eq sq dan persepsi pasien thd perilaku caring ns

122

Click here to load reader

Upload: benjamin-hegarty

Post on 18-Jan-2016

258 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Persepsi

TRANSCRIPT

Page 1: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN

SPIRITUAL PERAWAT DENGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG

PERILAKU CARING PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP BEDAH

RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Skripsi

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh:

Wiwit Dhika Sari

07/253851/KU/12359

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2011

Page 2: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns
Page 3: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas petunjuk, bimbingan, rahmat, dan pertolongan

yang Allah SWT berikan sehingga peneliti bisa menyelesaikan proposal penelitian

yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual

dengan Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap

Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” dengan lancar.

Perawat sering diidentikkan dengan perilaku caring. Namun sayangnya

belum banyak penelitian mengenai caring itu sendiri. Perawat yang menemani

pasien selama 24 jam diharapkan mampu mengaplikasikan caring dalam asuhan

keperawatan dengandilandasi oleh kecerdasan emosional dan spiritual yang

dimiliki sehingga setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat memiliki makna,

bukan rutinitas semata.

Selama penyusunan proposal penelitian ini, peneliti banyak mendapatkan

arahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

segala ketulusan hati, peneliti mengucapkan terima kasih peneliti kepada:

1. Prof. dr. Ali Ghufron, M.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada.

2. Dr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.A., M.Med.Ed., Ph.D. selaku Wakil Dekan

Bidang Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

3. Dr. Fitri Haryanti S, S.Kp., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

4. Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., M.N. selaku pembimbing I yang telah

memberikan arahan dan saran kepada peneliti.

5. Nuryandari S.KM., M.Kes. selaku pembimbing II yang telah banyak memberi

masukan kepada peneliti.

6. Totok Harjanto, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku penguji proposal penelitian.

7. Widyawati, S.Kp., M.Kes. yang telah memberikan saran dan masukan di awal

penyusunan proposal.

Page 4: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

ii

8. Ibu, keluarga, dan teman-teman yang telah memberikan segala bantuan baik

materi, doa, arahan, semangat, dan dorongan yang kuat sehingga peneliti bisa

menyelesaikan proposal dengan lancar dan tepat waktu.

9. Segenap pihak yang telah membantu penyelesaian proposal penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan demi

kesempurnaan penelitian yang akan peneliti lakukan. Peneliti berharap agar

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, tenaga kesehatan, dan

penyedia layanan kesehatan.

Yogyakarta, 5 Mei 2011 Peneliti

Page 5: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. … i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………… ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ …iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ x

INTISARI……………………………………………………………………..…… xi

ABSTRACK…………………………………………………………………..…… xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. . Latar Belakang Masalah…………………………….................................. 1

B. . Rumusan Masalah Penelitian ……………………. ……………...………. 6

C. . Tujuan Penelitian…………………………………………………………. 6

D. . Manfaat Penelitian…………………………...……………………….…… 7

E. . Keaslian Penelitian………………………………………………………... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Caring

a. Definisi Caring ............................................................................ 11

b. Caring Menurut Swanson ............................................................ 16

c. Caring Menurut Watson .............................................................. 18

d. Faktor Individu Perawat yang Mempengaruhi Perilaku

Caring……………………………………………………………......

24

e. Faktor Individu Pasien yang Mempengaruhi Persepsi

tentang Perilaku Caring Perawat………………………..…….

25

2. Kecerdasan Emosional

a. Definisi Kecerdasan Emosional ............................................. … 28

b. Komponen Kecerdasan Emosional .............................................. 31

Page 6: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

iv

3. Kecerdasan Spiritual

a. Definisi Kecerdasan Spiritual ...................................................... 34

b. Komponen Kecerdasan Spiritual ................................................. 37

C. Landasan Teori……………………………………………................ 42

D. Kerangka Teori …………………………………………………..… 45

E. Kerangka Penelitian…………………………………………..…….. 46

F. Pertanyaan Penelitian……………………………………………..... 47

G. Hipotesis Penelitian…………………………………………………. 47

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………..… 48

B. Tempat dan Waktu penelitian………………………………………

C. Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………………

48

48

D. Variabel Penelitian…………………………………………………. 51

E. Definisi Operasional ……………………………………….……… 51

F. Instrumen Penelitian ………………………………..……………… 55

G. Validitas dan Reliabilitas …………………………………………... 58

H. Jalannya Penelitian ………………….…….………………………. 61

I. Analisis Data………………………….…………………………… 62

J. Keterbatasan Penelitian…………………………………………..… 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian……………………………………………………..….. 66

1. Gambaran Umum Responden

a RespondenPerawat……………………………………….……… 67

b. Responden Pasien……………………………………………....... 68

2. Analisis Variabel Univariat

a. Kecerdasan Emosional Perawat……………….…………….…… 69

b. Kecerdasan Spiritual Perawat…………………………….……… 70

c. Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat………….…..… 71

3. Analisis Variabel Bivariat

a. Analisis Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku

Caring………………………………………………………………

73

Page 7: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

v

b. Analisis Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku

Caring…………………………………………………….……...

74

B. Pembahasan Karakteristik Responden

1. Responden Perawat…….……………………………………………. 74

2. Responden Pasien…………………................................................... 76

3. Analisis Variabel Univariat

a. Kecerdasan Emosional Perawat……………………………........ 77

b. Kecerdasan Spiritual Perawat………………………………......... 79

c. Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat…………..…..... 80

4. Analisis Variabel Bivariat

a. Analisis Tingkat Kecerdasan Emosional dengan Persepsi Pasien

Tentang Perilaku Caring................................................................

82

b. Analisis Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Persepsi Pasien

Tentang Perilaku Caring..............................................................

83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan…………………………………………………................ 86

B. Saran…………………………………………………………….……. 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Teori……………………………………………… 37

Gambar 2. Skema Kerangka Penelitian……………………………...………..… 38

Page 9: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen KecerdasanEmosional…………………………... 56

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Spiritual……………………………. 57

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Perilaku Caring………….………….. 58

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosional……………….. 59

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Spiritual………………….. 59

Tabel 6. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat………………………………………………

60

Tabel 7. Intepretasi Koefisien Korelasi………………………………………… 64

Tabel 8. Karakteristik Perawat di Ruang Rawat Inap Cendana………………... 67

Tabel 9. Karakteristik Pasien kelas III di Ruang Rawat Inap Cendana……….. 68

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional Perawat……………….. 69

Tabel 11. Deskripsi Mean dan Standar Deviasi Kecerdasan Emosional pada Masing-Masing Domain………………………………………………

70

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Spiritual Perawat………………….. 71

Tabel 13. Deskripsi Mean dan Standar Deviasi Kecerdasan Spiritual pada Masing-Masing Domain……………………………………………....

71

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat………………………………………………………..

72

Tabel 15. Deskripsi Mean dan Standar Deviasi Perilaku Caring Perawat pada Masing-Masing Domain………………………………………………

73

Tabel 16. Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosi dengan Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat………………………………………………

73

Tabel 17. Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat………………………………………

74

Page 10: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent

Lampiran 2. Blangko Formulir Mengundurkan Diri Sebagai Subyek Penelitian

Lampiran 3. Identitas Pasien

Lampiran 4. Identitas Perawat

Lampiran 5. Kuesioner Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual

Lampiran 6. Kuesioner Perilaku Caring Perawat

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi

Page 11: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

ix

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL PERAWAT DENGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG

PERILAKU CARING PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP BEDAH CENDANA RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Wiwit Dhika Sari¹, Martina Sinta Kristanti², Nuryandari²

INTISARI

Latar Belakang : Caring menjadi inti dari praktek keperawatan profesional. Namun, penelitian terdahulu menyatakan bahwa perilaku caring perawat mayoritas sedang hingga kurang. Perilaku perawat akan menjadi cerminan layanan kesehatan. Perilaku seorang perawat sangat dipengaruhi oleh berbagai kecerdasan, diantaranya adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Perawat 24 jam bersama pasien, diharapkan berperilaku caring dengan dasar kecerdasan emosional dan spiritual. Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual perawat dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Metode Penelitian : Merupakan penelitian kuantitatif dengan non experimental, melalui pendekatan cross sectional. Terdiri dari dua subyek penelitian yaitu 38 perawat dan 30 pasien dari Ruang Rawat Inap Bedah Cendana. Pengumpulan data melalui kuesioner. Analisis data menggunakan Sperman Rank. Hasil Penelitian : Terdapat hubungan lemah antara kecerdasan emosional perawat dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat (p= 0,037). Tidak terdapat hubungan antara kecerdasan spiritual dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat (p= 0,135). Kesimpulan : Kecerdasan emosional perawat memiliki hubungan dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat. Kecerdasan spiritual perawat tidak memiliki hubungan dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat. Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, Caring

¹ Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

² Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Page 12: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

x

ASSOCIATION BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND SPIRITUAL INTELLIGENCE OF NURSES AND PERCEPTION OF PATIENTS TOWARD CARING BEHAVIOR OF NURSES AT

CENDANA SURGERY INPATIENT WARD OF DR. SARDJITO HOSPITAL YOGYAKARTA

Wiwit Dhika Sari1, Martina Sinta Kristanti2, Nuryandari2

ABSTRACT

Backgound: Caring is the core of professional nursing practice. However, the result of preliminary study shows that caring behavior of nurses mainly belongs to medium to insufficient. Behavior of nurses will reflect health service. Nurses' behavior is largely influenced by intelligence such as emotional as well as spiritual intelligence. Nurses attending patients 24 hours are expected to have caring behavior on the basis of emotional and spiritual intelligence. Objective: To identify association between emotional intelligence and spiritual intelligence of nurses and perception of patients toward caring behavior of nurses at Cendana Surgery Inpatient Ward of Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. Method: The study was quantitative non experimental with cross sectional design. Subject consisted of 38 nurses and 30 patients at Cendana Surgery Inpatient Ward. Data were obtained through questionnaire and analyzed using Spearman Rank. Result: There was weak association between emotional intelligence of nurses and perception of patients toward caring behavior of nurses (p=0.037). There was no association between spiritual intelligence and perception of patients about caring behavior of nurses (p=0.135). Conclusion: Emotional intelligence of nurses was associated with perception of patients toward caring behavior of nurses. Spiritual intelligence of nurses was not associated with perception of patients about caring behavior of nurses. Keywords: emotional intelligence, spiritual intelligence, caring behavior, nurses 1.Nursing student school of Nursing Faculty of Medicine, Gadjah Mada University 2.Nursing lecturer school of Nursing Faculty of Medicine, Gadjah Mada University

Page 13: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan.

Perawat sangat identik dengan perilaku caring. Caring dalam keperawatan adalah

hal yang sangat mendasar. Caring sendiri memiliki banyak definisi. Menurut

penelitian Leininger (1977) cit Morrison & Burnard (2009) caring berhubungan

dengan kenyamanan, dukungan, kasih sayang, empati, perilaku menolong secara

langsung, koping, pengurangan stress yang spesifik, sentuhan, pengasuhan,

bantuan, penawasan, perlindungan, pemulihan, stimulasi, pemeliharaan kesehatan,

pendidikan kesehatan dan konsultasi kesehatan. Puncak dari perilaku caring

adalah timbul rasa kepedulian untuk mencapai layanan keperawatan yang baik.

Oleh karena itu, caring menjadi konsep inti dari praktek keperawatan profesional.

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai kecerdasan yang

dimiliki seseorang. Beberapa aspek kecerdasan yang berhubungan dengan

perilaku caring antara lain kecerdasan emosional dan spiritual. Menurut Griffin

(1983) cit Morrison & Burnard (2009), terdapat hubungan antara caring dengan

sikap dan emosi perawat. Sedangkan keharusan seorang perawat besikap care

terdapat dalam tiga aspek salah satunya adalah aspek spiritual (Fry, 1988 cit

Morrison & Burnard, 2009).

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri.

Kemampuan ini yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta

Page 14: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

2

mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan

sebagai kekuatan pribadi (Steiner, 1997 cit Goleman, 2009). Seseorang yang

memiliki kecerdasan emosional yang baik, mampu mengendalikan emosi di saat-

saat kritis sehingga akan memiliki koping yang lebih baik pula. Namun

sayangnya, masih banyak orang-orang yang belum menyadari potensi kecerdasan

emosional sehingga tak banyak yang belum mampu mengendalikan emosi di saat-

saat beban kerja meninggi. Khususnya bagi perawat karena perawat yang bertugas

mendampingi pasien selama 24 jam terkadang masih kurang dapat mengendalikan

emosi ketika berhadapan dengan pasien (Sugiarto, 2009).

Kecerdasan emosional bukanlah suatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat

dirubah, tetapi kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dikembangkan melalui

hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi ini ditunjukan melalui sikap

toleransi, empati dan kasih sayang kepada orang lain. Sikap tersebut sangat

identik dengan perilaku caring perawat.

Kecerdasan spiritual dapat membawa seseorang untuk selalu menghayati apa

yang ada disekitarnya merupakan sebuah nikmat dan karunia-Nya. Tak terkecuali

bagi seorang perawat yang senantiasa berada disekitar pasien-pasiennya. Perawat

yang memiliki kecerdasan spiritual selalu belajar dari pasien-pasienya, memahami

setiap kondisi pasien tersebut baik yang mengalami sakit fisik maupun mental.

Berawal dari inilah perawat dapat menunjukkan perhatian yang tulus kepada

pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Ford (1981) cit Morrison & Burnard

(2001), mengungkapkan bahwa perawat merefkelsikan caring sebagai perhatian

tulus yang berfokus pada kesejahteraan klien serta mau melayani orang lain.

Page 15: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

3

Caring dapat ditunjukkan dalam potensinya untuk menentukan tingkat asuhan

keperawatan yang diterima dan diharapkan dalam situasi praktik (Carper, 1979;

Kitson, 1987 cit Morrison & Burnard, 2001) sehingga caring mampu

mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan secara profesional. Aplikasi dari

perilaku caring akan mengarahkan perawat untuk menolong klien meningkatkan

perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial (Juliani,

2009). Pasien yang merasa puas dengan asuhan keperawatan profesional lebih

cenderung menggunakan pelayanan di masa mendatang.

Penelitian Agustin (2002) menyatakan bahwa sebanyak 48,5% perawat tidak

berperilaku caring. Padahal Hubber dan Hamid (2000) cit Rosalina (2008)

mengungkapkan bahwa 90% layanan kesehatan di rumah sakit terhadap pasien

adalah layanan keperawatan. Namun, masih banyak perawat yang dalam

melaksanakan pekerjaan hariannya sudah terjebak dengan rutinitas program

pelayanan yang ada seperti prosedur pengobat yang harus dipatuhi (Dwidiyanti,

2010). Wirastari (2000) cit Sukoco (2002) menyatakan bahwa 66,1% perawat

merasa terbebani dan terganggu menjalankan asuhan keperawatan karena harus

melakukan kegiatan administrasi obat, sebesar 29,4% sistem pelayanan obat

menyita waktu perawat karena proses yang berbelit-belit sehingga perawat tidak

bisa memberikan asuhan keperawatan yang bermutu. Hal inilah yang membuat

perawat kurang bisa memberi perhatian secara menyeluruh. Padahal fokus

pelayanan keperawatan yang sebenarnya adalah caring.

Rumah sakit adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa. Jasa

yang diberikan rumah sakit adalah jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan SK

Page 16: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

4

bersama antara MenKes RI dan Menteri P&K RI no.522/MenKes/SKB/X/81

no.0283a/U/1981 tanggal 2 Oktober 1981 telah dilakukan penggabungan RS

Universitas Gadjah Mada ke dalam RSUP Dr. Sardjito. Hal ini membuat RSUP

Dr. Sardjito menjadi rumah sakit tipe A Pendidikan dengan fasilitas memadai.

Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah Ruang Rawat Inap Bedah

Cendana RSUP Dr. Sardjito. Ruang rawat inap bedah merupakan tempat

perawatan untuk pasien dengan kasus bedah umum (Suswatiningsih, 2009).

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pasien di ruang Cendana merasa

nyaman karena perawat bersikap ramah, memotivasi, dan menjaga lingkungan

fisik (Suswatiningsih, 2009). Hal tersebut merupakan pencerminan perilaku

caring perawat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, keterangan yang didapat

dari salah satu perawat di ruang Cendana pada awal April 2011 menyatakan

bahwa sekitar dua pekan yang lalu seorang pasien mengeluhkan ada perawat yang

kurang sensitif sehingga menyinggung perasaannya. Kemampuan untuk sensitif

terhadap perasaan pasien merupakan pencerminan perilaku caring perawat,

sehingga terdapat perbedaan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat di

Ruang Rawat Inap Bedah Cendana.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi pasien tentang perilaku

perawat adalah status sosial ekonomi pasien. Pasien yang berasal dari kalangan

sosial ekonomi menengah kebawah pada umumnya dirawat di kelas III. Hal ini

akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap perilaku perawat. Keterangan yang

didapat peneliti pada tengah bulan April 2011 dari wawancara dengan dua pasien

kelas III di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana, kedua pasien menyatakan bahwa

Page 17: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

5

sudah merasa cukup puas dengan pelayanan perawat. Namun, salah satu pasien

menyatakan bahwa ketika memanggil perawat untuk meminta bantuan ia harus

menunggu cukup lama. Perawat yang tengah sibuk dengan urusan yang lain ketika

dimintai bantuan oleh pasien atau keluarga pasien maka akan terlihat salah satu

aplikasi perilaku caring perawat yakni berupa respon terhadap panggilan tersebut.

Berkaitan dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, menurut

pengamatan peneliti pada akhir bulan April 2011, dua perawat jaga sore di ruang

Cendana 3 mampu menenangkan diri meskipun nampak sedikit panik ketika salah

satu pasien berada dalam kondisi krisis. Perawat tersebut segera memakai sarung

tangan dan mendatangi kamar pasien. Kemampuan perawat untuk menenangkan

diri dan berpikir jernih untuk bertindak ketika panik merupakan salah satu ciri

kecerdasan emosional. Selain itu, perawat tetap berhati-hati dengan menggunakan

sarung tangan menjadi bentuk rasa syukur atas karunia Allah swt terhadap

anggota fisiknya, merupakan salah satu pencerminan kecerdasan spiritual.

Pelayanan keperawatan menjadi ujung tombak kualitas pelayanan rumah sakit

sehingga dapat menjadi penentu citra rumah sakit. Perilaku caring perawat tentu

akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan keperawatan kepada klien.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku caring perawat diantaranya adalah

tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh perawat.

Pada situasi yang tidak diinginkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

diharapkan mampu menjadi benteng seorang perawat dalam menghayati serta

menghadapi setiap kondisi dengan tetap menjaga konsistensi perilaku caring

kepada pasien.

Page 18: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

6

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui hubungan

tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan persepsi pasien

tentang perilaku caring perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah

penelitian,”Adakah hubungan antara kecerdasan emosional perawat dan

kecerdasan spiritual perawat dengan persepsi pasien tentang perilaku caring

perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional

dengan persepsi pasien tentang perilaku caring perawat di Ruang Rawat Inap

Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2) Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecerdasan spiritual perawat di Ruang Rawat Inap

Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

b. Mengetahui tingkat kecerdasan emosional perawat di Ruang Rawat Inap

Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Page 19: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

7

c. Mengetahu persepsi pasien tentang perilaku caring perawat di Ruang

Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan kecerdasan emosional,

kecerdasan spiritual, dan perilaku caring perawat.

2) Manfaat Praktis

a) Bagi peneliti

Peneliti dapat menerapkan ilmu yang berkaitan dengan penelitian serta

menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat.

b) Bagi perawat

Bagi perawat diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan

keperawatan. Salah satu upaya melalui pendekatan kecerdasan emosional

dan kecerdasan spiritual yang dimunculkan dalam tingkah laku berupa

perilaku caring perawat.

c) Bagi pengelola rumah sakit

Bagi pengelola rumah sakit penelitian ini bermanfaat untuk

mengembangkan pelayanan asuhan keperawatan yakni perilaku caring

perawat melalui kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Page 20: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

8

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang hubungan antara

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan perilaku perawat di

ruang rawat inap Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah

dilakukan penelitian. Ada beberapa penelitian yang hampir serupa dengan

penelitian yang akan dilakukan diantaranya adalah:

a. Estherlita (2004). Skripsi. Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual dan

Emosional terhadap Kinerja Kepala Ruang Perawatan Rawat Inap di RS Dr.

Sardjito Yogyakarta. Jenis penelitian adalah non experimental dengan rancang

deskriptif korelasional. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan cross

sectional (potong lintang). Subyek pada penelitian tersebut adalah kepala ruang

perawatan rawat inap RS Dr. Sardjito. Hasil penelitian tersebut terdapat

hubungan antara tingkat kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional

terhadap kinerja kepala ruang perawatan rawat inap di RS Dr. Sardjito

Yogyakarta. Persamaan dengan peneltian ini adalah variabel bebas yang

digunakan yaitu tingkat kecerdasan emosional dan tingkat kecerdasan spiritual.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah subyek penelitian

yaitu perawat ruang rawat inap Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan

vareabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah perilaku caring

perawat.

b. Cholis (2005). Skripsi. Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional, Kecerdasan

Spiritual, Adversity Quotient, dengan Kinerja Perawat Instalasi Rawat Darurat

RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Jenis penelitian adalah non eksperimental

Page 21: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

9

korelasi. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian analitik korelasi

dan rancangan penelitian cross sectional. Subjek penelitian tersebut adalah

perawat instalasi rawat darurat RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat

kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan adversity quotient dengan

kinerja perawat instalasi rawat darurat RS Dr. Sardjito Yogyakarta.

Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan

adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Perbedaan dengan

penelitian ini adalah subyek penelitian dan vareabel terikat, dimana pada

penelitian ini menggunakan subyek penelitian perawat di ruang rawat inap

Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan variabel terikat yang digunakan

dalam penelitian ini adalah perilaku caring perawat.

c. Yuniatun (2009). Skripsi. Hubungan Perilaku Orang Tua dengan

Kecenderungan Perilaku Caring pada Mahasiswa Program A Angkatan

2008/2009 PSIK A FK UGM. Jenis penelitian adalah non experimental dengan

metode analitik korelasi. Rancangan yang digunakan dalam penelitian tersebut

adalah studi cross sectional. Hasil penelitian tersebut adalah tidak terdapat

hubungan antara pola asuh orang tua dengan kecenderungan perilaku caring

pada mahasiswa Program A Angkatan 2008/2009 PSIK A FK UGM.

Persamaan pada penelitian ini adalah variabel terikat yakni perilaku caring.

Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian yakni

perawat ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan variabel bebas

pada penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional dan tingkat spiritual.

Page 22: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

10

d. Sobirin (2006). Tesis. Hubungan Beban Kerja dan Motivasi dengan Penerapan

Perilaku Caring Perawat di RSUD Unit Swadana Kabupaten Subang. Jenis

penelitian non experimental dengan metode deskriptif analitik. Rancangan

yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah studi cross sectional. Hasil

penelitian tersebut adalah penerapan perilaku caring lebih dari sebagian

perawat masih rendah dengan beban kerja perawat sekitar 4,07 jam sampai

dengan 10,35 jam tiap shift, 5,19 jam tiap shift untuk tindakan keperawatan

langsung dan 3,36 jam untuk tindakan keperawatan tidak langsung. Ada

hubungan yang cukup signifikan antara beban kerja dan motivasi dengan

penerapan perilaku caring.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan

yakni kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dan tempat penelitian

yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Page 23: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Caring

a. Pengertian Caring

Leininger (1981) menyatakan bahwa caring menjadi kebutuhan manusia

yang esensial; caring adalah keperawatan; caring adalah jantung dan jiwa dari

keperawatan; caring adalah kekuatan; caring adalah penymbuhan; caring

adalah bagian penting yang mudah dikenali sehingga membuat keperawatan

menjadi seperti seharusnya yakni professional dan disiplin. Leininger

menambahkan bahwa caring sebagai tindakan dan kegiatan yang diarahkan

untuk membantu, mendukung atau memungkinkan individu atau kelompok

dengan kebutuhan dasar atau tambahan yang berfungsi untuk menperbaiki atau

meningkatkan suatu kondisi manusia atau untuk menolong manusia

menghadapi penyakit, kematian, atau ketidakmampuan (Leininger 1981;1991).

Penting sekali bagi seorang perawat memahami perilaku caring asli

setempat dan perilaku profesional yang sifatnya universal dan nonuniversal

agar dapat menjadi efektif dalam perawatan pasien, karena caring bersifat

sangat pribadi pribadi, dan ekspresinya dapat berbeda bagi setiap pasien.

Menekankan bahwa perawatan yang diberikan berbeda antara budaya yang

satu dengan yang lainnya (Marriner Tomey & Alligood, 2002 cit Khademian &

Vizeshfar, 2008). Sedangkan, Swanson (1991) menjelaskan dalam teorinya

Page 24: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

12

bahwa caring merupakan suatu jalan pemeliharaan yang akan mendukung

untuk menghargai perasaan orang lain sehingga mampu untuk komitmen dan

tanggung jawab.

Rahasia perawatan kepada pasien adalah caring kepada pasien (Peabody,

1927 cit Bolderston, et. al., 2010). Perialaku caring menjadi sangat esensial

bagi tenaga kesehatan. Meskipun caring tidak dapat didefinisikan secara pasti

karena bersifat sangat subjektif, tetapi caring memiliki konsep dasar dari teori-

teori keperawatan seperti teori culture care dari Leininger, teori human care

dari Watson, teori nursing as caring dari Boykine and Schoenhofer, serta teori

tentang caring dari Roach (Khademian & Vizeshfar, 2008). Caring menjadi

sebuah fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir,

merasakan dan berperilaku dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut

Benner & Wrubel (1989) cit Kimble et. al. (2003) caring merupakan syarat

penting bagi coping karena caring membuat perawat tahu intervensi mana yang

berhasil dan perhatian yang selanjutnya akan mengarahkan pemberian

perawatan yang sesuai pada asuhan keperawatan yang berikutnya. Namun,

sesungguhnya caring merupakan sebuah konsep yang sulit untuk dijelaskan

dan tidak ada consensus yang dapat mendefinisikannya (Morse et. al., 1990 cit

Ouesy & Johnson, 2007).

Perilaku caring pada umumnya bertujuan untuk menolong, sehingga

perilaku caring sering dijumpai pada orang-orang yang bekerja dalam bidang

jasa. Industri jasa sangat mementingkan kualitas pelayanan. Perawat menjadi

tolak ukur dalam pelayanan kesehatan yaitu saat merawat pasien. Perilaku

Page 25: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

13

melayani dapat diartikan dengan beberapa bentuk perilaku anta lain memberi

perhatian tanpa menunggu diminta (Sabarguna, 1999 cit Rosalina, 2008).

Patton (1998) cit Rosalina (2008) mengungkapkan tentang pelayanan yang

dilakukan dengan sepenuh hati mencakup lima komponen yaitu (a) memahami

emosi diri, artinya mampu mengenali pemicu terjadinya emosi serta dapat

mengungkapkannya dengan tepat menjadi kunci dalam memberikan pelayanan;

(b) kompetensi yaitu memiliki kewenangan untuk menentukan segala sesuatu.

Kompetensi dalam perilaku melayani diperlihatkan dalam kemampuan diri

untuk menjaga emosi dan memunculkan empati; (c) mengelola emosi diri yaitu

melayani dengan tetap menjadi diri sendiri tetapi mampu mengontrol emosi;

(d) kreatif dan memotivasi diri; (e) menyelaraskan emosi diri dengan emosi

orang lain. Oleh karena itu, caring menjadi inti dalam keperawatan. Perawat

yang tidak menawarkan care kepada pasien dapat diartikan bahwa perawat

tersebut tidak memberikan pelayanan keperawatan.

Fokus utama caring adalah proses perawatan kepada manusia baik dalam

individu, keluarga, dan kelompok. Hal ini dipertegas oleh Watson (1988)

bahwa caring menjadi standar etik keperawatan. Caring mempertahankan

martabat manusia di dalam sistem pelayanan kesehatan yang didominasi oleh

“cure”. Perilaku caring sendiri merupakan tindakan, kelakuan, dan perangai

yang dilakukan oleh perawat peofesional dengan memberikan konsentrasi,

mementingkan keselamatan, serta perhatian kepada pasien (Greenhalgh,

Vanhanen, & Kynga¨s, 1998 cit Rego 2008). Senada dengan yang diungkapkan

oleh Radsma (1994) cit Nurachmah (1997) bahwa keperawatan memang

Page 26: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

14

identik dengan caring, karena perawat memiliki tugas professional untuk

memberikan care.

Sebagai individu, perawat dikenal dengan caring. Perilaku caring

seharusnya telah terinternalisasi dalam perilaku keseharian perawat. karena

melalui pendekatan caring mampu memberikan asuhan secara fisik dan emosi

disertai meningkatkan rasa aman dan melindungi keselamatan pasien (Carruth

et. al., 1999 cit Dwidiyanti, 2010). Oleh karena itu, caring menjadi salah satu

komponen yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan asuhan keperawatan

yang bermutu (Nurachman, 2001). “Caring” bukan semata-mata perilaku.

“Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan

(Marriner & Tomey, 1994 cit Nurachman, 2001).

Caring merupakan sesuatu yang dapat dipelajari karena caring menjadi

respon yang paling sesuai untuk hubungan interpersonal. Semakin banyak

pengalaman maka pembelajaran yang dialami akan semakin kaya. Caring

menjadi komitmen untuk menurangi kerentanan dengan memberikan perhatian

dan kepedulian untuk setiap kehidupan manusia (Watson, 2002)

Nelson (1990) cit. Agustin (2002) menyatakan bahwa proses

penyembuhan pasien dapat dilihat dari bagaimana sikap perawat yang nanti

akhirnya akan mempengaruhi kepuasaan klien. Tentu, perawat yang ramah,

empati, dan mau memahami pasien akan memiliki pengaruh yang cukup

signifikan dalam percepatan penyembuhan pasien.

Perawat memang bertugas untuk merawat pasien, tetapi spirit caring

dalam memberikan asuhan keperawatan tidak dapat diperintahkan, karena

Page 27: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

15

merupakan cerminan dari individu perawat. Oleh karena itu, setiap perawat

dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada

klien (Dwidiyanti, 2010). Spiritual caring muncul dari dalam diri perawat dan

berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring yang diberikan melalui

kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Perilaku caring inilah yang menolong

pasien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual

dan sosial (Nurachman, 2001).

Perawat seharusnya dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh, salah

satunya yakni dengan melibatkan pasien dalam hal perawatan. Perawat dapat

melakukan pendekatan dengan pasien dengan tenang dan melalui sikap caring.

Berusaha untuk konsisten dalam berinteraksi dan menepati janji akan

membangun hubungan saling percaya (Boyd & Nihart, 1998).

Perilaku caring dapat membawa dampak positif bagi pasien karena

mampu meningkatkan kepuasan pasien, kesejahteraan dan kesehatan (Al-

Mailam, 2005; Dingman, Williams, Fosbinder, Warnick, 1999; Issel & Kahn,

1998; Mahon, 1996; Meyer, Cecka, & Turkovich, 2006; Williams, 1997; Wolf

et. al.., 1998 cit Rego et. al. 2008).

Baldursdottir dan Jonsdottir (2002) cit Khademian dan Vizeshfar (2008)

menegaskan bahwa pendekatan caring dipercaya mampu meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan serta untuk memfasilitasi promosi kesehatan.

Kekuatan caring dalam individu dan profesi, memiliki kesulitan untuk diukur

jumlah dan kualitasnya, namun caring memiliki kekuatan untuk penyembuhan

dan pencegahan (Brenda S. & Gregory D, 2000). Berdasarkan penelitian-

Page 28: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

16

penelitian terdahulu telah terbukti bahwa pendekatan caring menjadi mampu

meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien.

b. Caring menurut Swanson

Menurut Swanson (1993) caring berarti suatu cara berhubungan dengan

orang lain bertujuan untuk meningkatkan dan menjadikan sehat dengan

menghargai perasaan orang lain terkait dengan komitmen dan tanggung jawab.

Teori Swanson mengenai struktur caring adalah sebagai berikut:

1. Menjaga kepercayaan (Maintaining Belief)

Orientasi terhadap praktek caring perawat dimulai dengan dasar

menjaga kepercayaan pasien. Perawat komitmen untuk menjaga

kepercayaan pasien dengan mengerahkan segala kemampuan membantu

pasien melewati peristiwa atau masa transisi menuju masa depan.

2. Memahami (Knowing)

Merupakan cara terbaik untuk mengaplikasikan cara menjaga

kepercayaan pasien dalam praktek nyata. Knowing meliputi menghindari

asumsi, memfokuskan pelayanan kepada orang lain, mengkaji pasien

secara menyeluruh sesuai dengan kondisi dan realita, dan menjalin

hubungan perawat sebagai individu dengan pasien melalui caring.

3. Kehadiran (Being With)

Perawat menunjukkan keberadaannya secara emosional kepada orang

lain. Ekspresi emosi merupakan cara untuk berbagi dalam arti, perasaan,

dan pengalaman hidup. Being with menunjukkan kesungguhan kepada

pasien bahwa mereka dihormati dan perawat menunjukkan kesiapan

Page 29: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

17

menemani pasien, sebagai ungkapan bahwa pasien tidak sendirian dan

apapun yang dirasakan pasien, perawat hadir untuk pasien. Menunjukkan

kehadiran bersama orang lain berarti memberikan waktu, menunjukkan

diri, mendengarkan secara aktif, dan memberikan respon yang sesuai.

4. Melakukan dengan tujuan (Doing For)

Adalah melakukan sesuatu untuk orang lain sama seperti yang ingin

dilakukan untuk dirinya sendiri. Doing for meliputi tindakan memberi

kenyamanan kepada orang lain, memenuhi kebutuhannya, menunjukkan

kompetensi dan keahlian, melindungi orang lain dari bahaya, dan mampu

menyelesaikan masalah.

5. Memampukan (Enabling)

Hal penting dalam pelayanan caring keperawatan adalah

memampukan pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Enabling

didefinisikan sebagai memfasilitasi pasien agar mampu melewati transisi

hidup dan kejadian-kejadian yang tidak biasa. Enabling meliputi sebagai

berikut melatih; memberi informasi dan menjelaskan; memberi dukungan

dan mengizinkan mendapat pengalaman; membantu berfokus pada

masalah yang dihadapi; membantu mencari alternatif pemecahan masalah;

memberi feedback; dan membantu untuk menyadarkan pada realita.

c. Caring Menurut Watson

Watson (1979) cit Nurrachman (2001) menyatakan bahwa terdapat

sepuluh konsep caring yang mendasari, yakni:

Page 30: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

18

1) Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik

Perawat yang memberikan caring kepada pasien dapat membantu

meningkatkan potensi seeorang sehingga dapat menentukan pilihan yang

terbaik bagi dirinya sendiri (Tomey, 1994; George, 1990 cit Juliani 2009).

Nilai-nilai humanistik dan altruistik dibangun dari pengalaman yang

didasari atas nilai-nilai kemanusiaan yakni menghormati otonomi dan

menghargai kebebasan pasien untuk menentukan pilihan yang terbaik

baginya (Supriyadi, 2006). Nilai-nilai humanistic dan altruistic dibangun

dari pengalaman. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu

memberikan sesuatu kepada klien. Perawat juga memperlihatkan

kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. Pada

aplikasi keseharian perawat, nilai ini akan terlihat dari perilaku perawat

saat berinteraksi dengan pasien. Perawat memanggil nama pasien, segera

datang saat dipanggil, mau mendengar keluhan pasien serta tetap

menghormati pasien seperti apapun kondisinya.

2) Menanamkan kepercayaan (faith hope)

Aspek ini menjadi esensial karena menggabungkan antara proses

kuratif dan karatif. Perawat menanamkan rasa percaya kepada pasien

dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang

holistic. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam

mencari pertolongan kesehatan, sehingga pasien termotivasi untuk terus

berusaha demi peningkatan status kesehatannya.

Page 31: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

19

3) Menumbuhkan sensitivitas terhadap diri dan orang lain.

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien,

sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar

pada orang lain. Perawat mulai menggali perasaannya sendiri, kemudian

berusaha mengembangkannya. Usaha perawat menumbuhkan sensitivitas

membuat perawat menjadi lebih otentik sehingga mendorong kematangan

dalam diri dan aktualisasi diri. Aplikasi dalam asuhan keperawatan antara

lain perawat mendampingi klien dengan sikap sabar dan tenang serta

menawarkan bantuan kepada klien dengan ikhlas (Juliani, 2006).

4) Mengembangkan hubungan saling percaya dan membantu.

Komunikasi menjadi modal utama dalam komponen ini. Demi

membangun komunikasi tersebut dibutuhkan 3 karakteristik yang dapat

membina hubungan saling percaya dan membantu yakni kesesuaian

dengan kenyataan, empati dan keramahtamahan.

Perilaku yang ditunjukkan perawat saat berinteraksi dengan pasien

dapat berupa mengucapkan salam ketika bertemu, memperkenalkan diri,

menyepakati dan menepati kontrak yang dibuat bersama, mempertahankan

kontak mata, berbicara dengan suara lembut, posisi berhadapan,

menjelaskan prosedur, mengorientasikan klien baru, melakukan terminasi.

Selain itu, perawat memperlihatkan sikap turut merasakan apa yang

dialami pasien tanpa menyinggung perasaan pasien (Juliani, 2006).

Page 32: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

20

5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif

klien.

Perawat memberikan kesempatan kepada pasien mengungkapkan

perasaannya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan pasien,

selain itu perawat memberikan penerimaan yang positif serta mendorong

klien untuk mengungkapkan perasaannya. Perilaku caring dalam aspek ini

sangat identik dengan adanya kehadiran perawat bagi klien tidak hanya

sebatas melakukan tindakan saja (Forrest, 1989 cit Supriyadi, 2006).

6) Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk

pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses

keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.

Watson menegaskan pentingnya metode pemecahan masalah yang

ilmiah karena merupakan satu-satunya metode yang memungkinkan untuk

melakukan kontrol dan prediksi terhadap situasi sehingga dapat dilakukan

evaluasi.

7) Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal

Watson juga menambahkan bahwa perilaku caring dapat berjalan

secara efektif apabila dilakukan melalui hubungan interpersonal sehingga

dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan kesehatan individu dan

keluarga sehinnga caring lebih bersifat healthogenic daripada curing. Hal

inilah yang membedakan anatara caring dan curing (Tommey 1994;

George 1995 cit Supriyadi 2006). Manifestasi yang dilakukan perawat

Page 33: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

21

antara lain memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal,

dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.

8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual

yang mendukung. Watson membagi aspek ini menjadi dua bagian yaitu

variabel eksternal dan variabel internal. Kedua variable tersebut saling

bergantung satu sama lain. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan

internal dan eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien,

karena perawat diharapkan mampu memanipulasi kondisi lingkungan

tersebut dalam rangka meningkatkan kesehatan mental dah kesejahteraan

fisik pasien.

Manifestasi perilaku caring perawat antara lain, memfasilitasi pasien

unuk melakukan ibadah, menghubungkan pasien dengan anggota keluarga,

menjaga lingkungan sekitar pasien nyaman dan kondusif (Juliani, 2006).

9) Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan menghargai harkat dan

martabatnya

Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien.

Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke

tingkat selanjutnya. Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri

dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum

beralih ke tingkat selanjutnya. Kebutuhan klien yang paling rendah adalah

biofisikal misalnya makan, minum, eliminasi, dll. Kebutuhan aktualisasi

yang tertinggi dari kebutuhan intra dan interpersonal (Juliani, 2006).

Page 34: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

22

Aplikasi perilaku caring perawat pada aspek kesembilan ini dengan

bersedia memenuhi kebutuhan ADL dengan tulus dan menyatakan

perasaan bangga dapat menolong klien, menghargai dan menghormati

privacy klien, dengan tetap menunjukkan rasa hormat kepada klien.

10) Menghargai adanya tekanan yang bersifat fenomologis agar

pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai.

Fenomenologi adalah suatu usaha untuk benar-benar mencari tahu

bagaimana orang lain mengalami dunianya dan berpotensi untuk

bermanfaat khususnya dalam hubungan profesional menolong dan

hubungan caring. Perawat perlu mengarahkan klien pada

pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif dengan tujuan agar dapat

meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri terhadap

fenomena-fenomena yang terjadi sehingga pasien dapat mengambil

hikmah dalam setiap fenomena yang terjadi. Namun, Watson mengatakan

bahwa hal ini masih sulit dipahami dan yang termasuk dalam hal ini adalah

pengalaman berpikir dan memprofokasi untuk pemahaman yang lebih baik

tentang diri sendiri. (Tomey, 1994; George, 1995 cit Juliani 2006).

Pada aspek terakhir, aplikasi oleh perawat antara lain memberikan

kesempatan serta memfasilitai pasien dan atau keluarga untuk melakukan

ibadah yang menjadi ritual, memotivasi klien untuk lebih berserah kepada

Allah SWT (Supriatin, 2009). Kestenbaum (1982) cit Morrison & Burnard

(2009) menyatakan bahwa fenomenologi dapat membantu meningkatkan

Page 35: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

23

perkembangan berbagai pemahaman tentang penyakit, kesehatan dan

tenaga kesehatan

Gourmay dan Gray (1998) cit Morrison & Burnard (2009) menyatakan

bahwa perspektif caring pada masa ini tidak sesuai lagi dan telah tiba saatnya

perawat memeriksa kembali keberadaan mereka melalui penemuan-penemuan

ilmiah. Beberapa penelitian telah mengklasifikasikan perilaku caring untuk

mempermudah pengukuran perilaku caring menjadi enam dimensi, yakni:

1. Keunikan (contoh merawat pasien sebagai individu; menjaga martabat dan

integritas pasien).

2. Menghubungkan dengan pengalaman klien (contoh mengenali tanda

verbal dan nonverbal pasien).

3. Mampu merasa (contoh dalam kondisi akut mampu memahami tanda

sekecil apapun baik visual, audio, dan taktil yang dikirimkan oleh pasien).

4. Diluar data pengetahuan (contoh kesadaran dan mampu mengenali pola

dari respon manusia lebih sederhana daripada membaca data).

5. Mengetahui apa yang akan dikerjakan dan kapan dilakukan (contoh

menggunakan pemahaman pasien, pengalaman, perilaku, perasaan dan

atau persepsi untuk memilih intervensi yang bersifat individu).

6. Berada bersama pasien (contoh penuh perhatian, mendengarkan, dan

mengajari pasien).

(Doona, Chase, dan Haggerty, 1999; Godkin, 2001; Godkin dan Godkin, 2004

cit Rego, 2008).

Page 36: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

24

Sedangkan Widmark-Petersson et. al. (1998) cit Bolderston (2010)

membagi caring menjadi dua kategori, yang pertama adalah ekspresif artinya

fokus pada dimensi afektif yakni peduli kepada pasien, yang kedua adalah

instrumental artinya fokus pada kenyamanan yakni peduli kepada pasien, atau

perawatan fisik dan pelayanan.

Larson (1981) cit Khademian Z. & Vizeshfar F. (2008) menjelaskan

bahwa perilaku ekspresif terkait dengan membangun kepercayaan, penerimaan

perasaan, keyakinan, dan kebenaran, sedangkan keterampilan instrumental

terkait dengan kegiatan yang berorientasi pada tugas termasuk kegiatan fisik,

serta intervensi yang berorientasi pada kognitif. Perawatan, prosedur, memberi

dukungan, pengajaran dan pemecahan masalah dalam kategori ini.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring Perawat

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi internal dan eksternal

mampu mempengaruhi perilaku caring (Malini, 2009). Selain itu, kecerdasan

dasar seseorang mampu mempengaruhi perilaku caring perawat, diantaranya

adalah kecerdasan spiritual (Malini, 2009) dan kecerdasan emosional (Rego,

2008).

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku caring, seperti karakteristik

individu, lingkungan kerja dan kualifikasi perawat (Muhlisin & Ichsan, 2008).

Karakteristik individu menjadi pembeda antara individu satu dengan lainnya.

Menurut Robin (2008) karakteristik individu mempunyai dampak pada

perilaku kerja. Karakteristik individu tersebut meliputi :

Page 37: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

25

1. Usia

Usia sangat berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan maturitas. Usia yang

semakin bertambah dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam

mengambil keputusan, semakin bijaksana, bertambah rasional dan toleran

(Sobirin, 2006). Robbins (2008) mengungkapkan bahwa pada karyawan

professional semakin bertambah usia maka kualitas kinerja semakin

meningkat. Sedangkan pada keryawan non professional, semakin bertambah

usia akan terjadi penurunan kepuasan kerja.

2. Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan yang penting antara pria dan wanita dalam kinerja,

kemampuan memecahkan masalah, menganalisa, dorongan kompetitif,

motivasi dan kemampuan belajar. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa

tingkat ketidakhadiran wanita lebih tinggi dibandingka pria, khususnya pada

wanita yang telah berkeluarga (Robbins, 2001).

3. Tingkat Pendidikan

Penelitian menunjukkan bahwa lama kerja mempengaruhi bagaimana cara

penyelesaian masalah yang merupakan salah satu komponen faktor karatif

(Nurachmah, 2000 cit Sobirin, 2006).

4. Lama Kerja

Penelitian menunjukkan bahwa perilaku dimasa lalu mempengaruhi

perilaku di masa yang akan datang. Terdapat hubungan positif antara

pengalaman kerja dengan produktivitas keryawan (Robbins, 2001). Terkait

Page 38: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

26

dengan pengalaman, Nurachmah (2000) cit Supriadi (2006) menyatakan

bahwa terdapat korelasi antara lama kerja dengan penerapan perilaku caring.

5. Status Pernikahan

Robbins (2008) mengungkapkan bahwa karyawan yang telah menikah

lebih loyal terhadap pekerjaannya daripada karyawan yang belum menikah.

Status pernikahan menuntut seseorang untuk bertanggung jawab, sehingga

ditemukan bahwa karyawan yang telah menikah menunjukkan kinerja yang

lebih baik daripada yang belum menikah (Robbins, 2001).

6. Kemampuan fisik

Robbins (2008) menjelaskan bahwa kemampuan fisik adalah kemampuan

melakukan tugas-tugas, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

Apabila kemampuan tidak sesuai dengan pekerjaan maka akan menurunkan

tingkat kepuasan karyawan.

7. Ras

Merupakan isu yang kontroversial, tetapi dalam lingkungan kerja masih

kerap ditemui sebuah kecenderungan bagi individu lebih menyukai rekan-rekan

dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kinerja, keputusan promosi, dan

kenaikan gaji (Robbins, 2008).

e. Faktor kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap perilaku

caring perawat

Beberapa penulis seperti Freshwater & Stickley (2004) cit Rego

(2008) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh kuat

Page 39: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

27

terhadap interaksi antara pasien dan perawat, namun penelitian secara

empiris masih terbatas (Kooker, Shoultz, & Codier, 2007 cit Rego, 2008).

Perawat diharapkan tidak hanya memiliki kompetensi profesional saja

namun juga memiliki sensitivitas ketika menghadapi kerentanan dan

kecemasan pasien, kecerdasan emosional menjadi sumber dari rasa

sensitivitas tersebut. Oleh karena itu, kecerdasan emosional menjadi salah

satu prediktor yang relevan dari perilaku caring (Rego 2008).

Salah satu pembentuk perilaku manusia yang terpenting adalah

kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual mampu membentuk dan

meruntuhkan pola pemikiran dan perilaku yang mapan (Zohar & Marshal,

2006). George (1990) cit Muhlisin & Ichsan (2008) menyatakan bahwa

caring merupakan dasar dari spiritual, karena merupakan ideal moral dari

keperawatan. Kecerdasan spiritual membuat seseorang mampu menghayati

setiap peristiwa dalam hidup sehingga mampu merasakan komunikasi

dengan Allah. Dapat diasumsikan bahwa seseorang yang memiliki

hubungan baik dengan Tuhannya akan memiliki hubungan yang baik pula

dengan sesama manusia (Iman, 2004 cit Malini 2009)

Kecerdasan emosional yang salah satu komponennya adalah kesadaran

diri (Rego, 2008), kemudian dipadukan dengan aktivitas kecerdasan

spiritual maka akan mendorong untuk mampu mengetahui nilai dan tujuan

dari setiap tindakan yang dilakukan.

Page 40: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

28

f. Karakter Individu Pasien yang Mempengaruhi Persepsi tentang Perilaku

Caring Perawat

Persepsi menurut Walgito (2001) cit Sunaryo (2002), adalah proses

pengorganisasian, pengintrepretasian terhadap rangsang yang diterima oleh

organisme atau individu menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan

aktivitas integrated dalam diri individu.

Notoatmodjo (1993) cit Murhestriarso (2009), dalam kelompok

masyarakat terdapat bermacam-macam kelompok yang dapat mempengaruhi

persepsi dan harapan pelanggan. Perbedaan tersebut antara lain : umur, jenis

kelamin, pendidikan, agama dan suku bangsa. Hal senada diungkapkan oleh

Bennet (1987) cit Anjaryani (2009) menyatakan bahwa umur, jenis kelamin,

status perkawinan, jumlah keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan

berkaitan dengan kebutuhan pencarian pelayanan kesehatan.

2. Kecerdasan Emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Encylopedia Britannica (2006) kecerdasan adalah kemampuan

untuk adaptasi secara efektif terhadap lingkungan, dan membuat perubahan pada

diri sendiri dan lingkungan, atau mendapatkan sesuatu yang baru. Jadi kecerdasan

bukan hanya suatu proses mental tetapi kombinasi beberapa proses mental

langsung melalui adaptasi di lingkungan. Pada dekade 90-an, dipahami bahwa

seseorang yang mempunyai kecerdasan intelektual menggunakan otak rasional

yang merupakan pusat berfikir, selama ini dijadikan acuan untuk menentukan

Page 41: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

29

potensi dan kemampuan seseorang dalam bekerja. Kecerdasan intelektual sendiri

merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas

yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental, seperti berpikir,

menalar dan memecahkan masalah (Robbins, 2009). Dahulu, kecerdasan

intelektual menjadi syarat utama mendapatkan pekerjaan dan lain sebagainnya.

Namun, saat ini berbagai penelitian mengemukakan bahwa terdapat multiple

intellegence dalam diri manusia. Bahkan kecerdasan intelektual hanya

menyumbang antara 5-10 % kesuksesan seseorang (Goleman, 2009), sedangkan

sisanya ditentukan oleh faktor yang lain, salah satunya adalah kecerdasan

emosional.

Kekuatan emosi sangat luar biasa, emosi dapat menuntun saat menghadapi

masa-masa kritis dan tugas-tugas yang terlalu riskan apabila hanya diserahkan

kepada otak (IQ) semata (Goleman, 2009). Goleman mendefinisikan kecerdasan

emosi sebagai kesanggupan untuk memperhitungkan atau menyadari kondisi

setempat untuk membaca emosi orang lain dan diri sendiri, dan untuk bertindak

dengan cepat. Emosi sendiri merupakan setiap kegiatan atau pergolakan

pemikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap,

sehingga emosi menjadi dorongan untuk bertindak. Lebih lanjut Goleman

menyatakan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan kemampuan

mengelola emosi yang berupa ketakutan, kemarahan, agresi dan kejengkelan.

Cooper dan Sawaf (1997) cit Rosalina (2008) merumuskan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan secara selektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh.

Page 42: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

30

Kecerdasan emosi akan menimbulkan energi yang positif apabila energi tersebut

negatif maka tidak dapat disebut sebagai kecerdasan emosi sehingga dapat

dirasakan manfaatnya baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Kecerdasan emosional menjadi penanda dua komponen dasar kepribadian

yakni kognitif dan system emosional. Standar kecerdasan yang paling sering

digunakan adalah kemampuan kognitif dan standar untuk beradaptasi adalah

fungsi emosional. Namun, timbul kesadaran bahwa sesungguhnya kecerdasan

emosi menjadi penyatu antara kemampuan kognitif dan adaptasi. Apabila

seseorang yang meyakini bahwa situasi marah merupakan gambaran dari kurang

cerdasnya emosi maka seseorang akan berusaha menggabungkan antara reaksi

emosi dengan pemikiran yang lebih kompleks. Kecerdasan emosional dapat

dilihat dari reaksi dan model emosional seseorang yang dinilai melalui konsistensi

logis sehingga mampu menggambarkan kecerdasan seseorang (Mayer & Salovey,

1995 cit Augusto-Landa & López-Zafra, 2010).

Perspektif kecerdasan emosional dikenal sebagai kemampuan kognitif yang

bekaitan dengan penalaran dan pemecahan masalah (Mayer, Roberts, & Barsade,

2008 cit Ferguson & Austin, 2010), sehingga kecerdasan emosional menjadi kunci

untuk mengolah proses informasi emosional yang akurat dan efisien, termasuk

informasi yang relevan dengan penafsiran, pengakuan, dan pengaturan emosi

dalam diri sendiri dan orang lain (Salovey & Mayer, 1990 cit Zohar & Marshal,

2000). Purba (1999) cit Trihandini (2005) menekankan inti dari kecerdasan

emosional adalah kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan

emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang

Page 43: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

31

lain. Pendapat tersebut diperkuat oleh Goleman (2009) yang menyatakan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki individu dalam

memotivasi diri sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan

emosi, mengatur suasana hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan dan menunda

kepuasan, serta mampu menjaga agar beban pikiran tidak melumpuhkan pikiran.

Perawat tidak hanya dituntut memiliki kompetensi professional, tetapi juga

memiliki sensitivitas saat bertemu dengan pasien (Akerjordet & Severinsson,

2004 cit Rego, 2008). Setiap pasien memiliki kepribadian yang berbeda-beda,

sehingga perawat seharusnya memiliki kemampuan untuk menangkap adanya

kecemasan ataupun perasaan mudah terluka. Melalui kecerdasan ini juga

seseorang mampu memahami orang lain, bersikap empati, serta dapat menahan

emosi saat mampu untuk marah, serta mengerti bagaimana kondisi emosinya dan

mampu menempatkan sesuai dengan situasi yang ada. Sesuai dengan pendapat

Steiner (1997) cit Goleman (2009) kecerdasan emosional diidentikkan dengan

kemampuan untuk dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta

mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan

maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Ketika seseorang mampu mengenal

dirinya sendiri maka akan timbul kesadaran penuh pada tiap situasi yang terjadi

dan mengetahui apa yang harus dilakukan serta apa yang harus dihindari.

b. Komponen Kecerdasan Emosional

Golemen (2009) membagi kecerdasan emosional menjadi lima dimensi yang

kemudian akan diturunkan menjadi 25 kompetensi. Apabila mampu menguasai

Page 44: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

32

hingga enam atau lebih maka akan menjadikan seseorang professional yang

handal. Sedangkan, Rego et. al. (2007) membagi komponen kecerdasan emosional

menjadi enam komponen meliputi kontrol diri terhadap kritik, memiliki motivasi

emosi yang positif terhadap diri sendiri, mampu mengontrol emosi, memahami

perasaan orang lain, memiliki empati, memahami perasaan diri sendiri.

Dimensi pertama adalah kontrol diri menghadapi kritik yakni perawat

menghadapi kritik tanpa disertai emosi yang berlebihan. Perawat dengan kontrol

terhadap kritik rendah ketika menerima keluhan dari pasien, maka yang sangat

mungkin untuk balik mengomentari atau menjadi kurang bersedia untuk

mendengarkan atau merawat pasien (Bushell, 1998 cit Rego, 2010) akhirnya dapat

merusak hubungan kepercayaan dengan pasien (Cooper, 1997 cit Rego, 2010).

Dimensi kedua adalah memotivasi diri sendiri. Kemampuan memotivasi

tergantung dari ketahanan mental untuk mempengaruhi kecerdasan yang lainnya.

Motivasi mampu mendorong seseorang untuk bertindak untuk menjadi lebih

inisiatif, produktif, dan efektif dalam malakukan apa yang dikerjakan. Perawat

menjadi lebih tangguh dan gigih ketika menghadapi kesulitan, lebih tekun dalam

memberikan dukungan emosional kepada pasien sehingga mampu menularkan

energi positif kepada pasien (Akerjordet & Severinsson, 2004 cit Rego, 2010).

Dimensi ketiga adalah pengaturan emosi diri. Merawat membutuhkan tenaga

dari emosional seperti mengekspresikan emosi yang diinginkan dan menekan

ekspresi terhadap emosi yang tidak diinginkan selama terjadi interaksi (Vitello-

Cicciu, 2003 cit Rego, 2010). Pengaturan emosi diri yaitu kemampuan untuk

mengendalikan emosi sehingga terjadi keseimbangan emosi, bukan menekan

Page 45: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

33

emosi karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. Aplikasi dalam

kehidupan sehari-hari seseorang memiliki kepekaan terhadap hati nurani yang

nantinya akan mampu menghibur diri, melepaskan kecemasan atau kemurungan

sehingga dapat bangkit lebih cepat saat dirundung kemalangan.

Dimensi empat adalah memahami emosi diri, maksudnya seseorang dapat

mengenali dan merasakan emosinya sendiri. Kemampuan menangani perasaan

agar perasaan dapat terungkap dengan pas. Kepahaman terhadap emosinya sendiri

dapat menuntun untuk mampu memahami penyebab perasaan yang timbul,

sehingga pada aplikasi sehari-hari memiliki kepekaan lebih tinggi dalam

pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi.

Dimensi kelima adalah empati yaitu kemampuan untuk menerima dari sudut

pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain. Empati mendorong

seseorang untuk bertindak memberi bantuan. Dimensi ini mendorong agar mampu

menangkap sinyal-sinyal sosial yang menjadi isyarat apa-apa yang dibutuhkan

orang lain, sehingga timbul keselarasan antara diri sendiri dan orang lain.

Dimensi keenam adalah memahami emosi pribadi yakni perawat mampu

menyadari dan lebih lanjut mengenali emosi mereka sendiri dengan harapan agar

dapat mengatasi segala hambatan yang terjadi dalam diri sendiri menuju koping

yang positif. Ketika mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan, maka akan lebih

mudah dalam hal pengambilan keputusan untuk melawan mengekspresikan emosi

negatif yang mereka alami (Akerjordet & Severinsson, 2004 cit Rego, 2010),

sehingga perawat akan cenderung meningkatkan kepercayaan dan penghormatan

Page 46: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

34

kepada pasien (Abraham, 2004; Akerjordet & Severinsson, 2004; Cooper, 1997;

Goleman, 1998 cit Rego, 2010 )

Goleman (2009) menyatakan bahwa pertanda perasaan bisa mengarah

menjadi penyakit apabila perasaan begitu kuatnya sehingga mengalahkan pikiran-

pikiran lainnya sehingga sulit untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang

sedang dihadapi. Oleh karena itu sangatlah penting untuk memiliki kecerdasan

emosional karena apabila emosi tidak dapat dikendalikan maka akan

menimbulkan tindakan yang amat sulit dibayangkan akibatnya. Setiap emosi yang

kuat berakar dari adanya dorongan untuk bertindak, kecerdasan emosional mampu

mengelola dorongan-dorongan itu, berusaha untuk menenangkan perasaan-

perasaan yang tidak menyenangkan dan lambat laun dapat menguasai kemampuan

sehingga cepat pulih dari dorongan disertai nafsu amarah tersebut.

Dalam banyak hal, pekerjaan perawat sangat beragam, pada suatu saat

menantang, tetapi kadang dirasa membosankan, sehingga sangat membutuhkan

pengelolaan emosi yang terampil. Ciri dari kecerdasan emosional perawat dapat

terlihat dari cara melaksanakan pekerjaan khususnya saat berinteraksi dengan

pasien tidak terjebak dalam rutinitas tugas saja, tetapi mampu memberikan makna

dari setiap yang dikerjakan. Ciri ini menjadi esensi dari perilaku caring perawat.

3. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk menyeimbangkan antara

makna dan nilai sehingga dapat menempatkan kehidupan kedalam konteks yang

Page 47: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

35

lebih luas (Zohar & Marshal, 2000), sehingga kecerdasan spiritual mampu

menuntun seseorang untuk memahami nilai, makna, dan tujuan hidup

(Syahmuharnis & Sidarta, 2006). Lebih lanjut Zohar dan Marshal (2000)

menegaskan kembali bahwa kecerdasan spiritual bertumpu pada bagian dalam diri

kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar, sehingga

menjadikan manusia utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan

spiritual memfasilitasi antara pikiran dan emosi, menjadi penghubung antara

pikiran dan tubuh, dan akhirnya timbul pengenalan terhadap diri sendiri. Selain

itu, kecerdasan ini mengintegrasikan hubungan intrapersonal dan interpersonal,

yang menghubungkan gap antara diri sendiri dan orang lain (Zohar, 2000).

Dimensi spiritual berupaya mempertahankan keharmonisan atau keselarasan

dengan dunia luar, berjuang untuk mejawab atau mendapatan kekuatan ketika

sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Kecerdasan

spiritual merupkan kemampuan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier,

Erb, Blais dan Wilkinson, 1995; Murray dan Zentner, 1993 cit Hamid, 2009).

Zohar dan Marshal (2000) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual

disimbolkan sebagai Teratai Diri yang menggabungkan antara tiga kecerdasan

dasar manusia (rasional, emosional, dan spiritual), tiga pemikiran (seri, asosiatif,

dan penyatu), tiga jalan dasar pengetahuan (primer, sekunder, dan tersier) dan tiga

tingkatan diri (pusat transpersonal, tengah-asosiatif dan interpersonal, dan

pinggiran-ego personal). Dengan demikian kecerdasan spiritual berkaitan dengan

unsur pusat dari bagian diri manusia yang paling dalam menjadi pemersatu

seluruh bagian diri manusia lain.

Page 48: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

36

Sedangkan Buzan (2001) menyatakan bahwa ciri seorang yang cerdas

spiritual itu di antaranya adalah senang berbuat baik, senang menolong orang lain,

telah menemukan tujuan hidupnya, merasa rnemiliki sebuah misi yang mulia

kemudian merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta yakni

Tuhan atau apapun yang diyakini sebagai kekuatan alam semesta dan mempunyai

sense of humor yang baik. Hal senada diungkapkan oleh Zohar (2002), bahwa

kecerdasan spriritual akan membawa seseorang mampu mengambil pelajaran

melalui makna yang lebih luas dalam menghadapi setiap kejadian hidup karena

dengan kecerdasan ini seseorang mampu memecahkan persoalan dan mampu

mengambil nilai dari setiap kejadian.

Pusat Intelegensia Kesehatan Depkes menyatakan bahwa kontribusi

kecerdasan emosional dan spiritual terhadap keberhasilan karir atau hidup

seseorang diperkirakan sekitar 80%, sedangkan sisanya merupakan kontribusi

dari kecerdasan rasional. Dari 80% kontribusi tersebut ternyata spiritual

mendominasi sekitar 60% dan sisanya merupakan kontribusi emosional, karena

itu kecerdasan spiritual menjadi ultimate intelligence.

Studi yang dilakukan oleh Aylon dan Michael (1959) cit Sugiarto (2009)

menyatakan bahwa salah satu kemampuan perawat adalah sebagai ahli terapi

perilaku psikiatris, sehingga perawat nantinya akan menjadi role model peran

spiritul bagi klien. Penting bagi perawat untuk menyusun tujuan bagi dirinya

sendiri. Menurut Taylor, Lillis, dan Le Mone (1997) cit Hamid (2009) terdapat

beberapa komponen yang harus dimiliki perawat, yaitu:

Page 49: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

37

1. Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi

kebutuhannya untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup.

2. Merefleksikan kekuatan spiritual dalam aplikasi kehidupan sehari-hari

terutama saat menghadapi penderitaan, nyeri dan kematian dalam praktek

professional.

3. Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.

4. Menunjukkan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan, keceriaan, caring,

dan kreativitas dalam berinteraksi dengan orang lain.

5. Menghargai keyakinan spiritual orang lain meskipun berbeda keyakinan

dengan perawat.

6. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang keyakinan spiritual klien yang

mampu mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon terhadap penyakit,

pilihan pelayanan kesehatan dan pilihan terapi.

7. Menunjukan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.

8. Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk

membantuklien yang sedang mengalami distress spiritual

b. Komponen Kecerdasan Spiritual

Bertanggung jawab merupakan komponen dalam kecerdasan spiritual.

Merupakan sikap dan tindakan dalam menerima sesuatu sebagai tanggungan dan

melaksanakannya dengan penuh rasa cinta dengan memberikan respon yang

terbaik (Tasmara, 2006). Prinsip tanggung jawab dapat dilatih melalui kebersihan

hati nurani (Covey,1990 cit Tasmara, 2006). Rasa tanggung jawab tersebut

Page 50: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

38

kemudian diberdayakan dan diarahkan secara terus-menerus dengan orientasi

pada amal prestatif.

Zohar (2006) menjelaskan bahwa prinsip dasar kecerdasan spiritual adalah

mau memikul tanggung jawab atas pengembangan kode moral dan nilai sendiri.

Pengembangan dari nilai tersebut adalah timbul kemauan untuk menjadi lebih

bermanfaat bagi sesama, sehingga cenderung pada kebaikan karena telah menjadi

fitrah manusia pada kebenaran menuju kesempurnaan (Khomeini, 1992 cit Pasiak,

2001).

Komponen berikut yang ada dalam diri seorang yang memiliki kecerdasan

spiritual menurut Covey (1994) cit Tasmara (2006) yakni memiliki visi. Visi

adalah pengejawantahan ide kreatif dan menjadi motivasi utama tindakan

manusia. Visi adalah komitmen yang dituangkan dalam konsep jangka panjang

dan aplikasi dalam jangka pendek adalah melalui aksi, terdapat kemampuan untuk

melihat realitas yang dialami saat ini dan menciptakan dan menemukan apa yang

belum ada. Visi membuat seseorang menjalani hidup lebih berarti dari hari ke hari

karena visi menjadi motivasi dalam rangka mewujudkan sesuatu yang belum ada

(Tasmara, 2006).

Keyakinan bahwa setiap manusia pasti akan mati dan menjadikan saat

kematian tersebut menjadi saat yang dinanti-nanti karena akan bertemu dengan

Rabb-nya. Keyakinan ini memotivasi sesorang memiliki kecerdasan spiritual

sehingga mengupayakan setiap perilaku benar-benar manfaat. Seorang psikolog,

Hennezel (1998) cit Zohar & Marshal (2000) menyatakan bahwa kesadaran akan

kematian justru menjadi pengikat seseorang dngan orang lain. Itulah sebabnya

Page 51: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

39

kematian akan menyentuh hati dan memungkinkan untuk menyusup ke dalam inti

dari satu-satunya pertanyaan sejati yakni tentang arti hidup yang sesungguhnya.

Kematian pasti akan menjumpai semua orang, yang akan melenyapkan orang-

orang yang kita cintai. Hal ini yang mendorong untuk tidak puas hanya menjalani

kehidupan di permukaan saja, mendorong untuk masuk ke dalam inti dan

kedalaman dari segala sesuatu sehingga mampu merasa dekat dengan Tuhan..

Mampu merasakan kedekatan dengan Tuhan merupakan komponen

kecerdasan spiritual. Terdapat penemuan terbaru mengenai God Spot yakni

sekumpulan jaringan saraf dalam lobus temporal otak yang terdapat di balik

pelipis, dapat membuat manusia memiliki perasaan akan sesuatu yang sakral dan

kerinduan akan segala sesuatu yang lebih mendalam dalam hidup (Persinger dan

Ramachandran, 1997 cit Zohar & Marshal, 2005). Bagian ini sangat aktif ketika

mendapat pengalaman spiritual. Riset Singer (1999) cit Zohar & Marshal (2004)

semakin menguatkan dengan ditemukan neuron-neuron otak yang bergetar secara

serentak dalam merespon stimuli khusus. Dalam setiap respon stimuli, otak

menyatukan pengalamannya dengan menggetarkan neuron-neuron tersebut kira-

kira 40 Hz. Kini telah diketahui bahwa osilasi 40 Hz ini merupakan basis neural

bagi kesadaran otak. Osilasi ini menyatukan sisitem-sistem kecakapan otak dan

memadukan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dengan aktivitas

kecerdasan spiritual dari God Spot. Osilasi 40 Hz yang dipadukan dengan

aktivitas God Spot besar kemungkinan menjadi basis neural bagi karakteristik dan

sifat particular dari kecerdasan spiritual. Pada dasarnya setiap manusia memiliki

kecenderungan meskipun tanpa disadari mengarah ke pusat dan menuju pusat

Page 52: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

40

sendiri, dimana seseorang akan menemukan hakikat yang utuh, yaitu rasa

kesucian. Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia untuk

dapat menemukan dirinya pada inti wujud hakiki di pusat alam alam semesta ,

tempat untuk berkomunikasi dengan langit (Elidae, 1993 cit Sangkan, 2006).

Menurut Buzan (2001), orang yang cerdas secara spiritual mampu

menjadikan setiap interaksi dengan orang lain dapat memberi manfaat bagi orang

lain ataupun sama-sama saling menyemangati satu sama lain, sehingga setiap

interaksinya dengn orang lain akan menjadi suatu pembelajaran.

Kecerdasan spiritual akan membangun optimisme yang nantinya akan

melahirkan keberanian untuk menempuh segala resiko karena adanya kesadaran

yang penuh bahwa segala sesuatu pasti ada resikonya (Tasmara, 2006). Namun,

sesungguhnya setiap ciptaan-Nya telah dirancang sedemikian rupa sehingga

mampu unuk menghadapi segala tantangan dan resiko hingga akhirnya terbentuk

karakter posotif dalam dirinya.

Amram (2008) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual memiliki 5 komponen

pokok yakni kesadaran (consciousness), rahmat (grace), kebermaknaan

(meaning), aplikasi (transcendence), kebenaran (truth). Kesadaran bermakna

meningkatkan pengetahuan tentang sesuatu dan pengetahuan diri. Kesadaran

meliputi aspek penuh kesadaran, perpaduan dan intuisi. Komponen yang kedua

adalah rahmat yakni hidup selaras dengan rasa suci yang dimanifestasikan melalui

cinta pada sesama dan rasa percaya dalam kehidupan. Komponen yang ketiga

adalah kebermaknaan yakni menyadari hikmah dalam kehidupan sehari-hari,

dengan satu tujuan dan panggilan untuk melayani, termasuk didalamnya adalah

Page 53: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

41

penderitaan dan rasa sakit. Komponen yang keempat adalah aplikasi yakni praktek

dalam kehidupan sehari-hari, saling berhubungan dan bersifat menyeluruh karena

adanya pengakuan terhadap Allah swt. Komponen kelima adalah kebenaran yakni

berpikiran terbuka untuk menerima kebenaran dalam hidup, termasuk didalammya

antara lain memaafkan, besar rasa ingin tahu, dan menghargai kebijakan dalam

tradisi.

Zohar & Marshall (2000) bahwa orang yang memiliki kecerdasan spiritual

memiliki kemampuan untuk memanfaatkan dan mengatasi kesulitan. Kesulitan

tersebut dapat dianggap sebagai rasa sakit, penderitaan atau kesulitan sebagai

sesuatu yang mengancam atau melumpuhkan, tetapi kita juga dapat

menganggapnya sebagai tantangan dan bahkan sebagai peluang. Oleh karena itu,

salah satu kriteria kecerdasan spiritual adalah kemampuan menyelesaikan

masalah. Hal senada juga diungkapkan oleh Wolman (2001) cit Yang & Mao

(2007) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan otentik yang mencakup berpikir,

konseptualisasi, dan memecahkan masalah. Kecerdasan spiritual dapat menjadi

bekal agar masalah tersebut dapat terselesaikan secra konstruktif hingga perasaan

khawatir hilang. Menuntun seseorang untuk terlepas dari keputusasaan.

Orang yang cerdas secara spiritual akan selalu mencari nilai dari setiap

tindakan yang mereka lakukan. Perilaku dikatakan memiliki nilai apabila dasar

setiap “laku” manusia mengandung tuntunan kesadaran, bukan karena paksaan

sehingga mempunyai dasar yaitu niat (Sangkan, 2006).

Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sebaik

mungkin. Manifestasi spiritual merupakan cara kita untuk dapat memahami

Page 54: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

42

spiritual secara nyata. Manifestasi spiritual dapat dilihat melalui bagaimana cara

seseorang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan dengan Yang Maha

Kuasa, serta bagaimana sekelompok orang berhubungan dengan anggota

kelompok tersebut (Koenig & Pritchett, 1998 cit Dwidiyanti, 2010). Keyakinan

spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat

kesehatan dan perilaku self care pasien. Pelayanan tersebut mampu diberikan

apabila perawat mengetahui hakikat sebenarnya dari apa yang dilakukan tidak

sebatas kewajiban rutinitas, tetapi lebih dari itu perawat mengetahui makna dari

setiap pekerjaannya. Kecerdasan spiritual dapat menjadi penghubung agar

seseorang mampu untuk mengekspresikan dan memaknai setiap tindakannya

(Trihandini, 2005). Kecerdasan spiritual menjadi landasan perilaku caring

perawat saat berinteraksi dengan pasien.

B. Landasan Teori

Caring merupakan suatu perilaku yang bertujuan untuk membantu, memberi

perhatian, mengasuh, memberi bantuan, serta mendorong untuk memandirikan

pasien. Fokus utama adalah 10 faktor karatif caring menurut Watson (1998).

Faktor karatif tersebut mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, menanamkan

kepercayaan (faith hope), peka terhadap diri dan orang lain, mengembangkan

hubungan saling percaya dan membantu, mendorong dan menerima ekspresi

perasaan positif dan negatif klien, menggunakan metoda penyalesaian masalah

secara sistematis untuk pengambilan keputusan, meningkatan pembelajaran dan

pengajaran interpersonal, menciptakan lingkungan yang suportif, proaktif dan atau

Page 55: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

43

perbaikan mental, fisik, sosiokultural dan spiritual, memenuhi kebutuhan dasar

manusia dengan tetap menghargai harkat dan martabatnya, terbuka pada

pengalaman berpikir dan mendorong untuk dapat memahami dengan lebih baik.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh kecerdasan dasar yang dimiliki antara

lain kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional adalah

kemampuan dalam mengelola perasaan, dapat menyelesaikan masalah yang

dihadapi dengan baik, dan mampu memahami perasaan diri sendiri maupun orang

lain sehingga mampu membina hubungan dengan baik, serta dapat menjadi

sumber energy yang positif . Kecerdasan emosional menurut Rego et. al. (2008)

membagi komponen kecerdasan emosional menjadi enam komponen meliputi

kontrol diri terhadap kritik, memiliki motivasi emosi yang positif terhadap diri

sendiri, mampu mengontrol emosi, memahami perasaan orang lain, memiliki

empati, memahami perasaan diri sendiri.

Sedangkan kecerdasan spiritual merupakan kemampuan dalam mengelola

nilai-nilai dan mengungkap makna menjadi lebih dalam dan menyeluruh sehingga

mampu memahami hakikat yang terjadi. Komponen dalam kecerdasan spiritual

meliputi memiliki visi yang digunakan sebagai arahan dalam hidup,

bertanggungjawab, memiliki dorongan untuk berbuat baik, mampu merasakan

kehadiran Tuhan, kesulitan dirasakan sebagai tantangan serta memiliki empati,

komitmen dan pengabdian terhadap sesama.

Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual menjadi kemampuan dasar

perawat dalam mengaplikasikan perilaku caring dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap individu pasien adalah makhluk yang unik karena memiliki karakteristik

Page 56: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

44

yang berbeda anatara satu individu dengan individu lainnya, sehingga dapat

mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional maupun spiritual perawat.

Karakteristik tersebut meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama

bekerja, dan status pernikahan. Oleh karena itu, kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual yang tergambar dari setiap individu dapat sangat bervariasi.

Begitu pula terhadap persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat akan

bervariasi karena adanya perbedaan karakteristik individu, meliputi tingkat

pendidikan, usia, jenis kelamin, lama dirawat dan frekuensi dirawat.

Setiap tindakan perawat yang dilandasi oleh pemahaman akan pentingnya

perilaku caring muncul atas kesadaran. Kesadaran tersebut berasal dari perpaduan

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sangat dimungkinkan tindakan

caring perawat akan bernilai dan memberi efek positif kepada klien.

Page 57: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

45

C. Kerangka Landasan Teori

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Landasan Teori

Karakteristik individu Perawat:

1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Lama bekerja 5. Status pernikahan 6. Kemampuan fisik 7. Ras

Perawat

Kecerdasan :

Asuhan Keperawatan

Perilaku Caring Komponen:

1. Kemanusiaan/ keyakinan-harapan-sensitivitas

2. Membantu & membina kepercayaan

3. Menerima perasaan positif/ negatif klien

4. Pembelajaran/ pengajaran interpersonal

5. Menciptakan lingkungan yang mendukung

6. Memenuhi kebutuhan dasar 7. Mengizinkan fenomenologi

Mutu Asuhan

Komponen: • Kesadaran • Rahmat • Kebermaknaan • Aplikasi • Kebenaran

Karakteristik individu Pasien:

1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Lama dirawat 5. Frekuensi dirawat

Intelektual

Emosional

Komponen: • Kontrol diri saat dikritik • Menyemangati diri sendiri • Pengaturan emosi diri • Memahami emosi orang

lain • Empati • Memahami emosi pribadi

Spiritual

Page 58: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

46

D. Kerangka Penelitian

Gambar 2. Kerangka Penelitian

Perawat

Kecerdasan:

Perilaku Caring Komponen:

1. Kemanusiaan/ keyakinan-harapan-sensitivitas

2. Membantu & membina kepercayaan

3. Menerima perasaan positif/ negatif klien

4. Pembelajaran/ pengajaran interpersonal

5. Menciptakan lingkungan yang mendukung

6. Memenuhi kebutuhan dasar 7. Mengizinkan fenomenologi

Komponen: • Kesadaran • Rahmat • Kebermaknaan • Aplikasi • Kebenaran

Emosional

Komponen: • Kontrol diri saat dikritik • Menyemangati diri sendiri • Pengaturan emosi diri • Memahami emosi orang

lain • Empati • Memahami emosi pribadi

Spiritual

Page 59: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

47

E. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan spiritual perawat di Ruang Rawat

Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

b. Bagaimana gambaran tingkat kecerdasan emosional perawat di Ruang Rawat

Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

c. Bagaimana gambaran perilaku caring perawat di Ruang Rawat Inap Bedah

Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menurut persepsi pasien?

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan tujuan penelitian, maka diajukan hipotesis alternative

(Ha) sebagai pedoman penganalisaan yang akan digunakan sebagai jawaban

sementara, yaitu:

Ada hubungan positif antara tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual terhadap persepsi pasien tentang perilaku caring perawat di Ruang Rawat

Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan

emosional maupun kecerdasan spiritual maka akan semakin tinggi pula persepsi

pasien tentang perilaku caring perawat, dan sebaliknya semakin rendah

kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual maka akan semakin rendah

persepsi pasien tentang perilaku caring perawat.

Page 60: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian non

experimental. Metode yang digunakan adalah analitik korelasi dengan rancangan

penelitian pendekatan cross sectional, yakni pengamatan pada variabel bebas dan

terikat pada satu kali pengamatan (Arikunto, 2002)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan ini di RSUP Dr. Sardjito pada ruang rawat inap bedah

Cendana untuk pasien dewasa yaitu ruang Cendana 1, Cendana 2, Cendana 3, dan

Cendana 5. Ruang Cendana 4 tidak diikutkan karena merupakan bangsal bedah

bagi anak. Waktu penelitian dilakukan pada 20 Maret 2011 sampai 10 April 2011.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi acuan terhadap hasil

penelitian yang akan dilakukan (Arikunto, 2002). Populasi pada penelitian ini

adalah perawat dan pasien di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana untuk pasien

dewasa RSUP. Dr. Sardjito.

Page 61: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

49

a) Perawat

Berdasarkan data ketenagaan per Februari 2011 jumlah perawat pada

Ruang Rawat Inap Bedah Cendana untuk pasien dewasa adalah 66 orang

dengan rincian Cendana 1 sebanyak 18 orang, Cendana 2 sebanyak 19 orang,

Cendana 3 sebanyak 17 orang, Cendana 5 sebanyak 12 orang.

b) Pasien

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dewasa yang dirawat

di kelas III Ruang Rawai Inap Bedah selama tanggal 20 Maret sampai 10

April 2011.

2. Sampel

a) Perawat

Teknik penentuan jumlah sampel pada penelitian ini dengan metode

sampel proporsi yaitu pengambilan sampel dari setiap bagian atau bangsal

ditentukan sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing bagian

atau bangsal (Arikunto, 2006). Responden dipilih melalui accidental

sampling yaitu dengan memberikan kuesioner kepada responden yang dapat

diakses peneliti berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Kumar, 2011).

Besarnya sampel penelitian dihitung menggunakan rumus Slovin

(Wahyuni, 2009), yaitu:

n =

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan

Page 62: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

50

Tingkat kesalahan yang peneliti gunakan adalah 10% sehingga besar

sampel penelitian adalah 38,27 dibulatkan menjadi 38 orang.

Perhitungan besar sampel untuk tiap ruang rawat atau bangsal dapat

dihitung dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2009):

ni = ( ) . n

Keterangan:

ni = Jumlah sampel menurut subbagian

n = Jumlah sampel seluruhnya

Ni = Jumlah populasi menurut subbagian

N = Jumlah populasi seluruhnya

Berdasarkan rumus diatas, maka didapat jumlah sampel ditiap ruangan

adalah Cendana 1 sebanyak 10 orang, Cendana 2 sebanyak 11 orang,

Cendana 3 sebanyak 10 orang, dan Cendana 5 sebanyak 7 orang.

Adapun kriteria inklusi yaitu:

1. Perawat di bangsal rawat inap bedah Cendana untuk pasien dewasa.

2. Bersedia menjadi responden.

3. Mempunyai masa kerja minimal 1 tahun.

Kriteria eksklusi perawat yaitu cuti atau sakit atau tugas belajar.

b) Pasien

Teknik penentuan jumlah sampel pada pasien menggunakan metode total

sampling yakni semua pasien kelas III di Ruang Rawat Inap Cendana RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta. Total pasien kelas III yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi selama tanggal 20 Maret sampai 10 April 2011 berjumlah

Page 63: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

51

30 orang, dengan rincian ruang Cendana 1 sebanyak 8 pasien, Cendana 2

sebanyak 10 pasien, Cendana 3 sebanyak 6 pasien dan Cendana 5 sebanyak 6

pasien. Arikunto (2005) menyatakan bahwa minimal jumlah sampel dalam

penelitian kuantitatif adalah 30 responden.

Adapun kriteria inklusi pada sampel pasien yaitu:

a) Pasien dengan kesadaran compos mentis, dan atau keluarga yang

menemani pasien terus-menerus selama 24 jam.

b) Pasien bersedia menjadi responden.

c) Pasien berumur 21 tahun sampai 65 tahun

d) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

e) Pasien yang telah menjalani rawat inap bedah Cendana untuk pasien

dewasa minimal 3 x 24 jam.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas atau independent dalam penelitian ini adalah kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual.

2. Variabel terikat atau dependent dalam penelitian ini adalah perilaku caring.

3. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,

pendidikan, status pernikahan, lama kerja, dan kemampuan fisik pada sampel

perawat. Variabel pengganggu tersebut yang dikendalikan adalah lama kerja

dan kemampuan fisik. Pada sampel pasien, variabel pengganggu tersebut

meliputi pendidikan, jenis kelamin, umur, sosial ekonomi, lama dirawat, dan

Page 64: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

52

lama dirawat. Variabel pengganggu tersebut yang dikendalikan meliputi usia,

sosial ekonomi (kelas III), dan lama dirawat.

E. Definisi Operasional

1. Kecerdasan emosional adalah gambaran kemampuan emosional perawat di

ruang rawat inap bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito dalam mengelola segala

perasaan dalam diri dalam kondisi apapun dan kapanpun menjadi energi yang

positif. Jenis data adalah data numerik. Penilaian menggunakan enam

komponen kecerdasan emosional yaitu:

a. Kemampuan mengontrol diri dalam menerima kritik yakni penguasaan diri

ketika menerima kritik dari pasien, perawat tidak marah dan tetap mau

mendengarkan dan merawat pasien.

b. Menyemangati diri sendiri yaitu adanya dorongan menjadi lebih tekun

ketika menghadapi kesulitan, hambatan dan krisis, serta gigih memberi

motivasi emosional kepada pasien sehingga dapat menyalurkan energi

positif kepada pasien.

c. Mengatur emosi yaitu usaha mengelola emosi dan mengekspresikan

kepada pasien sehingga mampu tetap tenang dalam kondisi krisis.

d. Empati yaitu rasa kepedulian yang tinggi dan belas kasih terhadap pasien

sehingga mampu menghasilkan reaksi emosional dan psikologis yang lebih

baik bagi pasien.

e. Kemampuan memahami perasaan diri sendiri yaitu kemampuan menyadari

perasaan diri sendiri sehingga lebih bijaksana dalam melakukan interaksi

Page 65: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

53

dengan pasien karena adanya kejujuran perasaan disertai dengan

kecenderungan untuk mengontrol emosi.

f. Kemampuan memahami perasaan orang lain yaitu perawat memahami

nilai-nilai, kekhawatiran, dan ketakutan pasien sehingga mampu terhubung

secara emosional kepada pasien, mampu menghargai dan memuaskan

pasien.

2. Kecerdasan Spiritual adalah gambaran kemampuan spiritual perawat di ruang

rawat inap bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito dalam menilai, memaknai dan

memahami tujuan hidup . Jenis data adalah data numerik. Penilaian terdiri atas

lima domain di dalam instrumen yaitu:

a. Kesadaran yakni kemampun memadukan berbagai sudut pandang hingga

mampu mendengar lewat intuisi dengan adanya penghayatan terhadap

makna hidup.

b. Rahmat yakni sikap yang tercermin sesuai dengan kepercayaan,

mewujudkan rasa yakin dan penuh cinta yang didasari dengan penuh rasa

syukur dan bahagia.

c. Kebermaknaan yaitu adanya pengalaman berharga yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari melalui panggilan untuk melayani dengan tujuan

yang jelas.

d. Aplikasi yaitu praktek dalam kehidupan sehari-hari, saling berhubungan

dan bersifat menyeluruh karena adanya pengakuan terhadap Allah SWT.

e. Kebenaran adalah hidup dengan ‘pikiran terbuka’, mudah memaafkan,

memiliki kemurnian dalam diri dan mencintai sesama.

Page 66: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

54

3. Persepsi pasien tentang perilaku caring perawat adalah interpretasi responden

pasien kelas III Ruang Rawat Inap Bedah Cendana tentang bentuk perhatian

perawat di ruang rawat inap bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito yang

diwujudkan dalam tindakan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk

membantu pasien. Jenis data adalah data numerik. Penilaian menggunakan

tujuh domain dalam instrumen penelitian yaitu:

a. Nilai kemanusiaan/ keyakinan dengan sikap penuh pengharapan adalah

bertindak berdasarkan sifat manusiawi dengan cara memberi asuhan

keperawatan yang holistik meliputi memotivasi pasien bahwa harapan

sembuh itu ada.

b. Menanamkan sensitivitas terhadap diri sendiri dan orang lain yaitu

perawat berusaha menghargai kepekaan dan perasaan klien, sehingga

perawat dapat benar-benar menjadi sensitif murni, tenang dan sabar

mendampingi pasien.

c. Menanamkan hubungan saling percaya yaitu perawat menunjukkan sikap

empati atau tulus, jujur dan sesuai dengan kenyataan.

d. Menerima ekspresi positif dan negatif dari pasien yaitu perawat

mendorong dan memberi kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan

perasaan serta menerimanya.

e. Peningkatan/ pembelajaran interpersonal yaitu perawat mendukung pasien

agar mandiri serta berusaha menciptakan lingkungan kondusif bagi

pertumbuhan pribadi pasien.

Page 67: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

55

f. Menciptakan lingkungan yang mendukung dan melindungi yaitu perawat

mengetahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi kesehatan pasien.

g. Membantu memenuhi kebutuhan dasar dan mengizinkan terjadinya

fenomenologi yaitu perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien

dengan rasa hormat serta membolehkan pasien melakukan kegiatan ritual

sehingga mendukung pemahaman terhadap diri sendiri.

4. Ruang Cendana yakni bangsal bedah untuk pasien dewasa di Instalasi Rawat

Inap I RSUP Dr. Sardjito, meliputi Ruang Cendana 1, Cendana 2, Cendana 3

dan Cendana 5.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini berupa

kuesioner yang terdiri atas:

1. Kuesioner untuk variabel kecerdasan emosional mengadopsi instrument

Emotional Intelligence yang dikembangkan oleh Rego dan Fernandes (2005).

Instrumen tersebut terdiri atas 14 item yang mengukur 6 dimensi kecerdasan

emosional yaitu (1) kontrol diri menghadapi kritik; (2) menyemangati diri

sendiri; (3) pengaturan emosi diri; (4) memahami emosi orang lain; (5) empati;

(6) memahami emosi pribadi. Instrumen ini menggunakan skala Linkert

dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak

Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penentuan skor untuk pernyataan

favourable adalah sebagai berikut: sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2),

dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan skor untuk pernyataan unfavourable

Page 68: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

56

adalah sebagai berikut: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat

tidak setuju (4).

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional

No Indikator No. Item Instrumen Jumlah Favourable Unfavourable

1 Kontrol diri menghadapi kritik - 1, 2, 3 3 2 Menyemangati diri sendiri 4, 5, 6 - 3 3 Pengaturan emosi diri 7, 8 - 2 4 Memahami emosi orang lain - 9, 10, 11 3 5 Empati - 12 1 6 Memahami emosi pribadi 13, 14 - 2 Jumlah 14 2. Kuesioner untuk variabel kecerdasan spiritual menggunakan Integrated

Spiritual Intelligence Scale-Short Form Version (ISIS-SFV) yang

dikembangkan oleh Amram dan Dryer (2007). Instrumen ini terdiri dari 20

item yang mengukur 5 domain kecerdasan spiritual yaitu kesadaran, rahmat,

kebermaknaan, aplikasi dan kebenaran. Instrumen ini menggunakan skala

Linkert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penentuan skor untuk

pernyataan favourable adalah sebagai berikut: sangat setuju (4), setuju (3),

tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan skor untuk pernyataan

unfavourable adalah sebagai berikut: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju

(3), sangat tidak setuju (4).

Page 69: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

57

Tabel 2. Kisi-kisi instrumen kecerdasan spiritual

No Domain Nomer Item Instrumen Jumlah

Favourable Unfavourable 1 Kesadaran 8, 10, 14, 15 - 4

2 Rahmat 5, 7, 13, 16 20 - 5

3 Kebermaknaan 11 - 1

4. Aplikasi 1, 2, 6, 9, 17 - 5

5 Kebenaran 3, 4, 18 12, 19, 5

Jumlah 20

3. Instrument yang digunakan untuk mengukur perilaku caring menggunakan

Caring Behavior Assessment (CBA) yang dikembangkan oleh Cronin dan

Harisson (1988) berdasarkan teori Watson (1979) berisi sepuluh faktor karatif.

Instrumen pada penelitian ini memodifikasi dari kuesioner Juliani (2009). Terdiri

dari 20 item pernyataan yang mengukur 7 komponen yaitu kemanusiaan/

keyakinan-harapan–sensitivitas, membantu dan membina kepercayaan, menerima

ekpresi/ perasaan positi/negatif klien, pembelajaran/ pengajaran interpersonal,

menciptakan linkungan yang mendukung/ melindungi, membantu memenuhi

kebutuhan dasar, mengijinkan terjadinya fenomenologi. Instrumen ini

menggunakan skala Linkert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penentuan skor

untuk pernyataan favourable adalah sebagai berikut: sangat setuju (4), setuju (3),

tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Sedangkan skor untuk pernyataan

unfavourable adalah sebagai berikut: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3),

sangat tidak setuju (4).\

Page 70: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

58

Tabel 3. Kisi-kisi instrumen penerapan perilaku caring

No Domain Nomer Item Instrumen Jumlah Favourable Unfavourable

1 Kemanusiaan/ keyakinan-harapan–sensitivitas

1, 2, 3, 5 4 5

2 Membantu dan membina kepercayaan 6, 8, 7, 9 5 3 Menerima ekpresi/ perasaan

positi/negatif klien 10 - 1

4 Pembelajaran/pengajaran interpersonal 11, 12, 14 13 4 5 Menciptakan linkungan yang

mendukung/melindungi 15 - 1

6 Membantu memenuhi kebutuhan dasar 16, 17, 18 - 3 7 Mengijinkan terjadinya fenomenologi 20 - 1

Jumlah 20

G. Validitas dan Realiabilitas

Pada penelitian ini akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada instrumen

kecerdasan emosional, instrumen kecerdasan spiritual, dan instrumen perilaku

caring perawat menurut persepsi pasien.

Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ini diujicobakan pada

tanggal 4 Maret 2011 sampai 13 Maret 2011 kepada 22 perawat dan 22 pasien di

ruang rawat inap Bugenvil 1, Bugenvil 2, Bugenvil 3, dan Bugenvil 4.

Uji validitas pada penelitian ini menggunakan analisis validitas yakni Person

Product Moment. Berdasarkan analisis tersebut, pada kuesioner kecerdasan

emosional terdapat 4 item yang gugur dan 15 item yang valid memiliki skor r

hitung 0,443 - 0,799 dengan taraf signifikansi 0,05. Tabel berikut menjelaskan

item kuesioner kecerdasan emosional yang valid dan tidak valid. Item kuesioner

yang valid dengan tanda garis bawah.

Page 71: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

59

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosional

No Indikator No. Item Instrumen Jumlah

Item Valid Favourable Unfavourable

1 Kontrol diri menghadapi kritik 1, 2, 3, 4 3

2 Menyemangati diri sendiri 5, 6, 7 3

3 Pengaturan emosi diri 8, 9, 10 2

4 Memahami emosi orang lain 11, 12, 13 3

5 Empati 16 14, 15 1

6 Memahami emosi pribadi 17, 18, 19 2

Jumlah 14

Pada instrumen kecerdasan spiritual terdapat 24 item yang gugur dan sisanya

20 item yang valid, memiliki skor hitung 0,434 – 0,891 dengan taraf signifikansi

0,05. Tabel berikut menjelaskan item-item pada kuesioner kecerdasan spiritual

yang valid dan yang tidak valid. Item kuesioner yang valid ditandai dengan garis

bawah.

Tabel 5. Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Spiritual

Sedangkan pada instrumen perilaku caring perawat terdapat 20 item yang

gugur dan sisanya 20 item valid, memiliki skor hitung 0,432 - 0,791 dengan taraf

signifikansi 0,05. Tabel berikut menjelaskan item-item pada kuesioner kecerdasan

spiritual yang valid dan yang tidak valid. Item kuesioner yang valid ditandai

dengan garis bawah.

Page 72: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

60

Tabel 6. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat

No Indikator Nomer Item Instrumen Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Kemanusiaan/ keyakinan-harapan–

sensitivitas

1, 2, 3, 4, 5,

6, 8, 9, 10

7 5

2 Membantu dan membina kepercayaan 11, 12, 14,

15, 17

13, 16 4

3 Menerima ekpresi/ perasaan

positi/negatif klien

18, 19, 20,

21, 22

- 1

4 Pembelajaran/pengajaran interpersonal 23, 24, 26, 27 25 4

5 Menciptakan linkungan yang

mendukung/melindungi

28, 29, 31 30 1

6 Membantu memenuhi kebutuhan dasar 32, 33, 34,

35, 36, 37

- 3

7 Mengijinkan terjadinya fenomenologi 38, 39, 40 - 2

Jumlah 20

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach.

Instrumen kecerdasan emosional memiliki nilai reliabilitas 0,867 dan instrumen

kecerdasan spiritual memiliki nilai reliabilitas 0,871. Sedangkan instrumen

perilaku caring perawat memiliki nilai reliabilitas 0,858.

Uji reliabilitas pada penelitian terdahulu didapatkan nilai reliabilitas

instrumen Emotional Intelligence (Rego dan Fernandes, 2005) yaitu 0,62 – 0,83.

Pada instrumen kecerdasan spiritual yakni ISIS-SFV (Amran dan Dryer, 2007)

nilai alpha adalah 0,97, sedangkan nilai alpha untuk instrumen perilaku caring

(Juliani, 2009) adalah 0,871.

Page 73: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

61

H. Jalannya Penelitian

1. Tahap persiapan

Dimualai dari persiapan proposal antara bulan Juni 2010 hingga Januari

2011, meliputi pengajuan tema penelitian dan judul, penyusunan proposal,

konsultasi, observasi, seminar proposal dan revisi proposal. Kemudian

mengurus keterangan kelaikan etik, dilanjutkan menyampaikan surat izin

untuk penelitian ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang selanjutnya

melakukan presentasi proposal di bagian IRNA I.

Melakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui tingkat

kesahihan dan keterandalan suatu instrumen yang nantinya akan digunakan

untuk mengambil data di ruang rawat inap bedah Cendana.

2. Tahap pelaksanaan

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden

baik perawat maupun pasien, setelah terlebih dahulu memberikan inform

consent. Peneliti membagikan angket dan menjelaskan cara pengisian

angket. Saat proses pengisian kuesioner, apabila ada pertanyaan yang sulit

dipahami oleh responden maka dapat menanyakan kepada peneliti. Peneliti

berdiri ditempat yang terjangkau oleh pandangan responden perawat

sehingga dapat dengan mudah memanggil peneliti. Setelah selesai, peneliti

menghampiri responden perawat untuk mengambil kuesioner yang sudah

selesai diisi. Namun, terdapat beberapa kuesioner untu perawat yang

dititipkan. Kuesioner yang telah terisi diperiksa kelengkapannya di depan

responden sehingga saat ditemukan ada kekurangan dapat langsung

Page 74: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

62

ditanyakan. Setelah memastikan kelengkapan kuesioner mengucapkan

terimakasih kepada responden.

Terlebih dahulu peneliti melihat catatan daftar pasien di nurse station

atau langsung bertanya kepada perawat jaga untuk memastikan pasien kelas

III. Pengisian kuesioner untuk pasien mayoritas dibantu oleh peneliti dengan

cara peneliti membacakan. Namun, adapula pasien yang mengisi kuesioner

secara mandiri. Pengambilan data kepada responden pasien dilakukan

hingga jumlah responden yang telah ditetapkan yaitu 30 yang berasal dari

Cendana 1, Cendana 2, Cendana 3 dan Cendana 5.

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan program komputer.

Data hasil kuesioner yang dimasukkan dalam komputer dilakukan

pengecekan ulang. Mula-mula data yang sudaah benar tersebut dilakukan

analisis deskriptif, dilanjutkan dengan analisis bivariant untuk mengetahui

korelasi atar dua variabel dan terakhir dilakukan analisis multivariate bila

terdapat hubungan.

3. Tahap pelaporan

Setelah pengumpulan data dan pengolahan data selesai dilakukan,

kemudian menyusun hasil penelitian untuk diseminarkan.

I. Analisa Data

Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan beberapa langkah

(Arikunto, 2006) yaitu: (1) persiapan meliputi: mengecek nama dan kelengkapan

identitas responden, mengecek kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen,

Page 75: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

63

mengecek macam isian data; (2) tabulasi data meliputi: memberikan skor terhadap

masing-masing data, menjumlahkan skor pada kuesioner; (3) analisis data diolah

dengan rumus-rumus statistik menggunakan computer. Teknik analisis data

tersebut meliputi:

a. Analisis Univariat

Notoatmodjo (2002) menyebutkan bahwa analisis ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik responden yang diteliti. Analisis univariant

menggambarkan distribusi frekuensi dan presentase. Rumus yang digunakan

yaitu:

P = F N x 100%

Keterangan:

P = Presentase

F = Frekuensi

N = Jumlah jawaban responden

b. Analisis Bivariat

Analisis ini menguji dua variabel yang diduga memiliki korelasi

(Notoatmodjo, 2002), digunakan untuk menerangkan keeratan hubungan dua

variabel. Pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara

kecerdasan emosional dengan perilaku caring dan korelasi antara kecerdasan

spiritual dengan perilaku caring.

Ketepatan penggunaan koefisien korelasi bivariant tergantung dari jenis

data, karena persebaran data tidak normal maka menggunakan rumus

Spearman Rank, yaitu:

Page 76: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

64

rs = 1- DN N

Keterangan:

rs = koefisien korelasi rank

D = selisih rank antara X (Rx) dan Y (Ry)

N = banyaknya pasangan rank

Uji korelasi Spearman Rank dengan tingkat kepercayaan 95 % berarti

jika koefisien korelasi ρ < α = 0,5 maka terdapat hubungan antar dua variabel,

sedangkan apabila koefisien korelasi ρ > α = 0,05 maka tidak terdapat

hubungan.

Apabila nilai koefisien korelasi plus (+) maka terdapat arah korelasi yang

sejajar, sedangkan nilai (-) maka korelasi berlawanan arah.

Semakin besar angka dalam indeks korelasi maka korelasi dari kedua

variabel juga semakin kuat Arikunto (2006). Pernyataan ini diperkuat dengan

adanya intepretasi terhadap koefisien korelasi menurut Sugiyono (2007).

Tabel 7. Intepretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat Kuat

Page 77: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

65

Intepretasi terhadap skor skala kuesioner dengan kategorisasi dapat

menggunakan norma kategorisasi menurut Azwar (2010) adalah:

x < (µ- 1,0 σ) rendah

(µ - 1,0 σ) ≤ x < (µ + 1,0 σ) sedang

(µ + 1,0 σ) ≤ x tinggi

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, kategorisasi skor kecerdasan

emosional dapat digolongkan sebagai berikut:

< 28 rendah

28 – 41 sedang

≥ 42 tinggi

Kategorisasi skor kecerdasan spiritual digolongkan sebagai berikut:

< 40 rendah

40 – 59 sedang

≥ 60 tinggi

Kategorisasi skor perilaku caring perawat digolongkan sebagai berikut:

< 40 rendah

40 – 59 sedang

≥ 60 tinggi

J. Keterbatasan Penelitian

1. Jumlah item pada instrumen penelitian kecerdasan spiritual dan perilaku

caring cukup banyak yang gugur sehingga jumlah item pada kuesioner

tersebut relatif lebih sedikit. Namun, tetap mewakili domain. Item yang

Page 78: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

66

gugur kemudian dihilangkan, tidak dimodifikasi dan diuji ulang karena

keterbatasan waktu dan dana peneliti. Pada kuesioner untuk pasien item

pertanyaan berjumlah 20 untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.

2. Peneliti mengalami kesulitan untuk memastikan perawat yang benar-benar

dikenal oleh pasien. Peneliti mengolah data dengan mengambil nilai rata-

rata responden perawat yang kemudian dihubungkan dengan rata-rata nilai

dari responden pasien.

3. Terdapat beberapa item dalam karakteristik responden pasien yang belum

lengkap, karena kealpaan peneliti. Saat akan dikonfirmasi kembali ternyata

pasien sudah pulang. Peneliti berusaha melengkapi data dari rekam medis

pasien, namun beberapa rekam medis pasien tidak ditemukan lagi di

ruangan tersebut sehingga dalam hasil penelitian terdapat dua item dalam

karakteristik responden pasien yang jumlahnya tidak genap 30.

4. Jumlah sampel penelitian antara perawat dan pasien tidak seimbang, karena

keterbatasan waktu saat peneliti melakukan pengambilan data.

5. Peneliti membacakan pertanyaan item kuesioner kepada responden pasien

karena keterbatasan kondisi pasien. Hal ini mungkin dapat menimbulkan

rasa sungkan pada beberapa responden pasien sehingga dapat berpengaruh

terhadap hasil pengisian kuesioner.

Page 79: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

67

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta dengan subjek penelitian perawat sejumlah 38 orang

dan pasien kelas III sejumlah 30 orang. Karakteristik subjek penelitian

dideskripsikan sebagai berikut.

a) Perawat

Tabel 8. Karakteristik Perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (n= 38)

Karakteristik Responden Perawat Ruang Bangsal Bedah Cendana N %

Pendidikan SPK DIII Keperawatan D IV Keperawatan S1 Keperawatan

2 31 2 3

5 82 5 8

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

`13 25

34 66

Masa Kerja 1-4 tahun 5-15 tahun 16-30 tahun

6 8 24

16 21 63

Umur < 30 tahun 30-45 tahun 46-55 tahun >55 tahun

5 20 11 2

13 53 29 5

Status Pernikahan Sudah Menikah Belum Menikah

35 3

92 8

Sumber: data primer

Page 80: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

68

Dari tabel 5 diketahui bahwa mayoritas pendidikan terakhir

responden perawat adalah DIII Keperawatan yakni sebanyak 31 orang

(82%). Sebagian besar responden adalah perempuan yakni sebanyak 25

orang (66%). Berdasarkan masa kerja sebanyak 24 orang (63%) telah

memiliki masa kerja 16-30 tahun. Umur responden perawat sebagian

besar dalam rentang 30-45 tahun (53%). Status pernikahan responden,

hanya 3 orang (8%) yang belum menikah dan sisanya sudah menikah.

b) Pasien

Tabel 9. Karakteristik Pasien kelas III di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (n=30)

Karakteristik Responden Pasien Ruang Rawat Inap Cendana N %

Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA PT

1 13 5 6 1

3 43 17 20 3

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

19 11

63 37

Umur 21 - 25 tahun 26 - 40 tahun 41 – 65 tahun

4 6 20

13 20 67

Lama Dirawat 3 - 5 hari 6 - 15 hari 16 - 30 hari >30 hari

8 14 7 1

21 37 18 3

Frekuensi dirawat (< 5 tahun) 1 kali >2 kali

25 4

86 14

Sumber: data primer

Page 81: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

69

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar pendidikan terakhir

responden pasien adalah SD sebesar 13 orang (43%). Karakteristik

menurut jenis kelamin sejumlah 19 orang (63%) adalah pasien laki-laki.

Menurut umur, sejumlah 20 orang (53%) dalam rentang usia 41 - 65

tahun. Menurut lama dirawat sebagian responden pasien dirawat selama

6- 15 hari sebanyak 14 orang (37%). Menurut frekuensi dirawat di RSUP

Dr. Sardjito selama kurun waktu kurang dari lima tahun sebanyak 25

orang (86%) pasien dirawat yang pertama kali.

2. Analisis Variabel Univariat

a. Kecerdasan Emosional Perawat

Analisis univariat variabel kecerdasan emosional perawat

dilakukan untuk melihat pengkategorian kecerdasan emosional.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional Perawat

Variabel Interval Skor Frekuensi (f) Persentase (%)Kecerdasan Emosional

Rendah Sedang Tinggi

< 28

28 - 41 42

0 4 34

0

10,5 85,5

Jumlah 38 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas responden

perawat memiliki kecerdasan emosional dengan kategori tinggi yakni

sebanyak 34 orang (85%), sisanya memiliki kecerdasan emosional pada

Page 82: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

70

kategori sedang sebanyak 4 orang (10,5%), dan tidak ada responden

perawat yang berada dalam kategori rendah.

Berikut ini adalah tabel kecerdasan emosional berdasarkan domain.

Tabel 11. Deskripsi Mean dan Standar Deviasi Kecerdasan Emosional

pada Masing-Masing Domain No Domain Rata-rata (Mean) Standar Deviasi (SD)

1 2 3 4 5 6

Kontrol diri menghadapi kritik Menyemangati diri sendiri Pengaturan emosi diri Memahami emosi orang lain Empati Memahami emosi pribadi

2,50 2,66 2,08 2,58 2,26 2,79

0,50 0,48 0,63 0,50 0,68 0,47

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh bahwa domain pada kecerdasan

emosional yang memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah domain memahami

emosi pribadi sebesar 2,79 dengan standar deviasi ±0,47. Domain terendah

yakni pengaturan emosi diri sebesar 2,08 dengan standar deviasi ±0,63.

b. Kecerdasan Spiritual Perawat

Analisis univariat variabel kecerdasan spiritual perawat dilakukan

untuk melihat pengkategorian kecerdasan spiritual.

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Spiritual Perawat Variabel Interval Skor Frekuensi (f) Persentase (%)

Kecerdasan Spiritual Rendah Sedang Tinggi

< 28

28 - 41 42

0 6 32

0 16 84

Jumlah 38 100

Sumber: data primer

Page 83: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

71

Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa dari 38 responden, mayoritas

perawat memiliki kecerdasan emosional dengan kategori tinggi yakni

sebanyak 32 orang (84%), kemudian sisanya sebanyak 6 orang (16%)

memiliki kecerdasan emosional pada kategori sedang, dan tidak ada

responden perawat yang berada dalam kategori rendah.

Dibawah ini merupakan tabel mean dan standar deviasi kecerdasan

spiritual pada masing-masing domain.

Tabel 13. Deskripsi Mean dan Standar Deviasi Kecerdasan Spiritual pada

Masing-Masing Domain No Domain Rata-rata (Mean) Standar Deviasi (SD) 1 2 3 4 5

Kesadaran Rahmat Kebermaknaan Aplikasi Kebenaran

2,66 2,95 2,92 2,92 2,92

0,48 0,23 0,36 0,27 0,27

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh data bahwa masing-masing domain

pada kecerdasan spiritual memiliki nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda.

Domain yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi adalah domain rahmat

sebesar 2,95 dengan standar deviasi ±0,23. Domain yang paling rendah

yakni kesadaran sebesar 2,66 dengan standar deviasi ±0,48.

c. Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat

Analisis univariat variabel kecerdasan spiritual perawat dilakukan untuk

melihat distribusi rentang nilai atau pengkategorian persepsi pasien tentang

perilaku caring perawat.

Page 84: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

72

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat

Variabel Interval Skor Frekuensi (f) Persentase (%) Perilaku Caring Perawat

Rendah Sedang Tinggi

< 40

40 - 59 60

0 16 14

0 53 47

Jumlah 30 100 Sumber: data primer

Berdasar tabel diatas, diketahui bahwa persepsi pasien tentang perilaku

caring perawat sebanyak 16 orang (53%) berada dalam kategori sedang,

sisanya yakni 14 orang (47%) berada dalam kategori tinggi, dan tidak ada

yang berada dalam kategori rendah.

Dibawah ini merupakan tabel distribusi mean dan standar deviasi

perilaku caring menurut persepsi pasien pada masing-masing domain.

Tabel 15. Deskripsi Mean dan Stander Deviasi Perilaku Caring Perawat pada Masing-Masing Domain

No Domain Rata-rata (Mean)

Standar Deviasi (SD)

1

Kemanusiaan/ keyakinan-harapan-sensitivitas

2,8

0,4

2 Membantu dan membina kepercayaan 2,6 0,5 3

Menerima ekspresi/ perasaan positif/ negatif klien

2,9

0,3

4 Pembelajaran/ pengajaran intrapersonal 2,6 0,5 5

Menciptakan lingkungan yang mendukung dan melindungi

2,8

0,5

6 Memenuhi kebutuhan dasar 2,2 0,6 7 Mengijinkan terjadinya fenomenologi 2,7 0,5

Sumber: data primer

Page 85: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

73

Berdasarkan tabel, nilai rata-rata tertinggi menurut persepsi pasien

adalah menerima ekspresi/ perasaan positif/ negatif klien yakni sebesar 2,9

dengan standar deviasi ± 0,3. Domain dengan rata-rata yang terendah adalah

memenuhi kebutuhan dasar yaitu 2,2 dengan standar deviasi ±0,6.

2. Analisis Variabel Bivariat

a. Analisis hubungan Tingkat Kecerdasan Emosi dengan Persepsi Pasien

tentang Perilaku Caring Perawat

Tabel 16. Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosi dengan Persepsi Pasien

tentang Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Cendana RSUP Dr. Sardjito

Kekuatan korelasi (r) Signifikansi (p) Makna 0,339 0,037 Terdapat hubungan

Sumber: data primer

Analisis diatas menggunakan program komputer yakni Spearman Rank

yang berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variabel kecerdasan

emosional dengan variabel perilaku caring perawat menurut persepsi pasien.

Tabel diatas menunjukkan bahwa antara variabel kecerdasan emosional

dengan variabel persepsi pasien tentang perilaku caring perawat terdapat

hubungan (p = 0,037) dengan kekuatan korelasi lemah (r = 0,339). Terdapat

korelasi yang bermakna antara dua variabel apabila nilai p < 0,05 dan

kekuatan korelasi 0,20 - 0,399 diinterpretasikan lemah (Dahlan, 2009).

Arah korelasi positif yakni semakin besar nilai kecerdasan emosional

perawat maka nilai persepsi pasien tentang perilaku caring perawat juga

akan semakin besar.

Page 86: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

74

b. Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Persepsi Pasien tentang

Perilaku Caring Perawat

Tabel 17. Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Persepsi Pasien

tentang Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Cendana RSUP Dr. Sardjito

Kekuatan korelasi (r) Signifikansi (p) Makna 0,247 0,135 Tidak berhubungan

Sumber: data primer

Analisis diatas menggunakan program komputer yakni Spearman Rank

berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variabel kecerdasan spiritual

dengan variabel perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Tabel diatas

menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel kecerdasan

spiritual dengan variabel persepsi pasien tentang perilaku caring perawat.

Data menunjukkan p = 0,135 menurut Dahlan (2009) apabila nilai p > 0,05

maka tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik Perawat

Mayoritas perawat berpendidikan DIII Keperawatan. Syarat perawat boleh

melakukan praktik keperawatan yakni pendidikan minimal adalah DIII

Keperawatan (Kusnanto, 2004). Perawat dengan pendidikan tinggi mampu

melaksanakan peran care, pendidikan kesehatan, pencegahan stress, sikap

profesional, tanggung gugat, dan dapat kolaborasi dengan profesi kesehatan

Page 87: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

75

lain dan juga dengan keluarga pasien (Mezey & Mc. Given, 1993 cit Halim,

2000).

Lebih dari separuh responden perawat berjenis kelamin perempuan. Black

& Holden (1998) cit Robbins (2008) menyatakan bahwa tidak terdapat

perbedaan signifikan dalam produktivitas pekerjaan antara laki-laki dan

perempuan. Salah satu hal yang nampak berbeda dalam masalah gender

preferensi terhadap jadwal kerja, khususnya bagi perempuan yang telah

berkeluarga (Shellenbarger, 1991 cit Robbins, 2008).

Sebagian besar lama kerja perawat dalam penelitian ini berada dalam

rentang 15-30 tahun. Masa kerja terpendek adalah 1,5 tahun dan yang terlama

adalah 30 tahun. Robbins (2008) menyatakan bahwa masa kerja lama

seseorang bekerja pada suatu organisasi dari mulai resmi dinyatakan sebagai

pegawai atau karyawan, semakin lama bekerja maka akan semakin terampil

dan lebih berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Semakin lama

seseorang bekerja maka akan semakin terampil dan lebih berpengalama

terhadap pekerjaannya.

Usia termuda perawat pada penelitian ini adalah 24 tahun dan tertua 57

tahun. Menurut DPPKA Provinsi DIY usia produktif antara 21-60 tahun,

didapat bahwa 53% atau 20 orang berusia 30 - 45 tahun. Dessler (1998) cit

Suprihatiningsih (2009) menyebutkan bahwa usia 30 – 40 tahun merupakan

fase pemantapan pilihan karir untuk mencapai tujuan, kemudian usia 40 tahun

berada dalam puncak karir. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

Page 88: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

76

terdapat hubungan bermakna antara usia dengan perilaku caring, semakin

dewasa maka perilaku caring lebih meningkat. (Suprihatin, 2009)

Sebanyak 35 orang (92%) responden perawat berstatus menikah.

Berdasarkan data sebelummnya didapat bahwa mayoritas perawat berada

dalam rentang usia dewasa madya sehingga mayoritas sudah menikah karena

menikah merupakan tugas perkembangan pada tahap sebelumnya yakni dewasa

dini (Hurlock, 1999 cit Putri, 2010). Robbins (2008) menyatakan bahwa status

pernikahan menuntut seseorang untuk bertanggung jawab, sehingga ditemukan

bahwa karyawan yang telah menikah menunjukkan kinerja yang lebih baik

daripada yang belum menikah.

b. Karakteristik Pasien

Berdasarkan tabel 6 diperoleh data bahwa mayoritas responden pasien

berpendidikan SD, Green (1970) cit Harlim (2000) mengungkapkan bahwa

pendidikan terbatas menyebabkan sikap kurang pintar, sulit berkomunikasi,

juga menunjukkan pengalaman mereka kurang manusiawi, kurang dihormati

dan direndahkan oleh medis. Pendidikan mempengaruhi apa yang akan

dilakukan yang tercermin dari pengetahuan, sikap dan perilaku. Tingkat

pendidikan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien

(Anjaryani, 2009).

Lebih dari sebagian pasien berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak

63%. Lumenta (1989) cit Murhestriarso (2009) menyatakan bahwa jenis

kelamin mempengaruhi kepuasan, laki-laki cenderung memiliki tuntutan dan

Page 89: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

77

harapan yang lebih besar daripada perempuan sehingga cenderung lebih tidak

puas terhadap pelayanan kesehatan. Notoatmodjo (1993) cit Murhestriarso

(2009) mengungkapkan bahwa terdapat hal-hal yang mempengaruhi persepsi

dan harapan konsumen diantaranya : usia, jenis kelamin, dan tingkat

pendidikan.

Yulisetiarini (2007), pasien yang datang pada suatu tempat layanan

kesehatan dapat dibedakan menjadi pasien baru dan pasien yang datang lagi.

Frekuensi pasien dirawat mayoritas merupakan pasien baru (1 kali). Pada

praktek pemasaran tradisional, mencurahkan perhatian pada menarik pasien

baru dan melakukan penjualan. Saat ini fokus bergeser menjadi menarik

pelanggan baru dan melakukan transaksi, disertai upaya untuk

mempertahankan pelanggan yang sudah ada (Ramadania, 2000 cit

Yulisetiarini, 2007).

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta merupakan rumah sakit rujukan dari

daerah-daerah karena memiliki fasilitas dan peralatan medis yang lengkap

sehingga tidak sedikit menerima pasien dari luar Yogyakarta yang mayoritas

frekuensi dirawat hanya satu kali.

2. Analisis Univariat

a. Kecerdasan Emosional Perawat

Kriteria inklusi responden perawat yakni memiliki masa kerja minimal

satu tahun. Dalam kurun waktu minimal satu tahun dapat diasumsikan bahwa

perawat telah mampu beradaptasi dengan tuntutan dan lingkungan. Gabungan

Page 90: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

78

dari keahlian, kemampuan, dan kompetensi non-kognitif seseorang akan

mempengaruhi kemampuan untuk berhasil menghadapi tuntutan dan tekanan

lingkungan yang disebut dengan kecerdasan emosional (Robbins & Coulter,

2007). Kecerdasan emosional memeiliki peran besar bagi perawat karena

dalam pekerjaan sehari-hari banyak melakukan interaksi sosial (Robbins &

Coulter, 2007).

Brody & Hall (1992) cit Robbins & Judge (2008) menyatakan bahwa pada

perbandingan gender, wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih

besar dibandingkan pria. Wanita juga mampu membaca petunjuk nonverbal

dan paralinguistik secara lebih baik daripada pria (Hall, 1984 cit Robbins &

Judge, 2008). Sejak kecil, wanita sudah disosialisasikan dengan untuk

mengasuh, sehingga wanita lebih banyak mengekspresikan lebih banyak emosi

positif pada pekerjaan dibandingkan pria (Rafaeli, 1989 cit Robbins & Judge,

2008).

Berdasarkan tabel 8, diperoleh data bahwa domain pada kecerdasan

emosional yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi adalah domain

memahami emosi pribadi. Domain paling rendah yakni pengaturan emosi diri.

Pada penelitian Rego (2010) didapat bahwa domain tertinggi adalah

menyemangati diri sendiri dan yang terendah adalah memahami emosi orang

lain.

Domain memahami emosi pribadi menegaskan bahwa perawat memiliki

kemampuan yang baik dalam hal menyadari dan mengenali emosi mereka

sendiri dengan harapan agar dapat mengatasi segala hambatan yang terjadi

Page 91: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

79

dalam diri sendiri menuju koping yang positif. Perawat yang mudah

mengidentifikasi emosi spesifik yang mereka alami dalam situasi yang

membuat stres maka hanya akan membutuhkan waktu sedikit untuk mengatasi

reaksi emosi tersebut (Landa & Zafra, 2010).

Domain yang terendah adalah pengaturan emosi diri yakni kemampuan

untuk mengekspresikan emosi yang diinginkan seperti memahami kondisi

pasien baik secara fisik maupun emosional dan mampu menahan ekspresi yang

tidak diinginkan (Rego, 2008). Domain ini juga ditentukan oleh karakteristik

individu seperti kepribadian seseorang. Domain manajemen pengelolaan emosi

pribadi menjadi figure penting dalam pembentukan citra diri dan penting juga

bagi pencitraan profil layanan kesehatan profesional (Landa & Zafra, 2010).

b. Kecerdasan Spiritual Perawat

Wolaman (2001) cit Yang (2006) menyatakan bahwa umur memiliki

hubungan yang signifikan dengan kecerdasan spiritual, semakin berumur

maka kecerdasan spiritual semakin tinggi. Responden perawat sebagian besar

memiliki masa kerja antara 16-30 tahun. Lin (2000) cit Yang (2006)

menyatakan bahwa perawat yang memiliki masa kerja lebih dari sepuluh

tahun menunjukkan kecerdasan spiritual yang tinggi. Mayoritas perawat

(63%) memiliki masa kerja 15 tahun ke atas.

Berdasarkan tabel 11, domain kecerdasan spiritual yang tertinggi adalah

rahmat. Menurut Amran (2008) rahmat yakni hidup selaras dengan nilai-nilai

agama dengan mewujudkan rasa cinta pada sesama dan rasa percaya dalam

Page 92: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

80

kehidupan. Pada aplikasinya perawat mampu memerikan yang terbaik

khususnya saat berinteraksi dengan pasien, bertindak sesuai dengan norma-

norma, dan mampu mensyukuri nikmat dan anugerah. Sedangkan domain

yang terendah adalah kesadaran. Kesadaran merupakan kemampun

memadukan berbagai sudut pandang hingga mampu mendengar lewat intuisi

dengan adanya penghayatan terhadap makna hidup, sehingga perawat dapat

memaknai pekerjaan sebagai perawat bukan hanya sebagai rutinitas belaka.

c. Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat

Data tabel 14 menunjukkan sebagian besar perilaku caring perawat dalam

kategori sedang. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa perawat kurang

maksimal dalam memberikan tugas-tugas care karena disibukkan oleh

kegiatan-kegiatan medik sehingga kekurangan waktu dalam melakukan

perawatan (Suprihatin, 2009).

Berdasarkan data diatas, menurut persepsi pasien tidak ada perawat yang

berperilaku caring rendah. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang

digunakan adalah pasien kelas III dengan pendidikan mayoritas terbatas.

Mungkin akan berbeda hasilnya apabila sampel pasien mayoritas memiliki

pendidikan tinggi, maka berpeluang untuk mendapatkan pekejaan yang layak

dan penghasilan yang lebih baik sehingga akan menggunakan kelas perawatan

yang lebih baik (Harlim, 2000) dengan harapan mendapat pelayanan yang

lebih baik.

Page 93: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

81

Berdasarkan tabel 15, nilai rata-rata yang tertinggi menurut persepsi

pasien adalah menerima ekspresi/ perasaan positif/ negatif klien. Domain ini

menuntut perawat agar mampu memberikan kesempatan kepada pasien

mengungkapkan perasaannya dengan mendengarkan semua keluhan dan

perasaan pasien, selain itu perawat memberikan penerimaan yang positif serta

mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya (Juliani, 2009). Salah

satu ciri-ciri profil perawat yang ideal adalah tampak sangat tertarik, teliti,

memiliki komitmen dan bermotivasi tinggi (Morrison & Burnard, 2009).

Domain yang terendah adalah memenuhi kebutuhan dasar. Pada aplikasi

keseharian perawat dituntut untuk memenuhi kebutuhan klien yang paling

rendah, misalnya makan, minum, eliminasi dan lain sebagainya. Sebagian

besar pasien ditunggui oleh keluarga ataupun teman dekat, mayoritas pasien

mengaku dibantu oleh keluarga atau teman yang menunggu ketika akan

memenuhi kebutuhan dasar seperti eliminasi, makan, minum, dan lain

sebagainya.

Penelitian Nurachmah (2000) cit Sobirin (2006) tentang penerapan

perilaku caring dengan sampel perawat dari beberapa rumah sakit di Jakarta

menunjukkan bahwa perawat yang membantu memenuhi kebutuhan dasar

pasien tergolong rendah yakni sebesar 37,3%.

Page 94: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

82

3. Analisis Bivariat

a. Analisis hubungan Tingkat Kecerdasan Emosi dengan Persepsi Pasien

tentang Perilaku Caring Perawat

Berdasarkan tabel 17 didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan signifikan

antara kecerdasan emosional dengan persepsi pasien tentang perilaku caring

perawat. Hasil penelitian senada yang dilakukan oleh Rego (2010) menyatakan

bahwa terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan emosional perawat

dengan perilaku caring perawat dengan arah positif namun lemah.

Robbins (2008) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional memiliki

peranan penting dalam kinerja suatu pekerjaan yang berhubungan dengan

banyak interaksi sosial. Pekerjaan perawat senantiasa bersinggungan dengan

pasien, dengan dilandasi dengan kecerdasan emosional yang dimiliki, maka

perawat mampu menunjukkan ruh caring ketika berinteraksi dengan pasien.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa caring mampu meningkatkan

kepuasan pasien, kenyamanan, dan kesehatan pasien (Rego, 2010).

Pendapat ini didukung oleh Cadman & Brewer (2001); Calveiro et. al.

(2008) cit Landa & Zafra (2010), bahwa kecerdasan emosional mampu

membuat perawat mengembangkan hubungan terapetik saat berinteraksi

dengan pasien dan keluarga dan mampu mengendalikan stress dengan lebih

baik. Perawat yang memiliki konsep diri yang baik (salah satu aspek dari

kecerdasan emosional) maka akan mempengaruhi perawatan kepada pasien

kearah positif, sebaliknya perawat yang memiliki konsep diri kurang baik maka

Page 95: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

83

akan berakibat kurang baik pada perawatan pasien (Anderson, 1993 cit Landa

& Zafra, 2010)

Menurut Sviokla (1993) cit Lupiyoadi & Hamdani (2008), faktor yang

menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan

perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Moss (2005)

mengungkapkan bahwa perawat menjadi wajah dari system perawatan

kesehatan, karena di mata pasien perawat dianggap sebagai orang yang benar-

benar mengurus pasien. Dengan demikian, perawat mempunyai tanggung

jawab baik aktif maupun pasif terhadap kenyamanan pasien baik secara fisik

maupun emosional. Selain itu, perawat juga dituntut untuk memiliki

sensitivitas saat bertemu dengan pasien (Akerjordet & Severinsson, 2004 cit

Rego, 2008), karena perbedaan kepribadian antar pasien. Perawat diharapkan

memiliki kompetensi profesional dan sensitivitas dalam rangka memenuhi

kebutuhan pasien yang mengalami kondisi renta dan cemas (Hummelvoll &

Severinsson, 2001 cit Akerjodet & Severinsson, 2004) Peran perawat tersebut

dapat ditingkatkan melalui pengembangan keterampilan yang berlandasankan

kecerdasan emosional (Moss, 2005).

b. Analisis hubungan Tingkat Kecerdasan Emosi dengan Persepsi Pasien tentang

Perilaku Caring Perawat

Berdasarkan hasil pengukuran kuisioner kecerdasan spiritual, sebagian

besar perawat mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi dan hanya sebagian

kecil berada dalam kategori sedang. Namun, pada pengukuran kuisioner

Page 96: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

84

perilaku caring perawat menurut persepsi pasien didapatkan hasil perilaku

caring perawat sebagian besar dalam kategori sedang dan sisanya tinggi.

Setelah dilakukan uji analisis, ternyata tidak terdapat korelasi antar kedua

variabel.

Penelitian Malini (2009) mendapatkan hasil yang serupa bahwa tidak ada

korelasi antara kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat. Sebagian

besar kecerdasan spiritual perawat dalam kategori tinggi, namun

dimungkinkan bahwa kecerdasan spiritual tersebut masih berada dalam

pribadi individu (Malini, 2009), sehingga belum sepenuhnya mampu

teraplikasi dalam interaksi khususnya dengan pasien.

Tomey & Alligood (2002) mendefinisikan caring sangat komplek,

transcultural, proses hubungan, berdasarkan moral, dan aspek spiritual.

Perintah etis untuk berlaku caring digabungkan dengan aspek spiritual

berhubungan dengan kewajiban moral terhadap sesama. Pada intinya,

Spiritual-ethical caring dalam keperawatan berfokus pada cara memfasilitasi

suatu pilihan yang baik terhadap sesama, agar dapat terlaksana (Ray, 1989;

1997 cit Tomey & Alligood, 2002).\

Spiritualitas di tempat kerja merupakan kesadaran bahwa setiap orang

memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang

bermakna yang berlangsung dalam konteks komunitas (Ashmos & Dunchon,

2000 cit Robbins & Coulter, 2007). Organisasi dalam hal ini rumah sakit

yang mendukung kultur spiritual akan mengakui bahwa manusia memiliki

pikiran dan jiwa, berusahan mencari makna dan tujuan dari pekerjaan mereka,

Page 97: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

85

dan hasrat untuk berhubungan dengan orang lain, serta menjadi bagian dari

komunitas (Robbins & Coulter, 2007).

Hasil penelitian ini berbeda dengan pernyataan Mayeroff (1972) cit

Morrison & Burnard (2009) yang menghubungkan caring dengan berbagai

aspek salah satunya adalah aspek spiritual. Selain itu, Morrison & Burnard

(2009) menyatakan bahwa spiritual paling sering berhubungan dengan nilai-

nilai agama dan keyakinan. Setiap ajaran agama menganjurkan untuk saling

care satu sama lain. Perawat yang care bisa dikarenakan bukan hanya karena

tuntutan profesi sebagai perawat, namun karena kepercayaan yang dianut,

baik karena ajaran agama maupun pandangan moral secara umum. Hal ini

dipertegas oleh Zohar & Marshall (2005) yang menyatakan bahwa spiritual

yang dimaksud dalam konteks ini adalah kemampuan yang berasal dari otak,

sehingga terdapat struktur-stuktur dalam otak yang mampu memberi makna,

nilai, dan keyakinan. Kecerdasan jiwa atau kecerdasan spiritual tersebut

mampu mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas, dan

keberadaan manusia. Oleh karena itu, secara tidak langsung dapat

menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual khususnya perawat dapat

memunculkan perilaku caring.

Page 98: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

86

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Tingkat kecerdasan emosional perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori tinggi.

2. Tingkat kecerdasan spiritual perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori tinggi.

3. Persepsi pasien kelas III di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta terhadap perilaku caring perawat berada dalam kategori

sedang.

4. Ada hubungan antara kecerdasan emosional perawat dengan persepsi pasein

tentang perilaku caring perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta.

5. Tidak ada hubungan antara kecerdasan spiritual perawat dengan persepsi

pasein tentang perilaku caring perawat di ruang rawat inap Cendana RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta.

Page 99: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

87

B. Saran

Berikut ini beberapa saran yang dapat disampaikan sesuai hasil pembahasan,

yaitu:

1. Pelayanan Kesehatan

a. Tingkat kecerdasan emosional perawat di ruang rawat inap Cendana

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berada pada tingkat tinggi sehingga perlu

upaya untuk dipertahankan atau ditingkatkan menjadi excellent. Pada

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan

emosional dan perilaku caring perawat agar nantinya mutu asuhan

keperawatan dapat ditingkatkan

b. Hasil penlitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual tidak

memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat. Namun tetap perlu

adanya upaya dari pimpinan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta agar dapat

dipertahankan pada tingkat tinggi ataupun ditingkatkan karena beberapa

teori menyatakan bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh terhadap

perilaku caring perawat.

c. Persepsi pasien kelas III terhadap perilaku caring perawat berada pada

tingkat sedang sehingga masih perlu upaya untuk ditingkatkan kembali

agar perilaku caring semakin banyak yang meningkat agar dapat

diupayakan peningkatan kualitas asuhan keperawan. Upaya yang dapat

dilakukan bersifat fleksibel misalnya melalui penghargaan, pembinaan

atau pelatihan.

Page 100: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

88

2. Perawat di Ruang Rawat Inap Bedah Cendana RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas perawat memiliki kecerdasan

spiritual yang tinggi. Perawat diharapkan mampu memunculkan kecerdasan

spiritual tersebut dalam perilaku nyata khususnya melalui perilaku caring

kepada pasien.

3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian lebih lanjut diharapkan dapat melakukan metode

penelitian yang lebih baik misalnya dengan observasi untuk mengetahui

perilaku caring perawat. Selain itu, dapat pula menambah kelas dalam ruang

rawat inap tidak hanya berasal dari kelas III, juga ditambah dari kelas II dan

kelas I, yang nantinya dapat digunakan untuk membandingkan persepsi

pasien.

Page 101: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

DAFTAR PUSTAKA Agustin, I. (2002). Perilaku Caring Perawat dan Hubungannya dengan Kepuasan

Klien di Instalasi Rawat Inap Bedah Dewasa di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2002. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Agustian, A.G. (2001). Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: ARGA Publishing. Amran, Y dan Dryer, D. C. (2007). The Development and Preliminary Validation of The Integrated Spiritual Intelligence Scale (ISIS). Retrieved from http://www.spiritatwork.org/library/SpiritualIntelligenceAssessment.pdf. Anjaryani, W., D. (2009).Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan

Perawat Di RSUD Tugurejo Semarang. Tesis, UNDIP, Semarang. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi revisi

VI. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baldursdottir, G. dan Jonsdottir, H. (2002). The importance of nurse caring

behaviors as perceived by patients receiving care at an emergency department. Heart and Lung 31 (1). Retrieved from http://www.sciencedirect.com.lib.costello.pub.hb.se/

Benner, P.dan Wruble, J. (1989). The primacy of caring: stress and coping in

health and illness. Menlo Park, calif: Adison Wesley Boyd, M.A. dan Nihart, M.A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary

Practice. Philadelphia: Lippincott Bolderston, A., Lewis, D., Chai, M.J. (2010). The Concept of Caring: Perceptions

of Radiation Therapists. Radiography, 16, 198-208. Retrieved from http://www.elsevier.com/

Brenda, S. dan Gregory D. (2000). Caring with The Simplest Acts. OERN Journal

71 (2). Retrieved from http://www.sciencedirect.com.lib.costello.pub.hb.s Buzan, T. (2003). The Power of Spiritual Intelligence Sepuluh Cara jadi Orang

yang Cerdas secara Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cooper, R.K. dan Sawaf, A. (1997). Executive EQ: emotional intelligence in

leadership and organizations. New York: The Berkley Publishing Group.

Page 102: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Cholis, E.P. (2005). Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, Adversity Quotient, dengan Kinerja Perawat Instalasi Rawat Darurat RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM, Yogyakarta.

Dwidiyanti, M. (2010). Caring. Retrieved from http://staff.undip.ac.id/

psik/fk/meidiana/2010/06/04/konsep-caring/. Dahlan, S.M. (2006). Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:

Arkans. Dawes, B.S. (2000). Caring With The Simple Acts. AORN Journal 71 (2): 317-8.

Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10707262 Estherlitta. (2004). Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual dan Emosional

terhadap Kinerja Kepala Ruang Perawatan Rawat Inap di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM, Yogyakarta

Ferguson, F.J., Austin, E.J. (2010) . Associations of trait and ability emotional

intelligence with performance on Theory of Mind tasks in an adult sample. Personality and Individual Differences; 49 : 414–418. Retrieved from: http:// www.elsevier.com/locate/paid.

Goleman, D. (2009). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Halim, A. (2000). Persepsi Pasien Atas Layanan Keperawatan Rawat Inap di

Rumah Sakit Umum kota Bekasi tahun 2000. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Hamid, A.Y.S (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Jakarta: EGC. Available from: http://books.google.co.id. Harun, M.N. dan Jannis J.(2009). Otak Dan Penyiapan SDM. Retrieved from

http://www.pusatintelegensia.com/index.php?option=com_contentdantask=viewdanid=53danItemid=2 .

Juliani, E. (2009). Hubungan Beban Kerja dengan Pelaksanaan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Klien di Irna Lantai Jantung RS Husada Jakarta. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Khademian, Z. dan Vizeshfar, F. (2008). Nursing students’ perceptions of the

importance of caring behaviours. Journal of Advanced Nursing 61(4):456-62. Retrieved from http ://www.ncbi.nlm.nih. gov/pubmed/18234042.

Page 103: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Kimble, L., Stanley, K., Welch, L., Hartley, L.A. (2003). Patients’ Perceptions of Nurse Caring Behaviors in an Emergency Department. Tesis, Marshall University, Huntington. Retrieved from http:// www.marshall.edu/etd/masters/kimble-lynn-2003-msn.pdf

Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi Praktek Keperawatan Profesional. EGC:

Jakarta. Retrieved from: http://books.google.co.id. Landa, J.M.A. dan Zafra, E.L. (2010). The Impact of Emotional Intelligence on Nursing: An Overview. Psychology 1:50-58. Retrieved from http://www.SciRP.org/journal/psych Leininger M., McFarland M.R. (2002). Transcultural Nursing. USA: The Mc Graw Hill Lupiyoadi, R. dan Hamdani. (2008). Pemasaran Produk Jasa. Jakarta: Karya Salemba Empat. Malini, H., Sartika, D., Idianola, Edward Z. (2009). Hubungan Kecerdasan

Spiritual dengan Perilaku Caring Perawat di RS Dr. M Djamil Padang. Artikel Ilmiah, Padang. Available from http:// www.unand.ac.id.

Morrison, P. dan Burnard, P. (2009). Caring and Communicating. Hubungan

Interpersonal dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Moss, M.T. (2005) . The Emotionally Intelligent Nurse Leader. John Wiley dan

Sons, Inc : San Francisco. Available: infolib.med.ugm.ac.id Murhestriarso, H., (2009).Persepsi Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Rawat

Jalan Puskesmas Kecamatan di Kota Administrasi Jakarta Selatan .Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nurachmah, E. (2001). Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. Retrieved

from http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnewsdankode=786dantbl=artikel

Nurachmah, E. (1997). Keperawatan Pasien Berpenyakit Kronis. Jurnal

Keperawatan Indonesia; 1(2). Retrieved from http://www.ui.ac.id/. Ouesy, K., Johnson M. (2007). Being a Real Nurse – Concepts of Caring and

Culture in The Clinical Areas. Nurse Education in Practice; 7: 150–155. Retrieved from http://www.sciencedirect.com.lib.costello.pub.hb.se/.

Page 104: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Pasiak, T. (2002). Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Meurosains dan Al Quran. Bandung: Mizan Putri, S.O. (2010). Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja.

Tesis, USU, Sumatera Utara. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Rego, A., Godinho, L., Mc Queen, A., Cunha, M.P. (2007). Emotional

Intelligence and Caring Behavior in Nursing. Retrieved from http://www.ibacnet.org/.

Robbins, S.P dan Coulter, M.K. (2007). Manajemen. Jakarta : Salemba Empat Robbins, S.P. dan Judge, T.A. (2008). Perilaku Organisasi Organizational

Behavior Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Rosalina, W.L. (2008). Pengaruh Kecerdasan Emosional Perawat terhadap

Perilaku Melayani Konsumen dan Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Indramayu. Jurnal ekonomi dan nisnis; 2 (3). Retrieved from http://www.pdii.lipi.go.id /.

Sangkan, A. (2006). Berguru kepada Allah: Menghidupkan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual. Jakarta: Penerbit Baitul Ihsan. Sugiarto, E. (2009). Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Sugiyono (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Supriatin, E. (2009). Hubungan Faktor Individu dan Faktor Organisasi dengan

Perilaku Caring Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Bandung. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Sukoco, B. (2002). Hubungan Beban Kerja dengan Semangat Kerja Perawat di

Ruang Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM, Yogyakarta

Supriadi, B. (2006). Hubungan Karakteritik Pekerjaan dengan Pelaksanaan

Perilaku Caring oleh Perawat di Ruang Rawat Inap RS Islam Samarinda. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Suswatiningsih. (2009). Gambaran Dukungan Sosial Perawat Pada Pasien Rawat

Inap di Bangsal Bedah IRNA I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM, Yogyakarta

Page 105: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Sobirin, C. (2002). Hubungan Beban Kerja dan Motivasi dengan Penerapan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di RSUD Unit Swadana Kabupaten Subang. Tesis, UI, Jakarta. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Swanson, K.M. (1993). Nursing as Informed Caring for the Well-Being of Others.

IMAGE: Journal of Nursing Scholarship; 25 (4). Retrieved from http:// www.son.washington.edu./

Syahmuharis dan Shidarta, H. (2006). Transcendental Quotient. Jakarta:

Republika. Retrieved from: http://books.google.co.id. Tasmara, T. (2006). Spiritual Centered Leadership. Jakarta: Gema Insani Press Tommey, A. M. dan Alligood, M. R. (2002). Nursing Theorists and Their Work.

USA : Mosby. Retrieved from: http://books.google.co.id Trihandini, F.M. (2005) Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan

Emosi dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan. Tesis, Undip, Semarang. Retrieved from http://www.undip.ac.id.

Imawan, Sukidi. (2002). Rahasia sukses Hidup Bahagia. Kecerdasan Spiritual.

Mengapa SQ lebih Penting Dari IQ dan EQ. Retrieved from http://books.google.co.id.

Watson, J. (2002). Assessing and Measuring Caring in Nursing and Health

Science. USA: Springer Publishing Company. Retrieved from http://books.google.co.id.

Yang, K. dan Mao, X. (2007). A Study of Nurses’ Spiritual Intelligence: A Cross-

Sectional Questionnaire Survey . International Journal of Nursing Studies 44: 999–1010. Retrieved from http://www.sciencedirect.com/.

Yulisetiarini, D. (2007). Pengaruh Persepsi Pasien Terhadap Loyalitas Dengan

Variabel Perantara Kepuasan Pasien Pada Rumah Sakit. Bisma Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol.1 Hal 64-65. Retrieved from http:// www.garuda.dikti.go.id.

Zohar, D dan Marshall. (2007). SQ Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan.

Page 106: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 1

INFORMED CONSENT

“Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Perawat dengan

Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap

Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Calon subyek penelitian yang dipilih:

Nama:................................................................Alamat:................................

..................................................................................................No.KTP/Iden

titas:................................................................................Jenis

Kelamin:........................................................... Umur:......tahun

2. Peneliti yang memberi informasi penelitian:

Nama : Wiwit Dhika Sari

Alamat : Perum. Jambu Sari Jl.Delima IV/No. 36, Sleman

3. Saksi:

Nama:..........................................................Alamat:......................................

........................................Umur:............tahun

Hubungan dengan calon subyek penelitian: teman/ keluarga/ lain-

lain.......................(lingkari yang sesuai). Dengan sesungguhnya serta sejujurnya,

telah berdiskusi, tanya jawab, atas informasi penelitian yang akan dilakukan, yang

memilih saya sebagai calon subyek penelitian, dalah hal: (Hitamkan bulatan,

informasi yang telah didiskusikan)

() Kuesioner Perilaku Caring Perawat menurut Persepsi Pasien

() Lain-lain:...............

Menyatakan, dengan sesungguhnya, bahwa melalui diskusi informasi-informasi

penelitian yang akan berlanjut selama masa penelitian, tanpa paksaan, tekanan,

dengan kesadaran dan pemahaman informasi dengan sukarela memberikan:

(Lingkari pernyataan yang dipilih)

Page 107: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

1. PERNYATAAN BERSEDIA MENGIKUTI TATA LAKSANA PENELITIAN

TELAH DIDISKUSIKAN SEBAGAI SUBYEK PENELITIAN YANG

TERPILIH

“Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual dengan

Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Cendana RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta”

2. PERNYATAAN MENOLAK MENGIKUTI TATA LAKSANA

PENELITIAN YANG TERPILIH

Yogyakarta, ........................................ 2011

Subyek Penelitian Saksi

(......................................) (..................................)

Peneliti

(…….......................................)

Page 108: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 2

BLANGKO FORMULIR MENGUNDURKAN DIRI/ BERHENTI SEBAGAI SUBYEK PENELITIAN

FORMULIR “INFORMED CONSENT”

Nama Institusi/ Rumah Sakit :............................................

Nama Bagian/Sub Bagian :.............................................

Alamat Lengkap :............................................

FORMULIR INFORMED CONSENT MENGENAI PENGUNDURAN DIRI /

BERHENTI SEBAGAI SUBYEK PENELITIAN

“Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Perawat dengan

Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap

Cendana RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Calon subyek penelitian yang dipilih:

Nama:..................................................................Alamat:..............................

..................................................................................................No.KTP/Iden

titas:................................................................................Jenis

Kelamin:............................................................Umur: .....tahun

2. Peneliti yang memberi informasi penelitian:

Nama : Wiwit Dhika Sari,

Alamat : Perum. Jambu Sari Jl.Delima IV/No. 36, Sleman.

3. Saksi:

Nama:.............................................Alamat:...................................................

......................................................Umur :................tahun

Hubungan dengan calon subyek penelitian: teman/ keluarga/lain-

lain.......................(lingkari yang sesuai). Dengan sesungguhnya serta sejujurnya,

Page 109: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

telah berdiskusi, tanya jawab, atas informasi penelitian yang akan dilakukan, yang

memilih saya sebagai calon subyek penelitian, dalam hal: (Hitamkan bulatan,

informasi yang telah didiskusikan)

0 Kuesioner Perilaku Caring Perawat menurut Persepsi Pasien

() Kuesioner Kecerdasan Emosional untuk Perawat

() Kuesioner Kecerdasan Spiritual untuk Perawat

() Lain-lain:...............

Menyatakan dengan sesungguhnya, tanpa paksaan, tekanan, dengan kesadaran,

dan pemahaman informasi dengan suka rela, memberikan PERNYATAAN

PENGUNDURAN DIRI/ MENGHENTIKA TATA LAKSANA PENELITIAN

Yogyakarta, ........................................ 2011

Subyek Penelitian Saksi

(............................................) (........................................)

Peneliti

(...........................................)

Page 110: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 3

Identitas Pasien

Isilah jawaban pada pertanyaan dibawah ini atau tanda check (√) pada kolom

jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr/I pilih. Data ini akan dirahasiakan dan hanya dibaca

oleh peneliti.

No Pernyataan Jawaban

1 Nama

2 Umur ………………………….tahun

3 Jenis Kelamin � Pria � Wanita

4 Pendidikan � Tidak sekolah � SD

� SMP � SMA � PT

5 Lama Dirawat ( hari) di RS Sardjito ……….………………….hari

6 Frekuensi pernah dirawat (dalam 5

tahun terakhir)

........................................ kali

Page 111: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 4

Identitas Responden Perawat

Nama :………………………………….

Umur :………………………………….

Jenis kelamin :………………………………….

Pendidikan terakhir :………………………………….

Status :…………………………………..

Lama kerja :…………………………………..

(mulai tahun…………….)

Page 112: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 5

A. Kuesioner Kecerdasan Emosional untuk Perawat

Petunjuk Pengisian Kuesioner

Pernyataan 1- 14 terdapat empat alternatif jawaban: SS (Sangat Sesuai), S

(Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).

Berialah tanda (√) pada :

SS (Sangat Sesuai) : Berarti selalu Anda rasakan/ lakukan;

S (Sesuai) : Berarti sering Anda rasakan/ lakukan;

TS (Tidak sesuai) : Berarti tidak sesuai atau jarang sesuai dengan yang Anda

rasakan/ lakukan;

STP (Sangat Tidak Sesuai) : Berarti sangat tidak sesuai atau tidak pernah sesuai

dengan yang Anda rasakan/lakukan.

______________________________________________________________

No Pernyataan

Jawaban SS S TS STS

1 Ketika saya kalah dalam “permainan”, saya menjadi kehilangan kendali.

2 Saya menjadi marah ketika orang lain mengkritik saya, bahkan jika saya merasa bahwa mereka benar.

3 Sulit bagi saya untuk menerima kritik. 4 Saya terbiasa menyemangati diri sendiri untuk

berbuat sebaik mungkin sesuai kemampuan saya.

5 Saya melakukan sebaik mungkin semampu saya untuk meraih apa yang saya inginkan

6 Saya membiasakan diri untuk mengatur tujuan saya.

7 Saya mampu menenangkan diri saat saya sedang panik.

Page 113: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

8 Saya jarang marah/ panik dalam waktu yang lama. 9 Saya melakukan yang terbaik semampu saya

untuk memahami pendapat/ide orang lain.

10 Saya sangat memahami perasaan orang lain yang dekat dengan saya.

11 Saya memahami atau membaca emosi dan perasaan teman saya dengan melihat perilaku mereka.

12 Kesedihan orang lain tidak mempengaruhi saya. 13 Ketika saya merasa sedih, saya mengetahui

penyebabnya.

14 Saya sangat tahu apa yang saya rasakan

B. Kuesioner Kecerdasan Spiritual untuk Perawat

Petunjuk Pengisisan Kuesioner :

Pernyataan 1- 20 terdapat empat alternatif jawaban: SS (Sangat Sesuai), S

(Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).

Berialah tanda (√) pada :

SS (Sangat Sesuai) : Berarti selalu Anda rasakan/ lakukan;

S (Sesuai) : Berarti sering Anda rasakan/ lakukan;

TS (Tidak sesuai) : Berarti tidak sesuai atau jarang sesuai dengan yang Anda

rasakan/ lakukan;

STP (Sangat Tidak Sesuai) : Berarti sangat tidak sesuai atau tidak pernah sesuai

dengan yang Anda rasakan/ lakukan.

No. Pernyataan Jawaban

SS S TS SS 1 Di saat-saat pelik, saya membuka dan melihat

kembali cerita-cerita, catatan, kajian, atau pengajaran kebijaksanaan.

Page 114: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

2 Saya memiliki amalan spiritual sehari-hari seperti berdoa atau sembahyang yang nantinya dapat saya gunakan untuk menghadapi tantangan hidup.

3 Saya dikendalikan oleh ketakutan. 4 Saya cenderung untuk berfikir tentang masa depan

atau masa lalu tanpa memikirkan masa sekarang.

5 Hidup saya merupakan anugerah dan saya berusaha untuk melakukan hal yang terbaik setiap waktu.

6 Saya memberikan rasa belas kasih kepada orang lain

7 Tindakanku dibatasi oleh nilai-nilai yang saya anut dan percaya.

8 Dalam suatu pembicaraan, saya berhenti sejenak untuk berpikir kembali ke masa lalu, dan mengkaji kembali situasi.

9 Saya menyadari adanya kebijaksanaan atau kesadaran diri yang tinggi pada diri saya, yang saya gunakan sebagai tuntunan.

10 Saya dapat berpegang teguh pada kebenaran dan memadukan berbagai sudut pandang yang tampak bertentangan.

11 Saya memperoleh makna dari rasa sakit dan penderitaan hidup

12 Penting bagi saya untuk menjadi benar. 13 Saya memperhatikan dan menghargai gairah dan

keindahan dalam kehidupan saya sehari-hari

14 Saya mendengarkan perasaan atau intuisi dalam membuat pilihan keputusan penting

15 Saya mendengarkan baik-baik apa yang telah dikatakan.

16 Saya berhati-hati dalam menggunakan kelima panca indera saya saat melaksanakan tugas sehari-hari.

17 Saya hidup harmonis dengan “kekuatan” yang lebih besar dari saya, yaitu kekuatan Tuhan, alam semesta, sehingga dapat bertindak secara alami dan tanpa paksaan.

Page 115: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

18 Saya yakin dan percaya bahwa sesuatu yang terjadi merupakan yang terbaik untuk saya

19 Saya ingin diperlakukan secara khusus. 20. Saya merasa gembira melakukan semua aktivitas

saya.

Mohon periksa kembali kelengkapan jawaban yang telah diisi.

====Terima kasih====

Page 116: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 6

Kuesioner Perilaku Caring Perawat Menurut Persepsi Pasien

Petunjuk Pengisian Kuesioner

Pernyataan 1- 20 terdapat empat alternatif jawaban: SL (Selalu), S (Sering), J

(Jarang), TP (Tidak Pernah). Berialah tanda (√) pada :

SL (Selalu) : berarti terus-menerus oleh perawat;

S (Sering) : berarti tidak selalu dilakukan atau sering

dilakukan oleh perawat;

J (Jarang) : berarti pernah dilakukan tetapi tidak kerap kali

dilakukan oleh semua perawat;

TP (Tidak Pernah) : berarti sama sekali tidak pernah dilakukan

oleh perawat.

No Sikap/ Perilaku Perawat Skor

SL S J TP

1 Perawat memperlakukan saya dengan sopan.

2 Perawat mempertahankan sikap santun .

3 Perawat memuji upaya saya untuk sembuh.

4 Perawat berbicara terlalu cepat sehingga tidak jelas.

5 Perawat menunjukkan sikap baik pada keluarga saya

6 Perawat memperkenalkan diri ketika pertama kali

bertemu saya.

7 Perawat tidak segera membantu ketika saya

membutuhkan

8 Perawat memberi perhatian penuh ketika bersama

Page 117: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

saya

9 Perawat tidak serius mendengar ketika saya berbicara

10 Perawat menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam

menghadapi keluhan saya

11 Perawat memberi kesempatan pada saya untuk

bertanya tentang penyakit saya

12 Perawat memberi penyuluhan kesehatan tentang

penyakit saya

13 Perawat kurang jelas dalam menjawab pertanyaan

yang saya ajukan

14 Perawat meyakinkan saya bahwa perawat bersedia

menjawab dan menjelaskan pertanyaan saya.

15 Perawat memperhatikan keamanan lingkungan di

sekitar saya.

16 Perawat melakukan tindakan dengan cepat

17 Perawat melakukan tindakan dengan tepat.

18 Perawat membantu memenuhi kebutuhan saya sesuai

dengan kemampuan atau ketidakmampuan saya

(misal: makan, minum, bab, bak, ganti pakaian, dll).

19 Sikap perawat membuat saya nyaman.

20 Perawat memotivasi saya saat menghadapi

kondisi/penyakit yang saya alami.

Mohon periksa kembali jawaban yang telah diisi.

====Terima kasih====

Page 118: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns

Lampiran 7

1. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat

rata2 EQ

rata2 caring pasien

Spearman's rho rata2 EQ Correlation Coefficient

1.000 .339*

Sig. (2-tailed) . .037

N 38 38

rata2 caring pasien Correlation Coefficient

.339* 1.000

Sig. (2-tailed) .037 .

N 38 38

2. Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dengan Persepsi Pasien tentang Perilaku Caring Perawat

rata2 SQ rata2 caring

pasien

Spearman's rho rata2 SQ Correlation Coefficient 1.000 .247

Sig. (2-tailed) . .135

N 38 38

rata2 caring pasien Correlation Coefficient .247 1.000

Sig. (2-tailed) .135 .

N 38 38

Page 119: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns
Page 120: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns
Page 121: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns
Page 122: EQ SQ Dan Persepsi Pasien Thd Perilaku Caring Ns