epi lepsi
DESCRIPTION
nxkscsnkTRANSCRIPT
Case Report Session
EPILEPSI
Oleh
NELVITA SARI RAMADHAN
1010312077
Kelompok II
Pembimbing :
Prof.dr.H.Basyiruddin, Sp.S (K)
Dr. Hj.Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)
BAGIAN NEUROLOGI
RSUP DR. M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Epilepsy termasuk salah satu penyakit tertua di dunia dan mnempati urutan
kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran darah otak. Dengan
tatalaksana yang baik penderita bisa terbebas dari penyakitnya tapi banyak faktor
yang mempengaruhi termasuk kemampuan dokter spesialis saraf. 1
Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan usia,
gender, ras sosial dan ekonomi. WHO menyebutkan bahwa dari banyak studi
menunjukkan rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000 penduduk, sedangkan
angka insidensi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Di Indonesia belum ada data
pasti tentang epilepsi, tapi sebagai suatu negara berkembang yang berpenduduk
berkisar 220 juta, diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih
mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta. 2
A. Definisi
Epilepsi adalah bangkitan epilepsy berulang, dimana bangkitan epilepsy
tersebut adalah manifestasi gangguan otak dengan gejala klinis tertentu, yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan
berkala tetapi bersifat reversible dengan berbagai etiologi.1
B. Etiologi1
Penyebab epilepsi terbagi dalam 2 golongan:
1. Epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya. Diduga
gangguan keseimbangan zat kimiawi sel-sel saraf pada area otak yang
abnormal, hingga menimbulkan muatan listrik yang abnormal. 50% dari
penderita merupakan penderita epilepsy anak yang awitannya dimulai pada
usia lebih dari 3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung usia
awitan yaitu yang penyebabnya diketahui
a. Kelompok usia 0-6 bulan
2
Kelainan intra-uterin bisa karena infeksi atau gangguan migrasi dan
diferensiasi sel neuron.
Kelainan persalinan yang berhubungan dengan asfiksia dan
perdarahan intracranial.
Kelainan congenital misalnya obat-obat teratogenik
Gangguan metabolic seperti hipokalsemia yang bisa disebabkan oleh
prematuritas.
Infeksi susunan saraf pusat
b. Kelompok 6 bulan – 3 tahun
Penyebanya bsama dengan kelompok 0- 6 bulan.
Bisa juga disebabkan karena kejang demam, yang biasanya di mulai
sejak usia 6 bulan.
Cedera kepala, walaupun ringan tapi kemungkinan terjadinya epilepsy
lebih besar dari dewasa.
Keracunan timah hitam dan logam berat, misalnya air raksa.
c. Kelompok anak-anak samapi remaja.
Dapat disebabkan infeksi virus, bakteri, parasit, dan abses otak.
d. Kelompok usia muda
Cedera kepala merupakan penyebab tersering.
Tumor otak
Infeksi
e. Usia lanjut
o Gangguang pembuluh darah otak
o Trauma
o Tumor
C. Epidemiologi
Terdapat perbedaan data epilepsy didunia karena belum adanya
keseragaman dalam definisi dan klasifikasi, epilepsy bukan salah satu penyakit
yang harus dilaporkan, dan pengmbilan data hanya pada kelompok tertentu.
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
3
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.3
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.4 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan denganperempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus). 5 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi,
yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 6
D. Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter
eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil
dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter
eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi
potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
4
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.6
Silbernagl S. Color
Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000
E. KLASIFIKASI EPILEPSI
1. Epilepsi fokal sederhana ( serangan parsial sederhana)
a. Fokal motor: kesadaran normal
Serangan motorik, tonik klonik pada 1 anggota badan bisa berupa spasmus
daerah lengan menjalar ke bahu, badan, disebut epilepsi Jackson
(Jacksonian March).
b. Serangan Adversif yaitu serangan ini dapat berubah dimana kepala
berpaling ke arah yang terkena kejang. Lengan memutar mata melirik ke
5
kontralateral lesi, disebabkan menyebarnya cetusan abnormal ke neuron
yang berdekatan (fokus di frontalis).
c. Fokal sensorik kesadaran utuh timbul kesemutan, kebal, parestesi pada
satu anggota badan dapat meluas. Cetusan epileptik ini di daerah rolandik
otak yang berperan dalam sensasi. Bisa serangan pucat atau pelebaran
pupil (terkena pusat otonom)
d. Epilepsi fokal lain yaitu epilepsi ekuivalent dimana kesadaran utuh dengan
gejala sakit kepala, sakit perut, pusing secara paroksismal. Bisa kelainan
fisik, vegetatif ngompol.
e. Epilepsi parsialis kontinua. Kesadaran utuh muncul serangan motorik yang
kontinue (status berjam-jam, berhari pada satu anggota) dapat diikuti oleh
paralise anggota yang kejang disebut Todd Paralise.
2. Epilepsi umum sekunder, serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan
umum sekunder. Serangan fokal pada satu anggota badan atau epilepsi fokal
kompleks berlanjut menjadi epilepsi umum dengan kesadaran menurun
seperti Grand mal.
3. Epilepsi fokal kompleks (Epilepsi lobus temporalis, epilepsi
psikomotor) Serangan fokal disertai gangguan kesadaran (absence), kelainan
fungsi luhur. Waktu absence pasien memandang kosong, pucat, gangguan
daya ingat dikenal dengan feomena dejavu-jamesvu. Bisa seolah-olah
mendengar bunyi-bunyian, bau-bauan, melihat yang aneh. Kelainan motorik:
gerakan automatismus pada jari, mulut, mata, mengunyah, berjalan keliling,
menggapai tanpa tujuan berlangsung beberapa detik, berulang. Automatismus
bisa terkoordinasi, berlangsung lebih lama kemudian amnesia.
4. Epilepsi Umum
Grand mall/ tonik klonik
Biasanya kesadaran langsung menurun. Kejang umum kadang-kadang
prodromal, mungkin timbul jeritan (epileptic cry). Kejang tonik lebih
kurang 10-30 detik (fase tonik), kaku, opistotonus,lalu jatuh, sianosis
(spasme otot-otot pernafasan). Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi
nafas mendengkur (stertorous). Mulut berbuih (bercampur darah karena
6
lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur beberapa menit
sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian (amnesia).
Petit mal (serangan lena absence)
Gangguan kesadaran mendadak (absence) 3-10 detik. Bengong, kegiatan
motorik terhenti (makan, bicara, jalan) pasien diam tak bereaksi. Apa yang
dipegang telepas. Kadang-kadang kelopak mata berkedip 3 kali perdetik
disusul amnesia.
Perbedaan petit mal dengan epilepsi temporal lobe
Petit mal Temporal lobe
Etiologi Epilepsi umum sekunder Semua kelainan fokal idiopatik
Lama serangan Singkat (biasanya <30dtk) Lebih lama. Biasanya beberapa
detik. Fenomena motorik lain
temasuk automatism.
Manifetasi klinik
lain
Feomena motoric Biasanya perlahan
Pemulihan Cepat Gangguan temporal fokal
EEG Paku dan gelombag 3 spd
Serangan mioklonik
Kontraksi kelompok otot anggota gerak,singkat. Bisa serangan tunggal
atau berulang. Mulai gerakan halus sampai sentakan hebat. Biasa pasien
mendadak jatuh, benda yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome).
Bisa lateral, sinkron berulang.
Serangan atonik
Sangat jarang kesadaran menurun, terjatuh karena kehilangan tonus otot
tidak diikuti gerakan atau serangan tonik klonik, bisa kepala terkulai tiba-
tiba.
5. Yang tidak terklasifikasikan
7
Spasmus infantile, sindrome west
Serangan fleksi atau ekstensi kelompok otot secara mendadak dapat
terjadi berurutan, disertai teriakan, umumnya pada bayi usia 3-12 bulan,
kepala, badan, tangan dan tungkai kiri kanan serentak terfleksi ( seolah-
olah seperti sakit perut), biasanya serangan waktu ngantuk. Berulang
banyak kali sehari, disertai gejala sklerosis tuberosa, kelainan metabolik,
dll. Mortalitas lebih dari 50% sisanya 50% diikuti dengan mental
retardasi, speech gejala sisa neurologi, 50% lagi menjadi epilepsi kronik.
Yang khas: gambaran EEG hipsaritmia.
Kejang demam
Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5
tahun
Kejang singkat
Kejang < 15 menit
Tidak berulang Kejang demam sederhana
Tanpa defisit neurologi
EEG normal
Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi
epilepsi (5% kejang demam akan menjadi epilepsi).
F. Diagnosis7
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi
Langkah kedua: apabila benar – benar terdapat bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klisifikasi)
Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsy apa yang ditunjukan oleh
bangkitan tadi, atau epilepsy apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan
etiologinya.
Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejaladan tandan klinik
dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh
8
gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk
menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)
Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
Frekuensi bangkitan
faktor pencetus
ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
usia pada saat terjadinya bangkitan pertama
riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan
perkembangan bayi atau anak
riwayat terapi epilepsi sebelumnya
riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologi
Hal-halyang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan
yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau
sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan
obat terlarang atau alkohol, dan kanker.
3. Pemerikasaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti–bukti klinik dan
indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur, dengan stimulasi
fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (pada
epilepsi refleks). Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan
persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal
24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya
dengan mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti
epilepsi (OAE).
9
Indikasi pemeriksaan EEG :
Membantu menegakan diagnosis epilepsi
Menentukan prognosis pada kasus tertentu
Pertimbangan dalam kasus pemghentian OAE
Membantu dalam menetukan letak fokus
Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)
Hasil EEG bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan
bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik
atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal.
b. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
Adanya perubahan bentuk bangkitan
Terdapat defisit neurologik fokal
Epilepsi dengan bangkitan parsial
Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
Untuk persiapan tindakan pembedahan
Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan
untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan
dengan Computed Tomografi Scan (CT scan). MRIdapat mendeteksi sclerosis
hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan
10
MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi
pembedahan.
c. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah
tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi
hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain
atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya infeksi SSP
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya
kelainan metabolik bawaan.
G. Terapi
Prinsip pengobatan:
a. Tujuan: mengendalikan munculnya serangan
b. Srategi: - diagnosis jelas
- seleksi obat anti epilepsi (OAE) yang tepat sesuai jenis
epilepsi
- seawal mungkin dosis minimal optimal yang efektif, efek
samping minimal, mudah didapat, terjangkau.
Obat OAE:
- obat diusahakan tunggal (single drug treatment)
11
- bila dengan obat I belum efektif ditukar dengan obat II (caranya: obat I
diturunkan lalu distop sambil memberikan obat kedua yang pelan-pelan
dinaikkan)
- bila belum efektif gabung 2 macam obat saja.
Kegagalan disebabkan:
a.obat tak cocok c. ada faktor pencetus
b. tak teratur (non compliance) d. cari proses aktif di otak
OAE pilihan pertama:
1. Fenobarbital dosis dewasa 2-5mg/kgBB/hr, pemberian 1-2 kali per hari.
Untuk grandmall, fokal (kadang-kadang temporal lobus).
2. Fenitoin atau dilantin. Dosis dewasa 200-400mg/hr. Bisa untuk
Grandmall dan fokal, tidak diberikan pada petit mall dan kejang demam
3. Karbamazepin (tegretol, teryl). Dosis dewasa 300-1200 mg/hr. Untuk
temporal lobus, Grandmall, fokal sederhana.
4. Klonazepam (rivotril, klonopin). Dosis dewasa 3 x 0,5-2 mg/hr.
5. Valproat (leptilan, depakote, epilin). Diberikan untuk Grandmall, fokal
petit. Untuk dewasa 3-10 mg/kgBB/hr.
6. Nitrazepam (mogadon, dumolid, nipam). Dosis dewasa 3x5 mg.
OAE pilihan II
1. Gabapentin: neurontin. Dewasa 300-1200 mg/hr. untuk epilepsi
fokal,umum sekunder.
2. Lamotrigin (lamietal). Dosis dewasa 50-400 mg/hr untuk grandmall,
fokal, umum sekunder.
3. Topiramete (topamax). Dosis dewasa 50-400 mg/hr
4. Okskarbazepin (trileptal). Dosis dewasa 300-3000 mg/hr
Penghentian OAE8
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan,
yaitu syarat umumuntuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya
bangkitan setelah OAE dihentikan.
12
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai
berikut :
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25 % dari dosis semula,
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Penghentian dimulaidari satu OAE yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya
pada keadaan sebagai berikut :
Semakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan semakintinggi.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG normal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat jarang pada
sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-
temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75 % epilepsi
partial kriptogenik / simtomatik, 85-95 % pada epilepsi mioklonik
pada anak.
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis
OAE) kemudian di evaluasi kembali.
H. Status Epileptikus
Status epileptikus merupakan keadaan emergency neurologi yang
membutuhkan pertolongan segera. Pada status epileptikus, si penderita telah
13
mengalami bangkitan-bangkitan kejang tonik dan kejang klonik berulangkali,
tanpa siuman kembali di saat-saat antar bangkitan.
Suatu status epileptikus misalnya akan dapat timbul bila pengobatan
dengan luminal pada penderita epilepsi dihentikan secara mendadak. Suatu status
epileptikus harus selalu kita pandang sebagai suatu keadaan darurat dan bangkitan
itu harus segera dihentikan. Suatu status epileptikus yang tidak dapat
dikendalikan, dapat menimbulkan keadaan yang gawat dan dapat membawa
maut.
Tujuan penatalaksanaan status epileptikus adalah:
1. Pertahankan keadaan umum, sirkulasi darah otak, oksigenasi, kalori.
2. Hentikan kejang
3. Cegah komplikasi: aritmia, aspirasi, infeksi sekunder dan hiperkapnia.
Penanganan Status Epileptikus
Sesuai dengan modifikasi protokol American Working Group On Status
Epilepticus 1993
Bila setelah menit ke-60 belum teratasi (refrakter), perawatan dilakukan di
ICU
< 20 menit
Oksigen lewat nasal, monitor EKG, pernapasan, dan temperatur.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologik.
Ambil sampel darah untuk elektrolit, BUN, glukosa, toksikologi, kadar
OAE, gas darah.
Pasang jalur IV dengan larutan NaCl 0,9% dengan tetesan lambat.
Berikan 50 ml Glukosa 40% dan 100 mg Tiamin IV/IM.
Lakukan rencana EEG bila ada.
Berikan Diazepam 0,3 mg/kgBB IV (kecepatan 5 mg/menit) sampai
maksimum 20 mg, dapat diulang jika masih kejang setelah 5 menit.
Bila kejang teratasi, dilanjutkan dengan fenitoin IV 18 mg/kgBB
(kecepatan maks 50 mg/menit) disertai monitor EKG dan tekanan darah
selama infus fenitoin. Bila kejang belum teratasi diberikan Fenitoin IV 15-
20 mg/kgBB (kecepatan 150 mg/menit).
14
20-30 menit (jika kejang menetap)
Jika kejang menetap, intubasi, kateter, rekaman EKG, temperatur.
Beri fenobarbital, dosis rumat 20 mg/kgBB IV (100 mg/menit).
40-60 menit (jika kejang masih menetap)
Berikan pentobarbital 5 mg/kgBB IV dosis awal, ditambah terus sampai
kejang berhenti dengan monitoring EEG, dilanjutkan dengan 1 mg/kg/jam,
kecepatan infus lambat setiap 4-6 jam untuk menentukan apakah kejang
sudah teratasi dan tidak ada komplikasi terhadap tekanan darah dan nafas.
> 60 menit
Kejang masih menetap (status refrakter) dilakukan anestesia dengan
pentobarbital, intubasi, ventilator mekanik.
15
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 25 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP
DR. M Djamil Padang pada tanggal 27 Mei 2014 dengan
ANAMNESIS :
Keluhan Utama : Kejang berulang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Kejang berulang sejak 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Kejang diawali dengan kaku seluruh tubuh ±15 detik, diikuti dengan
kejang seluruh tubuh ±30 detik, saat kejang pasien tidak sadar, mata
mendelik ke atas, keluar buih dari mulu, dan lidah tergigit.
Setelah kejang pasien tidak sadar dan disertai dengan ngompol.
Frekuensi kejang ±15 kali, interval antara kejang 5-10 menit.
Muntah tidak ada.
Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD DR. M Djamil Padang, saat di
IGD pasien kejang ±3 kali, dan diberi injeksi diazepam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat diketahui menderita kejang berulang sejak 4 tahun yang lalu dan
kontrol ke Dr.SpS tapi tidak teratur. Pasien lupa nama obat yang biasa
diminum.
Pasien juga pernah dirawat dengan kejang seperti ini dibangsal saraf
RSUD DR. M Djamil Padang ±2 kali. Pertama kali dirawat tahun 2010,
dan 2012 dirawat lagi untuk yang kedua kalinya, dengan lama rawatn
masing-masing sekitar 10 hari.
Sejak ±1 minggu yang lalu, pasien mengalami kejang 2-3 kali di rumah
dengan pola yang sama namun masih sadar setelah kejang. Sejak 3 hari
16
yang lalu pasien mengalami demam yang disertai kejang. Frekuensi 5-10
kali. 1 hari yang lalu pasien dibawa berobat ke dr. SpS dan mendapat obat
fenitoin 3 x 100 mg peroral, dumin, haloperidol, ciprofloxasin,
Triheksifenidil.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada.
Riwayat pribadi dan sosial :
Pasien persalinan, pasien lahir normal, berat badan lahir tidak diketahui,
cukup bulan.
Riwayat tumbuh kembang: pasien bisa berjalan tetapi terlambat
disbanding anak lain yang seusianya, bicara tidak jelas.
Pasien diketahui keluarga terbelakang mental, segala kebutuhan dasar
seperti mandi, mengganti pakaian, makan, minum, BAB, BAK dibantu
oleh keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Buruk
Kesadaran : Soporous GCS E3 M5 V1 = 9
Nadi/ irama : 98x/menit, nadi teraba kuat, teratur
Pernafasan : 23x/menit, torakoabdominal, teratur
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Suhu : 38,6oC
Turgor kulit : baik
Status Internus
Kulit : Tidak ditemukan kelainan
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
17
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil isokor Ө 3mm/3mm RC +/+
Thorak
Paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Status Neurologikus
GCS E3 M5 V1 = 9
Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Tanda Kernig : (-)
1. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
18
Muntah proyektil tidak ada
2. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius) : sukar dinilai
N. II (Optikus) : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
+/+
N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen) :
Doll’s eyes movement bergerak
N. V (Trigeminus) : Refleks kornea (+)
N. VII (Fasialis) : Wajah simetris, plika nasolabialis kiri = kanan
N. VIII (Vestibularis) : Refleks oculoauditorik (+)
N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus) : tidak bisa diperiksa
N. XI (Asesorius) : Sukar dinilai
N. XII (Hipoglosus) : Sukar dinilai
3. Koordinasi : tidak bisa dinilai
4. Motorik
Tes jatuh: lateralisasi ke kanan
Tonus : eutonus
Tropi : eutrofi
5. Sensorik
respon (+) dengan ransangan nyeri
6. Fungsi otonom : neurogenic bladder (-)
7. Refleks
RF:
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
KPR : ++/++
APR : ++/++
RP :
Babinsky : -/-
Chaddok : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
19
Hoffman trommer : -/-
8. Fungsi luhur : sukar dinilai
Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin : Hb : 9,7 gr/dl
Leukosit : 19.000/mm3
Trombosit : 165.000/mm3
Hematokrit : 30%
Kimia darah : Ureum : 24 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
Na/K/Cl : 134/3 /99 mmol/L
Pemeriksaan penunjang
EKG : Sinus rhytme, HR 110x /menit, ST elevasi (-), ST depresi (-)
Kesan : Tidak ditemukan kelainan
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Status Epileptikus
Dianosis Topik : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : Putus Obat
Infeksi
Diagnosis Sekunder : Bronkopneumonia,
Retardasi Mental
Penatalaksanaan :
- Umum : Elevasi kepala 30o
O2 3 liter/menit
Diet MC
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Kateter
- Khusus : Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20 cc NaCl 0,9%)
Alinamin F 1 x 25 mg IV
Ceftriakson 2 x 1 gram Inj
20
Citicolin 2 x 500 mg IV
Dexametason 3 x 10 mg (tapering of)
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Tamolive 3 x 1 gr IV
Asam folat 2 x 5 mg PO
Kejang: injeksi diazepam 1 amp bisa diulang samapi 3 kali.
Anjuran pemeriksaan :
1. Darah perifer lengkap
2. Kimia klinik
3. EEG
FOLLOW UP
29 Mei 2014
S/ Kejang (-)
Demam (-)
Mual,muntah (-)
BAB dan BAK biasa
O/
KU Kesadaran TD Nd Nf T
Sedang Somnolen 110/70 85 x/ menit 18 x/menit 370C
Status Internus : dalam batas normal
Status Neurologikus :
GCS : E4 M6 V2 = 12
TRM : Kaku kuduk (-)
↑ TIK : (-)
N.Cranial : Pupil isokhor, Ø 3 mm/3 mm, RC +/+
Doll’s Eye Movement bergerak
Plica nasolabialis kanan = kiri
Motorik : lateralisasi (-)
Sensorik : baik, respon + terhadap rangsangan nyeri
RF : ++/++
21
RP : --/--
Pemeriksan Laboratorium
Kimia darah:
Ureum : 14 mg/dl
Kreatinin : 0,4 mg/dl
Na/K/Cl : 139/3,1 /101 mmol/L
A/ Status Epileptikus
- Th/ O2 3 liter/menit
Diet MC
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20 cc NaCl 0,9%)
Alinamin F 1 x 25 mg IV
Ceftriakson 2 x 1 gram Inj
Citicolin 2 x 500 mg IV
Dexametason 3 x 10 mg (tapering of)
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Tamolive 3 x 1 gr IV
Asam folat 2 x 5 mg PO
22
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berumur 25 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP
Dr.M. Djamil Padang sejak tanggal 27 Meir 2014 di dengan diagnosis klinik pada
saat pasien masuk adalah Status Epileptikus. Diagnosa topik yaitu Intrakranial.
Diagnosis etiologi adalah putus obat dan infeksi. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan Kejang
berulang sejak Kejang berulang sejak 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit.Kejang
diawali dengan kaku seluruh tubuh ±15 detik, diikuti dengan kejang seluruh tubuh
±30 detik, saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke atas, keluar buih dari
mulu, dan lidah tergigit.Setelah kejang pasien tidak sadar dan disertai dengan
ngompol.Frekuensi kejang ±15 kali, interval antara kejang 5-10 menit. Muntah
tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD DR. M Djamil Padang, saat di
IGD pasien kejang ±3 kali, dan diberi injeksi diazepam.
Riwayat penyakit dahulunya, pasien diketahui menderita kejang berulang
sejak 4 tahun yang lalu dan kontrol ke Dr.SpS tapi tidak teratur. Keluarga lupa
nama obat yang biasa diminum. Pasien juga pernah dirawat dengan kejang seperti
ini dibangsal saraf RSUD DR. M Djamil Padang ±2 kali. Pertama kali dirawat
tahun 2010, dan tahun 2012. Sejak ±1 minggu yang lalu, pasien mengalami kejang
2-3 kali di rumah dengan pola yang sama namun masih sadar setelah kejang.
Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami demam yang disertai kejang. Frekuensi
5-10 kali. 1 hari yang lalu pasien dibawa berobat ke dr. SpS dan mendapat obat
fenitoin 3 x 100 mg peroral, dumin, haloperidol, ciprofloxasin, Triheksifenidil.
Dari riwayat pribadi dan social, pasien diketahui keluarga terbelakang mental,
segala kebutuhan dasar seperti mandi, mengganti pakaian, makan, minum, BAB,
BAK dibantu oleh keluarga.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien Soporous (GCS:
E3M5V1), tanda rangsang meningeal (-) ↑ TIK (-), pemeriksaan n.cranial: pupil
isokhor, Ø 3 mm/3 mm, RC +/+, Doll’s Eye Movement bergerak, plica
23
nasolabialis kanan = kiri, reflek muntah sukar dinilai, motorik: tes jatuh:
lateralisasi ke kanan, sensorik : respon (+) terhadap nyeri, RF : ++/++, RP : --/--
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah O2 3 liter/menit, diet
MC, IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf, Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20
cc NaCl 0,9%), Alinamin F 1 x 25 mg IV, Ceftriakson 2 x 1 gram Inj, Citicolin 2
x 500 mg IV, Dexametason 3 x 10 mg (tapering of), Ranitidine 2 x 50 mg IV,
Tamolive 3 x 1 gr IV, Asam folat 2 x 5 mg PO
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 2009:119-151.
2. http://www.ina-epsy.org/2010/08/epilepsi-di-indonesia.html
http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
3. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
4. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-
epilepsi-pada-anak-2
5. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/
Causesofepilepsy
6. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
7. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 4. PERDOSSI, Bagian
Neurologi FKUI/ RSCM, Jakarta, 2012
8. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005
25