eksodus bani israil dari mesir ke palestina (menggali...

84
EKSODUS BANI ISRAIL DARI MESIR KE PALESTINA (Menggali Ibrah dari Pembangkangan Bani Israil) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nurul Hikmah 1112034000189 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./ 2018 M.

Upload: phamthien

Post on 03-May-2019

237 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

EKSODUS BANI ISRAIL DARI MESIR KE PALESTINA

(Menggali Ibrah dari Pembangkangan Bani Israil)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Nurul Hikmah

1112034000189

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./ 2018 M.

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah saya haturkan, yang setiap waktu selalu

melimpahkan nikmatnya yang tak terhingga. Salawat serta salam semoga

senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad saw. Tidak lupa, kepada para

sahabat, keluarga, ulama penerus yang berjasa besar menjaga kelestarian

sabdanya. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangnya kepada kita semua.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, telah banyak

kekurangan dan kelemahan yang belum penulis ketahui sebelumnya. Penulis

menyampaikan terimakasih banyak atas perhatian dan dukungan dari beberapa

pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga semua pihak baik

instansi maupun perorangan yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini

mendapatkan balasan dari Allah swt. Terkhusus penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

iii

5. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

6. Jauhar Azizy, MA selaku dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

semoga ilmu yang telah diberikan dapat penulis amalkan dan kelak

mendapat balasan terbaik dari sisi Allah swt.

8. Kepala dan staf Pusat Perpustakaan dan Perpustakaan Fakultas yang

telah banyak membantu penulis untuk memperoleh berbagai literatur

yang dibutuhkan selama penulisan skripsi.

9. Guru-guru yang mengajarkan saya mulai dari Langger sampe

sekolahan, dari madrasah sampai perguruan tinggi. Saya tidak bisa

memberi apa-apa kecuali bukti bahwa saya benar-benar ingin belajar

dan menjadi lebih baik. Aba Yusuf, Abah Rofiq, Pak Yanto, Abi Syam,

ummi‟ Durroh, ustadzah Malih, Om Bagus.

10. Kedua orang tua penulis, aba, H. Taufiq (alm) dan ummi, Halimatus

Sa‟diyah, saya persembahkan skripsi ini untuk mereka berdua. Juga

kepada mbak Rifqotul Hasanah, kak Suhaili, adik-adikku Qurrotul

Uyun dan Arinal Haq Daroini yang selalu mendukung dan memberikan

semangat terus menerus kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat di beberapa komunitas: keluarga besar LTTQ

khususnya teman-teman senagkatan (Ina, Mae, Dewi, As‟ad, Kholil,

Sherly, Iis), Beastudi Indonesia dan Keluarga Besar Etos UIN Jakarta;

khususnya para pendamping (Kak Yogi, Kak Utih, Kak Imam, Kak zia,

iv

Kak Inay, Kak Helmi, Kak Fahri), temen-temen Ukhuwah; banyak

canda tawa dan pelajaran hidup yang sudah kita lewati bersama (Sihah,

Listatik, Icha, Anggun, Badru, Mahir, Lalu), Akasia, Skarpelos, 4G

LTE dan Akselerasi, PPSDM UIN Jakarta, Laboratorium Tafsir Hadis,

El-Bukhari Institut, Rumah Tahfidz Alif dan KAHFI BBC Motivator

School terimakasih telah memberikan ruang belajar disini. Serta teman-

teman TH Excellent; terimakasih telah menemaniku dari sejak pertama

masuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai akhir perkuliahan ini

dengan canda, tawa, kebersamaan yang tak pernah bisa terlupakan.

12. Ada banyak orang yang tidak bisa saya sebut satu-satu. Tapi saya

sangat berterimakasih kepada mereka atas semua yang mereka lakukan.

Saya berharap Allah membalas semua kebaikan mereka dengan balasan

yang sebaik-baiknya. Skripsi yang saya tulis sangat jauh dari sempurna, namun ini

sebagai momen yang baik kepada penulis untuk latihan menulis ilmiah. Bagi

siapapun yang menemukan kesalahan dan kekeliruan, mohon saran, kritik dan

masukannya. Semoga bermanfaat.

Ciputat, 25 April 2018

Penulis

v

ABSTRACT

EKSODUS BANI ISRAIL DARI MESIR KE PALESTINA

(Menggali Ibrah dari Pembangkangan Bani Israil)

NURUL HIKMAH

Eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina (Menggali Ibrah dari

Pembangkangan Bani Israil)

Eksodus merupakan perbuatan meninggalkan daerah (negara) tempat tinggal ke

luar negeri secara besar-besaran dalam jumlah. Arti yang lebih spesifik menurut

JS. Badudu eksodus merupakan perjalanan Bani Israil dari Mesir di bawah

bimbingan Nabi Musa.

Tidak ada penyebutan secara khusus terkait kata eksodus dalam al-Qur‟an. Dalam

QS. al-Dukhon [44]: 24 Allah memerintahkan Nabi Musa untuk membawa

kaumnya keluar dari Mesir menggunakan kata perintah (fi‟il „amar) asri berasal

dari kata sarâ yang mengandung makna melakukan perjalanan di malam hari.

Antara eksodus dan perjalanan merupakan dua maksud yang berbeda; eksodus

merupakan nama peristiwanya dan melakukan perjalanan adalah bentuk proses

peristiwa. Jadi, secara langsung tidak disebutkan kata eksodus atau peristiwa

eksodus dalam al-Qur‟an, yang ada adalah proses adanya eksodus tersebut. Proses

eksodus ini penulis sebut dengan melakukan perjalanan. Kata yang mengandung

makna melakukan perjalanan di dalam al-Qur‟an disebutkan dengan 5 kata selain

kata asri yang sudah disebutkan, yaitu siyâhah, hijrah, rihlah, al-sayr dan safar

dan sâra.

Peristiwa eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina merupakan salah satu kisah

yang dihadirkan dengan jumlah yang cukup banyak dalam al-Qur‟an. Dalam kisah

eksodus tersebut banyak peristiwa yang terjadi selama dalam perjalanan. Teguran,

hukuman dan ampunan secara berulang mereka dapatkan. Bani Israil juga dihukum

Allah menjadi kera serta dibuat kebingungan di padang pasir selama 40 tahun.

Untuk mengambil ibrah dari pembangkangan Bani Israil selama dalam perjalanan,

penulis mengambil 5 ayat sebagai bahan penelitian QS. al-Baqarah [2]: 51, 55, 57,

61, 65.

Peneliitian ini dilakukan dengan menggunakan metode maudhu‟i/ tematik dengan

maksud untuk mendapatkan hasil maksimal dan komplit dalam satu tema. Analisa

penulis terkait ibrah yang diperoleh dari penelitian peristiwa eksodus Bani Israil

dari Mesir ke Palestina menemukan tiga hal yaitu wajib taat pada perintah

pemimpin, wajib mensyukuri nikmat yang diperoleh serta wajibnya menjaga

aqidah.

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h ha dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع

gh ge dan ha غ

f Ef ؼ

q Ki ؽ

k Ka ؾ

l El ؿ

m Em ـ

n en ف

w we ك

h ha ق

apostrof ˋ ء

y Ye ي

vii

B. Vokal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____ a fathah

i kasrah

____ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____ ai a dan i

____ au a dan u

C. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ȃ a dengan topi di atas ىب

ȋ i dengan topi di atas ى

ȗ u dengan topi di atas ى

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf/l/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun qamariyyah. Contoh al-rijȃr bukan ar-rijȃl, al-dȋwȃn bukan ad-

dȋwȃn.

E. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda (___) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jika hurud yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah

kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

سح ش .tidak ditulis ad-darȗrah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya انض

F. Ta Marbȗtah

Jika ta marbȗtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Begitu juga jika ta marbȗtah tersebut

diikuti oleh kata sifat (na‟t). Namun, jika huruf ta marbȗtah tersebut diikuti

oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

G. Huruf Kapital

Huruf capital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: انجخبس = al-

Bukhȃrȋ.

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………...ii

ABSTRAK ……………………………………………………………………….v

PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………………………...vi

DAFTAR ISI …………………………………………………………………...viii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………...x

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….1

A. Latar Belakang ………………………………………………..1

B. Identifikasi Masalah …………………………………………..5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah …………………………..5

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ………………….6

E. Telaah Pustaka ……………………………...………………...8

F. Metode Penelitian ……………………………………..……...8

G. Teknik Penulisan …………………………………………….10

H. Sistematika Penulisan ………………………………………..10

BAB II DISKURSUS EKSODUS……... ……………………………….12

A. Definisi Eksodus… …………………………………………..12

B. Kata Eksodus dalam al-Qur‟an… ……………………………12

BAB III BANI ISRAIL DI BAWAH PENJAJAHAN FIR‟AUN DI MESIR

ix

A. Pengertian Bani Israil………………………………...………20

B. Profil Fir‟aun ………………………………………………...23

C. Profil Nabi Musa…………………………………..…………25

D. Penjajahan Fir‟aun Terhadap Bani Israil …………………….29

E. Eksodus Bani Israil dari Mesir ………………………………36

BAB IV IBRAH DARI PEMBANGKANGAN BANI ISRAIL ...………..44

A. Wajib Taat Pada Perintah Pemimpin ………………………..44

B. Wajib Mensyukuri Nikmat yang diperoleh dari Perjalanan….50

C. Wajib Menjaga Aqidah………………………………………59

BAB V PENUTUP ……………………………………………………...69

A. Kesimpulan ……………………………....………………....69

B. Saran-Saran …………………………………………………69

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..70

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Kata siyâhah dan derivasinya dalam al-Qur‟an ………………..……14

Table 2.2: Kata hijrah dan derivasinya dalam al-Qur‟an ………………….……16

Table 2.3: Kata rahl dan derivasinya dalam al-Qur‟an …………………………17

Table 2.4: Kata sayara dan derivasinya dalam al-Qur‟an ………………………18

Table 2.5: Kata safar dan derivasinya dalam al-Qur‟an …………………..........19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bani Israil1 merupakan bangsa yang disebutkan paling banyak

diceritakan dalam al-Qur‟an. Terhitung 41 kali kata Banî Isrâîl diulang, juga

terdapat dua ayat yang hanya menyebutkan kata isrâîl pada surat Âli „Imrȃn

ayat 93 dan surat Maryam ayat 58. Bani Israil diceritakan dengan alur cukup

panjang dalam setiap suratnya Seperti dalam QS. al-Baqarah [2]: 40-122, QS.

al-A‟râf [7]:103-170, QS. Tâhâ [20]: 9-79, dan QS. al-Qasas [28]: 2-46, QS

al-Syu„arâ‟ [26]: 10-68 dan tidak sedikit pula yang kurang dari 10 ayat dalam

surat tertentu.

Dalam surat al-Baqarah berisi kisah penindasan yang dilakukan Fir‟aun

dan kaumnya selama di Mesir, mu‟jizat Nabi Musa, pembangkangan Bani

Israil, peringatan serta keluarnya Bani Israil dari Mesir dan perlakuan mereka

terhadap pemimpinnya, Nabi Musa. Surat al- A'râf berisi kisah Nabi Musa dan

Bani Israil selama di Mesir, dan juga saat keluar dari Mesir serta beberapa

pembangkangan yang dilakukan Bani Israil selama di perjalanan namun tidak

mendetail. Surat al-Qasas dan surat Tâhâ menceritakan kisah Nabi Musa sejak

bayi, menikah, pengutusan jadi rasul, ajakan Nabi Musa dan Nabi Harun

1Kata banȋ adalah bentuk jamak dari kata ibn (jamak banȗn/ banȋn, dibuang n karena

disambungkan dengan kata berikutnya) artinya anak-anak. Zamakhsyarî, Fakhr al-Dîn al-Razi,

Rasyîd Rida, Syaʻrawî, Hamka, Quraish Shihab sepakat bahwa kata isrâîl diberikan kepada

Yaʻkub ibn Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan kata Bani Israil dikaitkan dengan anak keturunan Nabi

Ya‟kub ibn Ishaq. Zamakhsyarî, Fakhr al-Dîn al-Razi, Rasyîd Rida, Syaʻrawî, Hamka, Quraish

Shihab sepakat bahwa kata isrâîl diberikan kepada Yaʻkub ibn Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan kata

Bani Israil dikaitkan dengan anak keturunan Nabi Ya‟kub ibn Ishaq. Lebih lengkapnya lihat BAB

III dalam skripsi ini.

2

kepada Fir‟aun dan kaumnya untuk menyembah Allah. Begitu pula dalam surat

al-Syu„arâ‟ yang berisi kisah Nabi Musa melawan para tukang sihir Fir‟aun

sampai kisah Nabi Musa dan kaumnya menyeberangi lautan, penyelamatan

terhadap Nabi Musa dan kaumnya serta tenggelamnya Fir‟aun.

Dari penjelasan tersebut di atas, kisah Bani Israil tergambar jelas bahwa

al-Qur‟an memaparkan dengan kompleks kisah mereka mulai dari masa

masuk ke Mesir (zaman Nabi Yusuf), ketika di Mesir dan melakukan eksodus

dari Mesir ke Palestina. Namun cerita yang paling banyak adalah kisah dalam

peristiwa eksodus1.

Eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina memerlukan waktu yang

cukup panjang sampai mereka secara resmi tinggal di Palestina. Hal ini karena

Nabi Musa bersama umatnya tidak menempuh jalan yang biasa ditempuh

untuk menuju ke Sinai. Mereka tidak menelusuri pantai Laut Tengah yang

jaraknya hanya 250 mil menuju Sinai. Tetapi, mereka menelusuri arah jalur

tenggara, melalui Laut Merah untuk menghindari jalur perjalanan kafilah

sekaligus menjauhkan diri dari kejaran Fir‟aun. Namun, dalam naskah Ibrani

sendiri, nama laut yang mereka lewati adalah Laut Gelagah padahal di Laut

Merah tidak terdapat tumbuhan gelagah.2

Selain hal tersebut, pernyebab lamanya perjalanan mereka adalah

hukuman Allah untuk Bani Israil yaitu Allah menghukum mereka

kebingungan di padang pasir selama 40 tahun. Ulama tafsir3 tidak ada yang

1 Meninggalkan tempat asal oleh penduduk secara besar-besaran.

2 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h.234.

3 Mutawalli Sya‟rawi, Ibn Katsîr, Quraish Shihab, Sayyid Qutub, Wahbah Zuhaili,

Hamka, al-Qurtubi.

3

menyebutkan secara jelas berapa lama perjalanan yang ditempuh oleh Bani

Israil tersebut, namun semuanya bersepakat bahwa perjalanan dilakukan lebih

dari 40 tahun. Hal ini karena, selama 40 tahun Bani Israil dihukum Allah

dengan merasa kebingungan di bumi, padang pasir sekitar Palestina.4

Eksodus Bani Israil5 dari Mesir ke Palestina tersebut merupakan

perintah dari Allah atas permintaan Nabi Musa.6 Pada akhirnya Allah

memerintahkan Bani Israil melakukan eksodus pada malam hari yang

berlangsung pada abad ke-13 (1290-1223 SM).

Terlepas dimana jalur pasti yang telah dilewati Bani Israil menuju

Palestina, terjadi pula pasang surut keadaan Bani Israil. Banyak nikmat dan

keutamaan yang diberikan Allah namun banyak pula ayat yang berisi

kecaman. Beberapa nikmat dan keutamaan Allah kepada mereka diantaranya;

perlindungan dari kejaran Fir‟aun, makanan dan minuman selama di

perjalanan (eksodus).7 Bahkan Allah memberikan pujian pada Bani Israil atas

kesabaran mereka selama penindasan Fir‟aun di Mesir sebagaimana Allah

sebutkan dalam QS. al-A‟râf [7]: 137 berikut ini:

4 QS. Al-Mâidah [5]: 26.

5 Bani Israil yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Bani Israil zaman Nabi Musa.

6 QS. Thâhâ [20]: 77 dan QS. al-Syu‟arâ‟ [26]: 52.

7 Lihat kisah Nabi Musa dan Bani Israil dalam QS. al-Baqarah [2]: 40- 93, QS. al-A‟râf

[7]: 103-170, QS. Thâhâ [20]: 9-79, QS. al-Qasas [28]: 2-46.

4

“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu,

negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang

telah Kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah

Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil

disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang

telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun

mereka.”

Namun, pada saat yang lain Allah beberapa kali memberikan peringatan

Bani Israil akan kesalahan yang mereka perbuat, Allah juga melaknat mereka

di bumi disebabkan perbuatan yang mereka lakukan. Hal ini terjadi pada

peristiwa eksodus menuju Palestina.

Al-Qur‟an menggambarkan Bani Israil sebagai orang yang berperilaku

kurang pantas. Mereka menunjukkan kesabaran yang rendah, berkeluh kesah

menjadi sebuah hal yang biasa,8 tidak memiliki keyakinan yang teguh dan

selalu curiga terhadap perintah dan keputusan Nabi Musa9. Berlipat

kenikmatan yang diberikan Allah pada Bani Israil selama dalam perjalanan.

Secara garis besar Quraish Shihab menyebutkan Ada dua anugerah

Allah kepada Bani Israil dalam konteks penyelamatan; pertama

menghindarkan sebagian mereka dari siksa, yang mana dahulu Fir‟aun selama

setahun memerintahkan untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir

pada tahun itu dan membiarkan hidup yang lahir pada tahun berikutnya,

demikianlah silih berganti. Anugerah yang kedua adalah keruntuhan rezim

8 Lihat QS. al-Baqarah [2]: 61

9 Lihat QS. al-Baqarah [2]: 67

5

Fir‟aun dan kematiannya sehingga terhenti penindasan yang dilakukan

terhadap Bani Israil.10

Dari beberapa alasan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Eksodus Bani Israil Dari Mesir Ke Palestina

(Menggali Ibrah Dari Pembangkangan Bani Israil) ”

B. Identifikasi Masalah

Seperti telah penulis uraikan pada latar belakang di atas, bahwa eksodus

merupakan kisah Bani Israil yang disebutkan di banyak ayat dalam al-Qur‟an

dengan penyajian cerita yang kompleks.

Uraian di atas memunculkan banyak pertanyaan yang harus dijawab

dan dikaji secara mendalam, diantaranya:

1. Bagaimana keadaan Bani Israil selama tinggal di Mesir?

2. Apa yang melatarbelakangi keluarnya Nabi Musa dan Bani Israil

dari Mesir?

3. Bagaimana akibat yang diperoleh oleh Bani Israil yang musyrik dan

mendustai kenabian?

4. Ibrah apa yang bisa diambil dari pembangkangan Bani Israil ?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Untuk menjawab semua permasalahan yang timbul membutuhkan

ruang dan waktu yang cukup luas. Penulis membatasi pada ibrah dari

pembangkangan Bani Israil. Pembatasan ini penulis maksudkan agar

pembahasan tidak melebar. Untuk itulah penulis akan membahas masalah

10

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h. 231.

6

pokok seputar eksodus Bani Israil dalam al-Qur‟an, yaitu: “Apa ibrah yang

bisa diambil dari pembangkangan Bani Israil ? ”

Sebagaimana di awal disebutkan bahwa kisah Bani Israil zaman Nabi

Musa terdapat pada QS. al-Baqarah [2]: 40-122, QS. al-A‟râf [7]:103-170, QS.

Tâhâ [20]: 9-79, dan QS. al-Qasas [28]: 2-46, QS al-Syu„arâ‟ [26]: 10-68 dan

tidak sedikit pula yang kurang dari 10 ayat dalam surat tertentu. Penulis

membatasi ayat-ayat yang akan penulis teliti, yaitu hanya terfokus pada kisah

eksodus Bani Israil dalam QS. al-Baqarah [2]: 51, 55, 57, 61, 65. Namun,

cerita Bani Israil dalam beberapa surat tersebut membantu penulis dalam

melengkapi kisah yang ada.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui ibrah

dari pembangkangan Bani Israil melalui peristiwa eksodus Bani Israil dari

Mesir ke Palestina. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini ialah memberikan

kontribusi informasi peristiwa eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina serta

ibrah dari pembangkangan yang dilakukan Bani Israil selama dalam

perjalanan tersebut. Harapannya adalah pada dampak sosial yang baik bagi

ummat Islam.

E. Telaah Pustaka

Pembahasan mengenai Bani Israil memang merupakan salah satu tema

yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, setelah dilakukan penelusuran

tentang pembahasan yang terkait Bani Israil, ditemukan beberapa penelitian

diantaranya adalah sebagai berikut:

7

Al-Baqarah dan karakteristik Bani Isra'il : study kritis surahAl-

Baqarah ayat 67 sampai dengan 74 skripsi karya Ahmad Baihaqi, Tafsir

Hadis UIN Jakarta 2008. Skripsi ini lebih focus pada pencarian tentang makna

kata al-baqarah serta karakter Bani Israil dalam surat al-Baqarah [2]: 67-74.

Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazella dalam karyanya yang berjudul

Testifies to the Infallibility of the Qur‟an dan telah diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia oleh Munir A. Mun‟im dengan judul Sejarah Bangsa Israel

dalam Bibel dan al-Qur‟an; Sebuah Penelitian Islamic Archaeology, berisi

tentang sejarang Bangsa Israil yang diperbandingkan antara fakta dalam al-

Qur‟an dan Bibel. Ada satu bab didalamnya yang membahas tentang eksodus

dalam al-Qur‟an, namun isinya menitikberatkan pada kronologi dan proses

keluarnya dari Mesir, bukan pada perilaku atau sifat yang ada pada Bani Israil

selama dalam perjalanan. Demikian pula dalam buku Rihlah Bani Israil Ila

Misra al-Fir‟auniyyah wa al-Khurūj karya Ghattas Abd al-Malik al-Khasybah

juga lebih terfokus pada kronologi sejarah.

Buku Rihlah Bani Israil Ila Misra al-Fir‟auniyyah wa al-Khurūj karya

Ghattas Abd al-Malik al-Khasybah juga lebih terfokus pada kronologi sejarah.

Dari beberapa karya tulis tersebut tidak ada pembahasan yang sama

dengan yang dibahas penulis, dimana penulis memfokuskan penelitian pada.

Eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina dengan menggali ibrah selama

peristiwa eksodus tersebut.

F. Metode penelitian

8

Metode penelitian dibagi menjadi dua, yaitu metode pengumpulan

data dan metode analisis yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode pengumpulan data

Dalam melakukan penelitian terkait ibrah dari eksodus Bani Israil

dari Mesir ke Palestina, penulis menggunakan metode deskriptif analisis

yakni mengumpulkan, mempelajari dan menganalisa masalah yang ada

kaitannya dengan penelitian di atas. Sedangkan teknik pengumpulan data

ditempuh melalui library research dengan beberapa upaya yang ditempuh

oleh penulis, yaitu: mengumpulkan ayat-ayat yang berisi kisah Bani Israil,

setelah itu penulis ambil satu kisah peristiwa Bani Israil untuk di teliti

yaitu eksodus Bani Israil dari Mesir ke Palestina. Dari ayat-ayat yang yang

menjelaskan peristiwa eksodus penulis persempit lagi menjadi lima ayat

untuk diteliti, ayat tersebut secara jelas berisi pembangkangan Bani Israil.

Selanjutnya, penulis mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan

dengan penelitian, yakni kitab tafsir sebagai sumber sekunder penelitian,

diantaranya;11

Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azim, Tafsir al-Tabarî, Tafsir al-

Misbah, Tafsir Sya‟rawî dan Tafsir fi Dzilȃl al-Qur‟ȃn, dan beberapa buku

yang berkaitan akan menjadi sumber sekunder dalam penelitian ini.

2. Metode analisis

Metode analisis yang penulis gunakan adalah dengan

menggunakan metode tafsir tematik atau maudu‟i 12

yaitu suatu metode

11

Pengambilan tafsir-tafsir tersebut diambil berdasarkan Tafsir Klasik dan modern serta

tafsir yang bercorak adabi ijtima‟i. 12 Para ulama yang tergabung dalam Litbang Kemenag menyimpulkan bahwa

berdasarkan perkembangan sejarah ilmu tafsir dan karya seputa tafsir, ada 3 bentuk tafsir yang

diperkenalkan oleh ulama; pertama dilakukan melalui penelusuran kosakata dan derivasinya pada

9

tafsir dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mempunyai satu makna

dan penyusunan di bawah satu judul bahasan, kemudian menafsirkan

secara tematik. Sebagaimana dikutip dari buku „Abd al-Hayy al-Farmawî

(seorang guru besar pada fakultas Ushuluddin al-Azhar), diantara langkah

tersebut yaitu:13

1) Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji

secara maudhu„i

2) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan

masalah yang telah ditetapkan

3) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya disertai

dengan pengetahuan tentang asbab al-nuzȗl (latar belakang

turunnya ayat)

4) Mengetahui korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut didalam

masing-masing suratnya

5) Menyusun tema bahasan didalam kerangka yang pas, sistematis,

sempurna dan utuh

6) Melengkapi bahasan dan uraian dengan Hadis, bila dipandang

perlu sehingga pembahasan menjadi lebih sempurna dan jelas

ayat-ayat al-Qur‟an kemudian dianalisa sampai pada akhirnya dapat disimpulkan makna-makna

yang terkandung di dalamnya. Contohnya, al-Mufradȃt fȋ Gharȋb al-Qur‟ȃn, Ensiklopedia al-

Qur‟an; Kajian Kosakata. Kedua dilakukan dengan menelusuri pokok-pokok bahasan sebuah

surat dalam al-Qur‟an dan menganalisanya, sebab setiap surat memiliki tujuan pokok sendiri-

sendiri, contohnya; al-Nabȃ‟ al-„Azȋm karya „Abdullȃh Dirȃz, Fȋ Dzilȃl al-Qur‟ȃn karya Sayyid

Qutub. Ketiga menghimpun ayat-ayat yang terkait dengan tema atau topik tertentu dan

menganalisanya secara mendalam sampai pada akhirnya dapat disimpulkan pandangan atau

wawasan al-Qur‟an menyangkut tema tersebut. Contoh karya model ini yaitu; al-Insȃn fȋ al-

Qur‟ȃn karya Ahmad Mihana, al-Qur‟ȃn wa al-Qitȃl karya Mahmȗd Syaltȗt (Lajnah Pentashihan

al-Qur‟an, Tafsir al-Qur‟an Tematik; Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik (Jakarta:

Bimas Kemenag RI, 2012) h. xxiv-xxvi). 13

Abd Hayy Al-Farmawy, Al-Bidâyah fȋ al-Tafsir Maudhȗ‟i (Kairo: al-Hadharah al-

Arabiyah, 1977), Cet. II, h. 14.

10

7) Mempelajari ayat-ayat tersebut keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian sama.

G. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini penulis mengacu pada buku “Pedoman Akademik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012-2013”.14

Kecuali dalam penulisan

footnote, penulis hanya akan mencantumkan nama populer dari penulis

tersebut. Judul buku yang penulis tulis dua kata dari judul asli buku tersebut.

Aturan ini berlaku pada kutipan selanjutnya.

H. Sistematika penulisan

Langkah-langkah metodis sebelumnya mengharuskan penulis

membuat sistematika pembahasan yang relevan agar dapat mengantarkan

secara tepat kepada jawaban-jawaban atas permasalahan yang diajukan.

Karenanya, penulis akan membuat lima bab pokok yang meliputi:

Bab pertama pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat,

penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika

pembahasan. Bab ini ingin memberikan peta imajinatif yang jelas mengenai

alur tulisan ini secara umum, lengkap dengan batas-batas kajiannya. Hal ini

untuk memberikan pijakan yang kuat bagi penulis di satu sisi dan bagi

pembaca di sisi lain.

14

Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman

Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2012-2013 (Jakarta: UIN

Jakarta, 2012), h. 360-404.

11

Bab kedua terlebih dahulu dihadirkan diskursus eksodus, mulai dari

definisi eksodus sebagai pengantar dasar, juga dihadirkan kata eksodus dalam

al-Qur‟an.

Bab ketiga membahas terkait Bani Israil di bawah penjajahan Fir‟aun

di Mesir. Mulai dari pengertian Bani Israil, profil Fir‟aun, profil Nabi Musa,

penjajahan Fir‟aun terhadap Bani Israil, serta Bani Israil di Mesir. Hal ini

dihadirkan sebagai pengantar pengenalan Bani Israil dan keadaannya sebelum

eksodus untuk memudahkan dalam analisa ibrah yang dapat diambil dari

pembangkangan Bani Israil.

Bab keempat merupakan analisa ibrah dari pembangkangan Bani Israil

yaitu wajib taat pada perintah pemimpin, wajib mensyukuri nikmat dan wajib

menjaga aqidah.

Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang

didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan

pada bab-bab sebelumnya, juga memuat saran-saran yang diperlukan.

12

BAB II

DISKURSUS EKSODUS

A. Definisi Eksodus

Menurut JS. Badudu dalam bukunya yang berjudul Kamus Kata-Kata

Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia Eksodus memiliki dua arti yaitu

pertama; merupakan perjalanan Bani Israil dari Mesir di bawah bimbingan

Nabi Musa. Kedua; perbuatan meninggalkan daerah (negara) tempat tinggal ke

luar negeri secara besar-besaran dalam jumlah.1

Dalam Bible eksodus merupakan salah satu nama bab dalam kitab suci

tersebut yang berisi tentang kisah Nabi Musa dan Bani Israil di Mesir serta

proses keluarnya kaum tersebut dari Mesir menuju Palestina. Dalam Bible

berbahasa Inggris menggunakan kata “exodus”, dalam Bible Bahasa Indonesia

bab tersebut dikenal dengan istilah “kitab Keluaran”.

B. Kata Eksodus dalam al-Qur’an

Kata eksodus seperti yang dimaksud diatas mengandung serta memiliki

kedekatan makna dengan melakukan perjalanan. Ayat tentang perintah Allah

kepada Nabi Musa untuk keluar dan pergi meninggalkan Mesir menggunakan

kata perintah (fi‟il „amar) asri2 berasal dari kata sarâ yang mengandung makna

melakukan perjalanan di malam hari. Jadi disini dipaparkan dua maksud

1 Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Kompas

media Nusantara. 2007). h. 79 2 QS. Al-Dukhan [44]: 23

23. (Allah berfirman): "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada

malam hari, Sesungguhnya kamu akan dikejar.”

13

eksodus merupakan nama peristiwanya dan melakukan perjalanan adalah

bentuk proses peristiwa.

Jadi, secara langsung tidak disebutkan kata eksodus dalam al-Qur‟an,

yang ada adalah proses adanya eksodus tersebut. Proses eksodus ini penulis

sebut dengan melakukan perjalanan. Kata yang mengandung makna melakukan

perjalanan di dalam al-Qur‟an disebutkan dengan 5 kata selain kata asri yang

sudah disebutkan, yaitu siyâhah, hijrah, rihlah, al-sayr dan safar dan sâra.

1. Siyâhah

Siyâhah merupakan bentukan dari kata كسيػوحا –احة سي –يسيح –ساح–

كسيحان –كسيحا yang pada mulanya mengandung arti air yang mengalir di

permukaan bumi, demikian pula sebagaimana disebutkan dalam Kitab al-

Tahdzîb. Dari makna dasar tersebut juga mengalami perluasan makna

menjadi „pergi‟ atau berjalan (dipermukaan bumi), yakni perjalanan yang

dilakukan di muka bumi untuk beribadah. Namun adapula yang

mengartikan perjalanan secara umum. Kamus Lisân al-„Arab

menyebutkan satu ungkapan yang dinilainya sebagai hadis; Tidak ada

siyâhah didalam Islam diartikan dengan meninggalkan kota dan pergi

mengembara. Ibn al-„Atsir berpendapat bahwa yang dimaksud adalah

meninggalkan kelompok dan jamaahnya lalu pergi (tinggal) ke Padang

Sahara. Ada juga yang menafsirkan dengan orang yang berjalan dimuka

bumi dengan tujuan buruk dan mengadu domba. al-Azhari berkata bahwa

Siyâhah pada ummat ini adalah berpuasa dan istiqomah ke masjid. Ini juga

14

merupakan perluasan dari makna bepergian dari kata as-siyâh, yang isim

fa‟ilnya sâih dengan arti orang yang bepergian meninggalkan kota, tempat

keramaian, kurang makan dan kurang minum. Dari makna kurang makan

dan kurang minum inilah kata sâih diartikan dengan orang yang berpuasa,

karena orang puasa meninggalkan makan dan minum pada siang hari.1 Kata

siyâhah dan derivasinya dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak tiga kali

yaitu:

Tabel 2.1:kata siyâhah dan derivasinya dalam al-Qur‟an

No Kata Kunci Surat dan Ayat

QS. al-Taubah [9]: 2 فسيحوا 1

QS. al-Taubah [9]: 112 السائحوف 2

QS. al-Tahrîm [66]: 5 سائحات 3

Dari 3 pengulangan kata siyâhah dan derivasinya ini ditemukan 2

makna; perjalanan (QS. al-Taubah [9]: 2 dan QS. al-Taubah [9]: 112) dan

puasa (QS. al-Tahrîm [66]: 5). Dengan demikian tidak ada hambatan untuk

mengklasifikasikan kata ini dalam ayat yang mengandung kata perjalanan.

2. Hijrah

Kata al-hijrah adalah lawan kata dari al-wasal (sampai/

tersambung). Hajarahu-yahjuruhu-hijran dan hijrânan ( جش –جش –

جشا جشاب – ) yang artinya memutuskannya, mereka berdua yahtajirân

atau yatahâjaran yaitu saling meninggalkan, bentuk isimnya adalah al-

hijrah.2

1 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr al-Sadr, 1990). Juz 2. h. 492-493.

2 Ahzami Samiun Jazuli, al Hijratu fi al-Qur‟an al-Karîm. Penerjemah Eko Yulianti

(Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 17.

15

Raghib al-Asfahâni berkata; al-hijru atau al-hijran adalah

seseorang yang meninggalkan lainnya baik secara fisik, perkataan bahkan

hati. Fairuz Abadi berpendapat hijrah merupakan kebalikan dari wasal

yaitu perginya satu kaum dari satu wilayah ke wilayah lain dimana mereka

meninggalkan wilayah yang pertama menuju wilayah yang kedua. Hal

yang sama dilakukan oleh kaum muhajirin dari Makkah menuju Madinah.

Ibnu al-„Arabi, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Hajar al-Asqalani berpendapat

hijrah adalah perpindahan dari negeri kaum kafir atau peperangan (dâr al

kufri wa al harbi) ke negeri muslim (dâr al Islâm). 3

Pengertian ha-ja-ra dalam al-Qur‟an memiliki empat makna, yaitu:

perkataan keji/ celaan seperti dalam QS. al-Muˋminȗn [23]: 67 dan al-

Furqân [25]: 30, berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain mencari

keselamatan agama sebagai manifestasi taat kepada Allah swt. (QS. al-

„Ankabȗt [29]: 26) yaitu mereka berpindah ke palestina sebagaimana

dijelaskan dalam kitab-kitab tafsir, berpisah ranjang dengan pasangan (QS.

al-Nisâ‟ [4]: 34), menyendiri dan ber-„uzlah (QS. al-Muzammil [73]: 10.

Kata hijrah dalam al-Qur‟an dengan berbagai derivasinya terulang

sebanyak 32 kali dalam 15 surat di 27 ayat4, yakni terletak dalam surat-

surat sebagai berikut:

Table 2.2: Kata hijrah dan derivasinya dalam al-Qur‟an

No Kata Kunci Surat dan Ayat

al-Baqarah [2]: 218, Ali „Imrân [3]: 195, al-Anfâl ىاجركا 1

[8]: 72,74,75, al-Taubah [9]: 20, al-Nahl [16]: 41

al-Nisâ [4]: 34 كاىجركىن 2

3 Ahzami Samiun Jazuli, al Hijratu fi al-Qur‟ân al-Karîm. Penerjemah Eko Yulianti

(Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 17. 4 Muhammad Fuˋad Abd al- Bâqî, al-Mu‟jam al-Mufahras Li Alfâdz al-Qur‟ân al-Karîm

(Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001), h. 900-901.

16

al-Nisâ [4]:89 يػهاجركا 3

al-Nisâ [4]: 97 هتاجركا 4

al-Nisâ [4]:100 يهاجر 5

al-Muzammil [73]: 10 كاىجرىم 6

al-„Ankabȗt [29]: 26 مهاجر 7

al-Mumtahanah [60]: 10 مهاجرات 8

al-Mu‟minȗn [23]: 67 تػهجركف 9

Maryam [19]: 46 كاىجرن 10

al-Muddatsir [74]: 5 فاىجر 11

هاجرين 12 al-Hasyr [59]: 8, al-Ahzâb [33]: 6, al-Nȗr [24]: 22 امل

al-Hasyr [59]: 9 ىاجر 13

al-Hasyr [59]: 50 ىاجرف 14

Penggunaan 32 kata hijrah dan derivasinya tersebut sesuai dengan

apa yang didefinisikan para ulama, yaitu meninggalkan baik secara fisik,

perkataan dan hati. Dari 32 ayat tersebut, 28 ayat berbicara tentang

perpindahan secara fisik.

3. Rihlah

Rihlah terambil dari akar kata rahl ( حمس) yang berarti sesuatu yang

diletakkan di atas unta agar bisa mengendarainya. Bentuk jamaknya

adalah arhul )أسحم( dan rihâl ()سحبل . Sedangkan rihâlah سحبنخ( ) jamaknya

rahâil سحبئم() sejenis petana terbuat dari kulit. Dan masdarnya rahlan )سحال)

artinya menunggangi. Orang yang bepergian atau melakukan perjalanan

juga dikatakan rahala yarhalu rahlan.5

5 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr al-Sadr, 1990). Juz 2. h. 274-276.

17

Menurut informasi dari kitab al-Mu‟jam al-Mufahras Li Alfâdz al-

Qur‟ân al-Karîm karya Muhammad Fuˋad „Abd al- Bâqî, kata rahl dan

derivasinya disebutkan sebanyak 4 kali dalam al-Qur‟an, diantaranya:

Table 2.3: Kata rahl dan derivasinya dalam al-Qur‟an

No Kata Kunci Surat dan Ayat

QS. Yȗsuf [12]: 70 رحل 1

QS. Yȗsuf [12]: 75 رحلو 2

QS. Yȗsuf [12]: 62 رحالم 3

QS. Quraisy [106]: 2 رحلة 4

Dari 4 pengulangan kata rahl dan derivasinya tersebut ditemukan

dua makna yaitu karung dan perjalanan. Dalam surat Quraisy berisi

perjalanan suku Quraisy dari Mekkah ke Syam atau sebaliknya dan dalam

surat Yusuf bermakna karung yaitu karung saudara-saudara Nabi Yusuf.

4. al-Sayr

al-Sayr berasal dari kata ك–كمسرية – كتسيارا –كمسريا –سريا –يسري –سار

–سريكرة mengandung makna yang sama dengan انزبة (pergi). Dalam hadis

Hudzaifah al-sayr berarti menghilangkan kemarahan.

Kata dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 28 kali yang terletak pada

21 surat dan 26 ayat;6 diantaranya:

Table 2.4: Kata al-Sayr dan derivasinya dalam al-Qur‟an

No Kata Kunci Surat Dan Ayat

QS. al-Qasas [28]: 29 سار 1

اك يسري 3 QS. Yȗsuf [12]: 109, QS. al-Hajj [22]: 46, QS. al-Rȗm

[30]: 9, QS. Fâtir [35]: 44, QS. al-Mu‟min [40]: 21,

82, QS. Muhammad [47]: 10

6 Muhammad Fuˋad Abd al- Bâqî, al-Mu‟jam al-Mufahras Li alfadz al-Qur‟ân al-Karîm

(Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001), h. 460.

18

QS. al-Tȗr [52]: 10 تسيػر 2

ركا 4 سيػQS. Âli „Imrân [3]: 137, QS. al-An‟âm [6]: 11, QS. al-

Nahl [16]: 36, QS. al-Naml [27]: 69, QS. al-Ankabȗt

[29]: 20, QS. al-Rȗm [30]: 42, QS. Saba‟ [34]: 18

QS. al-Kahfi [18]: 47 نسري 5

QS. Yȗnus [10]: 22 يسريكم 6

ت 7 -QS. al-Ra‟d [13]: 31, QS. al-Naba‟ [78]: 20, QS. Al سري

Takwîr [81]: 3

QS. Saba‟ [34]: 18 الس ري 8

QS. al-Tȗr [52]: 10 سريا 9

رتػها 10 QS. Tâhâ [20]: 21 سيػ

QS. al-Mâidah [5]: 96, QS. Yȗsuf [12]: 10 الس ي ارة 11

QS. Yȗsuf [12]: 19 سي ارة 12

Dari semua pengulangan kata al-Sayr dan derivasinya tersebut

semuanya bermakna perjalanan, namun dengan objek yang berbeda yaitu

benda dan manusia.

5. Safar

Safar mempunyai arti menyapu; menyapu rumah dan lain-lain,

menerbangkan; angin menerbangkan awan di langit. Safar juga berarti

menaklukkan jarak. انسفش merupakan antonim dari انحضش (hadir). Dan

orang yang melakukan perjalanan disebut . سافر mempunyai makna املسافر

yang sama dengan سافر.7

7 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr al-Sadr, 1990). Juz 2. h.367.

19

Menurut al-Azhari orang yang melakukan perjalanan disebut

musafir, pindahnya orang yang hadir (احلضر) dari tempatnya dan orang yang

melakukan p erjalanan di bumi.8

Kata dan derivasinya dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak 12 kali

yang terdapat pada 9 surat dan 11 ayat,9 yakni:

Table 2.5: Kata safar dan derivasinya dalam al-Qur‟an

No Kata

Kunci Surat an Ayat

QS. al-Muddatstsir [74]: 34 أسفر 1

QS. „Abasa [80]: 38 مسفرة 2

QS. „Abasa [80]: 10 سفرة 3

:QS. al-Baqarah [2]: 184, 185, 283, QS. al-Nisâ‟ [4] سفر 4

43, QS. al-Mâidah [5]: 6

QS. al-Taubah [9]: 42 سفرا 5

QS. al-Kahfi [18]: 62 سفرن 6

QS. Saba‟ [34]: 19 أسفارن 7

QS. al-Jumuʻah [62]: 5 أسفارا 8

Dari 11 ayat pengulangan kata safar tersebut ditemukan 4 model

objek pemaknaan, diantaranya berseri-seri (wajah), membawa kitab-kitab

tebal, mulai terbit terang (subuh) dan makna perjalanan sebagai

pendominasi makna.

Oleh karena itu, dari 5 kata kunci ini, semuanya masuk dalam

kelompok ayat-ayat yang mengandung kata perjalanan proses melakukan

eksodus.

8 Ibnu Mandzur, Lisân al-Arab, (Beirut: Dâr al-Sadr, 1990). Juz 2. h. 368.

9 Muhammad Fuˋad Abd al- Bâqî, al-Mu‟jam al-Mufahras Li alfâdz al-Qur‟ân al-Karîm

(Kairo: Dâr al-Hadîts, 2001), h. 431-432.

20

BAB III

BANI ISRAIL DI BAWAH PENJAJAHAN FIR’AUN DI MESIR

A. Pengertian Bani Israil

Kata banȋ mengandung makna sesuatu yang lahir dari yang lain,1 banȋ

juga mengindikasikan hubungan darah dan kekeluargaan. Kata banȋ adalah

bentuk jamak dari kata ibn (jamak banȗn/ banȋn, dibuang n karena

disambungkan dengan kata berikutnya) artinya anak-anak. Ada yang

mengatakan bahwa kata Ibn berasal dari kata al-binâ‟ (bangunan), karena

anak biasanya bersandar kepada orang tuanya. Kata ibn berasal dari banâ-

yabnî-bina'ân-wabinyatan wa bunyânan ( بب -ج –ث ث خ ث ثبءا ) yang

berarti 'membangun, menyusun, membuat fondasi'. Kata ibn berasal dari

banawa ) ) atau ba nawun )ث 'yang berarti syai'un yutawalladu min syai (ث

ئ) ش نذ ي ئ ت sesuatu yang dilahirkan dari sesuatu) atau bisa juga = ش

berarti al waladudz-dzakar ( نذ انزكش ان =seorang anak laki-laki). Bentuk jamak

dari kata ibn adalah ibnâ' dan bentuk tasghirnya adalah bunayya ( ث =

anakku). Menurut al-Asfahani, kata ibn adalah 'suatu yang dilahirkan' karena

1 Abu al-Husyain Ahmad Ibn Farîs ibn Zakariyya, Mu‟jam al-Maqâyîs fi al-Lughah

(Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 156.

21

apaklah yang telah " membuat" anak dan Allah-lah yang mewujudkannya. Kata

ibn dapat disandarkan atau digandeng dengan kata lain dan memiliki arti lain,

seperti ibn al-sabîl ( م انسج ,sebutan untuk orang yang bepergian atau merantau (إث

ibn al-lail ( م انه .sebutan untuk orang yang suka mencuri (إث1

Secara umum, kata ibn di dalam al-Qur'an mengacu pada status anak,

baik itu disandarkan kepada nama bapak, nama Tuhan ataupun sebutan

lainnya. Kata ibn di dalam surat al-Taubah [9]: 30 disandarkan kepada kata

Allah (ibn Allah), yaitu Uzair ibn Allah (Uzair putra Allah) dan al-Masih ibn

Maryam (al-Masîh putra Maryam), kecuali jika hal tersebut dipahami secara

metafora.2

Pendapat Shabir tentang makna isrâîl didukung oleh „Abd al-Azȋz bin

Muhammad dalam bukunya Mukhâlafât Mutanawwi‟ah yang mengatakan

bahwa banȋ berarti anak yang disifatkan hanya pada manusia, oleh karena itu

bani juga dapat dipahami sebagai manusia. Israil, kata “il” dalam bahasa

Ibrani berarti tuhan. Ada beberapa istilah untuk tuhan yaitu il, ilu, el, eloah,

eloha dan elohim. Dalam Bible terdapat kata “El Elyon” (Tuhan yang Maha

Tinggi, Kej 14: 19), “El Roy” (Tuhan Yang Maha Melihat kej. 16: 13) dan

“el Olam” (Tuhan Yang Maha Kekal) dan kata “el Olam” menjadi Elohim”

dan diserap kedalam bahasa arab menjadi allahumma.3

R. Firestone dalam Encyclopedia of Islam, kata Israil terdiri dari kata

“roy” dan “il”, yang artinya melihat Allah. Ada yang menyebut “israil”

1 Sahabuddin dkk, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,

2007), h. 337. 2 Sahabuddin dkk, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,

2007), h. 338. 3 „Abd al-Aziz bin Muhammad bin „Abd Allah, Mukhâlafât Mutanawwi‟ah. Penerjemah

Muhammad Syukur Wahyudin (Solo: Pustaka Arafah, 2006), h. 192.

22

adalah bahasa ibrani yang terdiri atas kata isra yang artinya “hamba yang

terpilih” dan il artinya “Tuhan”. Kata israil juga bisa dibangun dari kata sariy

dan il yang artinya perjalanan dimalam hari untuk mencari Allah. Makna

kedua dan ketiga inilah yang menurut R. Firestone sering dipakai oleh ahli

makrifat.

Melengkapi pengetahuan makna kata isrâîl, para mufassir seperti

Zamakhsyarî, Fakhr al-Dîn al-Razi, Rasyîd Rida, Syaʻrawî, Hamka, Quraish

Shihab sepakat bahwa kata isrâîl diberikan kepada Yaʻkub ibn Ishaq bin

Ibrahim. Sedangkan kata Banî isrâîl dikaitkan dengan anak keturunan Nabi

Ya‟kub ibn Ishaq4. Adapun gelar isrâîl diberikan kepada Nabi Yaʻkub

menurut Mutawalli Syaʻrawî diperoleh melalui cobaan besar yang ketika itu

ia lulus dari cobaan dan berhak untuk menyandang gelar safi Allah.5

Kata Banî isrâîl sering diulang dalam al-Qur‟an, yakni kata Banî isrâîl

dalam al-Qur‟an disebut sebanyak 41 kali dalam 40 ayat.6 Dari sekian banyak

ayat yang menginformasikan tentang Bani Israil, didalamnya terbagi menjadi

dua indikasi; dalam suatu tempat, Bani Israil diindikasikan sebagai bangsa

yang dikasihani oleh Allah swt, namun ditempat lain mengindikasikan bahwa

Bani Israil merupakan bangsa yang suka berbuat kerusakan, bersikap

eksklusif dan sukar diatur. Selain dari 41 ayat yang menyebutkan langsung

4 Nabi Ya‟kub menikah dengan dua orang sepupunya (dari ibu), yaitu Liah dan Rahil,

kemudian menikah lagi dengan Zilfah (jâriah Liah) dan Bilhah (jâriah Rahil). Dari keempat

isterinya ini melahirkan 12 anak laki-laki, antara lain dari Liah melahirkan Raubin, Syam‟un, Lawi

(dari keturunan Lawi lahirlah Nabi Musa) dan Yahuda (dari keturunannya diambil kalimat

Yahudi), Yassakir dan Za‟bulun. Dari Rahil melahirkan Yusuf dan Bunyamin, Dari Zilfah

melahirkan Jad dan Asyir, dari Bilhah melahirkan Dan dan Naftail. (Shalaby, Muqâranah al-

Adyân al-Yahȗdiah, h. 21). 5 Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (al-Azhar: Akhbâr al-Yaum, 1991), h. 333-334.

6 Maktabah Syamilah. Al-Qur‟an al-Karȋm.

23

kata Banî isrâîl, terdapat dua ayat yang hanya menyebutkan kata isrâîl, yaitu

Nabi Yaʻkub, pada surat Âli „Imrȃn ayat 93 dan surat Maryam ayat 58.

Dari pemaparan di atas bisa dipahami bahwa Bani Israil merupakan

anak keturunan Nabi Ya‟kub dari keempat istrinya; Liah, Rahil, Zilfah dan

Bilhah. Dari istrinya yang bernama Rahil melahirkan Nabi Yusuf dan

Bunyamin dan anak keturunan dari Liah nantinya melahirkan Nabi Musa.

B. Profil Fir’aun

Fir‟aun adalah gelar raja di Mesir yang berkuasa selama berabad-abad.

Kata Fir‟aun berasal dari bahasa Ibrani Per-O yang artinya rumah besar. Gelar

ini secara turun-temurun diterapkan kepada raja Mesir kuno karena mereka

dianggap sebagai titisan dewa-dewa Mesir, seperti Horus, Buto dan lainnya.7

Kisah Fir‟aun merupakan kisah yang paling banyak disebutkan dalam

al-Qur‟an dibandingkan kisah umat terdahulu yang lain. Kata Fir‟aun

disebutkan sebanyak 67 kali pada 61 ayat dalam al-Qur‟an.8

Kisah Fir‟aun terangkat ke permukaan karena kisahnya dengan Nabi

Musa. Gelar Fir‟aun dalam al-Qur‟an digunakan untuk penguasa Mesir yang

kejam. Bani Israil yang hidup tenteram sekitar satu setengah abad pada masa

pemerintahan Hyksos (1700-1550 SM), sejak dipimpin oleh Fir‟aun yang

memerintah pada zaman Nabi Musa, Bani Israil hidup dalam kesengsaraan

dan penderitaan. Mereka jadi budak dan buruh-buruh kasar. Kesengsaraan dan

penderitaan mereka mencapai puncaknya ketika Ramses II (1304-1237 SM)

mengangkat dirinya sebagai Tuhan, penjelmaan Dewa Osiris yang wajib

dipuja dan disembah oleh segenap penduduk Mesir. Disamping itu, Fir‟aun

7 Harun Nasution dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992). h. 251.

8 Melakukan pencarian pada al-Qur‟an android

24

memerintahkan para pejabat negaranya untuk membunuh setiap anak laki-laki

Bani Israil yang baru lahir. Menurut Harun Nasution, jika ditinjau dari sudut

sosiologis dan politis pengakuan dirinya sebagai tuhan dan pembunuhan setiap

bayi laki-laki Bani Israil sebenarnya dalam rangka usaha untuk

melanggengkan kekuasannya (status quo) saja.9

Sesungguhnya Fir‟aun adalah orang yang sewenang-wenang di bumi

melampaui batas, angkuh, pembangkang (QS.Yȗnus [10]: 83). Mereka

memiliki harta, perhiasan, istana yang megah, rumah-rumah yang elegan,

kerajaan yang besar, kedudukan yang mulia di dunia namun tidak di dalam

agama (QS.Yȗnus [10]: 88-89).

Dalam QS. al-Syu‟ara [26]: 27 Fir‟aun mengatakan bahwa nabi Musa

gila. Karena menurut mereka, ucapannya tidak dapat mereka pikirkan

maknanya: yang aku serukan kepada kalian dan kepada Fir‟aun itu adalah

penyembahan kepada tuhan timur dan barat.10

Selain hal tersebut, Fir‟aun juga mengatakan mukjizat yang

diperlihatkan Nabi Musa adalah sihir, dan mengklaim Nabi Musa sebagai

tukang sihir yang pandai. Fir‟aun mengancam tukang sihir dengan memenggal

tangan dan kaki secara silang apabila mereka beriman kepada tuhan Nabi

Musa (QS. al-A‟râf [7]: 123-124).

Fir‟aun juga disebutkan sebagai pemilik autad (QS. Shad [38]: 10-13,

QS. al-Fajr [89]: 10). Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna

deskripsi al-Qur‟an tentang Fir‟aun „pemilik autad‟, sebab kata autad jamak

dari watad mempunyai sejumlah makna yang berbeda. Diantara sejumlah

9 Harun Nasution dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992). h. 251. 10

Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),

Jilid 19, h. 568.

25

penafsiran yang dikemukakan atas autad adalah “kekuasaan atau kekejaman

yang luar biasa” karena Fir‟aun adalah seorang yang tiran dan kejam,

“prajurit” karena memiliki tentara yang banyak. Namun, pendapat yang lebih

banyak disepakati adalah bahwa autad adalah “pasak atau paku besar” yang

digunakan Fir‟aun ketika ia menyalib orang-orang yang pindah ke agama Nabi

Musa. Memahami kata autad sebagai alat yang digunakan Fir‟aun menyalib

orang-orang yang memeluk agama Nabi Musa “Fir‟aun pemilik autad

sepenuhnya tidak cocok dengan konteks serangkaian ayat tersebut. Autad

diartikan dengan „bangunan yang tinggi dan besar‟ membuat hubungan antar

ayat lebih jelas. Al-Qurtubi menafsirkan kata „autad‟ dengan mengutip Ibn

„Abbas yang menafsirkan autad sebagai „bangunan yang aman‟ dan kemudian

al-Dhahhak menafsirkan Fir‟aun pemilik autad.

Fir‟aun zaman Nabi Musa meninggal tenggelam di lautan, dan

jasadnya telah dimumikan. Mumi Ramses II ditemukan pada 1881 diantara 40

mumi yang terpelihara di tempat penyimpanan di dekat Deir al-Bahari di

Thebes. Dan sekarang mumi Fir‟aun terpelihara di Museum Mesir di Kairo.11

C. Profil Nabi Musa

Musa12

bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawi bin Ya‟kub bin Ishaq

bin Ibrahim bergelar ulul „azmi. Nama beliau disebutkan sebanyak 136 kali di

dalam al-Qur‟an. Disebutkan dalam berbagai konteks, namun yang paling

11

Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazelli, Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan al-Qur‟an.

Penerjemah Munir A. Mu‟in (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), h. 205. 12

Ibnu Ishaq berkata Musa adalah nama buat non arab yang tidak dapat menerima tanwin,

karena bukan merupakan bahasa Arab dan ia pun merupakan isim makrifat. Menurut keterangan

yang diriwayatkan, orang-orang Qibti menyebut air dengan muw (ي) dan pohon dengan sa (سب).

Ketika Nabi Musa ditemukan berada dalam peti mengambang di atas air dan pohon, maka dia pun

dinamakan dengan Musa. (Al-Qurtubi, Tafsir al-Ja mi‟ al-Ahkam al-Qur‟an (Kairo: Dar al-Kitaab

al-Arabiyah li al-Tabiah wa al-Nasyr). Jilid 1. h. 395.)

26

banyak adalah di dalam konteks antara Nabi Musa dengan Fir‟aun dan

pengikutnya.

Allah menjaga dan melindungi Nabi Musa. Sewaktu Nabi Musa bayi,

Dia mengilhamkan kepada ibu Nabi Musa untuk menyusui Nabi Musa dan

setelah itu menghanyutkannya ke sungai (Nil) dan untuk menenangkan hati

ibu Nabi Musa, Allah menjajikan bahwa Nabi Musa akan dikembalikan pada

ibunya. Setelah Nabi Musa dihanyutkan ke sungai, beliau ditemukan dan

diadopsi oleh keluarga Fir‟aun. Istri Fir‟aun mengatakan qurrota „ainin li

walaka, la taqtuluhu (dia adalah penyejuk mata hatiku dan mata hatimu,

jangan kamu bunuh dia).13

Saudara perempuan Nabi Musa diberikan tugas oleh ibunya untuk

melacak keberadaan Nabi Musa, didapatkan Nabi Musa berada di rumah

Fir‟aun. Setelah menerima susu dari ibunya, Nabi Musa tidak mau menerima

susu dari perempuan manapun yang didatangkan keluarga Fir‟aun. Saudara

Nabi Musa menawarkan dan meyakinkan keluarga kerajaan bahwa ada

keluarga yang cocok untuk menjadi ibu susuan. Tanpa diketahui Fir‟aun dan

keluarganya bahwa keluarga tersebut adalah keluarga Nabi Musa sendiri.

Setelah itu, Nabi Musa dikembalikan kepada ibunya untuk disusukan. (QS. al-

Qasas [28]: 11-13). Beliau tidak disusui kecuali oleh ibu kandungnya sendiri.

Saat Nabi Musa dewasa, Allah memberikan kebijaksanaan dan

pengetahuan. Beliau juga tanpa sengaja membunuh seorang yang sedang

menganiaya orang ibrani (QS. al-Qasas [28]: 15-16). Yaitu ketika dia

memasuki kota (Memphis atau Ain Syams, salah satu kota dalam wilayah

13

QS. al-Qasas [28]: 7-9.

27

kekuasaan Fir‟aun) tanpa diketahui kaumnya. Disana, dia diminta kaumnya

untuk membantu berkelahi melawan orang Mesir. Nabi Musa turut campur

dan membunuh musuh sampai meninggal. Hari berikutnya, orang yang sama

meminta lagi bantuan melawan orang Mesir lainnya dan Nabi Musa hampir

saja membunuh orang tersebut. Orang yang hendak dibunuh Nabi Musa

memperingatkan bahwa dia lebih berperilaku seperti seorang tiran daripada

seorang pembaharu. Maka, Nabi Musa menahan diri dan tidak menyakiti dia.

Kemudian seseorang datang dari kota menyampaikan kepada Nabi Musa

berita tentang sebuah rencana untuk membunuhnya, yang disusun oleh para

pejabat kota. Orang tersebut menasehati Nabi Musa agar meninggalkan kota

tersebut. Nabi Musa menjadi gelisah takut akan dikejar Fir‟aun dan

pasukannya. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari Mesir (QS. al-Qasas

[28]: 17-22).

Nabi Musa pergi ke Madyan (sebelah barat jazirah arab). Dalam

perjalanannya, Nabi Musa istirahat di bawah pohon. Beliau melihat beberapa

orang berkumpul untuk memberikan minum hewan ternaknya. 2 diantara

orang yang antri tersebut adalah perempuan. Mereka antri setelah para

penggembala yang lain selesai. Dengan sigap Nabi Musa membantu dua

perempuan tersebut (QS. al-Qasas [28]: 23-24).

Setelah dua perempuan tersebut pulang. Mereka bercerita kepada

ayahnya bahwa ada seorang pemuda membantu mereka memberi minum

ternak. Bahkan salah satu dari perempuan tersebut meyakinkan ayahnya

bahwa Nabi Musa adalah laki-laki yang kuat dan dapat dipercaya (QS. al-

Qasas [28]: 26). Akhirnya Nabi Musa diundang ke rumahnya untuk dijamu.

28

Ayah kedua perempuan tersebut menawarkan kepada Nabi Musa untuk mau

menikah dengan salah satu putrinya dengan mahar bekerja selama minimal 8

tahun dan lebih baik jika menggenapinya 10 tahun (QS. al-Qasas [28]: 27).

Tidak diketahui berapa lama Nabi Musa mengasingkan diri dari Mesir dan

melakukan pengembaraan ke berbagai tempat (QS. al-Kahfi [18]: 60)

Setelah Nabi Musa memenuhi dan menyelesaikan kesepakatan dengan

mertuanya tersebut, dia membawa istrinya meninggalkan Madyan. Di

perjalanan Nabi Musa melihat api yang sedang menyala, dan dia mendekati

sumber api tersebut. Saat itulah dia diseru oleh Allah. Allah menunjukkan dan

memberikan mukjizat kepada Nabi Musa, yaitu merubah tongkat menjadi ular,

Allah memerintah menaruh tangan di dada dan setelah dikeluarkan tangan itu

menjadi putih. Dan setelah mendapat dua mukjizat ini Allah memerintahkan

Nabi Musa agar pergi menemui Fir‟aun dan mengajaknya untuk menyembah

Allah serta membiarkan Bani Israil meninggalkan Mesir bersamanya.

Nabi Musa adalah orang yang tegas, namun karena kelemahannya di

dalam penyampaian, maka beliau memohon kepada Allah agar Harun juga

Allah angkat menjadi rasul untuk membantu beliau dalam berdakwah. Nabi

Musa menghujjah dan memperkenalkan Tuhan mereka kepada Fir‟aun dan

pengikutnya dengan sifat dan dalil-dalilNya. Sebab menurut kaum Fir‟aun

yang disebut tuhan adalah Fir‟aun. Dalam pemahaman yang mereka ketahui

dari nenek moyang, tuhan mereka adalah raja-raja terdahulu.14

Nabi Musa dan Nabi Harun pergi menuju istana Fir‟aun dan berdialog

dengannya, namun Fir‟aun tidak mempercayai kenabian Nabi Musa meskipun

14

Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),

Jilid 19. h. 568.

29

dia telah melihat dua mukjizat tersebut. Fir‟aun menuduh Nabi Musa sebagai

tukang sihir dan menyeru kepada seluruh tukang sihir di Mesir untuk

bertanding dengan Nabi Musa.15

Tugas utama Nabi Musa adalah mengeluarkan kaumnya dari tempat

penindasan dan menurunkan Fir‟aun dan para pejabat kerajaannya dari tempat

kesombongan dan kedzaliman, sehingga semua loyalitas hanya diberikan

kepada Allah swt. Namun selama dalam perjalanan keluar dari Mesir, terdapat

banyak masalah yang ditimbulkan oleh Bani Israil terutama karena

ketidaktaatan mereka. Puncaknya adalah mereka tidak mau memasuki

Palestina karena takut terhadap penduduknya dan Bani Israil memasuki

Palestina tidak bersama Nabi Musa karena beliau sudah wafat.

Nabi Musa wafat diperjalanan sebelum memasuki kota Yerussalem.

Dalam kitab al-Bidayah wa al-Nihayah disebutkan bahwa Nabi Musa wafat

pada saat beliau umur 120 tahun.16

D. Penjajahan Fir’aun Terhadap Bani Israil

Bani Israil bebas dan mempunyai pengaruh di Mesir bermula saat Nabi

Yusuf diangkat menjadi Kepala Badan Logistik pada masa pemerintahan

Hyksos. Pada waktu itu pemerintahan diperintah oleh Abufeis atau Abibi,

sekitar 1739 SM. Mereka hidup tenang di Mesir selama kurang lebih 400

tahun. Namun, setelah muncul kekuasaan baru, Dinasti ke XIX yang

menguasai Hyksos dan seluruh Mesir, Bani Israil mengalami penindasan. Hal

ini tepatnya pada masa pemerintahan Ramses II atau dikenal dengan Ramses

al- Akbar, sehingga Bani Israil pada masanya diperintah kerja paksa. Selain

15

QS. al-A‟râf [7]: 107-114. 16

Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Beirut: Dâr al-Kutub al „Ilmiyyah, tt.), jilid 1, h. 296.

30

itu, mereka juga dituduh akan melakukan makar terhadap kekuasaan dengan

membantu penguasa lama yang ditaklukkan Ramses, yaitu Hyksos yang

mempunyai hubungan darah dengan Bani Israil dan orang-orang Arab. Dan

karena kecurigaan inilah Fir‟aun menindas mereka dengan membunuh anak

laki-laki dan membiarkan hidup anak perempuan.17

Mutawalli Sya‟rawî dalam kitab tafsirnya, Tafsir Sya‟rawî,

berpendapat bahwa Fir‟aun melakukan penindasan terhadap Bani Israil karena

dua alasan;18

pertama, karena Bani Israil merupakan sekutu Hyksos ketika

menduduki Mesir dan Hyksos mengangkat Nabi Yusuf sebagai menteri

seolah-olah Hyksos adalah sebagai tuan Bani Israil. Maka ketika Fir‟aun

menang, mereka membalas dendam kepada Bani Israil dengan segala bentuk

pembalasan. Diantaranya dengan membunuh dan membakar rumah mereka.

Kedua; Fir‟aun bermimpi bahwa dalam mimpinya ia melihat api yang

menyala dari sebelah Baitul Maqdis yang membakar seluruh orang-orang

Mesir dan tidak ada yang selamat kecuali keturunan Bani Israil. Dan ketika

Fir‟aun meminta ditakwilkan mimpinya kepada para penakwil ahli Fir‟aun,

dikatakanlah bahwa akan lahir dari keturunan Bani Israil seorang anak laki-

laki yang akan mengakhiri kekuasaan Fir‟aun. Selain alasan penakwilan

tersebut, al-Qurtubi, Quraish Shihab, dan Ibn Katsîr menyebutkan bahwa hal

itu juga dipengaruhi oleh para pemuka agama yang memfitnah Bani Israil

merencanakan makar terhadap kekuasaan. Karena para pemuka agama

17

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h. 232. 18

Mutawalli Sya‟rawî, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbâr al-Yaum, 1991), h. 333.

31

tersebut enggan melihat Bani Israil menganut ajaran agama yang berbeda

dengan ajaran agama mereka.19

Dari alasan tersebutlah akhirnya Fir‟aun memerintahkan kepada

seluruh bidan untuk menyembelih setiap anak yang lahir dari Bani Israil. Akan

tetapi penyembelihan tersebut hanya berlangsung satu tahun karena mereka

khawatir Bani Israil akan binasa sedangkan keberadaan mereka dibutuhkan

sebagai pelayan.20

Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azȋm, juga

menyebutkan alasan yang sama mengenai penindasan terhadap Bani Israil

yang dilakukan oleh Fir'aun. Dalam mimpinya, Fir‟aun melihat api memasuki

rumah orang-orang Qibti di daerah Mesir kecuali rumah Bani Israil. Makna

mimpi tersebut adalah bahwa kerajaannya akan lenyap binasa melalui tangan

seseorang yang berasal dari kalangan Bani Israil. Kemudian disusul laporan

dari orang-orang dekatnya bahwa Bani Israil sedang menunggu lahirnya

seorang bayi laki-laki diantara mereka, yang karenanya mereka akan meraih

kekuasaan dan kedudukan tinggi. Sejak saat itu, Fir'aun pun memerintahkan

untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil dan membiarkan bayi-bayi

perempuan tetap hidup. Selain itu, Fir'aun juga memerintahkan agar

mempekerjakan Bani Israil dengan berbagai pekerjaan berat dan hina.21

Dalam riwayat Ibn „Abbad yang dikutip oleh al-Tabarî bahwa Fir‟aun

dan orang-orang dekatnya teringat apa yang dijanjikan Allah atas Nabi

19

Lihat tafsir al-Qurtubî, Tafsir al-Tabarî dan Tafsir al Misbah dalam menafsirkan QS. al-

Baqarah [2]: 49. 20

Mutawalli Sya‟rawî, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbâr al-Yaum, 1991), h. 333-334. 21

Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azim (Riyadh: Dâr Tayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzî‟,

2007), Jilid I, h. 261.

32

Ibrâhim as., yaitu akan menjadikan keturunannya sebagai nabi dan raja. Maka

sepakatlah mereka untuk mengutus sejumlah laki-laki dengan membawa

pedang berkeliling atas Bani Israil, dan tidaklah mereka menemukan seorang

bayi laki-laki kecuali disembelihnya. Selain itu, Ibn Abbas juga meriwayatkan

bahwa para pendeta berkata kepada Fir‟aun, sesungguhnya pada tahun

tersebut akan lahir seorang laki-laki yang akan membinasakan kerajaannya.

Setelah mendengar kabar tersebut Fir‟aun memerintakan untuk membunuh

anak laki-laki yang lahir ditahun itu.22

Ahli tafsir23

menyebutkan bahwa dengan adanya pembunuhan tersebut

bangsa Qibti mengeluhkan kepada Fir‟aun mengenai sedikitnya jumlah Bani

Israil akibat dibunuhnya anak laki-laki mereka, dan dikhawatirkan tidak

adanya pemuda dan orang tua karena diberlakukannya pembunuhan anak laki-

laki. Semua itu menyebabksan bangsa Qibti memikul pekerjaan-pekerjaan

berat yang biasanya dilakukan oleh Bani Israil. Oleh karena itu Fir‟aun

memerintahkan membunuh anak laki-laki dalam setahun dan membiarkan

mereka hidup di tahun lainnya.

Diriwayatkan dari Ibn Hamid; Fir'aun memerintahkan membuat

(senjata) seperti parang dari kayu rotan, kemudian didatangkan kaum wanita

yang hamil dari Bani Israil lalu diberdirikan di hadapannya, setelah itu ia

memukul kaki mereka hingga salah seorang diantara mereka melahirkan dan

jatuh diantara dua kakinya, maka iapun terus menginjaknya untuk melindungi

22

al-Tabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1, h. 718. 23

Ibn Katsîr, Mutawalli Sya‟rawî, al-Qurtubi, al-Tabarî, Quraish Shihab, Sayyid Qutub.

33

kakinya dari tajamnya rotan, dan Fir'aun pun semakin sewenang-wenang

hingga hampir saja mereka binasa.24

Selain hal di atas, dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah karya Ibn

Katsîr disebutkan bahwa Fir‟aun sangat mewaspadai agar tidak ada seorang

Nabi Musa, sehingga ia mengutus sekelompok lelaki untuk berkeliling kepada

wanita-wanita hamil dan mengetahui waktu kelahiran mereka. Tidak ada

wanita yang hamil melahirkan seorang anak laki-laki kecuali mereka

disembelih oleh para algojo pada saat itu.25

Bahkan untuk memastikan tidak

ada wanita yang terlewat untuk diperiksa, kaum Fir‟aun membuka aurat setiap

wanita Bani Israil untuk mencari tahu apakah ia hamil atau tidak agar mereka

bisa membunuh bayi laki-laki dan membiarkan bayi perempuan.26

Dan

akhirnya mereka tidak menemukan sosok bayi yang dicari karena Allah

menjaga Nabi Musa. Padahal Nabi Musa diasuh dan diangkat menjadi anak

oleh istri Fir‟aun.

Pada saat Nabi Musa telah diangkat menjadi nabi, orang yang

mengikuti beliaupun juga disiksa. Seperti halnya nasib para ahli sihir yang

akhirnya beriman pada Nabi Musa, mereka dibunuh. Pembunuhan dilakukan

dengan memotong tangan kanan dan kaki kiri atau tangan kiri dengan kaki

kanan secara bertimbal balik kemudian setelah itu disalib.27

24

al-Tabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1, h. 722. 25

Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Beirut: Dâr al-Kutub al „Ilmiyyah, tt.), jilid 1,

h. 233. 26

Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi, Tafsir al-Qur‟an al Aisar, jilid 1. Jakarta: Darus

Sunnah. 2010. h. 105. 27

QS. al-A‟râf [7]: 124.

34

Kerja paksa juga merupakan penindasan yang dilakukan Fir‟aun

terhadap Bani Israil. Luay Fatoohi berpendapat bahwa ada kemungkinan

banyak dari Bani Israil yang dikumpulkan dari berbagai wilayah Mesir

lainnya dan dipekerjakan dalam pembangunan Pi-Ramses. Namun ia

menyangkal pernyataan Bibel yang mengungkapkan bahwa semua Bani Israil

dipekerjakan di Pitom dan Pi-Ramses, dan bahwa budak itu hanya terdiri dari

Bani Israil, hal itu menurutnya bertentangan dengan fakta historis. Karena

menurutnya besarnya pembangunan proyek ibu kota baru itu membutuhkan

mobilisasi banyak budak, termasuk Bani Israil dari berbagai wilayah Mesir.

Dan dengan mengandalkan perbudakan terus menerus atas Bani Israil selama

berabad abad membuat mereka menjadi pekerja bangunan yang terampil dan

secara khusus dipekerjakan di ibu kota baru tersebut. Meskipun kemungkinan

itu ada, sulit dimengerti bahwa Raamses II yang membangun bangsa yang

besar tidak mengirimkan setidak-tidaknya para ahli bangunan yang terampil

ke proyek-proyek lain ke berbagai tempat di Mesir. Kebutuhan terhadap

tenaga kerja merupakan bagian dari kebutuhan yang mendesak karena

diadakannya pembangunan besar-besaran di kawasan kekuasaan Ramses II.

Sehingga hal tersebut memaksa orang-orang Mesir melakukan serangan

militer untuk mendapatkan tawanan. Seperti halnya serangan terhadap tanah

orang-orang Libya pada tahun ke-44 kekuasaan Ramses II. Oleh karena itu,

terlihat jelas bahwa partisipasi yang begitu banyak dalam pembangunan Pi-

Ramses tidak membuat Bani Israil berkumpul dalam satu tempat. Saat Nabi

Musa kembali ke Mesir, mereka masih tersebar di seluruh negeri meskipun

35

ada sekelompok diantara mereka yang hidup dan dipekerjakan secara

permanen di Pi Ramses.

Menurut ahli kitab, Bani Israil dipaksa kerja rodi untuk memeras susu.

Mereka memikul beban-beban berat kerajaan Fir‟aun, sementara mereka tidak

membantu apa yang mereka butuhkan, bahkan mereka yang mengumpulkan

tanah, membangun, dan mengambil airnya. Dia meminta kepada mereka

bagian tertentu pada tiap harinya. Apabila mereka tidak mengerjakannya,

maka mereka akan dipukul dan dihinakan dengan sangat hina, dan disakiti

dengan siksaan yang pedih.28

Fir‟aun dan para pengikutnya juga menjadikan Bani Israil sebagai

buruh untuk membajak tanah, memahat batu di gunung dan sebagai pembantu

rumah tangga. Bagi yang tidak bekerja, mereka diwajibkan membayar pajak.

Oleh karena itu, Bani Israil menipu serta berjalan-jalan dengan memakai

pakaian yang buruk, hingga Fir‟aun dan pengikutnya tidak memungut pajak

dari mereka. Seperti dijelaskan oleh Ibn Ishak dalam riwayat Ibn Hamid

bahwa Fir‟aun menyiksa Bani Israil dengan menjadikan mereka sebagai budak

yang hina, dan membagi mereka dalam sejumlah kelompok; ada kelompok

tukang bangunan dan ada kelompok petani. Mereka semua menjadi

pelayannya, dan barang siapa yang tidak ikut melayaninya maka ia wajib

membayar upeti.29

28

Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Bairut: Dâr al-Kutub al „Ilmiyyah, tt.), jilid 1, h.

246. 29

Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1, h. 716.

36

Jadi, pembunuhan, penyiksaan terhadap Bani Israil dilakukan sejak

lama, yaitu mulai dari pergantian pimpinan kekuasaan dari Hyksos ke Fir‟aun.

Penindasan dilakukan dengan berbagai alasan, takwil dari mimpi Fir‟aun,

kebencian bangsa Qibti terhadap Hyksos dimana bangsa Qibti menganggap

Bani Israil merupakan sekutu dari mereka, dan juga alasan keagamaan.

Mereka juga diperintah kerja paksa di berbagai sektor.

E. Eksodus Bani Israil dari Mesir

Ada dua penulisan peristiwa keluarnya Bani Israil dari Mesir dalam

penulisan para penulis Alkitab, yaitu: pertama menurut Keluaran 12: 40,

peristiwa keluarnya Bani Israil dari Mesir itu berlangsung 430 tahun setelah

Nabi Yusuf dan keluarganya berpindah ke Mesir, yaitu 1690-1550 SM.

Apabila hal tersebut benar, maka peristiwa keluarnya Bani Israil dari Mesir

berlangsung antara tahun 1260 dan 1120 SM. Kedua; menurut I Raja-raja 6:1

peristiwa keluarnya Bani Israil dari Mesir berlangsung 480 tahun sebelum

pembangunan Bait Allah. Bait Allah sendiri diperkirakan dibangun sekitar

tahun 958 SM, dan dari sini dapat dihitung bahwa Keluaran dari Mesir

berlangsung sekitar tahun 1438 SM. Dan tahun ini, 1438, menunjukkan

waktu yang terlalu dini. Akan tetapi perhitungan 480 tahun ini dimungkinkan

secara simbolis menunjuk pada 12 generasi. Zaman yang berlangsung selama

masing-masing generasi dihitung 40 tahun. Namun, orang Israel seringkali

menghitung generasi hanya berjarak 25 tahun. Dengan demikian maka 12

generasi sejak keluaran sebenarnya suatu periode 300 tahun. Bila penulis I

Raja-raja 6:1 benar adanya 12 generasi, sejak keluaran maka bukti yang ia

berikan menempatkan Keluaran dari Mesir sekitar tahun 1258 SM. Jadi

37

keterangan ini juga memberikan perkiraan waktu berlangsungnya Keluaran di

Mesir pada abad ke-13 SM.30

Selain itu, hal tersebut bisa diperhatikan dari pembangunan kembali 2

kota perbekalan oleh Fir‟aun yang sebelumnya telah dibangun dan menjadi

ibukota tua Hyksos, yaitu Pitom dan Raamses (Keluaran 1: 11). Di Bet Sean,

Palestina, ditemukan suatu prasasti (batu bertulis) yang menunjuk pada masa

pemerintahan Fir‟aun Raamses II (1290-1223 SM). Tulisan pada prasasti itu

memberitakan bahwa “pada masa itu telah diangkut batu-batu untuk benteng

besar dari kota Raamses, yang dikasihi Amon”. Fir‟aun juga menamakannya

dengan namanya sendiri. Di Wadi Tumilat Fir‟aun membangun Kota Pitom.

Avaris dan Pitom tempatnya berdekatan, yaitu sama-sama berada di daerah

Gosyen, daerah Bani Israil bertempat tinggal (Keluaran 8: 22). Selain dua

pembangunan tersebut terdapat lukisan kuno yang berasal dari zaman Mesir

kuno dan masih terawat sampai sekarang. Hal ini memperlihatkan bahwa

budak-budak di zaman itu termasuk kelompok suku-suku bangsa semit,

Israil.31

Keluarnya Bani Israil dari Mesir pada abad ke-13 ada dua pendapat

terkait tiga poin utama, yaitu: jumlah Bani Israil, legalisasi dan pengejaran

Fir'aun atas keluarnya Bani Israil.

1. Legalisasi dan Pengejaran Fir'aun atas Keluarnya Bani Israil

30

David F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman al-Kitab. Penerjemah M. Th. Mawene

Jakarta: Gunung Mulia, h. 63 31

David F. Hinson, Sejarah Israel pada Zaman al-Kitab Penerjemah M. Th.

Mawene.Jakarta: Gunung Mulia, h. 59.

38

Dalam Bibel32

dinyatakan bahwa setelah kematian anak sulung

orang-orang Mesir, Fir'aun memenuhi tuntutan Nabi Musa dan

memberinya izin untuk membawa Bani Israil keluar beribadah kepada

Tuhan. Namun, Fir'aun setelah itu menyesalinya dan akhirnya dia

memutuskan untuk mengejar Bani Israil.

Maka pada tengah malam Tuhan membunuh tiap-tiap

anak sulung di tanah Mesir, dari anak sulung Fir'aun yang

duduk di tahtanya sampai kepada anak sulung seorang

tawanan, yang ada dalam liang tutupan, beserta segala

anak sulung hewan. Lalu bangunlah Fir'aun pada malam

itu, bersama semua pegawainya dan semua orang Mesir;

dan kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab

tidak ada rumah yang tidak kematian. Malam itu, raja,

para pejabat, dan semua orang Mesir terbangun. Di

seluruh Mesir terdengar ratapan yang kuat dan tidak ada

satu rumahpun yang tidak kematian anak laki-laki.

Malam itu juga, Fir‟aun memanggil Musa dan Harun dan

berkata; “pergilah dari sini kamu semua! Tinggalkan

negeriku!, pergilah memuja Allahmu seperti yang kamu

minta. Bawalah semua sapi, domba dan kambingmu, dan

pergilah!, mintakan juga berkat untukku.” 33

Hal ini juga disebutkan dalam kitab karangan Ibn Katsîr, al-

Bidâyah wa al-Nihâyah, para ahli kitab berkata bahwa pada malam itu

Allah membunuh anak-anak pertama kaum Qibti dan anak-anak pertama

dari hewan ternak mereka, agar mereka disibukkan oleh hal itu. Lalu Bani

Israil keluar dari Mesir dalam keadaan berduka cita atas apa yang terjadi

terhadap anak-anak pertama mereka dan harta pertama kali yang mereka

32 Disni penulis menghdirkan Bible sebagai salah satu referensi karena dalam menafsirkan

ayat yang berkaitan dengan kisah Bani Israil beberapa mufassir mengutip dari Bible.

33 The Holy Bible; Containing The Old and New Testament, Exodus: 12 (29-32), King

James Version, h. 152.

39

dapatkan. Pada hari itu tidak ada satu rumahpun kecuali di dalamnya

terdapat tangisan dan ratapan.34

Berbeda dengan teks Bibel dan keterangan ahli kitab di atas; al-

Qur'an menyebutkan bahwa Bani Israil meninggalkan Mesir tanpa izin

Fir'aun. Hal ini terdalam dalam QS. Tâhâ [20]: 7735

, QS. al-Syu'arâ [26]:

52, QS. al-Dukhân [44]: 23. Dalam ayat tersebut Nabi Musa diperintah

Allah untuk pergi bersama kaumnya pada malam hari. Beberapa mufassir

seperti halnya Ibnu Katsir dan Sayyid Qutb sepakat bahwa perginya Nabi

Musa dan Bani Israil dari Mesir tanpa sepengetahuan Fir‟aun.

Namun terkait pengejaran Bani Israil, ada mufassir yang

mengatakan bahwa Fir'aun dan bala tentaranya mengejar Bani Israil

beberapa jam setelah mereka keluar dari Mesir seperti yang terdapat dalam

Tafsir Ibnu Katsir. Sehingga menuai kritik dari Louay Fatoohi, seorang

akademisi yang menulis buku dengan judul sejarah Bani Israil dalam

Bibel dan al-Quran. Bahwa menurutnya hal tersebut tidak sejalan dengan

QS. al-Syu'arâ [26]: 5336

bahwa setelah nabi Musa dan pengikutnya lari,

Fir'aun mengirim utusan ke kota-kota lain agar mengumpulkan tentara

untuk mengejar Bani Israil. Tentu ini membutuhkan waktu beberapa hari

34

Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Bairut: Dâr al-Kutub al „Ilmiyyah, tt.), jilid 1, h.

257. 35

QS. Tâhâ [20]: 77

“Dan Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-

hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu,

kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)." 36

QS. al-Syu'arâ [26]: 53

“kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota.”

40

atau bahkan beberapa pekan. Jelaslah, Fir'aun dan tentaranya tidak dapat

mengejar Bani Israil setelah matahari terbit setelah malam keberangkatan.

Dari dua pendapat tersebut, penulis lebih sependapat dengan yang

mengatakan bahwa Nabi Musa membawa Bani Israil keluar dari Mesir

tanpa sepengetahuan dari Fir‟aun berdasarkan ayat QS. Tâhâ [20]: 77, QS.

al-Syu'arâ [26]: 52, QS. al-Dukhân [44]: 23. Dan pengejarannya pun tidak

pada hari yang sama.

2. Jumlah Bani Israil

Jumlah Bani Israil yang saat itu keluar dari Mesir bersama Nabi

Musa menurut Tafsir al-Tabarî sebanyak 600.000 orang. Mereka tidak

dihitung dari yang berumur 20 tahun karena masih dianggap kecil dan

yang berumur 60 tahun karena sudah dianggap tua, akan tetapi yang

dihitung yang berumur antara 20 keatas sampai umur 60 tahun dan selain

perempuan.37

Hal yang sama juga disebutkan dalam Bibel yang

mengemukakan bahwa jumlah laki-laki yang ikut rombongan dengan nabi

Musa keluar dari Mesir adalah sekitar 600.000 (keluaran 12: 37; Bilangan

1: 46, 11: 21).38

Hayes merujuk pada sebuah esai abad ke-18 oleh ahli Jerman, H.S.

Reimarus, tentang "perjalanan Bani Israil menyeberangi Laut Merah" yang

menunjukkan kemustahilan yang muncul dari penafsiran literal atas narasi

Bibel mengenai penyeberangan laut. Menilik klaim Bibel tentang 600.000

37

al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1. h. 733. 38

The Holy Bible; Containing The Old and New Testament, King James Version,

Exodus 12: 37; h. 153, Numbers1: 46 h. 303, Numbers 11: 21 h. 336.

41

laki-laki israil yang menyeberang laut, disamping orang-orang yang tidak

disebutkan secara khusus (Keluaran 12: 31) dan memperkirakan angka

perempuan, anak-anak dan hewan, Reimarus menyimpulkan bahwa jumlah

keseluruhan rombongan yang menyeberangi laut itu adalah sekitar

"3.000.000 orang, 300.000 sapi jantan dan betina, 600.000 kambing dan

domba". Oleh karena itu, sekitar 5.000 kereta diperlukan untuk membawa

bekal dan 300.000 tenda diperlukan sebagai rumah dengan sepuluh orang

pertenda. Jika jumlah itu berbaris sepuluh sepuluh, maka tiga juta akan

membentuk barisan sepanjang 180 mil. Diperlukan minimal 9 hari bagi

rombongan semacam itu untuk menyeberangi laut yang terbelah". Dengan

mengesampingkan masalah akurasi perhitungan ini, contoh tersebut

menunjukkan bahwa angka 600.000 telah ditolak oleh para pengkritik pada

masa lalu, seperti ungkapan Hayes yang mengutip ungkapan Reimarus.39

Hyat juga menegaskan bahwa "angka itu dibesar-besarkan oleh

tradisi keagamaan pada tahun-tahun antara eksodus dan narasi paling awal

(Hyat, 1971: 139). Hyat dan peneliti lain juga melihat bahwa padang gurun

antara Mesir dan Palestina tidak dapat menampung 2-3 juta orang dan

tidak mungkin menyediakan makanan seperti di klaim Bibel serta tidak

terbukti dari arkeologi. Baruch Halpern, Profesor Sejarah Purbakala dan

Studi Yahudi di Pensylvania State University, bahkan menolak angka

80.000 yang diberikan Manetho.40

39

Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazelli, Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan al-

Qur‟an. Penerjemah Munir A. Mu‟in (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), h. 238. 40

Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazelli, Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan al-

Qur‟an. Penerjemah Munir A. Mu‟in (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), h. 238.

42

Bibel menyebutkan bahwa Bani Israil berjumlah 600.000 saat

keluar dari Mesir. Hal ini berbanding terbalik dengan al-Qur'an yang

menyatakan bahwa Bani Israil yang keluar dari Mesir bersama Nabi Musa

berjumlah sedikit. Penyebutan ini terdapat dalam deskripsi Fir'aun

mengenai Bani Israil yang merupakan "kelompok yang berjumlah sedikit"

(QS. al-Syu'arâ‟ [26]: 52-56).

Pernyataan dalam Bibel sedikit-banyak mempengaruhi mufassir

dalam menafsirkan al-Qur'an. Salah satu contoh pengaruh Bibel terhadap

para mufassir muslim adalah bahwa mereka sering mengklaim bahwa Bani

Israil berjumlah 600.000 ketika meninggalkan Mesir. Penggunaan angka

600.000 juga sangat menonjol misalnya dalam kitab tafsir al-Qurtubî,

tafsir al-Tabari yang mengklaim dalam kitab tafsirnya bahwa Bani Israil

berjumlah 600.000. Bahkan ada mufassir yang memutuskan bahwa Bani

Israil adalah kelompok yang sangat besar, meskipun menyebutkan

berjumlah 600.000 itu tidak pasti.

Jumlah Bani Israil yang sedikit itu menurut Louay Fatoohi

menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana Ramses II, orang tua renta

yang mungkin berusia 90 tahunan, berpartisipasi dalam pengejaran

terhadap Bani Israil. Pertama Ramses II memimpin sendiri bala tentara itu

karena pertentangannya dengan nabi Musa telah menjadi sangat personal.

Dia ingin menyaksikan sendiri kehancuran Bani Israil. Kedua, Ramses II

yang telah lanjut usia berfikir bahwa dia hanya melakukan serangan militer

yang berskala kecil. Dia hanya akan menghadapi sekelompok kecil mantan

budak yang tak bersenjata dan pemimpin mereka. Ramses II yang lemah

43

menganggap bahwa dia tidak akan menghadapi peperangan apapun. Bani

Israil hanya akan pasrah sepenuhnya untuk dibunuh.

Dari apa yang disampaikan Louay Fatoohi tersebut penulis juga

mengecek langsung dari beberapa kitab tafsir untuk mengukur argumen

yang sudah ada dari para ahli tersebut. Beberapa penulis tafsir dalam

menuliskan jumlah Bani Israil yang keluar dari Mesir sejalan yang

disampaikan Bible tersebut. Dan berdasarkan analisa yang ditulis oleh

Hyat juga ayat dalam QS. al-Syu'arâ‟ [26]: 52-56 yang menyebutkan

bahwa Bani Israil berjumlah sedikit adalah lebih rasional menurut penulis

44

BAB IV

IBRAH DARI PEMBANGKANGAN BANI ISRAIL

A. Wajib Taat Pada Perintah Pemimpin

QS. al-Baqarah [2]: 55

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami

tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat

Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar,

sedang kamu menyaksikannya".

Diriwayatkan dalam kitab Tafsir al-Tabari bahwa Abu Ja‟far berkata

pentakwilan ayat ini adalah Dan ingatlah pula ketika kalian, Bani Israil,

berkata kepada Musa, “Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu

sebelum kami melihat Allah secara nyata dan dengan mata kepala tanpa

hijab.”

Menurut Quraish Shihab Bani Israil terlihat angkuh dengan hanya

memanggil Nabi Musa dengan namanya secara langsung “hai Musa”

ditambah keinginan melihat Allah dengan terang sebagai syarat percaya

kepada apa yang disampaikan Nabi Musa.1

نك ؤي karena idiom yang digunakan kata pada (ل) adalah lam ؤي

kata نك laka, sedang biasanya ia langsung menyebut objeknya atau

menggunakan ة ba‟; karena itu kata tidak percaya yang mereka maksud

1 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h. 243.

45

bukan tertuju pada pribadi Nabi Musa, tetapi kepada apa yang beliau

sampaikan. Sedangkan menurut al-Qurthubi نك ؤي mengandung arti kami ن

tidak akan beriman kepadamu yakni kami tidak akan percaya kepadamu.

شح شح sebelum kami melihat Allah dengan terang. Kata حت ش للا ج ج

terang-terangan yang digunakan ayat di atas untuk meyakinkan bahwa bukan

sekedar pengetahuan tentang Tuhan yang mereka kehendaki, tetapi

melihatNya dengan mata kepala. Syarat tersebut melampaui batas dan bukan

pada tempatnya, oleh karena itu mereka disambar halilintar1. Matahari saja

tidak dapat ditatap oleh manusia, bagaimana untuk melihat Allah secara

langsung. Menurut Ibnu Faruk, hukuman yang diberikan Allah tersebut ada

kemungkinan disebabkan oleh permintaan mereka untuk melihat Allah, yaitu

ucapan mereka شح .kami melihat Allah dengan terang ش للا ج2

Mereka adalah 70 orang yang dipilih Nabi Musa. Ketika Nabi Musa

memperdengarkan firman Allah kepada mereka, mereka mengatakan نك ؤي ن

kami tidak akan beriman kepadamu, padahal iman kepada nabi merupakan

suatu kewajiban setelah adanya mukjizat. Allah kemudian menurunkan api

dari langit dan membakar mereka. Setelah itu Nabi Musa berdoa kepada Allah

sehingga Allah menghidupkan mereka kembali.3

karena itu kamu disambar halilintar althabari فأخزتكى انصعقخ

1 Menurut Quraish Shihab halilintar yang dimaksud disini bisa jadi adalah api yang

membakar akibat pertemuan listrik positif dan negatif di awan, atau bisa juga karena udara yang

tercemar akibat halilintar atau suara halilintar. (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera

Hati, 2012), Jilid 1, h. 243.) 2 Qurthubi, Tafsir al-Qurtubi (Kairo: Dȃr Akhbȃr al-Yaum, 1991) jilid 1. H. 403.

3 Qurthubi, Tafsir al-Qurtubi (Kairo: Dȃr Akhbȃr al-Yaum, 1991) jilid 1. H. 403.

46

karena itu kamu disambar halilintar. Menurut Quraish فأخزتكى انصعقخ

Shihab Allah mengancam mereka untuk menjatuhkan gunung pada Bani Israil

saat di Bukit Thursina.4 Demikan juga Al-Qurthubi berpendapat bahwa

kematian akibat disambar halilintar tersebut merupakan hukuman bagi

mereka, contohnya adalah firman Allah swt. QS. al-Baqarah [2]: 243:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang

ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka

beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka Allah

berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian

Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah

mempunyai karunia terhadap manusia tetapi

kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

Al-Tabari dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 55 tersebut juga

mengaitkan dengan pembangkan mereka yang lain. yaitu selain penolakan

mereka untuk beriman, ketika diseru untuk berperang mereka berkata ت ت أ فبر

ب قبعذ سثك فقبتال إب pergilah kamu bersama tuhanmu, dan berperanglah

kalian berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja (QS. al-

4 Ulama berbeda pendapat tentang “Thur”, diriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas;

Thur adalah nama gunung tempat Allah berbicara dengan Nabi Musa dan Allah menurunkan

Taurat bukan kitab selainnya. Dhahhak berpendapat “Thur” adalah gunung yang ada tumbuhan

disitu. Mujahid dan Qatad ah berkata; “Thur” adalah gunung (umum), Mujahid menambahkan

“Thur” adalah berasal dari Bahasa Suryani artinya gunung (nama untuk setiap gunung. al-

Qurthubi, Tafsir al-Qurtubi (Kairo: Dȃr Akhbȃr al-Yaum, 1991) jilid 1, h. 436.

47

Mâidah [5]: 24).5 Juga ketika dikatakan kepada mereka ادخها انجبة ا حطخ ن ق

ئتكى ذا غفشنكى خط dan katakanlah; „dan bebaskanlah kami, dari dosa kami سج

dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya kami ampuni

kesalahan-kesalahan kalian‟ (QS. al-A‟râf [7]: 161)6 mereka mengganti

perintah tersebut dengan mengatakan ش شع طخ ف .(makanan dari gandum) ح7

Termasuk pula QS. al-Mȃidah [5]: 22 yang menunjukkan keengganan

mereka untuk taat pada Nabi Musa.

Mereka berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri

itu ada orang-orang yang gagah perkasa, Sesungguhnya

Kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka

ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya,

pasti Kami akan memasukinya".

5 Hal ini terjadi ketika Nabi Musa pergi meninggalkan Mesir dan pergi ke arah Baitul

Maqdis. Dia menemukan beberapa kaum dari kalangan Jabariyyun, Haitsaniyyun, al-Fazariyyun,

al-Kan‟aniyyun dan lainnya. Nabi Musa memerintahkan Bani Israil untuk mendatangi, menyerang

dan mengeluarkan mereka dari Baitul Maqdis, karena Allah menetapkan tempat itu untuk Bani

Israil melalui Nabi Ibrahim dan Nabi Musa al-Kalim. Namun mereka enggan dan menarik diri

untuk berperang. Oleh karena itu, Allah menguasai mereka dengan rasa takut, lalu membuat

mereka bingung, mereka berjalan, singgah, lalu bepergian lagi. Mereka pergi dan datang kembali

dalam waktu yang lama, yaitu selama 40 tahun. Ibnu Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah (Bairut:

Dȃr al-Kutub al „Ilmiah, tt.), jilid 1, h. 259. 6 Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Yerussalem dengan ruku' dan

mengatakan hittotun (bebaskanlah kami dari dosa) mereka masuk dengan mengedepankan paha

mereka dari pintu kecil dan mengatakan dengan nada mengejek hintatun (gandum), dalam riwayat

al-Mutsanna bin Ibrahim disebutkan bahwa pintu direndahkan untuk mereka agar mereka

menundukkan kepala. Namun mereka enggan bersujud dan masuk dengan mengedepankan paha

mereka ke arah gunung, yaitu gunung dimana Allah menampakkan zatNya, sambil mengatakan

hintatun, ada riwayat yang mengatakan bahwa kalimat tersebut diganti dengan habbatun fii

syaȋroh (biji gandum merah dalam gandum). (Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan

Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), Jilid 1. h. 801.)

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbahnya menyebutkan bahwa mereka mengganti

perintah sujud, tunduk, dan rendah hati dengan mengangkat kepala, membangkang dan angkuh.

Mereka mengganti ucapan hittah dengan hintah. (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta:

Lentera Hati, 2012), jilid 1, h. 247.) 7Al-Thabari, Tafsir al-Tabari, Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),

Jilid 1. h. 766-768.

48

Sebagaimana diisyaratkan oleh kata antara lain digunakan

untuk mengisyaratkan keraguan tentang bakal terjadiya sesuatu. Berbeda

dengan kata idza yang mengandung arti kepastian. Bahkan dalam ayat 24

mengucapkan pergilah engkau bersama tuhanmu dan berperanglah kamu

berdua, sesuangguhkan kami disini duduk menanti yang menunjukkan sikap

ketidakpedulian, penghinaan terhadap Allah dan rasulNya serta keangkuhan

mereka.8

Pada surat al-Baqarah ayat 679 Bani Israil juga memperlihatkan

ketidakpercayaannya kepada Nabi Musa dengan mengatakan atattakhidunȃ

huzuwȃ ? “apakah Engkau akan menjadikan Kami sebagai ejekan?. Menurut

Mutawalli Sya‟rawi tidak seharusnya mereka melawan apa yang diperintahkan

Allah melalui Nabi Musa. Karena perintah itu berasal dari orang yang

derajatnya lebih tinggi.10

Berbeda apabila perintah itu diperintahkan oleh

orang yang sederajat, maka kita berhak menanyakan apa untung ruginya

melaksanakan perintah itu. Tapi apabila diperintah oleh dokter ke pasien maka

tidak diperlukan sebab perintahnya.

8 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 3, h. 82.

9 QS. Al-Baqarah [2]: 67

“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyembelih seekor sapi betina. mereka berkata: Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah

ejekan? Musa menjawab: Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari

orang-orang yang jahil.” 10

Apabila permintaan disampaikan oleh orang yang lebih tinggi makanamanya perintah.

Kalau sesama makhluk sederajat namanya permohonan. Permintaan dari yang lebih rendah ke zat

yang lebih tinggi namanya doa.

49

Nabi Musa membersamai mereka keluar dari penindasan Fir‟aun,

terdapat banyak mukjizat sepanjang perjalanan, namun tetap saja belum

mereka percaya. Mereka tidak percaya dengan apa yang diperintahkan Nabi

Musa dan menduga Nabi Musa mempermalukan dan menjadikan mereka

bahan ejekan. Hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang nabi atas nama

Allah. Menurut Sayyid Qutb ini adalah cara mereka untuk membangkang dari

perintah.11

Dalam dialog awal Nabi Musa sudah menjawab dengan santun dan

bahasa yang jelas aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah

seorang dari orang-orang yang jahil. Semestinya sudah cukup sebagai

pengarahan terhadap mereka dan mereka melaksanakan perintah, namun

dialog ternyata masih panjang.

Mengangkat pemimpin dalam perjalanan merupakan hal yang

diperintahkan Nabi saw12

, dan mentaati pemimpin juga adalah sebuah

keharusan selagi pemimpin tersebut tidak memerintahkan pada hal yang

dilarang. Namun, ketaatan pada pemimpin ini selama dalam perjalanan tidak

dilakukan oleh sebagian besar Bani Israil. Mereka punya berbagai alasan

untuk menyangkal apa yang disampaikan Nabi Musa. Perilaku mereka sering

berseberangan dengan apa yang diwahyukan Allah melalui Nabi Musa.

Sehingga dalam penafsiran surat al-Baqarah ayat 55 tersebut Allah

menghukum mereka dengan disambar halilintar serta Allah membuat

kebingungan terhadap Bani Israil selama 40 tahun.

11

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilȃl al-Qur‟an. Penerjemah As‟ad Yasin dkk (Jakarta: Gema Insani,

2004), Jilid 1, h. 94. 12

Dalam hadis nabis saw:

ب بعم، حذث إس ، حذثب حبتى ث ثحش ث حذثب عه خ، ع أث سه بفع ، ع ، ع عجال ذ ث يح سسل للا شح، أ ش أث

سهى قبل ى » :صه هللا عه شا أحذ ثالثخ ف سفش فهؤي ت أ «إرا كب خ: فأ : فقهب ألث سه يشبقبل بفع

50

B. Wajib Mensyukuri Nikmat yang diperoleh dari Perjalanan

1. QS. Al-Baqarah [2]: 57

Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan

kepadamu "manna" dan "salwa". makanlah dari makanan

yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan

tidaklah mereka Menganiaya kami; akan tetapi merekalah

yang Menganiaya diri mereka sendiri.

بو كى انغ ظههب عه dan Kami naungi kamu dengan awan, secara

etimologi بو adalah setiap yang menutupi langit berupa awan dan انغ

lainnya, yang menghalangi pandangan mata. Namun بو yang menaungi انغ

mereka bukan awan biasa seperti yang dikatakan al-Mutsanna dalam

riwayatnya bahwa بو bukan awan biasa, akan tetapi ghamam yang انغ

didatangkan Allah pada hari kiamat khusus untuk mereka. Dan al-Qasim

juga menyebutkan pada riwayatnya bahwa بو tersebut adalah ghamam انغ

yang lebih dingin dan lebih sejuk, yang kelak didatangkan Allah pada hari

kiamat dalam firmanNya بو انغ ظهم ي dalam (pada hari kiamat) ف

naungan awan. (QS. al-Baqarah [2]: 210). Itu adalah ghamam yang

dibawa para malaikat pada waktu perang Badar.13

As Suddi mengatakan

13 Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2011), Jilid 1 777-788.

51

bahwa بو adalah awan berwarna putih. Allah menaungi awan ini kepada انغ

mereka pada siang hari untuk melindungi mereka dari terik matahari.14

ه انس كى ان زنب عه أ dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan

"salwa". Ulama berbeda pendapat tentang makna manna dan salwa.

Muhammad bin Amru mengatakan bahwa manna adalah samghah (sejenis

minuman). Hasan bin Yahya mengartikan manna adalah sesuatu yang

diturunkan atas mereka seperti salju. manna adalah minuman seperti susu

hal ini seperti yang diriwayatkan oleh Yunus bin Abdul A‟la, al-Mutsanna

bin Ibrahim dan Ahmad bin Ishaq. Manna juga diartikan dengan buah

yang jatuh pada pohon yang dimakan manusia seperti yang diriwayatkan

oleh al-Qasim, al-Mutsanna, al-Minjab bin al-Harits dan Ahmad bin

Ishaq.15

Pendapat al-Qasim, al-Mutsanna, al-Minjab bin al-Harits dan

Ahmad bin Ishaq tersebut tidak berbeda jauh dengan apa yang

disampaikan Sya‟rawi, yaitu al-manna adalah buah, titik merah yang

menempel di dedaunan pohon yang datang antara waktu fajar sampai terbit

matahari. Sampai sekarang ia masih ada di Irak. Pada pagi hari manusia

datang dengan kain putih lalu membentangkannya di bawah pohon. Lalu

pohon itu digoyang dengan kencang agar buah manna berjatuhan ke atas

kain. Rasa buah ini seperti manis madu lebah dan qistah (kue yang dibuat

dari tepung yang dicampur dengan gula dan madu). Manna termasuk

14

Al-Qurtubi, Tafsîr al-Jamî‟ al-Ahkâm al-Qur‟an (Kairo: Dâr al-Kitâb al-Arabiyah li al-

Tabiah wa al-Nasyr). Jilid 1. H. 406. 15

Al-Tabari, Tafsir al-Tabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011),

Jilid 1 777-788.

52

manisan yang nikmat, bergizi, mudah ditelan dan cepat larut di dalam

tubuh. Allah menurunkan manna sebagai bahan bakar dan energi bagi

Bani Israil. 16

Salwa menurut Abu Ja‟far dalam Tafsir al-Tabari adalah burung

dari langit sebangsa burung puyuh. Hal yang sama disebutkan oleh

Sya‟rawi dengan penjelasan yang lebih rinci, yaitu burung yang datang

berkelompok besar secara tiba-tiba tanpa diketahui asalnya. Kemudian

burung-burung itu menetap di bumi hingga Bani Israil dapat menyembelih

dan memakannya. 17

Allah menaungi Bani Israil dengan ghamâm, memberikan manna

dan salwa serta memberikan sumber mata air18

di padang pasir. Hal ini

terjadi setelah mereka menolak untuk masuk ke dalam kota yang dikuasai

orang gagah perkasa, serta menolak untuk memerangi mereka. Oleh

karenanya Bani Israil ditetapkan untuk tinggal di padang Tiih selama 40

tahun.

16

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 350. 17

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 350-

351. 18

QS. al-Baqarah [2]: 60.

60. dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman:

"Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata

air. sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan

dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka

bumi dengan berbuat kerusakan.

53

Nikmat tersebut Allah berikan secara bertahap, menurut al-Tabari

dalam kitab tafsirnya bahwa setelah makanan dan minuman tersedia,

mereka, Bani Israil kemudian berkata: „lalu mana tempat berlindung? Lalu

Allah menaungi mereka dengan ghamâm. Setelah Allah menurunkan

makanan, minuman dan ghamâm, Allah memerintahkan kepada mereka

agar memakan yang baik-baik yang Allah rizkikan.19

Namun karena mereka tidak beriman dengan hal yang gaib maka

mereka takut kalau makanan tersebut tiba-tiba tidak tersedia. Oleh karena

itu, yang seharusnya bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah secara

terus menerus namun mereka mereka menerima secara apatis dan

membangkang.20

Mereka dzalim terhadap dirinya sendiri sehingga Allah

menghukum mereka. ظلمون كلكن كانػوا أنػفسهم يظلموف كما tidaklah mereka

menganiaya kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka

sendiri.

2. QS. Al-Baqarah [2]: 61

19

Al-Thabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1 h. 788. 20

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawî (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 351.

54

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami

tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja.

sebab itu mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhanmu, agar

Dia mengeluarkan bagi Kami dari apa yang ditumbuhkan

bumi, Yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang

putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa

berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai

pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota,

pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". lalu

ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta

mereka mendapat kemurkaan dari Allah. hal itu (terjadi)

karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan

membunuh Para Nabi yang memang tidak dibenarkan.

demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat

durhaka dan melampaui batas.

Ucapan mereka “Hai Musa, kami tidak akan sabar dengan satu

macam makanan saja”. Selain penyampaian yang tidak sopan, mencerca

makanan tidak pernah dilakukan nabi, kalau beliau tidak selera dengan

makanan, beliau tinggalkan. Bahkan redaksi yang dipilih serta kandungan

ucapan itu, ( لن) lan diterjemahkan tidak akan bermakna “sejak saat ini

sampai masa yang berkelanjutan, kami tidak sabar dan tidak akan sabar

55

atau mampu menahan diri dari memakan satu macam makanan saja. Kami

telah bosan dengan makanan itu”21

Yang dimaksud satu macam makanan dalam ayat tersebut menurut

Sya‟rawi adalah satu dalam penyajiannya (tidak ada variasi). Makanan

yang mereka minta adalah makanan dari kelas rendahan (kelas hamba).

Mereka senang sebagai hamba. Allah ingin mengangkat derajat mereka

dengan menurunkan manna dan salwa namun mereka lebih

mengutamakan makanan kelas hamba.22

Mereka menggunakan redaksi kalimat tersebut, yaitu

berkesinambungan tanpa batas dan juga berkata satu macam makanan

padahal mereka mendapat dua macam makanan. Mereka juga bersikap

aneh, meremehkan ajaran-ajaran yang beliau sampaikan, namun percaya

bahwa doa beliau pasti dikabulkan oleh Allah swt. Salah satunya adalah

mereka minta kepada Nabi Musa agar memohon kepada Allah agar

mengeluarkan sayuran, bawang putih, ketimun dan bawang merah. 23

ش خ أد ثبنز انز maukah kamu mengambil أتستجذن

suatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik. Sya‟rawi

menafsirkan rendah disini maksudnya bukan hina, namun dari segi

ciptaannya, yaitu Allah menciptakan sesuatu dengan dua cara; pertama,

penciptaan dengan sebab; kedua, penciptaan tanpa sebab. Apa yang

diciptakan Allah secara langsung dengan cara kun (jadilah) lebih baik

21

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h. 253-255. 22

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawî (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 364. 23

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jilid 1, h. 253-255.

56

daripada diciptakan melalui sebab, karena murni dari Allah. Sedangkan

penciptaan dengan sebab mengandung campur tangan manusia, seperti

membajak sawah dan menyebar benih.24

Dan karena mereka meminta secara paksa, Allah berfirman إىبطوا

ambillah olehmu beberapa rumah di Mesir untuk tempat مصرا فإف لكم ما سألتم

tinggal. Oleh karena itu mereka ditimpakan kehinaan, nista dan murka dari

Allah. Mereka kufur nikmat dan kufur terhadap ayat-ayat Allah.25

Ayat ini penekanannya pada kecaman atas mereka yang

meremehkan nikmat-nikmat Allah sehingga merubah keadaan mereka dari

nikmat menjadi niqmat (bencana dan siksa).

Nikmat dan kesempatan bertaubat datang kepada mereka. Seperti

halnya peristiwa di atas, terjadinya setelah Bani Israil disambar halilintar

karena permintaannya untuk melihat Allah dengan terang, lalu Allah

membangkitkan mereka agar mereka bersyukur. Allah juga mengingatkan

dengan yang diberikan kepada Bani Israil yaitu ingatlah ketika Bani Israil

berada di padang pasir yang tidak terdapat tempat berteduh dari terik

panas matahari maka Allah meneduhkan dengan awan.

Bani Israil yang seharusnya bersyukur atas hal itu malah

menerimanya secara apatis dan membangkang. Bahkan disebutkan dalam

QS. Al-Baqarah [2]: 61 Bani Israil menolak rezeki dari langit, manna dan

salwa walaupun makanan tersebut bermutu baik. Baik dilihat dari segi

24

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 364 25

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al- Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), Jilid 1, h. 365.

57

kualitas karena rezeki itu berbentuk makanan manis murni dan lezat serta

diturunkan dari langit secara langsung atau dilihat dari segi kuantitas,

rezeki yang sangat banyak itu didapatkan tanpa usaha, kerja keras serta

susah payah.26

Ibnu Katsir, Quraish Shihab, Mutawalli Sya‟rawi, Sayyid Qutb dan

al-Tabari bersepakat bahwa mereka melakukan hal tersebut karena mereka

merasa bosan dengan satu macam makanan saja. Quraish Shihab

menambahkan lebih buruknya lagi mereka menggunakan redaksi kata lan

( yang diartikan tidak akan bermakna “sejak saat ini sampai masa yang (ن

berkelanjutan, kami tidak sabar dan tidak akan sabar atau mampu menahan

diri dari memakan satu macam makanan saja. Kami telah bosan dengan

makanan itu”.27

Selain karena merasa bosan dengan satu macam makanan, hal itu

juga karena Bani Israil khawatir kalau tiba-tiba makanan tersebut tidak

tersedia. Seperti komentar mereka saat berdialog dengan Nabi Musa

“Siapa yang bisa memastikan makanan itu datang terus, bisa jadi suatu

waktu ia tidak datang. Oleh karena itu, kami ingin makanan yang dipetik

langsung dari hasil tanaman sendiri, yang akan berkesinambungan dan

26

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), h. 351. 27

Menurut Perjanjian Lama, ini mereka ucapkan pada bulan kedua dari tahun kedua

eksodus mereka dalam perjalanan mereka menuju Hebron atau Yerussalem. Mereka mengatakan

kami teringat makanan yang kami makan di Mesir dan kami telah bosan dengan almann dan al-

salwa. yakni apakah benar kalian lebih mengutamakan semua jenis makanan itu daripada jenis

makanan yang lebih baik, yaitu almann dan al-salwa? Kalau itu ya ng kamu kehendaki, tinggalkan

saja tempat ini dan pergilah kamu ke kota, kota apapun atau kembalilah ke Mesir pasti kamu

memeroleh apa yang kamu minta itu.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati,

2012), jilid 1, h. 254.

58

akan selalu berada di bawah pengawasan kami”.28

Mereka juga mendikte

Nabi Musa makanan apa saja yang mereka inginkan, yaitu baql, qitstsȃ‟,

fȗm, „Adas, basal.29

Padahal Allah telah memperingati mereka untuk menerima rizki

yang diberikan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Tȃhȃ

[20]: 81:

Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami

berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas

padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku

menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh

kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.

Disebutkan dalam kitab Tafsir al-Tabari bahwa ayat ini turun

setelah Nabi Musa dan Bani Israil menyeberangi lautan. menjelaskan

bahwa Allah memerintahkan Bani Israil untuk memakan apa yang

diberikan kepada mereka. Dan patutnya mereka tidak melampaui batas

agar tidak mendapat kemurkaan dari Allah.30

Bani Israil diingatkan oleh Allah untuk tidak melampaui batas

dengan melanggar tuntunan Allah menyangkut cara perolehan dan

28

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-yaum, 1991), Jilid. 1. h. 363. 29

Baql seluruh jenis sayur yang tidak mempunyai akar, seperti slada, daun sledri, qitstsȃ‟

sejenis timun, fȗm gandum atau bawang putih, „Adas kacang adas, basal bawang merah. Al-

Qurtubi meriwayatkan fȗm adalah setiap biji yang dapat dibuat roti. Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir

Sya‟rawî (al-Azhar: Akhbȃr al-yaum, 1991), Jilid 1, h. 363. Al-Bukhari fȗm adalah segala macam

biji-bijian yang dapat dimakan. Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azim (Riyadh: Dâr Tayyibah li al-

Nasyr wa al-Tauzî‟, 2007), Jilid I, h. 284. 30

Al-Tabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 17, h. 902.

59

penggunaan makanan. Dan apabila hal tersebut terjadi. Kemurkaan

Allahlah yang akan menimpa mereka.31

Pada ayat lain, surat al-Baqarah [2]: 65, mereka mengambil

makanan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari‟at Nabi Musa saat

itu yaitu memasang bubuh pada hari sabtu untuk menangkap ikan. Disitu

mereka membuat siasat licik dan tidak tepat janji. Mereka meminta satu

hari untuk istirahat. Saat Allah menetapkan hari sabtu sebagai hari suci

untuk mereka dan dilarang beraktifitas diluar rumah mereka hendak

menipu Allah dengan memasang bubuh dan mengambil pada besok

harinya. Hal ini tidak sejalan dengan al-Qur‟an surat al-Mukminȗn [23]:

8-11, QS. al-Anfȃl [8]: 27. al-Isrȃ‟ [17]: 34, al-Mȃidah: 1, al-Nahl: 91

tentang keharusan menepati janji32

pada Allah. Orang yang beriman

dituntut untuk memenuhi akad yang tersurat dan tersirat.

Berulang kali Allah memberikan nikmat kepada Bani Israil namun

mereka tetap pada sifatnya yang tidak pernah puas dan mudah mengeluh.

Atas sikap mereka tersebut Allah memberikan label terhadap Bani Israil

sebagai orang yang dzalim dan kufur nikmat.

3. Wajib Menjaga Aqidah

a. QS. al-Baqarah [2]: 65

31

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012), jilid 8, h. 345. 32

Janji dalam cerita Bani Israil tersebut adalah Allah menjanjikan Nabi Musa kitab

Taurat sebagai panduan untuk Bani Israil. Oleh karena untukkeperluan Bani Israil pula, maka janji

itu juga berlaku untuk mereka (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012),

Jilid 8, h. 345).

60

Dan Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang

melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami

berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina.

Sya‟rawi menafsirkan ayat ini dihubungkan dengan QS. al-

Jumuah ayat 9-10. Allah tidak menginginkan hambanya beribadah

secara asal-asalan.

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk

menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu

kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.

yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu

mengetahui.

Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah

kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan

ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Keduanya merupakan manhaj Allah, maka diharapkan untuk

tidak bekerja dan berdagang pada waktu salat jumat. Juga sebaliknya

tidak meninggalkan barang dagangan dengan tetap tinggal di Masjid.33

33

Di dalam al-Quran hanya dua hari saja yang disebutkan; jumat dan sabtu. Jumat

merupakan hari raya ummat Islam yang dilakukan dengan berkumpul dan salat jumat di masjid.

61

Bani Israil meminta untuk dijadikan untuk mereka hari untuk

istirahat dari hal dunia, Allah memberikan hari sabtu. Allah menguji

mereka dengan banyaknya ikan-ikan bermunculan pada hari tersebut

dan tidak pada hari lainnya (QS. al-A‟râf [7]: 163). Namun mereka

melakukan tipu daya dengan memberikan perangkap pada ikan-ikan

tersebut.34

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al Misbahnya mereka

tidak mengail tetapi membendung ikan dengan menggali kolam

sehingga air bersama ikan masuk ke kolam itu. Peristiwa ini terjadi di

Teluk Aqabah. Kemudian setelah hari sabtu mereka mengailnya. Allah

murka terhadap mereka, sehingga Allah berfirman kepada mereka

“jadilah kamu kera yang hina dan terkutuk”

Terkait bentuk kera, para mufassir seperti al-Tabari, Quraish

Shihab, Sya‟rawi dan Sayyid Qutb tidak mempermasalahkan Bani

Israil berubah menjadi kera secara fisik atau hati dan pikiran mereka

saja. Menurut Sya‟rawi yang perlu diperhatikan adalah esensi dari

penyebutan hewan tersebut. Kera adalah binatang yang hanya bisa

dididik dengan tongkat. Bani Israilpun tidak menerima manhaj Allah

kecuali gunung Sinai di angkat lalu dijatuhkan dari atas mereka.

Jumat tidak mengikuti bilangan hari yang ada; ahad berasal dari kata wahid, satu. senin berasal

dari kata isnaini, dua. Selasa berasal dari kata tsalaatsah,tiga. Rabu berasal dari kata arba‟ah,

empat. Kamis berasal dari kata khamsun, lima. Allah menamakannya dengan jumat karena pada

hari itu telah berkumpul seluruh alam semesta untuk hari jadinya,ummat Islampun berkumpul dan

bergembira karena telah sempurna penciptaan alam semesta pada hari ini.

Sedangkan sabtu berasal dari kata sabata terputus. Dapat juga diartikan tenang. Telah

diketahui bahwa penciptaan alam semesta terjadi dalam enam hari qs albaqarah; 4. Artinya

penciptaan selesai pada hari jumat, keenam dan pada hari ketujuh, sabtu semua telah tenang dan

sempurna. (Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al- Sya‟rawî (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid 1, h.

381-382). 34

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al- Sya‟rawî (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid 1, h.

383.

62

Dalam ayat lain dijelaskan bahwa ada diantara mereka yang dijadikan

kera dan babi (QS. al-Mâidah [5]: 60).35

Israil tidak mentaati apa yang diperintahkan Nabi Musa,

mereka beralih menyembah patung anak sapi saat ditinggal Nabi Musa

ke Bukit Thursina. Mereka disebutkan sebagai orang dzalim dalam

QS. Al-Baqarah [2]: 5436

karena telah menyekutukan Allah dengan

menyembah sapi yang dibuat oleh Musa al-Samiry tersebut.

Hal ini sejalan pula dengan QS. al-A‟râf ayat 163 yang artinya:

Dan Tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di

dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu

datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka

terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu,

ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami

mencoba mereka disebabkan mereka Berlaku fasik. Mereka meminta

diadakan hari tertentu bagi mereka untuk istirahat dan sebagai hari

yang disucikan, hari untuk beribadah. Kemudian Allah menjadikan

hari sabtu sebagai hari suci dan mereka dilarang bekerja untuk mencari

penghidupan.

Allah menguji Bani Israil dengan mendatangkan banyak ikan

pada hari sabtu, dan pada hari lain ikan bersembunyi. mereka

melakukan pelanggaran dengan cara yang licik. Mereka tetap

35

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir al- Sya‟rawî (Kairo: Akhbar al-Yaum, 1991), Jilid 1, h.

384. 36

Mutawalli Sya‟rawi menyebutkan bahwa kedzaliman dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

dzalim kepada dzat yang Maha Agung atau pencipta, dzalim terhadap apa yang diperintahkan

Allah, menyekutukan Allah dan menghalalkan hak manusia untuk dirampas. (Mutawalli Sya‟rawi,

Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-yaum, 1991), h. 342).

63

beribadah namun juga mendapat ikan yang banyak dengan membuat

perangkap yang dalam agar ikan-ikan masuk dalam perangkap mereka.

Mereka mempermainkan hukum Allah dengan cara tersebut. Oleh

karena itu, dalam QS. al-Baqarah [2]: 65 tersebut dan QS al-Mȃidah

[5]: 60 jelas tertulis bahwa Allah menghukum mereka dengan

menjadikan kera dan babi.37

Allah murka terhadap orang yang memancing ikan sehingga

merubahnya menjadi kera yang hina.

b. QS. al-Baqarah [2]: 51

Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa

(memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu

kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya

dan kamu adalah orang-orang yang zalim.

Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada كإذ كاعدن موسى أربعني ليلة

Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam. Menurut Makiy,

Abu Hatim, dan Abu Amru berpendapat bahwa lafadz yang digunakan adalah

ن د كع tanpa alif bermakna Kami (Allah) menjanjikan. Karena itu lafadz

37 Mereka telah berubah menjadi kera dengan ruh, akal, jiwa, perasaan dan pola pikirnya.

Wajah dan roman mereka mengesankan berubah karena adanya pengaruh yang begitu dalam dari

ruh, pikiran dan watak serta perasaan yang demikian itu (Sayyid Qutb, Tafsir fi Dzilal al-Qur‟an.

Penerjemah As‟ad Yasin dkk (Jakarta: Gema Insani, 2004), Jilid 1, h. 92). Menurut Sya‟rawi

dalam kitab tafsirnya, Tafsir Sya‟rawi, berubahnya Bani Israil menjadi kera merupakan kehendak

Allah. Dalam ayat tersebut disebutkan kȗnȗ qiradah “jadilah kera”, maka dengan sendirinya

jadilah mereka kera, yang memerintah mempunyai kuasa, yang diperintah tidak punya kuasa untuk

melawan perintah. Ulama berbeda pendapat tentang proses bagaimana Bangsa Israil berubah

menjadi kera. Sebagian berpendapat telah terjadi proses perubahan tanpa mereka inginkan dan

tiba-tiba tubuh mereka berubah menjadi kera. (Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (Kairo:

Akhbȃr al-Yaum, 1991), h. 384).

64

harus dijadikan bentuk tunggal, sebab dzahir nash menunjukkan janji

tersebut hanya disandarkan kepada Allah semata. Dan muwa‟adah

(saling berjanji) hanya terjadi pada manusia. muwa‟adah itu muncul

pada dua pihak. Namun dalam perkataan orang arab, lafadz yang

mengandung wazan mufa‟alah juga terkadang muncul dari satu pihak.

Dawaitul ‟Alîl ) aku mengobati orang yang sakit. Menurut Abu Ishaq

az Zujaj, Ibnu Atiyah dan An-Nuhas بذ اع dengan menggunakan huruf

alif adalah lebih baik dan lebih bagus. Sebab mentaati janji adalah

sama dengan janji.38

Menurut al-Thabari kedua qiroat tersebut sama-

sama benar karena pada keadaan tersebut Nabi Musa juga berusaha

merespon dengan baik dan menepati apa yang djanjikan Allah.

أسثع نهخ menurut pendapat mayoritas mufassir39

, ke 40

(malam) tersebut adalah bulan Dzu al-Qa‟dah dan 10 hari pertama

bulan Dzu al-Hijjah. Nabi Musa berangkat bersama 70 orang pilihan

dari kaum Bani Israil. Allah telah berjanji kepada mereka bahwa akan

memberikan kitab suci setelah 40 malam. Namun mereka menghitung

40 malam tersebut dengan 20 hari 20 malam. Setelah itu mereka, Bani

Israil yang ditinggalkan Nabi Musa membuat patung anak sapi, lalu al-

Samiri mengatakan kepada mereka: ىذا إلكم كإلو موسى فنسي inilah

tuhanmu dan tuhan Musa tetapi Musa telah lupa (QS. Tâhâ [20]: 88)

mereka kemudian percaya terhadap ucapan Samiri walaupun Nabi

38

Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami‟ al-Ahkȃm al-Qur‟an (Kairo: Dȃr al-Kitȃb al-Arabiyah li al-

Tabiah wa al-Nasyr). Jilid 1. H. 394. 39

Al-Qurtubi, al-Tabari, Quraish Shihab, Mutawalli Sya‟rawi, Ibnu Katsir dan beberapa

penafsir lainnya.

65

Harun telah melarang mereka. Tidak ada yang mengikuti larangan

Nabi Harun untuk tidak menyembah (patung) anak sapi kecuali 12

orang. Dan menurut riwayat lain mereka semua menyembah patung

anak sapi padahal jumlah mereka 2 juta orang. 40

Al-Qurtubi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa setelah nabi

Musa kembali kepada mereka, Nabi Musa membakar patung anak sapi

dan membuangnya ke laut. Namun karena kecintaanya pada anak sapi

tersebut mereka meminum air laut. Akibatnya mereka terkena penyakit

kuning dan perut mereka berbisul. Allah tidak menerima taubat mereka

kecuali mereka membunuh diri mereka sendiri.

kemudian kamu menjadikan اختذمت مث العجل من بعده ك أنتم ظاملوف

anak sapi sembahanmu dan kamu adalah orang-orang yang dzalim.

Allah ingin membersihkan cacat Bani Israil. Namun baru saja mereka

selamat meyeberangi laut dan mellihat kaum menyembah berhala,

mereka berkata: "Hai Musa, buatlah untuk Kami sebuah Tuhan

(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)".

Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak

mengetahui (sifat-sifat Tuhan)" (QS. al-A‟rȃf [7]: 138). Lalu Nabi

Musa membawa kepala-kepala suku dan pergi menuju miqat

Tuhannya. Sementara itu, Nabi Harun diperintah Nabi Musa untuk

membersamai Bani Israil. Penyembahan mereka terhadap patung sapi

tersebut menurut Sya‟rawi disebabkan kedzaliman mereka sendiri,

40

Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami‟ al-Ahkȃm al-Qur‟an (Kairo: Dȃr al-Kitȃb al-Arabiyah li al-

Tabiah wa al-Nasyr). Jilid 1. H. 395

66

yaitu mereka mencuri emas keluarga Fir‟aun saat mereka menjadi

pelayan di Mesir.41

Al-Mustanna dalam Tafsir al-Tabari meriwayatkan

bahwa yang dimaksud dhalim dalam ayat tersebut adalah Bani Israil

meletakkan ibadah tidak pada tempatnya, yakni melakukan

penyembahan pada anak sapi.42

Ketika Bani Israil melewati suatu kaum yang masih

menyembah berhala. Dalam riwayat yang terdapat dalam kitab al-

Bidȃyah wa al-Nihȃyah disebutkan bahwa berhala yang disembah

oleh mereka pada saat itu berbentuk sapi. Lalu mereka seakan-akan

bertanya kepada penyembah berhala itu, mengapa mereka menyembah

berhala. Orang-orang yang menyembah berhala menjawab bahwa

berhala mampu memberikan manfaat dan mudharat bagi mereka. Dan

beberapa orang dari Bani Israil membenarkan hal tersebut.43

Kemudian

meminta kepada meminta Nabi Musa membuatkan mereka berhala

untuk mereka sembah sebagaimana kaum tersebut menyembahnya.44

Permintaan mereka Nabi Musa menjawab dengan mengatakan bahwa

mereka adalah kaum yang belum mengetahui hakikat dan sifat-sifat

Allah.

41

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-Yaum, 1991), h. 333 42

Al-Tabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 1, h.726. 43

Ibnu Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah (Bairut: Dȃr al-Kutub al „Ilmiah, tt.), Jilid 1, h.

259. 44

Umat Nabi Musa yang menjadikan sapi sesembahan mereka, meniru orang-orang

Kan‟an yang mendiami daerah sebelah barat Palestina, Suriah dan Lebanon. Mereka menyembah

berhala, antara lain yang terbuat dari tembaga dalam bentuk manusia berkepala lembu yang

mengulurkan kedua tangannya bagaikan mengganti pemberian.( Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah

(Jakarta: Lentera Hati, 2012), jilid 1, h. 239.) Adapula riwayat yang menyebutkan bahwa kaum

yang menyembah berhala tersebut adalah kaum yang berasal dari Lakham. (Al-Tabari, Tafsir al-

Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), Jilid 11, h. 487.)

67

Mereka dengan mudahnya melupakan ajaran yang

disampaikan Nabi Musa lebih dari 20 tahun sejak Nabi Musa datang

kepada mereka membawa ajaran tauhid. Ada beberapa riwayat

menyebutkan telah berlalu masa 23 tahun sejak Nabi Musa

menghadapi Fir‟aun dan pembesar-pembesar negerinya dengan risalah

hingga keluar dari Mesir dengan membawa Bani Israil menyeberangi

lautan.45

Al-Qur‟an menyebutkan bahwa mereka adalah kaum jahl

(bodoh) berbeda makna dengan„adamul „ilm (tidak mengetahui). Tidak

mengetahui artinya akal pikiran kosong dari ilmu, sedangkan bodoh

artinya memiliki ilmu tapi bertentangan dengan hakikat sebenarnya.

Orang bodoh meyakini sesuatu yang berbeda dengan realita.

Sedangkan orang yang tidak mengetahui yaitu yang tidak memiliki

informasi apa-apa di akal pikirannya.46

Namun ketika mereka

berdialog dengan Nabi Musa, mereka mengaku bukan atas dasar dari

nuraninyalah mereka melakukan hal tersebut, tapi karena mereka tidak

bisa mengendalikan hawa nafsunya (QS. Tȃhȃ [20]: 87).47

Pada suatu kesempatan yang lain, yaitu setelah Allah menerima

taubat mereka dari penyembahan anak sapi. Bani Israil juga

mengatakan kepada Nabi Musa bahwa tidak akan beriman kepada

45

Sayyid Qutb, Tafsir fi Zilȃl al-Qur‟an. Penerjemah As‟ad Yasin dkk (Jakarta: Gema

Insani Pres, 2000), Jilid 5. h. 20. 46

Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Sya‟rawî (Kairo: Akhbȃr al-yaum, 1991), Jilid 7, h. 4332. 47

Al-Tabari, Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan (Jakarta: Pustaka Azzam,

2011), Jilid 17, h. 917.

68

Allah sebelum mereka melihat Allah dengan terang. Hal ini

sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Baqarah [2]: 55.

Berbagai ujian tersebut dilakukan agar sesama makhluk Allah

mengetahui kualitas sesama mereka sebagai pelajaran dan gambaran

bagi kehidupan mereka. Dengan demikian seseorang mampu

mengukur kualitas orang lain apakah termasuk dalam golongan

munafik, mukhlis atau pembohong besar. Dengan cara demikian pula

seseorang dapat menjaga muamalahnya sesuai dengan orang yang

dihadapinya. Jadi, ujian ini bukan untuk kepentingan Allah, akan tetapi

untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Bani Israil tidak mampu menjaga aqidahnya, mereka goyah dan

tergoda saat melihat suatu kaum yang menyembah berhala. Bani Israil

melaksanakan ibadah tidak dengan keikhlasan yang penuh. Mereka

bahkan melaksanakan ibadah dengan cara yang tidak sepantasnya,

sebagaimana yang mereka lakukan pada hari sabtu melakukan tipu

daya terhadap hukum Allah. padahal aqidah merupakah pondasi dalam

beragama. Bila aqidah seseorang rusak, rusak pula seluruh bangunan

Islam yang ada di dalamnya, bila aqidah runtuh, runtuh pula seluruh

bangunan keislamannya. Karena aqidah sangat menentukan tegaknya

syari‟at. Aqidah adalah keyakinan dalam hati hati dalam mengenal

keilahian Allah swt, para malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir,

pahala, surga, neraka, ketetapan baik buruk dan berita yang dibawa

Nabi.

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bani Israil merupakan kaum yang paling banyak disebutkan dalam al-

Qur‟an, yaitu 41 kali. Kisah mereka dihadirkan lebih dari 5 surat dengat ayat

yang panjang-panjang. Beberapa kisah tersebut diantaranya adalah kisah

masuknya Bani Israil di Mesir, Bani Israil selama di Mesir serta proses

eksodus dari Mesir ke Palestina.

Kisah yang mempunyai porsi ayat yang cukup banyak adalah kisah

seputar eksodus Bani Israil. Dalam kisah tersebut mereka berulang kali

melakukan pembangkangan dan juga berulang-kali pula mereka mendapat

adzab dari Allah.

Oleh karena itu dari kisah Bani Israil tersebut terdapat ibrah yang bisa

diambil; wajib taat pada perintah pemimpin, wajib mensyukuri nikmat yang

diperoleh dalam perjalanan dan wajib menjaga aqidah.

B. Saran-saran

kisah seputar Bani Israil dihadirkan pada banyak tempat dalam al-

Qur‟an serta sampai saat ini, sebagian orang dari bangsa tersebut masih eksis

dan berpengaruh baik dalam dunia politik, kesehatan dan beberapa peran di

sector lainnya. Juga terdapat buku yang menjelaskan tentang kecerdassan serta

kejeniusan Bani Israil. Jadi fenomena kontemporer ini bisa diteliti lebih

mendalam berdasar ayat-ayat dalam al-Qur‟an.

70

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alwi, Haddad. Uswatun Hasanah; Hidup Mulia Bersama Rasulullah Saw.

Jakarta: PT Mizan Publika, 2009.

Badudu, JS. Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Kompas media Nusantara. 2007

Baihaqi, Ahmad. “Al-Baqarah dan karakteristik Bani Isra'il : study kritis surahAl-

Baqarah ayat 67 sampai dengan 74”. UIN Jakarta: Tafsir Hadis, 2008.

al-Bâqi, Muhammad Abd. al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâdz al-Qur‟ân. Kairo: Dâr

al-Hadîts, 2001.

bin Fathi, Abdul Aziz. Ensiklopedia Adab Islam Menurut al-Qur‟an dan Sunnah.

Penerjemah Abu Ihsan al-Atsari. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2007.

bin „Abd Allah, „Abd al-Aziz bin Muhammad. Mukhâlafât Mutanawwi‟ah.

Penerjemah Muhammad Syukur Wahyudin. Solo: Pustaka Arafah, 2006.

Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman

Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2012-2013 (Jakarta: UIN Jakarta, 2012.

al-Farmawy, Abd Hayy. Al-Bidâyah fi al-Tafsir Maudhȗ‟i. Kairo: al-Hadharah al-

Arabiyah, 1977.

Fatoohi, Louay dan al-Dargazelli, Shetha. Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan

al-Qur‟an. Penerjemah Munir A. Mu‟in. Bandung: PT Mizan Pustaka,

2007.

F. Hinson, David. History of Israel. Penerjemah M. Th. Mawene. Jakarta:

Gunung Mulia, 1991.

Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah. Beirut: Dâr al-Kutub al „Ilmiyyah, tt.

. Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azim. Riyadh: Dâr Tayyibah li al-Nasyr wa al-

Tauzî‟, 2007.

Ibn Farîs, Abu al-Husyain Ahmad. Mu‟jam al-Maqâyîs fi al-Lughah. Beirut: Dâr

al-Fikr, 1994.

Ibn Mandzur. Lisân al-Arab. Beirut: Dâr al-Sadr, 1990.

71

al Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Tafsir al-Qur‟an al Aisar. Jakarta: Darus

Sunnah. 2010.

Jazuli, Ahzami Samiun. al Hijratu fi al-Qur‟an al-Karîm Penerjemah. Eko

Yulianti. Jakarta: Gema Insani, 2006.

Lajnah Pentashihan al-Qur‟an. Tafsir al-Qur‟an Tematik; Etika Berkeluarga,

Bermasyarakat dan Berpolitik. Jakarta: Bimas Kemenag RI, 2012.

Leksono, Sugeng Puji. Pengantar Antropologi; Memahami Realitas Sosial

Budaya. Malang: Intrans Publishing, 2015.

Mustafa, Ibrahim. Mu‟jam al-Wasit. Kairo: Majma‟ al-Lughoh al-„Arabiyah, tt.

Nawawi. Tahdzib al Asmȃ‟ wa al-Lughȃt. Beirut: Dȃr al-Kutub al-„Ilmiyah, tt.

Nursalam dan Efendi, Ferry. Pendidikan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika, tt.

al-Qurthubi. Tafsir al-Qurtubi. Cairo: Dȃr Akhbar al-Yaum, 1991.

Rahmi Syahriza. “Pariwisata Berbasis Syariah: Telaah Makna Sâra dan

Derivasinya dalam al-Qur‟an”. Human Falah I, no. 2 (Juli 2014): h. 138-

139

Sahabuddin dkk. Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati,

2007.

Qutb, Sayyid. Tafsir fi Zilȃl al-Qur‟an. Penerjemah As‟ad Yasin dkk. Jakarta:

Gema Insani Pres, 2000.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2012.

al-Suyȗti, Jalaluddin. al-Itqȃn fȋ „Ulȗm al-Qurȃn. tt: Majma‟ al-Maliki Fahd li

Taba‟ah al-Mushaf al-Syarȋf , 1426 H.

Sya‟rawi, Mutawalli. Tafsir Sya‟rawî. Kairo: Akhbâr al-Yaum, 1991.

Al-Thabari. Tafsir al-Thabari. Penerjemah Ahsan Askan. Jakarta: Pustaka Azzam,

2011.

al-Thabrani, Abu al-Qasim. Muʻjam al-Ausat. Kairo: Dâr al-Haramain, Tt.

The Holy Bible; Containing The Old and New Testament, Number: 14 (32-34),

King James Version.

Website:

Maktabah Syamilah online.