epi lepsi

14
Anatomi dan Fisiologi Otak memiliki kurang lebih 15 millar neuron yang membangun subtansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek dan sensitif, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas : gerakan motorik, sensasi, berpikir dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom. sel- sel otak bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal- signal listrik. Kadang-kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.22 Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak ), hipokampus, dan area fronto-temporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal munculnya serangan epilepsi, Area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan serangan epilepsy umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tadi pada penderita epilepsi dapat memudahkan penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal serangan parsial atau munculnya serangan epilepsi umum primer.22 Klasifikasi 1) Bangkitan Parsial/fokal 1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran) a) Dengan gejala motorik. b) Dengan gejala sensorik. c) Dengan gejala otonomik. d) Dengan gejala psikis. 2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran) a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran. b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan. 3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik) a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

Upload: titi-pradani

Post on 29-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Anatomi dan FisiologiOtak memiliki kurang lebih 15 millar neuron yang membangun subtansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek dan sensitif, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas : gerakan motorik, sensasi, berpikir dan emosi. Di samping itu, otak merupakan tempat kedudukan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom. sel-sel otak bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.22Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak ), hipokampus, dan area fronto-temporal bagian mesial sering kali merupakan letak awal munculnya serangan epilepsi, Area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan serangan epilepsy umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tadi pada penderita epilepsi dapat memudahkan penyebaran aktivitas serangan mengikuti awal serangan parsial atau munculnya serangan epilepsi umum primer.22

Klasifikasi1) Bangkitan Parsial/fokal1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)a) Dengan gejala motorik.b) Dengan gejala sensorik.c) Dengan gejala otonomik.d) Dengan gejala psikis.2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran.b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umumb) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umumc) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)2) Bangkitan umum1. Bangkitan lena (absence)Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.2. Bangkitan mioklonikKejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.3. Bangkitan tonikMerupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.4. Bangkitan atonikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.5. Bangkitan klonikPada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak.6. Bangkitan tonik-klonikMerupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaatkemudian diikuti oleh gerakan klonik.

Patofisiologi EpilepsiAda dua mekanisme yang dapat menjelaskan suatu neuron epileptogenik, yaitu eksitabilitas abnormal dari jaringan saraf sebagai akibat dari gangguan depolarisasi dan repolarisasi serta sinkronisasi abnormal dari jaringan saraf. Penjalaran impuls yang menyimpang dari biasanya akan menyebabkan kekacauan sekelompok neuron sehingga dapat timbul serangan epilepsi.Eksitabilitas dari neuron dipengaruhi oleh :1). Membran sel dan lingkungan mikro dari neuron.Keduanya berperan dalam menjaga beda potensial elektris neuron melalui ermeabilitas selektif dan pompa ion (Nair, 2003). Kadar Kalium (K) adalah lebih tinggi pada intraneuronal daripada ekstraneuronal. Sebaliknya kadar Natrium (Na) adalah lebih tinggi pada ekstraneuronal daripada intraneuronal. Dengan demikian maka bagian dalam dari sel itu muatannya adalah negatif 5070mV bila dibandingkan dengan bagian luar. Keadaan demikian hanyalah dapat dipertahankan selama pompa Na, K dan ATPase bekerja dengan baik. Pompa Na adalah suatu mekanisme, yang menggunakan ATP sebagai sumber energi, untuk mengeluarkan ion Na keluar dari dalam sel setelah proses depolarisasi. Maka dari itu apabila terjadi suatu keadaan kekurangan ATP akan berakibat Pompa Na tidak mampu lagi untuk mengeluarkan Na dari dalam sel setelah proses depolarisasi. Sehingga kadar Na di dalam sel akan menjadi lebih tinggi dari semula. Dengan demikian maka keadaan di dalam sel itu tidaklah pulih menjadi negatif 5070 mV tetapi menjadi misalnya hanya negatif 20 mV. Keadaan tersebut akan mengakibatkan proses depolarisasi semakin mudah, sehingga suatu rangsangan ringan yang dahulu tidak menimbulkan depolarisasi kini dapat menimbulkan proses lepas muatan (Ngoerah, 1991).2). Proses intraseluler.Dikendalikan secara genetik. Proses itu meliputi pembentukan struktur sel, metabolisme energi, reseptor, pelepasan transmiter, dan saluran ion. Mekanisme sebenarnya berhubungan dengan komposisi ionik terutama ion Ca2+. Ion Ca2+ berpengaruh dalam hal:a). Sebagai mediator perubahan protein membran untuk memacu pelepasantransmiter dan pembukaan saluran ion.b). Aktivasi enzim yang mempengaruhi tempat reseptor sehingga mempengaruhi sensitivitas neuron tersebut.Perubahanperubahan dalam eksitabilitas ini dapat dihasilkan dengan mempengaruhi gengen yang bertanggung jawab terhadap influks ion Ca2+ 3). Ciri struktural neuronDua regio utama pada otak yang berhubungan dengan epilepsi adalah neokorteks dan hipokampus. Pada neokorteks, sinaps eksitatorik dibentuk terutama pada duri dendrit (dendriric spines) dan tangkai dendrit (dendritic shaft). Sedangkan sinaps inhibitorik lebih jelas terdapat pada soma atau pangkal dendrit. Perubahan morfologi neuron, baik secara spontan maupun sebagai respon terhadap trauma dapat meningkatkan eksitabilitas dengan peningkatan jumlah sinaps eksitatorik yang bermakna atau penurunan jumlah sinaps inhibitorik. Lesi pada badan sel atau batang neuron akan menyebabkan degenerasi dari ujung terminal akson, dan sebuah ujung terminal baru akan muncul untuk berhubungan dengan membran postsinaptik yang kosong, yang selanjutnya meningkatkan potensial eksitatorik dari neuron. Ion Kalsium yang muncul terutama pada dendrit menyebabkan depolarisasi yang diperpanjang, yang dapat memacu meningkatnya ion Na di dalam neuron. Sehingga waktu hiperpolarisasi pun menjadi lebih panjang. Letupan ini dipercaya berperan dalam periode depolarisasi paroksimal dan hiperpolarisasi dalam eksperimental fokus epileptik (Nair, 2003).4). Hubungan interneuronTransmisi neurokimia di antara neuron dapat mempengaruhi eksitabilitas neuron. Langkah ini menghasilkan pelepasan neurotransmiter ke celah sinaps dan membrane postsinaps, menghasilkan potensial postsinaptik yang eksitatorik dan inhibitorik. Neurotransmiter eksitatorik yang utama dalam sistem saraf pusat adalah asam amino glutamat dan aspartat. Sedangkan neurotransmiter inhibitorik yang utama adalah gama amino butiric acid (GABA) dan glisin. Neurotransmiter bekerja dengan mempengaruhi reseptor spesifik yang ada di membran postsinaps (Nair, 2003).Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa neurotransmiter asetilkolin merupakan hal yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktuwaktu. Apabila sudah cukup asetilkolin tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuronneuron kortikal dipermudah. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan dapat terjadi. Mungkin karena harus menunggu waktu hingga mencapai konsentrasi tersebutlah maka fenomena lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkala. Inilah ciri manifestasi epilepsi yaitu timbulnya serangan secara berkala tetapi tidak teratur (Mahar dan Priguna, 1997).Pada epilepsi tipe grand mal mekanisme hilangnya kesadaran dapat dijelaskan sebagaiadanya pelepasan muatan listrik pada nuclei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centercephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens ekstralemniskal. Input dari korteks serebri melalui lintasan tersebut menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input, maka timbulah koma. Pada grand mal terjadilah lepas muatan listrik dari inti intralaminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh (konvulsi umum) sekaligus menghalangi neuronneuron pembina kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang (Mahar dan Priguna, 1997).Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostraldari mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti intralaminaltalamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang pada otot skelet. Gambaran ini dikenal sebagai petit mal (Mahar dan Priguna, 1997).DiagnosisLangkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang atau bukan , dalam hal ini memastikannya biasanya dengan melakukan wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang mengetahui alamat Korespondensi. Dr. Utoyo Sunaryo Sp.S RSUD Dr. Mohammad Saleh, Jalan Mayjen Panjaitan 65 Kota Probolinggo Telp : 0335-433119, fax : 0335-432702. serangan kejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk menggambarkan kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien (Ahmed, Spencer 2004, Mardjono 2003).Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed, Spencer 2004, Hadi 1993, Harsono 2001, Kustiowati dkk 2003).1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.1. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj vu dan atau ada sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.1. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.1. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah post ictal period Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.1. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu malam hari.1. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, drug abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu dalam mencegah serangan kejang.1. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu untuk mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat obat anti kejang .1. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang? Pertanyaan ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?1. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejang secara lengkap.1. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan aura tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada aura , sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi bahaya terjadinya luka.1. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.

Riwayat medik dahulu.Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya (Ahmed, Spencer 2004).1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya? 1. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory distress?1. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?1. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.1. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.1. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?1. Apakah ada riwayat tumor otak?1. Apakah ada riwayat stroke?

Riwayat sosial.Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi (Ahmed, Spencer 2004).1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.1. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya.1. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor.1. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk mengurangi risiko terjadinya neural tube defects pada bayinya. 1. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol .

Riwayat keluarga.Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus (Ahmed, Spencer 2004).

Riwayat allergi.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat semacam rash perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas? (Ahmed, Spencer 2004)

Riwayat pengobatan.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya. (Ahmed, Spencer 2004)

Riwayat Pemeriksaan penunjang lain.Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan kepala atau MRI. (Ahmed, Spencer 2004)

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI.

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti caf au lait spots dan iris hamartoma pada neurofibromatosis, Ash leaf spots , shahgreen patches , subungual fibromas , adenoma sebaceum pada tuberosclerosis, port - wine stain ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada dupytrens contractures yang dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama. (Ahmed, Spencer 2004, Harsono 2001, Oguni 2004).

Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, gait , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi. Dysmorphism dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.(Ahmed, Spencer 2004, Harsono 2001, Oguni 2004, Sisodiya, Duncan 2000).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya drug abuse (Ahmed, Spencer 2004, Oguni 2004).

PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut (Duncan, Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.1. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave complexes adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang spesifik.1. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat menjelaskan manifestasi klinis daripadaaura maupun jenis serangan kejang. Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting sekali.1. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis epilepsi.1. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.1. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.

PEMERIKSAAN VIDEO-EEGPemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi (Kirpatrick, Sisodiya, Duncan 2000, Stefan, 2003).

PEMERIKSAAN RADIOLOGICt Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak (Harsono 2003, Oguni 2004)Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003)1. Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan struktural di otak.1. Perubahan serangan kejang.1. Ada defisit neurologis fokal.1. Serangan kejang parsial.1. Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.1. Untuk persiapan operasi epilepsi.CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).

PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGIPemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).