evaluasi dan perbandingan reservoar low … · kedua formasi terbentuk pada cekungan saat post-rift...

17
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA 573 EVALUASI DAN PERBANDINGAN RESERVOAR LOW-RESISTIVITY FORMASI CIBULAKAN ATAS, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN FORMASI GUMAI, SUB-CEKUNGAN JAMBI Rian Cahya Rohmana 1* Jarot Setyowiyoto 2 Salahuddin Husein 3 Yosse Indra 4 Aldis Ramadhan 5 1 Program Studi S2 Teknik Geologi UGM, [email protected] 2 Teknik Geologi UGM, [email protected] 3 Teknik Geologi UGM, [email protected] 4 Pertamina EP, [email protected] 5 Pertamina EP, [email protected] *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Penelitian dilakukan pada Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara dan Formasi Gumai, Sub-Cekungan Jambi. Secara geologi, umur kedua formasi relatif sama, yaitu terbentuk pada Miosen Awal - Miosen Tengah. Litologi penyusun kedua formasi juga sama, yakni disusun oleh batupasir, batulempung, serpih serta sisipan batugamping yang diendapkan pada laut dangkal - shelf. Kedua formasi terbentuk pada cekungan saat post-rift dan petroleum system pada kedua cekungan telah terbukti bekerja. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan membandingkan fasies pengendapan, faktor penyebab low-resistivity serta petrofisika pada reservoar low-resisitivity di kedua formasi tersebut. Penelitian menggunakan data log, mud log, drill stem test, side wall core yang meliputi petrografi, XRD dan SEM, serta didukung data biostratigrafi. Fasies reservoar low-resistivity Formasi Cibulakan Atas adalah shelf transition dan middle shelf di lingkungan shelf, sedangkan fasies Formasi Gumai adalah lower shoreface, shelf transition dan middle shelf di lingkungan laut dangkal - shelf. Reservoar low-resistivity Formasi Cibulakan Atas disebabkan oleh ukuran butir reservoar pasir sangat halus pasir sedang, mineral lempung kaolinit dan glaukonit, distribusi mineral lempung laminated clay dan dispersed pore filling, salinitas air moderately saline water - highly saline water dan terdapat lapisan tipis. Pada Formasi Gumai, reservoar low-resistivity disebabkan oleh, ukuran butir reservoar pasir sangat halus pasir sedang, mineral lempung kaolinit, ilit, klorit dan glaukonit, distribusi mineral lempung didominasi laminated clay, salinitas air formasi highly saline water, terdapat mikroporositas dan terdapat lapisan tipis. Analisis petrofisika yang dilakukan pada reservoar low-resisitivity Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Gumai menunjukan terdapat potensi minyak dan gas bumi pada reservoar low-resistivity. Kata kunci : Reservoar, Low-Resistivity, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Gumai. 1. Pendahuluan Keterdapatan zona-zona reservoar produktif yang memiliki nilai resistivitas rendah yang kurang diperhatikan pada masa awal eksplorasi menjadi topik penelitian ini. Widjanarko (1996) melakukan penelitian low-resistivity pay pada Formasi Cibulakan Atas di Offshore North-West Java (ONWJ) dan terbukti menghasilkan minyak dan gas. Prasetyo dan Herbudianto (1997) melakukan penelitian di Formasi Cibulakan Atas pada zona laut lepas (offshore) di utara Pulau Jawa, dimana reservoar dengan nilai resistivitas rendah (kurang dari 1.5 ohm.m) terbukti mampu memproduksi minyak dalam skala yang cukup besar yakni 1070 BOPD. Reservoar low-resistivity dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor yang berasosiasi dengan (Boyd, et al., 1995): mineralogi, salinitas air, mikroporositas, ketebalan lapisan batuan, arah jurus kemiringan, dan anisotropi atau ketidakseragaman batuan. Semua

Upload: vannhu

Post on 05-Jul-2019

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

573

EVALUASI DAN PERBANDINGAN RESERVOAR LOW-RESISTIVITY

FORMASI CIBULAKAN ATAS, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN

FORMASI GUMAI, SUB-CEKUNGAN JAMBI

Rian Cahya Rohmana1*

Jarot Setyowiyoto2

Salahuddin Husein3

Yosse Indra4

Aldis Ramadhan5 1Program Studi S2 Teknik Geologi UGM, [email protected]

2Teknik Geologi UGM, [email protected] 3Teknik Geologi UGM, [email protected]

4Pertamina EP, [email protected] 5Pertamina EP, [email protected]

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara dan Formasi

Gumai, Sub-Cekungan Jambi. Secara geologi, umur kedua formasi relatif sama, yaitu terbentuk pada

Miosen Awal - Miosen Tengah. Litologi penyusun kedua formasi juga sama, yakni disusun oleh

batupasir, batulempung, serpih serta sisipan batugamping yang diendapkan pada laut dangkal - shelf.

Kedua formasi terbentuk pada cekungan saat post-rift dan petroleum system pada kedua cekungan

telah terbukti bekerja. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan membandingkan fasies

pengendapan, faktor penyebab low-resistivity serta petrofisika pada reservoar low-resisitivity di kedua

formasi tersebut. Penelitian menggunakan data log, mud log, drill stem test, side wall core yang

meliputi petrografi, XRD dan SEM, serta didukung data biostratigrafi. Fasies reservoar low-resistivity

Formasi Cibulakan Atas adalah shelf transition dan middle shelf di lingkungan shelf, sedangkan fasies

Formasi Gumai adalah lower shoreface, shelf transition dan middle shelf di lingkungan laut dangkal -

shelf. Reservoar low-resistivity Formasi Cibulakan Atas disebabkan oleh ukuran butir reservoar pasir

sangat halus – pasir sedang, mineral lempung kaolinit dan glaukonit, distribusi mineral lempung

laminated clay dan dispersed pore filling, salinitas air moderately saline water - highly saline water

dan terdapat lapisan tipis. Pada Formasi Gumai, reservoar low-resistivity disebabkan oleh, ukuran butir

reservoar pasir sangat halus – pasir sedang, mineral lempung kaolinit, ilit, klorit dan glaukonit,

distribusi mineral lempung didominasi laminated clay, salinitas air formasi highly saline water,

terdapat mikroporositas dan terdapat lapisan tipis. Analisis petrofisika yang dilakukan pada reservoar

low-resisitivity Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Gumai menunjukan terdapat potensi minyak dan

gas bumi pada reservoar low-resistivity.

Kata kunci : Reservoar, Low-Resistivity, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Gumai.

1. Pendahuluan

Keterdapatan zona-zona reservoar produktif yang memiliki nilai resistivitas rendah yang

kurang diperhatikan pada masa awal eksplorasi menjadi topik penelitian ini. Widjanarko

(1996) melakukan penelitian low-resistivity pay pada Formasi Cibulakan Atas di Offshore

North-West Java (ONWJ) dan terbukti menghasilkan minyak dan gas. Prasetyo dan

Herbudianto (1997) melakukan penelitian di Formasi Cibulakan Atas pada zona laut lepas

(offshore) di utara Pulau Jawa, dimana reservoar dengan nilai resistivitas rendah (kurang dari

1.5 ohm.m) terbukti mampu memproduksi minyak dalam skala yang cukup besar yakni 1070

BOPD. Reservoar low-resistivity dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor yang

berasosiasi dengan (Boyd, et al., 1995): mineralogi, salinitas air, mikroporositas, ketebalan

lapisan batuan, arah jurus kemiringan, dan anisotropi atau ketidakseragaman batuan. Semua

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

574

faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi respon pembacaan log resistivity menjadi rendah.

Penelitian ini akan mengulas mengenai fasies dan lingkungan pengendapan reservoar low-

resistivity, mengetahui penyebab keberadaan reservoar low-resistivity, menganalisis

petrofisika untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat. Selain itu, diharapkan dapat

memberikan zona-zona potensi reservoar low-resistivity.

2. Geologi Regional

Penelitian potensi reservoar low-resistivity akan dilakukan di Formasi Cibulakan Atas

(Gambar 1.a) yang berada pada Cekungan Jawa Barat Utara dan Formasi Gumai (Gambar

1.b) yang berada di Sub-Cekungan Jambi. Dipilihnya kedua formasi karna petroleum system

pada cekungan ini telah terbukti bekerja dengan baik dan terdapat potensi hidrokarbon di

dalam reservoar low-resistivity. Dilihat dari faktor geologi, umur dari kedua formasi relatif

sama, yaitu terbentuk pada Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Litologi penyusun pada

kedua formasi juga relatif sama, yaitu disusun oleh batuan sedimen silisiklastik seperti

batupasir, batulempung, serpih serta sisipan batugamping dengan lingkungan pengendapan

kedua formasi ini adalah laut dangkal. Kedua formasi ini diendapkan pada cekungan yang

terbentuk pada saat post-rift (sag basin). Perbandingan antara Formasi Cibulakan Atas dengan

Formasi Gumai (Tabel 1) yang mencakup umur terbentuknya, litologi penyusun, lingkungan

pengendapan dan tipe cekungan tempat diendapkannya masing-masing formasi tersebut.

3. Metode Penelitian

Data penelitian yang paling utama adalah wireline log, mud log, drill stem test (DST),

side wall core (SWC) yang meliputi petrografi, XRD dan SEM, serta data paleontologi (Tabel

2). Analisis dimulai dengan menentukan zona reservoar yang memiliki nilai low-resistivity

pada setiap sumur. penentuan zona reservoar akan dilihat secara kuantitatif dengan

menggunan data well log, mud log dan drill stem test (DST). Dilanjutkan analisis lingkugan

pengendapan dan fasies dari data log, mud log, Side Wall Core (SWC) dan paleontologi. Hasil

interpretasi kemudian didukung oleh data SWC dengan melihat deskripsi batuan dan juga

dibuktikan dengan hasil data batimetri dan lingkungan pengendapan dari data paleontologi.

Setelah itu mengindentifikasi penyebab reservoar low-resistivity yakni dengan menganalisis

ukuran butir, mineral konduktif, mineral lempung dan distribusi mineral lempung serta

pengaruh ketebalan lapisan. Analisis mineralogi dari data mud log, SWC, petrografi, XRD

dan SEM. Selanjutnya melakukan evaluasi petrofisika dan divalidasi dengan hasil analisis

SWC dan DST. Analisis kuantitatif petrofisika dimulai dari perhitungan volume clay (vcl)

pada log litologi. Setelah itu melakukan perhitungan porositas. Setelah mendapat hasil

perhitungan porositas, selanjutnya menentukan nilai Rw dan melakukan perhitungan Sw

(saturasi air) dengan Metode Dual Water dan Indonesian. Terakhir mencari potensi

hidrokarbon di reservoar low-resistivity pada formasi penelitian.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Penentuan Zona Reservoar Low-Resistivity

Penentuan zona reservoar low-resistivity dilakukan pada setiap sumur, yakni Sumur

RCR-1, RCR-2 dan RCR-3 pada Formasi Cibulakan Atas dan juga Sumur RCR-4, RCR-5 dan

RCR-6 pada Formasi Gumai. Penentuan zona reservoar akan dilihat secara kuantitatif dengan

menggunan data well log, mud log dan drill stem test (DST) pada masing-masing sumur. Dari

hasil pengamatan, pada Formasi Cibulakan Atas terdapat 6 (enam) zona reservoar low-

resistivity, sedangkan pada Formasi Gumai terdapat 8 (delapan) zona reservoar low-resistivity.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

575

4.2. Fasies Pengendapan Reservoar Low-Resistivity

4.2.1. Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara

Reservoar low-resistivity pada Formasi Cibulakan Atas diendapkan pada fasies

pengendapan shelf transition hingga middle shelf dan diinterpretasi lingkungan

pengendapannya adalah shelf. Reservoar low-resisitivity pada Formasi Cibulakan Atas yang

termasuk kedalam fasies shelf transition yakni pada Sumur RCR-1 zona CA-1, Sumur RCR-2

zona CA-3 dan CA-4, serta pada Sumur RCR-3 zona CA-5. Reservoar low-resisitivity pada

Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara yang termasuk kedalam fasies middle

shelf adalah pada Sumur RCR-1 zona CA-2 dan Sumur RCR-3 zona CA-6.

4.2.2. Formasi Gumai, Sub Cekungan Jambi

Reservoar low-resisitivity pada Formasi Gumai diendapkan pada fasies lower

shoreface hingga middle shelf dan diinterpretasi lingkungan pengendapannya adalah shelf.

Reservoar low-resisitivity yang termasuk kedalam fasies lower shoreface adalah pada Sumur

RCR-5 zona GM-5 yang berada di kedalaman 1572 m – 1592 m. Reservoar low-resisitivity

yang termasuk kedalam fasies shelf transition adalah pada Sumur RCR-4 zona GM-4, Sumur

RCR-5 zona GM-6 dan Sumur RCR-6 zona GM-7. Reservoar low-resisitivity yang termasuk

kedalam fasies middle shelf adalah pada Sumur RCR-4 zona GM-1, GM-2 dan GM-3, serta

pada Sumur RCR-6 zona GM-8.

4.3. Faktor yang menyebabkan Reservoar Low-Resistivity

4.3.1. Ukuran Butir Reservoar

Formasi Cibulakan Atas berada pada Sumur RCR-1 zona CA-1 didominasi oleh

material lempung dan terdapat batupasir karbonatan dengan ukuran butir pasir sangat halus,

zona CA-2 terdapat batupasir dengan ukuran butir pasir halus. Sumur RCR-2 zona CA-3 dan

CA-4 terdapat material batupasir karbonatan dengan ukuran butir pasir sangat halus. Sumur

RCR-3 zona CA-5 dan CA-6 terdapat material batupasir dengan ukuran butir pasir halus –

pasir sedang.

Analisa ukuran butir di Formasi Gumai pada Sumur RCR-4 zona GM-1 terdapat

batupasir dengan ukuran butir pasir sangat halus – pasir sedang, sedangkan zona GM-2, GM-

3 dan GM-4 terdapat batupasir dengan ukuran butir pasir sangat halus – pasir halus. Sumur

RCR-5 zona GM-5 dan GM-6 terdapat batupasir dengan ukuran butir pasir halus – pasir

sedang. Pada Sumur RCR-6 zona GM-7 dan GM-8 terdapat batupasir dengan ukuran butir

pasir sangat halus – pasir halus. Reservoar didominasi pasir sangat halus, sehingga akan

memiliki kemampuan menahan air formasi (irreducible water). Air formasi ini memiliki sifat

konduktif dan akan membuat pembacaan nilai resistivity menjadi rendah, walaupun terdapat

hidrokarbon dalam batuan tersebut.

4.3.2. Kandungan Mineral Konduktif

Analisis kandungan mineral konduktif di reservoar Formasi Cibulakan Atas pada

Sumur RCR-1 di zona CA-1 ditemukan mineral pirit pada cutting, sementara itu pada CA-2

ditemukan jejak mineral pirit pada cutting. Lalu pada Sumur RCR-2 tidak ditemukan mineral

konduktif pada cutting dan pada zona ini tidak terdapat data SWC maupun petrografi. Sumur

RCR-3 juga tidak ditemukan mineral konduktif pada cutting dan pada zona reservoar tidak

tedapat SWC maupun petrografi. Berdasarkan data dan analisis mineral konduktif dapat

disimpulkan bahwa mineral konduktif di Formasi Cibulakan Atas berjumlah sedikit dan tidak

berpengaruh besar terhadap nilai resistivity.

Analisis kandungan mineral konduktif di reservoar Formasi Gumai pada Sumur RCR-

4 di zona GM-1 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data XRD dengan jumlah 1-4%,

zona GM-2 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data XRD dengan jumlah 1-3%, zona

GM-3 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data XRD dengan jumlah 1-8% dan zona GM-

4 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data petrografi dalam jumlah yang sedikit (trace).

Pada Sumur RCR-5 di zona GM-5 ditemukan mineral pirit pada data petrografi dengan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

576

jumlah 0.4-1.6% dan di zona GM-6 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data XRD

dengan jumlah 1%. Pada Sumur RCR-6 di zona GM-7 tidak ditemukan mineral konduktif di

cutting dan pada zona GM-8 ditemukan mineral pirit dan siderit pada data petrografi dengan

jumlah 1.2%. Jumlah mineral konduktif relatif kecil dibandingkan mineral lain, sehingga

dapat disimpulkan bahwa mineral konduktif di Formasi Gumai tidak berpengaruh besar

terhadap nilai resistivity.

4.3.3. Kandungan Mineral Lempung

. Pada Formasi Cibulakan Atas dilakukan di Sumur RCR-1, RCR-2 dan RCR-3

dengan menggunakan data deskripsi dan petrografi cutting. Pada Sumur RCR-1 di zona CA-1

dan CA-2 ditemukan mineral lempung kaolinit dan glaukonit pada cutting. Pada RCR-2 tidak

ditemukan mineral lempung pada zona reservoar, namun mineral glaukonit masih sering

dijumpai pada cutting di sumur ini. Pada RCR-3 di zona CA-5 dan CA-6 ditemukan mineral

glaukonit pada cutting.

Pada Formasi Cibulakan Atas dilakukan di Sumur RCR-4, RCR-5 dan RCR-6 dengan

menggunakan data SWC, petrografi, XRD, SEM dan didukung oleh data cutting. Pada Sumur

RCR-4 zona GM-1, GM-2, GM-3 dan GM-4 ditemukan mineral lempung yang dengan

presetase yang bervariasi, kaolinit mulai dari 2%-30%, ilit 2%-20%, klorit 2%-34% dan

glaukonit 2%-5%. Pada Sumur RCR-5 zona GM-5 analisis XRD menunjukan kehadiran

kaolinit (14% - 20%), ilit (3% - 4%) dan klorit (4%), sedangkan zona GM-6 analisis XRD

menunjukan kehadiran kaolinit (10% - 12%), ilit (1% - 3%) dan klorit (2% - 3%). Mineral

lempung sepeeti kaolinit dan ilit pada masing-masing zona (GM-5 dan GM-6) juga

teridentifikasi pada data SEM. Pada Sumur RCR-6 zona GM-7 ditemukan trace glaukonit

pada cutting dan zona GM-8 pada analisis XRD ditemukan kaolinit (4%), ilit (3%), dan klorit

(2%), mineral lempung juga teridentifikasi pada data SEM.

Berdasarkan analisis diatas terlihat bahwa mineral lempung yang ada pada reservoar di

Formasi Cibulakan Atas ataupun Formasi Gumai sangat bervariasi dan jumlahnya cukup

banyak. Telah dijelaskan juga sebelumnya bahwa mineral lempung adalah faktor utama dalam

kasus reservoar low-resistivity, sehingga reservoar pada Formasi Gumai yang mengandung

mineral lempung akan memiliki nilai resistivity yang rendah.

4.3.4. Distribusi Mineral Lempung

Pada Formasi Cibulakan Atas dilakukan analisis distribusi mineral lempung pada zona

reservoar CA-1, CA-2 di Sumur RCR-1 dan zona reservoar CA-3, CA-4 di Sumur RCR-2.

Analisis tidak dilakukan pada Sumur RCR-3 dikarenakan zona reservoar yang sangat tipis

sehingga kurang mewakili dalam analisis ini. Cross plot Thomas-Stieber zona CA-1 terlihat

berada di zona dispersed pore filling clay. Zona CA-2 menunjukan distribusi mineral

lempung berada di zona laminated clay. Cross plot Thomas-Stieber zona CA-3 berada di zona

laminated clay dan dispersed pore filling clay. Cross plot Thomas-Stieber Zona CA-4 berada

di zona dispersed pore filling.

Pada Formasi Gumai dilakukan analisis distribusi mineral lempung pada semua zona

reservoar. Pada Sumur RCR-4 zona GM-1, cross plot Thomas-Stieber menunjukan distribusi

mineral lempung pada zona laminated clay. Zona GM-2 menunjukan distribusi mineral

lempung pada zona laminated clay. Zona GM-3 menunjukan distribusi mineral lempung pada

zona laminated clay. Zona GM-4 menunjukan distribusi mineral lempung pada zona

laminated clay. Pada Sumur RCR-5 zona GM-5, cross plot Thomas-Stieber menunjukan

distribusi mineral lempung pada zona laminated clay. Zona GM-6 menunjukan distribusi

mineral lempung pada zona laminated dan dispersed clay. Pada Sumur RCR-6 zona GM-7,

menunjukan distribusi mineral lempung pada zona laminated clay. Zona GM-8 menunjukan

distribusi mineral lempung pada zona laminated dan dispersed clay.

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pada reservoar di Formasi

Cibulakan Atas dan Formasi Gumai, mineral lempung terdistribusi pada laminated clay dan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

577

dispersed clay. Alat logging memiliki batasan pembacaan ketebalan lapisan, sehingga zona

reservoar yang memiliki laminated clay akan memiliki nilai resisitivity yang kecil.

4.3.5. Salinitas Air Formasi

Pada Formasi Cibulakan Atas di Sumur RCR-1 menurut klasifikasi salinitas air USGS

Water Science masuk ke dalam moderately saline water dengan nilai salinitas 3304 ppm,

sedangkan Sumur RCR-2 masuk ke dalam Highly saline water dengan nilai 18789.19. Pada

Formasi Gumai di Sumur RCR-4 dan RCR-5 masuk ke dalam Highly saline water. Salinitas

air formasi yang tinggi ini dapat menyebabkan reservoar memiliki nilai resistivity yang

rendah. Semakin tinggi salinitas air formasi, maka konduktivitasnya semakin tinggi, sehingga

menggangu pembacaan log resistivity.

4.3.6. Kehadiran Mikroporositas

Mikroporositas pada batuan dapat di lihat dari SEM yang dilakukan pada SWC zona

reservoar. Namun, pada Formasi Cibulakan Atas, tidak dapat melihat keberadaan

mikroporositas dikarenakan tidak tersedianya data SEM pada zona low-resisitivity. Pada

Formasi Gumai, keberadaan mikropositas dilihat dari data SEM pada Sumur RCR-5 dan

RCR-6. Pada Sumur RCR-5 di zona GM-5 dan GM-6 pada masing-masing SEM,

mikroporositas terlihat hadir diantara butiran dan mineral lempung. Pada GM-8 di SWC yang

telah dilakukan analisis SEM, mikroporositas terlihat hadir diantara butiran dan mineral

lempung.

Mikroporositas terbukti hadir pada reservoar low-resistivity di Formasi Gumai yang

terlihat dari data SEM. Hadirnya mikroporositas pada zona reservoar dapat menyebabkan air

formasi terjebak pada mikroporositas dan semakin banyak mikroporositas pada suatu batuan

dapat meningkatkan konduktifitas batuan.

4.3.7. Pengaruh Lapisan Tipis (Laminasi)

Hadirnya batulempung yang berlaminasi dengan batupasir menjadi bukti bahwa pada

zona reservoar terdapat laminasi antara batulempung dan batupasir. Kehadiran lapisan tipis ini

menyebabkan zona yang berisi hidrokarbon terbaca memiliki resisitivity yang rendah pada log

resistivity. Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan pengendapan masing-masing

reservoar tersebut. Reservoar di endapkan pada lingkungan shelf yakni pada lower shoreface,

shelf transition dan middle shelf. Lingkungan tersebut berada di bawah permukaan laut,

sehingga gelombang tidak terlalu berpengaruh saat pengendapan. Pengendapan tersebut

terjadi pada fase lower regime yang mengendapkan butiran halus mengendap dan dapat

terjadi perlapisan tipis ataupun laminasi.

4.4. Petrofisika Reservoar Low-Resistivity

Analisis petrofisika pada zona low-resistivity Formasi Cibulakan Atas didapatkan

volume clay rata-rata mulai 0.21% hingga 39.8%, porositas total rata-rata mulai dari 18%

hingga 48.1%, sedangkan porositas efektif mulai dari 13% hingga 42.1%, permeabilitas 1.6

md hingga 377.3 md dan saturasi air rata-rata menggunakan metode dual water mulai dari

30.78% hingga 69.18%, sedangkan menggunakan metode indonesian mulai dari 32.83%

hingga 67.39%. Analisis petrofisika pada zona low-resistivity Formasi Gumai didapatkan

volume clay rata-rata mulai dari 18.6% hingga 33.3%, porositas total rata-rata mulai dari

15.5% hingga 23.4%, sedangkan porositas efektif mulai dari 10.5% hingga 18.8%,

permeabilitas 2.0 md hingga 118.3 md dan saturasi air rata-rata menggunakan metode dual

water mulai dari 21.34% hingga 55.11%, sedangkan menggunakan metode indonesian mulai

dari 28.51% hingga 48.88%.

Berdasarkan perhitungan saturasi air (Sw) menggunakan dua metode yang berbeda

didapatkan hasil yang berbeda pula, walaupun menggunakan data dan parameter yang sama.

Saturasi air (Sw) yang dihasilkan dari Metode Indonesian umumnya lebih besar dibandingkan

dengan Metode Dual Water walaupun perbedaannya tidak begitu besar (perbedaan rata-rata

4%). Faktor yang menyebabkan perbedaan hasil Sw adalah persamaan antara kedua metode

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

578

pada dasarnya berbeda, metode Indonesian memperhitungkan nilai volume shale (Vcl) dan

resistivity shale, sehingga mempertimbangkan jumlah shale pada formasi/batuan di zona

resevoar. Sedangkan pada Metode Dual Water tidak memperhitungkan volume shale (Vcl)

dan resistivity shale, sebagai gantinya Metode Dual Water memperhitungkan keberadaan

bound water yang berkaitan dengan shale serta memperhitungkan porositas efektif pada

formasi/batuan di zona resevoar. Secara umum dalam penelitian ini, kedua metode

perhitungan saturasi air (Sw) dapat digunakan dengan baik, namun penting untuk mengetahui

salinitas air formasi pada daerah telitian, karna metode Indonesian dibuat untuk formasi yang

memiliki salinitas rendah (low-salinity water).

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis fasies dan lingkungan pengendapan, reservoar low-resistivity

pada Formasi Cibulakan Atas diendapkan pada fasies shelf transition dan middle shelf

di lingkungan shelf, sedangkan Formasi Gumai diendapkan pada fasies lower

shoreface, shelf transition dan middle shelf di lingkungan laut dangkal hingga shelf.

Reservoar pada Formasi Cibulakan Atas, Cekungan Jawa Barat Utara memiliki nilai

resistivity yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu,

ukuran butir penyusun reservoar yang halus (pasir sangat halus – pasir sedang),

adanya mineral lempung seperti kaolinit dan glaukonit pada reservoar, namun

dikarenakan keterbatasan data tidak diketahui jumlah pastinya. Selain itu yang faktor

lainnya, distribusi mineral lempung pada reservoar seperti dispersed pore filling dan

laminated clay, salinitas air formasi yang tinggi (moderately saline water hingga

highly saline water) dan terdapat lapisan tipis yang tidak terbaca oleh alat logging.

Pada Formasi Gumai, reservoar memiliki nilai resistivity yang rendah disebabkan oleh

beberapa faktor yang juga saling berkaitan yakni, ukuran butir penyusun reservoar

yang halus (pasir sangat halus – pasir sedang), adanya mineral lempung seperti

kaolinit (4% – 34%), ilit (1% – 16%), klorit (2% – 5%) dan glaukonit (2% – 6%) pada

reservoar, distribusi mineral lempung pada reservoar dengan didominasi oleh

laminated clay, dan sedikit dispersed pore filling, salinitas air formasi yang tinggi

(highly saline water), terdapat mikroporositas dan terdapat lapisan tipis yang tidak

terbaca oleh alat logging.

Analisis petrofisika pada zona low-resistivity Formasi Cibulakan Atas didapatkan

volume clay rata-rata mulai 0.21% hingga 39.8%, porositas total rata-rata mulai dari

18% hingga 48.1%, sedangkan porositas efektif mulai dari 13% hingga 42.1%,

permeabilitas 1.6 md hingga 377.3 md dan saturasi air rata-rata menggunakan metode

dual water mulai dari 30.78% hingga 69.18%, sedangkan menggunakan metode

indonesian mulai dari 32.83% hingga 67.39%. Analisis petrofisika pada zona low-

resistivity Formasi Gumai didapatkan volume clay rata-rata mulai dari 18.6% hingga

33.3%, porositas total rata-rata mulai dari 15.5% hingga 23.4%, sedangkan porositas

efektif mulai dari 10.5% hingga 18.8%, permeabilitas 2.0 md hingga 118.3 md dan

saturasi air rata-rata menggunakan metode dual water mulai dari 21.34% hingga

55.11%, sedangkan menggunakan metode indonesian mulai dari 28.51% hingga

48.88%. Berdasarkan analisis, pada daerah penelitian masih terdapat tujuh zona

potensial reservoar low-resistivity.

Acknowledgements

Penulis berterima kasih kepada pihak Pertamina EP atas izin penggunaan data dalam

penelitian ini. Terima kasih juga atas bantuan dan dukungan dari Tim Eksplorasi Pertamina

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

579

EP khususnya Yosse Indra, Eko Arie Wibowo dan Aldis Ramadhan yang banyak memberi

saran selama penelitian, serta Khalaksita Amikani Asbella yang sudah membantu hal teknis

ataupun non teknis selama penelitian dan teman-teman MPG 2014 dan MPG 2015 yang

banyak memberi saran dan kritik selama penulisan.

Daftar Pustaka

Boyd, A., Darling, H., Tabanou, J., Davis, B., Lyon, B., Flaum, C., Klein, J., Sneider, R. M.,

Sibbit, A., dan Singer, J., 1995, The Lowdown on Low-Resistivity Pay, Oilfield Review

Schlumberger.

Prasetyo, T., dan Herbudianto, S., 1997, First Screening Method in Low Contrast Low

Resistivity Pay Evaluation of the Upper Cibulakan Reservoirs in the L Field, Offshore

Northwest Java, Proceeding IAGI XXVI.

Thomas, E. C. dan Stieber, S. J., 1975, The Distribution of Shale in Sandstones and its Effects

upon Porosity, SPWLA 16th Annual Logging Symposium Transaction Paper T, New

Orleans.

U. S. Geological Survey’s Water Science School, Saline Water, 27 Februari 2017,

https://water.usgs.gov/edu/saline.html

Widjanarko, W., 1996, Integrating Nuclear Magnetic Resonance Logging Data with

Traditional Down Hole Petrophysical Data to Optimized New Development Wells

Strategies in the Bravo Field Offshore North-West Java, Arco Indonesia PSC,

Proceedings Indonesian Petroleum Association, Jakarta.

Tabel 1. Perbandingan geologi regional pada Formasi yang diteliti didalam penelitian ini

Formasi /

Cekungan Umur Litologi

Lingkungan

Pengendapan

Tipe

Cekungan

Cibulakan Atas,

Cekungan Jawa

Barat Utara

Miosen Awal -

Miosen Tengah

Batupasir,

batulempung, serpih &

sisipan batugamping

Fluvial –

Laut dangkal Sag basin

Gumai,

Sub-Cekungan

Jambi

Miosen Awal

Batupasir,

batulempung, serpih &

sisipan batugamping

Laut dangkal –

Laut dalam Sag basin

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

580

Tabel 2. Tabel kelengkapan data daerah penelitian

RCR-1 RCR-2 RCR-3 RCR-4 RCR-5 RCR-6CALI P P P P P P INC

SP O P P P P P MV

GR P P P P P P GAPI

Spectral-GR O O O P O O GAPI

Dep-Res P P P P P P OHMM

Med-Res P P P P P P OHMM

Micro-Res P P P P P P OHMM

Density P P P P P P G/CM3

Neutron P P P P P P V/V

DRHO P P P P P P G/CM3

Sonic P P P P P P US/FT

PEF P P P P P P -

Mud Log P P P P P P -

DST P P O P P P -

Side Wall Core P O O P P P -

Petrography P O P P P P -

XRD O O P P P P -

SEM O O P O P P -

Biostratigraphy P O P O P P -

DATACekungan Jawa Barat Utara Sub Cekungan Jambi

Unit

Tabel 3. Zona reservoar low-resistivity Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Gumai

Sumur Zona Kedalaman (m) Gas Kromatograf DST

RCR-1 CA-1 1522 – 1525 C1 – C5 Gas

CA-2 1753.5 – 1754.7 C1 – C5 Gas

RCR-2 CA-3 822 – 830 C1 – C3 Gas

CA-4 868 – 871 C1 – C3 Gas

RCR-3 CA-5 1270 – 1271 C1 – C2 Kandidat

CA-6 1362 – 1362.5 C1 – C2 Kandidat

RCR-4

GM-1 1686 - 1689.8 C1 – C5 Kandidat

GM-2 1795.4 – 1805 C1 – C5 Kandidat

GM-3 1871 – 1874 C1 – C5 Gas

GM-4 2180.7 – 2182.8 C1 – C5 Kandidat

RCR-5 GM-5 1572 – 1592 C1 – C3 Kandidat

GM-6 1606 – 1611 C1 – C3 Oil

RCR-6 GM-7 1857.5 – 1860 C1 – C5 Kandidat

GM-8 2025 – 2027.5 C1 – C5 Gas

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

581

Volu

me

Cla

yS

tatu

s

Rata

-Rata

(%

)D

ual

Wate

rIn

don

esia

nD

ual

Wate

rIn

don

esia

nD

ST

CA

-13.6

20.0

70.8

11.9

51.9

91.4

827.3

96.2

955.7

355.4

11.6

1.6

Gas

CA

-22.9

70.0

70.8

11.9

51.9

933.2

811.6

1.5

869.1

861.3

90.1

0.3

Gas

CA

-31.6

60.0

24

0.8

11.9

51.9

917.4

322.2

6.1

554.0

055.4

54.2

4G

as

CA

-45.7

20.0

24

0.8

11.9

51.9

910.1

224.3

377.3

430.7

832.8

32

2G

as

CA

-55.7

90.0

90.8

11.9

51.9

90.2

119.6

16.0

767.4

467.3

90.2

0.2

Kan

did

at

CA

-61.1

60.0

90.8

11.9

51.9

939.8

236.4

132.0

058.4

555.5

90.1

0.1

Kan

did

at

GM

-14.0

40.0

21

0.8

12

233.3

010.3

2.0

145.8

548.3

03

3K

andid

at

GM

-23.3

20.0

21

0.8

12

229.2

617.1

53.6

029.1

033.3

66.9

6.9

Kan

did

at

GM

-34.2

30.0

21

0.8

12

230.7

916.1

118.2

721.3

428.5

11.9

2G

as

GM

-43.2

60.0

21

0.8

12

232.6

612.3

13.5

632.7

437.8

82

2K

andid

at

GM

-51.4

20.0

30.8

12

227.2

313.1

5.4

842.6

248.8

823.3

23.2

Kan

did

at

GM

-62.3

70.0

30.8

12

218.6

114.7

10.8

745.1

249.4

14.8

4.8

Min

yak

GM

-76.5

10.0

24

0.8

12

230.5

212.1

25.3

743.8

536.2

02.1

2.5

Kan

did

at

GM

-85.3

40.0

24

0.8

12

225.5

810.8

11.5

455.1

144.7

01.5

2.5

Gas

Ket

:100

Rt :

Dee

p R

esis

tivit

y

am

n

Form

asi

Cib

ula

kan A

tas,

Cek

ungan J

aw

a B

ara

t U

tara

RC

R-6

Poro

sita

s E

fek

tif

Rata

-Rata

(%

)

RC

R-2

Satu

rasi

Air

Rata

-Rata

(%

)

RC

R-3

RC

R-4

RC

R-5

Rt

(ohm

)S

um

ur

Zona

Rese

rvoar

RC

R-1

Perm

eabilit

as

Rata

-Rata

(m

d)

Pay (

m)

Form

asi

Gum

ai, S

ub C

ek

ungan J

am

bi

Rw

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

582

Gambar 1. (a) Konfigurasi batuan dasar dan elemen struktur geologi pada Cekungan Jawa Barat Utara. (b) Peta

struktur utama pada Sub Cekungan Jambi, bagian dari Cekungan Sumatera Selatan.

Gambar 2. (a) Stratigrafi regional Cekungan Jawa Barat Utara, penelitian dilakukan di Formasi Cibulakan Atas

yang berumur Miosen Awal – Miosen Tengah. (b) Stratigrafi regional Sub Cekungan Jambi,

penelitian dilakukan di Formasi Gumai yang berumur Miosen Awal

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

583

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

584

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

585

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

586

Gambar 9. Petrografi SWC Sumur RCR-4 pada zona GM-1. Batupasir dengan ukuran butir pasir

sangat halus – pasir sedang dan terdapat mineral kuarsa (Qz), glaukonit (Gl), kalsit (Ca),

serta organic material (O).

Gambar 10. Analisis XRD pada SWC di zona GM-2, yang menunjukan kandungan mineral penyusun

reservoar.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

587

Gambar 11. SEM dengan pembesaran x4300 pada Sumur RCR-6 di zona GM-8. Pada SEM di zona

GM-8 teridentifikasi hadirnya mineral lempung kaolinit (K) dan ilit (I).

Gambar 12. Cross plot Thomas-Stieber pada reservoar Sumur RCR-1. a) CA-1 berada zona di clean

sand dan dispersed pore filling clay dan merupakan authigenic clay; b) CA-2 berada di

zona laminated clay dan merupakan allogenic clay.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

588

Gambar 13. Cross plot Thomas-Stieber pada reservoar Sumur RCR-4. a) GM-1 berada di zona

laminated clay; b) GM-2 berada di zona laminated clay; c) GM-3 berada di zona

laminated clay yang dipengaruhi dispersed clay; d) GM-4 berada di zona laminated clay.

Gambar 14. (a) SEM dengan pembesaran x2000 pada zona GM-5 di Sumur RCR-5. (b) SEM dengan

pembesaran x1300 pada zona GM-6 di Sumur RCR-5. Terlihat adanya mikroporositas

(mP) pada kedua zona reservoar ini.

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

589

Gambar 15. Petrografi pada SWC di zona GM-1 dan GM-2. Terlihat tekstur laminasi antara

batulempung dan batupasir. Terlihat adanya kuarsa (Qz), pirit (Py), detrital clay (DC) dan

organic material (O).