, untuk:

1) sebagian tanah dan/atau

bangunan yang status

penggunaannya ada pada

Pengguna Barang;

2)BMN selain tanah

dan/atau bangunan.

a. Pengelola Barang, untuk tanah

dan/atau bangunan yang berada pada

Pengelola Barang;

b. Pengguna Barang dengan persetujuan

Pengelola Barang, untuk:

1) sebagian tanah dan/atau bangunan

berelbih dari yang status

penggunaannya ada pada

Pengguna Barang;

2) Barang Milik Negara selain tanah

dan/atau bangunan.

Pengelola Barang

Pihak yang meman-faatakan BMN a. Badan Usaha Milik Negara b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan Hukum lainnya; d. Perorangan

Page 55: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

Ketentuna

umum

Pemanfaatan

BMN

Sewa atas tanah dan/atau

bangunan yang status

penggunaannya pada Pengguna

Barang

BMN yang dapaat

disewakan adalah BMN

yang dalam kondisi belum

atau tidak digunakan oleh

Pengguna Barang ata

Pengelola Barang

Jangka waktu sewa BMN

paling lama 5 (lima) tahun

sejak ditandatangani sewa

dan dapat diperpanjang

Penghitungan besaran

sewa minimum didasarkan

pada formula tarif sewa

(Lampiran II.A. PMK

No.96/PMK.06/2007)

Penentuan nilai BMN

sebagai dasar dalam

rangka penentuan besaran

sewa dilakukan oleh Penilai

(BMN pada Pengelola

Barang), tim yang

ditetapkan oleh Pengguna

KSP tidak mengubah status BMN yang

menjadi objek KSP

Sarana dan prasarana yang menjadi

bagaian dari pelaksanaan KSP adalah

BMN sejak pengadaannya,

Jangka waktu KSP paling lama 30 (tiga

puluh) tahun sejak ditandatangani

perjanjian, dan dapat diperpanjang.

Penerimaan negara yang wajib disetor

mitra KSP selama jangka waktu KSP

meliputi kontribusi tetap dan

pembagian Keuntungan.

Perhitungan nilai BMN dalam rangka

perhitungan kontibusi tetap dilakukan

oleh Penilai yang ditugaskan pengelola

Barang.

Besaran kontribusi tetap atas BMN

berupa tanah dan/atau bangunan

ditetapkan oleh Pengelola Barang

berdasarkan hasil perhitungan penilai.

Pembayaran kontribusi tetap oleh mitra

Kerja Sama Pemanfaatan untuk

pembayaran pertama harus dilakukan

pada saat ditandatanganinya perjanjian

Kerja Sama Pemanfaatan, dan

bayaran kontribusi tahun berikutnya

Selama masa pengoperasian BGS/BSG,

Pengguna Barang harus dapat menggunakan

langsung objek BGS/BSG, beserta sarana dan

prasarana untuk menyelenggarakan tugas

pokok dan fungsinya berdasar penetapan dari

Pengelola /Barang, paling sedikir 10% dari

luas objek dan sarana prasarana BGS/BSG.

Jangka waktu pengoperasian BGS/BSG oleh

mitra BGS/BSG paling lama 30 (tiga puluh)

tahun terhitung sejak perjanjian

ditandatangani.

Kewajiban Mitra BGS/BSG selama jangka

waktu pengoperasian:

a. Membayara kontribusi ke rekening kas

umum negara

b. Tidak menjaminkan, menggadaikan

dan/atau memindahtangankan objek

BGS/BSG

c. Memelihara objek BGS/BSG agar tetap

dalam kondisi baik

Jangka waktu pengoperasian BGS/BSG oleh

mitra BGS

Pemilihan mitra BGS/BSG dilaksanakan

melalui tender dengan mengikutsertakan

sekurang-kurangnya. 5 peserta/peminat.

Penghitungan nilai tanah dalam rangka

Page 56: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

Barang dan dapat

melibatkan instansi teknis

(sebagigan tanah dan/atau

bangunan pada Pengguna

Barang)

Penetapan besaran sewa

ditetapkan oleh Pengguna

Barang setelah

mendapatkan persetujuan

dari Pengelola Barang

Pembayaran sewa secara

sekaligus paling lama pada

saat penandatanganan

kontrak

Selama masa sewa, pihak

penyewa atas persetujua

Pengelola Barang hanya

dapat mengubah bentuk

BMN tanpa mengubah

konstruksi dasar bangunan,

dengan ketentuan bagian

yang ditambahkan pada

bangunan tersebut menjadi

BMN.

Seluruh biaya yang timbul

dalam rangka penilaian,

harus dilakukan paling lambat tanggal

31 Maret setiap tahun sampai

berakhirnya perjanjian Kerja Sama

pemanfaatn, dengan penyetoran ke

rekening kas umum negara.

Pembagian keuntungan hasil

pendapatan harus disetor ke rekening

kas umum negara paling lambat

tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

Keterlambatan pembayaran kontribusi

tetap dan pembagian keuntungan dari

tanggal tersebut pada butir 12 dan butir

13 dikenakan denda paling sedikit

sebesar 1 ‰ (satu per seribu) per hari.

Mitra Kerja Sama Pemanfaatan

ditentukan melalui pemilihan calon

mitra Kerja Sama Pemanfaatan

(tender) yang dilakukan dengan

mengikuti ketentuan peraturan

perundang-undangan pengadaan

barang/jasa, kecuali Barang Milik

Negara yang bersifat khusus dapat

dilakukan penunjukan langsung.

Seluruh biaya yang Timbul pada tahap

persiapan dan pelaksanaan Kerja

Sama Pemanfaatan, antara lain

penentuan nilai limit terendah besaran

kontribusi dilakukan oleh penilai yang

ditetapkan oleh Pengelola Barang.

Nilai limit terendah besaran kontribusi atas

pelaksanaan BGS/BSG Barang Milik Negara

ditetapkan oleh Pengelola Barang

berdasarkan hasil perhitungan penilai.

Pembayaran kontribusi dari mitra BSG/BGS,

kecuali untuk pembayaran pertama yang

harus dilakukan pada saat ditandatanganinya

perjanjian BSG/BGS, harus dilakukan paling

lambat tanggal 31 Januari setiap tahun

sampai dengan berakhirnya perjanjian

BSG/BGS dimaksud, dengan penyetoran ke

rekening kas umum negara.

Keterlambatan pembayaran kontribusi dari

tanggal tersebut pada butir 7 akan dikenakan

denda paling sedikit sebesar 1 ‰ (satu per

seribu) per hari.

Dalam hal mitra tidak melakukan pembayaran

kontribusi sebanyak tiga kali dalam jangka

waktu pengoperasian BGS/BSG, Pengelola

Barang dapat secara sepihak mengakhiri

perjanjian.

Seluruh biaya yang timbul pada tahap

persiapan dan pelaksanaan Kerja Sama

Page 57: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

Item Sewa26 Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)27 Bangun Guna Serah (BGS) dan Banguns

Serah Guna (BSG)28

dibebankan pada APBN

Rumah golongan I dan

golongan II yang disewakan

kapada pejabat

negara/pegawai negeri,

pelaksanaannya

berpedoman pada

ketentuan yang mengatur

tentang rumah negara.

meliputi biaya perizinan, konsultan

pengawas, biaya konsultan hukum,

dan biaya pemeliharaan objek Kerja

Sama Pemanfaatan, menjadi beban

mitra Kerja Sama Pemanfaatan;

Surat persetujuan Kerja Sama

Pemanfaatan dari Pengelola Barang

dinyatakan tidak berlaku apabila dalam

jangka waktu satu tahun sejak

ditetapkan tidak ditindaklanjuti dengan

penandatanganan surat perjanjian

Kerja Sama Pemanfaatan.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus

atas nama Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemanfaatan, antara lain meliputi biaya

perizinan, konsultan pengawas, biaya

konsultan hukum, dan biaya pemeliharaan

objek BGS/BSG, dan biaya audit oleh aparat

pengawas fungsional menjadi beban mitra

Kerja Sama Pemanfaatan.

Setelah masa pengoperasian BGS/BSG

berakhir, objek pelaksanaan BGS/BSG harus

diaudit oleh aparat pengawas fungsional

sebelum diserahkan kepada Pengelola

Barang dan/atau Pengguna Barang.

Setelah masa pemanfaatan berakhir,

bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG

ditetapkan status penggunaannya oleh

Pengelola Barang.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam

rangka BGS/BSG harus atas nama

Pemerintah Republik Indonesia.

Jenis

Pemasukan

kepada

negara

Sewa Kontribusi tetap dan Pembagian

keuntungan

Kontribusi Tetap/Tahunan

10% dari luasan BGS/BSG untuk

pelaksanaan tugas

Page 58: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

51

Di samping mempunyai perbedaan kharateristik ketiga jenis

pemanfaatan BMN sebagaimana diperbandingkan pada tabel tersebut, ketiga

jenis pemanfaatan BMN tersebut juga mempuyai perbedaan lainnya, antara lain

tata cara pengajuan dan persetujuan.

Mekanisme pengajuan dan proses Kerja Sama Pemanfaatan

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomot 6 Tahun 2007 dan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007, sebagaimana pada

gambar berikut.

Gambar.2.5 Mekanisme Kerja Sama Pemanfaatan atas Tanah dan Bangunan

yang Status Penggunaanya pada (a) Pengelola Barang dan

(b) Pengguna Barang

Sumber : Herry Waluyo, Modul Penggunaan dan Pemanfaatan BMN

Page 59: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

52

Mekanisme secara lengkap pengajuan dan proses BGS/BSG dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.6 Mekanisme Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Sumber : Herry Waluyo, Modul Penggunaan dan Pemanfaatan BMN

Dalam mekanisme pengajuan usulan Kerja Sama BGS dan BSG, BMN

terlebih dahulu diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang.

Proses selanjutnya hingga diterbitkan persetujuan sampai dengan Perjanjian

dilakukan oleh Pengelola Barang.

Page 60: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

53

B.3.3. Pemanfaatan BMN berupa Tanah dan/ atau Bangunan Sebagaimana

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

Peraturan Pemerintah Nomot 6 Tahun 2007 telah diganti dengan

Peraturan Pemerintah Nomot 27 Tahun 2014. Materi perubahan/penyesuaian

yang terkait dengan pemanfaatan BMN antara lain sebagai berikut.

B.3.3.1.Pertimbangan dan Ketentuan dilakukan Kerja Sama Pemanfaatan

Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014

Berdasarkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014,

Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dengan Pihak Lain

dilaksanakan dalam rangka:

a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Negara/Daerah;

dan/atau

b. meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah

Ketentuan tentang Kerja Sama Pemanfaatan, sebagaiamana diatur

dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomot 27 Tahun 2014, antara lain

mengatur tentang:

a. Dilakukan ketika tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi

biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan

terhadap Barang Milik Negara/Daerah tersebut;

b. Mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk

Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan

penunjukan langsung;

c. Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik

Negara/Daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada huruf

Page 61: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

54

b dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik

Negara/Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

Berdasarkan aturan pada huruf c. tersebut, maka apabila berkaitan

dengan pemanfaatan BMN yang bersifat khusus, misalnya dalam hal

penyediaan infrastrukur, pengajuan usulan Kerja Sama Pemanfaatan

dapat dilakukan lebih mudah, karena tidak memerlukan penawar/peserta

lelang lainnya.

Disamping butir a sampai dengan butir c tersebut, hal lain yang diatur dalam

Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Peraturan

Pemerintah Nomot 27 Tahun 2014, sebagaimana berikut.

1. Kerja Sama Pemanfaatan BMN dilaksanakan terhadap:

a. BMN yang berada pada Pengelola Barang. Kerja Sama

Pemanfaatannya dilaksanakan oleh Pengelola Barang.

b. BMN yang berada pada Pengguna Barang. Kerja Sama

Pemanfaatannya dilaksanakan oleh Pengguna Barang dengan

persetujuan Pengelola Barang

2. Mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap

tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan

pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ke rekening Kas

Negara.

3. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil

Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang

dibentuk oleh Pengelola Barang, untuk BMN pada Pengelola Barang berupa

Tanah dan Bangunan serta sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada

pada Pengguna Barang.

4. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil

Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan Pengelola Barang;

Page 62: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

55

5. Dalam Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah

dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian

keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun

dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek Kerja

Sama Pemanfaatan;

6. Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi

tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak 10% (sepuluh

persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan

selama masa Kerja Sama Pemanfaatan

7. Bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan Barang Milik

Negara/Daerah;

8. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan

dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Negara/Daerah

yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan; selama jangka waktu

pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau

menggadaikan Barang Milik Negara/Daerah yang menjadi objek Kerja Sama

Pemanfaatan; dan

9. Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun

sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

10. Ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8

tidak berlaku dalam hal Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/

Daerah untuk penyediaan infrastruktur berupa :

a. infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai dan/atau

danau, bandar udara, terminal, dan/atau jaringan rel dan/atau stasiun

kereta api;

b. infrastruktur jalan meliputi jalan jalur khusus, jalan tol, dan/atau

jembatan tol;

c. infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku

dan/atau waduk/bendungan;

d. infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku,

jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan/atau instalasi pengolahan air

minum;

Page 63: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

56

e. infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan

pengumpul dan/atau jaringan utama, dan/atau sarana persampahan

yang meliputi pengangkut dan/atau tempat pembuangan;

f. infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi;

g. infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, distribusi

dan/atau instalasi tenaga listrik; dan/atau

h. infrastruktur minyak dan/atau gas bumi meliputi instalasi pengolahan,

penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan/atau distribusi minyak

dan/atau gas bumi.

11. Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah

untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada angka paling

lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat

diperpanjang

12. Dalam hal mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah

untuk penyediaan infrastruktur berbentuk Badan Usaha Milik

Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat

ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil

perhitungan tim.

13. Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana

dimaksud pada angka 11 ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat

yang ditunjuk Menteri Keuangan.

B.3.3.2. Pertimbangan dan ketentuan dilakukan BGS/BSGBerdasarkan PP

Nomor 27 Tahun 2014

Ketentuan tentangBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna,

sebagaiamana diatur dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomot 27 Tahun

2014, antara lain mengatur tentang:

a. Dilakukan ketika Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas

bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan

pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi;

Page 64: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

57

b. Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan

dan fasilitas tersebut.

c. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara

dilaksanakan oleh Pengelola Barang.

d. Barang Milik Negara berupa tanah yang status penggunaannya ada pada

Pengguna Barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas

dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, dapat dilakukan

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna setelah terlebih dahulu

diserahkan kepada Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara;

e. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dilaksanakan oleh

Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai

tugas dan fungsinya.

f. Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai hasil

dari pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna

dilaksanakan oleh: Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara, dalam

rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga terkait.

Disamping butir a sampai dengan butir f tersebut, hal lain yang diatur

dalam BGS dan BSG sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah

Nomot 27 Tahun 2014, sebagaimana berikut.

1. Jangka waktu BGS dan BSG paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak

perjanjian ditandatangani.

2. Penetapan mitra BGS dan BSG dilaksanakan melalui tender.

3. Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah

ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian:

Page 65: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

58

a. Wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Negara/Daerah

setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil

perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;

b. Wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;

dan

c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan: (1)

tanah yang menjadi objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah

Guna; (2). hasil Bangun Guna Serah yang digunakan langsung untuk

penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah; dan/atau

(3) hasil Bangun Serah Guna.

4. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau Bangun

Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan

fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).

5. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dilaksanakan berdasarkan

perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;

b. objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;

c. jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan

d. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.

6. Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi

tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak 10% (sepuluh

persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan

selama masa Kerja Sama Pemanfaatan

7. Izin mendirikan bangunan dalam rangka Bangun Guna Serah atau Bangun

Serah Guna harus diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia, untuk

Barang Milik Negara

8. Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna yang

terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah

Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna

menjadi beban mitra yang bersangkutan.

9. Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Negara harus menyerahkan objek

Bangun Guna Serah kepada Pengelola Barang pada akhir jangka waktu

pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern

Pemerintah.

Page 66: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

59

10. Bangun Serah Guna Barang Milik Negara dilaksanakan dengan tata cara:

a. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah

Guna kepada Pengelola Barang setelah selesainya pembangunan;

b. hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Pengelola Barang

ditetapkan sebagai Barang Milik Negara;

c. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Negara

sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai jangka waktu yang

ditetapkan dalam perjanjian; dan

d. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah

Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah

sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Pengelola Barang.

11. Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan tata cara:

a. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah

Guna kepada Gubernur/Bupati/ Walikota setelah selesainya

pembangunan;

b. hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada

Gubernur/Bupati/Walikota ditetapkan sebagai Barang Milik Daerah;

c. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Daerah

sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai jangka waktu yang

ditetapkan dalam perjanjian; dan

d. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah

Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah

sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota.

Ketentuan bahwa Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang

Milik Negara hanya dapat dilaksanakan oleh Pengelola Barang, seta Bangun

Guna Serah atau Bangun Serah Guna dapat dilaksanakna setelah terlebih

dahulu diserahkan kepada Pengelola Barang, menjadikan Pengguna

Barang/Kuasa Penggunan Barang enggan mggunakan mekanisme tersebut.

B.3.3.3. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Sebagaimana Diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

Page 67: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

60

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 terdapat ketentuan

baru dalam pemanfaatan BMN, yaitu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan

Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas

Barang Milik Negara/Daerah dilakukan antara Pemerintah dan Badan Usaha.

Badan Usaha adalah badan usaha yang berbentuk: perseroan terbatas, Badan

Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau koperasi. Kharateristik

Kerja Sama Penyediaan Infrastuktur antara lain:

a. Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50 (lima

puluh) tahun dan dapat diperpanjang.

b. Penetapan mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Formula dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan ditetapkan

oleh Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara

d. Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur harus menyerahkan objek

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama

Penyediaan Infrastruktur kepada Pemerintah pada saat berakhirnya

jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sesuai perjanjian.

e. Barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur menjadi Barang Milik

Negara/Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian.

f. Dalam hal mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik

Negara/Daerah untuk penyediaan infrastruktur berbentuk Badan Usaha

Milik Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat

Page 68: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

61

ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil

perhitungan tim.

C. Penelitian Evaluasi dalam Kerangka Penelitian Kebijakan

Siklus pengembangan kebijakan minimal terdiri dari tiga langkah utama

yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Namun demikian, supaya

kebijakan tidak memiliki banyak risiko, sebelum kebijakan dilaksanakan sering

dilakukan studi untuk menilai kelayakan kebijakan atau menetapkan kebijakan

yang tepat untuk dipilih. Setelah kebijakan dilaksanakan dilakukan evaluasi dan

revisi sesuai dengan temuan hasil evaluasi. Dengan demikian, siklus

pengembangan kebijakan yang lebih lengkap dapat memiliki lebih dari tiga tahap

pengembangan29, sebagaimana pada gambar berikut.

Gambar 2.7. Proses Pengambilan Kebijakan Model BMVIT

Sumber : Mulyatiningsih (2006)

Penelitian kebijakan bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi yang

menjadi dasar bagi perumusan kebijakan, menunjang implementasi kebijakan,

29

Mulyatinigsih, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsih-mpd

Page 69: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

62

atau untuk mengetahui kinerja dan dampak dari kebijakan. Kebijakan yang ideal

ditetapkan berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan (research and

development). Metode R & D memerlukan pengujian dan evaluasi pada semua

tahap pengembangan. Metode penelitian yang digunakan dalam proses

pengembangan kebijakan cukup bervariasi. Sebagai contoh: pada saat

formulasi kebijakan diperlukan focus group discussion (FGD). Hasil FGD

dilaporkan dengan cara deskriptif kualitatif. Setelah kebijakan diformulasi perlu

dilakukan sosialisasi dan uji publik untuk mengetahui kebijakan tersebut layak

atau tidak layak bila diimplementasikan. Pada tahap ini diperlukan metode

penelitian survey. Setelah kebijakan diimplementasikan, hasil dan dampak

kebijakan perlu dievaluasi untuk melihat dampak positif dan negatif yang

diakibatkan dari kebijakan tersebut. Pada tahap ini diperlukan metode penelitian

evaluasi program30.

Arikunto (2007) menyebutkan bahwa penelitian evaluasi dapat diartikan

suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan dengan

terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu

program, serta mempertimbangkan proses serta teknik yang telah digunakan

untuk melakukan suatu penelitian. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

penelitian evaluasi merupakan suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang

dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek (efektifitas suatu program)

sesuai dengan tujuan yang direncanakan atau tidak, dengan cara

mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji pelaksaaan program yang dilakukan

secara objektif. Kemudian merumuskan dan menentukan kebijakan dengan

30

Ibid , hal .8

Page 70: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

63

terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu

program.

Penelitian evaluasi merupakan bagian dari evaluasi dan juga merupakan

bagian dari penelitian. Sebagai bagian dari evaluasi, penelitian evaluasi juga

berfungsi sebagai evaluasi, yaitu proses untuk mengetahui seberapa jauh

perencanaan dapat dilaksanakan, dan seberapa jauh tujuan porgram tercapai

(Weiss, 1973). Namun demikian, terdapat perbedaan antara penelitian dan

evaluasi, sebagaimana pada tabel Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perbedaan antara Penelitian dan Evaluasi

No Karateristik Peneltian Evaluasi

1 Tujuan Mengembangkan ilmu dan mengetahui kebenaran

Mengetahui ketercapaian visi

2 Yang menetapkan fokus

Peneliti Evaluator dan stakeholder

3 Outcome Generalisasi Transferability

Pengambilan keputusan

4 Proses Menguji hipotesis/ memahami fenomena

Menguji efektifitas program

5 Kriteria Validitas internal dan eksternal

Kesesuaian antara standar dengan apa yang terjadi

6 Metode Kuantitatif, kualitatif dan kombinasi

Kuantitatif, kualitatif dan kombinasi

7 Instrumen Disusun berdasarkan teori Disusun berdasarkan tujuan program

8 Publikasi Publikasi luas Publikasi terbatas

Sumber : Sugiyono, 2007

Terdapat beberapa jenis penelitian evaluasi, tergantung pada objek yang

dievaluasi dan tujuan evaluasi (Kidder dalam Sugiyono (2007)). Berdasarkan

fungsinya, penelitian evaluasi diklasifikasikan menjadi :

Page 71: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

64

1) Fungsi formatif, untuk pengumpulan data pada kegiatan yang sedang

berjalan dan digunakan untuk perbaikan, pengembangan, dan modifikasi

program.

2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program selesasi dilaksanakan.

Digunakan untuk pertanggungjawaban program dan penentuan sejauh mana

kemanfaatan program. Penelitian evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi

komponen-komponen program dan program secara menyeluruh.

Perbedaan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif dikemukakan oleh

Fitzpatrick (2006) dalam Sugiyono (2007), sebagaimana pada tablel 2.4. berikut.

Tabel 2.4. Perbedaan Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif

No Aspek Evaluasi formatif Evaluasi sumatif

1 Kegunaaan Untuk memperbaiki program

Untuk membuat keputusan program di masa yang akan datang

2 Audience Manager profram dan staf Pembuat kebijakan dan konsumen potensial

3 Pendukung Eksternal evaluator mendukung internal evaluator

Internal evaluator mendukung eksternal evaluator

4 Karateristik utama Memperoleh umpan balik untuk pelaksanaan program

Informasi digunakan untuk membuat keputusan apakah program dilanjutkan atau tidak

5 Desain Informasi apakah yang diperlukan? Kapan?

Stndar apa yang digunakan untuk membuat keputusan?

6 Tujuan pengumpulan data

Diagnostik (mencari kelemahan)

Judgemental

7 Frekwensi pengumpulan data

Sering Jarang

8 Ukuran sampel Kecil Besar

9 Pertanyaaan utama

Apakah yang dikerjakan? Apa yang perlu diperbaiki? Bagaimana cara memperbaiki?

Apakah akibat yang terjadi? Dengan siapa? Dalam kondisi apa? Perlu training apa?berapa biaya?

Sumber : Sugiyono, 2007

Page 72: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

65

Terdapat beberapa beberapa model evaluasi sebagai strategi atau

pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program, antara lain model CIPP (Contex,

Input, Proses, Product) yang dikemukakan oleh Stufflebeam (1985) dalam

Sugiyono (2007). Lingkup evaluasi program digambarkan sebagaimana pada

gambar 2.8. berikut.

Gambar 2.8. Lingkup Evaluasi Program Model CIPP

C.1. Evaluasi Konteks

Evaluasi konteks, terkait dengan evaluasi atas tujuan dari suatu program.

Evaluasi ini untuk mengukur apakah tujuan Kerja Sama Pemanfaatan

danBGS/BSG telah dirumuskan secara jelas, sehingga dimengerti dan difahami

oleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang atau

tidak? Berdasarkan uraian sebelumnya, konteks yang dievaluasi dalam

penelitian adalah “ Optimalisasi pemanfaatan BMN Idle, BMN yang tidak

digunakan secara maksimal (underutilize) atau BMN yang tidak cukup tersedia

dana operasioanalnya melalui kerjsaama pemanfaatan dan BGS/BSGakan dapat

memperkuat APBN, mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005

guna mendukung penyediaan infrastruktur publik (seperti jalan, water supply,

publik transportation, pendidikan, rumah susun), serta dapat mendorong aktivitas

ekonomi di wilayah BMN tersebut terletak “. Berdasarkan konteks tersebut,

indikator variabel evaluasi konteks dalam penelitian dapat diukur melalui :

Page 73: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

66

a. Pemahaman Pengelola Barang/ Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengenai BMN Idle,

b. Pemahaman Pengelola Barang/ Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

apabila BMN idle diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola

Barang

c. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengenai konsep perbedaan antara sewa, Kerja Sama Pemanfaatan dan

Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

d. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

bahwa Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGakan dapat memperkuat

APBN.

e. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengenai optimalisasi pendayagunaan aset idle/unused, underutilize,

serta underused .

f. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengenai penafsiran apakan HPL yang dimiliki oleh suatu

Kementerian/Lembaga, atau HPL yang diberikan kepada BMN atau Badan

Pengelola yang ditunjuk oleh Kementerian/ lembaga merupakan BMN atau

tidak.

g. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengenai BMN yang dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain oleh Badan

Layanan Umum (BLU).

h. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengena apakah Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat mendukung

penyediaan infrastruktur publik.

Page 74: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

67

i. Pemahaman Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mengena apakah Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat mendorong aktivitas

ekonomi di wilayah BMN tersebut terletak.

C.2. Evaluasi Input

Evaluasi input, terkait dengan berbagai input yang akan digunakan untuk

terpenuhinya proses, yang selanjutnya dapat digunakan untuk mencapai tujuan.

Dalam penelitian ini, evaluasi input dilakukan terhadap (a) bagaimana kesiapan

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk mengajukan usulan Kerja

Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG (b) Bagaimana kesiapan Pengelola Barang

dalam meningkatkan input BMN yang akan dilakukan Kerja Sama Pemanfaatan

atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan diatas, variabel input

dalam penelitian ini adalah apakah laporan rutin, sarana dan prasarana, Standar

Operating and Procedure (SOP, serta Sumber Daya yang ada mampu

melakukan (a) pemantauan atas BMN idle dan/atau BMN underutilize serta BMN

yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak

sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN

(bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang) (d) investigasi (bagi Pengelola

Barang). Indikator pengukuran variabel tersebut adalah sebagaimana pada tabel

berikut.

Tabel 2.5 Variabel dan Indikator Evaluasi Input

No Variabel Indikator

1 Laporan Rutin. Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan

BMN idle dan/atau BMN underutilize (baik pada

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun

pada Pengelola Barang)

Page 75: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

68

No Variabel Indikator

Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan

BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan

Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak

sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada

Pengelola Barang).

2 Sarana dan

Prasarana

Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan

pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik

pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

maupun pada Pengelola Barang).

Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan

pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah

dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

(baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang maupun pada Pengelola Barang).

3 Standar Operating

and Procedure

(SOP)

Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan

BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada

Pengelola Barang).

Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan

dan penertiban BMN tanah dan bangunan yang telah

dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik

pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

maupun pada Pengelola Barang).

4 Sumber Daya

Manusia

Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan

pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik

pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

maupun pada Pengelola Barang).

Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan

pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah

dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik

pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

maupun pada Pengelola Barang).

5. Insentif bagi

Pengelola

Barang/Pengguna

Barang/Kuasa

Pengguna Barang

Insentif secara ekonomis bagi Pengelola

Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Page 76: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

69

C.3. Evaluasi Proses

Evaluasi proses, terkait dengan kegiatan melaksanakan rencana program

dengan input yang telah disediakan. Variabel Evaluasi proses dalam penelitian

ini dibagi menjadi ada tidaknya insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang untuk mengajukan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna, proses Kerja Sama Pemanfaatan

danBGS/BSGpada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang serta, serta

proses Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGpada Pengelola Barang.

C.3.1. Proses Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atauBGS/BSGyang

dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

Indikator pengukuran variabel tersebut dapat dilihat dari :

a. Adanya kemudahan/hambatan dalam pengajuan usulan Kerja Sama

Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

b. Adanya kemudahan/hambatan dalam melaksanakan proses tender dan

penentuan mitra Kerja Sama.

c. Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja Sama.

d. Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan monitoring pelaksanaan

perjanjian Kerja Sama.

C.3.2. Penguasaan oleh Pengelola Barang dalam proses pelaksanaan Kerja

Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Indikator pengukuran variabel tersebut dapat dilihat dari :

a. Metode Kajian kelayakan Kerja Sama Pemanfaatan atauBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna

b. Metode perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam

rangka Kerja Sama Pemanfaatan atau kerjsama BGS/BSG

Page 77: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

70

c. Proses penerbitan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan (d) Proses

tender dan penentuan mitraBGS/BSG

C.4. Evaluasi Produk

Evaluasi produk, terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari

suatu program. Indikator pengukuran variabel tersebut dapat dilihat dari

penguatan APBN melalui :

a. Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) dari Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna

b. Tersedianya bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana

pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) melaluiBGS/BSG

c. Tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari

APBN melalui Kerja Sama Pemanfaatan.

D. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah melakukan penelitian mengenai

optimalisasi/pemanfaatan BMN pada beberapa satker, dengan hasil sebagimana

pada Tabel 2.6. berikut ini.

Tabel 2.6. Penelitian Optimalisasi Aset BMN

Peneliti

Terdahulu

Metode/alat

analisis Hasil Penelitian

Adriati (2009) Deskriptif

kualitatip

Telah melakukan manajemen aset tetap

kecuali optimalisasi aset

Syahputra Regersi logistik

biner

Variabel independen berupa perencanaan

kebutuhan,inventarisasi, legal audit,

Page 78: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB II LANDASAN TEORI

71

Peneliti

Terdahulu

Metode/alat

analisis Hasil Penelitian

penilaian, optimalisasi, serta pengawasan

dan pengendaliansignifikan berpengaruh

terhadap pelaksanaan pengelolaan

aset tetap (tanah dan bangunan)

Antoh (2012) Regresi Linier

Berganda

Secara individual inventarisasi tidak

berpengaruh terhadap optimalisasi, legal

audit berpengaruh terhadap optimalisasi,

penilaian tidak berpengaruh terhadap

optimalisasi, pengawasan dan pengendalian

berpengaruh terhadap optimalisasi. Secara

bersama-sama, hal tersebut berpengaruh

terhadap optimalisasi aset.

Ngwira, Parsa,

Manase (2012)

Deskriptif

kualitatif

Pemanfaatan aset properti belum efektif

dan efisien dalam rangka mengurangi biaya

operasional

Berdasar beberapa penelitian di atas, optimalisasi/pemanfaatan aset untuk

mewujudkan efisiensi/efektifitas dalam pengelolaan BMN merupakan hal yang

paling sulit diimplemetasikan oleh satker. Kegiatan yang paling mempengaruhi

optimalisasi/pemanfaatan aset untuk mewujudkan efisiensi/efektifitas

pengelolaan BMN adalah legal audit serta pengawasan dan pengendalian BMN.

Instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka optimalisasi/pemanfaatan aset

untuk mewujudkan efisiensi/efektifitas pengelolaan BMN adalah Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Pengawasan dan

Pengendalian BMN, dimana dalam ketentuan tesebut antara lain diatur

mengenai pengawasan dan pengendendalian atas pelaksanaan penggunaan

BMN dan pemanfaatan BMN.

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati melalui penelitian yang

Page 79: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

72

akan dilakukan. Kerangka konsep dalam penelitian adalah sebagaimana

gambar 2.9. di bawah ini.

Gambar 2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Evaluasi Contex

Optimalisasi pemanfaatan BMN Idle, BMN yang tidak digunakan secara maksimal (underutilize) atau BMN yang tidak cukup tersedia dana operasioanalnya melalui Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna akan dapat memperkuat APBN, mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 guna mendukung penyediaan infrastruktur publik (seperti jalan, water supply, publik transportation, pendidikan, rumah susun,dll), serta dapat mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut terletak “.

Evaluasi Input

PENGGUNA BARANG/KUASA PENGGUNA BARANG dan PENGELOLA BARANG

a. Laporan rutin b. Sarana dan Prasarana c. Standar & Operating Procedure d. Sumber Daya Manusia Efektifitas kegiatan pemantauan dan penertiban (oleh Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang), investigasi (oleh Pengelola Barang) atas (a) BMN idle serta BMN underutilize (b) BMN yang digunakan/dimanfaatkan pihak ketiga tidak sesuai ketentuan

Evaluasi Proses

Proses pada PENGGUNA BARANG

a. pengajuan usulan Kerja Sama Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

b. proses tender dan penentuan mitra Kerja Sama.

c. perjanjian Kerja Sama. d. monitoring pelaksanaan

perjanjian Kerja Sama.

Proses pada PENGELOLA BARANG

a. Metode Kajian kelayakan Kerja Sama Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

b. Metode perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam rangka Kerja Sama Pemanfaatan atau kerjsama BGS/BSG

c. Penerbitan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan Guna Serah/Bangun Serah Guna

d. PenetapanBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Evaluasi Produk

Penguatan APBN

a. Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

b. Tersedianya bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melaluiBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

c. Tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari APBN melalui Kerja Sama Pemanfaatan.

Insentif secara finansial dan non finansial bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untu mengajukan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Page 80: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III

METODE DAN KAJIAN AKADEMIS

A. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian maka

jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

evaluasi dengan desain kualitatip-verivikatip. Penelitian ini dapat disebut dengan

penelitian kualititatip-evaluatip yang merupakan varian penelitian kualitatip-

verivikatip.

Penelitian evaluasi merupakan bagian dari evaluasi dan juga bagian dari

penelitian. Sebagai bagian dari evaluasi, peneltian evaluasi juga berfungsi

sebagai evaluasi, yaitu proses untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program

tercapai31. Kegiatan antara penelitian dan evaluasi adalah serupa , yaitu

mengumpulkan data, melakukan analisis dan membuat laporan. Perbedaan

antara penelitian dan evaluasi adalah bahwa penelitian bertujuan untuk

mengembangkan ilmu dan mengetahui kebenaran, sedangkan tujuan evaluasi

adalah utuk mengetahui ketercapaian visi, misi dan tujuan dari suatu proyek,

kebijakan dan program. Perbedaan tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel

3.1.32 Berdasarkan tabel tersebut, bahwa penelitian diarahkan untuk menguji

hipotesis (pada penelitian kuantitatip), memahami dan mengkonstruksi fenomena

(pada penelian kualitatip) suatu program, serta apakah program efektif atau tidak.

31

Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, hal 740. 32

Ibid, hal. 744

Page 81: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

74

Tabel 3.1. Perbedaan Penelitian dan Evaluasi

No Karateristik Penelitan Evaluasi

1 Tujuan Megembangkan Ilmu dan mengetahui kebenaran

Mengetahui ketercapaian visi, misi dan tujuan

2 Yang menetapkan fokus

Peneliti Evaluator dan stakeholder

3 Outcome Generalisasi, transferability Pengambilan Keputusan

4 Proses Menguji hipotesis/ memahami fenomena

Menguji efektivitas program

5 Kriteria Validitas internal dan eksternal

Kesesuaian antara standar dengan apa yang terjadi

6 Metode Kuantititatip, kualitatip, dan kombinasi

Kuantititatip, kualitatip, dan kombinasi

7 Instrumen Disusun berdasarkan teori Disusun berdasarkan tujuan program

8 Publikasi Pubilkasi luas Publikasi terbatas

Penelitian evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah evaluasi

Formatip, sebagaimana yang disebutkan oleh Kidder (1981, yaitu dengan cara

menilai kualitas pelaksanaan program dan konteks organisasi (seperti personal,

prosedur kerja, input dan sebagainya). Hasil yang didapatkan dari penelitian

adalah untuk mendapatkan feedback dari suatu aktivitas dalam bentuk proses,

sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas program atau produk.

Aspek dalam penelitian evaluasi formatip berbeda dengan aspek

penelitian evaluasi sumatip. Apabila kegunaan penelitian evaluasi formatip

adalah untuk memperbaiki program, dengan karateristik utama adalah untuk

memperoleh umpan balik untuk pelaksanaan program, keputusan dalam

penelitian evaluasi sumatip adalah untuk membuat keputusan program di masa

yang akan datang, dengan karateristik utama adalah mendapatkan informasi

yang digunakan untuk membuat keputusan apakah program dilanjutkan atau

Page 82: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

75

tidak. Tujuan pengumpulan data dalam peneltian evalausi formatip adalah untuk

melakukan diagnostik (mencari kelemahan) dengan desain untuk mendapatkan

informasi apakah yang diperlukan, sedangkan tujuan pengumpulan data dalam

penelitian sumatip adalah untuk pengambilan keputusan (judgemental) dengan

desain berupa standar apa yang digunakan untuk membuat keputusan.

Pertanyaan utama dalam peneltian sumatip adalah33 :

- Apakah yang dikerjakan ?

- Apa yang perlu diperbaiki ?

- Bagaimana cara memperbaiki ?

Pada berbagai varian penelitian kualitatip, pada prinsipnya terdapat tiga

model desain yang digunakan yaitu, format desain penelitian deskriptif-kualitatip,

format desai kualitatip-verivikatip serta format desai grounded theory. Format

desain penelitian deskriptip-kualitatip, disebut juga dengan kuasi kualitatip,

karena sifatnya yang tidak terlalu mengutamakan makna, sebaliknya,

penenkanannya pada deskriptip menyebabkan format deskriptip kualitatip lebih

banyak menganalisis permukaan data, hanya memperhatikan proses-proses

kejadian fenomena, bukan kedalaman data ataupun makna data .34 Dalam

Analisis deskriptif-kualitatif hanya mendeskripsikan hubungan-hubungan antara

variabel satu dengan lainnya berdasarkan hubungan model, tabel, matriks. Situs,

dan sebagaimanya tanpa harus menjelaskan makna yang terjadi pada

hubungan-hubungan itu atau makna di balik fenomena data tersebut.

Format penelitian diskriptif-kualitatip sering disalahtafirkan oleh peneliti,

sebagai penelitian kuantitatip minus statistik. Apabila format deskriptip ini

dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan varian-varian deskriptif yang akurat,

33

Ibid, hal 747. 34

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatip, hal 150.

Page 83: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

76

pengamatan terhadap fenomena yang tajam, dan dengan melakukan triangulasi,

maka keandalan penelitian deskriptip-kualitatip terletak pada peneliti itu sendiri.

Penggunaan software untuk membantu menemukan kategorisasi, jaringan dan

coding-coding juga dapat membatu adalam penelitian deskriptip-kualitatip.

Pendekatan deskriptif-kualtitip tidak mampu menjelaskan makna

sebagaimana yang dimaksud pada penelitian kualitatip-verivikatif. Format

desain kualitatip verivikatif merupakan upaya pendekatan induktif terhadap

seluruh proses penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, format penelitian

kualatip-verivikatip lebih banyak mengkonstruksikan format peneltian dan strategi

memperoleh data dari lapangan secara induktip. Varian dari desain penelitian ini

adalah : penelitian kualitatp-evaluatip, audit komunikasi dan semacamnya.

Format penelitian kualitatip-verivikatip mengkonstruksi untuk lebih awal

memperoleh data sebanyak-banyaknya di lapangan, dengan mengesampingkan

peran teori. Namun demikian, teori bukan sessuatu yang tidak penting dalam

format ini. Peneliti bukan seseorang yang buta, ataupura-pura buta terhadap

teori, namun peran data lebih penting dari teori itu sendiri.35 Format penelitian

dengan desain kualitiatip-verivikatip antara dapat ditemukan pada penelitian

evaluatip, Focus Group Discussion, dan Studi Kasus.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

B.1. Lokasi Penelitian

Oleh karena keterbatasan dana dan waktu, maka penelitian dilakukan di

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), serta Kanwil DJKN yang meliputi

wilayah Jakarta dan Jawa Barat.

35

Ibid, hal. 151

Page 84: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

77

B.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitain dilakukan dari bulan Juni s/d September 2014.

C. Populasi dan Sampel

C.1. Populasi

Dalam penelitain kualitatip tidak menggunakan istilah populasi, tetapi

berupa social situation36 atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu

tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara

sinergis. Pada situasi sosial, atau objek penelitian ini akan dilakukan

pengamatan secara mendalam aktivitas (activity) dari orang-orang (actor) yang

ada pada suatu tempat (place) tertentu. Penelitian kualitatip berangkat pada

kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu, dan hasil kajiannya tidak

diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial

yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.

C.2. Sampel

Sampel dalam penelitian kualitatip bukan dinamakan responden,

tetapi sebagai narasumber, informan, atau partisipan. Pada penilitian yang

akan dilakukan, peneliti akan melakukan observasi dan wawancara kepada

orang-orang yang dianggap tahu mengenai permasalahan Kerja Sama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna. Penentuan

sumber data pada dilakukan secara purposive, yang dipilih degan tujuan

tertentu (informan kunci), selanjutnya dalam pengambilan sampel

digunakan teknik snowball. Beberapa instansi yang pegawainya akan

dijadikan sample (wawancara adalah):

36

Sugiyono, op.cit., 363

Page 85: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

78

- Pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Direktorat BMN,

Direktorat PKNSI serta Direktorat Penilaian yang menangani

permohonan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna

- Pegawai pada Kanwil DJKN Jawa Barat dan Kanwil DJKN di Jakarta

pada Direktorat BMN dan Direktorat Penilaian yang menangani

permohonan usulan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna

- Beberapa kementerian lembaga yang mempunyai aset berupa tanah

dan/atau bangunan selaku Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang

- Pegawai pada Bappenas

D. Variabel Penelitian

Desain penelitian kualitatip-verivikatip masih menggunakan/

menempatkan teori pada data yang diperolehnya. Oleh karena itu, dalam desain

kualitatip-verivikatip tetap menggunakan hipotesa atau pemahaman tentang

variabel. Namun demikian dalam penelitian kualitatip-verivikatip, peran data

lebih penting dari teori itu sendiri.

Melalui desain penelitian kualitatip-verivikatip tersebut, disamping

dilakukan pembuktian hipotesis yang dibangun berdasarkan teori, dalam

penelitian ini juga diharpkan mampu menjelaskan makna yang ada di balik suatu

fenomena sosial. Variable dalam penelitian serta indikator dalam penelitian

sebagaimana didukung pada pembahasan uraian sebelumnya adalah

sebagaimana pada tabel 3.2. berikut ini.

Page 86: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

79

Tabel 3.2. Variabel dan Indikator Penelitian

No Jenis

Evaluasi Perumusan Variabel Indikator

1 Konteks Kejelasan rumusan Tujuan Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGoleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang

Pemahaman mengenai BMN Idle.

Pemahaman apabila BMN idle diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang

Pemahaman mengenai konsep perbedaan antara sewa, Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Pemahaman bahwa Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSGakan dapat memperkuat APBN

Pemahaman mengenai optimalisasi pendayagunaan aset idle/unused, underutilize, serta underused

Pemahaman mengenai penafsiran apakan HPL yang dimiliki oleh suatu Kementerian/Lembaga, atau HPL yang diberikan kepada BMN atau Badan Pengelola yang ditunjuk oleh Kementerian/ lembaga merupakan BMN atau tidak.

Pemahaman mengenai BMN yang dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain oleh BLU

Pemahaman mengena apakah Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat mendukung penyediaan infrastruktur publik

Pemahaman mengena apakah Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut terletak.

2 Input Laporan Rutin. Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan BMN idle dan/atau BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang)

Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada

Page 87: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

80

No Jenis

Evaluasi Perumusan Variabel Indikator

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

2 Input Sarana dan Prasarana Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

3 Input Standar Operating and Procedure (SOP)

Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan dan penertiban BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

4 Input Sumber Daya Manusia Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

5 Input Ada tidaknya insentif bagi Pengguna Barang untuk mengajukan Kerja Sama Pemanfaatan, atau usulanBangun

Insentif secara ekonomi

Page 88: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

81

No Jenis

Evaluasi Perumusan Variabel Indikator

Guna Serah/Bangun Serah Guna

6 Proses Proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atauBGS/BSGyang dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Adanya kemudahan/hambatan dalam pengajuan usulan Kerja Sama Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Adanya kemudahan/hambatan dalam melaksanakan proses tender dan penentuan mitra Kerja Sama.

Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja Sama.

Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan monitoring pelaksanaan perjanjian Kerja Sama.

7 Proses Proses pelaksanaan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGyang dilakukan oleh Pengelola Barang

Metode Kajian kelayakan Kerja Sama Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Metode perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam rangka Kerja Sama Pemanfaatan atau kerjsama BGS/BSG

Proses penerbitan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan

8 Produk Pencapaian tujuan Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSG dalam mendukung APBN

Meningkatkan penerimaan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Tersedianya bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melaluiBGS/BSG

Tersedianya biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari APBN melalui Kerja Sama Pemanfaatan

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 89: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

82

1. Dokumentasi atas bahan-bahan dokumenter. Teknik ini digunakan untuk

mengumpulkan data-data yang didapatkan dari data statistik, data dari

media massa, atau data-data yang relevan instansi terkait;

2. Observasi, yang dilakukan melalui pengamatan awal dan meninjau langsung

BMN yang telah dilakukan KSP atau BGS/BSG ;

3. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak-

pihak yang berkompeten. Daftar pernyataan kepada Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang serta Pengelola Barang adalah

sebagaimana pada daftar lampiran

4. Triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan

dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada. Dengan

menggunakan teknik ini, maka peneliti telah melakukan pengumpulan data

sekaligus menguji kredabilitas data, yaitu mengecek kredabilitas data

dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

F. Teknik Analisis Data

F.1. Analisis Sebelum di Lapangan

Analisis sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi

pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan

fokus penelitian.

F.2. Analisis Selama di Lapangan(Model Miles and Huberman)

Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisi kualititap dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenih. Aktivitas dalam analisis data

tersebut berupa data reduction, data display dan conclussin drawing/verivication.

Page 90: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

83

Data reduction merupakan langkah kegiatan berupa merangkum,

memilih hal-hal yang penting, dicarai tema dan polanya. Dengan demikian data

yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan

sejenisnya. Langkah ketiga dalam analisis kualitatip adalah penarikan

kesimpulan dan verivikasi. Apabila kesimpulan yang diketemukan pada tahap

awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten dari data lapangan,

maka penarikan kesimpulan akan menghasilkan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan yang ditarik tersebut harus dapat menjawab permaslahan yang telah

dirumuskan pada tahapan perumusan masalah penelitian. Flow chart komponen

analisi data kualitatip sebagaimana pada gambar 3.1. berikut ini37.

Gambar 3.1. Komponen Analisis Data Kualitaitp

F.3. Analisis Selama di Lapangan Berdasarkan Tahapan Penelitian Kualitatip

Dilihat dari tujuan analisis, tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian kualitatip adalah (a) menganalisis proses berlangsungnya suatu

37

Bahan ajar Worshop Metodologi Penelitian BPPK, Alla Asmara, 2014.

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Penarikan dan

Verivikasi Kesimpulan

Page 91: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

84

fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntans terhadap

proses tersebut (b) menganalisis makna yang ada di balik suatu fenomena, data

dan proses suatu fenomena sosial itu. Berdasarkan tujuan-tujuan analisis data

tersebut, maka terdapat tiga kelompok besar metode analisis data kualitatip,

sesuai dengan tahapan penelitain kualitatip, yaitu (a) kelompok metode analisis

teks dan bahasa (b) kelompok analisis tema-tema budaya dan (3) kelompok

analisis kinerja dan pengalaman individual, serta perilaku institusi. 38

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode peneltian sesuai dengan tahapan penelitian kualitatip, yaitu :

(a) Melakukan analisa teks dan bahasa, yang mempunyai tujuan untuk

“mengungkapkan” proses etik dan emik terhadap suatu peristiwa sosial

yang memiliki makna proses, makna teks dan bahasa, sehingga dapat

diungkapkan proses-proses etik dan emik yang terkandung di dalam teks

dan bahasa itu. Secara teoritis, beberapa metode yang dapat

dipergunakan dalam analisa teks dan bahasa antara lain metode analisa

isi (content analysis), dan analisa bingkai (framing analysis)

(b) Melakukan analisis tema budaya, yaitu alat analisis yang digunakan

untuk “menganalisis” proses etik dan emik dari suatu peristiwa

sosial/budaya serta mengungkapkan bagaimana peristiwa tersebut

“ditafsirkan” dan “dimaknai” oleh objek atau informan penelitian. Analisis

tema budaya sesungguhnya merupakan upaya mencari benang merah

untuk mengintegrasikan lintas domain yang ada (Sanapiah Faisal (1990)

dalam Bungin (2013)). Dengan ditemukannya benang merah dari hasil

analisis domain, analisis taksonomi serta analisis komponen, maka dapat

38

Burhan Bungin, op.cit., hal 161.

Page 92: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

85

disusun suatu “konstruksi bangunan” situasi sosial/objek penelitian yang

sebelumnya masih gelap atau remang-remang, menjadi lebih terang dan

jelas. Bagan analisis tema budaya yang dibangun dari hasil analisis

domain, analisis taksonomi serta analisis komponen adalah sebagai

berikut.

Gambar 3.2. Analis Tema Budaya yang Dibangun Berdasarkan Analisis

Domain, Analisis Taksonomi dan Analisis Komponensial

(c) Melakukan analisis kinerja dan pengalaman individual/ perilaku institusi

adalah untuk melihat “output” yang dihasilkan dari kinerja., serta

bagaimana objek dan informan penelitian memaknai output kinerja

tersebut. Dalam penelitian ini, analisis tersebut dilakukan dengan model

CIPP (kontkes, input, proses, output) yang umum dilakukan untuk

melakukan evaluasi program/kebijakan.

Dalam penelitian ini, metode analisis tersebut saling melengkapi

dengan model analisis data selama di lapangan menurut Miles dan Hiberman.

Analisis Domain

(Kategorisasi)

Analisis

Taksonomi

(Menjabarkan

Kategori)i)

Analisis Komponensial

(mengkontraskan/mencari

perbedaan spesifik setiap

komponen)

ANALISA TEMA BUDAYA

Dengan ditemukan benang merah berdasarkan hasil analisis Domain,

Taksonomi dan analisis komponensial, maka dapat tersusun konstruksi situasi

sosial terhadap objek penelitian

Page 93: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

86

Dalam setiap tahapan penelitian/ pengambilan kesimpulan, yaitu dilakukan

langkah-langkah berupa data reduksi, data display, serta data verivication .

G. Uji Validitas dan Reabilitas Penelitain Kualitatip

G.1. Uji Kredabilitas

Pengujian kredabilitas dalam penelitian kualitatip dilakukan dengan cara:

a. Perpanjangan pengamatan, artinya peneliti kebali ke lapangan,

melakukan pengamatan, melakukan wawancara dengan sumber data,

baik yang pernah dotemui maupun yang baru ditemui.

b. Meingkatkan ketekunan, berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan bekesinambungan. Dengan cara tersebut, kepastian data

dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistimatis.

c. Triangulasi dalam pengujian kredabilitas diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

d. Analisis kasus negatip. Kasus negatip adalah kasus yang tidak sesuai

atau berbeda dengan hasil penelitian pada saat tertentu, Peneliti

berusaha mencari data yang berbeda dengan data yang telah ditemukan.

Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan,

berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

e. Menggunakan bahan referensi. Yang dimaksud dengan bahan referensi

adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan

oleh peneliti. Bahan referensi ini dapat berupa foto-foto, rekaman, dan

dokumen otentik.

f. Member chek. Merupakan proses pengecekan data yang diperoleh dari

pemberi data. Hal ini untuk mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Page 94: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS

87

Pelaksanaan member chek dapat dilakukan setelah satu periode

pengumpulan data selesai atau setelah mendapatkan suatu temuan atau

kesimpulan.

G.2. Uji Keteralihan (transferability)

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatip.

Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya

hasil penelitian kepada populasi tempat sampel penelitian diperoleh. Nilai

transfer ini berkenaan dengan pertanyaan sejauh mana hasil penelitian dapat

digunakan dalam situasi lain.

Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatip, sehingga ada

kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, peneliti dalam

membuat laporannya harus memberikan uraian rinci, jelas, sistematis dan dapat

dipercaya. Dengan demikian, pembaca menjadi jelas dalam memahami hasil

penelitian tersebut sehingga ia dapat memutuskan dapat atau tidaknya

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.

G.3. Uji Ketergantungan (dependability)

Dependability disebut juga reabilitas. Penelitian yang reliabel adalah

apabila orang lain dapat mengulang/mereplikasi proses penelitian tersebut.

Dalam penelitian kualitatip, uji dependability dilakukan dengan cara melakukan

audit terhadap keseluruhan proses penelitan. Audit dilakukan oleh pembimbing.

G.4. Conformability

Pengujian conformability dalam penelitian kualitatip disebut juga sebagi

objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan objektif apabila hasil penelitian telah

disepakati banyak orang. Menguji conformability berarti menguji hasil penelitian,

dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi

Page 95: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

88

dari proses penelitian yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut

telah memenuhi standar conformability.

Page 96: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana telah diuraikan pada bab III, bahwa penelitian ini

merupakan penelitian kualitatip-verivikatip. Format penelitian dengan desain

kualitiatip-verivikatip pada penelitian ini dilakukan melalui penelitian evaluatip

serta Focus Group Discussion (FGD). Format penelitian kualitatip-verivikatip

tidak mengkesempingkan terhadap teori, namun peran data lebih penting dari

teori itu sendiri. Melalui desain penelitian kualitatip-verivikatip tersebut,

disamping dilakukan pembuktian hipotesis yang dibangun berdasarkan teori,

dalam penelitian ini juga diharapkan mampu menjelaskan makna yang ada di

balik suatu fenomena sosial. Format desain kualitatip-verivikatif merupakan

upaya pendekatan induktif terhadap seluruh proses penelitian yang dilakukan.

Oleh karena itu, format penelitian kualitatip-verivikatip lebih banyak

mengkonstruksikan format peneltian dan strategi memperoleh data dari lapangan

secara induktip.

Desain penelitian kualitatip-verivikatip dalam penelitian ini

menggunakan varian kualitatip-evaluatip, karena penelitian ini dilakukan untuk

meneliti suatu kebijakan/program, yaitu ketentuan mengenai Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG. Sebagai bagian dari evaluasi, peneltian evaluasi

juga berfungsi sebagai evaluasi, yaitu proses untuk mengetahui seberapa jauh

tujuan program tercapai39. Penelitian dan evaluasi adalah bahwa penelitian

bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan mengetahui kebenaran, sehingga

39

Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, hal 740.

Page 97: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

90

dapat dilakukan generalisasi berdasarkan evaluasi ketercapaian visi, misi dan

tujuan dari suatu proyek, kebijakan atau program. Penelitian evaluasi yang

dilakukan dalam penelitian ini, disamping dilakukan untuk menguji hipotesis,

juga dilakukan untuk memahami dan mengkonstruksi fenomena

pelaksanaan/implememtasi kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan dan

BGS/BSG sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006 tentang Pengelolaan BMN.

Penelitian evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini, yang digunakan

untuk menilai kinerja fenomena sosial yang diteliti, menggunakan model CIPP.

Berdasarkan model tersebut maka akan diukur keluaran (output) kinerja

kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG dan hubungannya

dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya dari sisi konteks kebijakan

(analisa konteks), input yang mendukung pelaksanaan kebijakan/program, serta

ada/tidaknya hambatan dalam proses pelaksanaan kebijakan/program.

Fenomena yang diamati dalam observasi/pengamatan lapangan

dilakukan berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, yaitu untuk

mengamati:

1. Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN oleh Pihak Ketiga saat ini,

setelah diterbitkannya ketentuan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana

telah dicabtu dan diganti dengan PP Nomor 27 Tahun 2014, yaitu :

- Apakah terdapat penggunaan BMN oleh Pihak Ketiga yang tidak

mendasarkan pada PP Nomor 6 Tahun 2006?

- Apakah BMN yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku telah dilakukan tindakan penertiban?

Page 98: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

91

- Apakah masih banyak terdapat BMN yang underutization, underused

dan unused?

Hasil pengamatan ini penting untuk mengetahui apakah tujuan

pamanfaatan BMN, khususnya Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG

telah dirumuskan dan difahami secara jelas oleh Pengeloa Barang, dan

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Apabila konteks kebijakan

sudah dapat difahami, maka implementasi suatu program akan berhasil,

demikian sebaliknya.

2. Efektifitas laporan rutin dalam menyajikan data yang mencukupi agar

dapat dilakukan manajemen aset secara tepat, terutama dalam

memberikan infomasi mengenai BMN yang tidak dimanfaatkan secara

optimal (underutilize), BMN yang tidak digunakan/idle (unused), termasuk

BMN yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga tidak sesuai dengan ketentuan

yang berlaku, serta BMN yang tidak digunakan seluruh kapasitasnya

(underused). Apabila laporan yang disajikan memadai, maka

memudahkan manager aset dalam melakukan optimalisasi penggunaan

BMN tanah dan atau bangunan. Kebijakan/program Kerja Sama

Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung oleh adanya

input berupa laporan rutin yang dapat digunakan oleh manager aset

(pada Pengelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna

Barang) untuk melakukan pemantaun BMN underutilize, underused dan

idle/unused.

3. Adanya sarana, prasarana serta pendanaan yang akan mendukung

Manager Aset (pada Pengelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa

Pengguna Barang) dalam melakukan pemantauan atas BMN underutilize,

Page 99: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

92

underused dan Idle/unused, termasuk BMN yang dimanfaatkan oleh

pihak ketiga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan

berhasil apabila didukung oleh adanya input berupa BMN underutilize,

BMN underused dan BMN idle/unused yang dapat dipantau, selanjutnya

ditertibkan dalam rangka optimaliasi penggunaan BMN, antara lain

dengan cara mendayagunakannya melalui Kerja Sama Pemanfaatan dan

BGS/BSG.

4. Adanya Standar Operating and Procedure bagi Manager Aset

(Pengelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang)

dalam melakukan (a) pemantauan atas BMN underutilize, underused

dan idle/unused, termasuk BMN yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga

tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (b) optimalisasi

pemanfaatan BMN atas BMN yang telah dilakukan pemanfaatan oleh

pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan

berhasil apabila didukung oleh adanya input berupa Standar Operating

and Procedure yang dapat dijadikan acuan oleh manager aset (pada

Pengelola Barang, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang) dalam

melakukan pemantauan dan penertiban BMN, terutama yang telah

dimanfaatkan oleh pihak ketiga namun tidak sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

5. Tersedianya dukungan Sumber Daya yang berkualitas dalam

melakukan (a) pemantauan atas BMN underutilize, underused

dan idle/unused, termasuk BMN yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga

Page 100: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

93

tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (b) optimalisasi

pemanfaatan BMN atas BMN yang telah dilakukan pemanfaatan oleh

pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kebijakan/program

Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung

oleh adanya input berupa dukungan sumber daya manusia yang berlaku

sebagai manager aset (pada Pengelola Barang, Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang) dalam melakukan pemantauan dan

penertiban BMN, terutama yang telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga

namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Terdapatnya insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

untuk melakukan Kerja Sama Pemanfaatan danBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna. Kebijakan/prog ram Kerja Sama

Pemanfaatan BGS dan BSG akan berhasil apabila didukung oleh adanya

input berupa insentip bagi manager aset (pada Pengelola Barang,

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang) sehingga bersedia

malukakan optimalisasi penggunaan BMN, khususnya dengan cara

mendayagunakannya melalui Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG.

Termasuk melakukan penertiban BMN yang telah dimanfaatkan oleh

pihak ketiga namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Kelancaran/hambatan dalam proses pengajuan usulan Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG, serta proses penunjukan pemenang dalam

pelelangan dan penandatanganan kontrak oleh Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang. Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS

dan BSG akan berhasil apabila proses pengajuan usulan Kerjasana

Pemanfaatan dan BGS/BSG oleh Pengguna Barang, dapat dilaksanakan

Page 101: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

94

secara mudah, dilihat dari segi persyaratan dan prosesnya. Demikian

juga Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan

berhasil apabila Pengguna Barang tidak mengalami hambatan dalam

melakukan penunjukan pemenang dalam pelelangan serta

penandatangan kontrak.

8. Kelancaran/hambatan dalam proses persetujuan usulan Kerja Sama

Pemanfaatan dan pemrosesan BGS/BSG oleh Pengelola Barang.

Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan

berhasil apabila proses persetujuan usulan Kerjasana Pemanfaatan dan

BGS/BSG oleh Pengelola Barang, dapat dilaksanakan secara mudah,

dilihat dari segi persyaratan dan prosesnya. Demikian juga

Kebijakan/program Kerja Sama Pemanfaatan BGS dan BSG akan

berhasil apabila Pengelola Barang mengalami hambatan dalam

melakukan pemrosesan BGS/BSG oleh Pengeloa Barang, termasuk

dalam penunjukan pemenang dalam pelelangan serta penandatangan

kontrak.

9. Keberhasilan kebijakan/program Kerja Sama pemanfaan dan BNGS/BSG

yang diukur dari dari output/kinerja kebijakan/program tersebut dalam

meingkatkan Penerimaan Negara Melalui Setoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP), menyediakan Bangunan dan Fasilitasnya dalam

rangka penyelenggaraan Tupoksi yang dana pembangunannya tidak

tersedia dalam APBN, serta menyediakan biaya pemeliharaan BMN

yang tidak harus disediakan dari APBN

Page 102: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

95

A. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sebelum di

lapangan (data peneltian terdahulu, data sekunder, studi literatur), serta analisis

selama di lapangan berdasarkan tahap penelitian (Model Spradley) yang saling

melengkapi dengan model analisis data selama di lapangan menurut Miles dan

Hiberman. Dalam setiap tahapan penelitian/ pengambilan kesimpulan, dilakukan

langkah-langkah berupa data reduksi, data display, serta data verivication.

Fenomena yang diamati dalam observasi/pengamatan lapangan dilakukan

berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan. Dalam pengamatan fenomena

tersebut dilakukan melalui dokumnetasi, observasi/pengamatan ke lapangan,

wawancara (berdasar kuesiner yang telah disusun berdasarkan teori/studi

pustaka), triangulasi, dan Forum Group Discussion.

A.1. Pemahaman Konteks Kebijakan/Program Kerja Sama Pemanfaatan

dan BGS/BSG sebagaimana diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2006

Evaluasi konteks adalah untuk melihat kejelasan rumusan Tujuan Kerja

Sama Pemanfaatan danBGS/BSGyang dipahami oleh para stakeholder yang

melaksanakan ketentuan tersebut, yaitu Penggelola Barang, Pengguna Barang

dan Kuasa Pengguna Barang. Berdasarkan hasil Observasi/pengamatan

lapangan mengenai fenomena pemanfaatan BMN oleh Pihak Ketiga serta

Pelaksanaan Penertiban oleh manager aset yang ada pada Pengelola Barang,

Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang adalah sebagai berikut.

A.1.1. BMN yang Dimanfaatkan Pihak Ketiga Tidak Sesuai Ketentuan/Belum

Mendapatkan Persetujuan dari Pengelola Barang

Berdasarkan pengamatan di lapangan, masih terdapat beberapa BMN

yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan yang

Page 103: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

96

berlaku, atau belum mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang. Beberapa

kondisi yang ditemukan ketika melakukan observasi/pengamatan ke lapangan,

antara lain :

1. Rumah dinas, BMN berupa tanah kosong, atau BMN yang didirikan

bangunan diatasnya, dijadikan tempat usaha seperti tempat kursus, factory

outlet, rumah makan, atau cafe, tempat ketangkasan, pusat perbelanjaan,

atau mall. Pada umumnya aset tersebut berada di lingkungan TNI, yang

pengaturannya diatur tersendiri sebagaiamana terakhir diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2010 tentang Penataan

Pemanfaatan BMN di Lingkungan TNI. Berdasarkan ketentuan tersebut,

batas waktu permononan persetujuan pemanfaatan BMN di lingkungan TNI

yang telah/terlanjur dimanfaat oleh pihak ketiga, dilakukan paling lambat 6

(enam) bulan terhitung sejak ditetapkan, yaitu Januari 2010.

2. BMN berupa tanah kosong dibangun untuk bangunan bisnis seperti super

market, tempat ketangkasan dan lain-lain, yang diajukan sebagai sewa.

Seharusnya Pengguna Barang tidak mengajukan permohonan

pemanfaatan BMN berupa sewa, apabila didirikan bangunan pada suatu

tanah kosong atau dikembangkan struktur baru pada banguna yang sudah

ada.

3. Suatu Satker baru mengajukan permohonan sewa atas suatu objek

berupa satu hamparan tanah yang terdiri dari beberapa bangunan, dimana

objek tersebut saat ini sudah dimanfaatkan pihak ketiga . Ketika diajukan

permohonan sewa kepada Pengelola Barang, permohonan tersebut

ditolak, karena BMN tersebut, yang keseluruhanya telah dimanfaatakan

Page 104: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

97

pihak ketiga, telah memenuhi kriteria BMN idle, sehingga harus diserahkan

kepada Pengelola Barang.

4. Suatu Satker yang berbentuk Badan Layanan Umum, baru mengajukan

permohonan sewa BMN kepada Pengelola Barang atas pemanfaatan

tanah/bangunan yang pada saat ini telah dimanfaatakan ATM oleh pihak

ketiga. Namun Satker tersebut berpendapat bahwa setelah mendapatkan

persetujuan sewa dari Pengelola Barang, uang pemasukan sewa tetap

disetor kepada BLU, bukan ke negara berupa setoran PNBP, meskipin

tanah dan/atau banguna yang disewakan merupakan BMN yang

pengadaannya menggunakan APBN.

Berdasarkan data hasil observasi/pengamatan ke lapangan tersebut,

pada saat ini masih terdapat banyak BMN yang dilakukan pemanfaatan dalam

bentuk sewa, Kerja Sama Pemanfaatan Tidak Sesuai Ketentuan/Belum

Mendapatkan Persetujuan dari Pengelola Barang. Mengapa Pengelola

Barang/Pengguna Barang belum dapat melakukan penertiban? dapat Untuk

menjawab permasalahan tersebut, Peneliti melakukan wawancara kepada

responden untuk menjawab pertanyaan apakah terkendalanya penertiban

pemanfaatan BMN tersebut karena Pemahaman Konteks Kebijakan Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG sebagaimana diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2006

tidak difahami secara benar oleh Pengelola Barang, Pengguna Barang dan

Kuasa Pengguna Barang ?

Terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

23/PMK.06/2010 tentang Penataan Pemanfaatan BMN di Lingkungan TNI,

beberapa satker di lingkungan TNI telah mengajukan permohonan pemanfaatan

BMN kepada Pengelola Barang yang saat ini sudah dimanfaatkan pihak ketiga.

Page 105: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

98

Sebagai contoh, di Kanwil Bandung, suatu satker telah diajukan usulan

pemanfaatan sekaligus atas beberapa objek BMN dalam bentuk sewa. Apabila

dilihat dari ketentuan, beberapa objek tersebut seharusnya diajukan permohonan

Kerja Sama Pemanfaatan karena telah didirikan bangunan pada suatu tanah

kosong atau dikembangkan struktur baru pada bangunan yang sudah ada.40

Semula permohonan tersebut diajukan oleh Satker ke KPKNL Bandung,

berdasarkan ketentuan internal TNI yang diatur dalam Keputusan Menteri

Pertahanan Nomor Kep/853/M/VIII/2013 tentang Pelimpahan Sebagian

Wewenang Kepada Pengguna Barang Khususnya Pemanfaatan dan

Penghapusan BMN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI.

Oleh karena pengajuan sewa tersebut terdiri dari beberapa objek yang

secara akumulasi bukan merupakan kewenangan KPKNL untuk memprosesnya,

maka permohonan tersebut diteruskan ke Kantor Pusat DJKN melalui Kanwil

DJKN. Namun Kantor Pusat DJKN mengembalikan permohonan tersebut kepada

KPKNL melalui Kanwil DJKN karena seharusya mengajukan ke Kantor Pusat

DJKN adalah Menteri Pertahanan selaku Pengguna Barang. Pemrosesan

permohonan persetujuan pemanfaatan BMN yang telah dimanfaatkan pihak

ketiga tersebut sampai saat ini masih mengalami kendala.41

Dalam menangani pemrosesan permohonan satker di lingkungan

Kementerian Pertahanan dan TNI sebagai Pelaksanaan Keputusan Menteri

Pertahanan Nomor Kep/853/M/VIII/2013 atas BMN yang telah/terlanjur

dimanfaatkan oleh pihak ketiga, Pengelola Barang melakukannya dengan hati-

hati. Terdapat beberapa materi yang masih memerlukan petunjuk pelaksanaan

40

Penjelasan responden yang menangani BMN di Kanwil DJKN Jawa Barat 41

Penjelasan responden yang menangani BMN di KPKNL Bandung.

Page 106: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

99

dalam melakukan pemrosesan atas BMN yang telah/terlanjur dimanfaatkan pihak

ketiga.42

Sehubungan dengan kegiatan penertiban atas pemanfaatan BMN oleh

pihak ketiga, tidak sesuai ketentuan yang berlaku, DJKN , sebagai Pengeola

Barang telah menindaklanjutinya dengan mengirim surat himbauan kepada

Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang. Berdasarkan surat himbauan

tersebut, seharusnya Inspektorat Jenderal masing-masing

Kementerian/Lembaga menindaklanjutinya. Pada umumnya

Kementerian/Lembaga akan menagajukan permohonan pemanfaatan BMN

apabila terdapat temuan dari Aparat Pengawas Fungsional (BPK/BPKP) yang

harus ditindaklanjuti dengan permohonan persetujuan pemanfaatan BMN dari

Pengelola Barang.43

A.1.2. BMN yang Dimanfaatkan Pihak Ketiga Melalui Mekanisme BLU

Dari observasi/pengamatan lapangan ditemui adanya BMN berupa

tanah pada Universitas/Institut Pendidikan, sebagai Badan Layanan Umum yang

dibangun mall, hotel, convention centre, pusat perbelanjaan, atau peruntukan

bisnis lainnya dengan tidak menggunakan mekanisme Pemanfaatan BMN. BMN

berupa tanah tersebut dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga berdasarkan

ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005

yang mengatur tentang Badan Layanan Umum (BLU). Sebagai contoh,

pembangunan mall, yang merupakan aset yang berada dalam penguasaan

Institut/ Universitas.

Ketentuan mengenai BMN yang dikelola oleh Badan Layanan Umum

(BLU) dipertegas dalam Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

42

Penjelaan responden yang menangani BMN di Kanwil DJKN Jakarta 43

Penjelasan respondan pada Direktorat PKNSI, Kantor Pusat DJKN

Page 107: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

100

tentang Pengelolaan BMN (yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006), yaitu dikecualikan dari ketentuan yang diikat dengan PP Nomor

Nomor 27 Tahun 2014 adalah “ terhadap barang yang dikelola dan/atau

dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum

sesuai dengan tugas BLU. Berdasarkan ketentuan tersebut, suatu lembaga

pendidikan berupa Institut/Universitas, misalnya, tidak ada relevansinya untuk

membangun/ mengembangkan mall atau pusat perbelanjaan.

A.1.3. Evaluasi Konteks Mengenai Pemahaman Kebijakan/Program Kerja

Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG Oleh Manager Aset

Berdasarkan hasil observasi/pengamatan lapangan dan wawancara

dengan responden, sebagaimana diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa

konteks Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSG sebagaimana diatur dalam PP

Nomor 6 Tahun 2006 belum difahami secara benar oleh Manager Aset, baik

yang ada pada Pengelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna

Barang. Beberapa konsep dalam konteks Kerja Sama Pemanfaatan dan

BGS/BSGyang masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

A.1.3.1. Pemahaman Mengenai BMN Idle.

Masih terdapat perbedaan penafsiran mengenai kriteria BMN Idle. BMN

idle adalah BMN yang tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi

(unsuded) , atau BMN yang sedang tidak digunakan dalam menyelenggaran

tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, atau BMN yang digunakan tetapi tidak

sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Lembaga.44 Berdasarkan

ketentuan tersebut, disamping BMN yang unused, BMN yang termasuk idle

adalah BMN yang secara keseluruhan (satu hamparan) yang

44

Pasal 3 Peraturan Mengeri Keuangan Nomot 250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengeloloaan BMN yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga.

Page 108: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

101

digunakan/dimanfaatakan pihak ketiga, karena penggunaannya tidak sesuai

dengan tugas dan fungsi Kementerian Lembaga. Apabila mengikuti ketentuan

tersebut, maka BMN yang secara keseluruhan (satu hamparan) yang telah

digunakan/dimanfaatakan pihak ketiga, seharusnya termasuk BMN idle, dan

diserahkan kepada Pengelola Barang.

Namun demikian, terdapat ketentuan yang bertentangan dengan hal

tersebut, yaitu ketentuan sewa sebagaiman diatur dalam Pasal 6 ayat (2)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 tentang tata cara

pelaksanaan sewa BMN yang mengatur bahwa BMN dapat disewakan

sepanjang berada dalam kondisi tidak digunakan oleh Pengelola Barang atau

Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi. Berdasarkan

ketentuan tersebut, maka BMN dalam kondisi tidak digunakan oleh Pengelola

Barang atau Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi,

dapat disewakan.

Penafsiran mengenai BMN idle juga diatur dalam Pasal 3 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan

BMN yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi

Kementerian/Lembaga, yaitu dikecualikan dari BMN idle adalah:

- BMN yang direncanakan untuk digunakan oleh

Kementerian/Lembaga yang bersangkutan sebelum berakhirnya

tahun ketiga

- BMN yang direncanakan untuk dimanfaatkan sebelum berakhirnya

tahun kedua

Perbedaan persepsi tersebut akan menyulitkan dalam pelaksanaan

penertiban BMN. Pada suatu kasus, Pengguna Barang mengajukan usulan

Page 109: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

102

sewa atas tanah yang diatasnya terdiri dari beberapa bangunan, yang pada saat

pengajuan permohonan telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga. KPNKL menolak

permohonan tersebut karena atas BMN tersebut seharusnya diserahkan kepada

Pengelola Barang, karena termasuk BMN, sehingga tidak dapat diajukan sewa

oleh Pengguna Barang 45.

A.1.3.2. Pemahaman Apabila BMN idle diserahkan oleh Pengguna Barang

kepada Pengelola Barang

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

mempersepsikan adanya kendala apabila BMN idle diserahkan kepada

Pengelola Barang, yaitu :

a. Keterbatasan sarana prasarana serta sumber daya SDM pada Pengelola

Barang maupun Pengguna Barang untuk melakukan pengawasan dan

penertiban.

b. Pengguna Barang pada dasarnya enggan menyerahkan aset idle kepada

Pengelola Barang, karena hanya akan mendapatkan disinsentip, yaitu

asetnya beralih kepada Pengelola Barang.

c. Adanya ketentuan bahwa aset yang diserahkan, harus diterima oleh

Pengeola Barang dalam keadaan clean and clear, atau tidak terdapat

permasalahan hukum.

d. Tidak ada biaya pemelihaaran BMN pada Pengelola.

Terdapatnya pemahaman tersebut menyebabkan tindakan penertiban BMN idle

dengan tindak lanjut penyerahan kepada Pengelola Barang menjadi terhambat.

A.1.3.3. Pemahaman Mengenai Perbedaan antara Mekanisme Sewa, Kerja

Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

45

Penjelasan responden pada KPKNL Bogor.

Page 110: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

103

Terdapat pemahaman yang kurang tepat mengenai perbedaan antara

mekanime pemanfaatan BMN berupa sewa, kerjasa pemanfaatan danBangun

Guna Serah/Bangun Serah Guna. Sebagai contoh, di Kanwil Bandung, suatu

satker mengajukan permohonan sewa atas BMN tanah kosong yang telah

didirikan bangunan, atau telah dikembangkan struktur (konstruksi) baru.

Apabila dilihat dari ketentuan sebagaimana dalam dalam Pasal 64

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Sewa BMN, yang mengatur bahwa penyewa hanya dapat

mengubah bentuk BMN “ tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan”, maka

objek tersebut seharusnya diajukan permohonan Kerja Sama Pemanfaatan atau

BGS/BSGkarena telah didirikan bangunan pada suatu tanah kosong atau

dikembangkan struktur (konstruksi) baru pada bangunan yang sudah ada.

A.1.3.4. Pemahaman bahwa Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSGakan dapat

memperkuat APBN.

Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memiliki pemahaman bahwa apabila atas aset idle/unused, underutilize,

serta underused tersebut dapat dilakukan Kerja Sama Pemanfaatan atau

Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, maka akan dapat memperkuat

APBN melalui melalui :

(a) Meningkatkan penerimaan negara melalui PNBP

(b) Khusus untuk pemanfaatan BMN berupa BGS/BSG, akan dapat

menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana

pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN)

Page 111: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

104

(c) Disamping mendapatkan penerimaan berupa kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan, manfaat lain yang didapatkan dari pelaksanaan

Kerja Sama Pemanfaatan adalah tersedianya biaya pemeliharaan BMN

yang tidak harus disediakan dari APBN.

Namun demikian, Pengguna Barang enggan untuk mengajukan usulan

pemanfatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGatas aset

idle/unused, underutilize, serta underused, karena takut akan terdapat

permasalah hukum di kemudian hari karena adanya unsur kerugian negara

dalam pelaksanaanya. 46 Disamping itu tidak ada insentip apapun bagi

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang mengajukan usulan tersebut.

A.1.3.5. Pemahaman mengenai Optimalisai Pendayagunaan aset idle/unused,

underutilize, serta underused

Pemahaman yang kurang tepat mengenai optimalisi pendayagunaan aset

idle/unused, underutilize, serta underused oleh Pengelola Barang. Terdapat

beberapa kasus dimana Pengelola Barang sangat berhati-hati dalam

menindaklanjut penertiban yang telah dilakukan Pengguna Barang, dengan

mengajukan usulan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN yang

telah/terlanjur dimanfaatkan pihak ketiga tidak sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Kehati-hatian tersebut sangat beralasan karena menyangkut aspek

penerimaan negara yang rentan terjadi kesalahan dalam proses serta jumlah

penerimaan negara yang diterima. Beberapa Pengelola Barang mempunyai

pendapat bahwa aturan yang ada saat ini perlu lebih diperjelas.47

46

Penjelasan responden di Kanwil DJKN Jakarta, selaku Pengguna Barang 47

Penjelasan responden di Kanwil DJKN Jakarta

Page 112: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

105

A.1.3.6. Pemahaman mengenai Pemanfaatan BMN yang dilakukan Kuasa

Pengguna Barang yang Berkedudukan sebagai Badan Layanan

Umum (BLU)

Dalam rangka untuk mencapai standar pelayanan minimum, yaitu

spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh Badan

Layanan Umum (BLU) kepada masyarakat. BLU diberikan wewenang untuk

melakukan pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibiltas berupa

keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis sehat untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat, yang disebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum (PPK-BLU). Keleluasaan yang diberikan kepada BLU antara

lain untuk memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas

barang/jasa layanan yang diberikan, dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar

perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Pengelolaan

barang BLU diatur dalam Pasal 20 s/d 23 Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2005. Sebagai contoh, dalam Pasal 22 ayat (5)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 diatur bahwa

Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas

pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan 22 ayat

(5) tersebut, BLU tidak dapat melakukan perjanjian kersama pemanfaatan atau

BGS/BSG tanpa persetujuan Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan

Negara sebagai Pengelola Barang

Demikian pula, Kerja Sama Pemanfaatan oleh BLU telah diatur dalam

Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. yang berbunyi:

Page 113: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

106

(1) Barang Milik Negara/Daerah yang digunakan oleh Badan Layanan

Umum/Badan Layanan Umum Daerah merupakan kekayaan negara/daerah

yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan

Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan.

(2) Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaannya, kecuali terhadap barang

yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan

kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan

Umum/Badan Layanan Umum Daerah, yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah tentang Badan Layanan Umum dan peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (5)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 serta Pasal 96

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tersebut, penggunaan aset BMN

yang dikecualikan dari ketentuan pemanfaatan BMN adalah hanya atas barang

yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan

kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan

Umum/Badan Layanan Umum Daerah.

Pada satu kasus, dalam rangka penertiban atas sewa BMN yang

digunakan sebagai ATM, Kuasa Pengguna Barang, dalam hal ini Rumah Sakit

Pemerintah, mengajukan permohonan persetujuan sewa ATM tersebut kepada

KPKNL. Menurut pengertian Kuasa Pengguna Barang tersebut, penerimaan

PNBB dari usulan sewa tersebut akan masuk dalam rekening BLU, bukan berupa

setoran PNBP sebagaimana diatur dalam pemanfaatan BMN. Permohonan

Page 114: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

107

tersebut tentu saja tidak dikabulkan oleh KPNKL.48 Contoh kasus tersebut

menunjukkan bahwa Penggunan Barang/Kuasa Pengguna Barang tidak

sepenuhnya memahami ketentuan mengenai pemanfaatan BMN oleh Pihak

Lain. yang seharusnya mengikuti ketentuan pengelolaan BMN.

Dalam contoh kasus tersebut, Kuasa Pengguna Barang yang

Berkedudukan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) , seharusnya menafsirka

ketentuan “ penggunaan aset sepenuhnya untuk menyelenggarakan

kegiatan pelayanan umum, sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan

Umum/Badan Layanan Umum Daerah” secara seksama. Sewa ATM di

lingkungan RS Pemerintah tidak memenuhi ketentuan “ penggunaan aset

sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum, sesuai dengan

tugas dan fungsi Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah”,

sehingga penerimaan atas sewa ATM tersebut seharusnya masuk sebagai

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam rangka pemanfaatan BMN.

A.1.3.7. Pemahaman mengenai Pemanfaatan BMN dalam Mendukung

Penyediaan Infrastruktur

Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memiliki pemahaman bahwa Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat

mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 dalam mendukung

penyediaan infrastruktur publik (seperti jalan, water supply, publik transportation,

pendidikan, rumah susun). Namun demikian, penentuan besaran kontribusi

tetap dan pembagian keuntungan oleh Pengelola Barang , yang didapatkan dari

hasil penilaian yang mendasarkan pada studi kelayakan, merupakan hambatan

dalam penggunaan BMN unruk penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, dalam

48

Berdasarkan keterangan responden pada KPKNL Bogor.

Page 115: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

108

hal pemanfaatan BMN untuk penyediaan infrastruktur, diperlukan fleksibilitas

dalam penentuan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan, karena terkait

dengan percepatan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat.

A.1.3.8. Pemahaman mengenai Pemanfaatan BMN akan Mendorong Aktivitas

Ekonomi

Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami konsep bahwa dengan dilakukan Kerja Sama Pemanfaatan

atau BGS/BSGdapat mendorong aktivitas ekonomi di wilayah BMN tersebut

terletak. Namun adanya kemungkinan permasalahan hukum dalam prosesnya,

merasa dicurigai terdapat unsur kepentingan pribadi, serta tidak ada insentip

bagi Pengguna Barang dalam pelaksanaannya, menjadi kendali bagi Pengguna

Barang untuk mengajukan usulan49. Demikian pula dari sudut pandang

Pengelola, mereka akan sangat hati-hati dalam memberikan persetujuan kerja

sama, terutama dalam menentukan tarip penerimaan negara.

A.2. Efektifitas laporan rutin dalam melakukan pemantauan

Banyak atau sedikitnya permohonan persetujuan Kerja Sama

Pemanfaatan atau BGS/BSG, sebagai bagian dari kegiatan optimalisasi

pemanfaatan BMN, antara lain dipengaruhi oleh kegiatan pengawasan dan

pengendalian (penertiban) yang dilakukan oleh Pengguna Barang di lingkungan

Kementerian dan Lembaga, serta pengawasan oleh dan Pengendalian yang

dilakukan Pengelola Barang. Terkait dengan kegiatan pengawasan dan

pengendalian (penertiban).

Dalam melakukan pengawasan, PMK Nomor 244 Tahun 2012

mengatur antara lain format laporan BMN yang status penggunaannya pada

49

Keterangan resoponden pada Kaneil DJKN Jakarta, sebagai Penguna Barang

Page 116: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

109

suatu Kuasa Pengguna Barang, serta BMN yang dimanfaatkan oleh Pihak Ketiga

pada suatu Pengguna Barang. Bentuk format laporan BMN yang status

penggunaannya pada suatu satker adalah sebagai berikut.

Melalui format laporan tersebut, suatu Satker sebagai Kuasa

Penggunga Barang seharusnya melaporkan apakah BMN yang status

penggunaanya pada Satker tersebut telah dipergunakan sesuai tugas dan fungsi

(penggunaannya telah optimal), sebagian tidak dipergunakan untuk pelaksanaan

tugas dan fungsi (underused), keseluruhan tidak dipergunakan untuk

pelaksanaan tugas dan fungsi (unused/idle), serta apakah terdapat

bagian/keseluruhan dari BMN digunakan oleh Pihak Lain. Berdasarkan laporan

dari Satker/Kuasa Pengguna Barang tersebut, Kantor Pelayanan Kekayaan

Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan rekap, dan melaporkan ke Kanwil DJKN.

Disamping mengisi laporan dengan format tersebut, Satker/Kuasa

Pengguna Barang juga membuat format laporan BMN yang dimanfaatkan oleh

Pihak Lain, dengan format sebagai berikut. Melalui format laporan tersebut, akan

Page 117: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

110

dapat dilakukan pengawasan apakah BMN yang telah dimanfaatakan oleh Pihak

Lain telah mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang.

Dalam pelaksanaanya, ketentuan pelaporan sebagaimana diatur dalam

PMK Nomor 244 Tahun 2012 oleh beberapa Satker/Kuasa Pengguna Barang

baru diwajibkan pada tahun 2014. Terdapat kecenderungan bahwa

Satker/Kuasa Pengguna Barang tidak melaporkan sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya, baik karena kendala dalam teknis pengisian, ataupun karena

pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan pengawasan atas penggunaan

dan pemanfaatan BMN perlu dilakukan penelitian fisik ke lapangan, paling tidak

dilakukan secara sampling50.

A.3. Adanya sarana, prasarana serta pendanaan yang akan mendukung

Manager Aset dalam Melakukan Pengelolaan BMN

Disamping melakukan pemantauan melalui monitoring format laporan

sebagaimana telah diuraikan, dalam melakukan pemantauan BMN juga

dibutuhkan dilakukan monitoring secara langsung di lapangan. KPKNL/Kanwil

DJKN selaku manager aset harus dapat memastikan bahwa pengelolaan BMN

50

Penjelasan Responden pada Kanwil DJKN Jawa Barat

Page 118: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

111

telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terkait dengan

penelitian ini, fokus pengawasan tersebut adalah pengawasan dalam hal

penggunaan dan pemanfaatan BMN.

Di dalam PMK Nomor 244 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan

Pengendalian juga diatur, dalam hal penelitian administratip belum mencukupi,

maka dilakukan penelitian lapangan dengan cara meninjau objek BMN secara

langsung, meminta konfirmasi pihak terkai serta mengumpulkan data tambahan.

Direktur Jenderal dapat menugaskan Kepala Kanwil DJKN atau Kepala KPKNL

untuk melakukan penelitian lapangan terhadap pemantauan yang dilakukan oleh

Direktur Jenderal Kekayaan Negara,

Dukungan sarana, prasarana serta pendanaan diperlukan untuk

meningkatkan penguasaan wilayah, sehingga dapat dideteksi secara cepat

adanya BMN idle, BMN underutilize, serta BMN yang telah dilakukan

pemanfaatan oleh pihak ketiga seperti sewa, Kerja Sama Pemanfaatan, serta

BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan wawancara51 dengan beberapa responden, belum ada

alokasi dana secara khusus yang diperuntukkan meningkatkan pelaksanaan

monitoring kesesuaian antara laporan penggunaan dan pemanfaatan oleh

Satker/Kuasa Pengguna Barang dengan keadaan sesunguhnya di lapangan.

Demikian juga tidak ada sarana dan prasarana, seperti kendaraan roda dua,

mobil, yang secara khusus diperuntukkan untuk melakukan pemantauan

penggunaan dan pemanfaatan BMN.

Keterbatasan sarana, prasarana dan kendaraan menjadi salah satu

penyebab kegiatan monitoring, dan penguasaan wilayah belum dapat dilakukan

51

Penjelasan Responden pada Kanwil DJKN Jawa Barat, KPKNL Bogor, KPKNL Bandung

Page 119: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

112

secara maksimal oleh KPKNL dan Kanwil DJKN. Padahal kegiatan monitoring

ke lapangan sangat penting untuk menyediakan data awal BMN yang

selanjutnya perlu dilakukan penertiban, antara lain apakah penggunaan dan

pemanfaatannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

A.4. Adanya Standar Operating and Procedure bagi Manager Aset dalam

melakukan Pemantauan dan Penertiban BMN

A.4.1. Ketentuan Umum Pemantauan dan Pengendalian (Penertiban) BMN

Ketentuan mekanisme Pemantaun dan Penertiban BMN secara umum

telah diatur dalam PMK 244 Tahun 2012 (lihat gambar 2.8) , yaitu sebagai

berikut:

1. Satker/Kuasa Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban

pada unitnya masing-masing. Laporan Kegiatan pemantauan dan

penertiban disampaikan kepada Pengelola Barang, dengan tembusan

kepada Pengguna Barang.

2. Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban, apabila

terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti dengan penertiban, maka

Pengguna Barang melakukan penertiban.

3. Apabila dalam pelaksanaan tersebut mengalami kendala, maka

Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjutinya

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam rangka

melakukan pemantauan tindak lanjut hasil penertiban tersebut, Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang meminta audit oleh aparat pengawasan

intern Pemerintah.

4. Pengelola Barang melakukan pemantauan/monitoring berdasarkan

laporan dari Kuasa Pengguna Barang, serta melakukan investigasi. Hasil

Page 120: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

113

investigasi tersebut dapat berupa usulan audit oleh aparat pengawasan

intern Pemerintah.

Dari sisi Pengguna Barang/Kuasa, tindakan penertiban yang harus

dilaksanakan ketika didapatkan kondisi Penggunaan dan Pemanfaatan BMN

dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku adalah sebagaimana

pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Penertiban Atas Pelaksanaan Penggunaan BMN

No Kondisi Tindak Lanjut

1 BMN belum diusulkan penetapan status Penggunaannya kepada Pengelola Barang

Pengguna Barang mengajukan usul penetapan status Penggunaan kepada Pengelola Barang;

2 BMN belum ditetapkan status Penggunaannya oleh Pengguna Barang sesuai dengan batas kewenangannya

Pengguna Barang menetapkan status Penggunaan sesuai batas kewenangannya;

3 BMN digunakan tidak sesuai dengan penetapan status Penggunaannya;

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengembalikan Penggunaan BMN sesuai dengan penetapan status Penggunaannya

4 BMN tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang menyerahkan BMN tersebut kepada Pengelola Barang

Tabel 4.2. Penertiban Atas Pelaksanaan Pemanfaatan BMN

No Kondisi Tindak Lanjut

1 Bentuk Pemanfaatan tidak sesuai dengan persetujuan Pengelola Barang

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan upaya penyelesaian sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian/kontrak, keputusan Peman-faatan dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, dan surat persetujuan dari Pengelola Barang.

2 Jenis usaha untuk sewa atau Kerja Sama Pemanfaatan tidak sesuai dengan keputusan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan/atau perjanjian/kontrak;

3 Jangka waktu pelaksanaan Pemanfaatan melampaui jangka waktu yang diatur dalam keputusan Pemanfaatan dari

Page 121: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

114

No Kondisi Tindak Lanjut

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dan/atau perjanjian/kontrak

4 Penerimaan negara dari Pemanfaatan tidak dilaksanakan sesuai dengan materi dalam surat persetujuan dari Pengelola Barang;

5. Pemanfaatan yang dilakukan belum mendapatkan persetujuan Pengelola Barang

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengajukan usul Pemanfaatan kepada Pengelola Barang.

Dari sisi Pengelola Barang, apabila ketika dilakukan pemantauan

didapatkan kondisi Penggunaan dan Pemanfaatan BMN dilakukan tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku , adalah dengan melakukan investigasi.

A.4.2. Beberapa Kendala Terkait dengan Kegiatan Penertiban

Berdasarkan ketentuan Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana

diatur dalam PMK Nomor 244 Tahun 2012, maka apabila BMN dimanfaatakan

oleh pihak lain tanpa mendapatkan persetujuan Pengelola Barang (DJKN), maka

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus menyampaikan usul kepada

Pengelola Barang (DJKN). Namun demikian, berdasarkan wawancara dengan

responden 52, terdapat beberapa kendala di internal Pengelola Barang (DJKN)

ketika menindaklanjuti permohonan persetujuan pemanfaatan oleh Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang yang saat ini telah dimanfaatkan oleh Pihak

Lain (pemanfaatan terlanjur) .

A.4.2.1.Pengajuan Usul Pemanfaatan BMN Mengalami Kendala

Sehubungan dengan penataan pemanfaatan BMN di lingkungan TNI,

suatu Satker/Kuasa Pengguna Barang telah melakukan pemanfaatan BMN

dengan pihak lain sebanyak kurang lebih 30 bidang. Sebagai langkah penataan,

52

Responden pada Kanwil DJKN Bandung, Kanwil DJKN Jakarta, KPKNL Bandung

Page 122: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

115

Satker/Kuasa Pengguna Barang mengajukan usul pemanfaatan, sebanyak 250

buah bidang di lingkungan Tentara Nasional Indonesia, dalam satu permohonan

ke KPKNL. Permohonan tersebut pada dasarnya mempunyai kelemahan

sebagai berikut:

a. Permohonan sebanyak kuran lebih 33 bidang, dalam satu permohonan ke

KPKNL, apabila dijumlahkan nilainya (nilai BMN), bukan merupakan

kewenangan KPKNL untuk memprosesnya.

b. Oleh KPKNL, permohonan tersebut diteruskan ke Kanwil DJKN, dan

selanjutnya diteruskan oleh Kanwil DJKN ke Kantor Pusat DJKN. Oleh

Kantor Pusat DJKN permohonan tersebut tidak dapat diproses, karena yang

mengajukan permohonan ke DJKN seharusnya bukan Kuasa Pengguna

Barang, namun Pengguna Barang, dalam hal ini Mabes Tentara Nasional

Indonesia. Pengguna Barang tidak bersedia mengajukan permohonan tidak

bersedia mengajukan usulan pemanfaatan tersebut, karena sudah

melimpahkan kewenangan Pengguna Barang kepada Kuasa Pengguna

Barang khusus dalam hal Pemanfaatan dan Penghapusan BMN,

berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/853/M/VIII/2013 tentang

Pelimpahan Sebagian Wewenang Kepada Pengguna Barang Khususnya

Pemanfaatan dan Penghapusan BMN di Lingkungan Kementerian

Pertahanan dan TNI. Sampai saat ini permohonan pemanfaatan tersebut

masih mengalami kendala.

c. Sebanyak 33 bidang permohonan tersebut, yang diajukan dalam satu

permohonan, berupa permo onan sewa, tidak seluruhnya memenuhi kriteria

sewa. Misalnya atas BMN berupa tanah kosong yang diatasnya dibangun

untuk peruntukan tertentu, atau bangunannya telah mengalami perubahan

Page 123: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

116

konstruksi dasar bangunan, seharusnya diajukan berupa Kerja Sama

Pemanfaatan.

d. Seharusnya usulan tersebut diajukan satu-persatu oleh Kuasa Pengguna

Barang, agar pengajuannya dapat diproses oleh KPKNL. Demikian pula

harus ada kepastian/petunjuk, apakah permohonan yang diajukan berupa

sewa atau Kerja Sama Pemanfaatan.

A.4.4.2. Arestasi Proses Permohonan Persetujuan Pemanfaatan BMN Terlalu

Dominan yang Menjadi Kewenangan Kantor Pusat DJKN

Dalam melakukan pengelolaan BMN, di internal DJKN dilakukan

pengaturan kewenangan dalam memberikan persetujuan terkait penggunaan,

pemanfaatan dan penghapusan BMN dengan arestasi sebagai berikut.

UNIT NILAI BMN*)

Kantor Pelayanan < Rp 2,5 Milyar

Kanwil 2,5 Milyar s/d 5 Milyar

Kantor Pusat Diatas 5 Milyar

*) Catatan : Nilai BMN adalah nilai keseluruhan Tanah dan Bangunan BMN yang

akan ditetapkan Penggunaannya/dimanfaatakan/dihapuskan

Berdasarkan arestasi tersebut, maka pekerjaan pengelolaan BMN

akan banyak menumpuk di Kantor Pusat DJKNKanwil DJKN seharusnya perlu

ditingkatkan peranannya dalam melakukan pemantauan dan penertiban

pengelolaan BMN. Sampai saa ini, persepsi di KPKNL dan Kanwil DJKN,

terkait dengan pelaksanaan KSP dan BGS/BSG, adalah bahwa kegiatan

tersebut merupakan urusan Kantor Pusat DJKN. Peran Kanwil DJKN sebatas

sebagai kepanjangan tangan Kantor Pusat DJKN, karena arestasi BMN yang

Page 124: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

117

berada dalam kewenangannya, sangat terbatas (BMN dengan nilai dibawah Rp 5

Milyar).

A.4.4.3. Pembenahan SOP Dalam Melaksanakan Penertiban BMN

Sehubungan dengan uraian pada sub bab A.4.2.1, masih terdapat

kekurangan SOP secara internal DJKN dalam menindaklanjuti penertiban BMN

yang dilakukan oleh Penggung Barang/Kuasa Pengguna Barang, khususnya

dalam hal penertiban atas Penggunaan dan Pemanfaatan BMN oleh pihak lain.

Beberapa materi yang belum diatur secara lebih terperinci, antara lain:

1. Kriteria BMN yang terlanjur dimanfaatakan pihak ketiga, serta perlu

dilakukan penertiban, serta diilistrasikan dalam contoh konkret. Kretiria

serta contoh yang konkret ini penting, sehingga dapat memberikan

penegasan kepada KPKLN/Kanwil DJKN, dalam hal:

- Kriteria dan contoh BMN yang dimanfaatakan oleh Pihak Lain yang

tidak seisuai dengan ketentuan yang berlaku

- Kriteria BMN yang sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan

pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi BLU, sebagaimana diatur

dalam Psal 96 PP 27 Tahun 2014. Sehingga atas BMN yang dikelola

oleh BLU dan tidak memenuhi ketentuan tersebut, harus dilakukan

penertiban. Penertiban dalam hal ini diharuskan untuk mengajukan

permohonan lagi berupa permohonan pamanfaatan atas BMN yang

“terlanjur” digunakan pihak lain.

- Kriteria BMN dapat diajukan pemanfaatan berupa sewa BMN atau

Kerja Sama Pemanfaatan?

- Dan lain-lain yang perlu diatur

Page 125: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

118

Pedoman yang jelas, terperinci, disertai dengan contoh, akan

memudahkan dalam mengimplentasikan pemrosesan penertiban BMN

yang “terlanjur” dimanfaatkan oleh Pihak Lain.

2. Implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.06/2010

tentang Penataan Pemanfaatan BMN di Lingkungan Tentara Nasional

Indonesia. Ruang lingkup PMK tersebut adalah penataan atas

pemanfaatan BMN di lingkungan TNI yang sudah dilaksanakan namun

belum memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. Dalam penataan

tersebut diatur antara lain dalam Pasal 4, bahwa terhadapa pemanfaatan

BMN di lingkungan TNI harus diajukan untuk memperoleh persetujuan

Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang. Persetujuan Menteri

Keuangan tersebut menjadi dasar bagi Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang untuk melakukan perubahan (amandemen) dan/atau

penambahan (addendum) perjanjian pemanfaatan dengan mitra. Dalam

pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.06/2010, perlu

dibuatkan SOP di internal DJKN agar terdapat pemahaman yang

seragam (koheren) antara KPKNL, Kanwil DJKN serta Kantor Pusat

DJKN dalam melakukan penertiban dan pemrosesan permohonan

persetujuan pemanfaatan BMN berupa sewa. Kerja Sama Pemanfaatan

atau BGS/BSG.

3. Sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007,

dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007, atas

pemanfaatan BMN mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 470/KMK.01/1994. Jenis pemanfaatan BMN yang diatur dapat

berupa penyewaan, peminjaman serta Bangun Guna Serha (Built.

Page 126: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

119

Operate and Transfer/BOT). BOT dilaksanakan untuk jangka waktu

tertetu, dapat mencapai 30 tahun. Dengan diberlakukannya Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007, perlu dilakukan identifikasi

BMN yang dilakukan Kerja Sama mengacu kepada Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 470/KMK.01/1994. Dalam hal ini juga juga perlu

diberikan penegasan bahwa atas pemanfaatan BMN yang sudah

dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan tersebut, bukan

merupakan objek penertiban.

4. Petunjuk pelaksanaan pemrosesan permohonan persetujuan

pemanfaatan BMN, sebagai tindak lanjut penertiban yang dilakukan oleh

internal, perlu diatur secara jelas, seperti:

- Apakah permohonan dapat diajukan secara gelondongan, apakah

sebaiknya satu-per satu bidang tanah? Atau dipisahkan tersendiri ke

dalam permohonan terkait sewa BMN dan Kerja Sama Pemanfaatan?

- Ketentuan persyaratan, sehingga permohonan sah diterima.

- Kriteria yang menyebabkan permohonan dapat ditolak secara

administratip.

- Jangka waktu sejak permohonan diterima sampai dengan diberikan

persetujuan, sesuai dengan jenis permohonan.

5. Dalam Pasal 102 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, yang

menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahuin 2007, disebutkan

Menteri Keuangan dapat memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan

Barang Milik Negara atas permohonan persetujuan Penggunaan,

Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan dari Pengguna Barang. Ketentuan

ini tentu saja memerlukan petunjuk pelaksanaan, serta SOP yang

Page 127: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

120

terperinci, sehingga persetujuan Penggunaan, Pemanfaatan, dan

Pemindahtanganan dari Pengguna Barang dapat tidak sesuai dengan

permohonan Pengguna/Kuasa Pengguna, namun diberikan persetujuan

oleh Menteri Keuangan dengan alternatif bentuk lain.

A.5. Ketersediaan Sumber Daya Manusia berupa Manager Aset yang

mempunyai kapabilitas melakukan Pemantauan dan Penertiban BMN

Berdasarkan pengamatan dan wawancara di Kanwil DJKN dan

KPKNL, ketersediaan Sumber Daya Manusia yang menangani pemantauan dan

pertiban BMN di KPKN jumlahnya masih sedikit, tidiak sesuai denngan beban

kerja apabila kegiatan pemantauan dan penertiban BMN akan ditingkatkan

secara maksimal. Disamping itu, sumber daya yang ditempatkan untuk

melakukan pemantauan dan penertiban BMN bemum mempunyai pengetahuan

yang mencukupi terkait materi tentang tata cara pemantauan (baik berdasarkan

laporan maupun pengamatan lapangan), pengelolaan BMN, tata cara penertiban,

serta tata cara investigasi.

A.6. Insentif secara ekonomi dan non ekonomi bagi Pengguna Barang untuk

mengajukan Kerja Sama Pemanfaatan, atau usulanBangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna

Dengan adanya insentif, baik secara ekonomis maupun non ekonomis

maka akan memberikan dorongan bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguan

Barang untuk melaporkan BMN yang underused (belum digunakan secara

optimal), serta unused (idle) agar dapat lebih dioptimalkan penggunaannya.

Optimalisasi tersebut melalui pemanfaatan BMN, sehingga dapat menghasilkan

penerimaan berupa PNBP, serta mengurangi biaya pemeliharaan. Pemberian

Page 128: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

121

insentif dalam pemanfaatan BMN sangat penting dilakukan.53, agar dapat

memberikan insentif bagi Pengguna/Kuasa Pengguna Barang.

Dalam PP Nomor 6 Tahun 2007, tidak diatur adanya insentif bagi

pejabat yang melakukan pengelolaan BMN yang menghasilkan penerimaan

negara. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang juga enggan untuk

mengajukan pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan atau

BGS/BSG karena takut adanya risiko terjadinya kerugian negara dalam proses

Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG tersebut54. Kondisi demikian

menjadikan disinsetif dalam optimalisasi penggunaan BMN melalui pemanfaatan

BMN oleh Pihak Lain. Pengguna/Kuasa Pengguna Barang lebih memilih untuk

tetap mempertahanakan aset unsused/idle serta tidak mengoptimalkan

penggunaan BMN yang underused, dengan tetap mempertahankan untuk

memperoleh biaya pemeliharaanya.

Dalam Pasal 100 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014, yang menggantikan PP Nomor 6 Tahun 2007, disebutkan bahwa pejabat

atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

yang menghasilkan penerimaan Negara/Daerah dapat diberikan insentif.

Demikian pula Pejabat atau pegawai selaku pengurus barang dalam

melaksanakan tugas rutinnya dapat diberikan tunjangan yang besarannya

disesuaikan dengan kemampuan keuangan Negara/Daerah. Berdasarkan

ketentuan tersebut, maka telah terdapat payung hukum yang dapat memberikan

insentif kepada pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah yang dilakukan sewa, Kerja Sama Pemanfaatan dan

BGS/BSG yang menghasilkan penerimaan negara.

53

Penjelasan pembimbing 54

Hasil wawancara dengan Responden di lingkungan Kanwil DJKN Jakarta

Page 129: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

122

A.7. Proses Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atauBGS/BSGyang

dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang/Pengelola

Barang

A.7.1. Adanya Kemudahan/Hambatan dalam Pengajuan Usulan Kerja Sama

Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengajuan usulan

Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG antara lain :

a. Usulan Kerja Sama Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan kepada

Pengelola Barang, dengan disertai bukti kepemilikan, gambar lokasi, luas,

dan nilai perolehan dan/atau NJOP tanah dan/atau bangunan,

pertimbangan yang mendasari usulan Kerja Sama Pemanfaatan, dan

jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan.

b. Pengelola Barang melakukan kajian atas usulan Pengguna Barang

tersebut, terutama menyangkut kelayakan kemungkinan Kerja Sama

Pemanfaatan BMN tanah dan/atau bangunan dimaksud. Oleh karena itu,

dalam usulan Kerjsama Pemanfaatan, serta BGS/BSG harus dilampirkan

proposal rencana kegiatan pengembangan, perkiraan cash flow, serta

kelayakan atas rencana bisnis yang diproyeksikan.

Secara umum tidak terdapat hambatan dalam Pengajuan Usulan Kerja

Sama Pemanfaatan atauBangun Guna Serah/Bangun Serah Guna. Namun

demikian Pengguna/Kuasa Pengguna Barang mengalami kesulitan dalam hal

memenuhi kelengkapan persyaratan. Sebagai contoh, persyaratan yang harus

dilampirkan adalah proposal rencana kegiatan pengembangan, perkiraan cash

flow, serta kelayakan atas rencana bisnis yang diproyeksikan. Pada

pelaksanaannya, pembuatan prosposal atas rencana kegiatan pengembangan,

Page 130: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

123

perkiraan cash flow, serta kelayakan atas rencana bisnis yang diproyeksikan

dilakukan oleh calon mitra Kerja Sama.

A.7.2. Adanya Kemudahan/Hambatan dalam Melaksanakan Proses Tender dan

penentuan Mitra Kerja Sama.

Apabila permohonan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG telah

mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang, dalam hal BMN berada pada

Pengguna Barang, Pengguna Barang melakukan tender untuk mendapatkan

mitra Kerja Sama Pemanfaatan. Dalam ketentuan sebelumnya, sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007, pemilihan

mitra Kerja Sama Pemanfaatan serta BGS/BSG dilaksanakan melalui tender

dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya. 5 peserta/peminat, lihat tabel

2.2. pada Bab II. Ketentuan tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan

tender.

Mengantisipasi hambatan dalam pelaksanaan tender tersebut, dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, telah dilakukan perubahan.

Tender dilakukan dengan tata cara:

a. Rencana tender diumumkan di media massa nasional;

b. Tender dapat dilanjutkan pelaksanaannya sepanjang terdapat paling sedikit

3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran;

c. Dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga)

peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional;

d. Dalam hal setelah pengumuman ulang:

1. terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra, proses dilanjutkan

dengan mekanisme tender;

Page 131: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

124

2. terdapat 2 (dua) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan

proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme seleksi langsung;

atau

3. terdapat 1 (satu) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan

proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme penunjukan

langsung.

Berkaitan dengan pelaksanaan tender untuk menentukan mitra kerja

sama, perlu dilakukan pelatihan mengenai tata cara tender tersebut, sehingga

pelaksanaan tender dapat dilaksanakan oleh pejabat yang telah memenuhi

kualifikasi tersebut serta diberikan sertifikasi.55

A.7.3. Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan Perjanjian Kerja Sama.

Apabila Pengguna Barang telah menetapkan mitra Kerja Sama

Pemanfaatan berdasarkan hasil pelaksanaan pemilihan mitra kerja sana melalui

tender, disertai dengan penetapan besaran kontribusi tetap dan pembagian

keuntungan. Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan dituangkan dalam bentuk

naskah perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pengguna Barang dengan

mitra Kerja Sama Pemanfaatan yang sekurang-kurangnya memuat pihak mitra

Kerja Sama Pemanfaatan, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan,

serta jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan.

Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja

Sama, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai dengan proses pemilihan mitra

kerja sama melalui tender, dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.

A.7.4. Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan monitoring

pelaksanaan perjanjian Kerja Sama.

55

Penjelasan responden pada Kanwil DJKN Bandung

Page 132: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

125

Apabila telah dilakukan proses penandatanganan/perjanjia Kerja Sama,

maka BMN yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan dituangkan dalam

berita acara serah terima. Selajtunya Pengguna Barang menyampaikan laporan

pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan kepada Pengelola Barang. Pengguna

Barang bersama-sama dengan Pengelola Barang melakukan monitoring,

evaluasi dan penatausahaan pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan BMN

tersebut. Apabila mitra kerja sama mengajukan perpanjangan jangka waktu

Kerja Sama Pemanfaatan BMN, maka Pengguna Barang akan melakukan

evalusi permohonan tersebut. Perpanjangan waktu kerja sama dapat dilakukan

setelah dievaluasi oleh Pengguna Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang;

Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan monitoring

pelaksanaan perjanjian Kerjas Sama, sepanjang ditunjuk secara khusus petugas

pelaksana monitoring serta terdapat pendanaan untuk kegiatan monitoring

tersebut.

A.8. Proses Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGyang

dilakukan oleh Pengelola Barang

Proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan ata BGS/BSGpada

Pengelola Barang akan dapat dilaksanakan dengan cepat apabila permohonan

oleh Pengguna Barang/Kuasa Penguna diajukan secara jelas, benar, serta

persyaratannya lengkap. Beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam

proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGdapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Kelengkapan persyaratan permohonan, antara lain harus melampirkan

proposal mengenai rencana bisnis yang akan dikembangkan terhadap

penggunaan BMN yang akan dimanfaatkan pihak lain.

Page 133: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

126

2. Secara teoritis, “nilai” pemanfaatan atas aset negara/BMN harus

ditentukan berdasarkan harga yang terbentuk sesuai dengan mekanisme

pasar. Oleh karena “nilai” merupakan suatu konsep ekonomis, maka

akan terjadi perbedaan sudut pandang antara calon mitra kerja sama

yang akan melakukan investasi, serta Penilai yang dalam hal ini mewakili

kepentingan Pemerintah sebagai pemilik BMN. Studi mengenai pasar

properti, analisis Highest and Best Use (Penggunaan Tertinggi dan

Terbaik), serta penentuan capitalization rate (tingkat kapitalisasi), menajdi

kunci agar perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuantungan

merepresentasikan harga pasar yang sebenarnya56.

3. Jangka Waktu penyelesaian permohonan. Ketentuan mengenai

pengaturan jangka waktu yang telah diatur adalah mengenai jangka

waktu penilaian. Sedangkan jangka waktu penerimaan sampai dengan

penyelesaian permohonan belum diatur secara jelas.

A.8.1. Metode Kajian Kelayakan serta Perhitungan Kontribusi Tetap dan

Pembagaian Keuntungan terkait KSP dan BGS/BSG

A.8.1.1. Karateristik Pasar Properti, serta Konsep Nilai Wajar

Beberapa permohonan Kerja Sama Pemanfaatan yang diajukan oleh

Pengguna Barang, dam telah mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang,

namun tidak ada calon mitra kerja sama yang mengajukan sebagai peserta

tender. Perihal yang menjadi hambatan adalah dalam persetujuan pengelola

tersebut, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan yang ditetapkan

lebih besar daripada yang diajukan oleh Pengguna Barang sebagaimana

disampaikan dalam proposal kelayakan bisnis.

56

Penjelasan responden pada Direktorat Penilaian.

Page 134: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

127

Perbedaan sudut pandang antara penjual dan pmbeli terjadi karena sifat

pasar properti merupakan pasar yang tidak sempurna, dimana terjadi asymetric

information. Terdapat kesenjangan (disparitas) informasi antara penjual dan

pembeli. Sifat pasar properti tersebut dipengaruhi oleh beberapa karakteristik

dari properti yaitu:

Immobility: properti tidak mudah untuk dipindahkan.

Heterogenity: masing-masing properti memiliki karakteristik yang unik dan

berbeda satu dengan yang lainnya.

Unliquid: properti tidak mudah untuk secepatnya ditukar dalam bentuk uang

karena hambatan dari pasar properti yang bersifat tidak sempurna.

Durability: properti merupakan barang yang tahan lama, yang memiliki

waktu penggunaan yang panjang.

Legal complexity: properti sangat terkait dengan aspek legal yang

berhubungan dengan hak penguasaan atas properti dan hak tersebut akan

berpengaruh pula terhadap nilai properti.

Oleh karena properti mempunyai karateristik yang khusus maka

pasar properti memiliki perbedaan dengan pasar-pasar komoditas lain. Terdapat

beberapa sifat yang membedakan pasar properti dengan pasar produk lain,

antara lain:

1) Tidak ada pusat pasar

2) Pasar yang tidak terorganisir

3) Pasar dengan stratifiaksi tinggi

4) Pasar dengan persaingan tidak sempurna

5) Pasar dengan pasar tidak elastis

6) Pasar dengan sedikit pembeli dan sedikit penjual

7) Pasar yang berdasarkan intuisi

8) Pasar yang kekurangan informasi

9) Pasar dengan berbagai kepentingan

10) Pasar bersifat lokal

Page 135: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

128

Secara teoritis, “nilai” pemanfaatan atas aset negara/BMN harus

ditentukan berdasarkan harga yang terbentuk sesuai dengan mekanisme pasar.

Disinilah peran penilai, melalui proses sesuai tahapan penilaian, akan dapat

menghasilkan suatu nilai yang merupakan konsep ekonomis yang merujuk pada

hubungan financial antara barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli dan dijual.

Nilai yang dihasilkan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan

oleh Pengelola Barang dalam kegiatan pemindahtanganan, mengacu kepada

ketentuan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, yang

berbunyi “Penilaian BMN dilaksanakan untuk mendaptkan nilai wajar sesuai

dengan ketentuan yang berlaku”.

“Nilai Wajar” adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan

aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang

memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal

Penilaian. Yang dimaksud dengan “ketentuan perundang-undangan”

diantaranya ketentuan yang mengatur mengenai standar penilaian. Menurut

Standar Penilaian Indonesia 2 (SPI 2), nilai wajar mengacu kepada IVS 2011

adalah “Estimasi harga dari pengalihan suatu aset atau kewajiban, diantra para

pihak yang memahami dan berminat sesuai dengan kepentingannya. Nilai wajar

yang diperoleh dari hasil Penilaian menjadi tanggung jawab penilai.

A.8.1.2. Perhitungan Sewa Vs Kerja Sama Pemanfaatan

Secara teoritis, dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian

keuntungan dana Kerja Sama Pemanfaatan, harus memperhitungkan untung

dan rugi atas investasi yang ditanamkan dengan mempertimbangkan keadaan

yang akan datang (future), dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana pada

jangka waktu tersebut kemungkinan terjadi perubahan kondisi, dimana faktor

Page 136: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

129

risiko yang dihadapai cukup besar.57 Apabila diperbandingkan dengan sewa,

maka sewa akan lebih memberikan keuntungan kepada investor karena

pembayarannya dapat dilakukan secara periodik (jangka waktu investasi tidak

panjang), serta pembayarannya lebih mudah (low investasi). Oleh karena itu,

dari sudut pandang investor, sebenarnya investor lebih memilih melakukan

sewa.

Namun demikian, dalam rencana pengembangan bisnis, investor

membutuhkan kepastian mengenai jangka waktu yang lebih lama agar investasi

yang telah ditanamkan. Oleh karena itu, apabila jangka waktu sewa paling lama

5 tahun, jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGdapat mencapai

30 tahun, bahkan untuk investasi di bidang penyediaan infrastruktur dapat

pencapai 50 tahun. Meskipun dalam Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG

mitra kerja sama memanfaatkan BMN dalam jangka 30 atau 50 tahun, namun

biaya investasi yang dikeluarkan juga cukup besar, demikian juga risiko

usahanya juga cukup besar. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka besaran

kontribusi tetap serta pembagian keuntungan yang dibayarkan oleh calon mitra

kerja sama seharusnya lebih kecil (diekuivalenkan) dibandingkan dengan

apabila pembayaran dilakukan melalui sewa58.

A.8.1.3. Metode Analisis Kelayakan Bisnis Proposal Kerja Sama Pemanfaatan

Barang Milik Negara oleh Pengelola Barang

Tujuan analisis kelayakan bisnis proposal KSP BMN adalah:

a. Mereviu kelayakan bisnis atas permohonan KSP BMN dari segi keuangan;

57

Penjelasan Arik Haryono, Kepala KPKNL Jakarta Dua 58

Ibid

Page 137: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

130

b. Mereviu usulan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan; dan

mengusulkan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.59

Hasil analisis kelayakan bisnis proposal KSP BMN dari Penilai Direktorat

Jenderal digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pengelola untuk (a)

menentukan kelayakan bisnis atas permohonan KSP BMN dari segi keuangan;

dan (b) menetapkan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.

Dalam melakukan analisis kelayakan bisnis atas proposal KSP BMN, Tim

Penilai Direktorat Jenderal berwenang untuk:

a. meminta kelengkapan dokumen kepada Pengelola Barang;

b. meminta pemaparan proposal KSP kepada Pengelola Barang; dan

c. mengembalikan permohonan kepada Pengelola Barang.

Dalam penyusunan proposal KSP BMN, yang pertama kali harus disusun

adalah proyeksi jangka waktu pelaksanaan proyek, dalam Kerja Sama Pemanfaatan

dapat mencapai 30 tahun. Selanjutnya dibuat analisis cash flow (analisis proyeksi laba

rugi arus kas) selama jangka waktu proyek tersebut. Pada tahun pertama dan tahun

kedua, pada umumnya dilakukan tahap konstruksi, dimana biaya yang dikeluarkan

disebut dengan initial outlay, dimana pada jangka waktu tersebut proyek masih

mengalami kerugian (negatip cash flow), Lihat Gambar 3.6.

Selanjutnya, apabila proyek tersebut sudah menghasilkan pendapatan, maka

akan didapatkan cash flow yang positip. Cash flow selama tahun ke-1 sampai dengan

tahun ke-30 dinilai tahun ke-0, saat ini, atau dihitung Present Value. Parameter yang

dipakai untuk menghitung nilai yang akan datang kepada nilai saat ini adalah tingkat

diskon (R). Apabila NPV (Net Present Value) =0, maka proyek tersebut layak (feasible).

Disamping NPV (Net Present Value), terdapat cara lain yaitu dengan IRR (internal rate of

59

Penjelasan responden pada Direktorat Penilaian BMN

Page 138: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

131

return). Perhitungannya tetap berdasar cash flow tersebut. Apabila dalam proyek

tersebut ditentukan besarnya R sebesar 13%, dan dari perhitungan didapatkan R lebih

besar dari 13%, maka proyek dinyatakan layak

Pelaksanaan analisis kelayakan bisnis proposal KSP BMN meliputi:

a. Analisis proyeksi laba rugi dan arus kas;

b. Analisis kontribusi tetap;

c. Analisis pembagian keuntungan; dan

d. Analisis indikator keuangan untuk proyek KSP, Mitra KSP dan Pemerintah.

Gambar 4.1. Perhitungan Net Present Value dari Rencana Proyek

A.8.1.3.1. Analisis proyeksi laba rugi dan arus kas

Analisis proyeksi laba rugi dan arus kas meliputi:

1. Analisis besaran dan asumsi-asumsi terkait dengan pendapatan yang

berkaitan dengan pemanfaatan BMN selama masa Kerja Sama

Pemanfaatan yang diusulkan dalam proposal. Dalam hal diperlukan, Tim

Penilai dapat menyesuaiakn besaran pendapatan tersebut.

Page 139: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

132

2. Analisis besaran dan asumsi-sumsi terkait dengan beban yang berkaitan

dengan pemanfaatan BMN selama masa Kerja Sama Pemanfaatan yang

diusulkan dalam proposal. Dalam hal diperlukan, Tim Penilai dapat

menyesuaiakn besaran beban tersebut.

3. Analisis proyeksi laba rugi yang berkaitan dengan pemanfaatan BMN

selama masa Kerja Sama Pemanfaatan yang diusulkan dalam proposal.

Dalam hal diperlukan, Tim Penilai dapat menyesuaiakn proyeksi laba rugi

tersebut.

4. Analisis capital expenditure yang berkaitan dengan pemanfaatan BMN

selama masa Kerja Sama Pemanfaatan yang diusulkan dalam proposal.

Dalam hal diperlukan, Tim Penilai dapat menyesuaiakn capital expenditure

tersebut.

5. Menghitung alokasi sinking fund yang merupakan cadangan penggantian

(reerve for replavement) sebagai persiapan capital expenditure.

A.8.1.3.2. Analisis Kontribusi Tetap.

Analisis kontribusi tetap meliputi:

1. Kontribusi tetap merupakan hasil perkalian dari:

a. Besaran persentase kontribusi tetap

b. Nilai wajar BMN yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan

2. Perhitungan besaran persentase kontribusi tetap dilakukan dengan

mempertimbangkan (a) nilai investasi pemerintah, sebesar nilai wajar BMN

yang dijadikan objek KSP (b) tingkat risiko yang ditanggung oleh mitra Kerja

Sama Pemanfaatan (c) Tingkat IRR dan NPV yang diterima oleh Mitra KSP.

3. Besaran kontribusi tetap atas BMN berupa tanah diperhitungkan mengalami

kenaikan tahunan dengan mempertimbangkan estimasi tingkat inflasi.

Page 140: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

133

Estimasi tingkat inflasi berdasarkan rata-rata tingkat inflasi dari

kabupaten/kota sekurang-kurangnya selama tiga tahun terakhir. Data inflasi

yang digunakan adalah data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik.

Dalam hal tidak terdapat data inflasi kabupaten/kota, Tim Penilai Direktorat

Jenderal dapat menggunakan data inflasi provinsi atau nasional.

A.8.1.3.3. Analisis Pembagian Keuntungan

Analisis pembagian keuntungan meliputi:

1. Mereviu persentase pembagian keuntungan yang diusulkan dalam Proposal

Kerja Sama Pemanfaatan BMN.

2. Mereview besaran keuntungan yang diusulkan dalam Proposal Kerja Sama

Pemanfaatan BMN.

3. Persentase pembagian keuntungan dihitung berdasarkan arus kas bersih

dari kegiatan operasi dan kegiatan investasi (selanjutnya disingkat sebagai

AKB KOKI). Dalam hal Mitra KSP menggunakan pinjaman dalam

pembiayaan investasi awal (initial outlay) KSP BMN, beban bunga yang

terjadi tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. Dalam hal KSP

merupakan penambahan unit usaha, maka pembagian keuntungan

didasarkan pada arus kas bersih tambahan (incremental) dari kegiatan

operasi dan investasi.

4. Penentuan persentase pembagian keuntungan antara Pemerintah dengan

Mitra KSP, dilakukan dengan mempertimbangkan, antara lain:

a. Nilai investasi Pemerintah sebesar nilai wajar BMNyang dijadikan Objek

KSP;

b. Nilai investasi Mitra KSP(initial outlay), bila ada investasi dari Mitra;

c. Tingkat risiko yang ditanggung MitraKSP; dan/atau

Page 141: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

134

d. Tingkat IRR dan NPV yang diterima oleh Mitra KSP.

5. Perhitungan pembagian keuntungan dari AKB KOKI dilakukan dengan

asumsi:

a. Kontribusi tetap untuk Pemerintah dipertimbangkan terlebih dahulu;

b. Premi risiko untuk Mitra dikurangkan sebelum dibagi antara Pemerintah

dengan Mitra;

c. Selanjutnya AKB KOKI didistribusikan berdasarkan kontribusi aset.

6. Penentuan asumsi premi risiko bagi Mitra adalah dengan

mempertimbangkan:

a. Risiko bisnis dan risiko finansial yang ditanggung Mitra;

b. NPV Mitra;

c. Perbandingan IRR Mitra dengan cost of capitalnya;

d. Perbandingan Discounted Payback Period dengan masa KSP BMN.

7. Perhitungan pembagian keuntungan dan analisis kelayakan sebagaimana

dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d dengan menggunakan

arus kas bersih dari kegiatan operasi dan kegiatan investasi dengan

memperhatikan:

a. Kegiatan operasi meliputi kegiatan rutin yang berkaitan dengan

pelaksanaan KSP BMN. Contoh kegiatan operasi antara lain pembelian

bahan baku, pembayaran beban operasi, dan penjualan produk atau

jasa;

b. Kegiatan investasi merupakan kegiatan capital expenditures yang

bertujuan untuk mempertahankan/meningkatkan kapasitas produksi,

pemeliharaan maupun penggantian aset tetap KSP BMN. Yang

dimaksud dengan pemeliharan dalam konteks kegiatan investasi adalah

Page 142: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

135

pemeliharan yang bebannya dapat dikapitalisasi berdasarkan kriteria

standar akuntansi yang berlaku umum seperti overhaul mesin dan

peralatan, overhaul gedung. Penggantian aset KSP BMN antara lain

berupa penggantian kendaraan operasional, pengantian mesin dan

pergantian peralatan.

8. Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat mengajukan satu atau beberapa

variabel lain sebagai dasar pembagian keuntungan selain AKB KOKI antara

lain:

a. penjualan(sales);

b. laba bruto(gross profit);

c. Earning Before Interest, Tax, Depreciation and Amortisation (EBITDA);

d. Earning Before Interest and Tax (EBIT); dan/atau

e. Earning After Tax (EAT) tanpa beban bunga

9. Variabel pada angka 8 diurutkan dengan mempertimbangkan tingkat risiko

dan potensi return bagi Pemerintah dari yang terkecil sampai dengan yang

terbesar.

10. Dengan adanya perbedaan risiko dan return dalam penggunaan variabel

pada angka 8 sebagai dasar pembagian keuntungan, Tim Penilai Direktorat

Jenderal dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran persentase

pembagian keuntungan yang telah dikonversi dari yang sebelumnya

berdasarkan AKB KOKI menjadi berdasarkan variabel lain. Besaran

penyesuaian dengan mempertimbangkan tingkat risiko yang ditanggung

Mitra.

11. Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat menggunakan margin variabel pada

huruf j terhadap penjualan sebagai salah satu indikasi risiko yang ditanggung

Page 143: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

136

Pemerintah dan Mitra. Semakin besar margin terhadap penjualan, semakin

besar risiko Mitra bila menggunakan variabel tersebut sebagai dasar

pembagian keuntungan.

A.8.1.3.4. Analisis Indikator Keuangan

Analisis pembagian keuntungan meliputi:

1. Analisis tingkat diskon (R)

2. Analisis Net Present Value (NPV)

3. Analisis Internal Rate of Return (IRR)

4. Analisis Payback Period (PP)

A.8.1.3.5. Kesimpulan Mengenai Metode Kajian Kelayakan serta Perhitungan

Kontribusi Tetap dan Pembagaian Keuntungan terkait KSP dan

BGS/BSG yang dikembangkan DJKN

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat metode kajian kelayakan kerja

sama pemanfaatkan telah dilakukan sesuai dengan kaidah penilain secara

benar. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu diperinci, antrara lain:

1. Bagaimana metode penilaian dalam melakukan koreksi atas besaran dan

asumsi-asumsi terkait dengan pendapatan ?

2. Bagaimana metode penilai dalam melakukan koreksi atas besaran dan

asumsi-sumsi terkait dengan beban ?

3. Bagaimana metode penilai dalam melakukan koreksi analisis proyeksi laba

rugi ?

4. Ketika melakukan perhitungan pembagian keuntungan, terdapat ketentuan

bahwa dalam hal Mitra KSP menggunakan pinjaman dalam pembiayaan

investasi awal (initial outlay) KSP BMN, beban bunga yang terjadi tidak

diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. Pada investasi properti,

Page 144: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

137

penentuan tingkat diskon merepresentasikan tingkat risiko yang akan dimiliki

atas suatu investasi/kepemilikan suatu properti. Tingkat diskon tersebut akan

lebih besar apabila menggunakan pinjaman dari Bank. Ketentuan bahwa

beban bunga yang terjadi tidak diperhitungkan dalam pembagian

keuntungan akan merugikan dari sisi investor, karena harus menerapkan

tingkat diskon yang rendah. Ketentuan ini tidak merepresentasikan kondisi

pasar yang sesungguhnya dalam investasi properti.

5. Sehubungan dengan butir 4, bagaimana penentuan tingkat diskonto (yield

capitalization) yang mereprestasikan pasar, sehingga investor dapat

memperoleh pengembalian (return) sesuai dengan tingkat diskon (discount

rate) rata-rata di pasaran atas investasi modal (equity), ketika investasi

tersebut ditanamkan pada sektor yang sama?

6. Keuntungan dalam investasi properti, disamping pendapatan/income yang

dapat diperoleh dari operasional properti tersebut, atau disewakan, adalah

diperolehnya keuntungan berupa capital gain (keuntungan atas pembelian

awal dengan harga jual), karena nilai properti pada umumnya nilainya akan

meningkat dari tahun ke tahun. Pada saat selesainya Kerja Sama, properti

yang dikembangkan akan dikembalikan sebagai BMN,. sehingga investor

tidak akan mendapatkan capital gain tersebut. Dalam perhitungan

kelayakan,, tidak memperhitungkan nilai penjualan kembali (resale) dari

aset. Kondisi demikian harus dipertimbangkan dalam menentukan

kontribusi tetap dan pembagian keuntungan, sehingga proyek tetap menarik

bagi investor. .

Pada prinsipnya apabila dalam penentuan cash flow, tingkat diskonto,

serta parameter lainnya dalam melakukan studi kelayakan dilakukan dengan

Page 145: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

138

merepresentasikan pasar, maka perhitungan kontribusi tetap serta pembagian

keuntungan akan dapat diterima baik oleh Pengeola Barang (selaku pengelola

Barang) serta calon mitra kerja sama (investor).

Dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan, beban

penilai cukup berat. Hasil dari penilaian menjadi tanggung jawab penilai.

Apabila perhitungan konribusi tetap dan pembagian keuntungan rendah, maka

berpotensi merugikan keuangan negara, Di satu sisi, apabila perhitungan

kontibusi tetap dan pembagian keuntungan terlalu besar, maka tidak ada calon

mitra kerja sama yang berminat. Agar dalam perhitungan kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan lebih fair (merepresenasikan kondisi pasar), sebaiknya

Kantor Pusat DJKN melakukan kajian berupa survey/analisis pasar secara

berkala (setiap tahun), terutama dalam menetukan besaran discount rate yang

merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar. Kajian tersebut dirilis dalam

web internal DJKN, sehingga dapat diakses, dan selanjutnya dijadikan referensi

oleh penilai DJKN dalam menentukan discount rate ketika melakukan analisis

kelayakan suatu proposal Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna.

A.8.2. Proses Penerbitan Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan

Apabila Penilai telah melakukan studi kelayakan, serta menentukan

perhitungan pembagian kontribusi tetap dan pembagian keuantungan, maka

Pengelola Barang menerbitkan Surat Persetujuan. Berdasarkan persetujuan dari

Pengelola Barang tersebut , Pengguna Barang melakukan tender untuk

mendapatkan mitra Kerja Sama Pemanfaatan.

Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam Penerbitan Persetujuan

Kerja Sama Pemanfaatan tersebut, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai

Page 146: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

139

dengan proses Penilaian untuk menentukan besaran kontribusi tetap dan

pembagian keuntungan dapat dilaksanakan dengan

A.9. Evaluasi Produk Kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun

Guna Serah/Bangun Serah Guna

Sebagaimana diuraiakan dalam Bab I, penelitian ini dalandasi oleh

pemikiran bahwa sampai saat ini realisasi Kerja Sama Pemanfaatan masih

rendah, rata-rata teraliasai 1 penandatangan Kerja Sama Pemanfaatan dalam

setahun.60 Oleh karena sedikitnya realisasi penandatangan Kerja Sama

Pemanfaatan tersebut, maka mempengaruhi kinerja DJKN sebagai manager aset

untuk:

1 Meningkatkan Penerimaan Negara Melalui Setoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP)

2 Menyediakan Bangunan dan Fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

Tupoksi yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam APBN

3 Menyediakan biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari

APBN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan evalusi kebijakan dengan menggunakan model CIPP, serta

n data yang telah dianalisis sebagaimana pada pembahasan analisis data, maka

dapat diambil kesimpulan mengenai evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi

proses, serta evaluasi produk, yaitu sebagai berikut.

B.1. Evaluasi Konteks

60

Keterangan Responden di Direktorat PKNSI Kantor Pusat DJKN

Page 147: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

140

Evaluasi kontek antara lain berhubungan dengan uji apakah tujuan

dirumuskan secara jelas dan spesifik atau tidak. Berdasarkan analisis data,

kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan serta BGS/BSGbelum difamahi secara

benar oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

Kondisi yang demikian dikarenakan:

a. Banyaknya peraturan yang bersinggungan yang mengatur tentang

penggunaan/pemanfaatan aset negara, antara lain :

- Undang-undang Pokok Agraria yang antara lain mengatur tentang

Hak Pengelolaan yang dapat diberikan kepada

Kementerian/Lembaga, BUMN. Dalam rangka pelaksanaan tugas

dan fungsi, suatu kementerian lembaga dapat diberikan Hak

Pengelolaan, yaitu merupakan Hak Menguasai dari Negara yang

kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada

pemegangnya.

- Ketentuan tentang Badan Layanan Umum, yang diberikan wewenang

untuk melakukan pengelolaan keuangan yang memberikan

fleksibiltas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek

bisnis sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, yang

disebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-

BLU).

b. Kurangnya tindakan pemantaun/ penertiban atas BMN yang telah

(terlanjur) dimanfaat oleh pihak lain. Penertiban yang dilakukan oleh

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sangat

c. lambat, sehingga kondisi saat ini dianggap telah sesuai ketentuan.

Page 148: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

141

d. Tidak adanya penegasan, serta petunjuk pelaksanaan yang lebih

terperinci, mengenai permasalahan di lapangan terkait dengan usulan

pemanfaatan BMN serta penertiban atas pemanfaatan BMN.

Berikut ini ringkasan hasil analisis data atas survey yang dilakukan

terhadap indikator variabel Evaluasi Konteks.

Tabel 4.3. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap

Indikator Variabel Evaluasi Konteks.

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

A EVALUASI KONTEKS Kejelasan rumusan Tujuan Kerja Sama Pemanfaatan danBGS/BSGoleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang

A.1. Pemahaman mengenai BMN Idle,

Masih terdapat perbedaan penafsiran mengenai kriteria BMN idle. Uraian : Pada suatu kasus, Pengguna Barang mengajukan usulan sewa atas tanah yang diatasnya terdiri dari beberapa bangunan, yang pada saat pengajuan permohonan telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga. KPNKL menolak permohonan tersebut karena atas BMN tersebut seharusnya diserahkan kepada Pengelola Barang, karena termasuk BMN, sehingga tidak dapat diajukan sewa oleh Pengguna Barang

Negatip (-)

BMN idle adalah BMN unsused serta BMN yang

secara keseluruhan (satu hamparan) yang telah

digunakan/ dimanfaatakan pihak ketiga, oleh karena itu,

harus diserahkan kepada Pengelola Barang. Namun

demikian terdapat ketentuan yang bertentangan dengan

hal tersebut, yaitu ketentuan sewa sebagaiman diatur

dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 33/PMK.06/2012 tentang tata cara pelaksanaan

sewa BMN yang mengatur bahwa BMN dapat

disewakan sepanjang berada dalam kondisi tidak

digunakan oleh Pengelola Barang atau Pengguna

Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi.

Apakah menurut ketentuan ini mengenai “dalam

kondisi tidak digunakan oleh Pengelola Barang atau

Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan tugas dan

Negatip (-)

Page 149: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

142

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

fungsi” juga termasuk BMN idle?

Penafsiran mengenai BMN idle juga mengacu kepada

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN

yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas

dan Fungsi Kementerian/Lembaga, yang menyebutkan

bahwa dikecualikan dari BMN idle adalah:

- BMN yang direncanakan untuk digunakan oleh

Kementerian/Lembaga yang bersangkutan

sebelum berakhirnya tahun ketiga

- BMN yang direncanakan untuk dimanfaatkan

sebelum berakhirnya tahun kedua

Apakah menurut ketentuan ini, BMN yang direncanakan

untuk digunakan oleh Kementerian/Lembaga yang

bersangkutan sebelum berakhirnya tahun ketiga,

sehingga bukan termasuk kriteria BMN idle, dapat

disewakan ?

Apakah menurut ketentuan ini, BMN yang direncanakan

untuk dimanfaatkan sebelum berakhirnya tahun kedua

sehingga bukan termasuk kriteria BMN idle, dapat

disewakan? Apakah rencana pemanfaatan tersebut

termasuk pemanfaatan oleh Pihak ketiga melalui sewa,

Kerja Sama Pemanfaatan, atau Bangun Guna

Serah/Bangun Serah Guna?

A.2 Pemahaman

apabila BMN idle

diserahkan oleh

Pengguna Barang

kepada Pengelola

Barang

Pengguna Barang enggan menyerahkan BMN idle

kepada Pengelola Barang

Uraian :

Faktor-faktor yang mempengaruhi BMN idle jarang

diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola

Barang:

a. Keterbatasan sarana prasarana serta sumber daya

SDM pada Pengelola Barang maupun Pengguna

Barang untuk melakukan pengawasan dan

penertiban.

b. Pengguna Barang pada dasarnya enggan

menyerahkan aset idle kepada Pengelola Barang,

karena hanya akan mendapatkan disinsentip, yaitu

asetnya beralih kepada Pengelola Barang.

c. Adanya ketentuan bahwa aset yang diserahkan,

harus diterima oleh Pengelola Barang dalam

Negatip (-)

Page 150: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

143

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

keadaan clean and clear, atau tidak terdapat

permasalahan hukum.

d. Tidak ada biaya pemelihaaran BMN pada Pengelola.

A.3 Pemahaman

mengenai konsep

perbedaan antara

sewa, Kerja Sama

Pemanfaatan dan

Bangun Guna

Serah/Bangun

Serah Guna.

Pemahaman yang kurang tepat mengenai perbedaan

antara mekanime pemanfaatan BMN berupa sewa,

kerjasa pemanfaatan danBangun Guna Serah/Bangun

Serah Guna.

Uraian :

Sebagai contoh, di Kanwil Bandung, suatu satker

mengajukan permohonan sewa atas BMN tanah kosong

yang telah didirikan bangunan, atau telah

dikembangkan struktur (konstruksi) baru. Apabila dilihat

dari ketentuan sebagaimana dalam dalam Pasal 64

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012

tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN, yang

mengatur bahwa penyewa hanya dapat mengubah

bentuk BMN “ tanpa mengubah konstruksi dasar

bangunan”, maka objek tersebut seharusnya diajukan

permohonan Kerja Sama Pemanfaatan atau

BGS/BSGkarena telah didirikan bangunan pada suatu

tanah kosong atau dikembangkan struktur (konstruksi)

baru pada bangunan yang sudah ada.

Negatip (-)

A.4 Pemahaman

bahwa Kerja Sama

Pemanfaatan dan

BGS/BSGakan

dapat memperkuat

APBN.

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami bahwa Kerja Sama Pemanfaatan

danBGS/BSGakan dapat memperkuat APBN. Namun

masih terdapat kendala agar Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang bersedia mengajukan usulan.

Uraian

Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang memiliki pemahaman

bahwa apabila atas aset idle/unused, underutilize,

Negatip (-)

Terdapat

kendala

dalam

pengusulan

Page 151: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

144

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

serta underused tersebut dapat dilakukan Kerja Sama

Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah

Guna, maka akan dapat memperkuat APBN.

Namun demikian, Pengguna Barang enggan untuk

mengajukan usulan pemanfatan BMN berupa Kerja

Sama Pemanfaatan danBGS/BSGatas aset

idle/unused, underutilize, serta underused, karena

takut akan terdapat permasalah hukum di kemudian hari

karena adanya unsur kerugian negara dalam

pelaksanaanya. Disamping itu tidak ada insentip

apapun bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang yang mengajukan usulan tersebut.

A.5. Pemahaman

mengenai

optimalisasi

pendayagunaan

aset idle/unused,

underutilize, serta

underused

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami perlunya pendayagunaan aset

idle/unused, underutilize, serta underused. Namun

terdapat kendala, terutama dalam penertiban

pemanfaatan BMN yang telah/terlanjur dimanfaatkan

pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan. Oleh

karena itu, aturan yang ada masih perlu diperjelas.

Uraian

Terdapat beberapa kasus dimana Pengelola Barang

sangat berhati-hati dalam menindaklanjut penertiban

yang telah dilakukan Pengguna Barang, dengan

mengajukan usulan persetujuan Kerja Sama

Pemanfaatan atas BMN yang telah/terlanjur

dimanfaatkan pihak ketiga tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Kehati-hatian tersebut sangat

beralasan karena menyangkut aspek penerimaan

negara yang rentan terjadi kesalahan dalam proses

serta jumlah penerimaan negara yang diterima.

Beberapa Pengelola Barang mempunyai pendapat

bahwa aturan yang ada saat ini perlu lebih diperjelas

Negatip (-)

Terdapat

kendala

otimalisasi

pendayagu

naan aset

yang

terlanjur

dimanfaat-

kan pihak

ketiga

melalaui

melalui

kegiatan

Penertiban

A.6. Pemahaman

mengenai BMN yang

dilakukan

Pemanfaatan

dengan Pihak Lain

oleh BLU

Kuasa Pengguna Barang, yang berkedudukan sebagai

BLU belum memahami ketentuan mengenai

pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain atas BMN yang tidak

sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan

pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi

Badan Layanan Umum.

Uraian:

Ketentuan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 2014 sampai saat ini belum terdapat petunjuk

pelaksanaan mengenai tata cara penertiban BMN yang

telah dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak diatur

Negatip (-)

Page 152: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

145

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang Badan

Layanan Umum dan peraturan pelaksanaannya pada

masing-masing kementerian/lembaga. Apabila

ketentuan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 2014 merupakan acuan ketentuan yang berlaku

secara sah, seharusnya dilakukan penertiban atas BMN

yang dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain oleh

BLU tanpa persetujuan Menteri Keuangan.

Pemanfaatan tersebut dapat berupa sewa, Kerja Sama

Pemanfaatan, atau Bangun Guna Serah/ Bangun Serah

Guna.

A.7 Pemahaman

Barang mengena

apakah Kerja Sama

Pemanfaatan akan

dapat mendukung

penyediaan

infrastruktur publik

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami penyediaan infrastuktur dapat

didukung melalui pemanfaatan BMN. Namun masih

terdapat kendala agar Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang bersedia mengajukan usulan.

Uraian:

Pada umumnya Pengelola Barang/Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang memiliki pemahaman

bahwa Kerja Sama Pemanfaatan akan dapat

mendukung Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005

dalam mendukung penyediaan infrastruktur publik

(seperti jalan, water supply, publik transportation,

pendidikan, rumah susun). Namun demikian,

penentuan besaran kontribusi tetap dan pembagian

keuntungan oleh Pengelola Barang , yang didapatkan

dari hasil penilaian yang mendasarkan pada studi

kelayakan, merupakan hambatan dalam penggunaan

BMN untuk penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu,

dalam hal pemanfaatan BMN untuk penyediaan

infrastruktur, diperlukan fleksibilitas dalam penentuan

kontribusi tetap dan pembagian keuntungan, karena

terkait dengan percepatan penyediaan sarana dan

prasarana pelayanan masyarakat.

Negatip (-)

Tidak ada

fleksibilitas

dalam

penentuan

tarip sewa,

kontribusi

tetap dan

pembagian

keuntungan

A.8 Pemahaman

apakah Kerja Sama

Pemanfaatan akan

dapat mendorong

aktivitas ekonomi di

wilayah BMN

tersebut terletak.

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami bahwa Kerja Sama Pemanfaatan

atau BGS/BSGakan dapat mendorong aktivitas ekonomi

di wilayah BMN tersebut terletak. Namun masih

terdapat kendala agar Pengguna Barang/Kuasa

Pnegguna Barang bersedia mengajukan usulan

Uraian

Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang memahami bahwa Kerja Sama Pemanfaatan

Negatip (-)

Terdapat

kendala

dalam

pengusulan

Page 153: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

146

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

dan BGS/BSGakan dapat mendorong aktivitas ekonomi

di wilayah BMN terletak. Namun terdapat kendala

berupa antisipaso adanya ; permasalahan hukum atas

usulan tersebut, serta tidak ada insentip bagi Pengguna

Barang/Pengelola Barang atas usulan tersebut.

Oleh karena banyak penilain kondisi bertanda negatip (-), maka dapat

disimpulkan bahwa kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan serta BGS/BSGbelum

difamahi secara benar oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang. Oleh karena kebijakan tersebut belum difahami secara jelas

oleh para stakeholder, maka akan mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan.

Perlu dilakukan sosialisasi secara rutin kepada oleh para stakeholde, serta

penegasan berupa petunjuk pelaksanaan yang lebih terperinci, mengenai

permasalahan di lapangan terkait dengan usulan pemanfaatan BMN serta

penertiban atas pemanfaatan BMN.

B.2. Evaluasi Input

Evaluasi input berhubungan dengan berbagai input yang akan

digunakan untuk terpenuhinya proses, yang selanjutnya dapat digunakan untuk

mencapai tujuan. Evaluasi ini terkait dengan pertanyaan-pertanyaan sepeti

apakah input untuk mencapai tujuan sudah cukup memadai memadai, serta

bagaimana kualitasnya.

Dalam kaitannya dengan penelitian, kebijakan pemanfaatan BMN perlu

didukung oleh perangkat berupa laporan rutin, sarana/prasarana, pendanaan,

ketersediaan Sumber Daya Manusia, serta SOP yang mencukupi dalam

melakukan pemantaun, yang kemudian ditindaklanjuti dengan optimalisasi

penggunaan aset yang unused (idle), underused, atau underutilize, atau

Page 154: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

147

penertiban apabila BMN yang berada pada Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang telah dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa persetujuan Menteri

Keuangan.

Berdasarkan evaluasi input maka akan terlihat pengalokasian sumber

daya yang diberikan oleh organisasi apakah telah mencukupi dalam rangka

mencapai tujuan/progam yang telah ditetapatkan, atau kurang.. Berikut ini

ringkasan hasil analisis data atas survey yang dilakukan terhadap indikator

variabel Evaluasi Input.

Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap

Indikator Variabel Evaluasi Input

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

B EVALUASI INPUT

B.1 Peran laporan rutin dalam melakukan pemantauan BMN idle dan/atau BMN underutilize) serta tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

Laporan rutin pemantauan dan penertiban baru dilaksanakna oleh Kuasa Pengguna Barang, serta terdapat kecendurangan laporan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya Uraian: Dalam pelaksanaanya, ketentuan pelaporan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 244 Tahun 2012 baru dilakukan oleh beberapa Satker/Kuasa Pengguna Barang. Terdapat kecenderungan bahwa Satker/Kuasa Pengguna Barang tidak melaporkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, baik karena kendala dalam teknis pengisian, ataupun karena pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan pengawasan atas penggunaan dan pemanfaatan BMN perlu dilakukan penelitian fisik ke lapangan, paling tidak dilakukan secara sampling

Negatip (-)

Pelaporan baru

dilaksanakan, serta kecenderu

-ngan laporan

tidak valid

B.2 Dukungan sarana dan prasarana dalam melakukan pemantauan BMN idle dan/atau BMN underutilize) serta tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

Belum ada alokasi dana serta sarana dan prasarana untuk melakukan pemantauan BMN idle dan/atau BMN underutilize) serta tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan Uraian : Belum ada alokasi dana secara khusus yang diperuntukkan meningkatkan pelaksanaan monitoring kesesuaian antara laporan penggunaan dan pemanfaatan oleh Satker/Kuasa Pengguna Barang dengan keadaan

Negatip (-)

Pelaporan baru

dilaksanakan, serta kecenderu

- ngan laporan

Page 155: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

148

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

sesunguhnya di lapangan. Demikian juga tidak ada sarana dan prasarana, seperti kendaraan roda dua, mobil, yang secara khusus diperuntukkan untuk melakukan pemantauan penggunaan dan pemanfaatan BMN.

tidak valid

B.3 Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Tata cara pemantauan telah diatur dalam PMK 244 Tahun 2012

Positp (+)

B.6 Ketersediaan SOP dalam melakukan pemantauan dan penertiban BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Terdapat kendala di internal DJKN ketika menindaklanjuti permohonan persetujuan pemanfaatan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang atas BMN yang telah dimanfaatkan pihak lain karena SOP yang ada saat ini tidak mencukupi, yaitu kurang rinci dan kurang memberkan penegasan atas permasalahan di lapangan. Uraian. Kendala dalam menindaklanjuti permohonan tersebut terkait dengan : Pengajuan usulan mengalami kendala, arestasi proses persetujuan pemanfaatan BMN masih dominan yang menjadi kewenangan Kantor Pusat DJKN, serta perlunya pembenahan SOP yang mencukupi. SOP perlu diatur secara lebih terperinci serta memberikan penegasan yang dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi perasalahan riil di lapanangandalam ketika melakanakan penertiban BMN.

Negatip (-)

B.7 Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan pemantauan BMN idle dan BMN underutilize (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada Pengelola Barang).

Kurangnya Sumber Daya Manusia yang menangani pemantauan dan pertiban BMN serta belum diberikan bekal pemahaman yang meencukupi Uraian Sumber Daya Manusia yang menangani pemantauan dan pertiban BMN di KPKNL jumlahnya masih sedikit, tidak sesuai denngan beban kerja apabila kegiatan pemantauan dan penertiban BMN akan ditingkatkan secara maksimal. Disamping itu, sumber daya yang ditempatkan untuk melakukan pemantauan dan penertiban BMN belum mempunyai pengetahuan yang mencukupi terkait materi tentang tata cara pemantauan (baik berdasarkan laporan maupun pengamatan lapangan), pengelolaan BMN, tata cara penertiban, serta tata cara investigasi.

Negatip (-)

B.8 Ketersediaan serta Kualitas SDM dalam melakukan pemantauan BMN tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan (baik pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang maupun pada

Page 156: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

149

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

Pengelola Barang).

B.9 Insentif secara ekonomis bagi Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Belum terdapat insentif bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk mengajukan usulan Kerja Sama Pemanfaatan BMN atau Bengun Guna Serah/ Bangun Serah Guna Uraian : Kondisi sebelumnya menjadikan disinsetif dalam optimalisasi penggunaan BMN melalui pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain. Pengguna/Kuasa Pengguna Barang lebih memilih untuk tetap mempertahanakan aset unsused/idle serta tidak mengoptimalkan penggunaan BMN yang underused, dengan tetap mempertahankan untuk memperoleh biaya pemeliharaanya. Meskipun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahhun 2014 telah diatur mengenai pemberian insetif terhadap terhadap pengelolaan BMN yang menghasilkan penerimaan negara, namun ketentuan peraturan pelaksanaanny sampai saat ini belum diterbitkan.

Negatip (-)

Oleh karena banyak penilain kondisi bertanda negatip (-), maka dapat

disimpulkan bahwa institusi, dalam hal ini DJKN, belum memberikan alokasi

sumber daya secara maksimal dalam rangka mencapai tujuan/progam yang

telah ditetapatkan. Apabila DJKN akan memfokuskan penerimaan PNBP dari

pemanfaatan aset menjadi indikator kinerja utama (IKU) strategis, seharusnya

pengalokasian sumber daya tersebut lebih ditingkatkan serta menjadi skala

prioritas. Tujuannya adalah agar pemantauan dapat diefektifkan, sehingga dapat

diidentifikasi adanya BMN yang unused (idle), underused, atau underutilize, agar

dapat ditindakjuti dengan langkah optimalisasi. Demikian juga fungsi

pemantauan adalah agar BMN yang telah (terlanjur) dimanfaatkan pihak ketiga

dapat segera dilakukan penertiban.

Terkait dengan kegiatan penertiban BMN, seharusnya DJKN, sebagai

Pengelola Barng, harus proaktif melakukan pengawasan (monitoring) serta

pembinaan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang terkait

Page 157: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

150

pengelolaan BMN yang benar. Pada internal Kementerian/Lembaga memang

terdapat pengawasan internal yang antara lain bertugas melakukan audit atas

pengelolaan BMN (termasuk penggunaan dan pemanfaatan BMN). DJKN

mengharapkan agar pengawas internal Kementerian/Lembaga dapat lebih

berperan dalam melakukan pengawasan61, terutama terkait dengan penggunaan

BMN, serta pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain. Namun demikian, peran DJKN,

sebagai Pengelola Barang, harus mempunyai blue print yang jelas dalam

melakukn optimalisasi atas penggunaan BMN yang unused (idle), underused,

atau underutilize. Serta melakukan penertiban atas BMN yang telah (terlanjur)

dimanfaatkan pihak ketiga tanpa persetujuan Menteri Keuangan.

Implementasi kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan/BGS/BSGakan lebih

efektif apabila terdapat kebijakan yang memberikan insentif agar Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang bersedia untuk secara suka rela melaporkan

penggunaan BMN yang unused (idle), underused, atau underutilize, agar dapat

ditindakjuti dengan langkah optimalisasi. Apabila tindakan pemantaun dan

peneriban merupakan langkah yang hanya bersifat represif, maka pemberian

insentif atas optimalisasi pemanfaatan BMN tersebut merupakan kebijakan yang

menerapkan konsep “stick and carrot”.

B.3. Evaluasi Proses

Evaluasi proses, terkait dengan kegiatan melaksanakan rencana program

dengan input yang telah disediakan. Evaluasi ini terkait dengan pertanyaan-

pertanyaan antara lain bagaimana prosedur melaksanakan program, serta

apakah terdapat kelemahan-kelamahan dalam mendukung proses pekerjaan.

61

Berdasarkan penjelasan responden di KPKNL

Page 158: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

151

Berikut ini ringkasan hasil analisis data atas survey yang dilakukan terhadap

indikator variabel Evaluasi Proses.

Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Analisis Data atas Survey yang dilakukan Terhadap

Indikator Variabel Evaluasi Proses

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

C EVALUASI PROSES

Pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

C.1. Adanmya kemudahan/hambatan dalam Pengajuan Usulan Kerja Sama Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Tidak terdapat hambatan dalam pengajuan usulan kerja sama oleh Penggung Barang/Kuasa Pengguna Barang. Uraian: Secara umum tidak terdapat hambatan dalam Pengajuan Usulan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna. Namun demikian Pengguna/Kuasa Pengguna Barang mengalami kesulitan dalam hal memenuhi kelengkapan persyaratan. Antara lain pembuatan prosposal atas rencana kegiatan pengembangan, perkiraan cash flow, serta kelayakan atas rencana bisnis yang diproyeksikan dilakukan oleh calon mitra Kerja Sama.

Positp (+)

C.2. Adanya kemudahan/hambatan dalam Melaksanakan Proses Tender dan Penentuan Mitra Kerja Sama

Tidak terdapat hambatan dalam proses tender Uraian: Mengantisipasi hambatan dalam pelaksanaan tender tersebut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, telah dilakukan perubahan. Tender dilakukan dengan tata cara: a. Rencana tender diumumkan di media massa nasional; b. Tender dapat dilanjutkan pelaksanaannya sepanjang

terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran;

c. Dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional;

d. Dalam hal setelah pengumuman ulang: 1. terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon

mitra, proses dilanjutkan dengan mekanisme tender;

2. terdapat 2 (dua) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme seleksi langsung; atau

3. terdapat 1 (satu) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

Aturan pelaksanaan tender telah dipermudah, namun perlu

Positp (+)

Page 159: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

152

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

sertifikasi pejabat yang melaksanakan tender, agar dalam pelaksanaan tender tidak melanggar ketentuan.

C.3 Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan Perjanjian Kerja Sama

Tidak terdapat hambatan dalam melakukan Perjanjian Kerja Sama Uraian : Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja Sama, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai dengan proses pemilihan mitra kerja sama melalui tender, dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.

Positp (+)

C.4 Adanya kemudahan/hambatan dalam melakukan monitoring perjanjian kerja sama

Tidak terdapat hambatan dalam melakukan monitoring perjanjian kerja sama. Uraian : Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan monitoring pelaksanaan perjanjian Kerjas Sama, sepanjang ditunjuk secara khusus petugas pelaksana monitoring serta terdapat pendanaan untuk kegiatan monitoring tersebut.

Positp (+)

Pada Penngelola Barang

C.5 Metode Kajian kelayakan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Metode kajian kelayakan telah dilaksanakan sesuai dengan standar penilaian. Uraian DJKN telah mengembangkan metode analisis kelayakan bisnis atas sutau rencana pengembangan BMN yang akan dilakukan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Positp (+)

C.6 Metode perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam rangka Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna

Metode perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam rangka Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGkurang merepresentasikan kondisi pasar. Uraian Ketika melakukan perhitungan pembagian keuntungan, terdapat ketentuan bahwa dalam hal Mitra KSP menggunakan pinjaman dalam pembiayaan investasi awal (initial outlay) KSP BMN, beban bunga yang terjadi tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. Pada investasi properti, penentuan tingkat diskon merepresentasikan tingkat risiko yang akan dimiliki atas suatu investasi/kepemilikan suatu properti. Tingkat diskon tersebut akan lebih besar apabila menggunakan pinjaman dari Bank. Ketentuan bahwa beban bunga yang terjadi tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan akan merugikan dari sisi investor, karena harus menerapkan tingkat diskon yang rendah. Ketentuan ini tidak merepresentasikan kondisi pasar yang sesungguhnya dalam investasi properti.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, DJKN perlu memberikan penegasan cara perhitungan/ penentuan tingkat diskonto (yield capitalization) yang mereprestasikan pasar.

Negatip (-)

Page 160: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

153

No Varibel/Indikator Ringkasan Hasil Analisis Data Penilaian Kondisi

Sehingga investor dapat memperoleh pengembalian (return) sesuai dengan tingkat diskon (discount rate) rata-rata di pasaran atas investasi modal (equity), ketika investasi tersebut ditanamkan pada sektor yang sama. Oleh karena nilai yang dihasilkan harus merepresentasikan kondisi pasar, DJKN sebaiknya melakukan survey/analisis pasar secara tahunan pada masing-masing sektor properti untuk menentukan tingkat diskon (discount rate) yang dapat dijadikan sebagaian acuan penilai dalam melakukan studi kelayakan.

C.7 Proses penerbitan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan

Tidak terdapat hambatan dalam melakukan Perjanjian Kerja Sama Uraian : Secara teknis tidak terdapat hambatan dalam melakukan perjanjian Kerja Sama, sepanjang tahapan sebelumnya, sampai dengan proses pemilihan mitra kerja sama melalui tender, dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.

Positp (+)

Berdasarkan kajian penelitian tersebut, secara umum tidak terdapat

kendala dalam melaksanakan program/ketentuan pelaksanaan Kerja Sama

Pemanfaatan serta Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna. Beberapa

kendala yang sebelumnya menjadi hambatan dalam proses, sudah dilakukan

perbaikan seperti:

1. Sebelumnya, peserta tender dipersyaratkan sebanyak 5 (lima ) peserta.

Ketenttuan. Ketentuan tersebut dipermudah, sehingga calon mitra kerja

sama dapat dilakukan penunjukan secara langsung, dalam hal hanya

terdapat satu penawar calon mitra.

2. Jangka waktu untuk pemanfaatan BMN yang berhubungan dengan

pembangunan infrasturktur dapat diperpanjang hingga 50 tahun.

Namun demikian, masih terdapat kendala dalam proses persetujuan

oleh Pengelola Barang, yaitu dalam hal kewenangan pengelola untuk

menentukan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan. Beberapa

permohonan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau Bangun

Page 161: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

154

BGS/BSGyang telah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang, tidak dapat

dilanjutkan karena tidak ada calon mitra kerja sama yang mengajukan tender.

Agar dapat menarik investor, penentuan yield capitalization harus

mereprestasikan pasar, serta kompetitif, sehingga investor dapat memperoleh

pengembalian (return) sesuai dengan tingkat diskon (discount rate) rata-rata di

pasaran atas investasi modal (equity), ketika investasi tersebut ditanamkan pada

sektor yang sama. Kantor Pusat DJKN sebaiknya melakukan kajian berupa

survey/analisis pasar secara berkala (setiap tahun), terutama dalam menetukan

besaran discount rate yang merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar.

Kajian tersebut dirilis dalam web internal DJKN, sehingga dapat diakses, dan

selanjutnya dijadikan referensi oleh penilai DJKN dalam menentukan discount

rate ketika melakukan analisis kelayakan suatu proposal Kerja Sama

Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna.

Sehubungan dengan penyediaan infrasturktur, telah diberikan

nomenklatur berupa “Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)”, yang

merupakan kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan

penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

Salah satu kemudahan dalam proses yang diberikan dalam KSPI adalah, dalam

hal mitra KSP BMN untuk penyediaan infrastruktur berbentuk Badan Usaha Milik

Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan

paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim KSP.

Kebijakan pemberian kemudahan dalam penyediaan infrastruktur tersebut

ditujukan agar ketentuan pemanfaatan BMN tidak menghambat implementasi

KSPI. Namun demikian, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pemberian

Page 162: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

155

fasilitas berupa penetapan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari

hasil perhitungan tim KSP, hanya berlaku apabila mitra KSP berbentuk Badan

Usaha Milik Negara/Daerah? Padalah sektor privat (tidak hanya terbatas

Badan Usaha Milik Negara/Daerah) yang perlu didorong untuk ikut serta dalam

mempercepat penyediaan infrasruktur. Sebagaimana telah diuraikan dalam

landasarn teori, konsep new public manajemen dalam penyediaan infrastuktur

tidak mungkin hanya melibatkan pemerintah, tetap perlu melibatkan sektor

publik dalam hal penyediaan dana, penyediaan tenaga ahli (ekspertise), serta

pembagian alokasi risiko.

B.4. Evaluasi Produk

Evaluasi produk, terkait dengan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari

suatu program/kebijakan. Evaluasi output antara lain terkait dengan pertanyaan-

pertanyaan seperti seberapa jauh tujuan program tercapai, serta apakah

program perlu dilanjutkan, dilanjutkan dengan revisi atau tidak dilanjutkan.

Output/realisasi Kerja Sama Pemanfaatan masih rendah, rata-rata

teraliasai 1 penandatangan Kerja Sama Pemanfaatan dalam setahun.62 Oleh

karena sedikitnya realisasi penandatangan Kerja Sama Pemanfaatan tersebut,

maka mempengaruhi output yang diamati dalam indikator evaluasi produk,

seperti:

1 Meningkatknya Penerimaan Negara Melalui Setoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP)

2 Tersedianya Bangunan dan Fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

Tupoksi yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam APBN

62

Keterangan Responden di Direktorat PKNSI Kantor Pusat DJKN

Page 163: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

156

3 Menyediakan biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari

APBN

Agar dapat berjalan lebih efektif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,,

maka perlu dilakukan program/kebijakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,

yaitu sebagai berikut:

1. Konteks kebijakan harus difahami secara benar oleh para stakeholder.

Agar Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

memahami secara benar ketentuan yang terkait dengan Kerja Sama

Pemanfaatan atau Bangun Guna/Bangun Serah Guna, perlu dilakukan

perbaikan sebagai berikut:

- Ssosialisasi secara rutin dan insentif kepada para stakeholder

- Memberikan petunjuk berupa penegasan, serta petunjuk

pelaksanaan yang lebih terperinci, mengenai permasaplahan di

lapangan terkait dengan usulan pemanfaatan BMN serta penertiban

atas pemanfaatan BMN.

- Meningkatkan pembinaan serta penertiban atas pemanfaatan BMN

yang telah/terlanjur digunakan Pihak Lain, tanpa mendapatkan

persetujuan Menteri Keuangan. Selain akan menimbulan detterent

effect, para stakeholder juga akan mendapatkan pemahaman secara

benar atas praktek praktek yang selama ini, apakah dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan, atau tidak sesuai dengan ketentuan.

2. Input berupa pendanaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia,

agar lebih ditingkatkan apabila DJKN akan meningkatkan penerimaan

PNBP dari pemanfaatan aset, serta menjadikannya sebagai indikator

kinerja utama (IKU) strategis. Apabila terdapat dukungan sumber daya

Page 164: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

157

tersebut, maka pemantauan terhadap penggunaan dan pemanfaatan

BMN dapat diefektifkan. Berdasarkan pemantauan, akan dapat

diidentifikasi adanya BMN yang unused (idle), underused, atau

underutilize. Hasil kegiatan identifikasi tersbut, akan ditindaklanjuti

dengan langkah optimalisasi. Demikian juga fungsi pemantauan adalah

agar BMN yang telah (terlanjur) dimanfaatkan pihak ketiga dapat segera

dilakukan penertiban.

3. Harus dususun Standar Operating and Procedure bagi Manager Aset

dalam melakukan Pemantauan dan Penertiban BMN. Standar

Operating and Procedure harus mengatur secara terperinci serta

memberikan penegasan atas permasalahan riil yang dihadapi di

lapanngan.

4. Insentif secara ekonomis perlu diberikan agar Pengguna Barang/Kuasa

Pengguna Barang bersedia untuk mengusulkan pengajuan Kerja Sama

Pemanfaatan atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, serta

malkukan penertiban atas BMN yang telh/terlanjur dimanfaatkan oleh

Pihak Lain tanpa persetujuan Menteri Keuangan.

5. Peningkatan input sebagaimana butir 2, butir 3 dan butir 4 akan

mendorong usulan BMN yang diajukan pemanfaatan, baik dalam rangka

optimalisasi atas BMN unsused (idle), underutlizaion, sert underused,

atau permohonan pemanfaatan BMN dalam rangka penertiban peneriban.

6. Penentuan kontribusi tetap serta pembagian keuntungan masih menjadi

kendala dalam proses persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau

Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna. Penentuan kontribusi tetap

serta pembagian keuntungan tersebut harus merepresentasikan kondisi

Page 165: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

158

pasar. Beberapa kerugian dalam investasi yang dialami oleh investor

yang harus diperhitungkan dalam penilaian adalahi :

- Dana untuk pengembangan tidak boleh dari pinjaman

- Investor tidak akan nilai penjualan kembali (resale) dari aset, oleh

karena itu tidak terdapat capital gain (keuntungan karena harga

penjualan dibandingkan dengan investasi awal atas

pebelian/pengembangan properti)

Agar dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan lebih

fair (merepresenasikan kondisi pasar), sebaiknya Kantor Pusat DJKN

melakukan kajian berupa survey/analisis pasar secara berkala (setiap

tahun), terutama dalam menetukan besaran discount rate yang

merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar.

7. Sektor privat, tidak hanya terbatas Badan Usaha Milik Negara/Daerah,

perlu didorong untuk ikut serta dalam mempercepat penyediaan

infrasruktur. Oleh karena itu, penentuan kontribusi tetap serta

pembagian keuntungan paling tinggi sebesar 70% dari perhitungan KSPI,

berlaku untuk semua sektor ptivat, tidak terbatas hanya untuk BUMN/D.

C. Rekomendasi Hasil Penelitian

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, kebijakan pemanfaatan

BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG perlu dilakukan perbaikan.

Untuk meningkatkan kinerja pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan

dan BGS/BSG perlu dilakukan perbaikan kebijakan, sesuai dengan siklus

pengelolaan BMN, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.2.

Page 166: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

159

Penggunaan BMN

1. Dilakukan pengklasifikasian Penggunaan BMN

a. Digunakan untuk

Tusi oleh Pengguna

Barang

b. Digunakan

penggunaan

sementara untuk

tusi oleh Pengguna

Barang lain

c. Dioperasikan oleh

pihak lain

d. Tidak digunakan untuk Tusi (idle/ unused)

e. Tidak digunakan seluruhuhnya untukTusi

(underused)

f. Digunakan tidak sesuai prinsip Highest and

Best Use (underutilize)

g. BMN yang telah dilakukan pemanfaatan oleh pihak ketiga tanpa

persetujuan Pengelola

Gambar.4.2 Rekomendasi Perbaikan Kebijakan Pemanfaatan BMN Berupa

Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG

3. Pengawasan

2. Pembinaan a. Tertulis (penegasan,

contoh kasus)

b. Tidak tertulis

c. Sosialisasi

d. Pemberian Insentif

Penambahan

- Sumber Daya Manusia

- Sarana dan Prasarana

- Penyusunan SOP

- Insentip

4. Pengendalian/Penertiban

7. a. Proses pengajuan permohonan Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau

BGS/BSG oleh Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang kepada Pengelola Barang lebih dipermudah.

- Pengajuan pemanfaatan BMN yang

sudah terlanjur dimanfaatkan pihak

ketiga tanpa persetujuan Pengelola

- Penyusunan SOP atas penertiban

pemanfaatan BMN yang sudah

terlanjur dimanfaatkan pihak ketiga

tanpa persetujuan Pengelola

6. BMN idle diserahkan kepada

Pengelola karena pengawasan

dioptimalkan

5. Pengguna Barang mengajukan

usul Pemanfaatan BMN berupa

KSP atau BGS/BSG secara

sukarela , karena akan

mendapatkan stimulus/ benefit

tertentu

Kesamaan pengertian (contex)

tentang ketentuan pemanfaatan

BMN dalam bentuk sewa, Kerja

Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG

Penghapusan Fisik

7. b. Proses Persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama

Pemanfaatan atau BGS/BSG oleh Pengelola Barang lebih dipermuda, terutama dalam perhitungan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.

- Pemindahtanganan (Penjualan, Hibah, Tukar

Menukar, PNM,

- Pemusnahan

Penghapusan

Administrasi/ Hukum

Kesamaan pengertian (contex) tentang BMN

idle (unused), underused, serta underutilize

serta benefit yang diperoleh dari

OPTIMALISASI PEMANFAATAN BMN

PERENCANAAN KEBUTUHAN PENGADAAN

Page 167: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

160

Sesuai gambar 4.2. tersebut, maka agar kebijakan pemanfaatan BMN

berupa Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG dapat berjalan dengan baik,

serta produk berupa realisasi Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG dapat

ditingkatkan kuantitasnya, maka kebijakan tersebut dilakukan perbaikan, dengan

mekanisme sebagai berikut:

1. BMN yang dalam status penggunaan suatu Kementerian Lembaga

(Pengguna Barang), ditinjau dari sisi manajemen asset, penggunaannya

dapat diklasifikasikan apakah dalam kondisi :

c. Dioperasikan oleh pihak lain

d. Tidak digunakan untuk Tusi (idle/ unused)

e. Tidak digunakan seluruhuhnya untukTusi (underused)

f. Digunakan tidak sesuai prinsip Highest and Best Use (underutilize)

g. BMN yang telah dilakukan pemanfaatan oleh pihak ketiga tanpa

persetujuan Pengelola

Klasifikasi tersebut melekat pada nomor register BMN, dan terintegrasi pada

Sistim Informasi Manajemen Aset (SIMAK) BMN, sebagai ukuran dari kinerja

aset tanah dan bangunan. Oleh karena sudah terintegrasi dalam SIMAK

BMN, maka apabila dibutuhkan, laporan kondisi penggunaan BMN dapat

secara cepat disajikan. Agar proses pengklasifikasian tersebut, dapat

berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan kegiatan pembindaan dan

pengawasan sebagaimana pada butir 2 dan 3.

2. Pembinaan terkait optimalisasi pemanfaatan BMN. Pembinaan tersebut

diperlukan agar terdapat kesamaan pengertian tentang BMN idle, BMN

a. Digunakan untuk Tusi oleh Pengguna Barang

b. Digunakan penggunaan sementara untuk tusi oleh Pengguna Barang lain

Page 168: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

161

underused, serta BMN underutilize. Pembinaan ini diperlukan karena

berdasarkan hasil peniltian, kontek/rumusan kebijakan Kerja Sama

Pemanfaatan dan BGS/BSG belum dipahami secara jelas oleh Pengelola

Barang, Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang. Tujuan dari

dilakukan pembinaan adalah agara terdapat kesamaan pengertian (contex)

tentang BMN idle (unused), underused, serta BMN underutilize serta benerfit

yang diperoleh dari optimalisasi pemanfaatan BMN. Pembinaan dapat

dilakukan dalam bentuk tertulis , berupa penegasan dan memberikan

pemahaman melalui contoh kasus yang terjadai di lapangan, sosialisasi

serta pemberiaan insentif apabila terdapat pemanfaatan BMN. Pembinaan

juga perlu dilakukan agara terdapat kesamaan pengertian (contex) tentang

ketentuan pemanfaatan melalui sewa, Kerja Sama Pemanfaatan serta

BGS/BSG BMN secara benar.

3. Pengawaan perlu ditingkatkan melalui penambahan sumber daya manusia,

sarana dan prasarana, serta penyusunaan Standar Operasional (SOP) yang

baku apabila diketemukan BMN dalam status unused (idle), underused,

underutilize, atau BMN yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga tanpa

persetujuan Pengelola Barang. Untuk meningkatkan pengawasan tersebut,

perlu juga diberikan insetnif bagi pegawai/pelaksana di lapangan, sertu

dijadikan indeks kinerja utama (IKU).

Apabila fungsi pembinaan dan pengawasan yang berjalan dengan baik baik

akan mengasillkan output berupa:

a. BMN yang terlanjur dilakukan pemanfaatan oleh pihak ketiga tanpa

persetujuan Pengelola Barang akan banyak yang ditertibkan.

Page 169: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

162

b. Pengguna Barang akan secara sukarela mengajukan usul pemanfaatan

BMN karena akan menapatkan stimulus/benefit tertentu .

c. BMN idle diserahkan kepada Pengelola dari hasil optimalisasi

pengawasan

4. Pengendalian/penertiban dilakukan dengan cara :

- Memperbanyak pengajuan pemanfaatan BMN yang sudah terlanjur

dimanfaatkan oleh pihak ketiga tanpa persetujuan Pengelola Barang.

- Menyusun Standar Operasional (SOP) atas penertiban pemanfaatan

BMN yang sudah terlanjur dimanfaatkan pihak ketiga tanpa persetujuan

Pengeloa Barang. Hal ini diperlukan karena dalam penelitian masih

terdapat keraguan dari Pengguna Barang ataupun Pengelola Barang

dalam menindaklanjuti adanya BMN yang sduah terlanjur dimanfaatakan

oleh pihak ketiga tanpa persetujuan Pengelola Barang.

5. Insentif dalam pengajuan usul pemanfaatan BMN yang akan diterima oleh

Pengguna Barang akan meningkatkan usulan pemanfaatan BMN berupa

Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSG.

6. Optimalisasi pengawasan BMN, akan meningkatkan jumlah BMN idle yang

diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang.

7. Proses pengajuan serata persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan tau

BGS/BSG harus dipermudah, meliputi:

a. Mempermudah pengajuan permohonan oleh Kuasa Pengguna

Barang/Pengguna Barang kepada Pengelola Barang.

b. Pengelola Barang mempermudah proses persetujuan persetujuan Kerja

Sama Pemanfaatan tau BGS/BSG, terutama dalam perhitungan serta

penentuan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.

Page 170: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

163

Apabila rekomendasi hasil penelitian ini dilaksanakan, maka selain digunakan

untuk pelaksanaan tugas dan fungsi, BMN juga dapat dioptimalkan

pemanfaatannya dengan output berupa :

a. Meningkatknya Penerimaan Negara Melalui Setoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP)

b. Tersedianya Bangunan dan Fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan

Tupoksi yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam APBN

c. Menyediakan biaya pemeliharaan BMN yang tidak harus disediakan dari

APBN

Page 171: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini, sebagaiama telah disusun dalam

pertanyaan identifiksi masalah serta perumusan penelitian adalah :

1. Berdasarkan evaluasi konteks, kebijakan Kerja Sama Pemanfaatan dan

BGS/BSG belum dirumuskan secara jelas, sehingga dapat dimengerti

dan difahami oleh Penggelola Barang, Pengguna Barang dan Kuasa

Pengguna Barang.

2. Berdasarkan evaluasi input, laporan rutin belum menyajikan data yang

mencukupi untuk melakukan pemantauan atas BMN idle dan/atau BMN

underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan

atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan.

3. Berdasarkan evaluasi input, sarana dan prasarana belum mencukupi

(belum berperan) dalam membantu pelaksanaan pemantauan atas BMN

idle dan/atau BMN underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja

Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan

ketentuan.

4. Berdasarkan evaluasi input, belum terdapat kelengkapan yang memadai

atas Standar Operating and Procedure (SOP) yang mengatur tentang

tata cara (a) pemantauan atas BMN idle/unused, underused, BMN

dan/atau BMN underutilize serta BMN yang telah dilaksanakan Kerja

Page 172: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

165

Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak sesuai dengan ketentuan

(b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c) penertiban BMN?

5. Berdasarkan evaluasi input, terdapat kekurang tersediaaan dukungan

Sumber Daya Manusia yang berkualitas untuk melakukan tugas (a)

pemantauan atas BMN idle dan/atau BMN underutilize serta BMN yang

telah dilaksanakan Kerja Sama pemanfaaan atau BGS/BSG namun tidak

sesuai dengan ketentuan (b) optimalisasi pemanfaatan BMN (c)

penertiban BMN?

6. Berdasarkan evaluasi input, ketentuan pemberian insentif bagi

Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk melakukan Kerja

Sama Pemanfaatan danBGS/BSG belum direalisasikan, meskipun sudah

ada payung hukumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014.

7. Proses pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan atau BGS/BSGyang

dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang tidak

mengalami hambatan.

8. Dalam pelaksanaan persetujuan Kerja Sama Pemanfaatan atau

BGS/BSGyang dilakukan oleh Pengelola Barang, terdapat proses yang

dapat menghambat realisasi pelaksanaan persetujuan Kerjsama

Pemanfaatan dan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, yaitu dalam

penentuan kontribusi tetap serta pembagian keuntungan yang

merepresentasikan kondisi pasar.

9. Belum tercapainya tujuan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSG

untuk meningkatknya Penerimaan Negara Melalui Setoran Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP), tersedianya bangunan dan fasilitasnya

Page 173: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

166

dalam rangka penyelenggaraan tupoksi yang dana pembangunannya

tidak tersedia dalam APBN, serta menyediakan biaya pemeliharaan BMN

yang tidak harus disediakan dari APBN

B. Saran

1. Ketentuan Pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan dan BGS/BSGharus

disosialisasikan secara rutin kepada Pengelola Barang/Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang (stakeholder).

2. DJKN memberikan penegasan berupa petunjuk pelaksanaan yang lebih

terperinci, mengenai permasalahan di lapangan terkait dengan usulan

pemanfaatan BMN .

3. DJKN memberikan penegasan berupa petunjuk pelaksanaan yang lebih

terperinci, mengenai permasalahan di lapangan terkait dengan

penertiban atas pemanfaatan BMN yang telah/terlanjur dimanfaatkan

oleh Pihak Lain.

4. Pengalokasian pendanaan, sarana/prasarana, serta sumber daya

manusia perlu lebih ditingkatkan serta menjadi skala prioritas. Tujuannya

adalah agar pemantauan dapat diefektifkan, sehingga dapat diidentifikasi

adanya BMN yang unused (idle), underused, atau underutilize, agar

dapat ditindaklanjuti dengan langkah optimalisasi. Demikian juga

meningkatkan fungsi pemantauan, agar BMN yang telah (terlanjur)

dimanfaatkan pihak ketiga dapat segera dilakukan penertiban.

5. Terkait dengan kegiatan penertiban BMN, seharusnya DJKN, sebagai

Pengelola Barang, harus proaktif melakukan pengawasan (monitoring)

serta pembinaan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

Page 174: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

167

terkait pengelolaan BMN yang benar. DJKN, sebagai Pengelola Barang,

harus mempunyai blue print yang jelas dalam melakukn optimalisasi

atas penggunaan BMN yang unused (idle), underused, atau underutilize.

Serta melakukan penertiban atas BMN yang telah (terlanjur)

dimanfaatkan pihak ketiga tanpa persetujuan Menteri Keuangan.

6. Pemberian insentif kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

serta Pengelola Barang atas pemanfaatan BMN agar segera

direalisasikan.

7. Kantor Pusat DJKN sebaiknya melakukan kajian berupa survey/analisis

pasar secara berkala (setiap tahun) dalam menentukan besaran

discount rate yang merepresentasikan/sesuai dengan kondisi pasar.

Kajian tersebut dirilis dalam web internal DJKN, sehingga dapat diakses,

dan selanjutnya dijadikan referensi oleh penilai DJKN dalam menentukan

discount rate ketika melakukan analisis kelayakan suatu proposal.

Page 175: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

DAFTAR PUSTAKA

Alla Asmara, Bahan ajar Worshop Metodologi Penelitian BPPK, 2014

Bungin, B. Penelitian Kualitataip. Kencana Pernada Media Group, Jakarata,

2007.

Federal Highway Administration and the American Association of State Highway

and Transportation Official. “Aset Manajement: Advancing the State of

the Art into the 21st Century Through Public-Private Dialoque”. 1996.

Goverment of South Australia . “Strategic Aset Managemnet Framework” ,

Second Edtion, 1999.

Hadiyanto, Strategic Aset Manajemen (sebuah tinjauan), 2010

Hardcastle, C. (2006) : The Private Finance Initiative – Friend or Foe,

Proceedings of the International Conference in the Built Environment in

the 21st Century (ICiBE 2006), Selangor, Malaysia.

Haryono, Arik. Manajemen Properti. Tinjauan atas Real Properti dan Aset Publik.

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2006.

Kaganova, O. Managing Govermnet Property Analysis. The Urban Institute

Press, 2007.

Mulyono. Penelitian ,Evaluasi Kebijakan, 2007. http:// mulyono. staff.uns .ac.id

/2009/ 05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan

Rika Dwi Kurniasih. 2009. Teknik Evaluasi Perencanaan, (Online), (http://

images.rikania09.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SUdfiwoKCF

8AADuyo81/Rika%20Eva.doc?nmid=148657139

Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, Alfabeta, Bandung, 2013.

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2004)

Transportation Association of Kanada, “Primer on Aset Management”, 1999.

Toshiyuki Katagiri, Japan Economic Research Instittute, 2011

Waluyo, Herry, Bahan Ajar Pengelolaan BMN, KNPK, 2009

------------------- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Barang Milik Negara / Daerah

------------------- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah

Page 176: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

DAFTAR PUSTAKA

169

-------------------- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan

Pemindahtanganan BMN.

-------------------- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.06/20011 tentang

Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak Digunakan untuk

Menylenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga

------------------- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara.

------------------ Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Pokok Agraria.

------------------ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

------------------ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

Page 177: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

EVALUASI PELAKSANAAN KETENTUAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA KERJASAMA PEMANFAATAN DAN BANGUN SERAH GUNA/BANGUN GUNA SERAH SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

170

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Listiyarko Wijito

NIP : 196904161995031001

Tempat/Tanggal Lahir : Klaten/ 16 April 1969

Unit Organisasi : Pusdiklat KNPK

Riwayat Pekerjaan/Jabatan:

1. Pegawai Pada Direktorat Jenderal Pajak Tahun 1995-2011

2. Widyaiswara Muda pada Pusdiklat KNPK BPPK Tahun 2011

Riwayat Pendidikan:

1. Fakultas Teknik Geologi Universitas Pembangunan Negara Veteran

Yogyakarta , 1993

2. Magister Ekonomika Pembangunan, Konsentrasi Penilaian Propertu

Universitas Gadjah Mada, 2000

Karya yang Pernah Dibuat:

1. Modul Penilaian Dalam Rangka Pemanfaatan Barang Milik Negara, Pusdiklat

KNPK (2012)

2. Modul Penilaian Dalam Rangka Penghapusan Barang Milik Negara, Pusdiklat

KNPK (dalam penyelesaian).

3. Penerapan Model Hedonic Dalam Penentuan Nilai Tanah

Sebagai Referensi Dalam Penilaian Barang Milik Negara Dan Harga Limit

Lelang (Kajian Akademis BPPK Tahun 2012)

Page 178: Evaluasi Pelaksanaan Ketentuan Pemanfaatan BMN Berupa

RIWAYAT HIDUP PENELITI

171

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Herri Waloejo

NIP : 195104021976091001

Tempat/Tanggal Lahir : Magelang / 2 April 1951

Unit Organisasi : Pusdiklat KNPK

Riwayat Pekerjaan/Jabatan:

1. Pegawai Pada Direktorat Jenderal Anggaran Tahun 1980-1998

2. Widyaiswara pada Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan 1998-2009

3. Widyaiswara pada Pusdiklat KNPK Tahun 2009

Riwayat Pendidikan:

1. D3 Institut Ilmu Keuangan Kebendaharaan Umum Tahun 1975

2. S1 Institut Ilmu Keuangan Kebendaharaan Umum Tahun 1980