drama kesehatan

4
Suatu ketika handphone irhamna bergetar di pagi hari, suatu hal yang tidak lumrah sebab nomor yang etrtera adalah nomor kakanya, ratna. Merasakan ada hal yang aneh, di pagi buta sudah menelfon padahal biasanya cukup mengirimkan pesan singkat. irhamna langsung mengangkat pada deringan yang pertama. iramna:”Halo.. Assalamu’alaikum..” ratna:”Wa’alaikumsalam.. Dek, bisa pulang ke rumah sekarang?” irhamna:”Ada apa mbak?” ratna:”Pulang bisa pagi ini juga?” irhamna:”Ada apa dulu, aku harus berangkat kerja. Kalau alasan tidak masuk tidak jelas bisa dikeluarkan!” ratna:”Ibu dek, ibu masuik rumah sakit. Diabetesnya ternyata belum sembuh total. Pulang dulu, tengok ibu. Siapa tahu keadaanya bisa lebih baik.” Seketika tumpah air mata irhamna medengar sang ibu, yang merupakan pecutnya bekerja dengan giat. Kini terbaring di rumah sakit, ketakutan itu seketika muncul. Namun irhamna berusaha menepis dengan kuat. irhamna:”Iya, aku pulang sekarang...!” Telepon ditutup segera, irhamna langsung menymbar tas punggungnya ia masukkan sepasang baju yang mudah diraih. Membawa barang seperlunya, dan bergegas menuju ke halte bus terdekat. Sepanjang perjalanan, air mata tak bis adibendung seperti air bah banjir Jakarta yang turun dari wilayah Bogor. Irhamna sudah tidak peduli dengan sekeliling yang terus mengamati, sebab dalam benaknya hanya ada ibu, ibu, dan ibu. Tidak ada yang lain lagi. Setelah tiga jam perjalanan yang melelahkan dan panjang, akhirnya Fensa sampai di rumah sakit di kabupaten kota kelahirannya. Ia bergegas memencet nomor kakaknya, Noftavia menanyakan ruang rawat sang ibu. ratna:”Di ruang manggis, kamar no 4 ya dek. Disini ada dokter yang masih memeriksa ibu..” irhamna:”Iya kak..” Sampailah irhamna di kamar sang ibu, di samping ranjang ada

Upload: vicky-ilda-viantini

Post on 14-Apr-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Drama Kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: Drama Kesehatan

Suatu ketika handphone irhamna bergetar di pagi hari, suatu hal yang tidak lumrah sebab nomor yang etrtera adalah nomor kakanya, ratna. Merasakan ada hal yang aneh, di pagi buta sudah menelfon padahal biasanya cukup mengirimkan pesan singkat. irhamna langsung mengangkat pada deringan yang pertama.

iramna:”Halo.. Assalamu’alaikum..”ratna:”Wa’alaikumsalam.. Dek, bisa pulang ke rumah sekarang?”irhamna:”Ada apa mbak?”ratna:”Pulang bisa pagi ini juga?”irhamna:”Ada apa dulu, aku harus berangkat kerja. Kalau alasan tidak masuk tidak jelas bisa dikeluarkan!”ratna:”Ibu dek, ibu masuik rumah sakit. Diabetesnya ternyata belum sembuh total. Pulang dulu, tengok ibu. Siapa tahu keadaanya bisa lebih baik.”

Seketika tumpah air mata irhamna medengar sang ibu, yang merupakan pecutnya bekerja dengan giat. Kini terbaring di rumah sakit, ketakutan itu seketika muncul. Namun irhamna berusaha menepis dengan kuat.

irhamna:”Iya, aku pulang sekarang...!”

Telepon ditutup segera, irhamna langsung menymbar tas punggungnya ia masukkan sepasang baju yang mudah diraih. Membawa barang seperlunya, dan bergegas menuju ke halte bus terdekat. Sepanjang perjalanan, air mata tak bis adibendung seperti air bah banjir Jakarta yang turun dari wilayah Bogor. Irhamna sudah tidak peduli dengan sekeliling yang terus mengamati, sebab dalam benaknya hanya ada ibu, ibu, dan ibu. Tidak ada yang lain lagi.Setelah tiga jam perjalanan yang melelahkan dan panjang, akhirnya Fensa sampai di rumah sakit di kabupaten kota kelahirannya. Ia bergegas memencet nomor kakaknya, Noftavia menanyakan ruang rawat sang ibu.

ratna:”Di ruang manggis, kamar no 4 ya dek. Disini ada dokter yang masih memeriksa ibu..”irhamna:”Iya kak..”

Sampailah irhamna di kamar sang ibu, di samping ranjang ada dokter dan perawat serta kakanya tersayang. Sementara di ranjang pesakitan, kini terbaring tubuh malaikat penyemangatnya selama ini. Kaget irhamna melihat keadaan ibunya, namun sang ibu bukannya terlihat sakit tak berdaya. Justrus eulas senyum tersungging penuh ikhlas dan penawar rasa khawatir.

irhamna:”Ibu wajahnya kok bisa begini?”niar:”Tidak apa-apa..”irhamna:”Dok, ibu kok bisa begini kenapa?”zulfikar:”Ada komplikasi yang cukup rumit dari diabetes yang diderita ibu anda.”irhamna:”Apa itu?”zulfikar:”Ada komplikasi di saluran pencernaan, yakni usus dan lambung. Paling para komplikasi di ginjal. Sehingga membuat ibu anda sukar membuang sampah dlaam tubuhnya mbak.”ratna:”Sudah 2 hari kemarin ibu tidak bisa buang air kecil maupun besar, tidak juga bisa keluar keringat dek..”zulfikar:”cairan yang tidak bisa keluar, baik keringat maupun air seni karen aginjal yang

Page 2: Drama Kesehatan

terganggu. Mengakibatkan kulit ibu anda menggembung berisi cairan. Untuk sementara mengguankan infus khusus agar bisa kencing dan berkeringat.”

irhamna:”Apakah bisa diatasi dok?”zulfikar:”Untuk sementara bisa dengan infus ini. Namun selebihnya semoga diberikan kemudahan dari-Nya!”ratna:”Saya masih bingung dok, apa penyebab komplikasi ginjal ini?”zulfikar:”Dari hasil pemeriksaan, ibu saudara sepertinya sering mengkonsumsi minuman instan. Padahal tidak baik bagi penderita diabetes, penumpukan ini berakibat pada ginjal ibu anda.”

Terkejut sudah pasti, namun tetap saja hanya bisa tabah dan berusaha menjalani cobaan ini dengan selalu berhusnuzdon pada-Nya. Sang dokter meninggalkan ruangan, beserta perawatanya.

ratna:”Tadinya ingin rawat jalan saja agar lebih hemat, tapi dokter tidak mengijinkan. Kondisi ibu tidak stabil dek, obat infus ini mahalnya luar biasa. Ibu juga tidak mau makan nasi, hanya mau makan buah. Itupun tidak seberapa jumlahnya.”

Tangisan kini berderai makin deras, irhamna tidak kuasa untuk tidak menahannya. Merasa bersalah, membiarkan ibunya memperburuk kesehatan yang sudah kurang baik sedari dulu oleh diabetes. Sang ibu memang gemar minum minuman yang manis, apalagi jika minum minuman instan yang praktis cara membuatnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, berharap ibunya bisa bertahan dan melalui ini semua adalah jalan yang terbaik.

irhamna:”Soal biaya nanti dipikirkan, sekarang biar ibu sehat dulu.”ratna:”Iya dek, tapi mau dapat uang darimana? Seharusnya kita ikutkan ibu asuransi kesehatan agar tidak tunggang langgang begini.”irhamna:”Sudah kak, jangan disesali. Kalau sudah rezeki tidak akan kemana, toh ini ibu kita, ibu yang baik. Dan selalu beramal dengan sesamanya. Pasti kita diberikan jalan.ratna:”Semoga saja”

Siang ini kedua saudara saling menguatkan satu sama lain, saling berjanji saat ibu sudah sehat mereka akan memperhatikan hal remeh sekalipun. Tanpa terkecuali perihal minuman yang dianggap sepele.

niar:”Kapan sampai sa?”irhamna:”Barusan bu.. ibu kenapa tidak mau makan? Nanti gak bisa minum obat, kapan sembuhnya?”niar:”gak apa-apa.”irhamna:”Ibu selalu saja bilang ‘gak apa-apa’. Yang sakit apa bu? Perutnya sakit kalau makan?”

Pertanyaan ini hanya dijawab dengan gelengan, irhamna semakin sedih. Wajah dan sekujur

Page 3: Drama Kesehatan

tubuh ibunya terlihat penuh keriput. Karen akulit yang tadinya menggembung karena penumpukan cairan kini tepah kempis dan meinggalkan bekas. Bekas yang sangat menyakitkan, mencerminkan penderitaan ibunya yang tidak perbah diungkapkan kepada kedua putrinya.

Setelah seminggu di rumah sakit, akhirnya sang ibu boleh pulang. Namun setelah melakukan permohonan dengan sangat kepada tim dokter. Sebab keterbatasan biaya, yang membuat merawat di rumah sakit menjadi amat sangat berat. Keputusan yang diambil sudah bulat, ibu akan dirawat di rumah oleh ratna. Sebab irhamna harus ebkerja untuk mencari biaya berobat sang ibu setiap bulannya. Semakin hari keadaan ibu memang semakin membaik, meskipun sejak keluar dari rumah sakit. Sang ibu suda tidak pernah lagi berpijak di tanah dengan kedua kakinya. Kesehatan itu mahal harganya, sakit berat seharusnya tetap dijaga asupan konsumsi hariannya.