ekonomi safeguard dan dumping di mana-mana. kenapa peme-rintah kita takut pakai instru-men itu?...

1
Mengurai Benang Kusut Kabinet Prinsip kaca mata kuda mendominasi sejumlah kementerian. Presiden pun dituntut menjadi dirigen yang lihai. Fokus Politik & HAM , hlm 22-23 HALAMAN 17 SENIN, 18 OKTOBER 2010 Ekonomi EBET EKONOMIKA BRI Dapat Penghargaan Consumer Banking PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) meraih sejumlah penghar- gaan pada Consumer Banking Excellence (CBE) Award 2010 yang digelar di Jakarta, Kamis (14/10). Beberapa penghargaan yang didapat di antaranya peringkat pertama kategori kredit tanpa agunan, peringkat ke-3 kategori tabungan, serta peringkat ke-3 kategori kredit pemilikan rumah. “Produk consumer banking BRI semakin diminati masyarakat. Tingginya penetrasi produk BRI itu diganjar sejumlah penghargaan pada CBE Award 2010,” ungkap Sekretaris Perusahaan BRI Muhamad Ali, kemarin. Pada kesempatan itu, BRI juga dinobatkan sebagai pemenang bank yang paling kreatif di mata profesional consumer banking untuk kategori bank beraset di atas Rp50 triliun. (*/E-6) Merger BUMN Asuransi Ditetapkan Pekan Ini RENCANA penggabungan PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri akan diputuskan pekan ini. Keputusan itu meru- pakan pandangan tunggal pemerintah mengenai pelaksanaan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan posisi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rangka mendukung program tersebut. “Pekan depan sudah harus ada keputusan. Apakah meng- gabungkan empat BUMN asuransi ataukah tetap mempertahan- kan seperti saat ini,” kata Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa Keuangan Parikesit Suprapto di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut catatan, seiring dengan penerapan SJSN, empat BUMN asuransi beraset Rp120 triliun akan dilebur menjadi satu institusi, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Ant/E-6) P EMERINTAH harus melakukan tindakan balasan menghadapi pemberlakuan ham- batan nontarif oleh negara lain. Pasalnya, hambatan-hambatan itu telah membuat ekspor In- donesia sering mengalami perlakuan tidak adil. Sebagai bentuk tindakan ba- lasan, Indonesia bisa meman- faatkan berbagai instrumen pengamanan perdagangan yang diperbolehkan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), seperti tindakan pengamanan (safeguard) guna menahan ser- buan produk impor. Saat menanggapi kemungkin- an penerapan instrumen-ins- trumen tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi me- ngatakan ketika tarif bukan menjadi suatu hambatan lagi, pemerintah seharusnya me- manfaatkan berbagai hambatan nontarif, di antaranya dengan menerapkan instrumen penga- manan perdagangan. “Memang salah satu kon- sekuensi liberalisasi tarif da- lam berbagai kerangka kerja sama perdagangan bebas yang diteken pemerintah adalah ter- hapusnya hambatan tarif atas sejumlah produk. Namun, ka- lau sudah terbukti ada lonjakan impor yang sangat besar dan itu sudah menyebabkan bahaya bagi industri dalam negeri, se- harusnya kenakan saja tindak- an pengamanan. Pemerintah harus berani melakukannya,” kata Sofjan Wanandi. Dalam pandangan Sofjan, saat ini pemerintah terkesan ti- dak berani menerapkan tindak- an pengamanan atas produk impor yang masuk, meski sudah ada indikasi kerugian yang diderita produk sejenis di dalam negeri. “Lihat saja di luar negeri. Ne- gara lain justru pakai itu untuk mengamankan pasarnya. Con- tohnya saja, produk kita yang dikenai safeguard dan dumping di mana-mana. Kenapa peme- rintah kita takut pakai instru- men itu? Pemerintah harus agresif dalam menyikapi kebi- jakan seperti itu,” tegasnya. Dia mengungkapkan, pasar Indonesia yang besar dengan pertumbuhan permintaan yang tinggi menjadi sasaran pa- sar yang empuk bagi negara lainnya sebagai negara tujuan ekspor. “Kalau pasar yang besar ini diisi produk impor semua, in- dustri kita mau dikemanakan? Tentu ini menyebabkan indus- tri kita makin terpuruk.” Sudah berupaya Sementara itu, menurut Men- teri Perdagangan Mari Elka Pengestu, meski belum sepe- nuhnya bisa membalas pem- berlakuan hambatan nontarif yang dilakukan negara lain, Indonesia sudah berupaya menerapkan kebijakan serupa untuk menghambat banjir ba- rang impor akibat berlakunya perdagangan bebas. Salah satunya adalah dengan ketentuan mewajibkan pencan- tuman label berbahasa Indone- sia mulai 1 Oktober 2010 pada produk selain pangan dan obat -obatan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. “Itu bagian dari kebijakan membendung barang impor dan supaya konsumen menda- patkan informasi yang jelas dan benar,” ujarnya. Menurutnya, penerapan itu ti dak melanggar ketentuan aturan perdagangan interna- sional maupun ketentuan per- dagangan bebas yang mengikat Indonesia. Selain itu, hal tersebut me- rupakan lanjutan dari pem- berlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2010 tentang Kewajiban Pen- cantuman Label pada Barang. Menurut ketentuan baru yang berlaku, barang nonpa- ngan yang wajib memuat label bahasa Indonesia terdiri atas produk elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika, sarana bahan bangunan, barang keperluan kendaraan bermotor, dan ba- rang lain seperti alas kaki dan bahan kulit. (E-5) [email protected] Hadang Serbuan Impor dengan Dumping Pemerintah terkesan tidak berani menerapkan tindakan pengamanan terhadap produk impor. Jajang Sumantri Korporasi akan Beralih Andalkan Dana Pasar DESA WISATA KERAJINAN: Perajin menghasilkan karya dari bahan daur ulang berupa kulit, merang, dan kertas di pusat kerajinan tangan di Desa Tembi, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (16/10). Desa Tembi menjadi sentra produksi kerajinan tangan dan pusat arsitektur budaya Jawa. Pemerintah Kabupaten Bantul pun menjadikan tempat tersebut sebagai desa wisata kerajinan. Saat ini hasil produksi mereka sudah diekspor ke Belanda, Prancis, Jepang, dan Korea. INDUSTRI perbankan diper- kirakan akan mengalami per- geseran yang cukup signikan dalam beberapa tahun ke de- pan. Aktivitas perbankan akan lebih didukung penyaluran kredit, khususnya ke sektor mikro, sedangkan pembiayaan korporasi akan semakin ber- gantung pada pasar modal. Chief Financial Ofcer Bank Mandiri Pahala N Mansury me- ngatakan hal itu dalam media training Prospek Ekonomi dan Tantangan Industri Perbankan 2011 di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu. “Dalam lima tahun ke depan, akan ada ba- nyak kesempatan. Namun, menurut kajian kami, akan ada tiga perubahan pola yang harus diantisipasi perbankan.” Dia merinci, perubahan per- tama, yakni sumber pertum- buhan laba perbankan. Saat ini, 30% pertumbuhan laba didukung deposit ritel. Namun, ke depan, deposit ritel hanya menyumbang 20%. Sektor ritel diperkirakan akan menduduki posisi pem- biayaan kedua dengan tren ke depan akan jauh lebih besar. “Ini sudah terlihat dengan kre- dit konsumer tumbuh 30%.” Pembiayaan ritel sendiri juga mencakup dukungan terhadap sektor usaha mikro. “Micro loan, dalam beberapa tahun, bisa menjadi yang paling besar. Ti- dak mengherankan apabila ba- nyak bank yang ingin masuk ke micro loan, yang awalnya tidak pernah terpikirkan.” Untuk pembiayaan terbesar ketiga adalah pembiayaan korporasi besar yang tidak akan lagi bergantung pada per- bankan. Dalam sektor wholesale sendiri, ke depan peranan pasar modal akan semakin besar. Secara terpisah, Bank Indone- sia (BI) mencatat rasio penyalur- an kredit berbanding dana pihak ketiga perbankan (LDR) hingga pekan pertama Oktober ini mencapai 77,03%, atau naik dibandingkan dengan Desem- ber 2009 sebesar 72,88%. “Kenaikan LDR menunjuk- kan fungsi intermediasi bank yang membaik,” kata Kepala Biro Humas BI DiA Johan- syah. (*/Ant/E-1) MI/USMAN ISKANDAR

Upload: ngoxuyen

Post on 30-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ekonomi safeguard dan dumping di mana-mana. Kenapa peme-rintah kita takut pakai instru-men itu? Pemerintah harus agresif dalam menyikapi kebi-jakan seperti itu,” tegasnya. Dia mengungkapkan,

Mengurai Benang Kusut Kabinet Prinsip kaca mata kuda mendominasi sejumlah kementerian. Presiden pun

dituntut menjadi dirigen yang lihai.Fokus Politik & HAM , hlm 22-23

HALAMAN 17SENIN, 18 OKTOBER 2010Ekonomi

EBET

EKONOMIKA

BRI Dapat Penghargaan Consumer BankingPT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) meraih sejumlah penghar-gaan pada Consumer Banking Excellence (CBE) Award 2010 yang digelar di Jakarta, Kamis (14/10). Beberapa penghargaan yang didapat di antaranya peringkat pertama kategori kredit tanpa agunan, peringkat ke-3 kategori tabungan, serta peringkat ke-3 kategori kredit pemilikan rumah. “Produk consumer banking BRI semakin diminati masyarakat. Tingginya penetrasi produk BRI itu diganjar sejumlah penghargaan pada CBE Award 2010,” ungkap Sekretaris Perusahaan BRI Muhamad Ali, kemarin.

Pada kesempatan itu, BRI juga dinobatkan sebagai pemenang bank yang paling kreatif di mata profesional consumer banking untuk kategori bank beraset di atas Rp50 triliun. (*/E-6)

Merger BUMN Asuransi Ditetapkan Pekan IniRENCANA penggabungan PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri akan diputuskan pekan ini. Keputusan itu meru-pakan pandangan tunggal pemerintah mengenai pelaksanaan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dan posisi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rangka mendukung program tersebut.

“Pekan depan sudah harus ada keputusan. Apakah meng-gabungkan empat BUMN asuransi ataukah tetap mempertahan-kan seperti saat ini,” kata Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa Keuangan Parikesit Suprapto di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut catatan, seiring dengan penerapan SJSN, empat BUMN asuransi beraset Rp120 triliun akan dilebur menjadi satu institusi, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). (Ant/E-6)

PEMERINTAH harus melakukan tindakan balasan menghadapi pemberlakuan ham-

batan nontarif oleh negara lain. Pasalnya, hambatan-hambatan itu telah membuat ekspor In-donesia sering mengalami per lakuan tidak adil.

Sebagai bentuk tindakan ba-lasan, Indonesia bisa meman-faatkan berbagai instrumen pe ngamanan perdagangan yang diperbolehkan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), se perti tindakan peng amanan (safeguard) guna menahan ser-buan produk impor.

Saat menanggapi kemungkin-an penerapan instrumen-ins-trumen tersebut, Ketua Umum

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi me-ngatakan ketika tarif bukan menjadi suatu hambatan lagi, pemerintah seharusnya me-manfaatkan berbagai hambatan nontarif, di antaranya dengan menerapkan instrumen penga-manan perdagangan.

“Memang salah satu kon-sekuensi liberalisasi tarif da-lam berbagai kerangka kerja sama perdagangan bebas yang diteken pemerintah adalah ter-hapusnya hambatan tarif atas sejumlah produk. Namun, ka-lau sudah terbukti ada lonjakan impor yang sangat besar dan itu sudah menyebabkan bahaya bagi industri dalam negeri, se-harusnya kenakan saja tindak-an pengamanan. Pemerintah harus berani melakukannya,” kata Sofjan Wanandi.

Dalam pandangan Sofjan, saat ini pemerintah terkesan ti-

dak berani menerapkan tindak-an pengamanan atas produk impor yang masuk, meski su dah ada indikasi kerugian yang diderita produk sejenis di dalam negeri.

“Lihat saja di luar negeri. Ne-gara lain justru pakai itu untuk mengamankan pasarnya. Con-tohnya saja, produk kita yang dikenai safeguard dan dumping di mana-mana. Kenapa peme-rintah kita takut pakai instru-men itu? Pemerintah harus agresif dalam menyikapi kebi-jakan seperti itu,” tegasnya.

Dia mengungkapkan, pasar Indonesia yang besar dengan pertumbuhan permintaan yang tinggi menjadi sasaran pa-sar yang empuk bagi negara lainnya sebagai negara tujuan ekspor.

“Kalau pasar yang besar ini diisi produk impor semua, in-dustri kita mau dikemanakan?

Tentu ini menyebabkan indus-tri kita makin terpuruk.”

Sudah berupayaSementara itu, menurut Men-

teri Perdagangan Mari Elka Pengestu, meski belum sepe-nuhnya bisa membalas pem-berlakuan hambatan nontarif yang dilakukan negara lain, Indonesia sudah berupaya me nerapkan kebijakan serupa untuk menghambat banjir ba-rang impor akibat berlakunya perdagangan bebas.

Salah satunya adalah dengan ketentuan mewajibkan pencan-tuman label berbahasa Indone-sia mulai 1 Oktober 2010 pada produk selain pangan dan obat-obatan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

“Itu bagian dari kebijakan membendung barang impor dan supaya konsumen menda-patkan informasi yang jelas dan

benar,” ujarnya.Menurutnya, penerapan itu

ti dak melanggar ketentuan aturan perdagangan interna-sional maupun ketentuan per-dagangan bebas yang mengikat Indonesia.

Selain itu, hal tersebut me-rupakan lanjutan dari pem-berlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2010 tentang Kewajiban Pen-cantuman Label pada Barang.

Menurut ketentuan baru yang berlaku, barang nonpa-ngan yang wajib memuat label bahasa Indonesia terdiri atas produk elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika, sarana bahan bangunan, barang keperluan kendaraan bermotor, dan ba-rang lain seperti alas kaki dan bahan kulit. (E-5)

[email protected]

Hadang Serbuan Impordengan Dumping

Pemerintah terkesan tidak berani menerapkan tindakan pengamanan terhadap produk impor.

Jajang Sumantri

Korporasi akan BeralihAndalkan Dana Pasar

DESA WISATA KERAJINAN: Perajin menghasilkan karya dari bahan daur ulang berupa kulit, merang, dan kertas di pusat kerajinan tangan di Desa Tembi, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (16/10). Desa Tembi menjadi sentra produksi kerajinan tangan dan pusat arsitektur budaya Jawa. Pemerintah Kabupaten Bantul pun menjadikan tempat tersebut sebagai desa wisata kerajinan. Saat ini hasil produksi mereka sudah diekspor ke Belanda, Prancis, Jepang, dan Korea.

INDUSTRI perbankan diper-kirakan akan mengalami per-geseran yang cukup signifi kan dalam beberapa tahun ke de-pan. Aktivitas perbankan akan lebih didukung penyaluran kredit, khususnya ke sektor mikro, sedangkan pembiayaan korporasi akan semakin ber-gantung pada pasar modal.

Chief Financial Offi cer Bank Mandiri Pahala N Mansury me-ngatakan hal itu dalam media training Prospek Ekonomi dan Tantangan Industri Perbankan 2011 di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu. “Dalam lima tahun ke depan, akan ada ba-nyak kesempatan. Namun, menurut kajian kami, akan ada tiga perubahan pola yang harus diantisipasi perbankan.”

Dia merinci, perubahan per-tama, yakni sumber pertum-buhan laba perbankan. Saat ini, 30% pertumbuhan laba didukung deposit ritel. Namun, ke depan, deposit ritel hanya menyumbang 20%.

Sektor ritel diperkirakan akan menduduki posisi pem-biayaan kedua dengan tren ke

depan akan jauh lebih besar. “Ini sudah terlihat dengan kre-dit konsumer tumbuh 30%.”

Pembiayaan ritel sendiri juga mencakup dukungan terhadap sektor usaha mikro. “Micro loan, dalam beberapa tahun, bisa menjadi yang paling besar. Ti-dak mengherankan apabila ba-nyak bank yang ingin masuk ke micro loan, yang awalnya tidak pernah terpikirkan.”

Untuk pembiayaan terbesar ketiga adalah pembiayaan korporasi besar yang tidak akan lagi bergantung pada per-bankan. Dalam sektor wholesale sendiri, ke depan peranan pasar modal akan semakin besar.

Secara terpisah, Bank Indone-sia (BI) mencatat rasio penyalur-an kredit berbanding dana pihak ketiga perbankan (LDR) hingga pekan pertama Oktober ini mencapai 77,03%, atau naik dibandingkan dengan Desem-ber 2009 sebesar 72,88%.

“Kenaikan LDR menunjuk-kan fungsi intermediasi bank yang membaik,” kata Kepala Biro Humas BI Difi A Johan-syah. (*/Ant/E-1)

MI/USMAN ISKANDAR