efek protektif sari buah naga merah terhadap ... · -oxidative and anti-inflammatory activities....
TRANSCRIPT
EFEK PROTEKTIF SARI BUAH NAGA MERAH TERHADAP
KARDIOTOKSISITAS YANG DIINDUKSI DOKSORUBISIN
PADA TIKUS
MIRANTI FARDESIANA PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Protektif Sari
Buah Naga Merah terhadap Kardiotoksisitas yang Diinduksi Doksorubisin pada
Tikus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Miranti Fardesiana Putri
NIM B04120169
ABSTRAK
MIRANTI FARDESIANA PUTRI. Efek Protektif Sari Buah Naga Merah
terhadap Kardiotoksisitas yang Diinduksi Doksorubisin pada Tikus. Dibimbing
oleh BAYU FEBRAM PRASETYO dan VETNIZAH JUNIANTITO.
Doksorubisin (DOK) adalah obat antikanker yang sangat efektif namun
pemakaian obat ini terbatas karena efek kardiotoksik. Buah naga banyak
ditemukan di berbagai negara dan diketahui mengandung anti-oksidatif dan anti-
inflamasi. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengeksplorasi aspek
patomorfologi dari pemberian dari sari buah naga merah terhadap kardiotoksisitas
yang diinduksi doksorubisin. Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus jantan
galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 3 kelompok: kelompok perlakuan
NaCl (Kelompok 1), kelompok DOK (Kelompok 2), dan kelompok DOK + sari
buah naga merah (Kelompok 3). Kardiotoksisitas diinduksi dengan penyuntikan
secara intraperitoneal pada dosis 4 mg/kg bobot badan (BB) dan sari buah
diberikan secara oral dengan dosis 2 ml/500 gram BB, tiga kali sehari selama 4
minggu. Perubahan histopatologi berupa hemoragi, nekrosa miokardial, dan
infiltrasi sel radang (khususnya limfosit dan makrofag). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah fokus nekrotik, limfosit, dan makrofag pada
kelompok 3 secara signifikan lebih rendah (p<0.05) dibandingkan dengan
kelompok 2. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dari fibrosis di antara
semua kelompok. Dapat disimpulkan pemberian sari buah naga merah dapat
mengurangi kerusakan jaringan dan inflamasi akibat kardiotoksisitas yang
diinduksi doksorubisin.
Kata kunci: doksorubisin, kardioprotektor, sari buah naga merah
ABSTRACT
MIRANTI FARDESIANA PUTRI. The Protective Effects of Red Pitaya Juice
against Doxorubicin-induced Cardiotoxicity in Rats. Supervised by BAYU
FEBRAM PRASETYO and VETNIZAH JUNIANTITO.
Doxorubicin (DOX) is a highly effective anti-cancer drug with limited
clinical use due to its serious cardiotoxicity. Pitaya fruit widely found worldwide
and considered to possess anti-oxidative and anti-inflammatory activities. The aim
of this study was to explore the pathomorphological aspects of red pitaya juice
treatment on Dox-induced cardiac toxicity. The experiment used 18 male
Sprague-Dawley rats that were divided into three groups: saline treatment (Group
1), DOX treatment (Group 2), Dox+red pitaya fruit juice treatment (Group 3).
Cardiotoxicity was induced with single intraperitoneal injection of doxorubicin at
dose of 4 mg/kg body weight (BW), once a week and juice was given orally to
rats at dose of 2 ml/500 gram BW, three times daily for 4 weeks. Dox-induced
cardiotoxicity was confirmed by histopathological studies. The histopathological
changes observed in DOX-treated rats were hemorrhages, myocardial necrosis,
and inflitration of inflammatory cells (particularly lymphocytes and
macrophages). The results showed that the number of necrotic foci, lymphocytes,
and macrophages in group 3 were significantly lower (p<0.05) as compared with
those in group 2. However there were no significant differences of fibrosis scoring
among all groups. Conclusively, red pitaya juice treatment ameliorates tissue
damages and inflammation due to doxorubicin-induced cardiotoxicity.
Keywords: cardioprotector, doxorubicin, red pitaya juice
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
EFEK PROTEKTIF SARI BUAH NAGA MERAH TERHADAP
KARDIOTOKSISITAS YANG DIINDUKSI DOKSORUBISIN
PADA TIKUS
MIRANTI FARDESIANA PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Efek Protektif Sari Buah Naga Merah
terhadap Kardiotoksisitas yang Diinduksi Doksorubisin pada Tikus” ini dapat
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bayu Febram Prasetyo, S.Si,
Apt, M.Si dan Bapak Drh Vetnizah Juniantito, Ph.D, APVet selaku pembimbing.
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Drh Mirnawati Bachrum
Sudarwanto selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih juga penulis
ucapkan kepada staf Laboratorium Farmasi Divisi Penyakit Dalam dan
Laboratorium Histopatologi Divisi Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB
yang telah membantu proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Miranti Fardesiana Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
Hipotesa Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Morfologi Jantung 2
Doksorubisin dan Efek Kardiotoksisitas 3
Buah Naga Merah 3
Tikus Putih 4
METODE 4
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil Evaluasi Histopatologi Jantung 7
SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
RIWAYAT HIDUP 13
DAFTAR TABEL
1 Kriteria skoring fibrosis interstisial jantung dengan perwarnaan
Masson’s Trichome 6 2 Jumlah fokus nekrotik, limfosit, dan makrofag dari tiga perlakuan 8 3 Hasil penilaian fibrosis interstisial jantung 9 4 Hasil uji skrining fitokimia sari buah naga merah 10
DAFTAR GAMBAR
1 Histopatologi organ jantung. Perwarnaan HE 7 2 Histopatologi organ jantung. Pewarnaan Masson's Trichome 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Doksorubisin atau DOK adalah obat antikanker golongan antrasiklin yang
sering digunakan dalam kemoterapi. Namun, penggunaan doksorubisin masih
terbatas karena mempunyai efek toksik terhadap organ tubuh, diantaranya jantung.
Menurut Martha et al. (2007) prevalensi kejadian kardiotoksisitas pada
penggunaan kemoterapi golongan antrasiklin cukup tinggi yaitu 86,8 %. Carvalho
et al. (2014) menambahkan penyebab utama efek toksik dikarenakan adanya stres
oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu kondisi dimana tingkat radikal bebas lebih
tinggi daripada tingkat antioksidan dalam tubuh. Antioksidan adalah senyawa
nutrisi yang dapat menekan radikal bebas sehingga dapat mengurangi kerusakan
oksidatif dalam tubuh (Hery 2007). Efek toksik dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis dan perubahan struktur histologi jantung (Kanu et al. 2010). Selain itu,
hasil penelitan dari Swamy et al. (2012) memperlihatkan perubahan gambaran
histopatologi dari miokardial yang dinduksi oleh doksorubisin berupa sel-sel
bervakuola dan hilangnya miofibrin.
Salah satu cara untuk mengurangi kardiotoksisitas dari penggunaan
doksorubisin yaitu dengan mengonsumsi senyawa yang bersifat sebagai
antioksidan. Saat ini buah naga merah banyak dibudidayakan di Indonesia.
(Umayyah et al. 2007). Buah naga merah diketahui mengandung senyawa
antioksidan seperti flavonoid. Kandungan betasianin dan flavonoid pada buah
naga merah dapat ditemukan pada daging buah (Wu et al. 2006). Daging buah
naga merah sebagai sumber fitokimia bioaktif dan antioksidan yang baik.
Berdasarkan hal di atas pemberian sari buah naga merah diharapkan dapat
mengurangi efek kardiotoksik akibat penggunaan doksorubisin. Penelitian
mengenai efek protektif sari buah naga merah terhadap kardiotoksisitas yang
diinduksi doksorubisin pada tikus sangat bermanfaat untuk dikaji lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek protektif sari buah naga
merah terhadap kardiotoksisitas yang disebabkan oleh induksi doksroubisin.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek
protektif sari buah naga merah terhadap kardiotoksisitas yang disebabkan induksi
doksorubisin.
.
2
Hipotesa Penelitian
Hipotesa terhadap penelitian ini adalah:
H0 : Pemberian sari buah naga merah tidak dapat mengurangi efek kardiotoksik
pada tikus yang diinduksi oleh doksorubisin.
H1 : Pemberian sari buah naga merah dapat mengurangi efek kardiotoksik pada
tikus yang diinduksi oleh doksorubisin.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Jantung
Jantung adalah organ berongga dan memilik empat ruang yang terletak
antara kedua paru-paru di bagian tengah rongga toraks (Sloane 2004). Jantung
memompa darah dan menyalurkannya ke jaringan dan organ melalui pembuluh
darah. Organ jantung merupakan organ muskular yang dibagi atas 3 bagian yaitu
endokardium, miokardium, dan perikardium. Ketebalan dan komposisi dari tiap
bagian jantung bervariasi. Bagian yang paling tebal adalah ventrikel dan yang
tipis adalah atrium (William dan Linda 2012). Miokardium mengisi sebagian
besar struktur jantung. Sel otot jantung pada bagian atrium memproduksi hormon
seperti atrial natriueretik polipeptida. Hormon ini dilepas ke kapilari jantung dan
memengaruhi tekanan darah dan keseimbangan elektrolit (Eurell 2004).
Perubahan morfologi jaringan jantung dapat dilihat pada sel miokardium
dan jaringan interstisial. Perubahan bentuk sel berupa miofibril mengalami
atenuasi, dan berwarna pucat, serta perubahan inti sel juga sering terlihat pada
kardiomiopati. Nukleus mengalami deformasi, hiperkromasi dengan kromatin
yang berpola tidak beraturan. Perubahan nukleus menyebabkan kerusakan sel
pada organ jantung bersifat irreversible. Pembentukan kolagen fibrilogenesis
dapat terlihat pada jaringan intersitisial jantung (Radu et al. 2012). Organel
jantung yang paling banyak mengalami kerusakan adalah mitokondria dan
retikulum sarkoplasma. Kerusakan organel sel akan mengakibatkan kerusakan
miokard yang mengakibatkan disfungsi miokardium. Otot jantung mengandung
katalase dalam jumlah yang sedikit, sehingga jantung lebih rentan terhadap stres
oksidatif dibandingkan organ lainnya (Siahaan 2007).
Doksorubisin dan Efek Kardiotoksisitas
Antrasiklin adalah obat kemoterapi yang dihasilkan oleh berbagai spesies
streptomyces dan mempunyai peran penting dalam pengobatan kanker. Salah satu
obat yang termasuk golongan antrasiklin ini adalah doksorubisin. Beberapa
antibiotik seperti doksorubisin yang karena sifat toksiknya tidak digunakan untuk
penanganan infeksi bakteri ternyata dapat dipakai untuk terapi sitostatika.
Mekanisme kerja antibiotik ini adalah mempengaruhi sintesis DNA dan RNA.
Antibiotik ini dapat memutuskan rantai tunggal dan ganda DNA. Selain itu
antrasiklin juga mengubah fungsi membran sel. Doksorubisin digunakan untuk
leukosis akut, limfogranulomatosis, karsinoma dan sarkoma (Ernst 1999).
3
Pengobatan dengan doksorubisin sering menimbulkan efek toksik terhadap
organ tubuh seperti jantung. Efek toksik berupa disfungsi miokard yang
diakibatkan oleh doksorubisin kemungkinan disebabkan oleh radikal bebas yang
terbentuk, gangguan fungsi adrenergik, terbentuknya peroksida lipid, gangguan
transportasi kalsium dalam sarcollemma, lepas TNFα, interleukin-2, dan sitokin
(Siahaan 2007). Mekanisme stres oksidatif adalah mekanisme yang paling sering
mengakibatkan kerusakan jantung. Stres oksidatif merupakan keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan produksi radikal bebas dan kemampuan tubuh untuk
menetralisir efek radikal bebas dengan antioksidan. Mekanisme doksorubisin
menginisiasi terbentuknya reactive oxygen species (ROS) diperantarai oleh zat
besi yang membentuk kelat doksorubisin-besi dan menghasilkan radikal bebas
(Elisabeth dan David 2002).
Hasil penelitian Zhou et al. (2001) didapatkan tikus yang disuntikan
doksorubisin menghasilkan kadar ROS yang lebih tinggi. Superoksida dan
hidrogen peroksida merupakan dua komponen ROS utama yang penting dalam
sistem kardiovaskular. Kedua senyawa ini diproduksi di sel dengan sejumlah
senyawa oksidase, termasuk diantarnaya NADPH oksidase (Nox), xantin oksidase,
lipoxygenase, dan sitokrom p450. Produksi senyawa ROS diseimbangkan oleh
enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutathione
peroxidase.
Doksorubisin dapat mengakibatkan kardiomiopati dengan gejala gagal
jantung kongestif. Gangguan jantung akibat doksorubisin ditandai dengan
disfungsi diastolik ventrikel (Martha et al. 2007). Efek toksik doksorubisin secara
histologi dapat terlihat adanya fibrosis dan vakuola pada jaringan jantung. Pada
daerah sekitar terjadinya miokarditis ditemui proliferasi fibroblas, filamen
menjadi pucat dan inti kromatin menjadi tidak beraturan (Kanu et al. 2010).
Buah Naga Merah
Buah naga saat ini banyak dikembangkan di Indonesia. Kekhasan dari
tanaman ini adalah pada tiap nodus batang terdapat duri. Bunga mekar pada
malam hari dan layu pada pagi hari (night blooming). Terdapat empat jenis buah
naga yakni buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging
merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus
costaricensis) dan buah naga kuning daging putih (Selenicerius megalanthu)
(Umayyah 2007).
Buah naga merah mengandung protein 0.159–0.229 gram, lemak 0.21-
0.61 gram, serat kasar 0.7-0.9 gram, dan vitamin C 8-9 mg/l (Jaafar et al. 2009).
Selain itu, buah naga juga mengandung betalain dan banyak ditemukan pada sari
buah naga merah. Terdapat dua jenis betalain yaitu betasianin dan betasanthin.
(Esquivel et al. 2007). Buah naga merah mengandung senyawa seperti flavonoid
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Wee dan Wee 2011). Menurut
Woo et al. (2010) disebutkan bahwa buah naga merah mengandung betalain. Betalain merupakan senyawa yang dapat menyumbangkan warna pada buah dan
dapat bertindak sebagai antioksidan.
4
Tikus Putih
Tikus putih (Rattus novergicus) memiliki ciri yaitu kepala kecil, ekor
panjang, dan tahan terhadap perlakuan Tikus putih memiliki beberapa kelebihan
seperti mudah berkembangbiak, tenang, mudah dipelihara, dan ukurannya lebih
besar dari mencit. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague-
Dawley berkelamin jantan. Tikus putih galur Sprague-Dawley mempunyai sifat
tenang dan jinak sehingga mudah penanganannya. Umumnya bobot badan tikus
pada umur 4 minggu beratnya 35-40 gram dan umur dewasa rata-rata 200-250
gram. Bobot badan bervariasi sesuai dengan galur. Galur Sprague-Dawley
merupakan galur tikus yang paling besar (John dan Soesanto 1988).
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 hingga Juni
2016. Penelitian ini bertempat di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP),
Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah syringe, sonde lambung, alat nekropsi
botol minum, kandang tikus, timbangan, botol spesimen, kertas label, tissue
cassette, tissue basket, automatic tissue processor, paraffin embedding console,
water bath, mikrotom, gelas objek, cover glass, inkubator dan mikroskop.
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur
Sprague-Dawley jantan sebanyak 18 ekor. Bahan penelitian terdiri dari obat-
obatan pra-perlakuan yaitu obat antelmintika (pirantel pamoat), antibiotika
(amoxicillin), antiprotozoa (metronidazol), doksorubisin, NaCl fisiologis, buah
naga merah, pakan , dan sekam.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dimulai dari pembuatan sari buah naga merah,
perlakuan hewan percobaan, pembuatan preparat histopatologi, pemeriksaan
histopatologi, dan analisis data.
Pembuatan Sari Buah Naga
Buah naga merah ditimbang sebanyak 100 gram dan dihancurkan dengan
menggunakan blender dengan 50 ml air. Setelah itu hancuran buah naga disaring
dan dimasukkan ke dalam botol kaca.
5
Perlakuan Hewan Percobaan
Perlakuan hewan percobaan dibagi menjadi tahap pra-perlakuan dan tahap
perlakuan. Pada tahap pra-perlakuan tikus diadaptasikan dengan lingkungan
kandang dan diberi antelmintika sebanyak 10 mg/kg BB, antibiotika sebanyak 20
mg/kg BB selama 5 hari, dan antiprotozoa metronidazol 20 mg/kg BB selama 3
hari.
Tahap perlakuan tikus dilakukan selama 5 minggu. Tikus dibagi menjadi 3
kelompok. Pada kelompok I tikus diinjeksikan NaCl fisiologis sebanyak 0.4 ml
per ekor secara intraperitoneal (IP) sekali seminggu selama 4 minggu. Kelompok
II tikus diinjeksikan doksorubisin dengan dosis 4 mg/kg BB secara intraperitoneal
(IP) sekali seminggu selama 4 minggu. Kelompok III adalah kelompok DOK +
sari buah naga merah. Dosis pemberian sari buah naga merah adalah 2 ml/500
gram. Dosis ini berdasarkan konsumsi pada manusia yaitu sebanyak 1 kali minum
200 ml. Sari buah naga diberikan setiap hari sebanyak tiga kali dalam sehari dan
diberikan bersaaman dengan pemberian doksorubisin. Pada minggu ke 5 tikus
dieutanasi dan organ jantung diambil untuk pembuatan preparat.
Pembuatan Preparat Histopatologi
Proses pembuatan preparat histopatologi dimulai dengan pemotongan
organ, lalu dimasukkan ke dalam larutan fiksatif. Preparat didehidrasi dengan
larutan larutan alkohol 70 %, 80 %, 90 %, 95% I, 95 % II, alkohol absolut I, II,
dan III. Setelah itu dimasukkan ke dalam larutan xylol I dan xyol II pada tahap
clearing lau direndam pada parafin I dan parafin II pada proses infiltrasi. Proses
pembuatan preparat dilanjutkan ke tahap embedding dimana potongan organ
dimasukkan ke dalam alat pencetak untuk proses pecetakan yang berisi parafin
cair dan parafin dibiarkan mengeras dan membentuk balok. Tahapan selanjutnya
adalah pengirisan parafin dengan mikrotom putar dengan ketebalan 3-5 µm. Hasil
irisan diletakkan di atas waterbath dengan suhu ± 45 ºC kemudian hasil potongan
dimasukkan ke dalam inkubator. Setelah diinkubasi dilanjutkan dengan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan Masson’s Trichrome.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Tahap pewarnaan HE dimulai dari tahap deparafinisasi kemudian tahap
rehidrasi dengan alkohol absolut, alkohol 90 %, alkohol 80 % selama 2 menit.
Setelah tahap rehidrasi gelas objek direndam pada pewarna Mayer’s hematoksilin
selama 8 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir selama 30 detik.
Selanjutnya preparat direndam di dalam litium karbonat selama 15-30 detik dan
dibilas dengan air mengalir selama 2 menit. Lalu preparat direndam ke dalam
Eosin selama 2-3 menit dan dibilas dengan air mengalir 30-60 detik. Selanjutnya
dilakukan tahap dehidrasi dengan mencelupkan gelas objek secara berturut-turut
ke dalam alkohol 95 %, alkohol absolut I (10 celupan), dan alkohol absolut II
selama 2 menit. Tahap selanjutnya clearing menggunakan xylol I dan xylol II
masing-masing 2 menit. Preparat yang telah diwarnai ditutup dengan kaca
penutup.
6
Pewarnaan Masson’s Trichrome
Pewarnaan Masson’s Trichrome dimulai dari perendaman preparat dalam
larutan mordant selama 40 menit lalu dicuci dengan akuades. Selanjutnya
perendaman dalam pewarna Carrazi’s hematoksilin selama 40 menit dan dicuci
dengan akuades. Lalu preparat direndam dalam pewarna orange G 0.75 % selama
2 menit kemudian dicelupkan ke dalam asam asetat 1 %, lalu pewarna ponceau
xylidine fuchsin selama 15 menit dan dibilas kembali dengan asam asetat 1 %.
Setelah itu direndam pada larutan asam fosfotungsat 2.5 % selama 10 menit dan
kembali direndam pada larutan asam asetat 1 % beberapa detik. Selanjutnya
dengan pewarna aniline blue selama 15 menit dan direndam pada larutan asam
asetat 1 % serta alkohol 95 %. Preparat diberi perekat dan ditutup dengan kaca
penutup.
Pemeriksaan Histopatologi
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) untuk melihat morfologi jaringan dan
Masson’s trichrome untuk memeriksa presentase fibrosis. Evaluasi dari jaringan
berdasarkan perubahan patologi jaringan, termasuk di dalamnya jumlah fokus
nekrotik, sel radang, dan tingkat fibrosis di beberapa tempat secara acak.
Penghitungan fokus nekrotik, limfosit dan makrofag diambil dari 5 bidang
pandang menggunakan program komputer ImageJ. Penilaian fibrosis
menggunakan metode skoring dengan cara blind scoring (Gibson-Corley et al.
2013). Kriteria skoring fibrosis interstisial jantung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria skoring fibrosis interstisial jantung dengan perwarnaan Masson’s
Trichrome
Nilai Keterangan kriteria
+0 Tidak ditemukan atau sangat sedikit sekali (<1 %) jaringan ikat di antara
miokardium
+1 Jaringan ikat sedikit/mild (2-10 %) di antara miokardium
+2 Jaringan ikat sedang/moderate (11-25 %) di antara miokardium
+3
Jaringan ikat tebal/severe (>25 %) di antara miokardium dan terkadang
ditemukan pula akumulasi jaringan ikat tebal yang memisahkan serabut
miokardium dan ditemukan juga atrofi miokardium
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif
dianalisis secara deskriptif dengan menilai tingkat fibrosis pada sediaan
pewarnaan Masson’s Trichome. Data kuantitatif dianalisis menggunakan sidik
ragam One way ANOVA (Analysis of Variance) dan uji lanjut Duncan’s untuk
mengetahui adanya perbedaan (p<0.05) antar kelompok perlakuan menggunakan
aplikasi SPSS 16.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Evaluasi Histopatologi Organ Jantung
Efek kardiotoksik doksorubisin (DOK) dinilai melalui pengamatan
histopatologi jaringan organ jantung dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan
Masson’s Trichrome. Hasil penilaian histopatologi ini dibandingkan antara
kelompok NaCl, kelompok DOK, dan kelompok DOK + sari buah naga merah.
Pada Gambar 1 disajikan struktur histopatologi organ jantung dari tiga kelompok
perlakuan. Organ jantung kelompok NaCl (Gambar 1a) memperlihatkan struktur
histologi jantung normal dimana tidak ditemukan adanya fokus nekrotik dan lesio
lainnya. Pada organ jantung kelompok DOK (Gambar 1b) dan kelompok DOK +
sari buah naga merah (Gambar 1c) ditemukan adanya lesio berupa hemoragi,
fokus nekrotik, dan infiltrasi sel radang berupa limfosit dan makrofag. Selain itu
juga ditemukan sel anitschkow pada organ jantung kelompok DOK. Jumlah fokus
nekrotik, limfosit, dan makrofag dari tiga perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Gambar 1 Histopatologi jantung.
Pewarnaan HE 40x. a=fokus
nekrotik; b=infiltrasi sel radang;
c=hemoragi; d=sel anitschkow
8
Tabel 2 Jumlah fokus nekrotik, limfosit, dan makrofag dari tiga perlakuan
Jumlah /0.59
mm2 NaCl DOK
DOK + Sari Buah Naga
Merah
Fokus nekrotik 0a 2.83±0.31
b 2.17 ± 1.34
a
Limfosit 11.50 ± 5.31a 35.67±18.21
b 18.3 ± 10.76
a
Makrofag 8.00 ± 3.34a 20.83 ± 7.91
b 9.00 ± 4.42
a
Superskrip yang berbeda baris yang sama menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0.05)
Kelompok DOK + Sari Buah Naga Merah menunjukkan penurunan
jumlah fokus nekrotik, limfosit, dan makrofag secara nyata (p<0.05) dibandingkan
dengan kelompok DOK dan tidak berbeda nyata (p>0.05) jika dibandingkan
dengan kelompok NaCl. Berdasarkan hasil uji statisitik ini terlihat bahwa sari
buah naga dapat menurunkan jumlah fokus nekrotik, limfosit dan makrofag.
Perubahan histopatologi yang ditemukan adalah hemoragi, fokus nekrotik, dan
infiltrasi sel radang berupa limfosit dan makrofag. Selain itu juga ditemukan sel
anitschkow. Menurut Manar et al. (2014) nekrosis pada miosit ditandai dengan
area eosinofilik pada serat otot dengan inti sel yang lebih gelap dan pada daerah
yang nekrosa juga ditemukan vakuoalisasi. Adanya nekrosis miokardial, debris
dan sel mati menyebabkan sel-sel radang berkumpul pada area jaringan jantung
yang rusak (Nikolaos 2012).
Doksorubisin merupakan obat antikanker yang termasuk dalam golongan
antrasiklin. Meskipun banyak digunakan dalam kemoterapi, doksorubisin
memiliki efek samping kardiotoksik yang dapat menyebabkan perubahan jaringan
organ jantung. Menurut Berthiaume (2007) efek toksik ini berhubungan dengan
akumulasi ROS (reactive oxygen species). Induksi ROS pada jantung terjadi
akibat adanya adverse drug reaction (ADR). Akumulasi dari ROS menyebabkan
terjadinya kerusakan sel-sel jantung. Mekanisme stres oksidatif adalah mekanisme
yang paling sering mengakibatkan kerusakan jantung. Terdapat dua mekanisme
doksorubisin dalam menginisiasi terbentuknya oksigen radikal, yaitu (1)
doksorubisin akan membentuk chelate dengan besi dengan bantuan oksigen, (2)
cincin C pada antrasiklin dapat mengalami reaksi reduksi oleh flavin dependent
reduktase membentuk radikal bebas semiquinone yang dengan adanya oksigen
terbentuk superoksida anion O2 (Siahaan 2007).
Kerusakan sel jantung akibat induksi doksorubisin secara umum dikaitkan
dengan produksi oksigen radikal bebas dan peningkatan stres oksidatif yang
menyebabkan peroksidasi lemak membran. Peroksidasi lemak membran
menyebabkan vakuoalisasi, kerusakan sel hingga nekrosa, dan penggantian
jaringan jantung yang rusak oleh jaringan ikat (Neil dan Joanna 2009). Perubahan
histologi jantung ini disebabkan oleh peningkatan kerusakan oksidatif yang disebakan oleh
peningkatan pada produk lipid peroksidasi, level glutathion peroksidase (GSH)
menurun, aktivitas enzim antioksidan (SOD dan CAT) menurun, demikian juga
dengan penurunan aktivitas semua kompleks mitokondrial (Mohit et al. 2016).
Pewarnaan Masson’s Trichrome digunakan untuk melihat adanya fibrosis
pada jaringan jantung. Hasil pewarnaan Masson’s Trichrome dapat dilihat pada
Gambar 2. Hasil penilaian tingkat fibrosis dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3 Hasil penilaian fibrosis interstisial jantung
Kelompok Tingkat Fibrosis Interstisial
NaCl +
DOK +
DOK+Sari Buah Naga Merah + + : Jaringan ikat sedikit atau mild (2-10 %) di antara miokardium
Hasil penilaian fibrosis pada Tabel 3 menunjukkan tingkat fibrosis organ
jantung dari ketiga kelompok adalah ringan (+1). Tidak ada perbedaan tingkat
fibrosis dari tiga kelompok perlakuan. Hal ini dikarenakan tingkat kerusakan
jaringan efek kardiotoksisitas selama 4 minggu masih ringan sehingga
pembentukan jaringan ikat masih rendah. Pembentukan jaringan ikat pada
jantung dipengaruhi oleh TGF-β1. TGF-β1 adalah protein yang disekresi oleh
miofibroblas yang mengontrol proliferasi, apoptosis sel jantung, hipertrofi dan
fibrosis (Wang et al. 2002). Sel anitschkow juga membantu pembentukan jaringan
ikat pada jantung sebagai respon tubuh untuk memperbaiki jaringan yang rusak
(Harsh dan Sugandha 2011).
Sari buah naga merah dapat menurunkan efek kardiotoksik karena
mengandung antioksidan. Uji skrining fitokimia dilakukan pada Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada
sari buah naga merah. Hasil uji skrining fitokimia sari buah naga merah disajikan
pada Tabel 4.
Gambar 2 Histopatologi organ
jantung. 1a = kelompok NaCl; 1b =
kelompok DOK; 2c = kelompok
DOK + Sari Buah Naga Merah
Pewarnaan Masson’s Trichome.
10
Tabel 4 Hasil uji skrining fitokimia sari buah naga merah
Sampel Parameter Fitokimia Hasil
Sari Buah Naga Merah Flavanoid +
Tanin -
Saponin +
Quinon -
Steroid -
Triterpenoid +++
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa sari buah naga merah
mengandung senyawa triterpenoid, flavanoid dan saponin. Ketiga senyawa ini
banyak ditemukan dalam tumbuhan dan merupakan senyawa yang berfungsi
sebagai antioksidan dan anti-inflamasi. Senyawa triterpenoid sering digunakan
untuk tujuan pengobatan sebagai antibakterial, anti-inflamasi dan anti kanker.
Triterpenoid dapat memodulasi signaling pathways sel seperti aktivasi faktor
nuklear trasnskipsi kappa β (NF-ƘB) yang berperan penting dalam regulasi sistem
imun dan respon inflamasi dalam tubuh (Heras dan Hortelano 2009). Menurut
Gian et al. (2012) daging buah naga merah mengandung senyawa flavonoid yang
berfungsi sebagai zat antioksidan. Senyawa antioksidan berperan dalam
kesehatan, misalnya sebagai kemopreventif kanker dan agen anti-inflamasi
(Zhang et al. 2011). Buah naga merah juga mengandung pigmen betalain yang
berfungsi sebagai antioksidan (Dong et al. 2014). Pigmen betalain diketahui juga
berfungsi sebagai agen antioksidan dan anti-inflamasi (Gentile et al. 2004).
Betalain dapat menekan stres oksidatif dengan memodulasi ketidakseimbangan
intrinsik antara ROS dan sistem pertahanan antioksidan sehingga membentuk
lingkungan seluler yang mendukung (Esatbeyoglu et al. 2014).
Antioksidan yang terdapat pada sari buah naga merah tergolong ke dalam
senyawa fenolik. Mekanisme aktivitas antioksidan fenolik yaitu dengan cara
menyumbangkan atom hidrogen kepada senyawa radikal (Fran et al. 2000). Oleh
karena itu, senyawa antioksidan yang terkandung di dalam sari buah naga merah
berpotensi untuk mengurangi munculnya fokus nekrotik, sel radang seperti
limfosit dan makrofag pada kardiotoksisitas yang diinduksi doksorubisin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian sari buah naga merah dapat menurunkan efek kardiotoksisitas
sebagai akibat penggunaan doksorubisin dengan adanya penurunan jumlah fokus
nekrotik dan inflitrasi sel radang (limfosit dan makrofag) secara nyata.
Saran
Penelitian lanjutan mengenai efek protektif ekstrak buah naga merah
terhadap kardiotoksisitas yang diinduksi doksorubisin dan pemberian sari buah
naga merah dengan dosis bertingkat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Berthiaume JM, Wallace KB. 2007. Adriamycin-induced oxidative mitochondrial
cardiotoxicity. J Cell Biol Toxicol. 23(1):15-25
Carvalho FS, Burgeiro A, Garcia R, Moreno AJ, Carvalho RA, Oliveira PJ. 2014.
Doxorubicin-Induced Cardiotoxicity:From Bioenergetic Failure and Cell Death
to Cardiomyopathy. Med Res Rev. [internet].[diunduh 2015 Nov 9]. 34(1):106-
135. Tersedia pada: http://onlinelibrary.wiley.com
Dong HS, Sunmin L, Do YH, Kim YS, Somi KC, Sarah L, Choong HL. 2014.
Metabolite Profiling of Red and White Pitayas (Hylocereus polyrhizus and
Hylocereus undatus) for Comparing Betalain Biosynthesis and Antioxidant
Activity. J Agric Food Chem. 62(34): 8764-8771
Elisabeth LK, David MY. 2002. Oxidative mutagenesis of doxorubicin-Fe(III)
complex. Mutat Res. 490(2) :131-139
Esatbeyoglu T, Anika WE, Rouhollah M, Yu N, Seiichi M, Gerald R. 2014. Free
radical scavenging and antioxidant activity of betanin: Electron spin resonance
spectroscopy studies and studies in cultured cells. Food Chem Toxicol.
73(2014):119-126
Ernst M.1999. Dinamika Obat. Bandung (ID): Penerbit ITB
Eurell JO. 2004. Veterinary Histology. Salt Lake (US): Taton New Media
Fran K, Donald E, James, G. 2000. Research trends in healthful foods. J Food
Technol. 5(10):45-52
Gentile C, Tesoriere L, Allegra M, Livrea MA, Alessio PD. 2004. Antioxidant
Betalains from Cactus Pear (Opuntia ficus-indica) Inhibit Endothelial ICAM-1
Expression. J Ann NY Acad Sc. 1028:481-486
Gian C, Ettore N, Adriana B. 2012. Nutraceutical potential and antioxidant
benefits of red pitaya (Hylocereus polyrhizus) extracts. J Funct Foods.
4(1):129-136
Gibson CK, Olivier KA, Meyerholz DK. 2013. Principles for valid
histopathologic scoring in research. Vet Pathol. 50(6): 1007-1015
Harsh M, Sugandha M. 2011. Essential Pathology for Dental Students. New Delhi
(IN): Jaypee Brothers Medical Publisher
Heras B, Hortelano S. 2009. Molecular Basis of the Anti-Inflammatory Effects of
Terpenoids. Inflamm Allergy Drug Targets.8(1):28-38
Hery W. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID): Kanisius
Jaafar RA, Rahman RBAL, Mahmod ZC, Vasudevan R. 2009. Proximate
analysis of dragon fruit. Am. J Applied Sci. 6(7): 1341-1346
John S, Soesanto M. 1988. Pemeliharaan, Perbaikan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Press
Kanu C, Jianqing Z, Norman H, Joel SK. 2010. Doxorubicin cardiomyopathy.
Med Res Rev. [internet]. [diunduh 2015 Nov 9]. 115(1):155-162. Tersedia
pada: http:// ncbi.nlm.nih.gov
Manar HA, Nanies SM, Hebatallah HA, Hesham RA. 2014. Protective effect of
resveratrol against doxorubicin-induced cardiac toxicity and fibrosis in male
experimental rats. J Physiol Biochem. 70(3):701-711
12
Martha JW, Surianata S, Santoso A. 2007. Left ventricle diastolic function in
patients underwent chemotherapy with doxorubicin. Kardiol Ind. 28(5):320-
326
Mohit K, Vikas K, Ashok J, Murli M, Sahabuddin A, Pinaki G, Divya V, Razia K.
2016. Ameliorative effect of naringin against doxorubicin-induced acute
cardiac toxicity in rats. Pharm Biol. 54(4):1-11
Neil A, Joanna P. 2009. Mitochondrial DNA is a direct target of anti-cancer
anthracycline drugs. Biochem Biophys Res Commun. 378(3):450-455
Nikolaos GF. 2012. Regulation of the inflammatory response in cardiac repair.
Circ Res. 110(1):159-173
Radu RI, Adriana B, Pop OT, Malaeuscu DH, Irina G, Mogoanta L. 2012.
Histological and immunohistochemical changes of the myocardium in dilated
cardiomyopathy. Rom J Morphol Embryol.53(2):269-275
Siahaan IH, Tobing TC, Rosdina N, Lubis B. 2007. Dampak kardiotoksik obat
kemoterapi golongan antrasiklin. Sari Peditari. 9(2):151-156
Sloane E. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta (ID): EGC
Swamy V AHM, Wangikar U, Koti BC, Thippeswamy AH, Ronad PM Manjula
DV. 2012. Cardioprotective effect of ascorbic acid on doxorubicin-induced
myocardial toxicity in rats. Indian J Pharmacol. 43(5): 507-511
Umayyah UE dan Moch. Amrun H. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak buah
naga (Hylocereus undatus (Haw.) Britt. & Rose). JID. 8(1):83-90
Wang B, Hao J, Jones SC, Yee MS, Roth JC, Dixon IM. 2002. Decreased Smad 7
expression contributes to cardiac fibrosis in the infarcted rat heart. Am J
Physiol Heart Circ Physio. 282(5):1685-1696
Wee SC, Wee KY. 2011. Antioxidant properties of two species of Hylocereus
fruits. Adv Appl Sci Res. 2(3): 418-425
William BJ, Linda BJ. 2012. Veterinary Histology. Third Edition. New Jersey
(US): Blackwell Publishing
Woo KK, Ngou FH, Ngo LS, Soong WK, Tang PY.2010. Stability of betalain
pigment from red pitaya fruit (Hylocereus polyrhizus). Am J Food Technol
6(2):140-148
Wu LC, Hsiu WH, Yun CC, Chih CC ,Yu IL, Ja AH. 2006. Antioxidant and
antiproliferative activities of red pitaya. Food Chem. 95(2):319-327
Zhang L, Anjaneya SR, Sundar RK, Sang CJ, Narsimha R, Paul T, John B,
Kirubakaran S, Gerald M, Ming JW. 2011. Antioxidant and anti-inflammatory
activities of selected medicinal plants containing phenolic and flavonoid
compounds. J Agric Food Chem. 59(23):12361-12367
Zhou S, Palmeira CM, Wallace KB. 2001. Doxorubicin-induced persistent
oxidative stress to cardiac myocytes. Toxicol Lett. 121(3):151-157
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Payakumbuh 22 Oktober 1994 dari Bapak Dr Ir
Fardedi, M.Si dan Ibu Dr Ir Susi Desminarti, M.Si. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di Raudhatul
Jannah Kota Payakumbuh, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMP Negeri 4 Bogor pada tahun 2006, kemudian penulis lulus di SMA
Negeri 2 Bogor pada tahun 2012. Penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) pada tahun 2012 melalui jalur Ujian Talenta
Mandiri (UTM).