efektifitas relaksasi benson dan kompres hangat …
TRANSCRIPT
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 |
Oktober 2018 | ISSN 2654-5411
EFEKTIFITAS RELAKSASI BENSON DAN KOMPRES HANGAT TERHADAP
NYERI ARTHRITIS RHEUMATOID PADA LANSIA DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA KARAWANG
Oop Ropei, Suharjiman, Ismi Dara Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
Email: [email protected]
ABSTRAK Arthritis rheumatoid adalah penyakit yang menyerang sendi dan tulang atau jaringan penunjang sekitar sendi.
Penatalaksanaan nyeri arthritis rheumatoid ada 2 penatalaksanaan yaitu farmakologi dan non farmakologi.
Relaksasi benson dan kompres hangat merupakan penatalaksanaan non farmakologi bagi lanjut usia yang
menderita nyeri arthritis rheumatoid. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan efektifitas relaksasi benson
dan kompres hangat dalam menurunkan nyeri arthritis rheumatoid pada lanjut usia di Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha (RPSTW) Karawang. Desain penelitian menggunakan quasi experiment pre-test post-test design.
Intervensi dilakukan 2 hari sekali selama 2 minggu. Populasi lanjut usia dengan arthritis rheumatoid, teknik
pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling berjumlah 22 responden, 11 responden intervensi
relaksasi benson dan 11 responden intervensi kompres hangat. Analisis uji T independent. Hasil penelitian pada
kelompok relaksasi benson terdapat rata-rata penurunan nyeri sebesar 3,00 (S.D ± 1,342) sedangkan pada
kelompok kompres hangat terdapat rata-rata penurunan nyeri sebesar 2,82 (S.D 1,471). Hasil Uji t independent tidak terdapat perbedaan rata-rata selisih nyeri yang bermakna antara kelompok
relaksasi benson dengan kompres hangat dalam menurunkan nyeri arthritis rhematoid (0,765>α=0,05). Disarankan
Panti RPSTW Karawang dapat menjadikan relaksasi benson dan kompres hangat sebagai intervensi alternatif
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri arthritis rheumatoid pada lanjut usia.
Kata kunci: arthritis rheumatoid, relaksasi benson, kompres hangat
ABSTRACT
Rheumatoid arthritis is a disease that attacks the joints and bones or supporting tissues around the joint.
There is two the pain managements of rheumatoid arthritis including pharmacology and non-pharmacology managements. Benson relaxation and warm compresses are non-pharmacological managements for elderly
people suffering from rheumatoid arthritis pain. The purpose of the study is to know a difference in the
effectiveness of benson relaxation and warm compresses in reducing the pain of rheumatoid arthritis in the elderly at Rumah Perlindungan Tresna Werdha (RPSTW) Karawang. Quasi experiment was used in the
reasearch with pre-test and post-test design. Interventions are performed twice daily for 2 weeks. The
population in this study was elderly with rheumatoid arthritis and sampling technique used consecutive
sampling with 22 respondents; 11 respondents with benson relaxation and 11 respondents with warm compresses interventions. The analysis used independent T test. The results showed that in the benson
relaxation group the average decreasing of pain was 3,00 (S.D ± 1,342) whereas in the warm compress
group the average of decreasing pain was 2.82 (S.D ± 1.471). Independent t-test results showed no significant difference in mean between the benson relaxation group with warm compresses in decreasing
rhematoid artritis pain (0.765> α = 0.05). It is suggested that panti RPSTW Karawang can give benson
relaxation and warm compress as an alternative intervention non-pharmacology to reduce rheumatoid
arthritis pain in elderly.
Keywords: rheumatoid arthritis, benson relaxation, warm compress
PENDAHULUAN
Dampak kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, di bidang kesehatan yaitu dengan
menurunnya angka kematian bayi dan anak,
perbaikan gizi dan sanitasi sehingga kualitas
dan usia harapan hidup (UHH) meningkat.
Hal ini berdampak kepada peningkatan jumlah
penduduk lanjut usia, bahkan pertumbuhannya
lebih cepat dan pesat (Nugroho, 2008).
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 226
Jl.Terusan Jenderal Sudirman – Cimahi 40533 Tlp: 0226631622 - 6631624
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
World Population Prospects (2012),
menjelaskan pertumbuhan penduduk Indonesia
antara tahun 2015 – 2020 memiliki rata-rata usia
harapan hidup sebesar 71,7%. Yang mengalami
peningkatan 1% dari tahun 2010 – 2015.
Meningkatnya UHH, akan menyebabkan jumlah
lanjut usia (lansia) dari tahun ketahun meningkat
(Kemenkes RI, 2012).
Data statistik Survei Penduduk Antar Sensus
di Indonesia (2005) jumlah penduduk sebanyak
213.375.287 orang, dengan penduduk lanjut usia
sebanyak 15.537.710 orang. Sementara menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) data sensus
penduduk pada tahun 2010 ada peningkatan
penduduk di Indonesia dengan pesat menjadi
sebanyak 237.641.326 orang, dengan jumlah
lanjut usia sebanyak 18.118.699 orang (BPS,
2010). Sedangkan pada tahun 2020-2025,
Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat
teratas negara dengan struktur dan jumlah lanjut
usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat,
dengan UHH di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).
Lanjut usia merupakan tahap dari proses
tumbuh kembang, yaitu berkembang dari bayi,
anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.
Proses tersebut adalah hal yang normal, dengan
perubahan fisik dan prilaku yang dapat
dipredikasi pada semua orang. Lanjut usia
merupakan proses yang alami ditentukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran secara bertahap baik
fisik, mental dan sosial. Batasan umur lanjut
usia menurut WHO meliputi : usia pertengahan
(middle age) dengan usia 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) antara 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) antara 75-90 tahun, dan sangat tua (very
old) diatas 90 tahun (Azizah, 2011).
Akibat proses alamiah yaitu proses menua
(Aging), lansia pada umumnya banyak
mengalami penurunan kondisi fisik,
psikologis, dan sosial yang saling berinteraksi
(Nugroho, 2000). Proses penuaaan tersebut
memiliki keterkaitan dengan perubahan
kondisi fisik pada lansia diantaranya adalah
kemampuan muskoloskeletal mengalami
penurunan ke arah yang lebih buruk.
Perubahan fungsi system muskoskeletal akan
menyebabkan perubahan secara degenaratif
dengan dengan keluhan rasa nyeri, kekakuan
pergerakan sendi, hilangnya gerakan dan
munculnya tanda-tanda inflamasi seperti nyeri
tekan, pembengkakkan yang mengakibatkan
terjadinya gangguan mobilitas (Nugroho,
2008).
Salah satu masalah kesehatan yang sering
dialami lanjut usia adalah arthritis rheumatoid (Azizah, 2011). Prevalensi arthritis
rheumatoid mencapai 23,6% sampai 31,3% di
Indonesia. Pada tahun 2009 terhadap 9
provinsi di Indonesia yang termasuk pada
katagori kasus penderita arthritis rheaumotoid
yaitu provinsi jawa tengah (38,6%) paling
banyak, papua barat (38,2%), NTT (38,0%),
Kalimantan selatan (35,8%), NAD (43,2%),
NTB (33,6%), sumatera barat (33%), bali
(32,6%), dan provinsi jawa barat (41,7%),
merupakan prevalensi kedua tertinggi di
Indonesia, sebanyak 22,3% dari 41,7% yang
mengalami arthritis rheumatoid kebanyakan
lanjut usia (Syafei, dalam Proceeding of
Rheumatologi, 2010).
Penyakit arthritis merupakan salah satu
penyebab utama lanjut usia terjadinya
disabilitas, selain stroke dan penyakit
kardiovaskular (Darmajo & Martono, 2004).
Penyakit arthritis rheumatoid merupakan
sekelompok penyakit (gabungan untuk lebih
dari seratus penyakit) yang memiliki
manifestasi klinis seperti nyeri pada sistem
musculoskeletal yang menahun, kekakuan
pada sendi, serta bengkak jaringan sekitar
tendon (Helmi, 2014).
Rheumatoid adalah sindrom dan golongan
penyakit sebagai perwujudan sindroma
rematik lebih banyak. Arthritis adalah radang
sendi yang mengakibatkan perubahan bentuk
sendi. Arthritis rheumatoid adalah penyakit
yang tidak diketahui penyebabnya yang
mengakibatkan inflamasi sistemik kronis,
dikarakteristik oleh kerusakan proliferasi
membran sinovial yang menyebabkan
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 227
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
kerusakan pada tulang sendi ankilosis
deformitas (Kushariyadi, 2010).
Dampak Arthritis rheumatoid pada lanjut
usia yaitu kualitas harapan hidup seperti
kelelahan yang demikian hebatnya mengalami
penurunan, menurunkan rentang gerak tubuh
dan nyeri pada pergerakan. Pada saat bangun
tidur pagi hari kekakuan akan bertambah berat,
disertai nyeri yang hebat pada awal gerakan
tetapi kekakuan dirasakan tidak berlangsung
lama yaitu seperempat jam. Kekakuan yang
terjadi di waktu pagi hari akan menyebabkan
berkurangnya kemampuan gerak ekstensi,
keterbatasan dalam mobilitas fisik dan efek
sistemik yang dapat menyebabkan kegagalan
organ dan kematian (Prices, 2005).
Nyeri pada Arthritis rheumatoid
disebabkan karena terjadinya inflamasi
sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya, atau terjadinya kerusakan dan
poliferasi pada membran sinovial yang
menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,
ankilosis dan deformitas. Mekanisme
imunologis tampak berperan penting dalam
memulai dan timbulnya penyakit Arthritis
rheumatoid. Arthritis rheumatoid adalah salah
satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantai oleh
imunitas (Ningsih & Lukman, 2011).
Nyeri kronis yang timbul apabila tidak
diatasi secara adekuat akan menimbulkan efek
membahayakan selain ketidaknyamanan.
Nyeri yang terjadi dalam waktu lama sering
mengakibatkan ketidakmampuan.
Kemungkinan klien tidak mampu melanjutkan
aktivitas dan melakukan hubungan
interpersonal sebelum nyeri berkurang atau
hilang. Ketidakmampuan dalam aktivitas fisik
sampai tidak mampu dalam memenuhi
kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau
makan (Smeltzer, 2013).
Nyeri yang disebabkan Arthritis
rheumatoid adalah nyeri kronis yang dapat
menyebabkan ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari dan dapat
menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada
lanjut usia. Lanjut usia yang merasakan nyeri
kronis seringkali mengalami periode remisi
yaitu gejala nyeri hilang sebagian atau
keseluruhan dan eksaserbasi. Sifat nyeri kronis
yang tidak dapat diprediksi ini membuat lanjut
usia frustasi dan seringkali cenderung mengarah
pada depresi psikologis. Selain itu timbul suatu
perasaan tidak aman karena tidak pernah tahu
apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari
(Mutaqqin, 2008).
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup
pendekatan farmakologi dan non farmakologi,
pendekatan farmakologi menggunakan obat-
obatan analgetik, anti inflamasi non steroid
(NSAIDs), opoid. Beberapa obat analgetik
memiliki efek samping pada ginjal dan hati.
Perawat memiliki peran untuk mengkaji
keefektifannya dan melaporkan jika intervensi
tersebut efektif atau menimbulkan efek
samping (Smeltzer, 2013).
Banyak lanjut usia dan anggota tim
kesehatan cenderung menyakini obat sebagai
satu-satunya cara untuk menghilangkan nyeri.
Namun begitu banyak kompetensi perawat
yang bersifat non farmakologis yang dapat
membantu menghilangkan nyeri diantara yaitu
dengan tekhik relaksasi, didalam teknik
relakasasi terdapat berbagai teknik antaranya
ada teknik relaksasi napas dalam, relaksasi
otot progresif, dan relaksasi benson, lalu ada
stimulasi kutaneus yaitu terapi kompres
hangat, (Smeltzer, 2013). Relaksasi napas
dalam adalah metode menurunkan nyeri
dengan cara pernapasan abdomen dengan
frekuensi lambat, perlahan, berirama, dan
nyaman sambil memejamkan mata. Distraksi
atau pengalihan perhatian yaitu menstimulasi
nyeri yang ditransmisikan ke otak melalui
stimulasi sistem kontrol desenden, yaitu suatu
sistem serambut yang berasal dari dalam otak
bagian bawah dan bagian tengah dan terakhir
pada serabut interneural inhibitor dalam kornu
dorsalis dari medula spinalis, (Smeltzer, 2002
dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Dalam
terapi relaksasi napas dalam terdapat
kontraindikasi yaitu tidak boleh diberikan
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 228
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
kepada klien yang mengalami sesak napas
(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Selain relaksasi napas ada pula teknik
relaksasasi otot progresif. Herodes (2010),
mengatakan teknik relaksasi otot progresif
adalah metode teknik relaksasi otot dalam yang
tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, dan
sugesti. Berdasarkan konsep bahwa tubuh
manusia dapat berespon pada kecemasan dan
kejadian yang merangsang pikiran yang
berdampak ketegangan otot (Davis, 1995).
Teknik relaksasi otot progresif yaitu
memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot
dengan memfokuskan perhatian kepada otot
yang tegang kemudian menurunkan ketegangan
secara perlahan-lahan dengan melakukan teknik
relaksasi dengan tujuan untuk mendapatkan
perasaan relaks. Teknik relaksasi otot progresif
merupakan terapi relaksasi yang diberikan
kepada klien dengan teknik menegangkan otot-
otot tertentu dan kemudian relaksasi. Relaksasi
progresif merupakan salah satu cara teknik
relaksasi dengan mengombinasikan latihan
napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan
relaksasi otot tertentu (Kustanti & Widodo, 2008
dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Dalam
relaksasi otot progresif terdapat kontraindikasi
yaitu lansia yang mengalami keterbatasan gerak,
misalnya tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan
lansia yang menjalani perawatan tirah baring
(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Selain kedua teknik diatas terdapat pula
teknik relaksasi benson yang merupakan
gabungan antara teknik respons relaksasi dan
sistem keyakinan individu / faith factor
(difokuskan pada ungkapan tertentu berupa
nama-nama Tuhan, atau kata yang memiliki
makna menenangkan bagi pasien itu sendiri)
yang diucapkan berulang-ulang dengan ritme
teratur disertai sikap pasrah (Benson &
Proctor, 2000 dalam Kosasih, 2015).
Menurut Benson (2000), menjelaskan
formula-formula tertentu yang dibaca
berulang-ulang dengan melibatkan unsur
keyakinan, keimanan terhadap agama, dan
kepada Tuhan yang diyakini akan
menimbulkan respons relaksasi yang lebih
kuat dibandingkan dengan sekadar relaksasi
tanpa melibat unsur keyakinan terhadap hal-
hal tersebut. Selain itu, efek penyembuhan
menghilangkan rasa nyeri (Benson & Proctor,
2000 dalam Kosasih, 2015).
Menurut Datak (2008), hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kombinasi teknik relaksasi
benson dan terapi analgesik lebih efektif untuk
menurunkan rasa nyeri pasca operasi pada
pasien TUR Prostat dibandingkan hanya terapi
analgesik saja (ρ=0,019).
Selain teknik relaksasi terdapat juga
stimulasi kutaneus yaitu kompres hangat yang
dapat membantu untuk menghilang nyeri.
Tindakan pemberian kompres hangat dapat
digunakan untuk mengurangi atau meredakan
rangsang pada ujung saraf atau memblokir arah
impuls nyeri yang menuju ke otak. Pemberian
kompres hangat pada daerah tubuh akan
menimbulkan sinyal ke hipotalamus melalui
sumsum tulang belakang. Ketika adanya
reseptor yang peka terhadap rangsangan panas di
hipotalamus dirangsang, sistem efektor
mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilastasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari
batangi otak, dibawah pengaruh hipotalamus
bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Hal ini akan menyebabkan aliran darah
sehingga sulpai oksigen ke jaringan lancar dan
metabolisme jaringan meningkat. jaringan
khususnya yang mengalami radang dan nyeri
diharapkan akan terjadi penurunan nyeri
sendi. Suhu untuk kompres hangat 380 – 400
C (Tamsuri, 2007).
Teori gate control mengatakan bahwa
kompres hangat menyebabkan pelepasan
endorfin suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh memblok transmisi stimulus
nyeri, neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat terhadap
pelepasan sustansi P, mengaktifkan serabut saraf
sensori A-beta yang lebih besar dan lebih
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 229
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
cepat, proses ini dapat menurunkan transmisi
nyeri melalui serabut C dan delta-A
berdiameter kecil, gerbang sinap menutup
transmisi nyeri (Potter & Perry, 2010).
Adapun menurut Hamranani (2015)
dengan sampel yang ditemukan 22 responden
di dapatkan ρ value 0,008 dimana ρ ≤ α 0,05,
maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh
yang signifikan pemberian teknik relaksasi
benson terhadap penurunan nyeri sendi pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abisoyo
Yogyakarta. Penelitian yang sudah dilakukan
oleh Wurangian (2014) dengan sampel 30
responden di dapatkan ρ value 0,000 dimana ρ
α 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat
pengaruh yang signifikan pemberian kompres
hangat terhadap penurunan skala nyeri sendi
pada penderita gout arthritis di wilayah kerja
puskesmas bahu manado.
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan
pada Sub Unit Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha Karawang (RPSTW) pada
tanggal 13 Maret 2017. Dari hasil studi
pendahuluan, didapatkan data jumlah penghuni
adalah 65 orang pada tahun 2017 dengan 40
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian Quasi Experiment dengan desain
pre test post test designs yaitu dengan cara
memberikan perlakuan pada lebih dari satu
kelompok, dengan bentuk perlakuan yang
berbeda. Rancangan penelitian ini, kedua
kelompok diberikan perlakukan dan peneliti
melakukan pengukuran nyeri arthritis
rheumatoid sebelum (pre test) dan sesudah
diberikan perlakuan (post test) relaksasi
benson dan kompres hangat. Relaksasi benson
dilakukan 2 hari sekali dengan durasi waktu
10-20 menit selama 2 minggu. Sedangkan
kompres hangat dilakukan satu kali sehari
dengan durasi 20-30 menit dalam 2 minggu.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
lanjut usia yang menderita penyakit arthritis
rheumatoid sebanyak 30 orang lanjut usia.
Teknik pengambilan sampel penelitian ini
lanjut usia perempuan dan 25 lanjut usia laki-
laki. Dari wawancara yang dilakukan terhadap
salah satu tenaga kesehatan didapatkan
keterangan bahwa banyak lansia penghuni
RPSTW Karawang yang memiliki penyakit
arthritis rheumatoid sebanyak 30 lanjut usia,
adapun terapi yang diberikan pada lanjut usia
yang mengalami arthritis rheumatoid
diantaranya adalah obat-obat analgesik dan obat
oles penghilang nyeri. Wawancara dilakukan
kepada 10 orang lanjut usia 8 diantaranya
mengeluh pegal-pegal, ngilu, kaku pada daerah
ektremitas bawah, dan nyeri saat akan
digerakkan. Beberapa diantara mereka ada yang
membiarkan rasa nyeri nya hingga hilang, ada
yang meminum obat analgetik, ada yang memijit
kakinya hingga nyeri sedikit berkurang, ada juga
yang mengoleskan obat oles penghilang nyeri ke
kaki mereka.
Tujuan penelitian untuk mengetahui
keefektifan relaksasi benson dan kompres
hangat dalam menurunkan nyeri artritis
rhematoid pada lanjut usia di Subunit Rumah
Perlindungan Sosial Tresna Werdha
Karawang (RPSTW).
adalah non probability sampling dengan metode
consecutive sampling. Jumlah sampel peneliti
menggunakan standar deviasi berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sunarti, &
Lestari (2014) dan Fanada (2012). Perbedaan
rata-rata kelompok (X1 - X2) = 2,7 – 2,25 dan
standar deviasi untuk keseluruhan Sp
0,3, zα dua arah dengan tingkat kesalahan 5%
yaitu zα = 1,960, zβ dua arah dengan tingkat
kesalahn 10% yaitu zβ = 1,645. Besar sampel
yaitu 11 responden, maka jumlah responden
untuk intervensi relaksasi benson 11 responden
dan 11 responden untuk kelompok intervensi
kompres hangat. Jadi jumlah sampel
keseluruhan adalah 22 responden.
Instrumen yang digunakan yaitu lembar
observasi standar operasional prosedur untuk
perlakuan kepada klien dan alat ukur
Numerical Rating Scale yang dikembangkan
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 230
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
oleh McCaffery, yaitu suatu alat yang meminta
pasien untuk menilai rasa nyeri sesuai dengan
level intensitas nyerinya dan memberi
kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri pada skala numeral dari 0-10.
Skala nyeri tersebut akan dikelompokan menjadi
2 pengukuran. Pengukuran pertama
adalah pretest sedangkan pengukuran kedua
adalah post test yang berdasarkan pada
penilaian skor skala nyeri 0-10.
Uji statistik yang dilakukan untuk
mengukur kemaknaan efektivitas relaksasi
benson dan kompres hangat dengan
menggunakan uji t-test independen
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid sebelum dilakukan relaksasi benson dan kompres
hangat pada lanjut usia di RPSTW Karawang tahun 2017
Tabel 1.1 Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid sebelum dilakukan relaksasi benson dan kompres
hangat pada lanjut usia di RPSTW Karawang
Variabel N Mean SD Minimal - maksimal
Nyeri arthritis rheumatoid sebelum 11 6,45 1,572 4-8 relaksasi benson
Nyeri arthritis rheumatoid sebelum 11 5,09 1,221 4-8
kompres hangat
Hasil pada tabel 1.1 didapatkan pada nyeri
sebelum dilakukan relaksasi benson diperoleh
rata-rata 6,45, dengan standar deviasi 1,572
dengan skala nyeri minimal 4 dan maksimal 8.
Dengan estimasi interval disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata nyeri sebelum
dilakukan relaksasi benson pada lanjut usia di
RPSTW Karawang tahun 2017 adalah diantara
5,40 – 7,51. Nyeri
sebelum dilakukan kompres hangat diperoleh
rata-rata 5,91, dengan standar deviasi 1,221
dengan skala nyeri minimal 4 dan maksimal Dengan estimasi interval disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata nyeri
sebelum dilakukan kompres hangat pada
lanjut usia di RPSTW Karawang tahun 2017
adalah diantara 5,09 – 6,73.
Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid sesudah dilakukan relaksasi benson dan kompres
hangat pada lanjut usia di RPSTW Karawang tahun 2017
Tabel 1.2 Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid sesudah dilakukan relaksasi benson dan kompres hangat pada lanjut usia di RPSTW Karawang
Variabel N Mean SD Minimal - maksimal
Nyeri arthritis rheumatoid sesudah 11 3,00 1,342 1-5 relaksasi benson
Nyeri arthritis rheumatoid sesudah 11 2,82 1,471 1-5
kompres hangat
Hasil pada tabel 4.2 didapatkan pada
nyeri sesudah dilakukan relaksasi benson
diperoleh rata-rata 3,00, dengan standar
deviasi 1,342 dengan skala nyeri minimal 1
dan maksimal 5. Dengan estimasi interval
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
rata-rata nyeri sesudah dilakukan relaksasi
benson pada lanjut usia di RPSTW
Karawang tahun 2017 adalah diantara
2,10-3,90. Nyeri sesudah dilakukan
kompres hangat diperoleh rata-rata 2,00,
dengan standar deviasi 1,471 dengan skala
nyeri minimal 1 dan maksimal 5. Dengan
estimasi interval disimpulkan bahwa 95%
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 231
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
diyakini bahwa rata-rata nyeri sesudah
dilakukan kompres hangat pada lanjut usia .
di RPSTW Karawang tahun 2017 adalah
diantara 1,83-3,81
3. Perbandingan efektifitas relaksasi benson dan kompres hangat terhadap nyeri arthritis
rheumatoid pada lanjut usia di RPSTW Karawang tahun 2017
Tabel 1.3 Perbandingan efektifitas relaksasi benson dan kompres hangat terhadap nyeri arthritis rheumatoid pada lanjut usia di RPSTW Karawang
Variabel N Mean SD Pvalue T hitung
Relaksasi benson 11 3,00 1,342 0,765 0,303 Kompres hangat 11 2,82 1,471
Hasil pada tabel 1.3 didapatkan bahwa
rata-rata nyeri arthritis rheumatoid dengan
relaksasi benson pada lanjut usia adalah
3,00 dengan standar deviasi 1,342,
sedangkan untuk kompres hangat rata-rata
nyeri arthritis rheumatoid pada lanjut usia
adalah 2,82 dengan standar deviasi 1,471.
PEMBAHASAN
Terdapat dua transmiter impuls nyeri di
dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk
menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi lain
seperti, rasa hangat, rasa dingin, sentuhan, dan
sebagainya. Reseptor berdiameter kecil yaitu
serabut A-delta dan serabut C dapat berfungsi
untuk mentranmisikan nyeri yang keras dan
reseptor ini berupa ujung saraf bebas yang
berada di semua permukaan kulit dan pada
struktur tubuh yang lebih dalam yaitu endon,
fasia, dan tulang serta organ-organ interna.
Sedangkan implus yang berdiameter besar
seperti serabut A-beta memiliki reseptor pada
struktur permukaan tubuh dan fungsinya
mentransmisikan sensasi lain seperti sensasi
getaran, sentuhan, sensasi panas atau dingin,
serta terhadap tekanan halus. Impuls A-beta
memiliki sifat inhibitori atau penghambat
yang ditransmisikan ke serabut C dan A-delta
(Tamsuri, 2012).
Menurut teori gate control theory, sensasi
nyeri bergantung kepada kerja serat saraf besar
dan kecil dimana keduanya berada di dalam akar
ganglion dorsalis. Apabila ada rangsangan
Hasil uji t pada bagian equal variance
diperoleh p value = 0,765 (p<α = 5%) dan nilai
Thitung 0,303 (Thitung ≤ Ttabel = 2,074)
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan
rata-rata nyeri arthritis rheumatoid dengan
relaksasi benson dan kompres hangat pada
lanjut usia di Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha Karawang tahun 2017.
pada serat saraf besar maka akan
meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa
yang akan berdampak tertutupnya pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat
dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut
terhambat. Rangsangan serat besar akan
langsung merangsang korteks serebri. Hasil
persepsi ini selanjutnya akan dikembalikan ke
dalam medulla spinalis melalui serat eferen
dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.
Adanya rangsangan terhadap serat kecil akan mengakibatkan terhambatnya aktivitas
substansia gelatinosa dan akan membuka
pintu mekanisme, sehingga dapat merangsang
aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangan nyeri (Hidayat,
2005).
Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri
seperti tahap perkembangan, lingkungan dan
individu pendukung, pengalaman nyeri
sebelumnya, serta ansietas dan stress (Iqbal,
2014). Seseorang yang pernah berhasil
mengatasi nyeri dimasa lalu saat merasakan
nyeri maka akan lebih mudah mengatasinya.
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 232
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri
tergantung pengalaman dimasa lalu dalam
mengatasi nyeri, sehingga untuk itu
diperlukan hal dalam manajemen nyeri yaitu
pendekatan farmakologi dan non farmakologi.
Pendekatan farmakologi merupakan tindakan
kolaborasi antara perawat dengan dokter yang
menekankan pada pemberian obat yang
mampu menghilangkan nyeri sedangkan
pendekatan non-farmakologi tanpa memakai
obat-obatan melainkan dari suatu terapi
tertentu yang dapat menghilangkan nyeri
(Tamsuri, 2007).
Relaksasi merupakan terapi perilaku-
kognitif pada intervensi non farmakologis
yang dapat mengubah persepsi pasien tentang
nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi
pasien rasa pengendalian yang lebih besar
terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
Relaksasi benson merupakan terapi
komplementer untuk mengurangi nyeri.
Konsep terapi relaksasi benson merupakan
bagian dari teori self care yang dikemukakan
oleh Orem. Teori self care menjelaskan bahwa
merawat diri adalah suatu perilaku yang
dipelajari setiap individu untuk
mempertahankan hidup, kesehatan dan
kehidupan maupun kehidupan agar lebih baik
(Tommey & Aliigoog, 2006 dalam Datak,
2008).
Good (1999) menjelaskan bahwa mekanisme
efek relaksasi terhadap nyeri yaitu dengan
menghambat implus noxius pada sistem kontrol
desending (gate control theory). Ketika
relaksasi, thalamus secara selektif memilih dan
merubah suara-suara ke prefrontal cortex
dibagian otak mengirim sinyal pesan atau
informasi yang menghambat implus nyeri secara
langsung. Otak sebagai penghambat implus yang
menutup pintu transmisi pada implus noxius,
maka sebagai akibatnya terjadi aktifitas
parasimpatik. Relaksasi akan menimbulkan
respon fisiologis seperti penurunan denyut nadi,
penurunan konsumsi oksigen, penurunan
tegangan otot. Selain itu, relaksasi akan
berdampak terhadap respon
psikologis yaitu menurunkan stress,
kecemasan, depresi, dan penerimaan terhadap
kontrol nyeri (Benson, 2000 dalam Datak,
2008).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian Hamranani (2015) dengan sampel
yang ditemukan 22 responden di dapatkan ρ
value 0,008 dimana ρ ≤ α 0,05, maka H0
ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pemberian relaksasi
benson terhadap penurunan nyeri sendi pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Abisoyo
Yogyakarta.
Selain relaksasi benson terdapat pula
kompres hangat hangat yang dapat digunakan
untuk menurunkan nyeri. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Wurangian (2014) dengan besar
sampel 30 responden dengan hasil ρ value 0,000
dimana ρ ≤ α 0,05 maka dapat disimpulkan
terdapat pengaruh yang signifikan pemberian kompres hangat terhadap
penurunan skala nyeri sendi pada penderita
gout arthritis di wilayah kerja Puskesmas
Bahu Manado.
Tindakan kompres hangat dilakukan untuk
mengurangi dan meredakan rangsangan pada
ujung saraf atau memblokir arah berjalannya
impuls nyeri ke otak. Pemberian kompres
hangat pada daerah tubuh yang mengalami
nyeri akan memberikan sinyal ke hipotalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika
reseptor peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, dimana sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilastasi perifer.
Perubahan ukuran diameter pembuluh darah
diatur oleh pusat vasomotor yang berada di
medulla oblongata di batang otak, dibawah
pengaruh hipotalamus bagian anterior
sehingga terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini
menyebabkan aliran darah sehingga sulpai
oksigen ke jaringan lancar dan metabolisme
jaringan meningkat. jaringan khususnya yang
mengalami radang dan nyeri diharapkan akan
terjadi penurunan nyeri sendi (Tamsuri, 2007).
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 233
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
Pemberian kompres hangat dapat
menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh
darah yang akan mengakibatkan sirkulasi
darah meningkat. Secara fisilogis tubuh akan
merespon terhadap panas yaitu dengan
pelebaran pembuluh darah, menurunkan
kekentalan darah, menurunkan ketegangan
otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon
panas inilah yang dipergunakan untuk
keperluan terapi pada berbagai kondisi dan
keadaan yang terjadi dalam tubuh dalam hal
ini dapat dipergunakan untuk mengurangi
nyeri dan kekakuan pada persendian (Kozier
et all, 2010).
Teori gate control mengatakan bahwa
kompres hangat menyebabkan pelepasan
endorfin suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh memblok transmisi stimulus
nyeri, neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan
sustansi P, mengaktifkan serabut saraf sensori
A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, proses
ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut
dan delta-A berdiameter kecil, gerbang sinap
menutup transmisi nyeri (Potter & Perry,
2010). Hasil penelitian Wurangian (2014) dengan
Sampel 30 responden di dapatkan ρ value
0,000 dimana ρ ≤ α 0,05 maka disimpulkan
terdapat pengaruh yang signifikan pemberian
KESIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid pada
lanjut usia di RPSTW Karawang sebelum
relaksasi benson (intervensi 1) adalah 6,45,
sedangkan nyeri arthritis rheumatoid pada
lanjut usia sebelum kompres hangat
(intervensi 2) adalah 5,09.
Rata-rata nyeri arthritis rheumatoid pada
lanjut usia di RPSTW Karawang sesudah
relaksasi benson (intervensi 1) adalah 3,00,
kompres hangat terhadap penurunan skala
nyeri sendi pada penderita gout arthritis di
wilayah kerja puskesmas bahu manado.
Hasil penelitian ini dapat dianalisis bahwa
dengan melakukan relaksasi benson dan
kompres hangat dapat menurunkan nyeri
arthritis rheumatoid pada lanjut usia. Akibat
proses alamiah yaitu proses menua (Aging),
lansia pada umumnya banyak mengalami
penurunan termasuk sistem muskuloskeletal.
Penurunan fungsi muskoskeletal akan
menyebabkan terjadinya perubahan secara
degenaratif yang dirasakan dengan keluhan
nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan dan tanda-
tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai pula dengan pembengkakkan yang
mengakibatkan terjadinya gangguan mobilitas.
Relaksasi akan menimbulkan respon
fisiologis seperti penurunan denyut nadi,
penurunan konsumsi oksigen dan penurunan
tegangan otot. Sedangkan kompres hangat
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
yang akan menjadikan adanya peningkatan
sirkulasi darah. Secara fisilogis tubuh akan
berespon terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran diameter pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah dan
menurunkan ketegangan otot. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa relaksasi benson dan
kompres hangat dapat membantu mengurangi
atau meminimalkan nyeri.
sedangkan nyeri arthritis rheumatoid pada
lanjut usia sesudah kompres hangat
(intervensi 2) adalah 2,82. Tidak terdapat perbedaan penurunan nyeri
arthritis rheumatoid antara relaksasi
benson dan kompres hangat dengan nilai
statistik p value = 0,765 (p>α=0,05) dan
nilai Thitung 0,303 (Thitung ≤ Ttabel = 2,074).
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 234
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
SARAN
1. Bagi institusi pendidikan Penelitian tentang perbedaan efektifitas
relaksasi benson dan komperes hangat
pada lanjut usia diharapkan dapat menjadi
keterampilan dasar dalam intervesi
menurunkan nyeri arthritis rheumatoid
dalam asuhan keperawatan gerontik.
2. Bagi RPSTW Karawang Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan masukan
khususnya untuk membuat kebijakan
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdullilah penulis dapat
menyelesaikan penelitian, pada kesempatan
ini penulis menyadari bahwa selama
penyusunan penelitian ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan. Namun, berkat
bantuan, pengarahan dan bimbingan berbagai
pihak penulis dapat penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih yang tulus dan ikhlas kepada:
Gunawan Irianto dr., M.Kes (MARS), selaku
ketua Stikes Jenderal Achmad Yani
Cimahi, sebagai pemberi izin penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2014. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineke Cipta Asmadi. 2008. Tekhnik prosedural
keperawatan konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Jakara : Salemba
Medika Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.
Yogyakarta : Graha Ilmu Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan.
Bandung : PT Refika Aditama Dahlan. 2013. Besar Sampel dan Cara
Pengambilan Sampel: Dalam Penelitian
standar operasional prosedur dalam upaya
menangani nyeri pada lanjut usia dengan
arthritis rheumatoid dengan menggunakan
terapi relaksasi benson dan kompres hangat. 3. Bagi perawat dan tenaga kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat
menambah keterampilan dasar bagi
perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dalam memberikan intervensi kesehatan
pada pasien yang mengalami nyeri artritis
rhematoid.
Oop Ropei, M.Kep., Ns., Sp.Kep. Kom.,
selaku kepala LPPM Stikes Jenderal
Achmad Yani Cimahi, sebagai pemberi
dana penelitian dan publikasi Serta semua pihak yang telah memberikan
bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada penulis selama
penyusunan penelitian ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terimakasih untuk
semangat dan doanya.
Semoga Allah SWT membalas budi baik
dan memberikan pahala yang berlipat ganda
oleh-Nya atas segala kebaikan yang diberikan
kepada peneliti
Kedokteran dan Kesehatan Edisi 3. Jakarta
: Salemba Medika Darmojo, & Martono. 2006. Geriatric Edisi
ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta Datak, 2008. Efektifitas Relaksasi Benson
Terhadap Nyeri Pasca Bedah Pada Pasien
Tur Prostat Di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta. Tesis Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia Jakarta Fanada, & Muda. 2012. Pengaruh Kompres
Hangat Dalam Menurunkan Skala Nyeri
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 235
Efektifitas Relaksasi Benson Dan Kompres Hangat Terhadap Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Karawang
Pada Lansia Yang Mengalami Nyeri
Rematik Di Panti Sosial Tresna Werdha
Teratai Palembang. Tersedia:
http://server2.docfoc.com/uploads/Z2015/1
2/04/qhJrH377dn/eea26eb059f3ef5ff0a8ec
36bd4948d8.pdf (Diperoleh: 05 Maret
2017)
Hamranani. 2015. Relaksasi Benson Dapat
Menurunkan Nyeri Sendi Pada Lansia.
Tersedia :
ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/triage
/article/download/192/190 (Diperoleh: 06
Maret 2017)
Hidayat, & Uliyah. 2008. Praktikum
Keterampilan Dasar Praktik Klinis
Aplikasi Dasar-Dasar Kebidanan. Jakarta :
Salemba Menika
Hidayat. 2007. Pengantar Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta : Jakarta
Hidayat. 2014. Metode Penelitian Kebidanan
dan Teknik Analisa Data. Jakarta :
Salemba Medika
Inayati. 2012. Pengaruh Teknik Relaksasi
Benson Terhadap Tingkat Depresi Lanjut
Usia Umur 60-70 Tahun di UPT
Pelayanan
Sosial Lanjut usia. Tersedia:
http://dspace.unej.ac.id/bitstream/handle/1
23456789/7721/Nur%20Inayati%20-
%20072310101028_1.pdf?sequence=1(Di
peroleh 08 Maret 2017) Kozier, B., Erb, G., Berman, A & Synder, S,J.
2010. Buku ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep Proses Dan Praktik
Edisi 7 Vol 1. Jakarta : EGC Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan
pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika Lukman, & Ningsih, N. 2012. Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: Salemba Medika
Maryam. 2012. Mengenal Usia Lanjut Dan
Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Mutaqqin. 2008. Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: Salemba Medika
Nugrahaeni. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cimahi : Stikes A. Yani Press
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik Dasar. Jakarta : EKG
Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba
Medika Oka, & Novitasari. (2013). Pengaruh teknik
Relaksasi Benson Terhadap Penurunan
Tingkat Stres Lansia Di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Semarang : Stikes Ngudi Waluyo Ungaran Potter & perry. 2010. Fundametal of nursing
edisi 7. Jakarta: Salemba medika Prasetyo. 2010. Konsep Dan Proses
Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Prices. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Vol 7 Edisi 6. Jakarta : EGC
Purwaningsih, P. (2008). Efektifitas
Penerapan Tehnik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia
Penderita Arthritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangayu Semarang Riyanto, Agus .2011. Aplikasi metodologi
penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha
medika
Riyanto, Agus .2011. Pengolahan Dan Anslisis
Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika
Rosyidi. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta : CV
Trans Info Media Setyoadi, & Kushariyadi. 2011. Terapi
Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Jakarta : EGC
Solehati & Kosasih. 2015. Konsep & Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama
Standley, & Beare. 2006. Keperawatan
Gerontik. Jakarta : EGC Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif dan R&D. Jakarta : Alfabeta
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |
Halaman 236
Sunaryo, & Lestarai. 2014. Pengaruh
Relaksasi Benson Terhadap penurunan
Skala Nyeri Dada Kiri Pada Pasien Acute
Myocardial Infarc Di RS Dr Moewardi
Surakarta. Tersedia:
http://download.portalgaruda.org/article.ph
p?article=403725& (Diperoleh 05 Maret
2017)
Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan
Nyeri. Jakarta : EGC
Wungangian, & Bidjuni. 2014. Pengaruh
Kompres Hangat Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado. Tersedia :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/ar
ticle/view/5264 (Diperoleh: 06 Maret 2017)
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |
Halaman 237