edisi #2 acccrn newsletter · pdf filedasar penyusunan klhs. kajian kerentanan terhadap...

5
C uaca yang tidak dapat diprediksi, memiliki pengaruh yang cukup besar kepada para anggota masyarakat dari golongan rentan. Seperti pada para nelayan kecil di pesisir pantai kota Semarang yang hanya berbekal perahu kecil dan peralatan navigasi sederhana, dimana mereka menggantungkan hidup keluarga pada hasil tangkapan ikan tiap harinya. Ketidak mampuan mereka untuk tetap melaut dikala badai dan ombak besar memperparah kesulitan ekonomi yang sejak awal sudah dirasakan oleh mereka. Bahkan ada yang pada akhirnya terpaksa beralih profesi ke bidang yang bukan merupakan keahlian mereka. Seperti yang telah kita ketahui bersama, masalah yang diakibatkan oleh perubahan iklim ini tidak hanya menyebabkan permasalahan ekonomi bagi para nelayan kecil di pesisir kota Semarang, tetapi juga menyebabkan berbagai permasalahan pada berbagai sektor kehidupan masyarakat umum di seluruh belahan bumi, yang dimana dampaknya lebih terasa pada para anggota masyarakat rentan karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasinya. Menyadari permasalahan ini, Program ACCCRN yang didanai oleh The Rockefeller Foundation bekerjasama dengan pemerintah kota Semarang dan Bandar Lampung, LSM lokal dan juga Universitas lokal dari kedua kota tersebut, mengadakan berbagai upaya untuk mencari cara beradaptasi pada keadaan iklim yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi ini. Dialog Pembelajaran Bersama (SLD), Analisa Kerentanan dan Adaptasi (VA), Proyek-proyek Pilot, Perencanaan Ketahanan Kota (CRS) dan Dialog skala nasional merupakan upaya-upaya yang tengah dilakukan untuk mencari cara beradaptasi yang dapat berguna bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat rentan di daerah urban. Hal ini sesuai dengan tujuan utama program ACCCRN yakni menyusun strategi adaptasi terhadap perubahan iklim bagi kota terkait. Selain di Indonesia, program ACCCRN saat ini tengah dilaksanakan di tiga negara lain di Asia yaitu Vietnam, Thailand dan India. Di Indonesia, Mercy Corps merupakan Country Coordinator bagi program ini dan bekerjasama dengan URDI (Urban and Regional Development Institute). 1 ACCCRN Newsletter Edisi #2 Integrasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Kota

Upload: vannhi

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi #2 ACCCRN Newsletter · PDF filedasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain ... (RPJMD, Spatial Planning)

Cuaca yang tidak dapat diprediksi, memiliki pengaruh yang cukup besar kepada para anggota masyarakat dari golongan rentan. Seperti pada para nelayan kecil

di pesisir pantai kota Semarang yang hanya berbekal perahu kecil dan peralatan navigasi sederhana, dimana mereka menggantungkan hidup keluarga pada hasil tangkapan ikan tiap harinya.

Ketidak mampuan mereka untuk tetap melaut dikala badai dan ombak besar memperparah kesulitan ekonomi yang sejak awal sudah dirasakan oleh mereka. Bahkan ada yang pada akhirnya terpaksa beralih profesi ke bidang yang bukan merupakan keahlian mereka.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, masalah yang diakibatkan oleh perubahan iklim ini tidak hanya menyebabkan permasalahan ekonomi bagi para nelayan kecil di pesisir kota Semarang, tetapi juga menyebabkan berbagai permasalahan pada berbagai sektor kehidupan masyarakat umum di seluruh belahan bumi, yang dimana dampaknya lebih terasa pada para anggota masyarakat rentan karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasinya.

Menyadari permasalahan ini, Program ACCCRN yang didanai oleh The Rockefeller Foundation bekerjasama dengan pemerintah kota Semarang dan Bandar Lampung, LSM lokal dan juga Universitas lokal dari kedua kota tersebut, mengadakan berbagai upaya untuk mencari cara beradaptasi pada keadaan iklim yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi ini. Dialog Pembelajaran Bersama (SLD), Analisa Kerentanan dan Adaptasi (VA), Proyek-proyek Pilot, Perencanaan Ketahanan Kota (CRS) dan Dialog skala nasional merupakan upaya-upaya yang tengah dilakukan untuk mencari cara beradaptasi yang dapat berguna bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat rentan di daerah urban.

Hal ini sesuai dengan tujuan utama program ACCCRN yakni menyusun strategi adaptasi terhadap perubahan iklim bagi kota terkait. Selain di Indonesia, program ACCCRN saat ini tengah dilaksanakan di tiga negara lain di Asia yaitu Vietnam, Thailand dan India. Di Indonesia, Mercy Corps merupakan Country Coordinator bagi program ini dan bekerjasama dengan URDI (Urban and Regional Development Institute).

1

ACCCRN NewsletterEdisi #2

Integrasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Kota

Page 2: Edisi #2 ACCCRN Newsletter · PDF filedasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain ... (RPJMD, Spatial Planning)

Kajian kerentanan dan adaptasi perubahan iklim sangat diperlukan oleh pemerintah daerah sebagai input

utama dalam melakukan perencananaan ketahanan pembangunan kota. Data nasional dan internasional dan kajian resiko bencana yang ada tidak cukup untuk dijadikan sebagai acuan utama dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah kota/kabupaten.

Penyusunan perencanaan pembangunan daerah dan penyusunan kajian resiko bencana yang memasukkan kajian resiko iklim dan kemampuan adaptasi kedalamnya dengan memperhitungkan perubahan iklim merupakan amanat dari UU 26/2007 tentang penyusunan RTRW, UU 24/2007 tentang penanggulangan bencana dan UU 32/2009 perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] juga telah memasukkan kajian kerentanan terhadap perubahan iklim sebagai salah satu dasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain yang sudah ada menjadi lebih efektif dan tepat sasaran

Secara spesifik, VA membantu untuk:

- Mengerti dampak yang berbeda-beda dari perubahan iklim

- Mengidentifikasi kelompok, daerah, dan sektor rentan hingga tingkat kelurahan

- Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan, dan bagaimana kelompok rentan akan terkena dampak

- Mengkaji bagaimana fungsi ekosistem akan merespon tekanan karena kegiatan manusia dan perubahan iklim

- Mengkaji kebutuhan dan kapasitas untuk beradaptasi

- Mengidentifikasi kelembagaan dan isu-isu pemerintahan yang dapat mempengaruhi ketahan kota terhadap resiko bencana dan resiko iklim saat ini dan masa datang

- Menyusun rekomendasi awal dalam penyusunan strategi ketahanan kota/kabupaten terhadap resiko bencana dan resiko iklim saat ini dan masa depan

Pendekatan Penyusunan Kajian Kerentanan

Kajian kerentanan yang dilakukan dalam program ACCCRN meliputi tiga komponen penting, yaitu:1. Kajian kerentanan klimatologi2. Kajian kerentanan dan kapasitas adaptasi

berbasis komunitas3. Kajian kerentanan dan kapasitas adaptasi

pemerintahan dan institusi.

Dalam penentuan awal kerentanan suatu daerah, evaluasi atas hasil kajian kerentanan dan penyusunan strategi ketahan kota terhadap perubahan iklim menggunakan

pendekatan/proses Dialog Pembelajaran Bersama (SLD) yang diikuti oleh berbagai macam aktor kota seperti aparat pemerintah daerah, akademisi, NGO/LSM, privat sector. SLD memegang peranan penting dalam berbagi informasi, pembelajaran, dan masukan untuk membentuk suatu strategi ketahanan kota.

Hasil dari kajian kerentanan ini salah satunya adalah peta kerentanan yang menggambarkan daerah-daerah rentan dan tidak rentan, juga kapasitas adaptasi yang sudah ada. Peta ini dapat digunakan sebagai masukan pengembangan kota, dengan melihat daerah mana saja yang tidak potensial untuk dibangun, daerah yang tidak boleh dibangun, dan daerah aman untuk pengembangan.

Kajian Kerentanan KlimatologiKajian klimatologi diperlukan untuk mengestimasi perubahan iklim, dalam hal ini temperatur, kenaikan muka air laut, dan curah hujan, yang akan terjadi di kota dalam 10 sampai 50 tahun ke depan. Kajian ini dapat juga dilakukan untuk memprediksi daerah-daerah yang akan mengalami bencana akibat perubahan iklim seperti banjir dan kekeringan, daerah-daerah yang memiliki kapasitas adaptasi yang baik dan yang perlu penguatan. Kajian kerentanan klimatologi ini dilakukan dengan kerja sama antara ACCCRN dan CCROM SEAP IPB, yang merupakan institusi yang bergerak di bidang resiko perubahan iklim. CCROM SEAP IPB membantu ACCCRN dalam mengembangkan skenario perubahan iklim (temperatur dan curah hujan), serta menciptakan peta kerentanan.

Kajian Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Berbasis Komunitas

Kajian ini dilakukan untuk melihat secara dekat bagaimana masyarakat dan komunitas dalam menghadapi perubahan iklim, pendekatan ini dilakukan berbeda dengan pendekatan kajian

klimatologi dan institusional karena pendekatan ini berskala kecil (kajian dilakukan di tingkat kelurahan, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT)). Tujuan dari kajian ini ialah untuk memahami daerah-daerah rawan bencana (karena perubahan iklim) dan kelompok mana saja yang rentan. Dengan memahami hal-hal tersebut diharapkan kegiatan adaptasi atau strategi ketahanan dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Hasil dari kedua kajian tersebut menghasilkan peta kerentanan, seperti gambar berikut:

Kajian Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi Pemerintahan & Institusi

Kajian ini bertujuan untuk melihat kapasitas pemerintah kota, menganalisa kebijakan kota terhadap perubahan iklim dan pembangunan, koordinasi antar dinas-dinas, dan memperlihatkan kekurangan pemerintahan kota yang perlu upaya perbaikan dan penguatan. Dalam kajian ini juga ditentukan dalam sektor mana saja atau kebijakan apa saja yang perlu diintegrasikan dengan pertimbangan perubahan iklim, sehingga pembangunan ataupun kebijakan kota yang akan dijalankan tidak bertolak belakang dengan kondisi kota, apalagi semakin memberikan tekanan terhadap daerah-daerah rentan.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perkotaan

Penyusunan Kajian Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim

Gambar 2 Pemetaan Kapasitas dan Kerentanan Semarang (termasuk peta bencana akibat

perubahan iklim 2005

Kerangka Ketahanan Kota (Urban Resilience Framework (URF))Secara menyeluruh, proses program ACCCRN yang tengah berjalan di empat negara ini memiliki mekanisme seperti pada diagram Urban Resilience Framework disamping. Program ACCCRN merupakan Catalytic Agent atau Agen Katalitik bagi seluruh pengetahuan lokal dan pengetahuan ilmiah yang ada di kota. Seluruh pengetahuan yang telah melalui Catalytic Agent ini kemudian pembelajarannya dibagikan untuk meningkatkan pengetahuan Agent (Agen: individual, organisasi, kelompok), Institution (Institusi: aturan atau praktek yang memandu bagaimana Agen berinteraksi dengan satu sama lain dan dengan sistem) dan System (Sistem: terdiri dari elemen dan hubungan) dalam Pemahaman Kerentanan/Understanding Vulnerability akan perubahan iklim. Proses Pemahaman Kerentanan ini tetap berjalan terus menerus tanpa henti sampai saat ini.

Selain itu, pembelajaran tersebut juga dibagikan untuk Membangun Ketahanan-Building Resilience yang dalam prosesnya memperhatikan aspek Fleksibilitas dan Keanekaragaman-Flexibility & Diversity, Redudansi dan Modularitas-Redundancy & Modularity, Kegagalan yang aman-Safe Failure, Pembelajaran -Learn, Keberadaan sumberdaya-Resourcefulness dan Respon-Responsiveness. Aspek-aspek ini mendukung lingkaran proses Identifikasi Aksi-Identify Action, Prioritas-Prioritize, Desain-Design, Implementasi-Implement dan Pemantauan-Monitor yang terus menerus sambung menyambung tanpa henti, dimana keseluruhan prosesnya merupakan suatu kesatuan yang terus berputar.

Proses-proses ini menyediakan kerangka kerja konseptual untuk menghubungkan berbagai macam kegiatan yang bertujuan untuk beradaptasi pada perubahan iklim dan memberikan titik masuk pada Perencanan Ketahanan Kota/CRS, memungkinkan para perencana untuk berpikir tentang sistem yang telah familiar dengan cara yang baru, memungkinkan kota untuk menjabarkan dengan jelas kepada pemerintah dan donor tentang bagaimana mereka akan mengurangi kerentanan dan juga menunjukkan proses pembangunan ketahanan yang sedang berlangsung, dimana merupakan suatu hal yang tidak dapat diukur secara langsung.

Sehingga program ACCCRN di Indonesia dalam berbagai pelaksanaannya, membantu pemerintah dan penduduk lokal melalui menganalisa kerentanan mereka dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk menentukan masalah yang menjadi prioritas pada program yang sedang berjalan, melakukan analisis gap, serta membantu dalam penyusunan strategi dan rencana aktivitas untuk membangun ketahanan komunitas terhadap dampak perubahan iklim. Saat ini program ACCCRN telah merampungkan tahap 1 dan 2, dan semenjak bulan Juli 2010 lalu telah memasuki tahap ketiga, yang dimana akan berjalan sampai dengan bulan Maret 2013. Dalam tahap ketiga ini, program ACCCRN melaksanakan berbagai proyek adapatasi di kota Semarang dan Bandar Lampung.

Dampak perubahan iklim di daerah perkotaan bisa terjadi dalam berbagai macam bentuk, seperti terjadinya badai yang menyebabkan banjir, angin puting beliung, kekeringan,

longsor dan permasalahan kesehatan. Kota yang tidak memiliki strategi ketahanan, pengurangan resiko bencana dan perubahan iklim akan menerima dampak terbesar dari dampak perubahan iklim. Sistem perkotaan yang tidak ideal tanpa memperhitungkan resiko bencana di masa datang yang semakin rentan akibat adanya perubahan iklim akan membuat masyarakatnya menjadi semakin kritis dan sengsara.

Seperti yang kita ketahui, bahwa pembangunan di daerah perkotaan memiliki dampak lingkungan yang besar tanpa dan dengan adanya perubahan iklim. Banjir sebagai contoh, dengan adanya pembangunan yang terus menerus, daerah resapan yang berfungsi untuk penyerapan air hujan dan mengurangi banjir akan semakin berkurang. Dengan adanya perubahan iklim dapat meningkatkan angka kejadian banjir di masa yang akan datang, masyarakat yang terkena banjir akan semakin banyak, yang pada akhirnya akan menyebabkan terganggunya sistem perkotaan termasuk perekonomian kota. Karena itu penting artinya bagi pemerintah kota untuk mempertimbangkan perubahan iklim di dalam rencana pembangunan daerahnya, terutama untuk meningkatkan ketahanan kota dalam menghadapi perubahan iklim.

Kelompok Kerja (WG) II IPCC telah memberikan estimasi bahwa pada tahun 2020 di Afrika antara 75 juta sampai 250 juta orang akan mengalami kesulitan air karena adanya perubahan iklim (Adger, Aggarwal, Agrawala et al., 2007) dan di Asia pada tahun 2050 sebanyak satu milyar orang akan terkena dampak berkurangnya air bersih yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan kebutuhan air yang terus meningkat. Dari hasil studi WG II IPCC diketahui bahwa banyak kota akan mengalami masalah kesulitan air bersih karena curah hujan yang semakin menurun di masa yang akan datang. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas, pemerintah kota memiliki peranan yang sangat penting. Terutama untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan mengelola kegiatan pengurangan resiko bencana dan kerentanan terhadap perubahan iklim. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak ialah dengan membuat perencanaan kota yang mempertimbangkan perubahan iklim, beberapa metodologi atau tahapan yang pertama harus dilakukan adalah dengan mengkaji kerentanan kota.

32

Framework perencanaan ketahanan kota integrasi perubahan iklim

Gambar 1 Pemetaan Kapasitas dan Kerentanan Bandar Lampung (a) 2005 (baseline) (b) 2020 (c) 2050

Page 3: Edisi #2 ACCCRN Newsletter · PDF filedasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain ... (RPJMD, Spatial Planning)

Strategi Ketahanan Kota

Strategi Ketahanan Kota merupakan dokumen yang berisi pedoman dan arahan untuk sistem kota (prasarana dan sarana fisik, lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan) dalam rangka menghadapi perubahan iklim.

Di dalam penyusunannya, dilakukan review terhadap dokumen kebijakan nasional dan kota untuk memahami arah pembangunan Kota Bandar Lampung dan Semarang yang akan datang, sehingga strategi dan aksi adaptasi perubahan iklim yang dihasilkan bisa sinergis dan kontributif. Review antara lain dilakukan pada dokumen RPJP Kota Bandar Lampung dan Semarang (2005-2025) dan RPJM (2010-2015), dimana proses penyusunan strategi ketahanan kota bersamaan dengan proses penyusunan RPJM, sehingga isu perubahan iklim juga diperkenalkan dan hasil rumusan strategi dan aksi ketahanan kota diintegrasikan sesuai dengan pembagian urusan dan kewenangan pemerintah.

Integrasi Perubahan Iklim dalam Kegiatan Kota atau Program Pemerintah (RPJMD, Spatial Planning).

Di dalam integrasi perubahan iklim terhadap dokumen perencanaan kota, beberapa hal menjadi kunci penting dalam mesukseskan program-program perubahan iklim, antara lain :

- Pemilihan waktu yang tepat (Pick the right time) : Peluang untuk mengintegrasikan isu perubahan iklim menjadi sangat besar jika dilakukan pada saat yang tepat, dimana integrasi sebaiknya dilakukan sejalan dengan proses penyusunan dokumen kota. Kota Semarang dan Bandar Lampung dikala itu mengalami pergantian Walikota, sehingga diperlukan penyusunan dokumen kota seperti RPJMD. Penyusunan strategi ketahanan kota yang berjalan bersamaan dengan proses penyusunan RPJMD dan RTRW memungkinkan adanya share informasi sehingga integrasi isu perubahan iklim dapat dilakukan.

- Pemilihan personil dan kelembagaan yang tepat (Pick the right person) : Koordinasi yang kuat dengan para perencana kota/city planner dan expert di sektor-sektor rentan perubahan iklim menjadi sangat penting. Hal ini merupakan entry point dari integrasi isu perubahan iklim, karena peran perencana kota yang sangat strategis, memungkinkan isu perubahan iklim bisa benar-benar diakomodir di setiap sektor yang teridentifikasi rentan terhadap dampak perubahan iklim dan peran expert sangat diperlukan untuk bisa memverifikasi informasi atau data-data yang terkumpul.

Semarang merupakan kota yang unik diantara lima kota terbesar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan). Kondisi alamnya terbentang dengan keragaman mulai dari daerah perbukitan sampai daerah pesisir.

Sebuah perpaduan antara daerah perbukitan di sebelah selatan Semarang, daerah sub-urban dan urban di pusat kota, kawasan kota lama, kawasan industry, dan kawasan hutan mangrove di sebelah utara. Kota Semarang, dengan luas wilayah mencapai 373,70 Km2 dan populasi sebanyak 1.507.826 jiwa di tahun 2009, memiliki tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,4 % per tahun. Berdasarkan skenario pertumbuhan penduduk, Semarang akan memiliki populasi sebesar 2.156.084 jiwa di tahun 2030 (Rencana Tata Ruang Kota Semarang Tahun 2011-2031).

Diluar permasalahan sampah, polusi udara, dan kemacetan yang merupakan masalah utama kota Semarang, seperti halnya yang dialami kota-kota besar lain, Semarang juga memiliki masalahnya sendiri, yang sama “unik”nya dengan kondisi geografisnya yang unik. Di wilayah perbukitan, terjadi pertambahan peralihan fungsi lahan dari wilayah tangkapan air menjadi pemukiman, yang membuat daerah ini menjadi rentan akan longsor dan kekeringan.

Di daerah dataran rendah dan pesisir, kurangnya ruang terbuka hijau dan drainase yang buruk membuat Semarang terkenal dengan julukan “Semarang Kaline Banjir”. Bahkan sejak tahun 1870, Pemerintah kolonial Belanda telah membangun Kanal Semarang untuk menangani permasalahan banjir di Kota Semarang. Ini menunjukkan bahwa masalah banjir telah melanda Semarang sejak waktu yang lama, dan masih terjadi sampai sekarang.

Di daerah pesisir, terdapat ancaman genangan air laut atau “rob”, abrasi, hilangnya hutan mangrove, hilangnya sebagian besar sumber pencaharian para nelayan dan petani tambak, dan land subsiden yang mencapai 10 cm per tahun (Geologi Tata Lingkungan, Dirjen ESDM, 2008), sebagai akibat yang diperparah dari berbagai factor seperti kekeringan, tekanan pembangunan, tingginya laju pertumbuhan penduduk, infrastruktur yang belum memadai, dan ekstraksi berlebihan air bawah tanah.

Ketimpangan pertumbuhan pun terjadi, dimana pertumbuhan di pusat kota tumbuh pesat dan intensif, sementara wilayah sub-urban kota tidak mampu mengimbangi pertumbuhan pusat kota. Kondisi ini menyebabkan permasalahan di pusat kota seperti kemacetan dan kualitas udara yang buruk, baik dari kepadatan lalu

- Dukungan Walikota (Have the right mayor or have the mayor convinced): Walikota memiliki andil besar didalam mengintegrasikan kegiatan CC di dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Semarang, yang merupakan acuan kebijakan Walikota dalam menetapkan kegiatan dan arah pembangunan selama 5 tahun kedepan. Walaupun perubahan iklim belum banyak dipahami oleh banyak orang, tetapi dimulai dengan pemahaman sederhana maka sebuah inisiatif yang inovatif sangat mungkin diwujudkan. Pemahaman ini adalah bahwa perubahan iklim bukanlah sebuah program, tapi sebuah bencana global yang sudah terjadi, yang tidak terjadi hanya pada daerah tertentu saja, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain di dunia yang satu, dan bahwa usaha-usaha untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim sudah dilakukan di berbagai belahan dunia, dan negara-negara di belahan dunia lain juga sudah melakukan hal yang sama untuk bekerjasama untuk bisa menanggulangi masalah ini.

- Adanya tim kota yang solid (Develop solid city team) : Di dalam program ACCCRN, dilakukan penandatanganan dokumen kerjasama antara Walikota dan Mercy Corps untuk kegiatan perubahan iklim, dan pembentukan tim kota yang beranggotakan stakeholder kota, yang terdiri dari instansi pemerintah, akademisi, LSM, dan sektor swasta. Koordinasi rutin dan pembelajaran bersama menjadi sangat penting untuk menjaga keeratan tim kota, dan memiliki think tank kecil (city core team) yang kompak menjadi kunci sukses Kota Semarang untuk bisa melaksanakan berbagai program bersama stakeholder kota.

54

Pengarusutamaan Perubahan Ikllim Kota : Studi kasus kota Semarang.Keterlibatan kota dalam program ACCCRN (Inception activities)

lintas maupun dari keberadaan aktivitas industry yang ada di Kota Semarang. Kemiskinan tersebar di pusat kota dan daerah pesisir, akibat padatnya penduduk dan karena kepadatan penduduk yang cukup tinggi diperparah oleh kondisi daerah yang terpapar genangan, kemacetan lalulintas, abrasi.

Keadaan kota tanpa disadari ternyata sedikit banyak telah dipengaruhi oleh dampak dari perubahan iklim. Di wilayah perbukitan dan dataran rendah, kekeringan dan longsor diperparah oleh iklim ekstrim. Musim kemarau berlangsung lebih lama, dan musim hujan berlangsung lebih pendek tapi dengan intensitas curah hujan yang lebih tinggi, menyebabkan kerentanan terhadap ketersediaan air bersih. Beberapa daerah di Semarang telah mengalami kekeringan dalam beberapa tahun, yang menyebabkan kegagalan panen dan timbulnya penyakit. Daerah yang tergenang rob terus bertambah di daerah pesisir, yang memberikan dampak pada sektor perikanan dan pemukiman. Hampir 300,000 jiwa terancam tergenang sebagai akibat dari kenaikan permukaan air laut dan setidaknya sekitar 2,500 jiwa (tidak termasuk anggota keluarganya) adalah petani tambak yang terancam kehilangan pekerjaan (Strategi Ketahanan Kota Semarang, 2010).

Program The Asian Cities Climate Change Network (ACCCRN) di Semarang merupakan langkah pertama kota Semarang terkait perubahan iklim yang bertujuan untuk membangun strategi ketahanan kota, dengan membangun jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan atau stakeholder kota. Terpilih menjadi salah satu jejaring ACCCRN selain Kota Bandar Lampung pada bulan Juli 2009, ACCCRN mempertimbangkan strategi adaptasi

masyarakat yang sudah ada di dalam membuat Strategi Ketahanan Kota Semarang, sebuah dokumen yang berisi prioritas aksi adaptasi yang memungkinkan jejaring kota untuk mengeksplorasi solusi yang inovatif.

Program-program yang diimplementasikan oleh ACCCRN turut berupaya untuk melibatkan sektor swasta, sebagai salah satu dari banyak kontributor emisi gas rumah kaca, dengan melakukan diskusi terfokus (FGD) dan mencoba untuk menemukan mekanisme potensial yang tepat baik melalui CSR (corporate social responsibilities) maupun bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.

Page 4: Edisi #2 ACCCRN Newsletter · PDF filedasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain ... (RPJMD, Spatial Planning)

6

B. Pilot Project

Penerapan Program Percontohan Adaptasi Perubahan Iklim (Maret – Juni 2010)

PROYEKSI KENAIKAN AIR LAUT

2.9 km 3.2 km

1.7 km

Area yang terkena genangan akan mencapai ± 86 km2 (23%), jumlah RT yang berada di area genangan 60.000

Process ACCCRN : Roadmap ACCCRN di Kota Semarang

SLD merupakan dasar dari aksi (program) perubahan iklim di Kota Semarang untuk berbagi dan membangun persamaan persepsi atau pandangan mengenai perubahan iklim di tingkat global, nasional, regional dan lokal serta untuk menangkap informasi, ide dan masukan di tingkat lokal (stakeholder kota) mengenai perubahan iklim.

Melalui SLD, beberapa poin penting yang dapat ditangkap di Kota Semarang, antara lain :

1. Identifikasi Isu Perubahan Iklim di Kota Semarang yaitu:

a. Kenaikan muka air laut yang menyebabkan Kota Semarang mengalami abrasi, rob dan banjir

b. Kemarau panjang sehingga menyebabkan kekeringan yang dialami beberapa bagian Kota Semarang

c. Hujan yang sangat deras di musim hujan (curah hujan yang tinggi) sehingga menyebabkan longsor serta angin kencang (puting beliung).

C. Sector StudiesMerupakan studi yang lebih dalam dan menjadi masukan bagi rencana ketahanan kota Semarang, antara lain:

a. Dampak abrasi terhadap kehidupan nelayan tambak di Kelurahan Tugurejo dan upaya penanganannya (LMB Unika Soegijapranata)

b. Evaluasi ekonomi dampak banjir tahunan di Kelurahan Kemijen Kota Semarang (Pusat Layanan Teknologi dan Riset Undip)

c. Penilaian masterplan drainase Kota Semarang terhadap perubahan iklim (Pusat Layanan Teknologi dan Riset Undip)

D. Kajian KerentananAntara lain berisi :

a. Tren dan Proyeksi Iklim, yang antara lain :

- Pada tahun 1900 – 2000 terjadi kenaikan suhu 0,2 0 C dan kenaikan air laut setinggi 2 cm, kondisi tersebut akan terus naik menjadi

a. Tahun 2025 meningkat 0,6 0 C dan air laut naik 10 cm

b. Tahun 2050 meningkat 1,2 0 C dan air laut naik 21 cm

c. Tahun 2100 meningkat 2,4 0 C dan air laut naik 54 cm

- Intensitas curah hujan meningkat pada musim penghujan (Sept, Okt, Nov dan Des, Jan, Feb) and menurun in pada musim kemarau (Mar, Apr, Mei)

b. Identifikasi daerah-daerah dengan kerentanan tinggi dan daerah-daerah berpotensi rentan tinggi di masa depan.

E.Intervention Project/Implementasi Kegiatan Adaptasi Kota.Rain harvesting atau pemanenan air hujan merupakan salah satu prioritas utama yang dihasilkan dari dokumen Strategi Ketahanan Kota Semarang yang dilatarbelakangi oleh:

• Akses terhadap air bersih terbatas dan menjadi lebih buruk pada saat banjir/ kekeringan

• Masih banyak masyarakat yang belum terlayani oleh PDAM

• Situasi akan memburuk seiring pertambahan penduduk dan dampak perubahan iklim

• Air hujan dapat dimanfaatkan untuk sumber air rumah tangga

• Keuntungan tambahan untuk mengurangi run-off dan banjir

Sehingga dilakukan program Studi Kelayakan Awal Pemanfaatan Air Hujan (Rain Harvesting) untuk Mengurangi Kerentanan terhadap Perubahan Iklim. Program yang sedang berjalan ini menghasilkan dua lokasi pilot (Wonosari dan Tandang) dan pemetaan untuk model-model rain harvesting di kota Semarang. Program yang dimulai dari bulan Februari 2011 ini diperkirakan akan selesai di bulan Oktober 2011 dan akan menghasilkan sistem informasi model pemanenan air hujan skala kota.

A. Dialog Pembelajaran Bersama (SLD), Pembelajaran Proses Serta Hasil Kegiatan

2. Kebutuhan untuk Melakukan Studi Sektor dan Diseminasi Hasil Kajian Kerentanan Kota Semarang, antara lain:

a. Beberapa kelurahan di kawasan pesisir dan sedikit kelurahan di perbukitan merupakan kawasan yang umumnya memiliki kerentanan sedang hingga tinggi dan berpotensi menjadi sangat tinggi terhadap resiko iklim di tahun 2025 dan 2050 (CCROM-SEAP, IPB).

b. Masyarakat yang dapat beradaptasi adalah masyarakat yang memiliki dana, kapasitas serta akses terhadap informasi yang cukup dan tersedia, memiliki kelembagaan yang kuat serta memiliki dukungan dari pemerintah (Mercy Corps).

c. Pemahaman konsep perubahan iklim masih terbatas di kalangan pemangku kepentingan sehingga belum ada kebijakan atau program khusus yang berkaitan dengan jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun) (URDI).

3. Diseminasi dan Pembelajaran Bersama di dalam Program Percontohan Adaptasi Perubahan Iklim.

4. Sosialisasi Rencana Kerja Strategi Ketahanan Kota dan Peluang Mengintegrasikan Isu Perubahan Iklim dalam RPJMD.

7

PILOT PROJECT PENCAPAIAN

Upaya adaptasi oleh Masyarakat di Kawasan Pesisir Tapak Tugurejo Sebagai Bentuk Ketahanan Perubahan Iklim (LSM BINTARI)

1. Pembangunan APO 180 m untuk menyelamatkan tambak2. Menanam 20.000 mangrove3. Memperkuat masyarakat4. Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang

Proyek Rintisan Kredit Renovasi Sanitasi Berbasis Komunitas di Tingkat Perkotaan, Kelurahan Kemijen (LSM PERDIKAN)

Pemberian kredit renovasi jamban dan instalasi PDAM kepada 26 perempuan kepala rumah tangga (janda) dengan angsuran pengembalian 20 bulan

Adaptasi Terhadap Bencana Angin Puting Beliung dan Longsor di Kelurahan Tandang (P5 UNDIP)

1. Dokumen Rencana Aksi Adaptasi Lokal2. Penanaman rumput akar wangi sebagai pengendali longsor

Model Penataan Lahan Untuk Meminimalisasi Bencana di Kelurahan Sukorejo, Gunung Pati (LP2M UNNES)

1. Penghijauan 2. Sumur Resapan3. Biopori

Page 5: Edisi #2 ACCCRN Newsletter · PDF filedasar penyusunan KLHS. Kajian kerentanan terhadap perubahan akan membantu pemerintahan daerah untuk merevisi desain ... (RPJMD, Spatial Planning)

8

Supported by

The Rockefeller Foundation’s Climate change Resilience Initiative aims to catalyze attention, funding and action to support vulnerable communities as they respond proactively in an effert to manage the risks associated with climate change. The Initiative provides support for the Asian Cities Climate Change Resilience Network, Capacity building in the agricultural sector in Africa, and strengthened adaption policies and resiliance efforts by the Unted States.

Mercy Corps helps people in the world’s toughest places turn the crises of natural disaster, poverty and conflict into opportunities for progress. Driven by local needs and market conditions, our programs provide communities with the tools and support they need to transform their own lives. Our worldwide team of 3,700 professionals is improving the lives of 14.5 million people in more than 40 countries.

Alat Pemecah Ombak (APO) - Aksi adaptasi untuk kenaikan permukaan air laut di kota Semarang