ekonomi regional

Upload: nina-santika

Post on 08-Oct-2015

101 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Ekonomi Regional, Seminar

TRANSCRIPT

21

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNANDI INDONESIA

SEMINAR EKONOMI REGIONAL

Oleh:NAMA: ANUGRAH PRIAMBODONIM: 115020100111044

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANJURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

A. LATAR BELAKANGPembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tujuan akhir pembangunan ekonomi Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur, atau dengan kata lain merujuk pada kesejahteraan masyarakat. Pengertian kesejahteraan masyarakat disini sebenarnya relatif, sehingga sulit memberi batas-batas dalam perhintungan kuantitatif. Namun demikian, jelas yang diinginkan masyarakat adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, yang tercermin dari bagaimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya lewat pendapatan yang mereka terima, dan hasil pertumbuhan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan bukannya hanya segolongan kecil masyarakat saja.Pembangunan daerah sebagai bagian integral dan penjabaran dari Pembangunan Nasional, mempunyai arti penting dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materiil maupun spiritual yang pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara antara lain dengan memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, serta menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, mengupayakan pergeseran perekonomian dari sector primer ke sector sekunder dan tersier.Menurut Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya bukan merupakan satu-satunya tujuan utama dari pembangunan ekonomi, tapi pembangunan ekonomi juga harus berupaya untuk menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran.Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). Sedangkan menurut (Sukirno, 1985), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Kemudian Arsyad (1988) menyatakan bahwa penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan pembagian pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan.Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua proses dalam pembangunan yang seharusnya dapat dicapai dalam sebuah proses pembangunan ekonomi. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sulit diwujudkan dalam waktu bersamaan. Pengutamaan suatu hal akan menuntut dikorbankannya hal yang lain, begitu pula dengan dilema pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi. Pembangunan ekonomi mensyaratkan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan pilihan yang harus diambil oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Todaro (2000) menyatakan, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana cara memacu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan kini merupakan masalah pokok dalam pembangunan dan sasaran utama kebijakan pembangunan di banyak negara.Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antara satu kelompok masyarakat dan kelompok lainnya, sementara pemerataan ekonomi tanpa pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan meningkatkan kemiskinan suatu daerah. Untuk itu pertumbuhan haruslah terlaksana secara bersamaan dengan pemerataan, jika filosofi pembangunan tersebut adalah untuk memanusiakan manusia. Todaro (2006) mengemukakan bahwa pembangunan harus mencakup tiga aspek kehidupan yaitu kebutuhan hidup, harga diri, dan kebebasan. Artinya, pembangunan bukan hanya sekedar untuk meningkatkan aspek materi sebagaimana terlihat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang penting adalah bagaimana menciptakan rasa aman dan damai bagi masyarakat serta bebas dari penekanan dan kemiskinan.Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan khususnya dibidang ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan ekonomi kurang bermakna. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB)/Produk Nasional Bruto (PNB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2002).Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2004 2013 (Milyar Rupiah)TahunProduk Domestik Bruto

20042295826,20

20052774281,10

20063339216,80

20073950893,20

20084948688,40

20095606203,40

20106446851,90

20117419187,10

20128229439,40

20139083972,20

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)Dari tabel 1.1 diatas dapat kita lihat bahwa dari tahun ke tahun setelah terjadinya krisis tahun 1997, jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) semakin meningkat. Dari Rp2.295.826,2 milyar pada tahun 2004 menjadi Rp9.083.972,2 milyar pada tahun 2013. Hal tersebut mengindikasikan tingginya pertumbuhan PDB yang dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang terjadi juga tinggi, seperti yang terlihat dalam tabel 1.2, dimana pasca krisis tahun 1997 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yang mantab, dari 0,97% di tahun 1999 hingga mencapai 6,35% di tahun 2007. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1999 - 2007TahunPertumbuhan Ekonomi

19990,97%

20005,35%

20013,64%

20024,50%

20034,78%

20045,03%

20055,69%

20065,50%

20076,35%

Sumber: BPS dalam Farid Alghofari (2009)Ketimpangan wilayah merupakan suatu aspek umum yang terjadi di setiap negara baik negara miskin, negara berkembang, bahkan negara maju sekalipun memiliki masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah walaupun dengan ukuran yang berbeda-beda. Menurut Neo Klasik ketimpangan wilayah ini terjadi karena setiap daerah memiliki perbedaan sumber daya, tenaga kerja, dan teknologi. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidak mengherankan apabila ada yang disebut daerah maju dan daerah terbelakang.

Tabel 1.3 Peranan Wilayah/Pulau dalam PembentukProduk Domestik Bruto (PDB) Nasional

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)Saat ini, ketimpangan pembangunan di Indonesia sudah sangat terasa. Dari tabel 1.3 dapat kita lihat bahwa Pulau Jawa yang menjadi pusat pembangunan Indonesia, seakan menjadi anak emas bagi pemerintah, buktinya Pulau Jawa menjadi kontributor terbesar pulau-pulau di Indonesia dalam pembentukan PDB dengan 57,6% di tahun 2011, sangat timpang dengan kontribusi dari Pulau Papua serta Maluku yang hanya menyumbang 2,1% dari PDB di tahun 2011. Padahal wilayah Pulau Jawa hanyalah 6,8% dari total wilayah Indonesia, sedangkan luas wilayah Papua adalah 21,8% wilayah Indonesia.Kemuadian dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memajukan daerah masing-masing. Latar belakang demografi, geografis, ketersediaan infrastruktur dan budaya yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, memiliki konsekuensi adanya keberagaman kinerja daerah dalam pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan ketimpangan pembangunan daerah.Disparitas pembangunan dan pendapatan masih menjadi persoalan penting untuk diatasi. Kektidakmerataan yang menyebabkan ketimpangan ini merupakan masalah yang harus dicarikan penyelesaiannya. Masalah yang timbul apabila ketimpangan semakin besar yaitu menimbulkan terjadinya konflik dan meningkatkan angka kriminalitas, sehingga apabila hal tersebut dibiarkan terus menerus bisa menyebabkan ketidakstabilan didalam suatu perekonomian.

B. RUMUSAN MASALAHPertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan pembangunan yang seharusnya dapat dicapai secara bersamaan dalam proses pembangunan ekonomi. Tetapi pada kenyataannya masih sulit tercapai pemerataan dan sering kali terjadi adanya disparitas pendapatan. Penelitian ini dilakukan dengan melihat adanya research gap antara beberapa penelitian terdahulu dengan waktu dan daerah penelitian yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap disparitas pembangunan di Indonesia.

C. KAJIAN LITERATURa. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sering digunakan secara bergantian. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi tertentu telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dikutip oleh Jhingan, 1992:4) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi mengacu pada masalah negara berkembang sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu pada masalah negara maju. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber sumber yang tidak atau belum digunakan, kendati penggunaannya telah cukup dikenal. Sedangkan negara maju terkait dengan keberadaan sumber sumber ekonomi yang ada telah digunakan pada batas tertentu. Menurut Arsyad (2002:6), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dengan demikian pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional, disamping tetap mengejar pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan, pembangunan ekonomi juga harus mencangkup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap sikap masyarakat, sistem kelembagaan, dan perombakan serta modernisasi struktur ekonominya.Berbeda dengan pembangunan ekonomi yang mencangkup arti luas, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan produk domestik bruto (PDB) atau produk domestik netto (PNB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terdapat perubahan struktur ekonomi atau tidak. b. Pembangunan Ekonomi DaerahPembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002:108). Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dalam menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mengidentifikasikan potensi potensi yang tersedia dalam daerah sebagai kekuatan untuk pembangunan ekonomi daerah.c. Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar WilayahDengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004).Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak dilakukan. Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali.Myrdal (1957) melakukan penelitian tentang sistem kapitalis yang menekankan kepada tingkat keuntungan bagi suatu wilayah yang memberikan harapan tingkat keuntungan tinggi akan berkembang menjadi pusat-pusat perkembangan kesejahteraan. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyard, 1999: 129).

d. Tipologi KlassenTipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Dengan menggunakan pendekatan wilayah/daerah untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu horizontal. Pendekatan wilayah ini menghasilkan empat klasifikasi kabupaten yang masing masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu :1. Daerah bertumbuh maju dan cepat (Rapid Growth region / Kuadran I)Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region) adalah daerah yang mengalami laju pertumbuhan PDRB dab tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah. Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik untuk kemakmuran masyarakat setempat. Karena diperkirakan daerah ini akan terus berkembang dimasa mendatang.2. Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region / Kuadran II).Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region) adalah daerah-daerah yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar.3. Daerah berkembang cepat (Growing Region / Kuadran III).Daerah berkembang cepat (Growing Region) pada dasarnya adalah daerah yang memiliki potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun tingkat pendapatan per kapitanya, yang mencerminkan tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena itu dimasa mendatang daerah ini diperkirakan akan mampu berkembang dengan pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju.4. Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region / Kuadran IV).Kemudian daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) adalah daerah yng mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada dibawah rata-rata dari seluruh daerah. Ini berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa didaerah ini tidak akan berkembang di masa mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat pula mengejar ketertinggalannya (Syafrizal, 1997; 27).Tabel 2.1 Tipologi KlassenYYi > YYi < Y

ri > rKuadran IPendapatan dan pertumbuhan tinggi(daerah maju)Kuadran IIPendapatan rendah, perumbuhan tinggi(daerah berkembang cepat)

ri < rKuadran IIIPendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah(daerah maju tertekan)Kuadran IVPendapatan dan pertumbuhan rendah(daerah tertinggal)

Sumber: Sjafrizal (1997) dalam Sabda Imam (2013)e. Indeks WilliamsonKetimpangan pembangunan wilayah dapat diukur dengan menggunakan metode pengukuran Indeks Williamson. Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita atas dasar harga yang berlaku sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah (Lukman Harun, 2013). Dengan demikian formulasi Indeks Williamson ini secara sistematik dapat ditampilkan sebagai berikut:

Keterangan :IW = Indeks WilliamsonYi = PDRB per kapita (kabupaten/kota)Y = PDRB per kapita (provinsi)fi = Jumlah penduduk (kabupaten/kota)n = Jumlah penduduk (provinsi)Pemilihan Indeks Williamson karena dapat dengan mudah melihat disparitas antar daerah dan bersifat agregat sehingga memudahkan dalam perhitungan.Besarnya nilai ini bernilai positif dan berkisar antara angka 0 -1. Semakin besar nilainya, maka dapat diartikan bahwa kesenjangan di wilayah tersebut besar. Sebaliknya, semakin sedikit nilai indeksnya, maka kesenjangan juga semakin rendah. Kesenjangan dikatakan tinggi apabila angka indeksnya 0,50 dan seterusnya. Apabila nilai indeksnya adalah 0, maka dapat dikatakan bahwa di daerah tersebut tidak terjadi kesenjangan, atau dalam kata lain, daerah tersebut terjadi pemerataan sempurna (Kuncoro, 1997).

f. Indeks Entropi TheilIndeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah Indeks Entropi Theil. Analisis Indeks Entropi Theil dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di wilayah nasional (provinsi). Data dasar yang digunakan dalam indeks ini sama dengan yang digunakan dalam Indeks Williamson yaitu PDRB perkapita setiap wilayah dan jumlah penduduk. Demikian pula penafsirannya yaitu bila indeks mendekati 1 artinya sangat timpang dan bila mendekati nol berarti sangat merata (Lukman Harun, 2013). Formula Indeks Entropi Theil adalah sebagai berikut:

Keterangan :I(y) = Indeks Entropi Theilyj = PDRB per kapita kabupaten/kota jY = Rata-rata PDRB per kapita provinsixj = Jumlah penduduk kabupaten kabupaten/kota jX = Jumlah penduduk provinsiMeskipun kedua indeks memiliki fungsi yang sama, tetapai Indeks Entrpoi Theil memiliki kelebihan karena mampu membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu, juga menyediakan ukuran ketimpangan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil (Kuncoro, 2004: 134).g. Teori Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu mendorong kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik. Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan apabila memiliki empat ciri-ciri pusat pertumbuhan yaitu sebagai berikut (Tarigan,2005): 1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan. Ada keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, di dalam kehidupan kota tercipta sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. 2. Adanya unsur pengganda. Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Artinya apabila ada permintaan satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut akan berpengaruh pada sektor lain. Peningkatan ini akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda mampu membuat kota memacu pertumbuhan. 3. Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga. 4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya. Sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Jadi, kosentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan bila kosentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik di antara sektor di dalam kota maupun ke daerah belakangnya.h. Teori Proses SebabAkibat Kumulatif (Circular Cumulative Causation)Myrdal (dalam Arsyad, 1999: 89) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab sirkuler yang membuat si kaya (daerah yang lebih maju) mendapat keuntungan lebih banyak, dan mereka yang tinggal di belakang menjadi lebih terhambat (semakin miskin). Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari berlakunya suatu proses sebab-akibat kumulatif (Circular Cumulative Causation) ini.Pandangan Myrdal ini sekaligus menolak pandangan kaum klasik yang berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang mekanisme pasar akan menciptakan pembangunan seimbang diantara berbagai daerah dan negara. Menurutnya, kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah tersebut. Di daerah yang sedang berkembang, permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat rendah. Dengan demikian daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibandingkan daerah lainnya atau disebut backwash effect. Disamping adanya pengaruh yang kurang menguntungkan bagi daerah lain sebagai akibat dari ekspansi ekonomi pada daerah tertentu, ada juga keuntungan bagi daerah-daerah di sekitar dimana ekspansi ekonomi terjadi, misalanya terjualnya hasil produksi daerah, adanya kesempatan kerja baru dan sebagainya. Pengaruh yang menguntungkan karena adanya ekspansi ekonomi suatu daerah ke daerah sekitarnya dinamakan spread effect.Hirschman dalam Nurzaman (Arsyad, 1999: 289) juga mengemukakan bahwa jika suatu daerah mengalami perkembangan, maka perkembangan itu akan membawa pengaruh atau imbas ke daerah lain. Menurut Hirschman, daerah di suatu negara dibedakan menjadi daerah kaya dan daerah miskin. Jika perbedaan diantara keduanya semakin menyempit berarti terjadi imbas yang baik (trickle down effect). Jika perbedaan keduanya semakin jauh berarti terjadi proses pengkutuban (polarization effect).Kenyataan selalu menyebutkan bahwa dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil. Oleh karenanya, apabila dibandingkan tingkat pembangunan di berbagai daerah, pembangunan yang tercapai di daerah yang lebih maju selalu lebih cepat daripada yang terjadi di daerah yang lebih terbelakang. Dalam jangka panjang, keadaan ini menyebabkan jurang tingkat kesejahteraan antar daerah semakin lebar. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan nasional dan menyebabkan ketimpangan regional diantara daerah terbelakang (Setiana, 2010).

D. PENELITIAN TERDAHULUPenelitian terdahulu adalah suatu penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan panalitian ini karena untuk memudahkan bagi peneliti untuk mengaplikasikan penelitiannya. Penelitian mengenai disparitas pendapatan antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut: 1. Syafrizal (1997) melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan regional wilayah Indonesia bagian barat dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum angka ketimpangan regional untuk wilayah Indonesia bagian barat ternyata lebih rendah dibandingkan dengan angka ketimpangan untuk Indonesia secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia bagian barat secara relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi rata-rata diseluruh Indonesia.

2. Cholif Prasetyo (2010) yang meneliti mengenai ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang dianalisis menggunkan indeks ketimpangan Williamson dan Indeks Theil. Hasilnya yaitu bahwa ketimpanga/disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah selama tahun 2003-2007 tergolong tinggi, karena berada diatas ambang batas 0,5. Indeks Theil dan indeks Williamson yang menunjukkan adanya disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa tengah tersebut belum menunjukkan kecenderungan menurun karena masih tergolong tinggi.3. Abdul Maqin (2012) yang meneliti mengenai disparitas pendapatan antar daerah di Jawa Barat dengan menggunakan model analisis indeks ketimpangan regional Williamson. Hasil yang didapat bahwa pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan. PDRB memiliki dampak positif terhadap disparitas pendapatan, sedangkan investasi domestik memberikan efek yang negatif terhadap disparitas pendapatan.

4. Sabda Imani (2013) meneliti faktor yang mempengaruhi disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen, Indeks Williamson, dan Angka Partisispasi Kasar. Hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan disparitas pendapatan dan terbukti secara signifikan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu factor yang mempengaruhi disparitas pendapatan di Jawa Timur.

5. Sianturi (2011) meneliti hubungan ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004-2008. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi juga terjadi peningkatan ketimpangan wilayah.

6. Restiatun (2009) meneliti mengenai identifikasi sektor unggulan dan ketimpangan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil yang didapatkan adalah bahwa masalah fundamental yang dihadapi olehpemerintah provinsi DIYadalahkemiskinandanketimpangan, dimana ada kecenderungan bahwa ketimpanganinimeningkatsepanjangwaktu. Ada daerah yang relatif sangat kaya (kota Yogyakarta) dan ada daerah yang relatif miskin (kabupaten Kulon Progo). Peningkatan ini disebabkan oleh pola pembangunan yang berbeda antar daerah. Dari hasil analisis Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, keduanya menunjukkan trend yang sama, yaitu bahwa di Provinsi DIY terjadi kecenderungan kenaikan ketimpangan, meskipun hasil perhitungankedua indeks tersebut juga sama-sama menunjukkan terjadinya penurunan ketimpangan pada tahun 1998, tetapi mulai tahun1999 ketimpangan ini kemudian meningkatterus. Penurunan ketimpangan pada tahun1998 ini diakibatkan oleh dampakkrisis yang lebih berimbas di daerah perkotaan sehingga ketimpangan menurun.

7. Penelitian yang dilakukan Riadi yang meneliti pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Riau pada tahun 2003-2005 dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil. Hasil dari analisis mengindikasikan bahwa selama periode pengamatan 2003-2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdsarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks Entropi Theil, ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya tidak terbukti hipotesis Kuznets di Provinsi Riau yang mengataka adanya kurva U terbalik.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Anis meneliti hubungan pertumbuhan ekonomi dan kerimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Kalimantan Timur, studi kasus tahun 1997-2005. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson dan metode Vector Autoreggerssion (VAR). Peningkatan ketimpangan di Kalaimantan Timur salah satunya dikarenakan pemekaran wilayah dari semula 6 wilayah menjadi 12 wilayah. Uji kausalitas Granger menyimpulkan tidak terdapat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan, demikian sebaliknya. Estimasi VAR menunjukkan ketimpangan pendapatan memberikan respon lebih cepat terhadap adanya perubahan dari pertumbuhan ekonomi, dibanding respon yang diberikan oleh pertumbuhan ekonomi terhadap adanya perubahan ketimpangan pendapatan.

9. Eka Raswita (2013) meneliti mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Gianyar dengan hasil yang didapakna adalah ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Gianyar periode 1993-2000 antar kecamatan pada periode tersebut mengalami peningkatan. Rata-rata angka Indeks Williamson di kabupaten Gianyar periode penelitian adalah sebesar 0,300. Kurva hubungan antara Indeks Willliamson dengan pendapatan per kapita menunjukkan bentuk U terbalik, dapat dikatakan hipotesis Kuznets berlaku di Kabupaten Gianyar pada periode penelitian (1993 -2009).

10. Etik Umiyati (2013) melakukan penelitian tentang analisis tipologi pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan di Daerah Provinsi Jambi. Dari hasil pengukuran model indeks Entropi Theil, maka diketahui indeks ketimpangan pendapatan di Propinsi Jambi setelah implementasi kebijakan otonomi daerah berada pada I(y) 0.129 0.148. Ini berarti dengan kriteria Theil, pemerataan pendapatan wilayah Propinsi Jambi berada pada level merata tetapi trend ketimpangan ini cenderung berfluktuasi. Pada awalnya ketimpangan pendapatan meningkat dan pada tahap berikutnya ketimpangan cenderung menurun yang berarti ketimpangan bergeser mendekati pemerataan. Indeks ketimpangan pendapatan yang tertinggi pada tahun 2009, sedangkan yang terendah pada tahun 2001.E. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Pembangunan Ekonomi

Terjadi KetimpanganTercapainya Pertumbuhan Ekonomi yang disertai dengan Pemerataan EkonomiPengembangan Strategi Pusat PertumbuhanIndeks Entropi TheilIndeks WilliamsonTidak Terjadi KetimpanganIdentifikasi Ketimpangan PendapatanAnalisis Tipologi KlassenKlasifikasi DaerahPemerataan EkonomiTrade OffPembuktian Hipoteis KuznetsPertumbuhan Ekonomi

F. KESIMPULANDari beberapa penelitian yang sudah ada, dapat diambil kesimpulan bahwa: Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, secara rata-rata dari waktu ke waktu daerah-daerah di Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, maskipun kadang bersifat fluktuatif, tapi minimal daerah tersebut memiliki pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita tiap tahunnya. Dari penelitian-penelitian yang sudah ada, Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya, yang berarti terjadi peningkatan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah di Indonesia. Namun juga terdapat penelitian dimana secara rata-rata ketimpangan pembangunan berkurang saat terjadi pertumbuhan ekonomi. Terdapat bayak cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil disparitas pembangunan yang terjadi, salah satunya dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan. Dengan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang tersebar ke kota-kota skala kecil dan menengah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kota-kota tersebut sehingga mengurangi ketimpaangan pembangunan wilayah. Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antar kelompok masyarakat dan menyebabkan ketimpangan pembangunan. Sedangkan pemerataan ekonomi tanpa pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan meningkatkan kemiskinan suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pemerataan ekonomi akan memperkecil ketimpangan pembangunan (tercapainya tujuan pembangunan ekonomi).

G. DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik. 2012. Peranan Wilayah/Pulau dalam Pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.Arifin, Zainal. 2009. Kesenjangan dan Konvergensi Ekonomi Antar Kabupaten Pada Empat Koridor di Provinsi Jawa Timur, HUMANITY vol IV, nomor 2, Maret 2009. Universitas Muhammadiyah Malang.Arif S., Muhammad. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Ketimpangan Antar Wilayah Kecamatan di Kabupaten Mojokerto Thaun 2005-2009. Universitas Brawijaya: Malang.Dwiningrum, Setiana. 2010. Analisis Pengaruh LQ PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan Regional Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi 1997 di Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya: Malang.Harun, Lukman. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah. Universitas Brawijaya: Malang.Maqin, R. Abdul. 2012. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah di Jawa Barat, Jurnal Trikonomika FE Unpas.Raswita, Ngakan Putu M.E. dan Made S. Utama. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di kabupaten Gianyar, E-Jurnal EP Universitas Udayana vol.2, no.3, Maret 2013. Restiatun. 2009. Identifikasi Sektor Unggulan dan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Jurnal ESP vol.10, April 2009. Universitas Lambung Mangkurat.Rubiarko, Sabda I. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2011. Universitas Brawijaya: Malang.Utama, Putra Fajar. 2009. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Ketimpangan di Kabupaten/Kota yang Tergabunga dalam Kawasan Kedungsepur Tahun 2004-2008. Semarang.Wicaksono, Cholif P. 2010. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007. Universitas Diponegoro: Semarang.Zulaechah, Retno. 2011. Analisis Pengembangan Kota Magelang Sebagai Pusat Pertumbuhan Kawasan Purwomanggung Jawa Tengah. Universitas Diponegoro: Semarang.