epi lepsi

36
Case Report Session EPILEPSI Oleh NELVITA SARI RAMADHAN 1010312077 Kelompok II Pembimbing : Prof.dr.H.Basyiruddin, Sp.S (K) Dr. Hj.Yuliarni Syafrita, Sp.S (K) BAGIAN NEUROLOGI

Upload: nelvita-sari-ramadhan

Post on 19-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nxkscsnk

TRANSCRIPT

Page 1: Epi Lepsi

Case Report Session

EPILEPSI

Oleh

NELVITA SARI RAMADHAN

1010312077

Kelompok II

Pembimbing :

Prof.dr.H.Basyiruddin, Sp.S (K)

Dr. Hj.Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)

BAGIAN NEUROLOGI

RSUP DR. M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2014

Page 2: Epi Lepsi

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Epilepsy termasuk salah satu penyakit tertua di dunia dan mnempati urutan

kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran darah otak. Dengan

tatalaksana yang baik penderita bisa terbebas dari penyakitnya tapi banyak faktor

yang mempengaruhi termasuk kemampuan dokter spesialis saraf. 1

Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan usia,

gender, ras sosial dan ekonomi. WHO menyebutkan bahwa dari banyak studi

menunjukkan rata-rata prevalensi epilepsi aktif 8,2 per 1000 penduduk, sedangkan

angka insidensi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Di Indonesia belum ada data

pasti tentang epilepsi, tapi sebagai suatu negara berkembang yang berpenduduk

berkisar 220 juta, diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih

mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta. 2

A. Definisi

Epilepsi adalah bangkitan epilepsy berulang, dimana bangkitan epilepsy

tersebut adalah manifestasi gangguan otak dengan gejala klinis tertentu, yang

disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan

berkala tetapi bersifat reversible dengan berbagai etiologi.1

B. Etiologi1

Penyebab epilepsi terbagi dalam 2 golongan:

1. Epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya. Diduga

gangguan keseimbangan zat kimiawi sel-sel saraf pada area otak yang

abnormal, hingga menimbulkan muatan listrik yang abnormal. 50% dari

penderita merupakan penderita epilepsy anak yang awitannya dimulai pada

usia lebih dari 3 tahun.

2. Epilepsi simptomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung usia

awitan yaitu yang penyebabnya diketahui

a. Kelompok usia 0-6 bulan

2

Page 3: Epi Lepsi

Kelainan intra-uterin bisa karena infeksi atau gangguan migrasi dan

diferensiasi sel neuron.

Kelainan persalinan yang berhubungan dengan asfiksia dan

perdarahan intracranial.

Kelainan congenital misalnya obat-obat teratogenik

Gangguan metabolic seperti hipokalsemia yang bisa disebabkan oleh

prematuritas.

Infeksi susunan saraf pusat

b. Kelompok 6 bulan – 3 tahun

Penyebanya bsama dengan kelompok 0- 6 bulan.

Bisa juga disebabkan karena kejang demam, yang biasanya di mulai

sejak usia 6 bulan.

Cedera kepala, walaupun ringan tapi kemungkinan terjadinya epilepsy

lebih besar dari dewasa.

Keracunan timah hitam dan logam berat, misalnya air raksa.

c. Kelompok anak-anak samapi remaja.

Dapat disebabkan infeksi virus, bakteri, parasit, dan abses otak.

d. Kelompok usia muda

Cedera kepala merupakan penyebab tersering.

Tumor otak

Infeksi

e. Usia lanjut

o Gangguang pembuluh darah otak

o Trauma

o Tumor

C. Epidemiologi

Terdapat perbedaan data epilepsy didunia karena belum adanya

keseragaman dalam definisi dan klasifikasi, epilepsy bukan salah satu penyakit

yang harus dilaporkan, dan pengmbilan data hanya pada kelompok tertentu.

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum

terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.

3

Page 4: Epi Lepsi

Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

100/100,000.3

Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

pengobatan apapun.4 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak

dibandingkan denganperempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di

bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000

kasus). 5 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi,

yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 6

D. Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter

eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan

neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf

dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil

dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter

eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan

neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)

dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi

transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron

mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi

potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan

melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh

ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan

letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur

dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan

epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses

4

Page 5: Epi Lepsi

inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang

epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang

menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang

peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti

ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi

otak.6

Silbernagl S. Color

Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

E. KLASIFIKASI EPILEPSI

1. Epilepsi fokal sederhana ( serangan parsial sederhana)

a. Fokal motor: kesadaran normal

Serangan motorik, tonik klonik pada 1 anggota badan bisa berupa spasmus

daerah lengan menjalar ke bahu, badan, disebut epilepsi Jackson

(Jacksonian March).

b. Serangan Adversif yaitu serangan ini dapat berubah dimana kepala

berpaling ke arah yang terkena kejang. Lengan memutar mata melirik ke

5

Page 6: Epi Lepsi

kontralateral lesi, disebabkan menyebarnya cetusan abnormal ke neuron

yang berdekatan (fokus di frontalis).

c. Fokal sensorik kesadaran utuh timbul kesemutan, kebal, parestesi pada

satu anggota badan dapat meluas. Cetusan epileptik ini di daerah rolandik

otak yang berperan dalam sensasi. Bisa serangan pucat atau pelebaran

pupil (terkena pusat otonom)

d. Epilepsi fokal lain yaitu epilepsi ekuivalent dimana kesadaran utuh dengan

gejala sakit kepala, sakit perut, pusing secara paroksismal. Bisa kelainan

fisik, vegetatif ngompol.

e. Epilepsi parsialis kontinua. Kesadaran utuh muncul serangan motorik yang

kontinue (status berjam-jam, berhari pada satu anggota) dapat diikuti oleh

paralise anggota yang kejang disebut Todd Paralise.

2. Epilepsi umum sekunder, serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan

umum sekunder. Serangan fokal pada satu anggota badan atau epilepsi fokal

kompleks berlanjut menjadi epilepsi umum dengan kesadaran menurun

seperti Grand mal.

3. Epilepsi fokal kompleks (Epilepsi lobus temporalis, epilepsi

psikomotor) Serangan fokal disertai gangguan kesadaran (absence), kelainan

fungsi luhur. Waktu absence pasien memandang kosong, pucat, gangguan

daya ingat dikenal dengan feomena dejavu-jamesvu. Bisa seolah-olah

mendengar bunyi-bunyian, bau-bauan, melihat yang aneh. Kelainan motorik:

gerakan automatismus pada jari, mulut, mata, mengunyah, berjalan keliling,

menggapai tanpa tujuan berlangsung beberapa detik, berulang. Automatismus

bisa terkoordinasi, berlangsung lebih lama kemudian amnesia.

4. Epilepsi Umum

Grand mall/ tonik klonik

Biasanya kesadaran langsung menurun. Kejang umum kadang-kadang

prodromal, mungkin timbul jeritan (epileptic cry). Kejang tonik lebih

kurang 10-30 detik (fase tonik), kaku, opistotonus,lalu jatuh, sianosis

(spasme otot-otot pernafasan). Disusul fase klonik 30-60 detik ,bunyi

nafas mendengkur (stertorous). Mulut berbuih (bercampur darah karena

6

Page 7: Epi Lepsi

lidah tergigit ), mungkin inkontinensia disusul fase tidur beberapa menit

sampai jam fase lemas dan pasien kecapean lupa pada kejadian (amnesia).

Petit mal (serangan lena absence)

Gangguan kesadaran mendadak (absence) 3-10 detik. Bengong, kegiatan

motorik terhenti (makan, bicara, jalan) pasien diam tak bereaksi. Apa yang

dipegang telepas. Kadang-kadang kelopak mata berkedip 3 kali perdetik

disusul amnesia.

Perbedaan petit mal dengan epilepsi temporal lobe

Petit mal Temporal lobe

Etiologi Epilepsi umum sekunder Semua kelainan fokal idiopatik

Lama serangan Singkat (biasanya <30dtk) Lebih lama. Biasanya beberapa

detik. Fenomena motorik lain

temasuk automatism.

Manifetasi klinik

lain

Feomena motoric Biasanya perlahan

Pemulihan Cepat Gangguan temporal fokal

EEG Paku dan gelombag 3 spd

Serangan mioklonik

Kontraksi kelompok otot anggota gerak,singkat. Bisa serangan tunggal

atau berulang. Mulai gerakan halus sampai sentakan hebat. Biasa pasien

mendadak jatuh, benda yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome).

Bisa lateral, sinkron berulang.

Serangan atonik

Sangat jarang kesadaran menurun, terjatuh karena kehilangan tonus otot

tidak diikuti gerakan atau serangan tonik klonik, bisa kepala terkulai tiba-

tiba.

5. Yang tidak terklasifikasikan

7

Page 8: Epi Lepsi

Spasmus infantile, sindrome west

Serangan fleksi atau ekstensi kelompok otot secara mendadak dapat

terjadi berurutan, disertai teriakan, umumnya pada bayi usia 3-12 bulan,

kepala, badan, tangan dan tungkai kiri kanan serentak terfleksi ( seolah-

olah seperti sakit perut), biasanya serangan waktu ngantuk. Berulang

banyak kali sehari, disertai gejala sklerosis tuberosa, kelainan metabolik,

dll. Mortalitas lebih dari 50% sisanya 50% diikuti dengan mental

retardasi, speech gejala sisa neurologi, 50% lagi menjadi epilepsi kronik.

Yang khas: gambaran EEG hipsaritmia.

Kejang demam

Epilepsi timbul waktu anak demam > 390C pada umur 4 bulan sampai 5

tahun

Kejang singkat

Kejang < 15 menit

Tidak berulang Kejang demam sederhana

Tanpa defisit neurologi

EEG normal

Bila diluar tanda-tanda diatas berarti gejala demam maligna, bisa menjadi

epilepsi (5% kejang demam akan menjadi epilepsi).

F. Diagnosis7

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal

menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi

Langkah kedua: apabila benar – benar terdapat bangkitan epilepsi, maka

tentukanlah bangkitan yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klisifikasi)

Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsy apa yang ditunjukan oleh

bangkitan tadi, atau epilepsy apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan

etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejaladan tandan klinik

dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh

8

Page 9: Epi Lepsi

gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk

menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :

1. Anamnesis (auto dan allo-anamnesis)

Pola / bentuk bangkitan

Lama bangkitan

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

Frekuensi bangkitan

faktor pencetus

ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan atau kelahiran dan

perkembangan bayi atau anak

riwayat terapi epilepsi sebelumnya

riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologi

Hal-halyang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan

yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau

sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan

obat terlarang atau alkohol, dan kanker.

3. Pemerikasaan penunjang dilakukan sesuai dengan bukti–bukti klinik dan

indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)

Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun tidur, dengan stimulasi

fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (pada

epilepsi refleks). Bila EEG pertama menunjukan hasil normal sedangkan

persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan minimal

24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya

dengan mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti

epilepsi (OAE).

9

Page 10: Epi Lepsi

Indikasi pemeriksaan EEG :

Membantu menegakan diagnosis epilepsi

Menentukan prognosis pada kasus tertentu

Pertimbangan dalam kasus pemghentian OAE

Membantu dalam menetukan letak fokus

Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)

Hasil EEG bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan

bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya

kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik

atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua

hemisfer otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding

seharusnya misal gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya

gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara

paroksimal.

b. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)

Indikasi :

Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural

Adanya perubahan bentuk bangkitan

Terdapat defisit neurologik fokal

Epilepsi dengan bangkitan parsial

Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun

Untuk persiapan tindakan pembedahan

Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan pilihan

untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik dibandingkan

dengan Computed Tomografi Scan (CT scan). MRIdapat mendeteksi sclerosis

hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan

10

Page 11: Epi Lepsi

MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi

pembedahan.

c. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang

mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber

serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis

dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis

yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang

penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus

epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini

sangat diperlukan pada persiapan operasi.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah

tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium) kadar gula darah, fungsi

hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain

atas indikasi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya infeksi SSP

Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya

kelainan metabolik bawaan.

G. Terapi

Prinsip pengobatan:

a. Tujuan: mengendalikan munculnya serangan

b. Srategi: - diagnosis jelas

- seleksi obat anti epilepsi (OAE) yang tepat sesuai jenis

epilepsi

- seawal mungkin dosis minimal optimal yang efektif, efek

samping minimal, mudah didapat, terjangkau.

Obat OAE:

- obat diusahakan tunggal (single drug treatment)

11

Page 12: Epi Lepsi

- bila dengan obat I belum efektif ditukar dengan obat II (caranya: obat I

diturunkan lalu distop sambil memberikan obat kedua yang pelan-pelan

dinaikkan)

- bila belum efektif gabung 2 macam obat saja.

Kegagalan disebabkan:

a.obat tak cocok c. ada faktor pencetus

b. tak teratur (non compliance) d. cari proses aktif di otak

OAE pilihan pertama:

1. Fenobarbital dosis dewasa 2-5mg/kgBB/hr, pemberian 1-2 kali per hari.

Untuk grandmall, fokal (kadang-kadang temporal lobus).

2. Fenitoin atau dilantin. Dosis dewasa 200-400mg/hr. Bisa untuk

Grandmall dan fokal, tidak diberikan pada petit mall dan kejang demam

3. Karbamazepin (tegretol, teryl). Dosis dewasa 300-1200 mg/hr. Untuk

temporal lobus, Grandmall, fokal sederhana.

4. Klonazepam (rivotril, klonopin). Dosis dewasa 3 x 0,5-2 mg/hr.

5. Valproat (leptilan, depakote, epilin). Diberikan untuk Grandmall, fokal

petit. Untuk dewasa 3-10 mg/kgBB/hr.

6. Nitrazepam (mogadon, dumolid, nipam). Dosis dewasa 3x5 mg.

OAE pilihan II

1. Gabapentin: neurontin. Dewasa 300-1200 mg/hr. untuk epilepsi

fokal,umum sekunder.

2. Lamotrigin (lamietal). Dosis dewasa 50-400 mg/hr untuk grandmall,

fokal, umum sekunder.

3. Topiramete (topamax). Dosis dewasa 50-400 mg/hr

4. Okskarbazepin (trileptal). Dosis dewasa 300-3000 mg/hr

Penghentian OAE8

Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan,

yaitu syarat umumuntuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya

bangkitan setelah OAE dihentikan.

12

Page 13: Epi Lepsi

Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai

berikut :

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya

setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun.

Gambaran EEG normal

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25 % dari dosis semula,

setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.

Penghentian dimulaidari satu OAE yang bukan utama.

Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya

pada keadaan sebagai berikut :

Semakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan semakintinggi.

Epilepsi simtomatik

Gambaran EEG normal

Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan

Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat jarang pada

sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-

temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75 % epilepsi

partial kriptogenik / simtomatik, 85-95 % pada epilepsi mioklonik

pada anak.

Penggunaan lebih dari satu OAE

Masih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

Mendapat terapi 10 tahun atau lebih

Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari

bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul

kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis

OAE) kemudian di evaluasi kembali.

H. Status Epileptikus

Status epileptikus merupakan keadaan emergency neurologi yang

membutuhkan pertolongan segera. Pada status epileptikus, si penderita telah

13

Page 14: Epi Lepsi

mengalami bangkitan-bangkitan kejang tonik dan kejang klonik berulangkali,

tanpa siuman kembali di saat-saat antar bangkitan.

Suatu status epileptikus misalnya akan dapat timbul bila pengobatan

dengan luminal pada penderita epilepsi dihentikan secara mendadak. Suatu status

epileptikus harus selalu kita pandang sebagai suatu keadaan darurat dan bangkitan

itu harus segera dihentikan. Suatu status epileptikus yang tidak dapat

dikendalikan, dapat menimbulkan keadaan yang gawat dan dapat membawa

maut.

Tujuan penatalaksanaan status epileptikus adalah:

1. Pertahankan keadaan umum, sirkulasi darah otak, oksigenasi, kalori.

2. Hentikan kejang

3. Cegah komplikasi: aritmia, aspirasi, infeksi sekunder dan hiperkapnia.

Penanganan Status Epileptikus

Sesuai dengan modifikasi protokol American Working Group On Status

Epilepticus 1993

Bila setelah menit ke-60 belum teratasi (refrakter), perawatan dilakukan di

ICU

< 20 menit

Oksigen lewat nasal, monitor EKG, pernapasan, dan temperatur.

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologik.

Ambil sampel darah untuk elektrolit, BUN, glukosa, toksikologi, kadar

OAE, gas darah.

Pasang jalur IV dengan larutan NaCl 0,9% dengan tetesan lambat.

Berikan 50 ml Glukosa 40% dan 100 mg Tiamin IV/IM.

Lakukan rencana EEG bila ada.

Berikan Diazepam 0,3 mg/kgBB IV (kecepatan 5 mg/menit) sampai

maksimum 20 mg, dapat diulang jika masih kejang setelah 5 menit.

Bila kejang teratasi, dilanjutkan dengan fenitoin IV 18 mg/kgBB

(kecepatan maks 50 mg/menit) disertai monitor EKG dan tekanan darah

selama infus fenitoin. Bila kejang belum teratasi diberikan Fenitoin IV 15-

20 mg/kgBB (kecepatan 150 mg/menit).

14

Page 15: Epi Lepsi

20-30 menit (jika kejang menetap)

Jika kejang menetap, intubasi, kateter, rekaman EKG, temperatur.

Beri fenobarbital, dosis rumat 20 mg/kgBB IV (100 mg/menit).

40-60 menit (jika kejang masih menetap)

Berikan pentobarbital 5 mg/kgBB IV dosis awal, ditambah terus sampai

kejang berhenti dengan monitoring EEG, dilanjutkan dengan 1 mg/kg/jam,

kecepatan infus lambat setiap 4-6 jam untuk menentukan apakah kejang

sudah teratasi dan tidak ada komplikasi terhadap tekanan darah dan nafas.

> 60 menit

Kejang masih menetap (status refrakter) dilakukan anestesia dengan

pentobarbital, intubasi, ventilator mekanik.

15

Page 16: Epi Lepsi

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan berumur 25 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP

DR. M Djamil Padang pada tanggal 27 Mei 2014 dengan

ANAMNESIS :

Keluhan Utama : Kejang berulang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Kejang berulang sejak 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

Kejang diawali dengan kaku seluruh tubuh ±15 detik, diikuti dengan

kejang seluruh tubuh ±30 detik, saat kejang pasien tidak sadar, mata

mendelik ke atas, keluar buih dari mulu, dan lidah tergigit.

Setelah kejang pasien tidak sadar dan disertai dengan ngompol.

Frekuensi kejang ±15 kali, interval antara kejang 5-10 menit.

Muntah tidak ada.

Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD DR. M Djamil Padang, saat di

IGD pasien kejang ±3 kali, dan diberi injeksi diazepam.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat diketahui menderita kejang berulang sejak 4 tahun yang lalu dan

kontrol ke Dr.SpS tapi tidak teratur. Pasien lupa nama obat yang biasa

diminum.

Pasien juga pernah dirawat dengan kejang seperti ini dibangsal saraf

RSUD DR. M Djamil Padang ±2 kali. Pertama kali dirawat tahun 2010,

dan 2012 dirawat lagi untuk yang kedua kalinya, dengan lama rawatn

masing-masing sekitar 10 hari.

Sejak ±1 minggu yang lalu, pasien mengalami kejang 2-3 kali di rumah

dengan pola yang sama namun masih sadar setelah kejang. Sejak 3 hari

16

Page 17: Epi Lepsi

yang lalu pasien mengalami demam yang disertai kejang. Frekuensi 5-10

kali. 1 hari yang lalu pasien dibawa berobat ke dr. SpS dan mendapat obat

fenitoin 3 x 100 mg peroral, dumin, haloperidol, ciprofloxasin,

Triheksifenidil.

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada.

Riwayat pribadi dan sosial :

Pasien persalinan, pasien lahir normal, berat badan lahir tidak diketahui,

cukup bulan.

Riwayat tumbuh kembang: pasien bisa berjalan tetapi terlambat

disbanding anak lain yang seusianya, bicara tidak jelas.

Pasien diketahui keluarga terbelakang mental, segala kebutuhan dasar

seperti mandi, mengganti pakaian, makan, minum, BAB, BAK dibantu

oleh keluarga.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Buruk

Kesadaran : Soporous GCS E3 M5 V1 = 9

Nadi/ irama : 98x/menit, nadi teraba kuat, teratur

Pernafasan : 23x/menit, torakoabdominal, teratur

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Suhu : 38,6oC

Turgor kulit : baik

Status Internus

Kulit : Tidak ditemukan kelainan

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

17

Page 18: Epi Lepsi

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Pupil isokor Ө 3mm/3mm RC +/+

Thorak

Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : tidak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) N

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : gibus (-)

Alat kelamin : tidak diperiksa

Status Neurologikus

GCS E3 M5 V1 = 9

Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

Tanda Kernig : (-)

1. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+

18

Page 19: Epi Lepsi

Muntah proyektil tidak ada

2. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius) : sukar dinilai

N. II (Optikus) : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya

+/+

N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen) :

Doll’s eyes movement bergerak

N. V (Trigeminus) : Refleks kornea (+)

N. VII (Fasialis) : Wajah simetris, plika nasolabialis kiri = kanan

N. VIII (Vestibularis) : Refleks oculoauditorik (+)

N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus) : tidak bisa diperiksa

N. XI (Asesorius) : Sukar dinilai

N. XII (Hipoglosus) : Sukar dinilai

3. Koordinasi : tidak bisa dinilai

4. Motorik

Tes jatuh: lateralisasi ke kanan

Tonus : eutonus

Tropi : eutrofi

5. Sensorik

respon (+) dengan ransangan nyeri

6. Fungsi otonom : neurogenic bladder (-)

7. Refleks

RF:

Biseps : ++/++

Triseps : ++/++

KPR : ++/++

APR : ++/++

RP :

Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

19

Page 20: Epi Lepsi

Hoffman trommer : -/-

8. Fungsi luhur : sukar dinilai

Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin : Hb : 9,7 gr/dl

Leukosit : 19.000/mm3

Trombosit : 165.000/mm3

Hematokrit : 30%

Kimia darah : Ureum : 24 mg/dl

Kreatinin : 0,8 mg/dl

Na/K/Cl : 134/3 /99 mmol/L

Pemeriksaan penunjang

EKG : Sinus rhytme, HR 110x /menit, ST elevasi (-), ST depresi (-)

Kesan : Tidak ditemukan kelainan

Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Status Epileptikus

Dianosis Topik : Intrakranial

Diagnosis Etiologi : Putus Obat

Infeksi

Diagnosis Sekunder : Bronkopneumonia,

Retardasi Mental

Penatalaksanaan :

- Umum : Elevasi kepala 30o

O2 3 liter/menit

Diet MC

IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf

Kateter

- Khusus : Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20 cc NaCl 0,9%)

Alinamin F 1 x 25 mg IV

Ceftriakson 2 x 1 gram Inj

20

Page 21: Epi Lepsi

Citicolin 2 x 500 mg IV

Dexametason 3 x 10 mg (tapering of)

Ranitidine 2 x 50 mg IV

Tamolive 3 x 1 gr IV

Asam folat 2 x 5 mg PO

Kejang: injeksi diazepam 1 amp bisa diulang samapi 3 kali.

Anjuran pemeriksaan :

1. Darah perifer lengkap

2. Kimia klinik

3. EEG

FOLLOW UP

29 Mei 2014

S/ Kejang (-)

Demam (-)

Mual,muntah (-)

BAB dan BAK biasa

O/

KU Kesadaran TD Nd Nf T

Sedang Somnolen 110/70 85 x/ menit 18 x/menit 370C

Status Internus : dalam batas normal

Status Neurologikus :

GCS : E4 M6 V2 = 12

TRM : Kaku kuduk (-)

↑ TIK : (-)

N.Cranial : Pupil isokhor, Ø 3 mm/3 mm, RC +/+

Doll’s Eye Movement bergerak

Plica nasolabialis kanan = kiri

Motorik : lateralisasi (-)

Sensorik : baik, respon + terhadap rangsangan nyeri

RF : ++/++

21

Page 22: Epi Lepsi

RP : --/--

Pemeriksan Laboratorium

Kimia darah:

Ureum : 14 mg/dl

Kreatinin : 0,4 mg/dl

Na/K/Cl : 139/3,1 /101 mmol/L

A/ Status Epileptikus

- Th/ O2 3 liter/menit

Diet MC

IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf

Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20 cc NaCl 0,9%)

Alinamin F 1 x 25 mg IV

Ceftriakson 2 x 1 gram Inj

Citicolin 2 x 500 mg IV

Dexametason 3 x 10 mg (tapering of)

Ranitidine 2 x 50 mg IV

Tamolive 3 x 1 gr IV

Asam folat 2 x 5 mg PO

22

Page 23: Epi Lepsi

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 25 tahun dirawat di bangsal saraf RSUP

Dr.M. Djamil Padang sejak tanggal 27 Meir 2014 di dengan diagnosis klinik pada

saat pasien masuk adalah Status Epileptikus. Diagnosa topik yaitu Intrakranial.

Diagnosis etiologi adalah putus obat dan infeksi. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang dengan Kejang

berulang sejak Kejang berulang sejak 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit.Kejang

diawali dengan kaku seluruh tubuh ±15 detik, diikuti dengan kejang seluruh tubuh

±30 detik, saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke atas, keluar buih dari

mulu, dan lidah tergigit.Setelah kejang pasien tidak sadar dan disertai dengan

ngompol.Frekuensi kejang ±15 kali, interval antara kejang 5-10 menit. Muntah

tidak ada. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD DR. M Djamil Padang, saat di

IGD pasien kejang ±3 kali, dan diberi injeksi diazepam.

Riwayat penyakit dahulunya, pasien diketahui menderita kejang berulang

sejak 4 tahun yang lalu dan kontrol ke Dr.SpS tapi tidak teratur. Keluarga lupa

nama obat yang biasa diminum. Pasien juga pernah dirawat dengan kejang seperti

ini dibangsal saraf RSUD DR. M Djamil Padang ±2 kali. Pertama kali dirawat

tahun 2010, dan tahun 2012. Sejak ±1 minggu yang lalu, pasien mengalami kejang

2-3 kali di rumah dengan pola yang sama namun masih sadar setelah kejang.

Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami demam yang disertai kejang. Frekuensi

5-10 kali. 1 hari yang lalu pasien dibawa berobat ke dr. SpS dan mendapat obat

fenitoin 3 x 100 mg peroral, dumin, haloperidol, ciprofloxasin, Triheksifenidil.

Dari riwayat pribadi dan social, pasien diketahui keluarga terbelakang mental,

segala kebutuhan dasar seperti mandi, mengganti pakaian, makan, minum, BAB,

BAK dibantu oleh keluarga.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien Soporous (GCS:

E3M5V1), tanda rangsang meningeal (-) ↑ TIK (-), pemeriksaan n.cranial: pupil

isokhor, Ø 3 mm/3 mm, RC +/+, Doll’s Eye Movement bergerak, plica

23

Page 24: Epi Lepsi

nasolabialis kanan = kiri, reflek muntah sukar dinilai, motorik: tes jatuh:

lateralisasi ke kanan, sensorik : respon (+) terhadap nyeri, RF : ++/++, RP : --/--

Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah O2 3 liter/menit, diet

MC, IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf, Fenitoin 3 x 100 mg IV (diencerkan dalam 20

cc NaCl 0,9%), Alinamin F 1 x 25 mg IV, Ceftriakson 2 x 1 gram Inj, Citicolin 2

x 500 mg IV, Dexametason 3 x 10 mg (tapering of), Ranitidine 2 x 50 mg IV,

Tamolive 3 x 1 gr IV, Asam folat 2 x 5 mg PO

24

Page 25: Epi Lepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Epilepsi. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University

Press, Yogyakarta, 2009:119-151.

2. http://www.ina-epsy.org/2010/08/epilepsi-di-indonesia.html

http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf

3. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm

4. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-

epilepsi-pada-anak-2

5. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/

Causesofepilepsy

6. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

7. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 4. PERDOSSI, Bagian

Neurologi FKUI/ RSCM, Jakarta, 2012

8. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

25