einstein
DESCRIPTION
The Einstein TheoryTRANSCRIPT
1
Einstein: Newton, Forgive Me! Oleh Yohanes Surya
www.yohanessurya.com
Itu kata-kata Einstein saat teori yang dihasilkannya ternyata berhasil menggulingkan teori Isaac
Newton, seorang fisikawan legendaris, yang teorinya dipercaya oleh dunia sebelum munculnya
teori Einstein yang mengobrak-abrik semuanya.
Albert Einstein membuat heboh dengan Teori Relativitas Khusus (The Special Theory of
Relativity) yang ditelorkannya pada tahun 1905.
Perayaan seabad (Centenary) teori si jenius Albert Einstein ini pada 2005 silam bisa dilihat
dari ramainya majalah-majalah ilmiah membahas kembali teori yang sudah mengguncang dunia
selama seratus tahun ini.
Tahun 2005 bahkan dicanangkan sebagai The World Year of Physics untuk mengenang
kebesaran Einstein.
Apa sih istimewanya teori ini? Koq seluruh dunia begitu heboh merayakan kelahirannya ini?
Yuk, kita ikut dalam gosip seru tentang apa yang menjadi dasar lahirnya teori ini...
Seorang ahli matematika dari Perancis, Jules Henri Poincaré, pernah mengajukan perumpamaan
berikut: Di suatu malam, kita sedang asyik tidur dengan lelap di tempat tidur kita yang
nyaman. Tiba-tiba seluruh jagad raya mengembang sehingga ukurannya menjadi seribu kali
lebih besar dari ukuran semula.
Seluruh jagad raya ini maksudnya semua benda di bumi dan di luar bumi, mulai dari benda-
benda mati sampai semua jenis makhluk hidup, termasuk kita sendiri yang sedang lelap tertidur.
Karena kita sedang asyik bermimpi, kita tidak menyadari kejadian ini. Sewaktu kita terbangun
di pagi harinya, apa kita bisa merasakan bahwa semuanya sudah menjadi lebih besar? Apa kita
bisa merasakan perbedaannya?
Kalaupun kita diberi tahu bahwa ada kejadian menghebohkan tersebut saat kita tertidur, apakah
ada yang bisa membuktikannya?
Pasti kita tidak merasakan perbedaan apa pun walaupun seluruh jagad raya kini sudah berubah
ukurannya.
Ini karena semuanya ikut berubah sehingga tidak ada satu pun yang bisa dijadikan patokan
untuk mengukur terjadinya perubahan tersebut.
2
Karena itu, kita juga tidak mungkin bisa membuktikan bahwa seluruh jagad raya ini kini telah
menjadi seribu kali lebih besar. Semua terlihat sama.
Lain halnya jika hanya tubuh kita yang tiba-tiba menciut menjadi sangat kecil (ingat film fiksi
Honey, I Shrunk the Kids!), sedangkan seluruh jagad raya tetap pada ukurannya semula. Tidak
ada satu pun yang berubah ukuran kecuali tubuh kita sendiri.
Wah, sudah pasti kita langsung panik karena kita bisa langsung merasakan perbedaan itu. Kita
langsung tahu apa yang terjadi karena kita bisa melihat bahwa sekeliling kita tiba-tiba tampak
seperti raksasa.
Baju yang kita pakai tiba-tiba kedodoran, dan cincin yang biasa melingkar manis di jari kita
tiba-tiba tampak seperti lingkaran raksasa yang berat dan menyeramkan karena hampir jatuh
menimpa tubuh kerdil kita itu.
Tetapi, apakah itu berarti bahwa tubuh kita yang mengecil, atau sekeliling kita yang tiba-tiba
membesar? Hmm... bingung juga ya! Bagaimana cara kita menentukan mana yang besar dan
mana yang kecil? Apakah planet bumi yang kita tempati ini bisa disebut berukuran besar?
Kalau dibandingkan dengan ukuran bola basket yang biasa kita mainkan di sekolah, tentu saja
planet bumi ini tampak seperti bola raksasa yang sangat besar!
Tetapi kalau kita bandingkan dengan matahari, planet bumi ini termasuk kecil! Jadi, yang mana
yang benar? Besar atau kecil? Tidak ada yang benar, dan tidak ada yang salah!
Itulah letak permasalahannya. Ukuran tidak bisa dinyatakan secara absolut. Untuk mengukur
sesuatu kita perlu sesuatu yang lain sebagai perbandingannya.
Ini berarti bahwa ukuran (orang fisika lebih senang menyebutnya sebagai: Length) selalu
bersifat relatif, tidak ada yang mutlak berukuran besar ataupun kecil.
Sekarang kita coba lihat kasus lain. Masih ingat cerita si Kancil yang gesit dan lincah? Kancil
bisa berlari sangat cepat. Tunggu dulu! Apa benar kancil itu cepat?
Kalau dibandingkan dengan siput, sudah pasti si kancil terlihat sangat cepat. Kalau
dibandingkan dengan juara Olimpiade pun kancil masih terlihat sangat cepat.
Tetapi kalau kita bandingkan dengan pesawat terbang, tentu saja si kancil jadi terlihat begitu
lambat. Apa ini berarti pesawat terbang itulah yang cepat?
Tidak juga! Kalau kita lihat roket yang meluncur ke luar angkasa, kita bisa langsung tahu
bahwa roket itu jauh lebih cepat dari pesawat terbang biasa.
Ini berarti, kecepatan pun merupakan sesuatu yang relatif. Kita juga bisa membuktikan ini saat
kita sedang mengantar saudara kita yang akan pergi ke luar kota naik kereta api cepat.
3
Sewaktu kereta mulai meluncur, kita melihat saudara kita itu melesat dengan cepat. Tetapi di
dalam kereta itu sendiri, orang yang duduk di sebelah saudara kita itu melihat bahwa saudara
kita itu duduk diam dan tenang di sebelahnya.
Jadi, bagi kita yang sedang berada di luar kereta yang sedang meluncur itu, saudara kita
memang terlihat bergerak dengan cepat.
Tetapi bagi semuanya yang ada di dalam kereta, ia terlihat sedang diam. Jadi, waktu (Time)
tidak mempunyai nilai absolut, sama seperti ruang (Space). Semuanya harus selalu
dibandingkan dengan sesuatu yang bisa dijadikan patokan.
Misteri inilah yang diutak-atik oleh otak jenius Einstein sehingga melahirkan teori
relativitasnya yang terkenal itu. Semua hal yang tampak sebagai sesuatu yang absolut ternyata
merupakan sesuatu yang relatif.
Ada dua postulat dalam teori relativitas khusus ini. Yang pertama menyatakan bahwa semua
hukum fisika yang berlaku di bumi, berlaku juga di seluruh jagad raya.
Yang kedua menyatakan bahwa kecepatan cahaya di ruang hampa selalu konstan (sekitar tiga
ratus juta meter per detik, atau sering ditulis dalam bentuk kerennya: 3.108 meter per detik).
Postulat yang kedua ini menunjukkan bahwa bagaimanapun cara kita mengukurnya, kecepatan
cahaya tidak pernah berubah.
Apa pun patokan yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan cahaya, di mana pun posisi kita
saat mengukur, dan berapa pun kecepatan kita (apakah kita sedang bergerak atau sedang duduk
diam) saat mengukur, kecepatan cahaya selalu konstan. Ini menunjukkan bahwa kecepatan
cahaya merupakan satu-satunya yang bersifat absolut.
Postulat yang pertama pun menyatakan bahwa kondisi ini selalu berlaku di mana pun juga. Ini
berarti, jika kita mengukur kecepatan cahaya di galaksi lain, kita tetap mendapatkan hasil yang
sama, yaitu tiga ratus juta meter per detik!
Postulat-postulat Einstein ini ternyata memberi dampak besar bagi dunia. Ia pernah mencoba
menjelaskan efek yang dihasilkan dari teorinya ini dalam perumpamaan berikut:
Misalnya ada sebuah kereta yang sedang meluncur cepat. Si A sedang duduk dengan tenang
dalam salah satu gerbong kereta itu. Si B sedang berdiri diam di luar kereta dan mengamati
kereta yang meluncur di depannya itu.
Sewaktu gerbong kereta yang dinaiki si A meluncur tepat di depannya, tiba-tiba ada kilat
menyambar di dua tempat yang berbeda. Kilat pertama menyambar 100 meter di sebelah kanan
B, sedangkan kilat yang satunya lagi menyambar 100 meter di sebelah kiri B.
4
Saat kedua kilat menyambar, posisi A tepat di depan B. Karena si B sedang berdiri diam di luar
kereta yang sedang meluncur, si B melihat kedua kilat itu menyambar pada saat yang
bersamaan.
Tetapi lain halnya dengan si A. Si A yang sedang berada di dalam kereta yang meluncur cepat
(ke arah kanan si B) melihat kedua kilat menyambar satu per satu.
Kilat yang pertama terlihat lebih dulu, beberapa saat kemudian baru kilat yang kedua terlihat
oleh A. Padahal jarak A terhadap kilat pertama dan kedua sama dengan jarak B terhadap kedua
kilat itu.
Perbedaan ini disebabkan bedanya kerangka acuan A dan B (frame of reference). Si A sedang
‘meluncur’, sedangkan si B sedang berdiri ‘diam’. Karena si A sedang bergerak menuju kilat
yang pertama, tentu saja kilat yang pertama itu terlihat lebih dulu.
A bergerak menjauhi kilat yang kedua, sehingga kilat yang kedua tampak menyambar sesudah
kilat yang pertama. Bagi si B yang sedang diam dan tidak mendekati maupun menjauhi kedua
kilat itu, keduanya tampak menyambar pada waktu yang bersamaan. Yang mana yang benar?
Keduanya benar! Tidak ada yang salah. Karena itulah ini dinamakan relativitas. Semua
bergantung pada kerangka acuan yang digunakan. Dan apa pun kerangka acuannya, hukum-
hukum fisika yang sama selalu berlaku (Postulat 1).
Sekarang jika si A dan si B sama-sama diminta untuk menghitung kecepatan cahaya, apa
hasilnya akan berbeda? Tidak! Walaupun si A sedang bergerak dan si B sedang diam, keduanya
akan mendapati bahwa kecepatan cahaya tetap tiga ratus juta meter per detik.
Ada konsekuensi dari teori relativitas ini. Yang paling terkenal adalah mulurnya waktu dan
kontraksi panjang.
Mulurnya waktu, atau bahasa kerennya Time Dilation, ini maksudnya bahwa jika suatu jam
bergerak dengan kecepatan tertentu, waktunya akan memuai (mulur).
Misalnya ada seorang astronot yang membawa jam tangannya saat menjalankan misi ke luar
angkasa. Pesawat luar angkasa yang membawanya meluncur sangat cepat.
Jika kita, yang berada di bumi, punya teropong yang sangat sensitif dan bisa melihat ke dalam
pesawat yang sedang meluncur cepat itu, kita bisa menggunakan teropong itu untuk mengintip
jam tangan si astronot.
Sebelum si astronot berangkat kita sudah menyesuaikan jam tangan itu dengan jam tangan yang
kita gunakan di bumi.
Aneh, di jam tangan si astronot yang sedang meluncur di luar angkasa itu koq lebih lambat
dibanding jam tangan kita di bumi?
5
Padahal sebelum ia berangkat kedua jam sudah dicocokkan dan si astronot tidak mengubahnya
sama sekali sejak keberangkatannya itu.
Jarum detiknya tampak bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di jam tangan kita. Inilah
yang disebut dengan waktu yang mulur saat bergerak pada kecepatan tinggi.
Semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin lambat
bagi benda atau partikel tersebut!
Tentu saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot, jam tangannya tidak
berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan jam tangan kita di bumi yang tampak
bergerak lebih cepat.
Hal ini disebabkan segala sesuatu di dalam pesawat astronot bergerak lambat termasuk proses
metabolisma tubuh, getaran atom dan sebagainya.
Kontraksi panjang juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan. Misalnya si astronot agak lelah,
lalu mulai berbaring di tempat tidur yang sudah disediakan di pesawat luar angkasanya.
Dengan teropong yang sama, kita bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring itu. Aneh,
sewaktu berbaring koq si astronot tampak lebih pendek? Sewaktu ia masih di bumi dan
pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi.
Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan kembali berdiri, tiba-tiba ia
kelihatan tinggi seperti biasa.
Tetapi ia juga kelihatan lebih kurus saat berdiri! Ada apa ini? Apa ia menyusut sewaktu sedang
tidur? Tentu tidak!
Karena ia sedang berada dalam pesawat yang meluncur cepat, saat ia tidur kita melihat panjang
tubuhnya menciut (terjadi kontraksi panjang).
Saat ia berdiri, kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga merupakan kontraksi panjang). Ia
sendiri tidak merasakan perubahan apa-apa di dalam pesawat. Nah, inilah serunya teori
relativitas!
Tunggu dulu! Ada yang lebih seru lagi dari ini. The Twin Paradox. Apa itu?
Misalnya kita pergi ke ruang angkasa menggunakan pesawat yang meluncur sangat cepat
menjauhi bumi, dan kemudian kembali lagi ke bumi sepuluh tahun setelah pesawat lepas
landas.
Bagi kita yang berada di pesawat itu, kita hanya pergi selama satu tahun saja (karena adanya
time dilation)!
6
Jika kita punya saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa melihat sendiri bahwa
saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya bersamaan dengan kita) sudah 9 tahun lebih
tua dari kita! Ini adalah salah satu akibat dari dilatasi waktu.
Aneh tapi nyata! Teori relativitas khusus ini telah banyak digunakan oleh para fisikawan dalam
menelorkan karya-karya hebatnya. Sudah banyak bukti-bukti yang menunjukkan kebenarannya.
Inilah hebatnya Einstein! Ia menelorkan teori tersebut murni dari hasil pemikiran otaknya saja,
tanpa ada bantuan dari siapapun.
Ia tidak pernah berdiskusi dengan siapapun dan tidak pernah menjalankan percobaan apapun
untuk mendukung teori ini. Tetapi ternyata teori ini justru terbukti benar saat beberapa
fisikawan mencobanya dalam berbagai eksperimen.
Teori Einstein yang menelorkan konsep kecepatan cahaya inipun membuat heboh dunia karena
bertentangan dengan teori Newton.
Menurut Newton, jika sebuah benda yang sedang bergerak akan terus bergerak pada kecepatan
sama jika tidak ada gaya lain yang mempengaruhinya.
Jika kita memberikan gaya tambahan (secara terus menerus) pada benda yang bergerak itu,
maka gerakannya akan terus dipercepat.
Ini berarti kecepatannya terus bertambah sampai pada kecepatan tak hingga, asalkan kita terus
memberikan gaya yang dibutuhkan untuk mempercepat benda itu.
Einstein langsung menyatakan: “Newton, forgive me…” karena menurut Einstein ini tidak
mungkin terjadi!
Semakin besar kecepatan yang diinginkan semakin besar pula gaya yang harus diberikan.
Untuk mencapai kecepatan cahaya, kita harus memberikan energi dalam jumlah yang tak
hingga (infinite).
Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan karena energi hanya ada dalam jumlah tertentu (finite)
sebagai akibat dari Hukum Kekekalan Energi (energi tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan).
Jumlah energi yang tersedia tidak pernah bertambah sehingga kecepatan cahaya tidak mungkin
bisa dicapai.
Di samping Teori Relativitas Khusus, Einstein juga mengembangkan Teori Relativitas Umum
(The General Theory of Relativity).
Dalam teori ini Einstein memperhitungkan pengaruh gravitasi pada cahaya. Einstein
menunjukkan bahwa lintasan cahaya akan mengalami pembelokan ketika berada dekat dengan
benda-benda luar angkasa yang besar-besar itu.
7
Tahu nggak, teori ini berhasil lolos ujian yang amat sulit, yaitu ketika menentukan gerakan
presesi dari perihelion orbit planet Merkuri.
Kemudian pada tahun 1919 ketika terjadi gerhana matahari total di teluk Guinea, Afrika,
sekelompok ilmuwan Inggris berusaha membuktikan adanya pembelokan cahaya bintang ketika
berada dekat sekali dengan matahari seperti yang diramalkan oleh Teori Relativitas Umum
Einstein.
Para astronomer memotret berbagai posisi suatu bintang tertentu ke arah matahari dan
kemudian mengulangi 6 bulan kemudian. Ternyata ramalan Einstein benar. Saat itu Einstein
menjadi sangat terkenal.
Penulis, Prof. Yohanes Surya, Ph.D., adalah rector Surya University, Summarecon Serpong, Banten