epi lepsi

15
BAB III DISKUSI Pada kasus ini, pasien laki-laki mempunyai keluhan kejang, dan kejangnya berulang hal ini merupakan perubahan fungsi otak sementara akibat neural yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini dapat bersifat parsial dan vokal, berasal dari daerah spesifik, korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena. 1,2,3 Berdasarkan definisi konseptual epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus-menerus, dengan konsukensi neurobiologist, kognitif, psikologis dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bagkitan epileptik. Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Sedangkan definisi operasional/definisi praktis epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi atau gejala berikut: 1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam 2. Suatu bangkitan tanpa provokasi/bangkitan reflex dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2

Upload: novita-ogino-tilukay

Post on 30-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: Epi Lepsi

BAB III

DISKUSI

Pada kasus ini, pasien laki-laki mempunyai keluhan kejang, dan kejangnya berulang hal ini

merupakan perubahan fungsi otak sementara akibat neural yang abnormal dan sebagai pelepasan

listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini dapat bersifat parsial dan vokal, berasal dari daerah

spesifik, korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini

bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena. 1,2,3

Berdasarkan definisi konseptual epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan

kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus-menerus, dengan konsukensi

neurobiologist, kognitif, psikologis dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1

kali bagkitan epileptik. Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat

akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Sedangkan definisi

operasional/definisi praktis epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi

atau gejala berikut:

1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak

waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam

2. Suatu bangkitan tanpa provokasi/bangkitan reflex dengan kemungkinan terjadinya

bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat

2 bangkitan tanpa profokasi/bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang

terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi

structural dan epileptiform discharges)

3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi

Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik,

seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan somatomotor

Pada kasus, pasien berusia 13 tahun serta dalam keluarga pasien ada yang mengalami

keluhan seperti pasien, sesuai dengan teori epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa,

para orang tua bahkan bayi baru lahir. Angka kejadian epilepsi lebih tinggi pada pria bila

dibandingkan dengan wanita. Pada pasien ini diduga genetik sebagai faktor risiko kejang pada

pasien sesuai teori penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan diantaranya epilepsi

idiopatik adalah sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien

Page 2: Epi Lepsi

tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik

disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi pasien

epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan. Epilepsi

simtomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan

ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak,

lesi iskhemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang bermula ekstrakranial dan

kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan

metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit,

intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi). Kelainan struktural tidak cukup untuk

menimbulkan bangkitan epilepsi, harus dilacak faktor-faktor yang ikut berperan dalam

mencetuskan bangkitan epilepsi, contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah

stress, demam, lapar, hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan

emosional.

Klasifikasi epilepsi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy (ILAE)

terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi

untuk sindrom epilepsi.

Klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

- Dengan gejala motorik.

- Dengan gejala sensorik.

- Dengan gejala otonom.

- Dengan gejala psikis.

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.

- Gangguan kesadaran saat awal serangan.

c. Serangan umum sederhana

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik.

- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik.

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik.

Page 3: Epi Lepsi

2. Serangan umum

a. Absans (Lena).

b. Mioklonik.

c. Klonik.

d. Tonik.

e. Atonik (Astatik).

f. Tonik-klonik.

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap)

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada

proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran

konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi

neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.

Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan

oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron. 6,11,12

Page 4: Epi Lepsi

Gambar 1. Patofisiologi epilepsi

Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri penting

dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:10

1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon

depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi

Ca2+ secara perlahan.

Page 5: Epi Lepsi

2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang

memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan

aktivitas kejang.

3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal

pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hipocampus, yang bisa dikatakan sebagai

tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah

potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas

elektrik.

4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA)

menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.

5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan

dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.

Serangan epilepsi muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami

depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan

berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah

besar neuron abnormal muncul secara bersama-sama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di

dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda

(lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat.

Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat

bervariasi.

Pada pasien ini dikatakan sebagai epilepsi general tonik-klonik dimana keluhan yang

ditimbulkan pasien terlihat kaku lalu diikuti dengan gerakan menghantak-hentakan keempat

anggota gerak tubuh. Saat kejang pasien tidak sadar, mata melirik keatas (+), mulut berbuih (+),

Dalam teori tanda dan gejala klinis epilepsy general

1. Bangkitan Umum Lena (Absance)

- Gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik.

- Selama bangkitan, kegiatan motoric terhenti dan pasien diam tanpa reaksi.

- Mata memandang jauh kedepan.

- Mungkin terdapat automatisme.

- Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung.

- Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula.

Page 6: Epi Lepsi

2. Bangkitan Umum Tonik Klonik

- Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik.

- Pasien kehilangan kesadaran (jatuh) dengan “epileptic cry*, kaku (fase tonik) selama 10-30

detik, ekstensi aksial, bola mata ke atas, rahang mengatup kuat, badan kaku (adduksi dan

ekstensi), tangan mengepal, sianosis. Diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan

tungkai serta otot rahang dan wajah (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut

berbusa terkadang berdarah. Gerakan klonik makin menurun dalam frekuensi.

- Gejala autonom, muka merah, tensi, nadi, hipersalivasi, ngompol

- Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung.

- Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai.

3. Bangkitan Umum Atonik

- Pasien kehilangan kekuatan/tonus otot secara mendadak. Pasien mengalami Classic drop

attack (Astatic Seizure) yaitu kolaps atau jatuh.

- Kedua kelopak mata turun, kepala terangguk, badan terkulai, dan jatuh ketanah sehingga

menyebabkan terjadinya injuri.

- Terjadi selama ± 15 detik dan segera pulih.

- Kerusakan otak luas, gangguan belajar, Epilepsi Simptomatik berat.

Jenis kejang yang terjadi berupa kejang tonik-klonik/epilepsi grand mal Merupakan tipe

kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik

atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik

saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami

sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, kunang – kunang, telinga berdengung. Pada

tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot

yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada

saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau

buang air besar tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa

lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.

Page 7: Epi Lepsi

Gambar. Kejang pada phase tonik- clonik

Pada pemeriksaan penunjang pada kasus ini hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin dan

hasilnya: Hb 10,8 gr%, PLT 225.000/mm3, WBC 12.700/mm3. Menunjukan adanya peningkatan

leukosit sehingga dapat juga di duga adanya kelainan/lesi pada susunan saraf pusat akibat adanya

infeksi pada susunan saraf pusat tersebut.

Berdasarkan teori pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah kadar glukosa,

kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah yang memudahkan timbulnya

kejang ialah keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia,

hiperbilirubinemia, dan uremia. Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin

disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau

selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis

tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid. Selain itu pemeriksaan

Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi (EEG)

merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi.

Gelombang yang ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing

lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu penitoin, diazepam ampul, antibiotik dan

vitamin. Pada teori terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni: Obat anti

epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum

2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi

penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut, Terapi

Page 8: Epi Lepsi

dimulai dengan monoterapi, pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara

bertahap samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat, apabila dengan

penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka ditambahkan

OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan

secara perlahan, dapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan

tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.8

Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme

kerjanya :Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada

reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin, fenitoin :  Blok sodium channel dan inhibisi aksi

konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen. Fenobarbital :

Meningkatkan aktivitas reseptor GABA, menurunkan eksitabilitas glutamate, menurunkan

konduktan natrium, kalium dan kalsium.. Valproat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik,

menurunkan ambang konduktan kalsium (T) dan kalium. Levetiracetam : Tidak diketahui.

Gabapetin :  Modulasi kalsium channel tipe N. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang

voltage dependent. Okskarbazepin :  Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,

modulasi aktivitas channel, Topiramat:  Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-

Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABA. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium

channel. Inhibisi eksitasi glutamate. 8

Prognosis pada pasien ini adalah dubia karena sesuai penjelasan keluarga pasien jarang

mengkonsusmsi obat kejang dan jarang kontrol ke dokter. Sesuai teori Prognosis epilepsi

bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan

dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan.

Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50

% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang

bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis

terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang

disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis yang umumnya

jelek. 1,4,6

Page 9: Epi Lepsi

KESIMPULAN

1. Secara klinis, pasien menderita epilepsy berulang, general tonik klonik seizure suspeks

epilepsy

2. Epilepsy merupakan suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang

dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan

adanya konsekuensi social yang diakibatkannya.

3. Diagnosis epilepsi ditegakkan berdasarkan klinis pasien dan pemeriksaan penunjuang yang

merupakan goal standar adalah pemeriksaan EEG.

4. Tatalaksana utama karbamazepin, phenitoin, fenobarbital

5. Tatalaksana pada pasien sesuai dengan referensi namun pasien mengalami kondisi yang

buruk dan akhirnya meninggal pada masa perawatannya.

Page 10: Epi Lepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita

Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005. p119-127.

2. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).

Pedoman Tatalaksana Epilepsy.Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.

3. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediatric

Neurology: Essentials for General Practice. 1sted. 2007

4. Ahmed Z, Spencer S.S (2004) : An Approach to the Evaluation of a Patient for Seizures

and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1) : 49-55.

5. Ali. RA. Aetiology of the Epilepsy. Epilepsi .2001; (6) 1 : 13 – 18

6. Anonymous (2003) : Diagnosis of Epilepsy, Epilepsia, 44 (Suppl.6) :23-24

7. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W. The treatment

of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83:415-19.

8. Bate L, Gardiner M. Moleculer Genetics of Human Epilepsies. 1999 URL http :

//www.ermm.cbcu.cam.uk.

9. Cornaggia CM, Beghi M, Provenzi M, Beghi E. 2006. Correlation between cognition and

behavior in epilepsy. Epilepsia, 47, s349.

10. Wilkinaon I. Essential neurology 4thed. USA: Blackwell Publishing 200515. PERDOSI. Pedoman

Tatalaksana Epilepsi. Edisi 3. Jakarta. 2008

11. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;

2009.p.439.

12. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI; 2005.

Page 11: Epi Lepsi