emulsi

25
TUGAS TERSTRUKTUR FARMASETIKA II “ SEDIAAN EMULSI “ Disusun oleh : 1. Desy Damayanti (G1F011033) 2. Erna Tugiarti Budiasih (G1F011034) 3. Rahmi Kania Soraya (G1F011035) 4. Khilman Husna Pratama (G1F011036) 5. Farah Maestri Diani (G1F011037) 6. Windhiana Sapti Argi (G1F011038) 7. Rizka Khoirunnisa (G1F011039) 8. Gitanti Rohman (G1F011040) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: wigati-nuraeni

Post on 08-Feb-2016

87 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EMULSI

TUGAS TERSTRUKTUR FARMASETIKA II

“ SEDIAAN EMULSI “

Disusun oleh :

1. Desy Damayanti (G1F011033)

2. Erna Tugiarti Budiasih (G1F011034)

3. Rahmi Kania Soraya (G1F011035)

4. Khilman Husna Pratama (G1F011036)

5. Farah Maestri Diani (G1F011037)

6. Windhiana Sapti Argi (G1F011038)

7. Rizka Khoirunnisa (G1F011039)

8. Gitanti Rohman (G1F011040)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2012

Page 2: EMULSI

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta karunia yang telah diberikan

kepada kita semua khususnya pada tim penyusun sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini dengan cukup baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW .

Makalah ini mengangkat tema tentang sediaan emulsi yang bertujuan untuk memenuhi

tugas terstruktur Farmasetika II serta berfungsi sebagai wadah pembelajaran bagi pihak yang

turut serta dalam penyusunan dan bagi para pembaca. Berdasarkan tema yang diangkat, makalah

ini berisi tentang definisi sediaan emulsi, macam-macam teori pembentukan, teori preparasi, hal-

hal yang perlu diperhatikan agar bentuk sediaan hasilnya baik, cara penyimpanan, serta aplikasi

sediaan emulsi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam bidang industri.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen Farmasetika II yaitu Ibu Vitis Vini Fera Ratna

Utami, M.Sc , Apt yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa kami

ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi terhadap penyusunan

makalah yang kami beri judul “Sediaan Emulsi “ ini.

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh

sebab itu, pintu kritik dan saran kami buka untuk kesempurnaan penyusunan dalam masa yang

akan datang.

Wassalamu’alaikum wr wb

Purwokerto, 28 Maret 2012

Tim Penyusun

Page 3: EMULSI

EMULSI

1. Definisi 

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak mau campur,

biasanya air dan minyak dimana caira suatu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan

yang lain.

Emulsi adalah suatu disperse di mana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat

cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur.

Emulsi adalah suatu system heterogen, yang terdiri dari tidak kurang dari sebuah fase cair

yang tidak bercampur, yang terdispersi dalam fase cair lainnya, dalam bentuk tetesan-tetesan,

dengan diameter secara umum, lebih dari 0,1 μm.

Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase cair yang tidak

bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar (eksternal).

Komponen emulsi :

Fase dalam (internal)

Fase luar (eksternal)

Emulsifiying Agent (emulgator)

Flavour dan pengawet yang berada dalam fasa air yang mungkin larut dalam minyak harus

dalam kadar yang cukup untuk memenuhi yang diinginkan.

Emulgator merupakan komponen yang peting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Ada

dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi ke dalam

fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut

pula dase dispers atau fase discontinue.

Penggunaan emulsi dibagi menjadi dua golongan yaitu emulsi untuk pemakaian dalam dan

emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi per oral atau pada injeksi

intravena yang untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau membrane mukosa yaitu

linemen, losion, cream dan salep. Emulsi untuk penggunaan oral biasanya mempunyai tipe M/A.

Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa tak enak itu. Flavour

ditambahkan pada fase ekstern agara rasanya lebih enak. Emulsi juga berpaedah untuk menaikan

Page 4: EMULSI

absorbsi lemak melalui dinding usus. Penggunaan emulsi untuk parenteral dibutuhkan perhatian

khusus dalam produksi seperti pemilihan emulgator, ukuran kesamaan butir tetes untuk injeklsi

intravena. Lecithin tidak pernah dipakai karena menimbulkan hemolisa. Pembuatan emulsi

untuk injeksi dilakukan dengan membuat emulsi kasar lalu dimasukan homogenizer, di tampung

dalam botol steril dan disterilkan dalam auto klap dan di periksa sterilitas serta ukuran butir.

Untuk pemakaian kulit dan membrane mukosa digunakan sediaan emulsi tipe M/A atau

A/M. emulsi obat dalam dasar salep dapat menurunkan kecepatan absorbsi dan eksintensinya

absorbsi melalui kulit dan membrana mukosa. Contoh: suspensi efedrin dalam emulsi M/A bila

dipakai pada mukosa hidung di absorbsi lebih lambat si banding larutannya dalam minyak, jadi

diperoleh prolonged action. Tetapi emilsi kadang-kadang dapat menaikan kecepatan absorbsi

perkusen dengan kata lain absorbsi kedalam dan melalui kulit .

Tipe emulsi ditentukan oleh sifat emulgator dan dapat disusun sebagai berikut:

1. emulgator yang larut atau lebih suka air (tween sabun natrium) maka akan terbentuk tipe

emulsi M/A dan emulgator akan larut atau suka minyak (sabun kalsium, span) akan

terbentuk tipe emulsi A/M.

2. bagian polar molekul emulgator umumnya lebih baik untuk melindungi kolesen. Maka itu

memungkinkan membuat emulsi M/A volume fase intern yang relative tinggi. Sebaliknya

emulsi tipe A/M volume fase intern akan terbatas, apabila air cukup banyak akan terjadi

inverse.

3. tipe emulsi juga dapat mempengaruhi viskositas tiap fase.

2. Teori Terbentuknya Emulsi

A. Teori terbentuknya emulsi ada beberapa yaitu :

1.Teori tegangan permukaan

Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang disebut dengan kohesi.

Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis yang

disebut dengan adhesi.

Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi

perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan terjadi pada

Page 5: EMULSI

permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan permukaan “surface tension”.

Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan

yang tidak dapat bercampur “immicble liquid”. Tegangan yang terjadi antara 2 cairan dinamakan

tegangan bidang batas “interface tension”.

Tegangan antar muka dapat di bedakan dengan tiga cara:

a). penambahan surfaktan yang menurunkan tekanan antar muka atau antara dua cairan yang

tak tercampur.

b). Penambahan substansi yang mneyususn melintangdiantara permukaan dari dua tetes cairan,

jadi memegang bersama-sama dengan kekuatan.

c).Penambahan zat akan membentuk lapisan film disekeliling butir-butir dari fase dispers,

secara mekanis melindungi mereka dari penggabungan butir tetes-tetes.

2.Teori orientasi bentuk baji  

Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif

dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air dan

ada molekul yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak.Setiap molekul emulgator dibagi

menjadi dua :

a.Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.

b.Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.

Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok

hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam minyak. Dengan demikian, emulgator

seolah-olah menjadi tali pengikat antara minyak dengan air dengan minyak, antara kedua

kelompok tersebut akan membuat suatu kesetimbangan.

3.Teori film plastik (interfacial film)

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dengan minyak,

sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase internal.

Page 6: EMULSI

Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel sejenis untuk bergabung menjadi

terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas

maksimum, syarat emulgator yang dipakai adalah :

a.Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.

b.Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.

c.Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel dengan segera.

4.Teori lapisan listrik rangkap (electric double layer)

Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan

permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai

muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel

minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan

menolak setiap usaha partikel minyak yang akan melakukan penggabungan menjadi satu

molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak yang

mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesame partikel akan tolak menolak

dan stabilitas akan bertambah.

Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara di bawah ini:

a.Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel,

b.Terjadinya adsorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya,

c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.

B. Metode Pembuatan Emulsi

Emulsi bisa dibuat dengan beberapa metode, tergantung pada sifat komponen emulsi dan

alat yang tersedia untuk digunakan. Pada skala kecil, seperti dalam laboratorium atau farmasi,

emulsi bisa dibuat dengan menggunakan Wedgewood atau adukan porselain dan penumbuk,

sebuah belender mekanis atau pencampur seperti Waring blender atau pencampur milk-shake,

sebuah pengaduk tangan, dan pengaduk tipe bangku, atau terkadang botol resep sederhana. Pada

skala besar, tangki-tangki pencampur yang bervolume besar bisa digunakan untuk membentuk

emulsi melalui penggunaan pendorong yang berkecepatan tinggi. Seperti yang diinginkan,

produk bisa dihaluskan dengan melewatkannya melalui sebuah tambang koloid, dimana partikel-

partikel dicukur antara celah kecil yang memisahkan rotor berkecepatan tinggi dan stator, atau

Page 7: EMULSI

dengan melewatkannya melalui sebuah pengaduk besar, dimana cair dipaksa pada tekanan besar

melalui lubang katup kecil. Pengaduk dalam industri memiliki kapasitas untuk menangani

sebanyak 100.000 liter produk per jam.

Selain cara di atas, metode pembuatan emulsi juga dapat dikelompokan menjadi beberapa

metode sebagai berikut :

Metode Gom Kering

Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah

komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh

perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator.

Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan

diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.

Metode Gom Basah

Disebutt pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau

melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti metode

gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus dilarutkan/didispersikan

terlebuh dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu

diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan cepat.

Metode Botol

Disebut pula metode Forbes (1). Metode inii digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan

menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini merrupakan variasi

dari metode gom kering atau metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan

kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar.

Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak(2). Ditambahkan dua

bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak

ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat

diencerkan dengan air sampai volume yang tepat(1).

Page 8: EMULSI

Metode Penyabunan In Situ

a. Sabun Kalsium

Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang dibuat dengan

sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat.

Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur

alami yang mengandung asam lemak bebas.

b. Sabun Lunak

Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase minyak. Jika perlu,

maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan

dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang sama, maka fase

eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan pengadukan.

c. Pengemulsi Sintetik

Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan (1).

Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan menggunakan

sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi ditambahkan pada fase dimana ia dapat

lebih melarut. Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat

metode penyabunan. Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand

homogenizer .

C. Efisien Emulsi Persiapan

Ketika membentuk emulsi, memastikan bahwa fase terdispersi ditambahkan ke fasa

kontinyu dengan benar. Pada skala laboratorium, hal ini kurang penting, tetapi ketika volume

yang lebih besar yang terlibat, adalah penting untuk mendapatkan hak ini, masalah yang umum

saat scaling up. Silverson In-Line mixer ideal untuk pembuatan emulsi, dan menambahkan fasa

terdispersi hanya sebelum mixer In-Line akan memastikan emulsi instan.

Agen-agen Pengemulsi

Page 9: EMULSI

    Tahap awal dalam preparasi sebuah emulsi adalah pemilihan pengemulsi. Agar bermanfaat

dalam sebuah preparasi farmaseutik, agen pengemulsi harus memiliki kualitas tertentu. Salah

satunya, harus kompatibel dengan komponen formulasi lainnya dan tidak boleh mengganggu

stabilitas atau efikasi agen terapeutik lainnya. Harus stabil dan tidak merusak preparasi.

Pengemulsi harus non-toksik dalam hal pemakaian dan jumlah yang dikonsumsi oleh pasien.

Dan juga, harus memiliki sedikit bau, rasa, atau warna. Yang paling penting adalah kapabilitas

agen pengemulsi untuk mempromosikan emulsifikasi dan untuk mempertahankan stabilitas

emulsi bagi ketahanan produk sesuai dengan jangka waktu yang diinginkan. 

Banyak tipe material yang telah digunakan dalam farmasi sebagai agen pengemulsi,

dimana ratusan atau bahkan ribuan yang telah diuji kapabilitas pengemulsinya. Walaupun belum

ada upaya yang dilakukan untuk membahas manfaat dari masing-masing agen ini dalam emulsi

farmaseutik, namun ada baiknya jika kita menyebutkan tipe-tipe material yang umum digunakan

dan pengaplikasiannya secara umum. Diantara pengemulsi dan stabilizer untuk sistem-sistem

farmasetik adalah sebagai berikut :

1.Material karbohidrat seperti agen-agen alami, acacia, tragacanth, agar, chondrus, dan

pectin. Material-material ini membentuk koloid-koloid hidrofil ketika ditambahkan ke air dan

pada umumnya menghasilkan emulsi minyak-dalam-cair. Acacia kemungkinan merupakan

pengemulsi yang paling sering digunakan dalam pembuatan emulsi-emulsi dadakan oleh para

farmasis komunitas. Tragacanth dan agar umum digunakan sebagai agen penebal pada produk-

produk yang diemulsi dengan acacia. Selulosa mikrokristalin digunakan pada beberapa suspensi

dan emulsi yang dibuat secara komersial sebagai sebuah pengatur kekentalan untuk menghambat

pengendalan partikel dan memberikan stabilitas dispersi.

2.Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur, dan casein. Zat-zat ini menghasilkan emulsi

minyak-dalam-air. Kekurangan gelatin sebagai sebuah pengemulsi adalah bahwa emulsi yang

dibuat dengannya seringkali terlalu cair dan lebih cair lagi pada saat didiamkan. 

3.Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearyl alkohol, cetyl alkohol, dan glyseril

monostearat. Zat-zat ini utamanya digunakan sebagai agen penebal pengstabil (stabilizer) untuk

emulsi minyak-dalam-air dari lotion dan salep tertentu yang digunakan secara eksternal.

Kolesterol dan turunan-turunannya juga bisa digunakan pada emulsi yang digunakan secara

eksternal dan mempromosikan emulsi cair-dalam-minyak. 

Page 10: EMULSI

4.Agen wetting (pelembab), yang bisa berupa anion, kation atau nonionik. Agen-agen ini

mengandung gugus hidrofil dan lipofil, dimana protein lipofil dari molekul pada umumnya

bertanggungjawab atas aktivitas permukaan dari molekul. Pada agen-agen  anionik, bagian

lipofil ini bermuatan negatif, tapi pada agen kation bermuatan posotif. Karena muatan ion nya

yang beralwanan, maka agen-agen anion dan kation cenderung saling menetralkan satu sama lain

jika terdapat dalam sistem yang sama sehingga dianggap tidak kompatibel satu sama lain.

Pengemulsi nonionik menunjukkan tidak ada kecenderungan untuk berionisasi. Dengan

tergantung pada sifatnya masing-masing, beberapa anggota tertentu dari kelompok ini

membentuk emulsi minyak-dalam-air dan beberapa lainnya membentuk emulsi cair-dalam-

minyak. Pengemulsi anion mencakup berbagai sabun monovalen, polyvalen dan sabun-sabun

organik seperti triethanolamin oleate dan sulfonate seperti sodium lauryl sulfat. Benzalkonium

klorida, yang dikenal karena sifat antibakterinya, bisa digunakan sebagai pengemulsi tipe kation.

Agen-agen dari tipe nonionik mencakup ester sorbitan dan turunan-turunan polyoksietilen,dan

sebagainya. 

Sifat ionik dari sebuah permukaan akan menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan

surfaktan untuk digunakan dalam membentuk sebuah emulsi. Surfaktan-surfaktan nonionik

efektif pada range pH 3 sampai 10; surfaktan kationik efektif pada range pH 3 sampai 7; dan

surfaktan anionik memerlukan pH yang lebih besar dari 8. 

5.Padatan-padatan yang terpecah halus seperti lempung koloid termasuk bentonite,

magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida. Bahan-bahan ini umumnya membentuk

emulsi minyak-dalam-air ketika material yang tidak dapat larut dimasukkan ke dalam fase cair

dengan catatan ada volume fase cair yang lebih besar dibanding fase minyak. Akan tetapi, jika

padatan bubuk ditambahkan ke dalam minyak dan volume fase minyak mendominasi, maka

sebuah zat seperti bentonite dapat membentuk sebuah emulsi cair-dalam-minyak. 

Volume fase internal dan eksternal dari sebuah emulsi cukup penting, tanpa

memperhitungkan tipe pengemulsi yang digunakan. Pada saat konsentrasi internal dari sebuah

emulsi meningkat, maka terjadi peningkatan viskositas dari emulsi sampai sebuah titik tertentu,

dan setelah itu viskositas berkurang tajam. Pada titik ini, emulsi mengalami inversi; yaitu,

perubahan dari emulsi minyak-dalam-cair menjadi emulsi cair-dalam-minyak atau sebaliknya.

Page 11: EMULSI

Pada prakteknya, emulsi bisa dibuat tanpa inversi dengan sebanyak 75% volume dari produk

yang menjadi fase internalnya.

Sistem HLB 

Secara umum, masing-masing agen pengemulsi memiliki bagian hidrofil dan sebuah

bagian lipofil dimana salah satu atau yang lainnya menjadi lebih atau kurang mendominasi dan

mempengaruhi dengan cara seperti tipe emulsi. Sebuah metode telah dianjurkan dimana agen

pengemulsi atau agen aktif-permukaan bisa dikategorisasi berdasarkan sifat-sifat kimia dan

berdasarkan keseimbangan hidrofil-lipofilnya atau “HLB”. Dengan metode ini, masing-masing

agen diberi nilai HLB atau nomor yang menunjukkan polaritas zat. Walaupun nomor ini telah

ditentukan hingga sampai 40, namun range yang biasa dipakai adalah antara 1 sampai 20.

Material yang sangat polar atau sangat hidrofil diberi nomor yang lebih tinggi dibanding material

yang kurang polar dan lebih lipofil. Secara umum, agen-agen aktif-permukaan yang memiliki

nilai HLB mulai dari 3 sampai 6 sangat lipofil dan menghasilkan emulsi air-dalam-minyak. Dan

agen-agen yang memiliki nilai HLB dari sekitar 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak-

dalam-cair.

Dalam sistem HLB, disamping menentukan nilai untuk agen-agen pengemulsi, nilai-nilai

juga berikan untuk zat minyak atau yang mirip minyak. Dalam menggunakan konsep HLB pada

pembuatan sebuah emulsi, seseorang akan memilih agen pengemulsi yang memiliki nilai HLB

yang sama atau hampir sama dengan fase minyak dari emulsi yang diinginkan. Sebagai contoh,

minyak mineral memiliki nilai HLB 4 jika emulsi cair-dalam-minyak diinginkan dan nilai HLB

10,5 jika emulsi minyak-dalam-air akan dibuat. Untuk membuat sebuah emulsi yang stabil, agen

pengemulsi yang dipilih harus memiliki nilai HLB yang mirip dengan nilai untuk minyak

mineral, tergantung pada tipe emulsi yang diinginkan. Jika diperlukan, dua atau lebih pengemulsi

bisa dikombinasikan untuk mencapai nilai HLB yang lebih baik. 

D. Beberapa sifat emulsi yang penting

- Demulsifikasi

Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi,

pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau

sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi

Page 12: EMULSI

minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke

atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak;

apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh

penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit

untukmemisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format

(CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH)

- Pengenceran

Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan.

Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk lapisan terpisah.

Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan emulsi

Stbilitas Fisik Emulsi

1. Creaming dan Hk.Stokes

Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas

dari fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui,

pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada

sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air;

sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi

krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.

2. Penilaian Kestabilan

Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,

dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang

disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang

lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan

kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi

terjadi dalam waktu yang sangat singkat .

Page 13: EMULSI

Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:

1)   Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini

menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap.

2)  Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik

yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid 

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:

1.       Tegangan antarmuka rendah

2.       Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka

3.       Tolakkan listrik double layer

4.       Relatifitas phase pendispersi kecil

5.       Viskositas tinggi.

Mekanisme kerja emulgator surfaktan

1.    Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi

bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada

permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting

mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi  yang lebih stabil karena

pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan

dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang

mendekat.

2.    Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan

multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi

pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya 

tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.

3.    Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda

yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan

Page 14: EMULSI

kristal mengarahkan kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur

spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur

kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang

berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.

Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan

tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang

lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat

diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan

yang berbeda (5).

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu

penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan

pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan

dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi.

Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik

disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar

permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.

Ketidakstabilan emulsi

Berdasarkan atas fenomena semacam itu, dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan

emulsi, yaitu:

a)    Flokulasi dan creaming.

Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya

tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan

dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsentrasi paling pekat

akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot jenis.

b)    Koalesense dan Demulsifikasi

Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh energy bebas permukaan, tetapi

disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan lapisan globul. Koalesen adalah peristiwa

penggabungan globul-globul menjadi lebih besar. Sedangkan Demulsifikasi adalah peristiwa

yang disebabkan oleh terjadinya proses lanjut dari koalesen. Kedua fase akhirnya terpisah

kembali menjadi dua cairan yang tidak dapat bercampur. Kedua peristiwa semacam ini emulsi

tidak dapat diperbaiki kembali melalui pengocokan (8).

Page 15: EMULSI

F. Penyimpanan Emulsi

G. Aplikasi Emulsi dalam kehidupan sehari-hari dan Industri

Penerapan dalam kehidupan sehari-hari

Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan

detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu emulgator yang akan

menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan

hidrofilik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari

minyak akan menjadi hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air,

dimana kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.

Penerapan dalam bidang industri

Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah industri saus salad

yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka bersifat hidrofilik dan

minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya akan

mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam larutan asam cuka setelah pengocokan

dihentikan, maka butiran-butiran akan bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar

sehingga asam cuka dan minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka

dapat ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem koloid ini

dikenal sebagai mayonnaise.

Page 16: EMULSI

KESIMPULAN

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak mau campur,

biasanya air dan minyak dimana caira suatu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan

yang lain. Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase cair yang tidak

bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar (eksternal).

Emulgator merupakan komponen yang peting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Ada

dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi ke dalam

fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut

pula dase dispers atau fase discontinue. Dalam pembuatan emulsi terdapat beberapa teori dan

metode pembuatanya, tetapi dalam proses pembuatan bukan hanya macam cara atau teori saja

yang harus diperhatikan melainkan berbagai stabilitas fisik maupun kimianya agar terbentuk

sediaan emulsi yang baik.

Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan

detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu emulgator yang akan

menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air. Dalam bidang industri salah satu sistem

emulsi yang digunakan adalah industri saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan

minyak.

Page 17: EMULSI

DAFTAR PUSTAKA

Masdin. 2010. Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi.http://bukujurnalartikel.blogspot.com.

Diakses pada tanggal 20 Maret 2012

Anonym.2011.Teori Terbentuknya Emulsi.http://ryzmanpharmachy.blogspot.com. Diakses

pada 20 Maret 2012

Anonym.2011.Emulsi.http://www.perfspot.com. Diakses pada tanggal 21 Maret 2012

Anonym.2010.Emulsifarmasi.http://staff.ui.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012

Anonym.2006.Koloid Emulsi.http://sistemkoloid11.blogspot.com. Diakses pada tanggal 19

Maret 2012

Anonym.2011.Emulsi.http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012

Anief, Moh.2007.Farmasetika.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Syamsuni.2005.Ilmu Resep.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran