emulsi
TRANSCRIPT
EMULSI
A. Pengertian
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan
zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan
yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam
cairan lainnya dalam bentuk tetesan–tetesan kecil, yang berukuran
0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang
cocok.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang ertinya menyerupai
milk, warnaemulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya
dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein
dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera
atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein yang terdapat
dalam bij tersebut.
Pada pertengahana abad XVIII, ahli farmasi perancis
memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum, oleum
anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab,
tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena
penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria
atauemulsi buatan.
B. Komponen Emulsi
Kom komponen dari Emulsi dapat digolongkan
menjadi 2 macam yaitu :
v Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat
didalam emulsi, biasanya terdiri dari :
1. Fase dispers / fase internal / fase diskontinyu
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat
cair lain.
2. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar
(pendukung) dari emulsi tersebut.
3. Emulgator
Adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
v Komponen Tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen
saporis,odoris, colouris, preservatif (pengawet), antoksidant.
Preservatif yang digunakan antara lain metil dan propil paraben,
asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol,
benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll.
Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat,
L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal
ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam
yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam
minyak. Air sebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai
fase eksternal.
D. Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata
dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroal.
Umumnya emulsi tipe O/W.
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O
tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi
yang dikehendaki.
E. Teori Terjadinya Emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam
teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Teoi tersebut ialah :
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis
yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki
daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut
dengan daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu
zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada
permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan
tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur.
Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan
tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-
senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan
senyawa organik tetentu antara lain sabun.
Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi
pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan
mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka
pada air.
Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas
antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara
partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan
kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas
maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel
fase dispers.
Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat
menutup semua permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan
dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap
partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang
saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha
dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan
menjadi satu molekul besar. Karena susunan listrik yang
menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik
disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini.
Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan
disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
Emulgator alam
Yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia
(gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini
membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan
umumnya menghasilkan emulsi m/a.
a. Gom arab
Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
Kestabilan emulsiyang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2
faktor yaitu :
- Kerja gom sebagai koloid pelindung
- Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah dituang
(tiksotropi).
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
- Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
- Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak.
- Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak
lemak.
- Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.
- Balsam-balsam.
- Oleum lecoris aseli
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2. Emulgator alam dari hewan
Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan adeps
lanae. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian
gelatin sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi
terlalu cair dan menjadi lebih cair pada pendiaman.
3. Emulgator alam dari tanah mineral
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsitipe m/a bila bahan padat
ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari
minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan
volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti
bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m. Selain itu juga
terdapat Veegum / Magnesium Aluminium Silikat
Emulgator buatan
1. Sabun
2. Tween 20; 40; 60; 80
3. Span 20; 40; 80
G. Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu :
1.Metode gom kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat
dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air
dan ¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4
bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu
ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan cepat dan
searah hingga terbentuk korpus emulsi.
2.Metode gom basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk
penyiapan emulsi dengan musilago atau melarutkan gum sebagai
emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti
metode gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang
digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam
air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air
lalu diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus diaduk dengan cepat.
3.Metode botol
Disebut pula metode Forbes. Metode inii digunakan
untuk emulsi dari bahan-bahan menguap dan minyak-minyak
dengan kekentalan yang rendah. Metode ini merrupakan variasi
dari metode gom kering atau metode gom basah. Emulsiterutama
dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian diencerkan dengan
fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah
minyak. Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu
volume air yang sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit
demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk,
dapat diencerkan dengan air sampai volume yang tepat.
4.Metode Penyabunan In Situ
a. Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air
jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak
dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan
pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ
disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak
bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam
fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen
tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan
hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang
sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam fase internal
dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode
tambahan.
Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ
dengan menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan
pengemulsi ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih melarut.
Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak
terjadi secepat metode penyabunan. Beberapa tipe peralatan
mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer .
Alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi, untuk
pembuatan emulsi yang baik.
1. Mortar dan stamper
2. Botol
3. Mixer, blender
4. Homogenizer
5. Colloid mill
H. Cara Membedakan Tipe Emulsi
Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan
bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya
suatu emulsi tipe m/a, maka emulsi ini akan mudah diencerkan
dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipe a/m.
Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna
dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi.
Misalnya amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan
terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah
pewarna yang larut minyak, maka akan terdispersi seragam
pada emulsi tipe a/m.
Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan
terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase
eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui,
pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan
tipeemulsi yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik,
densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air;
sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut
adalah tipe m/a, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah,
maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m.
Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair
mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat
menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu
system emulsi, konduktivitas elektrik tampak,
maka emulsi tersebut tipe m/a, dan begitu pula sebaliknya
pada emulsi tipe a/m.
Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar
sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar
ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh
daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m,
jika emulsi tipe m/a, maka fluorosensi hanya berupa noda.
I. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti
dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana
yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan
yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok
perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena
film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen
(menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini
dapat terjadi karena:
Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH,
penambahan CaO / CaCL2
Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan,
pendinginan dan pengadukan.
Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong
tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya
irreversible.
Viskositas emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi :
1.Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas
fase kontinu.
2.Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas
nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang
harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran partikel fase terdispersi ,
Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran
partikel, dan
o Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung
membentuk fase dalam yang dapat meningkatkan efek
penstabil, walaupun ia meningkatkan viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya
umur sediaan tersebut.
Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu disperse di mana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh
pembawa yang tidak bercampur (1).
Emulsi adalah suatu system heterogen, yang terdiri dari tidak
kurang dari sebuah fase cair yang tidak bercampur, yang
terdispersi dalam fase cair lainnya, dalam bentuk tetesan-tetesan,
dengan diameter secara umum, lebih dari 0,1 μm (2).
Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase
cair yang tidak bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar
(eksternal).
Komponen emulsi :
Fase dalam (internal)
Fase luar (eksternal)
Emulsifiying Agent (emulgator)
Tipe-Tipe Emulsi (3)
1. Tipe minyak/air (m/a atau o/w), dimana fase minyak terdispersi
dalam fase air (minyak=internal, air=eksternal)
2. Tipe air/minyak (a/m atau w/o), dimana fase air terdispersi dalam
fase minyak (air=internal, minyak=eksternal)
3. Tipe emulsi ganda (w/o/w dan o/w/o), lebih dikenal
dengan emulsidalam emulsi, yaitu suatu emulsi tipe tertentu yang
didispersikan lagi dalam suatu fase pendispersi. Tipe ini pada
umumnya dapat ditemui dalam formulasi kosmetika.
4. Mikroemulsi
Pengujian Tipe Emulsi (2)
Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan
bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya
suatuemulsi tipe m/a, maka emulsi ini akan mudah
diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya
dengan tipe a/m.
Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse
pewarna dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase
luar dari emulsi. Misalnya amaranth, adalah pewarna
yang larut air, maka akan terdispersi seragam
pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang
larut minyak, maka akan terdispersi seragam
padaemulsi tipe a/m.
Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan
terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase
eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui,
pembentukan arah krim dari fase dispers dapat
menunjukkan tipeemulsi yang ada. Pada sebagian besar
system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak
kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim
pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a,
jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah,
maka emulsitersebut merupakan tipe a/m.
Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan
berair mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak
dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda
diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas
elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan
begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe a/m.
Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika
terpapar sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji
dibawah paparan sinar ultra violet dan diamati dibawah
mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi
maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsitipe m/a,
maka fluorosensi hanya berupa noda.
Teori Emulsifikasi (1)
Teori Tegangan –permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak
saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-
masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-zat aktif permukaan
(surfaktan) atau zat pembasah, merupakan zat yang bekerja
menurunkan tegangan antarmuka ini.
Oriented Wedge Theory
Menganggap bahwa lapisan monomolecular dari zat pengemulsi
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini
berdasarkan pada anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu
mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang
merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu.
Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka
Bahwa zat pengemulsi membentuk lapisan tipis atau film yang
mengelilingi fase dispers dan diabsorbsi pada permukaan dari
tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya
fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan
makin besar dan makin stabil emulsinya.
Bahan-Bahan Pengemulsi (1)
1. Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia
(gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini
membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan
umumnya menghasilkanemulsi m/a.
2. Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, dan kasein. Bahan-
bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai
suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan
menjadi lebih cair pada pendiaman.
3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti : stearil alcohol, setil
alcohol, dan gliseril monostearat. Biasa digunakan sebagai
penstabil emusi tipe m/a dari lotio dan salep tertentu yang
digunakan sebagai obat luar. Kolesterol dan turunannya dapat
digunakan sebagai emulsiuntuk obat luar dan
menghasilkan emulsi tipe a/m.
4. Zat-zat pembasah, yang bersifat kationik, anionic dan nonionic.
Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dengan
bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan
dari molekul tersebut.
5. Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat
ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari
minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan
volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti
bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m.
Viskositas emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi :
1. Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas
fase kontinu.
2. Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas
nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang harus
dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran partikel fase terdispersi ,
Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran
partikel, dan
Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase
dalam yang dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia
meningkatkan viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya
umur sediaan tersebut.
Metode Pembuatan Emulsi (2)
Metode Gom Kering
Disebut pula metode continental dan metode
4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak
dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah emulgator.
Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2
bagian air dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu
ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan
cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
Metode Gom Basah
Disebutt pula sebagai metode Inggris, cocok untuk
penyiapanemulsi dengan musilago atau melarutkan gum
sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1
sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jika
emulgator yang digunakan harus dilarutkan/didispersikan
terlebuh dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1
bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan
minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk dengan cepat.
Metode Botol
Disebut pula metode Forbes (1). Metode inii digunakan
untuk emulsidari bahan-bahan menguap dan minyak-
minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini
merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode
gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan
kuat dan kemudian diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah
minyak(2). Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat,
suatu volume air yang sama banyak dengan minyak ditambahkan
sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama
terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volume yang
tepat(1).
Metode Penyabunan In Situ
a. Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air
jeruk,yang dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak
dan air dalam jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan
pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk secara in situ
disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak
bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam
fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen
tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan
hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang
sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam fase internal
dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode
tambahan (1). Secara umum, metode ini sama dengan metode
penyabunan in situ dengan menggunakan sabun lunak dengan
perbedaan bahwa bahan pengemulsi ditambahkan pada fase
dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan untuk
emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode
penyabunan. Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya
dibutuhkan, seperti hand homogenizer .
Referensi :
1. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (terjemahan)
Howard C. Ansell
UIP – Jakarta (2005)
2. Dispensing Of Medication
Robert E. King, PhD.
Mack Publishing Company – Pennsylvania (1984)
3. Remington’s Pharmaceutical Sciences 18th
Alfonso R. Gennaro
Mack Publishing Company – Pennsylvania (1990)
4. Teori dan Praktek Farmasi Industri (terjemahan)
Leon Lachman et.all.
UIP – Jakarta (1994)