efek penggunaan peraturan gempa untuk … · makalah ini membahas tentang bagaimana pengaruh...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
7
EFEK PENGGUNAAN PERATURAN GEMPA UNTUK
BANGUNAN GEDUNG / NON GEDUNG DAN PERATURAN
GEMPA UNTUK JEMBATAN PADA PERENCANAAN
DERMAGA
Djoko Irawan1, Ibnu Pudji Rahardjo2, Chomaedhi 2
1 Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi ITS, Surabaya 2 Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi ITS, Surabaya
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam analisis struktur dermaga tidak akan lepas dari penggunaan peraturan
gempa. Hal ini karena beban gempa yang bekerja pada suatu struktur dermaga
sangat menentukan besarnya dimensi elemen strukturnya. Ada dua peraturan
gempa yang berlaku di Indonesia yaitu SNI-1726:2012 yaitu tentang “Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung” dan SNI 2833:201x tentang “Perancangan Jembatan Terhadap Beban
Gempa”. Kedua peraturan tersebut dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN) yang mempunyai perbedaan cukup signifikan bila digunakan untuk
perencanaan struktur dermaga. Sebagian perencana dermaga ada yang
menggunakan peraturan SNI-1726:2012 dan ada juga yang menggunakan
peraturan SNI 2833:201X. Sehingga bila dibandingkan hasil analisisnya akan
mempunyai perbedaan perilaku yang cukup signifikan, baik deformasi maupun
gaya – gaya dalam yang terjadi.
Makalah ini membahas tentang bagaimana pengaruh penggunakan peraturan
Gempa SNI-1726:2012 dan bagaimana pula pengaruhnya bila menggunakan SNI
2833:201x untuk perencanaan sebuah struktur dermaga. Penerapan kedua
peraturan tersebut akan digunakan dalam studi kasus perencanaan dermaga PT.
Semen Indonesia di Pidie – DI Aceh
Hasil analisis terhadap studi kasus perencanaan dermaga PT. Semen Indonesia
di Pidie – DI Aceh tersebut akan dapat diketahui sejauh mana perbedaan perilaku
struktur dermaga baik besarnya deformasi lateral dan vertikal, maupun besarnya
gaya-gaya dalam yang terjadi terutama pada komponen pondasi tiang pancang
yang merupakan bagian termahal pada struktur dermaga.
Harapan dari tulisan ini adalah untuk memberikan wawasan pada para
perencana dermaga, agar dapat mempertimbangkan dalam pemilihan penggunaan
peraturan gempa untuk analisis struktur dermaga.
Kata kunci: Efek, Peraturan Gempa, Bangunan Gedung, Non Gedung, Dermaga
1. Pendahuluan
Beban gempa adalah beban yang
harus diperhitungkan dalam
melakukan perencanaan sebuah
struktur, baik itu struktur gedung
maupun yang non gedung. Badan
Standarisasi Nasional (BSN) telah
mengeluarkan peraturan tentang beban
gempa yang harus diperhitungkan
dalam perencanaan struktur melalui
SNI-1726:2012 untuk bangunan Gedung
dan Non Gedung serta RSNI 2833:201x
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
8
khusus untuk Jembatan. Kedua peraturan
tersebut menghasilkan nilai beban gempa
yang berbeda.
Sebagian perencana merencanakan
struktur dermaga dengan
memperhitungkan beban gempa
mengikuti peraturan SNI-1726:2012 yang
mengkategorikan bahwa struktur dermaga
tersebut termasuk bangunan non gedung.
Sebagian perencana memperhitungkan
beban gempa mengikuti peraturan RSNI
2833:201x dengan mengkategorikan
sebagai bangunan yang menyerupai
jembatan. Hal ini karena dalam peraturan
RSNI 2833:201x tidak menyebutkan
secara spesifik bahwa aturan tersebut juga
bisa digunakan untuk perencanaan
struktur dermaga.
Hasil penggunaan kedua peraturan
tersebut bila digunakan untuk
perencanaan struktur dermaga yang sama,
akan menghasilkan dimensi dan perilaku
yang berbeda. Secara umum bahwa beban
gempa yang dihitung dengan peraturan
SNI-1726:2012 mempunyai hasil
perencanaan dengan dimensi yang lebih
kecil dibandingkan dengan beban gempa
yang dihitung berdasarkan peraturan
RSNI 2833:201x, namun besar
perbedaannya masih tergantung dari
asumsi periode gempa yang diambil dari
masing – masing peraturan tersebut. Dari
perbedaan beban gempa yang dihitung
dari kedua peraturan tersebut akan dapat
menimbulkan perdebatan diantara para
perencana.
Banyak perencanaan dermaga, dimana
desain kriteria yang meliputi pembebanan,
material maupun geometri sudah
ditentukan oleh pemberi tugas. Sehingga
perencana hanya bisa melakukan analisis
berdasarkan Kerangka Acuan dari
Pemberi Tugas. Dengan demikian perlu
adanya kejelasan peraturan untuk
menentukan beban gempa khususnya
untuk perencanaan struktur dermaga atau
menyeragamkan persepsi tentang katagori
bangunan dermaga masuk dalam
bangunan “Non Gedung” atau masuk
dalam katagori “Jembatan”.
Untuk memberikan gambaran lebih
lanjut tentang peraturan yang mana
sebaiknya digunakan dalam
merencanakan dermaga, maka perlu
dilakukan penerapan kedua peraturan
tersebut dalam suatu studi kasus yang
dalam hal ini diambil dari perencanaan
dermaga milik PT. Semen Indinesia di
Pidie – DI Aceh. Dengan demikian akan
jelas perbedaannya dan akan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan
peraturan mana yang sebaiknya
digunakan untuk perencanaan beban
gempa pada struktur dermaga sehingga
hasil perencanaannya akan dapat
memenuhi persyaratan kekuatan dan
deformasi.
2. Permasalahan
Permasalahan yang ada terkait dengan
penggunaan peraturan pembebanan
gempa khususnya dalam merencanakan
struktur dermaga adalah pemilihan
penggunaan peraturan yang lebih tepat
untuk menentukan beban gempa pada
struktur dermaga, apakah mengikuti SNI-
1726:2012 tentang “Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung” atau mengikuti peranturan RSNI
2833:201x tentang “Perancangan
Jembatan Terhadap Beban Gempa” ?
3. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk
memberikan wawasan kepada perencana
dalam hal menentukan beban gempa yang
lebih tepat yaitu mengikuti peraturan SNI-
1726:2012 tentang “Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung” atau mengikuti peraturan RSNI
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
9
2833:201x tentang “Perancangan
Jembatan Terhadap Beban Gempa”
khususnya dalam merencanakan struktur
dermaga dengan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugiannya, sehingga
dermaga yang direncanakan dapat
mempunyai kinerja struktur yang terbaik.
4. Studi Pustaka
Studi putaka yang terkait dengan
kajian ini adalah peraturan SNI-
1726:2012 tentang “Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung” serta peraturan RSNI 2833:201x
tentang “Perancangan Jembatan Terhadap
Beban Gempa”. Beberapa hal yang perlu
dicermati dari kedua peraturan ini
terutama adalah cara perhitungan untuk
mendapatkan nilai puncak dari respons
spektrum yang perbedaannya cukup
signifikan. Sedangkan besarnya gaya
geser dasar gempa menurut SNI-
1726:2012 adalah sebesar :
𝑉 = 𝐶𝑠 𝑥 𝑊 …..…………………. ( pers
1)
V = Gaya Geser Dasar Seismik
Cs = Koefisien Respons Seismik
W = Berat Seismik Efektif
𝐶𝑠 =S𝐷𝑆
(𝑅
𝐼𝑒) ……………….…….… ( pers
2)
SDS = Parameter Percepatan Respons
Spektrum
R = Faktor Modifikasi Respons
yang didasarkan pada jenis struktur
Ie = Faktor Keutamaan Gempa
Cs harus memenuhi ;
0.044 𝑆𝐷𝑆 𝐼𝑒 < 𝐶𝑠 <𝑆𝐷1
𝑇(𝑅
𝐼𝑒)
Namun nilai Cs juga tidak boleh kurang
dari 0.01.
T = Periode Getar Fundamental
SD1 = Parameter Percepatan Respons
Spektrum pada periode 1 detik
Bila dilihat dari (pers 1) dan ( pers 2)
dapat dikatakan bahwa besarnya gaya
geser dasar gempa sangat tergantung dari
besarnya Parameter Percepatan Respons
Spektrum (SDS). Gambar respons
spektrum berdasarkan SNI-1726:2012
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Respons Spektrum dari
SNI-1726:2012
Besarnya SDS berdasarkan SNI-1726:2012
adalah :
𝑆𝐷𝑆 =2
3 𝑆𝑀𝑆 …………………… ( pers
3)
𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎 x Ss …………………… ( pers
4)
Sedangkan berdasarkan RSNI
2833:201x besarnya gaya geser dasar
gempa adalah sebesar :
𝐸𝑄 =𝐶𝑠𝑚
𝑅 𝑥 𝑊𝑡 …………………. ( pers
5)
EQ = Gaya Geser Dasar Seismik
Csm = Koefisien Respons Seismik
= (𝑆𝐷𝑆 − 𝐴𝑠)𝑇
𝑇0+ 𝐴𝑠 ….. (pers 6)
SDS = Fa x Ss ………………. (pers 7)
Wt = Berat Seismik Efektif
R = Faktor Modifikasi Respons
yang didasarkan pada jenis struktur
dan zona gempa.
Penentuan zona gempa didasarkan pada
nilai SD1. Sedangkan nilai Csm untuk
daerah T0 dan Ts diambil sebesar SDS.
Sa= SD1/T
Perioda, T (detik)
T0 Ts T1
SD1
SDS
Per
cep
atan
Res
pon
Sp
ektr
a, S
a (g
)
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
10
Bentuk respons spektrum dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Respons Spektrum dari
SNI-2833:201x
Berdasarkan persamaan 5, 6 dan 7,
besarnya gaya geser dasar gempa
menurut. RSNI 2833:201x juga sangat
tergantung dari besarnya SDS.
Namun nilai SDS dari kedua peraturan
tersebut berbeda, dimana bila dihitung SDS
ditentukan dari hasil perhitungan
berdasarkan RSNI 2833:201x biasanya
Nilainya lebih besar dari hasil perhitungan
berdasarkan SNI-1726:2012
5. Metodologi dan Studi Kasus
Metodologi kajian ini dilakukan
dengan mempelajari persyaratan
beban gemba berdasarkan SNI-
1726:2012 dan RSNI 2833:201x dan
kemudian untuk dapat memahami
sejauh mana pengaruh penggunaan
kedua peraturan gempa tersebut, perlu
dilakukan penerapan ketentuan –
ketentuan dari kedua peraturan
tersebut terhadap kasus model struktur
dermaga yang dalam hal ini diambil
dari perencanaan dermaga milik
PT.Semen Indonesia di Pidie – DI
Aceh drngan lay out seperti Gambar 3.
Struktur dermaga tersebut dianalisa
dengan beban gempa mengikuti
ketentuan SNI-1726:2012 dan RSNI
2833:201x. Hasil penggunaan dua
peraturan tersebut nantinya
dibandingkan, besar lendutan yang
diberikan oleh struktur dermaga dan
rasio tegangannya, khususnya pada
tiang pancang baja yang merupakan
komponen cukup mahal dalam suatu
struktur dermaga dan juga
membandingkan dimensi tiang
pancang baja yang diperlukan.
Model struktur dermaga
berdasarkan beban gempa SNI-
1726:2012 dapat dilihat pada Gambar
4.
K
oef
. G
emp
a E
last
ic, C
sm(g
)
As=FPGA x PGA
Gambar 3. Lay Out Dermaga
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
11
SDS = 0.464
0.0
0
0.5
568
0.1856
Gambar 4. Model Struktur
: Beton 600 mm x 1200 mm
: Beton 800 mm x 1200 mm
: Beton 600 mm x 1000 mm
: Beton 600 mm x 1200 mm
: Beton 600 mm x 3000 mm
Tiang Pancang
: Pipa Baja Dia 800 mm
Tebal 16 mm
: Pipa Baja Dia 900 mm
Tebal 16 mm
Mutu material beton dan baja
adalah :
Beton (fc’) : 30 MPa
Pipa Baja (fy) : 310 MPa
Bila model struktur tersebut
dianalisis dengan menggunakan
program SAP dengan memberi beban
gempa berdasarkan SNI-
1726:2012untuk jenis tanah keras, periode
ulang 1000 tahun, maka respons spektrum
yang dihitung oleh program adalah seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.
Perioda, T (detik)
Gambar 5. Respons spektrum berda-
sarkan SNI-1726:2012
Rasio tegangan yang dihasilkan
seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
0.0 - 0.5 0.7 -
0.8
0.5 - 0.7 0.8 -
0.9
Gambar 6. Rasio tegangan pada tiang
pancang baja berdasarkan
SNI-1726:2012
Dari Gambar 6 terlihat bahwa rasio
tegangan maksimum pada kisaran 0.8
sampai dengan 0.9. Sedangkan hasil
simpangan maksimumnya dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Deformasi horizontal max
berdasarkan SNI-1726:2012
Berikutnya terhadap model yang
sama dilakukan analisis ulang dengan
memberikan beban gempa sesuai
U1 = 0.3327
U2 = 0.1112
U3 = 0.0495
R1 = 0.00106
R2 = 0.00438
R3 = 0.00376
0.1
114
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
12
0.0
0
0.5
568
0.1
114
0.2875
peraturan RSNI 2833:201x untuk jenis
tanah keras, periode ulang 1000 tahun,
menghasilkan respons spektrum seperti
ditunjukkan pada Gambar 8 dan rasio
tegangannya seperti ditunjukkan pada
Gambar 9.
Perioda, T (detik)
Gambar 8. Respons spektrum
berdasarkan RSNI 2833:201x
0.0 - 0.5 0.7 - 0.8 > 0.9
0.5 - 0.7 0.8 - 0.9
Gambar 9. Rasio tegangan pada tiang
pancang baja berdasarkan RSNI 2833:201x
Dari Gambar 8 terlihat nilai puncak
respons spektrum lebih besar dari hasil
perhitungan beban gempa berdasarkan
peraturan SNI-1726:2012, sehimgga
mengakibatkan rasio tegangan menjadi
besar yang bernilai lebih besar dari 0.9.
dengan demikian tegangan yang terjadi
terutama pada tiang pancang menjadi
tidak memenuhi persyaratan.
Lendutan yang terjadi setelah
dibebani gempa berdasarkan peraturan
RSNI 2833:201x, dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Deformasi horizontal
max dengan beban
gempa mengikuti RSNI
2833:201x
Dari Gambar 10, terlihat bahwa ada
peningkatan deformasi horizontal
sebesar 45% terhadap deformasi
horizontal pada titik yang sama untuk
beban gempa berdasarkan SNI-
1726:2012.
Analisis dengan menggunakan beban
gempa berdasarkan RSNI 2833:201x
dilakukan kembali namun dengan
mengoptimalkan dimensi elemen struktur
yang dalam hal ini membesarkan dimensi
tiang pancang baja sehingga rasio
tegangan dan deformasi dapat memenuhi
persyaratan yang ada. Adapun model
struktur yang dioptimalkan seperti
ditunjukkan pada Gambar 11.
SDS = 0.696
U1 = 0.4841
U2 = 0.1643
U3 = 0.0659
R1 =
0.00127
R2 =
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
13
Gambar 11. Model Struktur yang
dioptimalkan
Dimensi elemen struktur dermaga
pada Gambar 11 adalah sebagai
berikut :
Balok
: Beton 600 mm x 1200 mm
: Beton 800 mm x 1200 mm
: Beton 600 mm x 1000 mm
: Beton 600 mm x 1200 mm
: Beton 600 mm x 3000 mm
Tiang Pancang
: Pipa Baja Dia 1000 mm
Tebal 19 mm
: Pipa Baja Dia 900 mm
Tebal 16 mm
Berikutnya terhadap model seperti
Gambar 11 dilakukan analisis dengan
meberikan beban gempa sesuai
peraturan RSNI 2833:201x. Hasil
analisisnya menghasilkan respons
spektrum seperti ditunjukkan pada
Gambar 8 dan rasio tegangannya seperti
ditunjukkan pada Gambar 12.
0.0 - 0.5 0.7 -
0.8
0.5 - 0.7 0.8 -
0.9
Gambar 12. Rasio tegangan tiang
pan- cang baja untuk
model yang
dioptimalkan ber-
dasarkan RSNI 2833:201x
Gambar 12 menunjukkan bahwa
tidak ada rasio tegangan yang
melebihi 0.9, namun ada peningkatan
dimensi tiang pancang baja.
Adapun lendutan yang terjadi
adalah seperti ditunjukkan pada
Gambar 13.
Gambar 13. Deformasi horizontal
max untuk model
dioptimalkan dengan
beban gempa ber-
dasarkan RSNI 2833:201x
Volume tiang pancang yang dihitung
berdasarkan model struktur dermaga yang
dioptimalkan dan dihitung dengan beban
gempa RSNI 2833:201x adalah sebesar
1178 ton. Sedangkan Volume tiang
pancang yang dihitung dengan beban
gempa RSNI 2833:201x adalah sebesar
901 ton.
U1 = 0.4114
U2 = 0.1379
U3 = 0.0646
R1 = 0.00118
R2 = 0.00681
R3 = 0.00464
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
14
6. Pembahasan
Dari analisis studi kasus yang
dilakukan, memperlihatkan bahwa
beban gempa berdasarkan RSNI
2833:201x mempunyai nilai lebih besar
dari pada beban gempa berdasarkan SNI-
1726:2012. Hal ini karena puncak respons
spektrum gempa menurut RSNI
2833:201x lebih besar dari pada SNI-
1726:2012.
Dalam SNI-1726:2012 di bagian ruang
lingkup menyatakan bahwa beban gempa
yang dihitung mengunakan peraturan
tersebut tidak berlaku untuk :
a. Struktur bangunan dengan sistem
struktur yang tidak umum atau yang
masih memerlukan pembuktian
tentang kelayakannya.
b. Struktur jembatan kendaraan lalu lintas
(jalan raya dan kereta api), struktur
reaktor energi, struktur bangunan
keairan dan bendungan, struktur
menara transmisi listrik, serta struktur
anjungan pelabuhan, anjungan lepas
pantai, dan struktur penahan
gelombang.
Pada poin b di atas telah disebutkan
bahwa perumusan gempa SNI-1726:2012
tidak berlaku untuk struktur anjungan
pelabuhan dan lepas pantai. Seharusnya
tidak tepat bila perhitungan beban gempa
untuk dermaga menggunakan SNI-
1726:2012. Namun melihat judul dari
aturan tersebut diperuntukkan struktur
gedung dan non gedung. Sehingga banyak
perencana, bahkan pemberi tugas yang
memutuskan bahwa beban gempa untuk
struktur dermaga dapat menggunakan
aturan SNI – 1726 : 2012 dengan
mengkategorikan sebagai struktur non
gedung. Dalam pengambilan nilai
koefisien modifikasi respons gempa (R)
pada Tabel 20 dari peraturan SNI-
1726:2012 juga tidak terdapat secara
spesifik pilihan untuk model struktur
dermaga.
Adapun judul buku dari peraturan
RSNI 2833:201x sudah jelas
menyebutkan bahwa aturan tersebut
hanya untuk jembatan dan tidak
menyebutkan secara spesifik dapat
diberlakukan untuk dermaga. Oleh karena
itu banyak perencana dan pemberi tugas
tidak menggunakan peraturan tersebut.
Penulis berpendapat bahwa beban
gempa untuk struktur dermaga akan lebih
tepat bila menggunakan peraturan RSNI
2833:201x. Hal ini karena model struktur
dermaga lebih mendekati model struktur
jembatan dan juga bila beban gempanya
dibebankan pada struktur dermaga, maka
hasil perencanaan struktur dermaga
tersebut akan lebih aman.
Apabila dibandingkan volume tiang
pancangnya yang merupakan volume
elemen struktur dominan dalam
perencanaan struktur dermaga, maka
volume tiang pancang yang dihitung
berdasarkan beban gempa menurut RSNI
2833:201x akan meningkat hingga 30%
terhadap volume tiang pancang yang
dihitung berdasarkan beban gempa
menurut SNI-1726:2012.
7. Kesimpulan
Dari analisis studi kasus dan
pembahasan pada Bagian 5 dan 6,
dapat disimpulkan bahwa :
a. Beban gempa berdasarkan RSNI
2833:201x mempunyai nilai lebih
besar dari pada beban gempa
berdasarkan SNI-1726:2012.
b. Beban gempa untuk struktur dermaga
lebih tepat menggunakan peraturan
RSNI 2833:201x.
c. Volume tiang pancang baja struktur
dermaga untuk model studi kasus
dermaga milik PT. Semen Indinesia di
Pidie – DI Aceh yang dihitung
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
15
berdasarkan peraturan RSNI
2833:201x. bisa meningkat sampai
30% bila dibandingkan dengan
menggunakan beban gempa
berdasarkan SNI-1726:2012.
8. Saran
Dari kesimpulan yang diuraikan
pada Bagian 7, maka penulis
menyarankan bahwa dalam
merencanakan struktur dermaga
sebaiknya menggunakan beban gempa
sesuai aturan RSNI 2833:201x
Daftar Pustaka
Irawan D., Rahardjo I. P., Chomaedhi
2016, “Laporan Perencanaan
Dermaga PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk. di Pidie – DI Aceh.
Laporan ITS – Kemitraan.
Rancangan Standar Nasional
Indonesia (RSNI 2833 : 201x),
2013, “Perancangan Jembatan
terhadap Beban Gempa”, Badan
Standarisasi Nasional (BSN).
Standar Nasional Indonesia (RSNI
2833:201x), 2013, “Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung
dan Non Gedung”, Badan
Standarisasi Nasional (BSN)
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
16
“Halaman ini sengaja dikosongkan “