eksplorasi neozygites sp. (zygomycotina: … · use these entomophthoralean fungus as one of...
TRANSCRIPT
EKSPLORASI NEOZYGITES SP. (ZYGOMYCOTINA:
ENTOMOPHTHORALES) PADA KUTUDAUN WORTEL,
BAWANG DAUN DAN MENTIMUN DI BOGOR
SYIFA FEBRINA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Neozygites
sp. (Zygomycotina: Entomophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan
Mentimun di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Syifa Febrina
NIM A34100036
ABSTRAK
SYIFA FEBRINA. Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomophthorales)
pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor. Dibimbing oleh
RULY ANWAR.
Kutudaun merupakan salah satu hama penting pada tanaman sayuran.
Serangan kutudaun terlihat cukup tinggi pada tanaman wortel, bawang daun dan
mentimun. Cendawan Entomothorales diketahui dapat menjadi penyebab patogen
pada beberapa serangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan
menghitung tingkat infeksi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomothorales) pada
kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun di Bogor, Jawa Barat. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penggunaan cendawan tersebut
sebagai agens pengendali hayati pada kutudaun. Penelitian dilaksanakan dari
bulan Mei 2014 sampai Agusutus 2014. Pengambilan sampel kutudaun pada
tanaman wortel dan bawang daun dilakukan di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Bogor
sedangkan pengambilan sampel kutudaun pada tanaman mentimun dilakukan di
Desa Taman Sari, Taman Sari, Bogor. Pengambilan sampel kutudaun dilakukan
seminggu 1 kali selama 4 minggu. Sampel kutu yang diperoleh dari lapang
dimasukkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya sampel kutudaun dibuat preparat
dengan larutan lactophenol-cottonblue. Preparat kutudaun diidentifikasi
menggunakan mikroskop cahaya untuk mengetahui fase cendawan yang
menginfeksi kutudaun yaitu hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia,
saprophytic fungi dan resting spores. Fase Neozygites sp. yang ditemukan adalah
badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan saprofitik. Rata-rata
tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun mentimun sebesar (64.65%) dan
rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutudaun bawang daun sebesar
(6.43%).
Kata kunci: agens pengendali hayati, entomophthorales, kutudaun, sayuran.
ABSTRACT
SYIFA FEBRINA. Exploration of Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomophtho-
rales) on Carrot aphid, Green Onion, and Cucumber at Bogor. Under Supervised
RULY ANWAR.
Aphids are considered as ones of the important pests in vegetable crops. The
aphid populations were relatively high on carrot, green onion and cucumber as
well. Entomophthoralean fungi have been known as the pathogenic fungi in some
insects. The objective of this research was to explore and determine the infection
levels of Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomothorales) on carrot aphid, green
onion, and cucumber at Bogor. The results of this research can be considered to
use these entomophthoralean fungus as one of biological control agents on aphids.
The research was conducted from May until August 2014. The carrot aphids and
the green onion aphids were sampled in Tugu Selatan village, Cisarua, Bogor. On
the other hand, the cucumber aphids were sampled in Taman Sari village, Taman
Sari, Bogor. Aphids were sampled 1 time weekly for 4 weeks. The samples were
preserved in 30 ml screw cup vials filled with 70% alcohol. These were later will
be processed in the laboratory to confirm presence of the fungi. Microscope slide
squash mounts in lactophenol cotton blue were made for the aphids on each plant
to determine if secondary conidia, hyphal bodies, conidiophores, primary conidia,
and resting spores were present. The Neozygites sp. development stage were
found on aphids were hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia and
saprophytic fungi. The highest fungus infection levels occurred on cucumber
aphid (64.65%) and the lowest fungus infection levels occurred on green onion
aphid (6.43%).
Keywords: biological control agents, entomophthorales, aphids, vegetables.
.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSPLORASI NEOZYGITES SP. (ZYGOMYCOTINA:
ENTOMOPHTHORALES) PADA KUTUDAUN WORTEL,
BAWANG DAUN DAN MENTIMUN DI BOGOR
SYIFA FEBRINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomoph-
thorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan
Mentimun di Bogor.
Nama Mahasiswa : Syifa Febrina
NIM : A34100036
Disetujui oleh
Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si.
Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT senantiasa penulis panjatkan atas
rahmat dan karunia yang telah diberikan. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Rasullullah SAW, sebagai tauladan yang membawa umat
manusia menuju zaman terang benderang dan beradab.
Skripsi yang berjudul “Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Ento-
mophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor.”
dapat diselesaikan oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar,
M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si. selaku dosen penguji
tamu yang telah memberikan banyak saran dalam penulisan skripsi. Ucapan
teruma kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman laboratorium patologi
serangga yaitu Ariffatchur, Susilawati, Umami, Suci dan Bu Silvi yang telah
memberikan bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan
skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Departemen
Proteksi Tanaman angkatan 47, Joanna, Nurul, Beno, Sutarjo, Kiky, Addmas dan
Titah atas dukungan yang diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis ucapkan
kepada Sofia, Anang, Mama Rita Lindayati, dan Tante Ijum yang tak pernah lupa
mencurahkan doa dan dukungan. Ungkapan terimakasih terakhir penulis ucapkan
kepada Ayahanda Taufik Rahman dan Ibunda Chairina yang tak pernah lepas
mencurahkan kasih sayang, doa dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangannya, oleh
karena itu kritik dan saran diharapkan agar dapat menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi
dan pengetahuan bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, November 2014
Syifa Febrina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Bahan dan Alat 3
Pengambilan Sampel Kutudaun 3
Pembuatan Preparat 3
Identifikasi Fase Neozygites sp. 3
Perhitungan Tingkat Infeksi Neozygites sp. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Karakteristik Umum Lokasi Pengamatan 5
Gambaran Umum Tanaman Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor 5
Tingkat Infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun 7
Fase Neozygites sp. pada Kutudaun 9
Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis 13
SIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 19
DAFTAR TABEL
1. Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel 5
2. Gambaran umum lahan yang dijadikan tempat pengambilan sampel 6
3. Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun Wortel, 9
Bawang daun dan Mentimun di Bogor (%)
DAFTAR GAMBAR
1. Kondisi lahan dan tanaman yang dijadikan area pengambilan sampel 6
2. Proporsi fase Neozygites sp. pada kutudaun 8
3. Perbandingan kutudaun sehat dengan kutudaun yang terinfeksi badan hifa 10
4. Struktur konidia primer Neozygites sp. pada kutudaun 11
5. Struktur konidia sekunder Neozygites sp. pada kutudaun 12
6. Struktur cendawan saprofitik yang berasosiasi dengan Neozygites sp. 12
pada kutudaun
7. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis kutudaun 13
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jumlah kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang terinfeksi 17
Neozygites sp.
2. Persentase (%) kutudaun kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang 18
terinfeksi Neozygites sp.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Sayuran bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, protein
nabati, vitamin, dan mineral serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa
sayuran yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan adalah wortel, bawang
daun dan mentimun. Wortel bermanfaat sebagai sumber vitamin A, antioksidan
serta menetralkan racun dalam tubuh (Honggodipuro 2008). Produktivitas wortel
di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 465 534 ton, kemudian tahun 2013 me-
ningkat menjadi 512 111.8 ton (BPS 2013). Bawang daun mampu meningkatkan
produksi darah dalam tubuh karena di dalamnya terkandung zat besi. Menurut Ba-
dan Pusat Statistik, BPS (2013) produktivitas bawang daun di Indonesia pada ta-
hun 2012 mencapai 596 824 ton, kemudian tahun 2013 menurun menjadi
579 973.2 ton. Mentimun mengandung senyawa kukurbitasin, yang memiliki akti-
fitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun terdapat senyawa Conjugated Li-
noleic Acid (CLA) yang bersifat sebagai antioksidan yang dapat mencegah ke-
rusakan tubuh akibat radikal bebas (Astawan 2008). Menurut BPS (2013) pro-
duktivitas mentimun di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 511 525 ton, ke-
mudian tahun 2013 menurun menjadi 491 635.8 ton.
Kutudaun merupakan hama penting pada beberapa tanaman sayur-sayuran.
Kutudaun merusak tanaman dengan cara menghisap cairan daun sehingga ta-
naman menjadi layu dan kering. Hama ini juga berperan sebagai vektor virus pe-
nyakit tanaman. Serangan kutudaun pada tanaman wortel, bawang daun dan men-
timun terlihat cukup tinggi di lapangan. Melihat kerusakan yang disebabkan oleh
kutudaun terhadap tanaman maka harus dilakukan cara pengendalian yang tepat
dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Masyarakat mulai khawatir terhadap efek
penggunaan pestisida sintetis terhadap lingkungan. Kekhawatiran tersebut me-
ngakibatkan keinginan untuk pendekatan pengendalian yang lebih ramah ling-
kungan (Whipps dan Lumsden 1988). Oleh karena itu, perlu dicarikan cara
pengendalian yang ramah lingkungan seperti pengendalian secara biologi dengan
memanfaatkan organisme ataupun mikroorganisme antagonis. Saat ini sudah
banyak peneliti yang melaporkan keberhasilan melakukan pengandalian secara
biologi, yaitu baik dengan menggunakan musuh alami berupa parasitoid, predator
maupun mikroorganisme seperti virus atau cendawan.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa cendawan Entomophthorales dapat
mengendalikan populasi serangga hama dan tungau. Cendawan ini merupakan pa-
togen obligat yang berpotensi sebagai musuh alami beberapa serangga hama kare-
na cendawan ini dapat menyebabkan epizootic (Hajek 2004). Cendawan Ento-
mophthorales yang menjadi cendawan patogenik pada arthropoda diketahui ber-
asal dari famili Ancylistaceae (Conidiobolus), Entomophthoracae (12 genus) dan
Neozygitaceae (2 genus). Famili Meristacraceae hanya dari spesies Meritacrum mikoi yang merupakan patogen larva Tabanidae (Diptera) (Keller 2007). Jumlah
total cendawan Entomophthorales yang telah teridentifikasi adalah sebanyak 16
genus dan 233 spesies. Sebagian besar cendawan entomopatogenik termasuk ke
dalam famili Entomophthoraceae 195 spesies (87,4%), 17 spesies termasuk ke
dalam famili Neozygitaceae dan 10 spesies Ancylistaceae yang masing-masing
memiliki persentasi sebesar 7,6% dan 4,4%, sedangkan anggota dari famili
Meristacraceae hanya memiliki satu jenis spesies cendawan entomopatogenik.
Cendawan Entomophthorales yang diketahui dapat menginfeksi dan mematikan
kutudaun, yaitu Pandora neoaphidis, Conidiobolus thromboides, C. obscurus, C.
coronatus, Entomophthora planchoniana,dan Neozygites fresenii (Hatting et al.
1999).
Spesies dari famili Neozygitaceae umumnya menyerang arthropoda yang
berukuran kecil seperti tungau, Collembola, Thysanoptera dan Hemiptera (Keller
1997). Steinkraus et al. (1991) mengidentifikasi epizootik yang disebabkan oleh
N. fresenii secara efektif dapat mengurangi populasi kutudaun pada tanaman ka-
pas di Amerika Serikat bagian Selatan dan di Afrika. Bitton et al. (1979) juga
melaporkan bahwa kutudaun pada tanaman jeruk (Aphis spiraecola) telah terse-
rang N. fresenii di Israel. Cendawan tersebut diharapkan dapat menjadi agens pe-
ngendali hayati pada kutudaun di lapangan.
Tujuan Penelitian
Mengeksplorasi dan menentukan tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutu-
daun wortel. bawang daun dan mentimun di Bogor.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan penggunaan Neozy-
gites sp. sebagai agens pengendali hayati pada kutudaun.
2
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014. Peng-
ambilan sampel kutudaun wortel dan bawang daun dilakukan di Desa Tugu
Selatan, Kecamatan Cisarua, Bogor sedangkan pengambilan sampel kutudaun dari
tanaman mentimun dilakukan di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Bo-
gor. Identifikasi Neozygites sp. dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan lactophenol-cotton
blue, alkohol 70%, dan pewarna kuku bening. Alat yang digunakan adalah pinset,
lampu, kuas, pipet tetes, tisu, kertas label, preparat slide beserta kaca penutup, bo-
tol bervolume 30 ml, dan mikroskop cahaya.
Metode
Pengambilan Sampel Kutudaun
Pengambilan sampel untuk menentukan infeksi Neozygites sp. terhadap
kutudaun dilakukan 1 kali dalam seminggu selama 4 kali pada tanaman wortel dan
bawang daun, sedangkan pada tanaman mentimun hanya dilakukan 2 kali dalam 2
minggu dikarenakan tanaman mentimun sudah dibabat pada minggu ketiga.
Sampel diambil dari tanaman dengan cara memotong bagian tanaman yang
terserang kutudaun. Kutudaun yang diambil minimal 50-100 ekor dari masing-
masing tanaman. Sampel kutudaun yang sudah diambil dari lapangan dimasukkan
ke dalam botol 30 ml yang berisi larutan alkohol 70% untuk dilakukan pengujian
lebih lanjut di laboratorium.
Pembuatan Preparat
Sampel kutudaun yang telah diperoleh dari lapang dibawa ke Laboratorium
Patologi Serangga kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh individu kutudaun
ditata secara diagonal dengan ukuran kutudaun yang relatif sama, kemudian
kutudaun ditetesi oleh pewarna lactophenol-cotton blue. Setelah itu ditutup
menggunakan kaca penutup secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh
kutudaun agar isi tubuh kutudaun keluar sehingga mempermudah pengamatan.
Apabila lactophenol-cotton blue telah kering, pada bagian pinggir kaca penutup
diolesi oleh pewarna kuku bening agar preparat tidak mudah rusak. Preparat
kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel, tanggal
pengambilan sampel, dan waktu pengambilan sampel.
Identifikasi Fase Neozygites sp.
Preparat diamati menggunakan mikroskop cahaya untuk mengidentifikasi fase cendawan Entomophthorales (Neozygites sp.) yang menginfeksi kutudaun.
Serangga yang diamati dikategorikan ke dalam enam kategori (Steinkraus et al.
1995), yaitu kutudaun sehat, terserang konidia sekunder, badan hifa, konidiofor
dan konidia primer, spora istirahat dan cendawan saprofitik.
Perhitungan Tingkat Infeksi Neozygites sp.
Tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun dihitung menggunakan rumus:
Tingkat Infeksi (%) = x 100%
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Umum Lokasi Pengamatan
Pengambilan sampel kutudaun pada tanaman wortel dan bawang daun dila-
kukan di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
pada bulan Mei 2014 hingga Juni 2014 sedangkan pengambilan sampel kutudaun
pada tanaman mentimun di lakukan di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei 2014. Desa Tugu Selatan terletak
pada 006o41’21.68” LS 106
o57’1.67” BT sedangkan Desa Taman Sari terletak di -
6o39’11.42” LS 106
o44’36.37”.
Desa Tugu Selatan dan Desa Taman Sari terletak pada ketinggian yang
berbeda. Letak Desa Tugu Selatan lebih tinggi dibandingkan Desa Taman Sari.
Adapun curah hujan di Desa Tugu Selatan pada bulan Mei jauh lebih rendah di-
bandingkan dengan curah hujan di Desa Taman Sari. Kisaran suhu udara di Da-
erah Cisarua lebih tinggi daripada suhu udara di Daerah Taman Sari. Kelembaban
di Desa Tugu Selatan juga lebih tinggi dibanding dengan kelembaban di Desa Ta-
man Sari (Tabel 1).
Tabel 1 Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel
Karakteristik Desa Tugu Selatan Desa Taman Sari
Ketinggian (m dpl) 958.9 604.2
Curah hujan (mm) Mei : 220 Mei : 388
Juni : 199
Suhu (oC) 23-25 25-30
Kelembaban (%) 83-90 60-80
Gambaran Umum Tanaman Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor
Pengambilan sampel kutudaun diambil dari tempat yang berbeda. Pengam-
bilan sampel kutudaun wortel dan bawang daun dilakukan di Desa Tugu Selatan,
Cisarua sedangkan pengambilan sampel kutudaun pada tanaman mentimun di la-
kukan di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Ba-
rat. Lahan tanaman wortel dan bawang daun terletak di dekat pemukiman warga.
Sistem penanaman wortel dan bawang daun ditanam secara monokultur dan
tumpang sari (wortel dan bawang daun). Kondisi lahan tersebut bersih dari gulma
karena pembersihan gulma dilakukan seminggu sekali secara manual. Lahan men-
timun terletak agak jauh dengan pemukiman warga. Sistem penanaman yang di-
gunakan yaitu monokultur. Kondisi lahan tersebut kurang terawat. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya gulma yang disekitar pertanaman serta ajir yang jatuh
(Tabel 2).
Tabel 2 Gambaran umum lahan yang dijadikan tempat pengambilan sampel
Keadaan lahan Tanaman
Wortel Bawang daun Mentimun
Sistem
penanaman
Monokultur dan
tumpang sari
Monokultur dan
tumpang sari Monokultur
Kondisi lahan Bersih Bersih Banyak gulma
Umur tanaman 2-2.5 bulan 2-2.5 bulan 7-8 minggu
Tanaman sekitar Pakcoy, caisin,
tomat
Pakcoy, caisin,
tomat Singkong, talas
Kutudaun yang ditemukan dalam penelitian ini, tidak diidentifikasi. Ber-
dasarkan penelitian Bramantyo (2013), spesies kutudaun yang menyerang tana-
man wortel di Cisarua adalah Semiaphis dauci (Fabricius). Ciri morfologi kutu-
daun ini adalah tubuh berwarna hijau atau coklat dengan sedikit lapisan lilin putih
pada abdomen bagian dorsal, sedangkan menurut Anggarimurni (1997), spesies
kutudaun yang menyerang tanaman bawang daun di Cisarua adalah Neotoxoptera
formosana (Takahashi). Tubuhnya berwarna merah gelap sampai kehitaman.
Berdasarkan Bramantyo (2013) spesies kutudaun yang menyerang tanaman
mentimun adalah Aphis gossypii Glover yang berwarna kuning atau kuning
kemerahan atau hijau gelap sampai hitam.
Populasi kutudaun pada tanaman wortel cukup tinggi, terlihat pada daun
dan batang daun dipenuhi oleh kutudaun (Gambar 1D). Populasi kutudaun pada
tanaman bawang daun juga cukup tinggi, terlihat pada gejala yang di-timbulkan
cukup parah (Gambar 1E). Daun pada tanaman bawang daun yang terserang
kutudaun berwarna coklat dan layu. Populasi kutudaun mentimun yang terletak di
Desa Taman Sari juga cukup tinggi, terlihat pada gejala yang di-timbulkan cukup
parah (Gambar 1F). Daun mentimun terlihat mengalami klorosis dan berwarna
kecoklatan, pada bagian bawah daun terbanyak banyak koloni kutu-daun.
Gambar 1 Kondisi lahan dan tanaman yang dijadikan area pengambilan sampel.
(A) tanaman wortel di Desa Tugu Selatan, (B) tanaman bawang daun
di Desa Tugu Selatan, (C) tanaman mentimun di Desa Taman Sari
A B C
D E F
6
Kelimpahan populasi serangga pada tanaman dapat dipengaruhi oleh bebe-
rapa faktor fisik seperti curah hujan dan hembusan angin. Serangga kecil seperti
kutu-kutuan (Hemiptera) dapat rentan terhadap tetesan air hujan dan hembusan
angin. Tetesan hujan dan hembusan angin dapat menyebabkan serangga jatuh ke
tanah dan tidak dapat kembali kepermukaan daun, sehingga kelimpahan populasi
kutu pada daun akan berkurang (Steyenoff 2001).
Tingkat Infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun
Pengambilan sampel kutudaun wortel dan bawang daun di Desa Tugu
Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor dilakukan pada tanggal 7, 14, 21 dan 1 Juni
2014. Hasil pengamatan mikroskopis, fase Neozygites sp. yang ditemukan
menginfeksi kutudaun wortel adalah badan hifa, konidia sekunder, dan cendawan
saprofitik. Badan hifa hanya ditemukan pada pengamatan 2 dan 4 dengan
persentase berturut-turut sebesar 13.3% dan 10%. Konidia sekunder ditemukan
pada pengamatan 3 dan 4 sebesar 1.4% dan 10%. Cendawan saprofitik ditemukan
pada pengamatan 4 dengan persentase sebesar 6%.
Hasil pengamatan mikroskopis, fase Neozygites sp. yang ditemukan
menginfeksi kutudaun bawang daun adalah badan hifa, konidia sekunder, dan
cendawan saprofitik. Badan hifa hanya ditemukan pada pengamatan 1 sebesar
14%. Konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 3 dan 4. Persentasenya
berturut-turut sebesar 2% dan 4%. Fase konidia primer tidak ditemukan pada ku-
tudaun bawang daun. Cendawan saprofitik ditemukan pada pengamatan tanggal 1,
2 dan 4 dengan persentase berturut-turut 2%, 1.7% dan 2%.
Pengambilan sampel kutudaun mentimun di Desa Taman Sari yaitu pada
tanggal 1 dan 8 Mei 2014. Hasil pengamatan kutudaun pada tanaman mentimun
didapatkan badan hifa, konidia sekunder dan konidia primer. Persentase badan
hifa yang menginfeksi kutudaun pada kedua tanggal tersebut adalah 23.3% dan
63.8%. Fase konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 1 dan 2, sebesar 5%
dan 3.8%. Konidia primer hanya ditemukan pada pengamatan 1 dan tidak
ditemukan pada pengamatan 2 dengan persentase konidia primer sebesar 33.3%.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fase Neozygites sp. yang men-
dominasi yaitu badan hifa. Perbedaan infeksi diduga diakibatkan oleh faktor ling-
kungan diantaranya suhu udara dan kelembaban udara. Menurut Geest et al.
(2000) konidia primer dapat menyebar dan menghasilkan capilliconidia pada
waktu sebelum matahari terbit, saat suhu udara rendah dan kelembaban udara
tinggi.
7
Gambar 2 Proporsi fase Neozygites sp. pada kutudaun (A) infeksi pada kutudaun
wortel, (B) infeksi pada kutudaun bawang daun, (C) infeksi pada
kutudaun mentimun
B
C
A
8
Menurut Keller (2007) fase konidia primer merupakan fase yang paling ren-
tan terhadap kondisi lingkungan sehingga, fase tersebut akan cepat berkecambah
dan membentuk konidia sekunder untuk menginfeksi inang yang baru atau men-
jadi spora istirahat ketika lingkungan kurang mendukung dan ketidakadaan inang.
Fase spora istirahat juga tidak ditemukan pada penelitian ini. Fase ini sulit dite-
mukan diduga karena lingkungan masih mendukung dan inang masih tersedia da-
lam jumlah banyak, sehingga fase ini tidak ditemukan.
Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. kutudaun wortel, bawang daun dan
mentimun berbeda. Tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman
wortel 12.9%, tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman bawang
daun 6.43%, tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman mentimun
64.65%. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun di tanaman men-
timun dan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutudaun di tanaman ba-
wang daun (Tabel 3).
Tabel 3 Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun Wortel, Bawang
daun dan Mentimun di Bogor (%)
Pengamatan Wortel Bawang Daun Mentimun
1 0 16 61.7
2 13.3 1.7 67.6
3 14.3 2 -
4 24 6 -
Rata-rata 12.9 6.43 64.65
Fase Neozygites sp. pada Kutudaun
Preparat yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak 63 preparat (615
kutudaun). Kutudaun dimasukkan ke dalam salah satu dari 6 kategori, yaitu kutu-
daun sehat, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi konidia
primer dan konidiofor, terinfeksi spora istirahat dan terinfeksi cendawan saprofitik
(Steinkraus et al. 1995).
Proses infeksi Neozygites sp. pada inang dimulai dari infeksi konidia sekun-
der yang menempel pada kutikula inangnya. Konidia sekunder dihasilkan oleh ta-
bung kapiler yang disebut capilliconidium yang terdapat pada konidia primer sete-
lah itu konidia sekunder masuk dan membentuk miselium yang berubah menjadi
segmen-segmen kecil yang disebut badan hifa. Pada saat nutrisi dari inang telah
habis dan konidisi lingkungan menguntungkan yaitu pada kelembaban udara ting-
gi dan suhu udara rendah, badan hifa tersebut berkembang menjadi konidiofor dan
pada ujungnya akan terbentuk konidia primer. Konidia primer tersebut dilepaskan
dari ujung konidiofor melalui sporulasi. Karena tidak stabil dan tidak infektif, ko-
nidia primer membentuk konidia sekunder pada ujung kapiler yang siap untuk
menginfeksi inang yang baru.
Hasil pengamatan mikroskopis, fase Neozygites sp. yang ditemukan
menginfeksi kutudaun adalah konidia sekunder, konidia primer, badan hifa, dan
cendawan saprofitik (sekunder). Kutudaun yang sehat memiliki tubuh yang
9
mulus serta tidak terdapat hifa dari Neozygites sp. atau cendawan lain yang
menginfeksi (Gambar 3A). Badan hifa merupakan fase perkembangan vegetatif
yang hampir ditemukan pada semua spesies cendawan Entomophthorales. Hyphal
bodies berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada
inang yang terinfeksi. Badan hifa yang ditemukan pada pengamatan ini yaitu
berbentuk bulat (Gambar 3B). Badan hifa ditemukan pada sampel kutudaun yang
diambil dari ketiga tanaman.
Gambar 3 Perbandingan kutudaun sehat dengan kutudaun yang terinfeksi badan
hifa (A) Kutudaun sehat (B) Badan hifa yang mengisi tubuh kutudaun
Konidia primer terbentuk dari perkembangan konidiofor yang mengalami
perkecambahan dan berhasil menembus kutikula serangga. Konidia terbentuk
secara aktif dari bagian ujung konidiofor atau kapilokonidia (Keller 2007).
Konidia primer yang dihasilkan pada konidiofor tidak bercabang memiliki 2 atau
lebih nukleus, sedangkan yang dihasilkan oleh konidiofor bercabang memiliki 1
nukleus. Konidia primer berwarna hialin dan berbentuk seperti buah pir. Bentuk
dan ukuran konidia primer merupakan kriteria penting dalam identifikasi jenis
cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Cendawan famili Neozygitaceae
mampu menghasilkan 3000 konidia primer per individu inang dalam waktu 3-4
hari siap menginfeksi inang. Cendawan ini hanya memerlukan waktu 3 hari untuk
menginfeksi inangnya kemudian bersporulasi. Selain kemampuan berkembang
yang pesat dan dapat menghasilkan konidia dalam jumlah yang sangat banyak,
cendawan dari famili Neozygitaceae juga mampu menginfeksi hampir semua
stadia serangga inang kecuali telur. Hal ini berbeda dengan cendawan dari ordo
Entomophthorales lainnya yang umumnya hanya menginfeksi inang pada stadia
imago (Pell et al. 2001). Fase konidia primer ditemukan pada kutudaun yang telah
mati dan rusak. Konidia primer yang ditemukan berbentuk seperti buah pir dan
berwarna hialin (Gambar 4). Konidia primer yang ditemukan memiliki rata-rata
panjang 10 µm dan rata-rata lebar 9.4 µm dari 100 konidia primer yang diukur
A B
10
Gambar 4 Struktur Konidia primer Neozygites sp. pada kutudaun (A) kondia
primer di dalam tubuh kutudaun (B) konidia primer (sumber Barta &
Cagan 2006) (C) kapilokonidia (D) kapilokonidia (sumber Barta &
Cagan 2006)
pada 10 kutudaun yang terinfeksi fase konida primer. Konidia primer dengan ciri
demikian adalah dari cendawan genus Neozygites. Konidia primer hanya dite-
mukan pada sampel kutudaun yang diambil dari tanaman mentimun.
Konidia sekunder merupakan struktur yang infektif dari cendawan Ento-
mophthorales. Konidia sekunder tersebut termasuk ke dalam Tipe II yang dikenal
dengan istilah capilliconidia. Bentuk konidia sekunder merupakan kriteria penting dalam mengidentifikasi cendawan Entomophthorales. Konidia sekunder biasanya
dihasilkan dari arah samping konidia primer (Keller & Eilenberg 1993). Konidia
sekunder dihasilkan satu per satu, berbentuk menyerupai elips, dan pada bagian
ujung terdapat pipa kapiler tempat dihasilkannya konidia primer. Apabila terjadi
kontak antara konidia dan serangga inang, maka konidia akan membentuk tabung
kecambah (germ tube). Selanjutnya, cendawan akan melakukan invasi pada hae-
mosol serangga, sehingga terjadi infeksi (Keller 1987). Konidia sekunder akan di-
temukan pada bagian luar tubuh kutudaun dengan posisi menempel pada bagian
tubuh tertentu. Bagian tubuh tersebut adalah antena, tungkai, dan abdomen. Fase
konidia sekunder ditemukan pada sampel kutudaun yang diambil dari semua ta-
naman (Gambar 5).
A B
C D D
11
Gambar 5 Struktur konidia sekunder Neozygites sp. pada kutudaun (A) dan (B)
menempel pada tungkai kutudaun
Spora istirahat (resting spores) tidak ditemukan dalam penelitian ini. Spora
ini merupakan struktur bertahan Neozygites sp. dengan dinding sel ganda dan ber-
ukuran tebal. Spora ini berfungsi untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang
menguntungkan. Resting spores yang dihasilkan berfungsi agar cendawan tetap
bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, terutama pa-
da suhu yang ekstrim. Resting spores dibentuk secara aseksual dari suatu hyphal
bodies (azygospores) atau secara seksual dari konjugasi dua hyphal bodies
(zygospores). Sebagian besar bentuk resting spores adalah bulat dan hialin.
Beberapa resting spores ada yang dikelilingi oleh episporium. Resting spores se-
cara spesifik hanya dapat ditemukan pada genus Neozygites. Resting spores pada
Neozygites berwarna coklat gelap sampai hitam, berbentuk bola atau elips, ber-
struktur halus, dan mempunyai dua inti (Keller 2007).
Cendawan saprofitik adalah cendawan sekunder. Cendawan ini merupakan
infeksi lanjutan dari infeksi primer Neozygites sp.. Cendawan saprofitik akan
muncul setelah serangga mati atau buduk (Keller 1987). Fase cendawan saprofitik
ditemukan pada kutudaun bawang daun dan wortel. Cendawan yang ditemukan
berbentuk batang dan terdapat sekat (Gambar 6A dan 6B).
Gambar 6 Struktur cendawan saprofitik yang berasosiasi dengan Neozygites sp.
pada kutudaun (A) cendawan saprofitik pada kutudaun wortel, (B)
cendawan saprofitik pada kutudaun bawang daun
A B
A B
12
Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis
Pengamatan dilakukan secara makroskopis yaitu dengan cara meng-
klasifikasikan kutudaun sesuai dengan warna tubuhnya. Hasil pengamatan secara
makroskopis ditemukan berbagai warna pada permukaan tubuh kutudaun di ketiga
tanaman, yaitu kuning, hijau, coklat dan hitam. Pada tubuh kutudaun yang
berwarna kuning, hijau dan coklat tidak terdapat infeksi dari Neozygites sp. dan
merupakan kutudaun sehat, sedangkan tubuh kutudaun yang berwarna hitam
ditemukan pada kutudaun yang telah mati dan rusak serta terdapat infeksi
Neozygites sp.. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan secara mikroskopis
bahwa tubuh kutudaun yang berwarna kuning, hijau dan coklat tidak terdapat in-
feksi, sedangkan yang berwarna hitam ditemukan infeksi Neozygites sp. berupa
badan hifa, konidia primer serta cendawan saprofitik (Gambar 7).
Gambar 7 Pengamatan makroskopis dan mikroskopis kutudaun (A) tubuh ku-
tudaun sehat (B) tubuh kutudaun hitam, (C) konidia primer, (D)
badan hifa berbentuk bulat, (E) cendawan saprofitik.
Fase Neozygites sp. yang sering ditemukan adalah fase badan hifa, sedang-
kan fase yang sulit ditemukan dalam penelitian ini adalah konidia primer dan fase
yang tidak ditemukan dalam penelitian ini adalah spora istirahat.
SIMPULAN
Sampel kutudaun dari tanaman wortel, bawang daun dan mentimun terin-
feksi Neozygites sp.. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun
mentimun sebesar 64.65% dan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutu-
daun bawang daun sebesar 6.43%. Fase Neozygites sp. pada kutudaun wortel dan
bawang daun yaitu badan hifa, konidia sekunder dan cendawan saprofitik se-
dangkan fase yang ditemukan pada kutudaun mentimun yaitu badan hifa, konidia
sekunder, dan konidia primer.
A B
E
C
D
13
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi sayuran holtikultura Indonesia
[Internet] [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Anggarimurni D. 1997. Siklus hidup dan perkembangan populasi Neotoxoptera
sp. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman bawang merah (Allium cepa) dan
bawang daun (Allium fistulosum.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Astawan M. 2008 Sep 19. Manfaat mentimun, tomat dan teh. Gaya Hidup Sehat.
Rubrik Gizi: 31 (kol. 2).
Barta M, Cagan L. 2006. Aphid-pathogenic Entomophthorales (their taxonomy,
biology and ecology). Biologia. 61(5):543-616.
Bitton S, Kenneth RG, Ben-Ze’ev I. 1979. Zygospore overwintering and
sporulative germination in Triplosporium fresenii (Entomophthoraceae)
attacking Aphis spiraecola on citrus in Israel. Journal of Invertebrate
Pathology. 34:295–302.
Bramantyo MK. 2013. Jenis dan karakteristik koloni kutudaun (Hemi-
ptera:Aphididae) pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur [skripsi]. Bo-
gor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Geest Van der L E, Elliot S L, Breeuwer JAJ, Beerling E A M. 2000. Diseases of
Mites. Annual Review of Entomology. 43(4): 497-560.
Hajek AE. 2004. An Introduction to Biological Control. Cambridge (GB):
Cambridge University Press
Honggodipuro. 2008. Tanaman obat Indonesia [Internet] [diunduh 2014 Jun 12].
Tersedia pada: http://www.sinarharapan.co.id.
Hatting JL, Humber RA, Poprawski TJ, Miller RM. 1999. A survey of fungal
pathogens of aphids from South Africa with special reference to cereal
aphids. Journal of Biological Control. 16(1):1-12.
Keller S. 1987. Observations on the overwintering of Entomophthora
planchoniana. Journal of Invertebrate Pathology. 50(3):333-335. Keller S, Eilenberg J. 1993. Two new species of Entomophthoraceae (Zygomycetes:
Entomophthorales) linking the genera Entomophaga and Eryniopsis. Sydowia. 45: 264-274.
Keller S. 1997. The genus Neozygites (Zygomycetes, Entomophthorales) with
special reference to spesies found in tropical regions. Sydowia 49:118-146.
Keller S. 2007. Anthropod-patogenic Entomphthorales: Biology, Ecology,
Indentification. Luxembourg (LU): COST Action 842.
Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pest
management potential of Entomophthorales. In; Butt TM, C Jackson CW,
Magan N (eds.), Fungi as biocontrol Agents:Progress, Problems and
Potential. Pp. 71-153. Waliingford (GB). CABI Publishing. Speare, A. T.
(1922). Natural control of the citrus mealybug in Florida. USDABull. 1117.
Steinkraus DC, Slaymaker PH. 1991. Effect of temperature and humidity on
formation, germination, and infectifity of conidia of Neozygites fresenii
(Zygomycetes: Neozygitaceae) from Aphis gossypii (Homoptera: Aphidi-
dae). Journal of Invertebrate Pathology. 54(1):130-137.
Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of
Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids
(Homoptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environmental Entomology. 24
(1): 465-474.
Steyenoff JL. 2001. Plant washing as a pest management technique for countol of
aphid (Homoptera: Aphididae). Journal of Economic Entomology. 94:1492-
1499.
Whipps JM, Lumsden RD. 1988. Commercial use of fungi as plant disease
biological control agents: status and prospects. Di dalam: Burge MN, editor.
Fungi in Biological Control System. New York (US): Manchester
University Press. hlm 9.
15
Lampiran 1 Jumlah kutudaun kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang
terinfeksi Neozygites sp.
Pengamatan Tanaman wortel
Konidia
sekunder
Konidia
primer
Badan
hida
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
Jumlah
kutudaun
1 0 0 0 0 0 75 75
2 0 0 8 0 0 37 45
3 1 0 0 0 0 69 70
4 6 0 7 0 2 35 50
Pengamatan Tanaman bawang daun
Konidia
sekunder
Konidia
primer
Badan
hida
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
Jumlah
kutudaun
1 0 0 7 0 1 42 50
2 0 0 0 0 1 59 60
3 1 0 0 0 0 49 50
4 2 0 0 0 1 47 50
Pengamatan Tanaman mentimun
Konidia
sekunder
Konidia
primer
Badan
hida
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
Jumlah
kutudaun
1 3 20 7 0 1 23 60
2 4 0 0 0 1 34 105
17
Lampiran 2 Persentase kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang
terinfeksi (%) Neozygites sp.
Pengamatan Tanaman wortel
Konidia
sekunder
Badan
hifa
Konidia
primer
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
1 0 0 0 0 0 100
2 0 13.3 0 0 0 86.7
3 1.4 0 0 0 0 85.7
4 10 10 0 0 6 76
Pengamatan
Tanaman bawang daun
Konidia
sekunder
Badan
hifa
Konidia
primer
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
1 0 14 0 0 2 84
2 0 0 0 0 1.7 98.3
3 2 0 0 0 0 98
4 4 0 0 0 2 94
Pengamatan
Tanaman mentimun
Konidia
sekunder
Badan
hifa
Konidia
primer
Spora
istirahat
Cendawan
saprofitik Sehat
1 5 23.3 33.3 0 2 38.3
2 3.8 63.8 0 0 2 32.4
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Februari 1993, sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari Ir. Taufik Rahman dan Dra. Chairina.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Berau,
Kalimantan Timur pada tahun 2010, dan pada tahun yang sama diterima di Depar-
temen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui ja-
lur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti berbagai lembaga kema-
hasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2012 se-
bagai staf Komunikasi dan Informasi, serta Keluarga Pelajar Mahasiswa Kaliman-
tan Timur (KPMKT) Bogor tahun 2011 sebagai staf Komunikasi dan Informasi
dan Organic Farming Club tahun 2012 sebagai anggota. Penulis juga aktif dalam
berbagai kegiatan kepanitiaan di Departemen Proteksi Tanaman dan Fakultas Per-
tanian. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum di Departemen Proteksi
Tanaman pada Mata Kuliah Entomologi Umum pada tahun 2014.