evaluasi keputusan cites, iucn, rmfo terhadap...

45
Lab. SDI-STP Jakarta 1 Evaluasi Keputusan CITES, IUCN, RMFO Terhadap Pengelolaan Hiu Indonesia Dr. Priyanto Rahardjo, MSc. Pandangan Ilmiah, disampaikan pada pertemuan Direktorat Konservasi dan Taman Nasional, DitJen KP3K, KKP Senin, 8 Februari 2010, Lab. SDI – Sekolah Tinggi Perikanan email : [email protected] twitter : @labsdi_stp

Upload: vocong

Post on 15-Apr-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Lab. SDI-STP Jakarta 1

Evaluasi Keputusan CITES, IUCN, RMFO Terhadap Pengelolaan Hiu Indonesia

Dr. Priyanto Rahardjo, MSc.

Pandangan Ilmiah, disampaikan pada pertemuan DirektoratKonservasi dan Taman Nasional, DitJen KP3K, KKP

Senin, 8 Februari 2010,

Lab. SDI – Sekolah Tinggi Perikananemail : [email protected]

twitter : @labsdi_stp

Lab. SDI-STP Jakarta 2

Evaluasi Keputusan CITES, IUCN, RMFO Terhadap Pengelolaan hiu Indonesia

1. Pengantar CITES, IUCN, RMFO

2. Perbandingan proses pengambilan keputusan CITES, IUCN, RMFO: Carcharhinus longimanus & Sphyrna lewini

3. Bagaimana bernegoisasi dalam proses pengambilan keputusan CITES, IUCN, RMFO

4. Pandangan ilmiah pribadi (personal scientific comments)

5. Kesimpulan umum (general discussion, diskusi paripurna)

Lab. SDI-STP Jakarta 3

PENGELOLAAN DAN KONSERVASI

• Pengelolaan: adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumberdaya dan perumusan serta pelaksanaan, dan apabila diperlukan dengan penegakan hukum.

• Konservasi: adalah upaya perlindungan ekosistem penyangga kehidupan, pengawetan plasma nutfah serta pemanfaatan keanekaragaman hayati berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian. (Perlindungan, Pengawetan, Pemanfaatan secara lestari)

1. Pengantar CITES, IUCN, RMFO

Lab. SDI-STP Jakarta 4

(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora)

• CITES mulai berlaku tanggal 1 Juli 1975. Pemerintah Indonesia meratifikasi CITES dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978.

• Agustus 2006 tercatat sejumlah 169 negara telah menjadi para pihak dalam CITES

• Para pihak bisa mengusulkan suatu spesies walaupun habitat spesies tersebut tidak berada dalam wilayah negara pengusul. Usulan bisa disetujui masuk dalam apendiks CITES asalkan didukung suara mayoritas 2/3 dari para pihak, walaupun ada para pihak yang berkeberatan.

Lab. SDI-STP Jakarta 5

CITES: (3251;105)

Kriteria dan pengawasan jenis • Appendix I

Daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional

Pengawasan jenis ini dalam perdagangan internasional sangat ketat

Lab. SDI-STP Jakarta 6

CITES: Kriteria dan pengawasan jenis

• Appendix II

Daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan

Appendix II b “Look a like”

Kemungkinan akan masuk jenis dilarang tergantung kondisi eksploitasinya

Lab. SDI-STP Jakarta 7

CITES: Kriteria dan pengawasan jenis

• Appendix III

Daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya

bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I.

Setiap negara anggota ikut mengawasi dan memberi sangsi hukum denda dan pidana jika mengeksploitasi tanpa izin

Lab. SDI-STP Jakarta 8

IUCN Kriteria

Populasi turun drastis selama kurun waktu 10 tahun atau 3 generasi

Critically Endangered Vulnerable

Endangered

A1 > 90% > 70% > 50%

A2, A3 & A4 > 80% > 50% > 30%

Lab. SDI-STP Jakarta 9

Global Marine Species Assessment

The 2001

IUCN

Categories

Not Evaluated (NE)

Near Threatened (NT)

Data Deficient (DD)

Endangered (EN)

Critically Endangered (CR)

Vulnerable (VU)

Extinct in the Wild (EW)

Extinct (EX)

Least Concern (LC)

The IUCN Red List uses NINE categories. All taxa (except micro-organisms) can be

placed in one of these categories:

Least Concern is an important category!!!

Lab. SDI-STP Jakarta 10

Population and Population Size

Subpopulations

Mature Individuals

Generation Length

Population Reduction

Continuing Decline

Extreme Fluctuations

Severely Fragmented

Extent of Occurrence

Area of Occupancy

Location

Quantitative Analysis

Key definitions of terms used in the

IUCN Red List criteria

Lab. SDI-STP Jakarta 11

RMFO

Mengatur pengelolaan perikanan secara regional untuk jenis ikan yang menjadi stok bersama, terutama alokasi kuota tangkapan negara anggotanya.

1. IOTC (Indian Ocean Tuna Commission) 20 Juni 2007

2. CCSBT(Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna) 8 April 2008

3. WCPFC (Western and Central Pacific Fisheries Commission) Cooperating non member 2009

4. ICCAT (International Commission for the Conservation of Atlantic Tuna)

5. IATTC (Inter- American Tropical Tuna Commission)

6. GFCM ( General Fisheries Commission for the Mediterranean)

Lab. SDI-STP Jakarta 12

2. Perbandingan proses pengambilan keputusan CITES, IUCN, RMFO: Carcharhinus longimanus & Sphyrna lewini

Lab. SDI-STP Jakarta 13

Oceanic white tip sharkCarcharhinus longimanus (Poey, 1861)

For Appendix II

Proposed by Palau and the USA

Lab. SDI-STP Jakarta 14

Biologi

Hiu tropis, oceanic-epipelagic

Predator tertinggi pada ekosistem laut bebas, makanan utamanya ikan dan cephalopods

Lab. SDI-STP Jakarta 15

Informasi pertumbuhan; Relatif tumbuh lamban sebagai ikan pelagis

Parameter Information Productivity

Intrinsic rate of increase 0.087 Low

Natural mortality - -

Age at maturity (years)

4 in female (north Pacific)

5 in male (north Pacific)

6-7 in conbined sex (SW Atlantic)

Medium

Medium

Medium-Medium

Observed longevity (years)11 years (North Pacific)

13 years (SW Atlantic)

High (tmaxに該当するか?)

High (tmaxに該当するか?)

Von Bertalanffy k (yr-1)0.10 in conbined sex

0.08-0.09 in conbined sex

Low

Low-Low

Generation time (years) 10 years Medium

Tidak mengalami tekanan eksploitasi tinggi

Lab. SDI-STP Jakarta 16

Status Populasi & trend“Kriteria kunci informasi”

Karakter dari data dinamika populasi kurang:

Umumnya jenis ini ditangkap sebagai hasil

sampingan

a) Kwalitas data tidak akurat.

b) Tidak ada informasi yang mencukupi tentang gambaran

rekruitmen stok dan perikanannya.

c) Keterdiaan data sangat parsial menurut waktu dan lokasi.

d) Banyak informasi tidak kwantitatif tetapi kwalitatif.

Sangat sulit untuk memutuskannya

Lab. SDI-STP Jakarta 17

Keputusan cenderung terlalu

subjektif…

Apakah kita percaya informasi ini ?

Pada saat tidak ada kepastian informasi over eksploitasi, maka tidak perlu regulasi

Tetapi menurut pandangan prinsip kehati-hatian

(precautionary approach principle);

Beberapa ketidak pastian justru membuka kesempatan,

regulasi penting

Lab. SDI-STP Jakarta 18

Trend Populasi di AtlanticBaum and Myers 2004Berdasarkan analisis data survei laju tangkap rawai tuna

pelagis Amerika pada pertengahan tahun 1950, dan data observer USA rawai tuna pelagis tahun 1990, di teluk Meksiko diduga stok turun sampai 99% untuk 4 generasi jenis ini.

Rataan ukuran hiu white tip yang tertangkap di Teluk Meksiko adalah 86.4 kg tahun 1950 , tetapi turun menjadi 56.1 kg tahun 1990 (Baum and Myers 2004)

Apakah ini adalah scientific evidence?

Lab. SDI-STP Jakarta 19

Mari kita buktikan;Tangkapan hiu white tip di Atlantic (by ICCAT)

Sejak 1983, USA hanya menangkap 2–8 tons hiu white diAtlantic

Kalkulasi kasar mencapai 400 – 800 ekor hiu

0

2

4

6

8

10

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

Cat

ch in

to

n

USA white tip shark catch in the Atl.

Lab. SDI-STP Jakarta 20

Total tangkapan hiu white tip

Clarke et. al. (2006)

Memprediksi jumlah tangkapan hiu white tip dunia melalui:

• Informasi perdagangan sirip hiu white tip di pasar sirip Hongkong

• Separuh pasar global sirip hiu dipasarkan di Hongkong.

Lab. SDI-STP Jakarta 21

Kesimpulan studi Clarke et al.

Tahun 2000,

200,000 – 1,210,000 ton hiu whitetip dipasarkan

Amerika hanya menangkap1,000 - 8,000 ton hiu whitetip dari Atlantic

Total tangkapan hiu whitetip USA dariAtlantik hanya mewakili dibawah 1%

Lab. SDI-STP Jakarta 22

Problem;

Distribusi upaya penangkapan rawai tuna Amerika

Sangat sedikit operasipada perairan tropis, sedangkan perairantropis merupakanhabitat utama hiuwhitetip

Lab. SDI-STP Jakarta 23

Trend Populasi di Pacific

Ward & Myers (2005)

Perbandingan CPUE dari rawai tuna USA riset danobserver data di central Pacific in 1950s and 1990s

90 % terjadi penurunan biomasa

Ukuran ikan menurun 36kg → 18kg

Apakah ini menggambarkan Scientific evidence?

Lab. SDI-STP Jakarta 24

Kita bisa melihat dari sisi lain• Estimasi penurunan biomasa adalah akibat

perubahan karaktristik penangkapan dalam jangka waktu panjang

Karena, mereka membandingkan CPUE rawai tuna antara 1950s dan 1990s, dalam 2 periode ini, teknik operasi dan alat tangkapnya sangat berbeda.

• Tingkat penurunan CPUE hiu whitetip pada 1950s dan 1990s serupa dengan tuna madidihang, mata besar, albakor, setuhuk, hiu biru dll.

Status stok jenis ini masih baik !

Lab. SDI-STP Jakarta 25

Kesimpulan1) Data CPUE USA tidak cukup mewakili seluruh

stok hiu whitetip di Atlantic. (setidaknyadibutuhkan 20% data)

2) Data USA data berada diluar distribusi utamahiu whitetip

“Biasanya CPUE pada area marginal akan cepatnaik dan turun”

3) Proposal ini secara ilmiah sangat lemah

CPUE USA kemungkinan underestimate terhadaptingkat stok dari the Atlantic

Lab. SDI-STP Jakarta 26

scalloped hammerhead sharkSphyrna lewini (Griffith and Smith, 1834)

For Appendix II

Proposed by Palau and USA

Lab. SDI-STP Jakarta 27

Biologi

Pelagis pantai, semi-oceanic, Banyak di Indonesia danASEAN. Habitatnya di pantai, berkelompok dalam skalakecil, stok jenis ini rentan terhadap eksploitasi berlebihan

Lab. SDI-STP Jakarta 28

Jenis yang mirip (Look a like)

Great Hammerhead shark Smooth Hammerhead shark

Siripnya pada saat kering sulit dibedakandipasaran internasional.

Lab. SDI-STP Jakarta 29

Pertumbuhan

Tidak tahan terhadap ekploitasi tinggi, tetapicukup survive dibanding jenis hiu lain.

Parameter Information Productivity

Intrinsic rate of increase 0.08-0.105 Low-Low

Natural mortality - -

Age at maturity6 in male

15-17 in Female

Middle

Low

Maximum age

30.5 years (NW Atlantic)

12.5 years (eastern Pacific)

14 years (western Pacific)

Low

Middle

Middle

Von Bertalanffy (k)0.13-0.22 in male

0.09-0.25 in Female

Low-Middile

Low-Middle

Generation time20 years

(9-10)

Low

(Middle) *

*)Australian Shark Assessment Report for the Australian National Plan of Action for the

Conservation and Management of Sharks p51に記載

Lab. SDI-STP Jakarta 30

Kelemahan proposal CITESDistribusi utama dan tertangkap scallop hammerhead pada perairan pantai tropis dan sub tropis;

• Informasi tangkapan yang dikumpulkan terpencar dari berbagai negara pantai

• Data yang masih terpencar, tidak ikut di sarikan dan ditelaah. Terlalu besar variasi data.

Lab. SDI-STP Jakarta 31

Informasi yang dibutuhkan untuk

menghitung relatif index populasi

5 Data statistik terencana, survei independen untuk

menghitung kelimpahan.

4 Standarisasi secara konsisten CPUE dari data

perikanan.

3 Data CPUE dari perikanan tidak standar; Keanehan

dalam perubahan informasi penting yang tidak cukup

mewakili daerah yang terkait.

2 Data perdagangan dan tangkapan tanpa informasi

upaya.

1 Bukan dari observasi langsung; terkesan aneh dan

dipaksakan.

Lab. SDI-STP Jakarta 32

Dari 25 informasi yang dkaji dari proposal;

Rank 5 2

Rank 4 2

Rank 3 10

Rank 2 5

Rank 1 6

Lebih dari 80 % infomasi tidak sejalan dengan kajianstok RFMO

Lab. SDI-STP Jakarta 33

Informasi bersifat kwalitatifInformasi diperoleh dari wawancara atau isian

kwisener;

• Nelayan biasanya mengisi atau menjawab berdasarkan ingatan “ tangkapan terbesarnya”

• Jika ditanya operasi tangkap, nelayan selalu menjawab dengan membandingkan keadaan

tangkapan terbaiknya

Informasi cenderung underestimate terhadaptingkat of stok terkini

Lab. SDI-STP Jakarta 34

Informasi dari rangking 4 (lihat selang kepercayaan)

Baum et al. (2003)

CPUE scallop hammerhead tangkapan USA

longline 1986 – 2000;

simpulan;Standarisasi CPUE menunjukan

penurunan stok 89 %

Lab. SDI-STP Jakarta 35

Tetapi,Hayes et al., (2009)

Analisis data akurat, termasuk data rawai tuna, perikananpantai, survey

Stok turun, tetapi

Menunjukan

peningkatan

Dan menuju

pemulihan

sejak 1994

Pemulihan stok tidak menjadi subjek CITES

Results of production model

Lab. SDI-STP Jakarta

36

Kesimpulan: jika regulasi CITES dilaksanakan

Proposal hiu martil menyimpulkan pelarangan

perdaganan sirip international untuk semua hiu

martil

Akibatnya, banyak perikanan skala kecil di pantai

kehilangan kesempatan kerja

Khususnya perikanan artisanal dari negara

berkembang seperti Indonesia. Sedangan jumlah

nelayannya banyak, dan bergantung hidupnya dari

menangkap ikan dilaut (termasuk sirip hiu martil).

Lab. SDI-STP Jakarta 37

Apa perbedaan antara CITES, IUCN and RFMO (pengkajian dan manajemen stok)

1) Pengkajian stok

CITES; Cepat, sebab

• Umumnya hanya mengacu makalah ilmiah dan laporan

• Makalah dan laporan hanya memakai informasi parsial, dengan analisa yang sederhana

• Penulis makalah memilih data secara subjektif, selanjutnya mereka menulis apa yang mereka inginkan

Lab. SDI-STP Jakarta 38

1) Pengkajian stok

RFMO; Lambat, sebab

• Peneliti masing-masing negara membawa data dalam pertemuan.

• Menggunakan pengecekan data secara mendetail, parameter dan index didiskusikan secara panjang menurut peneliti mewakili negaranya.

• Berusaha menggunakan data paling akurat untuk memperoleh hasil analisis terbaik dan realistis

Lab. SDI-STP Jakarta 39

1) Pengkajian stok

IUCN; Lambat, sebab

• Para Ahli masing-masing membawa data dalam pertemuan.

• Menggunakan, parameter yang banyak dengan perdebatan para ahli.

• Berusaha menggunakan data paling akurat untuk memperoleh keputusan terbaik

Lab. SDI-STP Jakarta 40

2) Manajemen Stok

CITES;• Diberlakukan menyeluruh, seragam dan kaku

• Cenderung mengabaikan situasi dari;

Perikanan skala kecil dan pengembangan perikanan

kedepan

*Tidak masalah bagi perikan industri dan skala kecil baginegara kaya

*Masalah sosial serius bagi negara berkembang

Lab. SDI-STP Jakarta 41

2) Manajemen stok

RFMO;• Strategi manajemen diputuskan berdasarkan diskusi

semua negara berbasis perikanan

• Cenderung tegas pada perikanan industri

• Sangat mempertimbangkan perikanan skala kecil

• Situasi setiap negara yang berbasis perikanan menjadi pertimbangn manajemennya

Lab. SDI-STP Jakarta 42

Apa yang harus kita lakukan ? Membuat pengkajian stok hiu bersama RFMO

(Regional Fishery Management Organization)

Sekarang semua RFMOs mulai mempersiapkan pengkajian stok hiu, terutama peruaya jauh yang menjadi stok bersama

Lab. SDI-STP Jakarta 43

3. Bagaimana bernegoisasi dalam proses pengambilan keputusan CITES, IUCN, RMFO

• CITES: perhatikan dasar ilmiah proposalnya, lihat kepentingan Nasional, galang dukungan dari para pihak

• IUCN : persiapkan data dan ahli untuk mewakili kepentingan nasional. MPA jadi pertimbangan utama

• RMFO : Aktif dalam keanggotaan, data dipersiapkan dengan baik demi kepentingan nasional

Lab. SDI-STP Jakarta 44

4. Pandangan ilmiah pribadi (personal scientific comments)

• Bingkai konstruksi CITES dibangun oleh orang Barat. Terkadang sangat efektit, tetapi mungkin juga …. menyulitkan kita

• Pemahaman kepada alam sangat berbeda antara orang Barat dan Timur (Asia)

• Orang asia mengganggap alam sebagai bagian dari keluarga sejak dilahirkan, dan sangat menghargai Alam

• Pemanfaatan dan menjaga alam secara optimal merupakan bagian hidup orang asia. Tetapi aktivitas ini tidak pernah dipertontonkan

• Sejarah manusia tidak pernah memusnahkan satwa, tetapi perkembangan industrilah yang menjadi tekanan utama terhadap alam.

Lab. SDI-STP Jakarta 45

5. Kesimpulan umum ( general discussion, diskusi paripurna)

• Proposal 2 jenis hiu padasidang CITES Cop 15 maret 2010, secara ilmiah sangat lemah.

• Pengawasan dan Regulasi dari CITES sangat sulit diterapkan untuk manajemen hiu.

• Keputusan IUCN lebih ilmiah dan realistis dibanding CITES• Organisasi regional (RMFO) harus mempersiapkan

pengembangan riset, kajian stok, dan manajemen hiu. Barulah diikuti oleh regulasi CITES.

• Untuk stok bersama, pengelolaan perikanan Indonesia sebaiknya mengacu pada RMFO terkait. Sedangkan stok lokal mengacu pada CCRF FAO

• Man Jadda Wajada (Motto Pesantren di Gontor Jawa Timur)