ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan

31
EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN PERIKANAN Oleh: Sulistiyanti Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudra. Ekosistem perairan ini merupakan sumber dari berbagai macam produk dan jasa yang bermanfaat bagi manusia dan ekologi bumi. Dari laut, manusia dapat menggunakannya untuk perikanan komersial, perikanan rekreasi (termasuk ikan hias untuk akuarium), wisata bahari, jasa transportasi, pengendalian atmosfer bumi dan iklim, serta sebagai sumber pertambangan dan juga sumber energi. Permukaan laut yang luas menyimpan energi yang luar biasa besarnya dalam sistem ekologi bumi. Sumber daya kelautan menyediakan lahan kesempatan kerja bagi banyak penduduk, terutama di negara-negara kepulauan yang mempunyai wilayah perairan luas. Sifat laut yang memiliki akses terbuka membuat sistem pengelolaannya lebih rumit dan seringkali timbul konflik di antara pengguna. Terkadang batas wilayah perairan suatu negara tidak tampak, sehingga dimasuki 1

Upload: sulistiyanti

Post on 11-Jun-2015

4.490 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sumber daya kelautan memiliki sifat yang terbuka dan tidak dimiliki secara privat, sehingga setiap orang dapat mengakses tanpa memikirkan dampak keberlangsungan (sustainable)semua yang terdapat di dalamnya. Hukum dan aturan yang tegas perlu ditegakkan untuk mengoptimalkan sumber daya kelautan dan perikanan untuk kepentingan sekarang maupun masa datang.

TRANSCRIPT

Page 1: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN DANEKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN

PERIKANAN PERIKANAN

Oleh: Sulistiyanti

Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudra.

Ekosistem perairan ini merupakan sumber dari berbagai macam produk dan jasa

yang bermanfaat bagi manusia dan ekologi bumi. Dari laut, manusia dapat

menggunakannya untuk perikanan komersial, perikanan rekreasi (termasuk ikan

hias untuk akuarium), wisata bahari, jasa transportasi, pengendalian atmosfer

bumi dan iklim, serta sebagai sumber pertambangan dan juga sumber energi.

Permukaan laut yang luas menyimpan energi yang luar biasa besarnya dalam

sistem ekologi bumi. Sumber daya kelautan menyediakan lahan kesempatan

kerja bagi banyak penduduk, terutama di negara-negara kepulauan yang

mempunyai wilayah perairan luas. Sifat laut yang memiliki akses terbuka

membuat sistem pengelolaannya lebih rumit dan seringkali timbul konflik di

antara pengguna. Terkadang batas wilayah perairan suatu negara tidak tampak,

sehingga dimasuki oleh penduduk negara lain, baik secara sengaja maupun tidak

sengaja.

Potensi dan Permasalahan Sumber Daya KelautanPotensi dan Permasalahan Sumber Daya Kelautan

Perilaku manusia dalam memanfaatkan potensi sumber daya laut telah

membuat beberapa spesies biota laut terancam punah. Fakta yang ditemukan

oleh International Union for Conservation of Nature/World Conservation Union

(IUCN) pada tahun 1997 saja, telah mengidentifikasi lebih dari 131 spesies ikan

1

Page 2: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

laut terancam, termasuk 15 ikan laut dalam kondisi kritis (Baker, 1997). Di

Amerika Serikat misalnya, Ikan Halibut Atlantik telah hilang karena penangkapan

komersial pada awal 1900-an. Di pantai barat Amerika pada tahun 1930-an Ikan

Sardine juga telah kolaps. Kondisi yang tak jauh berbeda terjadi di negara-negara

lain, sebagai akibat dari ‘overfishing’ yang dilakukan oleh manusia, yang

berdampak pada keberlanjutan kehidupan ikan (konsekuensinya beberapa ikan

terancam punah). Selama 1970-an hingga 1990-an, penangkapan ikan-ikan ini

mengalami peningkatan yang cukup intensif, disebabkan karena semakin

besarnya permintaan terhadap makanan laut.

Potensi sumber daya kelautan dan perikanan sangat bermanfaat tidak

hanya bagi manusia sendiri, tetapi juga bagi kelangsungan sistem ekologi bumi.

Kegiatan-kegiatan manusia yang dilakukan jauh dari laut pun dapat

memengaruhi keseimbangan ekosistem laut. Polutan-polutan yang dihasilkan

dalam proses kegiatan manusia telah menyebabkan berubahnya komposisi

lapisan udara dan mempengaruhi suhu permukaan laut. Penting sekali menjaga

kelestarian sistem ekologi dengan lebih mengendalikan eksploitasi sumber daya

dan meminimalkan dampak kerusakan lingkungan pada setiap kegiatan manusia.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 75% wilayahnya berupa

perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km dan Zona Ekonomi

Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan

negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua

setelah Amerika Serikat (Sipuk, 2004). Potensi perikanan nasional hingga tahun

2007 berkisar 6,4 juta ton, 70% di antaranya berasal dari perikanan tangkap

(Kompas 28/03/2008). Dari jumlah itu, konsumsi domestik perikanan lebih dari

4,6 juta ton per tahun sedangkan ekspor 1,2 juta ton per tahun. Padahal, stok

perikanan yang boleh dimanfaatkan setiap tahun hanya 80% dari total stok untuk

keberlanjutan sumber daya perikanan. Dengan kondisi itu, Indonesia telah

mengalami penangkapan berlebihan (overfishing). Wahana Lingkungan Hidup

(Walhi) memperkirakan Indonesia akan memasuki krisis ikan pada tahun 2015,

jika tidak diupayakan penyelamatan ekosistem.

2

Page 3: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Banyak dari laut yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan manusia.

Potensi-potensi sumber daya laut itu meliputi: (i) sumber daya yang dapat

diperbaharui; (ii) sumber daya yang tidak dapat diperbaharui; (iii) energi

kelautan; dan (iv) jasa-jasa lingkungan. Lebih lanjut, potensi perikanan dan

kelautan di wilayah pesisir dan laut Indonesia yang dapat diperbarui meliputi:

perikanan laut, mariculture (rumput laut, kerang-kerangan dan mutiara),

perairan umum, budi daya tambak, budi daya air tawar, hutan mangrove, dan

terumbu karang. Hasil produksi perikanan terutama ikan laut sebagian besar

masih didominasi oleh perikanan tangkap. Hal ini disebabkan karena teknologi

budi daya laut masih kurang dikuasai oleh kebanyakan nelayan. Lagi pula dalam

budi daya laut membutuhkan modal yang tidak sedikit. Namun untuk beberapa

spesies tertentu seperti udang dan ikan bandeng dapat dibudidayakan di pantai

pesisir. Untuk spesies lainnya seperti ikan kerapu lokasi budi dayanya harus di

tengah laut.

Potensi perikanan telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi

manusia, baik langsung dikonsumsi sebagai sumber nutrisi, sebagai bahan baku

industri, untuk memenuhi kepuasan manusia sebagai sarana rekreasi, maupun

memberi manfaat sosial dalam penyediaan kesempatan kerja di sektor

perikanan. Lebih lanjut, di Indonesia sekitar 60% penduduknya bermukim di

wilayah pesisir. Tidak mengherankan bila banyak penduduk berkecimpung

sebagai nelayan, petani tambak, atau terlibat dalam pariwisata bahari. Lebih

lanjut, potensi-potensi sumber daya kelautan yang tidak dapat diperbarui

misalnya minyak dan gas, mineral dan bahan tambang. Dari hasil penelitian BPPT

pada tahun 1998, dari 60 cekungan minyak yang terkandung di Indonesia, sekitar

70% terdapat laut (Kusumastanto, 2003). Adapun potensi bahan tambang yang

terdapat di laut dan pesisir pantai adalah aluminium, mangan, tembaga,

zirconium, nikel, kobalt, biji besi dan lain sebagainya.

Potensi lainnya dari laut adalah energi kelautan seperti pasang-surut,

gelombang, angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber energi. Selain itu kelautan dapat melayani jasa-jasa

pariwisata, perhubungan dan kepelabuhanan serta penampung (penetralisir)

3

Page 4: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

limbah. Pariwisata bahari merupakan jasa yang sangat menguntungkan bagi

perekonomian wilayah. Berbagai obyek dapat dikembangkan pada sektor ini

seperti misalnya wisata alam (pantai), keragaman flora dan fauna (biodiversity),

taman laut wisata alam (ecotourism), maupun wisata olah raga.

Melacak Masalah-Masalah KelautanMelacak Masalah-Masalah Kelautan

Jika dilihat dari luasnya perairan Indonesia dan besarnya potensi kekayaan

sumber daya alamnya, maka sudah selayaknya sumber daya tersebut dikelola

dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat umum dan secara khusus guna

penduduk pesisir. Akan tetapi upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam

tersebut banyak terkendala oleh terbatasnya permodalan, teknologi

penangkapan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan dan terbatasnya sarana

dan sarana produksi.

Gambaran penduduk pesisir di Indonesia merupakan kelompok masyarakat

miskin dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan terbatas. Pengetahuan

mereka dalam produksi ikan diperoleh dari alam atau pengetahuan turun

temurun dari keluarga. Ada banyak macam teknik produksi ikan tangkap yang

biasa digunakan nelayan. Pada umumnya nelayan tradisional menggunakan

jaring, bubu atau pancing, yang ‘ramah lingkungan’ tetapi hasil yang diperoleh

relatif sedikit dibanding alat tangkap lain yang lebih ‘modern’ tetapi tidak ramah

lingkungan.

Dengan peralatan yang relatif sederhana dan perahu-perahu kecil, para

nelayan tradisional ini melakukan kegiatan penangkapan ikan. Di lautan, mereka

bersaing dengan nelayan-nelayan ‘modern’ yang menggunakan kapal-kapal

penangkap besar dan peralatan-peralatan modern yang seringkali justru merusak

ekosistem laut. Kapal-kapal penangkap ini banyak yang menggunakan ‘trawl’

atau ada yang menyebut pukat harimau, bahkan ada yang menggunakan

potasium yang sangat tidak ramah lingkungan. Kapal-kapal besar ini bahkan ada

yang langsung memproses ikan hasil tangkapan di tengah lautan. Hasil tangkapan

dengan teknologi ini jauh lebih cepat dan banyak daripada penangkapan

4

Page 5: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

tradisonal. Perahu kecil sebagai sarana produksi penangkapan ikan oleh nelayan

tradisional membatasi wilayah oprasional penangkapan ikan hanya di sekitar

pantai. Kapal nelayan kecil berbobot mati di bawah 5 GT hanya mampu mencari

ikan berjarak kira-kira enam mil laut dari garis pantai. Keterbatasan wilayah

oprasional nelayan manjadikan beberapa daerah mengalami ‘overfishing’ sedang

di wilayah lain yang perairannya sangat luas justru sedikit produksinya.

Peralatan dan metode penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan

berbeda. Nelayan dengan kapal besar sering menggunakan pukat harimau

(trowl), sedangkan nelayan kapal kecil lebih banyak menggunakan cara

tradisional. Hasil tangkapan dengan menggunakan ‘trowl’ lebih banyak

dibandingkan cara tradisional. Akan tetapi metode ini dapat merusak lingkungan

perairan dan dapat merusak jarring-jaring nelayan tradisional. Hal ini sering

menimbulkan konflik diantara nelayan tradisional dengan nelayan ‘trowl’.

Beberapa kasus konflik nelayan tradisional dengan nelayan ‘trowl’ dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 tersebut memperlihatkan adanya perbedaan dalam penggunaan

alat tangkap antara nelayan dengan kapal trawl dan nelayan kapal kayu serta

nelayan tradisional di Laut Arafuru, Maluku telah menimbulkan sengketa di

antara mereka. Demikian juga, yang terjadi di kawasan Ujung Pangkah, Gresik.

Nelayan dari kawasan Weru, Lamongan, berusaha menangkap ikan di wilayah

perairan Ujung Pangkah dengan menggunakan pukat harimau (yang sebenarnya

dilarang undang-undang), sedangkan nelayan Ujung Pangkah sendiri

menggunakan jaring lebar. Di perairan Batam, Selat Malaka, dan perairan

Bengkalis, Riau, konflik terjadi antara nelayan jaring batu dengan nelayan

tradisional. Penggunaan pukat harimau oleh nelayan di dekat Tanjung Berakit

dan sekitar pulau Telang Kepulauan Riau menyebabkan berkurangnya stok ikan

di wilayah tersebut sehingga menurunkan hasil tangkapan nelayan tradisional.

Lebih lanjut, di Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, penggunaan pukat harimau

oleh kapal-kapal besar menyebabkan nelayan tradisional kalah bersaing dalam

perolehan ikan sehingga 3000 nelayan beralih profesi menjadi buruh bangunan

5

Page 6: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

atau tukang ojek (Kompas, 27/03/2008). Dari kejadian-kejadian ini dapat

disimpulkan bahwa perbedaan dalam penggunaan alat tangkap dapat memicu

konflik di antara nelayan.

Tabel 1: Konflik Nelayan Tradisional dengan Nelayan ‘Trawl’

Periode Keterangan

27 Maret 2007 Kapal trawl yang beroprasi di Laut Arafuru, Maluku saling tabrak dengan nelayan kapal kayu dan nelayan tradisional

24 April 2007 Konflik antara nelayan jaring halus Kab. Langkat dengan nelayan Kampung Kurnia, Medan

21 Juni 2007 Konflik terjadi di kawasan Ujung Pangkah, Gresik Jatim, melibatkan nelayan dari Ujung Pangkah dan nelayan dari kawasan Weru, Lamongan. Sebagian nelayan Weru menggunakan pukat harimau, sedangkan nelayan Ujung Pangkah menggunakan jaring lebar.

26 Juni 2007 Konflik di Perairan Batam, Selat Malaka, antara nelayan jaring batu dengan nelayan tradisional rawai. Satu nelayan jaring batu tewas.

17 Januari 2008 Konflik penggunaan jaring batu di perairan Bengkalis, Riau.11 Februari 2008 Nelayan pemakai alat tradisional mengeluhkan penangkapan

ikan dengan pukat harimau di dekat Tanjung Berakit dan perairan sekitar pulau Telang, Kep. Riau.

Sumber: Kompas, 29 Maret 2008

Kegiatan Perikanan Kegiatan Perikanan Illegal, Unreported and UnregulatedIllegal, Unreported and Unregulated (IUU) (IUU)

Laut merupakan wilayah terbuka yang semua orang mudah untuk mema-

sukinya. Dalam kondisi yang ‘open access’ ini tidak mudah untuk menghalangi

atau mencegah akses berbagai pihak yang berkepentingan terhadap sumber

daya perikanan. Hal ini memicu terjadinya konflik sosial antar kelompok

masyarakat nelayan dalam memperebutkan sumber daya perikanan di daerah

perairan mereka. Sumber daya perikanan merupakan sumber daya milik umum

(commons property recources) yang pemanfaatannya terbuka untuk siapapun.

Studi-studi antropologi maritim selama ini memperlihatkan bahwa sumber daya

perikanan di samping sebagai sumber daya milik umum, di beberapa bagian

dunia juga ditemukan adanya klaim pemilikan oleh kelompok-kelompok nelayan

6

Page 7: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

yang mendiami suatu kawasan pesisir (Acheson; dalam Kusnadi 2002:110).

Dengan persepsi demikian, setiap individu atau kelompok masyarakat akan

berupaya untuk merealisasikan kepentingan-kepentingan mereka melalui

eksploitasi sumber daya secara optimal. Akibatnya adalah terjadinya tragedy of

the commons berupa kelangkaan dan kerusakan sumber daya perikanan.

Selain menimbulkan masalah dalam akses sumber daya yang terkandung di

dalamnya, wilayah perairan yang terbuka luas juga menjadi prasarana lalu lintas

antar daerah. Sulit untuk mendeteksi kegiatan kapal-kapal yang melintas di area

ini. Tidak jarang di tengah lautan terjadi transaksi-transaksi ilegal, misalnya

penyelundupan minyak, solar, gas, dan juga perdagangan hasil tangkapan

perikanan (illegal fishing). Pelaku-pelaku kegiatan ini tidak hanya penduduk

dalam negeri, tetapi juga penduduk luar negeri. Pencurian-pencurian ikan dan

kegiatan ‘transhipment’ sulit terdeteksi kecuali dengan pengawasan yang ketat.

Direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan

dan Perikanan DKP, Ardius Zainuddin, menunjukkan bahwa sepanjang tahun

2006, kapal yang diperiksa 1.447 kapal yang ditengarai melakukan modus

pencurian. Dari jumlah itu, sekitar 132 kapal diproses hukum (Siagian; dalam

Sinar Harapan, 4/4/2007). Praktik penangkapan ikan illegal itu dilakukan di

sekitar perairan Papua, seperti Perairan Arafura, Samudra Pasifik bagian utara,

bahkan sampai pada perairan perbatasan dengan Papua Nugini. Kapal-kapal itu

berasal dari berbagai Negara, antara lain kapal berbendera Tiongkok, Thailand,

Filipina, Papua Nugini, Korea Selatan, Vietnam dan Indonesia sendiri. Kapal-kapal

ini telah melakukan kegiatan perikanan Illegal, Unreported and Unregulated

(IUU) di wilayah Perairan Indonesia. Di perairan Kalimantan Barat, Satuan

Kepolisian Perairan wilayah tersebut telah mengamankan Kapal Motor Thang

Long milik nelayan Vietnam setelah tertangkap mencuri ikan di perairan pulau

Tambelan, Kepulauan Riau. Lebih lanjut, modus pencurian ikan dengan

memalsukan dokumen kapal dilakukan oleh kapal ikan China Fu Yuan Yu F68

berbobot 2.000 GT. Selain melakukan penangkapan ikan secara illegal, mereka

juga memalsukan dokumen kapal dari Negara Selandia Baru. Penangkapan

7

Page 8: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

dilakukan oleh kapal Hiu Macan 002 milik DKP saat terjadi transshipment dari KM

Bahari Makmur II.

Tabel 2: Kasus Pencurian Ikan1

Jumlah Lokasi Perairan Modus1 kapal penangkap dan 1 kapal pengangkut ikan

Laut Arafura Penukaran BBM dengan hasil tangkapan ikan

21 kapal penangkap dan 1 kapal pengangkut ikan

Laut Arafura Pengangkutan hasil tangkapan ke luar negeri secara illegal

3 kapal penangkap ikan Merauke, Papua Pengangkutan hasil tangkapan ke luar negeri secara illegal

2 kapal penangkap ikan Tual, Maluku Pengangkutan hasil tangkapan ke luar negeri secara illegal

Sumber: Kompas, 27 Maret 2008

Hasil tangkapan ikan oleh nelayan seharusnya didaratkan dulu di

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), sehingga dapat tercatat secara resmi. Akan

tetapi beberapa di antara nelayan langsung menjual hasil tangkapan mereka di

tengah laut untuk kemudian diangkut ke luar negeri. Sebagaimana ditunjukkan

dalam Tabel 2, sepanjang Januari hingga April 2008, kapal patroli hiu Macan 004

telah menemukan transaksi-transaksi illegal di wilayah-wilayah perairan Laut

Arafura, Merauke (Papua) dan Tual (Maluku). Hasil tangkapan di wilayah

perairan Laut Arafura, Merauke (Papua) dan Tual (Maluku), langsung diangkut ke

luar negeri (transhipment). Di Laut Arafura, ditemukan pertukaran hasil

tangkapan ikan dengan BBM.

Secara implisit, fakta ini memperlihatkan bahwa keuntungan yang

diperoleh nelayan lebih besar apabila mereka menjual langsung hasil tangkapan

di tengah samudra, daripada terlebih dulu mendaratkan ikannya. Apabila mereka

1 Kasus tersebut merupakan peristiwa yang ditemukan oleh Kapal Pengawas Patroli Hiu Macan 004.

8

Page 9: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

mendaratkan ikannya terlebih dulu, mereka harus berbagi dengan ‘juragan’

pemilik kapal, dan memperoleh harga ikan menurut pedagang perantara.

Merujuk pada data FAO (Food and Agriculture Organization), kerugian

Indonesia akibat pencurian ikan diperkirakan mencapai Rp 30 triliun per tahun.

Dengan estimasi tingkat kerugian sekitar 25% dari total potensi perikanan yang

dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. Sementara itu, data DKP

menunjukkan sepanajng tahun 2007 telah memproses hukum 184 kapal

perikanan dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa oleh kapal pengawas. Jumlah itu

terdiri atas 89 kapal asing dan 95 kapal Indonesia. Kerugian Negara yang berhasil

diselamatkan diperkirakan mencapai Rp. 439,6 miliar (Antara 22/04/2008).

Sementara itu, perkembangan tindak pidana perikanan selama 2003 – 2007 telah

mengalami penurunan dari 322 kasus pada 2003 menjadi 116 kasus pada 2007

(lihat Tabel 3). Tabel 3 tersebut memperlihatkan bahwa tindak pidana dalam

kegiatan penangkapan ikan didominasi oleh masalah perizinan dan penggunaan

alat tangkap.

Tabel 3: Tindak Pidana Perikanan

Jenis Tindak Pidana Tahun2003 2004 2005 2006 2007

Tanpa izin 91 53 26 29 48Alat tangkap 44 70 36 19 3Tanpa izin dan alat tangkap 9 9 37 33 25Pemalsuan dokuman 6 2Dokumen tidak lengkap 15Penyetruman (ACCU) 54 1 1 34Bahan peledak/bom 18 9 9 2 1"Fishing ground" 40 7 24 8 9"Fishing ground" dan alat tangkap 16 14 18 1 1Pengangkutan ikan ("transhipment") 5 5 11 6 2Menampung ikan tidak sesuai SIKPI 4 1Tanpa keterangan jenis tindak pidana 39 2"Transhipment" dan alat tangkap 5Tidak ada "transmitter" 4Pencurian terumbu karang 2 1

9

Page 10: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Alat tangkap tidak sesuai izin (SIPI) 7Pengoprasian alat tangkap terlarangJumlah total 322 174 165 139 116Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007; dalam Kompas, 28 Maret 2008

Lebih lanjut, apabila dicermati, illegal fishing dapat terjadi karena beberapa

sebab (Karim; dalam Sinar Harapan, 12/01/2008). Pertama, perizinan yang tidak

beres. Masalah perizinan ini meliputi: i) pemalsuan perizinan, ii) duplikasi, dan iii)

tanpa adanya perizinan. Kedua, konspirasi bisnis tingkat tinggi antara pengusaha

domestik, pengusaha kapal asing, birokrasi, dengan oknum-oknum yang dekat

dengan elit penguasa. Mereka mempunyai kekuatan akses politik dan jaringan

“kekuasaan” yang sulit disentuh aparat keamanan sekalipun. Ada “komprador”

yang membekingi pelaku kejahatan ini dengan perlindungan dan kelancaran

pengeluaran izin. Ketiga, tumpang tindih kewenangan dalam mengeluarkan izin

usaha penangkapan. Pemerintah daerah kabupaten/kota mengeluarkan izin

untuk ukuran kapal penangkap ikan di bawah 10 GT. Sedangkan pemerintah

provinsi mengeluarkan izin untuk kapal 10-30 GT dan pemerintah pusat di atas

30 GT. Hal ini menjadi masalah tatkala kapal >30 GT beroprasi di perairan yang

wilayahnya kepulauan atau pulau, misalnya pulau Nias, Natuna, Banda, Sebatik

dan Mentawai. Apabila pemerintah daerah kabupaten/provinsi komplain

terhadap kapal-kapal tersebut, pemilik kapal dengan mudah mengelak karena

izinnya dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Keempat, ketidakjelasan data jumlah tangkapan yang diperbolehkan

(Total Allowable Catch, TAC). Hal ini disebabkan (i) data yang digunakan kurang

valid (data produksi dan jenis tangkapan yang diambil dari sentral-sentral

pendaratan ikan, padahal sebagian besar tidak dilaporkan dan didaratkan di

pelabuhan perikanan); dan (ii) metode perhitungan yang digunakan

menggunakan Maximum Sustainable Yield (MSY), yang tidak cocok diterapkan

pada perairan tropis karena keragaman spesies tinggi dan kelimpahan rendah.

Kelima, lemahnya “posisi tawar politik” Indonesia dalam organisasi-organisasi

perikanan internasional, seperti Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) yang

10

Page 11: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

mengatur penangkapan tuna di Samudra Hindia, Convention on the Conservation

of Southen Bluefin Tuna (CCSBT) yang mengatur penangkapan tuna sirip biru di

Samudra Pasifik dan Hindia, Multhi High Level Conference on the Conservation of

Higly Migratory Fish Stock in the Western and Central Pasific Ocean (MHLC) yang

merupakan organisasi perikanan regional di Samudra Pasifik bagian barat dan

Tengah serta Regional Fisheries Management Organization (RFMO). Indonesia

tidak mampu mempermasalahkan pencurian ikan oleh nelayan Thailand, China,

Filipina, Korea ataupun Vietnam, yang diekspor ke Uni Eropa dan Jepang.

Keenam, aturan main berkaitan dengan perikanan masih bermasalah. UU

Perikanan, terutama Pasal 29 ayat 1 dan 2 masih memberi celah pada kapal asing

untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. Indonesia juga belum menentukan

titik-titik batas perairan ZEE Indonesia, sehingga dapat dianggap sebagai wilayah

‘perairan internasional’ dan nelayan Indonesia dianggap illegal menangkap ikan

di perairan itu termasuk hasil tangkapannya.

Dampak Kegiatan Perikanan Dampak Kegiatan Perikanan Illegal, Unreported and UnregulatedIllegal, Unreported and Unregulated

(IUU)(IUU)

Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2007 sekitar 4,94 juta

ton dan perikanan budidaya sekitar 3,08 juta ton menyumbang produk domestik

bruto sebesar 3% (Grahadyarini; dalam Kompas, 10/04/2008). Di Asia, Indonesia

hanya menduduki peringkat keempat sebagai eksportir perikanan sesudah China,

Thailand, dan Vietnam. Ekspor perikanan Vietnam kini sudah mencapai USD 3

miliar, sedangkan nilai ekspor perikanan Indonesia selama tahun 2007 hanya

USD 2,3 miliar dengan pasar ekspor terbesar adalah AS, Jepang, Uni Eropa.

Namun, untuk dapat meningkatkan ekspor perikanan, Indonesia dihadapkan

pada masalah yang serius dalam stok perikanan nasional. Tidak hanya Indonesia

yang menghadapi masalah dalam stok perikanan. Sebagaimana dikatakan oleh

Field (2001:243), mayoritas masalah-masalah yang dihadapi dalam perikanan

laut meliputi: (i) overfishing; (ii) overcapitalization; (iii) polusi perairan; dan (iv)

konflik kepentingan antar wilayah perairan.

11

Page 12: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Sebagaimana dicatat di depan, sifat perairan laut yang ‘open-access’

menyebabkan banyaknya jumlah nelayan penangkap ikan, baik dari daerah lokal

maupun dari luar daerah. Mereka tidak mengetahui dengan pasti stok perikanan

di wilayah tersebut, akan tetapi karena dianggap sebagai barang publik, mereka

berusaha memaksimumkan tangkapan mereka tanpa peduli terhadap

keberlanjutan ekosistem perairan. Hal ini membuat terjadinya tangkap lebih

(overfishing) yang membuat menurunnya stok beberapa spesies ikan, bahkan

ada yang terancam punah. Keadaan ini akan mengganggu ekosistem laut.

Keuntungan yang dapat diharapkan dari kegiatan perikanan ini membuat

para pemilik modal melakukan investasi di sektor perikanan. Investasi yang ber-

lebihan pada sektor ini membuat laut menjadi ‘ramai’ dan mengganggu

ekosistem perairan. Dari sini dapat diperhatikan bahwa industri pengolahan ikan

dapat langsung melakukan kegiatannya di tengah laut setelah memperoleh hasil

perikanan. Selanjutnya, tanpa kontrol terhadap akses penangkapan ikan, akan

menimbulkan masalah yang serius pada kondisi perikanan. Kerugian dari kondisi

‘common pool’ dalam perikanan mencakup penurunan hasil tangkapan,

penurunan pendapatan nelayan, overcapitalization melalui berlebihannya kapal

dan peralatan serta terlalu banyaknya tenaga kerja (Libecap, 1989:73). Lebih

lanjut, penangkapan perikanan di wilayah perairan Indonesia, baik yang legal

maupun yang tidak legal telah menyebabkan perubahan stok ikan. Status tingkat

ekspolitasi perikanan di wilayah perairan Indonesia yang dibagi ke dalam 9

wilayah perairan, ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4: Tingkat Eksploitasi Sumber Daya Ikan

Di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Wilayah Pengelolaan

Jenis Ikan Status Stock

Keterangan

Selat Malaka

Demersal O Alat tangkap trawl, kedalaman >20 m, ilegal fishing?

Udang O Semua kategori spesies ilegal fishingPelagis kecil F Alat tangkap purse seine, ilegal fishingPelagis besar UN Terutama bagian utara

12

Page 13: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Laut Cina Selatan

Demersal F LCS bagian utara, ilegal fishing

Udang M Barat Kalimantan, lampara dasarSemua kategori spesies ilegal fishing

Pelagis kecil O Ilegal fishingPelagis besar UN Ilegal fishing

Laut Jawa

Demersal F Pesisir Kalimantan (kecuali >40 m)Udang F Utara pantai pesisir JawaPelagis kecil OPelagis besar UN Non purse seine, spesies tenggiri, tongkol

Laut Flores- SelatMakasar

Demersal F Termasuk perairan karangUdang O Pantai Timur KalimantanPelagis kecil M Kecuali ikan terbang (F)Pelagis besar UN

Laut Banda

Demersal U/UNUdang UNPelagis kecil M Purse seine, Kendari, Banda, SeramPelagis besar M Tuna long line

Laut Arafura

Demersal O Pemanfaatan intensif di ZEE oleh kapalperikanan dari bycatch pukat udang

Udang O Seluruh fishing ground telah dikenal dandimanfaatkan sepenuhnya.

Pelagis kecil M Pemanfaatan oleh armada pukat ikan danbycatch pukat udang

Pelagis besar UN

Teluk Tomini danLaut Maluku

Demersal M Ilegal fishingUdang -Pelagis kecil M Perlu sistem monitoring

Pelagis besar FKedalaman 0-150 m, perlu sistem monitoring, ikan phase juvenille banyak tertangkap

Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi

Demersal UNUdang -Pelagis kecil UNPelagis besar O

Samudra Hindia A(Barat Sumatra)

Demersal F Fishing ground relatif sempit, deep sea belumterjamah (untapped)

Udang F Fishing ground relatif sempit, deep sea untapped

Pelagis kecil M Terutama pelagis kecil oseanik

Pelagis besar F Fashing ground di ZEE sampai ke laut bebas

13

Page 14: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Samudra Hindia B(Selatan Jawa-Nusa Tenggara)

Demersal F Fashing ground sangat sempit: deep sea; untapped

Udang F Fashing ground sangat sempit: deep sea; untapped

Pelagis kecil F Kapal pelagis kecil oseanik: UNPelagis besar F Fashing ground laut bebas di luar ZEE

Keterangan: - U: Under exploited- M : Moderate- F : Fully exploited- O : Over fishing- UN : Uncertain

Sumber: Balai Riset Perikanan Indonesia; dalam Wonua; Mari Bersahabat dengan alam, 30 Januari 2008

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa wilayah perairan Indonesia

mengalami tingkat eksploitasi yang tidak merata, di beberapa tempat mengalami

overfishing, di tempat yang lain mengalami kekurangan penangkapan. Lebih

lanjut, hiruk pikuk kegiatan ekonomi di lautan dan wilayah pesisir, apakah itu

penangkapan ikan, pengolahan ikan, pariwisata bahari, eksploitasi mineral,

kegiatan penambangan dan lain-lain sengaja atau tidak akan membuat

terdepresiasinya kualitas perairan. Hal ini mengancam keseimbangan ekosistem

perairan laut.

Keresahan terhadap kelestarian perikanan tidak hanya terjadi di

Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Dalam pertemuan The World Summit on

Sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika

Selatan, pada Agustus 2002, dilakukan kajian 10 tahun sejak 1992 United Nations

Conference on Environment and Development (UNCED) mengenai komitmen

global terhadap pembangunan berkelanjutan (Satia, 2003). Negosiasi WSSD

menghasilkan 2 dokumen utama; i) the Johannesburg Declaration on Sustainable

Development dan ii) the Plan of Implementation. Deklarasi yang disebutkan

pertama merupakan perbaruan komitmen politik dari the Rio Declaration on

Environment and Development yang diselenggarakan UNCED di Rio de Janeiro 3-

14 Juni 1992, mengenai semakin menipisnya stok ikan. Deklarasi ini mendorong

kerjasama regional, mengembangkan kerjasama internasional dan pembangunan

14

Page 15: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

berkelanjutan, serta lebih memperhatikan bangsa berkembang dengan pulau-

pulau kecil dan negara kurang berkembang.

Deklarasi kedua, the Plan of Implementation, dialamatkan pada 5 wilayah;

perairan, energi, kesehatan, pertanian dan biodiversity (WEHAB). Pada kasus

perikanan, terdapat 5 hasil utama; i) Development and Implementation of

National and Regional Plans of Action to put into effect the IPOA-IUU Fishing, ii)

Development and Implementation of National and Regional Plans of Action to

put into effect the IPOA-Capacity, iii) Application of Ecosystem Approach, iv)

Restoration of Depleted Stocks (2015) dan v) Establishment of ‘representative

network’ of Marine Protected Areas. Perencanaan menekankan pada

pembangunan budi daya laut (aquaculture) dan perikanan skala kecil.

Selanjutnya Komisi Tuna Samudra Hindia/Indian Ocean Tuna Commission

(IOTC), dalam pertemuan tahunan ke-7 pada 2-6 Desember 2002 di Victoria,

Seychelles, menegaskan bahwa tuna Samudra Hindia, yang merupakan sumber

daya yang sangat bernilai, telah mengalami peningkatan penangkapan dengan

cepat, mendekati 1/3 dari total penangkapan tuna dunia (Pollard, 2003).

Menurut pandangan Executive Secretary IOTC, penangkapan lebih tuna Samudra

Hindia tidak hanya dilakukan dalam illegal fishing negara-negara non-anggota,

tetapi juga penangkapan oleh anggota sendiri. Masalah yang menjadi issue

utama dalam pertemuan ini meliputi; i) fleet capacity (overcapacity) dari anggota

IOTC, ii) kegiatan perikanan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) dan iii)

Monitoring, Control and Inspection (MCI) kapal-kapal dan pendaratan-

pendaratan ikan. Dalam pertemuan ini ditunjukkan informasi persediaan/stock

ikan dan solusi managemen. Resolusi lebih memperhatikan pada upaya-upaya

konservasi ikan dan pengurangan penangkapan khususnya ikan tuna Bigeye dan

tuna Yellowfin yang jumlahnya sudah semakin menipis.

Masalah yang tidak kalah rumitnya dalam pemanfaatan sumber daya

kelautan dan perikanan adalah masalah hak kepemilikan (property right). Spesies

ikan tertentu tidak hanya bergerak di wilayah perairan suatu negara, akan tetapi

terkadang mereka melakukan migrasi. Kepemilikan atas dasar wilayah menjadi

15

Page 16: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

tidak jelas. Selain itu, sebagaimana umumnya barang publik, setiap orang merasa

berhak menggunakan dan memanfaatkannya untuk kepentingannya sendiri atau

kelompoknya. Umumnya masyarakat wilayah perairan di daerah-daerah tertentu

tidak menghendaki ‘orang luar’ mengambil manfaat di perairan mereka. Konflik-

konflik sosial akibat kurang tegasnya ‘property right’ ini sering terjadi dan

menimbulkan korban di antara mereka.

Aktivitas penangkapan ikan melibatkan banyak pihak yang saling terkait

secara fungsional dan substansial. Pihak-pihak tersebut adalah: 1) nelayan

pemilik perahu dan alat tangkap, 2) nelayan buruh, 3) pedagang ikan, 4) pemilik

toko yang menjadi pemasok kebutuhan melaut seperti bahan bakar, jaring,

lampu dan peralatan teknis lainnya. Masing-masing pihak mempunyai

kemampuan sumber daya yang saling bergantung dan saling membutuhkan. Di

antara mereka terikat oleh jaringan hubungan patron-klien, yang merupakan

wadah dan sarana yang menyediakan sumber daya jaminan sosial secara

tradisional untuk menjaga kelangsungan hidup nelayan (Kusnadi, 2007:11).

Kekuatan hubungan patron-klien ini dapat dilihat pada pola-pola relasi

sosial antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh, nelayan pemilik dengan

penyedia modal usaha, serta nelayan dengan pemilik toko yang menyediakan

kebutuhan hidup dan kebutuhan melaut. Kepemilikan sumber daya yang

berbeda di antara pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan penangkapan ikan ini

membuat pentingnya kerja sama yang harmonis di antara mereka. Hasil

tangkapan akan didistribusikan sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Misalnya pada masyarakat nelayan Madura, pemilik perahu memperoleh 1/3

bagian dari seluruh hasil tangkapan, sisanya 2/3 dibagi untuk semua awak

perahu.

Masalah dalam Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan Lainnya.Masalah dalam Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan Lainnya.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi sumber daya

kelautan tidak hanya perikanan, akan tetapi juga terumbu karang, hutan bakau,

mineral, bahan tambang, pariwisata, maupun pelabuhan, dan transportasi. Di

16

Page 17: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

sini penulis tidak memfokuskan pembahasan pada potensi-potensi ini, namun

pada bagian ini akan dibahas sedikit permasalahan yang muncul akibat proses

ekstraksi sumber daya-sumber daya ini. Pengambilan terumbu karang secara

berlebihan demi memaksimumkan keuntungan dapat memengaruhi ekosistem

laut. Terumbu karang merupakan lokasi pembiakan ikan yang efektif, sehingga

berkurangnya terumbu karang ini dapat meningkatkan resiko kematian ikan.

Budi daya ikan di pesisir perairan Indonesia telah menggunakan lahan

tambak seluas 610.000 hektar, 394.000 hektar di antaranya merupakan alih

fungsi hutan bakau. Beralihnya hutan bakau menjadi lahan tambak ini telah

menghilangkan fungsi hutan bakau sebagai pelindung abrasi, tsunami, serta air

tanah agar tidak tercemar air laut. Sebagian besar cekungan yang mengandung

mineral terdapat di laut. Eksploitasi minyak, gas, dan mineral ini bila tidak

dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan pencemaran dan perubahan

ekosistem laut. Pengembangan sektor ini sebaiknya sedapat mungkin

meminimumkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

Penambangan pasir yang mengandung biji besi memerlukan penggalian

lahan pasir, sehingga membuat lubang-lubang menganga di sepanjang pesisir

pantai. Rencana eksploitasi pasir besi di empat kecamatan di Kabupaten Kulon

Progo, Yogyakarta telah mengambil alih lahan pasir warga yang biasanya

digunakan untuk pertanian lahan pasir (Kompas, 27/03/2008). Pengembangan

eksploitasi pasir besi oleh perusahaan besar dalam negeri yang bekerja sama

dengan perusahaan asing, di sini telah menghilangkan kesempatan penduduk

untuk berproduksi dan berpenghasilan. Selain menawarkan produk-produk yang

bermanfaat bagi manusia, kelautan juga menawarkan pelayanan jasa pariwisata,

transportasi, dan pelabuhan. Banyak penduduk yang mengandalkan

penghasilannya dari sektor ini. Akan tetapi dengan semakin berkembangnya

kegiatan sektor ini, akan disertai dengan semakin kotornya lingkungan, polusi

dan terganggunya biota laut. Munculnya bangunan-bangunan di pesisir pantai

tak terelakkan lagi. Kegiatan ekonomi yang semakin berkembang di pesisir pantai

17

Page 18: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

ini tidak dapat tidak diikuti oleh meningkatnya kepadatan penduduk wilayah

pesisir. Hal ini pada akhirnya turut menekan kehidupan biota laut.

Pola kehidupan manusia di darat pun dapat memengaruhi ekosistem laut.

Kegiatan-kegiatan ekonomi pertanian, misalnya, sisa-sisa pupuk yang digunakan

dalam pengembangan pertanian mengalir melalui sungai hingga pada akhirnya

sampai ke laut. Unsur nitrogen dan fosfor yang terkandung di dalamnya

menyuburkan pertumbuhan ganggang -yang disebut dengan proses

eutrophication-, sehingga menutup cahaya matahari di kedalaman laut.

Ditambah dengan tereduksinya oksigen di dalam laut oleh ganggang, hal ini

dapat meningkatkan mortalitas ikan terutama yang masih berupa larva. Kondisi

seperti ini telah terjadi di Barbados, Costa Rica, Indonesia, Madagascar, Filipina,

Panama dan Caribia (Baker, 1997). Lebih lanjut, Baker (1997) menyatakan bahwa

ancaman terbesar pada habitat laut datang dari darat, wilayah yang sebenarnya

jauh dari laut. Hampir 75% polusi pantai berasal dari darat.

Kebijakan dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan PerikananKebijakan dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Di Indonesia, pengelolaan sumber daya ikan melalui penetapan sembilan

wilayah pengelolaan, penetapan jumlah dan jenis alat tangkap, pengaturan

perijinan pusat dan daerah, penetapan potensi serta jumlah tangkapan yang

diperbolehkan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Akan tetapi aturan

ini belum mampu menjawab kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber

daya ikan yang bertanggung jawab dan lestari. Hal ini disebabkan penetapan

data potensi dan pemanfaatannya melalui Komisi Stock Nasional Sumber Daya

Ikan Laut belum dapat ditentukan secara akurat. Permasalahan ini disebabkan

lemahnya pemantauan terhadap potensi dan kegiatan pemanfaatan sumber

daya ikan.

Penggunaan alat tangkap telah diatur dalam Keputusan Presiden No. 39

Tahun 1980, yaitu mengenai pelarangan alat tangkap ‘trawl’ di perairan

Indonesia. Penggunaan alat tangkap ini selain merusak ekosistem kedalaman

laut, juga sering merusak alat-alat tangkap tradisional nelayan kecil. Hal ini

18

Page 19: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

banyak menimbulkan konflik-konflik sosial di antara nelayan. Peraturan ini

dipertegas dalam Undang-undang No. 31 tahun 2004 mengenai pelarangan

pemakaian pukat harimau. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER. 17/MEN/2006 diatur mengenai usaha perikanan tangkap yang

mengharuskan Negara lain yang ingin melakukan penangkapan ikan di wilayah

perairan Indonesia harus juga membangun industri pengolahan di Indonesia

sehingga pemanfaatan sumber daya ikan diarahkan bagi kepentingan bangsa dan

Negara.

Akan tetapi, sekarang UU No. 31 tahun 2004 itu direvisi sendiri oleh Mentri

Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dengan menerbitkan Hak Pengusahaan

Perairan Pesisir (HP3) dan perizinan kembali penggunaan pukat harimau di

wilayah perbatasan perairan Kalimantan Timur (Kompas, 28/03/2008).

Menurutnya, izin penggunaan trawl berupa pukat hela di Kalimantan Timur

merupakan bentuk komitmen politik pemerintah untuk mengelola perikanan di

kawasan perbatasan. Penggunaan trawl merupakan akses nelayan Indonesia

untuk mengurangi dan mengimbangi nelayan asing, terutama Malaysia. Hal ini

sangat ditentang oleh nelayan setempat dan Wahana Lingkungan Hidup. Bila

peraturan ini diberlakukan, nelayan tradisional hanya memperoleh bagian kecil

saja dari perikanan laut, sedangkan nelayan pengusaha yang banyak

menggunakan kapal besar dan jangkauan jauh lebih banyak diuntungkan.

Dampak yang lebih berbahaya dari pemakaian alat tangkap trawl ini adalah

tercemarnya keseimbangan ekosistem laut.

Luasnya wilayah perairan Indonesia dan tingginya potensi pelanggaran

serta konflik di antara nelayan mendorong pemerintah mengembangkan sarana

untuk memonitor, mengawasi dan mengamati pemanfaatan sumber daya

kelautan dan perikanan. Adapun sarana yang telah dikembangkan adalah MCS

(Monitoring, Control and Surveillance), dan VMS (Vessel Monitoring Sistem),

selain armada-armada untuk patroli (Departemen Kelautan dan Perikanan,

2003). Lebih lanjut, MCS meliputi aspek monitoring, control dan surveillance.

Aspek monitoring mencakup kegiatan dan analisis data untuk menilai

19

Page 20: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

kelimpahan (abundance) dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan

(penangkapan, penanganan dan pemrosesan serta pengangkutan hasil

tangkapan). Aspek control mencakup penyusunan/pemberlakuan peraturan dan

perundang-undangan perijinan, pembatasan jumlah dan jenis kapal penangkap

dan alat tangkap, zonasi penangkaan dan lain-lain. Sementara itu, VMS

merupakan suatu sistem pemantauan yang bertujuan untuk mempermudah

inspeksi kapal-kapal di laut dengan cara mengidentifikasi kapal, memonitor posisi

kapal ikan yang beroprasi di perairan Indonesia, aktivitas kapal, jenis dan hasil

tangkapan serta informasi lainnya yang diperlukan untuk pengendalian sumber

daya kelautan dan perikanan.

PenutupPenutup

Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang

sangat besar sekali yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat

umumnya dan nelayan serta penduduk pesisir khususnya. Potensi ini dapat digali

dengan pengembangan pembangunan perikanan yang tidak merusak ekosistem

laut, pengembangan jasa pariwisata, pelayanan pelabuhan ataupun

pemanfaatan sumber-sumber mineral dan tambang. Akan tetapi dalam proses

pelaksanaan pemanfaatan potensi-potensi tersebut, dalam beberapa kasus

masih dilakukan dengan mengabaikan keseimbangan ekosistem laut demi

mencapai keuntungan yang tinggi. Ketidakseimbangan kepemilikan faktor

produksi antara nelayan tradisional dan nelayan pengusaha telah memicu

konflik-konflik social di antara mereka. Demikian juga dengan anggapan bahwa

sumber daya perikanan merupakan barang publik dan sifat laut yang ‘open-

access’ telah banyak menimbulkan konflik-konflik sosial. Akibat yang harus

ditanggung dari keadaan ini selain kerugian ekonomi juga kerugian lingkungan

akibat terlalu banyaknya ikan yang di tangkap (overfishing) sehingga

mengganggu keseimbangan ekosistem laut.

Pengambilan terumbu karang, pembukaan lahan tambak di pesisir pantai

yang menghilangkan hutan bakau, eksploitasi mineral, gas dan tambang pasir

20

Page 21: Ekonomi Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

serta meningkatnya pertumbuhan ganggang telah merusak keseimbangan

ekosistem laut. Demikian juga dengan bangunan-bangunan di pesisir pantai dan

meningkatnya kegiatan-kegiatan ekonomi untuk mendukung jasa pariwisata dan

pelabuhan, dapat menekan keseimbangan ekosistem laut. Berbahayanya

keberlanjutan keseimbangan ekosistem laut ini mengharuskan semua entitas di

Negara Indonesia untuk melakukan pengendalian dalam memanfaatkan potensi-

potensi kelautan dan perikanan.

21