elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/files/disk1/344/jbptunikompp-gdl... · web viewbidang perawatan...

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkesinambungan dapat meliputi seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan amanah yang harus dilaksanakan guna mewujudkan tujuan nasional yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat harus menghadapi tantangan yang berat pada umumnya seluruh aspek kehidupan dan pada khususnya dari aspek hukum, karena semakin berkembangnya zaman, maka semakin meningkat pula tingkat kejahatan khususnya pada bidang Hak Kekayaan Intelektual. Oleh karena itu penulis memilih Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Jawa Barat, untuk lebih mengetahui perihal proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual.

Upload: duongtram

Post on 07-Jun-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan yang berkesinambungan dapat meliputi seluruh aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan amanah yang harus

dilaksanakan guna mewujudkan tujuan nasional yang termuat dalam

Pembukaan UUD 1945. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat

harus menghadapi tantangan yang berat pada umumnya seluruh aspek

kehidupan dan pada khususnya dari aspek hukum, karena semakin

berkembangnya zaman, maka semakin meningkat pula tingkat kejahatan

khususnya pada bidang Hak Kekayaan Intelektual. Oleh karena itu penulis

memilih Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Jawa Barat, untuk lebih

mengetahui perihal proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual.

Selain itu, karena Indonesia sebagai negara kepulauan maka secara otomatis

memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal ini sejalan

dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa dan agama yang secara

keseluruhan merupakan potensi nasional yang harus dilindungi. Kekayaan seni

dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat

dan perlu dilindungi oleh Undang-Undang. Kekayaan itu tidak semata-mata

2

untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan

para penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi

itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja,

tetapi juga bagi bangsa dan negara.

Seiring dengan adanya karya intelektual yang harus dilindungi dan kemudian

karya intelektual tersebut menimbulkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) maka

HKI itu akan memerlukan jaminan perlindungan secara tegas. Cara yang paling

efektif dalam melindungi HKI tersebut, yaitu dengan mendaftarkan Hak

Kekayaan Intelektual (HKI) ke instansi yang berwenang dalam proses

pendaftarannya. Hal tersebut ditujukan untuk mendapat pengakuan dan

perlindungan hukum terhadap ciptaan, serta mengantisipasi terhadap

kemungkinanan yang terjadi, sebagaimana kasus pelanggaran merek Daito

yang secara tanpa hak mempunyai persamaan pada keseluruhannya dan atau

pada pokoknya dengan merek Daito yang telah sah terdaftar di Direktorat

Jenderal HKI Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Oleh karena itu

dalam hal ini untuk memudahkan seseorang yang berada di Jawa Barat, maka

proses pendaftaran HKI dapat dilakukan di Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia Kantor Wilayah Jawa Barat Berdasarkan SK. Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.09-PR.07.06 Tahun 1999 Tentang

Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Untuk

Menerima Permohonan Hak atas Kekayaan intelektual dan berdasarkan SK.

3

Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor : H-08-PR.07.10 – Tahun

2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Permohonan Pendaftaran

Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Tanggal 8 Desember 2000.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin memaparkan lebih rinci

mengenai kasus pelanggaran terhadap merek Daito sebagaimana tersebut di

atas dan proses permohonan pendaftaran Merek melalui kantor wilayah Jawa

Barat, untuk itu penulis menyusun sebuah laporan yang berjudul :

“TINDAK KEJAHATAN MEMPERDAGANGKAN BARANG HASIL

PENGGUNAAN MEREK SECARA TANPA HAK YANG DITANGANI OLEH

KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM JAWA BARAT ”.

B. Permasalahan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang diatas maka penulis

mencoba untuk mengidentifikasi mengenai kasus pelanggaran merek, salah

satunya yaitu kasus memperdagangkan barang Alat Kerja Kantor (ATK) secara

tanpa hak yang mempunyai persamaan keseluruhan dan atau pokoknya dengan

merek “Daito” yang sah telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

yang dimana hal tersebut telah melanggar ketentuan Perundang-undangan yang

berlaku.

4

C. Identitas Instansi

Instansi yang ditempati penyusun untuk kerja praktek ini bertempat di

Departemen Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Jawa Barat, di Jalan Jakarta

No. 27 Bandung. Penyusun ditempatkan di bagian Pelayanan Hukum, tepatnya

dibagian Pendaftaran Merek hal ini dimaksudkan agar sesuai dengan jurusan

yang diambil penyusun yaitu Jurusan Hukum Bisnis. Penyusun berada dibawah

pengawasan langsung Divisi tersebut.

D. Sejarah Terbentuknya Instansi

Terbentuknya Departemen Hukum dan HAM, telah melalui proses sejarah yang

sangat panjang dengan beberapa tahapan dimulai dari Peraturan Pemerintah

Nomor 2 Tahun 1945 Tentang Pembentukan Departemen-departemen di

Republik Indonesia. Selanjutnya, Pengumuman Pemerintah tanggal 19 Agustus

1945 Tentang Pembentukan Kabinet I, untuk Departemen Kehakiman Republik

Indonesia. Maka diangkat Prof.DR.MR. Supomo sebagai Menteri Kehakiman

Republik Indonesia pertama. Kemudian pada tanggal 1 Oktober 1945

Departemen Kehakiman diperluas, menjadi :

a. Kejaksaan berdasarkan Maklumat Pemerintah tahun 1945 tanggal 1

Oktober 1945.

b. Jawatan Topograpi berdasarkan Penetapan pemerintah tahun 1945 Nomor

1/S.D.

5

Sehubungan dengan hal tersebut, Mahkamah Islam Tinggi dikeluarkan dari

Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen Agama

Republik Indonesia berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor

5/S.D. seiring dengan hal itu pula, Jawatan Topograpi dikeluarkan dari

Departemen Kehakiman Republik Indonesia dan masuk ke Departemen

Pertahanan berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 8/S.D.

Pada tanggal 5 Juli 1959 keluar Dekrit Presiden untuk kembali ke Undang-

undang Dasar 1945. Kemudian dibentuk Lembaga Pembinaan Hukum Nasional

(LPHN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 194 tahun 1961 kedudukan

LPHN dipindahkan dari Perdana Menteri ke Departemen Kehakiman Republik

Indonesia. Berdasarkan, Undang-Undang Pedoman 19 tahun 1964, Lembaran

Negara Nomor 107 tahun 1964 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman, berlaku tanggal 31 Oktober 1964, maka Peradilan Negara Republik

Indonesia menjalankan dan melaksanakan hukum yang mempunyai fungsi

Pengayoman, yang dilaksanakan dalam lingkungan :

1. Peradilan Umum;

2. Peradilan Agama;

3. Peradilan Militer;

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

6

Pada lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung berdasarkan

Lembaran Negara Nomor 70 tahun 1965 menegaskan bahwa Kekuasaan

Kehakiman dalam lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh :

a. Mahkamah Agung;

b. Pengadilan Tinggi;

c. Pengadilan Negeri.

Pada saat itu, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964, Lembaran Negara Nomor

107 tahun 1964 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dianggap tidak

sesuai lagi dengan keadaan, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 14

tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan mulai

berlaku tanggal 17 Desember 1970 yang menegaskan Kekuasaan Kehakiman

adalah Kekuasaan yang merdeka, yang dilaksanakan oleh :

1. Peradilan Umum;

2. Peradilan Agama;

3. Peradilan Militer;

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44

tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen diatur tentang :

a. Kedudukan Tugas pokok dan Fungsi Departemen;

b. Susunan Organisasi Departemen : Tugas dan Fungsi Departemen

Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Staf Ahli dan

7

Unit-unit Vertikal di Daerah. Untuk susunan Organisasi Departemen

Kehakiman Republik Indonesia diatur dalam Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 45 tahun 1974, Lampiran 3, Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor J.S.4/3/7 tahun 1975 tentang

Susunan Organisasi dan Tata kerja Departemen Kehakiman Republik

Indonesia.

Kemudian, dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Tanggal 23 September 1985 Nomor M.06-UM.01.06 Tahun 1985

Tentang Penetapan Tanggal 30 Oktober Sebagai Hari Kehakiman Republik

Indonesia. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, Hari Kehakiman tersebut

dikenal dengan Hari Dharma Karyadhika.

Selanjutnya berdasarkan dengan hal tersebut, kemudian diberlakukan Sistem

Holding Company ke sistem Integrated di lingkungan Departemen Kehakiman

Republik Indonesia dengan surat persetujuan Menpan Nomor B

477/I/MENPAN/7/84 Tanggal 6 Juli 1984 Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 124/M Tahun 1984 dan Keputusan Meneri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor M.05-PR.07.10 Tahun 1984 Tentang Organisasi dan

Tata kerja Departemen Kehakiman Republik Indonesia.

Sehubungan dengan hal itu, menyebabkan timbulnya akibat dari reformasi yang

kemudian untuk menangani hal tersebut, maka dikeluarkan Keputusan Presiden

8

Republik Indonesia Nomor 136 tahun 1999 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, beserta Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 355/m tahun 1999 Tentang Pengangkatan Menteri

Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia. Kemudian setelah itu,

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2000 Tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa, di lingkungan Peradilan

Umum dikeluarkan dari Departemen Kehakiman Republik Indonesia dialihkan ke

Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan masa transisi paling lama 5 (lima)

tahun.

Berdasarkan Surat Persetujuan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara

Nomor 24/M.PAN/I/2000 dikeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan

Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor M.03-PR.07.10 tahun 2000

tanggal 5 April 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Hukum dan

Perundang-undangan Republik Indonesia. Setelah sidang tahunan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 7 Agustus 2000

sampai degan 14 Agustus 2000, Presiden Republik Indonesia KH. Abdurahman

Wahid merampingkan Kabinet Kesatuan dengan mengeluarkan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 234/m 2000 tentang pengangkatan Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra. Kemudian

yang terakhir nomenklatur berubah menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

9

Dalam perkembangannya, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia berada

dalam wilayah masing-masing provinsi. Salah satunya di Kantor Wilayah Jawa

Barat yang mempunyai wewenang sebagai penerima permohonan Hak

Kekayaan Intelektual dengan latar belakang sebagai berikut ;

1. Sangat luasnya wilayah Indonesia.

2. Sistem pemberian perlindungan hak kekayaan intelektual harus terpusat di

direktorat jenderal hak kekayaan intelektual

3. Potensi hak kekayaan intelektual daerah sangat besar untuk dikembangkan

4. Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat mendaftarkan hak

kekayaan intelektual.

Selain hal tersebut, kantor wilayah juga dapat memberikan pelayanan hukum

lainnya yang berada dalam lingkup Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor wilayah Jawa Barat, yang

berada di Jalan Jakarta Nomor 27 Bandung, mempunyai wewenang sebagai

Penerima Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan SK.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.09-

PR.07.06 Tahun 1999 Tentang Penunjukan Kantor Wilayah Departemen Hukum

dan Hak Asasi Manusia Untuk Menerima Permohonan Hak atas Kekayaan

intelektual dan berdasarkan SK. Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

Nomor : H-08-PR.07.10 – Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

10

Penerimaan Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor

Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Tanggal 8 Desember 2000.

Kantor Wilayah Jawa Barat ini berdiri dan menjalankan tugas serta

wewenangnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

11

BAB II

LANDASAN TEORI

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur, merata materil dan spiritual, sebagaimana tercantum dalam

alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

umum,...”

Amanat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

tersebut merupakan konsekuensi hukum yang mengharuskan pemerintah tidak

hanya melaksanakan tugas pemerintahan saja, melainkan juga pelayanan

hukum melalui pembangunan nasional.

Berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa

Indonesia adalah Negara Hukum, oleh karena itu segala kegiatan yang

dilakukan di Indonesia diatur oleh hukum dan berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan

pembangunan dalam kegiatan perekonomian dijabarkan melalui pasal 33 ayat

12

(1) dan (4) UUD 1945 yang menitikberatkan pada perekonomian nasional dan

kesejahteraan sosial dalam pembangunan.

Selanjutnya, dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

yaitu :

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada

saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia

ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka,

bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Rumusan Pembukaan Alinea kedua tersebut, terdapat makna “Adil dan

Makmur”, bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah memberikan

kesejahteraan pada masyarakat, secara yuridis hal ini tentu saja dapat

menunjuk kepada seberapa besar kemampuan hukum dapat memberikan

manfaat kepada masyarakat karena hukum dibuat oleh Negara dan ditujukan

kepada tujuan tertentu.

Pelayanan hukum yang mengatur tentang merek diatur dalam Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, merek didefinisikan sebagai

sebuah tanda yang terdiri dari :

Gambar;

13

Nama;

Kata;

Huruf-huruf;

Angka-angka;

Susunan warna;

Atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Rumusan definisi tersebut mencakup bentuk dan kombinasi warna dari sebuah

produk barang. Oleh karena itu, perlindungan atas bentuk dan gaya (style) dari

tampilan/bungkus produk yang dihasilkan sebuah perusahaan adalah hal yang

perlu diperhatikan oleh pemilik merek dari produk tersebut. Tindakan

perlindungan atas tampilan dari suatu produk juga dapat membantu mereka

menindak pihak lain yang meniru tampilan produk tersebut tanpa izin. Oleh

sebab itu untuk melindungi hal tersebut, maka dalam Undang-undang Nomor 15

tahun 2001 Tentang Merek diatur mengenai, suatu hal yang tidak dapat

didaftarkan sebagai merek, yaitu:1

Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik.

Merek yang bertentangan dengan moral,perundang-undangan dan

ketentuan umum.

Merek yang tidak memiliki daya pembeda.

1 Lindsey BA Tim,Prof. LL. B.,Blit.,Ph.D dan Prof. Dr. Eddy Damian, S.H. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar . Alumni. Bandung, 2003, hlm. 134

14

Tanda-tanda yang telah menjadi milik umum merek yang semata-mata

menyampaikan keterangan yang berhubungan dengan barang atau jasa.

Permohonan Merek dapat ditolak apabila :

Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek

yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam perdagangan

barang atau jasa yang sama.

Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek

terkenal milik orang lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan indikasi

geografis yang sudah dikenal.

Nama dan foto dari orang terkenal, tanpa izin darinya.

Lambang-lambang Negara, bendera tanpa izin dari pemerintah.

Tanda atau cap atau stempel resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak

berwenang.

Pada dasarnya, sebuah merek mempunyai nilai yang sangat tinggi karena hal

tersebut merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik

merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu

dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada

pihak lain untuk menggunakannya, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 3

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

15

Mengenai pelanggaran merek, terdapat dua macam pemeriksaan kasus

pelanggaran yang melibatkan tergugat dan penggugat. Apabila salah satu cara

terpenuhi, maka penggugat akan menang. Oleh karena itu penggugat harus

membuktikan bahwa merek tersebut tergugat,yaitu :

1. Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dimiliki

penggugat; atau

2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau

jasa tergugat.

Cara untuk melihat suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan

merek yang lain, yaitu membandingkan kedua merek tersebut, dengan

memperhatikan persamaan dan perbedaannya serta cirri-ciri penting dan kesan

kemiripan atau perbedaan yang timbul. Apabila merek-merek tersebut sama

atau hampir sama, maka pelanggaran merek telah terjadi.2 Seseorang dapat

dikatakan telah melakukan pelanggaran terhadap merek, apabila telah

memenuhi unsur-unsur yang dapat dikenakan tindak pidana merek, yaitu3:

1. Tindakan seseorang/badan hukum yang dengan sengaja menggunakan

merek orang lain secara tanpa hak (tindakan yang dilakukan tanpa ijin dari

pemilik merek yang sudah terdaftar.

2. Menggunakan merek milik pihak lain tersebut dapat berupa yang sama pada

keseluruhannya atau yang sama pada pokoknyauntuk barang/jasa sejenis.

2Ibid., hlm. 1473Departemen hukum dan HAM Kanwil Jabar, Pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual, 2004, hlm. 13

16

3. Diproduksi (tindakan membuat suatu produk dari bahan mentah menjadi

bahan jadi)

4. Diperdagangkan (mendistribusikan produk hasil pelanggaran yang telah

dihasilkan)

5. Memperdagangkan (menjual produk hasil pelanggaran).

Berdasarkan hal tersebut diatas, sebagai pemilik merek terdaftar dapat

mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan

merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk

barang atau jasa yang sejenis berupa, gugatan ganti rugi dan/atau penghentian

semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut,

sebagaimana berdasarkan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 Tentang Merek. Sehubungan dengan pelanggaran merek tersebut,

maka diberlakukan sanksi bagi pelaku yang melakukan tindak kejahatan

terhadap merek, yang diatur dalam ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor

15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang dimana sanksi tersebut berupa sanksi

pidana. disebutkan bahwa :

“barang siapa yang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Selanjutnya, mengenai masalah hak kekayaan intelektual secara

keseluruhannya tidak hanya menjadi urusan suatu negara, melainkan menjadi

urusan masyarakat internasional. Sejak ditandatanganinya Agreement

17

Establishing the World Trade Organization (WTO) beserta lampiran-

lampirannya: Annex 1A, B, C; 2, 3 dan 4, perlindungan hak kekayaan

internasional semakin ketat dan perlindungan hukumnya dapat dilaksanakan

melalui suatu Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body).4

Sebagaimana diatur pula dalam ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 Tentang Merek, menyebutkan bahwa sengketa tentang merek

dapat diselesaikan melalui arbitrasi atau alternatif penyelesaian sengketa. Hal

tersebut, dikarenakan Indonesia merupakan salah satu anggota dari WTO.

Adapun Pengertian, Maksud dan Tujuan dari WTO/GATT, WTO yaitu Organisasi

Perdagangan Dunia yang berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi

perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk menciptakan

persaingan sehat di bidang perdagangan internasional  bagi para anggotanya.

Sedangkan secara filosofis tujuan WTO adalah untuk meningkatkan taraf hidup

dan pendapatan, menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan

produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya

dunia. 

Selanjutnya, fungsi utama dari WTO adalah sebagai forum bagi para

anggotanya untuk melakukan perundingan perdagangan serta

mengadministrasikan semua hasil perundingan dan peraturan-peraturan

perdagangan internasional. WTO mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995

yaitu dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization yaitu 

4 Lindsey BA Tim,Prof. LL. B.,Blit.,Ph.D dan Prof. Dr. Eddy Damian, S.H. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar , Alumni, Bandung, 2003, hlm. 23

18

persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang ditandatangani

para menteri perdagangan negara-negara anggota WTO pada tanggal 15 April

1994 di Marrakesh, Maroko. Saat ini anggota WTO mencapai 143 negara

ditambah dengan 31 negara yang saat ini sedang dalam proses

Persetujuan yang diatur perdagangan internasional sebelum adanya WTO

selama kurang lebih 48 tahun, diatur oleh General Agreement on Tariffs and

Trade (GATT 1947) yang berlaku secara “ad interim agreement”  (bersifat

sementara), terdiri dari 38 pasal dan hanya mengatur perundingan di bidang

tarif.5

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diakui manfaat menandatangani

WTO khususnya bagi negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia

Karena dengan menandatangani dan meratifikasi WTO, tiap negara anggota

mempunyai hak hukum untuk tidak diperlakukan secara diskriminasi  oleh

anggota WTO lainnya baik perlakuan dibidang tarif, non tarif maupun  perlakuan

secara nasional (national treatment). Disamping itu pula negara  anggota WTO,

khususnya negara berkembang berhak untuk memperjuangkan haknya,

misalnya melalui penyelesaian sengketa WTO dan mempersalahkan kebijakan

negara lain yang dianggap merugikan kepentingan negara-negara berkembang

diberbagai forum relevan di WTO.

5 Ibid., hlm. 28

19

Berbagai persetujuan WTO dapat dipergunakan oleh negara-negara

berkembang untuk melindungi kepentingan dalam negerinya  (pada umumnya

industri dalam negeri) dari impor  yang terbukti mengandung unsur  “unfair”.

Keuntungan lainnya yang penting adalah bahwa negara-negara berkembang

ikut menentukan anggota perundingan perdagangan internasional dimasa

mendatang yang selama ini sangat didominasi  negara maju. Hal ini tidak

dimungkinkan apabila negara-negara berkembang tidak berada dalam  sistem

WTO tersebut.

Kemudian berdasarkan hal tersebut, adapun hubungan Hak Kekayaan

Intelektual dengan TRIPs WTO yaitu dalam masalah perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual, yang dimana permasalahan perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual tidak hanya menjadi urusan suatu negara, melainkan sudah menjadi

urusan masyarakat internasional. Sebagai salah satu negara yang memiliki

komitmen yang sangat kuat terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual,

Indonesia juga sudah lama terlibat secara aktif dalam kerangka kerja baik yang

bersifat regional maupun internasional dibidang Hak Kekayaan Intelektual.

Pengaturan internasional dalam masalah Hak Kekayaan Intelektual merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pengaturan Hak Kekayaan

Intelektual Indonesia. Masalah Hak Kekayaan Intelektual internasional telah

menjadi sumber yang penting bagi hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia,

dan sistem administrasi internasional memberikan sumbangan kepada sistem

administrasi Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Indonesia juga telah

20

menjadi peserta aktif dalam banyak pengembangan Hak Kekayaan Intelektual

internasional saat ini, khususnya mengenai keikutsertaannya sebagai negara

peserta dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Organisasi Hak

Kekayaan Intelektual Internasional (WIPO).

Peran serta Indonesia secara langsung di dalam kerja sama hukum Hak

Kekayaan Intelektual Internasional telah dimulai sejak tahun 1950 dengan

meratifikasi konvensi Paris, sebuah perjanjian internasional dibidang hak

kekayaan industri. Kemudian Indonesia mengambil bagian di dalam Putaran

Uruguay (1986-1994), yang merupakan salah satu rangkaian terakhir

perundingan perdagangan multilateral. Termasuk menjadi anggota peserta

perundingan-perundingan perjanjian pendirian WTO yang salah satu

komponennya adalah TRIPs.6 Dengan demikian Indonesia merupakan Negara

peserta pendiri (Original Member) dari WTO pada saat organisasi tersebut

didirikan tahun 1995.

Pada dasarnya TRIPs merupakan sebagian dari keseluruhan sistem

perdagangan yang diatur WTO. Keanggotaan Indonesia pada WTO

menyiratkan bahwa Indonesia secara otomatis terikat pada TRIPs. Dengan kata

lain, adalah tidak mungkin hanya menjadi peserta TRIPs tanpa menjadi anggota

dari WTO karena hak-hak dan kewajiban dari TRIPs hanya timbul apabila suatu

negara menjadi anggota WTO. Begitupun sebaliknya, adalah tidak mungkin

untuk menjadi anggota WTO tanpa menjadi peserta TRIPs. Dengan demikian,

6 Ibid., hlm. 24

21

TRIPs dalam HKI merupakan hak ekonomis dan hak non ekonomis, yang

dikenal dengan hak moral. Hak moral ini merupakan hak khusus yang menjamin

integritas pencipta dan karya ciptanya. Hak ini tidak didasarkan kepada TRIPs

yang hanya mengatur hak-hak ekonomi, tetapi didasarkan kepada konvensi

Berne. Pada hak moral, pencipta berhak untuk tetap disebut sebagai pencipta.

Seorang pencipta berhak untuk mengontrol reproduksi atau pengalihwujudan

karyanya agar tidak menghancurkan reputasinya dan karyanya.7

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan prinsip-

prinsip TRIPs, setiap Negara penendatangan TRIPs terikat untuk tidak

menerapkan perlakuan yang berbeda bagi Negara-negara penendatangan

TRIPs lainnya. TRIPs juga menganut prinsip perlindungan standar minimum,

yaitu merupakan batas minimal perlindungan.8

BAB III7 Budi Fitriadi, Laporan Pelatihan Hak Kekayaan Intelektual, UNIKOM, Bandung, Mei 2004, hlm. 28 Ibid., hlm. 2

22

KEGIATAN KERJA PRAKTEK

A. Kegiatan Mahasiswa Pada Saat Melakukan Kerja Praktek.

Selama menjalani kerja praktek mulai dari tanggal 01 Agustus 2008 sampai

dengan tanggal 29 Agustus 2008, tepatnya dari hari senin-jumat dari jam 08.00

– 14.00 WIB. Penulis diberikan pekerjaan secara umum pada awalnya. Mulai

dengan pemahaman tentang pekerjaan di bagian pelayanan hukum. Walaupun

penulis ditempatkan di bagian pendaftaran merek akan tetapi penulis juga

diberikan pengetahuan tentang yang lain seperti tentang pendaftaran Hak

Kekayaan Intelektual lainnya, pendaftaran fidusia, serta tentang permohonan

kewarganegaraan RI. Hal ini dimaksudkan agar pengetahuan penulis bertambah

dan tidak terfokus pada satu bidang.

Pendaftaran merek melalui kantor wilayah jawa barat ini lebih banyak

dibandingkan dengan pendaftaran hak kekayaan intelektual lainnya. Untuk

proses pendaftaran merek harus sesuai dengan syarat dan tata cara

permohonan pendaftaran merek. Urutan prosedur pendaftaran merek, pertama-

tama penulis harus pastikan semua persyaratan pendaftaran merek sudah

lengkap, selanjutnya melengkapi berkas permintaan pendaftaran merek dengan

mengisi tanggal masuk, nomor agenda dan menempelkan etiket merek tersebut

kemudian di cap. Setelah itu penulis merekapnya ke dalam buku agenda.

Setelah itu berkas disatukan dengan etiket merek yang berjumlah 24 buah.

23

Selanjutnya, berkas permintaan pendaftaran merek tersebut dikirimkan ke pusat

(Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual) untuk diproses.

Pendaftaran merek, mulai dari awal pendaftaran sampai terbit sertifikat merek itu

kurang lebih selama 14 bulan. Kurun waktu 1 (satu) bulan pertama yaitu

Pemeriksaan Administratif setelah satu bulan masuk ke pemeriksaan Substantif

paling lama kurang lebih 9 (sembilan) bulan, setelah diperiksa, ternyata

permohonan dikabulkan dan kemudian dipublikasikan selama 3 (tiga) bulan.

Apabila dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan tersebut ternyata aman atau tidak ada

pihak yang keberatan dengan merek tersebut, maka mulailah pada tahap

persiapan pemberian sertifikat. Karena proses yang cukup lama, maka apabila

di kemudian hari ada yang keberatan dan menggugat merek tersebut akan di

tolak. Lain hal nya dengan kasus memperdagangkan barang secara tanpa hak

yang mempunyai persamaan pada keseluruhan dan atau pada pokoknya

dengan merek yang sama, yang sudah sah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI

dan Hak Asasi Manusia R.I, Sebagaimana kasus yang terjadi terhadap merek

“DAITO”.

Demikian kegiatan penulis pada saat kerja praktek di Departemen Hukum dan

HAM Kantor Wilayah Jawa Barat. Selanjutnya, dalam penulisan ini, penulis akan

memaparkan mengenai tindak kejahatan penggunaan merek secara tanpa hak

atas merek“DAITO” tersebut.

24

B. Persyaratan Formalitas Permohonan Pendaftaran Merek.

Syarat dan tata cara permohonan merek, dasar hukumnya adalah sebagai

berikut :

1. Syarat dan tata cara permohonan : pasal 7 Undang-Undang No.15 Tahun

2001 Tentang Merek

2. Pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek : pasal 13 dan

pasal 14 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek

3. Waktu penerimaan permohonan pendaftaran merek : pasal 15 Undang-

Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek

4. Perubahan dan penarikan kembali permohonan pendaftaran merek : pasal

16, 17 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek

5. SK. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :

M.09-PR.07.06 Tahun 1999 Tentang Penunjukan Kantor Wilayah

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Untuk Menerima Permohonan

Hak atas Kekayaan intelektual.

6. SK. Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Nomor : H-08-PR.07.10 –

Tahun 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Permohonan

Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor Wilayah Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Tanggal 8 Desember

2000.

Syarat dan Tata Cara Permohonan Merek melalui Kantor Wilayah Jawa Barat,

yaitu sebagai berikut :

25

1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada

Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :

a. Tanggal, bulan, dan tahun;

b. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon;

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui

kuasa;

d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur- unsur warna;

e. Nama Negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam

hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

2) Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya.

3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang

atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.

4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.

5) Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang secara

bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon

dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagaimana alamat

mereka.

6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan

tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas

merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon

yang mewakilkan;

26

7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),diajukan

melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak

yang berhak atas merek tersebut;

8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak

Kekayaan Intelektual;

9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan

Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan

tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

10) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat

diajukan dalam satu permohonan.

11) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis

barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan

pendaftarannya.

12) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

13) Permohonan yang diajukan Pemohon yang bertempat tinggal atau

berkedudukan tetap diluar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan

melalui Kuasanya yang ada di Indonesia.

14) Pemohon sebagaimana dimaksud diatas wajib menyatakan dan memilih

tempat tinggal Kuasa sebagai domisili hukumnya di Indonesia.

C. Visi dan Misi.

1. Visi Departemen Hukum dan HAM, yaitu :

27

Terwujudnya sistem dan politik hukum nasional yang mantap dalam rangka

tegaknya supremasi hukum dan HAM untuk menunjang tercapainya

kehidupan masyarakat yang aman, bersatu, rukun, damai, adil, dan

sejahtera.

2. Misi Departemen Hukum dan HAM, yaitu sebagai berikut:

Menyusun perencanaan hukum;

Membentuk, menyempurnakan, membaharui hukum, dan peraturan

perundang-undangan;

Melaksanakan penerapan hukum, pelayanan hukum dan penegakan

hukum.

Melakukan pembinaan dan pengembangan huukum.

Meningkatkan dan memantapkan pengawasan hukum;

Meningkatkan dan memantapkan kesadaran dan budaya hukum

masyarakat;

Meningkatkan dan memantapkan jaringan dokumentasi dan informasi

hukum nasional;

Meningkatkan upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan,

dan penghormatan hak asasi manusia;

Melaksanakan penelitian dan pengembangan hukum dan HAM;

Meningkat pembinaan suber daya manusia aparatur hukum;

Meningkatkan dan melindungi karya intelektual dan karya budaya yang

inovatif dan inventif;

28

Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

D. Tugas Pokok dan Fungsi.

Adapun Tugas dan Fungsi dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

dibidang Pelayanan Hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas, yaitu

Membantu Kepala Kantor Wilayah dalam melaksanakan sebagian tugas

Kantor Wilayah di bidang pelayanan hukum dan hak asasi manusia

berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal/Kepala

Badan terkait.

2. Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi,

yaitu sebagai berikut :

a. Pembinaan dan bimbingan teknis di bidang hukum;

b. Pengkoordinasian pelayanan teknis di bidang hukum;

c. Pelayanan administrasi hukum umum dan jasa hukum lainnya;

d. Pelayanan penerimaan permohonan pendaftarandi bidang hak kekayaan

intelektual;

e. Pelaksanaan ligitasi dan sosialisasi di bidang hak kekayaan intelektual;

f. Pelaksanaan pemenuhan, pemajuan, perlindungan, dan penghormatan

hak asasi manusia;

g. Pengembangan budaya hukum, pemberian informasi hukum,

penyuluhan hukum, dan diseminasi hak asasi manusia;

29

h. Pengkoordinasian program legislasi daerah;

i. Pelaksanaan pengkoordinasian jaringan dokumentasi dan informasi

hukum.

30

Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Jawa Barat terbagi ke dalam 4

(empat) Divisi, yaitu sebagai berikut :

31

1. DIVISI ADMINISTRASI

Divisi administrasi di bagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

a. Bagian Penyusunan Program dan Laporan

Bagian ini, di bagi ke dalam 2 (dua) sub bagian, yaitu :

Sub bagian Penyusunan Program;

Sub bagian Humas dan Laporan.

b. Bagian Umum

Bagian Umum di bagi ke dalam 2 (dua) sub bagian, yaitu :

Sub bagian Kepegawaian dan TU;

Sub bagian Keuangan dan Perlengkapan.

2. DIVISI PEMASYARAKATAN

Divisi Pemasyarakatan di bagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

a. Bidang Keamanan dan Pembinaan

Bidang Keamanan dan Pembinaan, di bagi ke dalam 2 sub bagian yaitu :

Sub bagian Keamanan dan Ketertiban;

Sub bagian Bimbingan Kemasyarakatan, Latihan kerja dan Produksi.

b. Bidang Perawatan dan Bina Khusus Narkotika

Bidang Perawatan dan Bina Khusus Narkotika, di bagi ke dalam 2 (dua)

sub bagian yaitu :

Sub bagian statistik;

Sub bagian Perawatan dan Bina Khusus Narkotika.

3. DIVISI KEIMIGRASIAN

32

Divisi Keimigrasian di bagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

a. Bidang Lalu Lintas dan Izin Tinggal serta Status Keimigrasian, di bagi ke

dalam 2 (dua) sub bagian yaitu :

Sub bagian Lalu Lintas Keimigrasian;

Sub bagian Izin Tinggal dan Status Keimigrasian.

b. Bidang Intelejen Penindakan dan Sistem Keimigrasian, di bagi ke dalam

2 (dua) sub bagian, yaitu :

Sub bagian Intelejen dan Penindakan Keimigrasian;

Sub bagian Sistem Informasi Keimigrasian.

4. DIVISI PELAYANAN HUKUM DAN HAM

Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di bagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

a. Bidang Pelayanan Umum

Bidang Pelayanan Umum di bagi ke dalam 2 (dua) sub bagian, yaitu :

Sub bagian Penyuluhan dan Bantuan Hukum;

Sub bagian Pelayanan Umum dan Hukum.

Bagian Pelayanan Umum dan Hukum pada Kantor Wilayah Departemen

Hukum dan HAM Jawa Barat mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Pengkoordinasian pelayanan teknis di bidang Hukum;

2. Pelayanan penerimaan permohonan pendaftaran di bidang Hak

Kekayaan Intelektual;

3. Pelayanan informasi tentang Hak Kekayaan Intelektual, Fidusia,

Keimigrasian dan Keimigrasian;

4. Penerimaan Pendaftaran Jaminan Fidusia;

33

5. Pembuatan Sertifikat Fidusia;

6. Penerimaan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual sampai diproses

untuk diajukan kepada Direktorat Jenderal HKI.

7. Pelayanan administrasi Hukum umum dan Jasa Hukum lainnya.

Adapun hal-hal lain yang dapat dilakukan oleh Kanwil pada bagian

pelayanan hukum secara spesifik di bidang HKI, yaitu :

1. Bekerjasama dengan Pemda;

2. Bekerjasama dengan sentra HKI;

3. Melakukan inventarisasi HKI di daerah;

4. Membina para pelaku ekonomi di daerah;

5. Mencegah masyarakat melakukan pelanggaran HKI.

b. Bidang Hukum

Bidang Hukum di bagi ke dalam 2 (dua) sub bagian yaitu :

Sub bagian Pengembangan Hukum;

Sub bagian Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum.

c. Bidang HAM

Bidang HAM di bagi ke dalam 2 (dua) sub bagian yaitu :

Sub bagian Perlindungan HAM;

Sub bagian Diseminasi HAM.

BAB IV

ANALISIS MENGENAI PENGGUNAAN MEREK SECARA TANPA HAK ATAS MEREK “DAITO”

34

Pengertian merek berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yaitu :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-

angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.”

Selanjutnya, dari pengertian diatas merek juga dapat diartikan sebagai sesuatu

(gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk

atau perusahaan di pasaran. Pengusaha biasanya berusaha mempertahankan

mereknya dan mencegah orang lain menggunakan merek mereka karena

dengan menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi baik dan

kepercayaan dari para konsumen serta dapat membangun hubungan antara

reputasi tersebut dengan merek yang telah digunakan perusahaan secara

umum.

Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik

merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk

menggunakannya kepada orang lain, dan harus didaftarkan terlebih dahulu di

dalam daftar umum merek.

35

Pemakaian Merek, mempunyai fungsi yaitu sebagai9:

1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum

dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;

2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup

dengan menyebut mereknya;

3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya;

4. Menunjuk asal barang atau jasa dihasilkan.

Berdasarkan fungsi merek tersebut, maka merek sangat penting dalam dunia

periklanan dan pemasaran karena secara umum sering mengaitkan suatu

image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah

merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga dan memiliki nilai

ekonomis. Dapat dikatakan bahwa, merek suatu perusahaan seringkali lebih

bernilai dibandingkan dengan asset riil perusahaan tersebut.10

Sehubungan dengan hal tersebut, merek juga berguna bagi para konsumen.

Mereka membeli produk tertentu (yang terlihat dari mereknya) karena menurut

mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi

dikarenakan reputasi dari merek tersebut. Namun jika ada perusahaan

menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen akan tertipu karena telah

9Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI, Hak Kekayaan Intelektual, Dirjen HKI. 2005., hlm. 3010Op. Cit., hlm. 131

36

membeli produk dengan kualitas yang lebih rendah. Secara hukum hal tersebut

termasuk kedalam tindak pelanggaran merek.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelanggaran merek ada dua macam

pemeriksaan kasus pelanggaran yang melibatkan tergugat dan penggugat.

Apabila salah satu cara terpenuhi, maka penggugat akan menang. Oleh karena

itu penggugat harus membuktikan bahwa merek tersebut tergugat,yaitu :

1. Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dimiliki

penggugat; atau

2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau

jasa tergugat.

Selanjutnya, terhadap kasus pidana merek yang dimana telah

memperdagangkan barang hasil penggunaan merek secara tanpa hak atas

merek “Daito” untuk jenis barang kertas karbon, stensil, kertas copy, kertas fax,

kertas telek, kertas stensil, pita mesin ketik, tinta stensil dan barang Alat Kerja

Kantor (ATK) lainnya.

Merek Daito tersebut telah digunakan oleh perusahaan lain yang berada di

Surabaya, dimana produk tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dengan

merek yang asli Daito yang telah sah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI,

sehingga konsumen tidak menyadari bahwa merek tersebut palsu. Oleh karena

itu hal tersebut telah menimbulkan dampak yang dapat merugikan pihak pemilik

37

dari merek Daito yang asli dan juga berdampak pada konsumen karena telah

membeli produk yang palsu dengan kualitas rendah.

Adapun dampak dari penggunaan merek milik pihak lain secara tanpa hak

tersebut, yaitu :

Dilihat dari pihak konsumen;

penggunaan merek milik pihak lain secara tanpa hak, akan merugikan

konsumen dikarenakan :

a. tidak ada jaminan kualitas dan keamanan.

b. Menyesatkan konsumen.

Dilihat dari pihak pemegang hak merek;

penggunaan merek milik pihak lain secara tanpa hak, akan merugikan

pemilik dari hak merek tersebut dikarenakan :

a. Menghilangkan kepercayaan konsumen.

b. Mengganggu citra perusahaan.

c. Menghambat kesempatan bisnis.

Pihak yang telah memperdagangkan barang hasil penggunaan merek secara

tanpa hak atas merek Daito tersebut, telah melanggar ketentuan Pasal 76

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang dapat dikenakan

sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 Tentang Merek, yang berbunyi :

“Barang siapa yang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil

38

pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Berdasarkan hal tersebut, maka pelaku dapat dijatuhi hukuman sebagaimana

hal tersebut diatas.

Penyelesaian kasus pelanggaran merek tersebut, selain Penyidik Pejabat Polisi

Negara RI, dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

tertentu di Direktorat Jenderal diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang

merek.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

wewenang, yaitu :

a. Melakukan pemerikasaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak

pidana di bidang merek;

b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga

melakukan tindak pidana di bidang merek berdasarkan aduan;

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek;

d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya

yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

39

e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang

bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan

terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti

dalam perkara tindak pidana di bidang merek; dan

f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak

pidana di bidang merek.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil, memberitahukan dimulainya penyidikan dan

hasil penyidikannya tersebut kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara RI.

Selanjutnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil menyampaikan hasil penyidikannya

kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI dengan

mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Tentang Hukum Acara Pidana.

Bentuk kegiatan penyidikan, dibagi ke dalam 4 (empat) tahap, yaitu 11:

1. Penyelidikan

2. Penindakan, ada beberapa tahap yaitu :

a. Pemanggilan

b. Penangkapan

c. Penahanan

d. Penggeledahan

e. Penyitaan Barang

11 Kompol Drs. Mahmud. HS, Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan HAM, Bandung, 2007.

40

3. Pemeriksaan, terhadap :

a. Saksi (Pemegang Hak, dll)

b. Ahli

c. tersangka

4. Penyelesaian dan Serah Berkas PKR, diantaranya :

a. Pembuatan Resume

b. Penyusunan Berkas Perkara

c. Penyerahan Berkas Perkara

Berdasarkan rumusan bentuk kegiatan penyidikan tersebut, pada dasarnya

adalah sebagai tugas pokok dari penyidik, yaitu menegakan hukum serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

41

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan analisis yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,

maka penulis dapat memberikan simpulan dan saran yaitu sebagai berikut :

A. SIMPULAN

Sebuah merek sangat berharga karena mempunyai nilai ekonomis, oleh karena

itu untuk memiliki hak atas merek tersebut, maka harus dilakukan pendaftaran

atas merek tersebut agar sah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI. Hal tersebut

dilakukan agar mencegah dan melindungi kemungkinan terjadinya pelanggaran

terhadap merek tersebut dikemudian hari. sebagaimana kasus pelanggaran

merek, yang memperdagangkan barang hasil penggunaan merek secara tanpa

hak atas merek Daito yang telah sah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI, dalam

hal ini pelaku dikenakan sanksi pidana dengan pidana kurungan paling lama 1

(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah). Penyelesaian kasus tersebut dilakukan oleh PPNS, dalam hal ini peran

aparat penegak hukum mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menegakkan sistem Hak Kekayaan Intelektual yang ada, serta optimalisasi

peran aparat penegak hukum akan mengurangi maraknya pelanggaran

terhadap karya intelektual dan mendorong lahirnya kreasi-kreasi bangsa. Selain

itu dengan mengoptimalkan peranan PPNS akan terwujudnya perlindungan

42

terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang baik dan akan membawa dampak pada

terciptanya iklim yang kondusif untuk meningkatkan arus investasi asing dan

adanya kepastian hukum.

B. SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis akan

mengemukakan saran, yaitu sebagai berikut :

Pemerintah harus lebih memperhatikan perihal keluhan atau laporan dari

masyarakat mengenai terjadinya pelanggaran di bidang Hak Kekayaan

Intelektual yang telah merugikan banyak pihak, dan dalam penyelesaian kasus

pemerintah dituntut lebih sigap menanganinya, agar memberikan kepercayaan

kepada masyarakat.

43

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Lindsey BA Tim,Prof. LL. B.,Blit.,Ph.D dan Prof. Dr. Eddy Damian, S.H. Hak

Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar , Alumni, Bandung, 2003

Budi Fitriadi, Laporan Pelatihan Hak Kekayaan Intelektual, UNIKOM, Bandung,

Mei 2004.

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI,

Hak Kekayaan Intelektual, Dirjen HKI. 2005.

Artikel :

Departemen hukum dan HAM Kanwil Jabar, Pelanggaran terhadap Hak

Kekayaan Intelektual, 2004

Kompol Drs. Mahmud. HS, Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual, Departemen

Hukum dan HAM, Bandung, 2007.

Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Website :

www.dgip.go.id

44