eksistensi ornamen khas jawa dalam arsitektur neo gothic gereja kristen jawi wetan mojowarno,...
TRANSCRIPT
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
1
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Komunitas Kristen di Mojowarno, Kabupaten Jombang
tertua di Jawa Timur (gbr. 1.1), gereja tersebut berdiri kokoh tidak
tergoyahkan di tenga modernisasi zaman yang tidak terbendung gereja
kuno tersebut bergaya neo gothic dan dibangun pada tahun 1881 dimana
bangunan bergaya Eropa masih terasa asing di kalangan masyarakat di
masyarakat Mojowarno. Gereja tersebut menjadi pusat perkembangan
ajaran agama Kristen di Mojowarno dan sekitarnya, arsitektur bergaya
Eropa yang masih asing bagi warga setempat menjadi satu batu kerikil
kecil yang menghambat arus kedatangan jemaat ke gereja.
Bentuk banguna yang besar dan asing harus mengalami sedikit
penyesuaian dengan budaya setempat agar masyarakat merasa nyaman
datang ke gereja mereka sendiri. Penyesuaian tersebut tampak dalam
adanya ornamen khas Jawa yang muncul di berbagai sudut bangunan
gereja. Ukiran-ukiran Jawa banyak terdapat di bagian altar gereja dan di
bagian kursi jemaat gereja. Relief tulisan Jawa kuno sangat jelas
terpampang di palette (gbr. 1.4) bangunan dan gerbang masuk gereja.
Ornamen-ornamen khas Jawa tersebut adalah satu bentuk
perpaduan dua unsur budaya dalam satu bangunan. Hal tersebut sangat
menarik perhatian kami terutama dilihat dari perspektif antropologi karena
By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos. and Friends
sepatutnya berbangga hati dengan adanya Gereja Kristen Jawi Wetan yang
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
2
perpaduan dua unsur budaya atau lebih bisa disebut sebagai konsep
akulturasi. Bangunan neo-gothic akan selalu mempertahankan ciri khas
Eropanya, baik dari bentuk bangunan maupun ornamen-ornamen yang
ada di dalamnya. Namun, apa yang ada di gereja tua Mojowarno terlihat
unik dan menarik dengan segala penyesuaiannya terhadap budaya Jawa.
Peletakan ornamen khas Jawa membuat masyarakat lokal merasa
berada di rumah sendiri saat berada di dalam gereja atau penduduk lokal
non Kristen tertarik untuk masuk ke dalam gereja dan menjadi awal
masuknya mereka ke dalam ajaran Kristen.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian kami diatas, maka terdapat rumusan masalah:
1. Apasajakah faktor yang mempengaruhi peletakan ornamen khas
Jawa di dalam bangunan gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Menguraikan faktor yang mempengaruhi peletakan ornamen khas
Jawa di dalam bangunan gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno
I.4 Kerangka Teori
Arsitektur Gothic
Arsitekur Gothic adalah salah satu gaya dalam arsitektur terutama
yang berhubungan dengan ketedaral-katedral dan gereja-gereja lainnya,
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
3
yang ditulis selama awal dan akhir abad pertetengahan. Pada awal abad
ke 20 di Perancis, dikenal dengan nama “Gaya Perancis” (Opus
Francigenum) selama periode ini, istilah gothic muncul pada era
Reformasi sebagai bentuk penolakan dari “Gaya Perancis’. Karakteristik
ciri dari gothic ada pada lengkungan ujung, kubah, dan dinding penopang.
Pada abad ke 15, berawal di Florence, dahulunya arsitektur
Romanik kemudian digantikan oleh arsitektur Renaissance.
Rangkaian dari kebangkitan gothic dimulai pada pertengahan abad
ke 18 di Inggris dan tersebar luas di Eropa pada abad 19, dan terus
menyebar pada struktur bangunan universitas dan gereja pada abad 20.
Asal Usul
Gaya gothic bermula pada gereja Saint Denis, di wilayah Saint
Dens dekat Paris, dimana gaya ini merupakan hasil pandangan Abbot
Suger. Suger ingin menciptakan representasi fisik dari kota suci
Yerusalem, suatu bangunan dengan garis linear yang memiliki derajat
yang sangat tinggi yang dipenuhi oleh cahaya dan warna.
Bagian muka bangunan di desain oleh Suger dimana gaya gotchic
di bagian dalam gereja baru ditambahkan setelah ratusan tahun
kemudian. Dia mendesain bagian muka dari bagian gereja Saint Denis
sebagai kelanjutan dari kejayan kekaisaran Romawi bagian ketiga. Bagian
ini sering juga ditemukan dalam gaya Romawian. Jendela ”rose’ gaya
barat dimana merupakan suatu bentuk mahakaryanya, adalah suatu re-
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
4
imaginasi dari iconography ”christian circle-square”. Arsiturektur gothic
mula-mula sangat kuat dipengaruhi arsitektektur Islam.
Konstruksi gothic yang pertama adalah kumpulan dari gereja yang
ditahbiskan pada tahun 1144. Di dalam gereja tersebut terdapat jendela
”stained-glass”, atmosfir eteral secara vertikal tiang-tiang kurus dan tinggi,
dan gereja Saint Denis menggunakan elemen-lemen tersebut yang
kemudian dielaborasi selama periode gothic. Gaya ini pertama kali
diadopsi di Perancis Selatan dan Inggris semenjak dikuasai dinasti
Angevin.
Terminologi Gothic
Arsitektur gothic tidak ada kaitannya sama sekali dengan sejarah
Goths. Konsep ini merupakan istilah peyoratif yang digunakan pada awal
tahun 1530 untuk menggambarkan budaya yang berkaitan dengan barbar
dan ketidaksusilaan. Francois Rabelais, menuliskan prasasti dalam
bukunya ” Utopian Abbey of Theleme”, ”... dilarang masuk bagi orang
munafik, orang fanatik ...”, ini merupakan referensi yang mengarah pada
Goths dan Ostrogotz. Dalam istilah Inggris pada abad 17, Goths setara
dengan vandal, seorang biadab dengan kultur Jerman yang kemudian
diaplikasikan pada gaya arsitektural Eropa Selatan sebelum kebangkitan
tipe arsitektur klasik. Pada 21 Juli 1710, ”the Academie d’ architecture”
bertemu di Paris, dan diantara topik-topik yang mereka bicarakan, para
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
5
peserta menyatakan gaya baru dari arca dalam (atap pensil) dan akan
dipakai dalam arsitektural.
The Company tidak menyetujui beberapa dari gaya tersebut,
dimana terdapat kecacatan dalam banyak bagian gaya gothic. Tidak ada
keraguan bahwa terminologi gothic yang diaplikasikan dalam suatu gaya
arsitektur ecclesiastical digunakan pertama kali dengan maksud
merendahkan, ejekan, kepada orang ambisius untuk meniru dan
membangkitkan gaya Yunani dalam arsitektur, memberikan dana untuk
menghancurkan gaya ’the old medioval’, dimana disebut sebagai gothic
yang memiliki sinonim dengan segala sesuatu yang bersifat barbar dan
kasar.
Karakteristik
Dalam gothic arsitektur, teknologi baru bersampingan dengan gaya
bangunan baru. Teknologi baru tersebut merupakan ogival atau pointed
arch. Fitur lainnya dikembangkan sebagai konsekuensi dari penggunaan
pointed arch.
Gaya gothic menekankan pada veritikalitas dan fitur struktur batu
skeletal dengan kaca yang besar, kubah yang indah, tiang-tiang yang
berkelompok, menara yang runcing, dinding penopang yang melayang
dan detail sculptural seperti gargoyles.
Secara internal terdapat fokus pada jendela stained-glass yang
mewujudkan cahaya lebih banyak masuk ke dalam bangunan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
6
dibandingkan dengan gaya Romawian sebelumnya. Untuk mendapatkan
penerangan yang baik, dinding penopang digunakan antara jendela-
jendela sebagi alat unutk mendukung atap-atap dan tiang-tiang. Banyak
dari fitur ini telah dipakai, sebagai contoh kubah yang indah muncul dalam
Durham Chatedral yang mulai dibangun pada tahun 1093.
Sebagai karakteristik utama dalam arsitektur gothic, the pointed
arch diperkenalkan sebagai alasan struktural dan visual. Secara visual,
vertikalitas mengarah pada aspirasi mengenai surga. Secara struktural,
penggunaan gaya tersebut memberikan fleksibilitas yang besar pada
bentuk arsitektural. Kubah gothic, berbeda dengan kubah semi-circular
dari bangunan Romawi, bisa dipakai pada atap rectangular dan dibentuk
seperti trapesium. Keuntungan lainnya adalah jaringan the pointed arch
menumpukan bebannya pada tiang-tiang di tiap sudut.
Dalam arsitektur gothic, the pointed arch digunakan dalam setiap
lokasi dimana bentuk kubah dibutuhkan secara struktural dan dekoratif.
Gaya gothic juga terdapat dalam pintu masuk jendela, arcade, dan galeri.
Kubah gothic yang besar maupun yang kecil biasanya didukung dengan
kerangka lengkung. Garis-garis kasar membentuk suatu tipe dekorasi
dinding yang dikenal sebagai blind arcading. Lerung dengan pointed arch
dan berisi patung-patung merupakan fitur eksternal yang dominan. The
pointed arch itu sendiri mengelaborasi titik temu dari bentuk-bentuk yang
dikembangkan dalam sela-sela jendela dalam pencarian struktural bentuk
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
7
gothic yang mendukung jendela besar yang merupakan ciri dari gaya
tersebut.
Katedral gothic didekorasi dengan patung-patung diluarnya dan
lukisan didalamnya. Keduanya menggambarkan kisah-kisah dalam Alkitab
yang menekankan pada visualisasi alegori antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru.
Beberapa gereja gothic juga bisa dalam bentuk yang sederhana. Di
Basilica of Mary Magdalene di Saint-Maximim, Provence, tradisi lokal atas
kesederhanaan dan kemegahan, arsitektur Romawi masih kuat. Gereja
tersebut dibangun pada abad ke 13 dibawah kekuasaan Charles of Anjou,
yang merupakan ambisinya untuk mengakomodasi peziarah untuk melihat
relik. Bangunan dengan gaya gothic di gereja terus berkembang sampai
1532.
Katedral gothic merupakan suatu mikrosom yang mewakili dunia,
dan setiap konsep arsitektural, terutama kemegahan dan dimensi yang
luas dari struktur, yang dimaksudkan pada pesan-pesan teologis :
kebesaran nama Tuhan versus ketidakberdayaan makhluk hidup.
Bangunan gothic menjadi dunia kecil dalam dua cara, pertama dekorasi
sculptural dan simbol dari ciptaan, dan sejarah yang sakral (Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru) yang merupakan referensi atas kekekalan (hari
Penghakiman), kedua konstruksi secara geometrikal dan matematikal
adalah suatu imej dari semesta dimana hal-hal yang tidak rasional dan
logis bisa diterima.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
8
Kelansungan dan kebangkitan gothic
Di Inggris, beberapa ciri-ciri detail gothic muncul dalam konstruksi
di Oxford dan Cambridge di akhir pada abad 17, dan juga pada
kediamaman Archbishop of Canterbury Istana Lambeth dengan atap
gothic hammerbeam yang dibangun pada 1663 untuk menggantikan
bangunan lama yang rusak dalam Perang Sipil Inggris. Namun ini tidak
mudah untuk menentukan bangunan tersebut merupakan suatu
keberlangsunag gothic atau awal kemunculan kebangkitan gothic.
Di Inggris pada pertengan abad ke 18, gaya gothic mulai bangkit,
pertama sebagai dekoratif, gaya alternatif yang diberi nama “Gothick”,
dimana sebagai contoh adalah villa milik Horace Walpole yang bernama
”Strawberry Hill”. Kemudian, setelah tahun 1830, gothic mulai sangat
dipertimbangkan dan inilah kebangkitan gothic (sering juga disebut
sebagai Victorian gothic atau neo-gothic). Gedung Parlemen di London
adalah suatu contoh dari gaya kebangkitan gothic yang didesaian oleh Sir
Charles Barry dan pengikut kebangkitan gothic, Augustus Pugin. Contoh
lainnya adalah gedung utama dari Universitas Glasgow yang didesain oleh
Sir George Gilbert Scott.
Di Perancis, tokoh dari kebangkitan gothic adalah Eugene Violllet-
le-Duc, yang membawa konstruksi historis gothic untuk menciptakan suatu
gothic yang sebenarnya di 40 kota di Perancis Selatan dan dibeberapa
kota yang kaya untuk menarik industrial. Eugene Violllet-le-Duc memiliki
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
9
detail arsitektur baju baja, kostum, perlengkapan, dan senjata. Dia
merestorasi reruntuhan Katedral Perancis di Notre Dame, banyak dari
bangunan gothic adalah karya dari Eugene Violllet-le-Duc. Dia juga
menstransfer ilmunya kepada generasi desainer Reform-Gothic dan
menunjukkan bagaimana mengaplikasikan gaya gothic kepada material
modern.
Neo-Gothic di Abad ke-20
Neo-Gothic mulai dipertimbangkan dalam bangunan gereja dan
kampus pada abad ke 20. Bangunan karya Charles Donagh Maginnis
yaitu Boston College mengukuhkan arsitektur Collegiate-Gothic di
universitas-universitas Amerika seperti Chigago, Princeton, Yale dan
Duke. Gaya ini juga digunakan dalam kerangka baja pencakar langit di
University of Pittsburgh’s Chatedral of Learning.
Pada tahun 1907 Cass Gilbert menciptakan bangunan 90 West
Street dan tahun 1914 gedung Woolworth, keduanya di Manhattan, dalam
bentuk Neo-Gothic. Ada juga menara Neo-Gothic karya Raymond Hood
yang pada tahun 1922 memenangkan kompetisi Chicago Tribune Tower,
yang merupakn contoh gaya vertikal yang disebut sebagai “American
Perpendicular Gothic”. Struktur gothic lainnya terdapat dalam penjara
yang dibangun di DeRidder, Lousiana pada tahun 1914. Teralis baja
dipakai sebagai jendela yang menunjukkan atmosfir kengerian. Sruktur
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
10
bangunan berupa ruang sempit jendela teralis dan memiliki jendela utama.
Katedral Nasional juga merupakan struktur Neo-Gothic.
Peninggalan terakhir arsitektur gothic di Amerika mungkin karya
Ralph Adam Cram pada tahun 1910an dan 1920an. Dengan rekan kerja
Bertram Goodhue mereka menghasilkan banyak bangunan seperti St.
Thomas Epicopal Church di New York yang membawa gaya gothic
Perancis dimana terdapat hasil asimetrikal dan gaya urban Manhattan.
Dalam karya personalnya, Cram membuat Cathedral of Saint John the
Divine dimana dia bermaksud membuat katedral terbesar dan bangunan
berstruktur gothic terbesar di dunia dengan French High Gothic. Namun
hal tersebut tidak terselesaikan. St. Thomas dan St. John the Divine
dibangun tanpa baja.
Bahasa Arsitektur
Menurut Ponty dalam buku karya Romo Mangunwijaya tubuh yang
mulia adalah ruang yang mengungkapkan diri. Dengan kata lain manusia
tidak hanya berbahasa dengan cakap lidah atau ucapan mulut belaka,
melainkan perilaku serta gerak anggota tubuh kita sudah membahasakan
dan mengungkapkan isi batin yang tersimpan, agar diketahui orang lain.
Begitu juga dalam berarsitektur. Dalam segenap karya
pembangunan kita dapat membangun sebuah bangunan asal terlihat
indah, bisa ditempati dan asal berdiri saja. Tetapi tidak semua dinilai sama
bagi semua orang, baginya dari bentuk dan sesuatu yang ada didalamnya
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
11
terdapat suatu makna atau harapan-harapan kehidupan yang diinginkan
oleh penghuninya.
Seperti apa yang ada di rumah-rumah petani Jepang yang memiliki
konstruksi fungsional efisien sekaligus terlihat seperti mahkota hiasan
yang indah dan didalam bangunan tersebut juga terdapat tampilan-
tampilan binatang seperti sayap kupu-kupu, tanduk rusa raja, bulu-bulu
cendrawasih, sisisik ikan, dll, karena hewan-hewan tersebut dianggap
telah berjasa menyelamatkat kehidupan para masyarakat nelayan pada
kala itu. Ada sesuatu yang lebih daripada soal efisiensi tehnis dan
fungsional untuk melindungi diri secara fisik belaka, melainkan terdapat
dimensi-dimensi budayanya bahkan ada unsure-unsur yang merupakan
bayangan semacam nurani dalam diri binatang.
Oleh karena itu menurut Mangunwijaya, bila kita berarsitektur
sudah sewajarnya kita berarsitektur secara budayawan, dengan nurani
dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektural yang baik, karena
dalam berarsitektur, yang artinya berhasa dengan atau dihadapkan pada
garis dan bidang, bahan material dan suasana tempat, ruang dan gatra,
dll.
Terkait berbahasa dengan material dan suasana tempat, maka
hakikat bahasa arsitektur yang bagus dan citra-citra penghayatannya
bukan pertama-tama harus dihubungkan dengan persyaratan
kemewahan, seolah–olah arsitektur yang indah selalu identik dengan
biaya mahal, sedangkan arsitektur dengan biaya sedikit otomatis akan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
12
mendapatkan bangunan yang bermutu rendah. Melainkan arsitektur yang
baik yaitu berarsitek yang menghasilkan kata “A thing of beauty is a joy
forever” yaitu sesuatu yang indah adalah kegembiraan tanpa henti, meski
tidak membutuhkan biaya yang mahal.
Terkait berbahasa dengan ruang dan gatra, maka selain bangunan
tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya, sewajarnya rumah atau
bangunan tersebut bisa tersirat atau mencahayakan nilai lebih yaitu nilai
pengangkatan jiwa manusia yang luhur. Dengan kata lain, selain unsur
guna yang dapat kita temukan didalam karya arsitektur, kita juga dapat
menemukan unsur citra didalamnya.
Setiap perubahan akan diikuti kecenderungan mencari
keseimbangan, sehingga lahir wujud baru. Hal ini berlaku dalam segi
kehidupan manusia dengan budayanya, perbuatan manusia merubah
lingkungan dan sebaliknya linkungan mempengaruhi tingkah laku manusia
yang setiap kali akan merubah pola dan nilai yang sudah ada secara
perlahan. Sukar untuk menentukan batas waktu dan kadar perubahan
secara pasti, karena fenomena tersebut berlangsung melalui pergeseran
dalam kurun waktu.
Wujud dari corak dan ketinggian budaya adalah penjelmaan dan
pencerminan sosiokultural zamannya, yang selalu melihat bentuk dari
hasil budaya itu sendiri berupa tata cara, tari-tarian, benda seni dan
bangunan.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
13
Menurut Maryono dkk. (1982:4), perbenturan budaya melalui
proses akulturasi yang berlangsung secara cepat tanpa memperdulikan
nilai-nilai yang ada inilah yang melatarbelakangi bentuk perkembangan
arsitektur sekarang. Hal ini dapat diambil contoh dari bangunan-bangunan
tradisional di Indonesia, semua memberi corak-corak tersendiri dan
menunjukkan sesuatu yang khas. Karena lingkungan, manusia dan
bangunan merupakan tiga sistem yang saling terkait satu dengan yang
lainnya.
Seperti bangunan-bangunan rumah yang ada di Sumba misalnya,
terdapat aturan jarak tertentu untuk bentangan atap dari tiang dan aturan
ini harus ditaati disana. Hal tersebut memilki makna yaitu memberi
keselarasan dalam lingkungan, keteraturan pada bangunan dan dengan
sendirinya merupakan anjuran yang memang diterima, bahwa dalam
kehidupan masyarakat kehendak untuk saling menonjolkan diri perlu
dibatasi. Larangan menebang pohon pada musim dan waktu tertentu juga
merupakan pencerminan rasa sadar akan perlunya keseimbangan
ekosistem.
Kebudayaan menurut Suparlan (Maryono dkk, 1982:7), adalah
keseluruhan pengetahuan manusia yang dimilikinya sebagai makhluk
sosial dan digunakan untuk memahami dan menafsirkan lingkungan yang
dihadapinya.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
14
Sumber: Maryono, 1986
Dari skema diatas terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya suatu kebudayaan, akibat-akibat tersebut adalah pandangan
hidup dan etos, lingkungan alam dan masyarakat. Faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi timbulnya kebudayaan secara sendiri-sendiri, tapi dapat
juga secara bersamaan.
Kebudayaan mendasari dan mendorong terwujudnya suatu
kelakuan sebagai pemenuhan kebutuhan yang timbul, karena kebutuhan
menjadikan kebudayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan supaya
kebudayaan tersebut terwujud dalam berbagai macam kelakuan. Jika
kebudayaan tadi tidak dapat memenuhi kebutuhan maka dengan
sendirinya kebudayaan tadi akan hilang.
Menurut Suparlan (Maryono, 1982:7), Kebudayaan adalah pola
bagi kelakuan, artinya kebudayaan mengatur manusia dapat mengerti
PANDANGAN HIDUP & ETOS
LINGKUNGAN &
MASYARAKAT
KEBUDAYAAN KEBUTUHAN
KELAKUAN
NALURI
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
15
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikap kalau
berhubungan dengan orang lain.
Setiap orang bagaimanapun juga pasti memiliki suatu kebiasaan
yang menunjukkan identitas diri mereka sendiri, kebiasaan tersebut
merupakan pola tingkah laku pribadi. Karena bila manusia hidup sendiri
maka tidak ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-
tindakannya.
Dengan adanya kebudayaan, terwujud suatu kelakuan untuk
memahami dan menafsirkan lingkungan yang dihadapi. Kelakuan ini
menghasilkan benda-benda purba kebudayaan yaitu karya arsitektur.
Suatu hasil karya arsitektur ada karena adanya kebutuhan untuk
memenuhi hasrat manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan dasar
manusia pada umumnya memiliki kesamaan, tapi kebudayaan
mengakibatkan pencerminan kebutuhan kedalam suatu bentuk arsitektur
menjadi berbeda satu sama lain. Disini tehnologi juga digunakan sebagai
alat untuk mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan
mewujudkan kebutuhan tadi dari bentuk abstrak menjadi bentuk yang
nyata yaitu benda arsitektur.
Banyak sekali pendapat yang mengatakan bahwa agama diambil
dari ilmu gaib atau magis, tetapi hanya sebatas pada urusan yang
berpusat pada manusia dan berusaha untuk mengontrol tindakan yang
suci (dari Tuhan) untuk kepentingan manusia.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
16
Sebaliknya agam berpusat kepada Tuhan dan bertujuan untuk membuat
sifat dasar manusia dibawah kontrol Yang Maha Besar, meski agama
sering berjalan seiringan dengan sesuatu yang gaib dan jarang sekali
murni.
Agama Kristen Dalam Arsitektur
Agama ini masuk ke Indonesia dan dibawa oleh bangsa Eropa yaitu
Portugis dan Belanda. Yang juga membawa pengaruh besar terhadap
arsitektur di Indonesia khususnya pada bangunan tempat peribadatan.
Pada mulanya gereja dibangun dengan tujuan menjalin hubungan atau
tempat untul berinteraksi dengan Allah, sehingga dibangun ruang-ruang
yang besar dengan langit-langit yang tinggi dan garis-garis yang vertikal.
Setelah mengalami beberapa perkembangan baik itu fungsi dan
kegiatannya maka gereja tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk
mengadakan hubungan dengan Tuhannya, melainkan juga sebagai
tempat untuk mengadakan hubungan manusia dengan menusia,
disamping itu ajaran dasar agama Kristen yaitu pelayanan, bantuan bagi
yang terbelakang, keadilan bagi minoritas yang tertekan, bwntuan bagi
yang sakit, tua, yatim piatu, dan sebagainya.
Menurut Maryono (1982:28), dengan perkembangan zaman yang
semakin maju dan ditekankan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi maka
fungsi gereja juga tidak hanya sebagai tempat untuk berdoa, melainkan
digunakan sebagai tempat untuk menampung kegiatan-kegiatan dengan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
17
menambah gedung-gedung pertemuan ruang-ruang kelas, ruang club,
ruang rekreasi, dan ruang-ruang lain disamping ruang ibadah yang utama,
sehingga bentuk gereja yang sekarang bukan merupakan sebuah gedung,
tetapi sudah menyerupai dan merupakan sebuah kompleks.
I.5 Metode Penelitian
Metode penelitian ini dipilih dengan mempertimbangkan
kesesuaian antara obyek yang diteliti serta studi ilmu yang bersangkutan.
Untuk mendeskripsikan secara mendalam fenomena budaya antropologi
arsitektur khususnya mengenai sismbiosis mutualisme karyawan dengan
pihak pabrik, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan
metode ini diharapkan temuan-temuan empiris dapat dideskripsikan
secara lebih rinci, lebih jelas dan lebih akurat, terutama berbagai hal yang
berkaitan dengan antropologi arsitektur
Salah satu pendekatan dari metode kualitatif yang tepat digunakan
pada penelitian ini adalah etnometodologi yang menghasilkan karya
etnografi. Pendekatan ini pada awalnya diperkenalkan oleh Harorld
Garfinkel (Pendit, 2003:281). Seperti yang disarankan oleh Bogdan dan
Biklen (1982:37 dalam Dyson, 2001:117), bahwa etnometodologi tidaklah
mengacu kepada suatu model atau teknik pengumpulan data ketika
seseorang sedang melakukan suatu penelitian, tetapi lebih memberikan
arah mengenai masalah apa yang akan diteliti. Moleong (1988)
mendefinisikan sebagai berikut:
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
18
“Studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari–hari. Subyek etnometodologi adalah orang–orang dalam pelbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami berbagai orang–orang mulai melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup” (Moleong, 1988:15).
Dengan menggunakan pendekatan ini, lebih banyak dipelajari
suatu fenomena dengan pendukung kebudayaan tersebut, sehingga
peneliti dapat memahami dan mendeskripsikannya. Salah satu antropolog
kenamaan Clifford Geertz yang mendorong para ilmuwan sosial
(khususnya para antropolog) agar mementingkan sisi pandang yang
diteliti. Itu sebabnya antropologi memerlukan pendekatan yang mampu
menghasilkan thick description, yaitu gambaran yang sangat kental atau
padat dan terinci. Dalam hal ini maka dalam sebuah laporan penelitian
etnografi dapat dikatakan sebuah “fiksi antropologis” (meminjam istilah
Pendit, 2003) yang berupaya keras mengungkapkan sebuah obyek
penelitian dari sisi pandang peneliti. Dalam hal ini dapat dikategorikan pula
sebagai penelitian eksplorasi yang bersifat emik. Jadi bukan menurut
konsep dan tafsir kami.
Salah satu kritik terhadap etnometodologi (yang ditulis kembali oleh
Pendit 2003:284-285) adalah pada keengganan kami menggunakan
banyak analisis teori dengan alasan ingin mengungkapkan sisi pandang
obyek penelitian sebagaimana adanya. Dengan kata lain etnometodologi
lebih mengutamakan bukti-bukti empiris daripada teori. Perdebatan
tentang hal ini sampai menimbulkan tuduhan bahwa karya etnografi
adalah empirisme gaya baru saja dan memicu perdebatan baru tentang
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
19
hubungan atau pertentangan antara pengetahuan berdasarkan teori dan
pengalaman.
Terlepas dari kritik-kritik di atas, etnometodologi telah berkembang
dan diterima sebagai salah satu upaya untuk mengurangi “pengaruh ilmu
eksak” terhadap ilmu sosial. Sebagai sebuah pendekatan dalam metode
penelitian ilmiah, etnometodologi dianggap sudah dapat membantu para
ilmuwan sosial-budaya dalam memahami fenomena di masyarakat,
khususnya dalam hal ini fenomena antropologi arsitektur khususnya
mengenai sismbiosis mutualisme karyawan dengan pihak pabrik
I.5.1 Lokasi penelitian
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive atau sengaja.
Karena secara langsung penelitian ini berlokasi di suatu tempat yaitu di
lokasi Gereja Kristen Jawi Wetan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten
Jombang.
I.5.2 Teknik penentuan informan
Untuk memperolah kedalaman materi yang disajikan serta validitas
data yang diperoleh, maka pemilihan informan menjadi sesuatu yang
sangat penting mengingat dari merekalah awal mula data diperoleh dan
dikembangkan dalam proses selanjutnya. Informan adalah orang-orang
yang pengetahuannya luas dan mendalam mengenai masalah antropologi
arsitektur khususnya mengenai sismbiosis mutualisme karyawan dengan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
20
pihak pabrik, sehingga ikut memberikan informasi yang bermanfaat
(Bungin, 2001:208). Informan dipilih berdasarkan beberapa kriteria
tertentu, dan pemilihan ini juga dilakukan secara purposive (sengaja)
berdasarkan informasi awal yang kami peroleh. Sedangkan kriteria
pemilihan informan sebagaimana dikemukakan oleh Spreadley (1995:61-
70) adalah sebagai berikut:
1. Enkulturasi penuh
Enkulturasi merupakan proses yang ada dan pasti dalam setiap
studi tentang suatu budaya tertentu. Informan yang baik adalah
bagaimana ia mengetahui dengan jelas baik secara perilaku maupun
kognisi budaya mereka tanpa harus memikirkannya. Kriteria ini merujuk
pada para informan yang (pernah) melihat langsung atau ikut bekerja di
lahan persawahan. Sehingga informan tersebut bersedia memberikan
informasi segala sesuatu yang berhubungan dengan peran dan eksistensi
fenomena yang sedang diselidiki.
2. Keterlibatan langsung
Keterlibatan langsung serta aktif seseorang informan dalam setiap
perkembangan budaya juga merupakan hal yang cukup penting. Untuk hal
ini kami merujuk pada bentuk-bentuk arsitektur gereja
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
21
3. Suasana budaya yang tidak dikenal
Dalam kondisi ini jika seorang peneliti mempelajari suatu budaya
tertentu, dimana budaya tersebut tidak dikenalnya, maka seorang peneliti
diharuskan menciptakan sebuah hubungan yang sinergis dan produktif
dengan informan. Sementra itu seorang peneliti juga diharuskan
mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap kemampuan membaca
fenomena sosial yang sedang ia amati.
4. Cukup waktu
Dalam pemilihan seorang informan, maka hal – hal yang harus
mendapat perhatian khusus adalah informan – informan yang mempunyai
cukup waktu luang dan bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian
ini. Kemudian dalam melakukan wawancara dengan informan, idealnya
waktu-waktu yang dipilih adalah siang dan sore hari atau waktu-waktu lain
yang telah disepakati antara peneliti dengan informan.
5. Non analitik
Informan yang bagus adalah ketika ia dapat memberikan sebuah
respon yang cukup positif terhadap setiap pertanyaan–pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti, tanpa ia harus memberikan sebuah analisa yang
rumit terhadap pertanyaan tersebut. Sehingga informasi yang didapat
bersifat polos apa adanya. Dan akhirnya informan – informan yang dipilih
adalah informan yang memenuhi kriteria – kriteria di atas.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
22
I.5.3 Strategi pengumpulan data
Agar memperoleh informasi yang akurat mengenai pola
penggarapan sawah, penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan
langsung dan wawancara yang disertai dengan catatan lapangan. Dimana
dengan teknik tersebut dapat menghasilkan data ilmiah yang autentik dan
validitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
I.5.3.1 Data Primer
Pengamatan langsung (observasi)
Dalam penelitian ini digunakan pengamatan langsung (observasi)
dan terlibat terhadap fenomena yang terjadi pada wilayah observasi, baik
berupa budaya fisik, situasi, kondisi maupun perilaku. Sehingga dapat
diatikan bahwa pengamatan langsung dan terlibat adalah suatu
pengamatan yang dibarengi interaksi antara peneliti dengan informan.
Sudikan (2001:59) menyarankan dalam pengamatan langsung
diperlukan pendekatan antropologi visual, yaitu berupa penggunaan alat
bantu seperti alat pemotret (kamera) untuk mengambil foto atau gambar
hidup (sebagai dokumentasi) pada obyek-obyek yang relevan dengan
tema yang hendak diteliti, serta berhubungan dengan latar belakang
etnografisnya.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
23
Wawancara mendalam
Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan sebuah gambaran
yang jelas mengenai pola budaya dalam suatu komunitas tertentu, Sevilla
(1992:71) menuliskan bahwa salah satu ciri penting dalam penelitian
adalah komunikasi langsung antara peneliti dengan informan yang telah
ditentukan.
Bentuk komunikasi langsung tersebut berupa wawancara terbuka
(open interview) dan mendalam (indepth interview). Maksud dari
wawancara ini adalah untuk mengumpulkan seluruh keterangan tentang
antropologi arsitektur khususnya mengenai sismbiosis mutualisme
karyawan dengan pihak pabrik. Pelaksanaan wawancara tidak hanya
sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang
tinggi. Sudikan (2001:64) menambahkan, untuk memfokuskan
wawancara, diperlukan catatan daftar pokok-pokok pertanyaan yang
disebut pedoman wawancara (interview guide).
Dengan pedoman wawancara yang digunakan sebagai penuntun,
kondisi ini memungkinkan proses wawancara berlangsung dangan santai
dan tekesan akrab. Sehingga ketika proses wawancara telah menciptakan
kondisi yang intens, maka informasi yang dihasilkan akan lebih detail.
I.5.3.2 Data-data sekunder
Pemanfaatan data–data sekunder adalah untuk mendapatkan
informasi yang bersifat tetap, biasanya yang berhubungan dengan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
24
keadaan fisik lokasi penelitian. Dan juga akan pemanfaatan buku – buku
referensi yang terdapat di tempat tertentu (ruang rujukan, perpustakaan)
atau atas saran informan dimana dapat memperoleh buku tersebut;
makalah–makalah yang menunjang dan relevan, serta majalah dan tabloid
yang memuat tema besar penelitian kali ini. Teknik pengumpulan data ini
dapat juga dilakukan dengan cara mengutip, mencatat arsip–arsip,
dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu, maupun data yang belaku
sekarang dan yang berkaitan dan diperlukan dalam penelitian ini.
I.6. Analisis data
Penelitian tentang antropologi arsitektur khususnya mengenai
eksistensi ornamen Jawa dalam Arsitektur Neo gothic dengan pihak pabrik
ini menggunakan strategi analisis kualitatif. Strategi ini dimaksudkan
bahwa analisis bertolak dari data dan bermuara pada simpulan-simpulan
umum. Di dalam penelitian ini, kesimpulan umum itu bisa berupa
kategorisasi maupun proposisi. Untuk membangun proposisi atau teori
dapat dilakukan dengan analisis induktif.
“Berdasarkan strategi analisis data yang digunakan, dalam rangka membentuk kategorisasi, maupun proposisi-proposisi, maka di dalam penelitian (kualitatif), analisis data dilakukan secara induktif” (Bungin, 2001:209).
Maka dalam penelitian ini, akan digunakan analisis induktif melalui
beberapa tahap. Setidaknya Taylor dan Bogdan (1984:127 dalam Bungin,
2001:209) adalah sebagai berikut: (a) membuat definisi umum atau
kategorisasi yang bersifat sementara tentang antropologi arsitektur
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
25
khususnya mengenai arsitektur gereja Mojowaro(b) merumuskan suatu
hipotesis untuk menguji kategorisasi tersebut secara triangulasi, hal mana
didasarkan pada hasil wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan
dokumentasi dari berbagai sumber (informan, waktu dan tempat) yang
berbeda, (c) mempelajari satu kasus untuk melihat kecocokan antara
kategorisasi dan hipotesis, (d) bila ditemui kasus negatif, diformulasikan
kembali hipotesis atau didefinisikan kategorisasi, (e) dilanjutkan sampai
hipotesis benar-benar dapat dijelaskan dengan cara menguji kategorisasi
yang bervariasi.
Dari rumusan tersebut di atas, dapatlah kita menarik garis, bahwa
analisis data pada penelitian kualitatif berfungsi untuk mengorganisasikan
data. Data yang tekumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan,
foto dokumentasi, biografi, artikel dan sebagainya. Strategi analisis data
dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan
mengkategorikannya.
Dalam analisis, data tersebut dikaitkan dengan acuan teoritik yang
relevan dan sesuai dengan masalah yang dibahas dan sesuai dengan
perkembangan di lapangan. Yaitu dengan menggambarkan, menjelaskan
dan menguraikan secara detail atau mendalam dan sistematis tentang
keadaan yang sebenarnya, yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan
sehingga diperoleh suatu penyelesaian masalah penelitian yang
memuaskan.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
26
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan analisis data, maka
peneliti menggunakan tahap-tahap analisis induktif tersebut di atas
dengan cara silang (Bungin, 2001:210). Maksudnya data yang diperoleh
dari responden, disilang dengan teori-teori tentang antropologi arsitektur.
Akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan
dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai
dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara
intensif, yaitu sesudah meninggalkan lokasi penelitian.
Dari data primer yang diperoleh kemudian dideskripsikan sebagai
penjelasan secara terperinci tentang budaya pola antropologi arsitektur
khususnya mengenai arsitektur gereja Mojowarno. Sedangkan data
sekunder yang diperoleh sebagai pendukung penjelasan dari data primer.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
27
BAB IIGEREJA KRISTEN JAWI WETAN MOJOWARNO
DAN JEMAATNYA
II.1 Perkembangan Jemaat
Pada awal mulanya, jemaat Kristen Mojowarno dipimpin oleh
Paulus Tosari yang didampingi 5 orang pendeta Belanda yang berturut-
turut yaitu J.E Jellesma, S.E Harthoorn, W. Hoezoo, J. Kruyt, A. Kruyt.
Nama awal Paulus Tosari sendiri adalah Kasan. Kasan adalah
santri yang pandai dan tatkala ia dikhitan oleh pak Kyai yang seorang
gurunya, ia diberi nama Jariyo sehingga selanjutnya ia dikenal sebagai
Kasan Jariyo. Kyai tersebut juga meramalkan bahwa kelak ia akan
menjadi guru juga. Ayah dan ibunya berasal dari Madura. Kegemarannya
berjudi sehingga membuat bangkrut usahanya yang semula menjadi
pedagang kapuk yang kaya raya. Kebiasaan inilah yang membuat
perbuatannya semakin tidak terpuji sehingga ia merasa Tuhan tidak akan
mengampuni semua dosa-dosanya.
C.L Coolen mengenal kasih Yesus Kristus yang kuasa
mengampuni smua dosa jika manusia tersebut mau bertobat dan
menerima keselamatan (Yesaya 1:18). Kasan dengan terheran-heran
menerima berita suka cita tersebut. Selanjutnya, nama Kasan Jariyo
diganti menjadi Tosari. Tosari sendiri berasal dari kata TUSARA yang
artinya embun. Dia merasa bagaikan sedang menerima embun dipadang
gurun yang kering kerontang, suatu hal yang mustahil namun nyata dalam
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
28
hal menerima pengampunan dosanya. Tahun 1844, Tosari dibabtis di
Surabaya dengan nama Paulus Tosari dengan no STB 43. Dengan itu,
Tosari diangkat menjadi Pemuka Jemaat Kristen Jawa di Mojowarno
sesuai dengan surat keputusan /SK/29 Maret 1851 dari Majelis Jemaat
Kristen Protestan di Surabaya yang ditulis dalam bahasa Belanda dan
bahasa Jawa yang ditulis tangan. Tertanda ketua Majelis A.
WESTENBRINKMELER.
Pada tahun 1891, beliau mengusulkan untuk membuat gedung
gereja kepada pendeta J. Kruyt dan usul tersebut disetujui. Setelah itu,
mendirikan lumbung pirukun dengan cara mengumpulkan padi dari warga,
dan pada waktu harga mahal, padi dijual. Hasilnya disimpan di bank dan
kelak sebagai modal awal pembuatan gedung gereja. Dan pada tahun
1899 sudah terkumpul 6000 gulden. Adapun biaya pembangunan gedung
gereja tersebut menghabiskan dana sekitar 25.000 gulden. Mendirikan
lumbung paceklik guna menolong orang miskin pada waktu musim
paceklik dan menganjurkan kepada jemaat untuk menabung dimasa
kelebihan sehingga pada masa paceklik tidak kesusahan. Tabungan
umum berdiri pada tanggal 21 juli 1959 di jalan Jembatan Merah no 3
Surabaya dengan penabung pertama Kyai Simeon Sadrana dari
Mojowarno.
Paulus Tosari mengikuti acara peresmian gedung gereja yang di
prakarsainya pada tanggal 3 Maret 1881 bahkan sempat memberikan
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
29
sambutan dalam pidatonya. Tosari melayani jemaat Mojowarno sampai
tanggal 21 Mei 1882.
II.2 Bangunan gereja
Tempat-tempat kebaktian gereja
1. dibawah gubuk Kyai Ditotruno
2. digubuk Kyai Ditotruno
3. digubuk (gereja) kerangka kayu, tap daun king-king
4. dengan uang 4 gulden, membuat gereja bambu denga atap daun
king-king.
5. Pada zaman W. Haezoo, gereja dari kayu yang beratap genting
dan lantai sudah di plester.
6. Tahun 1841 usul Paulus Tosari membuat gedung gereja dengan
mengadakan lumbung pirukun. Tahun 1849, lumbung pirukun telah
berhasil mengumpulkan 6000 gulden. Dan pada tanggal 24
Februari 1849, peletakan batu pertama oleh Christina Catharina
Kruyt yang berumur 4 tahun. Bulan Desember 1880 pembangunan
sudah selesai namun belum diresmikan karena menunggu nyonya
J. Kruyt yang sedang sakit. Kebaktian akhir pada tanggal 27
Februari 1881 digereja lama dan tanggal 3 Maret 1881 peresmian
gedung gereja.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
30
Gambar dan perencanaan bangunan gereja dibantu oleh Ir.
WAKKIE. Insinyur B.O.W (sekarang P.U.K). sayang rencana tersebut
terlalu mahal dan tidak terjangkau, anggaran sebesar 45.000 gulden.
Untung ada seseorang yang bukan ahli pembangunan namun
berpengalaman dalam pembangunan yakni C.H Nash yang kemudian
merubah rencana pembangunan yang lebih ringan dan beliau sanggup
mengawasi pembangunan sampai selesai. Pembangunan dianggarkan
10.000 gulden. Sayang masih dalam tahap pembangunan, C.H Nash
pindah dan pengawasan digantikan oleh administrateur pabrik gula Ngoro
yaitu Tuan REYNEKE. Namun rencana ini terganjal oleh biaya yang jauh
lebih tinggi dari rencana. Ada masanya disaat pembangunan dihentikan
karena anggaran kurang. Berkat bantuan dari mana-mana akhirnya
pembangunan dapat diselesaikan dengan menghabiskan biaya 25.000
gulden.
Pekerjaan tersebut sukarela tanpa mandor dan tanpa upah bahkan
bahan-bahan bangunan merupakan sumbangan jemaat. Gedung ini
pernah mengalami kerusakan pada pilar bagian muka karena adanya
gempa bumi pada tahun 1920 dan pada tahun 1949 pernah dipugar
setelah berumur 100 tahun yang selesai pada tanggal 23 Desember 1949
dan mengalami pemugaran kedua pada tahun 1988. Hanya lantai yang
mengalami pergantian 2 kali sedangkan bentuk tetap mempertahankan
aslinya. Penambahan tiang beton besar penyangga sebanyak 14 buah
untuk jendela, pintu dan tidak mengalami pergantian bentuk namun hanya
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
31
diganti kayunya. Kayu-kayu besar penyangga ruang tingkat beserta lantai
diganti dengan beton yang sebelumnya terbuat dari kayu.
Pada bagian kiri dan kanan tembok terdapat masing-masing empat
tiang. Dipasang penyangga tiang-tiang dibagian pondasi dinding sebelah
selatan karena pondasi turun pada tahun 1988. Lantai ruang tingkat yang
dulu papan kini diganti dengan cor. Plafon yang dulunya papan tebal
diganti tipis dan dibentuk ukuran nya menjadi kecil-kecil hingga sekarang.
Adapun lonceng lama yang rusak adalah pemberian dari FONDS
DES VREDES DOOR HET BLOED DES KUISES (dana perdamaian
karena darah salib) Belanda. Orgel yang antik merupakan gereja
Protestan Surabaya yang sudah tidak dipakai lagi. Sayang tidak ada yang
mengerti nilai sejarahnya sehingga ditelantarkan, rusak kemudian hilang.
Bangku yang berbentuk antik terbuat dari kayu jati tua seumur gedung itu.
Pada gewel gedung bagian muka ada tulisan Jawa terlihat pada
foto ketika pendeta S.A van HOOESTRATEN menjadi pendeta di jemaat
Mojowarno pada tahun 1928-1930. tulisan latinnya : Pinujia Yekuwah
Allah. Salumaking bumi kasrambahana ing kaluhururane. Amin.. amin..
namun pada perkembangannya, tulisan diubah hingga seperti sekarang
yakni : Duh Gusti, ingkang kawula purugi sinten malih, Paduka ingkang
kagunganpengandhikamipun gesang langgeng. Ngandhapipun kaserasan
Yakanan bab 6:68. nganndhapipun malih kaserasan margane slamet
Rohe pamenthangan, yang dalam bahasa Indonesia : Tuhan, kepda
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
32
siapakah kami akan pergi? Perkataan Mu adalah perkataan hidup yang
kekal. Yokanan bab 6 : 68. Jalan keselamatan darah salib.
Tulisan Jawa digapuar bagian muka menunjuk tahun dimana
gapura ini didirikan sebagai peringatan pengakuan kedewasaan Jemaat
Mojowarno. “Gunaning panembah trusing tunggal.” (3291) dan angka
dibaca terbalik. Sedangkan tulisan Jawa sebelah utara (kiri) : Pangandhika
Tuwan. Sebelah selatan ( kanan): Amadhangaken manah yang dalam
bahasa Indonesianya berarti : “Firman Tuhan menerangi hati”.
Bangunan ini masih kokoh berdiri hingga sekarang dan dalam
perkembangannya hingga kini, warga jemaat tersebar di enam desa dan
pelayanan dibagi dalam lima blok atau wilayah yakni Mojojejer, Mojoroto,
Mojowangi, Mojodukuh, Mojowarno dan satu pephantan Mojotengah.
Pada masing-masing blok didirikan rumah ibadah guna lebih
meningkatkan pembinaan rohani.
Synagoge Mojowangi
Di Mojowangi, rumah ibadah (synagoge) mulai dibangun pada
tahun 1927 yang diprakarsai oleh Mbah Wiryoredjo, seorang Lurah kedua
desa Mojowangi. Putra Lurah desa Mojowangi pertama, Mbah Bertham
Guntur. Tanah pekarangan dan gedung adalah persembahan Mbah
Wiyoredjo dan pemugaran dimulai tahun 1990. peletakan batu pertama
pondasi bangunan dilakukan oleh Pdt. Proewito Dwidjosoewignjo. Gedung
ini berukuran 10x26 m yang terletak diatas tanah seluas 14x50 m. dana
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
33
dan pembangunan dilakukan secara bergotong royong oleh warga blok
Mojowangi.
Synagoge Mojoroto
Bangunan ini dibangun diatas tanah pemberian Moesa Jebus Wryo
Sentono. Dalam beberapa tahun, gedung ini mengalami dua kali
pemugaran karena rusak dan lapuk namun berdasarkan hasil rundingan
warga, maka dibangun gedung yang baru. Prakarsa pembangunan adalah
Kasno (alm), selaku warga yang juga Kamituwo dukuh Mojoroto. Biaya
pembangunan diperoleh dari berbagai sumber diantaranya swasembada
warga blok Mojoroto serta partisipasi dari dalam dan luar daerah
Mojowarno.
Gedung baru ini lebih besar dari yang pertama yaitu 9x15 m yang
dikerjakan dalam dua tahap sesuai dana yang tersedia. Peletakan batu
pertama tanggal 8 Februari 1983. Proses pembangunan gedung sampai
memasang gawang-gawang pintu dan jendela beserta dinding gedung
sedangkan tahap kedu melanjutka sampai pembangunan selesai tahun
1987. Pada 2 Desember 1987, panitia menyerahkan pada warga blok
Mojoroto,
Synagoge Sukoharjo
Awal berdirinya pada tahun 1935. Selama 50 tahun telah dipugar
sebanyak dua kali. Tokoh pendiri blok Sukoharjo adalah Tuning Espram,
Esadi, Esmunoto (putra Bpk. Dinar, orang kristen di Sukobendu/
Sukoharjo). Pada 14 Mei 1985, dilakukan pemugaran yang ketiga kalinya
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
34
selam 3 bulan dan merubah bentuk kayu menjadi bangunan yang terbuat
dari batu bata. Pada tahun 1991, kembali dilakukan pemugaran untuk
keempat kalinya.
Synagoge Mojojejer
Bangunan ini dibangun tahun 1978 diatas tanah pemberian
Sukarso dengan ukuran 8,10 x 17,50 m. Namun karena sudah dianggap
tidak layak lagi maka jemaat memutuskan untuk merenovasi bangunan
tersebut. Atas saran Dwi Tjahjono di Mojowarno, gedung itu dibongkar dan
didirikan gedung baru.
Dari dana yang sudah terkumpul, panitia dapat membeli tanah
dibelakang gedung sehingga tanah menjadi 8,10 x 63 m. peletakan batu
pertama oleh Pdt. Srimojo Sm. Th. dan Kepala Desa Mojojejer H. Fathcul
Hudan yang disaksikan oleh warga Mojojejer pada 12 Oktober
1997.persmian pada tanggal 28 Desember 1999 bersamaan perayaan
Natal blok Mojojejer 1999
Synagoge Mojodukuh
Di lain pihak, synagoge dibangun diatas tanah dari hasil pembelian
seluas 10 x 40 m. Awal pembangunan dilakukan pada 25 Desember 2002
oleh Pdt. Agus Kurnianto S. Th. Pembangunan tahap pertama
menyelaesaikan pendasi yang dilakukan secara bergotong royong secara
bergiliran dan ada sebagian warga Islam yang ikut serta. Pengerjaan
tahap ll mengerjakan pilar-pilar samping dan sebagian dinding.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
35
Pengerjaan tahap lll. Menyelesaikan dinding samping, belakang, dan
mengecor ring, podium. Pada tahap lV, mengerjakan teras depan.
Synagoge Mojowarno
Gedung synagoge dibangun di atas tanah pemberian yang
dilakukan secara bertahap bahkan dalam hal pendanaan yang bersal dari
swasembada warga setempat. Synagoge ini merupakan bangunab baru
karena Mojowarno tidak pernah mempunyai sebelumnya.
Synagoge Mojotengah
Gedung gereja Mojotengah merupakan hasil pembangunan baru.
Beberapa menambah bagian yang belum ada. Akhirnya gedung yang
belum lengkap itu, lama kelamaan menjadi gedung yang sederhana dan
cukup pantas. Gedung ini di rencanakan pada Oktober 1984 dengan
pimpinan GKJW Jemaat Mojowarno Pdt. Proewito Dwidjosoewignjo.
Tanah yang dibeli terletak di sudut pertigaan jalan kampung dengan
ukuran bagian selatan 25,5 m, bagian utara panjang 27 m, bagian barat
panjang 13,5 m dan bagian timur dengan panjang 155,5 m. Pada tanah
tersebut didirikan rumah kebaktian dengan ukuran panjang 9 m ditambah
teras 1,80. Jadi jumlahnya 10,80 m dan lebar 5,70 m. pembangunan ini
dibangun tahap demi tahap yang pendanaannya bersal dari induk GKJW
Mojowarno, gotong royong, swasembada tradisional, dari luar jemaat dan
perorangan.
Ada dua pepanthan yang berda dalam asuhan Jemaat Mojowarno
yaitu Wonosalam dan Mutersari. Jemaat Wonosalam pada awalnya belum
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
36
mempunyai gedung gereja dan pembinaan rohani serta kebaktian selalu
dilaksanakan dirumah warga secara bergantian. Namun seiring
perkembangan jemaat yang semakin banyak, maka muncullah usul dari
seorang non- kristen yaitu Yaris Kurniawan bersama Tiro dab Soendoro
untuk mendirikan gereja. Gagasan ini disambut baik oleh beberapa tokoh
Kristen setempat. Pada tanggal 12 Desember 1965, diberikan bangunan
dari seorang simpatisan dengan ukuran 4 x 10 m yang kemudian di
resmikan menjadi gereja oleh Pdt. Atmodjo dari Jemaat Mojowarno yang
diberi nama Greja Kristen Jawi Wetan Pepanhan Tukum Pasamuwan
Mutersari.
Pada 12 desember 1967, mulai dibangun gereja baru dengan
ukuran tanh 6 x 12 m karena gereja lam sudah tidak mampu menmpung
lagi yang disahkan sebagai gereja pengganti oleh Pdt. Sutoadi Samino
dari Pasamuwan Mojowarno. Pembangunan selesai pada tahun 1975.
pada 12 desember 1988, oleh Pdt. Ardi Soejatno (kKtua Majelis Agung
GKJW) gereja tersebut diresmikan denga perubahan nama menjadi
GKJW Pasamuwan (Jemaat) Wonosalam.
Mengingat semakin lama gereja tidak mampu menampung warga
jemaat, atas prakarsa Soendoro yang didukung dan di setujui pemuka
jemat ( Yanis Kurniawan, Sugianto, Leksono, Tony Sugianto dan Mujiono)
dan disetuji Majelis Pepanthan Tukum yang dipimpin oleh pendeta
konsulen dari Jemaat Mojowarno, Pdt. Proewoto DS., dibangunlah gedung
gereja yang lebih besar di tanah seluas 1000m milik Sudomo. Pada 12
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
37
Desember 1987, peletakan batu pertama oleh Pdt. Proewito DS.
Bertepatan dengan perayaan syukur Hari Jadi Gereja, bengunan
diresmikan sebagai gedung gereja baru oleh Ketua Majelis Agung GKJW
Pdt. S. Wismoady Wahono Ph.D pada 12 Desember 1995
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
38
BAB IIIEKSISTENSI ORNAMEN JAWA DI GEREJA
KRISTEN JAWI WETAN MOJOWARNO
III.1 Peletakan Ornamen Jawa Sebagai Media Sosialisasi Gereja
Banyak jalan membuat suatu ajaran yang relatif baru dan sama
sekali belum pernah dilihat agar lebih bisa diterima oleh masyarakat.
Salah satu cara terbaik dan banyak dilakukan di berbagai belahan dunia
adalah penggabungan dengan unsur-unsur budaya lokal masyarakat
setempat. Banyak diantara usaha tersebut berhasil dan membuahkan
suatu pranata atau bentuk-bentuk baru yang bahkan belum pernah ada di
dalam tataran ajaran itu sendiri.
Ajaran-ajaran seperti agama belum tentu dapat diterima dengan
mudah oleh masyarakat yang sudah memeluk suatu keyakinan secara
turun temurun trans generasi. Keberadaan suatu unsur budaya lokal
dalam bentuk ajaran-ajaran baru bisa menjadi indikator terjadi suatu
penggabungan antara unsur dalam ajaran tersebut dengan budaya lokal
masyarakat, hal tersebut biasanya bertujuan untuk memudahkan
masyarakat setempat untuk menerima ajaran baru tersebut. Dengan
adanya penggabungan dengan budaya lokal masyarakat akan merasa
seperti belajar dengan budaya sendiri yang dari kecil dipelajarinya dalam
proses internalisasai dan enkulturasi budaya.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
39
Penggabungan unsur-unsur agama dan budaya lokal dibuktikan
dengan adanya wayang kulit, tarian tayub, unduh-unduh, slametan
sedekah bumi dan jenis lainnya. Penggabungan tersebut tidak hanya
terbatas pada jenis kesenian atau pranata agama, namun juga bentuk-
bentuk fisik yang menjadi unsur agama, seperti misal bangunan
keagamaan.
Dalam penelitian kami kali ini, lebih memfokuskan pada bentuk
penggabungan unsur agama dalam bentuk fisik, yaitu gereja dan
ornamen-ornamen budaya Jawa. Gereja yang kami teliti adalah Gereja
Kristen Jawi Wetan yang ada di Kecamatan Mojowarno, Kabupaten
Jombang. Gereja tersebut merupakan bangunan era penjajahan kolonial
Belanda dan dibangun pada tahun 1881 dari biaya patungan masyarakat
setempat.
Gereja tersebut jelas menggunakan arsitektur bergaya neo gothic
yang memang sedang menjadi trend di Eropa pada akhir abad-19. Neo
gothic merupakan evolusi terakhir arsitektur Gothic yang berkembang di
Eropa semenjak abad-12. Gaya awal bangunan Gothic terkesan
menyeramkan dan identik dengan hal yang berbau mistis.
Arsitektur Gothic masih bisa kita lihat pada gaya bangunan gereja
Katedral di Jakarta atau katedral Milano yang tepat berada di jantung kota
Milan, Italia. Neo gothic terkesan lebih lembut, simpel dan modern
daripada bentuk bangunan berasitektur Gothic awal. Bangunan-bangunan
yang termasuk dalam jenis Gothic biasanya tidak memakai ornamen-
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
40
ornamen dari benua lain, ornamen-ornamen yang ada di dalamnya adalah
ornamen yang mempunyai ciri khas benua Eropa seperti misalkan patung-
patung malaikat kecil atau patung dari para Santo1 dan juga fresso2 (gbr
2.4) yang terlukis di dalam atau di luar bangunan gereja.
Pada konsili Vatican kedua yang dilaksanakan pada tahun 1970 di
Vatican, telah disepakati bahwa penyebaran agama Kristen di seluruh
penjuru dunia harus melalui tahap akulturasi dengan budaya setempat,
agar lebih mudah diterima oleh masyarakat. Namun, para pendiri gereja
Kristen Jawi Wetan Mojowarno yang notabene beraliran Protestan, sudah
memikirkan hal tersebut jauh sebelum adanya aturan yang dikeluarkan
oleh Paus Johannes Paulus II di Vatican tersebut.
Para pendeta awal dan para missionaries di Mojowarno kala itu
hanya berpikir bagaimana cara agar masyarakat setempat tidak meresa
terkejut saat melihat suatu bangunan yang masih terasa aneh dan asing
bagi mereka. Arsitektur Gothic memang belum pernah ada di Mojowarno
pada masa itu, dan keberadaan bangunan sebesar itu akan membuat
masyarakat enggan memasuki gereja mereka sendiri.
Maka dari itu dibuatlah beberapa ornamen yang menunjukkan ciri
khas budaya Jawa seperti misal tulisan Jawa yang terpampang besar di
1 Para Martir yang dijadikan tokoh suci bagi penganut agama Kristen, khususnya Katholik. Biasanya sebelum nama asli mereka, dituliskan St. Yang merupakan singkatan dari santo atau saint dalam bahasa Inggris. Contoh Santo adalah St. James dari Inggris2 Salah satu jenis lukisan yang dilukiskan diatas media tembok suatu bangunan, biasanya bercerita tentang kisah-kisah dalam Injil
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
41
gerbang masuk gereja dan pada bagian palette3 gereja. Tulisan Jawa
yang ada di palette mempunyai arti dalam bahasa Indonesia ”Tuhan,
kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup
yang kekal. Yohannes bab 6:68”. Relief tulisan Jawa bukan hanya di
palette, namun juga ada di gerbang masuk gereja, yaitu tulisan ”Gunaning
panembah trusing tunggal” yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia
”manfaat ibadah menuju Allah yang satu”.
Makna implisit dalam kalimat tersebut adalah bila satu persatu kata
dijabarkan, maka munculah angka yang direpresentasikan oleh kata
tersebut. Manfaat diartikan sebagai angka 3, ibadah angka 2, menuju
diartikan sebagai angka 9 dan Allah yang satu diartikan sebagai angka 1.
Jenis kalimat seperti ini sering disebut dengan surya sengkala dan
angkanya harus dibaca secara terbalik dari belakang, kemudian munculah
angka 1923 yang berarti tahun dimana jemaat Kristen Mojowarno masuk
dalam tahap pendewasaan dan telah mampu mandiri.
Pada gerbang bagian belakang tertulis huruf Jawa pula yang
berbunyi Pangandhika Tuwan Amadhang Akan Manah yang dalam
bahasa Indonesia berarti firman Tuhan menerangi hati. Masuk ke dalam
bangunan gereja, kita dapat menemukan berbagai macam ornamen-
ornamen budaya Jawa yang berbentuk ukiran-ukiran kayu jati pada altar
utama gereja atau pada bangku-bangku jemaat. Ukiran khas Jawa juga
3 Palette adalah bagian dari bangunan yang ada di atas bangunan utama dan tapat di depan atap. Biasanya dipakai untuk menggambarkan simbol-simbol tertentu atau tulisan-tulisan yang bermakna,
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
42
ditemukan dalam benda-benda kecil seperti kotak persembahan umat,
taplak meja dan benda kecil lainnya.
Ornamen-ornamen Jawa ini sebenarnya tidak lepas dari peran para
pendiri gereja yang pada mulanya sudah mulai berpikir tentang cara
membuat para jemaat Gereja tidak mengalami culture shock dengan
budaya Eropa yang diwujudkan dalam bangunan Neo gothic yang relatif
kaku dan menyeramkan bagi masyarakat Jawa pada masa itu.
Tampilan-tampilan ornamen Jawa membuat masyarakat tidak
enggan untuk datang ke Gereja dan melaksanakan ibadah. Alasan
tersebut ditambah dengan prinsip keefisienan, karena pada masa itu tidak
ada ahli seni yang bisa membuat ornamen-ornamen khas benua Eropa
seperti patung-patung tokoh Kekristenan atau membuat Fresso pada
dinding dan langit-langit gereja.
Patung-patung tokoh Kristen dan fresso bukanlah hal yang mudah
untuk dikerjakan, setidaknya butuh waktu bertahun-tahun belajar pada
para pemahat di benua Eropa, sehingga tidak mungkin para pendiri gereja
mendatangkan para ahli dari Eropa atau menyekolahkan beberapa orang
Mojowarno untuk sekolah memahat di Eropa. Masalah lain adalah mereka
juga tidak mungkin mendatangkan patung-patung tersebut dari Eropa,
karena dana mereka sangat terbatas. Faktanya, untuk pembangunan
gereja mereka harus berhutang dan pelunasannya masih harus diangsur
selama beberapa tahun oleh semua warga.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
43
Menurut pengamatan kami pada berbagai sumber, arsitektur yang
termasuk keluarga gothic tidak menempatkan kayu sebagai materi
bangunan utama. Semua materi utama bangunan berupa tembok solid
tanpa ada materi lain seperti kayu. Pada gereja Mojowarno kita masih bisa
menemukan langit-langit yang terbuat dari kayu, atau tangga yang terbuat
juga dari kayu. Hal tersebut mengindikasikan kemungkinan bahwa uang
mereka tidaklah cukup dan akhirnya penggunaan kayu disesuaikan
dengan arsitektur Jawa pada langit-langit kayu (gbr 1.8).
Penghargaan terhadap tradisi Jawa memang sangat kental terasa
di dalam Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno ini, yang pada akhirnya
membawa kemudahan-kemudahan tersendiri bagi umatnya maupun orang
lain yang ingin masuk Kristen. Penghargaan tersebut berupa ceramah
dalam bahasa Jawa, iringan gamelan Jawa pada setiap kebaktian dan
yang terakhir adalah pengembangan ornamen khas Jawa dalam Gereja.
Penyebaran agama Kristen juga lebih mudah saat beberapa unsur
keagamaannya diganti ke bahasa Jawa. Begitu pula dengan bangunan
yang menaungi tempat ibadah Kristen, orang akan mudah tertarik bila
sebuah ajaran yang relatif baru bagi mereka mempunyai banyak
kesamaan dengan budaya lokal masyarakat setempat.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
44
III.2 Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peletakan Ornamen
Jawa Pada Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Peletakan ornamen Tradisional Jawa pada bangunan gereja
berarsitektur neo gothic jelas bukanlah hal yang biasa ada di bangunan-
bangunan neo gothic lain di dunia. Peletakan-peletakan tersebut pastilah
mempunyai dasar-dasar pemikiran dari para pendirinya, peletakan
ornamen Jawa bukannya tanpa dasar melainkan dengan pemikiran
rasionalitas dan perhitungan-perhitungan yang cukup matang.
Hal tersebut berhubungan dengan penataan bentuk dan isi
bangunan yang harus mempunyai makna bagi penghuninya, bentuk
bangunan dan segala isinya harus menjadi representasi dari kepribadian
penghuninya atau budaya tempat bangunan tersebut berada. Bentuk dan
isi bangunan bukan hanya hanya material mati yang tidak mempunyai arti,
bentuk dan isi bangunan juga harus memiliki fungsi bagi pemilik dan
penghuninya.
Gereja adalah bangunan yang didedikasikan bagi kepentingan
umat Kristen dan menjadi milik keseluruhan umat Kristen. Bangunan-
bangunan gereja awal banyak yang menggunakan arsitektur Eropa karena
agama Kristen di Eropa mulai membangun umatnya dengan segala
budaya materi maupun kognisi. Para pioneer penyebar agama Kristen di
wilayah Mojowarno berpikir apabila budaya Kristen Eropa dibawa ke tanah
Mojowarno yang sebelumnya sangat asing terhadap hal-hal yang berbau
Eropa. Selain itu juga keterbatasan dana yang dimiliki umat Krisen
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
45
Mojowarno membuat mereka tidak bisan menyewa pematung handal dari
Eropa atau mendatangkan patung-patung atau ukiran dari Eropa.
Kemungkinan penggabungan antar bangunan neo gothic dengan
ornamen tradisional Jawa menghasilkan suatu bentuk baru dan
mempunyai nilai estetika yang tinggi dan menjadi suatu yang kontemporer
saat itu. Ukiran-ukiran huruf Jawa pada palette dan gerbang masuk
gereja, ukiran-ukiran daun kelapa pada altar utama, ukiran-ukiran jawa
lain yang ada di kursi jemaat sampai pada kotak sumbangan membuktikan
bahwa penggabungan tersebut berhasil bertahan hingga sekarang tanpa
ada suatu keberatan dan tanpa mengurangi kesakralan gereja tersebut.
Jadi menurut kami, faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan
ornamen Jawa dalam Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno
adalah:
1. membuat agar Gereja lebih terasa seperti ”rumah sendiri” bagi
masyarakat Jawa Mojowarno
2. membantu kepentingan penyebaran ajaran agama Kristen pada
masyarakat Jawa Mojowarno.
3. kekurangan dana, sehingga tidak bisa menyewa pematung atau
pemahat dari Eropa untuk mendapatkan ornamen begaya
Eropa dan juga tidak mampu mendatangkan ornamen-ornamen
tersebut dari Eropa
4. pemikiran bentuk karya arsitektur kontemporer pada saat itu
membuat sang arsitek berpikir untuk menyatukan unsur budaya
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
46
Jawa dan gaya Eropa. Gaya kontemporer kemungkinan
menghasilkan hal yang baru dan mempunyai nilai estetika yang
tinggi.
Kemungkinan adanya faktor lain masih terbuka selama ada penelitian
yang lebih lanjut dan intens, studi mengenai makna dan fungsi sebuah
arsitektur masih belum banyak di Indonesia.
Perpaduan unsur budaya Jawa dan budaya Eropa dalam gereja
Kristen Jawi Wetan Mojowarno masih tetap bertahan karena masyarakat
merasa hal tersebut tidak menyalahi tata aturan adat istiadat, bahkan
dalam hal ini umat Kristen Jawa merasakan fungsi-fungsi yang ada pada
perpaduan tersebut. Masyarakat juga melihat ada suatu nilai estetika
tinggi dalam bangunan tersebut, sehingga patut dibanggakan dan
dijadikan ikon bagi daerah Mojowarno.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
47
BAB IVPENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Gereja tua Mojowarno bukanlah suatu bangunan mati yang tidak
mempunyai makna dan fungsi. Gereja ini dibangun pada tahun 1881 dan
megalami sejarah yang luar biasa hebat. Bangunan ini seakan
membuktikan bila proses pembelajaran tidak hanya dilakukan melalui oral
atau visual saja, namun pembelajaran juga memerlukan media pendukung
dalam menjalani prosesnya. Media yang mempermudah pemelajar agar
mampu menyerap suatu ajaran dengan mudah. Dalam kasus ini, kami
melihat bahwa bangunan gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno memiliki
keunikan dengan memberikan sentuhan-sentuhan ornamen Jawa di
dalam bangunan neo-gothic yang notabene tidak pernah memasukkan
ornamen-ornamen lain selain dari benua Eropa tempat neo gothic berasal.
Peletakan ornamen-ornamen Jawa nampak di berbagai tempat
strategis di dalam maupun diluar gereja, seperti misal di altar, di kursi
jemaat gereja, di palette bangunan gereja sampai pada gerbang masuk
gereja.kehadiran ornamen ini, mendapat sambutan yang baik dari
masyarakat setempat dan terbukti hingga sekarang tidak ada yang
mengecam adanya ornamen-ornamen tersebut.
Para pioneer dan pendiri bangunan gereja tentunya sudah
memperkirakan dan menimbang dengan bijak peletakan ornamen-
ornamen ini di bangunan gereja mereka. Keputusan ini tentunya disertai
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
48
pula dengan pertimbangan mengani fungsi dari peletakan tersebut,
sehingga bangunan gereja tersebut tidaklah hanya menjadi simbol
keberadaan umat Kristen yang sudah turun temurun di kecamatan
Mojowarno, melainkan juga sebagai bangunan yang mempunyai makna
sekaligus fungsi bagi kesejahteraan bersama.
Sejauh penelitian ini, kami menyimpulkan beberapa faktor yang
mempengaruhi peletakan ornamen khas Jawa pada bangunan Kristen
Jawi Wetan Mojowarno, antara lain:
1. membuat agar Gereja lebih terasa seperti ”rumah sendiri” bagi
masyarakat Jawa Mojowarno
2. membantu kepentingan penyebaran ajaran agama Kristen pada
masyarakat Jawa Mojowarno.
3. kekurangan dana, sehingga tidak bisa menyewa pematung atau
pemahat dari Eropa untuk mendapatkan ornamen begaya Eropa
dan juga tidak mampu mendatangkan ornamen-ornamen tersebut
dari Eropa
4. pemikiran bentuk karya arsitektur kontemporer pada saat itu
membuat sang arsitek berpikir untuk menyatukan unsur budaya
Jawa dan gaya Eropa. Gaya kontemporer kemungkinan
menghasilkan hal yang baru dan mempunyai nilai estetika yang
tinggi.
Eksistensi Ornamen Khas Jawa Dalam Arsitektur Neo Gothic Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.
49
IV.2 Saran
Fakta bangunan gereja tua Mojowarno seakan ingin mengingatkan
kita bahwa sebuah bangunan tidak hanya berfungsi sebagai tempat tidur,
tempat berteduh dari terik dan hujan. Suatu bangunan harus mempunyai
fungsi dan makna paling tidak bagi sang pemilik atau pendirinya. Suatu
bangunan adalah bahasa ungkapan yang diterjemahkan sebagai sistem
pengetahuan dai sang pendiri untuk bertahan hidup, berlindung dan
mengambangkan diri di dalam alam lingkungan tempat dia hidup. Karena
itu bangunan adalah bagian yang integral dari pemiliknya, karena suatu
bangunan merupakan sebuah representasi dari kenginan, sifat dan ambisi
kehidupan sang pendiri.