ed_353_bab i
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG MASALAH.
Pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang
pendidikan formal yang mempersiapkan lulusannya untuk bersaing dalam dunia
kerja. Melalui pendidikan di Perguruan Tinggi, mahasiswa dididik untuk menjadi
seorang yang ahli, profesional dalam suatu ilmu atau bidang keilmuwan, serta
sanggup mengabdikannya guna kepentingan masyarakat dan bangsa (Hamalik,
1990)
Menurut Salam (2004), dalam situasi mengikuti kuliah di Perguruan
Tinggi tercakup aktivitas mendengarkan kuliah dosen, berpikir (mencerna dan
memecahkan masalah), berpendapat, berbuat, bertanya, dan berbagai aktivitas
fisik dan mental lainnya. Untuk memperoleh hasil kuliah yang maksimal, terdapat
beberapa faktor yang hendaknya diperhatikan yaitu: letaknya tempat duduk,
berpendapat dan bertanya, menyimpulkan dan menggeneralisasikan.
Letaknya tempat duduk dapat berpengaruh terhadap interaksi belajar
mengajar antara dosen dan mahasiswa. Bila mahasiswa duduk agak dekat dengan
dosen, maka mahasiswa dapat melihat dengan jelas tulisan, bagan atau diagram di
papan tulis atau di layar OHP, suara dosen juga dapat terdengar jelas. Jarak yang
relatif dekat antara dosen dan mahasiswa dalam ruang kuliah juga dapat
2
mengurangi gangguan-gangguan kecil dari teman dalam kuliah karena merasa
diperhatikan oleh dosen (Salam, 2004).
Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi interaksi belajar-mengajar.
Daya serap peserta didik terhadap suara atau penjelasan guru juga berbeda,
peserta didik yang duduk berdekatan dengan meja guru atau yang duduk di baris
depan akan lebih jelas mendengarkan penjelasan guru dan sebagian besar bahan
pelajaran dapat diperhatikan dengan baik, sedangkan peserta didik yang duduk
paling belakang kurang jelas mendengar penjelasan guru dan kemungkinan besar
bahan pelajaran kurang diperhatikan, apalagi jika suara guru yang terlalu kecil dan
ruangan kelas yang besar dengan jumlah peserta didik yang besar pula (Djamarah,
1994).
Menurut Holtrop (1999), terdapat empat bentuk pengaturan tempat duduk,
yaitu Traditional arrangement, Discussions & Debates, Horseshoe, Group Work.
Bentuk pengaturan tempat duduk yang diterapkan di dalam kelas Program
Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Surabaya ada dua yaitu Traditional
arrangement dan Horseshoe. Traditional arrangement adalah bentuk pengaturan
tempat duduk yang terdiri atas baris-baris atau deret tempat duduk individual yang
berjumlah sembilan baris tempat duduk dalam satu kelas, sedangkan Horseshoe
adalah suatu variasi pengaturan tempat duduk yang terdiri atas dua sisi, yang
bentuknya menyerupai bentuk Ladam.
3
Gambar 1. Ruang kelas Fakultas Farmasi Universitas Surabaya FF 4.2
Bentuk pengaturan tempat duduk Traditional arrangement terdiri atas
lima atau enam baris lurus tempat duduk, masing-masing baris terdiri atas lima
atau tujuh tempat duduk. Interaksi antara guru dan siswa dalam kelas sangat baik
terjadi pada posisi tempat duduk baris depan, sedangkan interaksi antara guru dan
siswa kurang baik terjadi pada posisi tempat duduk baris belakang (McCorskey
dan McVetta, 1978).
Peneliti melakukan survey awal terhadap 20 orang mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan pada mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker
Universitas Surabaya. Berdasarkan hasil survey awal, enam orang mahasiswa
cenderung memilih duduk di baris depan menunjukkan bahwa mereka terlibat
secara aktif pada proses pembelajaran di kelas, yaitu mendengarkan ceramah
dosen, mencatat materi kuliah dan tugas yang diberikan oleh dosen, bertanya dan
menjawab pertanyaan. Sedangkan sembilan orang mahasiswa cenderung memilih
duduk di baris tengah menunjukkan perilaku yang sama dengan lima orang
4
mahasiswa yang cenderung memilih posisi duduk pada baris belakang, yaitu
kurang terlibat secara aktif pada proses pembelajaran di kelas. Selama proses
perkuliahan mereka mengobrol dengan teman di sebelahnya, tampak mencatat
tetapi sebenarnya hanya mencorat-coret buku, mengutak-atik handphone, keluar-
masuk kelas, makan permen atau cemilan, tidur, baca komik.
Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik
aktivitas fisik maupun psikis (Rohani, 2004). Agar terjadi aktivitas belajar,
mahasiswa sebagai peserta didik diharuskan untuk dapat terlibat dalam proses
belajar-mengajar. Perilaku keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk. Keterlibatan yang dimaksud menuntut
aktivitas secara individual dan aktivitas yang interaktif.
Pada dasarnya tidak ada proses belajar tanpa adanya keterlibatan peserta
didik atau pelajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ’libat’ berarti
menyangkut, memasukkan, atau membawa-bawa. Kata ’terlibat’ sendiri memiliki
arti tersangkut atau terbawa-bawa. Sedangkan kata ’keterlibatan’ memiliki
pengertian mengenai suatu keadaan terlibat, atau adanya suatu keikutsertaan
individu atau berperannya sikap ataupun emosi individu dalam situasi tertentu
dalam hal ini adalah aktivitas belajar.
Kehadiran mahasiswa di dalam kelas saja belum berarti bahwa mahasiswa
tersebut sedang belajar. Selama mahasiswa tidak terlibat, maka ia belum bisa
dikatakan belajar. Keterlibatan yang tampak tidak harus berupa bentuk fisik tapi
juga memerlukan kegiatan mentalnya karena hal tersebut, sama perlu dan saling
5
menunjang satu sama lainnya. Menurut Djamarah (2002), perilaku mahasiswa
yang menunjukkan keterlibatan belajar secara aktif dalam mengikuti perkuliahan,
adalah masuk tepat waktu, duduk di kursi depan, mendengarkan ceramah dosen,
mencatat hal-hal yang penting, mencatat hal-hal yang belum jelas, bertanya jika
ada pertanyaan, ajukan tanggapan balik jika perlu, mencatat penugasan dari dosen.
Menurut Soemanto (1984), kurangnya keterlibatan mahasiswa terhadap
proses pembelajaran di kelas, disebabkan oleh tingkat kejenuhan terhadap
keterlibatan belajar dan faktor-faktor lain misalnya, stimuli belajar (panjangnya
bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat-
ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal disekitar siswa yaitu faktor
masyarakat, faktor keluarga, dan faktor sekolah), metode pengajaran, faktor-faktor
individual, perhatian dan motivasi, kepuasan, serta pemakaian dan pemindahan.
Peneliti melakukan interview dengan tiga orang mahasiswa yang
cenderung memilih posisi duduk di belakang, hasilnya adalah sebagai berikut:
“Aku selalu duduk di belakang, soalnya kalau duduk belakang nyaman dan aman, maksudnya nyaman bisa sambil tiduran atau makan tapi gak ketahuan sama dosennya, trus aman soalnya dosennya jarang jalan sampai belakang-belakang dan jarang ditanya-tanyain juga”. (N, mahasiswa Apoteker angkatan 34).
“Kalau kuliah aku biasanya milih duduk di belakang soalnya kalau duduk di belakang bisa sambil nyantai-nyantai dengerin musik atau sambil ngobrol sama temen, soalnya bosen juga dengerin dosennya ceramah terus selama berjam-jam”. (O, mahasiswa Apoteker angkatan 34). “Kalau kuliah kadang aku duduk di tengah atau di belakang soalnya kalau duduk di tengah atau di belakang lebih bebas aja, jadi bisa lebih leluasa, bisa sms-an atau ngobrol ama temen. Aku juga milih duduk belakang kalau dosennya ceramah terus soalnya bosen tiap hari dengerin orang ceramah, selama tiga jam pula”. (B, mahasiswa Apoteker angkatan 34).
Berdasarkan hasil interview, mahasiswa yang cenderung memilih posisi
duduk dibelakang mengemukakan alasan mereka memilih posisi duduk
6
dibelakang dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas yaitu karena adanya faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu metode pengajaran dosen,
pengaruh teman, kedekatan antara mahasiswa dengan dosen. Sedangkan faktor
internal yaitu minat mahasiswa terhadap materi perkuliahan dan rasa aman.
Kurangnya minat mahasiswa terhadap proses belajar-mengajar ditunjukkan oleh
perilaku mereka yang sengaja memilih duduk dibelakang agar bisa melakukan
kegiatan-kegiatan seperti tidur, makan, berbicara dengan teman.
Menurut Hutabarat (1988), minat adalah suatu kekuatan yang membuat
seseorang tertarik kepada pelajaran. Dengan kata lain, jika kita memiliki minat
yang kuat untuk mempelajari sesuatu, maka kita akan mempelajarinya dengan
sungguh-sungguh dan kita akan mengerahkan pikiran, tenaga dan waktu untuk
mempelajarinya tanpa ada suruhan dan paksaan dari orang lain. Semakin besar
minat kita terhadap suatu pelajaran, semakin terdorong kita untuk menguasainya.
Temuan lain berdasarkan hasil survey awal dan interview diketahui bahwa
alasan mahasiswa memilih duduk di belakang karena merasa bosan terhadap
metode ceramah yang digunakan oleh dosen dalam proses belajar-mengajar di
dalam kelas. Hal tersebut menunjukkan persepsi yang kurang baik terhadap
metode mengajar dosen.
Menurut Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito 2003), persepsi adalah
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas yang intergrated dalam diri individu, dalam hal ini adalah metode
mengajar. Persepsi mempunyai dua komponen yaitu komponen afektif yang
7
menguasai pada tanggapan perasaan didalam penilaian positif atau negatif dan
komponen kognitif yang mengacu pada proses mental dan stimulus pengetahuan
yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungan (Peter dan
Olson, 2000).
Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan pengajar dalam
mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya kegiatan
belajar-mengajar. Metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses
mengajar dan belajar sehingga tercipta interaksi edukatif. Terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengadakan hubungan antara pengajar
dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Ditinjau
dari segi penerapannya, metode-metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk
siswa dalam jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil
(Sudjana, 1988).
Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai keterlibatan
belajar dan berbagai aspeknya. Dalam penelitian terdahulu, keterlibatan belajar
dikaitkan dengan tingkat kejenuhan mahasiswa pada mata kuliah mengulang
(Wulandari, 2005).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai korelasi antara minat belajar dan persepsi terhadap metode
mengajar dengan keterlibatan belajar mahasiswa pada posisi duduk di kursi
belakang dalam proses belajar-mengajar di kelas.
8
I.2 BATASAN MASALAH.
Penetapan ruang dalam penelitian ini bertujuan agar masalah yang
dibicarakan memperoleh gambaran dan hasil yang jelas serta lebih mendalam.
Masalah pada penelitian ini dibatasi pada hubungan antara minat belajar dan
persepsi terhadap metode mengajar dengan keterlibatan belajar mahasiswa pada
posisi duduk di kursi belakang. Adapun batasan-batasan dalam penulisan ini
adalah:
a. Minat belajar yaitu suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan yang
menimbulkan keinginan untuk berhubungan lebih aktif, yang ditandai
dengan perhatian pada obyek yang menarik dan menyenangkan,
dorongan dan adanya perasaan senang tanpa ada paksaan.
b. Persepsi terhadap metode mengajar adalah suatu proses yang meliputi
penyeleksian, pengorganisasian serta penginterpretasian terhadap cara
yang dipergunakan oleh pengajar dalam mengadakan hubungan
dengan peserta didik pada saat berlangsungnya kegiatan belajar-
mengajar. Terbagi dalam dua aspek yang kemudian digunakan untuk
mengukur variabel persepsi terhadap metode mengajar, yaitu kognitif
dan afektif.
c. Keterlibatan belajar adalah suatu proses terlibat, atau adanya suatu
keikutsertaan individu atau berperannya sikap atapun emosi individu
terhadap proses belajar yang sedang berlangsung untuk mencapai
tujuan pendidikan.
9
d. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Pendidikan
Profesi Apoteker Universitas Surabaya angkatan 34 yang sedang
mengikuti perkuliahan di dalam kelas dengan pengaturan tempat
duduk Traditional arrangement dan dengan posisi duduk pada baris
belakang. Posisi duduk belakang adalah posisi duduk yang ditetapkan
dengan cara membagi jumlah baris tempat duduk menjadi tiga bagian
yaitu depan, tengah dan belakang. Hal ini disebabkan berdasarkan
survey awal bahwa mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan
duduk pada posisi duduk belakang cenderung kurang atau tidak terlibat
dalam mengikuti proses perkuliahan.
I.3 RUMUSAN MASALAH.
Penelitian ini dirancang untuk menjawab masalah yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
“Apakah terdapat korelasi antara minat belajar dan persepsi
terhadap metode mengajar dengan keterlibatan belajar mahasiswa pada
posisi duduk di kursi belakang dalam proses belajar-mengajar pada
mahasiswa Program Pendidikan Apoteker Universitas Surabaya?”
10
I.4 TUJUAN PENELITIAN.
Penelitian ini, memiliki tujuan sebagai berikut:
Ingin mengetahui korelasi antara minat belajar dan persepsi
terhadap metode mengajar dengan keterlibatan belajar mahasiswa pada
posisi duduk di kursi belakang dalam proses belajar-mengajar.
I.5 MANFAAT PENELITIAN.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat praktis:
Sebagai masukan bagi dosen mengenai kajian keterlibatan belajar
mahasiswa di dalam kelas terkait dengan posisi duduk mahasiswa pada
saat mengikuti perkuliahan dan metode mengajar dosen, yang
menimbulkan kurang atau tidak terlibatnya mahasiswa dalam proses
belajar di kelas secara aktif, sehingga dosen dapat mengembangkan
prinsip-prinsip pembelajaran serta metode pembelajaran yang sesuai dan
dapat mengambil langkah-langkah yang dapat mengurangi tidak
terlibatnya mahasiswa dalam proses belajar di kelas tersebut.
1.5.2 Manfaat teoritis:
a. Dapat memberi sumbangan pengetahuan dalam Psikologi Pendidikan
atau dunia pendidikan yang terkait dengan keterlibatan mahasiswa
yang duduk pada posisi duduk belakang dalam aktivitas belajar di
11
kelas ditinjau dari minat dan persepsi mahasiswa terhadap metode
mengajar dosen.
b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memberikan sumbangan
dan referensi yang berkaitan dengan penelitian mengenai minat
belajar, persepsi terhadap metode mengajar, dan keterlibatan belajar
mahasiswa yang duduk di kursi belakang.