epid prilaku kesehatan 2015
TRANSCRIPT
TEORI DIFUSI INOVASI
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Epidemiologi Perilaku Kesehatan
Di susun oleh:
1. Karto Kenedi 250103154100032. Imelda 250103154100393. Ahmad Dzakia Faris 25010315410046
PROGRAM STUDI MAGISTER PROMOSI KESEHATAN
KONSENTRASI PROMOSI KESEHATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
TAHUN 2015
TEORI DIFUSI INOVASI
A. Pengertian
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek
yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit
adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan
teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam
rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu
upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) mneyatakan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana
banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika,
kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka,
pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk
dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Sedangkan Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice,
or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau
benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata
perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek
atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi
sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap
ide, praktek atau benda tersebut.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap
anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe
komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga
dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini
bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses
difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu.
Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan
atau sub sistem.
Difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi
baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Difusi inovasi merupakan penyebaran
inovasi ke dalam suatu sistem sosial yang memiliki tujuan terjadinya adopsi
inovasi. Difusi inovasi dapat juga diartikan sebagai suatu proses dimana inovasi
dikomunikasikan melalui saluran-saluran komunikasi tertentu, pada suatu kurung
waktu tertentu, kepada anggota suatu sistem sosial. Teori ini dirancang untuk
membantu membuat keputusan tang mempengaruhi populasi besar seperti
komunikasi dan institusi.
Di dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan
difusi inovasi adalah ”proses sosial yang mengkomunikasikan informasi tentang
ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian
perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.” ”Inovasi
yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif,
kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih
besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendahan lebih cepat diadopsi daripada
inovasi-inovasi lainnya.”dengan demikian dapat dikatakan bahwa difusi inovasi
merupakan satu bentuk komunikasi yang berhubungan dengan suatu pemikiran
baru. Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
1. Difusi inovasi adalah proses sosial yang mengkomunikasikan informasi
tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan
demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi
sosial.
2. Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai
manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat
dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendah akan
lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya.
3. Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan,
persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.
4. Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early
adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Model difusi inovasi menegaskan peran agen-agen perubahan dalam
lingkungan social, oleh karena itu mengambil focus yang agak terpisah dari
individu sasaran utama. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen
perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan
cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan
perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan,
mengidentifikasi masalah serta penyebab-penyebabnya, menetapkan sasaran
dan jalan keluar yang potensial, memotivasi seseorang supaya menerima dan
memelihara aksi, dan memutuskan jalinan yang mengembalikan seseorang pada
perilaku lama.
B. Elemen Difusi Inovasi
Menurut Rogers (1983) dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)
elemen pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Inovasi
Gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang
atau kelompok. Dalam hal ini, baru tidaknya inovasi diukur secara subyektif
menurut pandangan individu atau kelompok yang menerimanya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang, maka ide tersebut adalah suatu inovasi
untuk orang itu.
Suatu inovasi mempunyai beberapa karakteristik yang menjadi salah
satu faktor yang menentukan kecepatan suatu proses pengambilan
keputusan sebuah inovasi. Karakteristik inovasi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Relative advantage (keunggulan relatif)
Tingkat keunggulan suatu inovasi, apakah lebih baik dari inovasi
sebelumnya atau dari hal-hal yang biasa dilakukan. Dengan kata lain,
keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Biasanya diukur dari
segi ekonomi, prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan. Semakin besar
keuntungan relatif yang dirasakan oleh adopter, maka semakin cepat
inovasi tersebut diadopsi.
b. Compatibility (kompatibilitas)
Kompatibilitas adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap
konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa
lalu dan kebutuhan pengadopsi. Jika inovasi berlawanan atau tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh adopter maka inovasi baru
tersebut tidak dapat diadopsi dengan mudah oleh adopter sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
c. Complexity (kerumitan)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu
yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada
yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi
dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
d. Trialibility (dapat diuji coba)
Suatu inovasi dapat dicoba terlebih dahulu atau harus terikat untuk
menggunakan inovasi tersebut. Inovasi yang dapat diuji cobakan pada
keadaan sesungguhnya, maka pada umumnya inovasi tersebut lebih
cepat untuk diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu
inovasi sebaiknya harus mampu menunjukkan (mendemonstrasikan)
keunggulannya.
e. Observability (dapat diobservasi)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu
inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat
hasil suatu inovasi, semakin besar kemungkinan inovasi diadopsi oleh
orang atau sekelompok orang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif,
kesesuaian (compatibility), kemampuan untuk diujicobakan dan kemampuan
untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar
luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah
media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang
paling tepat adalah saluran interpersonal.
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa komunikasi adalah hal
yang penting. Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan
berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman
bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat
dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari
proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu
mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain.
Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi:
a. Inovasi itu sendiri
b. Seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan
atau pengalaman dalam menggunakan inovasi
c. Orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam menggunakan inovasi
d. Saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah
upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu
yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan
inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum
memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential
adopter) melalui saluran komunikasi tertentu. Sementara itu, saluran
komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
a. Saluran media massa (mass media channel). Media massa dapat
berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa
adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu
sumber.
b. Saluran antarpribadi atau saluran local dan kosmopolit (interpersonal
channel). Saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi
tatap muka antara dua atau lebih individu.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukkan
beberapa prinsip sebagai berikut :
a. Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan
dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap
persuasi. Hal ini disebabkan saluran komunikasi massa dapat
membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan
cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran
lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.
c. Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan
adopter akhir (late adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-
masing, golongan adopter awal menyukai ide-ide baru tanpa perlu
persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup
membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan
orang-orang dari golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang
kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi yang
paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca
pada orang-orang disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi
tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau mengikutinya.\
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
lokal bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter
akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat
menyebarkan informasi tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal
tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat inovasi baru tersebut
diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru
terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya
komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang
sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang mungkin sudah
berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang memiliki
kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut
digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa
komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke
waktu dibandingkan dengan komunikasi massa.
Sumber: www.enablingchange.com.au
Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi
media massa akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran
interpersonal akan lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun
pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi
interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal ini
disebabkan karena kurangnya media massa yang dapat dijangkau
masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf penduduk,
dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan
kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang
sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran
komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik
dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni
memperbesar tingkat adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan
pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat pada situasi yang tepat.
Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media
massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut.
Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang bersifat
persuasif dan personal pada tahap persuasi.
3. Waktu
Waktu yang dimaksudkan adalah lamanya proses keputusan inovasi
dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau
menolaknya. Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses
pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang (relatif lebih awal
atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan kecepatan pengadopsian
inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial
Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara
fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
Dalam sistem sosial terdapat sejumlah kegiatan atau sejumlah orang
yang mempunyai hubungan timbal balik yang relatif konstan. Hubungan
sejumlah orang atau kegiatannya itu berlangsung terus menerus. Sistem
sosial mempengaruhi perilaku manusia, karena di dalam suatu sistem sosial
tercakup pula nilai-nilai dan norma yang merupakan aturan perilaku anggota-
anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu
selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan
dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial
ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi
mempertahankan sistem sosial tersebut.
Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial dipengaruhi oleh
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan ada empat faktor
yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Struktur sosial (social structure)
Adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu.
Adanya sebuah struktur dalam suatu sitem sosial memberikan suatu
keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalm suatu sistem sosial
tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari
sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti pada struktur sosial
masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem.
b. Norma sosial (system norms)
Yaitu suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota
sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua
anggota sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor
penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan
dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat
ketidaksesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang
dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem sosial
berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
c. Peran pemimpin (opinion leaders)
Hal ini dapat dikatakan sebagai orang-orang yang berpengaruh,
yakni orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain
secara informal dalam sustu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang
berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya,
menjadi penentang. Orang-orang yang berpengaurh tersebut berperan
sebagai model dimana perilakunya 9baik mendukung atau menentang)
diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh
memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
d. Agen perubahan (change agent)
Suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem
sosialnya. Agen perubahan ini adalah orang-orang yang mampu
mempengaruhi sikap orang lain untuk sebuah inovasi. Agen perubahan ini
biasanya merupakan orang-orang professional yang telah mendapatkan
pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat mempengaruhi sistem
sosialnya. Fungsi dari agen perubahan ini adalah menjadi mata rantai
yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian,
kemampuan atau keterampilan agen perubahan berperan besar terhadap
diterima atau ditolaknya sebuah inovasi tertentu.
C. Proses Pengambilan Keputusan Inovasi
Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat
seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983),
proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana
seseorang/individu berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi
dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk
menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap
keputusan inovasi.
Upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru,
terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu:
1. Tahap Awareness (Kesadaran)
Yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga
munculnya adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Interest (Keinginan)
Yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap
terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik
pada hal tersebut.
3. Tahap Evaluation (Evaluasi)
Yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima
inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Trial (Mencoba)
Yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang dibuatnya sehingga ia
mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Adoption (Adopsi)
Yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang
diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.
Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera
setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai
akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Kondisi ini akan berubah lagi
sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu,
Rogers (1983) merevisi kembali teorinya mengenai pengambilan keputusan
inovasi yaitu:
1. Tahap Knowledge (pengetahuan)
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.
Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media
cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat. Tahapan ini
juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan,
yaitu karakteristik sosial-ekonomi, nilai-nilai pribadi, pola komunikasi.
2. Tahap Persuasion (persuasi)
Pada tahap ini, individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari
informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak
dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan
dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti kelebihan inovasi, tingkat
keserasian, kompleksitas, dapat dicoba dan dapat dilihat.
3. Tahap Decision (keputusan)
Individu pada tahap ini mengambil konsep inovasi dan menimbang
keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah
mengadopsi atau menolak inovasi.
Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada
keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena
biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi
tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima
inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada
setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis
penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection
terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi
inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. Passive
rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi
inovasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru
sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a. Praktik sebelumnya
b. Perasaan akan kebutuhan
c. Keinovatifan
d. Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a. Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh
individu yang berada dalam posisi atasan.
b. Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan
mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi
menjadi dua macam, yakni:
1) Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang,
terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
2) Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui
konsesnsus dari sebuah sistem sosial
c. Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau
suatu sistem sosial sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap
inovasi. Ada 3 macam konsekuensi setelah diambilnya sebuah keputusan,
yakni:
a. Konsekuensi Dikehendaki dan Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada
dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak
berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja dikatakan berfungsi
dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di
dalam sistem sosial tersebut Contohnya : revolusi industri di Inggris,
akibat dari revolusi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik
modal tetapi tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh tenaga kerja
yang pada akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
b. Konsekuensi Langsung dan Konsekuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau
tidak langsung bergantung kepada apakah perubahan-perubahan pada
individu atau sistem sosial terjadi dalam respons langsung terhadap
inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang
efek atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada
pengadopsi.
c. Konsekuensi Yang Diantisipasi dan Konsekuensi Yang Tidak
Diantisipasi
Tergantung kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau
tidak oleh para anggota sistem sosial tersebut. Contohnya pada
penggunaan internet sebagai media massa baru di Indonesia khususnya
di kalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan
informasi yang terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut
konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan internet
bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau
pornografi. Hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi.
Remaja menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang
tidak pantas.
4. Tahap Implementation (pelaksanaan)
Individu melakukan inovasi yang berbeda-beda tergantung pada
situasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan
dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.
5. Tahap Confirmation (konfirmasi)
Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan
seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi
menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.
Adapun proses pengambilan keputusan inovasi di atas, dapat digambarkan
sebagai berikut (Rogers, 1983):
Model tersebut menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh
terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan
keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi
tersebut mencakup atribut inovasi (perceived attribute of innovation), jenis
keputusan inovasi (type of innovation decisions), saluran komunikasi
(communication channels), kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
peran agen perubah (change agents).
Rogers (1983) mengatakan bahwa karakteristik inovasi (kelebihan,
keserasian, kerumitan, dapat dicoba dan dapat diamati). Hal ini sangat
menentukan tingkat suatu adopsi daripada faktor lain yaitu berkisar antara 49%
sampai dengan 87%, seperti jenis keputusan, saluran komunikasi, sistem sosial
dan usaha yang intensif dari agen perubahan.
D. Kategori Adopter
Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok adopter
didasarkan pada tingkat keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih lambatnya
seseorang mengadopsi sebuah inovasi dibandingkan dengan anggota sistem
sosial lainnya. Berikut adalah kurva yang menggambarkan distribusi frekwensi
normal kategori adopter beserta persentase anggota kelompok adopter dalam
sebuah sistem sosialnya.
Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah
penelitian tentang difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan
banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha
penyebaran inovasi akan menghasilkan jumlah pengadopsi yang sedikit, pada
tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih banyak dan setelah sampai pada
puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan menyusut. Sehingga jika
kurva tersebut dikumulasikan akan membentuk kurva S sesuai dengan kurva S
yang sebelumnya telah disampaikan oleh Gabriel Tarde.
Ada beberapa kategori penerima adopsi suatu inovasi yang ideal, yaitu:
1. Inovator
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal
baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup
dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Pengguna awal (early adopter)
Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini disbanding kategori
lainnya, serta mencari informasi tentang inovasi.
3. Mayoritas awal (early majority)
Kategori pengadopsi seperti ini akan berkompromi secara hati-hati
sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa
dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan
fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa
sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir (late majority)
Kelompok ini lebih berhati-hati mengenai sebuah inovasi. Kelompok ini
menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi
inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
5. Lamban (laggard)
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi.
mereka bersifat lebih tradisional dan segan untuk mencoba hal-hal baru.
Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru
seudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap kelompok ini
ketinggalan zaman.
E. Aplikasi Teori Difusi Inovasi
1. Aplikasi teori ini dilakukan pada masa Pemerintah Orde Baru dalam
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program
tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana,
dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran
interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa,
kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu
terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga
Berencana Tersebut dapat dimengerti, dipahami, diterima, dan
diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program
Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan
prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya
adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk.
2. Penyebaran Inovasi Kesehatan Kompleks – Implementasi Primary Health
Care di Bosnia Herzegovina
Reformasi Primary Health Care (PHC – puskesmas) berpusat pada
kedokteran keluarga (family medicine centred) merupakan inovasi yang
kompleks. Proses pengasimilasian konsep ini pada sistem di departemen
kesehatan dipengaruhi oleh persepsi stakeholder akan keuntungan
yang dapat diambil dari inovasi ini, tingkat konsensus di antara para
pengadopsi, dan interaksi dua arah antara inovator dan adopter. Di
Bosnia Herzegovina, pendekatan holistik dilakukan, meliputi intervensi
yang beragam dan simultan pada departemen kesehatan. Pendekatan ini
mampu menurunkan ‘policy resistance’ dan meningkatkan pengadopsian
dan penyebaran reformasi PHC. Penyebaran reformasi dapat ditingkatkan
pula dengan menggabungkan ekspektasi para adopter dan
keuntungan inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro Dan Erdinaga, Lukiati Komala. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004
Bensley, Robert Dan Bronkis. Metode Pendidikan Masyarakat. EGC, 2000
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2007
Rogers, Everret M. Dan F. Floyd Shoemaker. Memasyarakatkan Ide-ide Baru.
Surabaya; Penerbit Usaha Nasional, 1981
Dwi, Agung Laksono. Analisis Potensi Penyebaran Informasi Kesehatan Melalui
Jejaring Sosial. 2010