evaluasi monitoring sistem tenaga listrik dengan ... sesi01.pdf · pemeliharaan yang lebih mudah...

42
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012 ISBN: 978-602-18168-0-6 1 AbstrakPaper ini bertujuan mengevaluasi keandalan dan akurasi sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL pada Area Pengatur dan Pembagi Beban (AP2B) . Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data impedansi saluran, dan data hasil pengukuran RTU yang terdiri dari data bus, tegangan, injeksi MVAR dan data beban sistem Kelistrikan SULSELTRABAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metering sistem SCADA Gateway memiliki akurasi hingga 4 angka di belakang koma dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan analog. Wiring yang lebih sederhana memungkinkan perbaikan dan pemeliharaan sistem yang lebih sederhana dan resiko kerusakan sistem yang lebih sedikit. Resiko kehilangan data juga sangat kecil karena SCADA Gateway sekaligus berfungsi sebagai control center. Dengan akurasi yang sangat tinggi sehingga error yang mungkin terjadi sangat kecil. Kata kunci: Sistem Monitoring, SCADA Gateway I. PENDAHULUAN erkembangan dan kemajuan dalam bidang kelistrikan dan elektronika yang semakin pesat sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi listrik sehingga dibutuhkan peningkatan dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, pelayanan pelanggan hingga monitoring, yang utamanya ditujukan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman, dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien. Sistem pemantauan merupakan salah satu sistem yang sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem tenaga listrik. Pengembangan site mini pun meningkat pesat, mulai dari pengembangan sistem pengaturan konvensional dimana setiap sub sistem seperti gardu induk memerlukan operator, kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan yang terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi yang berarti fungsi operator di ambil alih sepenuhnya oleh operator control center.[1] PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR melakukan sebuah inovasi sistem pemantauan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway menggantikan sistem konvensional yang mengunakan Remote Terminal Unit (RTU) dengan tranducer. Berdasarkan hal di atas maka, penulis menganggap perlu untuk melakukan evaluasi terhadap sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada. II. SISTEM SCADA Sistem SCADA telah dikenal dan mulai diimplementasikan di PLN sejak awal tahun 1980. Sistem SCADA dibagi menjadi tiga komponen penting yaitu: Master Station atau Control Center, berfungsi sebagai pusat monitoring, control dan data dari Remote Station. Remote Station, berfungsi mengumpulkan data-data yang dibutuhkan Master Station dan meneruskan perintah Master Station ke Evaluasi Monitoring Sistem Tenaga Listrik dengan Menggunakan Scada Gateway dan Remote Terminal Unit (Studi Kasus Tragi Tello) Nadjamuddin Harun Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Email : [email protected] P

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 1

    Abstrak—Paper ini bertujuan mengevaluasi keandalan dan akurasi sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL pada Area Pengatur dan Pembagi Beban (AP2B) . Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data impedansi saluran, dan data hasil pengukuran RTU yang terdiri dari data bus, tegangan, injeksi MVAR dan data beban sistem Kelistrikan SULSELTRABAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metering sistem SCADA Gateway memiliki akurasi hingga 4 angka di belakang koma dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan analog. Wiring yang lebih sederhana memungkinkan perbaikan dan pemeliharaan sistem yang lebih sederhana dan resiko kerusakan sistem yang lebih sedikit. Resiko kehilangan data juga sangat kecil karena SCADA Gateway sekaligus berfungsi sebagai control center. Dengan akurasi yang sangat tinggi sehingga error yang mungkin terjadi sangat kecil.

    Kata kunci: Sistem Monitoring, SCADA Gateway

    I. PENDAHULUAN erkembangan dan kemajuan dalam bidang kelistrikan dan elektronika yang semakin pesat

    sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi listrik sehingga dibutuhkan peningkatan dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, pelayanan pelanggan hingga monitoring, yang utamanya ditujukan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman,

    dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien.

    Sistem pemantauan merupakan salah satu sistem yang sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem tenaga listrik. Pengembangan site mini pun meningkat pesat, mulai dari pengembangan sistem pengaturan konvensional dimana setiap sub sistem seperti gardu induk memerlukan operator, kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan yang terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi yang berarti fungsi operator di ambil alih sepenuhnya oleh operator control center.[1]

    PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR melakukan sebuah inovasi sistem pemantauan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway menggantikan sistem konvensional yang mengunakan Remote Terminal Unit (RTU) dengan tranducer. Berdasarkan hal di atas maka, penulis menganggap perlu untuk melakukan evaluasi terhadap sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada.

    II. SISTEM SCADA

    Sistem SCADA telah dikenal dan mulai diimplementasikan di PLN sejak awal tahun 1980. Sistem SCADA dibagi menjadi tiga komponen penting yaitu: Master Station atau Control Center, berfungsi

    sebagai pusat monitoring, control dan data dari Remote Station. Remote Station, berfungsi mengumpulkan data-data yang dibutuhkan Master Station dan meneruskan perintah Master Station ke

    Evaluasi Monitoring Sistem Tenaga Listrik dengan Menggunakan Scada Gateway

    dan Remote Terminal Unit (Studi Kasus Tragi Tello)

    Nadjamuddin Harun

    Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Email : [email protected]

    P

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 2

    peralatan di GI/pembangkit. Remote Station dapat terdiri dari gateway, IED, local HMI, RTU, dan meter energy.

    Sarana Komunikasi, berfungsi untuk men-jembatani komunikasi antara Master Station dengan Remote Station.[2]

    III. REMOTE TERMINAL UNIT (RTU) Remote Terminal Unit adalah salah satu dari

    suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas. Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pembangkit sebagai peralatan yang diperlukan oleh control center untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses, untuk melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering.[3]

    Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsi fungsi dasar sebagai berikut:

    1. Mengakuisisi data-data analog maupun sinyal-sinyal indikasi.

    2. Melakukan kontrol buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya.

    3. Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus, tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian.

    4. Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian.

    Gambar 1. Arsitektur Gardu Induk Konvensional ( RTU)

    Arsitektur gardu induk konvensional masih menggunakan wiring kabel, mulai dari marshaling kiosk di switch yard ke control room hingga ke Remote Terminal Unit. Metering sistem konvensional ini menggunakan tranducer atau alat metering analog yang akan dihubungkan dengan control center pada HMI.

    IV. SCADA GATEWAY SCADA Gateway yang dapat mengenali

    berbagai jenis peralatan dengan protokol yang berbeda untuk kemudian dikumpulkan dalam satu

    sistem dan dihubungkan dengan Human Machine Interface (HMI) untuk pemantauan secara real time, terpusat dan berbasis database. SCADA Gateway ini juga berfungsi sebagai remote station SCADA. Dengan kemampuan sebagai concentrator dan protocol conventer, alat ini dapat berhubungan dengan sistem RTU yang lama, sekaligus dengan peralatan baru yang memiliki protokol yang berbeda-beda. Waktu integrasi sistem baru ke SCADA lebih cepat, karena tidak ada lagi wiring point to point, melainkan hanya wiring komunikasi data antar peralatan ke sistem SCADA gateway. Kemudian untuk pembacaan metering dari pembangkit, dapat memanfaatkan IED – IED meter pada ketiga GI tersebut. Intelligent Electronic Device (IED) merupakan peralatan elektronik berbasis mikroprosesor yang memiliki fungsi tertentu untuk melakukan telekontrol, telemetering, telesignal, proteksi, dan meter energy. IED yang terpasang pada remote station harus bisa berkomunikasi dengan gateway sesuai dengan protocol yang sudah ditetapkan dalam standard.

    Gambar 2. Arsitektur Gardu Induk Semi Gateway

    V. PENGEMBANGAN SCADA GATEWAY DI TRAGI TELLO

    TRAGI (Transmisi dan Gardu Induk) Tello

    merupakan salah satu TRAGI yang terletak di dalam kota Makassar dan mempunyai peran yang sangat vital pada sistem kelistrikan di Sulawesi Selatan dan Barat yang terdiri dari beberapa unit pembangkit dan gardu induk dengan konsumen – konsumen besar.

    Ada 3 buah GI pada TRAGI TELLO yaitu GI TELLO 150 KV, GI TELLO 70 KV dan GI TELLO 30 KV. Ketiga GI ini telah masuk dalam sistem SCADA AP2B Sistem SULSEL. Spesifikasi remote station ketiga GI ini awalnya menggunakan RTUS900 (Gambar 3).

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 3

    SD

    Centillion 1400

    Bay NetworksETHER

    RS 232C

    PC CARD

    P*8x50OOO130

    A O N6

    INSACTALM

    RST

    LINK

    PWR

    ALM

    FAN0FAN1PWR0PWR1

    ALM

    SD

    Centillion 1400

    Bay NetworksETHER

    RS 232C

    PC CARD

    P*8x50OOO130

    A O N

    6

    INSACTALM

    RST

    LINK

    PWR

    ALM

    FAN0FAN1PWR0PWR1

    ALM

    SD

    Centillion 1400

    Bay NetworksETHER

    RS 232C

    PC CARD

    P*8x50OOO130

    A O N

    6

    INSACTALM

    RST

    LINK

    PWR

    ALM

    FAN0FAN1PWR0PWR1

    ALM

    Gambar 3. Konfigurasi Remote station GI TELLO 150, 70, 30 kV (awal)

    Selanjutnya dikembangkan dengan penambahan

    protokol-protokol yang lain yang dihubungkan dengan RTU dan menghubungkan dengan sistem telemetering dengan menggunakan IED.

    Gambar 4. Konfigurasi sistem SCADA Gateway Tragi Tello

    Penempatan SCADA Gateway di GI TELLO 150 KV dengan pertimbangan antara lain GI ini merupakan GI terdekat dengan kantor TRAGI dimana pada kantor TRAGI ini dilengkapi dengan lokal HMI untuk GI – GI asuhannya.

    VI. DATA-DATA YANG DIPEROLEH Tabel 1. Data pengukuran RTU dan IED

    Saluran Konven sional

    Scada Gateway

    MW MVAR MW MVAR Tello- Tlama 20.2 1.7 19.601 2.706

    Borongloe-Tello 0 0 0.068 0.159 Panakkukang-Tello 40.9 8.3 20.264 5.981 Bosowa- Tello -20 4 -18.314 2.673 Pangkep – Tello 57 0 -31.778 0.891 Sunggunminasa-Tello -41 -4 8.415 3.135

    Data-data yang diperoleh dari Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) sistem Sulawesi Selatan berupa data bus, data line dan hasil pengukuran dengan menggunakan Remote

    Terminal Unit (RTU) dan IED terdiri dari data beban, Daya Aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR).

    Paper ini membutuhkan data aliran daya tanggal 13 Februari 2011 TRAGI TELLO sebagai data yang akan dijadikan bahan acuan Paper sistem monitoring. Data di atas diambil pada tanggal 5 Mei 2010 pada saat TRAGI Tello masih menggunakan metode Konvensional dan data tanggal 13 Januari 2011 pada saat TRAGI Tello telah menggunakan SCADA Gateway.

    VII. EVALUASI MONITORING SISTEM MONITORING SCADA GATEWAY DENGAN

    METODE KONVENSIONAL Berdasarkan hasil evaluasi monitoring SCADA

    Gateway konvensional diperoleh: 1. SCADA Gateway memiliki akurasi metering yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional yang menggunakan metode analog berdasarkan Tabel 1. 2. Pada SCADA Gateway terdapat backup data di masing-masing GI, sehingga jika putus komunikasi atau gangguan di Control Center, data-data masih dapat diperoleh di masing-masing GI. Sedangkan pada metode konvensional terdapat resiko terputusnya komunikasi sehingga data pengukuran dapat hilang 3. Operator Lokal di GI dapat mengoperasikan GI terkait melalui lokal HMI. Sedangkan pada RTU terpusat di control center. 4. Dengan SCADA Gateway, yang memiliki sumber yang sama dengan yang terkirim ke Control Center, kesalahan data yang terkirim ke Pusat Kontrol dapat diminimalkan, karena operator GI dapat membandingkan data di komputer local dengan data yang di control panel setiap saat bila dideteksi ada kesalahan data. 5. Sistem wiring sederhana, karena tidak dibutuhkan lagi wiring point to point dari control panel ke kubikel interface sisi RTU, tapi wiring langsung dilakukan di panel kontrol ke IED atau Distributed I/O, lalu output dihubung ke SCADA Gateway.

    Gambar 5. Arsitektur Gardu Induk Konvensional dan SA

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 4

    6. Metering dengan IED meter lebih efektif dan dipantau dari lokal/pusat kontrol. 7. Selain sebagai remote station di gardu induk, SCADA Gateway juga berfungsi sebagai pusat data Substation Automation (SA) yang dilengkapi dengan Human Machine Interface (HMI). 8. Data – data dari IED proteksi dan meter energy terkumpul dalam satu sistem database dan dimanfaatkan bersama untuk fungsi SCADA dan SA. 9. Tingkat ketelitian yang lebih tinggi untuk point telemetering dengan memanfaatkan Power Meter (IED berbasis full-digital) dibandingkan dengan transduser yang masih menggunakan teknologi semi analog. 10. SDM yang diperlukan untuk pengembangan sistem ini lebih sedikit, mengingat waktu dan metode yang digunakan lebih efisien dan efektif. 11. Dengan sifat sistem yang fleksibel, hardware sistem tidak absolute dan lebih mudah dikembangkan untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan.

    VIII. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

    1. SCADA gateway sebagai sistem monitoring terpusat dan berbasis database untuk keperluan operasional, pemeliharaan dan analisa gangguan pada sistem Subtation Automation memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional 2. Pemeliharaan yang lebih mudah karena sistem wiring yang sangat simple dibandingkan dengan sistem konvensional 3. Keamanan hasil measuring dapat terjaga karena terdapat lokal HMI pada tiap gardu induk.

    b. Saran

    SCADA Gateway dapat dikembangkan di Gardu Induk yang lain untuk kebutuhan peningkatan keandalan sistem monitoring PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Wood, Allen J., B. F. Wollenberg, 1996. Power Generation, Operation, and Control. New York: John Wiley & Sons, Inc.

    [2] Arief Basuki, Timbar Imam Priadi, Anita Puspita Sari, 2010. SCADA GATEWAY, Solusi Cerdas untuk Pengembangan Substation Automation: PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL, SULTRA, dan SULBAR, AP2B Sistem SULSEL, Makassar

    [3] Bonar Pandjaitan, 1999. Teknologi Sistem Pengendalian Tenaga Listrik Berbasis SCADA, Prenhallindo, Jakarta.

    [4] Trosten Cegrell, 1986. Power System Control Technology, Prentice/Hall Company.

    [5] Rakesh Babba, 2010. Detecting False Data Injection Attacks Against DC State Estimation: University of Illinois Urbania

    [6] Reynaldo Fransisco Nuqui, 2001. State Estimation and Voltage Security Monitoring Using Synchronized Phasor Measurements: Blacksburg, Virginia.

    [7] T. Kerdchuen, W. Ongsakul, 2006. Measurement and RTU Placement for State Estimation by Loop Decompotition: Issue and Prospects for GMS

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 5

    Abstrak—Energi listrik yang di bangkitkan pada sistem pembangkit dapat ditransformasikan ke pusat beban melalui jaringan transmisi dan distribusi melalui suatu media penghantar energi listrik yang sangat urgen dan vital. Keandalan sistem transmisi dan distribusi harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan kelistrikan. Salah satu komponen utama jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik adalah isolator yang digunakan sebagai peralatan pemisah bagian-bagian yang bertegangan dengan yang tidak bertegangan serta penahan/penopang kawat saluran. Penelitian ini bertujuan merancang sistem kendali otomatis pengujian penuaan yang dipercepat dari material isolasi tegangan tinggi menggunakan PLC dengan SCADA secara parsial. PLC dihubungkan dengan sebuah Personal Komputer (PC) untuk merekam semua data pengukuran. Proses pembacaan dari input, mengeksekusi program dan memperbaharui output (waktu scan) sangat cepat antara 1-30 milidetik.

    Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Tegangan Tinggi Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin yang meliputi 3 (tiga) pengujian yaitu: simulasi radiasi solar (UV), hujan buatan, dan temperature. (sesuai standar IEC 1109). Adapun isolator yang digunakan sebanyak 3 buah, yaitu: isolator polimer, isolator gelas, dan isolator keramik. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa isolator polimer memiliki daya tahan atau arus bocor yang paling baik dibandingkan dengan isolator keramik dan isolator gelas dengan nilai rata-rata arus bocor sebesar 2,26 mA.

    I. PENDAHULUAN Isolator berfungsi sebagai dielektrik yang

    mengisolir konduktor jaringan yang bertegangan dengan tiang penyangga konduktor agar arus listrik tidak bocor dari konduktor jaringan ke tanah, jika isolator tidak berfungsi dengan baik, maka efisiensi jaringan listrik akan rendah

    sehingga sangat berpengaruh terhadap keandalan pelayanan sistem kelistrikan.

    Ada beberapa hal yang dapat membuat isolator gagal melaksanakan fungsinya, di antaranya adalah peristiwa flashover, polutan yang menempel pada isolator, dan penuaan isolasi.

    Material polimer sekarang ini telah digunakan secara luas sebagai isolasi peralatan tegangan tinggi karena mempunyai banyak keunggulan dibanding dengan material lainnya (porselen / dan gelas), di antaranya ringan, memiliki sifat dielektrik, resistivitas volume, sifat termal, kekuatan mekanik yang lebih baik dan tahan gempa serta mudah penanganannya. Selain itu, material polimer mempunyai karakteristik listrik dan mekanik yang sangat baik. Penuaan fisis merupakan hal yang penting untuk dipahami dalam menganalisis material polimer, karena material polimer memiliki struktur rantai yang dapat begerak dalam reagion yang berubah-ubah (bisa dalam bentuk linear atau pun crosslink) dan akan menurun secara catastropical, jika temperatur turun bersama dengan peralihan suhu pada material kaca.

    II. LANDASAN TEORI

    A. Penuaan pada Isolator Degradasi atau penuaan yang terjadi pada

    isolator dapat diakibatkan oleh beberapa factor seperti lingkungan atau iklim, kelembaban, ultra violet, hujan, temperatur, polusi dan medan listrik.

    Pemburukan dari setiap medan listrik adalah selalu dikaitkan dengan sifat penuaan yang disebabkan oleh faktor fisis dan faktor kimiawi. Kedua faktor ini merupakan faktor yang penting yang menyebabkan penuaan pada material itu sendiri dan dapat menyebabkan pemburukan elektrik akibat medan listrik yang terjadi selama proses operasi.

    Salah satu sifat yang menjadikan elastomer silikon sangat populer dan lebih unggul yang digunakan sebagai material isolasi dibandingkan porselen dan gelas maupun jenis polimer lainnya

    Analisa Pengujian Penuaan yang Dipercepat dari Material Isolasi Tegangan Tinggi

    Umar Hamid, Muhammad Ilyas Syarif

    Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Email: [email protected], [email protected]

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 6

    adalah sifat menolak air atau hidrofobik (hydrophobic). Selain itu material ini juga mampu mempengaruhi lapisan polusi yang menempel pada permukaannya juga ikut bersifat hidrofobik. Fenomena ini disebut transfer hidrofobik. Sifat hidrofobik dan kemampuannya mentransfer sifat tersebut ke lapisan polusi sangat bermanfaat bagi isolator listrik pasangan luar karena dalam kondisi lembab, basah/hujan tidak akan memberi peluang terbentuknya lapisan air yang kontinu sehingga konduktivitas permukaan isolator tetap rendah. Dengan demikian arus bocor (leakage current) yang terjadi akan sangat kecil (Kibbie, 2000).

    B. Polusi pada Isolator Salah satu komponen utama jaringan transmisi

    adalah isolator. Isolator terpasang pada ruang terbuka, sehingga beberapa bulan atau tahun sejak pemasangannnya, pada permukaan isolator menempel polutan yang bersifat permanen. Intensitas polutan pada isolator tersebut tergantung pada tingkat pencemaran udara dan unsur polutan yang terkandung dalam udara disekitar isolator.

    Polusi pada isolator menurut sumbernya dapat dibagi dalam empat kategori (IEC Publication 815, SPLN 10-3B: 1993) yaitu polusi dari laut, polusi dariindustri, polusi dari daerah padang pasir, dan polusi dari gunung berapi. Polusi pada isolator akan menyebabkan arus bocor melalui permukaan isolator, pada keadaan yang lebih parah bahkan dapat menimbulkan lompatan busur api listrik. Untuk mengurangi terjadinya arus bocor ini, maka pada tingkat perancangan dapat diusahakan penempatan jaringan dan gardu induk yang cukup jauh dari sumber polusi, pemilihan bentuk dan ukuran isolator yang sesuai dengan tingkat polusi setempat, dilakukan pencucian isolator, atau diberikan lapisan bahan tertentu pada permukaan isolator.

    C. Programmable Logic Controller (PLC) Pemrosesan data merupakan bagian yang paling

    penting dan fital dari suatu instalasi (plan) otomasi proses produksi di industri. Pemrosesan data mencakup pengumpulan data dari piranti kontrol (controller) dan piranti deteksi (sensor) serta berbagai piranti pemrosesan lainnya. Hasil pemrosesan data tersebut selanjutnya digunakan untuk mengontrol dan memonitor kontinuitas proses produksi yang sedang berjalan. Sistem kontrol dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu input, proses, dan output (action/actuator).

    Dalam dunia otomasi berbasis komputer khususnya penggunaan PLC untuk keperluan

    otomasi industri maka ada satu hal yang perlu dipahami secara benar yaitu istilah koneksi dan protokol. Ada beberapa jenis konektor yang lazim digunakan untuk menghubungkan komputer dan PLC. Sebagai contoh : RS232, RS422, RS485 dan Ethernet. Konektor seperti ini hanya merupakan konektor secara kelistrikan, artinya koneksi tersebut tidak akan berarti bila protokol atau bahasa yang digunakan tidak sesuai.

    D. SCADA Perkembangan teknologi sistem kontrol telah

    melahirkan sebuah system yang disebut SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) yang memungkinkan suatu mesin/peralatan dapat dijalankan dengan komputer. SCADA merupakan suatu sistem pemantauan, pengontrolan dan peng-akusisian data suatu proses kegiatan dan jarak jauh secara real time (A.Daneels, W.Salfer, 1999). Operator atau penanggung jawab (User) dari suatu sistem proses produksi yang dilengkapi dengan suatu sistem SCADA akan mampu untuk melakukan pemantauan, pengujian dan pengontrolan proses produksi secara real-time dari jarak jauh dengan memanfaatkan kemampuan dari sekumpulan peralatan-peralatan (Hardware, Software dan Jaringan Komunikasi) yang membentuk suatu sistem SCADA (Shyh-Jier Huang, 2002). Dalam penelitian akan digunakan tool Cimon SCADA.

    III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan alur

    penelitian seperti yang ditampilkan pada Gambar 1

    Gambar 1. Alur penelitian.

    Dalam penelitian ini digunakan beberapa

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 7

    instrumen seperti: Humidification, heating, demineralisasi rain, saltfog 7 kg/m3, solar radiation simulation (UV), dan tegangan tinggi 20kV. Alat yang digunakan untuk pengukuran instrumen adalah PLC type Master K120S DR40U, temperatur dan humidity sensor, valve, panel box dan accessories, kabel serial, USB to Serial kabel, kabel RS 485, dan laptop/PC. Gambar 2 memperlihatkan diagram alir penyelesaian dan prosedur pelaksanaan penelitian, sedangkan gambar 3 memperlihatkan diagram alir proses menggunakan PLC.

    Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian

    Gambar 3. Skema desain PLC

    IV. HASIL DAN ANALISA Pada tahapan ini akan dipaparkan terkait dengan

    hasil rancangan sistem dan analisa. Gambar 4 memperlihatkan hasil rancangan sistem yang telah dibuat. Berdasarkan gambar 4 beberapa peralatan utama yaitu : 1. Blower AC digunakan untuk mengatur temperatur didalam ruang uji; 2. Sensor suhu dan kelembaban untuk mendeteksi suhu dan kelembaban di dalam ruang uji; 3. Blower kelembaban digunakan untuk mengatur kelembaban di dalam ruang uji; 4. Heater digunakan untuk mengatur suhu panas di dalam ruang uji; 5. Pompa digunakan untuk memompa air sebagai simulasi hujan dan air garam sebagai simulasi kabut garam; 6. Lampu Ultra Violet digunakan untuk simulasi radiasi matahari; 7. Isolator sebagai bahan yang diuji; 8. Kompressor digunakan sebagai penyemprot air simulasi hujan dan air garam sebagai simulasi kabut garam; 9. AC digunakan untuk mendinginkan/menurunkan temperatur di dalam ruang uji; 10. Panel kontrol daya; dan 11. Panel kontrol kendali (PLC).

    Gambar 4. Hasil rancangan sistem

    Blok diagram pengujian diperlihatkan pada gambar 5 dibawah ini:

    Gambar 5. Blok diagram pengujian sistem secara multi stress

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 8

    dan secara parsial Hujan buatan pada tes ini dilakukan semprotan air terhadap isolator dengan menggunakan pompa dan kompressor agar semprotan merata ke permukaan isolator. Temperatur Tes ini dilakukan dengan menggunakan sensor suhu. Apabila pembacaan temperatur pada ruang uji kurang dari 500, maka heater akan bekerja sampai mencapai temperatur 500, dan apabila pembacaan temperatur pada ruang uji lebih besar dari 500, maka blower AC dan AC akan bekerja sampai temperatur ruang uji mencapai 500. Ultra Violet Tes ini dilakukan dengan cara memasang empat buah lampu UV di dalam ruang uji.

    Semua pengujian tekanan isolator tersebut menggunakan tegangan kerja 20kV.

    A. Pengukuran Arus Bocor secara Parsial Pengukuran arus bocor dilakukan

    menggunakan voltmeter digital. Pengukuran dilakukan paralel dengan tahanan sebesar 1,005 Ω 250 watt. Isolator yang digunakan sebanyak 3 buah, yaitu: isolator polimer, isolator keramik, dan isolator gelas seperti ditunjukkan pada gambar 6 dibawah ini:

    Gambar 6. Diagram rangkaian pengujian

    Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Hujan Buatan pada Tegangan 20kV

    Gambar 7. Kurva karakteristik arus bocor denganpengujian hujan buatan pada tegangan 20kV

    Hasil pengukuran menunjukkan bahwa, arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 2 jam pada masing-masing isolator yaitu : isolator polimer (A) sebesar 5,5 mA pada pukul 09:44:17 wita, isolator Keramik (B) sebesar 8,14 mA pada pukul 09:39:17 wita dan isolator Gelas (C) sebesar 11,2 mA pada pukul 08:41:17 wita. Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Temperatur dan Kelembaban pada Tegangan 20kV

    Gambar 8 memperlihatkan hasil pengukuran arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 4 jam pada masing-masing isolator yaitu isolator polimer (A) sebesar 0,06 mA pada pukul 00:19:11 wita, isolator Keramik (B) sebesar 0,11 mA pada pukul 23:48:37 wita dan isolator gelas (c) sebesar 0,11 mA pada pukul 23:48:37 wita.

    Gambar 8. Kurva karakteristik arus bocor dengan pengujian temperatur dan kelembaban pada tegangan 20kV Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Ultra Violet (UV) pada Tegangan 20kV

    Gambar 9. Kurva karakteristik arus bocor dengan

    pengujian ultra violet pada tegangan 20kV

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 9

    Hasil pengukuran pada gambar 9 menunjukkan bahwa, arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 4 jam pada masing-masing isolator yaitu : isolator polimer (A) sebesar 1,23 mA pada pukul 00:59:58 wita, isolator keramik (B) sebesar 1,14 mA pada pukul 00:59:58 wita dan isolator gelas (C) sebesar 1,05 mA pada pukul 00:59:58/

    V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan analisa dalam penelitian

    ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa isolator polimer memiliki arus bocor yang terendah atau paling baik dibandingkan dengan dua jenis isolator lainnya yaitu isolator keramik dan isolator gelas dengan arus bocor rata-rata sebesar 2,26 mA. Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa pengaruh hujan buatan memiliki efek yang lebih merusak dibandingkan dengan pengaruh hujan buatan dan temperatur.

    DAFTAR PUSTAKA [1] Taufik, Akhmad. 2008. Kajian Intensitas Polusi dan

    Hubungannya Terhadap Profil Isolator keramik Pasangan Luar (Studi kasus GI Jeneponto 150 kV). Thesis Pascasarjana Elektro konsentrasi Energi Listrik UNHAS. Makassar.

    [2] Tobing, Bonggas L. & Mustafriend Lubis. 2008. Hubungan Intensitas Polusi Isolator jaringan Distribusi Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari Pantai. Jurnal Teknik Elektro Volume 8.

    [3] Gorur, R.S., Cherney, E.A., Burnham, J.T. 1999. Outdoor Insulators. Arizona: USA.

    [4] Dissado, L.A. and Fothergil, J.C. 1992. Electrical Degradation and Breakdown In Polymers. Redwood Press, Wiltshire, England.

    [5] IEC 60-1, High Voltege Test Technique. [6] IEC 815. 1986. Guide for The Selection of Insulators in

    Respect of Polluted Conditions. [7] IEC 383-1, Insulators for Overhead Lines with a Nominal

    Voltage Above 1kV. [8] Jatmiko, Asy’ari, H. 2003. Tegangan Flashover pada

    Bahan Isolasi Resin Epoksi (DGEBA) yang Terpengaruh oleh Polutan Garam Parangtritis. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor Vol. III No.2.

    [9] Jauhari, E. 2005. Mekanisme Lewat Denyar akibat Polusi pada Isolator Tegangan Tinggi. (http://erijauhari.multiply.com). di akses tgl 1 maret 2009.

    [10] K.L. Chrzan, J.Vokalek, V. Skenicka dkk. 2003. Pollution Flashover of Long rod Insulators with Different Profiles. Symposium on Hihg Voltage Engineering, Netherlands.

    [11] Krystian Leonard Chizan. 2003. Pollution Test Station Glogow, Twenty Years of Researsch. Symposium on High Voltage Engineering, Netherlands.

    [12] Solymar, L., D. Walsh. 1998. Electrical Properties of Materials, Clarendo Press-Oxford, 236 – 252.

    [13] SPLN 10-3B: 1993. Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan dengan Pedoman Pemilihan Isolator. Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi, Perusahaan Umum Listrik Negara.

    [14] Manjang, Salama, Herman. 2007. Kajian Kinerja Isolator 20 kV di Bawah Intensitas Polusi Tinggi pada Gardu Distribusi PT. Semen Tonasa, Proseedings SNTK, Makassar.

    [15] Kyoto University. 2000. Proceding of the 10Th Asian Comference on Electrical Discharge. Kyoto, Japan: Kyoto University.

    [16] Department of High Voltage Engineering Indian Institute of Science Bangalore. 2001. International Symposium of High Voltage Engineering. Bangalore India. Indian Institute of Science Bangalore.

    [17] Salama Manjang. 2009. Laboratory of High Voltage Engineering and Departmen of Electrical Power Engineering at Hasanuddin University. EINA. 16-32.

    [18] John W.Webb, Ronald A.Reis. 1999. Programmable Logic Controllers, Prentice Hall, New Jersey Columbus, Ohio

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 10

    Abstrak— Pada pengoperasian suatu sistem tenaga, khususnya pembangkit termal, pemakaian bahan bakar adalah merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, sejalan dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak dipasaran dunia. Biaya pembangkitan suatu pembangkit termal adalah merupakan fungsi biaya bahan bakar. Upaya untuk penghematan bahan bakar pada pembangkit termal dapat dilakukan dengan melakukan economic dispatch pada pembangkit,termal sehingga biaya bahan bakar menjadi minimal. Pada penelitian ini, optimisasi pembebanan pembangkit termal dilakukan dengan menggunakan metode Pengganda Lagrange pada sistem kelistrikan yang melayani PT. PLN (Persero) Cabang Ternate. Hasil alokasi pembebanan menunjukkan bahwa alokasi pembebanan optimal dari lima unit pembangkit pada PT. PLN (Persero) Cabang Ternate adalah unit 1 =2925.0kW, unit 2 =3541,0kW, unit 3 =2260.0kW, unit 4=6484.2 kW, dan unit 5= 3771.8 kW. Biaya total pembangkitan minimum adalah sebesar Rp 32,206,480.01 perjam.

    I. PENDAHULUAN enggunaan tenaga listrik dewasa ini telah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Perkembangan

    teknologi dan ilmu pengetahuan telah mendorong penggunaan tenaga listrik pada semua aspek kehidupan manusia, baik untuk keperluan industri, rumah tangga maupun perkantoran. Produksi energi listrik tidak sebanding dengan laju pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat harus rela untuk “antri” mendapatkan jatah listrik karena terbatasnya pasokan energi dari PLN. Bahkan beberapa daerah, malah tidak mendapat penerangan listrik sama sekali.

    .

    Kemelut energi tahun 1973 telah menutup suatu “era energi murah” sekaligus menjadi awal “era energi mahal”. Ini memberikan peringatan kepada kita bahwa tersedianya sumber energi di bumi bukan tanpa batas. Bergesernya sektor perminyakan Indonesia dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak, telah mendorong upaya penggunaan minyak dan gas bumi hanya untuk pemanfaatan dengan daya guna yang lebih tinggi yang dikenal dengan konservasi energi. Selain itu juga dilakukan usaha pemanfaatan sumber energi yang lain(diversifikasi energi), terutama untuk sumber energi yang dapat diperbaharui

    Pusat pembangkit yang umumnya berupa generator sinkron mengkonversikan energi mekanik menjadi energi listrik. Pusat pembangkit tenaga listrik umumnya jauh dari pusat-pusat beban dan dalam pengoperasiannya terdiri dari beberapa unit pembangkit. Setiap pusat pembangkit terinterkoneksi dengan pusat-pusat pembangkit yang lain. Pengoperasian pusat-pusat pembangkit secara kolektif dalam melayani beban, pusat tenaga listrik memerlukan pengendalian dan penjadwalan pembangkitan[1].

    Pada pengoperasian suatu sistem tenaga listrik khususnya pada pembangkit termal, pemakaian bahan bakar adalah salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus, karena sebagian besar biaya operasi yang dikeluarkan adalah untuk keperluan bahan bakar. Penghematan biaya bahan bakar dalam prosentase yang kecil dapat memberi dampak yang besar, mengingat besarnya jumlah biaya bahan bakar yang digunakan. Pemakaian bahan bakar yang efisien sangat besar pengaruhnya terhadap penghematan biaya operasi[2,6].

    II. OPERASI DAN KARAKTERISTIK PEMBANGKIT THERMAL

    A. Operasi Pembangkit Untuk pengoperasian pembangkit, diperlukan

    suatu metoda untuk menekan biaya operasi dari suatu pembangkit. Pengoperasian unit-unit

    Optimisasi Biaya Pengoperasian Pembangkit Termal pada PT. PLN(Persero) Cabang Ternate

    Umar, Subhan Petrana

    Fakultas Teknik Universitas Khairun Email: [email protected], [email protected]

    P

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 11

    pembangkit untuk permintaan daya tertentu dilakukan dengan mendistribusikan beban di antara unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem tersebut. untuk mengoptimalkan kerja pembangkit pada beban dasar, sistem hanya disuplai dengan pembangkit yang memiliki biaya operasi paling kecil pada beban-beban yang ringan. Jika terjadi peningkatan beban maka daya akan dicatu oleh kombinasi unit-unit pembangkit yang paling ekonomis untuk permintaan daya yang sesuai.

    Upaya awal untuk mengetahui pengoptimalan dari pengoperasian pembangkit adalah dengan mengetahui distribusi yang paling ekonomis dari keluaran suatu pembangkit di antara generator-generator, atau antara unit-unit pembangkit dalam pembangkit tersebut.

    Pada umumnya, perluasan pembangkitan akibat penambahan permintaan daya pada beban dilakukan dengan menambah unit-unit pembangkit pada sistem yang telah ada. Dalam suatu sistem kelistrikan, setiap unit pembangkit umumnya mempunyai karakteristik operasi yang berbeda-beda. Karakteristik yang berbeda ini mengharuskan suatu penjadwalan pengoperasian setiap unit pembangkit untuk suatu pembebanan tertentu pada sistem sehingga beban dapat terpenuhi dengan biaya yang minimum. Biaya pengoperasian pembangkit tergantung dari beberapa hal antara lain efisiensi pengoperasian dari generator, biaya bahan bakar dan rugi-rugi yang terjadi pada saluran transmisi.

    B. Karakteristik Pembangkit Thermal Dalam menganalisis persoalan yang

    berhubungan dengan pengontrolan operasi dari sistem tenaga, banyak parameter yang harus dipertimbangkan. Dasar dari persoalan pengoperasian ekonomis pembangkit adalah karakteristik dari sejumlah pembangkit termal yang berada dalam sistem.

    Karakteristik pembangkit yang digunakan untuk melakukan optimisasi adalah karakteristik input-output pembangkit. Karakteristik input output pembangkit adalah karakteristik yang menggambarkan hubungan antara gross input dengan net output pembangkit. Gross input dari pembangkit adalah merupakan total input yang diukur dalam R/jam, MBtu/jam, liter/jam ton batubara/jam, atau satuan lain[3,4,5]. Daya listrik yang dibangkitkan dukur dalam MW/jam. Secara umum, biaya pengoperasian pembangkit adalah biaya bahan bakar yang digunakan dan digambarkan sebagai fungsi kuadrat dari daya aktif yang dibangkitkan pada generator. Bentuk dari karakteristik input-output pembangkit termal diperlihatkan pada gambar 1[8].

    Gambar 1 Karakteristik Input-Output pembangkit

    Jumlah bahan bakar yang digunakan perjam yang merupakan fungsi daya aktif, dirumuskan sebagai berikut:

    2( )i i i i i i iH P a bP c P …………………….. (1) Dengan: Hi(Pi) = Jumlah bahan bakar (jumlah BB/jam) ai, bi, ci = Konstanta Nilai-nilai ai, bi, dan bi dapat dicari dengan menggunakan regresi polynomial. Fungsi umum pada pendekatan ploinomial adalah:

    20 1 2 ...

    nny a a x a x a x ………………… (2)

    Fungsi pendekatan untuk polinomial orde 2 adalah:

    20 1 2y a a x a x …………………....……... (3)

    Persamaan orde 2 ditemukan hubungan :

    20 1 2

    1 1 1

    n n n

    i i ii i i

    na X a X a Y

    ……… (4)

    2 30 1 2

    1 1 1 1( )

    n n n n

    i i i i ii i i i

    X a X a X a X Y

    ... (5)

    2 3 4 20 1 2

    1 1 1 1( )

    n n n n

    i i i i ii i i i

    X a X a X a X Y

    ….(6)

    Nilai koefisien ai, bi, dan ci adalah nilai a, b dan c yang memenuhi persamaan (4), (5) dan persamaan (6).

    III. ALOKASI PEMBEBANAN EKONOMIS PEMBANGKIT

    Setiap pembangkit termal memiliki nilai pembangkitan maksimum dan nilai pembangkitan minimum. Pembangkitan maksimum umumnya ditentukan oleh limit panas tertentu dari peralatan pembangkit, sedangkan nilai pembangkitan minimum disebabkan oleh sifat dari disain generator dan kestabilan pembakaran. Pada umumnya pembangkit tidak dapat beroperasi

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 12

    min max

    max

    min

    untuk

    untuk

    untuk

    ii i i

    i

    ii i

    i

    ii i

    i

    F P P PPF P PPF P PP

    dibawah 25% dari disain nominalnya[8]. Pembangkit sebaiknya tidak dioperasikan dibawah nilai minimumnya atau diatas nilai optimumnya. Syarat ini menunjukkan bahwa daya yang dibangkitkan oleh generator harus memenuhi[3,7,8]:

    (min) (max)i i iP P P …… (7) Jika dalam sistem terdapat N unit pembangkit

    yang akan dioperasikan secara bersama-sama, maka jumlah biaya yang diperlukan oleh setiap pembangkit adalah: Fi (Pi) =Hi(Pi) x biaya bahan bakar unit ke-i … (8) total biaya yang diperlukan adalah[3]: FT=F1 + F2 + F3 + …. + FN ….. (9) Atau ditulis: …. (10)

    Persamaan (9) ini adalah merupakan fungsi tujuan (objective function) dari optimisasi yang akan dilakukan.

    Gamber 2. N unit pembangkit termal melayani beban sebesar

    Pload

    Total daya yang dibangkitkan harus sama dengan PLoad:

    10

    N

    Load ii

    P P

    ……………(11) Fungsi lagrange dapat diperoleh dengan

    mengalikan fungsi konstrain pada persamaan (11) dengan lamda (λ) kemudian ditambahkan dengan fungsi tujuan pada persamaan (9): ……. (12) atau ……. (13)

    Nilai ekstrim dari fungsi objektif, dapat diperoleh dengan mendifferensialkan persamaan lagrange (13) terhadap semua variabel independent, dan disamakan dengan nol, diperoleh: …(14)

    Dengan adanya batasan daya yang dibangkitkan pada persamaan (7), maka optimisasi pengoperasian pembangkit menjadi: ……… (15)

    Untuk mendapatkan alokasi pembebanan optimum dari masing-masing unit pembangkit, maka dilakukan perhitungan nilai lamda (λ) yang memenuhi (14) dan dan (11). Nilai daya yang dibangkitkan masing-masing unit pembangkit diperoleh dengan melakukan subtitusi balik nilai lamda kedalam persamaan (14).

    IV. PEMODELAN UNIT-UNIT PEMBANGKIT PT. PLN (persero) Cabang Ternate melayani

    dua pusat beban, yaitu Pulau Ternate dan Pulau Tidore. Sistem Kelistrikan kedua pulau tersebut telah diinterkoneksikan melalui jaringan 20 kV bawah laut yang melewati pulau Maitara. Untuk melayani beban yang ada di Pulau Ternate, PT. PLN mengoperasikan beberapa kelompok Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD), selain itu PT PLN Cabang Ternate juga menyewa listrik dari PT. SEWATAMA. Tabel 1 memperlihatkan kelompok-kelompok pembangkit yang melayani Pulau Ternate.

    Tabel 1. Kelompok Pembangkit yang Melayani Pulau Ternate

    Merek/Tipe Kapasitas (kW) Kondisi

    SWD6 TM 410 RRI 3280 ON SWD 6 TM 410 RR II 3280 OF SWD 6 TM 410 III 3541 ON ALLEN 3016 #1 3000 OF ALLEN 3016 #2 3000 OF CATERPILLAR 3616 4700 OF SEWA TAMA #1 9040 ON SEWA TAMA #2 8000 ON BGP SEWA #3 9200 ON

    Pemodelan unit pembangkit menunjukkan

    karekteristik dari suatu unit pembangkit. Pada pembuatan pemodelan ini, terlebih dahulu dilakukan pengambilan data pada lima unit pembangkit (PLTD), seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

    1( )

    N

    T i ii

    F F P

    TF L

    1 1( ) [ ]

    N N

    i i Load ii i

    F P P P

    L

    1 1( ) [ ]

    ( ) 0

    N N

    i i Load ii ii

    i i

    i i

    F P P PP P

    F PP P

    L

    L

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 13

    Tabel 2 Unit Pembangkit tempat pengambilan data

    Unit Merek /Tipe Daya (kW)

    1 SWD 6 TM410 3280 2 SWD 6 TM410 3541 3 SEWA TAMA #1 9042 4 SEWA TAMA #2 8000 5 SEWA TAMA #3 9200

    Operasi dari setiap unit pembangkit dinyatakan

    sebagai fungsi daya output setiap unit pembangkit. Grafik yang menunjukkan pemodelan dari suatu unit pambangkit merupakan pemetaan antara bahan bakar yang diperlukan terhadap keluaran daya dari unit tersebut. Karakteristik pembangkit diperoleh dengan melakukan plotting bahan bakar (ltr/jam) dengan daya keluaran(kW). Karakteristik lima unit pembangkit diperlihatkan pada gambar 3 sampai gambar 7.

    Gambar 3 Karakteristik pembangkit unit 1

    Gambar 4 Karakteristik pembangkit unit 2

    Gambar 5 Karakteristik pembangkit unit 3

    Gambar 6 Karakteristik pembangkit unit 4

    Gambar 7 Karakteristik pembangkit unit 5

    Berdasarkan Tabel 2 dan asumsi bahwa

    pembangkitan minimum suatu pembangkit termal adalah 25% dari nilai pembangkitan maksimumnya, maka diperoleh nilai Pmaks dan Pmin masing-masing unit sebagai berikut: Unit 1 : Max output = 3200 kW Min output = 800kW Unit 2 : Max output = 3541 kW Min output = 885,25 kW

    900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300585

    590

    595

    600

    605

    610

    615

    620Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 2

    Daya output (kW)

    Bah

    an b

    akar

    (Ltr/

    Jam

    )

    Unit 2 = 1.3739e-005 P 2̂ + 0.032676 P + 547.9468

    1800 2000 2200 2400 2600 2800850

    900

    950

    1000

    1050

    1100

    1150Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 3

    Daya output (kW)

    Bah

    an b

    akar

    (Ltr/

    Jam

    )

    Unit 3 = 2.8755e-005 P 2̂ + 0.088766 P + 636.3803

    2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100390

    400

    410

    420

    430

    440

    450

    460

    470

    480

    490Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 4

    Daya output (kW)

    Bah

    an b

    akar

    (Ltr/

    Jam

    )

    Unit 4 = 1.1163e-005 P 2̂ + 0.020985 P + 307.8833

    2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900450

    460

    470

    480

    490

    500

    510

    520

    530

    540

    550Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 5

    Daya output (kW)

    Bah

    an b

    akar

    (Ltr/

    Jam

    )

    Unit 5 = 2.995e-005 P 2̂ - 0.06229 P + 461.1495

    800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300165

    170

    175

    180

    185

    190

    195

    200

    205

    210Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 1

    Daya output (kW)

    Bah

    an b

    akar

    (Ltr/

    Jam

    )

    Unit 1 = 2.4149e-005 P 2̂ + 0.02324 P + 132.65

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 14

    Unit 3 : Max output = 9040 kW Min output = 2260 kW Unit 4 : Max output = 8000 kW Min output = 2000 kW Unit 5 : Max output = 9200 kW Min output = 2300 kW

    Dari hasil plotting data gambar 4 sampai dengan gambar 9, diperoleh karakteristik setiap unit pembangkit sebagai berikut: H1(kW/Ltr)=

    21 10,000024149 P + 0,02324P + 132,65

    H2(kW/Ltr)= 2

    2 20,000013739 P + 0,032676 P + 547,946 H3(kW/Ltr)=

    23 30,000028755 P + 0,088766 P + 636,308

    H4(kW/Ltr)= 2

    4 50,000011163 P + 0,020985P + 307,883 H5(kW/Ltr)= 2

    5 50,00002995P - 0,06229P + 461,149 Daya yang dibangkitkan oleh PT PLN Cabang

    Ternate didistribusikan kedalam 5 (tidak termasuk Pulau Tidore) penyulang, yaitu Sulamadaha, Kota, Ekspres, Stadion dan Jambula. Beban di PT. PLN (Persero) Cabang Ternate fluktuatif antara 12,096 MW sampai dengan 18,982 MW, dengan beban rata-rata sebesar 17,459 MW.

    Hasil analisa menggunakan pengganda lagrange dengan biaya bahan bakar Rp 8500 dan beban Pload=18,982 MW, diperoleh nilai λ= 1390.9285. Alokasi pembebanan optimum enam unit pembangkit diperlihatkan pada Tabel 3.

    Tabel 3 Alokasi pembebanan optimal unit pembangkit pada PT.

    PLN (Persero) Cabang Ternate.

    Unit Merek /Tipe Daya (kW)

    1 SWD 6 TM410 2925.0 2 SWD 6 TM410 3541.0 3 SEWA TAMA #1 2260.0 4 SEWA TAMA #2 6484.2 5 SEWA TAMA #3 3771.8

    Tabel 4 Biaya setiap unit pembangkit pada PT. NHM

    Unit Merek /Tipe Daya (Rp/Jam)

    1 SWD 6 TM410 3450630.15 2 SWD 6 TM410 7133149.43 3 SEWA TAMA #1 8373450.81 4 SEWA TAMA #2 7704866.62 5 SEWA TAMA #3 5544383.01 Total 32,206,480.0

    Biaya bahan bakar yang diperlukan pada masing-masing unit pembangkit berdasarkan alokasi pembebanan pada tabel 3 diperlihatkan pada tabel 4. Biaya total bahan bakar minimum hasil optimisasi lima unit pembangkit adalah Rp 32.206.480/jam,.

    V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan analisa data, dapat

    ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Alokasi pembebanan optimal dari lima unit

    pembangkit pada PT. PLN (Persero) Cabang Ternate adalah unit1=2925.0kW, unit 2 =3541.0kW, unit3 = 2260.0 kW, unit 4=6484.2 kW, dan unit 5=3771.8 kW

    2. Biaya pembangkitan minimum masing-masing pembangkit unit1=3450630.15 Rp/jam, unit 2 =7133149.43 Rp/jam, unit3 = 8373450.81 Rp/jam, unit 4=7704866.62 Rp/jam, dan unit 5=5544383.01 Rp/jam. Biaya total pembangkitan adalah 32.206.480 Rp/jam.

    DAFTAR PUSTAKA [1] Najamuddin Harun, Yusri S. Akil, Aplikasi Teknik

    Cerdas pada Penjadwalan Pembangkit Tenaga Listrik, Jurnal Informasi Teknologi INTEK Vol. 14. Hal 126-133, Juni 2008.

    [2] Bahtiar, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang, Optimisasi Operasi Pembangkit Sistem Mahakam PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Timur Menggunakan Breeder Algorithm Genetic (BGA), Proceeding SEMNAS VIII ITS, Surabaya 2008.

    [3] Allen J. Wood, Power Generation, Operation and Control,New York, John Weley & Sons,1984.

    [4] Rusilawati, Ontoseno P, Adi S, Implementasi Metode Taguchi Untuk Economic Dispatch pada Sistem IEEE 26 Bus, FTI-ITS, 2010

    [5] Umar, Economic Dispatch Menggunakan Real Encoding Genetic Algorithm, Jurnal Metropilar Vol 8. No. 3, Fakultas Teknik Unhalu, 2010.

    [6] Umar, Operasi Sistem Tenaga, Materi Kuliah Fakultas Teknik Universitas Khairun, 2009.

    [7] I Ketut Wijaya, Alokasi Pembebaban Optimum Sistem Pembangkitan Di Bali, Jurnal Teknologi Elektro Fakultas Teknik Udayana, Vol 3. No.2 Juli-Desember 2004

    [8] Jizhong Zhu, Optimization Power System Operation, John Wiley And Son, New Jersey 2009.

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 15

    Abstrak—Tujuan penelitian adalah untuk mengoptimalkan pemakaian beban listrik pada instalasi listrik domestik secara automatis menggunakan mikrokontroller PIC16F84. Alat optimalisasi ini digunakan untuk menghemat energi listrik melalui perbaikan factor daya. Penurunan faktor daya jala-jala listrik disebabkan oleh penggunaan beberapa peralatan listrik dan elektronik seperti lampu TL, lampu hemat energi,komputer, mesin faks, televisi, radio, pengendali kecepatan motor, Uninterruptible Power Supply (UPS), catu daya (power supply), dan lain-lain. Turunnya faktor daya ini akan menyebabkan penggunaan daya listrik lebih rendah dari daya yang tersedia. Prototype alat optimalisasi ini mampu mendeteksi/mengukur dan memperbaiki faktor daya jala-jala listrik secara automatis. Pada perancangan alat ini digunakan komponen pengendali mikrokontroler PIC16F84A untuk penentuan nilai phi dari cos phi serta untuk mengaktifkan relay driver kapasitor yang akan memperbaiki nilai cos phi yang rendah. Input phasa dari transformator CTdan PT diumpankan ke rangkaian Op-Amp sebagai pengubah sinyal sinus 50 Hz, menjadi sinyal kotak yang dapat dibaca pada pin input mikrokontroler RA0 dan RA1. Nilai konfigurasi kapasitor yang digunakan untuk memperbaiki nilai cos phi berdasarkan daya aktif adalah 5µF, 10 µF, dan 20 µF yaitu dengan menghubungkan3 buah kapasitor yang dapat memperbaiki faktor daya dalam tujuh kemungkinan kerja kapasitor, jika faktor daya jala-jala listrik sebesar < 0,5 maka dengan mengaktifkan dua buah kapasitor secara automatis, akan dihasilkan perbaikan faktor daya sebesar > 0,85 sesuai standar PLN. Daya reaktif yang hilang menjadi lebih kecil (rugi-rugi daya kecil) dan daya aktif yang terpakai dapat lebih besar.

    Kata kunci : Optimalisasi, Mikrokontroller

    I. PENDAHULUAN

    Kebutuhan akan kualitas daya listrik yang baik merupakan keharusan dan kebutuhan bagi suatu masyarakat modern. Kualitas daya yang kurang baik tentu akan merugikan baik produsen listrik (PLN) maupun pihak konsumen. Tegangan listrik yang tidak stabil, turunnya faktor daya, kontinuitas suplai daya, dan timbulnya harmonisa adalah sebagian dari permasalahan kualitas daya listrik.

    Peralatan elektronik seperti komputer, mesin faks, pengisi baterai, pengendali kecepatan motor, Uninteruptible Power Supply (UPS), peralatan-peralatan kedokteran, catu daya, dan lain-lain, merupakan beban non linier yaitu beban listrik yang menghasilkan arus nonsinusoidal dan

    pergeseran arus fasa. Akumulasi dari beban non linier yang jumlahnya banyak mengakibatkan terjadinya penurunan faktor daya jala-jala. Penurunan ini akan menyebabkan penggunaan daya listrik lebih rendah dari daya yang tersedia. Sebagai contoh, sebuah rumah dengan kapasitas daya 900 VA memiliki faktor daya 0,65 maka daya aktif yang bisa dipakai adalah 585 W. Apabila faktor daya ditingkatkan menjadi 0,95 maka didapatkan daya aktif 855W. Sehingga dengan faktor daya yang lebih tinggi maka pemakaian peralatan listrik bisa lebih banyak. Faktor daya rendah umumnya disebabkan oleh beban listrik yang bersifat induktif / kapasitif dan beban non linier. Untuk meningkatkan faktor daya yang bersifat induktif, sistem harus diinjeksi dengan beban kapasitif yang dapat diperoleh dari kapasitor, demikian sebaliknya.

    Beberapa peralatan hemat energi (Energy Saver) yang telah beredar dipasaran dapat digunakan sebagai peralatan untuk memperbaiki faktor daya, sebagian masyarakat (rumah tinggal) melakukan pemasangan peralatan hemat energi ini tanpa memperhatikan/mempertimbangkan kapasitas kapasitor yang digunakan. Peralatan hemat energi yang beredar dipasaran ini mempunyai beberapa kekurangan yaitu: harga

    Optimalisasi Pemakaian Beban Listrik untuk Instalasi Listrik Domestik

    Aksan, Sulhan Bone

    Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang

    Email : [email protected]

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 16

    mahal, tidak bekerja secara automatis, dan tidak mempunyai penunjukan (tampilan LCD) besarnya faktor daya jala-jala. Sehingga dengan memasang peralatan hemat energi ini terkadang menghasilkan perbaikan faktor daya jala-jala listrik lebih lagging ( < 0,8 lagging) atau sistem menjadi lebih kapasitif ( φ 1. Sedang untuk memperkecil sudut φ itu hal yang mungkin dilakukan adalah memperkecil komponen daya reaktif (kVAR) seperti ditunjukkan pada gambar 1. Berarti komponen daya reaktif yang ada bersifat induktif harus dikurangi dan pengurangan itu bisa dilakukan dengan menambah suatu sumber daya reaktif yaitu berupa kapasitor bank.

    Gambar 1. Gambar segitiga daya (Neidle, 1982)

    B. Kapasitor Bank

    Akibat adanya penurunan faktor daya jaringan listrik, maka biasanya digunakan kapasitor bank yang merupakan peralatan listrik untuk meningkatkan faktor daya yang akan mempengaruhi besarnya arus (ampere). Pemasangan kapasitor bank pada sebuah sistem listrik akan memberikan keuntungan sebagai berikut (Powerindo Listrik Utama, 2006): Peningkatan kemampuan jaringan dalam menyalurkan daya, optimasi biaya ( ukuran kabel diperkecil ), Mengurangi besarnya nilai drop tegangan, mengurangi naiknya arus/suhu pada kabel sehingga mengurangi rugi-rugi daya, mengurangi denda kVARh.

    Pemasangan kapasitor bank ini adalah sebuah investasi yang manfaatnya baru bisa diperoleh setelah beberapa bulan. Dengan memasang kapasitor, suplai daya reaktif yang dibutuhkan oleh peralatan-peralatan induktif akan dilakukan oleh kapasitor dan jaringan listrik. Sehingga dapat diartikan bahwa daya reaktif yang disuplai oleh jaringan listrik akan berkurang karena sudah dibantu suplai oleh kapasitor. Karena seluruh pemakaian listrik (termasuk losses) setelah kWhmeter akan dihitung oleh kWhmeter. Untuk industri, PLN menagihkan daya aktif dan daya reaktif sedangkan untuk rumah tangga, PLN hanya menagihkan daya aktif saja. Sebagai contoh, sebuah rumah dengan kapasitas daya 900 VA memiliki faktor daya 0,65 maka daya aktif yang

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 17

    bisa dipakai adalah 585 W. Apabila faktor daya ditingkatkan menjadi 0,95 maka didapatkan daya aktif 855W. Sehingga dengan faktor daya yang lebih tinggi maka pemakaian peralatan listrik bisa lebih banyak.

    Kapasitor yang akan digunakan untuk memperkecil atau memperbaiki faktor daya penempatannya ada dua cara: 1. Terpusat, kapasitor ditempatkan pada:

    a. Sisi primer dan sekunder transformator b. Pada bus pusat pengontrol

    2. Cara terbatas, kapasitor ditempatkan pada a. Feeder kecil b. Pada rangkaian cabang c. Langsung pada beban

    II . METODE PENELITIAN Mengacu pada identifikasi permasalahan yang

    telah dipaparkan, maka tahapan penelitian ini akan dilanjutkan dengan analisis, perancangan, konstruksi dan terakhir adalah pengujian.

    Analisis dan perancangan merupakan cara menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan yang berbeda. Pada analisis umumnya pendekatan dilakukan terhadap fungsi dan komponen (struktur) apa saja yang harus ada. Sedangkan pada perancangan lebih ditekankan terhadap bagaimana merealisasikan fungsi dan struktur tersebut. Pada bagian ini akan dijelaskan analisis dan ide pendekatan terhadap fungsi dan struktur sistem yang akan dibangun.

    A. Perancangan Sistem

    Fungsi - fungsi yang terdapat pada prototype peralatan koreksi faktor daya jala-jala berbasis mikrokontroller harus dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang telah teridentifikasi seperti dituliskan pada bagian depan proposal ini. Analisis berikut menunjukkan beberapa fungsi yang harus ada agar rangkaian koreksi faktor daya jala-jala berbasis mikrokontroller dapat dibangun seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Prototype koreksi faktor daya jala-jala berbasis Mikrokontroller

    a. Perancangan Pengubah Sinyal

    Rangkaian pengubah sinyal adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk mengubah bentuk sinyal gelombang sinusoidal menjadi bentuk sinyal gelombang kotak. Rangkaian pengubah sinyal memperoleh masukan dari current transformer (CT) dan potensial transformer (PT) yang dipasang pada jala-jala listrik ke beban. Sinyal dari current transformer merupakan bentuk sinyal arus, dan sinyal dari potensial transformer merupakan bentuk sinyal tegangan. Sinyal arus dan tegangan yang berbentuk kotak ini merupakan masukan sinyal ke rangkaian mikrokontroller pic untuk dibaca dan diolah oleh baris-baris program. Tampilan rangkaian pengubah sinyal seperti gambar 3.

    Gambar 3. Rangkaian pengubah sinyal

    B. Perancangan MikrokontrollerPIC 16F84A

    Rangkaian mikrokontroller pic adalah rangkaian pengontrol yang berfungsi untuk menghitung besarnya faktor daya ala-jala, menampilkan hasil perhitungan faktor daya pada tampilan LCD, dan sebagai pembangkit sinyal pulsa

    untuk masukan ke driver kapasitor. Rangkaian ini memperoleh masukan dari pengubah sinyal arus dan tegangan, sehingga dengan perbedaan waktu antara sinyal arus dan sinyal tegangan maka dapat ditentukan seberapa besar faktor daya jala-jala, seperti ditunjukkan pada gambar 4.

    Hasil perhitungan ini dapat ditampilkan pada LCD dan sebagai masukan untuk pembangkitan sinyal pulsa ke driver kapasitor. Rangkaian mikrokontroller pic dapat mengolah masukan sinyal dengan membuat beberapa baris program.

    C. Perancangan Driver kapasitor

    Pada rangkaian driver kapasitor terdiri dari tiga buah komponen utama kapasitor, optotriac dan dioda sebagai piranti switching seperti ditunjukkan

    +-L M 3 5 8

    +-L M 3 5 8

    B E B A N

    T O P IC

    T O P IC

    G N D

    - 5 V

    + 5 V

    C T

    P T

    R 1

    R 4

    R2 R3

    R 8

    R 5

    C 3

    R6

    R7

    C 2

    C 1

    J a la- ja laP L N

    2

    3

    1

    8

    6

    5

    5 7

    1

    2

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 18

    pada gambar 5. Yang utama dalam melakukan perancangan rangkaian driver kapasitor adalah

    Gambar 4. Perbedaan waktu antara sinyal arus dan tegangan

    Pemilihan komponen optotriac yang digunakan

    sebagai switching antara jala-jala dan kapasitor, serta pemilihan dan perhitungan kapasitas kapasitor agar perbaikan faktor daya jala-jala tidak melebihi perbaikan faktor daya yang bersifat kapasitif

    D. Struktur Perangkat Keras

    Beberapa komponen harus disediakan agar fungsi-fungsi yang diusulkan dapat diimplementasikan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan sistem pengubah sinyal bentuk sinusoidal menjadi sinyal bentuk kotak. Jika sistem ini dihubungkan dengan rangkaian mikrokontroller pic maka besarnya factor daya jala-jala dapat dihitung dan ditampilkan pada LCD serta membangkitkan sinyal pulsa untuk driver kapasitor. Adapun rangkaian perangkat keras yang digunakan memakai beberapa komponen elektronika seperti: resistor, Op-Amp, optotriac, dioda, current transformer, potensial transformer, mikrokontroller pic16F84, dan beberapa komponen lainnya

    Gambar 5. Rangkaian driver kapasitor

    E. Struktur Perangkat Lunak

    Adanya keterlibatan perangkat mikrokontroller pic16F84 pada sistem ini, mengharuskan tersedianya perangkat lunak berupa baris-baris program. Perangkat lunak diperlukan untuk menghitung faktor daya jala-jala, menampilkan hasil perhitungan factor daya pada LCD, dan membangkitkan sinyal pulsa ke driver kapasitor. Algoritma merupakan urutan-urutan pelaksanaan program yang nanti akan diaplikasikan pada pembuatan program. Urutan algoritma sebagai berikut : 1. Identifikasi register yang digunakan 2. Inisialisasi Port I/O yang digunakan 3. Mengecek input dari pin RA0 4. Mengukur nilai phi 5. menampilkan nilai phi dan cos phi 6. mengoreksi nilai nilai phi dan cos phi oleh

    penambahan kapasitor 7. menampilkan kembali koreksi nilai phi dan

    cos phi

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Pengujian Sinyal Arus dan Tegangan

    Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan peralatan Osiloskop untuk menampilkan perbedaan sudut phasa antara gelombang arus dan tegangan pada jala-jala listrik, ditunjukkan pada gambar 6. Faktor daya jala-jala dapat ditentukan dari besarnya perbedaan waktu antara arus dan tegangan. Berdasarkan hasil keluaran dari rangkaian pengubah sinyal arus dan tegangan diperoleh faktor daya jala-jala seperti hasil perhitungan sebagai berikut:

    0

    00

    0

    0

    11511536032,0

    36056,1

    360

    x

    xdivdiv

    xtt

    Gambar 6. Perbedaan sudut phasa antara arus dan tegangan

    v

    T

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 19

    B. Pengujian Rangkaian Mikrokontroller PIC 16F84

    Dalam rangkaian PIC 16F48 jumlah port yang digunakan ada 2 yaitu port A dan port B. Pada port A terdapat pin RA0, RA1, RA2 dan RA3. Pin RA0 dan RA1 digunakan untuk keluaran dari rangkaian pengubah sinyal yang terdiri atas pulsa arus dan pulsa tegangan, sedangkan pin RA2 dan RA3 digunakan untuk tampilan display. Pada port B digunakan pin RB0, RB1, RB2 guna mengOnkan dan MengOFFkan relay 24 Volt untuk koreksi yang sebelumnya terlebih dahulu dihubungkan ke MOSFET.

    Mikrokontroller PIC 16F84 ini memerlukan sumber tegangan +5Volt dengan pin untuk Vccnya adalah kaki 4 dan 14, sedangkan untuk pentanahannya adalah kaki 5.

    C. Pengujian Simulasi Driver

    Pada rangkaian driver digunakan 3 buah MOSFET yaitu BUZ 71A dan 3 buah relay 24 volt. Pada rangkaian ini MOSFET digunakan sebagai penguat untuk relay yang kemudian dihubungkan ke kapasitor. Relay ini adalah sebagai komponen pengganti dari Opto-Triac. Untuk lebih jelasnya simulasi rangkaian driver ditunjukkan pada tabel 1.

    Relay ini akan bergantian bekerja beroperasi

    dengan selang waktu 5 detik. Pada saat pertama di ON kan (kemungkinan pertama) ketiga relay ini tidak ada yang bekerja atau dengan kata lain relay dalam posisi NO atau terbuka. Setelah 5 detik maka kemungkinan yang kedua relay 1 akan bekerja disusul dengan kemungkinan ketiga dan seterusnya tergantung dari pemakaian beban yang berubah-ubah

    D. Pemasangan Alat di Rumah Toko

    Rumah toko yang digunakan sebagai tempat kegiatan program Vucer, menjual berbagai macam

    jenis alat tulis kantor dan jasa foto copy. Daya listrik yang terpasang pada rumah toko tersebut sebesar 2200 VA. Pemasangan alat optimalisasi pemakaian beban di rumah toko tersebut ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini.

    Gambar 7. Rumah toko dan pemasangan alat

    Data yang diperoleh sebelum pemasangan kapasitor pada rangkaian alat optimalisasi ditunjukkan pada tabel 2 berikut , faktor daya yang dihasilkan di bawah standar PLN yaitu sebesar < 0,85, sehingga dengan demikian harus memasang 3 buah kapasitor masing-masing sebesar C1=5 uF, C2=10uF, dan C3=20uF agar faktor daya dapat meningkat di atas > 0,85.

    Dengan pemakaian kapasitor C1, C2, dan C3 maka 7 kemungkinan kapasitor akan ON secara bersamaan atau tunggal, sehingga faktor daya dapat diperbaiki menjadi > 0,85 , seperti ditunjukkan pada tabel 3. Naiknya faktor daya ini mengakibatkan rugi-rugi daya reaktif (QL) yang timbul semakin kecil sehingga pemakaian daya semu (S) pada KWH meter semakin kecil, dengan demikian dapat menghemat penbayaran pemakaian energi listrik. Hal ini dapat ditunjukkan pada lampiran rekening listrik selama periode pembayaran bulan Agustus dan September

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 20

    IV. SIMPULAN 1. Pemakaian beban induktif antara lain lampu

    TL, Motor dan peralatan elektronika lainnya, dapat menyebabkan penurunan faktor daya jala - jala sebesar < 0,5.

    2. Perbaikan faktor daya jala-jala dapat dilakukan dengan menggunakan komponen filter kapasitor . dihasilkan faktor daya jala-jala yang lebih baik sebesar > 0,85 sesuai standar PLN

    3. Penggunaan besar filter kapasitor tidak boleh melebihi batas perbaikan cos φ=1

    karena akan dapat menurunkan faktor daya kembali yang bersifat kapasitif.

    4. PIC Mikrokontroller ini digunakan untuk mematikan dan menghidupkan filter kapasitor secara automatis, agar perbaikan faktor daya dapat lebih tepat dan bekerja secara automatis.

    5. Jika faktor daya turun maka arus pada jala-jala akan semakin besar sehingga pemakaian daya dapat lebih besar yang mengakibatkan pembayaran rekening listrik akan lebih besar.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] David A. Torev Adel M. A. M. AI- Zamel. May 1995, " Single – Phase Active Power Filters for Multiple Nonlinear Loads", IEEE Transc. on Power Electronics, Vol. 10, No. 3, pp. 263-272.

    [2] Hirofumi Akagi. Nov / Dec 1996. "New Trends in Active Filters for Power Conditioning". IEEE Transactions on Industry Applications, Vol. 32, No. 6, pp. 1312-1322

    [3] Jose A, Lambert. 1998. “Analogic and digital control of an active power filter using the imposition sinusoidal current strategy”. Procededings PEDES. Perth Western Australia.

    [4] Mikrochip. 2005. Data sheet PIC16F84 [5] Neidle, Michael. 1982. ” Teknologi Instalasi

    Listrik edisi ketiga “. Erlangga Jakarta. [6] Wollard, Barry G. 1999. “Elektronika Praktis “

    PT.Pradnya Paramita. JakartaPowerindo Listrik Utama. 2006.

    [7] “ Alat Penghemat Listrik “. di akses 10 Januari 2000

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 21

    Pembuatan Automatic Transfer Switch (ATS) Berbasis Programmable Logic Control (PLC)

    untuk Kapasitas Genset 75 kVA

    Rusli, Richard Semuel Waremra Laboratory of Electrical Engineering

    Faculty of Engineering, University of Musamus (UNMUS) in Merauke Email: [email protected], [email protected]

    Abstrak— Kebutuhan akan listrik penting bagi tercapainya tujuan pembangunan, seperti menciptakan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan juga pemerataan pembangunan di segala bidang, maka perlunya alat yang dapat mentrasferkan secara otomatis sehingga suplay listrik terus – menerus dengan mutu yang baik, handal, aman. Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik Negara) padam atau salah satu fasa putus, maka PLC (Q0.2) tidak terhubung (K1 tidak bekerja), pada saat yang bersamaan PLC (Q0.3) memerintahkan termostart untuk memanaskan oli dalam waktu 10 detik. Q0.0 bekerja untuk menghidupkan Star Genset (Sumber Cadangan) dalam waktu 20 detik. Q0.1 memerintahkan kontaktor K2 bekerja dalam waktu 60 detik (Sumber tegangan Genset akan mengalirkan arus listrik ke beban). Apabila PLN hidup maka kontaktor K1 akan bekerja K2 tidak terhubung. Mesin genset hendaknya siaga (stand by) dan siap untuk dioperasikan. Perawatannya harus diperhatikan baik dari pemeliharaan oli, bahan bakar serta spare part. Spare part yang sudah mulai rusak hendaknya secepatnya diganti guna menghindari kerusakan total pada mesin. Pengoperasiannya pun harus rutin baik itu seminggu sekali maupun dua minggu sekali untuk mengetahui besar tegangan dan arus yang dibangkitkan genset tersebut.

    I. PENDAHULUAN

    U mumnya sumber listrik utama yang disalurkan dari PLN tidak selalu menyalurkan sumber listrik secara terus-menerus, karena untuk menjaga kualitas, stabilitas dan kehandalan maka harus ada proses pemeliharaan dan perawatan baik secara

    terjadwal/normal maupun juga kemungkinan kekurangan daya pada konsumen tertentu pada waktu beban puncak dan kenaikan beban temporer pada sisi konsumen.

    Apabila kondisi gangguan seringkali terjadi, maka dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan, perekonomian dan yang terutama pada aktivitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengatasi terputusnya layanan listrik, maka beberapa konsumen memilih alternatif dengan menyediakan pembangkit cadangan (Genset/Generator Set) dengan tujuan untuk melayani kebutuhan sumber listrik secara kontinyu pada sisi beban. Pengoperasian sumber listrik PLN dan sumber listrik genset dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis.

    Pemasangan ATS berbasis PLC merupakan solusi yang efektif dalam pengalihan penyuplaian sumber listrik dari PLN ke pembangkit cadangan yang berkapasitas daya 75 kVA secara otomatis.

    II. LANDASAN TEORI Automatic Transfer Switch (ATS) adalah peralatan sistem yang dapat mengatur pergantian suplay catu daya listrik dari sumber listrik utama dari PLN ke sumber listrik cadangan/genset yang bekerja secara otomatis dengan mengendalikan pengaturan waktu.

    Fungsi ATS sebagai pengganti saklar pemindah posisi. Sumber listrik yang pada metode-metode terdahulu digunakan untuk memindahkan handel/saklar sumber listrik utama dari PLN ke sumber listrik cadangan/genset. Namun cara dan metode ini memerlukan waktu yang relatif cukup lama dalam menyuplai sumber tenaga listrik. Prinsip kerja ATS yang sudah ada menggunakan 2 buah kontaktor utama yang bekerja sebagai saklar dalam menghubungkan sumber listrik pada beban/konsumen, dilengkapi dengan relay AC

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 22

    yang membantu mengambil sistem kontaktor dan Time Delay Relay (TDR). TDR yang digunakan sebanyak 4 buah yang masing-masing 2 buah TDR untuk kontaktor utama dan 2 buah TDR untuk kontrol genset pada posisi On/Off.

    III. AUTOMATIC TRANSFER SWITCH (ATS) ATS merupakan suatu alat yang digunakan

    untuk melakukan perpindahan sumber tegangan listrik pada saat listrik PLN padam, maka Sumber Tegangan Cadangan (Genset) otomatis akan bekerja (Mensuplay tegangan Ke beban). Apabila PLN menyala maka Sumber Tegangan Cadangan (Genset) otomatis akan padam.

    Beberapa komponen-komponen pendukung antara lain adalah sebagai berikut : a. Programmable Logic Control (PLC) b. Kontaktor c. Relay 220 V & Relay 24 V d. Penghantar (Conduktor) e. Miniature Circuit Breaker (MCB) f. Lampu Indikator

    Gambar 1. Blok Diagram

    IV. PROGRAMMABLE LOGIC CONTROL (PLC) Programmable Logic Controller (PLC)

    merupakan control mikroprosesor serba guna yang dirancang khusus untuk beroperasi di lingkungan industri. PLC bekerja dengan cara menerima data dari peralatan input berupa relay, sensor dan sebagainya. PLC merubah input menjadi keputusan-keputusan yang bersifat logika dan selanjutnya disimpan dalam memori. Selanjutnya keputusan-keputusan tersebut ditransfer ke output sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan

    peralatan yang ada [3]. Fungsi-fungsi dasar yang banyak digunakan

    antara lain : kontak-kontak logika, pewaktu (timer), pencacah (counter). Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronik yang menggantikan fungsi relay-relay, dengan kemampuan yang lebih luas. Dengan kemapuan tersebut, PLC dapat dikembangkan sehingga dapat melakukan operasi, konversi analog ke digital dan sebaliknya digital ke analog, membandingkan data serta menyelesaikan fungsi yang cukup kompleks.

    Gambar 2. Standarisasi Bahasa Pemograman PLC[2].

    Gambar 3. PLC CPU 224[7].

    V. KONTAKTOR Kontaktor merupakan saklar daya yang bekerja

    dengan prinsip elektromagnetik. Sebuah coil dengan inti berbentuk huruf E yang diam, jika koil dialirkan arus listrik akan menjadi magnet dan menarik inti magnet yang bergerak dan menarik sekaligus kontak dalam posisi ON.

    Batang inti yang bergerak menarik paling sedikit 3 kontak utama dan beberapa kontak bantu bias kontak Normally Close (NC) atau Normally Open (NO).

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 23

    Gambar 4. Tampak Samping Irisan Kontaktor

    VI. RELAY Komponen relay ini bekerja secara

    elektromagnetis, ketika koil K terminal A1 dan A2 diberikan arus listrik angker akan menjadi magnet dan menarik lidah kontak yang ditahan oleh pegas, kontak utama 1 terhubung dengan kontak cabang 4.

    Gambar 5. Simbol dan bentuk fisik relay

    Ketika arus listrik putus (unenergized), elektro

    magnetiknya hilang dan kontak akan kembali posisi awal karena ditarik oleh tekanan pegas, kontak utama 1 terhubung kembali dengan kontak cabang 2. Relay menggunakan tegangan DC 12V, 24V, 48V dan AC 220V.

    Gambar 6. Relay Plastik Tertutup

    Bentuk fisik relay dikemas dengan wadah

    plastik transparan, memiliki dua kontak Single Pole Double Throgh (SPDT) gambar 2.6, satu kontak utama dan dua kontak cabang). Relay jenis

    ini menggunakan tegangan DC 6V, 12V, 24V dan 48V. Juga tersedia dengan tegangan AC 220V. Kemampuan kontak mengalirkan arus listrik sangat terbatas kurang dari 5 A. Untuk dapat mengalirkan arus daya yang besar untuk mengendalikan motor induksi, relay dihubungkan dengan kontaktor yang memiliki kemampuan hantar arus dari 10–100 Amper [5].

    VII. GENERATOR SET (GENSET) Generator Set merupakan seperangkat

    pembangkit tenaga listrik yang merupakan gabungan antara mesin penggerak yang berupa mesin diesel sebagai penggerak mula dan generator sebagai mesin yang yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Pada umumnya generator yang digunakan adalah jenis generator sinkron seperti telah dibahas pada sub bab sebelumnya[5].

    Genset biasanya dimanfaatkan sebagai pembangkit energi listrik pada daerah-daerah atau lokasi yang belum terjangkau oleh suplai listrik PLN, selain itu genset banyak dimanfatkan sebagai sumber daya darurat (catu daya darurat) ketika PLN atau sumber utama daya listrik mengalami pemadaman [5].

    Gambar 7. Contoh Generator Set[1].

    VIII. HASIL PERANCANGAN

    Pembuatan sistem ATS (Automatic Transfer Switch) disini dirancang pada kapasitas daya 75 kVA. Pada pembuatan rancangan ini digunakan kontaktor magnet sebagai saklar utama pada tegangan kerja 220 V/380 V Alternative Current (AC), sesuai dengan daftar lampiran kapasitas kemampuan kontaktor tipe 3TF4622-0XP0(Siemens) dengan kemampuan daya hantar

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 24

    pada kapasitas 75 kVA. Kabel yang digunakan antara lain : Kabel NYA

    (2,5 mm), Kabel NYAF (2,5 mm) dan Kabel NYY (16 mm), sedangkan pengaman MCB untuk rangkaian kontrol digunakan masing-masing 2A hal ini berguna untuk mengamankan rangkaian dan komponen kontrol ATS dari adanya gangguan/hubung singkat serta pengaman terakhir yang lebih diperhatikan adalah panel induk, pengamannya arus lebih besar dari semua komponen yang ada.

    Sistem ATS dibuat dengan menggunakan 2 (dua) buah kontaktor utama yang bekerja sebagai saklar dalam menghubungkan sumber listrik pada beban/konsumen. Dilengkapi dengan relay AC sebagai penerima input dari tegangan 220 Ke PLC dan Relay DC sebagai Output dari PLC ke Kontaktor, peralatan kontrol. PLC berfungsi sebagai pengatur waktu yang menerima input tegangan dari Listrik PLN. PLC digunakan sebagai pengatur perpindahan kontaktor utama dengan kontaktor genset (pembangkit cadangan) dalam waktu 60 menit dan juga sebagai pengatur untuk on/off Generator dalam waktu 20 menit. Semua komponen-komponen tersebut dirangkai menjadi satu pada sebuah panel berukuran 50 x 200 x 30 cm yang dilengkapi dengan 3 (tiga) buah lampu indikator dan alat ukur.

    Gambar 8. Skema blok diagram

    Gambar 9. Rangkaian pelaksanaan ATS

    Gambar 10. Flowchart Sistem ATS

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 25

    Gambar 11. Rangkaian Panel ATS

    IX. DIAGRAM LEADER PADA PROGRAM PLC Program Leader a. Keadaan : PLN On, Genset Off

    Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik Negara) beroperasi, maka sumber akan mengalirkan Arus listrik ke Relay AC kemudian PLC (Q0.2) memerintahkan Kontaktor K1 (PLN) Untuk bekerja melalui relay DC (Sumber tegangan PLN akan mengalirkan arus listrik ke beban) b. Keadaan : PLN Off, Genset On

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 26

    Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik

    Negara) padam atau salah satu fasa putus, maka PLC (Q0.2) tidak terhubung (K1 tidak bekerja), pada saat yang bersamaan PLC (Q0.3) memerintahkan termostart untuk memanaskan oli dalam waktu 10 detik. Q0.0 bekerja untuk menghidupkan genset (sumber cadangan) dalam waktu 20 detik. Q0.1 memerintahkan kontaktor K2 untuk bekerja melalui Relay DC dalam waktu 60 detik (sumber tegangan genset akan mengalirkan arus listrik ke beban). Apabila PLN hidup kurang dari 20 detik maka Kontaktor akan kembali pada Posisi I

    c. Keadaan : PLN On, Genset Off

    Apabila sumber utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali mengalirkan arus listrik, maka relay AC akan memerintahkan PLC Q0.2 untuk tidak bekerja jadi sumber kontaktor K2 akan terputus, kemudian PCL Q0.1 memerintahkan K1 untuk bekerja. (sumber tegangan PLN akan mengalirkan arus listrik ke beban) Data hasil pengujian

    No Komponen Uraian Kerja Waktu Hasil Pengujian 1

    Kontaktor K1

    Akan bekerja setelah mendapatkan sumber tegangan dari PLN diperintakkan oleh PLC (Q0.2) melalui relay 24 V DC

    _ Berfungsi dengan baik

    2 Kontaktor K2

    Bekerja setelah sumber tegangan cadangan bekerja diperintakkan oleh PLC (Q0.1) melalui Relay 24 V DC

    60’ Berfungsi dengan baik

    3 NFB

    Berfungsi untuk memutuskan sumber listrik pada panel induk

    _ Berfungsi dengan baik

    4 MCB 1 Phasa

    Sebagai pengaman hubung singkat dari sistem kontrol ATS _

    Berfungsi dengan baik

    5

    Relay

    Sebagai penghubung mekanik dari Tegangan 220 V AC ke PLC. Dan PLC Ke peralatan kontrol

    _ Berfungsi dengan baik

    6 Tombol (Thermostar)

    Saklar untuk memanaskan solar sebelum genset dihidupkan 10’

    Berfungsi dengan baik

    7 Tombol S1 (on)

    Sebagai tombol manual untuk menghidupkan genset. _

    Berfungsi dengan baik

    8 Tombol S2 (off)

    Sebagai tombol manual untuk mematikan genset -

    Berfungsi dengan baik

    9 Lampu Indikator

    Untuk mengetahui suplay arus listrik ke beban -

    Berfungsi Dengan Baik

    10 PLC

    Berfungsi sebagai pengeturan dan pengendali dari sistim kontrol.

    - Berfungsi dengan baik

    11 Rangkaian Sistem ATS

    Dapat bekerja secara otomatis saat terjadi gangguan listrik dari PLN

    -

    Berfungsi dengan baik dan sesuai dengan rencana.

    X. SIMPULAN Kegunaan dari ATS adalah dapat bekerja

    sebagai pengganti saklar pemindah posisi sumber tegangan secara otomatis sehingga tidak perlu lagi mengubah saklar/tuasnya secara manual. Sistem

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN: 978-602-18168-0-6 27

    kontrol ATS yang dibuat memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak terlalu berbeda dengan ATS yang ada dipasaran. Kelebihan yang dimilikinya antara lain : a. Dapat mengoperasikan Genset (generator set)

    secara langsung bila sumber listrik utama mengalami gangguan.

    b. Secara otomatis dapat menghentikan genset setelah sumber listrik utama kembali normal.

    c. Praktis serta mudah dalam pengoperasiannya. d. Dapat mengurangi kerja dari operator. e. Dapat mengurangi Komponen Kontrol yang

    biasanya terdapat pada panel ATS (Tanpa PLC).

    f. Dapat mendeteksi hilangnya salah satu phasa dari sumber utama (PLN).

    g. Mudah mengubah program apabila ada pengembangan/penambahan perintah (Leader)

    Kekurangan yang dimiliki antara lain : a. Batas kapasitas beban sumber listrik cadangan

    yaitu < 75 kVA sesuai dengan kemampuan Kontak pada 2(dua) Kontaktor Utama

    b. PLC harus dalam keadaan Hidup (On), sehingga accu sebagai suplay daya untuk PLC harus beroperasi.

    XI. SARAN Sistem ATS ini agar bekerja lebih baik lagi,

    disarankan agar dapat menggunakan komponen/alat serta memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Mesin genset hendaknya siaga (stand by) dan

    siap untuk dioperasikan. Perawatannya harus diperhatikan baik dari pemeliharaan oli, bahan bakar serta spare part. Spare part yang sudah mulai rusak hendaknya secepatnya diganti guna menghindari kerusakan total pada mesin.

    b. Perawatan dari setiap komponen yang terdapat pada panel kontrol hendaknya selalu dijaga guna mengurangi adanya gangguan-gangguan kecil baik itu konsleting (hubung singkat) maupun gangguan lainnya, perawatannya dapat kita lakukan dengan cara mengecek komponen yang sudah tidak layak untuk dipakai namun terutama yang lebih diperhatikan adalah kontraktor utama yang terus-menerus bekerja.

    c. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai kemampuan kontak (umur pakai) pada kontaktor dan Relay yang digunakan.

    DAFTAR PUSTAKA [1] http://www.chinapower-online.com/Mitsubishi series.html [2] http://www.siemens.com

    [3] M.Budiyanto, A. Wijaya ,” Pengenalan Dasar-Dasar PLC”, 2003, Yogyakarta: Gava Media.

    [4] Prih Sumardjati,” Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik”, 2008 : 46

    [5] Siswoyo,”Teknik Listrik Industri Jilid 2”, 2008, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

    [6] Siswoyo”Teknik Listrik Industri Jilid 1”, 2008, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

    [7] S7 – 200 Dokuments

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN-978-602-18168-0-6 28

    Abstrak—Kriteria dan persyaratan agar Desa Mandiri Energi (DME) berjalan sinergis dan berkesinambungan adalah ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan, dan penyediaan energi di pedesaan dimana wilayah pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) tidak dibatasi oleh wilayah administratif suatu desa, pengertian desa dalam DME lebih mengacu pada kelayakan teknis dan sosial ekonomis, bukan wilayah administrasi. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah menghubungkan sistem pembangkit energi terbarukan dengan usaha bisnis dan lingkungan. Olahan energi terbarukan dapat dimanfaatkan oleh kegiatan ekonomi produktif yang memanfaatkan energi terbarukan untuk siang hari. Sedangkan di malam hari dapat dipergunakan untuk kebutuhan dasar energi rumah tangga seperti penerangan. Pemanfaatan potensi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah alternatif untuk pembangunan PLTMH kedalam jaringan kelistrikan dalam menunjang terwujudnya sebuah Desa Mandiri Energi (DME). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang berpotensi untuk dibangunnya PLTMH dalam menunjang tewujudnya Desa Mandiri Energi (DME) di kabupaten Boalemo adalah pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Meubongo, Dilehito, dan Lahumbo. Untuk sungai Tapadaa hanya berpotensi untuk dibangunnya PLTMH jika hanya untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari salah satu dusun yang ada disekitar sungai tersebut. Sedangkan di kabupaten Pohuwato lokasi yang berpotensi untuk dibangunnya PLTMH dalam menunjang tewujudnya Desa Mandiri Energi (DME) adalah daerah aliran sungai Molosipat, Tunas Jaya, Milangodaa, Muamuayo, Sarambu, dan Babalonge 1.

    Kata Kunci : DAS,DME, PLTMH.

    I. PENDAHULUAN

    Energi listrik merupakan kebutuhan mutlak bagi aktivitas keseharian masyarakat Indonesia, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, sektor usaha dan industri. Banyak permasalahan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik terutama diakibatkan oleh besarnnya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), bahkan dengan naiknya harga BBM tersebut tentu akan semakin memberatkan pihak PLN untuk menyediakan energi listrik tersebut, sehingga konsekuensinya Pemerintah berencana menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). Jika hal ini diberlakukan maka akan menimbulkan masalah dan akan semakin memberatkan beban yang akan ditanggung oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

    Di Propinsi Gorontalo pada khususnya, sampai sekarang masih banyak penduduk, terutama di daerah terpencil belum merasakan manfaat listrik dari Perusahaan Listrik Negara. Persoalan yang dihadapi PT. PLN (Persero) sekarang, tidak hanya kesulitan dalam memperluas dan menjangkau desa terpencil, tetapi juga menghadapi keterbatasan anggaran. Sehingga di beberapa daerah yang belum dialiri listrik, penduduk dengan kemampuan ekonomi lebih, terpaksa menggunakan generator sebagai alternative untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama rumah tangga.

    Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang tidak banyak mempengaruhi lingkungan atau tidak mengurangi air untuk keperluan pertanian, yang terpenting adalah pembangunan PLTMH tersebut tidak memerlukan relokasi tempat tinggal masyarakat setempat, diakibatkan oleh pembuatan bendungan atau waduk. Peluang pemanfaatan PLTMH cukup besar, untuk seluruh wilayah Provinsi Gorontalo potensi PLTMH menurut RUKD Provinsi Gorontalo 2004 mencapai 11,76 MW. Potensi Mikrohidro ini akan bertambah dengan adanya

    Kajian Potensi Energi Listrik Mikrohidro dalam Menunjang Terwujudnya DME

    (Desa Mandiri Energi)

    Lanto Mohamad Kamil Amali Teknik Elektro, Universitas Negeri Gorontalo

    Email: [email protected]

  • Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

    ISBN-978-602-18168-0-6 29

    pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ini kondisinya berada dekat daerah pemukiman penduduk.

    Sebagai wujud kepedulian dalam implementasi Undang-undang Undang No 30 tahun 2007 tentang Pemanfaatan energi baru dan terbarukan, maka Universitas Negeri Gorontalo sebagai perpanjangan tangan Pemerintah melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, dengan adanya penelitian ini memberikan peluang bagi pengembangan potensi mikrohidro dari aliran sungai yang ada di Propinsi Gorontalo dimana LEMLIT-UNG dapat melakukan kajian ilmiah dengan melakukan kerja sama instansi terkait dari pemerintah daerah Propinsi Gorontalo.

    Berdasarkan pemaparan di atas, maka dilakukan pemetaan potensi energi Mikrohidro yang dapat dihasilkan oleh setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga dapat menunjang terwujudnya DME (Desa Mandiri Energi) dalam hal ini penyediaan pemenuhan kebutuhan energi, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Desa Mandiri Energi (DME). Kriteria dan persyaratan agar Desa Mandiri

    Energi (DME) berjalan sinergis dan berkesinambungan, adalah: a) Ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja,

    pengurangan tingkat kemiskinan, dan penyediaan energi di pedesaan.

    b) Pengembangan energi di pedesaan harus sejauh mungkin melibatkan peran serta semua masyarakat, dari awal sampai akhir. Dengan demikian mereka akan merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberlanjutan dari program tersebut.

    c) Lokasinya bisa di desa nelayan, desa tertinggal dan terpencil.

    d) Komoditas yang dikembangkan mengacu pada kelayakan agroklimat dan sosial ekonomi setempat.

    e) Wilayah pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) tidak dibatasi oleh wilayah administratif suatu desa, Pengertian desa dalam DME lebih mengacu pada kelayakan teknis dan sosial ekonomis, bukan wilayah administrasi.

    f) Kelembagaan dan skala usahanya berbentuk koperasi atau kelompok usaha kecil dan menengah, pe