efek hiperkolesterolemia pada fungsi testis dan fisiologi sperma

Upload: adegustina

Post on 04-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    1/9

    Efek Hiperkolesterolemia pada Fungsi Testis dan Fisiologi Sperma

    Kenji Shimamoto dan Nikolaos Sofikitis

    Efek hiperkolesterolemia pada endokrin testis dan fungsi eksokrin dievaluasi

    melalui pengaruh pada kualitas sperma, kuantitas dan fertilisasi potensial. Delapan

    kelinci dewasa (kelompok A) diberikan makanan mengandung 3% kolesterol selama 12

    minggu. Kelompok tambahan yaitu enam kelinci (kelompok B) diberikan makanan

    normal selama periode yang sama. Pada akhir periode eksperimen profil hormon dan

    parameter sperma dievaluasi. Sebagai tambahan, reproduksi sperma potensial dinilai

    melalui prosedur fertilisasi in vitro (IVF). Respon serum perifer terhadap stimulasi

    testicular dengan human chorionic gonadotropin, epididimis yang mengandung sperma

    dan motilitas dan keluaran IVF bernilai lebih rendah pada kelompok A dibandingkan

    kelompok B. Ini menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia mempunyai efek yang

    mengganggu pada fungsi sel Leydig, spermatogenesis, maturasi sperma epididimis dan

    hampir semua kapasitas kesuburan sperma.

    Kata kunci: kolesterol, infertilitas, sperma, suhu, testis

    Kolesterol disekresikan dalam plasma seminal melalui prostat dan menjaga

    spermatozoa dari perubahan lingkungan (Sofikitis and Miyagawa, 1991). Kepuasan

    seksual yang tinggi tergantung dari durasi ejakulasi yang dibangun melalui peningkatan

    sekresi prostatik kolesterol (Sofikitis and Miyagawa, 1993a). Beberapa laporan yang

    melaporkan peranan proses reaksi kolesterol (Benoff et al., 1993), perubahan dalam

    profil kolesterol sperma yang muncul meliputi dalam asinkronisasi kapasitas sperma

    (Benoff et al., 1993). Selama alur sperma melalui saluran reproduksi betina, hilangnya

    kolesterol dari membran spermatozoa meliputi mekanisme kapasitas sperma pada

    mamalia. Kolesterol sebelumnya telah didemonstrasikan untuk membatasi insersi

    protein dalam lapisan ganda posfolipid, untuk membatasi mobilitas lateral fungsi sisi

    reseptor yang diambil dalam lapisan inti sel lemak dan untuk memodulasi aktivitas

    protein membran dengan perubahan konformasi (Yeagle, 1985). Oleh karena itu, serum

    albumin diketahui untuk bertindak sebagai faktor kapasitansi menginduksi efeknya

    dengan mempromosikan efflux kolesterol dari membran plasma sperma manusia

    (Langlais et al., 1988). Terdapat fakta yang kuat bahwa kolesterol memodifikasi fusi

    membran plasma dengan akrosom terluar membran dengan jalan yang sama dengan

    faktor dekapasitansi yang lain (Davis and Hungund, 1976). Kolesterol menyediakan

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    2/9

    kekakuan membran, dimana agen yang tidak jenuh mempromosikan fluiditas

    membrane. Kolesterol yang diperkaya dengan produk makanan mengurangi konetika

    rekasi akrososm pada spermatozoa kelinci (Diaz-Fontdevilla and Buston-Obregon,

    1993). Efek ini konsisten dengan penelitian Sebastian et all (1987) yang menyatakan

    bahwa infertilitas manusia laki-laki mungkin berhubungan dengan perubahan

    metabolisme lipid dalam plasma seminal. Sifat dekapasitas kolesterol juga secara jelas

    telah didemonstrasikan oleh Diaz-Fontdevilla dan Buston-Obregon (1993). Dalam

    penelitian tersebut suatu makanan yang kaya kolesterol ditemukan dapat mengubah

    kompleks filipin sterol dalam membran plasma region akrosom, menyatakan bahwa

    membran lipid sperma dominan diinduksi oleh hiperkolesterolemia adalah penyebab

    modifikasi dalam kapasitansi sperma dan reaksi kinetik akrosom. Akan tetapi, tidak ada

    laporan yang menginvestigasi pengaruh makanan yang kaya kolestrol dalam fungsi

    spermatogenesis sel Leydig. Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah memperkirakan

    efek hiperkolesterolemia pada fungsi endokrin testicular dan pada kapasitas fertilisasi

    sperma.

    Bahan dan Metode

    Kelinci jantan diberi makan yang mengandung 3% kolesterol selama 12 bulan

    (kelompok A). sebagai tambahan enam kelinci diberikan makanan normal selama

    periode yang sama (kelompok B). Hewan ini dikandangi secara sendiri-sendiri selama

    periode eksperimen dan menerima air dan makanan secara ad libitum. Pada akhir

    penelitian, darah diaspirasi dari darah perifer (vena telinga) dan dievaluasi kolesterol

    dan total lipid serta testosteron. Kemudian, semua hewan menerima pemberian human

    chorionic gonadotropin (hCG; 1,500 IU) secara intramuscular. Tiga jam berikutnya,

    darah perifer diaspirasi dan respon testosterone terhadap stimulasi hCG diukur. Satu

    minggu setelahnya, semua hewan dianastesi dengan sodium pentobarbital (30 mg/kg,

    Nembutal, Abbot Laboratories, Chicago, IL) secara intravena. Heparin sulfate (120

    units/kg) secara intravena diberikan antikoagulasi. Suhu intraabdomen dan testicular

    kiri dinilai. 1/1000 mg dari kauda epididimis (vas deferens asli) direseksi, dan

    kandungan epididimis sperma, motilitas dan kapasitas fertilisasi diapresiasi. Testis kiri

    direseksi, dan barat testikulkar kiri ditimbang. Konsentrasi kolesterol dalam testicular

    kiri jaringan dinilai.

    .

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    3/9

    Evaluasi Lipid dan Jaringan Kolesterol Serum

    Kolesterol diekstraksi dari jaringan testicular menggunakan metode modifikasi Bligh-

    Dyer (Bligh and Dyer, 1959; Kate,1986). Kemudian, serum atau kolesterol testicular

    dan serum total lipid dievaluasi dengan referensi khusus Reference Laboratory

    (Hiroshima, Japan) seperti yang sebelumnya digambarkan (Sofikitis and Miyagawa,

    1993a).

    Penilaian testosterone Serum

    Tingkat testosterone dinilai dengan pemeriksaan radioimmunoassay berdasarkan

    metode Coyotupa dan koleganya (1972) menggunakan peralatan dari Nihon DPC

    Corporation (Tokyo, Japan).

    Penilaian Suhu Testicular

    Suhu testicular kiri dinilai dengan insersi perkutaneus jarum no 29 dengan thermometer

    digital (thermometer (Unique Medical, PTC 201 model, Tokyo). Suhu intraabdomen

    dimonitor dengan pemeriksaan rectal dan suhu badan dinilai antara 36,7 dan 37,30C

    dengan pemanasan radian melalui prosedur. Perbedaan antara intraabdomen dan suhu

    intratesticular kiri direkam.

    Berat Testis

    Testis diseksi bebas melalui jaringan skitarnya dan diukur beratnya pada skala Mettler

    Basbal (Tokyo).

    Kandungan Spema kaudal Epididimis dan Motilitas

    Kandungan Spema kaudal Epididimis dinilai seperti yang sebelumnya telah dijelaskan

    (Sofikitis and Miyagawa, 1993b). Fragmen epididimal ditambahkan 5 mL Dulbeccos

    phosphate buffered saline (DPBS; Sigma Chem., St. Louis, MO) (Sofikitis et al., 1996).

    Mikroskop stereo memotong jaringan ke dalam bagian terkecil yang mungkin. Jaringan

    epididimal yang telah dipotong dipisahkan dari spermatozoa yang bebas dengan filtrasi

    melalui kertas penyaring diameter 20 -mm- (Whatman Co., New York, NY). Enam

    tetes (volume masing-masing sampel 0,06 ml) filtrat digunakan pada jumlah sperma

    (jumlah spermatozoa/ml) dan jumlah rata-rata dihitung. Sebuah kamar hitung Makler

    (Sefi Medical Instruments, Haifa, Israel) ditempatkan pada slide mikroskop biasa dan

    dengan kekuatan lensa objektif 20x dan lensa okuler 10 x digunakan. Sepuluh tetesan

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    4/9

    dihitung untuk mengkalkulasikan persentase motilitas spermatozoa dalam saringan

    secara cepat setelah persiapan. Proporsi motilitas spermatozoa pada masing-masing

    tetesan ditemtukan oleh hitungan 300 sel secara acak yang ditentukan dengan pada area

    yang diseleksi. Motilitas juga dinilai secara kualitatif dan ditandai nilainya dari 0-4

    seperti yang sebelumnya dijelaskan (Sofikitis et al., 1991).

    Kapasitas Kesuburan Kaudal Sperma Epididimis

    Kemampuan spermatozoa kelinci untuk berpenetrasi dan fertlisasi ova diuji

    secara in vitro. Sampel kaudal epididimal disentrifugasi pada 200 g selama 10 min.

    Pellet sperma dipindahkan dengan modifikasi Brackett medium (mengandung 3.2 g/L

    bovine albumin) (Brackett 1970; Brackett dan Oliphant, 1975). Kemudian, sampel

    sperma dilakukan prosedur swim-up. Dengan inkubasi 1 mL-aliquots pada sudut 45

    pada suhu 37C dibawah 5% karbondioksida selama 30 menit. Supernatan (0.5 mL)

    ditutup ulang. Spermatozoa dalam supernatant dari kelompok B dihambat motilias

    berkisar dari 81% - 96%. Supernatants dari kelompok A kelinci menunjukkan motilitas

    sperma berkisar dari 53% hingga 70%.

    Untuk mencegah perbadaan motilitas sperma antara kedua kelompok,

    spermatozoa dari kelompok A difiltrasi melalui Sperma Prep (ZBL, Lexington, KY)

    seperti yang telah digambarkan sebelumnya (Sofikitis et al., 1993). Filtrasi ditutup

    ulang dari kolom Sperm Prep menunjukkan persentase motilitas spermatozoa berkisar

    dari 73% to 91%. Setelah swim-up supernatants dari filtrasi sperma dari kelompok A

    kelinci disentrifugasi pada at 200 g selama 15 menit dan sampel sperma pada

    konsentrasi yang sama hingga 2,000,000/mL dipersiapkan (sampel akhir) dan

    diinkubasi dalam modifikasi Brackett medium pada suhu 370

    C dibawah

    karbondioksida 5% selama 3 jam. Massa kumulus mengandung oosit ditutupi ulang

    dari kelinci betina dewasa seperti yang telah digambarkan sebelumnya (Sofikitis et

    al.,1996). Sepuluh massa Cumulus diinseminasi dengan sampel sperma dari masing-

    masing kelinci jantan. Masing-masing kumulus ditempatkan dalam 0.9 mL of RD

    (medium yang mengandung 10 mM of taurine [RD medium, Dulbeccos low-glucose

    Modified Eagles medium (GIBCO Co., Grand Island, NY) dicampur1:1 (v/v) dengan

    RPMI 1640 (GIBCO)] (Carney et al., 1991) diinseminasi dengan 0.1 mL sperma akhir

    dan diinkubasi pada suhu 37C dibawah 5% karbondioksida (Sofikitis et al., 1996).

    Oocytes diamati pada 18 dan 36 jam setelah inseminasi. Persentase oosit dengan dua

    pronuklei pada 18 jam dan persentase oosit yang dipotong pada 36 jam setelah direkam.

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    5/9

    Analisis Statistik

    Uji Wilcoxons digunakan untuk analisis statistik. Kemungkinan kurang dari 5%

    (

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    6/9

    Suhu Testicular

    Perbedaan Testicular kiri versus suhu intra-abdominal tidak secara signifikan berbeda

    antara kelompok A dan B (3.9 0.4C and 4.1 0.3C).

    Berat Testicular

    Perbedaan dalam nilai rata-rata testicular kiri antara kelompok A dan B tidak secara

    signifikan berbeda

    (3153 101 mg dan 3208 94 mg).

    Tabel 2. Hiperkolesterolemia dan hewan Kontrol

    Kelompok Makanan Testosterone

    Basal Kelompok

    terhadap hCG

    A Makanan kaya

    kolesterol

    2.4 0.4 4.9 0.7*

    B kontrol 2.2 0.7 6.8 0.9

    Nilai diekspresikan dengan nilai rata-rata SD

    *P < 0.05 dibandingkan dengan kelompok kontrol

    Kandungan Epididimal sperma, motilitas dan kapasitas fertilisasi

    Kandungan sperma epidimal, persentase motilitas spermatozoa dan tingkat motilitas

    secara signifikan lebih rendah pada kelompok A dibandingkan kelompok B (Tabel 3).

    Walaupun perbedaaan dalam persentase motilitas spermatozoa antara kelompok A

    setelah ditambah swim-up sperma Prep filtrasi dan perbedaan kelompok B (lihat

    material dan bahan), persentase oosit dengan dua pronuklei pada 18 jam setelah

    inseminasi lebih rendah secara signifikan pada kelompok A dibandingkan kelompok B.

    Pembahasan

    Penulis menciptakan model hiperkolesterolemia yang sama seperti yang digambarkan

    oleh Girerd dan koleganya (1990) untuk mengilustrasikan pengaruh makanan kaya

    kolesterolpada fungsi ensokrin dan eksokrin testicular. Seperti sebuah penelitian klinis

    yang penting karena hiperkolesterolemia adalah masalah sosial dan produk tinggi

    kolesterol yang sewring diiklankan untuk alas an komersial. Tingkat serum basal

    testosterone perifer antara kelinci hiperkolesterolemia dan kontrol menunjukkan tidak

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    7/9

    ada perbedaan signifikan. Tentu saja, sebuah serum testosterone basal adalah indikator

    fungsi sel leydig yang baik, tetapi sering kali ini gagal mengindikasikan perubahan

    kecil dalam tingkat sintesis testosterone testicular (Steinberger et al., 1973). Oleh

    karena itu, evaluasi kemungkinan potensi fungsi sel leydig disebabkan oleh stimulasi

    hCG yang penting.

    Tabel 3. Kandungan epididimal kaudal sperma dan kapasitas fertilisasi pada kelompok

    kelinci hiperkolesterolemia dan kelompok control

    Kelompok

    hiperkolesterolemia

    Kelompok Kontrol

    Kelompok A Kelompok B

    Kandungan sperma (

    10/mL medium)

    413 151* 734 106

    Motilitas sperma (%) 61 7* 79 6

    Tingkat motilitas 2.3 0.4* 3.3 0.3

    Oosit dengan dua pronuklei

    (%)

    27 4.3* 53 7.6

    Potongan oosit (%) 23 5.1* 47 7.3

    Nilai diekspresikan dengan nilai rata-rata SD

    *P < 0.05 dibandingkan dengan kelompok kontrol

    sampel sperma untuk IVF pada kelompok A dan B digunakan setelah persiapan

    melalui metode swim-up and Sperm Prep dan metode swim-up. Tidak ada perbedaan

    signifikan dalam persentase motilitas sperma antara kelompok A dan B dan setelah

    persiapan diatas.

    Bukti menunjukkan bahwa penelitian saat ini menemukan disfungsi sekretori

    stiimulasi sel leydig dalam hiperkolestrolemia lingkungan testicular. Penulis

    mengevaluasi respon testicular terhadap hCG 3 jam setelah stimulasi karena penulis

    sebelumnya mendemonstrasikan puncak testosterone terhadap respon hCG pada kelinci

    terjadi 3 jam setelah injeksi (Sofikitis and Miyagawa, 1994). Fungsi Optimal Sel

    Leydig cell dan sekresi testosteron dikenal menjadi awal (i) aktivasi normal

    spermatogenesis (Steinberger et al., 1973) dan (ii) pemeliharaan proses dan

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    8/9

    perkembangan kapasitas epididimal maturasi (Turner, 1985). Oleh karena itu, secara

    signifikan kaudal epidimal lebih rendah pada hewan dengan hiperkolesterolemia dapat

    menyumbangkan defek dalam fungsi sekretory sel Leydig yang dihasilkan dalam

    perbaikan spermatogenesis dan suatu perbaikan proses maturasi sperma epidimal.

    Dalam penelitian ini, proporsi oosit menjadi oosit fertilisasi secara signifikan lebih

    rendah pada kelinci dalam kelompok hiperkolesterol dibandingkan dengan kelompok

    kontrol. Karena tidak ada perbedaan signifikan dalam persentase motilitas sperna

    setelah persiapan sperma melalui sperma prep dan metode swim up, hasil ini tidak

    dapat menyumbangkan penurunan motilitas sperma pada kelinci dengan

    hiperkolesterolemia.

    Temuan ini menyatakan bahwa hasil hiperkolesterolemia dalam perubahan

    kuantitatif dan kualitatif pada membran lipid sperma menyebabkan perbaikan kapasitas

    sperma untuk kapasitas dan reaksi akrosom. Sebagai tambahan, hiperkolesterolemia

    dapat mempunyai efek berbahaya dalam fertilisasi sperma (seperti zona ikatan penetrasi

    zona pelusida, fusi dengan viteli membrane dan selanjutnya (Yamamoto et al., 1997)]

    dan berikutnya pada potensial transformasi kepala sperma jantan pronuclei. Oleh

    karena itu, persentase lebih rendah potongan oosit pada kelinci yang dirawat dengan

    makanan kolesterol mengindikasikan bahwa perkembangan awal embrionik diperbaiki.

    Ketiadaaan perbedaan jaringan testicular antara dua kelompok konsisten dengan hasil

    laporan sebelumnya (Diaz-Fontdevilla and Buston- Obregon,1992; Diaz-Fontdevilla et

    al., 1993) menunjukkan bahwa kandungan kolesterol tidak meningkat dalam seminal

    plasma hewan yang diberi perlakuan dengan makanan kaya kolesterol. Temuan kami

    dan penelitian sebelumnya yang diambil bersama-sama menyatakan bahwa keberadaan

    testis darah atau saluran reproduksi darah pada jantan untuk kolesterol. Sulit untuk

    menjelaskan mengapa fungsi sel Leydig rusak pada hewan hiperkolesterolemia tanpa

    adanya peningkatan jaringan testicular. Kami mengukur suhu testicular yang diketahui

    menjadi diatur dengan pusat pertukaran panas vaskulatur testicular untuk mengevaluasi

    apakah konsekuensi vascular hiperkolesterolemia pada pusat pemanasan saat ini

    bertanggung jawab untuk kerusakan testicular (Rubenstein et al., 1995). Akan tetapi,

    secarafungsional system pemanasan saat ini pada hewan dengan hiperkolesterolemia

    muncul menjadi intak. Hipotesis kami bahwa hiperkolesterolemia tidak mempunyai

    pengaruh secara langsung pada sel tubulus seminiferus, tetapi substansi lainnya

    menginduksi hiperkolestrolemia mempunyai efek merusak pada spermatogenesis.

    Penelitian saat ini merupakan laporan pertama yang menunjukkan suatu efek makanan

  • 7/30/2019 Efek Hiperkolesterolemia Pada Fungsi Testis Dan Fisiologi Sperma

    9/9

    kaya kolesterol, maturasi sel epididimal dan semua kapasitas proses fertilisasi sperma.

    Konsep bahwa disanan terdapat batasan tastis darah untuk kolesterol didukung oleh

    temuan saat ini dan investigasi selanjutnya yang lebih layak.