eksplorasi dan pemanfaatan limbah biomassa untuk perekat

8
Industri produk kayu majemuk (composite wood) seperti kayu lapis, papan partikel, venir lamina, balok lamina, papan serat,dan sejenisnya merupakan penghasil devisa dengan nilai ekspor mencapai 45% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau setara dengan 10% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Dalam industri kayu komposit, perekat merupakan bahan utama (20–60% dari seluruh biaya produksi). Selama ini industri tersebut meng- impor perekat jenis termoset sintetis. Upaya solusi alternatif mengatasi kebergantungan kepada perekat impor adalah menggantikannya dengan bahan baku perekat dari bahan nabati yang memiliki keserupaan komponen kimia dan bersumber dari dalam negeri, yang bersifat dapat dipulihkan (renewable), serta tidak mencemari lingkungan, yaitu tanin. Rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah seyogyanya pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan kebijakan pembangunan HTI kerakyatan secara holistik dan larangan penebangan pohon hutan alam dan memacu program HTI/HTR dengan memanfaatkan areal hutan yang telah mengalami degradasi dan bekas tambang untuk mendukung industri kayu majemuk menggunakan bahan perekat alami, dengan menggalakkan penanaman jenis-jenis pohon cepat tumbuh, seperti mangium dan tusam. Badan Penelian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Ringkasan Eksekutif (Executive summary) Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit Disajikan oleh: Adi Santoso Sumber: cangkangsawit.id

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Industri produk kayu majemuk (composite wood) seperti kayu lapis, papan partikel, venir lamina, balok lamina, papan serat,dan sejenisnya merupakan penghasil devisa dengan nilai ekspor mencapai 45% dari nilai ekspor hasil pertanian dan kehutanan atau setara dengan 10% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Dalam industri kayu komposit, perekat merupakan bahan utama (20–60% dari seluruh biaya produksi). Selama ini industri tersebut meng-impor perekat jenis termoset sintetis. Upaya solusi alternatif mengatasi kebergantungan kepada perekat impor adalah menggantikannya dengan bahan baku perekat dari bahan nabati yang memiliki keserupaan komponen kimia dan

bersumber dari dalam negeri, yang bersifat dapat dipulihkan (renewable), serta tidak mencemari lingkungan, yaitu tanin.

Rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah seyogyanya pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan kebijakan pembangunan HTI kerakyatan secara holistik dan larangan penebangan pohon hutan alam dan memacu program HTI/HTR dengan memanfaatkan areal hutan yang telah mengalami degradasi dan bekas tambang untuk mendukung industri kayu majemuk menggunakan bahan perekat alami, dengan menggalakkan penanaman jenis-jenis pohon cepat tumbuh, seperti mangium dan tusam.

Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Ringkasan Eksekutif (Executive summary)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu KompositDisajikan oleh: Adi Santoso

Sumber: cangkangsawit.id

Page 2: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Pernyataan Masalah (Statement of the issue/ problem)

Pada awal abad ke-20 ditemukan polimer sintetis pertama, yaitu phenol formaldehida (PF) yang kemudian disusul dengan temuan berikutnya: urea formaldehida (UF) dan melamin formaldehida (MF). Ketiga tipe polimer tersebut memiliki beberapa kesamaan sifat kimiawi, yaitu sebagai resin termoset yang dewasa ini banyak digunakan sebagai perekat kayu majemuk (Stevens, 2007). Perekat UF lebih berkembang dibandingkan perekat PF dikarenakan dalam penampakannya tidak menimbulkan noda pada produk kayu majemuk, selain harganya yang lebih murah. Namun kelemahan perekat ini adalah tidak tahan terhadap kelembaban tinggi sehingga kurang memuaskan untuk aplikasi dalam kondisi iklim tropis yang panas dan lembab, selain itu penggunaan produk perekatannya dalam ruangan (interior) kurang higienis mengingat adanya emisi formaldehida dari produk perekatannya. Hal ini memacu penggunaan PF sebagai perekat, terutama untuk produk kayu majemuk yang tahan cuaca (eksterior).

Jenis-jenis perekat sintetis di atas baik tipe interior maupun eksterior, bahan bakunya berasal dari hasil minyak bumi yang pada suatu saat akan habis dan harganya cenderung terus meningkat sehingga kurang ekonomis. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif pengganti bahan sintetis tersebut, misalnya dari bahan nabati yang memiliki keserupaan komponen kimia, di antaranya adalah tanin. Tanin dapat diperoleh dari ekstrak kulit kayu antara lain jenis bakau seperti rhizopora dan bruguiera (Pizzi, 1983; Brandt, 1953; Coppens et al., 1980), Acacia mollissima dan eucalyptus (Widarmana,

1986), quebracho (Schinopsis spp.), akasia (A. mangium, A. Decurrens, A. Leucophoe, dan A. Mernsii), Switenia macrophylla, Adenannthera microsperma dan beberapa jenis pinus (Pizzi, 1983; Prayitno, 1996; Santoso et al., 1997), mahoni (Switenia sp.)(Lestari et al., 2015; Santoso dan Abdurachman, 2016), dan sawit (Balfas, 2019).

Limbah biomassa sebagai sumber tanin di Indonesia sangat menjanjikan. Di Sumatera ada salah satu industri pulp yang menggunakan bahan baku kayu mangium sebanyak 192 ribu

3 3m /bulan atau 2,3 juta m /tahun. Bila diasumsikan bahwa volume kulit kayu sekitar 6,1–18% dengan rata-rata 10,7% dari volume kayu, berarti kulit yang terbuang sebagai hasil pengulitan di pabrik adalah sekitar 20.544

3 3m /bulan atau 246.528 m /tahun (Santoso dan Edriana, 2004; Sumadiwangsa et al., 1985). Hasil penelitian Astana et al. (2015), limbah dari kegiatan pemanenan di hutan tanaman akasia

3dan ekaliptus mencapai 288.963 m /tahun. Limbah-limbah berupa sebetan, serbuk kayu, ranting, kulit kayu, dan sebagainya belum dimanfaatkan secara optimal oleh industri karena yang diutamakan adalah kayunya. Data dari Saefudin et al., (2020) lebih lanjut mengemukakan volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan di hutan alam bisa mencapai

3768.444,14 hingga 821.238,01 m /tahun. Hal ini menjadi masalah karena keberadaan limbah yang menumpuk di hutan maupun di industri pengolahan kayu menimbulkan masalah pada lingkungan hutan dan pabrik. Pengelolaan sumber daya hutan selain harus memperhatikan aspek keberlanjutan, juga dampak penggunaannya, yang dalam pemanfaatannya perlu memperhatikan nilai tambah dan efisiensi (Hadi, 2019).

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Pernyataan Masalah(Statement of the issue/ problem)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Bubuk tanin. Sumber: Wikiwand.com

Page 3: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Temuan Kunci (Key findings)

Untuk memperoleh tanin bisa dengan cara mengekstrak kulit jenis pohon akasia (Acacia decurrens, Acacia mangium), bakau (Rhizophora spp), kayu merbau (Intsia sp.), dan kulit batang

osawit pada suhu sekitar 80-90 C. Ekstrak tanin ini merupakan campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks dengan tingkat kemurnian yang amat beragam (70-80% bahan fenolik aktif), kristalnya berbentuk amorf dan dapat larut dalam air. Kristal tanin dapat dimanfaatkan sebagai ekstender perekat PF.

Pembuatan perekat tanin yang dilakukan dengan mereaksikan ekstrak tanin cair pada kondisi basa menghasilkan perekat yang memiliki pot live yang lama dan relatif tidak dipengaruhi oleh umur kulit pohon sebagai sumber taninnya.

Dengan melalui proses polimerisasi dan/atau kopolimerisasi ekstrak tanin cair pada kondisi basa dengan urea atau phenol atau resorsinol, dan formaldehida, akan diperoleh perekat tanin formaldehida (TF), kopolimer tanin urea formaldehida (TUF), tanin phenol formaldehida (TPF) dan tanin resorsinol formaldehida (TRF). Karakteristik perekat yang dibuat dari bahan dasar tanin kualitasnya relatif setara dengan PF untuk kayu lapis dan PRF untuk kayu lamina (Santoso, 2005).

Perekat berbasis tanin telah diuji coba dalam pembuatan kayu lapis, papan partikel, papan serat, finger joint, kayu lamina (glulam), dan sebagai impregnan pada jenis kayu lunak. Perekat ini dapat digunakan pada jenis kayu sengon (Falcataria moluccana), jabon (Anthocephalus cadamba), akasia, meranti kuning (Shorea accuminatisima), tusam (Pinus merkusii), kempas, pasang, kelapa, tempeas, waru, bunyo, gambir (Trigonopleura malayana Hook F.), rasamala (Altingia axcelsa Noronha), dan cemara (Gymnostoma sp.) (Santoso et al., 1991; Santoso dan Pari, 2001; Santoso dan Barly, 2005; Santoso dan Malik, 2005; Santoso dan Rachman, 2004). Hasil pengujian keteguhan rekat kayu lapis yang menggunakan perekat dengan bahan

dasar tanin rata-rata memenuhi persyaratan Standar Indonesia untuk kualitas eksterior. Demikian pula aplikasi pada papan partikel menghasilkan kualitas produk panel yang

memenuhi standar Jepang untuk tipe eksterior.Uji coba di industri menunjukkan penggunaan TF pada UF (1:1) untuk perekat kertas pelapis papan partikel indah berhasil menurunkan emisi formaldehida produk tersebut hingga memenuhi persyaratan standar dibanding UF sendiri (Santoso dan Hadi, 2005; Santoso, 2006; Santoso et al., 2008).

Uji coba perekat TRF dalam pembuatan balok lamina menghasilkan keteguhan geser yang lebih besar bila dibandingkan dengan produk sejenis yang direkat dengan perekat komersial phenol-, resorsinol-, maupun phenol resorsinol formaldehida komersial seperti Aerodux 500, Cony bond KR 15Y, dan PA 302 sehingga dapat diaplikasikan untuk lantai parquet. Untuk aplikasi finger joint, produknya memiliki keteguhan rekat yang memenuhi persyaratan standar Jepang untuk tipe eksterior dengan tingkat efisiensi sambungan >50% sehingga cocok untuk pemakaian galar balok dan konstruksi bagian dalam dinding kapal. Pada tahun 2006 telah dibuat rumah contoh tipe 36 dari kayu kelapa yang komponennya terdiri atas balok lamina menggunakan perekat TRF (Santoso, et al., 2005; Malik et al.,2006).

Selain kualitas rekat yang tinggi, perekat berbasis tanin (TRF) ternyata juga bisa diimpregnasi ke dalam bagian batang kelapa yang lunak sehingga meningkatkan berat jenis, stabilitas dimensi dan kekerasannya. Dengan demikian perekat ini dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas jenis kayu lunak (Santoso dan Barly, 2005; 2008). Perekat TRF dapat pula diaplikasikan pada bambu lapis dengan sifat fisis mekanis dan emisi formaldehida yang memenuhi persyaratan standar Jepang (Santoso dan Hadi, 2009).

Penelitian dalam rangka mencari alternatif bahan perekat alami dan renewable terus dilakukan ditemukan bahan potensial dari ekstrak kayu merbau (Intsia sp.) yang dapat

3

Temuan Kunci(Key findings)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Page 4: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

digunakan sebagai bahan perekat. Peluang ekstrak kayu merbau sebagai bahan perekat diperkuat dengan hasil penelitian Malik dan Santoso (2010), yang menunjukkan bahwa ekstrak kayu merbau berpotensi digunakan sebagai bahan perekat mengingat rendemennya yang lebih tinggi (5,59% b/b) dibandingkan ekstrak tanin dari kayu mangium serta adanya indikasi kandungan resorsinol di dalamnya.

Karakterisasi terhadap perekat ekstrak merbau-formaldehida menunjukkan bahwa ekstrak tersebut dapat diformulasikan sebagai bahan perekat. Aplikasi perekat ini pada kayu lamina sengon menghasilkan keteguhan rekat

2(uji kering) sebesar 36,96 - 54,91 kg/cm dengan nilai kerusakan kayu 0%. Identifikasi ekstrak kayu merbau dengan spektofotometer ultraviolet. menunjukkan spektrum yang identik dengan resorsinol standar, dengan kadar sebesar 78,03% b/b (Malik dan Santoso, 2010). Perolehan kadar resorsinol tersebut cukup besar dan dapat bernilai komersial karena nilainya ada dalam kisaran 70-80%.

Kulit kayu mahoni sebagai limbah industri pengolahan kayu memiliki potensi yang sangat besar. Ekstrak cair kulit pohon mahoni ini dapat dikopolimerisasi membentuk resin yang dapat diaplikasikan sebagai perekat kayu dengan proses kempa dingin. Formula optimum perekat dari ekstrak kulit kayu mahoni adalah menggunakan campuran 0,25 mol resorsinol teknis dengan tapioka 15% dan formalin teknis 1 mol, serta katalis (NaOH 40%) sebanyak 4%

dari total bobot perekat. (Santoso dan Abdurachman, 2016).

Dibandingkan dengan perekat fenolik komersial, biaya produksi perekat berbasis tanin lebih ekonomis, sebagai contoh, untuk membuat perekat TRF diperlukan tanin ekstrak cair maksimum 80%, resorsinol 3% dan formalin 17% dari total komponennya. sementara untuk membuat perekat PRF diperlukan phenol sekitar 27%, resorsinol 19% dan formalin 35%. Penggunaan tanin untuk bahan baku perekat mampu mereduksi pemakaian senyawa fenolik (resorsinol) sampai 84% dan formalin 51%. Dengan demikian, biaya produksi pembuatan perekat berbasis tanin akan lebih rendah dibandingkan dengan perekat fenolik komersial. Selain itu, rendahnya pemakaian formalin dalam formula perekat tanin ini berdampak pada minimnya emisi formaldehida dari produk perekatan yang menggunakan perekat berbasis tanin.

Hasil uji coba pembuatan papan sambung untuk komponen rumah (daun pintu, jendela, dan dinding) dengan perekat TRF dan TF di industri menunjukkan pemakaian perekat lebih hemat sekitar 40% pada proses jointing bila menggunakan perekat TF dan bila menggunakan perekat TRF hemat sekitar 53% pada proses jointing dan 60% pada proses laminating. Dengan demikian, penggunaan perekat berbasis tanin jauh lebih murah dibanding perekat resorsinol impor (Malik, et al., 2006).

Temuan Kunci(Key findings)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim 4

Sumber: tropis.co

Page 5: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Pilihan dan Rekomendasi kebijakan (Policy options and recommendations)

Perekat berbasis tanin yang berasal dari limbah biomassa layak dipertimbangkan sebagai perekat kayu masa depan, mengingat jenis komoditi produk kayu majemuk akan terus berkembang sejalan dengan upaya peningkatan efisiensi penggunaan bahan baku untuk produk kayu olahan. Pengembangan perekat berbasis tanin merupakan salah satu alternatif antisipasi menghadapi kekurangan bahan baku perekat, bersumber dari limbah nabati yang bersifat dapat dipulihkan guna memenuhi kebutuhan perekat yang ramah lingkungan, sehingga tuntutan penerapan ISO 14001 dapat terpenuhi.

Seyogyanya pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan kebijakan pembangunan HTI kerakyatan secara holistik dan larangan penebangan pohon hutan alam dan memacu

program HTI/HTR dengan memanfaatkan areal hutan yang telah mengalami degradasi dan bekas tambang untuk mendukung industri kayu majemuk menggunakan bahan perekat alami.

Diperlukan strategi yang mengarah pada upaya memenuhi kebutuhan konsumsi industri dalam negeri, dan mewujudkan industri-agro dan bisnis yang berdaya saing secara berkelanjutan. Pemerintah maupun swasta di masa mendatang harus bersinergi agar tercapai kesejahteraan bagi semua pihak, serta akan menghasilkan devisa bagi negara dari perekat tanin yang berbahan baku limbah biomassa.

Rujukan untuk konsultasi (Sources consulted)

Adi Santoso – Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

(email: [email protected])

5

Pilihan Rekomendasi Kebijakan(Policy option and recommendations)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Page 6: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Daftar Pustaka (References)Astana, S., Soenarno, dan Endom,W.(2015). Potensi penerimaan negara

bukan pajak dari limbah kayu pemanenan di hutan alam dan hutan tanaman. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 12(3), 227-243.

Balfas J. 2019. Pemanfaatan Limbah Batang Kelapa Sawit untuk Produk Perkayuan. Laporan akhir Kegiatan Tahun 2019. Kerjasama Peneltian Pusat Litbang Hasil Hutan dengan Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit. dan Direktorat Jenderal Perbedaharaan Kementerin Keuangan. Jakarta.

Brandt TB. 1953. Mangrove Tannin-Formaldehyde Resins as Hot-Press Plywood Adhesive. Pengumuman No. 37 Balai Penyelidikan Kehutanan. Bogor.

Coppens HA, MAE Santana and FJ Pastore. 1980. Tannin formaldehyde adhesive for exterior-grade plywood and particleboard manufacture. For. Prod. J. 30(4) : 38-42.

Falah, S., Suzuki T. & Katayama T. 2008. Chemical constituents from Swietenia macrophylla bark and their antioxidant activity. Pakistan Journal of Biololgical Science.

Hadi, D.W. (2019). Penerapan Iptek untuk Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan yang Berkelanjutan. Pustaka Kementerian LHK Nomor: SP.344/HUMAS/PP/HMS.3/8/2019.

Hendrik,J. YS Hadi, MY. Massijaya, A Santoso dan A Pizzi. 2019. Properties of Glue Laminated Timber made from Fast-Growing Species with Mangium Tannin and Phenol Formaldehyde Adhesives. J. Korean Wood Sci. Technol. 47(3), May 2019: 253–264.

Hindriani H dan A Santoso. 2007. Studi optimalisasi formula perekat kayu berbasis tanin dengan spektroskopi inframerah, diferensial thermal analisis dan difraksi sinar-X. Jurnal Nusa Kimia. Vol. 7(1): 7 – 15.

Lestari ASRD, Hadi YS, Hermawan D, A Santoso. 2015. Glulam Properties of Fast-growing Species Using Mahogany Tannin Adhesive. BioResources 10(4): 7419-7433.

Malik J dan A. Santoso. 2010. Peningkatan Pemanfaatan Kayu Merbau Untuk Produk Pertukangan Melalui Penanggulangan Zat Ekstraktif. Laporan Hasil Penelitian 2009. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Malik J, A. Santoso, A.Supriadi, R A. Pasaribu 2006. Teknologi pemanfaatan limbah pembalakan dan bahan bukan kayu berlignoselulosa. Makalah Utama, disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan 24 Oktober 2007 di Bogor.

Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi antioksidan flavonoid kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pelfreyman. 1998. Forest Products Biotecnology. London: Taylor and Francis.

Pizzi A. 1983. Tannin-Based wood adhesives, chemistry and technology. A. Pizzi, ed. Marce; Dekker, Inc., New York and Basel. pp: 177-246.

Saefudin, Basri dan Rachman. 2020. Mengembangkan Pewarna Alam Berbasis Limbah Kehutanan Untuk Kain Batik dan Tenun. Policy Brief. 14(11). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Ikim. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta

Santoso A. 1998. Penelitian pemanfaatan tanin sebagai perekat kayu lapis. Proceedings, Seminar Nasional I, MAPEKI, 24 September, Bogor: 79 - 89.

Santoso. A. 2001. Uji coba pembuatan perekat tanin. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor.

Santoso. A. 2005. Pemanfaatan lignin dan tanin sebagai alternatif substitusi bahan perekat kayu komposit. Proseding Simposium Nasional Polimer V, 22 Nopember, Bandung: 155 – 164.

Santoso A. 2006. Kesesuaian serbuk gergaji kayu sengon sebagai bahan baku papan partikel komposit tipe eksterior untuk komponen rumah. Makalah penunjang pada Ekpose Hasil-hasil Litbang Hasil Hutan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.

Santoso A dan Abdurachman. 2016. Karakteristik Ekstrak Kulit Kayu Mahoni sebagai Bahan Perekat Kayu. Jurnal Penelitian Hasil hutan 34 (4): 269 -284. Bogor, Desember 2016, ISSN : 0216-4329. E-ISSN: 2442-8957.

Santoso A dan A Supriadi, 2007. Kajian teknis dan financial produksi dan pemanfaatan tanin dari kulit kayu Acacia mangium. Laporan Hasil Penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor.

Santoso A dan Barly. 2005. Aplikasi kopolimer tanin resorsinol formaldehida untuk meningkatkan sifat fisis-mekanis bagian lunak kayu kelapa. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 23(2): 79 – 86.

Santoso A dan Barly. 2008. Stabilisasi dimensi bagian lunak kayu kelapa menggunakan empat jenis bahan pengisi. Jurnal Nusa Kimia. Vol. 8(2):29 – 34.

Santoso A dan E Edriana. 2004. Pemanfaatan tanin dari kulit kayu tusam ( Pinus merkusii) untuk campuran perekat kayu lapis. Jurnal Nusa Kimia.Vol. 4(1): 39 – 47.

Santoso A and YS Hadi. 2005. Low formaldehyde emission particleboard bonded by tannin based adhesives. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 18(1): 17-20.

Santoso A and YS Hadi. 2009. Tannin resorcinol formaldehyde as potential glue for plybamboo manufacture. Asia and the Pacific Forest Products Workshop “Green Technologies and Products for Climate Change Mitigation and Adaptation”, 14-16 Desember, Sri Lanka.

Santoso. A dan P Sutigno. 1995. Pengaruh komposisi perekat tanin urea formaldehida terhadap keteguhan rekat kayu lapis meranti. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 13 (3): 87 – 93.

Santoso A dan G Pari. 2001. Pemanfaatan Tanin dari Kulit Pohon Mangium sebagai Perekat Kayu Lapis. Proceeding of seminar “Environment Conservation Throught Efficiency Utilization of Forest Biomass”. Kerjasama UGM dengan JIFRO, Jogjakarta: 203 – 216.

Santoso A and O Rachman. 2004. The utilization of condensed tannins from mangium barks for wood adhesives. Wana Mukti Forestry Research Journal. Vol. 2 (2): 49 - 56.

Santoso A, MI Iskandar, A Supriadi. 2008. Uji coba perekat tanin dari kulit A. mangium di industri pengolahan partikel kayu Laporan Hasil Penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor.

Santoso A, O Rachman dan Abdurachman. 2005. Pengaruh tipe sambungan ujung-sisi terhadap kualitas kayu sambung mangium. INFO Hasil Hutan 11(1): 51 – 56.

Santoso A, R Memed dan P Sutigno. 1991. Pengaruh berat labur dan kadar pengisi perekat tanin formaldehida terhadap keteguhan kayu lapis. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 9 (3): 11 – 114.

Santoso A, SS Achmadi, YS Hadi dan Sujanto. 1997. Pengaruh penambahan tanin pada fenol formaldehida terhadap sifatnya sebagai perekat kayu lapis. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 15(2): 109 - 119.

Stevens M.P. 2007. Kimia Polimer. Terjemahan Iis Sopyan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sumadiwangsa S, S Widarmana, CG Sarayar dan A Nur. 1985. Tanin bakau sebagai perekat papan partikel. Pengumuman No. 7 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Widarmana S. 1986. Penelitian pemanfaatan tannin sebagai perekat papan partikel. Makalah dalam KIPNAS IV. Bogor.

6

Daftar Pustaka (References)

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Page 7: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim 7

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat Kayu Komposit

Page 8: Eksplorasi dan Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Perekat

[email protected]

@p3sekpi.bli

p3sekpi.bli

@p3sekpi

P3SEKPI Channel

Badan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim